KAJIAN EKONOMI
KOMODITAS PERIKANAN KOTA KENDARI
BAB 1. PENDAHULUAN
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
KAJIAN EKONOMI KOMODITAS PERIKANAN KOTA KENDARI
Š 2018 National Support for Local Investment Climates/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) World Trade Center (WTC) 5 Building, 10th Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Telephone: +62 21 5262282, +62 21 5268668 www.nslic.or.id Proyek Dukungan Nasional untuk Peningkatan Iklim Investasi Daerah/Dukungan Nasional untuk Pengembangan Ekonomi Lokal dan Regional atau National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC). Proyek yang didanai oleh GAC dan dikelola oleh CowaterSogema International Inc. ini dilaksanakan di 10 kota/kabupaten di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara mulai 2016 hingga 2022. Melalui program Responsive Innovation Fund (RIF), NSLIC/NSELRED juga mendukung pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan inovasi pembangunan ekonomi daerah di 18 kabupaten dari 39 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) yang menjadi wilayah target nasional untuk Pusat Pertumbuhan Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa sesuai dengan RPJMN 2015-2019.
Daftar Singkatan BAPPEDA
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPENAS
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BPS
Badan Pusat Statistik
FAO
Food and Agriculture Organization of the United Nations
DKP
Dinas Kelautan dan Perikanan
FGD
Focus Group Discussion
KK
Kepala Keluarga
KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
NSLIC/NSELRED National Support for Local Investment Climates/National Support for
Enhancing Local and Regional Economic Development PAD
Pendapatan Asli Daerah
PDRB
Pendapatan Domestik Regional Bruto
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
5
Daftar Isi
6
DAFTAR SINGKATAN KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY
5 9 11
BAB I PENDAHULUAN
15
1.1. Latar Belakang
16
1.2. Tujuan Kajian
16
1.3. Metode Kajian
17
BAB II GAMBARAN INDUSTRI PERIKANAN
21
2.1. Profil Komoditas Perikanan
22
2.2. Konteks International
22
2.2.1. Produksi Komoditas Perikanan Dunia
22
2.2.2. Perdagangan Komoditas Ikan Dunia
23
2.3. Konteks Indonesia
24
2.3.1. Produksi Komoditas Perikanan Indonesia
24
2.3.2. Konsumsi Produk Perikanan Nasional
27
2.4. Konteks Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari
27
BAB III RANTAI NILAI IKAN KOMODITAS PERIKANAN DI KEDARI
31
3.1. Gambaran Umum
32
3.2. Aktor Utama dalam Rantai Nilai Perikanan Laut
34
3.2.1. Pemilik Kapal
34
3.2.2. Juragan
38
3.2.3. Pedagang Pengumpul
39
3.2.4. Papalele dan Pedagang Antarpulau
40
3.2.5. Penjual Ikan
40
3.2.6. Perusahaan Perikanan
41
3.2.7. UKM/Home Industry Pengolahan
42
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
3.3. Rantai Pendukung
42
3.3.1. KSOP / Syahbandar
42
3.3.2. Bengkel Kapal
42
3.3.3. Penyedia Es
42
3.3.4. Cold Storage
42
3.3.5. SPBN
43
3.3.6. Layanan Keuangan
43
3.3.7. Informasi Pasar
44
3.3.8. Jasa Pengembangan Usaha dan Pendamping
44
3.3.9. Infrastruktur dan Transportasi
44
3.4. Aturan dan Lingkungan yang Mendukung
45
3.4.1. Program Pemerintah Terkait
45
3.4.2. Kebijakan dan Perizinan
46
3.4.3. Kebijakan Ekspor
50
3.5. Analisis Gender dalam Rantai Nilai Perikanan
51
BAB IV ANALISIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
55
4.1. Potensi Pasar
56
4.2. Akar Masalah untuk Pengembangan
57
4.2. Visi Perubahan
58
4.3. Pilihan Intervensi
59
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
63 65
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan FGD
66
Lampiran 2. Wawancara dengan Pelaku Usaha Perikanan Tangkap di Kota Kendari
68
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
7
Kata Pengantar Kajian Ekonomi terhadap potensi pengembangan perikanan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh proyek National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) untuk mengidentifikasi sejauh mana potensi komoditas perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mendukung pengembangan ekonomi di provinsi tersebut. Kajian Ekonomi ini merupakan hasil survei yang dilakukan pada September hingga Oktober 2018 dan menunjukkan kondisi awal atau baseline komoditas perikanan di Kota Kendari. Hasil survei ini juga merupakan fondasi bagi proyek untuk menentukan langkah selanjutnya guna meningkatkan potensi komoditas perikanan di Kota Kendari. Selaku pimpinan proyek, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim konsultan, para pihak dan semua kontributor yang telah berhasil memberikan informasi dasar mengenai potensi komoditas perikanan di Kota Kendari. Besar harapan kami bahwa hasil survei ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pemberdayaan komoditas perikanan, baik yang berada di Indonesia, maupun di luar negeri.
Dr. Rino A. Sa’danoer Direktur Proyek
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
9
Executive Summary Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan produsen ikan terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2010, Indonesia menyumbang sekitar 10,8 juta MT atau 35% dari produksi ikan di kawasan tersebut. Indonesia dianggap sebagai produsen tuna utama, bersama dengan Jepang, Taiwan, China, Spanyol, dan Korea. Sektor perikanan menyumbang 19,2% dari PDB negara, dan menyediakan lapangan kerja serta mata pencaharian bagi lebih dari 3,5 juta orang. Sekitar 60% orang Indonesia tinggal di atau dekat garis pantai, dan dua pertiga kota di Indonesia terletak di dalam zona pesisir. Wilayah pesisir dicirikan oleh pembangunan yang berlebihan dan eksploitasi, dan ini telah memberi tekanan luar biasa pada sumber daya laut Nusantara. Indonesia merupakan produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Meskipun demikian, tidak semua wilayah di Indonesia menjadi basis penghasil ikan. Hal tersebut ditinjau dari formula LQ yang membandingkan kontribusi sektor perikanan di setiap provinsi dengan kontribusi sektor perikanan di tingkat nasional. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa 10 provinsi penghasil perikanan terbesar di Indonesia, secara berturutturut, adalah provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Bengkulu, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara. Secara keseluruhan, terjadi penurunan produksi ikan tangkap di Sulawesi Tenggara dari 150.589 ton pada tahun 2014 menjadi 143.850 ton pada tahun 2015. Tidak optimalnya kegiatan nelayan di Kendari dan rendahnya target yang diharapkan setidaknya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu sebagian kapal tidak beroperasi dan harga ikan yang rendah. Kapal nelayan tidak beroperasi karena izin operasional kapal banyak yang tidak keluar sehingga nelayan tidak melaut. Sementara, pendapatan nelayan tidak optimal akibat rendahnya kualitas ikan tangkapan. Kualitas yang rendah ini karena banyak ikan yang rusak selama penangkapan dan di atas kapal. Berdasarkan hasil wawancara dan validasi selama FGD dengan para pemilik kapal, ditemukan bahwa jumlah ikan yang rusak di kapal rata-rata mencapai 25 -35%.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
11
Executive Summary Dari studi rantai nilai yang dilakukan maka vision of changes yang ditawarkan pada fungsi utama (di tingkat rantai nilai), fungsi pendukung, dan fungsi kebijakan komoditas perikanan adalah sebagai berikut; Pada fungsi utama: meningkatkan kemampuan nelayan untuk mendapatkan pengetahuan dalam mengakses layanan perizinan kapal, peningkatan kualitas hasil tangkapan, dan pasar alternatif. Pada fungsi pendukung: (1) layanan teknis penangkapan dan pengelolaan ikan untuk meningkatkan kualitas hasil tangkapan; (2) layanan akses pasar alternatif; (3) pendampingan pelayanan kemudahan perizinan—terutama perizinan online. Pada fungsi regulasi/lingkungan yang mendukung: (1) kemudahan akses dan kemudahan perizinan kapal; (2) dukungan program pendampingan peningkatan kualitas produksi. Pilihan intervensi yang dapat dilakukan adalah Intervensi 1: peningkatan kualitas hasil tangkapan melalui kerja sama dengan penyedia pelatihan dan penyedia es; Intervensi 2: layanan pendampingan jasa perizinan; Intervensi 3: akses pasar alternatif; Intervensi 4: kemudahan layanan perizinan.
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB 1. PENDAHULUAN
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Proyek ini bertujuan untuk memperkuat para pihak di lima kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tenggara untuk mengembangkan ekonomi, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah dan koperasi, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki. Pada tahapan awal telah dilakukan assessment komoditas unggulan, melibatkan para pihak terkait pengembangan ekonomi di Kota Kendari. Berdasarkan assessment tersebut, komoditas unggulan di Kota Kendari adalah ikan tongkol dan ikan layang untuk perikanan laut; ikan nila untuk perikanan darat. Laporan penelitian ini adalah hasil kajian pada ketiga komoditas tersebut dengan fokus laporan kepada komoditas ikan laut. Untuk mendukung proyek ini, kajian analisis rantai nilai (value chain analysis) dilaksanakan. Pilihan komoditas ini merupakan hasil workshop yang dilakukan oleh NSLIC/NSELRED dan Pemerintah Kota Kendari. Rantai nilai yang dimaksud di sini meliputi serangkaian kegiatan yang diperlukan guna membawa sebuah produk/komoditas dari konsep awal, proses produksi, sampai kepada konsumen. Pendekatan rantai nilai membantu mengembangkan produktivitas dari sebuah sektor/subsektor, dimana semua pelaku rantai nilai bisa mendapatkan manfaat dari penguatan sektor/subsektor tersebut. Sehingga, pendekatan ini akan berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja dan nilai tambah. Laporan ini memuat hasil analisis rantai nilai komoditas ikan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang secara rinci menguraikan potensi, peluang, hambatan, pelaku utama dan pendukung, lingkungan pendukung, serta rekomendasi strategi intervensi untuk pengembangannya ke depan. Awalnya studi ini dilakukan untuk mengkaji tiga jenis ikan, yaitu dua jenis ikan laut (tongkol dan layang) dan ikan budi daya darat (nila). Namun, karena rantai nilai ikan nila tidak terlalu banyak, pembahasan rantai nilai ikan nila dibuat secara terpisah pada lampiran. 1.2. Tujuan Kajian Tujuan umum kajian ini adalah memfasilitasi rantai nilai ikan layang, tongkol, ikan nila, dan tepung ikan serta menyusun perencanaan bisnis yang ramah lingkungan dan berbasis pasar di Kota Kendari. Sedangkan tujuan khusus kajian ini adalah: Memetakan para pelaku yang terlibat dalam rantai nilai pengolahan ikan; Melakukan analisis pasar dan pesaing; Mengidentifikasi hambatan/tantangan dalam pengolahan ikan; Mengidentifikasi mitra potensial; Identifikasi dan penilaian solusi berbasis pasar Identifikasi intervensi program yang sesuai
16
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
1.3. Metode Kajian Pendekatan yang digunakan dalam kajian rantai nilai dan iklim usaha untuk komoditas perikanan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, menggunakan kerangka pemikiran seperti Gambar 1 di bawah. Gambar 1 memperlihatkan secara jelas rantai nilai sebuah komoditas dan bagaimana rantai nilai komoditas tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari fungsi pendukung, regulasi, dan stakeholder. Gambar 1 memperlihatkan bahwa untuk melakukan penguatan rantai nilai sebuah komoditas diperlukan gambaran menyeluruh mengenai: Kegiatan kunci dan para pelaku utama rantai nilai. Hambatan dan peluang yang dihadapi para pelaku utama dalam menciptakan nilai tambah Lembaga dan pihak-pihak pendukung pengembangan komoditas Alternatif sumber daya yang potensial guna mendukung penciptaan efisiensi bagi pelaku usaha yang terlibat dalam rantai nilai suatu komoditas. Selain itu, kegiatan dunia usaha selalu dipengaruhi oleh: Regulasi dan perundang-undangan umum maupun sektoral; Ketersediaan dan efisiensi pelayanan umum dan pembangunan oleh pemerintah; Efektivitas organisasi perusahaan dan asosiasi dunia usaha.
PARA PELAKU/ AKTOR
FUNGSI PENDUKUNG Informasi
Litbang
Keterampilan & Kapasitas
Koordinasi
Menginformasikan & Mengkomunikasikan
Infrastruktur
Layanan Terkait
Pemerintah
Pelaku Swasta
DEMAND - SUPPLY Jejaring Informasi
Aturan Informasi & Normanorma
Menetapkan & Menegakkan aturan
Regulasi
Kadin, Asosiasi
Undangundang
Standard ATURAN
LSM atau lembaga nonprofit lainnya
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Rantai Nilai dan Iklim Usaha
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
17
Bab 1. Pendahuluan
Tabel 1.1. Tahapan dan Hasil Kegiatan No
Kegiatan Hasil
1
Pertemuan Tim Riset/ Kajian
Peserta paham instrumen kajian Peserta menyepakati pembagian tugas dan waktu penyelesaian kajian
2
Pengumpulan Data
Terkumpulnya informasi hasil survei dengan menggunakan kuesioner Adanya hasil pemetaan RN dengan Pelaku melalui FGD
3
FGD Identifikasi dan Perumusan Hambatan bersama Para Pelaku
Adanya klarifikasi dan masukan dari pelbagai pihak/pelaku terhadap identifikasi dan perumusan hambatan
4
Pengolahan dan Analisis Data
Penginputan data dan rekapitulasi data Pengelompokan data dan informasi yang telah direkapitulasi Tersusunya deskripsi hasil analisis data yang telah diolah untuk dikoordinasikan dengan pihak NSLIC
5
Pertemuan Tim Kajian Hasil Temuan Dan Analisis RN
Tersusunnya laporan awal hasil temuan lapangan analisis RN Tepung Ikan
6
FGD Penilaian Solusi Berbasis Pasar dan Penyusunan Program Intervensi
Adanya klarifikasi dan masukan dari para pihak terkait penilaian solusi berbasis pasar dan penyusunan program intervensi peng olahan tepung ikan
7
Pengolahan dan Analisis Data Hasil FGD
Tersusunnya hasil analisis penilaian solusi berbasis pasar dan intervensi program yang diusulkan
8
Workshop Awal
Adanya masukan dan klarifikasi analisis RN Tepung Ikan untuk melengkapi hasil kajian; Adanya komitmen dari para pihak yang akan terlibat dalam pengembangan usaha Tepung Ikan di Kota Kendari.
9
Pertemuan Penyusunan Draf Desain Program
Tersusunnya draf desain program berdasarkan hasil kajian rantai nilai tepung ikan.
10
FGD Pembahasan draf desain program pengembangan RN Tepung Ikan
Adanya masukan dan klarifikasi atas draf desain rantai nilai tepung ikan dan pengukuran dampak
18
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
No
Kegiatan
Hasil
11
Pertemuan Tim Kajian Penyusunan Perbaikan Draf Desain Program
Tersusunnya desain final program
12
Seminar Hasil Desain Program
— Terpublikasinya desain program pengolahan tepung ikan ke pada para pihak terkait; — Adanya komitmen dukungan dan kerjasama untuk menjalankan program.
13
Penyusunan Laporan Akhir RN Tepung Ikan
Tersusunnya laporan akhir Rantai Nilai pengolahan tepung ikan.
Photo: NSLIC/NSELRED
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
19
BAB 2. GAMBARAN INDUSTRI PERIKANAN
Bab 2. Gambaran Industri Perikanan
2.1. Profil Komoditas Perikanan Profil komoditas perikanan terdiri atas ikan tongkol, ikan layang dan ikan nila. Profil komoditas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.1. Profil Komoditas yang Dipilih No 1
Komoditas
Profil
Perikanan tangkap:
Ikan tongkol Ikan layang
Potensi pasar adalah pasar lokal, domestik, dan ekspor Potensi stok di perairan Indonesia relatif banyak, mencapai 250.000 juta ton per tahun, Jumlah tangkapan saat ini baru mencapai 66,58% Potensi fishing ground di WTP 714 Potensi produksi di Sulawesi Tenggara sebesar 1.520.340 ton/ tahun, Kontribusi Sulawesi Tenggara dalam produksi perikanan tangkap nasional sangat rendah, yaitu 2,23% Produktivitas tangkapan dipengaruhi oleh musim penangkapan Musim puncak produksi pada bulan September-Januari, musim sedang pada bulan Februari-Mei, dan musim paceklik pada bulan Juni-Agustus Kapal yang mendaratkan ikan tongkol dan layang di TPI Kendari 224 unit dan PPS Kendari 476 unit per tahun (DKP Kota Kendari, 2018)
Perikanan budidaya: Ikan Nila
Indonesia sebagai negara pengekspor ikan nila ketujuh terbanyak dunia Potensi lahan budi daya di Sulawesi Tenggara ± 5000 ha, yang sudah dimanfaatkan 12,25% dan belum dimanfaatkan 87,75%. Potensi produksi perikanan budi daya Sulawesi Tenggara tahun 2015 mencapai 994.056 ton dengan pertumbuhan rata- rata 12,58% per tahun selama periode 2011-2015.
2
2.2. Konteks International 2.2.1. Produksi Komoditas Perikanan Dunia Ikan menjadi salah satu komoditas makanan yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Dari total produksi ikan dunia, 50% nilai ekspor ikan berasal dari negara-negara berkembang. Indonesia menjadi negara terbesar kedua produksi perikanan tangkap sebesar 6 juta ton pada 2014 (FAO, 2015). Peringkat pertama ditempati oleh China dengan kemampuan produksi mencapai 14 juta ton pada 2014, sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1.
22
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Jepang
Rusia
3,6 Juta
4 Juta
Amerika Serikat
5 Juta
Indonesia
6 Juta
China
2 Juta
14,8 Juta
4 Juta
6 Juta
8 Juta
10Juta
12Juta
14Juta 16Juta
Tabel 2.1. Profil Komoditas yang Dipilih Produksi ikan global telah meningkat lebih dari tujuh kali dalam 60 tahun terakhir (dari 19,3 MT pada tahun 1950 menjadi 163 MM pada tahun 2009). Peningkatan permintaan disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dunia dan berubahnya preferensi konsumsi, seperti meningkatnya popularitas ikan sebagai sumber protein yang sehat, berdampak kepada kecenderungan konsumsi ini. Produksi ikan yang terdaftar itu mungkin lebih tinggi daripada angka yang sebenarnya. Produksi ikan secara keseluruhan telah meningkat lebih dari 400% dari 16,7 juta MT pada tahun 1950 ke puncak produksi 87,7 juta MT pada tahun 1996. Dalam beberapa tahun terakhir karena penangkapan ikan dilakukan secara berlebihan (over fishing), produksi ikan laut secara bertahap menurun menjadi 79,5 juta MT (2009), turun sekitar 9,4 % (FAO, 2002). Perikanan laut masih menjadi penyumbang terbesar untuk produksi ikan dunia. Meskipun demikian, kontribusinya menyusut dari 86% menjadi 49% selama 60 tahun pada periode yang sama. Akuakultur laut dan darat diperkirakan akan mengambil alih produksi perikanan laut dalam beberapa tahun mendatang (FAO, 2002). Berdasarkan data di The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA), produksi ikan dunia pada tahun 2025 diproyeksikan sebesar 196 juta ton, yang terdiri dari 52% berasal dari perikanan budi daya dan 48% dari perikanan tangkap. Proyeksi ini meningkat signifikan dari data produksi ikan pada 2014 yang sebesar 167,2 juta ton, dengan rincian 44% perikanan budi daya dan 56% perikanan tangkap. Indonesia merupakan negara kedua terbesar penyumbang kebutuhan ikan dunia setelah China. Ini akan menjadi hal penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi bagi populasi dunia yang akan berjumlah 9,7 miliar penduduk pada tahun 2050. 2.2.2. Perdagangan Komoditas Ikan Dunia Berdasarkan data perdagangan komoditas ikan internasional pada periode 2001-2016, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara pengekspor ikan. Tren neraca perdagangan tersebut sangat positif, seperti pada Tabel 2.1.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
23
Bab 2. Gambaran Industri Perikanan
Tabel 2.1. Neraca Perdagangan Komoditas Ikan 10 Negara Tertinggi di Dunia 2001 Ranking
2006
2011
2016
Negara
Nilai (Juta US $)
Negara
Nilai (Juta US $)
Negara
Nilai (Juta US $)
Negara
Nilai (Juta US $)
1
Thailand
3,109
China
5,768
China
11,212
China
12,910
2
Norwegia
2,810
Norwegia
4,937
Norwegia
8,597
Norwegia
10,027
3
China
2,680
Thailand
3,665
Vietnam
5,571
India
5,436
4
Vietnam
1,765
Vietnam
3,145
Thailand
5,410
Chile
4,527
5
Chile
1,605
Chile
2,975
Chile
3,741
Ekuador
3,674
6
Indonesia
1,506
Indonesia
1,915
India
3,234
Indonesia
3,596
7
Kanada
1,485
Kanada
1,897
Indonesia
2,921
Thailand
2,637
8
India
1,230
India
1,658
Ekuador
2,076
Kanada
2,370
9
Islandia
1,039
Islandia
1,546
Islandia
1,861
Moroko
1,713
10
Argentina
866
Ekuador
1,280
Kanada
1,667
Islandia
1,702
Sejak tahun 2001 sampai tahun 2016, telah terjadi perubahan signifikan pada 10 besar negara eksportir ikan dunia. Sebelum tahun 2016, Indonesia selalu berada di bawah Vietnam dan Thailand. Akan tetapi, sejak tahun 2016 Indonesia mengalami perkembangan dan berada di atas kedua negara tersebut. Hal ini sangat potensial dan menjadi peluang bagi pasar internasional, terutama Amerika Serikat, Jepang, China, dan Uni Eropa.
2.3. Konteks Indonesia 2.3.1. Produksi Komoditas Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan produsen ikan terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2010, Indonesia menyumbang sekitar 10,8 juta MT atau 35% dari produksi ikan di kawasan itu. Ini dianggap sebagai produsen tuna utama, bersama dengan Jepang, Taiwan, China, Spanyol dan Korea. Sektor perikanan membentuk 19,2% dari PDB negara, dan menyediakan lapangan kerja dan mata pencaharian bagi lebih dari 3,5 juta orang. Sekitar 60% orang Indonesia tinggal di atau dekat garis pantai, dan dua pertiga kota di Indonesia terletak di dalam zona pesisir. Wilayah pesisir dicirikan oleh pembangunan yang berlebihan dan eksploitasi, dan ini telah memberi tekanan luar biasa pada sumber daya laut negara itu.
24
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Data ekspor menggunakan data BPS yang menyerap 474 produk perikanan dengan Kode HS 10 Digit tahun 2012. Di bawah ini ada beberapa gambar nilai ekspor-impor-neraca, volume ekspor-impor, dan harga ekspor-impor untuk menunjukkan tren nilai, volume, dan harga ekspor bulanan yang meningkat. Tren nilai ekspor tahunan yang meningkat pada periode 2012-2016 dapat dilihat pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.
5.000.000
4.224.300
3.699.906
3.418.369
4.000.000
3.757.990
3.565.349
3.655.478
433.380
4.088.856
414.263
4.172.253
378.351
3.943.701
417.236
4.641.536
460.487
1.000.000
4.160.393
2.000.000
452.967
3.000.000
3.871.337
Nilai (USD 000)
Nilai Ekspor-Impor-Neraca
0
2012
2013 Ekspor
2014 Impor
2015
2016
2017*
Neraca
Sumber: Ditjen PDS KKP 2017 Gambar 2.2. Nilai ekspor-impor-neraca Tren tahunan pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa nilai ekspor naik 2,45%, impor turun 1,89%, neraca naik 3,05%; dan rata-rata % nilai impor terhadap nilai ekspor sebesar 10,36%. Sementara itu, Gambar 2.3 menunjukkan bahwa tren tahunan volume ekspor turun 3,23%; volume impor turun 6,93%. Rata-rata persentase volume impor terhadap volume ekspor sebesar 27,01%. Meskipun adanya kecenderungan penurunan volume ekspor (3,23% per tahun) namun tidak tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor. Nilai ekspor rata-rata naik 2,45% per tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: meningkatnya harga ekspor, produk memiliki nilai tambah, dan produk yang mengalami penurunan volume berasal dari produk yang memiliki harga rendah atau under value, seperti produk dengan HS 030369,030389 (ikan laut lainnya beku) yang memiliki harga rata-rata sekitar USD 0,5/kg (2014)
Nilai ekspor rata-rata naik 2.45% per tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: meningkatnya harga ekspor, produk memiliki nilai tambah, dan produk yang mengalami penurunan volume berasal dari produk yang memiliki harga rendah atau under value, seperti produk dengan HS 030369,030389 (Ikan laut lainnya beku) yang memiliki harga rata-rata sekitar USD 0.5 per Kg (2014)
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
25
Bab 2. Gambaran Industri Perikanan
1.400.000 1.200.000
0
2012
2013
2014 Ekspor
2015
2016
346.350
979.910
277.472
1.075.196
291.599
1.076.204
200.000
306.511
400.000
1.273.227
1.240.088
600.000
353.474
800.000
1.255.227
1.000.000 371.007
Volume (ton)
Volume Ekspor-Impor
2017*
Impor
Sumber: Ditjen PDS KKP 2017 Gambar 2.3. Volume Ekspor-Impor Realisasi ekspor 2017 mencapai 59,19% apabila dibandingkan dengan target 2017 sebesar USD 7,62 miliar (KKP, 2017). Dengan demikian, terdapat kesenjangan yang besar antara target dan realisasi ekspor. Tahun 2017, berbagai komoditas kelautan dan perikanan mengalami peningkatan nilai ekspor, di antaranya udang mengalami kenaikan 0,53%, tuna tongkol cakalang (TTC) naik 18,57%, rajungan dan kepiting (RK) naik 29,46%, cumi sotong gurita (CSG) naik 16,54%, dan rumput laut (RL) naik 23,35%, sedangkan komoditas lainnya naik 3,61%. Pada periode yang sama, nilai ekspor produk kelautan dan perikanan ke negara tujuan utama juga menunjukkan peningkatan. Nilai ekspor ke Amerika Serikat naik 12,82%, Jepang naik 8,31%, ASEAN naik 3,42%, Tiongkok naik 11,28%, Uni Eropa naik 9,38%, dan lainnya turun 1,76%. Trend produksi perikanan nasional menunjukkan adanya peningkatan setiap tahun dari tahun 2013-2017 (Gambar 2.4).
Trend Produksi Ikan Nasional Produksi (Juta Ton)
25 20 15 10 5 0
16.68
17.22
13.3
14.36
15.63
6.12
6.43
6.52
6.83
6.04
2013
2014
2015
2016
2017
Produksi Perikanan budidaya Produksi Perikanan budidaya
(Sumber: BPS, Tahun 2018) Gambar 2.4. Trend Produksi Perikanan Nasional Tahun 2013-2017
26
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Dari total produksi perikanan Indonesia, kontribusi produksi perikanan tangkap terhadap produksi perikanan nasional tahun 2014 sebesar 31,11%. Produksi perikanan tangkap tahun 2014 telah mengalami pertumbuhan sebesar 6,48% atau sebesar 6,50 juta ton dibanding tahun 2013, dimana pertumbuhan produksi perikanan tangkap sebesar 5,79% atau sebesar 6,04 juta ton. Tren pertumbuhan produksi perikanan tangkap dalam kurun waktu 2010 hingga 2014 adalah sebesar 4,77% atau sama dengan ratarata produksi sebesar 5,90 juta ton per tahun. Berdasarkan analisis dengan metode Non-Hierarkis, produksi perikanan tangkap tahun 2010 hingga 2014 dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu: 1. Kelompok 1 merupakan provinsi dengan rata-rata produksi kurang dari 120.000 ton, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, DIY, Bali, NTT, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat 2. Kelompok 2 merupakan provinsi dengan rata-rata produksi antara 120.000 hingga 320.000 ton, yaitu Kalimantan Barat, Aceh, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kep.Bangka Belitung, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat dan Sumatera Barat 3. Kelompok 3 merupakan provinsi dengan rata-rata produksi 320.000 hingga 400.000 ton, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua 4. Kelompok 4 merupakan provinsi dengan rata-rata produksi di atas 400.000 ton, yaitu Sumatera Utara dan Maluku 2.3.2. Konsumsi Produk Nasional Tingkat konsumsi ikan nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 tingkat konsumsi ikan sebesar 54,84kg/kapita/tahun, atau naik 8,35 kg/kapita/tahun dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 46,49 kg/kapita/tahun. Untuk tahun 2018, proyeksi produksi perikanan yang dicanangkan oleh KKP sebesar 33,53 juta ton dengan tingkat konsumsi mencapai 50,65 kg/kapita (KKP RI, 2018).
2.4. Konteks Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari Indonesia merupakan negara produsen ikan terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Meskipun demikian, tidak semua wilayah di Indonesia merupakan basis penghasil ikan. Hal tersebut ditinjau dari formula LQ yang membandingkan kontribusi sektor perikanan di setiap provinsi dengan kontribusi sektor perikanan di tingkat nasional. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa provinsi-provinsi yang menduduki peringkat 10 besar sebagai provinsi penghasil produksi perikanan terbesar di Indonesia secara berturut-turut adalah Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Bengkulu, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara. Secara keseluruhan, terjadi penurunan produksi perikanan tangkap di Sulawesi Tenggara dari 150.589 ton pada tahun 2014 menjadi 143.850 ton pada tahun 2015, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
27
Bab 2. Gambaran Industri Perikanan
Tabel 2.2. Produksi Perikanan Tangkap Sulawesi Tenggara Tahun 2014 Dan 2015 No
Kabupaten/Kota
Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Tahun 2014
Tahun 2015
1
Buton
15. 664
22. 049
2
Muna
4.514
4.291
3
Konawe
6.941
1.848
4
Kolaka
3.113
5.268
5
Konawe Selatan
489
3.757
6
Bombana
21.464
25.138
7
Wakatobi
1.717
12.745
8
Kolaka Utara
29.880
20.056
9
Buton Utara
7.702
6.878
10
Konawe Utara
4.356
9.539
11
Kolaka Timur
-
-
12
Konawe Kepulauan
-
-
13
Muna Barat
-
-
14
Buton Tengah
-
-
15
Buton Selatan
-
-
16
Kendari
41. 298
28.945
17
Baubau
13. 415
3.339
150. 589
143.850
Sulawesi Tenggara (Sumber: BPS Prov SULTRA, 2017)
Berdasarkan Tabel 2.3, pemasok utama produksi perikanan tangkap di Sulawesi Tenggara adalah Kota Kendari, Bombana, Kabupaten Buton, Kolaka Utara, dan Wakatobi. Lima kabupaten/kota pemasok utama ini melebihi 75% produksi ikan tangkap di Sulawesi Tenggara. Jenis komoditas perikanan yang berkontribusi pada data produksi perikanan tangkap tersebut adalah ikan tongkol dan ikan layang. Khusus di Kota Kendari, produksi ikan tangkap mengalami penurunan dari tahun 2013 dan 2014. Meskipun demikian, produksi ikan tongkol dan layang ada indikasi mengalami peningkatan (Tabel 2.3).
28
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Tabel 2.3. Produksi Perikanan Tangkap Komoditas Ikan Tongkol dan Ikan Layang Di Kota Kendari Jenis Komoditas
Produksi (Ton/Tahun) 2013
2014
2015
2016
2017
Ikan tongkol
6.091,46
6.182,83
6.297,27
6.485,34
6.679,902
Ikan layang
7.440,83
7.440,83
8.996,73
9.265,43
9.543,393
Idealnya, persediaan ikan harus selalu lebih besar dibandingkan dengan angka konsumsi ikan, dengan selisih yang tidak terlalu lebar serta memperlihatkan tren yang selalu naik dari tahun ke tahun. Hal demikian sejalan dengan tren konsumsi ikan nasional sejak tahun 2012-2017, yang menunjukkan tren positif. Peningkatan konsumsi ikan juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan data KKP tahun 2017, konsumsi ikan di Sulawesi Tenggara mencapai 52,51 kilogram per kapita per tahun dan levelnya berada di atas level nasional.
Photo: NSLIC/NSELRED Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
29
BAB 3. RANTAI NILAI KOMODITAS PERIKANAN DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
3.1. Gambaran Umum Keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap dan budi daya di Kota Kendari sangat ditentukan oleh rantai nilai usaha tersebut. Berdasarkan hasil kajian tahun 2018, rantai nilai komoditas perikanan terdiri atas pelaku utama, pelaku pendukung, dan lingkungan kebijakan pemerintah. Rantai nilai komoditas tersebut menggambarkan alur utama supply-demand. Rantai nilai pelaku utama komoditas ikan tongkol dan ikan layang adalah pemilik kapal (kapal kelompok, kapal perorangan, dan kapal perusahaan), juragan, pedagang pengumpul, pedagang antarpulau, papalele, pedagang eceran, pengolah ikan, konsumen akhir, dan eksportir. Peran para pelaku usaha tersebut adalah menyediakan stok ikan, mengumpulkan ikan, proses jual beli, mengolah, dan mengonsumsi. Rantai nilai pelaku pendukung adalah KSOP/syahbandar, bengkel kapal, jasa pengurus perizinan, pabrik es, cold storage, SPBN, dan perbankan. Peran para pelaku tersebut adalah sebagai penyedia jasa dan barang dalam mendukung kegiatan produksi bagi pelaku utama, khususnya pemilik kapal, juragan, pedagang pengumpul, pedagang antarpulau, papalele, dan penjual eceran. Selanjutnya, lingkungan kebijakan berkaitan dengan kebijakan program BBM bersubsidi untuk nelayan, kebijakan KKP terkait penangkapan ikan, kebijakan pemerintah terkait perizinan kapal. Peran kebijakan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan serta keselamatan kerja para pelaku utama. Sementara itu, rantai nilai pelaku utama perikanan budi daya ikan nila terdiri atas pemasok bahan baku, pembudi daya, pemancing, warung makan, penjual ikan eceran, dan konsumen akhir. Rantai nilai pendukung terdiri atas BBIAT dan transportasi. Perannya adalah sebagai penyedia bahan baku ikan dan jasa transportasi. Rantai lingkungan kebijakan terdiri atas kebijakan KKP terkait budi daya ikan nila dan program pendampingan DKP Kota Kendari (Gambar 3.1). Jaringan rantai nilai komoditas perikanan dibutuhkan dalam kegiatan usaha, dimana perhatian tidak hanya sekadar menciptakan produk, tetapi hingga produk tersebut sampai ke pengguna terakhir. Menurut Sihombing (2015), semakin kompleks komponen dalam jaringan rantai nilai, semakin baik dalam kegiatan usaha tersebut. Rantai nilai komoditas perikanan di Kota Kendari menggambarkan situasi pasar tersebut.
Jaringan rantai nilai komoditas perikanan dibutuhkan dalam kegiatan usaha, dimana perhatian tidak hanya sekadar menciptakan produk, tetapi hingga produk tersebut sampai ke pengguna terakhir.
32
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
33
Bengkel kapal
Papalele
Cold storage
Kebijakan pemerintah terkait perijinan kapal
Home industry (tepung ikan)
Pedagang Pengumpul
Pengumpul antar pulau/ kota
Pabrik es
Kebijakan KKP terkait penangkapan ikan
Perusahaan eksportir (pengolahan ikan)
Juragan Besar
Jasa pengurus perizinan
SUPPORTING
Penjual ikan di pasar
Warung makan
SPBN
Pasar eksport
Konsumen Akhir
Konsumen antar pulau
Perbankan
Gambar 3.1. Rantai Nilai Komoditas Ikan Tongkol Dan Layang (Sumber: Data primer, 2018)
Program BBM bersubsidi untuk nelayan
ENABLING ENVIRONMENT
Kapal perusahaan
Kapal perorangan
Kapal kelompok
CORE VALUE
KSOP (syahbandar)
KOMODITAS IKAN LAUT
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
3.2. Aktor Utama dalam Rantai Nilai Perikanan Laut 3.2.1. Pemilik Kapal Pemilik kapal adalah pelaku utama yang menyediakan ikan tongkol dan ikan layang kepada pelaku usaha selanjutnya. Pemilik kapal kelompok dan pemilik kapal perorangan memasok hasil tangkapan ikan langsung kepada juragan dan pedagang pengumpul melalui dermaga pendaratan TPI Kota Kendari dan dermaga pendaratan PPS Samudera Kendari. Sedangkan pemilik kapal perusahaan memasok hasil tangkapan ikannya langsung ke perusahaan pemilik kapal dan ada juga yang terkoneksi dengan pedagang pengumpul. Setidaknya terdapat tiga kategori pemilik kapal, yaitu kapal kelompok, kapal perusahaan, dan kapal perorangan. Masing-masing pemilik kapal akan mempekerjakan buruh kapal (ABK) dengan sistem kerja yang berbeda-beda. Jumlah pemilik kapal pada kategori tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah Pemilik Kapal di Kota Kendari No
Status Kapal
Jumlah (Buah)
Ukuran Kapal (GT)
40
40 – 68 GT
Kapal Kelompok
315
30 – 55
Kapal Perorangan
832
28 – 30
1
Kapal Perusahaan
2 3
Sumber: DKP Kota Kendari, 2018
Jumlah ABK, yang sering disebut sebagai nelayan, yang bekerja dengan pemilik kapal kelompok lebih banyak jika dibandingkan dengan pemilik kapal perorangan. Selain itu, jaringan bisnis kapal kelompok lebih luas, dan lebih banyak orang yang berperan dalam membentuk jaringan pasar. Sedangkan pada kapal perorangan, lebih didominasi juragan yang juga berperan sebagai pemilik kapal, dan pelaku usaha yang bermain di level ini relatif sedikit. Hubungan antara pelaku usaha level pemilik kapal tersebut adalah hubungan sosial, hubungan bisnis, dan hubungan kekeluargaan yang sifatnya informal. Hubungan informal mengacu pada ranah modal sosial dan kepercayaan bisnis. Hubungan tersebut memengaruhi kesepakatan harga antara pelaku usaha. Dari ketiga kategori pemilik kapal, pola usaha dari kapal perusahaan memiliki kapal penangkap ikan dan jaringan bisnis terpisah dan tidak ada keterkaitan peran dengan para juragan. Meskipun demikian, beberapa pedagang pengumpul terkoneksi dengan pemilik kapal perusahaan. Hubungan antara aktor adalah jaringan sosial dan koneksi internal perusahaan. Investasi para pemilik kapal beragam, tergantung dari ukuran kapal yang ada. Investasi terbesar pemilik kapal adalah pengadaan atau pembelian barang-barang modal kapal. Rata-rata biaya investasi yang dikeluarkan oleh nelayan tangkap purse seine disajikan pada Tabel 3. 1.
34
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Tabel 3.1.Rata-Rata Biaya Investasi (Rp) Nelayan Tangkap Purse Seine Berdasarkan Kapasitas No
1 2 3 4 5 6
Jenis Biaya Investasi (Rp.)
Kapal induk Mesin kapal induk Pukat cincin (purse seine) Mesin penarik jaring Mesin lampu kapal Rumpon
Total (Rp.)
Ukuran Kapal 20 GT – 29 GT
30GT -39 GT
>40GT
409.482.759 205.172.414 295.862.069 15.413.793 40.137.931 36.206.897
623.076.923 284.615.385 357.692.308 16.000.000 44.769.231 43.846.154
1.075.000.000 353.125.000 353.125.000 16.000.000 61.250.000 60.000.000
1.002.275.862
1.370.000.000
1.918.500.000
Sumber: Data Primer Diolah, 2018 Terdapat 6 (enam) jenis biaya investasi yang dikeluarkan pemilik kapal sebelum menjalankan/ mengoperasikan usaha perikanan tangkap, baik itu pada ukuran kapal 20-29 GT, 30-39 GT, maupun ukuran kapal bermuatan ≥ 40 GT. Biaya investasi sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1 terdiri dari biaya pengadaan kapal induk, mesin induk, jaring, mesin penarik jaring, mesin lampu, dan biaya pengadaan rumpon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total biaya investasi terbesar berada pada ukuran kapal bermuatan ≥ 40 GT, yakni sebesar Rp 1.918.500.000. Sementara itu, rata-rata total investasi yang terendah adalah ukuran kapal yang bermuatan 20-29 GT, yaitu sebesar Rp 1.002.275.862, sedangkan ukuran kapal yang bermuatan 30 - 39 GT sebesar Rp 1.370.000.000. Selain biaya investasi, biaya tidak tetap (variable cost) biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang diperoleh atau biaya yang totalnya berubah-ubah seiring berubahnya jumlah produksi. Rata-rata biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh nelayan tangkap purse seine disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 2.2. Rata-Rata Biaya Tidak Tetap Nelayan Tangkap Purse Seine Jenis Biaya Tidak Tetap (Rp/Thn)
No
Ukuran Kapal (GT) 20 – 29
30 – 39
≥ 40
1
Operasional dan Perbekalan
348.936.207
443.463.846
1513.295.625
2
Tenaga Kerja
567.225.886
975.871.147
1.502.382.802
916.162.093
1.419.334.994
2.015.678.427
Total (Rp.) Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
35
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok besar pada jenis biaya tidak tetap yang dikeluarkan nelayan dalam mengoperasikan usaha perikanan tangkap per tahun, baik itu ukuran kapal 20-29 GT, 3039 GT, maupun ukuran kapal bermuatan ≥ 40 GT, yakni biaya operasional, perbekalan, serta biaya tenaga kerja. Informasi rata-rata jumlah biaya operasional dan perbekalan dihitung secara keseluruhan selama satu tahun. Hal ini dilakukan karena rata-rata nelayan tangkap belum memiliki pembukuan yang jelas mengenai aliran kas pada usaha ini. Komponen pengeluaran yang dicatat dan diingat hanya jumlah biaya gelondongan yang dikeluarkan pada saat operasi pencarian ikan. Sementara itu, biaya tenaga kerja mengikuti sistem pola bagi hasil. Sistem bagi hasil produksi hasil tangkapan purse seine setelah semua biaya operasional adalah 50% untuk pemilik dan 50% untuk anak buah kapal (ABK). Rata-rata jumlah ABK nelayan tangkap purse seine dalam kajian ini terdiri adalah 1 orang nahkoda, 1 orang pembantu/wakil nahkoda, 2 orang masinas, 2 orang juru lampung, 2 orang juru masak, dan 4 ABK biasa. Karena itu, rata-rata jumlah ABK yang bekerja pada usaha perikanan tangkap purse seine di Kota Kendari berjumlah 17-20 orang ABK. Rata-rata biaya operasional dan perbekalan per tahun adalah sebesar Rp 348.936.207 untuk ukuran kapal 20-29 GT, Rp 443.463.846 untuk ukuran kapal 30-39 GT, dan Rp 513.295.625 untuk ukuran kapal ≥ 40 GT. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dibayarkan pemilik kapal dari bagi hasil per tahun adalah sebesar Rp 567.225.886 untuk ukuran kapal 20-29 GT, Rp 975.871.147 untuk ukuran kapal 30-39 GT, dan Rp 1.502.382.802 untuk ukuran kapal ≥ 40 GT. Biaya tersebut sekaligus upah atau gaji yang diterima ABK rata-rata setahun, dimana proporsi pembagian pendapatan antara pemilik kapal dan ABK adalah 50% dari hasil pendapatan bersih setelah dikurangi total biaya usaha per tahun. Selanjutnya pembagian upah di tingkat ABK juga dilakukan berdasarkan proporsinya yang telah disepakati antara sesama ABK. Pada Tabel 3.2 diperoleh informasi bahwa ratarata total biaya tidak tetap tertinggi berada pada ukuran kapal ≥ 40 GT, yaitu sebesar Rp 2.016.559.007 per tahun dan terendah pada ukuran kapal tangkap 20-29 GT, yakni sebesar Rp 919.841.281 per tahun.
Tabel 3.3. Rata-Rata Biaya Tetap Nelayan Tangkap Purse Seine Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Kendari Jenis Biaya Tidak Tetap (Rp/Thn)
No
Ukuran Kapal 20 GT – 29 GT
>40GT
1
Penyusutan
7.360.848
Perawatan
9.546.474
12.097.396
2
1.753.448
2.579.375
3
Retribusi
2.228.462
601.172
711.231
1.012.000
9.715.468
12.486.167
15.688.771
Total (Rp.) Sumber: Data Primer Diolah, 2018
36
30GT -39 GT
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Selain biaya tidak tetap, juga dianalisis rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan tangkap purse seine, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.3. Terdapat tiga jenis biaya tetap yang dikeluarkan per tahun oleh nelayan tangkap purse seine di Kota Kendari, yakni biaya penyusutan, perawatan, dan biaya retribusi. Rata-rata nilai penyusutan tertinggi terletak pada ukuran kapal ≼ 40 GT, yakni sebesar Rp 15.688.771 dan terendah pada ukuran kapal 20-29 GT dengan jumlah sebesar Rp 9.715.468. Nilai penyusutan ini diperoleh dengan menggunakan persamaan {jumlah alat (nilai awal – nilai sisa)/umur ekonomis}, yang selanjutnya dikonversikan dalam satu tahun. Dari persamaan tersebut, maka jelaslah bahwa tinggi rendahnya nilai penyusutan dipengaruhi oleh perbedaan jenis peralatan, jumlah peralatan, harga alat, dan umur ekonomis dari masing-masing peralatan tersebut. Biaya perawatan yang dikeluarkan nelayan tangkap dalam melakukan pemeliharaan (maintenance) terhadap barang investasi yang telah dikeluarkan, yang terdiri dari perawatan kapal induk, mesin induk, jaring, mesin penarik jaring, mesin lampu, dan rumpon. Pada penelitian ini, diperoleh informasi bahwa tenaga kerja yang melakukan perawatan kapal berasal dari ABK itu sendiri, sehingga pemilik kapal tidak mengeluarkan upah lagi untuk membiayai tenaga kerja dalam kegiatan tersebut. Pemilik kapal cukup mengeluarkan biaya konsumsi dan keperluan seperlunya, karena kegiatan perawatan ini dilakukan saat masa istrahat (kapal tidak beroperasi). Besar kecilnya harga produksi tergantung dari jenis ikan hasil tangkapan. Jenis ikan yang diperoleh nelayan tangkap purse seine di Kota Kendari didominasi oleh ikan tongkol (deho), ikan baby tuna (pannipanni), dan ikan layang. Rata-rata ikan tangkap dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Kategori tersebut terdiri dari musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Musim paceklik merupakan musim ketika ikan hasil tangkapan yang didaratkan sangat minim, sehingga harga rata-rata dalam per tahun untuk semua jenis ikan tangkap sebesar Rp 25.000/kg. Musim sedang merupakan musim ketika ikan hasil tangkapan yang didaratkan jumlahnya normal, sehingga harga rata-rata produksi sebesar Rp 10.000/kg/th. Musim puncak merupakan musim ketika ikan hasil tangkapan yang didaratkan jumlahnya banyak, sehingga berdampak terhadap penurunan harga produksi. Rata-rata harga produksi pada musim puncak sebesar Rp 8.000/kg. Rata-rata produksi tersebut disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 3.4. Rata-Rata Produksi Nelayan Tangkap Purse Seine Berdasarkan Kapasitas Kapal di Kota Kendari No
Ukuran Kapal (GT)
Produksi (Kg/Thn) Tertinggi
Terendah
Rata-rata
1
20 -29
210.000
72.000
149.310
2
30 - 39
272.000
189.000
240.769
3
> 40
448.000
300.000
353.375
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
37
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kapal dengan ukuran ≼ 40 GT mendominasi pencapaian hasil dalam satu tahun. Jumlah produksi tangkapan untuk ukuran kapal 20-29 GT berkisar antara 72.000-210.000 kg/ thn, dengan rata rata produksi sebesar 149.310 kg/thn. Ukuran kapal 30-39 GT berkisar antara 189.000272.000 kg/thn dengan rata-rata produksi sebesar 240.769 kg/thn. Sementara itu, ukuran kapal ≼ 40 GT berkisar antara 300.000-448.000 kg/thn, dengan rata-rata produksi sebesar 353.375 kg/thn. Dari total tangkapan tersebut, tidak semua ikan yang ada di kapal kondisinya baik. Salah satu persoalan yang dihadapi oleh para pemilik kapal tersebut adalah kerusakan hasil tangkapan atau kondisi ikan cacat selama di kapal. Diperkirakan kerusakan ikan mencapai 25-35%. Meskipun demikian, ada beberapa pemilik kapal yang mampu mengurangi kerusakan sampai 5 %. Sayangnya, cara dan teknologi yang mereka miliki tidak mau dibagi kepada pemilik kapal/nelayan lainnya. Ikan yang dihasilkan dijual ke perusahaan, pembeli perorangan untuk bahan baku ikan olahan, dan/atau makanan ikan di keramba jaring apung. Sebagian ikan tersebut dijual di pasar lokal Kendari dan pabrik. Jika ikan dijual di pabrik, ikan tersebut akan ditampung dan dinilai berdasarkan kualitasnya Ketika stok banyak, ikan tersebut dijual dengan harga yang murah di perusahaan dan transaksi dengan sistem konsinyasi. Umumnya, ikan yang dijual di pabrik akan dibayar 7-30 hari setelah ikan diterima oleh pabrik. Dengan sistem pembayaran ini, perputaran uang dan kegiatan tangkap sangat dipengaruhi oleh kekuatan modal para nelayan. 3.2.2. Juragan Juragan merupakan pelaku usaha yang berperan sebagai pemodal bagi pemilik kapal perorangan, penentu harga, dan juga berperan sebagai pedagang pengumpul. Mereka yang memberikan modal bagi para pemilik kapal untuk dapat melaut. Diperkirakan setiap kali melaut, pemilik kapal perorangan membutuhkan modal sebanyak Rp20-30 juta untuk ukuran kapal sebesar 20 GT. Jika pemilik kapal melaut dengan modal dari para juragan, maka hasil tangkapan akan dibeli oleh para juragan dengan harga yang disepakati, meskipun posisi juragan lebih kuat. Di Kota Kendari, diperkirakan terdapat 15 orang juragan. Ikan yang dibeli juragan dapat dipasarkan ke padagang pengumpul di TPI Sodooha dan pedagang pengumpul di PPS Samudera Kendari. Selain itu, ikan dipasarkan ke pedagang antarpulau dan perusahaan di PPS Samudera Kendari. Keterkaitan juragan dengan pelaku usaha lainnya adalah hubungan bisnis dan hubungan sosial. Hubungan tersebut tidak dibuat dengan perjanjian tertulis dan lebih pada faktor kepercayaan. Keterkaitan bisnis telah lama tercipta dan berlangsung secara terus-menerus. Meskipun demikian, juragan dapat dengan bebas memilih siapa rantai pasar selanjutnya. Peran juragan dalam menentukan harga sekitar 90%. Besaran harga ikan kualitas baik di level juragan sangat dipengaruhi oleh kondisi musim penangkapan ikan. Ikan yang dijual oleh juragan kepada pedagang/pengumpul tergantung dari musim. Pada musim puncak, harga ikan tongkol berkisar di Rp 7.000-12.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 10.000-15.000 per kg. Pada musim sedang, harga ikan tongkol berkisar Rp 9.000-15.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 14.000-18.000 per kg. Harga tertinggi terdapat di musim paceklik, yaitu ikan tongkol berkisar Rp 19.000-26.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 18.000-32.000 per kg
38
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Photo: NSLIC/NSELRED Dari biaya tersebut, terdapat selisih harga dengan pemilik kapal sebesar Rp 2.000-4.000 per kg. Namun demikian, selisih harga ini belum memperhitungkan biaya yang dikeluarkan oleh para juragan untuk pembelian balok es, biaya tenaga kerja harian atau buruh angkut ikan, dan biaya sewa peti. 3.2.3. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul adalah pelaku usaha yang berperan sebagai pengumpul dan pedagang ikan. Ikan yang ada di pedagang pengumpul tidak tersimpan lama dan biasanya habis dalam sehari. Karena waktu transaksinya relatif pendek, biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk nonpembelian ikan relatif sangat sedikit. Biaya yang dikeluarkan antara lain, tenaga kerja pengangkutan ikan rata-rata Rp 600.000, sewa peti Rp 700.000, biaya es balok rata-rata Rp 650.000, pembelian keranjang plastik Rp 800.000, dan beli bahan bakar untuk mengantar ikan di PPS sebesar Rp 350.000. Sumber ikan lebih dominan dari pemilik kapal meski ada juga yang diperoleh dari juragan. Ikan yang dibeli tersebut dipasarkan ke padagang antarpulau dan papalele, serta dapat langsung dipasarkan ke home industry atau pengolah ikan. Jumlah pedagang pengumpul di Kota Kendari diperkirakan sebanyak 40 orang. Keterkaitan pedagang pengumpul dengan pelaku usaha lainnya adalah hubungan bisnis dan hubungan sosial. Sebagaimana hubungan antara pemilik kapal dan para juragan. Hubungan antara pengumpul dan aktor lainnya hanya didasarkan pada kepercayaan dan tidak ada perjanjian tertulis. Meskipun demikian, pedagang pengumpul dapat dengan bebas memilih siapa rantai pasar selanjutnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pedagang pengumpul hanya membeli ikan yang berkualitas atau tidak cacat. Peran pedagang pengumpul dalam menentukan harga sekitar 70%. Besaran harga ikan kualitas baik di level ini sangat dipengaruhi oleh kondisi musim penangkapan ikan. Pada musim puncak, harga ikan tongkol berkisar Rp 9.000-14.000 per kg dan ikan laying berkisar Rp 12.000-17.000 per kg. Pada musim sedang, harga ikan tongkol berkisar Rp 12.000-18.000 per kg, dan ikan layang berkisar Rp 16.000-22.000 per kg. Harga tertinggi terdapat di musim paceklik, yaitu ikan tongkol berkisar Rp 25.000-35.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 28.00038.000 per kg. Dari perbedaan harga yang dibeli dan dijual oleh pedagang pengumpul terdapat selisih harga antara Rp 2.000-10.000 per kg.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
39
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Diperkirakan dari total hasil tangkapan yang ada, jalur penjualan ikan ke pedagang pengumpul sekitar 27,3%. Sisanya djual ke pabrik atau melalui pelaku pasar lainnya. 3.2.4. Papalele dan Pedagang Antarpulau Papalele dan pedagang antarpulau berperan dalam proses jual beli ikan setelah rantai pedagang pengumpul. Modal usaha relatif rendah karena umumnya modal sendiri atau atau pinjam dari pihak lain yang tidak mengikat. Peran perbankan sangat minim, bahkan tidak menggunakan jasa perbankan untuk modal usaha. Diestimasikan jumlah papalele yang ada di Kota Kendari adalah 55 orang. Stok ikan diperoleh dari pedagang pengumpul sehingga harganya tinggi jika dibandingkan dengan harga di level pemilik kapal. Stok ikan yang diperdagangkan pelaku usaha tersebut sekitar 25,29% dari total jumlah produksi ikan di level pemilik kapal. Nilai produksi tersebut lebih banyak dari pedagang pengumpul, tetapi jumlah pelaku usaha relatif lebih banyak, sehingga stok terbagi banyak. Setelah diakumulasikan per orang, justru produksi ikan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Masing-masing papalele menjual ikan dengan kisaran 200-500 kg/hari. Tidak ada keterikatan bisnis antara papalele dan pedagang antarpulau. Khusus pedagang antarpulau, hubungan bisnis dan hubungan sosial terjalin dengan mitra pelaku usaha selanjutnya. Pembelian ikan lebih banyak di level pedagang antarpulau jika dibandingkan dengan papalele. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengganggu keberlanjutan usaha papalele. Lemparan pasar papalele adalah pasar lokal Kota Kendari. Lemparan pasar pedagang antarpulau di luar Provinsi Sulawesi Tenggara seperti Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Pinrang. Papalele dan pedagang antarpulau hanya membeli ikan yang berkualitas baik. Besaran harga ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi musim penangkapan ikan. Pada musim puncak, harga ikan tongkol berkisar Rp 12.000-17.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 14.000-20.000 per kg. Pada musim sedang, harga ikan tongkol berkisar Rp 14.000-21.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 18.000-26.000 per kg. Harga tertinggi terdapat di musim paceklik, yaitu ikan tongkol berkisar Rp30.000-38.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp35.000 45.000 per kg. Berdasarkan harga tersebut, terjadi perbedaan harga di level papalele dan pedagang antarpulau karena ada biaya yang harus dikeluarkan, yaitu biaya balok es, dan biaya transportasi (khusus pedagang antarpulau), biaya tenaga kerja harian atau buruh angkut ikan, dan biaya tak terduga lainnya. Dari biaya tersebut terdapat selisih harga dengan pedagang pengumpul sebesar Rp 2.000-10.000 per kg.
3.2.5. Penjual Ikan Penjual ikan berperan dalam proses jual-beli ikan. Modal usaha relatif rendah karena umumnya modal sendiri. Rata-rata modal yang dibutuhkan oleh penjual ikan adalah Rp 1-5 juta. Pelaku usaha sangat banyak dan tersebar di pasar tradisional dan di lingkungan warga. Diestimasikan jumlah penjual ikan di Kota Kendari sebanyak 700 orang. Stok ikan diperoleh dari pedagang pengumpul dan nelayan kapal <5GT. Pelaku usaha ini bersentuhan langsung dengan konsumen akhir sehinga harga jual ikan relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan pelaku usaha pada rantai sebelumnya. Diperkirakan setiap hari penjual ikan mampu menjual sebanyak 1-3 gabus atau 60-150 kg per hari. Besaran harga ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi musim penangkapan ikan. Pada musim puncak, harga ikan tongkol di tingkat penjual ikan adalah berkisar Rp 25.000-30.000 per kg dan ikan layang
40
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
berkisar Rp 25.000-35.000 per kg. Pada musim sedang, harga ikan tongkol berkisar Rp 28.000-35.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp. 28.000-38.000 per kg. Harga tertinggi di musim paceklik, yaitu ikan tongkol berkisar Rp 35.000-45.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 40.000-50.000 per kg. Dengan demikian, dari setiap transaksi pedagang ikan mendapatkan keuntungan rata-rata Rp 1.500.000 per hari. Keuntungan ini belum memperhitungkan biaya yang dikeluarkan oleh penjual ikan untuk biaya es dan biaya gabus. 3.2.6. Perusahaan Perikanan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari merupakan pusat industri perikanan terpadu di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini PPS Samudera Kendari telah menghimpun 27 industri yang terdiri atas 12 perusahaan industri pengolahan ikan dan 15 perusahaan industri penunjang. Tahun 2017, total investasi dari seluruh perusahaan di PPS mencapai Rp 407 miliar dan mengalami peningkatan sebesar 7,4% setiap tahunnya. Jumlah investasi tersebut sebanyak Rp 73,20 miliar investasi pemerintah dan Rp334,770 miliar bersumber dari investasi pihak swasta. Investasi tersebut dikembangkan untuk usaha cold storage, processing, bengkel dan gudang, pabrik es, penampung dan pengolahan ikan, serta usaha pengasapan ikan. Selanjutnya, salah satu investasi industri penunjang adalah unit pembangkit tenaga diesel. Perusahaan di PPS merupakan pelaku utama yang membentuk rantai pasar tersendiri dan sangat terbatas. Hal tersebut disebabkan sumber bahan baku utama diperoleh dari kapal milik perusahaan tersebut. Rantai nilai terbatas dari kapal perusahaan ke perusahaan langsung dan/atau dipasarkan ke pedagang pengumpul dalam jumlah yang relatif sedikit. Harga yang diberikan perusahaan ke pedagang pengumpul relatif sama dengan harga pada pedagang pengumpul di TPI Kota Kendari. Ikan yang diproduksi perusahaan perikanan langsung diolah dan melewati proses rantai dingin. Ikan yang telah diolah tersebut dipasarkan secara nasional dan ekspor dalam bentuk ikan filet dan ikan utuh dengan standar pasar global. Pelaku usaha yang bermain di level ini murni pelaku bisnis. Selain memanfaatkan produksi kapal perusahaan, stok ikan juga dibeli perusahaan dari pemilik kapal kelompok/perorangan, juragan, dan pedagang pengumpul di PPI Kota Kendari. Harga yang diberikan relatif sama dengan harga pasar di level tersebut. Hanya saja, perusahaan mengambil semua ikan meskipun kualitas rendah. Ikan tersebut disortir perusahaan dan diberikan harga yang sesuai. Pada musim puncak, harga beli ikan tongkol dari para pemasok berkisar Rp 5.000-10.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 8.000-12.000 per kg. Pada musim sedang, harga ikan tongkol berkisar Rp 7.000-12.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 9.000-14.000 per kg. Harga tertinggi terdapat di musim paceklik, yaitu harga ikan tongkol berkisar Rp 16.000-22.000 per kg dan ikan layang berkisar Rp 15.000-28.000 per kg. Meskipun demikian, tidak semua ikan dibeli dengan harga seperti itu, ikan yang rusak (sebanyak 25-35% dari hasil tangkapan) tetap dibeli perusahaan dengan harga Rp 3.000-5.000 per kg. Sistem pembayaran konsinyasi dengan jangka waktu 7-30 hari setelah ikan diserahkan ke perusahaan.
3.2.7. UKM/Home Industry Pengolahan UKM/Home Industry Pengolahan di Kota Kendari mencakup industri pengolahan tepung ikan dan industri makanan seperti bakso, somai, abon ikan, keripik ikan, dan jenis produk olahan ikan lainnya. Pelaku usaha ini tergabung dalam usaha kelompok dan usaha perorangan. Pelaku usaha tersebut berhubungan bisnis dengan pedagang pengumpul. Keterkaitannya adalah jaringan bisnis dan modal sosial. Meskipun demikian, tidak ada perjanjian bisnis di antara pelaku usaha.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
41
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Jumlah UKM pengolahan ikan yang ada di Kota Kendari sebanyak 21 UKM. Mereka mampu mempekerjakan sebanyak 10-20 orang untuk kebutuhan bahan baku ikan UKM/Home Industry Pengolahan berkisar 100 kg â&#x20AC;&#x201C; 2 ton per minggu. Keberlanjutan usaha tergantung harga ikan tongkol dan ikan layang di pasar. Rata-rata target pembelian pelaku usaha ini pada kisaran harga Rp 9.000-14.000 per kg. Di atas harga tersebut menjadi kendala utama bagi UKM/Home Industry Pengolahan, khususnya industri pengolahan tepung ikan.
3.3. Rantai Pendukung Rantai nilai pelaku pendukung komoditas perikanan tangkap adalah KSOP/syahbandar, bengkel kapal, jasa pengurus perizinan, pabrik es, cold storage, SPBN, dan perbankan. Peran para pelaku tersebut sebagai penyedia jasa dan barang dalam mendukung kegiatan produksi bagi pelaku utama, khususnya pemilik kapal, juragan, pedagang pengumpul, pedagang antarpulau, papalele, dan penjual eceran. Peran rantai pendukung sangat besar dalam kegiatan usaha dan produksi bagi pelaku usaha perikanan tangkap. 3.3.1. KSOP/Syahbandar Peran syahbandar dalam kegiatan usaha penangkapan ikan sangat besar dalam masalah perizinan bagi pemilik kapal. Syahbandar bertugas untuk mengeluarkan administrasi bagi kapal penangkap dan pengangkut ikan. Surat Persetujuan Berlayar (SPB) adalah dokumen negara yang dikeluarkan oleh syahbandar di pelabuhan perikanan kepada setiap kapal perikanan yang akan berlayar meninggalkan pelabuhan setelah kapal perikanan memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, laik tangkap, dan laik simpan (lihat lampiran). SPB berlaku untuk satu kali perjalanan. Proses perizinan di tingkat syahbandar tidak ada masalah, hanya saja nelayan, terutama yang memiliki kapasitas kapal di atas 10 GT, sangat bergantung pada adanya persyaratan kelaiklautan kapal, laik tangkap, dan laik simpan yang perizinannya dilakukan di instansi lain. 3.3.2. Bengkel kapal Bengkel kapal di Kendari ada dua unit. Bengkel tersebut milik perusahaan di PPS Samudera Kendari. 3.3.3. Penyedia Es Nelayan, pengumpul, pedagang, dan papalele membutuhkan es untuk mempertahankan kualitas ikan. Saat ini kebutuhan tersebut dipenuhi oleh pabrik es maupun usaha pembuatan es skala industri rumah tangga. Kebutuhan es sangat tergantung pada musim tangkap ikan. Kebutuhan akan meningkat pada masa puncak tangkap ikan. 3.3.4. Cold storage Saat ini terdapat dua cold storage yang dikelola oleh swasta dan satu milik pemerintah, bantuan dari DKP yang ada di Kota Kendari (Tabel 3.1). Namun demikian, keberadaan cold storage tidak dapat dimanfaatkan oleh para nelayan dan pedagang ikan. Sejauh ini yang memanfaatkannya adalah perusahaan. Meskipun cold storage awalnya didesain untuk menyimpan ikan, pada praktiknya tidak hanya digunakan untuk menyimpan ikan. 3.3.5. SPBN SPBN menyediakan BBM, termasuk BBM bersubsidi untuk nelayan. SPBN di Kendari ada dua unit (Tabel 3.1). Setiap bulan SPBN mendapatkan 60 kiloliter BBM bersubsidi dari pemerintah. Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 13 Tahun 2015, syarat untuk mendapatkan BBM
42
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Photo: NSLIC/NSELRED bersubsidi adalah 1) Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK) yang asli, 2) Fotokopi SIPI/ SIKPI atau bukti pencatatan kapal dengan menunjukkan yang aslinya, 3) Fotokopi Surat Laik Operasi (SLO), 4) Fotokopi Surat Persetujuan Berlayar (SPB), 5) Estimasi Produksi Per Trip, 6) Jadwal Rencana Pengisian Minyak Solar (Gas Oil), 7) Estimasi Sisa Minyak Solar (Gas Oil) yang ada di kapal, 8) Daftar Anak Buah Kapal (ABK) yang telah disahkan oleh syahbandar. Perbankan menghadirkan solusi modal bagi setiap pelaku usaha di bidang perikanan tangkap. 3.3.6. Layanan Keuangan Nelayan, pedagang, dan papalele mendapatkan akses modal dari berbagai sumber. Sumber utamanya biasanya jaringan yang mereka miliki. Pinjaman dari lembaga keuangan formal tersedia, tetapi tidak semua mudah diakses. Pertama, dari sisi permintaan, ada keterbatasan pengetahuan terkait layanan perbankan, persepsi buruk perihal persyaratan menjadi nasabah bank, perilaku konsumtif, kemampuan pengelolaan keuangan yang rendah, ketidakpastian penghasilan, serta stigma negatif khususnya debitur tidak memanfaatkan dananya untuk kebutuhan usaha. Dari sisi penawaran, beberapa kendala yang dihadapi perbankan adalah jadwal operasional perbankan tidak sesuai dengan jadwal usaha masyarakat pesisir, lokasi bank yang jauh dari wilayah tempat tinggal, serta belum adanya skema pembiayaan yang sesuai untuk masyarakat pesisir, seperti mempertimbangkan grace period saat musim melaut. Apabila dilihat dari penyaluran kredit terhadap sektor prioritas, penyaluran kredit ke sektor perikanan untuk 2017 relatif masih sangat kecil, yaitu sebesar Rp 9,38 triliun atau hanya sebesar 0,22% dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan oleh perbankan. Sedangkan untuk kelompok UMKM, penyaluran kredit UMKM ke sektor perikanan tahun 2017 baru mencapai Rp 5,26 triliun atau hanya sebesar 0,63% dibandingkan total kredit UMKM yang disalurkan perbankan. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2017, total pembiayaan (kredit) yang disalurkan ke usaha di bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp 6,49 triliun dan Rp 535.39 miliar untuk pembiayaan dengan total debitur sebanyak 73.453. Kondisi demikian menunjukkan bahwa akses pasar bagi pelaku usaha perikanan sangat potensial untuk meningkatkan produktivitas usahanya.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
43
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
3.3.7. Informasi Pasar Informasi pasar perikanan di kalangan nelayan sangat terbatas. Mereka mendapatkan informasi biasanya dari pedagang dan perusahaan. 3.3.8. Jasa Pengembangan Usaha dan Pendamping Dalam kegiatan produksi, pelaku usaha membutuhkan jasa pengembangan usaha, baik dari sektor swasta maupun pemerintah. Penguatan kapasitas nelayan dalam mengelola produksi hasil tangkapan serta pemasaran produk menjadi hal penting untuk mendapatkan pendampingan dari berbagai pihak. Kerja sama dan kemitraan antar kelompok nelayan dengan pihak lain, yaitu pemerintah dan perusahaanperusahaan yang mengelola ikan masih terbatas. Penting adanya pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan komprehensif, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir, mulai dari produksi sampai pemasaran. 3.3.9. Infrastuktur dan Transportasi Sistem pengadaan stok ikan (produksi) infrastruktur merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Di kedua tempat pendaratan ikan, terdapat perbedaan infrastruktur yang tersedia. Di TPI Sodooha, fasilitas umum yang tersedia kurang mendukung sehingga tidak banyak kapal nelayan yang merapat. Letak parkir mobil pengangkut dengan dermaga yang cukup jauh, serta kualitas jalan yang tidak memadai menjadi salah satu permasalahan utama di TPI ini. Sedangkan di PPS Samudera Kendari, sebagian besar infrastruktur pendukung usaha perikanan kondisinya cukup baik. Hal ini juga didukung dengan banyaknya cold storage milik perusahaan-perusahaan ikan. Perbandingan antara kedua tempat pendaratan ikan tersebut terlihat pada Tabel 3.1.
Kerja sama dan kemitraan antar kelompok nelayan dengan pihak lain, yaitu pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang mengelola ikan masih terbatas. Penting adanya pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan komprehensif, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir, mulai dari produksi sampai pemasaran.
44
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Tabel 3.5. Infrastruktur TPI Sodooha dan PPS Samudra Dalam Mendukung Perikanan Tangkap No
TPI Sodooha
PPS Kendari
Infrastruktur Baik
Cukup
Kurang
Baik
Cukup
1
Cold storage
✔
2
Listrik
✔
✔
3
Air
✔
✔
4
Pasar/pelelangan
5
Pabrik es
6
Telekomunikasi
7
SPBU/SPBN
8
Jalan ke dermaga
✔
✔
9
Dermaga sandar/dock
10
Truk berpendingin
✔ ✔
11
Bengkel
✔ ✔ ✔
12
Gedung kantor
Kurang
✔
✔
✔
✔ ✔
✔ ✔ ✔
✔
✔ ✔
Jumlah cold storage di PPS Kendari terdapat 25 unit milik perusahaan swasta dan 1 (satu) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendukung kegiatan SLIN, namun masih belum optimal penggunaannya. Kondisi jalan dan dermaga sandar yang sudah beraspal di PPS jauh lebih baik daripada di TPI Sodooha sehingga banyak pedagang pengumpul dan nelayan yang lebih memilih bertransaksi di PPS tersebut. Sedangkan untuk sarana dan prasarana seperti SPBN, sudah tersedia di kedua lokasi. Namun, dari informasi yang diperoleh, SPBN tersebut belum mampu memasok kebutuhan bahan bakar semua kapal sehingga nelayan masih harus memasok dari SPBU di luar. Sementara itu, ketersediaan es bagi nelayan berfluktuasi tergantung musim tangkap. Jika musim angin barat dimana semua nelayan pergi melaut maka pabrik es yang ada di PPS tidak mampu mencukupi kebutuhan setiap nelayan sebanyak 250-300 balok es per kapal. Namun, kondisi sebaliknya terjadi pada saat cuaca tidak baik dan nelayan tidak melaut. Meskipun infrastruktur di PPS Samudera Kendari tergolong lengkap, tetapi skor fasilitas masih belum memenuhi target. Berdasarkan analisis, tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan yang sebesar 64% menandakan pemanfaatan fasilitas terutama dermaga belum optimal karena penggunaan dermaga di PPS masih multifungsi, belum ada perbedaan dermaga khusus bongkar muat, dermaga tambat, dan pengisian perbekalan (Anggoro et al., 2015).
3.4. Aturan dan Lingkungan yang Mendukung 3.4.1.Program Pemerintah Terkait Program keberlanjutan sumber daya dan usaha perikanan tangkap dan budi daya berkelanjutan merupakan strategi pemerintah dalam mengelola potensi perikanan dan kelautan Indonesia demi meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, program pemerintah pusat dan daerah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan kota/kabupaten/provinsi mendesain program berdasarkan tiga pilar utama, yaitu aspek kedaulatan (sovereignity), keberlanjutan (sustainability) dan kesejahteraan (prosperity). Aksi program tersebut disajikan pada Tabel 3.2.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
45
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Tabel 3.2. Program Pemerintah dalam Mendukung Produksi Perikanan Tangkap dan Budi Daya Sub sektor program Perikanan tangkap
Program Aksi 1. Perbaikan sistem pendaftaran kapal 2. Perbaikan sistem perizinan perkapalan
Pelaksana Program DKP Provinsi dan KKP RI DKP Provinsi dan KKP RI
3. Penguatan fungsi kontrol
Pemerintah pusat, Pemda
pelabuhan
provinsi/kota
4. Perbaikan sistem pengawasan dan pengawasan kepatuhan
DKP Provinsi dan KKP RI
operasional 5. Perbaikan sarana dan
Pemerintah pusat, pemda
prasarana
provinsi/kota
6. Teknologi perikanan tangkap terpadu Perikanan budi daya
DKP Provinsi dan KKP RI
Perluasan lahan budi daya
DKP Provinsi/kota dan KKP RI
Peningkatan sarana produksi BBI
DKP Provinsi/kota dan KKP RI
Bantuan bibit ikan
DKP Provinsi/kota dan KKP RI
Peningkatan SDM
DKP Provinsi/kota dan KKP RI
3.4.2. Kebijakan dan Perizianan Beberapa peraturan dan ketetapan pemerintah pusat yang berhasil diinventarisasi sampai saat ini, di antaranya: 1. Peraturan Menteri KP No: 18/PERMENKP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) Dasar pertimbangan dalam menerbitkan Permen KP ini adalah dalam rangka optimalisasi pengelolaan perikanan pada WPPNRI, dan pemutakhiran batas-batas WPPNRI dengan meninjau kembali Permen KP No: Per.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Dalam Pasal 2 Permen KP tentang WPPNRI tersebut disebutkan pengelolaan perikanan dibagi dalam 11 (sebelas) wilayah pengelolaan perikanan yaitu: WPPNRI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman WPPNRI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda WPPNRI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat
46
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
WPPNRI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan WPPNRI 712 meliputi perairan Laut Jawa WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali WPPNRI 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda WPPNRI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau WPPNRI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera WPPNRI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik WPPNRI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur. Berdasarkan pembagian wilayah tersebut, wilayah Kendari masuk ke dalam WPPNRI 713. 2. Permen KP No: 56/PERMEN-KP/2014 tentang: Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPPNRI Dasar pertimbangan Permen KP ini adalah untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, dan penanggulangan Illegal, Unrepoted and Unregulated (IUU) Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Dalam pasal 1 (satu) disebutkan: (1) Menghentikan sementara perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia; dan (2) Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan bagi kapal perikanan yang pembangunannya dilakukan di luar negeri. Dalam pasal 2 (dua) disebutkan: Penghentian sementara perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan sebagai berikut: (a) tidak dilakukan penerbitan izin baru bagi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI); (b) terhadap SIPI dan SIKPI yang telah habis masa berlakunya tidak dilakukan perpanjangan; (c) bagi SIPI atau SIKPI yang masih berlaku dilakukan analisis dan evaluasi sampai dengan masa berlaku SIPI atau SIKPI berakhir; dan (d) apabila berdasarkan hasil analisis dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf c ditemukan pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam Pasal 3 (tiga) disebutkan: Penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berlaku sampai dengan tanggal 30 April 2015. 3. Permen KP No: 57/PERMEN-KP/2014 tentang: Perubahan kedua atas peraturan Menteri KP No: PER.30/ MEN/2012 tentang: Usaha Perikanan Tangkap di WPPNRI. Dasar pertimbangan diterbitkannya Permen KP ini adalah: untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggung jawab dan penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di WPPNRI). Dalam Permen KP disebutkan, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggung jawab dan penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di WPPNRI), perlu menghentikan kegiatan alih muatan (transhipment) di laut. Inovasi dan reformasi tata kelola usaha perikanan tangkap terus diperbaiki dalam mendukung kedaulatan sumber daya, keberlanjutan pengelolaan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut ditempuh melalui perbaikan regulasi yang diarahkan untuk mengatasi masalah IUU fishing, overfishing, dan destructive fishing, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.3.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
47
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Tabel 3.3. Reformasi Tata Kelola Usaha Perikanan Tangkap Dasar Hukum
Masalah Utama
Intervensi Kebijakan
UU 45/2009
Peningkatan pengawasan
Permen 56/2014
UU 32/2014 IUU Fishing
Langkah Operasional Pengelola Perikanan
sumber daya ikan
Permen 57/2014
Transparansi perizinan &
PP 75/2015 : PNBP
berbasis kuota Penetapan pelabuhan pangkalan (designated port)
Permen 01/2015 Overfishing
Pengaturan penggunaan alat
direvisi Permen
penangkap ikan
56/2016
Penggantian/alih alat penangkap ikan ramah lingkungan Diversifikasi komoditas Pembiayaan (KUR & JARING
Permen 02/2011 Destructive
Permen 02/2015
Fishing
telah direvisi melalui
OJK) Pembangunan sentra kelautan perikanan terpadu di
Permen 71/2016
pulau-pulau kecil & kawasan perbatasan.
Selain itu, terjadi perbaikan pelayanan perizinan usaha perikanan tangkap di Indonesia. Hal tersebut terkait penertiban administrasi kapal dan legalitas operasional kapal yang beroperasi (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Bentuk Perbaikan Pelayanan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap No
Jenis Pelayanan
Penjelasan Proses SIUP, Cek Fisik, BKP, dan SIPI/SIKPI langsung di lokasi pelabuhan perikanan (Gerai Perizinan) sehingga pelaku
1
Percepatan Perizinan Ukur Ulang
usaha dapat berhemat karena tidak mengeluarkan biaya jasa pengurus (penerima kuasa), transportasi, penginapan, dll PERMEN KP Nomor 11/PERMEN-KP/2016 Tentang Standar Pelayanan Minimum Gerai Perizinan Kapal Penangkap Ikan Hasil Pengukuran Ulang. Perpanjangan SIPI/SIKPI 30 – 60 GT di UPT Pusat di daerah
2
Perpanjangan Izin Kapal 30 – 60 GT
dan di Kantor DKP Provinsi Mengurangi biaya ke Kantor Pusat karena dapat mengurus langsung di daerah masing-masing
48
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
No
Jenis Pelayanan
Penjelasan Â&#x2014; PERMEN KP Nomor PER.30/MEN/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Perpanjangan SIPI/SIKPI tanpa cek fisik (tahun kedua)
E-Services / Portal 3
Perizinan (www.perizinan. kkp.go.id)
dapat dilakukan melalui aplikasi E-services, yaitu dengan cara mengunggah dokumen persyaratan dalam bentuk file (hasil scan) ke tempat yang telah disediakan. Tidak perlu mengeluarkan biaya karena dapat dilakukan langsung dari rumah memakai akses internet.
4
SMS Center
Pelaku usaha dapat berkonsultasi dengan petugas perizinan melalui SMS Center 0821 8100 8888. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) melayani proses
5
PTSP KKP
perizinan SIUP, Rekom Teknis, Cek Fisik, BKP, SIPI/SIKPI. Berlokasi di Gedung Mina Bahari IV Lt.1, Kantor KKP Jakarta.
Photo: NSLIC/NSELRED Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
49
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
3.4.3. Kebijakan Ekspor Ekspor Indonesia harus lebih besar daripada impor agar tidak terjadi defisit dalam neraca pembayaran. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha mendorong ekspor melalui kebijakan ekspor sebagai berikut: 1) Diversifikasi Ekspor/Menambah Keragaman Barang Ekspor Diversifikasi ekspor merupakan penganekaragaman barang ekspor dengan memperbanyak macam dan jenis barang yang diekspor. Diversifikasi dengan menambah macam barang yang diekspor ini dinamakan diversifikasi horizontal. Sedangkan diversifikasi dengan menambah variasi barang yang diekspor seperti ikan diolah dahulu menjadi berbagai macam produk disebut diversifikasi vertikal. 2) Subsidi Ekspor Subsidi ekspor diberikan dengan cara memberikan subsidi/bantuan kepada eksportir dalam bentuk keringanan pajak, tarif angkutan yang murah, kemudahan dalam mengurus ekspor, dan kemudahan dalam memperoleh kredit dengan bunga yang rendah. 3) Premi Ekspor Untuk lebih menggiatkan dan mendorong para produsen dan eksportir, pemerintah dapat memberikan premi atau insentif, misalnya penghargaan atas kualitas barang yang diekspor. Pemberian bantuan keuangan dari pemerintah kepada pengusaha kecil dan menengah yang orientasi usahanya ekspor. 4) Devaluasi Devaluasi merupakan kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing. Kebijakan devaluasi akan mengakibatkan harga barang ekspor di luar negeri lebih murah bila diukur dengan mata uang asing (dolar), sehingga dapat meningkatkan ekspor dan bisa bersaing di pasar internasional. 5) Meningkatkan Promosi Dagang ke Luar Negeri Pemasaran suatu produk dapat ditingkatkan dengan mempromosikan produk yang akan dijual. Untuk meningkatkan ekspor ke luar negeri maka pemerintah dapat berusaha dengan melakukan promosi dagang ke luar negeri, misalnya dengan mengadakan pameran dagang di luar negeri agar produk dalam negeri lebih dapat dikenal. 6) Menjaga Kestabilan Nilai Kurs Rupiah terhadap Mata Uang Asing Kestabilan nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing sangat dibutuhkan oleh para eksportir dan pengusaha yang menggunakan produk luar negeri untuk kelangsungan usaha dan kepastian usahanya. Bila nilai kurs mata uang asing terlalu tinggi, para pengusaha yang bahan baku produksinya dari luar negeri akan mengalami kesulitan karena harus menyediakan dana yang lebih besar untuk pembelian barang dari luar negeri. Akibatnya harga barang yang diproduksi oleh pengusaha tersebut menjadi mahal. Hal ini dapat menurunkan omzet penjualan dan menurunkan laba usaha, yang akhirnya akan mengganggu kelangsungan hidup usahanya. 7) Mengadakan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Internasional Melakukan perjanjian kerja sama ekonomi baik bilateral, regional, maupun multilateral akan dapat membuka dan memperluas pasar bagi produk dalam negeri di luar negeri serta dapat menghasilkan kontrak pembelian produk dalam negeri oleh negara lain.
50
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
3.5. Analisis Gender dalam Rantai Nilai Perikanan Aktivitas gender dianalisis berdasarkan kategori pelaku utama, jenis usaha, proses produksi dan pelaku tambahan. Penjelasan analisis gender disajikan pada Tabel berikut:
No
Aktivitas Proses Produksi
A
Pelaku Utama
a)
Perikanan Tangkap
1
Proses pembentukan usaha kelompok
Pembagian Tugas M
F
✔
✔
Penjelasan
Dibahas dan diputuskan bersama, keputusan tentang teknis produksi dan penganggaran didominasi pihak laki-laki Dibahas dan diputuskan bersama.
Pengelola kapal kelompok/ perorangan
Keputusan tentang nama kelompok, jumlah anggota kelompok, ukuran
✔
kapal yang dibeli dan pembelian kapal dilakukan oleh laki-laki.
Dibahas dan diputuskan bersama, 2
Pengurusan izin operasional kapal
✔
✔
keputusan tentang siapa yang bertanggung jawab dalam proses perizinan didominasi pihak laki-laki
3
Perbaikan kapal
Dilakukan sendiri oleh pemilik kapal dan
✔
ABK dan semuanya laki-laki Persiapan perbekalan dilakukan pemilik
4
Persiapan perbekalan konsumsi di kapal
✔
✔
kapal dan juga istri pemilik kapal atau ABK yang ditunjuk bersama. Pembelian perbekalan didominasi perempuan.
5
Pembelian balok es
✔
6
Pengisian bahan bakar
✔
7
Pengurusan izin untuk menangkap ikan
Pembelian balok es dilakukan ABK Pengisian bahan bakar diputuskan bersama pemilik kapal dan kapten kapal Proses pengurusan izin ditunjuk oleh
✔
✔
pemilik kapal dan bekerjasama dengan pihak ketiga dan didominasi perempuan.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
51
Bab 3. Rantai Nilai Komoditas Perikanan Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
No
Aktivitas Proses Produksi
Pembagian Tugas M
8
Penangkapan ikan di laut
✔
9
Transaksi jual beli di kapal
✔
Penjelasan
F
Dilakukan ABK kapal
Dilakukan pemilik kapal, ABK, kapten kapal dengan pembeli dan aktornya laki-laki 10 11
Transaksi jual beli ikan di perusahaan
Dilakukan pemilik kapal dengan
✔
perusahan dan aktornya laki-laki
Juragan
✔
Pelaku utama laki-laki
Pedagang pengumpul
✔
Pelaku utama laki-laki
12
Papalele
✔
Pelaku utama laki-laki
13
Penjual ikan di pasar/eceran
✔
Proses pembelian dan penjualan ikan ✔
dilakukan sendiri aktornya baik laki-laki maupun perempuan
14
Pengurusan administrasi perbankan
b)
Perikanan Budi Daya
1
Proses pembenihan ikan
2 3 4
52
Pengangkutan benih ke pembudi daya Pembuatan kolam Pengaturan & pemasukan air di kolam
✔
✔
Pemberkasan dan pengurusan dilakukan laki-laki dan perempuan
Proses pembenihan dilakukan teknisi
✔
BBIAT laki-laki Pengangkutan benih ikan nila
✔
menggunakan jasa sopir mobil pick up
✔
Pembuatan kolam dilakukan laki-laki
✔
Proses ini dilakukan laki-laki
5
Pemeliharaan ikan di kolam
✔
✔
6
Pemberian pakan
✔
✔
7
Panen
✔
✔
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Proses ini dilakukan pembudi daya lakilaki dan istrinya Proses ini dilakukan pembudi daya lakilaki dan istrinya Proses ini dilakukan pembudi daya lakilaki dan istrinya
No
Aktivitas Proses Produksi
Pembagian Tugas M
F
✔
✔
8
Pemasaran ikan budidaya
B
Pelaku Tambahan
1
Pengelola perusahaan es
✔
2
Pengelola cold storge
✔
3
Pengelola SPBN
✔
4
Penyedia alat/toko nelayan
✔
5
Pengurusan perizinan
✔
✔
6
KSOP
✔
✔
7
Perindagkop
✔
✔
8
DKP Kota
✔
✔
9
DKP Provinsi
✔
✔
Penjelasan
Proses ini dilakukan bersama dan didominasi perempuan
Pengelolaan es balok dilakukan karyawan laki-laki Pengelolaan cold storage dilakukan karyawan laki-laki ✔
Pengelolaan SPBN dilakukan karyawan laki-laki dan perempuan Penyediaan alat-alat perikanan dilakukan laki-laki Pelaku pengurusan perizinan terdiri dari laki-laki dan perempuan Pelaku pengurusan perizinan terdiri dari laki-laki dan perempuan Pelaku pendukung Perindagkop terdiri laki-laki dan perempuan Pelaku pendukung DKP Kota Kendari terdiri laki-laki dan perempuan Aktor pendukung DKP Provinsi terdiri laki-laki dan perempuan Proses penyuluhan dan pendampingan
10
Penyuluh perikanan
✔
✔
teknis budi daya dilakukan di lokasi usaha dan pelaku yang terlibat adalah laki-laki dan perempuan
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
53
Bab 3. Rantai Nilai Ikan Komoditas Perikanan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
BAB 4. ANALISIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Bab 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
4.1. Potensi Pasar Pasar ikan tangkap dan darat di tingkat dunia, nasional, dan lokal terlihat sangat menjanjikan. Pasar yang menjanjikan diharapkan mampu mendorong terjadinya peningkatan produksi di hulu maupun peningkatan produksi pengolahan di hilir. Posisi demikian mampu menyerap tenaga kerja sektor perikanan yang cukup besar. Sebagai penyedia lapangan kerja, perikanan telah berkontribusi terhadap penciptaan dan pengembangan industri rumah tangga, usaha mikro kecil menengah, dan industri besar berskala ekspor. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dari kontribusi peningkatan kesejahteraan masyarakat pengolah dan pemasar hasil perikanan. Dari sisi pemasaran luar negeri, selama tahun 2016 Provinsi Sulawesi Tenggara telah melakukan ekspor ke berbagai negara tujuan, seperti Amerika Serikat, Jepang, Vietnam, Hong Kong, dan Australia. Jika dikelompokkan berdasarkan bentuk maka ekspor perikanan Sulawesi Tenggara didominasi ikan beku (73,7%). Selain itu, di tingkat nasional rata-rata konsumsi ikan juga meningkat dan menjadi peluang yang menjanjikan. Meskipun realisasi ekspor 2017 baru mencapai 59,19% dari target 2017 yang ada, yakni sebesar US$7,62 miliar (sumber: KKP RI, 2017). Dengan demikian, terdapat kesenjangan yang besar antara target dan realisasi ekspor. Selain itu, potensi yang tidak kalah menjanjikan adalah Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat mendukung untuk pengembangan pakan ikan mandiri guna mengurangi ketergantungan akan pakan pabrikan yang sangat bergantung pada bahan baku impor. Data produksi pakan pelet mandiri saat ini tercatat 35.000 ton dari 1,3 juta ton (2,7%) keseluruhan pakan ikan yang digunakan untuk produksi 2,6 juta ton ikan air tawar. Diprediksi pada tahun 2019, dengan target produksi ikan air tawar 6,5 juta ton, dibutuhkan 592.000 ton pakan pelet mandiri dari 5,92 juta ton (10%) dari keseluruhan kebutuhan pakan. Di tingkat nasional, potensi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 60 juta orang, dan Sulawesi Tenggara, termasuk Kendari, merupakan daerah yang memiliki potensi untuk itu. Selain itu, merujuk kepada Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tahun 2015-2019 menunjukkan rata-rata kenaikan volume produksi perikanan tangkap sebesar 4,52% per tahun selama periode 2010-2015.
4.2. Akar Masalah untuk Pengembangan Tidak optimalnya kegiatan nelayan di Kota Kendari dan rendahnya target yang diharapkan setidaknya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu sebagian kapal tidak beroperasi dan harga ikan rendah yang rendah. Kapal nelayan tidak beroperasi karena izin operasional kapal banyak yang tidak keluar. Tidak keluarnya izin kapal ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu pemilik kapal tidak mampu memenuhi persyaratan dokumen dan kelengkapan perizinan serta karena proses perizinan yang lama, terutama sebagai konsekuensi dari turunan UU No. 23 Tahun 2014 terutama terkait dengan proses perizinan dan kedua otoritas pemberi perizinan yang belum siap (terutama jumlah SDM) dalam melayani perizinan. Pemilik kapal, terutama kapal dari bantuan pemerintah, tidak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan kapal sebagai syarat perizinan untuk pengurusan surat ukur, SIUP, dan SIPI. Jumlah kapal yang tidak
56
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
memiliki dokumen di Kota Kendari sebanyak â&#x2030;¤ 30 unit kapal. Di samping itu, sebagian kapal-kapal tersebut juga tidak memiliki kelengkapan standar yang dipersyaratkan seperti pelampung, radio, dan GPS. Sementara karena sudah lama tidak melaut, pemilik kapal tidak memiliki modal (biaya) yang cukup untuk membeli perlengkapan kapal tersebut. Permasalahan lainnya, terutama bagi kapal yang memiliki kelengkapan dokumen namun izinnya belum keluar adalah laporan data produksi tidak sesuai sehingga ada peringatan dari KKP untuk menangguhkan sementara proses perizinan sampai pemilik kapal memperbaiki laporan produksi tangkapannya. Laporan produksi kapal ini sering tidak akurat karena petugas pemerintah di pelabuhan terbatas. Akibatnya, pendataan tidak terkontrol. Selain ketidaklengkapan dokumen pemilik kapal, proses pengurusan izin juga tidak ada kepastian waktu. Salah satunya adalah, sejak beberapa kegiatan perizinan ditarik ke tingkat propinsi, antrean untuk proses perizinan menjadi lebih panjang. Salah satu sebabnya adalah terbatasnya jumlah tenaga untuk mengecek kebenaran dokumen kapal, salah satunya adalah juru ukur bersertifikat di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terbatas yakni hanya berjumlah lima orang. Akibat dari proses yang lama ini, biaya dan potensi kerugian pemilik kapal juga semakin meningkat. Faktor kedua adalah pendapatan nelayan yang tidak optimal. Situasi ini merupakan akibat dari rendahnya kualitas ikan hasil tangkapan. Kualitas yang rendah ini karena banyak ikan yang rusak selama penangkapan dan di atas kapal. Hasil wawancara dan validasi selama FGD dengan para pemilik kapal, ditemukan bahwa rata-rata ikan yang rusak di kapal mencapai 25-35%. Meskipun kerusakan ini bervariasi antar pemilik kapal. Terdapat 2-3 pemilik kapal yang mampu mengurangi tingkat kerusakan sampai 5-10%, namun itu menjadi rahasia pemilik kapal. Kerusakan hasil tangkapan, salah satunya disebabkan oleh keterbatasan pemilik kapal dan ABK dalam mengelola ikan. Faktor penyebab lainnya adalah waktu melaut yang lama, daerah fishing ground jauh, dan ketersediaan balok es di kapal yang kurang memadai. Salah satu akar rendahnya kapasitas SDM ABK tersebut adalah pengetahuan tentang standar metode penangkapan belum memadai. Rendahnya harga ikan ini juga dipengaruhi oleh terbatasnya pasar alternatif untuk produk ikan. Penjualan lebih banyak kepada pedagang dan jalur distribusi tradisional atau kepada pabrik pengolahan ikan yang ada di tingkat lokal (Kendari). Data produksi tangkapan nelayan melalui survei dan data DKP Kota Kendari menunjukkan bahwa stok ikan melimpah, hanya saja pasar terbatas dan harga ikan rendah, terutama yang rusak atau cacat.
Data produksi tangkapan nelayan melalui survei dan data DKP Kota Kendari menunjukkan bahwa stok ikan melimpah, hanya saja pasar terbatas dan harga ikan rendah, terutama yang rusak atau cacat.
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
57
Bab 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
Pendapatan Nelayan Tidak Optimal
Kapal tidak beroperasi
Izin Tidak Keluar
Harga Ikan Rendah
Proses perizinan untuk (pas besar, tanda daftar kapal, SIUP, SIPI) terutama untuk kapal > 10 GT yang tidak pasti
Kualitas Ikan Rendah
Pasar terbatas di lokal/ pabrik
Banyak ikan rusak di atas kapal selama penangkapan
Antrean proses lama dan prakteknya tidak ada kepastian waktu
Dokuman dan kelengkapan perizinan tidak sesuai persyaratan
Biaya untuk memenuhi persyaratan kelengkapan perizinan mahal (seperti radio, GPS, dll)
Metode penangkapan belum standard
Kemampuan SDM Nelayan kurang
Tidak ada informasi teknik pengangkapan yang standard
Tidak ada/kurang adanya pelatihan/ pendidikan penangkapan ikan
Dokumen dan kelengkapan perizinan tidak sesuai persyaratan
Informasi terkait proses dan dokumen perizinan
Tenaga/ juru ukur kapal terbatas
Kurang adanya informasi pasar alternatif
Gambar 4.1. Pohon Masalah Perikanan di Kota Kendari
4.2. Visi Perubahan Dari studi rantai nilai yang dilakukan maka vision of changes yang ditawarkan pada fungsi utama (di tingkat rantai nilai) komoditas perikanan dan pada fungsi pendukung, dan fungsi kebijakan adalah sebagai berikut; Pada fungsi utama: meningkatkan kemampuan nelayan untuk mendapatkan pengetahuan dalam mengakses layanan perizinan kapal, dan meningkatkan kualitas hasil tangkapan dan pasar alternatif. Pada fungsi pendukung: (1) layanan teknis penangkapan dan pengelolaan ikan demi meningkatkan kualitas hasil tangkapan; (2) layanan akses pasar alternatif; (3) pendampingan pelayanan demi kemudahan perizinan â&#x20AC;&#x201C; terutama perizinan online. Pada fungsi regulasi/lingkungan yang mendukung: (1) kemudahan akses dan dukungan kemudahan perizinan kapal; (2) dukungan program pendampingan peningkatan kualitas produksi;
58
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
4.3. Pilihan Intervensi
INTERVENSI 1: Peningkatan kualitas hasil tangkapan melalui kerjasama dengan penyedia pelatihan dan penyedia es.
Kerusakan ikan terbesar (25-35%) adalah di atas kapal, yakni sejak ikan ditangkap sampai ikan diturunkan di pelabuhan. Salah satu kunci keberhasilan untuk meningkatkan kualitas hasil tangkapan adalah peningkatan kapasitas nelayan dan ABK dalam melalukan perawatan hasil tangkapan. Mitra dalam peningkatan kualitas hasil tangkapan adalah organisasi nelayan, perusahaan, dan penyedia layanan pelatihan. Mitra organisasi nelayan menjadi pelaku jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan kegiatan pengembangan kapasitas nelayan dan didesain sebagai institusi yang juga mendapat insentif dari kegiatan pengembangan kapasitas petani tersebut. Jika kerusakan ikan di tingkat nelayan mampu ditekan, kemungkinan dampaknya akan langsung dapat dirasakan oleh nelayan dan ABK. Model bisnis intervensinya adalah sebagai berikut:
Jasa Pendukung Koperasi/Penyedia Jasa Pelatihan Training
Rp
Bekerja sama dengan koperasi/penyedia jasa untuk mengatasi persoalan kerusakan kualitas ikan selama penangkapan atau di atas kapal. Di satu sisi, dukungan dari dinas DKP untuk membantu koperasi/penyedia jasa dalam mengatasi persoalan kualitas layanan.
Nelayan/ABK
Peningkatan Kapasitas Dukungan Pemerintah Untuk Koperasi/Penyedia Jasa Gambar 4.1. Model Bisnis Layanan Pelatihan
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
59
Bab 4. Analisis dan Strategi Pengembangan
INTERVENSI 2: Layanan Pendampingan Jasa Perizinan Dengan adanya perubahan kebijakan perizinan kapal, termasuk izin usaha perikanan dan pelayaran, dibutuhkan satu terobosan untuk membantu nelayan mengakses perizinan, misalnya dengan sistem perizinan online. Tidak semua nelayan mampu mengoperasikan dan mengurus perizinan. Pengurusan perizinan melalui berbagai tingkat dari KSOP, DKP, PTSP Provinsi, Pengawas Perikanan (PPS/ TPI), dan syahbandar. Masing-masing perizinan tersebut dapat berupa surat yang berlaku seumur hidup, lima tahunan, tahunan, dan juga setiap berlayar. Saat ini terdapat 25 kapal yang mengalami kesulitan perizinan karena beberapa sebab, di antaranya proses perizinan lama dan informasi hambatan perizinan tidak diperoleh oleh pemilik kapal. Selain itu, beberapa kapal juga terkendala dalam melakukan ukur kapal karena proses yang lama. Intervensi yang dapat dikembangkan dalam jangka panjang adalah membuat/mendampingi perizinan pengurusan kapal yang saat ini bersifat informal menjadi lebih profesional. Model bisnis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:
Jasa Pendukung Koperasi/Penyedia Jasa Pengurus Perizinan Training
Rp
Pemilik Kapal
Peningkatan Kapasitas
Dukungan Pemerintah Untuk Koperasi/Penyedia Jasa/ Pemilik Kapal Gambar 4.2. Model Bisnis Penyedia Layanan Perizinan Model bisnis ini dapat dikombinasikan dengan model bisnis pada Intervensi 1. Untuk itu, intervensi yang dapat dilakukan adalah: Â&#x2014; Dukungan bagi DKP dan juga koperasi/penyedia jasa yang teridentifikasi untuk menyusun standar pelayanan akan memudahkan nelayan tanpa menimbulkan permasalahan. Â&#x2014; Dukungan bagi DKP dan dinas terkait untuk mendorong kemudahan bagi pemilik kapal dalam mengakses layanan perizinan.
60
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
INTERVENSI 3: Akses Pasar Alternatif Untuk meningkatkan harga ikan, selain mendorong peningkatan pasar hasil olahan produk perikanan, intervensi lainnya adalah dengan mengembangkan pasar baru. Salah satu pasar potensial dari produk olahan ikan adalah seperti filet ikan tongkol dan tepung ikan.
INTERVENSI 4: Kemudahan Layanan Perizinan Sejak berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 dan produk turunannya, beberapa perizinan terkait dengan penangkapan ikan ditarik ke tingkat provinsi. Karena Kendari adalah ibu kota provinsi, secara akses masih lebih baik dibandingkan dengan kabupaten lain. Namun demikian, dampaknya adalah antrean proses perizinan yang panjang. Sebagai contoh, urusan perizinan membutuhkan syarat-syarat atau surat keterangan kepemilikan kapal (faktor kapal). Surat ini beserta kapalnya akan digunakan sebagai syarat mengurus surat keterangan ukur kapal, pas besar, dll. Sayangnya, juru pengukur kapal bersertifikat yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara sangat terbatas. Akibatnya, antrean untuk mendapatkan surat-surat tersebut sangat panjang, meskipun surat tersebut dipergunakan untuk satu kali. Surat ini akan dibawa ke DKP untuk mengurus tanda daftar kapal dan berita acara fisik kapal. Dokumen tersebut akan digunakan untuk mengurus SIUP, SIPI, dan seterusnya sampai kemudian setiap kapal boleh berlayar. Tantangan saat ini adalah beberapa kapal tidak dapat berlayar karena persoalan-persoalan yang dijelaskan pada bagian sebelumnya. Perlu adanya dukungan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan perizinan kapal. Untuk memastikan proses ini berjalan dengan baik, perlu adanya konsultasi dengan instansi seperti KPK dan Kejaksaan.
Photo: NSLIC/NSELRED Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
61
Bab 3. 4. Rantai AnalisisNilai danIkan Strategi Komoditas Pengembangan Perikanan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Daftar Pustaka DKP Kota Kendari, 2018. Laporan Triwulan II Produksi Perikanan Tangkap Kota Kendari. FAO,2015. FAO Statistical Pocketbook. Ditjen PDS KKP 2017. Kajian Strategi Industrialisasi Perikanan Untuk Mendukung
Pembangunan Ekonomi Wilayah
BPS, Tahun 2018. Statistik Indonesia 2018. KKP RI, 2018. Isu strategis dan prioritas perikanan tangkap tahun 2018. Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
BPS Prov SULTRA, 2017. Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari. 2018. Profil Pelabuhan Perikanan Samudera
Kendari. Kendari.
Bab 3. 4. Rantai AnalisisNilai danIkan Strategi Komoditas Pengembangan Perikanan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan FGD
Gambar 1. FGD Kajian Rantai Nilai Ikan [Photo: NSLIC/NSELRED]
66
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
Gambar 2. Pemaparan materi oleh Asisten Tenaga Ahli. [Photo: NSLIC/NSELRED]
a
b
Gambar 3. Peserta FGD; a) Tim POKJA Kendari; b) Perbankan; c) Pelaku usaha [Photo: NSLIC/NSELRED]
c
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
67
Lampiran 2. Wawancara Dengan Pelaku Usaha Perikanan Tangkap di Kota Kendari
a
b
c
d
e
f
Gambar 4. Wawancara dengan actor utama: a) pemilik kapal kelompok; b) pemilik kapal perorangan; c) Pelaku; d) pedagang pengumpul; e) pengelola TPI; f) penyuluh perikanan. [Photo: NSLIC/NSELRED]
68
Kajian Ekonomi Komoditas Perikanan Kota Kendari
NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www.nslic.or.id
NSLIC Project
@NslicNselred