KAJIAN EKONOMI
KOMODITAS SAPI KABUPATEN KONAWE SELATAN
Š 2018 National Support for Local Investment Climates/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) World Trade Center (WTC) 5 Building, 10th Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Telephone: +62 21 5262282, +62 21 5268668 www.nslic.or.id Proyek Dukungan Nasional untuk Peningkatan Iklim Investasi Daerah/Dukungan Nasional untuk Pengembangan Ekonomi Lokal dan Regional atau National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC). Proyek yang didanai oleh GAC dan dikelola oleh CowaterSogema International Inc. ini dilaksanakan di 10 kota/kabupaten di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara mulai 2016 hingga 2022. Melalui program Responsive Innovation Fund (RIF), NSLIC/NSELRED juga mendukung pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan inovasi pembangunan ekonomi daerah di 18 kabupaten dari 39 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) yang menjadi wilayah target nasional untuk Pusat Pertumbuhan Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa sesuai dengan RPJMN 2015-2019.
KAJIAN EKONOMI
TERHADAP KOMODITAS UNGGULAN SAPI KABUPATEN KONAWE SELATAN
iv
Daftar Isi vii ix 11
KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY BAB I
12
1.1. Latar Belakang
13
1.2. Tujuan Kajian
15
BAB II
13
2.1. Lokasi dan Waktu Kajian
16
2.2. Data
16
2.3. Teknis Analisis
16
2.4. Fokus Group Discussion dan Workshop
19
BAB III Analisis Pasar
23
BAB IV Analisis Rantai Nilai
29
BAB V Model Bisnis
30
5.1. Skenario 1
31
5.2. Skenario 2
32
5.3. Pendapatan Peternak
33
5.4. Insentif Pelaku Bisnis
34
5.5. Outreach Peternak
35
5.6. Demoplot dan Peran Pelaku Bisnis
39
BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi
40
6.1. Kesimpulan
40
6.2. Rekomendasi
43
DAFTAR PUSTAKA
5 v
32
DAFTAR TABEL Tabel. 5.1 Perkiraan Pendapatan Peternak Sapi Penggemukan dengan Intervensi Pakan Konsentrat, Konawe Selatan, 2017
33
Tabel 5.2
Insentif Pabrik Pakan Konsentrat dan Distributor dalam Model Bisnis Ternak Sapi Penggemukan, Konawe Selatan, 2017
34 35
Tabel 5.3 Tabel 5.4
Perkiraan Outreach Peternak Penggemukan Sapi, Konawe Selatan, 2017 Strategi Scale Up Outreach Peternak Penggemukan Sapi, Konawe Selatan, 2017
36
Tabel 5.5
Peran Pelaku dalam Model Bisnis Pengembangan Sapi di Konawe Selatan, 2017
20 20 25 31 31
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Produksi dan Konsumsi Daging Sapi Pasar Dunia, 2012-2016 Gambar 3.2 Produksi dan Impor Daging Sapi Indonesia, 2012-2016 Gambar 4.1 Rantai Nilai Usaha Peternakan Gambar 5.1 Model Bisnis Skenario 1 Gambar 5.2 Model Bisnis Skenario 2
45
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 5.1 Kondisi Sekarang Struktur Biaya Produksi Peternak Penggemukan
45
Lampiran 5.2 Struktur Biaya Produksi Peternak Penggemukan Sapi untuk Skenario 1
45
Sapi, Konawe Selatan, 2017 dan Skenario 2, Konawe Selatan, 2017
Lampiran 5.3 Pendapatan Tambahan Peternak Penggemukan Sapi dari Pengelolaan Feces, Konawe Selatan, 2017
Photo: NSLIC/NSELRED
vii 7
Kata Pengantar Baseline Survey terhadap potensi pengembangan sapi di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh proyek National Support for Local Investment Climate/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) untuk mengidentifikasi sejauh mana potensi komoditas sapi di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mendukung pengembangan ekonomi di provinsi tersebut. Laporan ini merupakan hasil survei yang dilakukan dari Oktober 2017 hingga Januari 2018 di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil survei menunjukkan kondisi awal atau baseline komoditas sapi yang berada di Kabupaten Konawe Selatan. Hasil survei merupakan fondasi bagi proyek untuk menentukan langkah selanjutnya guna meningkatkan potensi komoditas sapi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selaku pimpinan proyek, Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim konsultan, para pihak dan semua kontributor yang telah berhasil memberikan informasi dasar mengenai potensi komoditas sapi di Kabupaten Konawe Selatan. Besar harapan Kami bahwa hasil survei ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pemberdayaan komoditas sapi, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri.
Dr. Rino A. Sa’danoer Direktur Proyek
ivxii 9
Executive Summary Kajian Ekonomi Sapi di Kabupaten Konawe Selatan ini menggunakan pendekatan Making Market Works for the Poor (M4P). Pendekatan ini mendorong terjadinya perubahan pada pelaku pasar agar menjadi mandiri dan berkelanjutan. Tahapan kajian dilakukan melalui; (1) Mengidentifikasi komponen yang terlibat di dalam rantai nilai usaha ternak sapi potong; (2) Menganalisis rantai nilai usaha ternak sapi potong; (3) Menganalisis gap antara supply dan demand dalam usaha ternak sapi potong; (4) Mengidentifikasi peluang yang inovatif dan tantangan dalam upaya meningkatkan usaha ternak sapi potong; (5) Mengidentifikasi mitra potensial yang terlibat dalam usaha ternak sapi potong; (6) Menentukan model usaha (business model) yang sesuai untuk usaha ternak sapi potong; dan (7) Melakukan estimasi profit. Data primer dikumpulkan melalui survei (FGD dan in-depth interview). Selain itu, digunakan juga data sekunder dari berbagai sumber yang relevan. Permasalahan yang terpotret selama kajian adalah rendahnya pertambahan bobot badan harian ternak sapi atau Average Daily Gain (ADG), khususnya ternak yang dipelihara untuk tujuan penggemukan. Hasil wawancara dan kalkukasi pertambahan bobot badan yang dicapai oleh beberapa peternak penggemukan hanya berkisar 0,2-0,4 kg per hari (kondisi ideal adalah 0,7 kg/hari). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan, dan penanganan ternak selama penggemukan, menjadi faktor utama dari ADG yang rendah tersebut. Di samping itu, terdapat fungsi pendukung yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas ternak, seperti keberadaan pabrik pakan ternak, lembaga keuangan, dan jasa transportasi. Keberadaan pabrik pakan akan mendukung penyediaan pakan berkualitas (konsentrat) secara berkesinambungan, baik untuk usaha penggemukan (fattening) maupun usaha budidaya (breeding). Sapi penggemukan sangat membutuhkan pakan konsentrat untuk mendukung pertambahan bobot badan yang optimal. Dapat disimpulkan bahwa intervensi program jangka pendek adalah melakukan intervensi untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak sapi dengan penambahan pakan penguat (konsentrat), sedangkan program jangka panjang adalah memperbaiki manajemen reproduksi ternak sapi induk agar target melahirkan satu ekor anak dalam satu tahun dapat tercapai. Sebagai rekomendasi, pembuatan pakan penguat (konsentrat) dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber pakan lokal yang kaya kandungan protein, baik dari sumber hewani maupun nabati. Dibutuhkan pula demo plot untuk membuktikan bahwa pakan sapi yang ditambahkan konsentrat dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sapi, sehingga peternak dapat percaya dan mengadopsi penggunaan konsentrat dalam usaha penggemukan sapi yang mereka lakukan.
BAB I
Pendahuluan
12
BAB.1 Pendahuluan
Photo: NSLIC/NSELRED 1.1. Latar Belakang Kajian Ekonomi Sapi di Kabupaten Konawe Selatan ini menggunakan pendekatan Making Market Works for the Poor (M4P). Pendekatan ini mendorong terjadinya perubahan pada pelaku pasar agar menjadi mandiri dan berkelanjutan. Tahapan kajian dilakukan melalui; (1) Mengidentifikasi komponen yang terlibat di dalam rantai nilai usaha ternak sapi potong; (2) Menganalisis rantai nilai usaha ternak sapi potong; (3) Menganalisis gap antara supply dan demand dalam usaha ternak sapi potong; (4) Mengidentifikasi peluang yang inovatif dan tantangan dalam upaya meningkatkan usaha ternak sapi potong; (5) Mengidentifikasi mitra potensial yang terlibat dalam usaha ternak sapi potong; (6) Menentukan model usaha (business model) yang sesuai untuk usaha ternak sapi potong; dan (7) Melakukan estimasi profit. Data primer dikumpulkan melalui survei (FGD dan in-depth interview). Selain itu, digunakan juga data sekunder dari berbagai sumber yang relevan. Permasalahan yang terpotret selama kajian adalah rendahnya pertambahan bobot badan harian ternak sapi atau Average Daily Gain (ADG), khususnya ternak untuk tujuan penggemukan. Hasil wawancara dan kalkukasi pertambahan bobot badan yang dicapai beberapa peternak penggemukan hanya berkisar 0,2-0,4 kg per hari (kondisi ideal adalah 0,7 kg/hari). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan dan penanganan ternak selama penggemukan menjadi faktor utama dari ADG yang rendah tersebut. Di samping itu, terdapat fungsi pendukung yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas ternak, seperti keberadaan pabrik pakan ternak, lembaga keuangan, dan jasa transportasi. Keberadaan pabrik pakan akan mendukung penyediaan pakan berkualitas (konsentrat) secara berkesinambungan, baik untuk usaha penggemukan (fattening) maupun usaha budidaya (breeding). Sapi penggemukan sangat membutuhkan pakan konsentrat untuk mendukung pertambahan bobot badan yang optimal. Dapat disimpulkan bahwa intervensi program jangka pendek adalah melakukan intervensi untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak sapi dengan penambahan pakan penguat
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
(konsentrat), sedangkan program jangka panjang adalah memperbaiki manajemen reproduksi ternak sapi induk agar target melahirkan satu ekor anak dalam satu tahun dapat tercapai. Sebagai rekomendasi, pembuatan pakan penguat (konsentrat) dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber pakan lokal yang kaya kandungan protein, baik dari sumber hewani maupun nabati. Dibutuhkan pula demo plot untuk membuktikan bahwa pakan sapi yang ditambahkan konsentrat dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sapi, sehingga peternak dapat percaya dan mengadopsi penggunaan konsentrat dalam usaha penggemukan sapi yang mereka lakukan. Provinsi Sulawesi Tenggara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang telah ditetapkan oleh pemerin tah pusat sebagai salah satu kawasan pengembangan sapi potong nasional berdasarkan Kepmentan No.43 Tahun 2015. Wilayah pengembangan sapi potong tersebut terdapat di Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Muna. Populasi ternak sapi di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 menempati posisi ke-12 dari 34 provinsi di Indonesia dengan jumlah 333.184 ekor (Dirjen PKH, 2016). Pada tahun 2016, Kabupaten Konawe Selatan kembali ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit sapi Bali nasional berdasarkan Kepmentan No. 803 Tahun 2016. Implikasi dari kebijakan ini adalah pemerintah Kabupaten Konawe Selatan harus mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk memberikan kontribusi yang maksimal terhadap kebutuhan ternak bibit dan daging sapi secara nasional. Berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara, pada tahun 2016 Kabupaten Konawe Selatan memiliki populasi ternak sapi potong terbanyak di antara 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, yaitu 65.434 ekor atau mengambil pangsa 20%. Produksi daging Konawe Sulawesi menempati urutan kedua di Sulawesi Tenggara dengan produksi 752.913 kg (17%), sedangkan Kota Kendari memiliki produksi tertinggi dengan produksi 1.210.707 kg (27%). Hal yang menarik adalah fenomena produksi daging sapi Kota Kendari yang tinggi. Populasi sapi di Kota Kendari hanya menyumbang 0,91% dari populasi sapi Sulawesi Tenggara dan hanya berada pada urutan ke-12 dari 17 kabupaten/kota. Produksi daging sapi yang tinggi tersebut diduga bukan berasal dari Kota Kendari, tetapi merupakan sapi yang berasal dari luar Kota Kendari dan tercatat sebagai produksi Kota Kendari karena dipotong di TPH Kota Kendari. Keadaan di atas diperkuat dengan informasi dari TPH Kota Kendari yang mengatakan bahwa sekitar 60% sapi yang dipotong berasal atau didatangkan dari Konawe Selatan. Hal itu terjadi akibat permintaan daging sapi yang tinggi dari Kota Kendari sebagai ibu kota provinsi. 1.2. Tujuan Kajian Tujuan umum kajian ini adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga peternak sapi potong miskin melalui perbaikan iklim investasi lokal dan perencanaaan bisnis yang ramah lingkungan dan partisipatif di Kabupaten Konawe Selatan. Secara khusus tujuan kajian adalah: 1. Mengidentifikasi komponen yang terlibat di dalam rantai nilai usaha ternak sapi potong; 2. Menganalisis rantai nilai usaha ternak sapi potong; 3. Menganalisis gap antara supply dan demand dalam usaha ternak sapi potong; 4. Mengidentifikasi peluang yang inovatif dan tantangan dalam upaya meningkatkan usaha ternak sapi potong; 5. Mengidentifikasi mitra potensial yang terlibat dalam usaha ternak sapi potong; 6. Menentukan model usaha (business model) yang sesuai untuk usaha ternak sapi potong.
13
BAB II
Metode Kajian
16
BAB.2 Metode Kajian
2.1. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi kajian berada di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan dua minggu, yaitu dimulai bulan Oktober 2017 sampai dengan pertengahan Januari 2018. Unit analisis adalah kabupaten. 2.2. Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Hasil metode survei adalah data primer yang akan digunakan sebagai bahan analisis rantai nilai dan penyusunan business model. Data sekunder yang diperoleh pada kajian ini bersumber dari literatur dan lembaga yang relevan. Data sekunder yang dikumpulkan akan digunakan sebagai bahan analisis pasar dunia, pasar nasional, dan pasar regional sapi. 2.3. Teknis Analisis Kajian dilakukan menggunakan metode Making Market Works for the Poor (M4P). Metode ini disusun dan dikembangkan oleh DFID dan SDC. Penggunaan metode ini di Indonesia sebagai alat analisis telah berkembang dalam lima tahun terakhir, terutama oleh lembaga donor seperti Swisscontact. Dengan menggunakan metode M4P maka terdapat tujuh langkah yang harus ditempuh untuk menjawab tujuan kajian, yaitu : Analisis pasar dunia, nasional, dan regional Market map komoditas (supply-demand gap) Supporting function dan regulasi yang memengaruhi gap dan peluang pertumbuhan Pohon masalah Assessment partner potensial Penyusunan business model Melakukan estimasi profit 2.4. Focus Group Discussion dan Workshop Untuk melengkapi informasi dan data yang diperoleh dari survei dan pengumpulan data sekunder maka dilakukan pula diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD). Kegiatan FGD ini dilakukan sebanyak tiga kali dan bertempat di Kabupaten Konawe Selatan, yaitu pada awal kegiatan berupa pemaparan desain kajian yang dirangkaikan dengan coaching enumerator, setelah dilakukan kegiatan survei dan pengumpulan data primer, serta sebelum paparan di tingkat provinsi dilaksanakan. Kegiatan FGD pertama dilakukan untuk memberikan pemahaman dan menyamakan persepsi mengenai jalannya penelitian di antara pihak yang terlibat langsung dalam penelitian, yaitu konsultan lokal, fasilitator kabupaten, dan Kelompok Kerja (POKJA). Kegiatan FGD kedua dan ketiga dilaksanakan untuk memperoleh umpan balik dari pihak terkait sehubungan dengan temuan dari survei dan analisis sementara yang telah dilakukan. Kegiatan workshop kajian dilakukan di ibu kota provinsi (Kendari) pada akhir kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai diseminasi hasil kajian kepada pihak lain, sekaligus untuk memperoleh tanggapan dari stakeholders.
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB III
Analisis Pasar
20
BAB.3 Analisa Pasar
Produksi daging sapi di pasar dunia menunjukkan tren meningkat. Tahun 2012, produksi sebesar 38,98 juta ton dan meningkat menjadi 39,71 juta ton pada tahun 2016 . Namun demikian, konsumsi daging sapi masih jauh lebih tinggi dibandingkan produksinya. Konsumsi pada tahun 2012 mencapai 57,06 juta ton dan meningkat menjadi 57,22 juta ton pada tahun 2016. Gap tersebut berkisar 17,5-18,5 juta ton (Gambar 3.1) Gambar 3.1. Produksi dan Konsumsi Daging Sapi Pasar Dunia, 2012-2016
Sumber :Pusat Data dan Sistem Informasi Pertaian, 2016 Untuk pasar nasional, produksi daging sapi tahun 2012 sebesar 508,91 ribu ton dan tahun 2016 mencapai 518,48 ribu ton. Sedangkan impor sapi Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 113,78 ribu ton dan meningkat pesat pada tahun 2016 yang mencapai 312,53 ribu ton. Hal ini menjadi indikator peluang bisnis untuk menyubstitusi impor tersebut. Kondisi peluang bisnis di atas ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Produksi dan Impor Daging Sapi Indonesia, 2012-2016
Sumber :Dirjen PKH, 2016 dan Dirjen PKH, 2017
Photo: NSLIC/NSELRED
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB IV
Analisis Rantai Nilai
24
BAB.4 Analisis Rantai Nilai
Rantai nilai usaha peternakan sapi di Kabupaten Konawe Selatan cukup sederhana, mulai dari produsen (peternak) sampai dengan konsumen sebagai penerima akhir usaha produksi ternak. Selain fungsi inti dalam rantai nilai usaha peternakan yang menggambarkan alur utama supply-demand dari peternak hingga konsumen, juga terdapat fungsi pendukung yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas ternak, seperti keberadaan pabrik pakan ternak, lembaga keuangan, dan jasa transportasi. Keberadaan pabrik pakan akan mendukung penyediaan pakan berkualitas (konsentrat) secara berkesi nambungan, baik untuk usaha penggemukan (fattening) maupun usaha budi daya (breeding). Sapi penggemukan sangat membutuhkan pakan konsentrat untuk mendukung pertambahan bobot badan yang optimal, sedangkan bagi sapi induk bunting, pakan konsentrat akan bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan janin. Demikian halnya bagi sapi induk yang menyusui, konsentrat dibutuhkan untuk mendukung produksi susu induk agar anak sapi dapat bertumbuh dengan baik. Dukungan lembaga keuangan pada usaha produksi sapi sangat dibutuhkan untuk mengembangkan skala usahanya sesuai potensi masing-masing.Demikian halnya dengan jasa transportasi, menjadi sangat penting untuk pengembang an usaha peternakan, terutama yang berkaitan dengan pemasaran hasil ternak. Faktor lain yang berpotensi mendukung perkembangan usaha peternakan adalah iklim usaha. Keberadaan instansi teknis dalam suatu wilayah usaha produksi peternakan menjadi sangat penting untuk mendukung usaha produksi peternakan. Kondisi pasar yang terbuka bagi komoditas yang diusahakan oleh peternak menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung usaha ternak. Peternak akan lebih bergairah berusaha kalau pasar bagi komoditas yang diusahakan dapat menerima produk mereka dengan imbalan harga yang menguntungkan peternak. Selain itu, infrastruktur umum seperti keberadaan poskeswan, pasar ternak, dan tempat/rumah pemotongan hewan menjadi faktor penting untuk menciptakan iklim usaha produksi peternakan yang baik. Regulasi yang melarang. Berdasarkan hal di atas maka tampak jelas bahwa beberapa fungsi pendukung belum berjalan dengan baik. Belum ada pabrik pakan, baik di Kabupaten Konawe Selatan maupun di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan peran lembaga keuangan masih terbatas pada wilayah tertentu di Kabupaten Konawe Selatan dan belum tersosialisasi dengan baik. Beberapa yang sudah berjalan masih mengalami kendala dalam sistem usaha yang dipersyaratkan oleh pihak penyedia pinjaman. Fasilitas jasa transportasi belum menjadi permasalahan karena pemasaran ternak masih bersifat lokal dengan jarak pasar yang masih cukup terjangkau. Selain itu, dari sisi iklim usaha, dukungan instansi teknis dan regulasi sudah cukup baik. Namun demikian, infrastruktur umum seperti pasar ternak belum tersedia sehingga mobilisasi ternak oleh beberapa pelaku usaha peternakan menjadi semakin mahal.
Selain fungsi inti dalam rantai nilai usaha peternakan yang menggambarkan alur utama supply-demand dari peternak hingga konsumen, juga terdapat fungsi pendukung yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas ternak, seperti keberadaan pabrik pakan ternak, lembaga keuangan, dan jasa transportasi
Fungsi Inti
Fungsi Pendukung Lembaga Keuangan
Pedagang Pengumpul
Instansi/ Perusahaan
Pedagang Pemotong
Pedagang Antar Pulau
Jasa Transportasi
Tempat Pemotongan (TPH)
Pasar yang masih terbuka
Infrastruktur Umum dan Peternakan
Regulasi Pemotongan Ternak
Gambar 4.1. Rantai Nilai Usaha Peternakan di Kabupaten Konawe Selatan
Peternak Budidaya
Peternak Penggemukan
Instansi Teknis (Bantuan Teknis)
Peternak Budidaya
Pabrik Pakan Ternak
Pasar: - Warung Makan - Rumah Tangga
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan 25
Harga jantan mahal
Tidak ada sinkronisasi estrus
Estrus tidak serentak Tidak ada distributor
Konsentrat tidak tersedia lokal
Tidak gunakan konsentrat
IB tidak serentak
Pejantan kurang
Ternak jantan banyak dijual
Kualitas pakan rendah
Realisasi IB rendah
Instalasi kebun bibit HPT tidak ada
Bibit HPT unggul kurang tersedia
Asupan nutrisi induk rendah
Peternak kurang informasi
Berat lahir rendah
Mortalitas anak tinggi Produksi susu induk kurang
Belum ada breeding center
Kurang tindakan seleksi
Kualitas bibit ternah rendah
Lahan digunakan tanaman pangan
Lahan HPT sempit
Kualitas pakan kurang
Average daily grain rendah
Produktivitas rendah
POHON MASALAH DALAM USAHA PETERNAKAN
Days open lama
Calving interval panjang
POHON MASALAH
Akses informasi kurang
Handling jelek
26 BAB.4 Analisis Rantai Nilai
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Pada kajian ini permasalahan utama atau gap yang muncul pada tahapan produksi di tingkat peternak akan lebih didalami. Salah satu permasalahan yang terpotret selama kajian adalah rendahnya pertambahan bobot badan ternak sapi (average daily gain, ADG), khususnya ternak yang dipelihara untuk tujuan penggemukan. Berdasarkan hasil wawancara dan kalkulasi, pertambahan bobot badan yang dicapai oleh beberapa peternak penggemukan hanya berkisar 0,2 -0,4 kg per hari. Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan serta penanganan ternak selama penggemukan menjadi faktor utama rendahnya pencapaian ADG tersebut. Ternak sapi penggemukan umumnya hanya diberi hijauan dan beberapa peternak memberi pakan tambahan berupa dedak atau ampas tahu. Hal inilah yang menjadi intervensi kegiatan pada tahun pertama, dengan fokus utama meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak sapi penggemukan. Intervensi dilakukan melalui pengenalan pakan penguat (konsentrat) yang berbasis bahan pakan lokal di Sulawesi Tenggara. Persoalan lain yang diperoleh selama kajian adalah rendahnya angka perkembangan populasi ternak sapi yang ditunjukkan oleh rataan peningkatan populasi yang hanya mencapai 3,75% per tahun (2013-2016). Khusus pada kurun waktu 2015-2016 populasi sapi meningkat dari 63.098 ekor menjadi 65.434 ekor (bertambah 2.336 ekor) atau meningkat 3,7% (BPS Konawe Selatan, 2017). Populasi ternak di Konawe Selatan pada tahun 2016 mencapai 65.434 ekor, terdiri atas 16.705 ekor jantan dan 48.729 ekor betina. Jika diasumsikan (asumsi pesimistis) bahwa dari keseluruhan populasi sapi betina ada 50% sapi betina produktif, calving rate (angka kelahiran) 60% dan tingkat mortalitas 30%, maka seharusnya populasi ternak akan bertambah sebanyak 10.233 ekor dalam kurun waktu 2015-2016.
Photo: NSLIC/NSELRED
27
BAB V
Model Bisnis
30
BAB.5 Business Model
Pada umumnya peternak sapi di Kabupaten Konawe Selatan memelihara ternaknya secara semi-intensif: siang hari digembalakan dan malam hari dikandangkan. Selain itu, beternak sapi bukan pekerjaan pokok bagi mereka. Ternak hanya dijadikan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan yang cukup besar, seperti untuk keperluan sekolah anak, pernikahan, sunatan, dan lain-lain. Jalur pemasaran ternak sapi umumnya langsung ke pedagang pengumpul atau ke sesama petani ternak. Penjualan yang didorong oleh kebutuhan dana menyebabkan harga jual ternak menjadi lebih murah. Oleh karena itulah penerimaan peternak tidak sesuai dengan harga ternak sapi sebenarnya. Selain itu, pakan yang dikonsumsi ternak sapi masih didominasi rumput alam yang kualitasnya sangat fluktuatif dan cenderung rendah, atau kombinasi rumput alam dengan rumput budi daya. Beberapa peternak, pada kondisi tertentu memberi pakan tambahan seperti dedak dan ampas tahu. Namun demikian, secara umum jumlah konsumsi pakan ternak setiap hari belum mencapai kebutuhan produksi sehingga pertumbuhan ternak sapi sangat rendah. Hal ini terlihat dari rataan skor kondisi tubuh ternak sapi, terutama sapi induk, yang masih berada di bawah skor 3 (skala 1-5). Beberapa studi lapangan pada sapi Bali melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang dipelihara dengan sistem semi-intensif dan intensif hanya berkisar di 0,1-0,3 kg per hari (Quigley et al., 2009a; Quigley et al., 2009b; Mayberry et al., 2016). Model bisnis atau business model ternak sapi yang dikembangkan didasarkan pada upaya peningkatan produktivitas usaha ternak melalui upaya peningkatan pertambahan bobot badan (ADG) dengan cara pemberian pakan tambahan konsentrat yang berkualitas. Pihak yang terlibat dalam model adalah pabrik pakan, yaitu yang berada di Magetan, Jawa Timur, dan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, model bisnis yang dibangun terdiri atas dua skenario. 5.1. Skenario 1 Model bisnis Skenario 1 melibatkan pabrik pakan yang berada di Magetan, Jawa Timur, sebagai sumber pakan konsentrat. Pabrik ini akan memasok pakan konsentrat ke Konawe Selatan dengan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) sebagai distributor. Selanjutnya peternak penggemukan akan membeli pakan konsetrat tersebut dari BUMDES. Peran BUMDES menjadi sentral untuk menjembatani kebutuhan pakan konsentrat yang diperlukan peternak. Hasil ikutan dalam penggemukan sapi adalah kotoran (feces) yang dapat diolah menjadi pupuk kompos. Model ini juga melibatkan pengolah kompos yang dapat menampung kotoran sapi dari ternak sapi tersebut. Secara skematis, model bisnis Skenario 1 ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Pada umumnya peternak sapi di Kabupaten Konawe Selatan memelihara ternaknya secara semi-intensif: siang hari digembalakan dan malam hari dikandangkan. Selain itu, beternak sapi bukan pekerjaan pokok bagi mereka.
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Demoplot, discount
Pakan, Training, Pendampingan
Pakan AGEN (KOPERASI/ BUMDES
PABRIK PAKAN Rp
PETERNAK PENGGEMUKAN Rp Rp
Kotoran sapi
PENGOLAHAN KOMPOS
Gambar 5.1. Model Bisnis Skenario 1
5.2. Skenario 2 Model bisnis dengan Skenario 2 ini analog dengan Skenario 1. Perbedaannya terletak pada pihak pabrik pakan. Pada Skenario 2, produsen pakan konsentrat berada di Kendari yang merupakan mini feed mill. Produsen pakan ini membuat formula pakan konsentrat berdasarkan rekomendasi dari peneliti kampus.
Demoplot, discount
Pakan, Training, Pendampingan
Pakan AGEN (KOPERASI/ BUMDES
MINI FEED MILL LOKAL Rp
PETERNAK PENGGEMUKAN Rp Rp
Kotoran sapi
PENGOLAHAN KOMPOS
Gambar 5.2. Model Bisnis Skenario 2
31
32
BAB.5 Business Model
5.3. Pendapatan Peternak Analisis pendapatan dilakukan dengan menggunakan beberapa asumsi: 1. Berat bobot hidup badan awal sapi 200 kg 2. Harga bobot hidup sapi Rp35.000/kg 3. Masa pemeliharaan sapi 5 bulan atau 150 hari 4. Harga bobot hidup sapi setelah intervensi Rp40.000/kg Peternak penggemukan sapi di Konawe Selatan selama ini hanya memberikan rumput, hijauan, serta dedak pada ternaknya, dan belum memberikan pakan konsentrat. Komponen terbesar pada struktur biaya produksi adalah pembelian bibit, kemudian pembelian rumput dan dedak, sebagaimana yang ditunjukkan pada Lampiran 5.1. Pengenalan pakan konsentrat dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ADG, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak. Kondisi saat ini menunjukkan ADG sapi sebesar 0,3 kg/hari. Intervensi yang dilakukan dengan tambahan pakan konsentrat diharapkan dapat meningkatkan nilai ADG menjadi 0,6. Peningkatan ADG ini akan membuat bobot badan akhir ternak sapi meningkat sebesar 90 kg, atau terjadi peningkatan bobot badan sebesar 45 kg dibandingkan tanpa intervensi pakan konsentrat (Tabel 5.1). Penerimaan peternak setelah intervensi mencapai Rp11.600.000, lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya sebesar Rp9.800.000. Peningkatan penerimaan ini membuat pendapatan peternak per siklus terdongkrak Rp1.825.000 dengan Skenario 1 dan Rp2.098.000 untuk Skenario 2. Pendapatan peternak pada Skenario 2 lebih tinggi dibandingkan Skenario 1 mengingat struktur biaya produksi pada Skenario 2 lebih rendah. Uraian secara rinci biaya produksi tersebut disajikan pada Lampiran 5.2. Kenaikan pendapatan peternak per siklus tersebut mencapai 115% untuk Skenario 1 dan 147% untuk Skenario 2 dibandingkan dengan kondisi saat ini. Selain itu, dari hasil pengolahan feces, peternak akan memiliki tambahan pendapatan sebesar Rp120.000/ekor/siklus. Perhitungan pendapatan dari pengelolaan feces ditunjukkan pada Lampiran 5.3.
Tabel 5.1. Perkiraan Pendapatan Peternak Sapi Penggemukan dengan Intervensi Pakan Konsentrat, Konawe Selatan, 2017 Intervensi No
1 2 3 4 5 8
Uraian
Beli bibit (Rp/ekor) BB 200 kg; Rp.35000/kg BB Biaya Produksi Sub Total bibit+biaya produksi BB AWAL (kg) ADG (kg/hr) Bobot Badan Akhir (kg),
Kondisi Saat Ini
Pabrik (Magetan)
Feed Mill (lokal)
7,000,000
7,000,000
7,000,000
1,950,000 8,950,000 200 0.3 245
2,775,000 9,775,000 200 0.6 290
2,502,000 9,502,000 200 0.6 290
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Intervensi No
Uraian
Kondisi Saat Ini
9 10 11 12 13 14 15
Harga BB hidup (Rp/kg) Harga jual sapi (Rp/ekor), Pendapatan per siklus Pendapatan/bln Kenaikan Pendapatan per siklus Kenaikan Pendapatan per ekor Persentase Kenaikan Pendapatan (%)
16
Tambahan pendapatan dari pengelolaan feces/ekor
40,000 9,800,000 850,000 170,000
Pabrik (Magetan)
Feed Mill (lokal)
40,000 11,600,000 1,825,000 365,000 975,000 195.000 115
40,000 11,600,000 2,098,000 419,600 1,248,000 198.600 147 120,000
5.4. Insentif Pelaku Bisnis Harga pabrik untuk pakan konsentrat Skenario 1 sebesar Rp2.400/kg dan Skenario 2 Rp4.340/kg (Tabel 5.2). Harga pabrik pakan pada Skenario 2 lebih mahal daripada Skenario 1 mengingat skala produksi pabrik Kendari masih rendah. Namun demikian, harga jual konsentrat di tingkat distributor pada Skenario 1 (Rp5.250) lebih mahal daripada Skenario 2 (Rp5.190) mengingat biaya transportasi dan keuntungan distributor yang lebih tinggi. Pemberian keuntungan distributor yang lebih tinggi pada Skenario 1 didasarkan pada risiko yang lebih besar dalam mendatangkan pakan tersebut dari Jawa Timur. Pada tahun pertama, intervensi dilakukan pada 368 ekor sapi sehingga diperlukan konsentrat sebanyak 110.298 kg. Permintaan pakan konsentrat sebesar itu akan memberikan insentif pada pabrik pakan dalam bentuk omzet sebesar Rp264.714.573 untuk Skenario 1 dan Rp478.692.187 untuk Skenario 2. Insentif yang diterima oleh BUMDES sebagai distributor dalam bentuk keuntungan mencapai Rp110.297.739 dan Rp55.148.869.
Tabel 5.2. Insentif Pabrik Pakan Konsentrat dan Distributor dalam Model Bisnis Ternak Sapi Penggemukan, Konawe Selatan, 2017 No
Uraian
Skenario 1
Skenario 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Harga konsentrat per kg (Rp/kg) Estimasi jumlah pakan per siklus (Kg), 2kg*150hari Total sapi yg diintervensi (ekor) Total kebutuhan konsentrat (kg) Biaya transportasi per kg dari pabrik ke Konsel, (Rp/kg) Biaya buruh, (Rp/kg) Keuntungan distributor, (Rp/kg) Harga Jual konsentrat (Rp/kg) Omzet Pabrik (Rp) Profit Distributor (Rp)
2,400 300 368 110,298 1,600 250 1,000 5,250 264,714,573 110,297,739
4,340 300 368 110,298 100 250 500 5,190 478,692,187 55,148,869
33
34
BAB.5 Business Model
5.5. Outreach Peternak Peternak sapi di Konawe Selatan mencapai 17.124 rumah tangga. Dengan asumsi tingkat kemiskinan Konawe Selatan sebesar 11,36% (BPS, Konsel 2017) maka jumlah rumah tangga penggemukan yang miskin sebanyak 1.945 (Tabel 5.3). Peternak penggemukan diasumsikan sebanyak 40% sehingga rumah tangga peternak penggemukan mencapai 778. Hasil survei menunjukkan setiap rumah tangga peternak penggemukan memiliki 4,5 ekor sapi. Dengan demikian, jumlah sapi yang dimiliki oleh rumah tangga peternak penggemukan mencapai 3.502 ekor. Pada tahun 2018, ditargetkan intervensi mencapai 60% dari rumah tangga peternak penggemukan, atau sebesar 467 rumah tangga. Asumsi bahwa peternak yang memperoleh informasi hanya 70% atau 327 RTP, dan dari jumlah tersebut hanya 25% yang membeli pakan konsentrat atau 82 RTP. Peternak yang berhasil meningkat pendapatannya diasumsikan 80% dari jumlah peternak yang membeli pakan konsentrat, yakni sebanyak 65 RTP.
Tabel. 5.3. Perkiraan Outreach Peternak Penggemukan Sapi, Konawe Selatan, 2017 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Outreach Petani Jumlah Rumah Tangga Peternak (RTP) Jumlah RTP miskin, (11.36%) Jumlah RTP miskin penggemukan, (40%) Rataan kepemilikan sapi/peternak (ekor) Total jumlah sapi RTP miskin penggemukan (ekor) Target jumlah petani penggemukan yang diintervensi (60%) Jumlah petani penggemukan yg dapat informasi (70%) Jumlah petani penggemukan yg beli (25%) Jumlah petani yg pendapatannya meningkat (80%)
Nilai 17,124 1,945 778 4.5 3.502 467 327 82 65
Peternak yang belum terlibat dalam model bisnis ini pada tahun pertama (2018) akan menjadi target intervensi pada tahun berikutnya. Setelah mendengar dan melihat keberhasilan pada tahun pertama, diperkirakan akan semakin banyak peternak yang melibatkan diri dalam model bisnis ini. Hasilnya, jumlah peternak yang diintervensi, peternak yang memperoleh informasi, peternak yang akan membeli pakan konsentrat, dan peternak yang meningkat pendapatannya diasumsikan mengalami peningkatan sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 5.4. Pada kurun waktu 2019-2020, peternak yang diintervensi mencapai 70%, dan diasumsikan dari jumlah tersebut sebanyak 70% akan memperoleh akses atau informasi terhadap model bisnis ini. Kemudian, diasumsikan persentase peternak yang akan membeli pakan konsentrat menjadi 60% dan yang meningkat pendapatannya persentasenya menjadi 85%. Pada tahun 2021, target petani yang diintervensi meliputi semua petani yang belum meningkat pendapatannya, yakni sebanyak 364 RTP dan diharapkan semua petani tersebut telah memperoleh informasi tentang model bisnis ini. Jika model bisnis ini berjalan sebagaimana yang dirancang maka diharapkan peternak yang akan mengalami peningkatan pendapatan sebanyak 709 RTP atau tingkat keberhasilan mencapai 91%.
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Tabel 5.4. Strategi Scale Up Outreach Peternak Penggemukan Sapi, Konawe Selatan, 2017 Uraian (2018); [2019-2020]; {2021}
Tahun (RTP) 2018
2019
2020
Jumlah 2021
Target Peternak penggemukan
778
713
509
364
Peternak yang diintervensi (60%), [70%], {100%}
467
499
356
364
Peternak yang memperoleh
327
399
285
364
Peternak yang membeli (25%); [60%]; {90%}
82
239
171
327
Peternak yang meningkat pendapatannya (80%); [85%]; {90%}
65
204
145
295
RTP
%
Informasi (70%); [80%]; {100%}
709
91
5.6. Demoplot dan Peran Pelaku Bisnis Sebelum model bisnis diaplikasikan, terlebih dahulu dilakukan demoplot. Tujuan demoplot ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pakan konsentrat yang diintroduksi dapat meningkatkan bobot badan sapi. Selain itu, demoplot juga berfungsi sebagai media yang baik untuk menyampaikan informasi kepada peternak mengenai kemampuan pakan konsentrat dalam meningkatkan bobot badan sapi. Dengan maksud tersebut pula maka demoplot dilakukan pada ternak sapi yang dimiliki oleh petani. Peran pelaku bisnis dalam demoplot diperlihatkan pada Tabel 5.5. Selain demoplot, kegiatan dalam bisnis model ini mencakup training, promosi pakan konsentrat, pendampingan, dan penggemukan ternak sapi. Sedangkan pelaku yang terlibat di dalamnya adalah produsen pakan, agen penjualan, peternak, Pemerintah Daerah Konawe Selatan, dan NSLIC. Pada aspek pemasaran, pelaku yang terlibat adalah peternak, pedagang pengumpul, pedagang Pemotong, hotel, restoran, dan rumah makan (Horeka), serta NSLIC. Secara ringkas, peran pelaku pemasaran tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.6.
Sebelum model bisnis diaplikasikan, terlebih dahulu dilakukan demoplot. Tujuan demoplot ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pakan konsentrat yang diintroduksi dapat meningkatkan bobot badan sapi.
35
Menggemukkan sapi
Pendampingan
Pemasaran Ternak Hasil Penggemukan
Mengumpulkan sapi, menyalurkan sapi ke pemotong, pedagang antar pulau, konsumen langsung
Memotong sapi di RPH atau TPH, memasarkan ternak ke konsumen langsung atau pengecer
Monitoring penjualan
Materi promosi Pendampingan peternak
Mengikuti arahan teknis penggunaan pakan
Penyebarluasan informasi
Menyiapkan materi promosi
Training
Membeli daging atau sapi hidup untuk qurban dan keperluan lain
Penyuluh dan akses inseminator
Memfasilitasi terciptanya pasar ternak
Fasilitasi tenaga teknis pendamping
Sirkulasi materi promosi
Identifikasi peternak dan calon agen, kontribusi pd pelatihan peternak
Memperbanyak materi training, Akses fasiltas training
Berpartisipasi dalam training
Melakukan mapping kebutuhan petani, training petani
Siapkan materi training, TOT bagi Agen
Identifikasi peternak demoplot
Siapkan sapi, HPT, kandang dan tenaga kerja Alokasi dokter hewan
NSLIC
Pemda
Peternak
Menyiapkan pakan, diskon produk
Agen Penjualan
Produksi pakan, diskon produk
Produsen Pakan
Demoplot
Kegiatan
Tabel 5.5. Peran Pelaku dalam Model Bisnis Pengembangan Sapi di Konawe Selatan, 2017
36 BAB.5 Business Model
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Photo: NSLIC/NSELRED
BAB VI
Kesimpulan dan Rekomendasi
40
BAB.6 Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan permasalahan utama yang berkaitan dengan perkembangan populasi ternak sapi dan pertambahan bobot badan harian ternak yang masih rendah, dibutuhkan intervensi, baik untuk memacu perkembangan populasi ternak, maupun untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak. 2. Untuk mengatasi kedua permasalahan utama tersebut, harus dibuat program jangka pendek dan jangka panjang. Program jangka pendek adalah melakukan intervensi untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak sapi dengan penambahan pakan penguat (konsentrat), sedangkan program jangka panjang adalah memperbaiki manajemen reproduksi ternak sapi induk agar target melahirkan satu ekor anak dalam satu tahun dapat tercapai. 6.2. Rekomendasi 1. Untuk mendukung kedua usaha ini, peningkatan produksi pakan hijauan yang menjadi pakan utama ternak sapi harus digalakkan secara massal. Program utama yang ditawarkan adalah mengganti alang-alang dengan rumput unggul pilihan (disingkat GALANG RUPIAH=ganti alang-alang dengan rumput unggul pilihan). 2. Membuat pakan penguat (konsentrat) dengan memanfaatkan sumber pakan lokal yang kaya kandungan protein, baik dari sumber hewani maupun nabati.
Berdasarkan permasalahan utama yang berkaitan dengan perkembangan populasi ternak sapi dan pertambahan bobot badan harian ternak yang masih rendah, dibutuhkan intervensi, baik untuk memacu perkembangan populasi ternak, maupun untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak.
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Photo: NSLIC/NSELRED
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Daftar Pustaka BPS Konsel, 2017. Kabupaten Konawe Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe Selatan. Dirjen PKH. 2016. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan.Kementan. Dirjen PKH. 2017. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan.Kementan. Jakarta. Mayberry, D., F. Cowley, R. Cramb, D. Poppi, S. Quigley, K. McCosker, A. Priyanti, L. Affandhy, S. Anderson, D. Andrayani, R. Antari, F. Cahyadi, D. Budi C., Dahlanuddin, D. Dikman, G. Fordyce, S. Gunadi, V. Hanifah, B. Haryanto, M. Hidayat, D. A. Indrakusuma, F. Irawan, I. Jazila, K., I.G.A.P. Mahendri, Marsetyo, G.P. Ningrum, D. Pamungkas, T. Panjaitan, E. Prasetia, Rahman, D. Ratnawati, S. Romadhon, M. Rusman, T. Saili, I.K. Sukarta, Suminah, T.M. Syahniar, R. Tambunan, T. Wahyudi. 2016. Improving the reproductive performance of cows and performance of fattening cattle in low input systems of Indonesia and northern Australia. Laporan Penelitian Proyek LPS/2008/038. ACIAR, Australia. Pusat Data dan sistem Informasi Pertaian. 2016. Outlook Daging Sapi Tahun 2016. Sekretaris Jenderal, Kementerian Pertanian RI. Jakarta. Quigley, S., D. Poppi, M. Rusman, T. Saili, E. Budisantoso, Dahlanuddin and Marsetyo. 2009a. Opportunities to use cocoa-pods and forages to address feed gaps during the dry season in South East Sulawesi. Laporan Penelitian Proyek SMAR/2007/013. ACIAR, Australia. Quigley, S., D. Poppi, E. Budisantoso, Dahlanuddin, Marsetyo, S. McLennan, D. Pamungkas, T. Panjaitan, and A. Priyanti. 2009b. Strategies to increase growth of weaned Bali calves. Laporan Penelitian Proyek LPS/2004/023. ACIAR, Australia.
43
BAB.6 Kesimpulan Dan Rekomendasi
Kajian Ekonomi Komoditas Sapi Kabupaten Konawe Selatan
Lampiran Lampiran 5.1. Kondisi Sekarang Struktur Biaya Produksi Peternak Penggemukan Sapi, Konawe Selatan, 2017 INPUT
KONDISI SAAT INI (Rp)
Beli bibit (Rp/ekor) BB 200 kg; Rp.35.000/kg BB Beli rumput 15kg/hr, harga Rp 400/kg, pelihara 150 hr Beli dedak 2 kg, harga Rp 2500/kg, 150 hr Obat-obatan Tenaga kerja (Rp/periode)
7,000,000 900,000 750,000 100,000 200,000
Total
8,950,000
Lampiran 5.2. Struktur Biaya Produksi Peternak Penggemukan Sapi untuk Skenario 1 dan Skenario 2, Konawe Selatan, 2017 INPUT Beli bibit (Rp/ekor) BB 200 kg; Rp.35.000/kg BB Beli rumput 15kg/hr, harga Rp 400/kg, pelihara 150 hr Beli dedak 2 kg, harga Rp 2500/kg, 150 hr Obat-obatan Tenaga kerja (Rp/periode) Beli konsentrat 2kg, harga Rp 5250/kg, 150 hr Total
Skenario 1 (Rp)
Skenario 2 (Rp)
7,000,000 900,000
7,000,000 900,000
100,000 200,000 1,575,000
100,000 200,000 1,557,000
9,775,000
9,757,000
Lampiran 5.3. Pendapatan Tambahan Peternak Penggemukan Sapi dari Pengelolaan Feces, Konawe Selatan, 2017 U r a i a n
Nilai
Produksi feces kering per hari per ekor (kg) Produksi feces kering per periode (kg) Berat per karung (kg) Produksi total (karung) Harga per karung (Rp)
2 300 25 12 10,000
Total penghasilan per periode per ekor (Rp)
120,000
45
NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www.nslic.or.id
NSLIC Project
@NslicNselred