2 minute read

Meski tampak “tidur”, Yesus tetap menyertai

Next Article
dan mengampuni

dan mengampuni

dua

Meski tampak “tidur”, Yesus tetap menyertai

Sebelum Yesus berjalan di atas air, ada peristiwa lain yang pernah terjadi di Danau Galilea—badai yang mengerikan sekaligus menggetarkan. Berikut adalah bagian tersulit dari kisah dalam Markus 4: “Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di

buritan di sebuah tilam.” (ay.37-38, penekanan ditambahkan).

Para murid yakin mereka akan ditenggelamkan “taufan yang sangat dahsyat” itu, tetapi Yesus malah tidur?

Pernahkah Anda bertanya-tanya tentang hal itu? Para murid pasti sangat kebingungan. Seberapa lelahkah Dia? Tidakkah Dia tahu apa yang sedang terjadi?

Adakalnya kita merasa Yesus “tidur” selama badai kencang mengamuk dalam hidup kita, apalagi ketika hal itu terus berlangsung hingga bertahun-tahun. Bagaimana kita dapat memahaminya?

Di sini kita mempelajari kebenaran berharga yang tidak boleh kita lewatkan. Memang, Yesus itu sepenuhnya Allah. Hari itu, sebelum mereka menyeberangi danau, Yesus seharian penuh mengajarkan firman Allah kepada kerumunan orang yang sangat besar. Namun, Yesus juga sepenuhnya manusia. Energi-Nya terkuras setelah melayani ribuan orang yang berkumpul untuk mendengarkan-Nya. Dia tidur dalam perahu yang sedang terombang-ambing itu sebab seluruh kekuatan-Nya telah terkuras.

Yesus datang sebagai salah seorang dari kita! Dia menjadi manusia, darah dan daging seperti kita, dan hidup dalam kondisi yang sama seperti yang kita jalani. Dia bisa lapar, haus, dan kelelahan. Secara harfiah, Yesus benar-benar seperahu dengan kita. Dia mengenal kita, dan memahami kelemahan fisik kita, betapa terbatasnya tubuh dan jiwa kita.

Malam itu, saat menyeberangi danau, Yesus “seperahu” dengan kedua belas orang yang ketakutan tersebut. Ketika akhirnya murid-murid membangunkan Yesus dan mempertanyakan kepedulian-Nya, Dia menanggapi dengan mempertanyakan iman mereka. Mengapa Yesus menegur

Dari kedua kisah tentang Kristus meredakan angin kencang di Danau Galilea, yang satu ini lebih dahulu terjadi. Selain terdapat dalam Markus 4:35-41, kisah ini secara paralel dicatat dalam Matius 8:18,23-27 dan Lukas 8:22-25.

mereka karena kurang beriman? Sebab Yesus menyertai mereka. Dia tidak meninggalkan perahu mereka. Dia juga tidak akan meninggalkan Anda. Sekali-kali tidak.

Salah seorang murid-Nya, yang lebih sering dipenjara, dipukuli, dan dianiaya daripada murid-murid yang lain, tahu tentang hal ini. Sekalipun harus mengalami penderitaan yang terberat, Paulus tahu bahwa Yesus selalu menyertainya, dan Yesus sepenuhnya mengasihi dirinya. Ia menulis:

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?

Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orangorang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.

Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam

Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:35,37-39)

Kesadaran bahwa Yesus menyertai kita akan menguatkan iman kita, dan iman itu menuntun kita kepada damai sejahtera. Badai apa pun yang sedang Anda alami sekarang, yakinlah bahwa Yesus menyertai Anda di dalamnya. Tidak ada yang dapat memisahkan kehadiran dan kasih-Nya dari Anda.

Renungkan

1. Yesus membandingkan diri-Nya dengan Nabi Yunus, yang juga mengalami badai dahsyat di tengah laut (baca matius 12:38-41). Bagaimana kisah Yunus itu menggemakan kebenaran dari peristiwa badai yang dialami para murid dan juga kebenaran yang diyakini Rasul Paulus di atas?

2. Kapan Yesus terasa paling dekat dengan Anda? Kapan pula

Dia terasa paling jauh?

3. Tidak ada yang “dapat memisahkan kita dari kasih Allah,” kata

Paulus. Namun, adakalanya kita merasa seperti terpisah dari kasih-Nya. Apa saja cara konkret untuk tetap berakar dalam kasih Allah, bagaimanapun keadaan Anda?

This article is from: