Makalah thypoid

Page 1

LAPORAN DISCOVERY LEARNING KMB 1 PEMICU 1 “DEMAM THYPOID”

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Uniersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur atas rahmat Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena berkat nikmat sehat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Discovery Learning tentang Demam Thypoid dengan semaksimal mungkin. 1


Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1. Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Mohon maaf apabila di dalam makalah ini terdapat kesalahan. Penulis berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun

Ciputat, Januari 2015 penyusun BAB I PENDAHULUAN Lingkungan merupakan salah satu aspek penting dalam kesehatan. Lingkungan yang bersih dapat mengurangi wabah suatu bakteri atau virus yang dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Begitu pula dengan salmonella typhi penyebab demam tifod akan lebih banyak terdapat pada lingkungan yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih sehat sangat kurang sehingga kuman tersebut akan banyak terdapat disana. Kurangnya kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kebersihan diri membuat bakteri salmonella ini mudah berkembang biak dan menjangkit banyak orang. 2


Demam tifoid

menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di

negara yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air bersih yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009). Bakteri salmonella typi dapat masuk ke tubuh manusia melalui oral, yaitu dengan memakan makanan atau fasilitas untuk makan (jari tangan,dll) yang sudah terkontaminasi oleh bakteri salmonolla tersebut, sehingga nantinya dapat mengiritasi dan mengganggu fisiologis tubuh. Di Indonesia, demam tifoid merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal . Di Indonesia selama tahun 2006, demam tifoid dan demam paratifoid merupakan penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan Demam Berdarah Dengue. Dengan demikian perlu mengetahui secara mendalam mengenai demam typhoid tersebut agar dapat memberi penanganan secara tepat dan komperehensif demi memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya pengobatan medis yang diberikan, namun perlu juga adanya asuhan keperawatan yang baik,tepat, dan benar untuk menunjang proses penyembuhan pasien.

3


BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Suatu demam enteric yang menular dan disebabkan oleh Salmonella typhi; demam tifoid ditularkan lewat makanan, susu atau air khususnya kerangkerangan yang telah terkontaminasi. Pada demam tifoid akan terjadi panas yang tinggi, ruam yang berwarna merah, delirium, dan kadang-kadang perdarahan usus. Pemulihan biasanya mulai terjadi dalam minggu keempat perjalanan penyakit tersebut. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, tetapi juga bisa menjadi karier. Meskipun kesehatannya tampak baik, tubuhnya dapat mengandung bakteri dan mengeluarkannya lewat feses atau urinenya. Kuman Salmonella typhi kerap kali bersarang dalam kandung empedu karier infeksi ini.

4


Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasanya disebut tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan (Algerina, 2008) Darmowandono (2006) menyebutkan demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negative Salmonella typhi. Selama terjadi

infeksi,

kuman

tersebut

bermultiplikasi

dalam

sel

fagositik

mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya (Sudarno et al, 2008) B. Epidemiologi

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan global substantif dengan distribusi geografis yang luas dan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.Penyakit typoid termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan didaerah tropis terutama di Negara –negara berkembang. Selain itu demam typoid adalah masalah umum di sebagian besar dunia, kecuali didaerah-daerah industri seperti amerika serikat, kanada, eropa barat, Australia dan jepang. Selama sepuluh tahun terakhir wisatawan dari amerika serikat yang keasia, afrika, dan amerika latin beresiko terkena demam typoid. 5


Di Negara berkembang angka kematian akibat demam typoid berkisar antara 2,3% sampai 16,8. Angka kematian penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan dari 6% pada tahun 1969 menjadi 3,4% pada tahun 1977 dan sebesar 3,4% pada tahun 1978. Di Indonesia penderita demam typoid cukup banyak diperkirakan 800/100000 penduduk pertahun dan tersebar dimana-mana. Di temukan hampir sepanjang tahun tetapi terutama pada musim panas demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi paling sering pada anak 5-9 tahun. Menurut WHO penyakit typoid merupakan suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman salmonella tyhpi. Pada beberapa dekade terakhir typoid sudah jarang terjadi dinegara-negara industri namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius disebagian wilayah dunia. Kejadian typoid didunia sekitar 21,6 juta kasus dan terbanyak diasia, afrika, dan amerika latin dengan angka kematian sebesar 200 ribu. Setiap tahunnya 7 juta kasus terjadi diasia tenggara dengan angka kematian 600 ribu orang. Hingga saat ini penyakit typoid asih merupakan masalah kesehatan dinegara-negara tropis termasuk Indonesia dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus pertahun dan angka kematian 3,1%-10,4% (WHO,2004).

C. Etiologi Ashkenazi et al. (2002) menyebutkan bahwa demam tifoid disebabkan oleh jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi Salmonella yang lain. a. Salmonella

6


SalmonellaadalahBasil gram negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora. Salmonellabersifat patogen untuk manusia atau hewan bila masuk melalui mulut. Bakteri ini ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, menyebabkan infeksi sistemik, dan demam enterik. Meskipun awalnya salmonella dideteksi berdasarkan sifat sifat biokimianya, golongan dan spesiesnya harus diidentifikasi dengan analisis antigen, salmonella memiliki beberapa antigen. Antigen O,H,K; Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien,biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. b. Macam-macam antigen salmonella: 1. Antigen O (Somatik) Antigen merupakan bagian dari dinding sel bakteri. bakteri ini tahan terhadap pemanasan 100°C, alkali dan asam. Antigen O terdiri dari lippolisakarida dan bila disuntikan pada hewan akan

merangsang

pembentukan antibodi terhadap antigen O terutama yang berbentuk Ig. Antigen ini kurang imunogenik karena titer antibodi O sesudah infeksi atau imunisasi lebih rendah daripada titer antibodi H 2. Antigen H (Flagel) Antigen H merupakan protein yang disebut flagelin yang bersifat termolabil dan rusak pada pemanasan 60°C oleh alkohol dan asam. Antigen ditemukan dalam dua fase yaitu fase spesifik dan fase non spesifik. Organisme cenderung berubah dari fase satu ke fase lainnya, ini dinamakan variasi fase.

7


3. Antigen Vi atau K Merupakan antigen envelop dan terdapat pada permukaan luar bakteri terdiri dari polisakarida yang bersifat termostabil. Bakteri yang mempunyai antigen Vi bersifat virulen terhadap mencit dan mencit tersebut dapat dilindungi oleh antigenVi. (Jawetz Ernest, dkk.2008)

Pengolongan salmonela Golongan O

SPESIES

D

S typhi

A

S paratyphi A

C

S choleraesuis

B

S typhimurium

D

S enteritidis

Salmonela terdiri dari 3 spesies utama, salmonela typhi, salmonella cholerasuis, salmonela enteritidis, yang patogen bagi manusia tetapi sebagian salmonela patogen bagi hewan merupakan reservoir untuk infeksi manusia. Hewan- hewan ini meliputi unggas, babi, hewan, pengerat, sapi, hewan piaraan dan hewan lainnya. Organisme hampir seluruhnya masuk melalui mulut, biasanya makanan dan minuman yang terkontaminasi. Bagi manusia, dosis infektif rata rata untuk menimbulkan infeksi klinik atau subklinik adalah 105-108 bakteri tapi cukup 103 untuk salmonella S

8


thyphi. Faktor yang ikut berperan dalam resistwnsi terhadap infeksi salmonela adalah ke-asaman lambung, flora normal usus, dan daya tahan usus setempat. c. Sifat biakan salmonella Sallmonela sp tumbuh secara aerob dan anerob fakulatif suhu optimum untuk pertumbuhan suhu 37 C dengan menggunakan semua media padat pada pH optimum 6-8. Pada Moc Conkey dan Endo Agar akan membentuk koloni berwarna trasparan atau putih jernih karena tidak dapat meragikan laktosa sehingga tidak berwarna, pada agar darah koloni besar bergaris tengah 2-3mm, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis pada deoksikolat sitrat. Pada media selektif, misal Salmonella Shigella Agar pada bakteri. Salmonella sp akan tumbuh dengan koloni putih jernih. Bakteri ini dapat meragikan glukosa, manitol dan maltosa dengan disertai pembentukkan asam dan gas kecuali Salmonella typhi hanya membuat asam tanpa pembentukkan gas. Tidak mampu menghasilkan indol tetapi raeksi metil merah positif, VP negatif dan sitrat positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan membentuk H2S. Penyakit klinik salmonella thyphi Demam enterik Masa inkubasi

7-20 hari

Pemulaan penyakit

Perlahan- lahan

Demam

Lambat,kemudian

tinggi

dengan

stadium tifoid Masa sakit Gejala

Beberapa minggu gejala Permulaan

sering

konstipaso

gastrointestinal

kemudian diare

Darah

Positif dalam minggu 1-2 sakit

Tinja

Positif dalam minggu 2 sakit, dan negatif pada masa lebih dini

9


D. Cara Penularan Tahun 2007 prevalensi typoid diindonesia berdasarkan data riskesdas adalah 1,60% sedangkan prevalensi di provinsi banten 2,2%. (riskesdas,2007). Tinjau dari kasus subklinik atau pembawa bakteri yang tidak diketahui , adalah sumber kontaminasi yang lebih penting daripada kasus klinik yang nyata yang segera diisolasi; misalnya, bila pembawa bakteri yang bekerja sebagai pembuat makanan “ mengeluarkan “ bakteri bakteri itu. Banyak hewan termasuk ternak , hewan pengerat dan unggas, secara alamiah terinfeksi dengan berbagai salmunella dan mempunyai bakteri dalam jaringannya (daging) tinda, atau telur. Telah diberitahukan secara luas mengenai insiden salmonela yang tinggi pada ayam yang telah dipersiapkan secara kormesial. Insiden demam tifoid telah menuru, tetapi insiden salmonela lainnya bertambah secara mencolok di AS. a. Pembawa bakteri Setelah infeksinyata atau subklinik, beberapa orang terus didiami organisme dalam jaringannya selama waktu yang tidak tentu (pembawa bakteri convalesen atau permanen sehat).3 persen penderita tifoid yang

10


tetap hidup menjadi pembawa bakteri yang tetap, menyimpan bakteri dalam kandung empedu, saluran empedu, kadang kadang dalam usus atau saluran kemih.

b. Sumber infeksi 1. Air kontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan epidemi yang eksplosif 2. Susu dan hasil susu lainnya 3. Kerang-kerangan dari air yang terkontaminasi 4. Telur yang dibuat bubuk atau dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi selama pemprosesan. 5. Daging dan hasil hasil daging 6. Obat obat 7. Zat warna hewan yang dipakai dari obat obatan 8. Hewan peliharaan

E. Patofisiologis demam thypoid Bakteri salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada didalam lamina propria. Sebagian dari salmonella typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang baik dan fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertamatama menyerangretikulo endothelial system (RES) yaitu: hati, limpa, dan 11


tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal dan jaringan limpa. Masuknya kuman diawali dengan infeksi yang terjadi pada saluran penceranaan., basil diserap oleh usus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darahsampai di organ-organ lain, terutma hati dan limpa.Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan., kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakterimia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang ada disana.kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis. Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik-turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatansuhu tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali, dan hepatomegali.

12


Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakerimia dan berlangsung terus-menerus (dalam kontinu), lidah kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peistaltik, gangguan digesti dan absorbs sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen

berat, peristaltic menurun bahkan menghilang, melena,

syok, dan penurunan kesadaran. Transmisi salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat melalui hal-hal berikut : 1. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhi. 2. Transmisi dari tangan ke mulut , dimana tangan yang tidak higines yang mempunyai salmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang dimakan. 3. Transmisi kotoran, dimana kotoran individu yang mempunyai basil salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber air yang digunakan sebagai air minum yang kemudian langsung diminum tanpa dimasak.

13


F. Tanda dan gejala typhus Gejala umum lemah, lesu, anoreksia. Demam disebabkan endotoksin yang dikeluarkan oleh kuman. Minggu I: febris remiten (pagi hari suhu turun, sore hari dan malam hari meningkat). Minggu II: demam terus menerus. Minggu III: suhu badan mulai turun secara berangsur – angsur. Gangguan pada saluran pencernaan terutama pada ileum bagian distal. Gangguan kesadaran yang kadang – kadang sampai apatis atau somnolen.(Suryanah, 1996)Gejala – gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan – lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala – gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor). Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,

14


penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2. Ganguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Sebagian penderita demam tifoid kelak akan menjadi carrier, baik sementara atau menahun. Kekambuhan yang ringan pada carrier demam tifoid, terutama pada carrier jenis intestinal sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas. Kambuh atau relaps dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah. Kekambuhan akan terjadi bila pengobatan sebelumnya tidak adekuat atau, sebetulnya bukan kambuh tetapi terkena infeksi baru. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps (Soedarto, 2007). Ada asumsi yang berkembang dalam masyarakat mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penderita tifoid tersebut kambuh, antara lain: a. Kemungkinan terjadinya kekambuhan ataupun terinfeksi dari tifoid biasanya berhubungan dengan keadaan imunitas / daya tahan tubuh orang tersebut sehingga dalam keadaan seperti itu kuman dapat meningkatkan aktivitasnya kembali

15


b. Kebersihan perorangan yang kurang meskipun lingkungan umumnya adalah baik c. Konsumsi makanan dan minuman yang berisiko (belum dimasak / direbus, dihinggapi lalat, tidak diperhatikan kebersihannya) d. Gaya hidup e. Stres, dan sebagainya. Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita padahal masih mengandung Salmonella spp di dalam kandung empedu atau ginjal (Soedarto, 2007). G. Pengobatan demam tifoid Terapi antimikroba sangat penting dalam mengobati demam enterik, terutama untuk demam tifoid. Namun, karena semakin bertambahnya resistensi antibiotik, pemilihan terapi empirik merupakan masalah dan kadang-kadang kontroversial. Kebanyakan regimen antibiotik disertai dengan 5-20% resiko kumat. Kloramfenikol (50 mg/kg/24 jam per oral atau 75 mg/kg/24 jam secara intravena dalam empat dosis yang sama), ampisilin (200 mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis), amoksisilin (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), dan trimetoprim-sulfa-metaksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis) telah memperagakan kemanjuran klinis baik. Walaupun terapi kloramfenikol disertai dengan penurunan panas dan sterilisasi darah yang lebih cepat, frekuensi kumat akan lebih tinggi, dan agen ini dapat secara potensial menyebabkan pengaruh yang merugikan. Kebanyakan anak menjadi tidak demam dalam 7 hari, pengobatan penderita tidak berkomplikasi harus dilanjutkan selama setidak-tidaknya 5-7 hari sesudah demam turun. Pada anak dengan gangguan yang

16


mendasari termasuk malnutrisi berat, perluasan terapi antibiotik selama 21 hari dapat mengurangi komplikasi. Walaupun isolat S. Typhi yang resisten antibiotik di Amerika Serikat relatif rendah (3-4%), kebanyakan infeksi didapat diluar negeri, dimana terjadi resistensi. Frekuensi S. Typhi resistensi antibiotik yang diperantarai plasmid telah dilaporkan dari Asia Tenggara, Meksiko dan negara-negara

tertentu

di

Timur

Tengah.

Laporan

dari

India

menggambarkan banyak resistensi pada kloramfenikol, ampisilin dan TMP-SMX pada 49-83% isolat S. Typhi. Strain resisten biasanya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Sefalosporin (200 mg/kg/24 jam, secara intravenosa dalam tiga sampai empat dosis) telah digunakan secara berhasil untuk mengobati demam tifoid yang disebabkan oleh strain resisten, walaupunn respons terhadap seftriakson agak lebih baik. Fluoroquinolon manjur, tetapi obat ini tidak disetujui untuk anak. Pada orang dewasa, siprofloksasin dengan dosis 500 mg dua kali sehari selama 7-10 hari adalah efektif dan disertai dengan angka kumat yang rendah. Pada penderita dengan strain yang dicurigai resisten, kami menganjurkan terapi empiris dengan seftriakson (atau sefotaksin) sampai pola kerentanan antibiotik tersedia. Disamping antibiotik, pemberian cepat deksametason, dengan menggunakan 3 mg/kg untuk dosis awal, disertai dengan 1 mg/kg setiap jam selama 48 jam, memperbaiki angka ketahanan hidup penderita dengan syok, menjadi lemah, stupor, atau koma. Ini tidak menambah insiden komplikasi jika terapi antibiotik cukup.Pengobatan pendukung dan rumatan cairan dan keseimbangan elektrolit yang cukup sangat penting.Bila perdarahan usus besar, tranfusi darah diperlukan.Intervensi pembedahan dengan antibiotik spektrum luas dianjurkan untuk perforasi usus.Tranfusi

trombosit

telah

disarankan

untuk

pengobatan

trombositopenia yang cukup berat untuk menyebabkan perdarahan usus pada penderita yang padanya pembedahan dipertimbangkan.

17


Walaupun upaya untuk memberantas pengidap S. typhi kronis dianjurkan untuk pertimbangan kesehatan masyarakat, pemberantasan sukar

walaupun

kerentanan

in

vitro

digunakan

terhadap

antibiotik.Pemberian 4-6 minggu ampisilinn dosis tinggi (atau amoksisilin) ditambah probenacid atau TMP-SMX mengakibatkan angka penyembuhan pengidap

sekitar

80%

jika

tidak

ada

penyakit

saluran

empedu.Siprofloksasin telah digunakan secara berhasil pada orang dewasa.Bila ada kolelitiasis atau kolesistitis antibiotik saja tidak mungkin berhasil, kolesistektomi dalam 14 hari pengobatan antibiotik dianjurkan. H. Penatalaksanaan medis demam thypoid Pengobatan penderita demam thypoid di rumah sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa dan terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bagi pendertita demam thypoid berguna untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Diet dan terapi penunjang dilakukan dengan: pertama pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung kesembuhan umum pasien. (Mansjoer, 2001). Pengobatan demam tifoid terdiri dari 3 bagian: 1) Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari agar kondisi pasien cepat pulih.Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan dekubitus.Defekasi dan buang air kecil 18


perlu diperhatikan karena terkadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. 2) Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat .Luka pada lambung dalam waktu yang lama bisa menyebabkan menurunnya penyerapan nutrisi oleh tubuh.Itulah sebabnya tidak semua jenis makanan bisa dikonsumsi oleh mereka yang sedang terkena typus .Makanan yang dianjurkan untuk penderita typus adalah makanan yang mudah dicerna.Makanan dengan kandungan serat yang rendah harus dimasukkan ke dalam program diet penderita typus. Makanan yang mengandung serat tinggi bisa menyebabkan iritasi pada lambung yang dan usus halus. Makanan yang digoreng dan berlemak juga sulit untuk dicerna dan bisa memperburuk diare pada pasien.Bila kesadaran menurun maka pasien diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian diberi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Tujuan pemberian bubur saring untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau peforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Namun, banyak pasien tidak menyukai bubur saring, karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka hanya makan sedikit, keadaan umum dan gizi pasien semakin mundur dan masa penyembuhannya menjadi lama. Beberapa penelitimenunjukkan bahwa pemberian makananpadat dini,yaitu nasi dengan lauk paukrendah selulosa (pantang sayuran denganserat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet.Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang

19


optimal.Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi.

3) Obat Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan adalah: a. Kloramfenikol Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai spectrum luas, berasal dari jamur Streptomyces venezuelae.Kloramfenikol dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan bakteri gram negative.Antibiotik ini memiliki khasiat bakteriostatik terhadap beberapa spesies; pada keadaan

tertentu

kloramfenikol

mempunyai

khasiat

bakterisid.Kloramfenikol dapat diberikan secara oral, rectal atau dalam bentuk salep. Dosis yang diberikan peroral adalah 4x500 mg perhari .Karena kelarutannya, kloramfenikol sulit diberikan secara parenteral.Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis berlebihan menyebabkan anemia aplastik.Dengan penggunaan kloramfenikol, demam tifoid dapat turun rata-rata setelah 5 hari. Berdasarkan hasil penelusuran literatur yang ada, studi terkini lebihmenganjurkan

pemberian

seftriakson

dibandingkan

kloramfenikol untuk pasien demam tifoid yang dirawat di rumah sakit. Beberapa studi menunjukkan bukti luaran yang lebih baik tentang penggunaan seftriakson sebagai terapi empiris pada demam tifoid. Kriteria yang sebaiknya dipenuhi oleh antibiotik empiris antara lain cara pemberian Sondang Sidabutar dkk: Pilihan terapi empiris demam tifoid pada anak: kloramfenikol atau seftriakson? mudah bagi anak, tidak mudah resisten, efek samping minimal, dan telah terbukti efikasi secara klinis.

20


Perjalanan penyakit pasien telah memasuki minggu kedua demam, dan terdapat gangguan gastrointestinal yang menyebabkan asupan tidak adekuat dan anak terlihat lemas. Pada pasien dengan perjalanan klinis yang telah memasuki minggu kedua dengan gejala gastrointestinal yang nyata, terapi peroral tidak ideal. Lama demam turun (time of fever defervescence) merupakan salah satu parameter keberhasilan pengobatan. Demam yang tetap tinggi menunjukkan kemungkinan komplikasi, fokus infeksi lain, resistensi S. typhi, atau salah diagnosis. Berdasarkan hasil uji resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik, tidak ditemukan adanya MDRST dari isolat yang diperiksa sejak tahun 2003-2007 di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Demam tifoid anak dengan MDRST secara klinis akan menunjukkan respon yang lambat terhadap terapi (lebih dari 48-72 jam), lebih sering mengalami komplikasi, dan kemungkinan menjadi fatal lebih besar. Antibiotik terpilih untuk MDRST adalah siprofloksasin dan seftriakson. Pemberian siprofloksasin pada anak usia <18 tahun masih diperdebatkan karena adanya potensi artropati, sehingga seftriakson lebih direkomendasikan.Pasien kami memiliki kepatuhan minum obat yang baik, tidak ditemukan fokus infeksi lain, dan dosis antibiotik kloramfenikol yang diberikan telah sesuai. Secara invitro, S. typhi menunjukkan sensitivitas terhadap kloramfenikol, namun respons yang ditunjukkan pasien tidak sesuai. Riwayat pemakaian antibiotik peroral selama rawat jalan dan respons yang lambat terhadap kloramfenikol di rumah sakit, menunjukkan kemungkinan adanya resistensi, sehingga antibiotik seharusnya dapat diganti lebih awal.Perbedaan yang mendasar pada kedua antibiotik ini adalah lama demam turun lebih cepat sehingga lama terapi lebih singkat, efek samping lebih ringan, dan angka kekambuhan yang lebih rendah pada penggunaan seftriakson dibandingkan kloramfenikol. Durasi terapi seftriakson bervariasi antara 3 -10 hari dengan waktu demam turun

21


rata-rata empat hari, dan aman diberikan pada anak dengan dosis antara 50-100 mg/kg/hari. Efek samping yang mungkin ditemukan karena pemberian kloramfenikol adalah supresi sumsum tulang. Harga seftriakson lebih mahal dibanding kloramfenikol, namun lama rawat yang lebih pendek sangat mengurangi biaya pengobatan.Pasien mengalami efek samping kloramfenikol berupa supresi sumsum tulang. Setelah pemberian seftriakson dengan dosis 80mg/kg berat badan/hari dengan maksimal dosis 2 g/hari, demam turun setelah hari ketiga terapi. Seftriakson dilanjutkan sampai lima hari pengobatan, terbukti memberikan respon klinis yang baik. b. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkianan terjadi anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4x500 mg, demam rata-rata turun pada hari ke 5 dan ke 6. c. Kotrimoksazol Evektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet ( 1 ablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropim) diberikan selama 2 minggu. d. Penisilin Penisilin mempunyai khasiat bakteriostatik dan dalam keadaan tertentu dapat bersifat bakterisid.Bakteri yang rentan terhadap penisilin tidak hanya dihambat pertumbuhannya tetapi juga dibunuh dengan konsentrasi penisilin yang cukup tinggi.Para ahli telah membuktikan bahwa penisilin sangat mempengaruhi bakteri yang sedang membelah diri, sedangkan terhadap bakteri yang sedang tidak aktif penisilin relative tidak berdaya.

22


e. Ampisilin dan amoksisilin. Kemampuanobat ini untuk menurunkan demam lebih rnedah dibandingkan

dengan

kloramfenikol.Dosis

yang

dianjurkan

berkisar antara 50-150 mg/kg bb dan digunakan selama 2 minggu. f. Sefalosporin generasi ketiga Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. Dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam dextrose 100cc diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari diberikan selama 3-5 hari.

Obat-obat simtomatik: a) Antipiretika Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam thypoid, karena tidak dapat berguna. b) Kortikosteroid Pasien yang toksik tidak dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari.Hasilnya baisanya sangat memuaskan kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps. I. Penegakan Diagnosa Klinis dengan Pemeriksaan Laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk menegakkan diagnosis Demam Tifoid secara pasti. Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis Demam Tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: ďƒ˜ Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan darah secara rutin berguna untuk membantu diagnosis demam Tifoid dengan menilai jumlah dan bentuk eritrosit, jumlah 23


leukosit eosinofil dan trombosit. Jumlah dan hitung jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai membedakan penderita demam tifoid atau bukan, tetapi adanya leucopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis Demam Tifoid. ďƒ˜ Pemeriksaan biakan kuman. Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang (pada awal penyakit), urine dan feces. Metode biakan darah mempunyai spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah (Âą 40%) terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Pemeriksaan biakan perlu waktu lama (Âą 7 hari), harganya relatif mahal dan tidak semua laboratorium bisa melakukannya. Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan kultur kuman negatif, akan tetapi hal tersebut tidak menyingkirkan adanya demam Tifoid. Hasil pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : -

Telah

mendapat

terapi

antibiotik,

yang

menyebabkan

pertumbuhan bakteri dalam media biakan terhambat. -

Volume darah yang kurang (minimal 5 cc darah)

-

Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu agglutinin semakin meningkat.

ďƒ˜ Uji serologis >> Uji Widal Metode pemeriksaan serologis mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik Demam Tifoid, yang paling sering digunakan adalah tes Widal. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/160 atau titer antibody H 1/320 menunjang diagnosis Demam Tifoid pada penderita dengan gejala klinis yang khas. Peningkatan titer 4 kali seteleh satu minggu dapat memastikan demam Tifoid. Pemeriksaan uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi. Pada uji Widal terjadi suatu rekasi 24


aglutinasi antara antigen bakteri S. typhi dengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikandan diolah dilaboratorium. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam Tifoid. Akibat adanya infeksi S. typhi maka penderita membuat antibodi yaitu : -

Aglutinin O, karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri

-

Aglutinin H, karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella bakteri

-

Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam Tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Tifoid. Pembentukann agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Peningkatan antibodi menunjang diagnosis Tifoid. Prinsip uji widal adalah pemeriksaan reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran

tertinggi

yang

masih

menimbulkan

aglutinasi

menunjukkan titer antibodi dalam serum. Interprestasi tes widal harus memperhatikan beberapa faktor yaitu sensitivitas, stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.

25


Tes widal mempunyai keterbatasan nilai diagnostik karena sulit diinterprestasikan terutama di daerah endemis, seperti Indonesia, dan bila pemeriksaan hanya dilakukan satu kali. Pemeriksaan Widal baru mempunyai nilai diagnostik bila pada pemeriksaan serum fase konvalesen terdapat peningkatan titer anti O dan anti H sebanyak empat kali. Tes Widal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas moderat (± 70%), dapat negatif palsu pada 30% kasus demam tifoid dengan kultur positif.  Pemeriksaan kuman secara molekuler. Pemeriksaan kuman secara molekuler dengan melacak DNA dari specimen klinis menggunakan metode PCR masih belum memberikan hasil yang sangat memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.  Kultur Gal Diagnosis pasti penyakit demam tifoid yaitu dengan melekukan isolasi bakteri Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B Dan Salmonella paratyphi C darispesimen yang berasal dari darah, feses, dan urin penderita demam tifoid. Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotik. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%.  Uji tubex Tubex -TF adalah sarana penunjang diagnosis demam tifoid yang relatif baru dipasarkan, dengan prosedur pemeriksaan cukup sederhana, dan hasilnya relatif cepat diperoleh yaitu sekitar ± 1 jam. Tubex-TF adalah pemeriksaanin vitrountuk mendeteksi antibodi IgM terhadap anti gen lipopolisakarida (LPS) O9 kumaN Salmonella typhiyang

terdapat

dalam

serum

penderita,

interpretasi

hasil

pemeriksaan secara semikuantitatif. Antigen lipopolisakasida (LPS) 26


O9 hanya ditemukan pada Salmonella typhiserogrup D. Limpada tahun 1998 melaporkan Tubex\-TF memiliki sensitivitas 91,2% dan spesifitas 82,3%(Lim, 1998), sedang Oracz mendapatkan sensitifitas Tubex-TF 92,6% dan spesifitas 94,8%.Interpretasi pemeriksaan Tubex-TF adalah secara semikuantitatif, yaitu dengan mambandingkan warna yang timbul pada hasil reaksi pemeriksaan dengan warna standarkit TubexTF. Biaya pemeriksaan Tubex-TF masih tergolong mahal sehingga belum terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah secara umum (Tubex-TF Biotekindo, 2006).

27


NURSING CARE PLAN Data fokus: -

Suhu 39,5 째 C

-

Demam sejak 5 hari yang lalu

-

Nadi 110x/menit

-

RR 16x/menit

-

Kulit kemerahan

Diagnosa : Hipertermi Definisi: peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal Patient goal: suhu tubuh tubuh pasien kembali normal NOC

NIC

(Termoregulation) -

Peningkatan suhu kulit (3-5) Fever treatment

-

Nadi (4-5)

-

Pastikan jalan napas tetap

-

Pusing (4-5)

-

Monitor TTV

-

Perubahan warna kulit (3-5)

-

Monitor warna dan suhu kulit

-

Hipertermi (1-5)

-

Monitor penurunan kesadaran

-

Berikan cairan elektrolit

-

Monitor intake dan output

-

Monitor haluaran urin

-

Kolaborasi pemberian anti piretik

-

Selimuti pasien

-

Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila

-

Ajarkan pasien mengetahui tanda dan resiko demam

Temperature regulation

28


-

Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali

-

Monitor TTV

-

Monitor tanda – tanda hipertermi dan hipotermi

-

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Data fokus: -

Mual

-

Muntah

-

Mukosa bibir kering

-

Lemah

-

TD 130/80 mmHg

-

Nadi 110x/menit

-

Suhu 39,5 ° C

-

Diare

Diagnosa : Kekurangan volume cairan Definisi: penurunan cairan intravaskuler intersisial dan atau intraseluler yang mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada Natrium. Patient goal: Kebutuhan cairan terpenuhi salah satunya ditandai dengan mukosa bibir lembab NOC

NIC

(Fluid balance) -

TD (3-5)

-

Mukosa membran ( 3-5)

-

Intake dan output (3-5)

Fluid management -

Pertahankan masukan dan pengeluaran cairan secara teliti dan catat

-

Monitor TTV

-

Kolaborasi cairan IV

-

Monitor nutrisi atau cairan yang dicerna dan

29


menghitung masukan kalori setiap hari -

Monitor status nutrisi

-

Berikan cairan

-

Tingkatkan asupan nutrisi melalui mulut

Fluid monitoring -

Monitor BB

-

Monitor TTV

-

Menjaga masukan dan haluaran secara teliti

-

Monitor membran mukosa

Data fokus: -

Mual

-

Muntah

-

Nyeri abdomen

-

Rambut rontok

Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk asupan metabolik Patient goal: Nafsu makan kembali membaik NOC

NIC

(Appetite)

(Nutrition management)

-

Hasrat untuk makan (2-5)

-

Kaji adanya alergi makanan

-

Asupan makanan (3-5)

-

Tentukan status nutrisi pasien dan kebutuhan

-

Asupan nutrisi (3-5)

-

Asupan cairan (3-5)

nutrisi -

30

Tentukan makanan yang disukai pasien


-

Kolaborasi dengan ahli gizi

-

Intruksikan pasien tentang kesehatan nutrisi

-

Berikan petunjuk kepada pasien dalam memilih makanan sehat

-

Monitor asupan diet

-

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

-

Monitor

kecenderungan

penurunan

atau

kenaikan BB

Data fokus: -

BAB 5x/hari

-

Nyeri abdomen

Diagnosa : Diare Definisi: Pasase feses lunak yang tidak berbentuk Patient goal: Eleminasi fekal normal kembali NOC

NIC

(Bowel elemination)

(Diarhea management)

-

Pola eleminasi (2-5)

-

Tentukan riwayat diare

-

Pengendalian BAB (2-5)

-

Evaluasi

-

Diare (2-5)

pengobatan

pada

efek

samping

gastrointestinal -

Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat volume, warna, dan frekuensi feses

-

Identifikasi faktor penyebab dari diare

-

Catat masukan nutrisi

-

Monitor tanda dan gejala diare

-

Observasi turgor kulit secara rutin

31


-

Intruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi

protein

dan

tinggi

kalori

jika

memungkinkan -

Intruksikan untuk menghindari laksative

-

Monitor persiapan makan yang aman

-

Monitor kulit pada perianal area untuk iritasi

BAB III KESIMPULAN

Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan. Dengan berbagai transmisi yaitu transmisi oeal, transmisi dari tangan ke mulut, dan transmisi kotoran. Diet pada orang yang terserang demam thypoid makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, karena untuk mengurangi kerja saluran cerna yang sedang bermasalah. Pasien juga harus banyak mendapatkan asupan cairan baik dari oral maupun melalui intra vena untuk menggantikan cairan yang hilang yang diakibatkan dari gejala yang muncul.

32


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.