Makalah Demam Kejang

Page 1

Makalah Laporan Diskusi Kelompok Diare & Demam Kejang

1


DAFTAR ISI DAFTAR ISI..................................................................................Error! Bookmark not defined. BAB I .............................................................................................................................................. 4 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4 A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 4 B. Rumusan Masalah.................................................................................................................... 4 C. Tujuan ...................................................................................................................................... 5 BAB II............................................................................................................................................. 6 PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6 I.

KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT ..................................................................... 6

II. DIARE ................................................................................................................................... 15 A. Definisi ............................................................................................................................... 15 B. Etiologi ............................................................................................................................... 15 C. Patofisiologi ....................................................................................................................... 16 D. Jenis-jenis...........................................................................................................................16 E. Manifestasi klinis ............................................................................................................... 17 F. Penatalaksanaan Medis ...................................................................................................... 17 G. Penkes Diare ...................................................................................................................... 20 H. Pemeriksaan Diare ............................................................................................................. 21 III.

DEMAM KEJANG ............................................................................................................ 21

A. Definisi ............................................................................................................................... 21 B. Etiologi ............................................................................................................................... 23 C. Patofisiologi ....................................................................................................................... 23 D. Manifestasi Klinis Demam kejang ..................................................................................... 25 E. Penatalaksaan Medis Demam kejang................................................................................. 26 F. Pendidikan Kesehatan ........................................................................................................ 30 BAB III ......................................................................................................................................... 37 PENUTUP..................................................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 38

2


3


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Di dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian yang hidup di Negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan gangguan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan usus (entrokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis Diare adalah suatu gejala penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare juga merupakan penyebab penting dari gizi buruk, akibatnya tubuh tidak dapat memanfaatkan makanan dengan efektif Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam adalah kasus kejang yang sering terjadi pada anak-anak. Biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Bila terjadi pada usia kurang dari 6 bulan harus dipikirkan penyebab lain seperti infeksi susunan saraf pusat, maupun epilepsi yang terjad bersama demam.

B.

Rumusan Masalah 1. Apa pengertian demam kejang dan diare ? 2. Bagaimana etiologi demam kejang dan diare? 3. Bagaimana patofisiologi dari demam kejang dan diare ?

4


4. Apa manifestasi klinis dari demam kejange dan diare? 5. Bagaimana penatalaksanaan medis dari demam kejang dan diare? 6. Bagaimana pemeriksaan dari demam kejang dan diare? 7. Bagaimana managemen keperawatann dari demam kejang dan diare ?

C.

Tujuan 1. Mengetahui pengertian demam kejang dan diare. 2. Mengetahui etiologi demam kejang dan diare. 3. Mengetahui patofisiologi dari demam kejang dan diare. 4. Mengetahui manifestasi klinis dari demam kejang dan diare. 5. Mengetahui penatalaksanaan medis dari demam kejang dan diare. 6. Mengetahui pemeriksaan fisik dari demam kejang dan diare. 7. Mengetahui Managemen keperawatan pada demam kejang dan diare

5


BAB II PEMBAHASAN

1. KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT 

Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Cairan tubuh terbagi dua kompartemen yaitu intraselular dan ekstraselular. Ekstraselular terbagi dalam interstitial dan intravaskuler. Pada fetus cairan ekstravaskuler lebih banyak dari pada intraseluler, dan ekstraseluler menurun seiring dengan pertambahan usia. Cairan intraseluler menurun tajam setelah lahir sebagian besar karena postnatal dieresis, disamping karena peningkatan pertumbuhan sel dan penurunan relative rata-rata pertumbuhan kolagen terhadap otot selama awal kehidupan (Kavanangh, 2005). Presentasi total cairan tubuh pada anak. Cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler berdasarkan umur. Table 1.

KOMPARTEMEN

UMUR

CAIRAN TUBUH

LAHIR

BULAN

0

3

6

6

16

75%

70%

65%

60%

TOTAL

CAIRAN 78%

TAHUN

TUBUH Cairan Intraseluler

33%

37,5%

40%

42%

40%

Cairan Ekstraseluler

45%

37,5%

30%

22,5%

20%

Sumber: Adelman, 2000. Table.1 Rata-rata Kebutuhan Cairan Tubuh Perhari. Table.2. UMUR

KEBUTUHAN CAIRAN

6


Bayi 1 hari

50 ml H2O/kgBB/hari

Bayi 2 hari

75 ml H2O/kgBB/hari

Bayi >3 hari

100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10kg pertama

100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10kg kedua

1000 + 50 ml H2O/kgBB/hari

Berat Badan >20kg

1500 + 20 ml H2O/kgBB/hari

Sumber : Symons, 2006. Table.2. 

Keseimbangan Elektrolit dan Pengaruhnya Keseimbangan elektrolit sangat penting, karena total konsentrasi elektrolit akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan konsentrasi elektrolit berpengaruh pada fungsi sel. Elektrolit berperan dalam mempertahankan cairan, regulasi asam basa, memfasilitasi reaksi enzim dan transmisi reaksi neuromuscular. Ada dua elektrolit yang sangat berpengaruh terhadap konsentrasi cairan intrasel dan ekstrasel yaitu natrium dan kalium (Tarwoto,2009). 1. Keseimbangan natrium / sodium (Na+)  Merupakan kation paling banyak pada cairan ekstrasel  Sangat berperan dalam keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot  Ion natrium didapat dari saluran pencernaan, makanan atau minuman kemudian masuk kedalam cairan ekstrasel melalui proses difusi.  Pengeluaran ion natrium melalui ginjal, pernapasan ,saluran pencernaan dan kulit.  Pengaturan konsentrasi ion natrium dilakukan oleh ginjal jika konsentrasi natrium serum menurun maka ginjal akan mengeluarkan cairan sehingga konsentrasi natrium akan meningkat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan konsentrasi natrium serum akan merangsang pelepasan ADH sehingga ginjal akan menahan cairan.  Jumlah normal 135-148 mEq/Lt. 2. Keseimbangan kalium / potassium (K+)

7


 Ion kalium 98% Nerada pada cairan intrasel, hanya 2 % berada pada cairan ekstrasel.  Diperoleh melalui makanan seperti daging, buah-buahan dan sayuran.  Dikeluarkan melalui ginjal, keringat dan saluran pencernaan  Pengaturan konsentrasi kalium dipengaruhui oleh perubahan ion kalium dalam cairan ekstrasel, perubahan pH dan hormone aldostreon.  Jumlah normal 3,5-5,5 mEq/Lt. 3. Keseimbangan kalsium (Ca+)  Merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, terutama berikatan dengan fosfor membentuk mineral untuk pembentukan tulang dan gigi.  Diperoleh dari absorpsi usus dan reabsorpsi tulang.  Dikeluarkan melalui ginjal, sedikit melalui keringat dan disimpan dalam tulang.  Pengaturan konsentrasi kalsium dilakukan hormone kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dan hormone paratiroid. Jika kadar kalsium rendah maka hormone paratiroid dilepaskan sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi kalsium pada tulang dan jika terjadi peningkatan kadar kalsium maka hormone kalsitinin dilepaskan untuk menghambat reabsorpsi tulang.  Jumlah normal 8.5-10.5 mg/dl. 4. Magnesium (Mg2+)  Ditemukan pada cairan intrasel dan tulang, berperan dalam metabolism sel, sintesis DNA, regulasi neuromuscular dan fungsi jantung.  Sumbernya didapat dari makanan seperti sayuran hijau, daging dan ikan.  Diabsorpsidari usus halus, peningkatan absorpsi dipengaruhi oleh vitamin D dan hormone paratiroid. 5. Keseimbangan fosfor (PO4-)  Merupakan anion utama cairan intrasel, ditemukan juga di cairan ekstrasel, tulang, otot rangaka, dan jaringan saraf.

8


 Sangat berperan dalam berbagai fungsi kimia, terutama fungsi otot, sel darah merah, metabolism protein, lemak dan karbohidrat, pembentukan tulang dan gigi, regulasi asam basa, regulasi kadar kalsium.  Diabsorpsi dari usus halus dan banyak ditemukan dari makanan ikan , daging dan susu.  Diekskresi dan direabsorpsi melalui ginjal.  Pengaturan konsentrasi fosfor oleh hormone paratiroid dan berhubungan dengan kadar kalsium. Jika kadar kalsium meningkat akan menurunkan kadar fosfat demikina sebaliknya.

6. Klorida ( Cl-)  Merupakan anion utama pada cairan ekstrasel.  Berperan dalam pengaturan osmolalitas serum dan volume berperan bersama natrium, regulasi asam basa, berperan dalam buffer pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam sel darah merah.  Disekresi dan di reabsorpsi bersama natrium diginjal.  Pengaturan klorida oleh hormone aldosteron.

7. Bikarboanat (HCO3)  Bikarbonat berada di cairan intrasel maupun di ekstrasel dengan fungsi utama adalah regulasi keseimbangan asam basa  Disekresi dan direabsorpsi diginjal (Potter & Perry, 2012) 

Pertukaran Cairan Tubuh Di Dalam Tubuh Pertukaran cairan tubuh bekerja atau berpindah dari satu kompartemen ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-proses yang tejadi didalam tubuh, seperti oksigenasi jaringan, respon terhadap penyakit, keseimbangan asam basa, dan respon terhadap terapi obat. Cairan tubuh dan elektrolit berpindah melalui difusi, osmosis,

9


filtrasi, dan transport aktif. Perpindahan tersebut bergantung pada permeabilitas membrane sel atau kemampuan membrane untuk ditembus cairan dan elektrolit.

a. Difusi Merupakan gerakan partikel dari larutan maupun gas secara acak dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Proses difusi terjadi ketika partikel melewati lapisan yang tipis. Kecepatan difusi ditentukan oleh ukuran molekul, konsentrasi larutan dan suhu larutan. Semakin besar molekul kecepatannya berkurang. Meningkatnya temperature aan meningkatkan pergerakan molekul dam mempercepat difusi. Contoh difusi pada gerakan oksigen dan alveoli paru ke darah.

Faculty.southwest.tn.edu

b. Osmosis Merupakan gerakan air yang melewati membrane semipermeabel dari area yang berkonsentrasi rendah ke area yang berkonsentrasi tinggi. Pergerakan cairan dalam proses osmosis tidak terlepas adanya tekanan osmotic dan tekanan onkotik. Proses osmosis tidak terlepas dari adanya asmolaritas cairan dan tonisitas. Osmolaritas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut perliter larutan, diukur

dalam

miliosmol.

Tonisitas

10

merupakan

osmolaritas

yang


menyebabkanpergerakan air dari kompartemen ke kompartemen yang lain (Potter & Perry, 2012).

www.talktalk.co.uk

c. Filtrasi

Suatu proses perpindahan air dan subtansi yang dapat larut secara bersamaan sebagai respon terhadap adanya tekanan cairan. Proses ini bersifat aktif didalam bantalan kapiler, tempat perbedaan tekanan hidrostatik atau gradient yang menentukan perpindahan air, cairan kapiler dan cairan intrastisial. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh suatu liquid didalam ruangan (Potter & Perry, 2012).

11


d. Transport Aktif

Transport aktif memerlukan aktivitas metabolic dan pengeluaran energy untuk menggerakan berbagai materi guna menembus membrane sel. Hal ini memungkinkan sel menerima molekul yang lebih besar dari sel tersebut. Selain itu, sel dapat menerima atau memindahkan molekul dari daerah berkonsentrasi rendah kedaerah berkonsentrasi tinggi. Contoh transport aktif adalah pompa kalium dan natrium.



Pengaruh Cairan Elektrolit Untuk Tubuh Total konsentrasi elektrolit akan mempengaruhi keseimbanagn cairan dan konsentrasi elektrolit berpengaruh pada fungsi sel. Elektrolit berperan dalam memperthankan keseimbangan caiaran, regulasi asam basa, memfasilitasi reaksi enzim dan transmisi reaksi neuromuscular. Cairan elektrolit yang berpengaruh terhadap konsentrasi cairan intrasel dan ekstrasel yaitu natrium dan kalium, tetapi ada elektrolit lain seperti Ca+2, Mg+2, PO4-, Cl-, HCO3- (Tarwoto, 2009).

12


Perkiraan Kebutuhan Elektrolit perhari Didasarkan Pada Kebutuhan Metabolisme atau Kebutuhan Cairan..Table.3. Elektrolit

Kebutuhan

Natrium

2-4 mEq/100 ml H2O/hari

Kalium

1-2 mEq/100 ml H2O/hari

Klorida

2-4 mEq/100 ml H2O/hari

Sumber :Symons, 2006. Table.3.

Nilai deficit dapat dihitung berdasarkan

BB Sebelum Dehidrasi – BB sekarang X 100% = …….. % Dehidrasi BB Sebelum Dehidrasi Jumlah Volume Defisit cairan = % dehidrasi X Total cairan tubuh (Usia)

Jenis-Jenis Cairan Infus

13


Zingarelli B. 2008. Shock and Reperfusion. Dalam: Nicholas DG, penyunting- Rogers textbook of Pediatric Intensive Care. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins.

14


II. DIARE A. Definisi Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa, lebih dari 3 kali sehari, juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (Feses cair). (Brunner dan Suddarth, 2014). Menurut World Health Organization(WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004). Di Bagian Ilmu Kesehatn Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004) B. Etiologi 1. Diare infeksi Biasanya akut dan disebabkan virus (coxsakie, polio, enchovirus) yang dapat dipersalahkan dengan pasti. Diare pada bayi biasanya disebabkan rotravirus 2. Keracunan makanan Kuman penyebab diare menyebar melalui mulut (orofecal) antara lain makanan atau minuman akibat tercemar oleh feses atau kontak langsung dengan feses penderita, akan tetapi ada beberapa perilaku khusu yang dapat menyebabkan kuman enteric dapat menyebabkan resiko diare 3. Faktor Malabsorpsi a. Malabsorpsi karbohidrat. Pada bayi, kepekaan terhadap lactobacillus dalam susu formula menyebabkan diare.

15


b. Malabsorpsi lemak. Dalam makanan terdapat lemak yang disebut trigliserida. Trigliserida, dengan bantuan enzim lipase, mengubah lemak menjadi dapat diabsorpsi usus. (Hidayat, 2006) C. Patofisiologi Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di antaranya a. Faktor Infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus meneyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. b. Faktor Malabsorbsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. c. Faktor Makanan, Ini terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare (Hidayat, A. Aziz, 2006) D. Jenis-jenis Diare 1. Diare akut Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat,lebih dari 2x sehari dengan/tanpa darah dalam tinja 2. Diare kronis

16


Pada diare yang berlanjut lebih dari 14 hari . Dapat juga disertai keihilangan berat badan, dapat disebut diare persisten. 3. Disentri Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam feses, menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif. Penyebab utama disentri yaitu shigella, penyebab lain adalah campylobacteri yang jarang adalah salmonella (Hidayat, 2006) E. Manifestasi klinis 

Peningkatan frekuensi dan kandungan cairan dan feses

Kram abdomen, disentri bising usus, anoreksia, rasa haus

Kontraksi spasmodic yang sakit dari anus dan mengejan tidak efektif (teresmus) mungkin terjadi setiap kali defekasi

Sifat dan awitannya dapat eksplosif dan bertahap. Gejala yang berkaitan adalah dehidrasi dan kelemahan

Feses yang lunak, semi padat

Feses berwarna keabu-abuan menandakan malabsorpsi usus (Hidayat, 2006)

F. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan diare akut menurut WHO terdiri dari: 1. ORS (oral rehidration solution) Terapi terbaik pada pasien diare yang mengalami dehidrasi adalah ORS, misalnya oralit osmolaritas rendah. Cairan diberikan 50-200 ml/kGBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi. Bila dehidrasi sedang atau berat sebaiknya cairan intravena atau infus. Sedangkan dehidrasi ringan/atau sedang diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa , 35 g NaCL, 2,5 g Natrium bikarbonat dan 1,5 g Kcl setiap liter. 1. Diet

17


Jika bayi menyusui, coba untuk meningkatkan frekuensi dsan durasi menyusuinya. Paisen diare tidak dlanjutkan kevuali jika muntah-muntytha hebat. Hindarkan susu sapi. 2. ZINC Zink merupakan mikronutrien yang penting untuk kesehtan dan perkembangan anak. Melalui efeknya pada sistem imun dan fungsi intestinal. Pemserian zinc selama episode diare akan menurunkan durasi dan parahnya diare. 3. Antibiotik Pemberian antibioti tidak dianjurkan pada semua pasien. Antibiotik pada pasien jika merupakan indikasinya, seperti pada pasien disentri. Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain; Kolera:

tetrasiklin 50 mg.kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari) Furasolidon 5mg/hari dibagi 4 dosis (3 hari0

Shigella:

trimetoprin 5-10 mg/kg/hari Sulfametoksazol 25-50 mg/kg/hari dibagi 2 dosis (5 hari) Asam nalidiksat: 55 mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)

Amebiasis:

metronidazol 30 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5-10 hari)

Giardiasis :

metronidazol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis (hari)

18


(MTBS, 2010)

19


G. PENKES DIARE Pencegahan diare dapat dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat a Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan b Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempat tinggal c Air dimasak dengan benar-benar mendidih, bersih, dan tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa d Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja makan e Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan disembarang tempat. Jika bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah. f Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai (Purwanto, 2008) A. Pemeriksaan Diare 1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, BB, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orang tua. 2. Riwayat a. Riwayat penyakit sekarang: Lamanya keluhan, sifat keluhan, timbul keluhan, b. Riwayat keluarga c. Riwayat tumbuh kembang anak: hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang, yaitu meliputi motorik kasar, halus, kognitif, bahasa dan personal sosial atau lemandirian.

20


d. Riwayat imunisasi Imunisasi yang ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapat imunisasi secara lengkap sesuai denga usianya? e. Kesehatan fisikmeliputi pola nutrisi, frekuensi makanan, jenis makanan, makanan yang disukai dan tidak disukai serta keinginan untuk makan dna minum f. Pola eliminasi seperti frekuensi buang air besar dan buang air kecil di rumah dan di rumah sakit. Selain itu juga tanyakan konsistensi , warna dan bau dari objek eliminasi. g. Pola istirahat Kebiasaan tidur siang, malam dan kebiasaan sebelum dan setelah tidur. h. Pola higiene

H. Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien Pada anak terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir kering, dan turgor kulit berkurang keelastisannya, kemudian tanyakan fekuensi BAB, adanya nyeri atau disentri abdomen, demam dan terjadinya penurunan BB.

III. DEMAM KEJANG A. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpacu (fokus kejang) sehingga menggangu fungsi normal otak. Namun, kejang juga terjadi dari jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti

21


perubahan keseimbangan asam- basa atau elektrolit. Kejang itu sendiri, apabila berlangsung singkat, jarang menimbulkan kerusakan, tetapi kejang dapat merupakan menifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium, gejala putus-obat,intoksikasi obat,atau ensefalopati hipertensi. Bergantung pada lokasi neuron-neuron focus kejang ini,kejang dapat bemanipestasi sebagai kombinasi perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam fungsi motorik, atau autonom. (Pusponegoro, 2006) Istilah “kejang� bersifat generik, dan dapat digunakan penjelasan-penjelasan lain yang spesifik sesuai karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuren, sepontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertaun-taun disebut epilepsy. Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering di sebut kejang. Kejang konvulasi biasanya menimbulkan kontaksi otot rangka yang hebat dan ivolunter yang mungkin meluas dari suatu bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh. Status epileptikus adalah suatu kejang berkepanjanagan atau serangkaian kejang relative tanpa pemulihan kesadaran antarikus. Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara biopsiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah mencegah/mengendalikan

aktivitas

kejang,

melindungi

pasien

dari

trauma,

mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya (Wong, 2008).

22


B. Etiologi

Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah : a. Faktor predisposisi : 1)

Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat

diturunkan pada anakmya. 2) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba. b. Faktor presipitasi 1)

Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya

infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis. 2)

Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga

mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia. 3)

Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala,

infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak. C. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari

23


permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensi membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya : 1). perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 2). rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3). perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.(Nugroho, 2011) Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya

24


kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. (Nelson, 2000) Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang� di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

D. Manifestasi Klinis Demam kejang A. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia. Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

25


b. Kejang Parsial kompleks Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

B. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a. Kejang absens: Gangguan kewaspadaan dan responsivitas Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh b. Kejang mioklonik: Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c. Kejang tonik klonik. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d. Kejang atonik: Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Lindajual, 2009)

E. Penatalaksaan Medis Demam kejang ďƒź Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol

26


yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari ďƒź Antikonvulsan Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan i.v. atau intrarektal. Dosis i.v. 0,3-0,5 mg/kg diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/mnt (dosis maksimal 20 mg). Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg (5 mg utk bb < 10 kg & 10 mg bila bb >10 kg). Apabila kejang belum berhenti, 5 menit kemudian dapat diulangi lagi pemberian diazepam dengan dosis dan cara yang sama. Bila kejang tidak berhenti, diberikan fenitoin dosis awal 10-20 mg/kgbb per drip selama 20 menit setelah dilarutkan dalam cairan NaCl 0,9%. Dosis selanjutnya 4-8 mg/kgbb/hari, 12-24 jam stlh dosis awal Setelah kejang berhenti harus ditentukan apakah perlu pengobatan profilaksis atau tidak, tergantung jenis kejang demam dan faktor risiko yang ada pada anak tersebut. KEJANG Diazepam i.v. 0,3 - 0,5 mg/kgBB (maks 20 mg) perlahan-lahan, atau rektal: 5 mg (BB <10 kg), 10 mg (BB>10 kg) Tunggu 5 menit+oksigenasi MASIH KEJANG Diazepam iv atau rektal (dosis sama) Tunggu 5 menit+oksigenasi MASIH KEJANG Fenitoin iv 10-20 mg/kgBB (maks 200 mg) dlm NaCl 0,9% drip selama 20 mnt Tunggu 10 menit + oksigenasi MASIH KEJANG Masuk ICU - anestesi umum Midazolam

27


F. Pendidikan Kesehatan Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut 1. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak. 2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas. 3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. 4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus. 5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit. 6. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokteruntuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas Edukasi pada orang tua Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya: 1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali 4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping

28


Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang 1. Tetap tenang dan tidak panic 2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher 3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. 4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. 5. Tetap bersama pasien selama kejang 6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. 7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih (Pusponegoro, 2006)

29


G. Asuhan keperawatan

30


Data fokus: Data Fokus DS: -

Sudah Diare selama 6 hari

-

Bab Cair 6x/hari

-

Kejang selama 10 menit

-

TD 130/80 mmHg

-

Nadi 110x/menit

-

Suhu 40 ° C

-

Mata Cekung

-

Cubitan pada kulit <3 detik

DO

Diagnosa : Kekurangan volume cairan Definisi: penurunan cairan intravaskuler intersisial dan atau intraseluler yang mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada Natrium. Patient goal: Kebutuhan cairan terpenuhi salah satunya ditandai dengan mukosa bibir lembab setelah 3x24 jam perawatan NOC

NIC

Fluid balance

Fluid management

-

TD 110x/menit

-

Mukosa membran baik

-

Intake dan output normal

-

Pertahankan masukan dan pengeluaran cairan secara teliti dan catat

-

Monitor TTV

31


-

Kolaborasi cairan IV

-

Monitor nutrisi atau cairan yang dicerna dan menghitung

masukan

kalori

setiap

.(1000kal/hari) -

Monitor status nutrisi

-

Berikan cairan (2500ml/hari)

-

Tingkatkan asupan nutrisi melalui mulut

Fluid monitoring -

Monitor BB

-

Monitor TTV

-

Menjaga masukan dan haluaran secara teliti

-

Monitor membran mukosa

32

hari


Data fokus: DS: -

Sudah Diare selama 6 hari

-

Bab Cair 6x/hari

-

Kejang selama 10 menit

-

Nadi 110x/menit

-

Suhu 40 ° C

-

Mata Cekung

-

Cubitan pada kulit <3 detik

DO

Diagnosa : Diare Definisi: Pasase feses lunak yang tidak berbentuk Patient goal: Eleminasi fekal normal kembali setelah 3x24 jam perawatan NOC

NIC

(Bowel elemination)

(Diarhea management)

-

Pola eleminasi 3x/hari

-

Pengendalian BAB normal

-

Diare teratasi

-

Tentukan riwayat diare sebelumnya serta karakteristik BAB

-

Evaluasi

pengobatan

pada

efek

samping

gastrointestinal -

Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat volume, warna, dan frekuensi feses

-

Identifikasi faktor penyebab dari diare

-

Catat masukan nutrisi

-

Monitor tanda dan gejala diare

33


-

Observasi turgor kulit secara rutin

-

Intruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi

protein

dan

tinggi

kalori

jika

memungkinkan -

Intruksikan untuk menghindari laksative

-

Monitor persiapan makan yang aman

-

Monitor kulit pada perianal area untuk iritasi

Data fokus: DO: -

Suhu 40 ° C

-

Nadi 110x/menit

-

RR 40x/menit

DS: -

Sedang Demam

Diagnosa : Hipertermi Definisi: peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal Patient goal: suhu tubuh tubuh pasien kembali normal setelah 1x24 jam perawatan NOC

NIC

(Termoregulation) -

Peningkatan suhu kulit (3-5) Fever treatment

34


-

Nadi (4-5)

-

Pastikan jalan napas tetap

-

Pusing (4-5)

-

Monitor TTV

-

Perubahan warna kulit (3-5)

-

Monitor warna dan suhu kulit

-

Hipertermi (1-5)

-

Monitor penurunan kesadaran

-

Berikan cairan elektrolit

-

Monitor intake dan output

-

Monitor haluaran urin

-

Kolaborasi pemberian anti piretik

-

Selimuti pasien

-

Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila

-

Ajarkan pasien mengetahui tanda dan resiko demam

Temperature regulation

Data subjektif -

-

Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali

-

Monitor TTV

-

Monitor tanda – tanda hipertermi dan hipotermi

-

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Data objektif

Kejang

-

35


Diagnose keperawatan:

Tujuan:

Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan cedera sensorik (kejang)

pada anak tidak terjadi

Noc : risk control

Nic : environment management

Criteria hasil

-

Sediakan lingkungan yang nyaman dan aman untuk pasien

-

Klien terbebas dari cedera

-

Klien dapat memodifkasi gaya hidup

-

Identifikasi

kebutuhan

keamanan

pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan

untuk mencegah terjadinya cedera

fungsi kognitif pasien dari riwayat penyakit terdahulu pasien -

Hindarkan lingkungan yang berbahaya (contohnya: memindahkan barang yang berbahaya)

-

Sediakan tempat tidur dengan nyaman dan aman

-

Kolaborasi dengan tenaga medis dalam pemberian obat : diazepam (0,2mg/kg per infuse)

36


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali. Anak (3 th) mengalami diare dehidrasi berat. Gejala diare dengan dehidrasi berat seperti yang dialami anak dalam pemicu adalah mata cekung, cubitan kulit lambat, rewel, gelisah. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpacu (fokus kejang) sehingga menggangu fungsi normal otak. Jadi dari penyakit yang dialami anak (3 th) di pemicuu, diagnose keperawatan yang dapat di tegakkan adalah kekurangan volume cairan, diare, hipertermi, dan resiko cedera.

37


DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul Hidayat. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika 2. Bare & Suzanne. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC 3. Bulcheck. (2012). NIC. USA: Elsevier 4. Corwin Elizabeth. (2012). Buku Saku Patofisiologi: Jakarta: EGC 5. Gill, H, Prasad J. (2008). Probiotic immunodulation, and helah benefits. ADV exp Medial BIOL). 6. Herman. (2012). Nanda 2012-2014. Jakarta: EGC 7. Huang JS. Bousvaros A.Loe JW, et al. (2009). Efficacy of probiotik use in acute diarrhea in children a meta-analysis. Dig Dig Sci; 47:2625-34. 8. Jhanson Mario. (2006). NOC , NIC & Linkages. USA: Elsevier 9. Juffrie, et al. (2010). Buku Gastroenterologi. Jakarta: IDAI 10. Marload, Jue, et al. (2004). NOC. USA: Elsevier 11. Nugroho, Taufah. (2011). Askep Maternitas Anak, Bedah Penyakait Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika 12. Poerwanto, dwi. (2008). Pengembangan Rehidrasi Parenteral pada Tatalaksana Diare Akut. . Jakarta: Kongres Nasional II BKGAI 13. Potter, Patricia A. & Annie Griffin Perry. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, Praktik Voleme 2. Edisi 4. Jakarta : EGC. 14. Pusponegorol, Hardiono D,Dkk. (2006). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia 15. Symons,.Alison Twycross,. Stephanie Sowden. (2006). Managing Pain in Children: A Clinical Guide for Nurse and Healthcare. USA: John Willey & Sons.Inc 16. Tarwoto, S.kep. dkk. (2009). Anatomi & Fisiologi untuk Mahasiswa Jakarta : Trans Info Media (TIM).

38

Keperawatan .


17. Zingarelli B. (2008). Shock and Reperfusion. Dalam: Nicholas DG, penyunting- Rogers textbook of Pediatric Intensive Care. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins.

39


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.