Makalah dl paratiroid

Page 1

Makalah KMB 2 :Discovery Learning HIPOPARATIROIDISME dan HIPOPARATIROIDISME

Disusun Oleh: PSIK PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga, penulis dapat menyelesaikan makalah hasil diskusi Discovery Learningyang bertemakan Hipoparatiroid dan Hiperparatiroid ini tepat waktu. Tidak lupa juga kami haturkan beribu ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini, sehingga kami mampu menuangkan hasil diskusi kami dalam sekumpulan kalimat yang tertuang dalam bentuk makalah.Kami berharap semoga makalah ini banyak bermanfaat bagi semua pihak. Dalam penulisan makalah ini, kami penyusun banyak menemui hambatan-hambatan dalam hal konsentrasi terhadap observasi.Oleh karena itu, besar harapan kami untuk menerima masukan-masukan berupa kirik ataupun saran yang bersifat membangun.Karena kami juga menyadari bahwa masih terbatasnya ilmu pengetahuan dan pengalaman, sehingga makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan.

Ciputat, 2 April 2015


Daftar Isi

Table of Contents

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kelenjar paratiroid pada manusia itu berjumlah empat buah yang terletak dibelakang kelenjar tiroid.Kelenjar ini menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus tiroid.Kelenjar ini

dapat mempunyai ukuran dan jumlah yang bervariasi, dan kadang-kadang ditemukan di bagian dalam kelenjar tiroid atau di belakang faring atau dalam toraks.Terdiri dari kumpulan sel-sel, dipindahkan oleh jaringan ikat dan dengan sinusoid untuk darah yang mengalir di sekeliling sel (Sloane, 2003).


Adapula beberapa kelainan yang timbul akibat kurangnya produksi hormone paratiroid oleh kelenjar paratiroid yang biasa dikenal dengan istilah Hipoparatiroid.Selain itu ada pula kelainan akibat berlebihnya produksi hormone paratiroid yang biasa dikenal dengan istilah Hiperparatiroid.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya yaitu antara lain: 1. Pengertian dari Hipopratiroid dan Hiperparatiroid 2. Penyebab terjadinya Hipopratiroid dan Hiperparatiroid 3. Penatalaksanaan Hipopratiroid dan Hiperparatiroid 4. Asuhan keperawatan mengenai Hipopratiroid dan Hiperparatiroid


BAB II ANATOMI KELENJAR PARATIROID Kelenjar paratiorid menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus tiroid, berjumlah 4 buah yang terletak posterior terhadap tiroid.Dengan berat 25 – 50 gram masingmasing lobusnya (Sloane, 2003). Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya 2 millimeter serta memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid sulit untuk ditemukan selama operasi tiroid karena kelenjar paratiroid sering tampak sebagai lobulus yang lain dari kelenjar tiroid (Khalawi, 2013). Berikut ini merupakan struktur anatomi kelenjar paratiroid:

Kelenjar ini dapat mempunyai ukuran dan jumlah yang bervariasi, dan kadang-kadang ditemukan di bagian dalam kelenjar tiroid atau di belakang faring atau dalam toraks.Terdiri dari kumpulan sel-sel, dipindahkan oleh jaringan ikat dan dengan sinusoid untuk darah yang mengalir di sekeliling sel (Sloane, 2003). Kelenjar ini terdiri dari dua jenis sel. Dua jenis sel yang menyusun kelenjar paratiroid tersebut yaitu: a. sel principal (chief cells)


jumlahnya banyak, berbentuk poligonal kecil dengan inti bulat, sitoplasma sedikit, dan pucat. Sel ini menghasilkan PTH (parathyroid hormone) yang mengatur kadar kalsium, magnesium, dan fosfat. b. sel oksifil (oxyphill cell) terkadang dijumpai dalam jumlah sedikit, berukuran lebih besar dengan sitoplasma asidofilik dan bentuk mitokondria abnormal. Beberapa sel oksifil menunjukkan kadar PTH yang rendah (Tortora, 2009 dan Mescher, 2010).

Berikut ini merupakan gambaran histologi kelenjar paratiroid

Sekresi hormon ini tidak dikendalikan oleh tiroid namun langsung oleh mekanisme umpan balik negatif.Penurunan kalsium serum merangsang pelepasan PTH. PTH meningkatkan kadar kalsium dengan cara a) mentransfer kalsium dari tulang ke dalam plasma, b) meningkatkan

reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal, sehingga sekresi dalam urin berkurang, dan c) meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus. Sedangkan, peningkatan kalsium plasma menurunkan sekresi PTH dan meningkatkan tirokalsitonin yang disekresi oleh kelenjar tiroid (Gibson, 2003). Reff: Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Ed.2. Jakarta: EGC. Khalawi, Amel Ahmed; Ali Ahmed Al-Robai, et al. 2013. Can Nigella Sativa Oil (NSO) Reverse Hypothyroid Status Induced by PTU in Rat? Biochemical and Histological Studies. Life Science Journal. 10(2): 807. Mescher Al. 2010. Junqueira’s Basic Histology. Ed.12. Singapore: Mc. Graw Hill. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.


Tortora GJ, Derrickson BH. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Ed.12. Asia: John Wiley & Sons. Ada pula beberapa kelainan yang timbul akibat kurangnya produksi hormone paratiroid oleh kelenjar paratiroid yang biasa dikenal dengan istilah Hipoparatiroid.Selain itu ada pula kelainan akibat berlebihnya produksi hormone paratiroid yang biasa dikenal dengan istilah Hiperparatiroid.

A. Hipoparatiroidisme

Hipoparatiroid merupakan penurunan fungsi kelenjar paratiroid, disertai hipokalsemia, dapat menyebabkan tetani, hiperfosfatemi dengan penurunan reabsorpsi tulang dan gejala-gejala lainnya. (Dorland, 2012)

Etiologi Penyebab hipoparatiroidisme yang paling sering ditemukan adalah sekresi hormone paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher. Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya tidak diketahui merupakan penyebab yang lebih jarang dijumpai. Gejala disebabkan oleh defisiensi parathormon yang menyebabkan peningkatan fosfatase darah (hiperfosfatemia) dan penurunan kadar kalsium darah (hipokalsemia).

Klasifikasi Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simple idiopatik hipoparatiroid, hipoparatiroid pascabedah a. Hipoparatiroid neonatal

Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid.Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.


b. Simple idiopatik hipoparatiroid

Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa.Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal.Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis. c. Hipoparatiroid pascabedah

Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus.Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior.Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasioperasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

Patofisiologi Hipoparatiroid

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum yang menurun (biasa sampai 5 mgr) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr %). Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuatnya produksi hormone paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi.Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya untuk mengatasi sekresi hormone paratiroid yang berlebihan.Tetapi biasanya jika terlalu banyak jaringan yang diangkat, operasai yang kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak kelenjar paratiroid dan tiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormone paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operaasi.


Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespon terhadap hormone, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk 1 pada bentuk yang sering terjadi pengurangan congenital aktivitas gs sebesar 50% dan PTH tidak dapat meningkat secara normal kensentrasi AMP siklik 2 pada bentuk yang lebih jarang respons AMP siklik normal tetapi efek fosfatori hormone terganggu. Gejala paratiroidisme sama dengan hypocalcemia dan dapat berkisar dari yang ringan, lebih parah dan sampai kejang kejang. Hal ini disebabkan kalsium yang memiliki beberapa fungsi utama dalam tubuh kita termasuk memberikan energi listrik untuk sistem saraf, menyediakan energi listrik untuk kontraksi otot dan kemeberikan kekuatan untuk tulang. Hipokalsemia menyebapkan iribilitas system neuromuscular yang berupa tetanus. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala pati rasa, kram, dan kesemutan. Gejala yang utama adalah reaksi neuro muscular yang berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang rendah keluhan keluhan penderita adalah tetani aequevalen tetani menjadi manifestasi sebagai spasme corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibujari dalam aduksi dan jari lain dalam keadaan ektensi. Juga sering didapat articulatio cubbiti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.

Manifestasi Klinis •

Tetanus adalah gejala utama.

•

Tetanus laten; kebas, kesemutan, dan kram ekstermitas; kaku di tangan dan kaki.

•

Tetanus jelas: bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal, disfagia, fotofobia, disritmia jantung, dan kejang

•

Gejala lain: ansietas, iritabilitas, depresi dan delirium. Perubahan EKG dan hipotensi juga dapat terjadi.

Pemeriksaan fisik a. Sistem persarafan

(1) Parestesis: bibir, lidah, jari-jari, kaki.


(2) Kesemutan (3) Tremor (4) Hiperefleksia (5) Tanda chvostek’s dan trousseau’s positif (6) Papil edema (7) Labilitas emosional (8) Peka rangsang (9) Ansietas (10) Depresi (11) Delirium (12) Delusi (13) Perubahan dalam tingkat kesadaran (14) Tetani (15) Kejang b. Sistem muskuloskeletal

(1) Kekakuan (2) Keletihan c. Sistem cardiovaskuler

(1) Sianosis (2) Palpitasi (3) Disritmia jantung d. Sistem pernafasan

(1) Suara serak (2) Edema/stridor laring e. Sistem gastrointestinal

(1) Mual muntah (2) Nyeri abdomen f.

Sistem urinaria

Pembentukan kalkuli pada ginjal


g. Sistem integumen

(1) Distrofik, kering, kulit, dan kuku keras (2) Figmentasi kutan (3) Alopesia (4) Tepi kuku horizontal (5) Kuku rapuh

Pemeriksaan Diagnostik Hasil pemeriksaan berikut ini memastikan diagnosis hipoparatiroidisme : 1. Radioimmunoassay untuk hormon paratiroid yang memperlihatkan penurunan kadar

hormon tersebut 2. Penurunan kadar kalsium serum dan urine 3. Peningkatan kadar fosfor serum 4. Fosfatase alkali normal atau rendah 5. Penurunan kadar kreatinin 6. EKG yang memperlihatkan pemanjangan interval QT dan ST akibat hipokalsemia 7. Tindakan menggelembungkan manset tensimeter yang dipasang pada lengan atas hingga

mencapai tekanan di antara tekanan sistolik dan diastolik serta mempertahankan penggelembungan manset tersebut pada tekanan ini selama tiga menit akan menimbulkan gejala Trousseau (spasme karpal) yang merupakan bukti klinis hipoparatiroidisme. 8. Density dari tulang bisa bertambah. 9. Foto Rontgen: a. Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak b. Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid

Sumber: Doengoes, M.E.2000.Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC


Penatalaksanaan Medis •

Tingkatkan kadar kalsium serum menjadi 9 sampai 19 mg/dl (2,2 sampai 2,5 mmol/L)

Apabila hipokalsemia dan tetanus terjadi setelah tindakan tiroidektomi, segera berikan kalsium glukonat per IV. Sedatif (pentobarbital) dapat diberikan. Parathormon parenteral dapat diberikan, pantau reakasi alergi dan perubahan kadar kalsium serum.

Trakeostomi atau ventilasi mekanis dan medikasi bronkodilatasi mungkin harus diberikan apabila pasien mengalami gawat napas.

Hipoparatiroidisme kronis ditangani dengan diet tinggi kalsium dan rendah fosfor. Pasien harus menghindari susu, produk susu, kuning telur dan bayam

Tablet kalsium per oral dan sediaan vitamin D serta alumunium hidroksida atau alumunium karbonat dapat diberikan.

Penatalaksanaan Keperawatan •

Mendeteksi tanda awal hipokalsemia dan mengantisipasi tanda-tanda tetanus, kejang dan kesulitan bernapas.

Letakkan kalsium glukonat disamping tempat tidur jika pasien mengalami gangguan jantung, disritmia, atau mendapatkan obat digitalis, kalsium glukonat diberikan secara perlahan dan dengan hati-hati

Lakukan pemantauan jantung secarakontinyu dan lakukan pengkajian yang cermat; kalsium dan digitalis meningkatkan kontraksi sistolik dan juga memperkuat kerja satu sama lain. Kondisi ini dapat menimbulkan disritmia yang berpotensi fatal.

Jelaskan kepada pasien mengenai medikasi dan terapi diet, rasional perlunya asupan tinggi kalsium dan rendah fosfat, dan gejala hipokalsemia serta hiperkalsemia.

Arahkan pasien untuk menghubungi dokter jika gejala terjadi


Sumber: Dorland, Newman. 2012. Kamus Saku Keperawatan Dorland Edisi 28. Jakarta: EGC Smeltzer, Susan. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Asuhan Keperawatan Hipoparatiroid Diagnosa: Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia. Tujuan: klien tidak mengalami cedera. Batasan Karakterisktik: 1. Defisiensi Parathormon 2. Peningkatan kadar fosfat dlm darah & penurunan kalsium dlm darah 3. Iritabilitas system neuromuscular 4. Tetanus 5. Kejang

Kreteria Hasil: 1. Reflek normal 2. Tanda vital stabil

Intervensi: 1. Pantau tanda-tanda vital dan reflek tiap 2 jam sampai 4 jam. 2. Pantau fungsi jantung secara terus menerus/gambaran EKG. 3. Bila pasien dalam tirah baring berikan bantalan pagar tempat tidur dan pertahakan tempat tidur dalam posisi rendah. 4. Bila aktivitas kejang terjadi ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk berjalan, singkirkan benda-benda yang membahayaka, bantu pasien dalam menangani kejang dan reorientasikan bila perlu. 5. Kolaborasi dengan dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau efektifitas cairan parenteral dan kalsium.


6. Pemberian kalsium dengan hati-hati. 7. Berikan suplemen vitamin D dan kalsium sesuai program. 8. Kaji ulang pemeriksaan kadar kalsium.

Diagnosa: Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang. Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi, pola nafas klien kembali efektif. Batasan Karakteristik: 1. Penurunan kalsium dalam darah 2. Iritabilitas neuromuscular 3. Kejang otot pada bronkus atau laring 4. Sulit bernafas

Kriteria Hasil: 1. Pola nafas efektif. 2. RR 16-20 kali permenit. 3. TTV dalam batas normal. 4. Ekspansi paru mengembang.

Intervensi: 1. Siapkan peralatan penghisap dan jalan nafas oral di dekat

tempat tidur sepanjang waktu. 2. Siapkan tali tracheostomi, oksigen, dan peralatan resusitasi

manual siap pakai sepanjang waktu. 3. Kaji upaya pernafasan dan kualitas suara setiap 2 jam. 4. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring setiap 4 jam. 5. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk

mempertahankan jalan nafas tetap terbuka. 6. Intruksikan pasien agar menginformasikan pada perawat atau

dokter saat pertama terjadi tanda kekakuan pada tenggorok atau sesak nafas. 7. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan nafas,

pertahankan kepala dalam posisi kepala dalam posisi alamiah, garis tengah. 8. Bila terjadi kejang: pertahankan jalan nafas, penghisapan


orofaring sesuai indikasi, berikan O2 sesuai pesanan, pantau tensi, nadi, pernafasan dan tanda-tanda neurologis, periksa setelah terjadi kejang, catat frekwensi, waktu, tingkat kesadaran, bagian tubuh yang terlibat dan lamanya aktivitas kejang. 9. Siapkan untuk berkolaborasi dengan dokter dalam mengatasi

status efileptikus misalnya: intubasi, pengobatan. 10. Lanjutkan perawatan untuk kejang.

Diagnosa: Intoleran aktivitas berhubungan dengan kekakuan ekstremitas Tujuan: Dalam perawatan 2x24 jam diharapkan klien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas. Batasan Karakteristik: 1. Tetanus laten 2. Ekstremitas kaku

Kreteria Hasil: 1. Mampu makan sendiri 2. Memakai pakaian sendiri

Intervensi: 1.

Kaji pola aktivitas yang lalu.

2.

Kaji terhadap perubahan dalam gejala muskuloskeletal

setiap 8 jam. 3.

Kaji respon terhadap aktivitas: Catat perubahan tensi,

3. Mandi

nadi, pernafasan, hentikan aktivitas bila terjadi perubahan,

4. Jalan

tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan

5. Duduk

peningkatan toleransi, ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktivitas dan untuk mengurangi, menghentikan atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan. 4.

Rencanakan

perawatan

bersama

pasien

untuk

menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain. 5.

Seimbangkan antara waktu aktivitas dengan waktu

istirahat. 6.

Simpan

benda-benda

dan

barang

lainnya

dalam


jangkauan yang mudah bagi pasien.

KOMPLIKASI Hipoparatiroid 1. Kalsium serum menurun 2. Fosfat serum meninggi 3. Pertumbuhan terhambat, cacat gigi, dan perkembangan mental lambat dapat terjadi jika

Hipoparatiroidisme berkembang di masa kecil. -

Soeparman, Sarwono Waspadji. 2004. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.

B. Hiperparatiroid

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddarth, 2001)

Etiologi Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu: 1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.


2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau

hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya 3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi

dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini. 4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang

multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia. Patofisiologi Hipersekresi PTH ( Hiperparatiroidisme ) Kelebihan sekresi PTH atau Hiperparatiroidisme yang biasanya disebabkan oleh tumor dengan hipersekresi

di

salah

satu

kelenjar

paratiroid,

ditandai

dengan

hiperkalsemia

dan

hiposfosfatemia.Pasien mungkin asimtomatik atau gejala dapat parah, bergantung pada besarnya masalah. Yang berikut adalah kemungkinan yang dapat terjadi : a. Hiperkalsemia menurunkan eksitabilitas jaringan saraf dan otot, menyebabkan gangguan

saraf dan kelemahan otot termasuk penutunan kewaspadaan, kurangnya daya ingat dan depresi juga dapat terjadi gangguan jantung. b. Mobilisasi berlebihan Ca ² ⁺

dan PO4 ³ˉ dari simpanan di tulang yang menyebabkan

penipisan tulang yang dapat menyebabkan cacat tulang dan peningkatan insiden fraktur c. Terjadi peningkatan insiden batu ginjal yang mengandung Ca ² ⁺

karena Ca ² ⁺

yang

terfiltrasi dalam jumlah besar dapat mengendap dan membentuk batu. Batu ini dapat mengganggu fungsi ginjal. Mengalirnya batu melalui ureter menyebabkan nyeri hebat. Karena berbagai kemungkinan ini maka hipeparartiroidisme dinamai penyakit “ bones, stones, dan abdominal groans. (tulang, batu dan sakit perut )


d. Yang juga menyebabkan “ abdominal groan “ tersebut adalah bahwa hiperkalsemia dapat

menyebabkan gangguan pencernaan misalnya tukak peptic, mual dan konstipasi. Referensi : Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari sel Ke sistem. Jakarta: EGC

Pathway hiperparatiroidisme Macamnya

hiperparatiroidisme

Etiologi

Hiperparatiroid primer

Hiperparatiroid sekunder

Tumor dgn sekresi disalah satu kelenjar paratiroid,hiperfungsi kelenjar

Berkaitan dengan gagal ginjal akut & kekurangan vit.D

Hipersekresi PTH

Hipofosfatemia (fosfat <2,5 mg/dl )

Ginjal Meningkatnya

² ⁺ di reabsorbsi Caekskresi Menurunnya tubulus ² ⁺ginjal

tulang Kepekaan tulang thdp PTH

Hiperkalsemia ²⁺ Peningkatan Meningkatkan Ca (kalsium > Meningkatnya usus darahabsorbsi pengaktifan 10,mg/dl ² ⁺ ) vitamin D plasma

Cacat tulang

² ⁺ dan insiden Mobilisasi Ca Dk : resiko cidera

Efeknyaotot Ekstabilitas

dari tulang

Penipisan tulang saraf Ekstabilitas fraktur


menyebabkan

Efek menahun

Memiliki beberapa efek

Kelemahan otot

Latergi, konfusi mental,kurangnya daya ingat dan depresi


Peningkatan insiden batu ginjal karena

Ca ² ⠺

yang

terfiltrasi dlm jumlah besar dapat

Sekresi dan asam lambung dan pepsin

Tukak peptik

Mual

Anoreksia

Abnormalitas ginjal

Membentuk & Menghasilkan air kemih dalam jumlah banyak

poliuria Sehingga terbentuk batu yang mengganggu fungsi ginjal

DK; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Haluaran urin sekitar 30-60 Stone, bones and ml/jam abdominal groans

DK :Perubahan eliminasi urin

KLASIFIKASI

Cairan dan elektrolit tubuh banyak yang hilang

Dehidrasi

DK : resiko ketidakseimbangan elektrolit

1. Hiperparatiroid primer

Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi.Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi.Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion kalsium.Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis.Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak


pengangkatan, resiko menjadi hilang. Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu : a.

Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-

muntah, konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi). b.

Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli,

nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy. c.

Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur

patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray. d.

Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison,

pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome, hiperurisemia, gout. Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme. 2. Hiperparatiroid sekunder

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal.Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia. 3. Hiperparatiroid tersier

Hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid.Seperti hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan


ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma.Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia. Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid.

Manifestasi Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal. Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas;

dan

pemendekkan

badan.

Kehilangan

tulang

yang

berkaitan

dengan

hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)

Penatalaksanaan 1. Tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal.


Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi). 2. Minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih

Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia. 3. Mobilitas pasien

Dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. 4. Pemberian fosfat per oral

Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak. 5. Diet dan obat-obatan.

Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan

Reff:

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC. Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC


Terapi Hiperparatiroidisme Terapi yang dianjurkan adalah: 1. Medikamentosa a. Infus larutan fisiologis b. Pemberian kalsium dan fosfor untuk menghalangi destruksi kalsium dan fosfor tubuh. c. Pemberian furosemid yang berfungsi untuk mengurangi reasorbsi kalsium dan

gastrointestinal. 2. Operasi untuk mengangkat kelenjar paratiroid

(Manuaba,Ida Bagus Gde dkk.2007. pengantar kuliah obstetri.jakarta:EGC)

Penatalaksanaan Hiperparatiroid -

Pengangkatan dengan cara bedah jaringan paratiroid abnormal untuk hiperparatiroid primer: pada periode preoperatif anjurkan pasien untuk minum 2000 ml atau lebih untuk mencegah pembentukan kalkulus.

-

Hindari diuretik tiazid karena mereka menurunkan ekskresi kalsium ginjal.

-

Mobilitas dianjurkan karena tulang yang mengalami stres normal melepaskan sedikit kalsium.

-

Diberikan fosfat oral untuk menurunkan kadar kalsium serum.

-

Batasi masukan makanan yang banyak mengandung kalsium dan fosfor.

-

Pantau dengan ketat untuk mendeteksi gejala tetani, komplikasi pascaoperasi dini.

-

Ingatkan pasien dan keluarga tentang tentang pentingnya pengobatan tindak lanjut untuk memastikan kadar kasium serum normal. (Baughman, diane C. 2000. KMB : buku saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC)


Pemeriksaan Penunjang Hiperparatiroid 1. Biokimiawi

Pada hiperparatiroidisme primer kadar kalsium serum meningkat dan fosfat menurun. Peningkatan alkali fosfatase serum menunjukkan peningkatan aktivitas tulang. Terdapat klirens fosfat yang tinggi di ginjal dan asidosis tubulus ginjal ringan(dengan kadar klorida serum yang tinggi). Kadar kalsium serum tidak turun dengan pemberian kortikostreoid. Pada hiperparatiroidisme sekunder atau gagal ginjal, kadar fosfat serum tinggi dan kalsium serum cenderung rendahs. 2. Radiologi

Perubahan yang lebih spesifik diantaranya adalah adalah hilangnya lapisan dura gigi (25%) dan kista resoprpsi tulang subperiosteal yang kecil yang paling jelas di falang media tangan dan kaki. Osteitis fibrosa kistik disertai kista tulang relatif jarang terjadi. Pengukuran densitas tulang menunjukkan penurunan pada vertebra lumbalis, femoralis dan radialis. CT scan dan pemindaian pengurangan isotopik pada leher dan mediastinum (sampai 20% memiliki letak ektopik) jarang bis membantu menemukan kelenjar abnormal.

Pengobatan Kelenjar paratiroid yang terganggu harus direseksi oleh dokter bedah yang berpengalaman jika kadar kalsium serum tetap 3,0 mmol/L. Pembedahan dianjurkan untuk dilakukan pada pasien dengan kadar yang lebih rendah jika usianya < 50 tahun. Pembesaran kelenjar soliter harus diangkat atau jika semuanya membesar diangkat 3 setengah kelenjar, dan setengah sisanya di in situ atau ditanam di lengan atas.Sebagian menganjurkan pengangkatan semua kelenjar hiperplastik dan lakukan pengobatan lanjutan dengan alfakalsidol.Bisa timbul “hungry bones syndrome� pascaoperasi dengan gejala tetani dan hipomagnesemia. (Bradley, John dkk. 2005. Lecture notes kedokteran klinis ed.6. jakarta:erlangga)


Asuhan Keperawatan Hiperparatiroidisme 1. Hiperparatiroidisme a. Pengkajian Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup : 1) Riwayat kesehatan klien. 2) Riwayat penyakit dalam keluarga. 3) Keluhan utama, antara lain : a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan c) Depresi d) Nyeri tulang dan sendi. 4) Riwayat trauma/fraktur tulang. 5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala. 6) Pemeriksaan fisik yang mencakup : a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang. b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat. c) Perubahan tingkat kesadaran. 7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam. 8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :


a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat. b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang. B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroidisme antara lain : 1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi. 2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia. 3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual. 4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal. C. Rencana tindakan keperawatan 1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi. Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologi. Intervensi Keperawatan : 1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.


2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati. 3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik. 4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien. 5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tibatiba. 6. Ajarkan

klien

cara

menggunakan

alat

bantu

berjalan

bila

dibutuhkan. Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan. 2) Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia. Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam. Intervensi Keperawatan : 1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal. 2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa. 3) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.


Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal. Intervensi Keperawatan : 1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia. 2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat menghilangkan

sebagian

manifestasi

gastrointestinal

yang

tidak

menyenangkan. 3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu. 4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien. 4) Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal. Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien). Intervensi Keperawatan : 1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia. 2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan. 3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra indikasi. 4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter pelunak feses atau laksatif.


Rumahorbor, Hotma. 2001. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.


BAB III Kesimpulan

Hipoparatiroid merupakan penurunan fungsi kelenjar paratiroid, disertai hipokalsemia, yang dapat menyebabkan tetani, hiperfosfatemi dengan penurunan reabsorpsi tulang dan gejala-gejala lainnya. (Dorland, 2012). Penyebab dari hipoparatiroidisme yang paling sering ditemukan adalah sekresi hormone paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher. Sedangkan hiperparatiroidisme sendiri adalah produksi hormone paratiroid yang berlebih yang ditandai dengan deklasifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium.Jika seseorang mengalami beberapa gejala dari hipoparatiroid ataupun hiperparatiroid, maka segera lakukan pemeriksaan lanjutan untuk menghindari komplikasi yang mungkin akan terjadi.


Daftar Pustaka Rumahorbor, Hotma. 2001. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC. Bradley, John dkk. 2005. Lecture notes kedokteran klinis ed.6. Jakarta: Erlangga Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Ed.2. Jakarta: EGC. Khalawi, Amel Ahmed; Ali Ahmed Al-Robai, et al. 2013. Can Nigella Sativa Oil (NSO) Reverse Hypothyroid Status Induced by PTU in Rat? Biochemical and Histological Studies. Life Science Journal. 10(2): 807. Mescher Al. 2010. Junqueira’s Basic Histology. Ed.12. Singapore: Mc. Graw Hill. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. Tortora GJ, Derrickson BH. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Ed.12. Asia: John Wiley & Sons. Baughman, diane C. 2000. KMB : buku saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC. Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari sel Ke sistem. Jakarta: EGC


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.