EDISI V
www.jeratpapua.org
EDISI JUNI
JARINGAN KERJA RAKYAT Menakar Penanganan www.jeratpapua.org Korupsi di Papua Penjaga Ukiran Asmat Dokter Yang Menulis Buku enanganan kasus korupsi oleh Komisi PemberMerajut Wisata Yang antasan Korupsi (KPK) di Papua tergolong tingRusak gi. Setia Demi Senyum Wakil Ketua KPK Bambang Widjoyanto mengatakan, Pasien HIV/AIDS jika dibandingkan dengan daerah lainnya seperti Manokwari dan Dampak Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur Perubahan Iklim
EDISI V
P
(NTT) dan Gorontalo, penanganan korupsi di Papua tak bisa diremehkan. "Bahkan di tiga wilayah itu, Perusahan Sawit Masuk belum tersentuh KPK sama sekali," tandasnya, beMerusak Tali Perlum lama ini.
saudaraan Orang Muting dan Bupul Fisikawan Papua yang Mendunia
S.MANUFANDU Sekretaris Eksekutif DESSY ITAAR Manager Office ENI RUSMAWATI Manager Keuangan ASMIRAH Keuangan WIRYA.S Manager PSDA & EKOSOB SABATA.RUMADAS PSDA & EKOSOB E. DIMARA Manager PPM ESRA MANDOSIR Manager JKL ANDRIO. NGAMEL Unit Studio MARKUS IMBIRI Unit DIP JERRY OMONA Unit DIP
Ia menjelaskan, Papua termasuk provinsi yang terindikasi memiliki kasus korupsi luar biasa. Pasalnya, dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dikucurkan untuk Papua sangatlah besar. Bambang menuturkan, pihaknya akan tetap menindaklanjuti indikasi korupsi di daerah ini. Seperti kasus yang menjerat tiga kepala daerah dari Kepulauan Yapen, Boven Digoel dan Supiori. Ketiganya diduga menyalahgunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
bukti pembayaran dari beberapa pejabat daerah di Papua saat menginap di hotel berbintang di Jakarta. "Saya tanya kenapa Kamis? Katanya Kamis semua kantor bupati kosong, semua pada ke Jakarta untuk berfoya-foya. Ada bukti pembayaran di Hotel Shangrila di President Suite," ujar Abraham.
Wakil Ketua KPK ini juga menambahkan, ada dua kasus lainnya yang kini telah masuk dalam forum ekspose di KPK. Dua kasus itu merupakan hasil audit dari BPK Perwakilan Papua. “Itu jumlahnya sangat besar dan melibatkan mantan (pimpinan),” ujarnya. Sayang, Bambang tidak menjelaskan siapa mantan itu. “Karena tidak mungkin kami menyelidiki tanpa data yang jelas. Karena data saja tidak cukup untuk dijadikan bukti yang konkrit.”
44 Anggota DPR PB
Menurut Abraham, ia telah menerima laporan dari Kepala Polda Papua terkait penanganan korupsi di Papua. Kapolda memintanya berkunjung ke kantorkantor pemerintahan pada hari Kamis. Sebab, pada hari-hari menjelang akhir pekan, seluruh kantor pemerintahan kosong karena para pejabatnya terbang ke Jakarta untuk urusan pribadi.
dibagi-bagi kepada anggota Dewan oleh Sekda tanpa ada pertanggungjawaban kegunaannya," kata Hardjono.
Penanganan korupsi di bumi Cenderawasih juga terjadi di Propinsi Papua Barat. Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan 44 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat menjadi tersangka diduga setelah menilap uang rakyat sebesar Rp22 miliar. Mereka menjadi tersangka bersama Sekretaris Daerah Provinsi PB.
"Kami menetapkan mereka sebagai tersangka, sesuai dengan bukti-bukti yang kami temukan berupa kuitansi Ditempat terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan transaksi keuangan, dokumen dan keterangan empat Korupsi Abraham Samad mengakui, sering terjadi orang saksi," ujar Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, fenomena aneh di Papua jika seorang pejabat dijerat Hardjono Tjatjo, tahun lalu. kasus dugaan korupsi. "Kalau seorang pejabat digo- Semua tersangka dituduh telah menggelapkan Angyang kasus korupsi, dia akan memprovokasi garan Pendapatan dan Belanja Daerah Papua Barat masyarakat untuk berdemonstrasi.” 2010 senilai Rp22 miliar. "Uang Negara Rp22 miliar
Modus penyalahgunaan dana APBD ini adalah: pemerintah Provinsi Papua Barat menyerahkan uang sebesar Rp100 miliar ke perusahaan daerah setempat yakni PT Papua Doberai Mandiri untuk dikelola. Namun, tidak lama kemudian setelah uang disetorkan, Sekda Informasi yang diberikan kepada Abraham ini di- Papua Barat Marthen Luther Rumadas meminta sebagiperkuat dengan sejumlah bukti fisik. Salah satunya an uang tersebut, dengan alasan meminjam.
JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
PILIHAN REDAKSI HAL. 2
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
Awalnya, Mamad Suhadi Direktur PT Papua Doberai Mandiri berkeberatan - meski pada akhirnya pada 17 September 2010 dana dicairkan sebesar Rp15 miliar dan diberikan ke Sekda. Selanjutnya, pada 9 Febuari 2010 dana dicairkan Rp7 miliar. Belakangan diketahui, uang itu ternyata dibagi-bagikan Sekda kepada 44 anggota DPR Papua Barat itu. ''Kami menilai indikasi penyalahgunaan dana terjadi, karena Sekda tidak ada niat mengembalikan dana itu sesuai dengan perjanjian. Dan ironisnya, setelah diselidiki, uang itu telah habis dibagi-bagikan ke anggota Dewan tanpa ada maksud dan alasan yang jelas." Korupsi berjemaah ini menjadi yang terbesar selama satu dekade di Papua Barat. Akibat Kelakuan konyol para wakil rakyat itu, 44 anggota itu diganjar dengan hukuman 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta. Salah satu yang ikut divonis adalah Ketua DPRD Papua Barat Yohan Yosep Auri. Selain Yohan, Wakil Ketua DPRD Demianus Idji dan Robert M. Nauw, serta mantan Sekda PB Marthen l. Rumadas, juga dinyatakan bersalah. Perjalanan Korupsi Pengalaman perjalanan peristiwa korup di Papua berulang dari tahun ke tahun. Korupsi dimulai dari hal yang kecil hingga melibatkan pejabat publik. Jumlahnya pun ribuan kasus. Misalnya pada 2010. Ketika itu, tim penyidik tindak pidana korupsi Polresta Jayapura memeriksa Ketua KPUD Jayapura, Hendrik Bleskadit terkait dugaan menggelapkan dana pemilu kepala daerah senilai Rp 3,2 milar. Kapolreta Jayapura, AKBP Imam Setiawan saat itu mengatakan uang Rp 3,2 miliar yang disalurkan Pemda Kota Jayapura untuk membiayai Pemilukada, tak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh KPUD.
Sidang Kasus Korupsi ( Foto ALDP )
Didiek mengungkapkan, dalam kasus ini, kedua tersangka telah melanggar Undang-Undang tentang Pelayaran dalam perkara tindak pidana perikanan atau illegal fishing. Yakni melakukan pelelangan barang bukti berupa enam kapal ikan dengan tidak sesuai prosedur. Pelelangan dilaksanakan di ruang kerja Kejari Merauke, dengan pelaksana Kepala Seksi Pidana Khusus. Uang hasil lelang juga tidak disetorkan ke kas negara. Korupsi Dilakukan Orang Pandai Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UII Mahfud MD mengaku prihatin karena lebih dari 80 persen pelaku korupsi adalah lulusan perguruan tinggi. "Bila dicermati, yang melakukan tindak korupsi kebanyakan orang-orang pandai yang hatinya tumpul. 80 persen koruptor merupakan sarjana. Ini membuktikan bahwa institusi perguruan tinggi di negara ini gagal mencetak lulusan yang berakhlak," ungkap tokoh besar nasional itu.
Mahfud MD yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi RI menjelaskan, institusi perguruan tinggi saat ini hanya mencetak sarjana, tanpa disertai akhlak yang kuat. Imbasnya, saat menjadi pejabat atau Selain Hendrik, polisi juga sudah menginterogasi empat anggota petinggi politik, mereka melakukan tindak korupsi. "Sekarang ada ribuan KPUD Kota Jayapura yang diduga ikut terlibat dalam penyeorang pintar tetapi sedikit yang berakhlak. Fenomena ini yang harus segera lewengan anggaran tersebut. Dana itu disebut sebut digunakan diperbaiki dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi negera ini," tegas Bleskadit dan empat anggota KPUD untuk perjalanan dengan Mahfud. tujuan menyelesaikan kasus sengketa Pemilukada Kota Jayapura Menurut dia, sistem pendidikan di perguruan tinggi harus bisa membentuk yang sempat mengalami penundaan selama tiga kali. generasi yang berwatak dan berakhlak. Ia beranggapan bahwa agama dan Dalam kasus lain, penegak hukum yang seharusnya mengawal ilmu pedidikan tidak bisa dipisahkan. Pasalnya, agama menjadi dasar apkorupsi, malah ikut nimbrung dalam masalah ini. Peristiwa itu terlikasi ilmu yang telah didapat. Ketika kombinasi keduanya terjalin dengan jadi pada 2010 ketika Kejaksaan menetapkan dua jaksa sebagai baik maka institusi pendidikan akan melahirkan para cendekiawan, yakni tersangka dugaan korupsi penjualan barang bukti di Merauke. lulusan yang tidak hanya pandai, tetapi juga memiliki akhlak. "Bekal akhlak Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek yang ditanamkan sejak dini akan melahirkan generasi antikorupsi," Darmanto ketika itu menyebutkan, dua jaksa itu adalah Edy pungkasnya. Sutiyono (mantan Kepala Kejaksaan Negeri Merauke) dan Supar(Jerry Omona/dari berbagai sumber) no (mantan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Merauke). �Kerugian negara sebesar Rp 663 juta,� kata Didiek. Edy akhirnya dicopot dari jabatan terakhirnya sebagai Kepala Kejari Wonosobo (Jawa Tengah). Sementara Suparno dipindah menjadi jaksa fungsional pada Bidang Intelijen Kejagung. JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
PILIHAN REDAKSI HAL. 3
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
E
rick Sarkol memegang dua ukiran patung Asmat dari kayu. Di tangan kirinya, patung berwujud pria setengah membungkuk memegang sebuah pemukul. Patung yang lainnya berwujud kepala dengan badan yang belum jadi. “Patung ini dibuat oleh pengukir berpengalaman, pengukir sejati,” ujar Erick sambil mengangkat ukiran patung manusia Asmat di genggaman tangan kirinya. ”Ini dibuat oleh seseorang yang bukan pengukir,” tutur kurator Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat itu sambil menunjukkan ukiran patung di tangan kanannya. Dia lihai menilai ukiran Asmat. Dia tahu betul sebuah ukiran dibuat oleh siapa. Ini karena ukiran Asmat, terutama ukiran patung, pada dasarnya dibuat sesuai dengan citra diri si pematung. Secara fisik, bentuk wajah patung adalah ”potret” diri si pengukir. Pengukir juga memiliki gaya masing-masing. Dengan demikian, ukirannya bisa dibedakan antara satu pengukir dan pengukir lainnya. ”Tidak semua orang Asmat bisa mengukir. Keahlian mengukir biasanya bakat yang diturunkan keluarga, dari orangtua kepada anak, juga cucu,” ujarnya.
Erick Sarkol (Kiri) bersama Pengunjung
Di sinilah Erick menguji dan menilai ukiran-ukiran itu. ”Orientasi uang seperti itu merugikan pengukir karena nama mereka bisa tenggelam. Justru orang yang bukan pengukir bisa lebih dikenal,” ujarnya.
Kejelian menilai ukiran Asmat dipupuk Erick selama bertahun-tahun, sejak dia bergabung dengan Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat pada 1974. Sebelumnya dia adalah guru honorer selama delapan bulan di SD Pada awalnya, pengukir Asmat membuat ukiran patung untuk me- YPPK di Kampung Ayam, Agats. ”Awalnya saya tak tertarik dengan karya dia upacara pemanggilan roh. Karena itu, di dalam patung untuk ukiran Asmat, tetapi lama-kelamaan tertarik juga,” kata Erick, yang sebelum upacara adat diyakini ada roh leluhur. Patung itu menjadi ”hidup”. menjadi kurator bertugas di bagian perpustakaan museum. Patung seperti ini tidak boleh diperjualbelikan. Tak hanya tertarik, Erick bahkan juga belajar mengukir. Dia juga dikenal Sebagai kurator sekaligus Kepala Museum Kebudayaan dan sebagai pengukir gaya Asmat. Karena itu, dia dipercaya dan dihormati para Kemajuan Asmat di Agats, Erick hampir setiap tahun berkeliling pengukir Asmat. kampung dan distrik di seluruh Kabupaten Asmat. Jebolan sekolah guru di Merauke ini pernah keluar dari Museum KeDia menyeleksi karya-karya pengukir yang akan diikutsertakan budayaan dan Kemajuan Asmat pada 1986. Ia lantas bergabung dengan dalam Pesta Budaya Asmat. Ini adalah gelar budaya tahunan Yayasan Asmat. Tahun 1992, Erick kembali ke museum. sekaligus ajang kompetisi bagi para pengukir Asmat. Di sinilah Ketika itu ia sangat ingin mengunjungi museum. Betapa kagetnya Erick saat kemampuan Erick diuji. mengetahui banyak koleksi ukiran yang dipajang dalam kondisi rusak. Karya-karya ukiran terbaik, baik patung maupun panel, dilombaHati nurani Erick terusik dan terpanggil untuk kembali bekerja di museum, kan dalam festival tersebut. Ada ratusan ukiran yang dibagi dalam menjaga koleksi warisan budaya Asmat. Selama 1992-2001, dia diangkat beberapa kategori. Setelah dinilai juri, karya ukiran itu dilelang menjadi asisten kurator. Pada 2002 Keuskupan Agats, sebagai pemilik dan secara terbuka. pengelola museum, mengangkat dia sebagai kurator, menggantikan YuNilai lelang relatif tinggi. Sebuah karya ukiran, misalnya, bisa ter- vensius A Biakai yang diangkat sebagai Bupati Asmat. jual sampai puluhan juta rupiah. Sebagai gambaran, nilai transaksi Erick sangat berhati-hati menjaga ukiran-ukiran Asmat. Dia pernah jengkel lelang 227 ukiran Asmat saat Pesta Budaya Asmat di Agats bekepada siswa-siswa sekolah yang berkunjung ke museum karena berlarian berapa tahun lalu mencapai Rp 1,518 miliar. Inilah yang menggoke sana kemari. Seorang kolektor ukiran Asmat pun pernah menawar seda para pengukir Asmat. buah masterpiece museum berupa perisai kayu yang diukir menggunakan Karena itu, berbagai cara dilakukan agar karya ukiran mereka bisa tulang kasuari dengan harga ribuan dollar AS. Tentu saja tawaran itu dia sebanyak mungkin lolos seleksi dengan harapan dapat terjual tolak. banyak. Tak jarang, seorang pengukir menitipkan ukirannya yang Erick bersyukur, belakangan ini para pengukir muda Asmat mulai bermuncudiatasnamakan orang lain agar bisa ikut dilombakan. Tentunya, ini lan sejak digelarnya Pesta Budaya Asmat setiap tahun. Pesta budaya itu pun dengan harapan agar semakin banyak karya dia terjual diadakan sejak tahun 1980. (Jerry Omona/Kompas/JERAT) dengan nilai tinggi. JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
CERITA DARI KAMPUNG HAL. 4
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
K
epala Dinas Kesehatan Propinsi Papua, sebelumnya, Kepala Rumah Sakit Umum Abepura, Jayapura, drg. Aloysius Giyai, M. Kes, miris. Persoalan bidang kesehatan di Papua masih terbengkalai. “Masalah dana selalu menjadi alasan klasik, ditambah lagi kondisi geografis, kultur, sosial dan ekonomi yang menantang,” kata Giyai. Derajat kesehatan masyarakat kata dia, terus terpuruk. Angka kematian meningkat dan usia harapan hidup menurun. “Itulah sebabnya buku Memutus Mata Rantai Kematian di Tanah Papua lahir,” ujarnya lagi. Buku Giyai mencoba memberi perspektif baru pengelolaan sektor kesehatan yang sederhana, revolusioner dan berkelanjutan. Buku setebal 467 halaman itu mengisahkan perjalanan hidupnya semasa kecil, hingga menjadi direktur di RS Abepura. Diterbitkan oleh PAKAR, Papua Pustaka Raya, November 2012. Ia menjadi satu-satunya dokter asli Papua yang menuangkan gagasan dalam buku, serta berpikir bagaimana nasib orang asli Papua ke depan. Giyai lahir di Kampung Onago, Kabupaten Deiyai, Papua, 8 September 1972. Ia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya Giyaibo Raimondus Giyai (alm) dan Ibu Yeimomau Albertha Yeimo (alm). Pria lulusan Magister Kesehatan Universitas Airlangga Surabaya 2002 ini, sejak 2009 menjabat sebagai direktur ke 13 RSUD Abepura. Karirnya menanjak setelah di 2014, Giyai dilantik menjadi Kepala Dinkes Papua. Semasa menjabat sebagai direktur rumah sakit, suami dari Agustina Katoar AM.d.G itu juga terlibat aktif dalam berbagai organisasi. Diantaranya dosen pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih (FKM Uncen) Jayapura, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Pegunungan Tengah Papua dan Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Katolik Papua (ICAKAP).
drg. Aloysius Giyai, M. Kes Foto Jerry Omona
Koya Barat pada Dinkes Kota Jayapura. Selain PNS, Giyai juga memegang tugas lain sebagai Ketua Jurusan Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK) atau Pejabat Kontrak pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Uncen, dari 2005 - 2007. Kerjanya yang cekatan kemudian membawanya memegang jabatan sebagai Kepala Sub Dinas Kesehatan Keluarga pada Dinkes Kota Jayapura. Setahun setelah itu, ia non job alias tanpa jabatan. “Hanya menjadi staf biasa di Dinas, tidak ada tugas penting,” katanya. Di 2009, tak disangka, ia kemudian dikukuhkan sebagai Direktur RSUD Abepura. “Ketika saya diangkat, banyak pihak menghina dan merendahkan, ada yang bilang: kamu itu tidak bisa kerja, Orang Papua susah pegang jabatan tinggi, ada juga: dokter gigi saja mau jadi Direktur, mana bisa, tapi saya menerima semua kritikan itu,” kata Giyai. Ia tak patah seDi masa kuliah, Giyai dikenal sebagai pria yang bermental baja. Ia mangat. Meski diolok, Giyai menjalankan tugas dengan penuh tanggungjuga sukses mengubah RSUD Abepura dan meraih 14 penghargaan jawab. di tiga tahun kepemimpinannya. “Saya dari dulu ikut organisasi, sejak masa sekolah, saya pernah menjadi ketua OSIS, ini buku pertama Menjadi Direktur pada rumah sakit besar, tidak mudah. ”Petugas dan saya yang di buat dalam waktu sekitar satu setengah tahun.” PNS semuanya ada 650 orang, mereka punya karakter berbeda, disinilah Giyai memiliki empat buah hati; Roland WR Giyai, Rolina AA Giyai, tantangannya,” tukasnya. Romish Giyai dan Soshinta Giyai. “Saya membagi waktu untuk RSUD Abepura kini menjadi barometer di Papua. Selain menerapkan keluarga dan pekerjaan, saya juga menyisihkan tiap hari untuk menu- layanan kesehatan gratis bagi orang asli Papua, RS ini juga memperoleh lis, saya tidak punya tempat praktek, buat apa buka praktek, karena akreditasi khusus sebagai rumah sakit dengan layanan prima. hidup ini bukan hanya soal uang.” “Pengelolaan limbah kita kelola dengan baik, tidak mencemari lingKarirnya dalam dunia birokrasi memang tidak mulus. Ia merintis dari kungan. Ini rumah sakit milik semua orang Papua.” bawah sebagai Staf Puskesmas Hedam, Abepura (Pegawai Negeri Meski demikian, ia mengakui ada kekurangan yang mesti dibenahi. “Soal Sipil), tahun 2002. Meski baru saja mengenal lingkungan birokrasi, ia kebersihan rumah sakit, atau juga menyelaraskan tugas pokok dengan telah dipercaya menjadi Koordinator Perencanaan Rumah Sakit Pen- usaha mendekatkan diri pada masyarakat,” ujarnya. didikan Tipe B RSUD Dok II Jayapura, pada tahun 2003 – 2005. Di Seluruh bagian ini telah dituangkan Giyai dalam bukunya. Ia menulis waktu yang sama, ia juga menjadi Ketua Pengelola Jaring Pengaman sejarah lahirnya RSUD Abepura, pelayanan ketika baru berdiri tahun Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) RSUD Dok II Jayapura. Pada 1946, kesulitan menghadapi pasien, hingga tudingan bahwa Otonomi akhir tahun 2005, Giyai dipindahtugaskan sebagai staf pada Dinas Khusus pemicu kematian di Papua. Kesehatan Kota Jayapura. Karirnya berlanjut menjadi Kepala Seksi Puskesmas pada Subdin Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib memberi apresiasi atas buPelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Jayapura di akhir 2005 ku Aloysius Giyai. Buku Giyai dipandang sebagai salah satu karya terhingga 2006. Pada pertengahan 2006, Giyai diangkat menjadi baik putera Papua. “Sangat mengharukan, namun berisi fakta, berbagai Kepala Sub Dinas Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kota kesulitan bidang kesehatan dan usaha untuk mengatasinya, buku Jayapura. „Memutus Mata Rantai Kematian di Papua‟ dapat menjadi referensi untuk Di 2007, ia ditugaskan sebagai Kepala Puskesmas Perawatan Inap JERAT NEWSLETTER| EDISI V APRIL 2014
PROFIL
HAL. 5
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI EDISI III V
www.jeratpapua.org
banyak pihak,” katanya. Menurut dia, gagasan Giyai bukan mimpi dan kosong. Usaha memutus mata rantai itu sudah dibuktikannya ketika memimpin rumah sakit Abepura. “Persoalan kesehatan di Papua ini sangat rumit dan kompleks, tingkat kematian begitu tinggi, dan ini semua diulas dalam buku tersebut,” ujarnya. Ia berharap ada kebijakan pembangunan yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil. “Sehingga problem klasik kesehatan yang terus mengancam keberadaan orang Papua dapat diatasi, buku tersebut menuangkan banyak pikiran cerdas dan bermanfaat,” pungkasnya. (Jerry Omona/JERAT)
Sebuah kisah lama tentang kepedulian seorang wanita. Ia berbagi senyum bersama mereka yang menderita.
S
eorang pria berpipi ceruk baru bangun dari tidur. Kuyu setelah berbaring seharian di ranjang. Pukul 13.00, sudah waktunya minum obat. Cahaya menyelinap masuk dari pintu kamar yang terbuka. Yuliana Supatmiati jalan mendekat, hati-hati dia duduk di tepi ranjang. “Minum obat ini harus rutin. Tidak boleh lewat jam,” katanya setengah berbisik. Nama tempat itu: Rumah Surya Kasih. Penampungan pasien HIV-AIDS yang sedang berobat jalan di RS Dian Harapan. Berada di Kompleks SMA Katolik Teruna Bakti, Espege, Waena, Jayapura, Rumah Surya Kasih dikelilingi pohon-pohon besar. Tempat ini sunyi, tidak seramai sekolah yang berdiri seratus meter jauhnya. Di halaman, terparkir sepeda motor berpelat merah nomor DS 6128 SM seperti mengasingkan diri. Bagi warga sekitar Waena, Rumah Surya Kasih ”angker”. Embel-embel panti pengidap HIV-AIDS, menambah kesan seram rumah asri tersebut. “Saya betah disini. Ada berkat yang melimpah ketika melayani orang dengan HIV-AIDS,” kata Yuliana yang menjadi perawat di Rumah Sakit Dian Harapan sejak tahun 2007. Setelah lulus Sekolah Perawat Kesehatan Rangkas Bitung di Banten tahun 2007, Yuliana Supatmiati merantau ke Papua. Tak terbayangkan akan bekerja merawat pasien AIDS. Sebutan ODHA atau Orang Dengan HIV-AIDS pertama kali didengarnya di Papua. “Waktu itu saya bertemu Bruder Agus Adil di RS Dian Harapan. Setelah sharing dengan JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
beliau, saya memutuskan untuk mengabdi di sini,” ujarnya. Bruder Agus adalah pimpinan Rumah Surya Kasih. Dia mengusulkan didirikan penampungan para pengidap HIV-AIDS di Jayapura setelah menemukan banyak pasien tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga. Pimpinan Ordo Fransiskan di Papua menyambut baik usul Bruder Agus. ”Tapi waktu itu hanya ide. Tidak ada dana untuk membangunnya,” kata Bruder Agus. Sejak tahun 2007, panti ini menampung sedikitnya 90 pasien terinfeksi HIV. Rata-rata usia mereka 15 hingga 50 tahun. “Kami menampung pasien yang nyaris mati. Sekitar 98 persen berasal dari wilayah AKTIFITAS HAL. 6
JARINGAN KERJA RAKYAT www.jeratpapua.org
Pegunungan Papua. Kebanyakan (tertular HIV) karena seks bebas.” Dinas Kesehatan Provinsi Papua menyebutkan, lebih dari 4000 orang mengidap HIV-AIDS di Provinsi Papua sejak lima tahun lalu. Rumah Surya Kasih diresmikan 19 Agustus 2009 oleh Soejarwo, Wakil Wali Kota Jayapura sekaligus Ketua KPA Jayapura saat itu. Dua tahun sebelumnya, panti ini berdiri di samping RS Dian Harapan, Abepura. Saat itu hanya tersedia 2 kamar perawatan. Seiring bertambahnya pasien, dibangun panti yang lebih besar dengan kapasitas 4 kamar perawatan, 1 kantor, 2 ruang perawat, 1 ruang doa, 1 ruang makan, 1 kamar cuci, dan 6 kamar mandi. Semula hanya ada 3 perawat di panti Rumah Surya Kasih. Yuliana dan dua perawat lainnya ikut bergabung tahun 2010. Kedua perawat yang masuk belakangan, bekerja paro waktu. Sementara Yuliana bekerja seharian penuh, dari pagi hingga malam. Pagi hingga malam dia berjaga jika pasien membutuhkan bantuan. Jika ada pasien rewel, Yuliana menegurnya halus. “Saya tidak mau mereka merasa tertekan. Bila ada yang ingin sesuatu saya membantunya. Saya ingin mereka terus tertawa,” kata bungsu 8 bersaudara ini. Menurut Yuliana, ilmu konseling harus dikuasai. Di panti Rumah Surya Kasih, perawat menghadapi pasien yang emosinya labil. “Di RS sini belum ada tenaga konselor untuk mendampingi ODHA. Mereka tidak hanya sakit secara fisik. Tapi juga psikologis.” Sebelum bekerja di panti Rumah Surya Kasih, Yuliana dapat kesempatan melanjutkan pendidikan perawat di Politeknik Kesehatan Padang Bulan, Jayapura. Dia mengaku sempat kesulitan membagi
EDISI EDISI III V
waktu sekolah dan bekerja. Setelah lulus tahun 2009, Yuliana dapat lebih konsentrasi mengurus pasien HIV-AIDS. ”Ya, sulit juga. Tapi saya enjoy karena tidak mengganggu satu dengan lainnya. Setelah mengurus mereka, saya melanjutkan aktivitas studi di kampus.” *** Tidak banyak kegiatan di panti. Waktu dihabiskan dengan menonton TV atau bercengkerama dengan sesama penghuni. Jadwal rutin yang tak boleh dilewatkan adalah minum obat dan makan. Puluhan butir tablet antiretroviral virus dan vitamin ditenggak pasien tiap hari. “Mereka hidup bersama obat. Saya yakin jika mereka bisa rutin minum obat, umurnya bisa lebih panjang,” kata Yuliana. Jadwal minum obat dan makan ditempel di dinding ruang perawat. Di ruang lainnya, ada jam yang akan menjerit jika waktu memberi obat tiba. “Jika saya telat memberi obat itu bisa bahaya. Jadi saya harus selalu standby.” Rumah Surya Kasih mirip penampungan pasien HIV-AIDS di Yayasan Santo Antonius (Yasanto), Kabupaten Merauke. Kebanyakan penghuninya sudah tinggal bertahun-tahun jauh dari keluarga. Beberapa diantaranya meninggal di panti. “Tempat ini bertujuan mengangkat kembali semangat hidup pasien. Kami memberikan yang terbaik untuk mereka,” kata bekas Direktur Yasanto, Leo Mahuze. Yayasan Santo Antonius didirikan tahun 1979. Berkantor pusat di Merauke, wilayah kerja Yasanto mencakup Kabupaten Boven Digoel dan Mappi. Yayasan ini sementara menjalankan 4 kegiatan utama, menyelenggarakan pendidikan teknik melalui sekolah menengah kejuruan, Politeknik Pertanian, pengembangan sosial ekonomi, dan pengembangan kesehatan masyarakat. “Rumah Surya Kasih dibuat seperti tempat penampungan ODHA lainnya. Kami bekerja demi semangat hidup orang lain. Mereka harus tetap bugar dan tersenyum, itu saja kami sudah bersyukur,” kata Yuliana. Yuliana bukan siapa-siapa. Hanya wanita biasa yang ingin membahagiakan orang lain. Tak berharap penghargaan. “Sekarang waktunya memberi obat. Saya takut telat,” ujarnya tertawa renyah mengakhiri obrolan. (Jerry Omona/VHRmedia/JERAT)
“ Saya sangat kecewa dengan tindakan dari perusahaan yang membuang uang Milyaran rupiah kepada kepala marga, sehingga menimbulkan konflik dingin antara kami keluarga besar Muting”
IMANUEL MAHUSE foto : M.Imbiri
Kampung saya Muting, sebuah kampung yang terletak di tengah-tengah distrik Elikobel, distrik Ulilin dan distrik Muting. Kala saya masih kecil, hemparan hutan nan hijau masih mengeluarkan hawa segar disaat matahari terbit di ufuk timur kota rusa, merauke Papua. Kini, hal itu harus direlakan oleh kami keluarga besar Muting, hutan nan luas itu harus tergadaikan menjadi luka tersendiri bagi kami masyarakat adat setempat. Kami terlilit sulitnya ekonomi, menyekolahkan anak-anak dan juga proses hidup yang masih jauh dari kehidupan ideal, diatas tanah Papua yang kaya. Kami mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah merauke untuk melihat hal ini, ungkap Bapak Yosep Mahuse yang juga pewaris kepala marga Mahuse Kewam dari almarhum Finsensius S. Manuse , ketika dihubungi via telpon berpesan”.
JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
AKTIFITAS HAL. 7
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
Perusahaan sawit itu datang menghampiri kami, dengan sejuta janji manis. Kami harus berunding berulang kali untuk menanggapi hal tersebut. Hal ini membuat pro dan kontra pun terjadi, kami didesak perusahaan. Kami tak tau harus berbuat apa, belum lagi pemerintah daerah setempat seakan diam dan tak mendampingi kami, ada aparat kemananan yang menjelmah sebagai pagar baja sehingga kami tak dapat berkata banyak” sesal Imanuel Mahuse, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jayapura” Lanjut, Imanuel menjelaskan, PT.IJS itu datang bagaikan juruselamat bagi ke-
hidupan ekonomi kami, orang tua kami pun tergiur dengan tawaran tersebut. Kami dibuat kocarkacir, uang “Tali Asi” atau lebih dikenal dengan uang ketuk pintu telah diberikan pada kepala marga sebesar kurang lebih 1,3 milyar. Hal ini, menurut Manu, sapaan akrap Imanuel Mahuse adalah hal yang buruk. Pihak perusahaan jika berbuat demikian, itu sama saja menimbulkan konflik bagi kami keluarga besar Mahuse Kewam sendiri dan tali persaudaraan pada marga Kewamijay, yang mendiami daerah ekplorasi perusahan PT.IJS “tegas Manu”. Manu juga membeberkan bahwa, saat ini uang tersebut telah dibagikan kepada beberapa marga dengan rincian 5 juta perorangan dalam keluarga,
itupun tidak merata, sungguh ironis “uangkapnya ketika mendatangi JERAT Papua”. Saya sangat sedih dengan kejadian ini, seakan kimat kecil akan terjadi bagi kami, hal ini sudah pasti akan memecahbelahkan kami keluarga. Ada penggelembungan dana, entah dimana ? mengapa sampai pembagian uang itu tidak berdasarkan pendataan marga dan pertemuan besama, itu yang harus dijawab perusahaan nantinya, jika hendak membahas Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sedianya akan dilaksanakan di Jayapura, dalam waktu dekat ini‟ tegasnya”. (Markus Imbiri)
S
etelah pendidikan dan kesehatan, sektor pariwisata kini menduduki peringkat ketiga terus terpuruk. Objek wisata di Papua telah dikenal hingga penjuru bumi. Mulai dari wisata alamnya yang indah, sejarah, budaya serta kulinernya yang lezat. Ada juga wisata khusus, seperti kerajinan, arsitektur khas dan banyak lagi. Selain alam dan budaya, bakat menyanyi orang Papua ternyata bisa juga jadi komoditi wisata. "Itu salah satu kehebatan orang Papua. Suara mereka itu memang diberikan sejak lahir, naturally beautiful (indah secara alami, red),” kata Aris Sudibyo, pemimpin koor yang meraih medali emas di Olimpiade Paduan Suara Internasional di Australia musim panas 2008.
Suasana Wisata di Kepulauan Wayag di Raja Ampat. Foto Jerry Omona
negara lain mengklaim seni budaya Papua, baru kita pusing memikirNamun sayangnya, keindahan itu tak selalu sejalan dengan grafik kan usaha perlindungannya.” keterpurukan yang menimpanya. Berbicara budaya, karya seni asli Papua ternyata nyaris „terpinggirkan‟. Di sisi lain, Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua belum juga mengatur tentang usaha perlindungan Wisata Selam karya-karya seni dan budaya masyarakat Papua. Lain budaya, lain juga wisata bahari. Misalnya di Pulau Karang, Biak. Pengawas Kebudayaan dan Kesenian Papua, Fhilip Ramandey, di Biak, Sayangnya, disana, dari 85 lokasi selam, 40 diantaranya telah rusak mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bersama DPR Paakibat pengeboman ikan oleh para nelayan. Ditempat ini, terdapat pua harus segera mengesahkan Peraturan Perlindungan Karya Seni berbagai jenis terumbu karang dan biota laut yang indah. Kunjungan Budaya Papua dan Perdasus sebagai bentuk proteksi dalam menjaga wisatawan ke wilayah ini rata-rata 3.000 turis asing dan domestik per keaslian budaya Papua. "Ketika Belanda menguasai Biak, telah ada tahun. pengakuan perlindungan budaya asli Papua. Tapi, sekarang tidak ada Dulu, Bupati Biak Numfor, Yusuf Maryen pernah mengatakan, kegiatan peraturan daerah yang melindungi karya seni di Papua," kata Ramanpara nelayan tidak dapat ditoleransi lagi. Mereka menggunakan potasidey. um dan bahan peledak untuk meraup untung. "Sangat disayangkan, pengeboman itu justru terjadi di lokasi wisata selam yang selama ini Ia mengatakan, pembentukan Perdasus dan Perdasi untuk perlindungan sebagai obyek wisata,” ujarnya. karya seniman di Papua sangat mendesak. "Jangan sampai terjadi JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
AKTIFITAS HAL. 8
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
Salah satu tempat wisata di Biak. Pantai Bulan Sabit
Wisata di Kepulauan Wayag di Raja Ampat Foto : Jerry Omona
pa gugusan pulau besar, diantaranya Pulau Waigeo, Salawati, Batanta, Misool, dan Pulau Kafiau. Gugusan pulau kecil diantaranya Gam, Gaag, Kawe, Sayang, Ayau, dan Pulau Asia. Di tahun 2002, di daerah ini telah teridentifikasi 450 jenis terumbu karang. Itu berarti Aktivis lingkungan, Lindon Pangkali menyatakan, setengah dari jenis karang di dunia terdapat kerusakan terumbu karang tidak hanya di Biak di Raja Ampat. Numfor, namun juga di Kabupaten Raja Ampat. Proses perusakan terjadi sejak tahun 1990-an. "Sekitar 40 persen terumbu karang di daerah itu Merajut Kembali mengalami rusak berat, dan untuk memulihkan Pembangunan pariwisata di Papua memang dibutuhkan waktu sampai 10 tahun lagi,” papar tak berjalan mulus. "Kondisi inilah yang Lindon.Kepulauan Raja Ampat terdiri dari bebera- membuat pembangunan sektor ini belum Selain bahari, Biak Numfor juga menyimpan obyek wisata sejarah seperti peninggalan Perang Dunia II berupa senjata tentara Jepang, goa untuk persembunyian, bom-bom tua, baju loreng, granat, dan sejumlah peralatan perang lainnya.
L
berkembang sesuai yang diharapkan," kata mantan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua, Elly Weror. Ia menghimbau masyarakat Papua yang memiliki hak ulayat di lokasi-lokasi obyek wisata agar ikut menunjang pembangunan pariwisata sehingga bisa berkembang seperti daerahdaerah lainnya di luar Papua "Pengelolaanya tetap diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat setempat," kata Weror. (Jerry Omona/Dari Berbagai Sumber)
aode Caludin (51), Ketua Kelompok Nelayan Borobudur di Kelurahan Padarni, Distrik Manokwari Barat, Manokwari, Papua Barat, baru saja tiba usai melaut semalam. Setelah membersihkan isi perahu, ia kemudian bergegas menuju jembatan kayu disamping rumahnya. Perahu ia tambatkan begitu saja pada sebuah tiang kecil.
jam dari darat, dulu, kita bisa dapat ikan hanya di lima sampai sepuluh mil, sekarang ikan tambah susah, itu mulai dari tahun 2000,” ucapnya.
Rumah Caludin, sama seperti pemukiman Padarni, berdiri dari papan. Perahu yang sudah dibersihkan, akan dipakai lagi esok hari mencari ikan di laut lepas. Kompleks Borobudur merupakan wilayah nelayan yang sangat terkenal di Manokwari. Terbagi dalam empat kawasan Borobudur dengan jumlah perahu mencapai 243. “Disini, 400 lebih Kepala Keluarga berprofesi sebagai nelayan, hidup kami memang dari melaut,” kata Caludin, sore itu.
Sulitnya mencari ikan, kata dia, dipengaruhi oleh perubahan cuaca sejak tahun 2000. Cuaca yang tidak menentu mengakibatkan pula beberapa orang hilang diterjang badai. “Sekitar empat bulan lalu, ada dua orang tenggelam, namanya Laule (35) dan Anisa (22). Mereka tiga hari dilaut karena perahunya terbalik dihajar gelombang tinggi.”
Saban hari, Caludin memulai aktivitasnya di pagi hari dengan membuat umpan ikan dari plastik bekas, atau menjual hasil tangkapan di pasar tidak jauh dari rumahnya. Ikan Ekor Kuning dijual mulai dari Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per ekor. Ada juga tangkapan lain seperti cumi dan Tuna. Pria beranak tiga itu sudah 25 tahun menjelajah laut. Setelah ikan dijual, sore harinya, jika cuaca bersahabat, ia akan kembali bertolak menuju perairan jauh. “Biasanya sekitar 60 mil, atau 3 sampai 4
Pendapatannya pun menurun jauh. “Dulu, saya bisa dapat sepuluh sampai 15 juta per bulan, sekarang, sejuta pun sulit,” tambah sesepuh para nelayan itu.
Peringatan dini atau antisipasi badai, kerap diperoleh nelayan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Manokwari. “Biasanya ada SMS, tapi kan cuaca ini berubah tiap saat, jadinya kita bikin kelompok penyelamat nelayan sendiri, agar kalau ada kejadian nelayan hilang, langsung ada bantuan yang dikirim,” katanya. Kelompok penyelamat itu terdiri dari puluhan pria dewasa yang mengetahui seluk beluk laut. Berdiri sekitar awal 2000an di kompleks Borobudur. “Saya sendiri pernah hanyut sehari semalam karena perahu terbalik menghantam kayu.”
JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
TREND ANALISA HAL. 9
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
Ketika itu, Caludin melaut sendiri. Kejadiannya sekitar pertengahan 2004. “Saya waktu itu pasrah, kalau memang harus dipanggil Tuhan, saya siap,” ceritanya. Kabar selamatnya Caludin tersebar hingga ke sudut kampung. Para remaja menganggap Caludin sebagai tokoh nelayan yang hebat. “Saya bersyukur bisa selamat, padahal waktu itu, tidak banyak orang yang dapat lolos di tengah lautan.” Sulitnya memperkirakan masa badai, membuat nelayan tidak berani mengambil resiko melaut jika informasi angin dan pergerakan awan tidak akurat. Dimasa normal, sebelum tahun 2000, musim mencari ikan sudah dapat dipastikan. “Biasanya dulu, kalau bulan 3 dan 4, itu masa teduh, arus dan angin kurang, di bulan ke lima sampai 8, ada angin Timur Tenggara atau Angin Selatan, nelayan bisa mencari ikan, tapi harus berhati-hati. Nah di bulan 9-10, itu musim pancaroba, selanjutnya di bulan 11 sampai Februari, itu angin barat, gelombangnya tinggi. Jadwal musim ini sudah dari nenek moyang dulu, tapi sekarang, semua itu berubah, musim tidak menentu,” tukas Caludin panjang lebar.
Dampak Terkini, PT. Medco Papua Hijau Selaras - Kali Wariwori, Distrik Masni, Tanah
Caludin tak mengetahui adanya perubahan iklim secara global. “Tidak tahu, intinya, kita disini, sudah susah mendapat ikan, ikannya menjauh terus dibawa arus, arusnya juga tidak tentu, itu disebabkan arah angin yang susah diprediksi. Setiap hari, kita mencari bertambah jauh, kalau dulu, hanya satu dua jam jauhnya, sekarang bisa lebih dari empat jam dari daratan,” katanya. Sulitnya memperoleh ikan, juga dirasakan Laode Musadi (45), warga nelayan di Borobudur II. “Kalau ada angin besar, ikannya tidak muncul ke permukaan, dulu, kita dapatnya sekali melaut bisa 200 ekor, sekarang, hanya 50 sampai 100 ekor saja,” ujarnya. “Yang sudah tidak bisa didapat itu Ikan Tuna. Tidak tahu ikannya hilang kemana,” tambahnya. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, selain menjual hasil tangkapan, ia juga membuka kios kecil disamping rumah. “Kalau tidak begitu, mau dapat uang dari mana.” Perubahan Iklim Dipicu Perusakan Hutan Direktur JASOIL (Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan) Tanah Papua, Pitsau Amafnini berpendapat, perubahan iklim dipicu perusakan hutan secara besar-besaran. “Ada pembukaan hutan untuk lahan kelapa sawit, ada pula illegal loging. Perusahaan mengambil untung dua kali lipat, setelah hutan ditebang dan kayunya diambil, lalu dijadikan kebun luas untuk menanam sawit,” katanya. Direktur JASOIL, Pitsau Amafnini
Perusahaan yang mengelola sawit diantaranya PT. Medco Papua Hijau Selaras yang mulai beroperasi pada 2009. “Ekspansinya di Kabupaten Manokwari begitu menjanjikan, beberapa distrik di wilayah Transmigrasi yaitu Sidey, Masni dan Pantura kemudian menerima perusahaan ini dengan sistem sewa lahan dengan jangka waktu 30 tahun. Nampaknya perusahaan sawit ini tidak mengalami kendala yang berarti dilapangan karena sedikit demi sedikit tanah adat milik masyarakat diambil untuk ditanami sawit,” ujarnya. Karena belum memiliki pabrik untuk diproduksi menjadi minyak mentah, Medco Hijau Selaras melakukan kerja sama dengan PT PN II Prafi, salah satu perusahaan yang sudah beroperasi puluhan tahun di Kabupaten Manokwari dengan luasan 17.817,56 hektar. “Dengan kontrak 30 tahun, perusahaan biasanya membebaskan tanah adat dengan harga yang sangat murah, 1 meter 45 rupiah, kemudiaan perusahaan akan menggusur hutan dan mulai menanam. Hutan lebat yang awalnya rumah bagi satwa liar, dirubah menjadi lahan terbuka.” JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
TREND ANALISIS HAL. 10
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI V
www.jeratpapua.org
Komunitas Masyarakat Lokal di dua Distrik Sidey dan Masni, kini sudah tidak memiliki lagi lahan berkebun maupun berburu. “Semua sudah dilepaskan oleh kepala Suku untuk hutan sawit, sedangkan komunitas masyarakat adat yang seluruh hidupnya digantungkan di hutan, baik itu berkebun dan berburu, menjadi miskin, mereka cenderung dipekerjakan sebagai pekerja kasar di perkebunan.”
Dampak Terkini, PT. Medco Papua Hijau Selaras - Kali Wariwori, Distrik Masni, Tanah Adat Yahuda Musoy
Pitsau menambahkan, pemerintah tak pernah mampu mengalahkan investasi sawit di Indonesia. Pembukaan hutan untuk sawit bukan hanya merusak tanah namun juga telah memundurkan usaha menopang kelangsungan bumi. “Perusakan hutan kemudian menimbulkan efek gas rumah kaca, dampaknya mulai kita rasakan sekarang, mengapa hari ini panas sekali,” katanya. Menurut dia, seharusnya, dengan hutan tropis yang terbentang begitu luas, negara-negara berkembang bisa lebih arif dalam pemanfaatannya. Tidak hanya untuk sekedar mengambil dan menebang, tetapi bagaimana mengelolanya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi sekaligus tempat pelestarian lingkungan. Pitsau menambahkan, selain rusaknya hutan, faktor utama tingginya emisi gas rumah kaca akibat penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan serta pembuangan limbah. “Di Manowakri, limbah ada dimana-mana, hutan juga sudah habis, sekarang, tinggal bagaimana pemerintah mau menggalakkan penanaman pohon di tiap rumah tangga, bila perlu, bikin Perda wajib tanam pohon di rumah masingmasing,” paparnya. Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrem. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbondioksida di atmosfer. “Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut dan menimbulkan kenaikan permukaan laut, ini bahaya ke depan bagi pulau-pulau karena bisa saja tenggelam.”
JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
Dr. Eng. Hendri, Koordinator Perubahan Iklim di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Negeri Papua mengatakan, perubahan iklim global sudah mulai dirasakan. Negara kepulauan seperti Palau, Micronesia, Solomon, Haiti, Maldives, Marshall, Seychelles, Samoa, Bahamas, Tuvalu bahkan diperkirakan akan menerima dampak perubahan iklim pada 2020. “Hal ini menunjukkan perubahan iklim tidak hanya enter point di Manokwari, Papua Barat, tapi sepanjang daerah di Samudera Pasifik,” katanya. “Kita sudah sulit memperkirakan musim, yang dulunya musim dapat dipastikan, semuanya kini jauh berbeda dan bertolak belakang dengan teori. Kalau para nelayan mengatakan mereka sulit memantau laut, ya itu benar,” jelasnya. Ia berharap, ada upaya antisipasi dari pemerintah sebelum benar benar terjadi bencana. “Jepang saja yang sudah memiliki teknologi tinggi, masih harus menerima dampak begitu besar dari tsunami, bagaimana nanti dengan Papua, pasti akan lebih parah,” pungkasnya. (Jerry Omona/JERAT)
T R E N D A N A L I S I SFoto H :AJerry L . Omona 11
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI III V EDISI
www.jeratpapua.org
” Tubuh Boleh Tiada namun Nama HANS JACOBUS WOSPAKRIK selalu di kenang oleh Dunia“ Hari ini tepatnya tanggal 10 September 2013 ada sesuatu yang mungkin sebagian dari kita mengenangnya dan ada pula yang melupakan hingga ada yang tidak tahu juga. Sebagai orang Papua, kita harus bangga pada sosok Hans J Wospakrik. Almarhum Hans adalah seorang fisikawan Indonesia dengan reputasi mengagumkan mendunia. Hans semasa hidupnya mengajar di Departemen Fisika ITB, dianugerahi sebagai Fisikawan Terbaik “atas pengabdian, konsistensi, dan dedikasinya yang tinggi dalam penelitian di bidang fisika teori yang memberi sumbangan berarti kepada komunitas fisika dunia berupa metode-metode matematika untuk memahami fenomena fisika dalam partikel elementer dan Relativitas Umum Einstein melalui publikasinya di jurnal-jurnal internasional terkemuka, seperti Physical Review D, Journal of Mathematical Physics, Modern Physics Letters A, danInternational Journal of Modern Physics A“. Tentu saja komunitas fisika mengerti bahwa Physical Review D dan Journal of Mathematical Physics adalah media terkemuka tempat sebagian riset fisikawan pemenang Nobel dipublikasikan. Yang menarik, yang justru mengapresiasi karya-karya penelitian berskala internasional dari seorang Hans (1951-2005) adalah sebuah perguruan tinggi di mana Hans tidak pernah terlibat dalam kegiatan penelitian maupun mengajar, bukan pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional yang struktural langsung membawahkan ITB tempat Hans sebagai pengajar dan peneliti. Dengan tujuh hasil penelitian yang menembus jurnal internasional terkemuka, tiga hasil penelitian diterbitkan jurnal online yang bersifat internasional, tidak terhitung penelitiannya yang diterbitkan jurnal dan prosiding dalam negeri, serta menghabiskan waktu sebagai pegawai negeri mengajar dan membimbing mahasiswa di ITB, Dr Hans J Wospakrik yang meninggal pada 11 Januari 2005 dihargai pemerintah hanya sampai golongan IV-A, lektor kepala. Walaupun dihargai
REDAKSI Penanggungjawab Pimpinan Redaksi Editor/Redaktur Kontributor Desain/Layout
: : : : :
pt. JERAT Papua Septer Manufandu Jerry Omona Wirya Supriyadi, Engelbert Dimara Markus Imbiri
JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
pemerintah Republik Indonesia dengan golongan yang tidak sepantas, namun tidak memadamkan nama Hans J Wospakrik yang telah mengharumkan nama Papua, Indonesia di mata dunia. Hans J Wospakrik pernah berpesan “ Memahami FISIKA itu tidak hanya di kepala, tapi sampai merasuk kedalam jiwa ” Kami bangga padamu… Karya dan namamu selalu dikenang oleh kami generasi pemuda Papua untuk terus belajar. Profil Singkat Hans J Wospakrik Hans Jacobus Wospakrik lahir di Serui, Papua, 10 September 1951 dan meninggal di Jakarta, 11 Januari 2005 pada umur 53 tahun. Ia adalah seorang fisikawan Indonesia dengan reputasi mengagumkan: telah 20 kali berhasil menebus empat jurnal fisika tingkat dunia bagi publikasi hasil-hasil penelitian dalam Teori Relativitas Umum Einstein, teori medan, dan fisika partikel. Keempat jurnal itu adalah Physical Review D, Journal of Mathematical Physics, Modern Physics Letters A, dan International Journal of Modern Physics A. Di jurnal-jurnal itulah pekerjaan sebagian pemenang Nobel fisika dimaklumkan. Hans muda pertama kali tertarik dengan teori relativitas saat guru fisikanya di SMA Negri Manokwari memperkenalkan konsep garis lengkung sebagai penghubung terpendek dua titik, hal yang membekuk perhatiannya sebab pemahaman awam dan ilmu ukur yang dipelajarinya sampai tingkat sekolah menengah menakrifkan bahwa penghubung terpendek dua titik mestilah suatu garis lurus. Pengetahuan baru itu terus mengobarkan api kuriositas di pedalaman korpusnya. Setamat SMA ia memiliki tekad untuk menggeledah misteri itu. Pada awal 1970-an ia diterima sebagai mahasiswa Teknik Perminyakan ITB, simbol kemakmuran pada masa itu, namun gaya tarik relativitas rupanya lebih deras menyedotnya dalam rute yang kelak memandunya sebagai ilmuwan. Atas rekomendasi seorang fisikawan teori di Departemen Fisika ITB, permohonan Hans pindah jurusan dikabulkan oleh pihak rektorat. (Markus Imbiri/Jerat/Berbagai Sumber)
Kantor JERAT Papua Jalan : Bosnik Blok.C No. 48 BTN Kamkey Abepura (99351) Kota Jayapura - Papua Email : jeratpapua@gmail.com Telp : (0967) 587836 Website : www.jeratpapua.org HAL. 14
JARINGAN KERJA RAKYAT
EDISI III V EDISI
www.jeratpapua.org
“Pelatihan Hukum dan HAM Untuk Masyarakat Adat “ CO Masyarakat Momuna Kabupaten Yahukimo Papua Jayapura 23—25 April 2014
www.facebook.com/page.jeratpapua SMS GateWay JERAT PAPUA : 0821 9827 1212 Audy Pohan : JERAT PAPUA, aku pribadi sangat berterimakasih pada kalian, karena banyak memposting informasi Papua. Maju terus ya...ku tunggu postingan kalian selalu di Internet (sumber : www.facebook.com/audrypohan) #Bandung Mihram : Relawan TIK Papua, siap membantu penyebaran informasi Papua dari JERAT PAPUA. Selamatkan Hutan Papua ….Maju Terus (+628135463xxxx) #Kota-Jayapura
Gunawan Sumadiputra: Apapun namanya selama tujuannya untuk kemajuan Papua seutuhnya..saya siap kapanpun kalau diperlukan karena disana tempat saya dibesarkan...Gbu (www.facebook.com/gunawan.sumadiputra) #Kota-Yogyakarta
Ony Cantiko : Ada-ada saja ni JERAT PAPUA, selalu saja menjerat jemari tangan ku untuk klik dan baca berita www.jeratpapua.org. Tersenyum, haru, semua rasa menjadi satu di jerat oleh JERAT. Tuhan sayangi langkah kalian (www.twitter.com @onycantiko) #Makassar Ferlan Vebianti : Setiap bangun pagi, saya melihat Bintang Fajar dan saat itupula saya selalu membuka www.jeratpapua.org (www.facebook.com/ferlan.vebianti) #Jakarta Lais Wenda : Kalau SMS togel, saya Delete, kalau sms dari JERAT Papua, so pasti saya klik. Salam (+628124813xxxx) #Wamena
JERAT NEWSLETTER| EDISI V JUNI 2014
HAL. 15
Supported by :
N A RA E K J T r te PA
T
DA
t Le bsite .org s a ew i We apu N p d i at is jer d . E w ww