LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI PADA ANAK
PSIK 2014 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMUKESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kuasa-Nya kami mampu menyelesaikan dengan baik laporan DK 1 mengenai Hospitalisasi pada Anak. Makalah ini dibuat agar dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep Hospitalisasi terutama apabila diderita oleh Anak serta hal- hal yang terkait dengannya. Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca baik memperdalam atau menambah wawasan dan pengetahuan tentang “Hospitalisasi pada Anak�.Jika terdapat kata maupun penulisan yang salah, kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar makalah selanjutnya dapat kami kerjakan lebih baik lagi. Tangerang Selatan, Juni 2016
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4 1.1 Latar belakang..................................................................................................................4 1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................4 1.3 Tujuan penulisan..............................................................................................................5 1.4 Metode Penulisan.............................................................................................................5 BAB II ISI..................................................................................................................................6 2.1 Definisi Hospitalisasi.......................................................................................................6 2.2 Reaksi anak terhadap hospitalisasi...................................................................................7 2.3 Dampak Hospitalisasi.....................................................................................................14 2.4 Macam-Macam Hospitalisasi.........................................................................................15 2.5 Manfaat Hospitalisasi.....................................................................................................16 2.6 Pendekatan Keperawatan...............................................................................................17 2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hospitalisasi.........................................................18 2.8 Intervensi Perawat terhadap Hospitalisasi pada Anak...................................................19 2.9 Pertumbuhan dan Perkembangan pada Anak.................................................................21 2.10 Prinsip Keperawatan Anak...........................................................................................27 BAB III PENUTUP..................................................................................................................29 3.1 Kesimpulan....................................................................................................................29 3.2 Saran...............................................................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................30
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992). Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi biasanya berupa cemas, rasakehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, jika masalahtersebut tidak diatasi maka akan mempengaruhi perkembangan psikososial, terutama padaanak-anak. Masalah tersebut akan berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang akandiberikan, karena yang mengalami masalah psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidakdapat beradaptasi dengan lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan menyebabkanterganggunya interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di rumas sakit. Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan asuhan keperawatan.
1.2 Rumusan masalah 1. 2. 3. 4.
Bagaimana pengertian dan reaksi hospitalisasi pada anak? Apa saja dampak hospitalisasi pada anak? Apa saja macam-macam hospitalisasi serta manfaatnya? Bagaimana cara pendekatan perawat terhadap hospitalisasi pada anak apa saja faktor dari hospitalisasi pada anak? 4
5. Bagaimana cara mencegah, mengurangi dan mengatasi hospitalisasi pada anak? 6. Bagaimana reaksi sibling rivalry dan dampaknya? 7. Bagaimana tahapan tumbuh kembang pada anak? 8. Apa saja prinsip keperawatan anak?
1.3 Tujuan penulisan 1. 2. 3. 4.
Memahami pengertian dan reaksi hospitalisasi pada anak Memahami dampak hospitalisasi pada anak Memahami macam-macam hospitalisasi serta manfaatnya Memahami pendekatan perawat terhadap hospitalisasi pada anak faktor dari
5. 6. 7. 8.
hospitalisasi pada anak Memahami cara mencegah, mengurangi dan mengatasi hospitalisasi pada anak Memahami reaksi sibling rivalry dan dampaknya Memahami tahapan tumbuh kembang pada anak Memahami prinsip keperawatan anak
1.4 Metode Penulisan Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan materi-materi dan informasi melalui buku-buku, jurnal, artikel ilmiah , dan sebagainya.
5
BAB II ISI 2.1 Definisi Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme
koping yang
terbatas dalam menghadapi stresor. Stresor utama dalam hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali dan nyeri (Wong,
Hockenberry & Marylin,
2007). Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah
sakit tetap
merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan dan cemas bagi anak (Supartini, 2004). Usia, perkembangan kognitif, persiapan anak dan orang tua, keterampilan koping dan pengaruh budaya mempengaruhi reaksi anak terhadap penyakit. Reaksi anak terhadap penyakit adalah ketakutan yang tidak diketahui, cemas karena pemisahan, takut sakit, kurang kontrol, marah dan regresi (James & Ashwill, 2007) Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan
psikis pada anak.
Perubahan psikis terjadi akibat adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan oleh stres
akibat perubahan baik terhadap status
kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak
mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian yang sifatnya menekan.
6
2.2 Reaksi anak terhadap hospitalisasi Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap penyakit, sistem pendukung yang tersedia dan mekanisme koping yang dimilki (Salmela, dkk.,2010). Menurut Jovan (2007) reaksi hospitalisasi pada masa bayi adalah menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak dan ekspresi
wajah yang tidak
menyenangkan. Reaksi yang diperlihatkan anak pada usia todler pada tahap protes adalah menangis, menjerit dan menolak perhatian orang lain. Pada tahap putus asa, menangis anak mulai
berkurang, anak tidak aktif, menunjukkan
kurang minat untuk bermain,
sedih dan apatis. Anak usia prasekolah
menunjukkan reaksi terhadap hospitalisasi berupa menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas. Pada masa sekolah yaitu usia 6 sampai 12 tahun yang dirawat di rumah sakit memaksa anak meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga, teman sehingga menimbulkan kecemasan. Reaksi yang ditunjukkan adalah menolak perawatan atau tindakan dan tidak kooperatif terhadap petugas.
Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping
untuk
mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di
rumah sakit dapat berupa
perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara
yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi
ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998). 7
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah
sakit dapat
membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan
menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2005). Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes (phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial). Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain. Tahap putus asa menampilkan perilaku anak yang cenderung tampak tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis berkurang, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih, dan apatis. Tahap berikutnya dalah tahap menolak dimana anak samar-samar menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain 8
serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua. perpisahan, anak juga mengalami cemas
Selain kecemasan akibat
akibat kehilangan kendali atas dirinya.
Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi negatif terhadap ketergantungan yang dialaminya, terutama anak akan menjadi cepat marah dan agresif (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rentang respon dan tingkatan yang berbeda-beda. Menurut Suliswati (2005), ada empat tingkat kecemasan yang dialami individu, yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, serta panik.
Gambar Rentang Respon Kecemasan
Seseorang dapat dikatakan mengalami cemas ringan (mild anxiety) dalam kehidupan sehari-hari seseorang kelihatan waspada ketika
apabila terdapat
permasalahan. Pada kategori ini seseorang dapat menyelesaikan masalah secara efektif dan cenderung untuk belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Pada kecemasan sedang (moderat anxiety) yang biasa terlihat pada seseorang adalah menurunnya penerimaan terhadap rangsangan dari luar karena individu cenderung fokus terhadap apa yang menjadi pusat perhatiannya. Sementara itu pada kategori kecemasan berat (severe anxiety) lahan persepsi seseorang sangat menyempit sehingga perhatian seseorang hanya bisa pada hal-hal yang Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik Respon maladaptive Respon adaptif Rentang Respons Kecemasan kecil dan tidak bisa berfikir hal lainnya. Kategori terakhir dari tingkat kecemasan adalah panik (panic). Panik merupakan tahap kecemasan yang paling 9
berat. Pada kategori ini, biasanya seseorang tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Biasanya berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan
terhadap
perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik (Suliswati, 2005). Pada seseorang tanda dan gejala kecemasan dapat ditemukan dalam batasan karakteristik kecemasan yang berbeda (Tucker, 1998). Pada
kecemasan ringan
biasanya ditandai dengan perasaan agak tidak nyaman, gelisah, imnsomnia ringan akibat perubahan pola perilaku, perubahan nafsu makan ringan. Sementara pada kecemasan sedang merupakan perkembangan dari kecemasan ringan. Seseorang akan terlihat lebih berfokus pada lingkungan, konsentrasi hanya pada tugas individu, dan jumlah waktu yang digunakan dalam mengatasi masalah bertambah. Selain itu, terjadi takipneu, takikardi, serta terjadi peningkatan ketegangan otot
karena
tindakan fisik yang berlebihan (Tarwoto dan Wartonah, 2004). Tanda dan gejala pada kecemasan berat merupakan lanjutan dari kecemasan sedang. Biasanya seseorang akan mengalami perasaan terancam, terjadi perubahan pernafasa, perubahan gastrointestinal, serta perubahan kardiovaskuler. Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasan berat akan kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi (Stuart & Sundeen, 1998). Sementara itu, tanda dan gejala klinis dari kategori panik menurut Townsend (1998), merupakan gambaran dari kecemasan tingkat berat sekali dengan tanda hiperaktifitas atau imobilisasi berat. Kecemasan yang timbul baik akibat perubahan fisik maupun bpsiko-sosial pada anak yang dirawat di rumah sakit membuat anak merasa tidak nyaman dan tertekan. Kondisi tersebut akan menimbulkan stress pada
10
anak selama masa perawatan di rumah sakit dan sering dikenal dengan stress hospitalisasi.
Menurut supartini (2002) reaksi anak yang dirawat dirumah sakit sesuai tahapan perkembangan adalah : a. Masa bayi (0-1 tahun) Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan tejadi stranger anxiety atau cemas apabila, berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasa cemas karena perpisahan dan prilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan exspresi wajah yang tidak menyenangkan.
b. Masa toddler (2-3Tahun) Anak usia toddler biasanya bereaksi terhadap hospitalisasi terhadap sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon prilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap proses, putus asa dan pengingkaran. Pada tahap pengingkaran, prilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua, atau menolakperhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, prilaku yang ditunjukkan adalah, menangis berurang, anak tidak akatif, kurang menunjukkan minat, untuk bermain dan makan, sedih, apatis. Pada tahap pengingkaran prilaku yang ditunjukan adalah secara sama, mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal dan akan memulai menyukai ligkungan. Oleh karena adanya pembatasan pergerakannya anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan akan menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan 11
sebelumnya atau regresi. Prilaku yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan yang invasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan menangis, menggigit bibir dan memukul. Walaupun demikian anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengkomunikasikan rasa nyerinya.
c. Masa prasekola (3- 6Tahun) Perawatan anak dirumah sakit memaksakan untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman. Penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia pra sekolah ialah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara berlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan, perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehi langan kontrol dirinya. Perawatan anak dirumah sakit juga mengharuskan adanya pemabatasan aktifitas anak sehingga anak merasa kan kehilangan kekuatan diri. Perawatan anak dirumah sakit sering diekspresikan anak pra sekolah sebagai hukuman sehingga anak merasa malu dan takut, bersalah. Ketakutan anak terhaadap perlukaan, muncul karenaanak menganggap atau tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbukan reaksi agresifdengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan katakata marah, tidak mau bekerja sama terhadap perawat dan ketergantungannya terhadap orang tua.
d. Masa sekolah (6-12 Tahun) Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang dicintainya yaitu keluarga dan kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol dan juga terjadi dirawat di rumah sakit karena adanaya pembatasan aktifitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak terhadap perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya, karena
12
ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan karena adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap adanya perlakuan fisik atau nyeri yang ditunjukkan ekspresi verbal maupun non verbal, karena anak sudah mengkontaminasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perlakuan jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat.
Respon orang tua terhadap proses hospitalisasi Respon keluarga yaitu suatu reaksi yang diberikan keluarga terhadap keinginan untuk menanggapi kebutuhan yang ada pada dirinya (kotler 1988). Perawatan anak dirumah sakit tidak hanya menimbulkan stress pada orang tua. Orang tua juga merasa ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan keluarganya, dan hal ini juga terlihat bahwa perawatan anak selama dirawat di rumah sakit lebih banyak menimbulkan stress pada orang tua dan hal ini telah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Dan dari hal ini, timbu l reaksi dari strees orang tua terhadap perawatan anak yang dirawat di rumah sakit yang meliputi (Supartini, 2000) 1. Kecemasan, ini termasuk dalam kelompok emosi primer dan meliputi perasaan was-was, bimbang, kuatir, kaget, bingung dan merasa terancam. Untuk menghilangkan kecemasan harus memperkuat respon menghindar. Namun dengan begitu hiduporang itu akan sangat terbatas setelah beberapa pengalaman yang menyakitkan. 2. Marah, dalam kelompok amarah sebagai emosi primer termasuk gusar, tegang, kesal, jengkel, dendam, merasa terpaksa dan sebagainya. Ketidakmampuan mengatasi dan mengenal kemarahannya sering merupakan komponen dari penyesuaian diri dan hal ini merupakan sumber kecemasan tersendiri. Untuk orang seperti ini, pelatihan ketegasan dapat
membantu : dianjurkan untuk
mngungkapkan perasaan marah secara tegas dan jelas bila perasaan diungkapkan dengan baik, jelas, dan tegas. Bila kita berbagi perasaan maka hal ini dapat menguatkan relasi, isolasi dan mengangkat harga diri. Sebaliknya ada
13
orang yang terlalu banyak dan tidak dapat mengerem luapan amarahnya sehingga mereka menggangu orang lain. 3. Sedih, dalam kelompok sedih sebagai termasuk emosi primer termasuk susah, putus asa, iba, rasa bersalah tak berdaya terpojok dan sebagainya. Bila kesedihan terlalu lama maka timbulah tanda-tanda depresi dengan triasnya: rasa sedih, putus asa sehingga timbul pikiran lebih baik mati saja. Depresi bisa terjadi setelah mengalami kehilangan darisesuatu yang sangat disayangi, pengalaman tidak berdaya sering mengakibatkan depresi. 4. Stressor dan reaksi keluarga sehubungan denagn hospitalisasi anak, jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong dan Whaley, 1999). Reaksi orang tua dipengaruhi oleh tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi, prosedur pengobatan kekuatan ego individu, kemampuan koping, kebudayaan dan kepercayaan 2.3 Dampak Hospitalisasi Menurut Asmadi(2008), secara umum hospitalisasi menimbulkan dampak pada lima aspek, yaitu privasi, gaya hidup, otonomi, peran, dan ekonomi. 1. Privasi Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat pribadi. Bila dikatakan, privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat dirumah sait klien kehilangan sebagian privasinya. 2. Gaya hidup Klien yang dirawat dirumah sakit seringali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda aktifitas yang dijalani dirumah sakit. 3. Otonomi Idividu yang sakit dan dirawat dirumah sakit berada dalam posisi ketergantugan. Artinya ia akan “pasrah� terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas kesehatan dem mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan bahwa klien yang dirawat dirumah sakit akan mengalami perubahan otonomi. 14
4. Peran Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada individu, tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain: 1) Perubahan peran Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi perubahan peran dalam keluarga 2) Masalah keuangan Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi, keuangan yang sedianya ditujukan untuk memnuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien dirawat.
3) Kesepian Suasana rumah akan berubah jika salah seorang anggota keluarga dirawat. Keseharian keluarga yang biasaa dihiasi dengan keceriaan, kegembiraan, dan senda gurau anggotanya tiba-tiba diliputi kesedihan. 4) Perubahan kebiasaan sosial Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam ingkup sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta dalam kegiatan sosial. Akan tetap, saat salah satu seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial diasyarakat pun mengalami perubahan. 2.4 Macam-Macam Hospitalisasi Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh Supartini 2004, hal 189) Sebagai berikut : a. Hospitalisasi Informal Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis. Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal. b. Hospitalisasi Volunter 15
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter. c. Hospitalisasi Involunter Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak memerlukanpersetujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh sekurangkurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga. d. Hospitalisasi Gawat Darurat Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahanatau sertifikasi hanya oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat. Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah menjadi status volunter. 2.5 Manfaat Hospitalisasi Menurut Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak adalah sebagai berikut. 1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi kesempatan orang tua mempelajari tumbuh-kembang anak dan reaksi anak terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit. 2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu, pearawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur keperawatan yang dilakukan pada anak, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya. 3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi. Berikan selalu penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan anak dan orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya. 16
4. Fasilitasi anak untuk menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling kenal dan berbagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan sesama orang tua harus difasilitasi oleh perawat karena selama di rumah sakit orang tua dan anak mempunyai kelompok sosial yang baru. 2.6 Pendekatan Keperawatan Pendekatan
keperawatan
adalah
suatu
usaha
yang
dilakukan oleh perawat untuk dapat membantu mengatasi masalah klien. Khususnya membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kecemasan dan ketakutan pada anak akibat
hospitalisasi.
Diman
perawat
membutuhkan
suatu
pemahaman untuk dapat melakukan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien khususnya saat perawat berada di rumah sakit. Dalam melakukan pendekatan peran perawat sangat penting dalam proses meminimalkan hospitalisasi dan dampak.Adapun cara pendekatan yang dapat dilakukan oleh perawat meliputi: 1. Komunikasi terapeutik pada anak dan membri informasi yang baik pada anak. Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan anak usia sekolah ,perawat harus tetap memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yang berupa menggunakan kata sederhana yang lebih spesifik,jelaskan sesautu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang diketahui. Dalam melakukan pendekatan pada anak dapat berupa memberi informasi yang baik pada anak .informasi yang baik tersebut dengan cara menjelaskan prosedur atau tindakan yang akan diberikan pada anak usia sekolah dan fungsi alat yang digunakan serta efek yang terjadi saat dilakukan tidakan medis karena pada usia sekolah keingintahuan pada aspek funsionall dan procedural dari objek tertentu sangat tinggi. 2. Hubungan yang terapeutik 17
Perawat dalam melakukan pendekatan pada anak harus menjalin hubungan yang terapeutik karena anak bukan miniature rang dewasa. Anak mempunyai dunia sendiri. Sudah bisa berfikir sehingga perawat harus dapat menjalin rasa saling percaya dalam merawat anak yang sedang sakit .apabila terjadi hubungan yang terapeutik antara perawat dan anak akan memudahkan perawat dalam mendekati anak yang sakit. 3. Melibatkan orang tua anak Orang tua merupakan orang yang dekat dengan anak sehingga perawat dalam merawat anak harus dekat dengan orang tua anak. Perawat harus dapat berkmunikasi pada rang tua anak dlibatkan juga dalan tindakan keperawatan maupun rang tua suruh menemani anak dirumah sakit dan apabalia rang tua mau pergi atau bekerja seharusnya ada anggta keluarga yang menemani anak. 4. Memodifikasi ruangan anak dirumah sakit dan ruang bermain Perawat harus dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada dirumah sakit untuk mengatasi anak yang cemas dan takut. Ruang anak harus ada gambar-gambar,buku cerita,buku gambar dan dinding bergambar yang dapat membantu anak dalam mempdifikasi ruang anak selainada ruang terapi bermain. Ruang anak juga harus memenuhi criteria
seperti
nyaman,bebas
bergerak
untuk
anak,memeberikan suasana seperti dilingkungan rumah dan menciptakan lingkungan yang berpendidikan 2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hospitalisasi a. Perkembangan usia Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan
anak.
Pada
anak
usia
sekolah
reaksi
perpisahan adalah kecemasan karena berpisah dengan orang tua dan kelompok sosialnya. Pasien anak usia sekolah umumnya takut pada dokter dan suster. 18
b. Pola asuh keluarga Pola asuh kelurga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anaknya juga dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit. Berbeda dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk kativitas seharihari anak akan lebih kooperatif bila dirumah sakit. c. Keluarga Keluarga yang terlalu khawatir atau stress anaknya dirawat dirumah sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stress dan takut. d. Pengalaman dirawat dirumah sakit sebelumnya Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenagkan
dirawat
dirumah
sakit
sebelumnya
akan
menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat dirumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenagkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter. e. Support sistem yang tersedia Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya
akan
minta
dukungan
kepada
orang
terdekat
dengannya misalnya orang tua atau saudaranya .parilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk dituggu selama dirawat dirumah sakit,didampingi saat dilakukan treatment padanya,minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat merasa kesakitan. 2.8 Intervensi Perawat terhadap Hospitalisasi pada Anak Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi maka peran perawat adalah tetap memberikan dukungan dan dorongan kepada klien secara efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh perawat. Menurut Supartini (2004, hal. 196), cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak hospitalisasi adalah sebagai berikut : Fokus intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
19
1. Meminimalkan stressor 2. Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga klien 3. Mempersiapkan klien sebelum masuk rumah sakit a. Upaya meminimalkan stresor : Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan kontrol dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan rasa nyeri. b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan cara 1) Melibatkan keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara membolehkan mereka tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming in). 2) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk melihat pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka. 3) Modifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan rawat perawatan seperti di rumah dengan cara membuat dekorasi ruangan. 4) Surat menyurat, bertemu teman sekolah c. Mencegah perasaan kehilangan kontrol: 1) Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif. 2) Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan 3) Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain 4) Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan d. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri 1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang 2) 3) 4) 5)
menimbulkan rasa nyeri Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak Menghadirkan orang tua bila memungkinkan Tunjukkan sikap empati Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka,
e. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak 1) Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk 2) 3) 4) 5)
belajar. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak. Meningkatkan kemampuan kontrol diri. Memberi kesempatan untuk sosialisasi. Memberi support kepada anggota keluarga.
f. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit 20
1) Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak. 2) Mengorientasikan situasi rumah sakit. 3) Pada hari pertama lakukan tindakan : Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya Kenalkan pada pasien yang lain. Berikan identitas pada anak. Jelaskan aturan rumah sakit. laksanakan pengkajian . Lakukan pemeriksaan fisik. Selain itu, perawat juga berperan sebagai promotif yang memberikan pandangan pada keluarga agar selalu setia mendampingi dan memberi perhatian lebih kepada klien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.Hal ini menjadi salah satu pendukung karena kehadiran orang terdekat dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien menjalani perawatan. 2.9 Pertumbuhan dan Perkembangan pada Anak A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu. Walaupun demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa, misalnya mengkunsumsi makanan, perawatan, bimbingan, perasaana aman, pencegahan penyakit dan sebaginya. Oleh karena itu semua orang-orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya adalah faktor lingkungan. Bila lingkungan karena suatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut hendaknya diubah (dimodifikasi) sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan dengan sebaikbaiknya. B. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan
Teori Pertumbuhan 21
1. Tahap Pertumbuhan Fisik Anak Umur 1-3 Tahun Menurut Nugroho (2009) Peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap yang menunjukkan karakteristik percepatan atau perlambatan pertumbuhan pada anak umur 1-3 tahun adalah sebagai berikut: a. Tinggi Badan Rata-rata tinggi badan batita bertambah tinggi sekitar 7,5 cm pertahun. Rata-rata tinggi anak usia 2 tahun sekitar 86,6 cm. Tinggi badan pada usia 2 tahun adalah setengah dari tinggi dewasa yang diharapkan. b. Berat Badan Rata-rata pertambahan berat badan batita adalah 1,8 atau 2,7 kg pertahun. Rata-rata berat badan batita umur 2 tahun adalah 12,3 kg. Pada usia 2,5 tahun berat badan batita mencapai 4 kali berat badan lahir. c. Lingkar Kepala Pada usia 1-2 tahun ukuran lingkar kepala sama dengan lingkar dada. Total laju peningkatan lingkar kepala pada tahun kedua adalah 2,5 cm kemudian berkurang menjadi 1,25 cm pertahun sampai umur 5 tahun.
Teori Perkembangan 1. Sigmund Freud (Perkembangan Psychosexual) a. Fase oral (0 – 1 tahun) Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda – benda sekitarnya. b. Fase anal (2 – 3 tahun) Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab. c. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 – 4 tahun)
22
Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki – laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks. d. Fase latent (4 – 5 tahun sampai masa pubertas ) Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak – nak mencari teman sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa. e. Fase Genitalia Alat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa cinta dengan berbeda jenis kelamin. 2.Piaget (Perkembangan Kognitif) Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang dimiliki anak. a. Tahap sensori – motor (0 – 2 tahun) Prilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat simbolis (berfikir). Sekitar usia 18 – 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal kemampuan berfikir. b. Tahap pra operasional (2 – 7 tahun) Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur) atau karena ciri – ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah – ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula – mula ia mengelompokan truk, sedan 23
dan bus sendiri – sendiri, tapi kemudia mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar – kecilnya dst. Tahap intuitif ( 4 – 7 tahun) Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian bagian terentu dari objek dan semata –mata didasarkan atas penampakan objek. c. Tahap operasional konkrit (7 – 12 tahun) Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi, besar, kecil, warna, bentuk dst. d. Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun) Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek – objek yang ia fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda. 3.Erikson (Perkembangan Psikososial) Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya. a. Trust vs. missstrust ( 0 – 1 tahun) Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting. b. Autonomy vs shame and doubt ( 2 – 3 tahun) Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan 24
terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu – ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak. c. Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun) Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri. d. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun) Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri. e. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun) Anak mulai dihadapkan pada harapan – harapan kelompoknya dan dorongan yang makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya f. Intimacy vs Isolation (dewasa awal) Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing. g. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah) Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa 25
lalu menyebabkan individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap – tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.. h. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut) Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam. 4. Kohlberg (Perkembangan Moral) a. Pra-konvensional Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan – harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda. b. Konvensional Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manis c. Purna konvensional Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain. 5.Hurolck (Perkembangan Emosi) Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut. Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor 26
kematangan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan lingkungan.
6. Perkembangan Psikososial Teori perkembangan ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Beliau mengemukakan bahwa : Di dalam jiwa individu terdapat tiga komponen yaitu : a. Id : nangis, minta minum,makan, dll. b. Ego : lebih rasional, tetapi masa bodoh terhadap lingkungan. c. Super Ego : lebih memikirkan lingkungan. Perkembangan berhubungan dengan bagian-bagian fungsi tubuh dan dipandang sebagai aktifitas yang menyenangkan. Insting seksual memainkan peranan
penting
dalam
perkembangan
kepribadian.
Menurut
Freud
perkembangan manusia terjadi dalam beberapa fase dimana setiap fasenya mempunyai waktu dan ciri-ciri tertentu dan fase ini berjalan secara kontinyu. 2.10 Prinsip Keperawatan Anak Terdapat prinsip-prinsip keperawatan anak yang harus diperhatikan dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosopi keperawatan anak. Orang tua atau pengasuh harus memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan. Di antara prinsip-prinsip keperawatan anak tersebut adalah: 1. Anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik.
Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa melainkan anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan. Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja tetapi kemampuan dan kematangannya.
27
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak. 3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa. 4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan
anak
sehingga
perawat
bertanggung
jawab
secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. 5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk
mencegah,
mengkaji,
mengintervensi,
dan
meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). 6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi
atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai mahluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. 7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus
pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak
28
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Hospitalisasi pada anak biasanya menimbulkan masalah berupa cemas, rasakehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit. Hospitalisasi pada anak tidak hanya berdampak pada anak itu sendiri tapi juga berdampak pada orang tuadari anak tersebut.Peran perawat sangat diperlukan untuk mencegah masalah hospitalisasi pada anak.Perawat harus memberikan dukungan dan dorongan kepada anak yang efektif agar tidakterjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan anak agar anak tidakmerasa takut akan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat.Selain itu perawat juga berperan sebagai promotif yang memberikan pandangan padakeluarga agar selalu setia mendampingi dan memberi perhatian lebih pada anak yang sedangmenjalani perawatan di rumah sakit. 3.2 Saran Dampak dari hospitalisasi yang sering kita lihat saat ini tentu dapat memacu tingkat stress pasien/anak ataupun keluarga/orang tua. Oleh karena itu, konsep hospitalisasi yang benar seharusnya dapat ditekankan lagi oleh tenaga kesehatan (perawat dan dokter) sehingga manfaat dari hospitalisasi itu sendiri dapat dimaksimalkan
29
DAFTAR PUSTAKA
Agustiai, Hendriati.2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Refika Aditama Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: EGC H Sunarto, Ny. B. Agung Hartono, 2006, Perkembangan Peserta Didik, Penerbit :
Rineka Cipta Hidayat, A.Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Mandasari. 2011. Hospitalisasi pada anak http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24959/5/Chapte
r%20I.pdf Diakses pada tanggal 4 maret 2016 pukul 21.00 WIB Moersintowarti BN.2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak dan Remaja,
Surabaya: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak FK. UNAIR SH, Sinaga. 2010. http://repository.usu.ac.id . Diakses pada 3 MARET 2015.
15.14 Supartini, Yupi. 2007. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto
30