MAKALAH BRONKITIS KRONIS
Disusun oleh: PSIK 2013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 1
JANUARI 2015
2
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul makalah bronkritis kronik yang meliputi definisi PPOK, definisi bronkitis konik, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, pencegahan bronkritis, nursing planning. Pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 di semester ganjil ini. Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuah berbagai pihak. Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yangkami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Ciputat, Januari 2015
3
DAFTAR ISI
4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis dan otot polos bronkus. Bronkus yang terkena biasanya bronkus kecil (medium side), sedangakan bronkus besar jarang terjadi. Bronkitis dan emfisiema paru sering terdapat bersamaan pada seorang pasien dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakn kronik obstruksi pulmonary disease. Penyebab utama adalah merokok yang berat dan berjangka panjang, yang mengititasi tabung bronkial dan menyebabkan mereka menghasilkan lendir yang berlebihan.penyakit ini di temukan di klinik dan di derita oleh laki-laki dan dapat di derita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.
B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Definisi PPOK 2. Apa itu Definisi Bronkitis Kronik 3. Apa itu Manifestasi klinis Bronkitis Kronik 4. Mengerti Patofisiologi PPOK dan Bronkitis Kronik 5. Apa saja Penataklasanaan Medis 6. Apa saja Pemeriksaan Penunjang 7. Apa saja Pencegahan Bronkitis 8. Apa saja Nursing Planning
C. Tujuan 1. Mengetahui Definisi PPOK 2. Mengetahui Definisi Bronkitis Kronik 3. Mengetahui Manifestasi Klinis 4. Mengetahui Patofisiologi PPOK Dan Bronkitis Kronik 5. Mengetahui Penataklasanaan Medis 6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang 7. Mengetahui Apa Saja Pencegahan Bronkitis 8. Mengetahui Tentang Nursing Planning
5
BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah umum yang diguakan untuk menggambarkan kondisi obstruksi irreversibel progresif aliran udara ekspirasi. Individu dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif, dan intoleransi aktivitas. Kelainan utama yang tampak pada individu dengan PPOK adalah bronkhitis, emifisema, dan asma. Bronkhitis kronis adalah kelainan yang ditandai dengan pembentukan lendir berlebihan dalam bronkhi dan dimanifestasikan dengan batuk kronis dan pembentukan sputum selama minimal 3 bulan pertahun untuk setidaknya 2 tahun berturut-turut. Emifisime Pulmonal adalah suatu perubahan anatomis pada parenkim paru yang ditandai leh perbesaran abnormal pada duktus alveoli dan alveolar dan kerusakan dinding alveolar. Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas percbangan trakheobronkhial terhadap berbagai stimuli. Kondisi ini dimaifestasikan dengan penyempitan jalan napas yang bersifat periodik reversibel yang disebabkan oleh spasme bronkhus. (Asih, Effendy, 2004)
B. DEFINISI BRONKITIS KRONIS Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan pada saluran pernapasan (bronkhial tree) secara terus menerus dengan disertai batuk. Pengertian terus menerus (kronik) adalah terjadi sepanjang hari selama tidak kurangdari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut. (Djojodibroto, 2009)
C. ETIOLOGI 1. Faktor lingkungan Merokok merupakanpenyebab utama, disertai resiko tambahan akibat polutan udara ditempat kerja atau di dalam kota.Sebagian pasien memiliki asmakronisyang tidakterdiagnosis dan tidak diobati. 2. Genetik Defisiensi Îą, antitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini (Davey, 2006) 6
D. MANIFESTASI KLINIS Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak terjadi pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronis tidak mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 10-15% merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks, sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis kronik obstruktif. (Djojodibroto, 2009) Reff: •
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory Medicine). Jakarta: EGC
•
Asih, N.G.Y, Christantie, E. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC
E. PATOFISIOLOGI Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang ditandai dengan adanya suatu obstruksi permanent (irreversible). Peradangan kronis adalah suatu respon dari , paru dari bahan-bahan iritan seperti asap rokok yang dihisap, gas-gas beracun, debu, dan lain-lain yang merusak jalan napas dan parenkim paru. PPOK diklasifikasikan menjadi subtype bronkitis kronik dan emfisema, walaupaun kebanyakan pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronik didefinisikan sebagai batuk produktif kronik selama lebih dari 2 tahun dan emfisema ditandai oleh adanya kerusakan pada dinding alveola yang menyebabkan peningkatan ukuran ruang udara distal yang abnormal (PDPI, 2004). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) berupa perubahan patologis dari jalan napas dimana respon yang terjadi adalah batuk yang kronik dan produksi sputum, lesi pada slauran napas yang lebih kecil akan menyebabkan obstruksi jalan napas dan kerusakan emfisematosa permukaan paru. Abnormalitas ini juga akan berakibat pada vaskularisasi pulmonal yan akan berkontribusi pada gagal jantung kanan. Meski lokasi dan penampakannya berbeda, patogenesisnya tetap ditentukan oleh proses inflamasi yang terjadi (James & Marina, 2003). Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh bronkitis kronis. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan retriksi pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratnya sakit. Peran spesific growth factors, seperti transforming growth factor-β (TGF- β) yang meningkat pada saluran pernapasan perifer dan 7
connective tissue growth factors (CTGF) belum jelas diketahui. TGF-β mungkin menginduksi fibrosis melalui pelepasan CTGF yang akan menstimulasi deposisi kolagen dalam saluran napas napas (Putrawan & Ngurah Rai, 2008). Masuknya komponen-komponen rokok ataupun bahan-bahan iritan akan merangsang perubahanperubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus akan mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan ini juga akan mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus ini kemudian akan berfungsi sebagai temapat berkembang bagi mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat pirulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. (GOLD, 2009). Rokok dan bahan iritan tersebut juga akan merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Rokok dan bahan iritan akan mengaktivasi makrofag yang kemudian akan melepaskan mediator inflamasi, melengkapi mekanisme seluler yang menghubungkan merokok dengan inflamasi pada PPOK. Neutrofil dan makrofag melepaskan berbagai proteinase kemudian akan meusak jaringan ikat parenkim paru yang menyebabkan hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap didalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Peranan sel T sitotoksik (CD8) belum jelas, mungkin berperan dalam apoptosis dan destruksi sel epitel dinding alveoli melalui pelepasan TNFι. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pasien PPOK, yakni peningkatan jumlah nuetrofil didalam lumen saluran napas, makrofag didalam saluran napas, dinding saluran napas dan parenkim paru-paru, dan limfosit CD 8+ di dinding saluran napas dan parenkim paru (Corwin,2009). Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mnekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan akibatnya bronchiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronchiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian
menjadi lebih rentan
terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan menyebabkan emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer & Bare, 2001). Reff : •
Corwin, Elizabeth J,. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 8
•
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2004.
•
GOLD, Pocket Guide to COPD Diagnosis, Menegement and Prevention. Genewa. WHO: 2009; p.1-8.
•
James, Donohue, & Marina Saetta. 2005. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. WHO.
•
Putrawan & Ngurah Rai, 2008. Terapi-2 Adrenergik Kerja Panjang Pada Tatalaksana Penyakit Paru Onbstruksi Kronik. Journal of International Medicine. 1411 – 6456.
•
Smeltzer, Suzanne C. & Barbara M. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC
F. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Mengencerkan dan mengeluarkan secret dengan cara minum yang banyak, pemberian uap (nebulizer) dan pemberian obat jenis ekspektoran 2. Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan/eksudat infeksi. Obat yang diperlukan untuk mengecerkan sputum terdapat 2, yaitu: a) Mukolitik bekerja dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga menjadi encer. Mukus yang encer akan mendesak dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein. b) Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan. 3. Pemberian antibiotic dapat diberikan jika ada infeksi bacterial yang sering digunakan adalah penisilin dan kloramfenikol/ampisilin atau eritroimisin 4. Modifikasi rencana pembedahan misalnya mengindari pemakaian sedative termasuk inhalasi oksida nitrous) dan anestesi umum. Narkotik atau barbiturate tidak dianjurkan, atau dosisnya dibatasi karena sifatnya yang menekan pernapasan. Tujuan pembedahan untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru dengan dilakukan segmentektomi atau lubektomi. 5. Pemberian Bronkodilatori
9
Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran pernapasan. Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, dan antikolinergik. a) Beta-2 agonis (Simpatomimetika) obat yang mempunyai aksi serupa dengan aktifitas simpatis. Sistem saraf simaptis meme gang peranan penting dalam menentukan ukuran diameter bronkus.Ujung saraf simpatis yang menghasilkan norephinepherin, epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta.Reseptor beta terdiri beta 1 dan beta 2.Beta 1 adrenergik terdapat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada kelenjar dan otot halus bronkus.Adrenergik menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi bronkodilatasi. b) Metilxantin Obat-obat metilsantin antara lain aminofilin dan teofilin.Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping kafein dan dyphylline.Kafein dan dyphylline kurang paten dibandingkan dengan teofilin.Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase.Dengan penghambatan ini penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat cAMP seluler meningkat.Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Reff : •
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39725/4/Chapter%20II.pdf
universitas
sumatera utara •
Hidayat, aziz alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:salemba medika
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG a) Fluoroskopi Untuk membantu dalam prosedur invasive seperti biopsy jarum dada atau biopsy transbronkhial dalam mengidentifikasi lesi. Pemeriksaan ini digunakan untuk penelitian gerakan dinding dada, mediastinum, jantung, dan diagfragma serta mendeteksi adanya paralisis diafragma dan massa paru. CT scan telah menggantikan pemeriksaan fluoroskopi untuk beberapa indikasi.Namun, pemeriksaan ini masih digunakan dalam kaitannya dengan bronkhoskopi serat optic sebagai pemandu dalam biopsy. b) Computed Tomography (CT)scan
10
Computed Tomography (CT)scanadalah metode pencitraan dimana paru dipindai (scanning)dalam lapis – lapis berurutan oleh pancaran-sempit sinar-X. Film sinar-X regular memperlihatkan perbedaan besar antara densitas tubuh seperti tulang, jaringan lunak, dan udara. Namun demikian, CT scan dapat membedakan densitas jaringan yang sangat halus. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan nodulus pulmonal dan tumor kecil yang berdekatan dengan permukaan pleural yang tak terlihat pada pemeriksaan sinar-X rutin untuk menunjukkan abnormalitas mediastinal dan adenopati hilar yang sulit untuk dperlihatkan dengan teknik lainnnya. c) Pemeriksaan Bronkhoskopi Pemeriksaan ini dilakukan dengan melewatkan suatu bronkhoskopi ke dalam trachea dan bronchi untuk mendiagnosis dan mengelola keadaan-keadaan pada percabangan trakeabronkhial.Tujuan diagnostic meliputi visualisasi sumber hemoptysis, mendeteksi penyebab atelectasis sumber wheezing local yang terjadi karena onstruksi, untuk mengambil suatu bahan pemeriksaan, dan pemeriksaan kerusakan trachea pada klie yang diindikasi.Indikasinya meliputi pembilasan klien yang mengalami kelebihan secret, pengambilan benda asing, drainase abses paru, dan pengambilan partikel makanan pada pneumonia aspirasi. Tujuan bronkhoskopi diagnostic adalah: 1. Memeriksa jaringan atau mengumpulkan secret 2. Menentukan lokasi dan keluasan proses patologi dan untuk mendapatkan sampel/contoh jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forsep biopsy, kuretase, dan sikat biopsy) 3. Menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau yang tak dapat diketahui melalui tindakan pembedahan 4. Mendiagnosis tempat perdarahan. Regid bronkhoskopi adalah selang logam berongga dengan cahaya pada ujungnya, bronkhoskopi ini digunakan terutama untuk mengangkat benda asing, mengisap sekresi yang sangat kental, meneliti sumber hemoptysis masif, atau melakukan prosedur bedah endobronkhial. d) Pemeriksaan Sputum a. mengidentifikasi organisme patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan atau tidak. b. Mengkaji sensitivitas (dimana terdapat peningkatan eosinophil) c. Untuk memeriksa sensitivitas obat dan sebagai pedoman pengobatan,
11
Pemeriksaan sputum secara periodic diperlukan untuk klien yang mendapat antibiotic, kortikosteroid, dan medikasi imunosufresif dalam jangka panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik.Jika
sputum sulit dikeluarkan, klien dirangsang dengan
menghirup aerosol salin yang sangat jenuh, glikol propelin yang mengiritasi, atau agen lainnya yang diberikan dengan nebulizer ultrasonic. Jika sputum berwarna kuning-hijau biasanya menandakan infeksi parenkim paru (pneumonia).
Reff : •
Hidayat, aziz alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:salemba medika
H. PENCEGAHAN BRONKHITIS Untuk mempertahankan orang yang sehat tetap sehat.Menurut Soegito (2007), pencegahan agar batuk tidak bertambah parah adalah sebagai berikut: 1) Hindari merokok dan asap rokok 2) Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak 3) Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat 4) Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan,minuman dingin (es), dll. 5) Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak dengan air hangat 6) Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan 7) Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi Reff : 12
•
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39725/4/Chapter%20II.pdf
universitas
sumatera utara. Diakses tanggal 17 januari 2015, pukul 12.30
I. NURSING CARE PLAN A. Diagnosa
Data focus DS
DO •
Ketidakefektifan Bersihan •
Mengeluh nyeri kepala
•
Nyeri
dada
Compos
Jalan Nafas
mentis •
ketika batuk
TD
Merasa lelah
•
Suhu 37,5Oc
•
Batuk
•
Nadi
kental
untuk
sekresi
atau
•
Gelisah
obstruksi dari saluran napas mempertahankan
bersihan jalan napas
•
RR 28x/menit
•
Ronchi +/-
•
Hasil
dan
pasien
Sputum dalam berebihan
untuk
98x/menit
kekuningan
•
jumlah
Ketidakmampuan
•
sputum putih
Dispnea
130/80
mmHg
berulang-
•
Definisi :
membersihkan
ulang dengan
Batasan Karakteristik
foto
mengeluh
thorax
mengeluarkan
didapatkan
sputum
Kardiomegali
Faktor yang Berhubungan : •
Lingkungan : Merokok
•
Obstruksi Jalan Nafas : Mukus dalam jumlah berlebihan
•
Fisiologis :
Penyakit
Paru Obstruksi Kronis
•
Sesak nafas
•
Pasien
(PPOK) B. Patient Goal :
merokok Setelah dirawat di rumah sakit selama 2x 24 jam pasien dapat melakukan
batuk
efektif
13
sehingga sputum keluar
C. Kriteria Hasil (NOC) Respiratory Status : Airway Patency
D. Intervensi (NIC) Airway Management
•
Respiratory Rate (2-5)
•
Posisikan pasien fowler/semifowler
•
Kedalamam pernapasan (3-5)
•
Lakukan fisioterapi dada
•
Suara napas tambahan (2-5)
•
Kurangi
•
Batuk (3-5)
•
Akumulasi sputum (3-5)
akumulasi
mucus
dengan
bbatuk
efektif/suction •
Ajarkan batuk efektif
•
Auskultasi suara nafas
•
Gunakan endotrakeal atau nasotrakeal suction dengan tepat
•
Ajarkan penggunaan nebulizer dengan tepat
•
Monitor status pernapasan (RR, Kedalaman, Suara nafas) Airway Suctioning
•
Tentukan kebutuhan penyedotan untuk mulut dan
14
atau trakea •
Informasikan
pasien
dan
keluarga
tentang
penyedotan •
Auskultasi sebelum dan sesudah penyedotan
•
Masukanlah
suntikan
ke
nasofaring
untuk
nasotrakeal untuk menyedot sputum •
Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter di keluarkan dari nasotrakeal
•
Monitor
status
oksigen
pasien
dan
status
hemodinamika sebelu,sesudah dan saat dilakukan penyodotan.
A. Diagnosa
Data focus DS
DO •
Mengeluh nyeri kepala
•
Nyeri
Ketidakefektifan Pola Napas •
Compos mentis
•
TD
dada
ketika batuk •
Merasa lelah
•
Batuk berulangulang dengan
kental
mmHg Suhu 37,5oC
•
Nadi 98x/menit
•
RR 28x/menit
•
Ronchi +/-
•
Hasil thorax
pasien
didapatkan
mengeluh
Kardiomegali
mengeluarkan sputum
•
Dada
pernapasan •
Pernapasan cuping hidung
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
B. Patient Goal: foto
Perubahan kedalaman
Dengan
Definisi :
•
dan
Berhubungan
•
130/80 Hiverventilasi
sputum putih kekuningan
Faktor Resiko
•
Takipnea
•
Pengunaan otot aksesoris untuk bernapas
Setelaah dirawat di rumah sakit selama 2x 24 jam pola nafas pasien dapat efektif kembali.
terlihat 15
•
Sesak nafas
•
Pasien
cekung
ke
dalam
saat
inspirasi
merokok
(Barrel Chest) •
AGD : pH : 7,33, PaCo2 : 50
mmHg,
PaO2
70
mmHg, HCO3 : 21,
Saturasi
O2 : 85%
C. Kriteria Hasil (NOC) Respiratory Status : ventilation
D. Intervensi (NIC) Ventilation Assistance
•
Respiratory rate : (1-5)
•
Pertahankan jalan napas
•
Ritme pernapasan : (1-5)
•
Posisikan untuk mengurangi dyspnea
•
Kedalaman inspirasi : (3-5)
•
Posisikan untu kmemfasilitasi ventilasi
•
Menggunakan otot bantu pernapasan :
•
Posisikan untuk meminimalisir upaya bernapas
•
Memonitor efek dan perubahan posisi dalam
(3-5) •
Dyspnea : (2 -5)
oksigenasi : saturasi, CO2, O2 . •
Lakukan napas pelan dan dalam, berulangkali dan batuk
•
Auskultasi suara napas, catat area penurunan ventilasi dan kehadiran /adanya suara tambahan
•
Monitor kelelahan otot respirasi
•
Monitor status respirasi dan oksigenasi
A. Diagnosa: Gangguan Pertukaran Gas
16
DS: Sesak
DO: RR: , Pco2: , PO2: ,
Definisi
Kelebihan atau Defisit pada oksigenasi dan eliminasi karbondioksida pada membran alveolar kapiler
Batasan karakteristik :
Faktor yang berhubungan B. Patient goals C. NOC (repiratory status; gas exchange)
D. NIC (respiratory monitoring)
•
pH darah abnormal
•
PH arteri abnormal
•
Pernapasapasan abnormal
•
Hiperkapnia
•
Hipoksemia
•
Gelisah
•
Napasa cuping hidung
Perubahan membran alveolar Pernapasan, oksigenasi, dan eleminasi karbondioksida pasien kembali normal •
Ventilasi dan perfusi balance(3-5)
•
PaO2 (3-5)
•
Pco2( 3-5)
•
pH ateri (3-5)
•
Monitro rata-rata, irama, kedalaman, usaha untuk bernapas
•
Lihat pegerakan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
•
Monitor suara pernapasan
•
Monitror pernapasan
•
Auskultasi suara pernapasan
A. Diagnosa: Kenyamanan : Nyeri Kronis DS: Nyeri dada
DO:
17
Definisi
Batasan karakteristik
Faktor yang berhubungan B. Patient goals C. NOC (pain level)
D. NIC (pain management surrveilence )
DS: lelah
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan sedemikian rupa (international association for the study of pain ); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 6 bulan •
Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
•
Skala keluhan nyeri
•
Masker wajah ( tampak kacau, meringis)
•
Letih
•
Sikap melindungi area nyeri
•
Keluhan nyeri gelisah
•
Ketunadayaan fisik kronis
Nyeri yang dirasakan pasien berkurang •
Keluhan nyeri (3-5)
•
Nyeri yang berkepanjangnan (3-5)
•
Menggosok area yang sakit (3-5)
•
Ekspresi nyeri (3-5)
•
Kontrol lingkungan dari yang menyebabakan bertambahnya nyeri
•
Hindari faktor yang menyebabkan bertambah nyeri
•
Ajarkan prinsip pain management dengan teknik relaksasi
•
Kolaborasi dengan dokter dan parmasi untuk memberikan obat penghilanhg nyeri
•
Hitung skala nyeri pasien
DO: pengisisan kapilari refil lebih dari 3 detik
18
Saturasi 85 %
A. Diagnosa :
Ketidak Efektifan Perfusi Jaringan
Definisi:
Penurunan sirkulasi darah keperifer yang dapat mengganggu kesehatan
Batasan karaktersitik
pengisisan kapilari refil lebih dari 3 detik
Faktor yang berhubungan
Merokok
B. Patient goal
Pengisian kapilari refill kembali normal
C. NOC (tissue perfusion : peripheral)
Capillary refill finger (3-5) Capilarry rafill toes (3-5) Sistolik blod pressure (3-5) Diastolik blood pressure (3-5) Carotid pulse stength(3-5)
D. NIC (circulatory care: arterial insufficiency)
Lakukan penilaian perluasan dari sirkulasi perifer Evaluasi denyut perifer Monitor ketidaknyamanan atau kesakitan ketika melakukan sesuatu Ganti psisi pasien setiap 2 jam dengan tepat Larang pasien untuk merokok
A. Diagnosa
Data fokus DS Nafsu
DO makan
pasien menurun
Batasan
Ketidakseimbanagn Nutrisi : •
BB 48 kg
Kurang
•
TB 170 cm
Tubuh B.D Penyakit Dengan
Dari
Kebutuhan
Karakteristik •
Berat badan 20% atau lebih di bawah berat
Gejala
badan ideal • Definisi : intake nutrisi tidak
Kurang makanan 19
mencukupi untuk memenui kebutuhan metabolik
B. Patient Goal: Setelaah dirawat di rumah sakit selama 2x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
C. Kriteria Hasil (NOC)
D. Intervensi (NIC)
Nutrtional status
Intake nutrisi (3-5)
Intake makanan(3-5)
Intake cairan (3-5)
Nutrtional therapy” •
Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibtuhkan pasien dan berkabolari dengan ahli gizi
•
Anjurkan pasien untuk mengomsumsi makanan dan cairan tinggi kalium, jika sesuai
•
Membnatu pasien untuk memilih makanan yang lembut, lunak, mengandung asam
•
Berikan oral care sebelum makan
20
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Bronkitis berarti infeksi bronkus , bronkitis dapat di katakan penyakit tersendiri ,tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan atas atau bersamaan dngan penyakit saluran pernapasan antara lain seperti sindbronkitis , bronkitis pada asma’dan sebagainya ,yg terdiri dari bronkitis akut dan kronik.
21
DAFTAR PUSTAKA •
Asih, N.G.Y, Christantie, E. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC
•
Corwin, Elizabeth J,. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
•
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta:Erlangga
•
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory Medicine). Jakarta: EGC
•
GOLD, Pocket Guide to COPD Diagnosis, Menegement and Prevention. Genewa. WHO: 2009; p.1-8.
•
Hidayat, aziz alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:salemba medika
•
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39725/4/Chapter%20II.pdf
universitas
sumatera utara. Diakses tanggal 17 januari 2015, pukul 12.30 •
James, Donohue, & Marina Saetta. 2005. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. WHO.
•
Putrawan & Ngurah Rai, 2008. Terapi-2 Adrenergik Kerja Panjang Pada Tatalaksana Penyakit Paru Onbstruksi Kronik. Journal of International Medicine. 1411 – 6456.
•
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2004.
•
Smeltzer, Suzanne C. & Barbara M. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC
22