Makalah Discovery Learning Tuberculosis (TBC)
PSIK 2014
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga kami selaku penyusun bisa menyelesaikan pembuatan makalah ini tanpa ada halangan suatu apapun. Kedua kalinya kami menghanturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang, sehingga kita diberkahi banyak ilmu pengetahuan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu penyakit Tuberculosis yang harus mendapatkan perawatan baik dari segi aspek fisiologis, pengobatan medis, dan intervensi keperawatan yang terkhususkan yaitu perawatan paliatif. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini khususnya bagi anggota-anggota yang saling membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.
Ciputat, 20 Januari 2015
Kelompok 3
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di
dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization
(WHO)
memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis. Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia, Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke 8 angka temuan kasus TBC paru terbesar tahun 2007, meskipun belum mencapai target yang ditetapkan. Sebaran angka temuan kasus tersebut yaitu DKI Jakarta(88,14%), Sulawesi Utara (81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%), Sumatra Utara (65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%), DI Yokyakarta (53,23%), Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007). (Universitas Sumatera Utara)
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Tuberkolosis (TB) aadalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri pathogen tetapi hanya starain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai 4 mm,ukuran ini lebih kecil dari pada sel darah merah.
2.2 Epidemiologi Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
merupakan
penyakit
infeksi
kronis menular yang menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia. Bakteri TB pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk megenang jasa koch, bakteri tersebut dinamakan baksil koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru - paru kerap juga disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini sehingga merupakan salah satu masalah dunia. Laporan TBC dunia oleh WHO tahun 2006, pernah menempatkan Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 jiwa dengan jumlah 101.000 jiwa per tahun. Sedangkan pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke lima di dunia setelah India, Cina, South Afrika dan Nigeria dengan jumlah prevalensi 285/100.000 penduduk, dan angka kematian telah turun menjadi 27/100.000 penduduk (Kemenkes, 2011 & Nizar, 2010). Sepertiga dari jumlah tersebut terdapat di sekitar .Puskesmas, pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktik swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2010).
2.3 Etiologi Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Bakteri Mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gibson, 2000). Tuberculosis dituarkan dari orang ke orang oleh tranmisi melalui udara. Individu terinfeksi melalui beberapa cara yaitu batuk tertawa, bernyanyi, melepaskan droplet besar(lebih besar dari 100µ) dan kecil (1-5µ). Droplet yang besar menetap, sedangkan droplet yang keil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk tertulat tuberkolosis adalah: 1. Mereka yang kontak dekat dengan orang yang kontak dekat dengan
seseorang yang memiliki TB aktif 2. Individu inumosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kangkeer,
yang terinveksi HIV dll) 3. Penggunaan obat-obat IV &alkoholik 4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat 5. Setiap individu dengan gangguan medis sebelumnya 6. Imigran dari Negara dengan insiden TB yang tinggi 7. Setiap individu yang tinggal di institusi 8. Idividu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh 9. Petugas kesehatan
2.4 Klasifikasi TBC Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus� yang meliputi empat hal, yaitu: 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit paru atau ekstra paru 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; 3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah: 1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai 2. Registrasi kasus secara benar 3. Menentukan prioritas pengobatan TB TBA positif 4.
Analisis
kohort
hasil
pengobatan A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. B. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi : 1) Tuberkulosis Paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. 2) Tuberkulosis Paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB Paru BTA negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahaan TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas, penderita buruk. C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advancedâ€?), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: • Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. • Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. D. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya 1) Kasus Baru
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). 2) Kambuh (Relaps)
adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 3) Pindahan (Transfer in)
Pindahan adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pinah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersbut harus membawa surat rujukan/pindah. Setelah lalai (Pengobatan setelah default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 4) Lain-lain −
Gagal Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih. Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif mmenjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan. −
Kasus kronis Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (Masjoer, 2000).
2.5
Gejala Penyakit TBC Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptosis.
Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun, gejala dapat timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil. Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan, latergi, anorexia (kehilangan nafsu makan), dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari, “Berkeringat malam� dan ansietas umum sering tampak. Dispnea, nyeri dada, dan hemoptisis
adalah juga temuan yang umum (Asih, dkk. 2004). Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala Sistemik/umum: •
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
•
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
•
Penurunan nafsu makan dan berat badan
•
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala Khusus: •
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar menimbulkan
getah
bening
yang
membesar,
akan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak. •
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
•
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat
membentuk
saluran
dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. •
Pada
anak-anak
dapat
mengenai
otak
(lapisan
pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan
gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kirakira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. Manifestasi klinis: −
Awalnya penderita tidak sehat
−
Batuk pagi hari, dan dahak hijau/kuning. Dahak akan bertambah banyak sejalan perkembangan penyakit, dan pada akhirnya darah akan berwarna merah karena mengandung darah
−
berkeringat malam hari, paling sering
−
sesak nafas
−
pada anak, kelenjar getah bening menjadi besar yang menyebabkan penciutan paru-paru
−
pada pria, infeksi menyebar ke prostat, VS dan epididymis
−
pada wanita, infeksi menyerang indung telur dan salurannya dan penyebab kemandulan dan infeksi selaput rongga menyebabkan peritonitis tuberculosis (lelah, nyeri perut serta nyeri tekan ringan hingga hebat, seperti radang usus buntu)
−
imfeksi menyebar ke persendian menyebabkan artritis tuberculosis (sendi pinggul dan lutut sering juga pergelangan tangan dan sikut)
−
demam, pelebaran vena leher dan sesak nafas adalah akibat gangguan dari jantung dalam memompa darah yang diakibatkan oleh cairan yang tergenang di pericardium (pericarditis tuberculosis)
Gejala Klinis Gejala Utama: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih Gejala Tambahan:
−
Batuk darah
−
Dahak bercampur darah
−
Sesak napas
−
Nyeri dada
−
Badan lemas
−
Nafsu makan menurun
−
Berat badan menurun
−
Malaise
−
Keringat malam
−
Demam meriang > 1 bulan
Gejala Klinis TB Anak Gejala Umum: − Berat badan menurun 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yangjelas dan tidak
naik 1 bulan walau sudah mendapat penangan gizi baik − Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat − demam lama/ berulang tanpa sebab yang jelas − Limphadenopathy superfisialis yan tidak multiple dan tida nyeri. Terutama
ditemukan didaerah leher ketiak dan lipat paha (inguinal) − Gejala-gejala saluran napas (missal, batuk lama >30 hari) − Gejala-gejala saluran cerna (diare berulang yan tidak sembuh dengan
pengobatan) − Benjolan (masa) dan tanda-tanda cairan diabdomen
Gejala spesifik pada anak:
− TB kulit/ skrofuloderma − TB tulang/ sendi − TB otak/ syaraf, seperti meningitis TB − reaksi TB pada mata (konjungtivitis fliktenularis, tiberkel koroid)
2.6 Patogenesis Tuberkulosis Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan primer
terletak
di apeks
paru,
yang
akan
terlibat
jika focus
adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar
limfe
regional
yang
membesar
(limfadenitis)
dan
saluran
TB
hingga
limfe yang meradang (limfangitis). Waktu
yang
diperlukan
sejak
masuknya
kuman
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain,
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, 3 4 kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 -10 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar
karena
reaksi
inflamasi
yang
berlanjut.
Bronkus
dapat
terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. perkijuan
Kelenjar
yang
mengalami
inflamasi
dan
nekrosis
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan gabungan
obstruksi komplit pada bronkus
pneumonitis
sehingga
menyebabkan
dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi. Selama dapat
masa
inkubasi,
sebelum
terbentuknya
imunitas
seluler,
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran
limfogen, kuman menyebar ke kompleks
primer.
kelenjar
Sedangkan
limfe
regional
membentuk
pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan
TB disebut sebagai
penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar sehingga
tidak
secara
sporadic
dan
sedikit
demi
sedikit
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan
mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman
sebelum
terbentuk
imunitas
seluler
yang
akan
membatasi
pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi
untuk
menjadi
focus reaktivasi. Fokus potensial di
apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun- tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis,
TB tulang, dan lain-lain. Bentuk
penyebaran
hamatogen
yang
lain
adalah
penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
terjadi
infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar
serta
frekuensi
berulangnya
penyebaran.
Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis hematogenic
milier
merupakan
hasil
dari
acute
generalized
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel
yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental
yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
2.7
Patofisiologis Tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi
percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respons yang hebat ini, akibat diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Penderita TBC yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif. Basil mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih untuk mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons selular melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami perlunakan (perkijuan). Mikro-organisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel. Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di salurang hidung dan cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun (Corwin, 2001: 414).
2.8
Pemeriksaan Tuberkulosis
1. Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Teknik standar (tes mantoux) adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan voral atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkaan dengan alcohol biasanya dianjurkan jarum suntik 26-27 G.jarum pendek dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan keatas dan ujungnya dimasukin kebawah permukaan kulit akan membentuk gelembung 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml di suntikan dengan cepat. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah penyuntikan reaksi dilihat didalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Reaksi positif terhadap tes tuberculin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat penyakit secara klinis. Namun tes ini adalah alat diagnostic penting dalam mengevaluasi seseorang pasien dan juga berguna untuk menentukan prevelensi TB pada masyarakat. 2. Pemeriksaa Bakterilogis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor
cerebrospinal. bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi 3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi seringkali menunjukan adanya TB. Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacammacam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa: •bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah •bayangan berawan atau berbercak •Adanya kavitas tunggal atau ganda •Bayangan bercak milier •Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral •Destroyed lobe sampai destroyed lung •Kalsifikasi •Schwarte 4. Pemeriksaan Dahak (Sputum)
Pemeriksaan dahak atau pemeriksaan spuntum ini merupakan salah satu dari pemeriksaan laboratorium yang sangat berguna untuk menegakan diagnosa tuberkulosis paru, karena dengan ditemukannya kuman BTA (basil tahan asam) yang terdapat dalam spuntum, diagnosa tuberkulosis sdh dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan. Kadang-kadang spuntum sulit untuk didapatterutama bagi pasien yang tidak batuk atau yang batuk produktif. Oleh karena itu : a. Satu hari sebelum pemeriksaan spuntum, pasien dianjurkan minum air putih
sebanyak ± 2 liter. b. Dianjurkan agar pasien melakuakan reflek batuk. c. Dapat juga dengan memberi obat-obatan mukolitik dan ekspektoran atau
dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. •
Obat Mukolitik
Adalah obat yang bisa mengencerkan sekret saluran napas dengan jealn memecahkan benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari spuntum sehingga, spuntum mudah untuk dikeluarkan. Contoh : bromheksin, asetilsistein, dan ambroksol. •
Obat ekspektoran
Adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulus mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas melalui N. Vagus,
sehingga
menurunkan
viskositas
spuntum
dan
mempermudah
pengeluarannya. Contoh : amonium klorida, gliseril guaiakolat dll. •
Larutan garam hipertonik
Larutan garam hipertonik bersifat lebih iritan sehingga menimbulkan batuk. Karena sifatnya yang hipertonik, larutan ini merangsang pengeluaran cairan dari mukosa saluran napas sehingga digunakan untuk merangsang pengeluaran sputum pada penderita batuk yang tidak produktif. Bila masih sulit untuk mendapatkan spuntum bisa dilakukan bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). Bisa juga dengan didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini biasanya dilakukan pada anak-anak karena mereka sulit untuk mengeluarkan dahak. Adapun kriteria spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL spuntum). Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok (modifikasi gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet) Cara pemeriksaan spuntum yang dilakukan antara lain : a) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa b) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan
khusus) Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar ultraviolet dengan sensitivitas yang tinggi namun jarang digunakan karena pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogen. c) Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Setelah 4-6 minggu penanaman spuntum pada media pembiakan, dan koloni kuma tuberkolosis mulai nampak makan dinyatakan positif. Tetapi bila setelah 8 minggu koloni kuman tuberkolosis belum juga tampak maka dinyatakan negatif. d) Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau non culturable bacili yang disebabkan karena keampuhan paduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalama waktu pendek. Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sedian biakan, bahan-bahan selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan serebrospinal urin dan tinja. 5. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB seperti : a) BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari b) metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya. c) Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi. d) Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodo
6. Pemeriksaan Penunjang Lain Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali.
2.10 Nursing Care Plan TBC 1. Ketidakefektifan pola nafas
Data focus
DS -
Mengeluh batuk berdahak,
-
Sesaak napas
-
Sering
berkeringat
dingin
dan
memburuk di malam hari -
Gejaal rasa sesak napas sejak 2
bulan yang lalu DO -
N 80x/mnt
-
RR 24x/mnt
-
TD 130/80 mmHg
-
Suara paru ronkhi dan suara napas
wheezing +/+ -
Foto thorax TB paru
-
Sputum kenat putih banyak
-
Sputum
BTA
3x
positif
mycobacterium tuberkolosis Diagnosa Definisi
Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi Inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat
Batasan Karakteristik
-
Perubahan kedalaman pernapasan
-
Dsypnea
-
Takipnea
-
Pengunaan otot aksesoris untuk
bernapas Patient Goals
Menormalkan ventilasi paru pasien
NOC
NIC
Respiratory Status
Ventilation Assistance
-
Respiratory rate
-
-
Ritme pernapasan :
-
-
Kedalaman inspirasi :
-
Menggunakan
semifowler/fowler
otot
-
Posisikan
untuk
meminimalkan
usaha pernapasan
Dyspnea :
-
Monitor status pernapasan dan
oksigenasi
Vital Signs -
Posisikan
untuk meringankan dispnea dengan posisi
bantu pernapasan : -
Pertahankan pola jalan napas
Apica
-
rate -
Sistol
ik
blood
pressure
tekhnik
pursed-lip-
breathing
l heart rate Respiratory
Ajarkan
-
Posisikan untu memfasilitasi ventilasi.
-
Lakukan napas pelan dan dalam, berulangkali dan batuk
-
Auskultasi suara napas, catat area penurunan ventilasi
dan
kehadiran
/adanya
suara
tambahan -
Monitor kelelahan otot respirasi
-
Ajarkan teknik pursed lip breathing
-
Monitor status resporasi dan oksigenasi
Vital signs monitoring -
Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernapasan -
Monitor
tekanan
darah
setelah
pasien mendapat obat -
Monitor
ritme
dan
kecepatan
Monitor
ritme
dan
kecepatan
jantung -
pernapasan
2. Gangguan Pertukran Gas Data focus
DS -
Mengeluh batuk berdahak
-
Sesak napas
-
Gejala rasa sesak napas se
-
N 80x/mnt
-
RR 24x/mnt
-
TD 130/80 mmHg
-
Suara paru ronkhi dan sua
-
Foto thorax TB paru
-
Sputum kenat putih banya
DO
-
Diagnosa
Sputum BTA 3x positif mycobact
Gangguan Pertukran Gas b.d ventilasi pe
Definisi
kelebihan /kekurangan pada oksigenasi d
Batasan karakteristik
- Dyspnea - hiperkapnia - takikardia - pernapasan abnormal
Patient Goals NOC Respiratory Status : Gas Exchange
Mempertahanka NIC Respiratory Mo
- PaCO2 : 3 -> 5
- Monitor freku
- Dispnea at rest : 2 -> 5
- Catat pergera
retraksi otot su
- pH arteri : 3 -> 5
- Monitor pola n
- Palpasi penye
- Monitor keleti
- Auskultasi sua
- Monitor kekua
- Catat erubaha
- Monitor sekre
- Catat pencetus
- Berikan peraw
3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Data focus
DS : merasa semakin kurus
Diagnosa
DO: BB 45 kg TB 160 cm Ketidakseimbangan nutrisi:
Definisi
kebutuhan tubuh b.d biologis Intake nutrisi tidak mencukupi unutk memenuhi kebutuhan metabolik
kurang
dari
Batasan Karakteristik
Penurunan berat badan denagn asupan makan adekuat
Patient goals NOC Nutritional Status
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi NIC Nutrition Therapy
-
Intake nutrisi (2-5)
-
Intake makanan (3-5)
nutrisi
-
Berat badan (2-5)
berkolaborasi dengan ahli gizi
-
-
Menentukan jumlah kalori dan yang
dibutuhkan
Menganjurkan
pasien
tipe pasien, untuk
mengonsumsi makanan dan cairan tinggi kalium, jika sesuai -
Membantu
pasien
untuk
memilih
makanan yang lembut, lunak dan tidak mengandung asam, jika sesuai. -
Memberikan oral care sebelum makan Nutrition monitoring
-
Timbang pasien
-
Monitor penurunan dan kenaikan nerat badan
-
Monitor turgor kulit
-
Identifikasi keabnormabalan kulit
-
Identifikasi perubahan baru pada nafsu makan
-
Tentukan pola makan
-
Tentukan rekomendasi energy
4. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Diagnosa: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Definisi
:
Ketidakmampuan
untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran
pernafasan
untuk
mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik : Faktor-faktor yang berhubungan:
- Dispneu, Penurunan suara nafas
Lingkungan: infeksi
- Kelainan
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan
suara nafas
(rales,
wheezing)
nafas
- Batuk, tidak efektif - Produksi sputum - Gelisah - Perubahan frekuensi dan irama
nafas
Patient goals: jalan napas kembali efektif
NOC:
Respiratory
status : Airway patency
NIC: Airway Management • Posisikan
pasien
untuk
1. Respiratory rate (3-5)
memaksimalkan ventilasi
2. Kemudahan bernapas (3-5)
• Lakukan fisioterapi dada jika
3. Gasping (3-5) 4. Coughing (4-5)
perlu • Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
5. Sputum (3-5)
• Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan • Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan. • Monitor respirasi dan status O2
Airway suction Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan. Berikan
O2
menggunakan
dengan
nasal
untuk
memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan Monitor status oksigen pasien Ajarkan
keluarga
bagaimana
cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan
oksigen menunjukkan
apabila
pasien bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
6. Intoleransi Aktivitas
Diagnosa:
Intoleransi
aktivitas
b/d
fatigue
Definisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis
maupun
psikologis
untuk
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari.
Batasan Karakteristik : -
Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan Adanya
-
dyspneu
atau
ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Patient goals: Dapat melakukan aktivitas secaranormal
NOC:
Energi
Conversation -
Kaji adanya factor yang menyebabkan
Keseimbangan
antara
aktivitas
dengan istirahat (4-5) -
Tidur siang untuk mengembalikan
Melaporkan
kelelahan Monitor nutrisi
energi (3-5) -
NIC: Energy Management
dan sumber energi
tangadekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan
kehabisan
(kelelahan) (4-5)
tenaga
fisik dan emosi secara berlebihan Monitor
respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas Monitor
pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien Activity Therapy
ď ś Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan ď ś Bantu konsisten
untuk
memilih
yangsesuai
aktivitas dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social ď ś Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan ď ś Bantu
pasien/keluarga
mengidentifikasi
kekurangan
beraktivitas
2.11 Penatalaksanaan Medis Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak dirawat dirumah sakit. Jika TB perlu terdiagnosa pada individu yang sedang dirawat, klien mungkin akan tetap dirawat sampai kadar obat terapeutik telah ditetapkan. Beberapa klien dengan TB aktif mungkin dirawat di rumah sakit karena alasan (1) mjereka sakit akut, (2) situasi kehidupan mereka dianggap beresiko tinggi, (3) mereka diduga tidak patuh terhadap program pengobatan (4) terdapat riwayat TB sebelumnya dan penyakit aktif kembali (5) terdapat penyakit lain yang bersamaan dan bersifat akut (6) tidak terjadi perbaikan setelah terapi dan (7) mereka resisten terhadap pengobatan yang biasa, membutuhkan obat garis kedua dan ketiga. Dalam situasi seperti ini, perawatan singkat di rumah sakit diperlukan untuk memantau keefektifan terapi dan efek samping obat-obatan yang diberikan. Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan tiga jenis medikasi atau lebih untuk memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis dari beberapa obat mungkin cukup besar karena basil sulit untuk dibumuh. Pengobatan berlanjut cukup lama untuk menyingkirkan menyingkirkan atau mengurangi secara substansial jumlah basil dorman atau
untuk dalam
semidorman. Tetapi jangka panjang yang takterputus merupakan kunci sukses dalam pengobatan TB Medikasi yang digunakan untuk TB mugkin dibagi menjadi preparat primer dan preparat baris kedua. Preparat primer hampir selalu diresepkan pertama kali sampai laporan haisl kultus dan laboratorium memberikan data yang pasti. Klien dengan riwayat terapi TB yang tidak selesi mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten dan preparat sekunder harus digunakan. Lamanya pengobatan beragam, beberapa program mempunyai pendekatan dua fase: (1) fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat, ditujukan untuk menghancurkan sejumlah besar organisme yang berkembang biak dengan cepat, dan (2) fase rumatan, biasanya dengan dua obat, diarahkan pada permusnahan sebagian nesar basil yang masih tersisa. Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi kien yang sebelumnya belum diobati adalah dosisi harian isoniazid dan rifampin selam 4 bulan. Kultur sputum digunakan untuk mengevaluasi kesangkilan terapi. Jika kepatuhan terhadap pendosisan harian menjadi masalah, maka diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi dua atau tiga kali smeinggu. Program ini biasamya diberikan di klinik untuk memastikan klien menerima obat yang diharuskan. Jika medikasi yang digunakan tampaktidak efektif (mis. Memburuknya gejala, peingkatan infiltrat, atau pembentukan kavitas), program harus dievaluasi kembali, dan kepatuhan klien harus dikaji. Setidaknya dua medikasi (tidak pernah hanya satu) ditaahkan pada prram terapi TB yang gagal. Medikai yang digunakan untuk mengobati TB mempunyai efek sampng yang serius, bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toeransi obat, efek obat, dan toksisitas obat berganung pada faktor-faktor seperti usia, dosis obat, waktu sejak obat terakhir digunakan, formula kimia dari obat, fungsi ginjal dan usus, dan kepatuhan klien. Klien penderita TB yang tidak membaik atau ang tidak mampu menoleransi medikasi mungkin membutuhkan pengkajian dan pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam pengobatan TB paru berkomplikasi (Asih, dkk. 2004). Obat antituberkulosis Dosis
Efek Toksik
Pertimbangan
Keperawatan Preparat Primer Isoniazid
5
mg/kg/hari Hepatitis
(maksimum 300 mg/hari) diberikan
selama 3 bulan pertama
Neuropati
PO Kenaikan
atau IM
Pantau enzim hepatic pengobatan dan pada enzim klien yang berusia 50
hepatik
tahun
atau
mereka
dengan penyalahgunaan alcohol. Dapat
menyebabkan
keletihan,
kelemahan,
anoreksia, malaise Diberikan
dalam
keadaan
lambung
kosong. Bila diberikan bersama
fenitoin
(Dilatin)
dapat
meyebabkan toksisitas fenitoin Rifampin
10
mg/kg/hari Gangguan
Informasikan
(maksimum 600 pencernaan mg/hari)
Perubahan
bahwa warna
Diberikan
sekresi dan urine
sebelum makan
menjadi oranye Reaksi febris
warna
klien urine,
feses, saliva, sputum, keringat bias
dan
airmata
menjadi
merah-
orange Jika terjadi gejala GI hebat, tanyakan apakah pasien
dapat
minum
obat bersama makanan
Obat
merupakan
induser
enzim
hepar
dan dapat meyebabkan ekskresi
metadon,
preparat
antidiabetik
oral, dan kontraseptif oral lebih cepat Ethambutol
15-25 mg/kg/hri Neuritis
optic Pemeriksaan
visual
selama 60 hari, (penurunan dalam harus kemudian
15 ketajaman
mg/kg/hari Maksimum 2,5 g
penglihatan
dilakukan
sebelum
dan
dan terapi.
selama Mungkin
diskriminasi warna nerupakan merah-hijau) dermatitis
kontraindikasi klien
bagi
dengan
dafek
ocular (mis,. katarak, retinopati diabetic, dsb) Berikan
dengan
kewaspadaan pada
tinggi
klien
dengan
penyakit ginjal Streptomisin
15
mg/kg/hari Otoksisitas
maksimum 1 g Harus diberikan M
Nefrotoksisitas
Pendengar
harus
diperiksa
sebelum
memulai
pengobatan
dan
secara
periodic
setelahnya Amati terhadap tanda nefroksisitas Baik maupun adalah
otoksisitas nefroksistas umum
pada
pasien lansia Preparat Primer Pirazinamid
15-30
Hepatotoksisitas,
mg/kg/hari
berkaitan
maksimum
terhadap
dengan hepatotoksisitas
dosis
Dosis
Amati
Pantau uji fungsi hepar
Hiperurisemia
dan kadar asam urat
15-30
Nefrotoksisitas,
Amati
mg/kg/hari
ototoksisitas
nefrotoksisitas
auditori
ototoksisitas
2g/hari Preparat Baris-Kedua Capreomisin
Dosis maksimum
1
g/hari
terhadap dan
Amati terhadap abses Uji fungsi hepar
Harus diberikan abnormal
steril
pada
tempat
penyuntikan
M Kanamisin
15-30
Ototoksisitas
mg/kg/hari
g/hari Diberikan IM
fungsi
pendengaran
selama
penggunaan obat ini
Dosis maksimum
Pantau
1
Amati terhadap tanda Nefrotoksisitas
toksisitas ginjal
Asam
150 mg/kg/hari
paraminosalisi klat
Dosis maksmum
Gangguan
Kelembaban
akan
pencernaan
menyebabkan
tablet
menjadi rusak. Jangan
12 g/hari
gunakan
obat
yang
warnanya
sudah
menjadi kecoklatan atau ungu Gunakan secara hatihati pada pasien dengan ulkus
peptikum,
penyakit Hepatotoksisitas Sikloserin
ginjal,
atau
penyakit hepar
15-20
Psikosis, perubahan Amati terhadap kejang.
mg/kg/hari
kepribadian
Dosis
Kejang
maksimum g/hari
1
Ingatkan klien bahwa penggunaan dapat
Ruam kulit
alcohol
meningkatkan
potensi kejang Pantau hasil uji fungsi hepar dan ginjal
2.12 Pencegahan 1.
Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan per individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis, dan radiologi. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulangi dengan 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative, diberian BCG vaksinasi. Bila positif, berarti
terjadi
konversi
hasil
tes
tuberculin
dan
diberikan
kemoprofilaksi. 2.
Mass chest x-rey, yaitu pemeriksaan kelompok populasi tertentu misalnya;
masal terhadap kelompok-
• Karyawan rumah sakit • Penghuni rumah tahanan • Siswa-siswi asrama 3.
Vaksinasi BCG
4.
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kg selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan dan mengurangi populasi bakteri yang masi sedikit.
5.
Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak disembarang tempat.
6.
Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
7.
Bagi
petugas
kesehatan,
pencegahan
dapat
dilakukan
dengan
memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya,
dan
akibat
yang
ditimbulkannya
terhadap
kehidupan
masyarakat pada umumnya. 8.
Petugas kesehatan harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC ini. Pengobatan dengan cara menginap di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.
9.
Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeki, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini(piring,tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
10. Melakukan imunisasi orang-orang yang melakukan kontak langsung
dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter,petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular. 11. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang kontak. Perlu dilakukan
Tes Tuberculin bagi seluruh anggota keuarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil negatif, perlu dilkukan pemeriksaan tiap bulsan selama 3 bulan dan perlu penyelidikan intensif. 12. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu
pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter. (Naga,2012)
2.13 Penularan Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, khususnya TB paru. Cara Penularan (transmisi) TB dapat: bersifat langsung melalui droplet (percikan dahak) dalam jarak dekat ketika batuk/ bersin atau airborne (melalui udara) ketika droplet yang mengandung kuman di udara terhidup ke saluran napas. Droplet yang mengandung kuman tersebut dapat bertahan di udara bersuhu kamar selama beberapa jam. Kemungkinan terinfeksi TB tergantung konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara. Risiko penularan tahunan (Annual Risk of TB infection=ARTI) adalah risiko penduduk untuk terinfeksi TB setiap tahunnya. ARTI di Indonesia berkisar 1-3 %, artinya diantara 1000 penduduk, 10 – 30 orang akan terinfeksi setiap tahunnya. Penularan TB akan lebih mudah terjadi, antara lain: Hunian padat (over-crowding), misalnya di penjara, rumah sakit, dan di tempat-tempat pengungsian dan hunian yang kurang berventilasi, situasi sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation), misalnya keadaan malnutrisi, pelayanan kesehatan yang buruk dan tunawisma, dan pekerjaan, misalnya pertambangan dan petugas laboratorium. (PDPI,2011) Transmisi basil Mycobacterium ini adalah melalui manusia, kecuali untuk M.bovis (Varaine F., Henkens M. & Grouzard V., 2010). Sumber penularan adalah penderita TB
BTA positif. Menurut Rachmand Y.N. (2008) dan Schiffman. G (2010), sewaktu batuk atau bersin, kuman akan tersebar ke udara dalam bentuk droplet ataupun percikan dahak. Droplet yang mengandungi kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan, orang lain dapat terinfeksi. Selama kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas atau penyebaran langsung kebagianbagian tubuh lainnya. Banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru menentukan daya penularan dari seorang penderita. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut menentukan kemungkinan seseorang terinfeksi TB (Saroso S., 2005). Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection= ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB. Hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk, rata-rata terjadi 100 penderita tuberculosis setiap tahun, dimana 50% penderita adalah BTA positif (Saroso S., 2005)
2.14 Komplikasi Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan dalam masa pengobatan ataupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi dini yang mungkin timbul adalah batuk berdarah, pneumotoraks, luluh paru, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura. Komplikasi lanjut pada penyakit Tuberkulosis pula bisa jadi obstruksi jalan napas, korpulmonal, amiloidosis dan karsinoma paru (Taufik A., 2009) (www.tbindonesia.or.id)
BAB III PENUTUP Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Host penyebab Tuberculosis. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang. Penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman TB. Lingkungan penyakit Tuberculosis adalah lingkungan yang segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Klasifikasi penyakit Tuberculosis dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, seperti tingkat keparahan,riwayat pengobatan sebelumnya dan lainlain. Diagnosa keperawatan yang dapat diambil untuk melksanakan asuhan keperawatan kepada pasien Tuberculosis adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, gengguan pola napas, gangguap pertukaran gas, dan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan.
Daftar Pustaka 1. Asih, dkk. 2004. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC 2. Bulechek, Gloria M, et al. (2004). NIC. USA: El – Sevier Inc. 3. Corwin, Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, cetakan pertama. 5. Herdman, T Heather. (ed) 2012. NANDA International: Nursing Diagnose:
Definition and Classification 2012-2014. Oxford: Willey-Blackwell. 6. Johnson, Marion., et al. 2012. NOC and NIC LINKAGES to NANDA-I and
Critical Conditions: Supporting Critical Reasoning and Quality Care 3thedition. USA: Elsevier Mosby. 7. Kelompok Kerja TB Anak Depkes – IDAI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana
Tuberkulosis pada Anak 8. Moorhead, Sue., et al. (ed) 2008. Nursing Outcomes Classification 4th
edition. USA: Mosby Elsevier. 9. Naga, Sholeh. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: Diva Press. 10.Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B. First 11.Tuberculosis
Coalition for Technical Assistance
(TBCTA).
2006.
International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public Health.