Edisi I. FEBRUARI 2014
PROFIL
POIN KHUSUS Yahukimo - Riset Perijinan, Pemanfaatan Hutan dan Lahan Perempuan Amungme Berhati Baja Bank Ikan Orang Kawe Ampuhnya Buah Merah Wamena Puncak Jaya Masih
Nama, Waktu dan Tempat Kedudukan Jaringan ini bernama JERAT - Jaringan Kerja Rakyat untuk PSDA dan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Didirikan untuk batas waktu yang tidak ditentukan serta berkedudukan di Kota Jayapura – Provinsi Papua.
K E R J A
R A K Y A T
P A P U A
Filosofi Arti Nama dan Logo JERAT JERAT adalah salah satu nama alat penangkap dan metode yang ramah lingkungan berbasis kearifan lokal, yang sering digunakan oleh masyarakat adat untuk pemenuhan hak hidup. Sebutan JERAT dipilih sebagai singkatan dari nama organisasi Jaringan Kerja Rakyat Papua dengan lambang sehelai daun.
J A R I N G A N
JERAT Newsletter
Membara
Latar Belakang Pengalaman masa lalu dalam ekploitasi SDA yang dititik beratkan pada pemanfaatan hasil hutan kayu skala besar oleh HPH/IUPHHK, perkebunan, pertambangan mineral, minyak dan gas serta batubara di Tanah Papua sejak awal tahun 1976 hingga saat ini, memberikan pelajaran berharga bagi kita semua karena cenderung meminggirkan masyarakat adat sebagai pemilik hutan dan disaat yang sama, menciptakan konflik baik horisontal antar masyarakat dan konflik masyarakat dan perusahaan serta konflik dengan pemerintah. Eksploitasi yang terjadi, merupakan pengabaian terhadap prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Dan terjadi penghancuran sumber-sumber penghidupan masyarakat adat, keanekaragaman hayati dan ekosistem, menurunnya daya dukung lingkungan hidup dan pencemaran lingkungan, pemiskinan secara sistematis, serta rusaknya tata nilai masyarakat adat. Rangkaian diskusi-diskusi untuk pembentukan JERAT telah dilakukan sejak tahun 2008. Dari rangkaian diskusi yang dihadiri oleh masyarakat adat dari 7 wilayah adat di Tanah Papua, aktivis lingkungan dan HAM, Akademisi, Tokoh Agama, Tokoh Perempuan, Pemuda. Merekomendasikan bahwaperlu dibentuknya lembaga berkarakter jaringan yang fokus pada isu Sumber Daya Alam (SDA) dan Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB) di Tanah Papua serta secara khusus mendampingi masyarakat adat di 7 wilayah adat di Tanah Papua;
JERAT memiliki makna sebagai berikut: JERAT biasanya ditempatkan pada posisi yang strategis, memiliki karakter yang kuat dan kokoh sebagai alat penangkap. Melambang jaringan yang memiliki posisi strategis dengan karakter yang kuat dan kokoh sebagai lembaga jaringan dengan mengunakan pendekatan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional dengan prinsip perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan menuju kemandirian menentukan nasib sendiri dalam bidang Ekonomi, Sosial, Budaya dan Sumber Daya Alam; JERAT memiliki simpul hidup yang dinamis sesuai dengan kondisi, geografis dan ekosistem. Melambangkan jariangan kerja yang memiliki simpul-simpul kerja yang dinamis mengikuti perubahan; JERAT memilih sehelai daun sebagai lambang yang mengambarkan fungsi dan peran sebagai lembaga jaringan. Lambang Sehelai Daun ini memiliki 7 (tujuh) jari daun dengan warna hijau tua dan tulang daun berwarna hijau muda, dengan posisi seperti jari telapak tangan yang terbuka; Lambang memiliki makna sebagai berikut :
HAL 2 JERAT
NEWSLETT ER
Daun yang terdiri dari 7 jari daun melambangkan wilayah adat Papua, Tulang-tulang daun melambangkan bentuk dari jaringan kerja Jerat di Tanah Papua. Daun merupakan bagian terpenting bagi tumbuhan karena fungsi dan perannya untuk penghidupan suatu tumbuhan melalui fotosintesis. Hal ini melambangkan JERAT sebagai tempat pembelajaran rakyat, pusat informasi, advokasi untuk perlindungan SDA dan Hak-Hak rakyat yang berakar pada masyarakat, hidup bersama masyarakat dan bekerja untuk masyrakat
Daun Hijau tua dan hijau mudah memiliki arti sesuatu yang alami, pembaharuan, perdamaian, keteduhan hati, kesejukan dan kesuburan; Melambangkan sifat dan karakter dari JERAT. Sehelai Daun seperti telapak tangan yang terbuka memberikan pengertian bahwa Jerat merupakan Lembaga jaringan yang Inklusif, Dialogis, Terbuka terhadap kritik dan saran dan juga terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai Stakeholder, Jerat selalu terkait dengan mata pencaharian. Jerat terkait dengan pemenuhan hidup masyarakat. Jerat itu alat yang tradisional dan merupakan kearifan lokal. Jerat Merupakan tindakan-tidakan dalam melestarikan lingkungan.
VISI ―Terwujudnya pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup yang menghargai nilai-nilai budaya, HAM dan Demokrasi‖. MISI Sebagai penerjemahan dari Visi, dalam membangun kerangka logis untuk mewujudkan visi, maka Jerat memiliki Misi sebagai berikut :
Penyelengaraan Pendidikan dan Pelatihan/magang tentang PSDA-Lingkungan Hidup secara berkelanjutan; Pengorganisasian masyarakat adat dalam kelembagaan adatnya Kampanye Hak-Hak masyarakat Adat atas SDA dan Hak EKOSOB; Melakukan monitoring, invetigasi dan pelaporan kasuskasus SDA dan Lingkungan Hidup serta EKOSOB; Melakukan Lobby-lobby berkaitan dengan masyarakat adat atas SDA dan EKOSOB;
hak
Melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan SDA dan Lingkungan Hidup serta EKOSOB; Melakukan Pendampingan dan Konsultasi Hukum bagi Masyarakat Adat dalam Proses Investasi dan Sumber Daya Alam di Tanah Papua. Pengembangan Jaringan Advokasi dalam pembelaan kasus-kasus; Pengembangan konsep alternatif yang ramah lingkungan dalam SDA dan EKOSOB
PRINSIP dan NILAI DASAR berkaitan dalam upaya mewujudkan visi dan misi serta berkaitan dengan peran strategis JERAT maka JERAT mempunyai nilai-nilai dasar sebagai berikut: Demokrasi, Keadilan Sosial , Kesetaraan dan Keadilan Jender, Keadilan Lingkungan, Kemandirian, Hak Asasi Manusia.
Papua Kaya, Penduduknya Miskin
HAL 3
Warga Papua hidup seadanya. Mereka tinggal di pedalaman jauh dari kota (Foto: Jerry Omona) Papua merupakan salah satu daerah terkaya di Indonesia. Sayang, penduduknya masih hidup melarat.
"Undang-undang Otsus Papua itu untuk mengurangi kesenjangan. Undangundang ini juga mengamanatkan menjamin hak-hak dasar rakyat Papua.”
Telah terjadi skenario besar dalam penggunaan dan pengelolaan dana otsus hingga rakyat kecil tak memperoleh manfaatnya
JERAT
Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Constant Karma mengatakan, beban penanganan kemiskinan di Papua cukup besar. ―Selama ini angka kemiskinan di Papua sangat tinggi, ditambah IPM Papua yang juga rendah,‖ kata Karma, baru-baru ini. Bertahun-tahun kata dia, Papua mengurus orang miskin. Namun ternyata, itu tak sebanding dengan banyaknya keluarga ‗tak punya‘ yang masuk ke Papua. ―Sehingga beban pembangunan kita cukup besar, khusus menangani kemiskinan, dan hal ini tidak dimengerti oleh pemerintah Pusat,‖ kata Karma. Ia mengatakan, letak geografis di Papua juga menjadi penghambat dalam menangani kemiskinan. ―Penduduk kita hanya berjumlah tiga juta jiwa, tetapi luas wilayah Papua tiga kali lipat dari besarnya pulau Jawa.‖ Dari berbagai sumber, disebut; 37,5 persen rakyat Papua masih hidup dibawah garis kemiskinan. Angka yang fantastis jika dibanding kucuran dana otonomi khusus tiap tahun triliunan rupiah. ―Ini luar biasa, kalau saja dana otsus itu ada di daerah lain, pasti daerah itu akan kaya dan rakyatnya hidup makmur,‖ kata Ruben Magai, Anggota DPR Papua. Menurut dia, telah terjadi skenario besar dalam penggunaan dan pengelolaan dana otsus hingga rakyat kecil tak memperoleh manfaatnya. ―Ada program Respek, tapi itu tidak dilakukan di semua kampung, buktinya ada kampung yang masih tertinggal dan jauh dari hidup mewah,‖ ulasnya. Berdasarkan data hingga tahun 2012, pemerintah sudah mengucurkan sebesar Rp33 triliun ke Papua dan Rp7,2 triliun ke Papua Barat. Pemberian dana itu sesuai dengan status Otonomi Khusus yang diatur melalui UU Nomor 21 Tahun 2001. ―Kita bayangkan saja, andaikan dana itu dibagi ke tiap keluarga, sekarang siapa mau salahkan siapa, kita semua harus bertanggungjawab.‖ Ia menambahkan, ―setiap pejabat Papua perlu melihat ini, jangan pikir diri sendiri.‖ Badan Pusat Statistik (BPS) Papua mencatat, jumlah penduduk miskin hingga September 2012 sebanyak 30,66
NEWSLETT ER
persen atau setara dengan 976,37 ribu orang. Meskipun demikian, BPS menyebut, berdasarkan survei selama tiga belas tahun (1999-2012) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 23,51 persen, atau 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 30,66 pada September 2012. Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengatakan, meski telah diberikan otonomi khusus dan anggaran triliunan rupiah, 37,5 persen masyarakat Papua belum sejahtera. "Negeri ini penduduknya ada 260 juta jiwa, yang semua tersentrum di pulau Jawa. Papua yang luasnya 3 kali pulau Jawa, hanya didiami oleh tiga juta orang lebih. Papua alamnya kaya raya. Ironis, masyarakatnya masih miskin," ujar Priyo. Pemerintah kata dia, sesuai UU memerintahkan agar dana Otsus Papua diperuntukkan bagi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Yang menjadi persoalan adalah, UU itu, yang sebenarnya didesain untuk memobilisir sumber daya alam, agar Papua sejajar dengan provinsi-provinsi lainnya, ternyata masih jauh panggang dari api. "Saya jadi merisaukan implementasi dari Undang -undang otsus yang kurang optimal ini," tegasnya. "Undang-undang otsus Papua itu untuk mengurangi kesenjangan. Undang-undang ini juga mengamanatkan menjamin hak-hak dasar rakyat Papua.‖ Dia juga mengkritisi pemerintah yang lambat menyiapkan PP (Peraturan Pemerintah). Padahal, UU ini mengamanatkan agar pemerintah segera menyiapkan PP. "Sampai saat ini baru tiga PP yang ada, di antaranya PP tentang MRP, dan PP mengenai tanggung jawab dan kewenangan gubernur," ucapnya. Priyo mengutarakan hingga kini ada 13 Perdasus (Peraturan Daerah Khusus), dan 22 Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) yang mampet di Papua. Dana Otsus sampai hari ini masih menjadi tarik menarik yang hebat antara gubernur dan bupati-bupati, terkait siapa berwenang untuk membagikannya, termasuk masalah alokasinya. Rafael Kapura, kandidat doktor dari Universitas Indonesia berujar, angka kemiskinan di Bumi Cenderawasih akibat kelalaian pemerintah. ―Kita jangan bilang bahwa sudah berhasil mensejahterahkan rakyat, buktinya rumah penduduk di kampung jauh dari sehat,‖ kata Rafael. Ia mengungkapkan, begitu banyak rumah warga hanya terbuat dari papan dan beratapkan rumbia. Tiap tahun, mereka harus mengganti kayu hutan untuk tiang penyangga rumah. Sementara jikalau hujan, air menetes dari celahcelah atap. ―Salah kalau kita bilang penduduk Papua sudah lepas dari kemiskinan. Disisi lain, masalah pendidikan dan kesehatan, termasuk infrastruktur jauh dari harapan.‖ Pria asal Kimaam, Merauke itu menambahkan, pemerintah telah memberi ribuan bantuan rumah. Tapi, semua itu belum cukup. ―Karena banyak juga kasus dimana bantuan perumahan bagi rakyat diselewengkan. Kalau anggaran otonomi khusus itu benar-benar untuk sektor prioritas, saya kira semua orang Papua sudah punya rumah bagus.‖ Menurut dia, bantuan perumahan perlu lebih digalakan. Rumah sehat, akan memberi kenyamanan bagi penghuninya, ―Dan semuanya menjadi sehat untuk bisa bekerja dan sekolah dengan baik,‖ tuntasnya. ***
JERAT .
RISET
DI
YA HUKIMO
HA L
Riset Perijinan, Pemanfaatan Hutan dan Lahan I. Latar Belakang Secara hukum Kabupaten Yahukimo ditetapkan melalui UU No.26 Tahun 2002. Dimekarkan pada tahun 2003 dari Kabupaten Induk yaitu Kabupaten Jayawijaya diresmikan pada tanggal 11 Desember 2013 dengan luas 17.152 Km2 1. Nama YAHUKIMO merupakan singkatan dari empat suku besar di Kabupaten Yahukimo yang terbentuk dari penggabungan empat suku kata Ya, Hu, Ki, dan Mo. Empat suku kata ini berasal dari empat nama suku besar yang ada di Kabupaten Yahukimo. Ya diambil dari nama suku Yali, Hu diambil dari nama suku Hupla, Ki dari nama suku Kimyal, dan Mo diambil dari nama suku Momuna. Namun nama Kabupaten Yahukimo kalau di lihat secara menyeluruh dan teliti mengandung nilai perekat suku-suku besar tersebut, namun pada saat yang sama nama Yahukimo berpotensi konflik karena suku Eipomek dan suku Una tidak dapat diakomodir dalam pembentukan nama Yahukimo. Pertama kali pembangunan menyentuh di kabupaten ini adalah sejak para Misionaris Barat dan dibantu orang-orang Papua dari wilayah-wilayah pesisir pantai Utara melalui pelayanan Gereja Kristen Injili di Tanah Papua dan suku Lani terutama dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dan Gereja Baptis (sekarang Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua). Lembaga Misi yang pernah melayani seperti The Evangelical Church in the Rhineland, The Evangelical Church of Westphalia, RBMU, APCM, UFM. Tokoh misionaris yang terkenal melayani di wilayah ini salah satu diantaranya adalah Pdt.Dr. Siegfried Zollner yang melayani sejak 1960-1973. Secara berkesinambungan gereja dipercaya oleh misionaris membangun masyarakat di wilayah Yahukimo, terutama dari gereja GIDI dan GKI di Tanah Papua. Sejak dimekarkan pada tahun 2003 hingga tahun 2013 telah terdapat 51 distrik (kecamatan) dan 518 kampung dan 1 kelurahan. Dari data Yahukimo Dalam Angka 2012 4 Distrik (kecamatan) yang mempunyai luasan lebih dari 3% dari total luasan kabupaten, yakni : Distrik Kurima, Dekai, Kanggema dan Silimo. Distrik Kurima merupakan daerah terluas, yaitu 605 km2 atau 3,53 % dari luas wilayah Kabupaten Yahukimo. Sedangkan Distrik Duram merupakan Distrik dengan wilayah terkecil,yakni 100 km2 atau 0,58 % dari luas Kabupaten Yahukimo.
Lahan Kering Primer seluas 169.391,34 Ha. Hutan Lahan Kering Primer adalah adalah seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan & pegunungan yg telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur pembalakan & bercak bekas penebangan. Bekas penebangan yang parah
tetapi tidak termasuk areal HTI, perkebunan atau pertanian). Berdasarkan data Dokumen Statistik Kehutanan Propinsi Papua, 2012 , terdapat 2 (dua) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) terdapat Kabupaten Yahukimo yakni Unit XLIII dengan luasan 267,758 Ha dan Unit L dengan luasan 242,515 Ha dengan total luasan mencapai 510,273 Ha. Sementara untuk terdapat 4 (empat) Wilayah Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yakni Unit XXXVI, Unit XXXVIII dan Unit XXXIX
II. Status RTRW Kabupaten Yahukimo Berdasarkan data dari Bappeda Provinsi Papua, 2013 Kabupaten Yahukimo telah mempunyai bahwa Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) No 02/2011 namun dianggap “menjadi cacat proses ― karena tidak melewati proses konsultasi gubernur akibatnya adalah perda tersebut tidak bisa diterapkan. III. Kondisi Penutupan Lahan Dari diagram disamping terlihat bahwa areal yang paling luas merupakan Hutan Lahan Kering Sekunder dengan luasan 341.228,11 Ha. Hutan Lahan Kering Sekunder adalah seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakan penebangan, termasuk vegetasi rendah alami yang tumbuh di atas batuan massif. Sementara berikutnya adalah Hutan JERAT
NEWSLETT ER
Warga Yahukimo
4
JERAT
HA L
Kabupaten Yahukimo mempunyai potensi pertambangan yakni migas dan batubara berdasarkan dokumen draft RTWR Provinsi Papua. Untuk migas belum terdapat perusahaan yang melakukan investasi Warga Yahukimo : Foto Andrio Ngamel
berada khusus diwilayah administrasi kabupaten Yahukimo pada wilayah fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas seluas masing-masing 337,482 Ha, 326,344 Ha dan 220.850 Ha. Kemudian Unit XXXVII berada di Kabupaten Yahukimo dan Tolikara pada wilayah kawasan hutan lindung dengan luas 159.463 Ha. Dengan total luas kasawan empat (4) unit KPHL adalah 1.044.139 Ha. PT Rimba Megah Lestari dan PT Kayu Pusaka Bumi Makmur telah beroperasi pada wilayah Kabupaten Yahukimo, Mappi, Boven Digul dan Asmat sejak tahun 1996 dengan luas kawasan adalah 421.100 Ha. Tetapi pada tahun 2011 perusahaan mengalami stagnasi atau tidak beroperasi sesuai dengan Laporan Statistik Kehutanan Propinsi Papua, 2012. IV. Aktivitas Perusahaan Pada Hasil Hutan Kayu Perkembangan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Kabupaten Yahukimo hingga 2011 dimana terdapat 2 (dua) perusahaan yang terdata sesuai data Dinas Kehutanan Kabupaten Yahukimo, 2012 yakni PT Rimba Megah Lestari dan PT Kayu Pusaka Bumi Makmur pernah beroperasi pada wilayah Kabupaten Yahukimo, Mappi, Boven Digul dan Asmat pada tahun 1996 dengan luas kawasan adalah 421.100 Ha. Artinya kedua perusahaan ini beroperasi sebelum Kabupaten Yahukimo di mekarkan menjadi kabupaten baru. Dan dari sumber data yang sama dimana pada tahun 2011 , PT Rimba Megah Lestari mengalami stagnasi atau tidak beroperasi . Deforestasi yang dialami oleh Kabupaten Yahukimo didasarkan data La Ode Muh Yazid Amsah bahwa deforestasi yang terjadi pada kurun waktu 2000 -2003 sebesar 7.016 Ha . Sedangkan pada tahun 2003 – 2006 meningkat menjadi 23.268 Ha namun pada kurun waktu 2006 – 2009 mengalami penurunan 17.328 Ha. Sehingga total deforestasi yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2000-2009 adalah sebesar 61.353 Ha atau hanya 0,04 % dari luas Kawasan Hutan di Kabupaten Yahukimo yang luasnya mencapai 1.680.128 Ha. V. Potensi dan Aktivitas Investor di Sub Sektor Tambang Batubara Kabupaten Yahukimo mempunyai potensi pertambangan
JERAT
NEWSLETT ER
Seorang Ibu menjaga bayinya saat berjualan di pasar. Foto: Jerry Omona
5
JERA T
HA L
yakni migas dan batubara berdasarkan dokumen draft RTWR Provinsi Papua. Untuk migas belum terdapat perusahaan yang melakukan investasi. Sedangkan untuk batu bara terdapat 2 perusahaan yang telah melakukan investasi yakni :
PT. Tawang Mineral Indonesia , mengantongi Surat Ijin Usaha Pertambangan (IUP) No 500/028kg/2010 yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Yahukimo ( DR Ones Pahabol, SE, MM) dengan areal eksplorasi seluas 21.560 Ha yang terletak di Distrik (kecamatan) Obio. PT TMI telah mengajukan surat pinjam pakai kawasan hutan kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Yahukimo dengan surat No: 062/TMI/DIR/XI/2011. PT. Tawang Mineral telah melakukan proses sosialisasi hasil UKL-UPL kepada masyarakat di Distrik Obio, pada bulan Maret 2013. PT. Bara Ngilik Mining / PT Indika mengantongi Surat Ijin Usaha Pertambangan (IUP) No: 540/21/IUP/DY/2011 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Yahukimo dalam hal ini oleh Bupati Dr. Ones Pahabol,SE,MM dengan areal eksplorasi seluas 48.910 Ha pada daerah Distrik (Kecamatan) Duram, Dekai, Kwelamdua, Sela dan Korupun.
Kalau ditilik dari Surat IUP yang dikeluarkan oleh Bupati Ones Pahabol, maka kedua perusahaan tersebut mempunyai areal operasi dan eksplorasi yang sebenarnya berbeda. PT. TMI mengelola areal pada Distrik Obio sedangkan PT. Bara Ngilik Mining / PT. Indika mengelola areal di Distrik : Duram, Dekai, Kwelamdua, Sela dan Korupun, artinya kedua perusahaan tersebut berbeda wilayah eksplorasi , namun dalam kenyataannya kedua perusahaan tersebut melakukan eksplorasi pada lokasi yang sama yakni Distrik Obio. Akibatnya kedua perusahaan hingga Maret 2013 tidak lagi beroperasi karena muncul konflik yang disebabkan pelaksanaan ekplorasi pada Distrik Obio. Hal ini berdampak menyebabkan terjadinya penolakan terhadap PT. WMI oleh masyarakat adat di Distrik Obio, yang surat stamennya ditandatangani oleh mahasiswa, tokoh pemuda, tokoh perempuan, kepala suku. Sementara dampak bagi perusahaan adalah
JERAT
NEWSLETT ER
6
kedua perusahaan ini tidak beroperasi sehingga mengakibatkan para pekerja di kedua perusahaan tersebut dirumahkan terutama bagi staff di lapangan , sedangkan untuk staff kantor tidak semuanya dirumahkan. Konflik yang timbulnya juga hingga masuk kedalam ranah hokum yakni dengan adanya proses gugat menggugat ke PTUN Jayapura. VI. Aktivitas di Sektor Perkebunan Untuk perkebunan skala besar berupa perkebunan Kelapa Sawit sejauh ini belum beroperasi di Kabupaten Yahukimo. Hanya terdapat perkebunan yang dikelola oleh masyarakat lokal misalnya kopi, buah merah dan sagu. Memang diperoleh informasi adanya investor yang berminat untuk melakukan investasi pada perkebunan Kelapa Sawit , namun belum ada surat resmi yang ditujukan kepada Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Yahukimo hingga Maret 2013. VII. Dampak Pembangunan Pelepasan tanah ulayat Suku Momuna yang seluas 56 km2 untuk kepentingan Pemerintah Kabupaten Yahukimo telah menyebabkan Suku Mouman kehilangan akses penuh terhadap tanah ulayat tersebut. Pelepasan tanah seluas 56 km2 atau seluas 560.000 m2 seharga Rp 20 milyard , artinya harga 1m2 tanah adat adalah kurang lebih Rp 3.571,Akibat dari pelepasan tanah ulayat tersebut tentu saja sekarang pemilik hak ulayat tidak lagi sepenuhnya menguasai tanah adat karena telah beralih kepemilikan kepada pemerintah daerah sebagai asset daerah. Dampak dari pengalihan hak pemilik tanah tentu saja membuat kewenangan pemerintah untuk mengeloa luasan tanah tersebut, akibatnya beberapa dusun sagu telah diratakan dengan tanah untuk pembangunan. Untuk mencari hewan buruan kini telah semakin sulit karena hutan telah diubah menjadi Ibu Kota Kabupaten sehingga hewan buruan semakin jauh karena bising kendaraan. Beberapa tempat keramat yang dipercayai oleh Suku Moumuna kini telah telah rusak dan berganti dengan ruasa jalan raya. Terdapat 15 marga yang melepaskan tanah diantaranya berasal dari marga Iroyeri, Anaboin,Bune, Woin, Ira, Irainka, Keikyera, Markotu dan Keyke. VIII. Dampak Regulasi Terhadap Masyarakat Adat Untuk subsector kehutanan berupa hasil kayu, tidak terlalu berdampak signifikan karena 2 (dua) perusahaan yang beroperasi tidak secara kontinyu. Walaupun masih terdapat jejak adanya aktivitas perusahaan seperti pelabuan kali di bagian selatan Dekai yang disebut “Logpond”. Pada subsektor pertambangan batubara akibat konflik antara dua perusahaan yang melakukan eksplorasi pada Distrik Obio dan munculnya surat penolakan masyarakat adat Distrik Obio terhadap salah satu perusahaan. Hal ini menyebabkan kedua perusahaan menghentikan aktivitasnya. Sehingga para staff lapangan yang sebagian besar adalah masyarakat lokal terpaksa dirumahkan sehingga tidak mempunyai pendapatan tambahan. Suku Moumuna mempunyai hubungan yang erat dengan alama sekitarnya. Hal ini ditandai dengan terdapatnya beberapa tempat sakral , dan akibat pemanfaatan tanah untuk ibu kota. Mite lainnya adalah mereka percaya bahwa moyangnya berasal dari hewan yang ada, misalnya kasuari, babi, anjing, dan ular. Sehingga apabila sebuah marga mempunyai moyang dari kasuari, maka marga tersebut mereka pantang membunuh dan mengkonsumsi daging kasuari. ***
Pelabuhan L laut Selatan
Sebuah P Kota De
JERAT
HA L
Galeri Foto JERAT di Yahukimo Konsultasi public bersama Masyarakat Adat di Aula Gereja Santo Yoseph Dekai
Logpond, yang melalui Sungai Brazza menuju Papua melalui Kabupaten Asmat
Pohon besar yang masih tersisa di ekai, tepatnya di daerah kepala air.
Kantor Bupati Kabupaten Yahukimo
JERAT
NEWSLETT ER
7
JERAT —T REND
A NA LISA
HA L
Puncak Jaya Masih Membara Panglima Tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Jenderal Goliath Tabuni mengklaim bertanggungjawab atas penembakan di Distrik Illu, Kabupaten Puncak Jaya, Selasa, 25 Juni 2013. Dalam peristiwa itu, tiga orang tewas; Komandan Pos Satuan Tugas Bantuan Distrik Illu Letnan Dua Infanteri I Wayan Sukarta, Tomo, warga sipil, dan seorang kernet mobil. ‖Penembakan dilakukan oleh anggota saya, dan atas perintah saya.‖ kata Tabuni seperti dilansir West Papua National Liberation Army.
Kelompok bersenjata di Puncak Jaya
Dalam pemberitaan media tersebut, Tabuni juga menjelaskan bahwa warga sipil yang tewas, yang disebut sebagai sopir taxi, merupakan intelejen TNI. Ia bahkan berujar bahwa pihaknya siap berperang melawan tentara. ―Kalau mau melakukan pengejaran, cari saya dan anggota saya saja, jangan lampiaskan pada masyarakat,‖ ujarnya. Tabuni juga mengaku merampas senjata korban dan menembak seluruh penumpang dalam mobil. Pasukannya kini memiliki persenjataan dalam jumlah besar dan amunisi yang cukup. ―Kami tidak ragu lagi kalau ada baku tembak,‖ ucapnya. Kepolisian menyebut, motif penembakan itu adalah untuk mengganggu penyaluran bahan pokok ke Distrik Illu. ‖Itu tindakan kriminal. Pelakunya akan terus dikejar," sebut korps baju cokelat. Peristiwa penembakan bermula ketika Letda Infanteri Wayan Sukarta, Pratu Supiyoko, Prada Andi, dan Tomo alias Tono, sopir, menumpang sebuah mobil Ford dari Kampung Jigonikme, Distrik Illu, Puncak Jaya. Mereka menuju kota Distrik Illu. Dalam perjalanan itu, terjadi penghadangan sekitar tujuh orang membawa senjata laras panjang. Sempat terjadi baku tembak sebelum akhirnya mobil bantuan tiba di lokasi untuk menyelamatkan korban. Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, menyesalkan terjadinya penyerangan yang mengakibatkan tiga korban meninggal dunia. "Kasus ini menambah panjang catatan kekerasan di Papua dan menunjukkan bahwa Papua masih menjadi daerah konflik," ujar Poengky. Untuk itu, kata Poengky, Imparsial mendesak Kepolisian, agar segera menangkap pelaku. Ia juga berharap Polda Papua dapat memaparkan kepada masyarakat, sampai di mana pengusutan terhadap kekerasan beberapa waktu lalu di Puncak Jaya. Guna mengakhiri segala bentuk kekerasan ini, Poengky mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan dialog dengan kelompok yang berseberangan. "Imparsial berharap Pemerintah tidak phobia terhadap dialog, karena dengan dialog damai, justru akan menghasilkan rasa saling percaya dan mampu mengurai masalah."
Kota Mulia Puncak Jaya
JERAT
NEWSLETT ER
8
JERAT
HA L
Kelompok bersenjata di Papua. Foto Jerry Omona
Ia juga meminta agar pemerintah tidak menggunakan kasus-kasus kekerasan ini sebagai justifikasi untuk terus mengirimkan pasukan ke Papua. ―Pemerintah, jangan selalu berpikiran masalah Papua hanya sekedar persoalan kesejahteraan, tapi lebih jauh yang harus dituntaskan seperti pelanggaran HAM,‖ ujarnya. Pembalasan Setelah beberapa pekan berlalu, TNI kembali membalas. Korbannya dua prajurit bersenjata di Puncak Jaya, yang tewas dalam baku tembak. Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Christian Zebua mengatakan, kontak tembak pecah ketika TNI yang melakukan patroli diserang kelompok pimpinan Goliat Tabuni. ―Dua tewas, sementara anggota kita berhasil mengambil kembali satu pucuk senjata yang dirampas kelompok itu dari aparat Kepolisian,‖ ujar Christian. Peristiwa itu bermula saat TNI memeriksa seseorang mencurigakan di Pasar Lama, Kota Lama. Ketika pemeriksaan, tiba-tiba muncul pria membawa pistol dan menembak dua kali ke arah tentara. Pasukan gabungan langsung melakukan pengejaran. Dalam perburuan, anggota TNI terlibat kontak tembak dengan sekitar 4 orang di ujung landasan bandara Mulia, Kampung Karubate. Dalam insiden itu, dua dari kelompok ini atas nama Kwali dan Welison Wonda meninggal dunia. TNI lalu mengamankan satu pucuk pistol revolver dan sejumlah amunisi. Belum Pulih Rangkaian peristiwa penembakan di Puncak Jaya bukan lagi cerita baru. Berulang terus hingga awal tahun 2014. Korbannya warga sipil, anggota OPM dan aparat keamanan. ―Yang perlu dilakukan adalah, dua pihak ini harus duduk bersama dan melakukan gencatan senjata, lalu bicara soal damai,‖ kata Pastor Jhon Djonga, tokoh agama Katolik di Jayapura. Menurut dia, Puncak Jaya yang seperti neraka, harus dipulihkan. ―Pemerintah jangan tinggal diam, jikalau tak diselesaikan, korban akan makin bertambah, balas membalas tidak akan selesai.‖ Kabupaten Puncak Jaya beribukota di Mulia. Namanya diambil dari Gunung Jaya atau lebih dikenal sebagai Puncak Jaya. Gunung Jaya sendiri adalah sebuah puncak yang menjadi bagian dari Barisan Sudirman yang terdapat di Papua. Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4.884 meter dan di sekitarnya terdapat gletser Carstenz, satu-satunya gletser tropika di Indonesia, yang kemungkinan besar akan lenyap akibat pemanasan global. Puncak ini pernah dinamai Poentjak Soekarno dan merupakan gunung tertinggi di Oceania. Puncak Jaya juga disebut sebagai salah satu dari tujuh puncak dunia. ***
JERAT
NEWSLETT ER
Kelompok bersenjata dalam sebuah upacara bendera. Foto Jerry Omona
9
JERAT
-
P ROFIL
Perempuan Amungme Berhati Baja Mulutnya bergetar. Ia menangis saat mengenang peristiwa penjeblosan dirinya ke dalam peti kemas berisi kotoran manusia. Namanya Yosepha Alomang (70 tahun), perempuan asli Suku Amungme. Asalnya dari Mimika — lokasi PT Freeport Indonesia. ―Saya selalu berdoa, ampuni mereka yang berbuat dosa kepada saya,‖ kata Mama Yosepha sambil menahan derai air mata. Yosepha memiliki 6 cucu. Selama hidupnya membela Hak Asasi Manusia (HAM) di Timika, sudah lebih dari 18 kali ia dijebloskan ke penjara. ―DOM masih berlaku di Papua,‖ ujarnya. Puncak dari ketegangan perjuangannya yakni disaat dirinya dan 15 perempuan lain berdiri didepan untuk melindungi gereja ketika Bendera Bintang Kejora berkibar di Gereja Katolik Tiga Raja Timika tahun 1994. ―Dalam benak saya saat itu, hanya untuk menyelamatkan gereja agar tidak dibakar oleh aparat,‖ ucapnya lirih mengenang kisah perjuangannya. Karena aksinya itu, aparat keamanan lalu menangkap Yosepha diikuti 15 perempuan lain. ―Saya dituduh terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM). Saya dituduh melindungi Kelly Kwalik. Aparat lalu mengurung saya selama seminggu dengan kotoran manusia setinggi lutut didalam kontainer,‖ ceritanya. Ia ditahan tanpa makan dan minum. ―Kontainer itu bagaikan pemanggang. Didalam kontainer itu juga kami hidup tanpa udara, hanya ada bau kotoran manusia.‖ Dalam pengasingannya, Yosepha mendengar bahwa lima rekannya yang ikut ditahan sudah ―menghilang‖. ―Sekarang hanya tinggal saya saja. Beberapa waktu lalu, Mama Yuliana meninggal dengan usia mencapai 80-an tahun.‖ Dalam pikiran Yosepha saat itu, jika saja dia berpendidikan tinggi, mungkin saja ia tidak ditahan akibat aksinya. ―Namun saya tidak memiliki ide lain. Saya hanya masyarakat biasa yang tidak bisa bacatulis. Saya hanya mau melindungi masyarakat Papua dan gereja saya. Apakah pantas jika saya disebut OPM?‖ Mama Yosepha selalu berpedoman; Indonesia berideologi Pancasila, yang isinya kemanusiaan yang adil dan beradab. Namun mengapa Indonesia masih terus menipu rakyat Papua? Mengapa Indonesia masih membunuh rakyat Papua? ―Penerapan Pancasila untuk rakyat Papua belum ada. Saya tidak pintar, tidak mem-
JERAT
NEWSLETT ER
iliki ilmu yang bagus, tapi saya punya perasaan.‖ Tahun 1999 Mama Yosepha mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien. Penghargaan itu menurut Yosepha merupakan beban berat untuk dirinya. Beban persoalan HAM yang tidak hanya ditangani di Timika dan Papua, namun juga di berbagai belahan Negara di dunia. Termasuk pula Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Setiap hari, selama 24 jam, banyak istri yang ditinggal oleh suaminya. Para istri itu terus berdatangan ke rumah Mama Yosepha. ―Kondisi mereka lemas, menangis, menggendong dan juga menggandeng anaknya. Keluhan mereka sama, ditinggal, dipukul, dan tidak dinafkahi oleh suami.‖ Peraih Anugerah Lingkungan Goldman dari pemerintah Amerika pada tahun 1999 itu menambahkan, awalnya ia tidak paham apa yang dimaksud dengan KDRT. Namun dengan banyaknya perempuan asli Papua yang datang ke rumahnya, maka dia pun mulai mengerti. ―Seperti di Timika, sumber uang adalah Freeport. Banyak laki-laki kawin lagi dari uang Freeport. Banyak juga yang mereka gunakan di lokalisasi di Timika, yang biasa disebut dengan Kilo 10. Saya kecewa, saya merasakan kesusahan mereka,‖ kata ibu dari enam orang anak ini. Yosepha Alomang kelahiran 1940 di Kampung Tsinga, sekitar 20 kilometer sebelah timur Tembagapura. Ia masih terus melakukan perlawanan terhadap Freeport. ―Freeport saya punya, emas juga saya punya, mereka hanya datang untuk mencari uang.‖ Menurut dia, Freeport masuk ke Papua tanpa ijin. Indonesia hanya mau mengambil gunung emas. Pada tahun 1997, ia pernah mengajukan tuntutan perdata terhadap Freeport McMoran Copper & Gold di Amerika Serikat dan menuntut ganti rugi untuk kerusakan lingkungan yang telah ditimbulkan perusahaan raksasa itu. Yosepha mengungkapkan, meski PT Freeport menghasilkan sejuta emas, tapi sampai hari ini, tidak ada satu pun anak Amungme dan Komoro, sebagai pemegang hak ulayat atas Freeport menempati jabatan strategis di perusahaan tambang itu. ―Yang ada hanya tukang masak, babat rumput dan security.‖ Dana satu persen yang diklaim Freeport juga tak memberikan dampak apapun. ―Saya belum pernah lihat uangnya, yang ada, Freeport hanya menawarkan orang Amungme jadi security,‖ jelasnya. Perjuangan Mama Yosepha melawan penindasan di negerinya sendiri, tak hanya berkaitan dengan Freeport. Di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, Yosepha aktif memprotes Pemda yang kerap tidak berada di tempat. ―Pemerintah tidak pernah duduk di Timika. Tahun 90-an, seingat saya, masih ada bupati yang duduk di Timika, tapi sekarang tidak ada bupati
JERAT —CERIT A
DA RI
K A MP UNG
HA L
Bank Ikan Orang Kawe Hembusan angin terdengar menerpa pepohonan rimbun di pulau Wayag, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Pulau kosong tak berpenduduk. Dari kejauhan, Pulau Wayag terlihat begitu indah. Pantainya bersih. Ada sebuah dermaga kayu tempat bersandar sampan kecil. Tak terdengar kicauan burung atau jangkrik. Wayag terdiri dari gugusan pulau-pulau karst terjal berbentuk mirip piramida dengan ujung runcing. Air bening mengelilingi pulau berwarna kebiruan. Sejauh mata memandang, Wayag laksana surga yang jatuh ke bumi. Bermain di pantai Wayag, pelancong akan ditemani ikan hiu jinak. Ada tiga ekor hiu dengan mulut runcing siap memangsa. ―Tapi mereka tidak memakan manusia,‖ ujar Abraham Goram Gaman. Abraham dulunya sebagai Koordinator Humas dan Penjangkauan Conservation International (CI) Indonesia. Untuk mencapai Pulau Wayag, pelancong harus menempuh perjalanan jauh dari Kota Sorong menyinggahi Waiwo atau Waisai. Sekitar tujuh jam menyewa speedboat atau kapal cepat. Kocek yang dikeluarkan tidaklah murah. Sekali jalan, Rp10 juta hingga Rp20 juta. Ada alternatif lain mengunjungi Wayag, yakni menggunakan kapal nelayan atau perahu murah. Biayanya terjangkau. Hanya sehari perjalanan pergi. Pulau Wayag memiliki ‗bank ikan‘ dengan ribuan jenis. Salah satunya ikan Bawel, begitu sebutan Suku Kawe. Ikan tersebut hidup dilaut dangkal dengan cara bergerombol. Penyu dan Hiu Kalabia adalah salah satu satwa yang bisa ditemukan di Wayag. Kalabia merupakan endemik perairan laut Teluk Cenderawasih dan Teluk Triton. Uniknya, Hiu dari genus Hemiscylliidae ini dapat berjalan dengan siripnya ketika mencari makan di dasar laut. Ada dua jenis Kalabia yakni Hemiscyllium Galei diambil dari nama Jaffrey Gale dan Hemiscyllium Henryi, dari nama Wolcott Henry. Kalabia hanya memakan hewan kecil dasar laut seperti kerang. Bentuk giginya tumpul, gunanya untuk memecah cangkang kerang.
Pulau Wayag di Raja Ampat
Anak-anak Suku Kawe
Selain Walking Shark, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 2007 menemukan pula sejumlah jenis hiu lain dengan keunikan masing-masing di Raja Ampat. Diantaranya Melanotaenia Synergos, dari nama Synergos Institute sebagai penghargaan atas pemenang lelang Peggy Dulay, Corythoichthys Benedetto dari nama mantan Perdana Menteri Italia Benedetto Craxi, dan Pterois Andover yang merupakan pilihan nama dari Sindhucajana Sulistyo. Orang Kawe, sebagai suku asli Pulau Waigeo dan empunya kawasan Wayag, sangat menghormati keberadaan hiu. Ikan besar itu dianggap penting untuk menjaga kesehatan laut. Pencurian hiu dalam jumlah besar pada dua tahun lalu, merupakan pukulan telak bagi mereka. Perburuan hiu dilakukan oleh nelayan dari luar Raja Ampat di sekitar Pulau Sayang dan Piai di Kawasan Konservasi Perairan Waigeo Barat. Puluhan Hiu dibunuh dan diambil siripnya untuk dijual pada 30 April 2012. Para nelayan perusak itu sempat ditahan oleh patroli gabun-
JERAT
NEWSLETT ER
Kekayaan laut Pulau Wayag
11
JERAT —CERIT A
DA RI
K A MP UNG
HA L
gan masyarakat adat Kampung Salio dan Selpele serta Pos Angkatan Laut Waisai. Dari tujuh kapal yang digunakan pembunuh Hiu, satu kapal berasal dari Buton, dua dari Sorong, dan empat lainnya dari Kampung Yoi, Halmahera. Pihak berwenang berhasil mengamankan barang bukti berupa sirip hiu, bangkai ikan hiu, pari, dan teripang. Diperkirakan nilainya mencapai Rp1,5 miliar. ―Untuk mengantisipasi tidak terulangnya pencurian di kawasan konservasi, kita mengintensifkan pengawasan bersama dengan Orang Kawe, tiap hari ada patroli, biasanya empat lima orang memantau,‖ ucap Goram. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Australian Institute of Marine Science pada tahun 2010 di Palau, seekor hiu karang diperkirakan memiliki nilai ekonomis tahunan Rp1,6 miliar dan nilai seumur hidup Rp 17,5 miliar untuk industri pariwisata. Kawasan Raja Ampat memiliki potensi pariwisata hiu sebesar Rp165 miliar per tahun. Diperkirakan menyumbang pendapatan bagi daerah hingga Rp2,5 miliar per tahun. Jalur Koordinasi Suku Kawe mempunyai jalur koordinasi yang begitu baik dalam kontrol laut. Menunjang itu, dibentuk tim khusus yang siap diturunkan sewaktu-waktu. Tim ini dibentuk oleh CI berdasar kesepakatan bersama masyarakat. Enam sampai tujuh orang ditempatkan di markas CI di Pulau Wayag. Mereka digaji perorang Rp50 ribu/hari. Satu tim biasanya berjaga beberapa hari. ―Nanti bergantian, kita akan pulang dan orang dari kampung datang menggantikan,‖ kata Suban Kelen, anggota tim. Kawasan Konservasi Laut Daerah Kepulauan Wayag dan Sayang ditetapkan oleh Bupati Raja Ampat melalui Peraturan Bupati nomor 66 tahun 2007. Kawasan itu dimiliki secara turun temurun oleh suku Kawe. Sejak enam tahun lalu, suku Kawe secara adat telah menyatakan area seluas 155.000 hektar di Wayag dan Sayang tertutup untuk kegiatan penangkapan ikan. Tujuannya untuk membangun ‗bank ikan‘ bagi perairan sekitar yang merupakan sumber mata pencarian bagi mereka. ―Ini laut kita, saya ikut karena tidak mau ada pencurian ikan,‖ kata Constan Burdam, anggota tim dari Suku Kawe. Ia mengatakan, sejak 2008, jarang nelayan luar masuk ke perairan Wayag. Jikapun ditemui, langsung diusir. Selain pos jaga, tiap nelayan Kawe bertanggungjawab melaporkan ke pos Wayag bila menemukan kapal asing. ―Baru-baru kita dapati juga nelayan luar, sepertinya mau mengambil ikan, waktu kita kejar, mereka lari,‖ ucapnya. Asal mula penjagaan sudah dilakukan turun temurun oleh Suku Kawe. Dahulu, kalau didapat seseorang mencuri, diberi sanksi denda. Denda bisa berupa harta benda dan perahu disita. Saat itu, penjagaan tidak dilengkapi dengan peralatan modern. Perahu digunakan masih memakai dayung. Perlindungan laut secara tradisional berlangsung hingga masuknya CI. Mengetahui begitu mudahnya perusakan laut, ditetapkanlah pemberlakuan Sasi. Yakni pelarangan terhadap pengambilan biota laut. Setelah Sasi dipasang, Orang Kawe mencari ikan
Pantai di Kampung Selpele, Waigeo Barat
JERAT
NEWSLETT ER
12
JERAT —CERIT A
DA RI
K A MP UNG
HA L
kelestarian, kerap berbenturan. Di Kampung Fafanlap, Distrik Misool Selatan, Raja Ampat, warga tidak sepenuhnya menerima adanya konservasi. Wilayah itu ‗dikuasai‘ oleh The Nature Conservancy (TNC). Satu lembaga non pemerintah yang juga ikut menjaga laut Raja Ampat.
Warga Kampung Selpele, Waigeo Barat hanya di teluk. Upacara pemasangan Sasi melibatkan ratusan orang. Misalnya di Pulau Waigeo. Penduduk dari seluruh kampung akan datang mengikuti. Orang ramai bernyanyi dan berdoa kepada alam agar laut dan isinya dilindungi. Upacara adat tutup sasi ditandai dengan diikatnya pucuk daun kelapa muda pada sebuah kayu dan ditanam dibatas areal terlarang. Sementara sebutan bagi buka sasi, yakni mengangkat tanda sasi sebagai sinyal larangan tidak berlaku lagi. Sasi di Pulau Misool berlaku enam bulan. Di Waigeo, jauh lebih lama hingga setahun. Di Misool, tradisi Sasi dimulai dengan rapat adat di tempat ibadah, seperti Mesjid ataupun di Gereja. Tokoh adat, kepala desa dan warga menyiapkan sejumlah sesaji untuk menandai tradisi itu. Sesaji terbuat dari pohon ketapang yang dihias dengan rempah - rempah dan kertas warna. Hiasan pohon ini dipercaya sebagai lambang kemakmuran. Setelah dilakukan doa bersama, pohon diarak dan ditancapkan di bibir pantai. Dimasa kini, ritual Sasi jauh berubah. Pejabat daerah, kepolisian, anggota DPRD dan tokoh masyarakat diundang. Ritual adat berbelok ke acara resmi pemerintah. Selain Sasi, pelarangan mengambil ikan dengan alasan konservasi, ikut pula diterapkan. Mirip Sasi, namun larangan ini mensyaratkan aturan ketat untuk tidak boleh mengambil seluruh hewan laut. Aturan Sasi ini dan pelarangan mengambil ikan dengan alasaan
JERAT
NEWSLETT ER
TNC dan CI (Conservation International) bekerja sama untuk beberapa pekerjaan perlindungan satwa. CI bekerja di wilayah seluas 183.000 km di Kawasan Konservasi Laut Daerah Kaimana, Selat Dampir, Teluk Mayalibit, Ayau dan Pulau Wayag. Sementara, TNC membantu pemerintah lokal dalam merancang rencana pengelolaan dan zonasi untuk dua Kawasan Konservasi Laut (KKL) yaitu Kofiau dan Misool, yang resmi berdiri pada bulan Desember 2006. TNC memulai kemitraan dengan Pemerintah Indonesia melalui pengenalan perencanaan pengelolaan partisipatif di Taman Nasional Lore Lindu dan Komodo di tahun 1991 dan 1995. Selain perlindungan yang dikerjakan dua lembaga internasional tersebut, pemerintah sendiri telah menetapkan laut sekitar Waigeo Selatan, yang meliputi pulau-pulau kecil seperti Gam, Mansuar, kelompok Yeben dan kelompok Batang Pele, sebagai Suaka Margasatwa Laut. Menurut SK Menhut No. 81/ KptsII/1993, luas wilayah ini mencapai 60.000 hektar. Benturan antara Sasi dan pelarangan konservasi datang akibat syarat pelestarian yang begitu berat. ―Kadang, wilayah adat Sasi masuk dalam kawasan konservasi, begitu juga sebaliknya, itu membuat warga mengeluh tidak bisa mencari, padahal kita hidup dari ikan,‖ kata Safee Al Hamid. Ia berharap ada keringanan bagi warga asli memancing secukupnya di kawasan konservasi. ―Jangan dilarang, karena kita sejak dulu hidup dari laut,‖ ujarnya lagi. ***
Suasana Kampung Selpele, Waigeo Barat
13
JERAT —POJOK
INFORMASI
Ampuhnya Buah Merah Wamena
HA L
Yance Willil baru saja memanen Buah Merah, tidak jauh dari honai (rumah adat) di Kampung Mulima, Distrik Libarek, Kabupaten Jayawijaya. Buah itu akan dicampur dengan sayuran untuk dimakan. Di pekarangannya, terdapat kurang lebih 200 pohon Buah Merah dengan tinggi dua meter. Ia mulai menanam sejak 2001. Memanfaatkan lahan kosong, ia juga membudidayakan umbiumbian. ―Ada juga sayuran, kol, sawi, kangkung dan kacang panjang,‖ katanya. Buah Merah dipanen tiap bulan Juni dan November. Beberapa pohon dapat berbuah hingga Desember. Buah Merah hasil olahannya di jual ke pabrik milik Made Budi di Wamena. Sebelum sampai ke kota, buah itu lebih dulu diover ke pengumpul. Selanjutnya, dengan menyewa roda empat, para pengumpul mengantar buah ke pabrik. Buah Merah berukuran besar tentu lebih mahal. Pabrik membeli dari pengumpul sekitar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Buah Merah tumbuh subur di kebun milik Yance. Satu pohon menghasilkan delapan hingga sepuluh cabang buah. ―Tapi ada juga yang hanya lima cabang,‖ kata Yance.
Warga di Wamena menjual Buah Merah di pinggir jalan
Dulu, ketika Buah Merah diketahui dapat menyembuhkan berbagai penyakit, warga mencoba membohongi pembeli dengan cara menanam buah dalam tanah agar lebih cepat berwarna merah. ―Padahal itu masih muda, belum masak,‖ katanya. Buah Merah di Wamena mulai didagangkan sejak 1992. Ketika itu Buah Merah belum dikenal seperti saat ini. Warga menjual hanya kepada sesama suku. Mereka juga mengkonsumsi sendiri dengan cara dicampur dengan makanan, atau diminum langsung hasil perasan buah. Sebelum menjadi petani buah, Yance mencari kayu di hutan. Ia mulai menanam buah dengan mengambil bibit dikerabatnya. Tentu, menjual buah lebih menguntungkan daripada mencari kayu bakar.
Buah Merah yang baru saja di panen dan kebun milik warga
Di Kampung Mulima, sebagian besar kepala keluarga berprofesi sebagai petani Buah Merah. Mereka tinggal di Honai dengan perapian di dalam. Para petani ini akan berganti profesi menjual kayu atau berkebun jika masa panen Buah Merah habis. Selain Buah Merah, warga juga mengenal buah kuning. Khasiat dan ukuran buahnya sama persis dengan Buah Merah. ―Hanya saja warnanya kuning, tapi ini jarang kita temui, orang kampung tidak menanam buah kuning,‖ kata Yance. Ia menambahkan, selain membeli buah milik warga, pabrik milik Made juga membantu alat mengolah kebun. ―Saya punya anak bisa sekolah karena ada Pak Made,‖ ujarnya. Yance punya dua putera yang bersekolah di SD YPPK Mulima.
JERAT
NEWSLETT ER
14
JERAT —POJOK
INFORMASI
HA L
15
Harga Buah Merah mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari Rp 5000 sampai Rp 100 ribu per buah. Buah Merah hanya ditemukan di daerah pegunungan tengah dan bagian barat Papua. Di Wamena, buah ini disebut juga Kuansu. Nama ilmiahnya Pandanus Conoideus Lam. Pohon Buah Merah dapat tumbuh sampai 15 meter. Termasuk keluarga pandan. Buah Merah sendiri bentuknya lonjong dengan panjang hingga 55 cm. Dulu, Buah Merah dianggap jijik oleh sebagian orang. Warnanya dan kekentalan seperti darah, membuat tidak banyak orang tertarik membeli. Apalagi minyak buah bila diminum, rasanya aneh. Pembeli Buah Merah kebanyakan dari luar Wamena. Di Jayapura, beberapa toko menjual bebas Buah Merah dalam botol. Dari ukuran kecil sampai besar dengan harga bervariasi. Buah Merah sebelum dibudidayakan, tumbuh liar di dataran tinggi daerah pegunungan Papua. Budidaya tanaman ini dipelopori oleh seorang warga local; Nicolaas Maniagasi pada tahun 1983. Atas jerih payahnya itu, ia mendapatkan penghargaan lingkungan hidup Kehati Award 2002. Lima tahun kemudian, sekitar 1988, seorang peneliti dari Universitas Cenderawasih, I Made Budi, menemukan fakta bahwa Buah Merah memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit. Ia tahu ketika sedang meneliti jamur alam di daerah Kurulu, Wamena, dan melihat warga mengkonsumsi Buah Merah. Ternyata, sari Buah Merah yang dikonsumsi menjauhkan mereka dari sakit dan memberi daya tahan tubuh. Cerita itu pun beredar di kalangan masyarakat. Warga mulai menanam Buah Merah dibelakang rumah walau tidak dalam jumlah besar. Sepuluh tahun kemudian, sekitar 1998, saat sementara menjalani kuliah pendidikan S2 di Program Pasca sarjana IPB, Made kembali melanjutkan obsesinya itu, meneliti kandungan Buah Merah. Hasilnya? Buah Merah mengandung senyawa-senyawa aktif berkhasiat dalam kadar tinggi. Pada tahun 2001, dari hasil uji aktivitas buah, Made kemudian yakin bahwa Buah Merah benar-benar bisa dimanfaatkan sebagai obat. Ia percaya Buah Merah dapat mengatasi kanker. Setelah penelitian Made, harga Buah Merah di pasaran pun melonjak. Dari yang biasa sekitar Rp 5000, menjadi ratusan ribu. Hasil penelitian ini juga mendorong warga asli beramai-ramai
JERAT
NEWSLETT ER
Warga menjual buah merah di pasar
JERAT
P AP UA
ALAMAT REDAKSI JERAT PAPUA Jalan Bosnik Blok.C No. 48 BTN Kamkey , Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua Kode Pos : 99351 Email : jeratpapua@gmail.com Telp /Fax: (0967) 587836 Website : www.jeratpapua.org Struktur Redaksi Newsletter JERAT 1. Penanggungjawab : pt. JERAT Papua 2. Pimpinan Redaksi : Septer Manufandu 3. Editor/Redaktur : Jerry Omona 4. Kontributor : Wirya Supryadi Jerry Omona, Markus Imbiri,, Septer Manufandu,,Engelbert Dimara 5. Desain/Layout : Markus Imbiri dan Jerry Omona
JERAT
NEWSLETT ER
NEWS LETTER 2014