Makalah konjungtivitis dan rhinitis

Page 1

MAKALAH PEMICU INDRA PENGLIHATAN KMB 1

Kelompok 1 Disusun oleh: PSIK 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


Daftar pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Panca indra adalah organ yag dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penciuman dan suara. Mata adalah organ penglihatan. Indra penglihatan yang terletak pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus. Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktorfaktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Menurut sumber etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi


tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Rinitis alergi adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan imunitas humoral yang di mediasi oleh IgE dan terjadi sebagai respon terhadap antigen lingkungan yang mengakibatkan inflamasi saluran napas. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mata dan hidung 2. Bagaimana patofisiologi konjungtivitis dan rinitis 3. Bagaimana penatalaksanaan medis konjungtivitis dan rinitis 4. Bagaimana prosedur tindakan pemeriksaan fisik pada organ mata

dan hidung 5. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien konjungtivitis dan

rinitis

C. Tujuan 1. Mengetahui anatomi dan fisiologi mata dan hidung 2. Mengetahui patofisiologi konjungtivitis dan rinitis 3. Mengetahui penatalaksanaan medis konjungtivitis dan rinitis 4. Mengetahui bagaimana prosedur tindakan pemeriksaan fisik pada

organ mata dan hidung 5. Mengetahui dan dapat mengaplikasikan Asuhan keperawatan yang

diberikan pada pasien konjungtivitis dan rinitis


BAB II ISI A. Anatomi dan Fisiologi Mata&Hidung 1. Indra Penglihatan

Indra penglihatan yang terletak pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus. a. Organ Okuli Assesoria

Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari : -

Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.

-

Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal yang melengkung , ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang sangat terik.


-

Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari pada kelopak mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan pada mata.

-

Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimatis terus ke meatus nasalis inferior.

-

Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari : •

Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata.

Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.

Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.

Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.

Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola mata ke dalam dan ke bawah.

Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan ke luar.

-

Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh darah.

b. Okulus


Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan merupakan bagian penting organ visus. c. Tunika okuli

Tonika okuli terdiri dari : 1. Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea

kita dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior (bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera.

2. Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan

bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva. d. Tunika vaskula okuli

Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi menjadi 3 bagian yaitu :


1. Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan

bagian belakanang tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi pada tunika. 2. Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang mulai

dari ora serata sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin, dan muskulus siliaris. Fungsinya untuk terjadinya akomodasi 3. Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna

karena mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan penampang 12 mm, tebal 12 mm, di tengah terletak bagian berlubang yang disebut pupil. Pupil berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata, sedangkan ujung tepinya melanjut sampai korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot: muskulus sfingter pupila pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat agak pangkal iris dan banyak mengandung pembuluh darah dan sangat mudah terkena radang, bisa menjalar ke korpus siliaris. e. Tunika nervosa

Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina. Retina dibagi atas 3 bagian : a. Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di

depan khatulistiwa bola mata. b. Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus

siliar. c. Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.


2. Indra penciuman

Alat penciuman terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nervus olfaktorius. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang mengeluarkan fibril-fibril yang sangat halus, terjalin dengan serabut-serabut dari bulbus oftaktorius yang merupakan otak terkecil. Konka nasalis terdiri dari lipatan selaput lendir. Pada bagian puncaknya terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita bernafas lewat hidung dan kita mencium bau suatu udara, udara yang kita isap melewati bagian atas dari rongga hidung melalui konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung: 1. Konka nasalis superior 2. Konka nasalis media 3. Konka nasalis inferior


Disekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus nasalis yang terdiri dari: 1. Sinus maksilaris (rongga tulang hidung) 2. Sinus sfenoidalis (rongga tulang baji) 3. Sinus frontalis (rongga nasalis inferior)

Sinus ini diliputi oleh selaput lendir. Jika terjadi peradangan pada rongga hidung, lendir-lendir dari sinus para nasalis akan keluar. Jika tidak dapat mengalir ke luar akan menjadi sinusitis.

B. Patofisiologi Rinitis Alergi dan Konjungtivitis


1. Rinitis Alergika

Suatu kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan imunitas humoral yang di mediasi oleh Ig E dan terjadi sebagai respon terhadap antigen lingkungan yang mengakibatkan inflamasi ssaluran napas atas. Rinitis ini ditandai dengan gejalla bersin paroksismal, pilek encer dan obstruksi nasi. Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi. Epidimiologi - Rinitis alergika ( kadang kala disebut atopi ) merupakan kondisi alergi

yang paling umum. Prevalensinya diperkirakan 20% dari populasi USA. - Rinitis alergika menjadi lebih sering terjadi , terutama di negara – negara

industri. - Gejala puncak terjadi pada dekade 2,3,4 tetpi anak anak ( sekitar usia 10

tahun ) juga terkena - Jelas terdapat predisposisi genetik untuk penyakit alergi - Pajanan terhadap polutan lingkungan , seperti dioksida nitrogen dan

dioksida sulfur, dapat meningkatkan respons alergi terhadap alergen. Patogenesis Saat kontak alergen pertama kali, tubuh akan membentuk Ig E spesifik. Ig E akan menempel pada mastosit atau bassofil yang mengandung granula dan disebut sebagai sel mediator. Proses ini dinamakan senssitisasi dengan sel mediator yang tersensitisasi. Jika sel tersebut kemudian bereaksi lagi dengan alergen, aleren akan bereaksi dengan Ig E yang menempel pada permukaan sel mediator tersebut. Selanjutnya terjadilah degranulasi mediator. Pada proses ini, dilepaskan zat – zat mediator yaitu serotonin, bradikinin, histamin, SRS – A ( slow reacting substance of anaphylactic ), ECF – A ( eosinophyl chemotactic factor of anaphylactic ) yang akan menimbulkan gejala klinik.


Bahan tersebut akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi vena, akibatnya udem konka dan bewarna kebiruan ( livide ). Penyakit ini cenderung bersifat herediter. Gejala yang timbul pada reaksi alergi tergantung dari organ sasarn yang terkena, misalkan mukosa hidung, kulit, bronkus, dan lain – lain. Berdasarkan cara masuknya , alergen terbagi menjadi : 1.Alergen inhalan, lewat udara pernapasan misalkan debu rumah, tungau, serpihan kulit dan lain – lain. 2.Alergen ingestan, masuk lewat makanan misalnya udang, kepiting, telur, dan lain – lain. 3.Alergen injektan, masuk lewat suntikan atau tusukan misalnya penisilin, gigitan,dan serangga 4.Alergen kontaktan, masuk lewat kulit misalkan obat kosmetik atau salep. Berdasarkan waktu terjadinya, rinitis alergi dibedakan menjaadi : 1.

Rinitis alergi musiman, karena benag sari bunga tertentu ( pollen )

2.

Rinitis alergi sepanjang tahun ( perennial ) terjadi sepanjang tahun

tidak akan dipengaruhi musim Tanda dan Gejala Gejala utama adalah bersin, ingus encer, dan hidung tersumbat. Gejala lainnya adalah hidung gatal, penciuman berkurang, batuk kronis, dan gangguan pendengaran. Pada pemerikssaan di hidung, sering tampak mukosa nasal pucat, dan udematus, kanka membangkak, ingus encer. Sedangkan pada telinga sering dijumpai retraksi pada membran timpani dan ootitis media, dan efusi sebagai akibat dari sumbatan pada tuba eustachius. Terapi rinitis 1. Avoidance, menghindari alergen penyebab sebanyak mungkin 2. Obat-obatan yang digunakan adalah antihistamin, dekongestan untuk mengurangi vasodilatasiagar hidung tidak buntu lagi, anti kolinergik untuk mengurangi aktivitas sel goblet dan hipersekresi kelenjar


seromukus sehingga gejala pilek berkurang, kosteroid dapat diberikan secara hati hati. Apabila terjadi udem yang permanen dapat dilakukan kausin.

2. Konjungtivitis Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009). Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002). Konjungtivitis terdiri dari 5 jenis, yaitu: konjungtivitis alergi, konjungtivitis bakteri, konjungtivitis virus, konjungtivitis jsmur dan konjungtivitis lain. Gambaran klinis pada penyakit konjungtiva: 1.

Papila. Papila merupakan lesi meninggi pada konjungtiva tarsal atas dengan diameter 1 mm dan memiliki inti vascular sentral. Papila merupakan tanda nonspesifik inflamasi kronis. Papila disebabkan oleh adanya septa fibrosa antara konjungtiva dan subkonjungtiva yang memungkinkan jaringan diantaranya membengkak dengan infiltrate inflamasi.

2.

Folikel. Folikel merupakan lesi gelatinosa oval meninggi dengan diameter 1 mm yang biasanya ditemukan pada konjungtiva tarsal bawah dan tepi tarsal atas, kadang pada limbus. Tiap folikel mempresentasikan


kumpulan limfoid dengan pusat gemrminalnya sendiri. Folikel bisa disebabkan oleh infeksi virus dan klamidia. 3.

Dilatasi pembuluh darah konjungtiva (injeksi)

4.

Perdarahan subkonjungtiva, seringkali berwarna merah terang karena teroksigenasi penuh oleh udara sekeliling melalui konjungtiva.

A. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010). Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu: konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuhtumbuhan

yang

biasanya

keratokonjungtivitis

vernal,

dikelompokkan

dalam

keratokonjungtivitis

satu

grup,

atopik

dan

konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010). Etiologi dan faktor resiko

pada

konjungtivitis

subkategorinya.

Misalnya

alergi

berbeda-beda

konjungtivitis

alergi

sesuai

dengan

musiman

dan

tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktuwaktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).


Gejala Klinis Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuhtumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010). Diagnosis Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010). Komplikasi Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder (Jatla, 2009). Penatalaksanaan


Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010). Penatalaksanaan medis konjungtiva alergika 1. Alergi ringan Konjungtivitis dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres dingin,. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler. 2. Alergi sedang

Konjungtivitis alergi sedang identing dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan atau mast sell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan. • Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast, contoh yang paling

sering dipakai termauk sodium kromolin dan lodoxamine • Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan mempunyai sedikit efeksamping, tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. C. Prosedur Tindakan/Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Mata dan Hidung a. Pemeriksaan Mata

Inspeksi Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien. Perhatikan :  Posisi kedua mata (simetris atau tidak)  Apakah mata sembab  Bagaimana keadaan sekitar orbita  Perhatikan alis mata : apakah bagian lateral menipis/rontok  Perhatikan apakah kelopak mata dapat menutup dan membuka dengan sempurna


 Perhatikan konjungtiva palpebra. (membuka mata, menarik palpebra inferior, menekan canthus medialis.) Perhatikan : 1. Adakah ikterus 2. Bagaimanakah warna ikterus , kuning kejinggaan atau kehijauan 3. Apakah pucat (anemia) 4. Apakah kebiruan (sianosis) 5. Adakah pigmentasi lain 6. Adakah petechie bercak perdarahan atau/white centered spot. 7. Apakah ada obstruksi ductus nasolacrimalis. Pemeriksa duduk di lateral pasien, perhatikan :  Adakah exopthalmos (Dengan penggaris, dibandingkan kanan dan kiri. normal sampai 16 mm dan pasti patologis apabila > 20 mm.)  Simetriskah exopthalmus ini II. Pemeriksaan visus 1. Penderita dan pemeriksa berhadapan. 2. Penderita duduk pada jarak 6 m dari Optotype Snellen, mata yang satu ditutup. 3. Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada Optotype, dari yang paling besar sampai pada huruf/gambar yang dapat terlihat oleh mata normal. 4. Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang terdapat pada Optotype, maka kita mempergunakan jari kita. 5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak 1 m, 2 m, sampai dengan 6 m. 6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita dinyatakan dalam per-60


7. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1m sampai 6 m 8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300. 9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar baterai). 10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga. III. Pemeriksaan Obligue Illuminasi. 1. Penderita duduk di kursi dalam kamar gelap 2. Pemeriksa berdiri di depan penderita. 3. Dengan condensing lens, pemeriksa mengarahkan sinar yang datang dari lampu pijar kearah mata penderita. 4. Pemeriksa memakai loupe, memperhatikan :  Conjunctiva, selera, cornea, COA, iris, lensa, pupil  adakah Tyndall effect. IV. Fundus refleks : 1. Mata penderita ditetesi dulu dengan midriatikum dan dibiarkan selama 5 menit didalam kamar gelap. 2. Pemeriksa dan penderita didalam kamar gelap di samping meja dan lampu pijar pada jarak kurang lebih 50 cm. 3. Sinar yang datang dari lampu dipantulan oleh cermin datar atau cekung, masuk ke pupil penderita. 4. Pemeriksa menilai kejernihan : cornea, COA, lensa dan corpus vitreum (media -refrakta ). Apabila media refrakta jernih, maka dari jauh saja pemeriksa dapat melihat refleksi fundus yang berwarna merah jingga cemerlang.


V. Pemeriksaan funduscopi : 1. Penderita duduk dalam kamar gelap. 2. Pemeriksa dengan Oftalmoskop berdiri disamping penderita 3. Bila kita akan memeriksa fundus secara ideal maka sebaiknya pupil dilebarkan dulu. 4. Bila mata kanan yang penderita akan diperiksa, maka pemeriksa memegang opthalmoscope dengan tangan kanan dan melihat fundus mata dengan mata kanan pula. 5. Pemeriksa memperhatikan :  papila N II : adakah papil oedema, papil atrofi  macula lutea  pembuluh darah retina VI. Pemeriksaan Lapangan Pandang. A. Metode konfrontasi 1. Pemeriksa dan penderita saling berhadapan. 2. Satu mata penderita yang akan diperiksa memandang lurus kedepan (kearah mata pemeriksa). 3. Mata yang lain ditutup 4. Bila yang akan diperiksa mata kanan, maka mata kanan pemeriksa juga dipejamkan. 5. Tangan pemeriksa direntangkan, salah satu tangan pemeriksa atau kedua tangan pemeriksa digerak-gerakkan dan penderita diminta untuk menunjuk ke arah tangan yang bergerak (dari belakang penderita). B. Metode Kampimeter 1. Dalam ruang, penderita duduk menghadap kampimeter.


2. Pemeriksa berdiri disamping penderita. 3. Mata penderita yang tak diperiksa ditutup. 4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah kampimeter. Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter). 5. Pemeriksa menggerakkan obyek dari perifer menuju ketitik tengah kampimeter. 6. Bila penderita telah melihat obyek tersebut, maka pemeriksa memberi tanda pada kampimeter. 7. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga dapat digambarkan lapangan pandang dari mata yang diperiksa. VII. Pemeriksaan tonometri : A. Pemeriksaan secara kasar (metode digital) 1. Penderita diminta untuk melirik kebawah. 2. Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk pemeriksaan fluktuasi pada bola mata penderita B. Menggunakan Tonometer dari Schiotz. 1. Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi dengan larutan anestesi lokal. 2. Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api spiritus. Penderita tidur telentang, mata yang akan diperiksa melihat lurus keatas tanpa berkedip. 3. Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas cornea penderita. 4. Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer. 5. Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola mata.


VIII. Pemeriksaan keseimbangan otot 1. Penderita berhadap-hadapan dengan pemeriksa. 2. Corneal refleks : pada orang normal refleksi cahaya pada kornea sama tinggi pada kedua mata. 3. Cover test : pada orang normal tak akan ada gerak dari mata, sedang pada penderita strabisnius akan ada gerak dari mata kearah posisi primer. 4. Tes konvergensi : dengan meminta penderita untuk mengikuti ujung vulpen yang kita bawa kearah ujung hidung, normal terlihat kedua kornea bergerak ke nasal dan pupil menyempit (aksi N. III). 5. Gerak-gerak bola mata menuju ke temporal, nasal, kiri atas, kiri bawah, kanan atas dan kanan bawah menunjukkan aksi dari N. III, N.IV dan N. VI. IX. Pemeriksaan sistem lakrimalis. A. Menggunakan larutan Fluorescein 3 % 1. Penderita duduk di kursi, pemeriksa disamping penderita 2. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3 %. 3. Lubang hidung yang sesuai dengan mata tersebut ditutup dengan kapas putih yang basah. 4. Penderita diminta untuk bersin atau sisi. Bila sistem lakrimalis lancar, maka akan terlihat kapas menjadi berwarna hijau. B. Menggunakan larutan garam fisiologis 1. Penderita dipersiapkan dulu dengan obat anestesi lokal (Pantocain 0,5%), ditunggu 1-2 menit. 2. Kita ambil larutan garam fisiologis kedalam spuit, lalu dengan jarum tumpul kita masukkan larutan garam tadi kedalam canalis lacrimalis. 3. Bila lancar, berarti tak ada sumbatan pada sistema lacrimalis.


X. Pemeriksaan dengan Fluorescein untuk Cornea 1. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3% 2. Penderita diminta untuk berkedip-kedip sebentar. 3. Kemudian mata tersebut dicuci dengan boorwater sampai bersih. 4. Dengan Oblique Illumination dilihat apakah ada warna hijau yang tertinggal pada kornea. 5. Bila ada defek epitel kornea, maka akan terlihat warna hijau menempel pada kornea. XI. Pemeriksaan sensibilitas kornea ( N.V ) Di bagian mata biasanya tes ini dilakukan bila kita curiga adanya Keratitis Herpetika, dimana sensibilitas korneanya menurun. 1. Penderita dan pemeriksa saling berhadapan 2. Penderita diminta untuk melihat jauh 3. Pemeriksa memegang kapas yang dipilih ujungnya dan menyentuh kornea (yang jernih). 4. Perhatikan apakah penderita mengedipkan mata atau mengeluarkan air mata. 5. Bila demikian berarti sensibilitas kornea baik. XII. Tes Buta Warna Dengan menggunakan buku ishihara, lakukan tes buta warna dengan cara meminta penderita membaca dan menyebutkan angka yang tampak pada setiap halaman buku. Hasil bacaan penderita dikonfirmasikan dengan jawaban yang tersedia untuk menentukan diagnosis.


b. Pemeriksaan Hidung

Duduk berhadapan dengan penderita Kedua kaki penderita rapat, demikian juga kaki pemeriksa : kaki-kaki pemeriksa sejajar dengan kaki-kaki penderita. Jangan menjepit kaki penderita diantara kaki pemeriksa  Inspeksi muka Lihat muka penderita dari depan, kalau dipandang perlu juga dari samping kanan dan kiri. Perhatikan bentuk muka, hidung, bentuk kedudukan dan letak kedua telinga kanan-kiri.  Palpasi sinus para nasal Pegang kepala penderita dengan kedua tangan di kanan dan kiri kepala penderita; ibu jari di depan, jari-jari lain di belakang kepala. Tekan dengan ibu jari kanan dan kiri. Bandingkan nyeri tekan kanan dengan kiri 1. Memangku penderita (anak kecil)

Anak dipangku, tangan kiri memegang/menahan kepala (dagu) anak; tangan kanan memegang kedua tangan anak. Kedua kaki anak dijepit kaki pemangku. Teknik ini untuk melihat bagian depan dan bagian samping kanan. Untuk melihat bagian samping kiri, tangan kanan memegang dahi (sebaliknya). 2. Memeriksa faring

Tangan kanan memegang spatel, tangan kiri memegang/menahan tengkuk/belakang kepala penderita. Spatel diletakkan untuk menahan lidah (jangan menekan keras). Memeriksa : cavum oris dan gigi, orofaring : tonsil, palatum molle, dinding belakang faring. Perhatikan warna, bengkak, tumor, gerakan. 3. Memeriksa hidung

Pemeriksaan Hidung Luar dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.

Kelainan-kelainan yang mungkin didapat adalah


 Kelainan kongenital seperti agenesis hidung, hidung bifida, atresia nares anterior.  Radang, misal selulitis, infeksi spesifik  Kelainan bentuk, misal saddle nose, hidung betet (hump).  Kelainan akibat trauma  Tumor Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari (di atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum. Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan menutup spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan kepala

dari

belakang/tengkuk

atau

mengatur

sikap

kepala.

Melebarkan nares anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan menyisihkan rambut hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :  Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)  Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.  Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi. Sekret. Bila ditemukan sekret perhatikan jumlah, sfat dan lokalisasinya  Massa. 4. Pemeriksaan telinga


Duduk berhadapan dengan penderita. Inspeksi dan palpasi. Amati telinga luar apakah terdapat kelainan/abnormalitas. Palpasi dengan penekanan pada tragus, aurikula, dan os. Mastoideus di posterior aurikula. Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis eksterna dan mastoiditis. Otoskopi. Tangan kiri, jari tengah dan jari kelingking memegang

bagian

atas

daun

telinga

dan

menariknya

ke

superoposterior. Tangan kanan memasukkan corong telinga ke dalam kanalis auditorius eksterna. Corong kemudian dipegang dengan tangan kiri, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan sekitarnya. Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani.

D. Asuhan keperawatan

Pengkajian Umum Data Subjektif

- Mengeluh kedua mata merah dan gatal

sejak 5 hari lalu - Pilek dan bersin pagi hari - Hidung gatal - Keluar cairan encer (ingus) dan bening - Tidak ada riwayat alergi - Riwayat asma - Menggunakan

Data Objektif

transportasi motor dan

tidak memakai penutup hidung - Mata tampak bengkak - Kadang mata mengeluarkan air mata - Tidak ada kotoran mata - Penglihatan tidak buram - Pemeriksaan fisik baik - TTV normal


- Visus 6/6 - Palpebra odem - Konjungtiva tarsal hiperemis - Konjungtiva bulbi hiperemis - Injeksi konjungtiva (+) - Terdapat papil dan folikel - Secret (-) - Kornea jernih - Bilik mata depan dalam - Iris dan pupil baik - Telinga: tidak ada kelainan - Hudung : kavum nasi D/S. konka inferior

odem, secret mukosa, massa (-). Data Fokus Data Fokus -

Keluarnya

Diagnosa cairan

encer

(ingus)

“Resiko

Infeksi

berhubungan

dengan

pengetahuan

yang tidak

-

Konka inferior odem

cukup

untuk

menghindari

-

Mata berair

pemajanan patogen”

-

Mata merah

Definisi : mengalami peningkatan

-

Mata bengkak

risiko terserang organism patogenik.

-

Palpebra odem Patient Goals : resiko infeksi dapat di cegah dan diatasi.

NOC (Kriteria Hasil) “ Kontrol Risiko: Proses Infeksi”

NIC (Intervensi) “infection Protection”


Tidak tahu konsekuensi infeksi

(2-5) 

Ditemukan

informasi

terbaru

Identifikasi risiko infeksi dalam Identifikasi tanda dan gejala

tanda

dan

pada

faktor

resiko

infeksi (2-5)

Monitor

perubahan

level

Instruksi

pasien

untuk

Ajarkan pasien dan keluarga

beri tahu mereka tentang cara pencegahan. “ Infection Control”

Monitor kebiasaan/sifat pasien

Istirahat yang cukup

yg berpengaruh pada faktor resiko

Instruksikan

infeksi (2-5)

menkonsumsi antibiotic

gejala

tentang tanda dan gejala infeksi dan

Monitor lingkungan pasien yang

berpengaruh

Monitor

konsumsi antibiotic

infeksi (3-5) 

energy, lemas.

kehidupan sehari-hari (3-5) 

Istirahat yang cukup

infeksi lokal ataupun sistemik

terkait control infeksi (3-5) 

untuk

Instruksikan pasien teknik cuci

tangan 

Gunakan

sabun

antimikroba

untuk mencuci tangan Data Fokus -

Mengeluh mata merah dan

gatal

Diagnosa “Gangguan berhubungan

Kenyamanan dengan

Gejala

-

Mengeluarkan air mata

Penyakit”

-

Pilek dan bersin di pagi dan

Definisi : perasaan tidak tenang,

sore hari

tidak lega, dan berlebihan dalam fisik,

psikospiritual,

lingkungan,

budaya dan dimensi sosial.


Patient Goals : pasien nyaman

NOC (Kriteria Hasil) “Status Kenyamanan : Fisik”

NIC (Intervensi) “Menejemen Lingkungan

Control gejala (3-5)

Kenyamanan”

Fisik akan menjadi (3-5)

Perawatan

keluarga

&

personal (3-5)

kebersihan

:

Tentukan tujuan pasien dan untuk

menejemen

lingkungan & kenyamanan

Level energy (4-5)

Gatal (2-5)

nyaman dan bersih 

Berikan

lingkungan

Tentukan

yang

penyebab

ketidaknyamanan 

Fasilitasi

keberssihan

dan

keteraturan agar membuat nyaman.


BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Panca indra adalah organ yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penciuman dan suara. Jika kita tidak dapat menjaga panca indera kita dengan baik kita bisa mengalami berbagai penyakit dari sistem indra. Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Rinitis alergi adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan imunitas humoral yang di mediasi oleh Ig E dan terjadi sebagai respon terhadap antigen lingkungan yang mengakibatkan inflamasi ssaluran napas atas.

Rinitis ini ditandai


dengan gejalla bersin paroksismal, pilek encer dan obstruksi nasi. Ketika pasien mengalami gangguan konjungtivitis maupun rinitis diagnosa keperawatan

yang

akan

muncul

adalah

“Gangguan

Kenyamanan

berhubungan dengan Gejala Penyakit” dan “Resiko Infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen”.

DAFTAR PUSTAKA •

Brashers, Valentina L. ( 2007 ). Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan manajemen. Jakarta : EGC

Ethel, Sloane. 2012. Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakata:EGC

Ilyaas, sidarta.1998. penuntun ilmu penyakit mata. Fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta • James, Bruce, dkk. 2006. Oftalmologi. Jakarta; EGC •

www.repository.usu.ac.id

NANDA, NIC, NOC and Linkages


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.