HUBUNGAN PERAWAT DENGAN KLIEN
KATA PENGANTAR Segala puja dan puji kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Namun dengan kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini berupa laporan hasil diskusi kelompok tentang Hubungan Perawat dengan Klien. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran bagi yang membacanya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Tangerang, November 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kasus Laras adalah perawat indonesia yang mendapatkan tugas kerja di belanda. Laras ditempatkan diunit geriatriyang mana hampir semua pasiennya lansia yang memiliki keterbatasan fisik dalam menjalankan segala aktifitasnya. Terkadang laras terbawa perasaan sehingga jika ada yang meninggal laras akan ikut sedih berkepanjangan karena merasa kehilangan . pernah juga laras tidak mampu menolak permintaan salah satu pasiennya yang memaksanya memberi uang . karena pasien tersebut bilang “kau sudah ku anggap seperti cucuku sendiri yang dengan tulus merawatku”. Laras teringat dengan konsep „profesional reletionship‟ dan „social reletionship‟ dimasa kuliah. Oleh karenanya laras merasa bimbang tentang kepatuhan menganggap semua pasiennya.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan profesional reletionship dan social reletionship? 2. Apa saja jenis-jenis hubungan perawat dengan klien? 3. Apa yang dimaksud dengan konsep paliatif? 4. Apa yang dimaksud dengan helping reletionship? 5. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik ? 6. Apa yang dimaksud dengan gratifikasi ?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui maksud profesional reletionship dan social reletionship. 2. Untuk mengetahui jenis- jenis hubungan perawat dengan klien. 3. Untuk mengetahui konsep paliatif.
4. Untuk mengetahui helping reletionship. 5. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik. 6. Untuk mengetahui gratifikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Komunikasi Terapeutik
2.1.1 Defenisi Komunikasi Terapeutik Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart dalam Suryani, 2006). Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka komunikasi keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Perawat menggunakan pendekatan terencana mempelajari kliendan dipimpin oleh seorang profesional (Keltner Schwecke dan Bostrom, 1991).
2.1.2.Tujuan Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan. a. Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri Perawat dan klien akan terlibat dalam hubungan yang intensif untuk mencapai tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan. Perawat harus mengeksplorasi kemampuan komunikasinya dengan memiliki pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi yang baik. Perawat akan memberikan memberi kesan bermakna dan membawa dampak positif bagi klien. Integritas yang tinggi dari perawat akan mampu meyakinkan klien akan kemampuan perawat. Klien akan percaya apa yang dilakukan perawat merupakan tindakan yang akan membantu proses penyembuhan
penyakit sehingga kooperatif dalam berkomunikasi, apa yang diinginkan untuk terbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu akan meningkatkan citra diri yang optimal dengan tetap menjaga kehormatan dirinya. b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya saling mamahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing. Perawat berusaha membantu meningkatkan harga diri dan martabat klien, sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau meremehkan kemampuannya. (Suryani, 2006). c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima. Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Perawat dengan ikhlas memberikan
pelayanan keperawatan kepada klien dan klien
dengan bebas mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang mengganjal. Perawat dan klien tidak membawa ego masing-masing dan mengenyampingkan adanya perbedaan sehingga terbentuk hubungan saling percaya. Memberikan pelayanan kepada pasien merupakan upaya mengaplikasikan ilmunya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu keperawatan. Untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan dalam menyelesaikan masalahnya, klien seharusnya mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan sehingga dapat dipakai sebagai acuan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. (Suryani, 2006). Konsep Carl Roger yang dikembangkan Mundakir (2006) mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam mengembangkan hubungan yang saling membantu (helping relationship), yaitu keikhlasan (warmth).
(genuineness), empati
(empathy)
dan kehangatan
d. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan yang realistis. Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan memperhatikan segala aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan yang cepat, tepat, tegas, serta dengan suasana tenang dan humanistik. Harapan yang diinginkan seharusnya disesuaikan dengan kondisi sakitnya sehingga memerlukan penerimaan yang tinggi dan komitmen yang tinggi untuk mau bekerja sama dalam melaksanakan tindakan. Harapan yang tidak realistis menyebabkan menurunnya harga diri dan menjadikan hubungan menjadi sangat renggang sehingga timbul
isolasi sosial: menarik diri. Individu akan merasa kenyataan hidupnya
jauh dari ideal diri akan merasa rendah diri. Hal ini sangat menyulitkan dalam hubungan terapeutik (Suryani, 2006).
2.1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik Menurut Mundakir (2006) untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: 1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. 2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. 3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien. 4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. 5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. 7.
Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistennya. 8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik. 9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. 10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan gaya hidup. 11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. 12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. 13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. 14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. 15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan. (Mundakir. 2006)
2.1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. 1. Kehadiran diri secara fisik
Cara untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke
arah klien, mempertahankan sikap terbuka dengan tidak
melipat kaki atau tangan dan tetap releks.Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan Clum (1991 dalam Mundakir, 2006) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah: a. Gerakan mata Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. anak sangat peka terhadap sikap perawat dalam memberikan pelayanannya, misalnya perawat melotot menunjukkan perawat tidak suka dengan perilaku pasien dan sikap ini menjadi ancaman bagi pasien. b. Ekspresi muka Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari. Perawat perlu menyadari dan menjaga tentang perubahan yang terjadi pada dirinya. Keberadaan perawat adalah sebagai penolong bagi klien sehingga selalu dituntut berekspresi yang sejuk dan hangat kepada klien. (Mundakir, 2006). c.
Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian
hari
diharapkan
baginya.(Mundakir, 2006).
2. Kehadiran Diri Secara Psikologis
mampu
mengembangkan
hal
yang
sama
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan. Dimensi respon merupakan sikap perawat secara psikologis dalam berkomunikasi dengan klien. Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen dalam Mundakir, 2006).
2.2
Tipe hubungan perawat-klien. Setiap hubungan perawat-klien bersifat unik karena kombinasi yang unik individu yang terlibat di dalamnya. Walaupun hubungan tersebut berbeda –beda, tipe hubungan dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe utama: sosial, intim, dan teraupetik. 1. Sosial Hubungan sosial terutama dimulai dengan tujuan membangun persahabatan, sosialisasi, pertemanan, dan menyelesaikan tugas. Komunikasi biasanya berfokus pada kegiatan ide, perasaan, dan pengalaman serta memenuhi kebutuhan dasar individu untuk berinteraksi bersama. Peran mungkin berubah selama interaksi sosial dan komunikasi sering kali bersifat superfisial. Hasil akhir hubungan seperti ini jarang dikaji. Dalam hubungan sosial, nasihat sering diberikan dan kebutuhan dasar dipenuhi. Ketika perawat memberi salam kepada klien dan bercakap-cakap tentang cuaca atau peristiwa olahraga atau terlibat dalam pembicaraan ringan atau bersosialisasi, keadaan ini disebut interaksi sosial. Interaksi ini dapat diterima dalam keperawatan, tetapi untuk mencapai tujuan hubungan perawat-klien yang telah ditentukan, interaksi sosial harus dibatasi. Apabila hubungan tersebut menjadi lebih bersifat sosial dari pada bersifat teraupetik, upaya serius yang membantu kemajuan klien tidak akan berhasil dilakuka. ( videback.2008 ) 2. Hubungan intim.
Hubungan intim yang sehat melibatkan dua individu yang secara emosional melakukannya satu sama lain dan keduannya memperhatikan pemenuhan kebutuhan mereka dan saling membantu dalam mencapai hal tersebut. Hubungan tersebut meliputi hubungan seksual atau keintiman emosional juga saling berbagi. Evaluasi interaksi tersebut mungkin berlanjut, mungkin juga tidak. Dalam interaksi perawat-klien tidak terdapat hubungan intim. ( videback.2008 ) 3. Hubungan teraupetik Hubungan teraupetik berbeda dari hubungan sosial atau hubungan intim dalam banyak hal karena hubungan teraupetik berfokus pada kebutuhan, pengalaman, perasaan, dan ide klien. Dalam hubungan ini, area kerja disepakati dan hasil akhir dievaluasi secara berkesinambungan. Perawat menggunakan keterampilan komunikasi, kekuatan personal, dan pemahaman perilaku manusia untuk berinteraksi dengan klien. Dalam hubungan teraupetik, parameternya jelas : berfokus pada kebutuhan klien, bukan kebutuhan perawat. Perawat tidak perlu mengkhwatirkan apakah klien menyukainya atau bahkan berterima kasih kepada perawat. Hal ini merupakan tanda bahwa perawat berfokus pada kebutuhannya untuk disukai atau dibutuhkan. Perawat harus menjaga supaya hubungan teraupetik tidak berkembang supaya enjadi hubungan yang lebih sosial. Perawat harus secara konstan berfokus kepada kebutuhan klien, bukan kebutuhan dirinya sendiri. (Videback.2008) Tingkat kesadaran diri perawat dapat menggantungkan atau merugikan hubungan terupetik. Misalnya, jika perawat merasa gugup bersama klien, hubungan tersebut lebih cenderung tetap bersifat sosial karena hubungan yang bersifat superfisial lebih aman. Apabila perawat menyadari ketakutannya, ketakutan itu dapat didiskusikan dan hilangkan dengan bantuan pembimbingan perawat tersebut. Hal ini akan membantu terbinanya hubungan yang lebih teraupetik. ( videback.2008 )
2.3.
Keperawatan Paliatif Perawatan Paliatif suatu bentuk pelayanan kesehatan yang manusiawi dengan tujuan
menghilangkan/meringankan penderitaan dan meningkatan kualitas hidup penderita dan keluarganya, yang pernah menjadi ciri khas pelayanan dan perawatan medis. Pada kasus yang oleh tim dokter dinyatakan sulit sembuh atau tidak ada harapan lagi, bahkan mungkin hampir meninggal dunia atau yang dikenal pasien stadium terminal (PST) tentunya membutuhkan pelayanan yang spesial. Maka, disinilah perawatan paliatif menjadi aspek penting pada pengobatan. Setelah terjadi kemajuan-kemajuan dalam teknologi kedokteran, paliatif care terpinggirkan dan diabaikan. Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa kemajuan teknologi kedokteran itu mampu memperpanjang hidup dan kehidupan manusia, meskipun tanpa mempertimbangkan kualitas hidup penderita akibat penerapan teknologi tersebut. Tersisihnya Perawatan Paliatif dengan filosofi dan tujuannya, tampak juga dari berbagai kebijakan dalam bidang kesehatan yang dibuat oleh berbagai pihak, hampir selalu terlihat: “... preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Hampir tidak pernah tercamtum “paliatif�. Meskipun pada kenyataannya sering Perawatan Paliatif dibutuhkan dalam implementasi kebijakan tersebut. Apalagi kebijakan untuk paliatif care telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 604/MENKES/SK/IX/1989, dan telah lebih jelas lagi dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 812/MenKes/SK/VII/2007 dengan penjelasannya yang terdapat di dalam lapiran surat keputusan tersebut. Tata kerja organisasi perawatan paliatif ini bersifat koodinatif dan melibatkan semua unsur terkait dengan mengedepankan tim kerja yang kuat, membentuk jaringan yang luas, inovasi tinggi, serta layanan sepenuh hati.
2.3.1 Pengertian Perawatan paliatif Definisi Perawataan Paliatif yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka. Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
2.3.2 Tujuan Palliative Care Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.
2.3.3 Prinsip-prinsip dalam Perawatan Palliatif Care Menurut dr. Maria A. Witjaksono, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut: 1. Menghargai setiap kehidupan. 2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal. 3. Tidak mempercepat atau menunda kematian. 4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu. 6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan Keluarga. 7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia. 8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat. 9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita
2.3.4 Sejarah Paliative Care Istilah "perawatan paliatif" umumnya mengacu pada setiap perawatan yang meredakan gejala, apakah ada atau tidak ada harapan penyembuhan dengan cara lain. Pengobatan paliatif bermaksud mengurangi nyeri dan mengurangi symptom selain nyeri seperti mual, muntah dan depresi. Perawatan bagi mereka yang akan segera meninggal pertama didirikan di Inggris melalui lokakarya cicely Saunders di RS Khusus St. Christopher, RS khusus tersebut pindah ke AS pada thn 1970an. RS khusus pertama di AS adalah RS New Haven yang kemudian menjadi RS khusus Connecticut. RS tersebut kemudian menyebar ke seluruh Negara. Sedangkan di Indonesia sendiri, perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar). Pelayanan yang diberikan meliputi: 
Rawat jalan

Rawat inap (konsultatif)

Rawat rumah, yaitu dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita.

Day care, merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak memerlukan rawat inap, seperti perawatan luka,kemoterapi dll.
Respite care, merupakan layanan yang bersifat psikologis
Di Amerika Serikat saat ini, 55% dari rumah sakit dengan lebih dari 100 tempat tidur menawarkan program perawatan paliatif, dan hampir seperlima dari rumah sakit masyarakat memiliki program perawatan paliatif.
Di Surabaya, tepatnya di RS Dr. Soetomo, perawatan palliative sudah berjalan dengan baik. Sedangkan di Makassar sendiri, hal tersebut belum begitu optimal.
Bahkan pada tanggal 15 Mei 2010 telah dideklarasikan secara resmi di Surabaya sebagai kota paliatif di Taman Bungkul Surabaya, dengan demikian surabaya menjadi kota paliatif pertama di Indonesia.
Dari sini diharapkan pasien kanker bisa mendapatkan penanganan lebih baik melalui pelayanan paliatif.
2.4
PROFESSIONAL RELATIONSHIP Peran perawat professional Peran perawat merupkn seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kepedulannya dalam sistem. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan. (Kozier.2010) Daheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional yang meliputi: 1. Care Giver Pada peran ini perawat diharapkan mampu a)
Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
b)
Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan significan dari klien. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.
2. Client Advocate Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu. Peran inilah yang belum tampak di kebanyakan institusi kesehatan di Indonesia, perawat masih sebatas menerima delegasi dari profesi kesehatan yang lain tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang akan dilakukannya apakah aman atau tidak bagi kesehatan klien. (Kozier. 2010) Manajer kasus juga merupakan salah satu peran yang dapat dilakoni oleh perawat, di sini perawat bertugas untuk mengatur jadwal tindakan yang akan dilakukan terhadap klien oleh berbagai profesi kesehatan yang ada di suatu rumah sakit untuk meminimalisasi tindakan penyembuhan yang saling tumpang tindih dan memaksimalkan fungsi terapeutik dari semua tindakan yang akan dilaksanakan terhadap klien. Tugas perawat : a) Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang
diperlukan
untuk
mengambil
persetujuan
(inform
concern)
atas
tindakankeperawatan yang diberikan kepadanya. b) Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).
Hak-Hak Klien antara lain : a)
Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
b)
Hak atas informasi tentang penyakitnya
c)
Hak atas privacy
d)
Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
e)
Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain : a)
Hak atas informasi yang benar
b)
Hak untuk bekerja sesuai standart
c)
Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
d)
Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
e)
Hak atas rahasia pribadi
f)
Hak atas balas jasa
3. Counselor Tugas utama perawat adalah mengantisipasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat dirinya. Adanya pola interaksi inimerupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. 4. Educator Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis. 5. Pemberi perawatan Sebagai pemberi perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu namun berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan
mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Penetapan ini dilakukan sendiri oleh perawat atau dapat berkolaborasi dengan keluarga klien dan dalam keadaan seperti ini perawat juga dapat bekerja sama dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional yang lain (Keeling dan Ramos, 1995). 6. Rehabilitator Sebagai pemberi perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu namun berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Penetapan ini dilakukan sendiri oleh perawat atau dapat berkolaborasi dengan keluarga klien dan dalam keadaan seperti ini perawat juga dapat bekerja sama dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional yang lain (Keeling dan Ramos, 1995). (Kozier.2010)
2.5
HUBUNGAN SOSIAL Dalam hubungan sosial,manusia dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah laku mereka ,yang bertujuan agar terjadi keseimbangan antar masing-masing kepentingan didalam masyarakat .Norma ini merupakan aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai sesuatu .Transaksi terapeutik sesungguhnya merupakan salah satu hubungan sosial yang tumbuh dimasyarakat. Artinya ,proses transaksi terapeutik ini bukan hanya ada di rumah sakit,Puskesmas atau Poliklinik ,tetapi dapat terjadi di masyarakat pada umumnya .
Seiring dengan dinamika dan perkembangan praktik dan layanan kesehatan di masyarakat dari hari ke hari masalah hubungan sosial ini menunjukkan serta menuntut kebutuhan untuk melakukan kajian mengenai nilai dan norma sosial yang terkait dengan transaksi terapeutik . Hubungan sosial perawat untuk mengembangkan persaudaraan penting dalam tanggung jawab sosial . setiap orang mempunyai paling tidak seorang teman dekat dan beberapa teman biasa .Teman adalah orang yang membantu kita dalam mengerjakan sesuatu . persahabatan s
angat
penting
dalam
kehidupan
,diperlukan
untuk
membantu kita menjadi seseorang yang kita kehendaki . Hubungan sosial : • Terjadi setiap hari dalam pergaulan • Komunikasi bersifat dangkal dan tidak mempunyai tujuan • Banyak terjadi dalam pekerjaan, aktifitas sosial • Pembicaraan tidak terfokus, tetapi mengarah pada kebersamaan dan rasa senang • Dapat direncana, tetapi juga tidak direncanakan.
2.6 Helping relationship Helping relationship adalah hubungan yang terjadi di antara dua atau lebih individu maupun kelompok yang saling memberikan bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
2.6.1 Karakteristik Helping Relationship Menurut roger dalam stuart (1998) ada beberapa karakteristik seorng helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik, yaitu : 1. Kejujuran
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat. 2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaliknya menggunakan kata kata yang mudah dipahami oleh kllien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi non-verbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebinggungan pada klien. 3. Berfikir Positif Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi suasana yang dapat membuat klien merasa ada dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan fikirannya . (Burnard,P dan Morrison P, 1991 dalam Suryani 2005)
4. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien. Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternativ pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut – larut dala perasaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif. 5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien, dan karenanya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi
klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
6. Menerima klien apa adanya Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal. Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabla hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukan sikap apa adanya. 7. Sensitif terhadap perasaan klien Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat mencitakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan sikap terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien. 8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien. Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri. (Lawrance M. 2012)
2.7
Hubungan Perawat dengan Klien Hunbungan perawat klien lebih dari hubungan mutual. Hubungan tersebut merupakan proses dimana campur tangan dalam kehidupah klien menetapkan tingkah laku yang lebih efektif. Hubungan klien perawat adalah suatu proses dinamis yang meliputi usaha kolaborasi perawat dan klien untuk mengatasi masalah dan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan beradaptasi (Potter & Perry, 2005). Varcarolis dalam Intan (2005), menyebutkan pengertian dari hubungan yaitu : Relationship adalah proses interpersonal
antara dua atau lebih
orang pada keseluruhan kehidupan kita menemui orang
dalam setting yang bervariasi dan membagi berbagai macam pengalaman. Perawat menggunakan komunikasi interpersonal untuk mengembangkan hunbungan dengan klien yang dapat meningkatkan pemahaman mereka sebagai manusia seutuhnya. Hubungan yang membantu ini adalah teurapetik, yang meeningkatkan iklim psikologis yang membawa perubahan dan pertumbuhan klien yang positif. Hubungan proferional perawat-klien yang pada hakikatnya mengacu pada system interaksi antara perawat-klien secara positifatau mengadakan hubungan terapeutik yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukan memberikan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk berkembang lebih baik . 2.6.1
Karakteristik hubungan propesional
1. Berorientasi pada kebutuhan klien 2. Diarahkan pada pencapaian tujuan 3. Bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah klien 4. Memahami kodisi klien dengan berbagai keterbatasannya 5. Memberikan penilaian berdasarkan norma yang disepakati antara perawat-klien 6. Berkewajiban memberi bantuan pada klien agar mampu menolong dirinya secara mandiri 7. Berkewajiban untuk membina hubungan berdasarkan pada rasa percaya 8. Bekerja sesuai dengan kaidah etik untuk menjaga kerahasiaan klien dan hanya menggunakan informasi untuk kepentingan dan persetujuan klien 9. Berkewajiban menggunakann komunikasi efektif dalam memenuhi kebutuhan klien Dengan terciptanya hubungan professional perawat-klien ,maka perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan atau praktisi keperawatan akan mendapat suatu kepercayaan (professional trust) . Dengan adanya kepercayaan tersebut ,perawat telah menunjukan kemampuan atau kompetensinya kepada klien berupa kemampuan intelektual ,keterampilan teknis dan sikap yang dilandasi etika profesi sehingga mampu membuat keputusan (judgetment)secara professional . (Kusnanto.2004)
BAB III
PENUTUP 3.1 Kesimpulan Peran perawat merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kepeduliannya dalam sistem. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan. (Kozier.2010). Dalam berhubungan dengan pasien peran perawat tidak dapat di campur adukkan antara profesional reletionship dan sosial relationship karena perbedaanya yang sangat menonjol tentu dapat kita ketahui. Sebagai perawat jika dihadapkan dengan kasus pasien memberi hadiah dalam berbagai bentuk baik hal ini adalah uang , sebagai perawat tidak boleh menerima hal tersebut meskipun klien menganggap kerja kita baik karena pada dasarnya perawat adalah seorang yang bekerja di pelayanan sosial barang tentu sebagai perawat memberikan asuhan keperawatan sebaik mungkin sesuai kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA Brammer, Lawrance M.& Macdonald, Enger . 2012 . The Helping Relationship . English Edition Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2 nded. New York, NY: Oxford University Press Hospice and Palliative Care Handbook: Quality, Compliance, and Reimbursement by T. M. Marrell.ISBN:
0815135572http://ugm.ac.id/new/id/berita/2936-mengembangkan-perawatan-
paliatif-di-indonesia.xhtml Kozier, B, Erb. G, Berman, A dan Snyder, S, J . 2010 . Fundamental Keperawatan ed.7 . Jakarta : EGC Kusnanto . 2004 . Pengantar profesi dan praktik keperawatan professional . jakarta :EGC Mundakir. 2006 . Komunikasi Keperawatan : Aplikasi dalam Pelayanan . Ypgyakarta : Graha Ilmu Perry & Potter . 2010. Fundamental Keperawatan Ed.7 . Jakarta : EGC Suhaemi, Mimin Emi . 2004 . ETIKA KEPERAWATAN :APLIKASI PADA PRAKTIK . Jakarta : EGC Suryani . 2006 . Komunikasi Terapeutik . Jakarta : EGC Videback, sheila. L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC