3 minute read
Tidak ada badai yang kebetulan
empat
Tidak ada badai yang kebetulan
Pada pagi hari dalam perjalanan pulang kami yang nyaris berakhir fatal, saya sempat heran melihat angin dan awan gelap yang tiba-tiba muncul. Saya yakin para murid Yesus juga naik ke perahu dan mendorongnya ke perairan yang tenang, bukan ke danau yang bergelora diterjang badai.
Sering kali kita terkaget-kaget ketika badai kehidupan dan masa-masa sulit melanda. Namun, mengapa demikian? Saat membaca Alkitab, kita akan menemukan bahwa ternyata penderitaan bukanlah hal yang asing atau tidak lazim. Dalam Perjanjian Lama, umat Allah sangat menderita, terutama para nabi yang menyampaikan firman Allah kepada umat-Nya. Para murid, orang-orang yang dipilih Allah menjadi utusan-Nya, menanggung kesukaran besar
karena iman mereka, seperti penganiayaan, kehilangan tempat tinggal, rajam, penjara, dan kematian. Rasul Petrus menulis kepada umat Kristen di zamannya, yang sedang mengalami penganiayaan yang mengerikan: “Saudarasaudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu” (1 petrus 4:12).
Dari mana pun badai itu berasal, Allah sedang bekerja di dalamnya. Badai yang saya hadapi dan kedua badai di Danau Galilea itu membawa kami bertiga dan para murid kepada penghujung kemampuan kami. Dalam ketidakberdayaan dan keputusasaan itulah kami menyaksikan kuasa dan kasih Yesus. Dia meredakan air yang bergelora, menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan yang berkuasa atas angin dan laut, dan sebagai Penolong dan Juruselamat kami.
Allah juga mempunyai maksud-maksud lain atas beragam ujian yang kita hadapi. Barangkali tidak ada rasul yang lebih banyak berbicara tentang ini daripada Paulus. Ia sudah menanggung penderitaan lebih besar daripada rasul mana pun. Dalam 2 Korintus, Paulus membuka suratnya dengan pujian yang tulus kepada Allah, sambil menyatakan maksud Allah atas penderitaannya:
Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. (2 korintus 1:3-4)
Segala hal yang kita terima dari Allah lewat beragam ujian yang kita hadapi dimaksudkan untuk diteruskan kepada orang lain dalam pergumulan mereka.
Paulus juga menulis tentang bagaimana kesukarankesukaran kita menjadikan kita serupa Yesus. Ia rindu “mengenal [Kristus] dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaanNya, . . . menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,” supaya akhirnya ia “beroleh kebangkitan dari antara orang mati” (filipi 3:1011). Turut serta dalam penderitaan Kristus berarti kita juga akan turut serta dalam kebangkitan-Nya. Secara ajaib,
Lewat berbagai ujian yang ujian-ujian yang mengancam nyawanya, Paulus belajar untuk bersandar sepenuhnya pada Yesus. Ia mengalami prinsip kita hadapi sebenarnya luar biasa yang akan kita alami mempersiapkan juga: sekalipun tubuh jasmaniahnya kita untuk “merosot,” tetapi secara batiniah, kekekalan. dalam rohnya, ia “dibaharui dari sehari ke sehari” (2 korintus 4:16).
Lebih dari itu, secara ajaib, ujianujian yang kita hadapi sebenarnya mempersiapkan kita untuk kekekalan. “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami”
(2 korintus 4:17).
Saya tidak tahu apa yang sedang Anda hadapi saat ini. Namun, yakinlah, Allah adalah “Bapa yang penuh belas kasihan”. Ketahuilah bahwa penderitaan Anda pasti akan berlalu. Hingga saat itu tiba, tidak ada yang sia-sia. Semua penderitaan yang Anda alami akan menghasilkan buah, bagi Anda dan bagi orang lain, pada masa kini maupun kelak dalam kekekalan, jika Anda mengizinkannya.
Renungkan
1. Yesus adalah teladan utama kita tentang bagaimana Allah memakai penderitaan seseorang demi kebaikan orang lain.
Dapatkah Anda menemukan dalam Alkitab contoh-contoh lain dari berlakunya prinsip ini?
2. Ceritakanlah pengalaman hidup Anda tentang bagaimana pergumulan Anda justru mendekatkan Anda kepada Kristus.
3. Terkadang ketika berada di tengah badai, kita hanya berusaha untuk bertahan. Setelah badai itu berlalu, apa yang dapat
Anda lakukan untuk membantu dan menghibur orang lain yang sedang mengalami badai kehidupannya sendiri?