Makalah anemia

Page 1

MAKALAH ANEMIA MODUL KMB II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

1


KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah hasil discover learning. Makalah hasil discover learning berjudul “Anemia� ini disusun sebagai pelengkap untuk menyempurnakan diskusi yang telah dilaksanakan yang terdapat dalam Keperawatan Medikal Bedah 2. Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca pada umumnya.

Tangerang selatan, September 2016

Penyusun

2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2 DAFTAR ISI............................................................................................................ 3 BAB I PEMBUKAAN ............................................................................................. 4 A. Latar Belakang .............................................................................................. 4 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4 C. Tujuan ........................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 6 A. Sel Darah Merah (Eritrosit) .......................................................................... 6 B. Definisi anemia ............................................................................................. 8 C. Etiologi Anemia .......................................................................................... 10 D. Jenis-jenis Anemia ...................................................................................... 11 1.

Anemia Sferasitosis ................................................................................. 11

2.

Anemia Aplastik. ..................................................................................... 12

3.

Anemia Persinosa. ................................................................................... 13

4.

Anemia Hemolitik. .................................................................................. 13

5.

Anemia defesiensi besi ............................................................................ 13

6.

Anemia megaloblastik ............................................................................. 14

7.

Anemia Sel Sabit. .................................................................................... 15

E. Manifestasi Klinis ....................................................................................... 15 F.

Penatalaksanaan medis anemia ................................................................... 18

G. Pengkajian Pada Pasien Anemia ................................................................. 27 1.

Anamnesis ............................................................................................... 27

2.

Pemeriksaan fisik .................................................................................... 28

3.

Pemeriksaan laboratorium ....................................................................... 28

H. Asuhan keperawatan pada pasien Anemia .................................................. 37 BAB III PENUTUP ............................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 49

3


BAB I

PEMBUKAAN A. Latar Belakang Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, yang dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan (Elizabeth Corwin,2002). Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium (Baldy, 2006). Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik (Bakta, 2006). Maka dari itu, diperlukan penambahan wawasan mengenai anemia untuk mengurangi presentase kejadian. B. Rumusan Masalah a. Apa dan bagaimana kerja eritrosit dalam darah? b. Apa saja jenis-jenis anemia? c. apa pengertian anemia? d. Apa etiologi anemia? e. Apa manifestasi klinis anemia? f. Bagaimana patofisiologi anemia? g. Bagaimana penatalaksanaan(pemeriksaan fisik dan diagnostik) anemia?

4


h. Bagaimana bentuk pengkajian anemia? i. Bagaimana dengan anemia defisiensi folat dan anemia defisiensi besi? j. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan anemia? C. Tujuan a. Mengetahui eritrosit dalam darah? b. Mengetahui jenis-jenis anemia? c. Mengetahui pengertian anemia? d. Mengetahui etiologi anemia? e. Mengetahui manifestasi klinis anemia? f. Mengetahui patofisiologi anemia? g. Mengetahui penatalaksanaan(pemeriksaan fisik dan diagnostik) anemia? h. Mengetahui bentuk pengkajian anemia? i. Mengetahui anemia defisiensi folat dan anemia defisiensi besi? j. Mengetahui “Asuhan Keperawatan� klien dengan anemia?

5


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sel Darah Merah (Eritrosit) 1.

Struktur sel darah merah Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf berdiameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membrane dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitkondria dan ribosom, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein.

2.

Komponen eritrosit a. Membrane eritrosit b. Sistem enzim: enzim G6PD (glucose 6-phosphatedehydrogenase) c. Hemoglobin, komponennya terdiri atas: -

Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi

-

Globin yang merupakan bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah.

Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin. 3.

Produksi sel darah merah (eritropoesis)

6


Dalam keadaan normal, erotropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsung tulang, dimana sistem eritrosit menempati 20%-30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah. Perubahan morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiassi sel pronomoblas sampai eritrosit matang dapt dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel 2. Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan eritroblas asidosis 3. Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel

4.

Lama hidup Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini sistem enzim mereka gagal, membrane sel berhenti berfungsi dengan adekuat dan sel ini dihancurkan oleh sel sistem retikulo endothelial.

5.

Jumlah eritrosit Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%

6.

Sifat-sifat sel darah merah. Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel seperti berikut: 1. Normositik : sel yang ukurannya normal

7


2. Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal 3. Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil 4. Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar 5. Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit 6. Hperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak 7. Penghancuran sel darah merah Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses patologis (hemlisis). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi ua komponen sebagai berikut: 1. Komponen protein yaitu globin yang akan dikemballikan ke pool protein ddan dapat digunakan kembali 2. Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu: o Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang o Bilirubin yang akan dieksresikan melalui hati dan empedu

B. Definisi anemia Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Suzzane, 2002).

8


Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dlaam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin,hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count)( Bakta.2009). Anemia merupakan penurunan konsetrasi hemoglobin, jumlah sel darah merah sirkulasi, atau volume sel darah tanpa plasma (hematokrit) dibandingkan dengan nilai-nilai normal. Anemia biasanya dikategorikan menurut penyebab atau morfologi. Karakteristik morfologis sel darah merah biasanya digunakan dalam klasifikasi anemia: 1. Normokrom/ normositik: ukuran dan warna sel darah merah normal diberikan oleh konsetrasi hemoglobin. Anemia normokromik dan normositik ialah anemia yang juga disebut anemia karena penyakit kronis. Ukuran eritrosit normal atau hanya sedikit mengecil dan konsenterasi hemoglobin normal. Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi umsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti. Penyebab tersering diantaranya: a) Infeksi kronis, seperti tuberkulosis (TB) dan osteomielitis. b) Penyakit radang seperti artritis reumatoid dan penyakit jaringan ikat. c) Keganasan d) Gagal ginjal Anemia karena penyakit kronis terjadi sebagian karena efek inhibitor dari interleukin 1 pada eritropoiesis dan defiensi eritropoirtin (yang terakhir terutama pada gagal ginjal). Sering terjadi komplikasi defisiensi Fe dan bisa menjelaskan bila ada penurunan kadar hemoglobin. 2. Mikrositik/ hipokrom: penurunan ukuran dan warna sel darah merah disebabkan oleh ketidakadekuatan

konsetrasi

hemoglobin.

anemia mikrositik/ hipokromik ialah ukuran eritrosit lebih kecil dari normal (dengan

9


kadar hemoglobin lebih rendah dari normal (hipokromik). Penyebab tersering adalah anemia defisiensi Fe dan talasemia. 3. Makrositik : ukuran eritrosit lebih besar dari normal. Penyebab tersering diantaranya: 1) Defisiensi vitamin B12 atau folat 2) Pemberian obat sitotoksik, seperti azatioprin atau siklofosfamid. 3) Mielodisplasia 4) Hipotiroidisme: bisa menyebabkan anemia normositik atau makrositik 5) Penyakit hati dan penyalahgunaan alkohol menyebabkan makrositosis, tapi tidak terjadi anemia. Kecuali bersamaan dengan perdarahan atau defisiensi hematin. 4. Anisositosis : suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang berbeda-beda (bervariasi). 5. Poikilositosis: bentuk sel darah merah bermacam-macam variasi bentuk (Patrick, 2005). C. Etiologi Anemia Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1) Gangguan pembentukan eritrosit Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensisubstansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asamfolat), asam amino, serta gangguan pada sumsum tulang. Anemi defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguanabsorsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari : 1. Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kankerlambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang. 2. Saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia. 3. Saluran kemih : hematuria 4. Saluran nafas : hemoptoe.

10


5. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi(bioavailabilitasa) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vit C, dan rendahdaging). 6. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, ana dalam masa pertumbuhan dankehamilan. 7. Gangguan absorbs basi : gastrektomi, tropical Sprue atau colitis kronik.Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. 8. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. P enyebab perdarahan paling sering pada laki laki ialah perdarahangastrointestinal, di Negara tropic paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia (Made Bakta, 2007) 2) Perdarahan Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total seldarah merah dalam sirkulasi. 3) Hemolisis Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit. D. Jenis-jenis Anemia 1.

Anemia Sferasitosis Sferasitosis herediter (ikterik hemolitik konginetal) selnya mudah mengalmai hemolisis pada larutan natrium hipotonik, sferasis juga dibuang oleh limpa, akibatnya sering terjadi anemia hemolitik herediter, sferisitasis disebabkan karena kelainan. Ikatan protein yang mempertahankan bentuk dan pleksibelitas membran sel darah merah. Hemoglobin berpolimerisasi pada tegangan oksigen rendah dan hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, serta mengalami hemolisis serta membentuk agresi yang menyumbat pembuluh darah sebagai akibatnya terjadi anemia hemolitik berat pendarahan akut dapat memungkinkan

11


timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan kadar hemoglobin baru terjadi beberpa hari. 2.

Anemia Aplastik. Anemia aplastik tidak terdapat mekanisme patogenetik tunggal. Sel induk

hemopoetik yang multipoten berdiferensiasi. Sejumlah sel induk lainnya membelah secara aktif mengghasilkan sel induk baru. sebagian dari padanya dalam fase istirahat yang setiap saat siap berdiferensiasi kedalam berbagai sistem apapun penyebab Anemia aplastik kerusakan dapat terjadi pada sel induk yang aktif maupun yang berada pada fase istirahat. Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sehingga sel darah yang mati tidak diganti. Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsure pembentuk darah dalam sumsum. Hal ini khas dengan penurunan produksi eritrosit akibat pergantian unsur produksi eritrosit dalam sumsum oleh jaringan lemak hiposeluler, juga dapat mempengaruhi megakaryosit mengarah pada neutropenia. (Sacharin, 2002). Klasifikasi: a. Eritroblastopenia (anemia hipoblastik) yaitu aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik. b. Agranulasitosis (anemia hipoplastik) yaitu aplasia yang mengenai system agranulopoetik. c. Amegakaryostik (Penyakit Schultz) yaitu aplasia yang mengenai system trombopoetik. d. Panmieloptisis (anemia aplastik) yaitu aplasia yang mengenai ketiga system diatas (eritopoetik, agranulopoetik, trombopoetik). Gejala klinis: a. Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai berat b. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petekie dan ekinosis. Perdarhan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan sub

12


konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena, dan pada wanita dapat berupa menorrhagia c. Tanda-tanda infeksi dapat berupa mulut dan tenggorokan febris dan sepsis d. Organomegali dapat berupa hepatomegaly dan splenomegaly Komplikasi: a. Gagal jantung akibat anemia berat b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena 3.

Anemia Persinosa. Anemia terjadi akibat gangguan maturasi inti sel akibat gangguan sintesis DNA

sel-sel eritroblas. Defisiensi asam folat akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel megaloblas. Defesiensi vitamin B12 yang berguna dalam reaksi metilasi homosisten menjadi metionin dan reaksi ini berperan dalam mengubah metil THF menjadi DHF yang berperan dalam sintesis DNA dan akan mengganggu maturasi inti sel dengan akibat terjadinya megaloblas. 4.

Anemia Hemolitik. Anemia terjadi apabila produksi sel-sel darah merah sum-sum tulang terganggu

atau apabila sel-sel darah merah yang terbentuk rusak atau hilang. Beberapa kodisi yang dapat mempengaruhi pembentukan sel darah merah di dalam sum-sum tulang. Sel-sel darah merah dapat pula dirusak oleh sel-sel fagosit pada sistem retikulo endotelial terutama hati lien. Bilirubin yang merupakan hasil pemecahan sel-sel darah merah memasuki aliran darah yang sama. Hal ini dapat merupakan indikator diagnosa Anemia. Bilirubin juga diekskresikan pada kulit yang menyebabkan warna kuning. Ini merupakan indikator terjadinya kerusakan sel darah merah. Kerusakan ini paling sering disebabkan oleh abnormalitas sel darah merah yang dikenal sebagai Anemia hemolitika. 5.

Anemia defesiensi besi Anemia defesiensi besi adalah yang timbul akibat kosongnya cadangan besi

tubuh, sehingga penyediaan besi utnuk eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Gejala klinis: a. Gejala umum: lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang, serta telinga berdenging

13


b. Gejala khas: kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical dan cekung sehingga seperti sendok (spoon nail), stomatitis, nyeri menelan c. Gejala penyakit dasar : dyspepsia, kulit telapak tangan menjadi kuning 6.

Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor, eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kes, dimana maturitas sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar. Diklasifikasikan menjadi beberapa jenis: a) Megaloblast karena defesiensi vitamin B12 Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan, telur serta susu yang mengandung B12. Adanya malabsorbsi yg mengandung vitamin B12 -

Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan konginetal faktor intrinsic serta gastrektomi total atau parsial)

-

Kelainan usus ( tropical sprue dan post reseski ileum).

b) Megaloblast karena defesiensi asam folat -

Disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat, terutama pada orang tua, gastrektomi parsial dan anemia akiibat hanya minum susu kambing

-

Malabsorbsi asam folat karena penyakit usus

-

Kebbutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil, laktasi, prematuritas) dan keadaan patologis (anemia hemolitik, keganasan, serta penyakit kolagen)

-

Eksresi asam folat yg berlebih lewat urin, biasanya terjadi pead apenyakit hati yang aktif atau kegagalan faal jantung

-

Obat-obatan antikonvulsan dan sitotastik tertentu

c) Megaloblast karena kombinasi defesiensi vitamin B12 dan asam folat Akibat defesiensi enzim konginetal atau eritroleukemia.

14


7.

Anemia Sel Sabit. Proses pembentukan sel sabit terjadi pada tekanan oksigen rendah dan terutama

pada pH rendah. Hemoglobin S kurang melarut pada betuk deoxygenated sehingga viskositas darah naik dan mengakibatkan statis serta obstruksi aliran darah dalam sistem kapiler, arteriol terminal dan pembuluh darah. Gejala klinis: a.

Terdapat tanda-tanda sistemik anemia

b.

Nyeri hebat akibat sumbatan vascular pada serangan penyakit

c.

Demam

d.

Pembesaran jantung, disritmia dan gagal janutng [ada anemia kronis

e.

Infeksi bakteri berulang

f.

Splenomegaly karena limpa membersihkan sel-sel yang mati Komplikasi: Meliputi infeksi, hipoksia, iskemia, episode thrombosis, stroke, gagal ginjal serta

priapismus (nyeri abnormal dan ereksi penis terus menerus) (Handayani, 2008). E. Manifestasi Klinis Gejala utama penderita anemia: 1.

Sesak nafas saat beraktifitas dan saat istirahat

2.

Hiperdiamik : Denyut nadi kuat dan jantung berdebar kuat.

3.

Mudah lelah

4.

Telapak tangan pucat

5.

Iritabilitas dan anoreksia

6.

Kebutuhan tidur meningkat

7.

Gangguan sensasi gerak

Komplikasi: 1. Perkembangan otot buruk 2. Kemampuan memperoleh informasi yang didengar menurun 3. Interaksi sosial menurun

15


4. Daya konsentrasi menurun Manifestasi Oral Manifestasi oral pada penderita anemia secara umum : 1. Glositis 2. Permukaan lidah licin 3. Sensasi terbakar dan sensasi gatal pada lidah 4. Lidah berwarna merah terang Manifestasi oral pada penderita anemia pernisiosa: 1. Mukosa berwarna pucat atau kuning kehijauan 2. Penebalan warna merah terang yang tidak teratur menyerupai lesi terbakar dekat ujung lidah dan tepi lidah 3. Hilangnya papilla filiformis dan fungiformis secara menyeluruh (Brashers, VL.2008) 1. Manifestasi Anemia Pascapembedahan •

Peningkatan frekuensi jantung dan frekuensi napas, disertai dengan penurunan tekanan darah. Tingkat kesadaran mungkin terganggu.

Penyebab perdarahan akan dijumpai pada pasien yang memperlihatkan gejala klinis.

2. Manifestasi Anemia Hemolitik •

Terdapat anemia sistemik

Nyeri hebat yang intens akibat sumbatan vaskular pada serangan penyakit

Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring mikroorganisme tidak adekuat

Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang menyebabkan kritis akut

3. Manifestasi Anemia Pernisiosan

16


•

Tanda sistemik anemia

•

Demensia yang berhuungan dengan kemunduran neurologis.

•

Ataksia (gangguan koordinasi motorik) dan berkurangnya kemampuan sensorik akibat degenerasi mielin.

4. Manifestasi Anemia Sel Sabit

5. Manifestasi Anemia Aplastik

6. Manifestasi Anemia Defisiensi Besi

17


7. Manifestasi Anemia Defisiensi Fosfat •

Tanda anemia sistemik

8. Manifestasi Anemia Megaloblastik

F. Penatalaksanaan medis anemia Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip – prinsip berikut: 1. Terapi spesifik, sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan 2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien Jenis-jenis terapi: 1) Terapi gawat darurat Kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapu darurat dengan transfuse sel darah merah yang di mampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut. 2) Terapi kausal

18


Terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing tambang. 3) Terapi ex-juvantivus (empiris) Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnisa dapat dipastikan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi,namun bila berhasil diagnose dapat diperkuat. Penderita harus diawasi dengan ketat. Jika tidak terdapat respon, maka harus di evaluasi kembali. (handayani, 2008) 1. Anemia aplastic Penatalaksanaan pada anemia aplastik adalah: a. Obati penyakit yang menjadi penyebab anemia jika tidak diketahui atau singkirkan agen penyebab. b. Lakukan tranfusi untuk mengurangi gejala. c. Tranplantasi sumsum tulang d. Imunosupresi jika disebabkan penyakit autoimun, e. Berikan obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang mungkin efektif. 

Terapi utama Untuk menghindari pemaparan lebih lanjut terhadaap agen penyebab. Etiologinya tidak jelas.



Terapi suportif Terapi ini diberikan sesuai gejala yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Anemia Beri tranfusi PRC (packed red cell) kurang dari 7 g/dl, beri sampai Hb 910 g/dl. Pada pasien muda toleransi kadar HB 7-8 g/dl. Untuk usia lanjut kadar HB dijaga diatas 8g/dl b. Neutropenia Pada neutropenia jauhi buah dan sayur segar, focus dalam menjaga higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang baik dan sering. Jika terjadi

19


infeksi, identifiksai sumbernya, dan berikan antibiotic spectrum luas sebelum mendapatkan kultur untuk mengetahui bakteri gram positif atau negative. Trnasfusi granulosit diberikan pada sepsi berat yang tak memberi respon terhadap antibiotic. c. Trombositopenia Beri transfuse trombosit jika terdapat perdarahan aktif atau trombosit <20.000/mm3 

Terapi jangka panjang a. Terapi imunosuspresif Dapat diberikan pada: a) Pasien berumur >40 tahun, rekomendasi dari dokter atau karena factor pasiennnya b) Tidak mampu mentoleransi trnasplantasi sumsung tulang karena usia lanjut c) Menunggu pendonor atau bahkan tidak memiliki pendonor yang sesuai untuk terapi transplantasi d) Keputusan mengikuti terapi ini dapat menimbang factor resiko dan manfaat dari semua terapi yang ada. Terapi imunosupresif adalah pemberian anti lymphocyte globuline (ALG) atau anti thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid, siklosporin yang bertujuan menekan proses imunologik. o ALG

: bekerja meningkatkan pelepasan haemopoetic growth

factor o ATG

: menyebabkan reaksi alergi seperti demam, arthralgia, dan

skin rash, untuk itu diberikan bersamaan dengan kortikosteroid o Siklosporin

: menghambat produksi interleukin-2 oleh sel T dan

menghambar ploriferasi sel T dari respon Interleukin-2.butuh perawatan khusus karena obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan disfungsi ginjal dan hipertensi serta dapat interaksi antar obat.

20


b. Transplantasi sumsum tulang Terapi yang memberi haraapan sembuh, namun biayanya sangat mahal dan efek sampingnya dapt mengancam jiwa.transplantasi ini dapat dipertimbangkan menurut: o Donor terbaik dari keluarga o Transplansi sumsum tulang perlu adanya pencocokan HLA. Usia pasien harus < 60 tahun o Jika tidak ada HLA yang cocok; 

Pasien <40 tahun dapat melakukan transplantasi dengan donor bukan dari keluarga



Pasien >40 tahun, diberi terapi imunosupresif

o Adanya resiko graft rejection (ketika sumsum tulang yang ditranspalntasi tidak tumbuh dan membuat sel darah tumbuh). Penerimaan transfuse meningkatkan resiko ini karena antibody dapat melawan sel sumsum tulang yang ditransplantasi. Pemberia transfuse darah diminimalisir o Diberikan siklosporin A atau dosis tinggi cyclophosphamide untuk mengatasi adanya GvHD (graft versus Host Disease) untuk menurunkan resiko adanya infeksi Obat untuk merangsang sumsum tulang adalah sebagai berikut: Anabolic steroid : dapat diberikan oksimetolon atau stanazol dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12 minggu, efek samping yang dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati. o Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah o GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrophil (Thaha,dkk) 2. Anemia pasca pembedahan Penatalaksanaan pada anemia pasca pembedahan secara umum adalah:

21


a. Lakukan pemulihan volume darah dengan pemberian plasma secara intravena atau darah utuh yang telah dicocokan golongan darahnya. Salin atau albumin juga dapat diinfuskan. 3. Anemia pernisiosa (defisiensi B12) o Diberi vitamin B12 100-1000 Ug intramuscular sehari selama dua minggu. Bila ada kelainan neurologis, terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan, baru kemidian diberikan sebulan sekali. o Transfuse darah sebaiknya dihindari, kecuali bila ada dugaan kegagalan faal jantung, hipotensi postural, renjatan, atau infeksi berat. Bila perlu baiknya diberi eritrosit yang diendapkan 4. Anemia defisiensi asam folat a. Pemberian suplemen asam folat oral. Wanita yang berencana akan hamil haus meminum suplemen vitaminsetidaknya tiga bulan sebelum konsepsi. b. Pada kasus yang parah mungkin diperlukan transfusi. 5. Anemia defisiensi besi a. Terapi Kausal Terpai ini bergantung ada penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang, hemoroid, dan menoragi b. Pemberian preparat Besi Pemberian preparat besi besi biasanya diberikan secara per oral atau parenteral 1. Besi per Oral Pengobatan melalui oral lebih aman dan murah dibandingkan dengan parenteral. Besi melalui oral harus memenuhi syarat bahwa tiap tablet atau kapsul berisi 50-100 mg berisi elemental yang mudah dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah diabsorpsi dalam bentuk fero, dan kurang efek samping. Ada empat bentuk garam besi yang dapat diberikan melalui oral, yaitu sulfat, glukonat,fumarat, dan suksinat. Efek samping yang terjadi biasanya pirosis dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai enam bulan setelah kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.

22


2. Besi Pernteral Diberikan buila ada indikasi seperti malabsorpsi, kurang toleransi melalui oral, klien kurang kooperatif, dan memerlukan peningkatan Hb secara cepat (pre operasi, hamil trimester terakhir). Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex dan iron sorbitol clitic acid complex yang dapat diberikan secara IM dalam atau IV. Efek samping pada pemberian intramuscular biasanya sakit pada bekas suntikan sedangkan pemberian IV bisa terjadi tromboplebitis. c. Pengobatan lain Pengobatan lain yang biasanay digunakan adalah sebagai berikut 1. Diet ďƒ sebaikya diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama protein hewani 2. Vitamin C ďƒ diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi. 3. Transfusi darah ďƒ indikasi emberian trnasfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah: - Adanya penyakit jantung anemic - Anemia yang simptomatik - Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat d. Terapi Oral Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. Pemberian obat : besi Mekanisme : zat besi membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang bersama-sama dengan rantai globin membentuk hemoglobin. Besi Oral

23


Garam Besi Kandungan Besi Ferro Sulfat 20% Ferro Glukonat 12% Ferro Fumarat 33% Besi Karbonat 100% Kompleks Besi Polisakarida 100%. - Indikasi : pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi - Absorpsi : Garam ferro 3x lebih cepat diabsorpsi daripada Ferri. Makanan menurunkan absorpsi sampai 50%, namun intoleransi gastrik mengharuskan pemberian bersama makanan. - Dosis : 200 mg per hari dalam 2 – 3 dosis terbagi - Kontraindikasi : hemokromatosis, anemia hemolitik, hipersensitivitas Peringatan : penggunaan pada kondisi kehamilan (kategori A) - Efek samping : noda pada gigi, nyeri abdominal, konstipasi, diare, mual, warna feses gelap - Interaksi obat : o Antasid : menurunkan absorpsi besi o Asam askorbat : meningkatkan absorpsi besi o Garam kalsium : menurunkan absorpsi besi o Kloramfenikol : meningkatkan konsentrasi plasma besi o Antagonis histamin H2 : menurunkan absorpsi besi o PPI : menurunkan absorpsi besi o Kaptopril : besi dapat menginaktivasi kaptopril o Fluoroquinolon : membentuk kompleks dengan besi  menurunkan absorpsi fluoroquinolon o L-dopa : membentuk khelat dengan besi  menurunkan absorpsi Ldopa o MMF : besi menurunkan absorpsi MMF o Tetrasiklin : membentuk kompleks dengan besi  absorpsi besi dan tetrasiklin turun a. Terapi parental Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe oral

24


Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral. Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan : Besi preneteral biasanya diguakan dalam dua cara: pertama diberikan dengan dosisi total besi yang dibutuhkan untuk mengoreksi deficit hemoglobin dan menyediakan setidaknya 500 mg cadangan besi; yang kedua adalah dengan memberikan dosis kecil secara berulang dari besi pareneteral dalam waktu yag lama. Jumlah besi yang dibutuhkan pasieb dihitung dengan menggunakan rumus : Berat badan (kg) x 2,3 x (15- hb pasien, g/dl) + 500 atau 1000 mg (untuk cadangan) (Edward 2008). Pemberian obat : Na – Besi Karbonat Besi, Dekstran Besi Sukrosa Kandungan Besi 62,5 mg besi / 5 mL 50 mg besi / mL 20 mg besi / mL - Indikasi: Anemia defisiensi besi pada pasien yang menjalani hemodialisis kronis dan menerima terapi suplemen dan eritropoietin Anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak memungkinkan diberikan terapi oral Anemia defisiensi besi pada pasien yang menjalani hemodialisis kronis dan menerima terapi suplemen epoietin alfa - Kontraindikasi: Hipersensitivitas. Hipersensitivitas. Infeksi ginjal akut. Anemia non defisiensi besi. Hipersensitivitas. Kelebihan besi. Anemia non defisiensi besi. Peringatan Reaksi hipersensitivitas Black box warning. Reaksi hipersensitivitas. Black box warning. Reaksi hipersensitivitas. Rute Parenteral Intravena Intramuskular Intravena Pengobatan 8 X 125 mg 10 X 100 mg 10 X 100 mg

25


- Efek Samping: Kram, mual, muntah, flushing, hipotensi, pruritus. Rasa sakit, noda coklat pada tempat injeksi, flushing, hipotensi, demam, anafilaksis. Kram kaki, hipotensi. - Interaksi Obat Inkompatibilitas dengan benzil alkohol.

Kloramfenikol

meningkatkan konsentrasi besi plasma. Menurunkan absorpsi besi oral bila diberikan bersamaan.

b. Terapi Transfusi Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <. Jenis obat yang biasanya digunakan untuk penderita anemia

defisiensi zat besi. (unimus.ac.id) 6. Anemia sideroblastik a. Penyebab penyakit jika terkait obat, harus disingkirkan. b. Obat piridoksin mungkin bisa menyembuhkan penyakit, terutama pada individu yang tidak terbukti mengalami neutropenia atau trombositopenia. Besi tidak diberikan (Edward 2008)

26


G. Pengkajian Pada Pasien Anemia 1. Anamnesis 1) Klien dengan anemia diarahkan untuk menjawab pertanyaan: -

Apakah klien mengalami perdarahan saat ini atau sebelumnya?

-

Apakah didapatkan adanya bukti peningkatan dekstruksi eritrosit (hemolysis)?

-

Apakah terdapat supresi sumsum tulang?

-

Apakah terdapat defisiensi besi? Apa penyebabnya?

-

Apakah terdapat defisiensi asam folat dan vitamin B12? Apa penyebabnya?

2) Riwayat penyakit Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit berhubungan dengan anemia: -

Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya melena pada penderita ulkus peptikum, artritis rheumatoid, gagal ginjal)

-

Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung lifelong, terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan kelainan hereditas (hemoglobinopati, sferositosis herediter).

3) Etnis dan daerah asal penderita Thalassemia dan hemoglobinopati dominan pada daerah Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara dan Asia Tenggara. 4) Obat-obatan Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti alcohol, asam asetilsalisilat dan antiinflamasi nonsterois harus dievaluasi dengan tepat 5) Riwayat transfuse 6) Penyakit hepar 7) Pengobatan dengan preparat Fe 8) Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan 9) Status Nutrisi

27


2. Pemeriksaan fisik Tujuannya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisystem dan untuk menilai beratnya kondisi klien. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan: a. Adanya takikardia, dyspnea, hipotensi postural b. Pucat: sensitivitas dan spesifitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai indikator anemia antara (19-70% dan 70-100%). c. Icterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Icterus sering sulit dideteksi pada ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Sebuah penelitian menemukan 58% klien mengalami icterus dengan kadar bilirubin >2,5mg/dL dan 68% mengalami icterus dengan kadar bilirubin 3,1mg/dL. d. Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada thalassemia. e. Lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe. f. Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum). Nyeri tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infiltrative (seperti leukemia mielostik kronik), lesi litik (pada myeloma multiple atau metastasis kanker). g. Petekie, ekimosis dan perdarahan. h. Kuku rapuh, sekung (spoon naik) pada anemia defisiensi Fe. i. Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun. 3. Pemeriksaan laboratorium 

Complete blood count (CBC) CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematocrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit dan hitung jumlah eritrosit. Terkadang dilakukan pemeriksaan trombosit, hitung jenis dan retikulosit tetapi tidak rutin dilakukan.



Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter.

28




Eritrosit berinti (normoblas) Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, thalassemia, anemia hemolitik) atau merupakan gambaran dari lekoeritroblastik pada klien dengan bone marrow replacement.



Hipersegmentasi neutrophil Hipersegmentasi neutrophil merupakan abnomalitas yang ditandai dengan >5% neutrophil berlobus ≼5. Adanya hipersegmentasi neutrophil dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defisiensi vit B12 dan asam folat).



Hitung retikulosit Retikulosit adalah eritrosit imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari eritrosit, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Pemeriksaan diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium hematologis Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai berikut. a. Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan

pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk

morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen: 1. Kadar hemoglobin (Hb) 2. Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC) 3. Apusan darah tepi Anemia Aplastik 1. Sel darah a. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan

29


b. Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia c. Leukopenia dengan relative limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi d. Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat 2. Laju endap darah (LED) selalu meningkat lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama. 3. Waktu pendarahan memanjang dan retraksi bekua menjadi buruk yang disebabkan oleh trombositopenia 4. Sumsum tulang hypoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara merata pada sleuruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan fisik tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastic. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-tempat yang lain. 5. Bila serum normal atau meningkat, TIBC normal dan HbF meningkat.

Anemia Defisiensi Fe 1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrsiter hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan samai berat, RDW meningkat yang menunjukkan aanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami

perubahan

sebelum

kadar

Hb

menurun.

Apusan

darah

menunjukkan anemia mikrsiter hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal, retikulosit rendah 2. Kadar besi serum menurun <50 mgg/dL, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dL, dan saturasi transferi <15%. 3. Kadar serum ferritin, jika terdapat inflamasi maka ferritin serum sampai dengan 60 Ug/dL 4. Protoporfirin eritrosit meningkat > 100 Ug/dL

30


5. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil dominan.

Anemia Megaloblastik (defisiensi asam folat/B12) 1. Pemeriksaan darah tepi sebagai berikut: a. Hemoglobin menurun, dari ringan sampai berat (3-4 g/dL) b. Dijumpai makrosit berbentuk oval dengan poikilositosis berat, MCV meningkat 110-125 fL, sedangkan retikulosit normal c. Biasanya dijumpai leukopenia ringa dengan hipersegmentasi neutrophil d. Kadang-kadang dijumpai trombositopenia ringan e. Pada pemeriksaan sumsum tulang dapat dijumpai adanya gejala sebagai berikut: i. Hiperplasia eritroid dengan sel megaloblast ii. Giant metamyclocyte iii. Sel megakariosit besar iv. Cadanga besi sumsum tulag meningkat f. Kadar bilirubin indirek serum dan LDH meningkat 2. Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adlaah: a. Anamnesis makanan b. Tes absorpsi vitamin B12 dengan dan tanpa factor c. Penentuan actor intrintik dan antibody terhadap sel parietal lambung d. Endoskopi fto saluran makanan bagian atas e. Analisis cairan lambung 3. Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Anamnesis makanan b. Tes-tes malabsorpsi c. Bipsi jjunum d. Tanda-tanda penyakit dasar penyebab

31


Anemia sel sabit 1. Terjadi penurunan hematocrit, hemoglobin, dan hitung sel darah merah 2. Pemeriksaan prenatal mengidentifikasi adanya status homozigot pada janin.

1) Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit. 2) Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. 3) Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengonfirmasi dugaan tersebut. Pemeriksaaan meliputi komponen: 1. Anemia defisiensi Fe: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum. 4. Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12. 5. Anemia hemolitik: hitung retikolosit, tes Coombs, dan elektroforesis Hb. 6. Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia. Uji hematologi yang sering dilakukan: 1. Hitung sel darah lengkap Meliputi perhitungan jumlah sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit permilimeter kubik darah vena, begitu pula hitung jenis, persentase setiap jenis sel berinti dalam darah 2. Hitung retikulosit Hitung retikulosit biasnya digunakan untuk menilai ketepatan reaksi sumsum tulang terhadap anemia. Anemia dengan respon sumsum tulanggg yang memadai mengarah ke anemia pendarahan atau hemolisis. Persentasi eritrosit muda (usia 1-

32


2hari) tidak berinti dalam darah perifer diketahui dengan pewarnaan khusus apusan darah karena hanya sel yang mengandung inklusi inti yang mengandung RNA. 3. Hitung eritrosit: Jumlah eritrosit = Jumlah eritrosit yang dihitung / volume yang dihitung(ul)x faktor pengenceran. 4. Penilaian eritrosit Terhadap eritrosit dilakukan penilaian ukuran (size), bentuk (shape), warna (staining) dan adana badan-badan inklusi. Penilaian dilakuan pada daerah pandangan dimana eritrosit terletak saling menumpuk, jangan menilai dimana eritrosit jarangjarang. Ukuran eritrosit normal adalah 6-8um kurang lebih sebesar inti limfosit kecil, berbentuk bulat dengan bagian tengah berwarna lebih pucat. Eritrosit yang lebih besar disebut makrostik yang lebih kecil disebut mikrostik. Bila bagian yang berwarna lebih pucat dan lebih luas disebut sebagai hipokrom. 5. Kelainan ukuran eritrosit 1. Mikrosit sel ini dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia hemolitik, anemia megaloblastikdan dapat pula terjadi anemia defisiensi besi. 2. Makrosit Makrosit adalah eritrosit yang berukurran lebih 8um, sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocyte dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia pasca pendarahan. 3. Anisositosis Anisositosistidak menunjukan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan hapus darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi. 6. Kelainan bentuk eritrosit 1. Ovalosit

33


Ovalosit adalah eritrosit yang berbentuk lonjong. 2. Sferosit Sferosit adalah eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari eritrosit normal. Sel ini dapat dijumpai dalam jumlah besar pada sferositosis herediter, anemia hemolitik autoimun, septikemia, dan pascatransfusi. 3. Schistosit / fragmentosit 4. Sel target atau leptosit atau sel sasaran Eritrosit yang mempunyai masa kemerahan dibagian tengahnya disebut juga sel sasaran. Sel semacam ini bisa ditemukan pada thalasemia, anemia defisiensi besi berat dan penyakit hati menahun. 5. Sel sabit atau sickle cell Sel ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozygot. Untuk mendapatkan eritrosit yang berbentuk sabit, eritrosit diinkubasi dulu dalam keadaan anoksia dengan menggunakan zat reduktor. Hal ini terutama dilakukan pada penyakit sel sabit heterozygot. 6. Crenation Eritrosit yang merupakan artepat yang berasal dari washed packed cell 7. Sel burr Sel ini adalah eritrosit yang kecil atau fragmentosit yang mempunyai duri satu da permukaan eritrositnya. 8. Akantosit Sel ini disebabkan oleh kelainan metabolisme fosfolipid dari membra eritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit memiliki tonjolan-tonjolan berupa duri. Akantosit bisa ada pada penderita pasca splenektomi, anemia hemolitik pada sirosis hati karena alkoholisme, abetalipoproteinemia dan defisiensi piruvat kinase. 9. Tear drop cell Eritrosit yang berbentuk seperti tetesan airmata, sel ini banyak dijumpai pada mielofibrosis, thalaseemia mayor. 10. Poiklositosis

34


Poiklositosis adalah istilah yang menunjukan adanya bentuk eritrosit yang bermacammacam dalam sediaan hapus darah tepi. Kedaan ini mungkin didapatkan pada penderita thelasemia dan anemia berat. 11. Rouleaux dan autoaglutinasi Rouleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisan sedangkan autoglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal. Rouleaux mungkin didapatkan pada keadaan dengan laju endap darah yang cepat seperti pada mieloma dan anemia berat, sedangkan autoglutinasi didapatkan pada AIHA, seperti lupus eritematosus sistemik dan salah transfusi. 7. Kelainan warna eritrosit 1. Hipokrom Eritrosit yang tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan kadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang. Eritrosit semacam ini banyak dijumpai pada anemia sideroblastik dan infeksi menahun 2. Eritrosit polikrom Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih biru ddari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom dalam sediaan hapus darah tepi. Kaitannya dengan retikulositosis. Polikromasi tersebut dijumpai pada anemia hemolitik, anemia pasca pendarahan dan haemopoeisis ekstrameduler. 8. Benda-benda inklusi dalam eritrosit 1. Benda howell jolly Benda howell jolly adalah sisa inti eritrosit, biasanya tunggal yang terdapat dalam anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat dan juga pada atrofi limpa dan pasca splenektomia. 2. Parasit malaria 3. Titik basofil Terdapatnya titik-titik biru yang difus dalam eritrosit dikenal sebagai titik basofil atau basophilic stippling. Keadaan ini didapatkan pada infeksi, keracunan timah hitam (Pb),

35


hemoglobin unstable. Titik-titik basofil ini tidak dapat dijumpai dalam sediaan hapus EDTA. 4. Eritrosit berinti Eritrosit berinti mungkin didaapatkan pada sediaan hapus darah tepi pada anemia berat, kecuali anemia aplastik, pada eritropoesis hiperaktif seperti anemia hemolitik, neonatus, eritripoesis esktramedular seperti mielofibrosis, septikemia, dan pasca splenektomi. Nilai-nilai normal Penggambaran nilai-nilai normal Pria Dewasa

Wanita Dewasa

Hb (g/dl)

14-18

12-16

Ht (%)

42-54

37-47

MCV (fl)

82-98

82-98

MCH (pg)

27-32

27-32

31,5-36

31,5-36

MCHC g/dl RBC

MCV adalah Volume Korpuskular Rata-rata atau ukuran besarnya sel. MCH adalah Hemoglobin korpuskular rat-rata. MCHC adalah konsentrasi hemoglobin kospuler rata-rata. RBC adalah jumlah sel darah merah. 9. Aspirasi Sumsum Tulang Sumsum tulang biasanya diaspirasi melalui sternum atau krista iliaka pada orang dewasa. Pertama kulit didaerah itu dibersihkan, kemudian dilakukan kegiatan anastesi dengan lidocaine melalui kulit dan subkutan ke periosteum tulang. Apabila dilakukan biopsi sumsum tulang sebaiknya dilakukan setelah aspirasi dan dengan jarum khusus. Hanya ilium yang digunakan untuk proseur ini, karena sternum terlalu tipis. Bahaya utama pada prosedur ini adalah pendarahan ringan. resiko ini akan semakin parah apabila hitung trombosit pasien rendah. Setelah aspirasi sumsum tulang berikan tekanan pada tempat tersebut selama beberapa menit . setelah dilakukan biopsi biasanya beri tekanan 60menit dengan kombinasi balut tekan dan posisi pasien tengkurap

36


ditempat tidur. Kebanyakan pasien tidak mengalami ketidakknyamanan setelah aspirasi sumsung tulang, namun tempat biopsi biasanya akan terasa nyeri 1-2 hari. 2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis Pemeriksaan laboratorium nonhematologis meliputi: a. Faal ginjal b. Faal endokrin c. Asam urat d. Faal hati e. Biakan kuman 3. Pemeriksaan penunjang lain Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang: 1. Biopsy kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi 2. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi 3. Pemeriksaan sitogenetik 4. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain reaction, FISH = fluorescence in situ hybridization) H. Asuhan keperawatan pada pasien Anemia ď ś Askep Anemia No 1

Diagnosa Keperawatan Perfusi jaringan tidak

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC :

Intervensi NIC :

efektif b/d penurunan

Circulation status

Intrakranial Pressure (ICP)

konsentrasi Hb dan darah,

Tissue Prefusion :

Monitoring (Monitor tekanan

suplai oksigen berkurang

cerebral

intrakranial)

Kriteria Hasil : 1.

v Berikan informasi kepada keluarga

mendemonstrasikan

v Set alarm

status sirkulasi yang

v Monitor tekanan perfusi

ditandai dengan :

37

serebral


v Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan v Tidak ada ortostatikhipertens i

v Catat respon pasien terhadap stimuli v Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas v Monitor jumlah drainage

v Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan

cairan serebrospinal v Monitor intake dan output cairan

intrakranial (tidak

v Restrain pasien jika perlu

lebih dari 15

v Monitor suhu dan angka

mmHg) 2.

WBC v Kolaborasi pemberian

mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan: v berkomunikasi

antibiotik v Posisikan pasien pada posisi semifowler v Minimalkan stimuli dari lingkungan

dengan jelas dan

Peripheral Sensation

sesuai dengan

Management (Manajemen

kemampuan

sensasi perifer)

v menunjukkan

v Monitor adanya daerah

perhatian,

tertentu yang hanya peka

konsentrasi dan

terhadap

orientasi

panas/dingin/tajam/tumpul

v memproses informasi v membuat

38

v Monitor adanya paretese v Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika


keputusan dengan benar 3.

menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang

ada lsi atau laserasi v Gunakan sarun tangan untuk proteksi v Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

utuh : tingkat

v Monitor kemampuan BAB

kesadaran mambaik,

v Kolaborasi pemberian

tidak ada gerakan gerakan involunter

analgetik v Monitor adanya tromboplebitis v Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

2

Ketidakseimbangan nutrisi

NOC :

NIC :

kurang dari kebutuhan

v Nutritional Status :

tubuh b/d intake yang

food and Fluid

§ Kaji adanya alergi makanan

kurang, anoreksia

Intake

§ Kolaborasi dengan ahli gizi

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme

v Weight control Kriteria Hasil : v Adanya peningkatan

tubuh.

berat badan sesuai

Batasan karakteristik :

dengan tujuan

- Berat badan 20 % atau

v Beratbadan ideal

lebih di bawah ideal - Dilaporkan adanya intake makanan yang

Nutrition Management

untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. § Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe § Anjurkan pasien untuk

sesuai dengan tinggi

meningkatkan protein dan

badan

vitamin C

v

§ Berikan substansi gula

kurang dari RDA

Mampumengidentifi

(Recomended Daily

kasi kebutuhan

mengandung tinggi serat

Allowance)

nutrisi

untuk mencegah konstipasi

39

§ Yakinkan diet yang dimakan


- Membran mukosa dan konjungtiva pucat - Kelemahan otot yang

-

v Tidk ada tanda tanda malnutrisi v Menunjukkan

digunakan untuk

peningkatan fungsi

menelan/mengunyah

pengecapan dari

Luka, inflamasi pada rongga mulut

- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah

menelan v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

mengunyah makanan

§ Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) § Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. § Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori § Berikan informasi tentang

- Dilaporkan atau fakta

kebutuhan nutrisi

adanya kekurangan

§ Kaji kemampuan pasien

makanan

untuk mendapatkan nutrisi

- Dilaporkan adanya

yang dibutuhkan

perubahan sensasi rasa

Nutrition Monitoring

- Perasaan

§ BB pasien dalam batas

ketidakmampuan untuk

normal

mengunyah makanan

§ Monitor adanya penurunan

- Miskonsepsi

berat badan

- Kehilangan BB dengan

§ Monitor tipe dan jumlah

makanan cukup

aktivitas yang biasa

- Keengganan untuk

dilakukan

makan

§ Monitor interaksi anak atau

- Kram pada abdomen

orangtua selama makan

- Tonus otot jelek

§ Monitor lingkungan selama

- Nyeri abdominal

makan

dengan atau tanpa

§ Jadwalkan pengobatan dan

patologi

tindakan tidak selama jam

- Kurang berminat

makan

40


terhadap makanan

§ Monitor kulit kering dan

- Pembuluh darah

perubahan pigmentasi

kapiler mulai rapuh

§ Monitor turgor kulit

- Diare dan atau

§ Monitor kekeringan, rambut

steatorrhea

kusam, dan mudah patah

- Kehilangan rambut

§ Monitor mual dan muntah

yang cukup banyak

§ Monitor kadar albumin, total

(rontok)

protein, Hb, dan kadar Ht

- Suara usus hiperaktif

§ Monitor makanan kesukaan

- Kurangnya informasi,

§ Monitor pertumbuhan dan

misinformasi

perkembangan

Faktor-faktor yang

§ Monitor pucat, kemerahan,

berhubungan :

dan kekeringan jaringan

Ketidakmampuan

konjungtiva

pemasukan atau mencerna

§ Monitor kalori dan intake

makanan atau

nuntrisi

mengabsorpsi zat-zat gizi

§ Catat adanya edema,

berhubungan dengan faktor

hiperemik, hipertonik

biologis, psikologis atau

papila lidah dan cavitas

ekonomi.

oral. § Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3

Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik

NOC :

NIC :

v Self care : Activity of

Definisi :

Daily Living

Gangguan kemampuan

(ADLs)

untuk melakukan ADL pada diri Batasan karakteristik :

Kriteria Hasil : v Klien terbebas dari bau badan

41

Self Care assistane : ADLs § Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. § Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk


ketidakmampuan untuk

v Menyatakan

kebersihan diri, berpakaian,

mandi, ketidakmampuan

kenyamanan

berhias, toileting dan

untuk berpakaian,

terhadap

makan.

ketidakmampuan untuk

kemampuan untuk

makan, ketidakmampuan

melakukan ADLs

untuk toileting

§ Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh

v Dapat melakukan

Faktor yang berhubungan :

ADLS dengan

kelemahan, kerusakan

bantuan

untuk melakukan self-care. § Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-

kognitif atau perceptual,

hari yang normal sesuai

kerusakan neuromuskular/

kemampuan yang dimiliki.

otot-otot saraf

§ Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. § Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. § Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. §

Pertimbangkan usia klien jika pelaksanaan

mendorong aktivitas

sehari-hari. 4

Resiko infeksi Definisi : Peningkatan

NOC :

NIC :

v Immune Status

42

Infection Control (Kontrol


resiko masuknya organisme patogen Faktor-faktor resiko :

v Risk control Kriteria Hasil :

Prosedur Infasif

tanda dan gejala

-

Ketidakcukupan

infeksi v Menunjukkan kemampuan untuk

patogen

mencegah

Trauma

-

Kerusakan jaringan

paparan lingkungan -

Ruptur membran

setelah dipakai pasien lain ·

·

·

setelah berkunjung

Menunjukkan

meninggalkan pasien ·

amnion -

Instruksikan pada

tangan saat berkunjung dan

dalam batas normal

perilaku hidup sehat

Batasi pengunjung bila

pengunjung untuk mencuci

v Jumlah leukosit

v

Pertahankan teknik

perlu

timbulnya infeksi

dan peningkatan

Bersihkan lingkungan

isolasi

menghindari paparan

-

·

v Klien bebas dari

-

pengetahuan untuk

infeksi)

Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci

Agen farmasi

tangan

(imunosupresan)

·

Cuci tangan setiap

-

Malnutrisi

sebelum dan sesudah

-

Peningkatan

tindakan kperawtan

paparan lingkungan

·

patogen -

Imonusupresi

-

Ketidakadekuatan

tangan sebagai alat pelindung ·

imum buatan -

Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan

Tidak adekuat

alat

pertahanan sekunder

-

Gunakan baju, sarung

·

Ganti letak IV perifer

(penurunan Hb,

dan line central dan

Leukopenia, penekanan

dressing sesuai dengan

respon inflamasi)

petunjuk umum

Tidak adekuat

·

43

Gunakan kateter


pertahanan tubuh

intermiten untuk

primer (kulit tidak

menurunkan infeksi

utuh, trauma jaringan,

kandung kencing

penurunan kerja silia,

·

Tingktkan intake nutrisi

cairan tubuh statis,

·

Berikan terapi antibiotik

perubahan sekresi pH,

bila perlu

perubahan peristaltik) -

Infection Protection (proteksi

Penyakit kronik

terhadap infeksi) ·

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

·

Monitor hitung granulosit, WBC

·

Monitor kerentanan terhadap infeksi

·

Batasi pengunjung

·

Saring pengunjung terhadap penyakit menular

·

Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

·

Pertahankan teknik isolasi k/p

·

Berikan perawatan kuliat pada area epidema

·

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

·

Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

44


·

Dorong masukkan nutrisi yang cukup

·

Dorong masukan cairan

·

Dorong istirahat

·

Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

·

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

·

Ajarkan cara menghindari infeksi

·

Laporkan kecurigaan infeksi

· 5

Laporkan kultur positif

Resiko gangguan integritas

NOC : Tissue Integrity :

kulit b/d keterbatasan

Skin and Mucous

mobilitas

Membranes

menggunakan pakaian yang

Definisi : Perubahan pada

Kriteria Hasil :

longgar

epidermis dan dermis Batasan karakteristik : -

Gangguan pada bagian tubuh

-

Kerusakan lapisa kulit (dermis)

-

Gangguan

v Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan v Melaporkan adanya gangguan sensasi

NIC : Pressure Management § Anjurkan pasien untuk

§ Hindari kerutan padaa tempat tidur § Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering § Mobilisasi pasien (ubah

atau nyeri pada

posisi pasien) setiap dua

daerah kulit yang

jam sekali

permukaan kulit

mengalami

(epidermis)

gangguan

Faktor yang berhubungan :

v Menunjukkan

45

§ Monitor kulit akan adanya kemerahan § Oleskan lotion atau


Eksternal :

pemahaman dalam

minyak/baby oil pada derah

-

proses perbaikan

yang tertekan

Hipertermia atau hipotermia

kulit dan mencegah

-

Substansi kimia

terjadinya sedera

-

Kelembaban udara

berulang

-

Faktor mekanik

v

Mampumelindungi kulit

dapat menimbulkan

mempertahankan

luka, tekanan, restraint)

kelembaban

Immobilitas fisik

-

Radiasi

-

Usia yang ekstrim

-

Kelembaban kulit

-

Obat-obatan

dan

Perubahan status metabolik

-

Tulang menonjol

-

Defisit imunologi

-

Faktor yang berhubungan dengan perkembangan

-

Perubahan sensasi

-

Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)

-

Perubahan status cairan

-

kulit

dan perawatan alami

Internal : -

mobilisasi pasien ยง Monitor status nutrisi pasien

(misalnya : alat yang

-

Perubahan

46

ยง Monitor aktivitas dan

ยง Memandikan pasien dengan sabun dan air


pigmentasi -

Perubahan sirkulasi

-

Perubahan turgor (elastisitas kulit)

47


BAB III

PENUTUP Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, yang dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan (Elizabeth Corwin,2002). Anemia terdapat beberapa jenis diantaranya, anemia aplastik, hemolitik, sel sabit, hemolitik pada bayi baru lahir, pascaperdarahan, difisiensi folat, dan anemia difisiensi besi. Anemia dalam masyarakat umum biasa disebut kekurangan darah merah.Seseorang yang menderita anemia mudah mengalami penurunan kondisi secara fisik sperti mudah lelah, letih, lesu, lunglai, dan lemah.Selain itu orang yang menderita anemia biasanya mudah pusing atau sakit kepala ini dikarenakan jumlah oksigen yang di aliran ke otak berkurang. Anemia anaplastik adalah anemia yang disertai dengan pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. Terdapat juga jenis anemia yang lain seperti anemia defisiensi zat besi, anemia megatoblastik, anemia sel sabit dan lainnya. Setiap anemia mempunyai penatalaksanaan yang berbeda-beda sesuai yang dibutuhkannya. Pada pasien anemia harus sangat dipantau tanda-tanda vitalnya setiap saat, karena permasalahan utama anemia adalah pada hemoglobinnya, dan hemoglobin merupakan penyalur oksigen dan oksigen yang menjadi bahan bakar utama tubuh.

48


DAFTAR PUSTAKA

Brashers, VL.2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Management. Jakarta: EGC. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. corwim. J, elizabeth. 2009. Buku saku patofisiologis: jakarta: EGC. Edward J, dkk. 2008. Dalam: Fauci AS braundwald E Harrison principle of internal medicine. United states: the McGraw-hill Eprints.undip.ac.id FKUI. 2000. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. I Made Bakta, Ketut Suega, Tjokorda Gde Dharmayuda, Anemia defisiensi besi, Bukuajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II edisi keempat. Balai penerbit FKUI, 2007; 634-640. Patrick, davey. 2005. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddarth. Jakarta: EGC.. Suzzane, Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddrat. Jakarta: EGC Waterburry, Lary. 2001. Buku Saku Hematologi. Jakarta:EGC. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mugiyanti0-5260-2-bab2.pdf (diakses pada 18 april 2015 19:17 WIB)

49


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.