Makalah Dengue Hemoragic fever (dhf)

Page 1

MAKALAH DENGUE HEMORAGIC FEVER (dhf)


MAKALAH DISKUSI KELOMPOK “MENGAPA BADANKU PANAS TINGGI DAN KULITKU TUMBUH BINTIK MERAH??” (DHF)

PSIK 2015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunianya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah tanpa suatu halangan yang amat berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah diskusi kelompok . Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kata di dalam makalah ini yang kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran bagi yang membacanya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan laporan kami dimasa yang akan datang dan kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Ciputat, Agustus 2017

PSIK 2015


DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 4 BAB 1PENDAHULUAN .......................................................................................................... 6 1.1Latar Belakang .................................................................................................................. 6 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 7 1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 8 BAB IIPEMBAHASAN ............................................................................................................ 9 2.1 Dengue Hemoragi Fever (DHF) ..................................................................................... 9 2.1.1 Definisi Dengue Hemoragi Fever (DHF) ................................................................ 9 2.1.2 Etiologi Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) .............................................. 10 2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) ............................... 10 2.1.4 Patofisiologi Penyakit Hemoragi Fever (DHF) ................................................... 13 2.1.5 Komplikasi dan Monitoring pada penderita DHF ................................................. 15 A. Komplikasi ......................................................................................................... 15 B. Monitoring .......................................................................................................... 19 2.1.6 Penatalaksanaan .................................................................................................... 20 A.Manajemen tatalaksana secara kolaborasi dengan timkes .................................. 25 B.Manajemen tatalaksana secara mandiri ............................................................... 28 2.2 Diagnosa banding antara DHF, Malaria dan Tifus ........................................................ 28 2.2.1 Diagnosa Banding dengan Malaria ....................................................................... 28 2.2.2 Diagnosa Banding dengan Tifus ........................................................................... 30 2.3 Asuhan Keperawatan Dengan Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF).................... 37 2.3.1 Pengkajian Khusus Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) ............................. 37 A. Anamnesis ........................................................................................................ 37


B. Pemeriksaan fisik ............................................................................................. 38 C. Pemeriksaan penunjang.................................................................................... 39 a.Pemeriksaan laboratorium ............................................................................. 39 b.Pemeriksaan Darah Lengkap ........................................................................ 41 2.3.2 Analisa data ........................................................................................................... 46 2.3.3 Diagnosa Keperawatan, Kriteria Hasil dan Itervensi ............................................ 50 BAB IIIPENUTUP .................................................................................................................. 55 Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 56


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Hadinegoro dkk, 2006). DBD adalah penyakit infeksi virus dengue yang berat, ditandai gejala panas yang mendadak, perdarahan dan kebocoran plasma. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan sering menimbulkan wabah serta dapat menyebabkan kematian (Soegijanto, 2006a ). DBD atau Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai dengan pembesaran hati, dan adanya tanda-tanda perdarahan. Pada keadaan parah, DBD dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi darah dan pasien dapat mengalami syok akibat kebocoran plasma, keadaan yang disebut Dengue Syok Syndrome (DSS) (Anonim, 2004 ). DBD merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Angka terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastis diseluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan 50-100 juta orang diseluruh dunia terinfeksi DBD setiap tahunnya (Zulaikhah, 2014). Penyakit DBD merupakan penyakit yang menjadi endemik di berbagai negara di dunia. Di wilayah Amerika dilaporkan penyakit dengue terjadi sekitar tahun 1960 dan pada awal tahun 1970. Kejadian penyakit dengue terbesar terjadi pada tahun 2002 dengan dilaporkan lebih dari 1.000.000 penduduk menderita dengue. Dari tahun 2001 sampai tahun 2007 dilaporkan kasus dengue di Amerika dengan jumlah 4.332.731 kasus dengue dan pada periode yang sama sekitar 106.037 kasus DBD. Kematian yang disebabkan dengue dari tahun 2001 sampai 2007 adalah 1299 orang dengan DBD (Case Fatality Rate/CFR = 1,2%) (WHO, 2009). DBD masuk dalam kategori 10 besar penyakit Rawat Inap di Rumah sakit tahun 2010 dan menduduki peringkat kedua dengan case fatality rate sebesar 0,55% (Anonim, 2012). DHF merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak di Asia, dan Dengue Syok Syndrome (DSS) yang parah menyebabkan kematian yang cukup signifikan pada anak-anak (Nhan dkk, 2001). Sampai saat ini DHF merupakan permasalahan kesehatan pada masyarakat yang sangat signifikan di kebanyakan negara tropis Asia tenggara dan wilayah pasifik barat. Penyakit ini termasuk dalam sepuluh penyebab perawatan di


rumah sakit dan penyebab kematian pada anak-anak, yang terbesar sedikitnya di delapan negara-negara tropis Asia (Depkes RI, 1990; Gubler, 1998). Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia dengan kelembaban udara yang cukup tinggi menjadi pemicu berkembang biaknya nyamuk seperti Aedes aegypti yang merupakan salah satu vektor DBD, sehingga DBD mudah ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut menjadi masalah 3 kesehatan karena terdapat banyak daerah endemik sehingga jumlah penderita semakin meningkat dan penyebaran pun semakin meluas ke wilayah lain dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Widoyono, 2008). Penyakit DBD atau DHF masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebaran DBD semakin bertambah setiap tahun. Di Indonesia, penyakit ini pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, pada saat itu terjadi 58 kasus dengan 24 anak meninggal dan pada akhirnya menyebar keseluruh Indonesia (Anonim, 2010a ). Selain itu DBD merupakan salah satu penyakit yang perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) di indonesia (Anonim, 2011). DBD merupakan masalah besar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia setiap tahun dengan jumlah kasus kematian paling tinggi. Penyakit ini menyebabkan bertambahnya lama inap dan biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien (Yasin dkk, 2009). Terdapat sekitar 2,5 miliar orang di dunia beresiko terinveksi virus dengue terutama di daerah tropis maupun subtropis, dengan perkiraan 500.000 orang memerlukan rawat inap setiap tahunnya dan 90% dari penderitanya adalah anak-anak kurang dari 15 tahun (WHO, 2011). Angka morbiditas dan mortalitas DHF dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan dan terjadi di semua propinsi di Indonesia (Setiati dkk, 2006). Pada tahun 2004 terjadi kenaikan kejadian DHF yang signifikan dan terjadi pada 30 propinsi dari 32 propinsi di Indonesia (Ahmad, 2004). Salah satu penyakit yang terutama terjadi pada anak-anak dan mempunyai peluang besar akan tejadinya DRP adalah DBD, hal ini disebabkan karena anakanak merupakan segmen terbesar dari individu rentan dalam populasi yang beresiko (Yasin dkk, 2009). DRP merupakan kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat atau


diduga akibat terapi obat sehingga kenyataannya potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Cipole dkk, 1998). DBD merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, sehingga pemberian antibiotik dalam pengobatan DBD tidak diperlukan kecuali jika terdapat komplikasi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri dan apabila terjadi DSS (Dengue Syok Syndrome), mengingat kemungkinan infeksi sekunder dapat terjadi dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Namun dalam beberapa kasus penanganan pasien DBD masih saja ditemukan pemberian antibiotik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Dengue Hemoraggic Fever (DHF)? 2. Bagaimana etiologi penyakit DHF? 3. Bagaimana patofisiologi penyakit DHF? 4. Apa tanda dan gejala penyakit DHF? 5. Apa saja komplikasi yang biasa terjadi pada penderita DHF? 6. Apa keterkaitan penyakit DHF dengan malaria dan tifus(diagnosa banding)? 7. Bagaimana tatalaksanadan pengobatan yang dapat dilakukan terkait penyakit DHF? 8. Bagaimana Asuhan Keperawatan terkait penyakit DHF? 1.3 Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahian tentang penyakit DHF 2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit DHF 3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit DHF 4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala penyakit DHF 5. Mahasiswa dapat mengetahuikomplikasi yang biasa terjadi pada penderita DHF 6. Mahasiswa dapat mengetahui keterkaitan penyakit DHF dengan malaria dan tifus(diagnosa banding) 7. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksaan dan pengobatan terhadap penyakit DHF 8. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dengan penyakit DHF


BAB II PEMBAHASAN 2.1 Dengue Hemoragi Fever (DHF) 2.1.1 Definisi Dengue Hemoragi Fever (DHF) DHF(Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006). Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, 2009). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang- kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun. Hal yang dianggap serius pada demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/ renjatan (Mubin, 2009). Fever Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali ditandai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (Dengue Haemoragick Frever/DHF) ditandai dengan empat gejala klinis utama: demam tinggi/ suhu meningkat tiba-tiba, sakit kepala supra, nyeri otot dan tulang belakang, sakit perut dan diare, mual muntah. Fenomena hemoragi, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai tanda – tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang diakibatkan oleh


kebocoran plasma. Syok ini disebut Sindrom Syock Dengue (DSS) dan sering menyebabkan kondisi yang fatal ( Mubin, 2009).

2.1.2 Etiologi Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam tubuh nyamuk Aedes aegepty (betina). Virus ini termasuk famili Flaviviridae yang berukuran kecil sekali yaitu 35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup (survive) di alam ini melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri/berkembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelejar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk

dimasukkan

ke

dalam

tubuh

manusia

melalui

gigitan

nyamuk.

(Darmowandowo, 2001). Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. (Suhendro, 2009). Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus) lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue. (Halstead, 2007). Virus Dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae. Di Indonesia sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan


genetik satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Nimmanitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa serotipe DEN-2 yang dominan.sedangkan di Indonesia paling banyak adalah DEN-3, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan didominasi oleh virus DEN-2. Penelitian epidemiologik yang dilakukan oleh Aryati 2005, Fedik 2007 menemukan bahwa virus Den-2 adalah serotipe yang dominan di Surabaya. Studi epidemiologi (Yamanaka et al) tahun 2009 dan 2010 pada penderita Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan virus D1 genotype IV yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%. Virus Dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian genom RNA (single-stranded positive-sense genome) disusun didalam satu unit protein yang dikelilingi diding icosahedral yang tertutup oleh selubung lemak.Genome virus Dengue terdiri dari 11-kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Capsid (C) Membran (M) Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B, dan NS5). Di dalam tubuh manusia, virus berkembangbiak dalam sistem retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di sinusoid hepar. (Frans, 2010). 2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) Seseorang yang terkena virus dengue mengalami masa inkubasi selama 3 - 15 hari

sejak

seseorang

terserang virus

dengue,

Selanjutnya

penderita

akan

menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut : 1.

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).

2.

Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.


3.

Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan gusi berdarah.

4.

Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).

5.

Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok hipovolemik.

6.

Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).

7.

Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.

8.

Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.

9.

Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. Gejala klinis lain yang sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat

demam dan tak jarang pula dijumpai pada saat penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa : 1) Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom. 2) Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena. Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dijumpai pada penderita DBD adalah : a)

Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu menelan.

b) Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi. c)

Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik- bintik


perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba) kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005).

2.1.4 Patofisiologi Penyakit Hemoragi Fever (DHF)

Nyamuk Aedes Aegypti

DHF

Pembawa virus Dengue

Hepatomegali Virus masuk ke dalam tubuh manusia

Menggigit manusia

Lama sembuh

Tambah parah

Peradangan hati

Kecemasan Mengaktifkan komplek virus Ab (monosit dan makrofag)

Virus masuk ke aliran darah

Masuk ke pembuluh darah otak

DF (Dengue Fever)

Mekanisme tubuh untuk melawan virus

Viremia

Pengeluaran histamin

Menimbulkan

Agregasi trombosit

Mempengaruhi hipotalamus

Prostaglandin Proses menempelnya virus dengue terhadap trombosit

Mengakibatkan fagositosis oleh monosit ataupun makrofag

Memberikan respon ke seluruh tubuh

Komplemen antigen & antibody meningkat

Peningkatan asam lambung

Pembukuh darah otak vasodilatasi

Kebocoran peptida

Mual

Muntah

Pembebasan histamin

Tidak nafsu makan

Output berlebih

Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah

Rasa mengecap terganggu

Dehidrasi

Gangguan tekanan intracranial

Sakit kepala

Nyeri


Suhu tubuh meningkat

Menimbulkan trombositopenia

Kebocoran plasma

Resiko terjadinya pendarahan

Hb menurun

Trombosit dalam darah menurun

Nutrisi & O2 ke jaringan turun

Tubuh lemas Hb menurun

Gangguan perfusi jaringan

Gangguan aktivitas

Peredaran ekstraseluler

Dgn ditemukannya cairan yg tertimbun dlm rongga serosa

Resiko syok hipovolemik, hipotensi, dan hemokonsentrasi

Rongga peritonium, pleura, dan pericard

Menunjukan adanya kebocoran plasma shg nilai hematokrit penting untuk pemberian cairan intravena

Peningkatan jml trombosit menunjukan kebocoran plasma telah terartasi

Penderita akan mengalami kekuangan cairan

Pemberian cairan intravena hrs dikurangi kecepatan dan jumlahnya

Edema paru dan gagal ginjal

Yg dpt mengakibatkan kondisi yg buruk bahkan bisa mengalami renjatan

Jika renjatan dan hipovolemi berlangsung lama

Cairan & elektrolit < kebutuhan

oedema

Menekan syaraf kranial

nyeri

Setelah diberikan cairan intravena

Jika tdk mendapatkan cairan yg cukup

Kebutuhan nutrisi berkurang

Timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis, dan kematian


2.1.5 Komplikasi dan Monitoring pada penderita DHF A. Komplikasi Berikut ini beberapa tanda-tanda atau gejala dari penyakit DBD berat: a) Tubuh yang terasa sangat lelah b) Perut terasa nyeri dan berkelanjutan c) Sering terasa mual dan muntah d) Demam yang sering naik turun e) Terjadi pembengkakan pada organ hati yang juga bisa terlihat dari luar tubuh dan terasa sakit apabila disentuh. f) Terjadi pendarahan yang keluar melalui hidung (mimisan), muntah yang disertai darah, atau bahkan air seni atau tinja yang berdarah. g) menurunnya tekanan darah secara drastis dan mendadak yang disebut sebagai dengue shock syndrome. h) Denyut nadi menjadi lebih cepat dan lemah i) Mulut yang terasa kering j) Nafas yang terengah-engah k) Kulit yang terasa dingin dan lembab l) Menurunnya frekuensi dari buang air kecil Komplikasi penyakit demam berdarah (DBD) dalam beberapa kasus bisa berkembang menyebabkan kondisi menjadi lebih buruk dan membahayakan nyawa. Kondisi tersebut dikenal sebagai penyakit DBD berat antara lain : 1. Perdarahan Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah

trombosit

(trombositopenia)

<100.000

/mmÂł

dan

koagulopati,

trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, peteke, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.


2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam. 3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody. 4. Efusi pleura Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas. 5. Demam Demam pada penderita demam berdarah biasanya disertai dengan suhu tubuh yang tinggi bahkan bisa mencapai lebih dari 38˚C. Demam tersebut bisanya berlangsung selama 2 hingga 7 hari dan tidak bisa diatasi dengan penggunaan obat penurun demam biasa. Demam naik turun pun juga dialami oleh penderita demam berdarah. Saat demam mereda justru saat itulah fase kritisnya.


6. Menggigil Demam yang tinggi akan disertai dengan tubuh yang menggigil, memang tampak luar tubuh terasa panas namun di dalamnya terasa dingin bahkan merasakan sangat dingin. 7. Fatty Liver Virus DBD yang telah meracuni hati dan limpa bisa menyebabkan pembesaran hati dan limpa. Hati yang menjadi bengkak tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Fatty liver ini merupakan komplikasi dari demam berdarah. 8. Hilangnya Nafsu Makan Hati yang bengkak akan menekan lambung sehingga muncul rasa tidak nyaman untuk menelan dan mengkonsumsi makanan. Hal itulah yang menyebabkan seseorang kehilangan nafsu makannya. 9. Mual Timbulnya rasa mual yang disertai dengan muntah-muntah yang berlangsung terus-menerus. Hal ii menyertai demam yang tinggi. 10. Sakit Kepala Sakit kepala seperti pusing, timbulnya rasa nyeri pada kepala, serta sensasi panas di belakang bola mata. 11. Gangguan Pencernaan Virus itu akan menempel di usus dan menyebabkan gangguan pencernaan. Tidak haya demam berdarah saja, semua penyakit berat yang disebabkan oleh virus akan mengalami gangggun pencernaan.Gangguan pencernaan itu seperti sakit perut, susah buang air besar, maupun diare.


12. Timbulnya Rasa Pegal Dan Nyeri Pada Otot Virus telah menginfeksi otot dan juga sendi akibatnya rasa pegal dan nyeri itu akan muncul. Semua penyakit yang disebabkan oleh virus akan mengalami nyeri dan pegal tersebut. 13. Gangguan Pernafasan Gangguan itu seperti nafas yang tidak beraturan serta sedikit sesak nafas. Hal ini disebabkan oleh adanya cairan yang terhenti di daerah dada. 14. Feses Hitam Ketika buang air besar, feses berwarna kehitaman dengan struktur yang keras. Hal ini disebabkan karena penurunan jumlah trombosit dalam tubuh pasien hingga di bawah 100.000/mm3 15. Ensefalopati Dengue Pada

umumnya

ensefalopati

terjadi

sebagai

komplikasi

syok

yang

berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut. 16. Kelainan ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1


ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 17. Udem paru Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada. 18. Kerusakan hati Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan. (Rahmawati, 2008) B. Monitoring 1. Tatalaksana komplikasi perdarahan a. Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin b. Bila tidak, beri koloid dan segera rujuk. 2. Penanganan kelebihan cairan Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini dapat terjadi karena:


 kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat  penggunaan jenis cairan yang hipotonik  pemberian cairan intravena yang terlalu lama  pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan kebocoran yang hebat. 3. Pemantauan  Untuk anak dengan syok: Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.  Untuk anak tanpa syok: Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu badan, denyut nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai hematokrit minimal sekali sehari.  Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar. Jika terdapat tanda berikut: syok berulang, syok berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat, gagal hati akut, gagal ginjal akut, edem paru dan gagal napas, segera rujuk. 2.1.6Penatalaksanaan Adapun penatalaksaan terhadap pasien dewasa dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF) menurut DEPKES RI (2010), sebagai berikut : 1. Tirah baring 2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang 3. Infus Ringer Lactate (RL) atau Ringer Acetate (RA) atau NaCl 0,9% dengan tetesan 20 cc/kgBB/jam atau 50 cc/kgBB/24 jam atau secara praktis 40 tetes/menit sebagai kebutuhan cairan rumatan. Cairan oral sebanyak mungkin, larutan oralit lebih baik. 4. Keadaan klinis di monitor: TD, nadi, pernafasan tiap 30 menit, suhu (minimal 2x sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada status), jumlah urine perjam (sebaiknya >5o cc/jam)


5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan, seperti paracetamol atau xylomidon/novalgin injeksi bila suhu tubuh > 38,5o C dan metoclopramide bila terjadi muntah-muntah 6. Bila TD sistolik menurun >20 mmHg atau nadi >110x/menit atau tekanan nadi (TD sistolik-TD diastolic >20 mmHg) atau jumlah urine <40 cc/jam, pertanda adanya kebocoran plasma (plasma leakage) tambahkan cairan infus guyur 5cc/kgBB/jam sampai keadaan kembali stabil. Setelah tekanan darah dan nadi stabil kembali ke tetesan rumatan. 7. Monitor laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi penurunan TD, peningkatan nadi, atau penurunan volume urine yang berlanjut, atau terjadi perdarahan massif, atau penurunan kesadaran, perlu diperiksa Hb, Ht, trombosit. Penurunan jumlah trombosit perlu dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic test. 8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin memberat atau respons pemberian cairan minimal, maka penderita dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di Puskesmas atau Klinik atau Rumah Sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif, kalau perlu di rawat di ICU. 9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang menyolok disertai dengan tanda-tanda perdarahan massif. Bila terjadi perdarahan yang massif dengan penurunan kadar Hb dan Ht, segera beri transfuse Whole Blood. 10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan yang cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak menunjukkan perbaikan, maka pilihannya adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau plasma biasa. 11. Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada fase penyembuhan. Bagian terpenting dari pengobatan dari setiap penderita suatu penyakit adalah terapi suportif. Disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.


Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan. a. Periode febris Apabila penderita infeksi Virus Dengue datang pada periode febris, dimana belum/tidak dapat dibedakan apakah Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic Fever, maka pengobatan yang dapat diberikan adalah sbb : b. Antipiretik 

Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.

Antibiotika tidak diperlukan

Makan disesuaikan dengan kondisi napsu makannya.

Apabila penderita ditetapkan rawat jalan, maka kalau dalam perjalanan didapat keluhan dan tanda klinis seperti dibawah ini dianjurkan untuk segera datang ke rumah sakit untuk pengobatan selanjutnya.

Demam dengue dengan kondisi stabil dan baik tidak harus dilakukan rawat inap, tetapi harus dilakukan control rutin pemeriksaan ke dokter atau pemeriksaan darah ulang dalam hari ke 4-5 c.

Penggantian volume plasma 

Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.

Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl. Tabel 3. Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang Berat Badan (kg)

Jumlah cairan (ml/kg BB/hari)

<7

220

7-11

165

12-18

132

>18

88


Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan

Berat Badan (kg)

Jumlah cairan (ml)

10

100 per kg BB

10-20

1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg)

>20

1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)

Kebutuhan cairan harus dipenuhi. Pemberian cairan dapat diberikan per oral, akan tetapi apabila penderita tidak mau minum, muntah terus, atau panas yang terlalu tinggi maka pemberian cairan intravena menjadi pilihannya.

Apabila cairan intravena dijadikan pilihan terapi, maka dikenal formula untuk memenuhi cairan rumatan yaitu formula HallidaySegar dengan rincian sbb :

Setiap derajat C kenaikan temperatur, cairan dinaikkan 12 % dari kebutuhan rumatan.

Untuk cairan rumatan ini dapat dipakai solutio D5 Saline untuk anak usia > 3 tahun atau D5 Saline untuk penderita berumur ≤ 3 tahun..

Lakukan observasi secara cermat setiap 6 jam atas tanda vitalnya, dengan tujuan untuk mendeteksi adakah tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage), yang mengarah ke dengue haemorhagic fever.

d. Periode afebris 

Demam Dengue

Kebanyakkan penderita Demam Dengue, setelah panas turun, penderita merasa/tampak lebih segar, timbul nafsu makan dan akan segera sembuh tanpa disertai komplikasi, sehingga tidak ada pengobatan khusus. Kadang timbul gejala klinis confalescence petechial rash pada tangan atau kaki dengan memberi kesan seperti sarung tangan atau kaus kaki. Dalam prosentase yang kecil periode konfalesence ini membutuhkan waktu agak panjang. 

Demam Berdarah Dengue

Pada saat temperatur turun, pada penderita Demam Berdarah Dengue terjadi 2 phenomena yang dapat membawa penderita pada keadaan kritis bahkan dapat


berakhir dengan kematian apabila tidak tertangani secara benar, yaitu adanya gangguan hemostatik berupa penurunan jumlah dan kwalitas trombosit, gangguan faktor beku darah, bahkan dapat timbul diseminated intravascular coagulation dan adanya kebocoran plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Proses kebocoran plasma dari pembuluh darah ini akan menimbulkan defisit plasma didalam pembuluh darah. Apabila diurut tahapan klinis defisit plasma dalam pembuluh darah akan didapat urutan sbb : 1. Peningkatan hematokrit > 20%, tanpa disertai gejala gangguan sirkulasi 2. Peningkatan hematokrit > 20%, disertai munculnya gejala penyempitan tekanan nadi 3. Peningkatan hematokrit > 20%, disertai dengan timbulnya gejala shock, yang ditandai dengan tekanan darah sistole dan diastole menurun, nadi kecil dan cepat serta pada perabaan akral dingin. 4. Peningkatan hematokrit > 20%, disertai gejala nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur.(profound shock). Kalau dihadapkan pada penderita Demam Berdarah Dengue yang termasuk kelompok 3 dan 4, akan dengan mudah mengenalinya, sehingga segera dapat diberikan penatalaksanaannya. Akan tetapi untuk kasus jenis kelompok 2, untuk mendeteksi penyempitan tekanan nadi memerlukan ketelitian dari dokter yang memeriksanya. Apabila menemukan kasus dari kelompok 1 agak sukar untuk menetapkan penderita tersebut tanpa/disertai kebocoran plasma, sebab hematokrit penderita saat sehat tidak diketahui. Setelah diagnosis Demam Berdarah Dengue dibuat oleh seorang dokter, maka tetapkan terlebih dahulu derajatnya, apakah grade I/II yang tidak disertai gangguan sirkulasi, ataukah grade III/IV yang sudah disertai shock. Penatalaksanaan penderita Demam Berdarah Dengue yang paling penting adalah 

Pemberian cairan intravena, sebatas cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode plasma leakage



Pengamatan yang ketat, teliti dan cermat secara periodik


Cairan yang dipakai dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal Saline, Ringer Laktat, D5 Ringer Laktat, D5 Ringer Asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul yang tinggi seperti Plasma, Plasma pengganti (Dextran, Haess dll). A. Manajemen tatalaksana secara kolaborasi dengan timkes 1. Indikasi pemberian cairan intravena  Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah  Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan dehidrasi oral  Ancama syok atau dalam keadaan syok 2. Prinsip umum terapi cairan pada DBD  Kristaloid isotonic harus digunakan selama masa kritis  Cairan koloid digunakan pada pasien dengan pembesaran plasma hebat, dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristoloid yang diberikan  Pada pasien dengan obesitas digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk menghitung volume cairan  Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis  Transfusi suspense trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan  Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok saat tidak ada perbaikan klinis walupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS yang terdiri dari, A- Acidosis; gas darah, B- Bleeding; hematokrit, CCalsium; elektrolit, Ca++ dan S- Surgor; gula darah (dekstrostik) 3. Tatalaksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit a. Fase demam Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam  Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin  Diusahakan tidak Memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya: antacid, anti emetic) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati  Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan


 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati  Kecepatan cairan IV disesuiakan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital, dieresis, dan hematokrit. b. Fase kritis Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam. c. DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)  Bila syok belum teratasi : setelah 10 ml/kg, dapat diberikan bersama koloid 10-30 ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium yang tidak normal.  Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review hematokrit sebelum resusitasi)  Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur arteri)  Inotopik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah. Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit. d. Perdarahan hebat  Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml /kg darah segera atau 5 ml / kg PRC harus diberikan dan dievaluai.  Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense trombosit, plasma darah segar /cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini adapt menyebabkan kelebihan cairan. e. DBD ensefalopati DBDB enselofati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak  enselofalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian ensofalopati harus diulang setelah syok teratasi.


- apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok - pertahamkan oksigenasi jalan napas yang adekuat dengan terapi oksigen ďƒź jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka, o

cegah atau turunkan peningkatan tekanan intracranial dengan, - Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume intravaskuler, total cairan intravena tidak boleh > 80% cairan rumatan - ganti ke cairan krisroloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasusu dengan pembesaran plasma yang hebat - posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat - dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intracranial, dengan pemberian deksametasone 0,15 mg / kg berat badan / dosis intravena setiap 6-8 jam

o

menurunkan produksi ammonia - berikan laktulosa 5- 10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotic - antibiotic local akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan pemberian

o

pertahankan gula darah 80-100 mg /dl, kecepatan infuse glukosa yang dianjurkan 4-6 mg / kg/ jam

o

vitamin K1 IV dengan dosis : umur < 1 tahun : 3 mg, < 5 tahun : 5 mg, > 5 tahun : 10 mg.

o

anti kejang Phenobarbital, dilantin atau diazepam IV sesuai indikasi

o

tranfusi darah, lebih baik PRC segera sesuai indikasi. Komponen darah lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intracranial


o

terapi antibody empiric apabila disertai infeksi bacterial

f. Fase recovery Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap 12-24 jam.

B. Manajemen tatalaksana secara mandiri 1. Minum yang cukup, diselingi minuman sari buah-buahan (tidak harus jus jambu) dan ukur jumlah cairan yang keluar dan yang diminum 2. Upayakan untuk makan dan istirahat yang cukup 3. Untuk perlindungna gunakan obat anti nyamuk yang mengandung DEET saat mengunjungi tempat endemic dengue 4. Cegah perkembangbiakan nyamuk dan kenali tanda dan gejalanya 5. Buang sampah pada tempatnya dsn perbaiki tempat penyimpanan air untuk mencegah nyamuk berkembangbiak dengan menutup tempat penanmpungan, menosongkan air tergenang dari ban bekas, kaleng bekas, dan pot bunga 6. Pada pasien DBD tidak boleh diberikan asetol, aspirin, anti minflamasi nonsteroid karena potensial mendorong terjadinya perdarahan 7. Melakukan abatesasi tempat- tempat penampungan air untuk mencegah perkembangbiakannya nysmuk. Untuk abate yang ditaburkan kedalam bak tendon air, satu sendok makan abate untuk bak ukuran 1 m x 1m atau 10 mg dalam 100 liter air. Jangan dikuras 1 bulan karena obat ini melapisi dinding bak air sehingga kalau ada jentik, jentik akan mati.

2.2 Diagnosa banding antara DHF, Malaria dan Tifus 2.2.1 Diagnosa Banding dengan Malaria Penyakit malaria seperti halnya penyakit demam berdarah merupakan penyakit menular yang menyerang sel darah merah manusia. perbedaan utama dari kedua penyakit ini adalah, Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina sedangkan demam berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit malaria memiliki gejala yang sangat mirip dengan demam berdarah demikian sebaliknya.


Gejala yang mirip antara kedua penyakit tersebut tersebut antara lain demam, sakit kepala, muntah, nyeri otot, pendarahan dan diare. Perbedaan kedua adalah penyebab malaria bukanlah virus seperti halnya demam berdarah, penyakit malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang menular akibat siklus kompleks diantara manusia dan nyamuk. Siklus tersebut dimulai dari seekor nyamuk menggigit manusia yang sudah terinfeksi dan mengambil parasit beserta darah yang kemudian menginfeksi nyamuk tersebut, nyamuk ini akan pergi dan menggigit sekaligus menyuntikan parasit tersebut kepada manusia lain. Perbedaan ketiga adalah masa inkubasi yang lebih panjang pada malaria ( sekitar 1 – 3 minggu bahkan bulan sejak awal tertular) sedangkan virus demam berdarah memiliki masa inkubasi yang cepat 3-4 hari. Parasit malaria membutuhkan waktu untuk matang sebelum berkembang dan menginfeksi sistem tubuh manusia, dalam jangka waktu tersebut parasit hanya akan tinggal dalam sel darah manusia. Perbedaan keempat berkaitan dengan lokasi endemik kedua penyakit ini. Malaria lebih banyak dijumpai di kawasan Afrika sedangkan Demam Berdarah banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara. Nyamuk Anopheles suka berkembang biak di air tenang yang kotor, sedangkan nyamuk Aedes Aegypti suka berkembang biak di air tenang yang bersih. Perbedaan kelima adalah jam makan (menginfeksi) kedua nyamuk ini berbeda. Nyamuk Anopheles betina keluar untuk mencari makan pada waktu senja, ataupun fajar, sedangkan nyamuk Aedes Aegypti keluar untuk mencari makan pada siang hari. Perbedaan terakhir adalah pada pengobatan kedua penyakit ini. Penyakit demam berdarah dapat disembuhkan dengan istirahat yang cukup untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan asupan cairan yang cukup sangatlah penting. Sedangkan untuk malaria pengobatan harus dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasikan jeni parasit yang menginfeksi. Gejala penyakit malaria sangat bervariasi mulai dari ringan sampai berat. Pada orang yang tinggal di daerah endemis dan sudah terinfeksi berkali-kali mungkin saja hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Berat ringannya gejala dipengaruhi oleh imunitas dan jenis plasmodium yang menyerang.


Pada tahap awal infeksi gejala penyakit malaria hampir sama seperti gejala flu atau penyakit karena virus dan bakteri lainnya. Yaitu : 

Demam.

Menggigil.

Sakit kepala.

Berkeringat.

Rasa lelah.

Mual dan muntah.

Diare Gejala-gejala tersebut hilang timbul sesuai dengan perkembangan parasit dalam

tubuh mulai dari tumbuh, berkembang biak dan dilepaskan oleh darah dan hati. Plasmodium berkembang dalam darah dan hati sehingga bisa menimbulkan kerusakan darah dan hati. Kerusakan ini ditandai dengan sakit kuning. Karena masa inkubasi parasit bisa berlangsung lama maka walaupun tinggal di daerah yang tidak banyak nyamuknya harus tetap curiga terkena malaria terutama jika telah melakukan perjalanan ke daerahdaerah yang banyak nyamuknya. Dan tanda khas penyakit malaria lainnya yaitu:  Siklus demam, menggigil dan berkeringat yang berulang-ulang  Batuk kering  Otot dan atau punggung sakit  Limpa yang membesar Orang yang terinfeksi parasit plasmodium falciparum bisa mengalami perdarahan, syok, kejang, ganggungan sistem syaraf pusat, koma dan kematian. Pencegahan malaria adalah langkah yang paling baik karena meskipun para penderita malaria sudah diberi pengobatan tetapi tingkat kematiannya masih tinggi. 2.2.2 Diagnosa Banding dengan Tifus Walaupun kedua penyakit ini sering dicampuradukan satu sama lain, tetapi ternyata sangat berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan lebih jelas dalam tabel berikut:


Demam Berdarah Penyebab

Virus Dengue

Cara penularan

Gigitan nyamuk

Demam

Tatalaksana Utama

Pencegahan

Biasa demam tinggi mendadak Penggantian cairan lewat infus 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)

Demam Tifoid Bakteri Salmonella typhii Fekal-oral Demam lama (lebih dari 5 hari), demam lebih terasa pada malam hari Pemberian Antibiotik Sanitasi dan makanan serta minuman yang bersih

Vaksin

Belum ada

Sudah ada

Penyebab kematian

Syok/renjatan (Dengue

Kebocoran/perforasi

utama

Shock Syndrome)

usus

Hal yang seringkali mengecoh adalah kemiripan gejala klinis antara demam berdarah dengan demam tifoid, tetapi sebenarnya dengan memperhatikan perjalanan penyakit antara keduanya secara lebih seksama dapat dilihat perbedaan antara keduanya. Secara sederhana dapat dikatakan sebagai berikut: (1) Bila seseorang mengalami demam tinggi mendadak disertai sakit kepala, linu dan mual maka mungkin saja individu tersebut terkena demam berdarah, (2) Bila seseorang mengeluhkan demam beberapa hari, demam lebih dirasa di malam hari, lalu ada gangguan pencernaan seperti diare atau sembelit maka kemungkinan individu tersebut terkena demam tifoid. Walaupun demikian, untuk lebih memastikan diagnosisnya seseorang perlu berkonsultasi dengan dokter dan bila dirasa perlu maka dokter dapat meminta beberapa pemeriksaaan tambahan di laboratorium. Demam berdarah ataupun demam tifoid keduanya memang perlu mendapat perhatian lebih dari kita semua, karena keduanya tergolong penyakit tropis yang cukup sering mengenai negara dengan iklim tropis seperti Indonesia. Bahkan keduanya dapat


menimbulkan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) di suatu daerah yang tentunya akan lebih sulit ditangani dan menambah beban. Tindakan pencegahan, baik untuk demam berdarah ataupun demam tifoid, perlu disosialisasikan ke masyarakat agar masyarakat dapat lebih waspada serta memiliki ‘concern’ terhadap kedua penyakit ini dan tahu cara pencegahan yang optimal. 1. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah,panas, pucat,mual, perut tidak enak, anoreksia. Konjungtiva anemia, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah. Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. Pada system kardiovaskuler biasanya pada pasien dengan typhoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. System integument kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak. Pada pasien typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi,produk kemih pasein bisa mengalami penurunan. 2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah tepi b.Identifikasi kuman melalui isolasi/biakan c. Identifikasi kuman melalui uji serologis - Uji widal - Tes tubex - Metode enzyme immunoassay (EIA) - Metode enzyme linked immunoserbent assay (ELISA) - Pemeriksaan dipstick d. Identifikasi kuman secara molekuler.

3. Gejala klinik


Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hati. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, brakikardia relative (brakikardia relative adalah peningkatan suhu 1drjtC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x per menit), lidah yang berselaput ( kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. 4. Patogenesis

S.typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai dan mencapai jaringan limfoid limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propria, masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. S.typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.typhi bersarang di plak peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain system retikuloendotelial. Endotoksin S.typhi berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.

5. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan paratifoid disebabkan oleh organism yang termasuk dalam spesies Salmonella enteritidis. Yaitu S.enteritidis


bioserotipe A, S.enteritidis bioserotipe B, S.enteritidis bioserotipe C. kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S.paratyphy A, S.schottmuelleri dan S.hirchfeldii.

6. Working Diagnosis (WD) Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah bagi mengesan kehadiran bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.

7. Penatalaksanaan Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: a. Istirahat dan perawatan


Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempoercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

b. Diet dan terapi penunjang Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam masa penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dari gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama. Dimasa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasie. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistarahatkan. Berbagai peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementar a sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

c. Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan,ialah : - Kloramfenikol Merupakan obat pilihan utama untuk demam typhoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 x 500 mg sehari diberikan dalam bentuk oral atau intervena, sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunaan kloramfenikol, demam typhoid turun rata-rata setelah 5 hari. - Tiamfenikol Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari dalam bentuk oral atau intervena sampai 7 hari bebas demam. Komplikasi hematologis pada penggunaan timfenikol


lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada typhoid turun setelah rata-rata 5-6 hari. - Kotrimoksazol Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2x2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol) dengan kotrimoksazol demam pada tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari. - Ampisilin dan amoksisilin Efektivitas ampisilin dan ampksisilin lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam typhoid dengan leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Demam pada typhoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.

8. Komplikasi Sebagai suatu penyakit sistemik maka hamper semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang tejadi pada demam tifoid yaitu:

a. Kompilasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pancreatitis. b. Komplikasi ekstraintestinal - Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis. - Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis - Komplikasi paru : pneunomonia, empiema, pleuritis - Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis - Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, periostitis, sponditilis, arthritis - Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.

9. Prognosis

Prognosis demam typhoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepat pengobatannya. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang deawsa 7,4%, rata-rata 5,7%.


10. Epidemiologi Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19,596 menjadi 26,606 kasus. Insiden demam tifoid berfariasi ditiap daerah dan biasanya terkaid dengan sanitasi lingkungan. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

2.3 Asuhan Keperawatan Dengan Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) 2.3.1 Pengkajian Khusus Penyakit Dengue Hemoragi Fever (DHF) A. Anamnesis 1) Identitas DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa. 2) Keluhan Utama Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat ksehatan menunjutkkan adanya sakit kepala, nyeri oto, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual dan nafsu makan menurun. 4) Rwayat Penyakit Terdahulu Tidak ada penyakit yang diderita secara spesifik. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat adanyna penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.


6) Riwayat Kesehatan Lingkungan Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya serta bak mandi jarang dibersihkan. 7) Riwayat Tumbuh Kembang B. Pemeriksaan fisik a. Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas, uji tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi. b. Derajat 2 Demam disertai gejala klinis lain, uji tourniquet positif, trombositopenia, dan disertai peradarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. c. Derajat 3 Kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah. d. Derajat 4 Renjatan berat dengan denyut nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

1) Keadaan umum Kesadaran: composmentis, somnolen, koma (tergantung derajat DHF) Tanda-tanda vital biasanya akan terjadi penurunan 2) Kepala 

Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis

Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor

Leher : Tidak ada masalah

3)

Thorak 

Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena efusi pleura

Jantung : Dapat terjadi hipotensi karena kekurangan cairan


4) Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar dan limpa 5) Ekstremitas : Nyeri sendi 6) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia

C. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Saat ini pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui infeksi virus Dengue dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu isolasi dan identifikasi virus, deteksi antigen, dan tes serologi :

1. Isolasi dan identifikasi virus mempunyai nilai ilmiah tertinggi karena penyebab infeksi dapat dipastikan. Akan tetapi virus Dengue relatif labil terhadap suhu dan faktor-faktor fisiko kimia tertentu, dan masa viraemia sangat singkat sehingga keberhasilan cara ini sangat tergantung kepada kecepatan pengambilan bahan, juga pengolahan dan pengirimnya. Isolasi dapat dilakukan pada nyamuk, biarkan sel atau bayi mencit. Waktu yang diperlukan cukup lama 7-14 hari, sehingga tidak dapat digunakan untuk panduan terapi. Di samping itu biayanya relatif mahal dan hanya dilakukan oleh laboratorium saja. Ada beberapa cara isolasi dikembangkan yaitu : ďƒź Inokulasi interaserebral pada bayi tikus putih albino umur 1-3 hari ďƒź Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A.Albopictus ďƒź Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik atau intrasebral pada larva.

2. Deteksi antigen adalah mencari bagian tertentu dari virus Dengue yang menimbulkan penyakit baik yang berupa peptide ataupun asam nukleat. Metode yang digunakan bisa immunofluorecence, mmunoperoxydase, atau polymerase chain reaction (PCR). Dua metode yang disebut pertama biasanya tidak cukup sensitive untuk mendeteksi jumlah antigen yang sangat sedikit di dalam sirkulasi.


Kedua tes ini lebih sering digunakan untuk mendetek antigen i jaringan pada penelitian post mortem. Metode PCR lebih sensitive karena dapat mendeteksi antigen yang sangat sedikit dalam darah dan dalam waktu yang relatif singkat. Viremia yang terjadi dalam waktu sinkat sebelum antibodi terbentuk sudah dapat diketahui. Metode reverse transcription PCR sangat sensitive dan spesifik sekali dan dapat mendeteksi Viremia oleh virus Dengue pada hari kedua demam. Akan tetapi karena hanya laboratorium tertentu saja yang dapat melakukan metode diagnosis molekuler ini dan juga biasanya amat mahal, sulit untuk dijadikan paduan terapi bagi semua kasus yang mneyankut masyarakat luas.

3. Tes serulogi merupakan jeniis pemeriksaan yang paling sering dilakukan. Uji serologis yang klasik adalah uji hemaglutinasi inhibisi, uji peningkatan komplemen dan uji netralisasi. Uji yang lebih modern adalah enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), immunoblot dan immunochromatograhy :

1) Uji hemaglutinasi inhibisi Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standar pada pemeriksaan serologis. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini : 

Uji HI ini sensitive tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi



Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (>48 th), maka uji ini baik dipergunakkan pada studi sero-epidemiologi.



Untuk diagnose pasien, kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (1280) baik pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai presumptive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection)

2) Uji IgM Elisa (Mac Elisa) dan IgG Elisa


Mac Elisa pada tahun terakhir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai. Mac Elisa adalah singkatan dari IgM captured Elisa. Sesuai namanya, tes tersebut akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji Mac Elisa adalah : 

Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul Igm yang kemudian diikuti dengan timbulnya IgG.

Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara tepat ditentukan diagnose yang tepat.

Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negative, dalam hal seperti ini perlu diulang

Apbila hari sakit ke-6 IgM dapat bertahan di dalam darah sampai negative

Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 23 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelas hasil uji IgM dapat pula dilakukan uji terhadap IggG. Mengingat alas an tersebut diatasi maka uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnosis untuk pengelolaan kasus.

Uji Mac Elisa mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.

Saat ini telah beredar uji IgM Elisa yang sebanding dengan uji HI, hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kit uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa,IgG Elisa, telah beredar dipasaran.

b. Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan terhadap sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Pentingnya pemeriksaan darah lenkap tidak dapat diremehkan karena digunakan sebagai prosedur untuk skrining, dan sangat membantu untuk menunjang diagnosis dari berbagai penyakit. Pemeriksaan darah lengkap dapat digunakan untuk melihat kemampuan tubuh pasien dalam melawan penyakit dan dapat digunakan sebagai indicator untuk mengetahui kemajuan pasien dalam keadaan penyakit tertentu seperti infeksi, pemeriksaan darah lengkap tersebut diantaranya


adalah pemeriksaan jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit. Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan untuk menampis pasien tersangka demam berdarah Dengue adalah melalui pemeriksaan jumlah trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit, kadar hemoglobin dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan darah lengkap sebaiknya dilakukan untuk mengonfirmasi diagnose. Tes tambahan lainnya sebaiknya dilakukan jika ada indikasi. Tes tambahan tersebut seperti tes fungsi hepar, glukosa, serum elektrolit, urea dan kreatinin, bicarbonate atau lactae, kardiak enzim, dan EGC.

1) Pemeriksaan Jumlah Trombosit Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤ 100.000/mm³ atau kurang dari 1-2 trombosit / lapangan pandang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpd. Pada umumnya suhu turun. Jumlah trombosit ≤ 100.000/mm³ biasanya ditemukan antara hari ketiga sampai hari ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari ketiga sakit, tetapi bila perlu diulangi setiap suhu turun. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang dan destruksi serta pememdekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis, kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi

trombopoiesis

sebagai

mekanisme

kompensasi

terhadap

keadaan

trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui peningkatan fragmen C3g terdapatnya antibody anti NSI VD, konsumsi trombosit selama proses selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglubulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.


Jumlah trombosit dapat digunakan sebagai alat bantu untuk diagnosis dengue karena menunjukkan sensivitas yang tinggi mulai dari hari ke 4 demam sebesar 67,7%, bahkan pada hari ke 5-7 menunjukkan angka 100%. Spesifitas yang sangat tinggi pada penggunaan trombositopenia sebagai parameter disebabkan karena jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan penurunan hitung trombosit sampai di bawah 150.000/mmÂł. Bahkan jika digunakan criteria trombosit dibawah 100.000/mmÂł, spesifitas hamper mencapai 100% sejak hari pertama, namun mengurangi sensitivitas antara 10-20%. Dengan demikian pemeriksaan trombosit harian akan sangat membantu diagnosis dengue karena meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya. Nilai rujukan jumlah trombosit normal dalam darah menurut Dacie adalah 150.000400.000/mmÂł.

2) Pemeriksaan Jumlah Leukosit Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Selanjutnya pada fase akhir demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sam menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di daerah tepi dapat dijumpai pada hari ketiga samapi hari ketujuh. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu (mononuclear) dengan stuktur kromatin halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua. Oleh karenanya disebut limfosit plasma biru (LPB) Limfosit plasma biru ini sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga terjadinya panas, dan merupakan penunjang diagnose DBD. Telah dibuktikan pula dari penelitian di Thailand bahwa pasien infeksi dengan berat memiliki jumlah persentasi limfosit atipikal lebih tinggi dibandingkan pasien infeksi dengue ringan. Terjadinya leukopeni pada infeksi dengue disebabkan karena adanya penekanan sumsum tulang akibat dari prose infeksi virus secara langsung ataupuun karena mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-sitokin proinflamasi yang menenkan sumsum tulang. Sebuah telaah pustaka mengenai proses ini terjadi dalam 6 fase yaitu fase pertama saat terjadi supresi sumsum tulang di hari 3-4 infeksi. Fase kedua yaitu saaat timbulnya respon inflamasi dari sumsum tulang pejamu, selanjutnya fase ketiga saat hari keempat atau kelima bebas panas terjadi fase nadir dari neutrofil.


Fase keempat terjadi hamper secara simultan aktivasi sistem imun yang akan menetralisir viremia dan mempercepat eliminasi sel yang terinfeksi. Fase kelima masa pemulihan dan terakhir terjadi resolusi sitopenia. Dalam hal membantu menegakkan diagnosis infeksi dengue sensivitas leucopenia pada specimen awal sakit hamper sama dengan trombositopenia, namun mulai hari ke 5-7 lebih rendah. Spesifitas leucopenia tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan trombositopeni. Untuk membantu menegakkan diagnosis dengue, penggunaan parameter gabungan leucopenia dan trombositopeni akan meningkatkan sensitifitas sejak hari pertama tanpa mengurangi spesifitas yang bermakna. Penggunaan parameter gabungan trombositopeni dan leukpeni menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi daripada sensitivitas masing-masing. Sensitivitas ini terus meningkat dan mencapai 100%. Jumlah leukosit normal untuk dewasa menurut Dacie adalah 4000-11.000/mmÂł. Beberapa jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan leukosit berupa menurunnya jumlah neutrofil (neutropeni) diantaranya adalah fenilbutazon (anti radang), kloramfenikol (antibiotic), fenitoin (antikonvulsan), karbimazol (antitiroid). Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan leukosit berupa menurunnya jumlah neutrofil (neutropeni) diantanya adalah infeksi bakteri seperti tifus abdominalis, tuberculosis milier, reaksi hipersensitifitas dan anafilaksis, systemic lupus erythematosis (SLE), kegagalan sumsum tulang, dan splenomegali.

3) Pemeriksaan Nilai Hematokrit Nilai hematokrit adalah besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya didalam 100 mm³ darah dan dinyatakan dalam %. Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemakonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indicator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemakonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≼ 20 % mencerminkan peningkatan permebialitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggatian cairan atau adanya perdarahan. Nilai rujukan nilai hematokrit normal menurut Dacie untuk pria


dewasa adalah 40-54% dan untuk wanita dewasa adalah 37-54%. Beberapa penyakit lain yang dapat mempengaruhi peningkatan nilai hematokrit diantanya adalah dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, transcient ischemic attack (TIA), eklampsia, trauma, pembedahan, luka bakar.

4) Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Pemeriksaan kadar hemoglobin termasuk ke dalam pemeriksaan darah lengkap. Nilai rujukan Hb menurut Dacie untuk pria dewasa 12,5-18 gr% dan untuk wanita dewasa adalah 11,5-16,5 gr %. Peningkatan nilai hematokrit yang disertai dengan peningkatan kadar hemoglobin dapat memperlihatkan adanya kebocoran plasma dan banyaknya sel darah merah di dalam pembuluh darah, hal ini dapat mengindikasikan adanya infeksi dengue dengan tanda bahaya yang meningkatkan resiko terjadinya SSD. Beberapa keadaan patologis yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin diantanya adalah thalassemia, anemia, perdarahan akut dan kronis, infeksi kronik, dan leukemia sedangkan keadaan yang menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin diantaranya adalah polistemia dan dehidrasi.

c. Radiologi Pada foto thoraks terutama pada SSD dapat ditemukan efusi pleura, terutama disebelah hemitoraks kanan. Pemeriksaan foto thoraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG).

d. Deteksi Virus atau RNA Virus RTPCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction) Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekuler diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji disebut RTPCR. Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat dapat didapat dan diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik (misalnya dalam


penyimpanan dan penanganan) bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.

2.3.2 Analisa data No

Data

Diagnosa

1

DS : pasien mengeluh

Hipertermia

1. Demam tinggi sejak 5 hari SMRS.

penyakit atau infeksi virus dengue

b/d

proses

patologis

2. Demam muncul mendadak , terus menerus dan tidak menggigil.

Definisi : suhu inti tubuh diatas kisaran

3. Keringat dingin

normal

diurnal

4. Badan lemah

termoregulasi

karena

kegagalan

DO : 1. Pasien tampak sakit 2. Keadaan umum spoor 3. TD 80/60 mmHg, nadi 100 x/mnt, Nafas 25x/menit, suhu 38,4 2

DS : pasien mengeluh

Nyeri akut b/d agens cedera biologis

1. Nyeri otot dan sendi 2. Terasa pegal

Definisi :

3. Nyeri dibagian belakang mata

Pengalaman sensori dan emosional

4. Nyeri ulu hati, nyeri tidak berkurang tidak setelah makan

menyenangkan

yang

muncul

akibat kerusakan jaringan actual atau

5. Sakit kepala

potensial yang digambarkan sebagai

DO :

kerusakan awitan yang tiba-tiba atau

1. Pasien tampak sakit

lambat dari intensitas ringan hingga

2. Nyeri tekan epigastrium

berat

3. Nyeri tekan

dipredikisi atau diantisipasi

4. TD 80/60 mmHg, nadi 100

dengan

akhir

yang

dapat

x/mnt,

Nafas 25x/menit, suhu 38,4 3

DS : pasien mengeluh

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

1. Mual dan muntah

kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang


2. Nafsu makan berkurang

tidak adekuat akibat mual dan nafsu

3. Stomatitis

makan yang menurun

4. Sejak masuk RS mual muntah 2x lebih banyak air dari pada sisa makanan

Definisi :

5. Diare sebanyak 2 kali

Asupan nutrisi tidak cukup untuk

6. Pasien merasa lemas

memenuhi kebutuhan metabolic

7. Nyeri tekan pada abdomen DO : 1.

TB 160 CM, BB 50 kg, IMT 19,53 (normaweight)

2.

TD 80/60 mmHg, nadi 100 x/mnt, Nafas 25x/menit, suhu 38,4

4

DS : pasien mengeluh

Kuranganya

volume

1. Keringat dingin +

pindahnya

cairan

2. Badan terasa lemas

ekstravaskular

cairan

intravascular

b/d ke

3. Mual muntah 2x lebih banyak air daripada sisa makanan

Definisi :

4. Diare sebanyak 2x

Penurunan

DO :

cairan

intravascular

,

intertisial, dan intraseluler. Ini mengacu

1. Lidah dan bibir kering ,pecah 2. TD 80/60 mmHg, nadi 100

pada dehidrasi, kehilangan cairan saja x/mnt, tanpa perubahan kadar natrium.

Nafas 25x/menit, suhu 38,4 5

DS : pasien mengeluh 1.

Badan terasa lemas

Risiko perdarahan dng factor resiko trombositopenia

2. Perdarahan pada gusi 3. Bintik bintik kemerahan pada tubuh

Definisi :

DO :

Rentan mengalami penurunan volume

1. Rumple leed positif

darah yang dapat menganggu kesehatan

2. Hasil lab trombosit semakin menurun dr 44.000 menjadi 5000 selama 3 hari 3. TD 80/60 mmHg, nadi 100 x/mnt, Nafas


25x/menit, suhu 38,4 6

DS : pasien mengeluh

Resiko syok hipovolemik

1. Keringat dingin + 2. Badan terasa lemas

Definisi :

3. Mual muntah 2x lebih banyak air Beresiko daripada sisa makanan

terhadap

ketidakcukupan

aliran darah kejaringan tubuh yang

4. Diare sebanyak 2x

dapat mengakibatkan disfungsi seluler

5. Demam tinggi

yang mengancam jiwa.

6. Perdarahan pada gusi 7. Bintik kemerahan DO : 1. Rumple leed positif 2. TD 80/60 mmHg, nadi 100

x/mnt,

Nafas 25x/menit, suhu 38,4

2.3.3 Diagnosa Keperawatan, Kriteria Hasil dan Itervensi DIAGNOSA Hipertermi

NOC Setelah dilakukan asuhan

NIC 1. perawatan Demam

keperawatan selama 1x24 jam

- Pantau suhu dan TTV lainnya

diharapkan termoregulasi pasien

- Monitor warna kulit dan Suhu

menjadi normal (sekala 4) dengan

- Monitor asupan dan keluaran,

kriteria hasil : 1. Penurunan suhu tubuh kulit 2. Tidak terjadi mengigil 3. Keringat dinging berkurang 4. Badan kembali segar 5. Tanda-tanda vital dalam rentan normal 6. Nyeri otot berkurang skala

sadari perubahan kehilangan cairan yang tak disarankan - fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas - lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering 2. Perawatan Hipovolemi - Timbang BB setelah BAB/BAK, Dan monitor kecendrungan - monitor tandan-tanda adanya


3

dehidrasi - monitor adanya sumber-sumber kehilangan cairan - monitor adanya bukti laboratorium terkait dengan kehilangan darah - monitor rongga mulut dari kekeringan atau membran mukosa yang pecah 3. pengaturan suhu - monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipertermi - tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat - sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien

Nyeri akut

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam

1. Menejemen nyeri - lakukan pekajian nyeri

diharapkan pasien akan

komprehensif yang meliputi

memperlihatkan tingkat nyeri

lokasi, karakteristik,

yang berkurang skala 4 dengan

onset/durasi, frekuensi, kualitas,

kriteria hasil :

intensitas/ beratmya nyeri dan

1. Factor penyebab dn factor

penyebab

yang berkontribusi

- ajarkan prinsip manajemen nyeri

berkurang (skala 4)

- dorong pasien untuk memonitor

2. Tanda dan gejala nyeri berkurang (skala 4) 3. Ekspresi nyeri pada wajah berkurang (skala 4) 4. Nyeri pada uluh hati, otot,

nyeri dan cara menangani nyeri - dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk menurunksn nyeri 2. manajemen lingkungan:


sendi, dan kepala

kenyamanan

berkurang (skala 4)

- hindari gangguan yang tidak

5. Dapat melaporkan kesejah teraan fiik dan psikologis

perlu dan berikan untuk waktu istirahat - sediakan lingkuan yang aman dan bersih

Ketidakseimban

Setealah dilakukan asuhan

gan nutrisi

keperawatan selama 3x24 jam

kurang dari

diharapkan pasien akan mau

kebutuhan

memenuhi kebutuhan nutrisinya

tubuh

dengan kriteria hasil : 1. Mual muntah berkurang (skala 5) 2. Nafsu makan meningkat (skala 5) 3. Asupan makanan dan

1. manajemen Gangguan Makan - monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat - bangun harapan terkait dengan perilaku makan yang baik. intake/asupan makan/cairan dan jumlah aktivitas fisik - observasi klien selama dan setalah memberikan makan untuk meyakinkan bahwa

cairan meningkat (skala

intake/asupan makanan yang

5)

cukup tercapai dan

4. Diare tidak ada (skala 5) 5. Lemas berkurang (skala 5) 6. Nyeri berkurang (skala 4)

dipertahankan - monitor perilaku yang berhubungan dengan pola makan 2. manajemen nutrisi - bantu pasien dalam menentukan pedoman atau piramida makanan yang paling cocok dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan preferensi. - tentukan julah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhin persyaratan gizi


- lakukan pasien dalam perawatan mulut sebelum makan - berikan obat pereda nyeri sebelum makan - pastikan penyajian makanan dengan cara yang menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk dikonsumsi - anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan 3. manajemen mual - dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual - kendalikan faktor-faktor yang mungkin mebangkitkan mual - kurangai dan hilangkan faktorfaktor yang mungkin mebangkitkan mual - tingkankan istirahat dan tidur untuk mengatasi mual - berikan informasi mengenai informasi mual, penyebab, dan berapa lama mual berlangsung Kurangnya

Setelah dilakukan askep selama

volume cairan

1x24 jam diharapkan cairan dalam tubuh pasien dapat kembali normal dengan kriteria hasil : 1. Keseimbangan cairan asam basa (skala 5) 2. Keseimbangan cairan

1. manajemen cairan/elektrolit - monitor ketidak seimbangan elektrolit - pertahankan pencatatan asupan dan keluaran yang adekuat - berikan cairan yang sesuai - tingkatkan intake / asupan cairan


dalam tubuh (skala 4) 3. Hidrasi kembali normal (skala 4) 4. Lidah dan bibir tidak pecah (skala 5) 5. Frekuensi nadi, napas dan tekanan darah kembali normal

cairan peroral - pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan - monitor TTV - monitor kehilangan cairan - pemasangan infus - monitor manifestasi dari ketidak seimbangan elektrolit - jaga infus intavena yang tepat - pastikan bahwa larutan intravena yang mengandung elektrolit diberikan dengan aliran yang konstan dan sesuai

Resiko

Setelah dilakukan asuhan

perdarahan

keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien akan terhindar dari resiko perdarahan dengan kriteria hasil: 1. Keparahan kehilangan darah tidak ada (skala 5) 2. Keparahan cedera fisik (skala 5) 3. Dapat mengkontrol resiko

1. Pencegahan perdarahan - monitor ketat resiko terjadinya perdarahan pada pasien - catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan sesuadah pasien kehilangan sesuai indikasi - monitor tanda dan gejala perdarahan menetap - lindungi pasien dari trauma yang

perdarahan ( skala 5)

dapat menyebabkan perdarahan

4. Trombosit meningkat

- gunakan sikat gigi yang berbulu

(skala 4) 5. Bintik-bintik merah berkurang (skala 4) 6. Badan tidak terasa lemas 7. Tekanan darah meningkat 8.

lembut untuk perawatan mulut - instruksikn pasien untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin K - Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tandan-tandan


perdarahan dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan atau bisa memanggil perawat 2. pengurangi perdarahan - identivikasi penyebab perdarahan - monitor jumlah dan sifat kehilangan darah - perhatikan kadar hemoglobin/hematokrit sebelum dan sesudah kehilangan darah - monitor satus cairan, temasuk asupan(intake) dan haluaran (output) monitor fungsi neorologis - periksa perdarahan dari selaput lendir, memar setelah trauma minimal, mengalir dari tempat tusukan dan adanya peteki - monitor tanda dan gejala perdarahan pesisten - beri produk darah (trombosit dan plasma beku segar) Resiko syok

Setelah dilakukan asuhan

hipovolemik

keperawatan diharapkan pasien tidak akan terjadi syok hipovolemik dengan kriteri hasil : 1. Factor resiko berkuang (skala 5) 2. Keparahan hipotensi

1. Pencegahan syok - monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok - monitor kemungkinan penyebab kehilangan cairan - monitor status sirkulasi (TTV, turgor kulit, warna kulit,


berkurang (skala 4) 3. Keparahan infeki berkurang (skala 4) 4. Keparahan cedera fisik (skala 4) 5. Control resiko : proses infeksi berkurang (skala 5)

temperatur kulit, kekuatan dan kualitas nadi perifer, dan pengisian kapiler) - monitor laboratorium komponen darah ( Hbg, dan Hct, AGD, profil pembekuan, elektrolit, kultur dan kimia darah) - catat warna, jumlah dan frekuensi BAB, muntah dandrainase masogastrik - monitor adanya tanda dan gelajan asites dan nyeri abdomen atau punggung - anjurkan pasien dan keluarga mengenai tandan dan gejala syok 2. manajemen hipovolemik - monitor tanda-tanda adanya dehidrasi - monitor adanya hipotensi ortotastik dan pusing - monitor asupan dan pengeluaran - monitor adanya bukti laboratorium terkait kehilangan darah ( hemoglobin, hematokrit, tes fekal adanya gumpalan darah) - dukung asupan oral - monitor integritas kulit pasien yang tidak dapat bergerak dan kering


- monitor rongga mulut dari kekeringan atau membran mukosa yang pecah


BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan DHF(Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. DHF juga lebih sering di sebut dengan nama penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) penyakit ini merupakan penyakit endemik/penyakit tropik yang berkembang di daerah dengan keadaan tropis. Penyakit ini sering dikaitkan dengan beberapa penyakit lainnya. Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. Demam dibandingkan dengan infeksi bakteri maupun virus seperti bronkopneumonia, kolesistitis, pielonefritis, demam tifoid, malaria, dan sebagainya. Ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD. Adanya perbesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis. Pada meningitis meningokok dan sepsis terdapat perdarahan dikulit.

Penyakit-penyakit

darah

seperti

idiophatic

trombocytopenicpurpurae,

leukemia pada stadium lanjut, dan anemia aplastik. Rejatan endotoksis dan yang terakhir demam chikungunya. Dari kasus yang telah diberikan kami mengangkat beberapa diagnosa antara lain : 1. Hipertermia b/d proses patologis penyakit atau infeksi virus dengue 2. Nyeri akut b/d agens cedera biologis 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun 4. Kuranganya volume cairan b/d pindahnya cairan intravascular ke ekstravaskular 5. Risiko perdarahan dng factor resiko trombositopenia 6. Resiko syok hipovolemik Ketika terkena penyakit DHF dapat dilakukan metode pengobatan secara kolaboratif maupun mandiri supaya kondisi lebih cepat membaik dan terhindar dari resiko terburuk yang dapat terjadi ketika keadaan semakin menurun.


DAFTAR PUSTAKA A Rena, Ni Made, Susila Utama, Tuti Parwati M. Kelainan hematologi pada demam berdarah dengue. FK Unud RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, volume 10 Nomor 3.2009 Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Demam Berdarah Dengue in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Jakarta. h.1711. Bulecheck, M.Gloria & Butcher, K.Howard.2016. Nursing Intervention Classification. St. Louis Missouri Elsevier Mosley : Singapore. Darmowandowo,

W.

2001.

Demam

Berdarah

dengue.

(Tersedia

di

http://www.pediatrik.com/kanal_ilmiah_populer/demam_berdarah.html. Di unduh pada 28 Desember 2016. Pukul 21.10 WIB) Doenges, Marilyn E, dkk. 2014. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Frans, Evisina Hanafiati. 2010. PATOGENESIS INFEKSI VIRUS DENGUE. (Tersedia di http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desembe r%202010/PATOGENESIS%20INFEKSI%20VIRUS%20DENGUE.pdf.) Diunduh Pukul 20.35 pada 28 Desember 2016. Garna, H. 2012. Buku Ajar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: Sagung Seto. Heather, T.Herdman & Kamitsuru, Shigemi. 2015. NANDA International Nursing Diagnosis: Definition and Clasification 2015-2017. Wiley Blackwell : Oxford Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia: Saunders Elsevier Hidayat, Aziz Alimul A. 2006.Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : Salemba Medika. Johnson, Marion & Moorhead, Sue. 2012. NOC and NIC Linkages To NANDA-I and Clinical Conditions : Suporting Critical and Reasoning Quality Care. Elsevier Mosley : Singapore.


Jurnal Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Dengan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) (2015). Vol 2 No.2 Juni 2015 Jurnal Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue (2015) . Vol 14 No. 2 Oktober 2015. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Morhead, Sue & Johnson, Marion. 2016. Nursing Outcome Classifications: Measurment Of Health Outcomes. St. Louis Missouri Elsevier Mosley : Singapore Mubin. 2009. Panduan Praktis Ilmu Penakit DalamDiagnosis dan terapi, Edisi 2. EGC: Jakarta Mubin, A.H., 2005. Ilmu Penyakit dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC. Rahmawati, I. Partisipasi Remaja Sma Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Di

Kecamatan

Sukoharjo.

Surakarta.

2008.

(Diunduh

dari

http://etd.eprints.ums.ac.id/2721/1/J410040019.pdf pada 5 Januari 2017) Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., dan Pohan, H.T., 2009. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., eds.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI Suroso. T. Hadinegoro SR, Wuryadi S, Sumanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD, et.al. Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah Dengue. WHO dan Depkes. RI, Jakarta 2000. P.3 – 58 Soedarto. 2009. Malaria. Jakarta: Sagung Seto. WHO.Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Panduan Lengkap. Jakarta: 2005.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.