Makalah Malaria

Page 1

MAKALAH DISCOVER LEARNING MALARIA

Disusun Oleh: Kelompok 1 & 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JANUARI 2015


DAFTAR ISI


Daftar Istilah Infeksi Protozoa

: Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh khususnya mikroba. : Filum yang mencakup organisme-organisme paling sederhana dari kerajaan hewan

Sporozoit

: Stadium infektif dalam kelenjar nyamuk yang dibentuk dalam ookista melalui proses sporogoni.

Hipnozoit

:Bentuk sporozoit yang inaktif (“dormant”) pada P.vivax dan menyebabkan relaps

Skizon

: Stadium yang ini mengalami aseksual dengan cara pembelahan ganda atau segmentasi. Skizon dapat ditemukan dalam sel hati (skizon pra-eritrosit) atau dalam eritrosit (skizon eritrosit).

Merozoit

:Hasil pembelahan melalui skizogoni.

Stadium ekso-eritrosit sekunder (stadium pra – eritrosit “lambat”) – Istilah ini dipakai skizon yang berkembang dalam hati akibat invasi merozoit dari skizon pra-eritrosit. Sekarang diduga bahwa reinfeksi sel hati tidak disebabkan oleh merozoit pra-eritrosit. Trofozoit

:Stadium aseksual dengan inti satu, yang terdapat di dalam eritrosit.

Mikrogametosit :Gametosit jantan yang membentuk sejumlah mikrogamet. Eksflagelasi

: Proses pembentukan mikrogamet dari mikrogametosist

Makrogametosit : Gametosit betina yang membentuk hanya satu makrogamet. Zigot

: Telur yang dibuahi, dalam hal ini makrogamet yang dibuahi mikrogamet.

Ookinet

:Stadium zigot yang masih bergerak aktif sebelumstadium ookista.

Ookista

: Zigot yang sudah membentuk dinding kista.

Sporogoni

: Fase seksual dalam lingkaran hidup protozoa tertentu. Pada Plasmodium fase ini berlangsung dalam vektor nyamuk.


BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Malaria ditemukan hampir diseluruh bagian dunia, terutama dinegara-negara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia, setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika. Di Indonesia penyakit ini ditemukan tersebar diseluruh kepuluan. Biasanya malaria menyerang penduduk yang tinggal di darah endemis atau orang-orang yang bepergian ke daerah yang angka penularannya tinggi. Malaria merupakan penyebab anemia hemolitik yang berhubungan dengan infeksi sel darah merah oleh protozoa spesies. Plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui air liur nyamuk. Malaria bersifat endemik di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini bersifat akut yang dapat menjadi kronis disertai serangan berulang yang menyebabkan kelemahan. Kegiatan pemberantasan penyakit ini sudah dilakukan sejak lama. Adanya parasit malaria yang kebal (resisten) terhadap obat-obatan, menambah sulit usaha pemberantasan penyakit ini. Dalam hal ini kelompok kami menyajikan pembahasan mengenai definisi malaria, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan asuhan keperawatan berkaitan dengan penyakit malaria.

b. Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan malaria? 2. Bagaimana etiologi yang dapat menimbulkan malaria? 3. Apakah demam merupakan tanda dan gejala malaria? Bagaimana

manifestasi klinis dari penyakit malaria?


4. Bagaimana penatalaksaan yang dilakukan untuk penyakit malaria? 5. Masalah kebutuhan apa sajakah yang bisa muncul saat seseorang

mengalami malaria, Bagaimana asuhan keperawatannya? 6. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk

menentukan penyakit malaria?

c. Tujuan a. Mengetahui dengan jelas tentang definisi penyakit malaria b. Mampu memahami tentang etiologi atau penyebab penyakit malaria c. Memahami manifestasi klinis penyakit malaria d. Mengetahui penatalaksanaan terhadap penyakit malaria e. Mampu memahami t asuhan keperawatan perkebutuhan yang harus

diberikan berkaitan dengan penyakit malaria f. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit malaria


BAB II ISI

a. Definisi Malaria Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawarawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam changers, demam kura dan paludisme. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prtotozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Genus plasmodium dibagi menjadi 3 subgenus yaitu : subgenus plasmodium dengan spesies yang menginfeksipada manusia dapat disebabkan karena plasmodium malariae, p.vivax, p.falciparum dan p.ovale. ciri utama famili plasmodiidae adalah adanya 2 siklus hidup yaitu siklus aseksual pada vertebrata yang berlangsung di eritrosit dan organ lainnya, serta siklus seksual yang dimulai pada vertebrata dan seterusnya berlanjut pada nyamuk. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam changers, demam kura dan paludisme. Sejarah ditemukannya siklus hidup malaria dimulai oleh Laveran di Aljazair pada tahun 1880 di Italia Golgi menumukan P. Vivax dan p. Mlariae serta Celli dan Marchiava tahun 1890 menemukan P. Falciforum. Ross pada tahun 1897-1898 di India menemukan siklus hidup parasit pada nyamuk, dan dilanjutkan oleh Grassi, Bignami dan Bastianelli di Italia yang menguraikan siklus hidup parasit manusia pada nyamuk anopheles. Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu mengalami stadiumstadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada nyamuk anopheles, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogon).

Penularan

malaria


dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus Anopheles. Dari sekitar 400 spesies nyamuk anopheles telah ditemukan 67 species yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk malria dapat ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta ibu hamil kepada bayinya Mikroorganisme plasmodium pertama kali menginfeksi sel hati dan berpindah ke eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolisi masif sel darah merah. Paada titik ini, semakin banyak parasit yang dilepaskan ke dalam sirkulasi dan terjadi siklus infeksi berikutnya. Siklus infeksi biasanya berlangsung setiap 72 jam. Respons hospes terhadap infeksi antara lain pengaktifan sistem imun, termasuk produksiberbagai sitokinin yang di desain untuk meningkatkan respons imun. Sitokinin ini,termasuk faktor nekrosis tumor dan interleukin 1 dan 6, merupakan faktor kunci melawan pasrasit, tetapi bertanggung jawab juga untuk kebanyakan manifestasi klinis penyakit, terutama demam dan mialigia (nyeri otot). Individu biasanya pulih, tetapi dapat mengalami kekambuhan.. Malaria di Indonesia Derajat endemisitas di Indonesia berbeda antara suatu daerah dengan daerah lain. Sebagian wilayah di Jawa-Bali telah bebas dari penularan. Namun pada bulan juli-agustus 2002, sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta dilaporkan terserang wabah penyakit ini. Di kabupaten Kebumen dilaporkan sekitar 3000 orang yang terserang, sedangkan 12 kecamatan di kabupaten Purbalingga dinyatakan sebagai daerah endemis setelah selama 10-12 tahun tidak ada kasus malaria. Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia, khususnya di luar Jawa dan Bali. Di daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk baru dari daerah non-endemik sering terjadi letusan atau wabah yang menimbulkan banyak kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia masih hidup di daerah dimana terjadi penularan malaria sehingga berisiko tertular malaria. Akibat dari perpindahan penduduk dan arus transportasi yang cepat, penderita malaria bisa dijumpai di daerah yang tidak ada penularan. Seperti di Jakarta, walaupun tidak


ada penularan malaria, tidak jarang ditemukan penderita malaria bahkan sampai ada penderita yang meninggal karena tidak pasti diagnosanya dan terlambat atau salah pengobatan. Beberapa kejadian luar biasa (KLB) juga terjadi di luar pulau jawa-Bali, seperti di pulau Bintan, Aceh dan kabupaten Jayawijaya(papua). Semua KLB tersebut berkaitan dengan perpindahan penduduk dari daerah bebas malaria ke daerah endemis, serta terjadinya perubahan lingkungan yang memudahkan berkembangnya vektor nyamuk pembawa malaria. Kegiatan pemberantasan penyakit ini sudah dilakukan sejak lama. Adanya parasit malaria yang kebal (resisten) terhadap obat-obatan, menambah sulit usaha pemberantasa penyakit ini.

b. Etiologi Malaria Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina infeksi. Biasanya nyamuk ini akan menginjeksi pada senja atau malam hari Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopheles betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria berkembangan pasca-penularan transplasenta atau sesudah transfuse darah yang terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-eritrositer perkembangan parasit dalam hati. Evolusi penyakit yang biasa adalah sebagai berikut: Plasmodium akan mengalami dua siklus Siklus aseksual(skizogoni) yang terjadi pada tubuh manusia, sedangkan siklus seksual (sporogoni) terjadi pada nyamuk. Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk kista diselaput luar lambung nyamuk. Waktu yang diperlulkan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari (tergantung pada situasi lingkungan dan jenis parasitnya). Pada tempat inilah kista akan


membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan akan tersebar ke seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah sporosit akan matang dan siap di tularkan bila nyamuk menusuk manusia. Fase Pre-Eritrositer. Sporozit yang diinjeksikan ke dalam aliran darah oleh gigitan nyamuk mencapai sinusoid hati dan memasuki sitoplasma sel hati. Pertumbuhan dan pembelahan sel cepat, dan terbentuk kista mikroskopik (Schizont) yang mengandung merozoit. Kebanyakan kista dari semua spesies pecah pada akhir 6-15 hari perkembangan, melepaskan beribu-ribu merozoit untuk menembus sel darah merah. Namun beberapa bentuk Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale tetap dorman (suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organism hidup, pemicu bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, kimiawi) dalam hati selama beberapa minggu atau beberapa bulan, membuka jalan untuk relaps (kambuh). Fase Eritrositer. Merozoit yang menginvasi sel darah merah mula-mula tampak pada sediaan berwarna sebagai cincin kebiru-biruan atau pita sitoplasma (P. malariae), dengan satu atau kadang-kadang dua titik merah kromatin inti. Parasit yang sedang tumbuh diberi nama trophozoit, dan yang muncul bersamanya dalam sel darah merah adalah granula pigmen kuningcokelat yang terdiri atas hematin yang berasal dari hemoglobin yang dikonsumsi oleh parasit untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Bentuk organism bervariasi selama pertumbuhan sampai ia menjadi bulat dan dengan pigmen yang tersebar atau menggerombol, hampir mengisi sel darah merah, dimana pada kasus P. vivax, membesar dan berbintik-bintik. Nukleus parasit sekarang membelah secara aseksual beberapa kali; sitoplasmanya mengelompokan

tersesusun dalam

di

sekeliling

kelompok

besar.

nukleus Schizont

baru,

dan

dewasa

pigmen (meront),

mengandung berbagai jumlah merozoit, tergantung pada spesiesnya. Eritrosit yang mengandung merozit ini pecah, dan merozit ini bebas, pigmen dan puingpuing eritrosit dibebaskan kedalam plasma. Merozoit-merozoit yang lolos dari inaktivasi oleh immunoglobulin atau fagositosis masuk kedalam sel darah merah segar. Dengan demikian siklus aseksual dimulai setiap saat kelompok


baru merozoit menginvasi sel darah merah. Siklus ini, yang lamanya sangat penting secara klinis, berakhir 48 jam pada malaria falsiparum, vivax, dan ovale serta 72 jam pada malaria quartana (Kliegman, 2008). Cara Infeksi Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu secara alami melalui vector, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk, dan secara induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah, misalnya dengan transfuse, suntikan atau secara congenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah pelasenta). Hospes Parasit malaria termasuk genus plasmodium. Pada manusia terdapat4 spesies, yaitu plasmodium vivax, plasmodium palciparum, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae. a. Plasmodium vivax

Masa tunas intrinsic biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa starin p.vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodomal: sakit kepala, sakit punggung, mual dan malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, tetapi kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak teratur, disebabakan karena adanya beberapa kelompok (brood) parasit yang masing-masing mempunyai saat sporulasi tersendiri, hingga demam tidak teratur, tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium


menggigil, panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,6ËšC atau lebih. Mual dan muntah serta herpes pada bibir dapat terjadi. b. Plasmodium malariae

Masa inkubasi pada infeksi p. malariae berlangsung 18 hari dan kadangkadang sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria vivaks. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit p.malariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua splenomegalli dapat mencapai ukuran yang besar. c. Plasmodium ovale

gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivax. Serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. Parasit ini baru tampak lagi setalah spesies yang lain lenyap. d. Plasmodium falciparum

Masa tunas intrinsic malaria falsiparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya dimulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstermitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstermitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita penderita tampak gelisah, pikau mental (mental confusion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis (Ilahude,2003).


c. Manifestasi klinis Demam Setelah melewati masa tunas intristik, muncul gejala utama malaria yaitu demam.masa tunas intrinsik dimulai dengan masuknya sporozoit melalui gigitan vektor dan berakhir dengan timbulnya serangan pertama (first attack). a. Stadium menggigil

Dimulai dengan

perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita

sering membungkus badannya dengan selimut. Pada saat menggigil , seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulitnya pucat. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai satu jam yang diikuti dengan meningkatnya suhu tubuh. b. Stadium puncak demam

Penderita yang awalnya merasa kedinginan berubah menjadi panas sekali. Wajah penderita merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, frekuensi pernapasan meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan bisa mencapai 41 C. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih yang diikuti dengan keadaan berkeringat. c. Stadium berkeringat

Penderita berkeringat sangat banyak di seluruh tubuhnya hingga tempat tidurnya basah. Suhu bada turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering tertidur. Setelah bangun dari tidurnya, penderita akan merasansehat dan dapat melakukan pekerjaan seperti biasa. Padahal, sebenarnya penyakit ini masih bersarang dalam tubuh penderita. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.


Pada stadium ini suhu tetap tinggi mencapai 41 C (106 F) dan berlangsung selama 2-6 jam. Stadium sudoris, suhu mulai turun disertai banyak berkeringat, sampai mencapai suhu normal berlangsung 2-4 jam. Panderita merasa enak seolah- olah sudah sembuh. Dua atau tiga hari kemudian dilanjutkan dengan stadium tanpa demam/ stadium apyrexia (suhu normal). Dua atau tiga hari kemudian akan berulang lagi serangan demam dengan stadium- stadium seperti diatas. Penyebab demam pada penyakit malaria antara lain dihubungkan dengan sporulasi (pecahnya eritrosit dan keluarnya merozoit kedalam cairan darah) sehingga parasit beserta partikel lainnya yang merupakan antigen akan masuk cairan darah yang akan diikuti reaksi antigen-antibodi maka terjadilah demam. Tanda anemia sistemik Anemi ini memiliki tipe hemolitik, normokrom, normositer yang disebabkan oleh hancurnya eritrosit pada waktu sporulasi; derajat fagositosis RES, akibat lebih banyak eritrosit yang dihancurkan, umur eritrosit menjadi lebih pendek dan depresi eritropoesis ( pembentukan eritrosit berkurang) Hepatomegali dan splenomegali Terjadinya kongesti aliran darah serta hipertrofi sistem retikulo endotelial (RES) menyebabkan pembesaran limpa (splenomegali). Terkadang disertai pembesaran hati (hepatomegali). Sel makrofag didalam darah bertambah dan terjadi monositosis. Sakit kepala Mialgia Dapat terjadi ikterus akibat penghancuran sel darah merah dan pelepasan bilirubin yang berlebihan.


d. Patofisiologi Gejala malaria timbul pada saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oeh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Sebagai akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningakatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelia untuk memfagisotosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa. Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositisis oleh sistem rerikulumendotelia. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrais oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dan gangguan eritropoiesis. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan, demikian pula dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia bila dijumpai hemolisis berat. Kelainan patologis pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan membrane eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pemecahan sel maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksi ringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal, dan malabsorpsi usus. Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa factor yang diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untutk melindungi anak kecil atau bayi disebabkan oleh sifat khusus eritrosit yang relative resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya


parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antar organel spesifik pada merosoit dan struktur khusus permukaan eritrosit. Sebagai contoh, eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya plasmodium falciparum. Individu ynag tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap plasmodium vivax, spesies ini mungkin memerlukan protein pada permukaan sel spesisfik untuk dapat masuk kedalam eritrosit. Resistensi relative yang diturunkan pada individu dengan Hbs terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetic tertentu dari eritrosit, thalasemia, defisiensi enzim G6PD dan defisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi membrane eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan parasit. Imunitas humoral dan selular terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinik infeksi, dapat menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibody spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tenpa infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap plasmodium mungkin juga merupakan salah satu factor. Monosit/makrofag merupakan partisipan selular yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.

e. Penatalaksanaan ďƒ˜ Terapi profilaktik terhadap malaria dianjurkan bagi orang yang akan

bepergian ke daerah endemik. ďƒ˜ Pencegahan di daerah endemik antara lain mengeleminasi sumber

genangan air dan penggunaan insektisida, kelambu, dan obat anti nyamuk.


ďƒ˜ Penggunaan kelambu atau kawat nyamuk di sekitar ruangan untuk

tidur di area endemik, sangat dianjurkan terutama jika ada anak-anak. ďƒ˜ Tersedia obat antimalaria untuk mengatasi penyakit jika terjangkit,

meskipun angka resistensi yang tinggi terhadap semua jenis obat yang tersedia, termasuk obat sejenis klorokuin. ďƒ˜ Kadang-kadang dilakukan transfusi darah; akan tetapi di daerah

endemik dapat terjadi penularan virus imunodefisiensi manusia (HIV). ďƒ˜ Vaksin melawan malaria sedang dikembangakan, termasuk vaksin

DNA yang dapat menstimulasi respon imun terhadap infeksi. Beberapa vaksin yang digunakan tidak untuk mencegah infeksi parasit, tetapi dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit. ďƒ˜ Jamur pembinih nyamuk Beauveria bassiana dan Metarhizium

anisopliae tengah diteliti dengan harapan jamur tersebut dapat menjadi senjata baru melawan malaria yang ramah lingkungan.

f. Pengobatan Obat antimalaria Hampir semua obat antimalaria (OAM) yang dikembangkan bekerja dengan menghambat atau mematikan bentuk aseksual parasit yang berada dalam eritrosit manusia (skizontosida manusia) yang menimbulkan gejala klinis. Obat antimalaria yang efektif dan bekerja cepat diantaranya adalah klorokuin, kina, kinidin, meflokuin, atovakon, dan derivate artemisinin. Obat-obat lain seperti proguanil, pirimetamin, sulfonamide, dan sulfon bekerja lambat dan kurang efektif. Sedangkan

primakuin

merupakan

satu-satunya

obat

yang

dapat

mengeradikasi parasit laten dalam jaringan yang menyebabkan relaps pada infeksi P.vivax dan P.ovale. A. Klorokuin

Klorokuin adalah bentuk sintesis 4-aminokkuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat untuk pemberian secara oral.setelah pemberian per oral, klorokuin diabsorbsi dengan cepat dan hampir


semua dari saluran cerna, mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 3 jam dan secara cepat didistribusikan ke jaringan, termasuk plasenta dan air susu. Pada pemberian secra intramuscular atau subkutan, absorbsi juga berlangsung sangat cepat (15 menit). Volume distribusi klorokuin sangat besar yaitu 100-1000 L/kg dan secara perlahan dilepaskan dari jaringan dan dimetabolisme dalam hati, namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan. Sediaan klorokuin adalah dalam bentuk tablet 250 mg klorokuin difosfat atau 240 mg klorokuin sulfat yang setara dengan 150 mg basa. Dalam bentuk sirup 5 ml klorokuin mengandung 50 mg basa. Klorokuin bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium pada manusia dan gametosida terhadap P.vivax, P.ovale, dan P.malariae. obat ini selama lebih dari 60 tahun digunakan untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk sisa hemoglobin menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit sehingga menghilangkan toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas. Dosis klorokuin untuk pengobatan malaria klinis adalah 10 mg basa/kg BB/hari dosis tunggal hari pertama dan hari kedua lalu 5 mg basa.kg BB/hari dosis tunggal dari ketiga dan dosis total 25 mg/kg BB/3 hari. Untuk pengobatan profilaksis diberikan dosis 5 mg basa/kg BB/minggu dan dapat diberikan selama 6 tahun tanpa efek samping. Klorofin tidak boleh diberikan pada pasien psioriasis, porfiria, miopati, kelainan retina, kelainan hati, dan kelainan neurologi. Efek samping dari klorokuin adalah pruritus, mual, muntah, nyeri perut, diare, sakit kepala, pusing, anoreksia, malaise, mata kabur, dan urtikaria. B. Kina dan kuinidin


Kina merupakan alkaloid kinkona yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan yang dikenal dengan nama Peruvian’s/Jesuit’s/Cardinal’s bark. Kuinidin adalah dekstrorotatori stereoisomer dari kina. Kina tersedia dalam dentuk garam dihidroklorida untuk pemberian parenteral dan garam sulfat, bisulfate, dihidroklorida, etilkarbonat, hidriklorida atau hidrobromida untuk pemberian per oral. Kina juga bersifat gametosida terhadap P.vivax, P.ovale, P.malariae. mekanisme kerja kina diduga menghambat detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan. Setelah pemberian oral atau parenteral kina diabsorbsi dengan cepat, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4 jam. sebagian besar obat

terikat

pada

protein

plasma

dan

dieliminasi

melalui

biotransformasi dalam hati dan sisanya dieksresi melalui urine. Waktu paruh eliminasi kina pada orang sehat sekitar 11 jam, pada malaria tanpa komplikasi 16 jam dan pada malaria berat 18 jam. Dosis kina sulfat untuk pengobatan radikal malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah 10 mg/kg BB/dosis dalam 500 ml dalam vairan dekstrose 5% selama 4 jam dan diulang tiap 8 jam selama minimal 48 jam. Jika pasien dapat minum obat oral, infuse kina dapat diganti dengan tablet kina sulfat sampai hari ke-7. Efek samping kina sering dijumpai adalah sindrom kinkonisme (tinnitus, sakit kepala mual, nyeri perut, gangguan penglihatan ringan, gangguan pendengaran sementara, dan tremor) yangbiasanya terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3

setelah pemberian kina dan

menghilangkan dengan cepat setelah kina dihentikan. C. Meflokuin

Meflokuin adalah suatu 4-metanolkuinolin yang strukturnya mirip dengan kina. Meflokuin bersifat skizontosida darah untuk


keempat spesies plasmodium. Meflokuin diabsorpsi dengan baik pada saluran cerna , 98% terikat pada protein plasma dan terdistribusi luas dalam tubuh, waktu paruh rliminasi 14 hari pada pasien malaria dan 21 hari pada orang sehat. Meflokuin dimetabolism dalam hati, mengalami siklus enterohepatik dan dieksresikan melalui feses dan empedu. Meflokuin tersedia daam bentuk tablet 250 mg basa atau setara dengan 274 mg garam dihidroklorida. Dosis terapi untuk malaria tanpa komplikasi adalah 15 mg basa/kg BB dosis tunggal. Dosis untuk profilaksis 5 mg basa/kg BB/minggu, mulai 2-3 minggu sebelum bepergian ke daerah edemis untuk memantau efek samping yang mungkin terjadi. Efek samping yangpernah dilaporkan adalh mual, muntah, nyeri perut, anoreksia, diare, sakit kepala, insomnia, gangguan keseimbangan, disforia, somnolen, pruritus, urtikaria, kelemahan otot, gangguan fungsi hati, dan gangguan kardiovaskular. D. Atovakon

Atovakon adalah suatu hidroksinaftokuinon yang bersifat skizontosia

darah

untuk

keempat

spesies

plasmodium,

juga

menghambat perkembangan stadium pre-eritrositik dalam hati dan perkembangan ookist dalam tubuh nyamuk. Absorpsi atovakon dalam saluran cerna sangat buruk tetapi dapat ditingkatkan dengan pemberian makan berlemak, 95% terikat pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi 66-70 jam karena mengalami siklus enterohepatik serta dieksresikan lewat feses dalam bentuk yang tidak berubah. Atovakon tersedia dalam bentuk fixed combination tablet 250 mg dan proguanil 100 mg. dosis untuk pengobatan malaria adalah atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400 mg/hari dosis tunggal selama 3 hari. Untuk pencegahan malaria digunakan dosis atovakon 250 mg dan proguanil 100 mg tiap hari.


Efek samping atovakon yang pernah dilaporkan adalah ruam, sakit kepala, demam, insomnia, mual, diare, muntah, gangguan enzim hati, hiponatremia, anemia, neutropenia. E. Derivate artemisinin

Artemisinin adalh suatu seskuiterpen lakton yang dibuat dari ekstrak daun artesimia annua (qinghaosu/sweet wormwood) yang telah dipakai di Cina sebagai obat demam sejak lebih 2000 tahun yang lalu. Artesimin dan derivatnya merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap semua spesies plasmodium, onset kerja sangat cepat dan dapat mematikan bentuk aseksual parasit pada semua stadium dari bentuk ring muda sampai skizon. F.

Proguanil Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat enzim dihidrofolat

reduktase

dari

plasmodium

sehingga

menghambat

pembentukan asam folat dan asam nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekerja lambat, skizontosida jaringan terhadap P.falciparum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida. Kadar puncak plasma 4 jam setelah pemberian per oral. 75% terikat pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi 20 jam. Eliminasi 50% melalui urin dan sisanya lewat feses. Proguanil tersedia dalam bentuk fixed dose combination dengan atovakon (250 mg atovakon + 100 mg proguanil dan 62,5 mg atovakon + 25 mg proganil). Dosis terapi adalah 4 tablet perhari dosis tunggal selama 3 hari. Untuk profilaksis dosis proguanil 1,5 mg/kg BB/12 jam . efek samping proguanil yang pernah dilaporkan adalah diare, rambut rontok, anemia megaloblastik, pansitopenia, nyeri abdomen, muntah. G. Primakuin


Primakuin efektif terhadap bentuk intrahepatik semua spesies plasmodium dan digunakan untuk terapi radikal P.vivax dan P. ovale dalm kombinasi dengan skizontosida darah untuk parasit dam fase eritrositik. Diduga mechanism kerja promakuin adalah menghambat proses

repirasi

mitokondria

di

dalam

parasit

malria

melalui

metabolitnya yang bersifat sebagi oksidan. Sediaan primakuin adalah dalam bentuk tablet 15 mg basa difosfat. Kadar puncak plasma 1-2 jam dan waktu paruh eliminasi 3-6 jam. Primakuin terdistribusi luas dalam jaringan dan dimetabolisme dalam hati dengan metabolit utama karboksiprimakuin yang dapat terakumulasi dalam plasma setelah pemberian berulang. Dosis primakuin untuk pengobatan radikal malaria vivaks, ovale, malariae0,25 mg/kg BB/hari dosis tunggal selam 14 hari. Untuk profilaksis promakuin diberikan 0,75 mg/kg BB dosis tunggal sekali seminggu dari satu minggu sebelum ke daerah endemis sampai 4 minggu meninggalkan daerah endemis. Efek samping primakuin adalah anemia ringan, leukositosis, dan anemia

hemolitik.

Overdosis

primakuin

dapat

menyebabkan

leucopenia, agranulositosis, gangguan gastrointestinal, dan anemia hemolitik. H. Sulfadoksin-pirimetamin

Sulfadoksin

bersifat

sisontosida

darah

terutama

untuk

P.falciparum, sedangkan pirimetamin bersifat sisontosida jaringan dan darah. Kombinasi obat ini digunakan secara selektif untuk pengobatan radikal terhadap infeksi falciparum di daerah-daerah yang tinggi proporsi P.falciparum resisten terhadap klorokuin, sehingga dapat memperlambat timbulnya P.falciparum resisten terhadap suffadoksinpirimetamin.konsentrasi puncak plasma tercapai dalam waktu 4 jam setelah pemberian per oral dan waktu paruh eliminasi 4-9 hari. Efek


samping sulfadoksin adalah mual, muntah, diare, anoreksia, hematuria, dan oliguria. Pirimetamin adalah suatu diaminopirimidin yang digunakan secara kombinasi dengan sulfadoksin. Obat ini bersifat skizintosida darah yang bekerja pelan yang mungkin aktif terdapat bentuk preeritrositik parasit serta menghambat perkembangan sporozoit dalam tubuh nyamuk.konsentrasi puncak plasma dicapai 2-6 jam setelah pemberian per oral, dimetabolisme dalam hati dan dieksresikan melalui urin, waktu paruh 4 hari. Efek samping yang terjadi antara lain muntah, nyeri perut, glositis atropik, leucopenia, sakit kepala dan pusing. Overdosis akut dapat menyebabkan kejang, takikardia, depresi napas, kolaps kardiovaskular dan kematian. Sediaan fixed kombinasi sulfadoksin-pirimetamin (SP) adalah tablet yang mengandung 500 mg sulfasoksin dan 25 mg pirimetamin serta ampul 2,5 ml yang mengandung 500 mg sulfadoksin dan 25 mg pirimetamin untuk pemberian melalui intramuskular. Dosis terapi adalah 3 tablet SP dosis tunggal atau setara dengan pirimetamin 1,25 mg/kg BB. I.

Amodiakuin Amodiakuin adalah suatu 4-aminokuinolin dengan mekanisme kerja yang mirip dengan klorokuin. Amodiakuin diabsorpsi dari saluran cerna dengan cepat dan diubah menjadi bentuk aktif desetilamodiakuin di hati. Terdeteksi dalam plasma 8 jam setelah pemberian oral. Waktu paruh mencapai 18 hari. Amodiakuin tersedia dalam bentuk tablet 200 mg amodiakuin hidroklorida atau 153,1 mg amodiakuin klorohidrat atau bentuk sirup yang mengandung 10 mg amodiakuin dalam 1 ml. dosis amodiakuin untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah 25-35 mg/kg BB selama 3 hari. Amodiakuin tidak direkomendasikan untuk profilaksis karena efek samping yang serius.


Efek samping adalah risiko agranulositosis dan risiko hepatitis toksis lebih kecil. Overdosis menyebabkan sinkop, spastisitas, kejang, dan gerakan involuntary. Obat-obatan diatas dipilih sebagai pengobatan tunggal (terutama untuk stadium aseksual dari P.falciparum) ataupun dalam kombinasi. Kombinasi klorokuin dan SP banyak dipilih sebagai pengobatan karena klorokuin merupakan obat anti malaria lini pertama di Indonesia karena murahnya dan mudah didapat. Penatalaksanaan pengobatan pasien malaria dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar: 1. Pengobatan malaria ringan a) PMK (Pengobatan Malaria Klinis)

Hanya dipandu berdasar manifestasi klinis, (yaitu dalam keadaan diagnosis mikroskopis tak dapat dilakukan). Untuk PMK disususn 2 lini. Lini pertama adalah pengobatan menggunakan obat tunggal atau

kombinasi

yang

berbasis

klorokuin

dan

primakuin.

Pengobatan lini kedua menggunakan tablet kina dengan kombinasi primakuin. Obat-obat lini pertama diberikan dalam dosis tunggal, yaitu klorokuin 3-4 tablet selama 3 hari dan primakuin 3 x 1 tablet pada hari pertama saja. Jika dlam 3 hari demam tidak turun, diterapkan pengobatan lini kedua, yaitu klorokuin diganti dengan tablet kina selama 7 hari dengan primakuin satu hari (hari pertama saja).

b) PMR (Pengobatan Malaria Radikal)

Yaitu jika diketahui spesies parasitnya berdasarkan diagnosis mikroskopiknya. Untuk skema PMR digunakn pilihan pengobatan tunggal atau kombinasi. Untuk monoterapi dipilih obat-obat yang


bersifat pembunuh skizon yang ada dalam darah maupun jaringan. Pengobatan kombinasi dilakukan jika diduga bahwa di suatu daerah tampak ada resisten terhadap obat tunggal. Dalam PMR, pemeriksaan mikroskopis digunakan untuk diagnosis awal (menentukan spesies) dan untuk fllow up keberhasilan/kegagalan pengobatan.

2. Pengobatan Malaria Berat (PMB): Yaitu jika gambaran klinis disertai

penyulit. Prinsip terapi PMB ada tiga, yaitu mengobati malarianya dan secara bersamaan diberi pengobatan suppotif dan supaya mengatasi penyulitnya. Jangan menunda rujukan. Pemberian obat kina secara IV adalah pilihan utama.

g. Asuhan Keperawatan Klien Malaria “Asuhan keperawatan Berhubungan Dengan Termoregulasi “ Pengkajian Data subjektif Keluhan dengan: 

Lesu

Mual

Tak enak badan

Data objektif 

Suhu 38ᵒC

Nadi 100x/m


Tekanan darah 100/60 mmHg

Diagnosa Hipertermia Defiisi: peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal Batasan karakteristik: 

Meningkatnya suhu tubuh 38ᵒC

Takikardi 110x/m

Kulit terasa hangat

Faktor berhubungan: 

Dehidrasi

Tujuan: setelah dilakkan perawatan, suhu tubuh kembali normal dan nadi stabil NOC

NIC

Termoregulasi

Fever treatment

Berkeringat saat panas (2-5)

Mengigil saat dingin (2-5)

Nadi 2-5

Dehidrasi 2-5

Peningkatan temperatur kulit 35

Monitor temperatur dan TTV dan warna kulit

Monitor pemasukan dan pengeluaran kehilangan cairan tidak terlihat

Mengatur pengobatan IV

Tutup pasien dengan selimut

Anjurkan konsumsi cairan

Monitor demam, terkait komplikasi,tanda dan gejala


demam. Temperaturregulation 

Monitor dan melaporkan tanda dan gejala dari hipertermi

Berikan obat untuk mengontrol mengigil

Berikan obat antipyretic

Asuhan Keperawatan Berhubungan Dengan Cairan Pengkajian Data subjektif 

Demam

Lemah,lesu

Tidak enak badan

Menggigil

Data Objektif 

Nadi 110x/menit

TD 100/60

Suhu 38,9ᵒC

RR 24x/menit

Ht 24


Hb 8,8

Eritrosit 3,5 juta

Diagnosa Kekurangan volume cairan Definisi: penurunan cairan intravaskular,intraselular dan intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada natrium Batasan karakteristik 

Penurunan TD

Peningkatan hematoktrit

Peningkatan suhu tubuh

Peningkatan frekuensi nadi

Penurunan BB tiba tiba

Kelemahan

Faktor yang berhubungan 

Kehilangan cairan aktif

Tujuan: setelah dilakukan perawatan, cairan terpenuhi dan TTV normal. NOC

NIC

Fluid balance

Fluid volume, risk for deficient

Intake dan output cairan seimbang (2-5)

Respiration rate (2-5)

Manajemen cairan

Monitor cairan


Tekanan darah (2-5)

Memberi terapi IV

Berat badan stabil (2-

Memonitor TTV

Memanajemen obat

Memanajemen BB

5)

Fluid monitoring 

Memonitor pemicu dan pengeluaran cairan

Menentukan atau menetapkan kebiasaan pemasukan dan pengeluaran cairan

h. Pemeriksaan Penunjang Malaria Beberapa jenis metode pemeriksaan parasit plasmodium ini diantaranya: 1. Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik ini dilkakukan untuk menemukan parasit plasmodium secara visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita. Pemeriksaan mikroskopik ini sangat bergantung pada keahlian pranata laboratorium(mikroskopik yang melakukan identifikasi. Teknik pemeriksaan inilah yang masih menjadi standar emas dalam penegakan disgnosis malaria. Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopik ini adalah QBC (Quantitative Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan pewarnaan fluorescensi dengan Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap eritrosit yang


terinfeksi oleh parasit plasmodium. Plasmodium akan mengikat zat warna Acridine Orange sehingga dapat dibedakan dengan sel lain yang tidak terinfeksi. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat membedakan spisies dan tidak dpat melakukan hitung jmlah parasit. Selain itu juga, reagensia yang digunakan relatif mahal dibandingkan pewarna Giemsa yang sering kita gunakan sehari-hari untuk pewarnaan rutin sediaan malaria. 2. Pemeriksaan immunoserologis

Pemeriksaan immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi antigen maupun antibodi dari plasmodium pada darah penderita. a. Deteksi antigen spesifik

Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit plasmodium yang ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah: ♌ Radio immunoassay ♌ Enzym immunoassay ♌ Immuno cromatography

Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran pada saat dilakukan pemeriksaan parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari teknik tersebut adalah tidak dapat memberikan gambaran derajat parasitemia. b. Deteksi antibodi

Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeks sedang berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi bentuikan reaksi immunologi dari infeksi dimasa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi antara lain: - Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)


- Latex Agglutination Test (LAT) 2012. - Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa Menurut Doderer dalam hal menganalisa malaria ELISA lebih baik dalam mendeteksiantibodi dibandingkan dengan IFAT. 3. Sidik DNA(PCR)

Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit plasmodium, maka dapat dipastikan keberadaan plasmodium. Kelemahan teknik ini jelas pada pembiayaan yang mahal dan belum semua laboratorium dapa melakukan pemeriksaan ini. Kementrian kesehatan telah menganjurkan agar semua penderita demam yang diduga malaria, darahnya diperiksa dengan mikroskopik atau dengan alat uji cepat(rapid test) malaria. Alat UJI MALARIAÂŽ dan UJI MALARIA-XÂŽ dapat sama pekanya dengan pemeriksaan mikroskopis (200 parasit/ÂľL). Keduanya dapat mendeteksi adanya plasmodium falciparium atau plasmodium vivax dan lainnya di dalam darah sekaligus.

4. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a.

Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk


studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

b.

Tetesan preparat darah tipis.

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit(parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

5. Tes Antigen : p-f test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak


memerlukan

latihan

khusus,

sensitivitasnya

baik,

tidak

memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat

dehidrogenase dari

plasmodium

(pLDH)

dengan cara immunochromatographictelah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul

darah

dan

dapat

membedakan

apakah

infeksi P.falciparum atau P.vivax.Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).

6. Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.

7. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes


ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

i.

Pencegahan Berbasis masyaakat. 1. Pola perilaku hidup besih dan sehat (PHBS) masyarakat yang harus

di selalu ditinggikan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi kelompok, maupun kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk). Kegiatan ini meliputi menghilangkan genangan air kotor, diantaranya dengan mengalirkan air 2. Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang

bionomikk anopheles seperti waktu kebiasaan menggigil, jarak terbang dan resistensi terhadap insektisida


BAB III PENUTUP

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa malaria merupakan penyakit yang menyerang sel darah merah yang disebabkan oleh protozoa dalam nyamuk anopheles yang terinfeksi. Protozoa tersebut adalah kelas dari plasmodium, sp. Pada saat tubuh terinfeksi, sporozoit tumbuh dan berkembang menjadi merozoit didalam sel parenkim hati. Merozoit akan masuk ke aliran darah. Setelah masuk ke aliran darah, merozoit menginfeksi eritrosit dan akan terjadi penurunan jumlah sel darah merah. Hal itu yang menyebabkan anemia sistemik. Selain anemia, tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita adalah demam periodik, menggigil, berkeringat, lesu, sakit kepala dan anoreksia. Pada sebagian orang yang terinfeksi malaria berat oleh plasmodium falcifarum demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis (Ilahude,2003). Diagnosa keperawatan yang biasanya diberikan berkaitan dengan hipetermi dan resiko penurunan volume cairan. Penyakit ini bisa dievaluasi dengan menggunakan analisis darah dan pemeriksaan mikroskopik. Untuk pengobatan terhadap malaria biasanya diberikan berdasarkan jenis plasmodium yang menginfeksi, keadaan klinis penderita dan jenis retensi obat antimalaria.


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizhabet J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Harijanto. 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta : EGC Herman, Reni, Dkk. 2011. Deteksi Dan Spesiasi Parasit Malaria Sampel Monotoring Pengobatan Dihydroartemisinin-Piperaquine Di Kalimantan Dan Sulawesi: Mikroskopik Vs Polymerase Chain Reaction. Ilahude, Herrry D. Dkk. 2003. Parasitologi Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI. Kliegman, Robert M. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta: EGC. Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.