JERAT PAPUA (Edisi II Maret 2014)

Page 1

Supported by :


JARINGAN KERJA RAKYAT www.jeratpapua.org

Revisi Undang-undang Otonomi Khusus Papua yang sedang dibahas oleh pemerintah pusat masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. S.MANUFANDU Sekretaris Eksekutif DESSY ITAAR Manager Office ENI RUSMAWATI Manager Keuangan ASMIRAH Keuangan WIRYA.S Manager PSDA & EKOSOB SABATA.RUMADAS PSDA & EKOSOB E. DIMARA Manager PPM ESRA MANDOSIR Manager JKL ANDRIO. NGAMEL Unit Studio MARKUS IMBIRI Unit DIP JERRY OMONA Unit DIP

"Itulah otonomi khusus 'plus' Papua," kata Masud Said, asisten staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah, seperti ditulis BBC Indonesia, beberapa waktu lalu. Menurutnya, RUU Otonomi Khusus Papua "diperluas" itu akan memberi "ruang yang lebih luas kepada pemerintah dan rakyat Papua". Akhir Januari 2014 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima laporan hasil pembahasan RUU tersebut dari gubernur Papua, Papua Barat, Majelis Rakyat Papua, serta jajaran pemerintahan di bawahnya.

POLEMIK REVISI UU OTONOMI KHUSUS PAPUA Perbaikan UU Otonomi Khusus Papua dilakukan setelah penerapannya selama 12 tahun terakhir dianggap tidak sesuai harapan atau dianggap gagal oleh para penentangnya. Pro dan Kontra

POIN KHU SU S  Polemik Revisi UU OTSUS Papua  PEMILU Di Papua Makin Pelik  Sarmi - Riset Perijinan, Pemanfaatan Hutan dan Lahan  Petarung Sejati Kampung Selpele  Penjara Digoel

HAL 2

Tokoh masyarakat Papua, Franz Albert Joku dan Nicholas Messet adalah pihak yang mendukung upaya revisi UU Otonomi Khusus Papua. Keduanya menyatakan baru kembali dari kunjungan ke Fiji atas undangan pemerintah negara tersebut, sekitar sebulan, setelah para menteri luar negeri dari Melanesian Spearhead Group, berkunjung ke Indonesia, pertengahan Januari 2014 lalu.Menurut Franz Albert, dia menerima kehadiran UU Otonomi khusus karena merupakan kompromi politik antara pemerintah dan Papua, walaupun ada kelemahan di dalamnya. "Walaupun tidak sempurna dan tidak lengkap, untuk kami itulah opsi yang ada di depan mata," kata Franz. Walaupun masih berupa rancangan, sebagian masyarakat Papua, terutama kelompok yang mendukung ide pemisahan Papua dari Indonesia, menyatakan menolak revisi UU Otonomi Khusus. Penyebab Pembentukan DOB Sementara itu, adanya otonomi khusus (otsus) plus Papua dinilai menjadi penyebab maraknya pembentukan daerah otonomi baru (DOB). Persoalan politik yang berkembang di Papua tidak seharusnya diselesaikan dengan pembangunan. ―Pemekaran ini sudah sampai tingkat kampung. Buat apa dibentuk birokrasi kepemerintahan, namun tidak ada masyarakat dan pembangunan yang bisa

dikelola,‖ kata Ketua Tim Kajian Papua LIPI, Adriana Elisabeth seperti dirilis Republika. Dalam RUU Pemerintahan nanti, memang kepala daerah diberikan kewenangan yang luas dalam melakukan pembangunan. Akibatnya semua pihak berkeinginan mencicipi kue dari kebijakan tersebut. Padahal memberdayakan Papua itu tidak rumit. Dengan kondisi wilayah yang luas, dan populasinya tidak terlalu banyak, pemekaran jelas bukan suatu gagasan yang menjawab persoalan di sana. Dengan adanya UU No.21 Tahun 2001 saja, indeks pembangunan manusia (IPM) Papua masih rendah. Dia mendukung, Pemerintah pusat seharusnya mengkaji dulu otsus tersebut, apa yang kurang dan bagaimana menyempurnakannya. ―Sebab, persoalan di sana itu bukan hanya pembanguan melainkan juga politik. Mereka yang kalah pemilu bahkan kepala dinas kepemerintahan ikut dalam pelaksanaan pemilukada. Akibatnya pembangunan tidak berjalan,‖ ujarnya. Adriana mengatakan, Pemerintah pusat memang cukup jengah dengan usulan Papua yang terkait usaha memerdekakan diri. Dengan adanya pemekaran, bisa jadi itu menjadi langkah pusat untuk membagi otoritas kekuasaaan, agar tidak fokus pada hal tersebut. ―Satu hal belum selesai, sudah ada usulan baru lainnya, sekarang ini masalah di Papua menjadi tumpang tindih, sulit diurai,‖ ujar dia. Dilain kesempatan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi mengatakan, pihaknya akan selektif dalam mengkaji daerah yang hendak membentuk otonomi baru. Kalau memang tidak memenuhi syarat, maka akan ditolak. (JERAT/dari berbagai sumber)

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


PEMILU DI PAPUA

HAL 3

MAKIN

PELIK

PAPUA, Hajatan lima tahunan kembali digelar di Indonesia, 9 April 2014. Jutaan warga yang telah terdaftar, menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon anggota DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPD dan DPR RI. Namun ternyata, tidak semua wilayah bisa menggelar pemilu. Di Papua, sejumlah distrik yang belum menerima logistik seperti surat suara, terpaksa meminta pengunduran jadwal Pemilu. Misalnya untuk puluhan kawasan di Kabupaten Yahukimo. Ketua KPU Papua Adam Arisoy mengatakan, penyebab pengunduran dilatari keterlambatan pengiriman logistik ke distrik yang sulit dijangkau. Atas persoalan tersebut, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak turut memberikan tanggapannya. Menurut dia, kebijakan itu tidak dapat dibenarkan secara keseluruhan. "Kalau bicara normatif ya pasti melanggar. Kalau dikatakan ini melanggar ya melanggar karena gimana mungkin melakukan pemungutan suara (ulang)," kata Nelson. KPU mengonfirmasi bahwa persoalan pemungutan suara tidak hanya terjadi di Yahukimo, Papua, melainkan juga di Kabupaten Sikka, NTT. Selain itu, daerah lain yang dilaporkan mengalami hambatan adalah Kota Tual, Maluku. Di daerah ini, terjadi kekurangan surat suara anggota DPRD Kota Tual, dapil Kota Tual I, sebanyak 2300 lembar. Kekurangan disebabkan KPU Kota Tual salah memberikan laporan. Insiden Penembakan Karut marut pelaksanaan Pemilu di Papua juga diwarnai dengan sejumlah insiden penembakan. Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, aksi penyerangan oleh kelompok bersenjata merupakan upaya mengganggu pelaksanaan pemilu. Purnomo mengatakan, kejadian serupa sempat terjadi beberapa waktu lalu. Pada saat itu bendera merah putih diturunkan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). "Tapi sudah diamankan dan selesai, bendera RI kami naikan lagi dan bendera OPM diturunkan," katanya. Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Pol Tito Karnavian menegaskan, situasi Kamtibmas selama pencoblosan pemilu legislatif berjalan aman dan terkendali. Aksi kontak senjata, sejak Rabu (9/4/2014) pagi, di Skouw, perbatasan RI-PNG sekitar pukul 06.00 WIT, tidak berpengaruh pada penyelenggaraan Pemilu. Akibat kontak tembak di wilayah perbatasan RI-Papua Nugini, pelaksanaan pemilu di TPS 01 dan TPS 02 ditunda, dari Rabu, 9 April 2014 ke Kamis, 10 April 2014.

"Sebagai informasi, khususnya di Kampung Moso, pelaksanaan Pileg ditunda ke esok harinya. Ini sudah seizin KPU, karena situasi dan kondisi yang tak maksimal," kata Kapolresta Jayapura, AKBP Alfred Papare. Selain di Skow, baku tembak juga terjadi sekitar pukul 09.00 WIT di Puncak Senyum Mulia, ibukota Kabupaten Puncak Jaya. Dalam peristiwa itu, satu anggota kelompok sipil bersenjata (KSB) atas nama Wakanio Enumbi, tewas. Tito menjelaskan, dari laporan yang diterima, kontak senjata berawal dari sekelompok sipil yang mencoba menyerang pos di Puncak Senyum. ―Walaupun ada beberapa kejadian di lokasi yang berbeda, namun secara menyeluruh, situasi Kamtibmas aman dan terkendali,‖ kata Irjen Pol Tito. Panglima Kodam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Christian Zebua mengungkapkan, korban dalam baku tembak di Mulia, diduga kuat merupakan salah satu yang masuk dalam daftar pencarian orang dalam kasus penyerangan Polsek Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, di tahun 2012. Korban juga terlibat penembakan dan perampasan senjata milik anggota Brimob di Wandegobak. Pasukan Bantuan Sebelumnya, untuk membantu memperkuat pengamanan di Papua selama kegiatan pemilihan umum legislatif, Markas

Pelaksanaan Pemilu di Papua. Foto ALDP

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT-PEMILU DI PAPUA MAKIN PELIK

HAL 4 Ilustrasi Foto Sistem Noken di Papua

Besar Kepolisian memperbantukan dua satuan setingkat kompi (SSK) Brigade Mobil (Brimob). Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian di Jayapura mengatakan, dua SSK Brimob itu ditempatkan di Jayapura dan satu SSK lainnya di Papua Barat.

Karut Marut Pemilu di Jayapura, ikut pula diselingi dengan ribuan aksi golput. Di Sentani, sejumlah warga tidak menyalurkan haknya, dan memilih diam dirumah. Ada pula yang enggan mendatangi TPS lantaran tak menerima undangan atau surat pemberitahuan. ―Buat apa coblos, toh setelah duduk di dewan, mereka juga tidak memperhatikan kita,‖ kata Selain menerima bantuan personel Brimob Mabes Polri, pihaknya Bude, warga Jayapura. juga didukung personel Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/ Cenderawasih sebanyak satu batalyon di Polda Papua, meliputi se- Berbeda dengan Ilyas Hasan (43) tahun. Ia berharap calon legislatif yang tiap Kepolisian Resor (Polres), satu satuan setingkat peleton (SSP) nantinya terpilih, dapat memperhatikan rakyat. ―Kami berharap mereka tentara. peduli kepada kami. Saya sudah memilih calon yang paling jujur dan adil,‖ kata Ilyas. Polda Papua, kata Tito, juga mengerahkan 500 anggotanya untuk memperkuat semua polres yang dianggap rawan. "Tercatat tujuh Pada kasus lain, 43 warga yang tinggal di Kampung satuan pemukiman polres dianggap rawan," ungkapnya, tanpa merinci lebih jauh. atau SP-V, Distrik Yapsi, Kabupaten Jayapura, tidak dapat memberi suaranya karena mengungsi ke Kampung Kwarca jelang hari pemungutan Menurut dia, dengan adanya penambahan anggota keamanan di suara. Papua, maka diharapkan situasi keamanan dapat terkendali selama pelaksanaan pemilu dan usai pemilu. "Anggota sudah disebar, terma- Kepala Kepolisian Resort (Polres) Jayapura AKBP Sondang Siagian suk bantuan dari TNI-AD.‖ mengatakan puluhan warga mengungsi disebabkan oleh ketidaknyamanan dan ketakutan akibat teror yang dilakukan oleh sekelompok Orang Jual Beli Suara Tidak Dikenal (OTK) jelang Pemilu 9 April 2014. Pesta Demokrasi di Papua benar-benar tak berjalan mulus. Bukan saja karena adanya aksi bersenjata, namun juga oleh kecurangan "Saat ini situasi di SP-V sudah mulai berangsur kondusif, namun sebagian yang terjadi di TPS maupun jelang hari H. Anggota Komisi Pemilihan warga di lokasi tersebut masih belum kembali karena ketakutan," ujar Umum Papua Bidang Teknis, Betty Wanane, mengatakan lembagan- Siagian. ya telah menerima kabar bahwa terjadi praktek jual-beli surat suara dan undangan, yang dilakukan kelompok penyelenggara pemungutan Ia mengatakan, masih ada kelompok-kelompok berseberangan yang ingin suara (KPPS) di Distrik Heram dan Distrik Hedam, Kota Jayapura. menciptakan pelaksanaan pileg tidak kondusif. "Kelompok OTK sengaja membuat masyarakat resah. Untuk membuktikannya, sudah ada tanda―Satu surat suara atau undangan dihargai Rp 100 ribu yang diduga tanda seperti wanita dan anak-anak yang mengungsi dengan membuat dijual kepada para calon legislator. Informasi yang saya terima, ada pos". sekitar 300 lembar diperjualbelikan," kata Betty. Sementara warga yang tidak ikut mengungsi, kata dia, telah diyakinkan Menurut Betty, jika tertangkap tangan, pelakunya akan langsung dis- bahwa tidak akan ada penyerangan dari OTK. "Mereka yang menakuti erahkan KPU kepada polisi. "Baik yang jual dan yang beli, bisa di- warga ini sedang kami cari, karena sudah membuat warga di SP V proses pidana,‖ ujarnya. mengungsi," tukasnya. Pemilu legislatif pada Rabu (9/4/2014) digelar serentak di 34 provinsi di Betty mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Indonesia. Rakyat memilih di antara 19.669 kandidat untuk 560 kursi legPengawas Pemilu Papua. ―Kami sangat berharap kasus ini dapat islatif, di tingkat nasional dan lokal. Dalam pemilu ini, sebanyak 12 parpol segera diatasi dan dilaporkan ke polisi.‖ harus menang 25% atau meraih 20% kursi legislatif dalam rangka untuk secara resmi mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Pemilihan Di lain tempat, dari penelusuran JERAT, didapati pula puluhan warga presiden dijadwalkan pada 9 Juli mendatang. (JERAT/dari berbagai mencoblos ganda di beberapa TPS. Seorang yang mengaku men- sumber) coblos di tujuh TPS mengatakan, ia dapat dengan mudah menghilangkan tinta di jari kelingking, dan kembali mencoblos di TPS berbeda. ―Saya ada caranya menghilangkan tinta, saya coblos di tujuh TPS, saya akan bikin ini lagi saat Pilpres Juli nanti,‖ katanya. Pelaku adalah warga biasa yang kesehariannya bekerja di lembaga swasta. Ditempat terpisah, Bunga (nama samaran), juga mencoblos ganda. Sementara, beberapa lainnya menggunakan undangan atas nama berbeda, dan mendatangi TPS untuk menyalurkan haknya. JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


SARMI;

RISET PERIJIN AN

PEMANFAATAN

HUTAN

DAN

LAHAN

HAL

5

RISET PERIJINAN PEMANFAATAN HUTAN DAN LAHAN Latar Belakang Sebelum menjadi sebuah Kabupaten. Sarmi adalah sebuah distrik yang berada dalam Wilayah Administrsi Kabupaten Jayapura, Kemudian melalui UU No.26 thn 2002 tentang pembentukan Kabuapten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabuten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Bovendigoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua. Sarmi menjadi sebuah kabupaten baru, beberapa tahun kemudian melalui berbagai aspirasi yang muncul dimasyarakat baik politik, ekonomi, percepatan pembangunan dan lainnya. Sarmi sendiri merupakan singkatan dari nama 5 (lima) suku besar yang berada di wilayah tersebut, yakni ―Sobey, Armati, Rumbuai, Manirem dan Isirawa‖, menurut beberapa cerita masyarakat, juga media yang mempublikasi informasi tentang kabupaten ini, nama Sarmi diberikan oleh seorang antropolog Belanda bernama ―Van Koehen Houven‖. Kabupaten Sarmi memiliki luas wilayah 17.740 km². Berdasarkan peraturan Daerah Kabupaten Sarmi No. 6 tahun 2006, Sarmi terbagi dalam terbagi dalam 10 distrik, yang terbagi menjadi 85 kampung dan 2 kelurahan. Jumlah penduduk kabupaten Sarmi sebanyak 34.305 jiwa, dengan presentase laki-laki 54,57% dan perempuan 45,43%. Penduduk terbanyak terdapat pada distrik Sarmi dengan dengan presentase 35,27% sedangkan tersedikit pada distrik Apawer Hulu dengan presentase 4,43%. Dengan jumlah populasi penduduk menetap dan sementara yang berada di distrik Sarmi dengan sendirinya distrik ini menjadi pusat ekonomi, pendidikan, kota sekaligus menjadi ibu kota kabupaten. Masyarakat yang tinggal dan hidup di kabupaten ini sangat heterogen baik masyarakat asli dengan kurang lebih memiliki 87 suku dan bahasa, masyarakat Papua seperti Biak, Serui, Jayapura, Fakfak dan lainnya tetapi juga masyarakat pendatang dari luar Papua yang datang dari pulau, Jawa, Sumatra, Selawesi dan juga Maluku. Perijinan Pemanfaatan Lahan dan Hutan di Kabupaten Sarmi Hutan di Kabupaten Sarmi memiliki tipe hutan hujan tropis yang kaya dengan keragaman flora dan fauna. Kekayaan potensi sumberdaya hayati yang tinggi ini memungkinkan, karena hutan di wilayah ini relatif masih utuh dan merupakan perpaduan empat ekosistem utama yaitu ekosistem pesisir pantai, rawa, dataran rendah dan ekosistem pegunungan. Ekosistem rawa terbagi lagi menjadi ekosistem air tawar dan air payau, dan pada muara sungai terdapat ekosistem peralihan yaitu ekosistem estuaria/ekosistem mangrove yang juga memperkaya keanekaragaman hayati Kabupaten Sarmi Dari pembagian kawasan di kabupaten Sarmi untuk perlindungan dan Pemanfaatan Hutan. Maka, kawasan hutan Sarmi dapat dibagi menjadi Kawasan Hutan Lindung (KSA dan HL) yaitu 447.517 Ha dan kawasan Hutan Produksi (HPT + HP + HPK) yaitu 952.727 Ha dan sisa Kawasan yaitu Areal Penggunaan lain (APL + Tubuh air) yaitu 33.450 Ha. Berdasarkan RTRW Provinsi Papua fungsi hutan produksi di Kabupaten Sarmi terbagi atas hutan produksi (HP) 378.464 Ha, Hutan Produksi Tetap (HPT) 269,567 Ha, dan Hutan Produksi Konversi (HPK) 304,696 Ha. Adapun Kawasan hutan produksi tetap terdapat di Distrik Bonggo Timur, Bonggo, Pantai Timur, Pantai Timur Barat, Distrik Tor Atas dan Apawer. Untuk kawasan hutan produksi terbatas terdapat di Distrik Pantai Timur, Pantai Timur Barat, Tor Atas, Sarmi Selatan, Pan-

tai Barat dan Apawer Hulu, sedangkan kawasan hutan konversi terdapat di Distrik Bonggo, Bonggo Timur, Pantai Timur Barat, Tor Atas, Sarmi Timur, Sarmi Kota, Sarmi Selatan, Pantai Barat, Apawer Hulu, Pulau Liki, dan Pulau Armo. Laju deforestasi dan degradasi kawasan hutan. Jika berdasarkan Kawasan hutan dan perairan yang telah ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 891 tahun 1999. Dalam arahan Kawasan Hutan dan Perairan telah ditentukan lokasi dan luas Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA ) 17,94%; Hutan Lindung (HL) 26,15%; Hutan Produksi (HP) 25,71%; Hutan Produksi Terbatas (HPT) 5,70%; Hutan Produksi Konversi (HPK) 20,23%; dan Areal Penggunaan Lain (APL) 2,66%. Dilihat bahwa proporsi Kawasan Hutan di Kabupaten Sarmi yaitu total Pemanfaatan kawasan hutan untuk Hutan Produksi (HPT, HP dan HPK) lebih besar dibandingkan dengan total pemanfaatan Kawasan hutan untuk Hutan Produksi = HPT + HP + HPK yaitu hutan produksi (HP, HPT dan HPK) di Kabupaten Sarmi sebesar 66,45 %. Sedangkan perbandingan proporsi persentasi luas Kawasan Lindung = KSA/KAP + HL di Kabupaten Sarmi sebesar 31,22 %. Dari hasil perbandingan pemanfaatan kawasan hutan antara kawasan lindung dan pengolaan kawasan hutan, bahwa Proporsi Kawasan Hutan menurut SK Mentri Kehutanan no.891 tahun 1999 dan Proporsi Pemanfaatan Kawasan Hutan di Kabupaten Sarmi terdapat selisih yang besar pada Kawasan Lindung yaitu Hutan Lindung (HL) dan pada Penggolaan kawasan Hutan yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT). Selisih dari Pemanfaatan kawasan Lindung pada hutan lindung (HL) menurut SK Menteri Kehutanan No.891 tahun 1999 adalah 26,15 % dari keseluruhan luasan kawasan hutan, namun pemanfaatan kawasan hutan pada Hutan Lindung (HL) di kabupaten Sarmi sebesar 12,58 % sehingga terdapat selisih sebesar 13,57

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


SARMI; RISET PERIJINAN PEMANFAATAN HUTAN DAN LAHAN

HAL 6

% luas Hutan Lindung (HL) yang tidak terdapat di Kabupaten Sarmi yaitu seluas 194.552 Ha. Dan selisih pengolaan kawasan Hutan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) menurut SK Menteri Kehutanan no.891 tahun 1999 yaitu 5,70 % dari keseluruhan luasan kawasan hutan, sedangkan penggunaan kawasan hutan untuk Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Kabupaten Sarmi melebihi ketentuan tersebut yaitu 18,80 %. Sehingga terdapat selisih sebesar 13,10 % Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang digunakan yaitu seluas 187.814 Ha. Dari hasil perbandingan ini dapat dilihat bahwa, kawasan hutan di Kabupaten Sarmi lebih banyak pemanfaatannya sebagai hutan produksi. Hal ini akan mengakibatkan kawasan hutan di kabupaten Sarmi akan mengalami Degradasi dan Deforestasi yang berdampak pada keseimbangan kawasan hutan di Kabupaten Sarmi. Pinjam pakai kawasan. Perusahaan HPH yang terdaftar dan telah memperoleh izin usaha pemanfaatan terdapat 7 perusahaan dan yang sudah melakukan operasi yaitu 4 perusahaan dan 3 perusahaan belum beroperasi di Kabupaten Sarmi. Dari 3 perusahaan yang belum beroperasi, ada1 perusahaan yang mendapatkan 2 izin usaha pemanfaatan pada 2 lokasi yang berbeda. Daftar perusahaan, izin dan lokasi pemanfaatan lihat pada table. Gambar peta lokasi konsesi dari perusahaan-perusahaan HPH yang sudah mendapat ijin dari pemerintah Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam (IUPHHKHA) dan beroperasi. Dari data tabel 2 terlihat bahwa ada 7 Perusahaan HPH dan 1 Kopermas IUPHHK-MHA yang melakukan pengolaan hasil hutan berupa hasil hutan kayu Seluas 865.620 Hektar (Ha). Dari data tabel tersebut terlihat bahwa ada perusahaan yang melakukan aktivitas konsesi atau penebangan di luar Wilayah Kabupaten Sarmi yaitu Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Mamberamo, terlihat bahwa PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II, PT. Salaki Mandiri Sejahtera, PT. Sumber Mitra Jaya Unit I dan PT. Tunggal Yudhi Sawmill Unit I seluas 125.042 Ha. Sehingga seluruh Kawasan hutan yang dikelola oleh 7 perusahaan HPH dan 1 Kopermas IUPHHK-MHA adalah 740.578 Ha. Sehingga pemanfaatan kawasan hutan produksi di Kabupaten adalah 740.578 Ha dari tata ruang kawasan hutan di Kabupaten Sarmi yaitu sebesar 952.727 Ha. Secara keseluruhan Kawasan Hutan Produksi yang sudah terkapling oleh perusahaan HPH (belum termasuk lahan perkebunan skala besar, seperti Perkebunan Kelapa sawit yang rencana dibuka di Kabupaten Sarmi) yaitu sebesar 77,74 %, sehingga sisa kawasan Hutan produksi di Wilayah Kabupaten Sarmi adalah 22,26 % sebesar 212.149 Ha. Dimana ada terdapat 8 lokasi eksplorasi kayu yang dikelola oleh 6 perusahaan HPH dan 1 Kopermas. Sehingga hal ini dapat mengganggu akses -akses penghidupan masyarakat di Kabupaten Sarmi dan juga dapat mengakibatkan aksesbilitas masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kehidupannya, seperti meramu dan berburu binatang menjadi terbatas. Hal ini disebabkan karena adanya operasi-operasi penebangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan HPH dan juga adanya larangan yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di area konsesi perusahaan tersebut. Potensi Tambang. Berdasarkan hasil kajian terhadap potensi sumberdaya alam di Kabupaten Sarmi diantaranya adalah potensi pertambangan. Potensi pertambangan yang terdapat di Distrik Pantai Timur Barat dan Tor Atas diantaranya adalah pasir besir, sirtu, batu gamping, nikel, dan batubara. Sedangkan pertambangan minyak bumi terdapat di laut Pasifik Kabupaten Sarmi. (Draf RTRW, Kab. Sarmi 2011). Kawasan pertambangan berdasarkan hasil inventarisasi sumberdaya alam diketahui bahwa Kabupaten Sarmi memiliki potensi tambang yang sangat berlimpah diantaranya adalah bahan galian C yang terdapat di Distrik Sarmi Timur, Sarmi Kota, Distrik Bonggo dan Bonggo Timur, Batu Bara yang te rdapat di Distrik Tor Atas dan Pantai Barat, Pasir Besi yang terdapat di Distrik Pantai Timur dan Pantai Timur Barat. Perusahaan yang beroperasi. Kabupaten Sarmi memiliki potensi tambang bahan galian C yang cukup tinggi. Pada saat ini belum ada perusahaan Tambang galian C yang beroperasi di Kabupaten Sarmi. Namun pada perencanaan pemerintah daerah, Bupati telah meJERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


SARMI; RISET PERIJINAN PEMANFAATAN HUTAN DAN LAHAN

HAL 7

nyetujui dan memberikan izin kepada perusahaan -perusahaan tambang galian C untuk melakukan explorasi sesuai dengan izin yang dikeluarkan oleh Bupati kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dari potensi tambang yang terdapat di Kabupaten Sarmi, pasir besi dan batubara miliki potensi yang cukup tinggi. Potensi yang akan dieksplorasi dan eksploitasi oleh 30 perusahaan yang sudah mendapatkan izin dari Bupati Kabupaten Sarmi. Duabelas (12) perusahaan pertambangan yang telah memiliki izin IUP eksplorasi dalam pemanfataan kawasan pertambangan dengan total luas pemanfaatan kawasan sebesar : 381.484 Ha. Yang terdiri dari jenis tambang yang dieksplorasi berupa batu bara dengan pemanfaatan kawasan seluas : 372.741 Ha dan pasir besi seluas : 8.743 Ha, yang terdapat di wilayah adat suku Airmati dan Isirawa di distrik Pantai Barat serta suku Manirem di distrik Pantai Timur Bagian Barat dan Tor Atas.Sedangkan pemanfaatan luas kawasan tambang jenis batubara terbesar berada di distrik Pantai barat dengan luas : 187.286 Ha, distrik Tor Atas : 110.888 Ha dan distrik Pantai Timur Bagian Barat : 74.567 Ha. Sedangkan untuk pemanfaatan luas kawasan tambang jenis pasir besi terletak di distrik Pantai barat dan Pantai Timur Bagian Barat dengan luas pemanfaatan kawasan masing-masing 4.782 Ha dan 3.961Ha. Dari peta potensi tambang dan peta lokasi izin pertambangan (lihat peta) yang telah dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Sarmi kepada 30 perusahaan tambang Batubara dan Pasir besi. Terlihat jelas bahwa ada tumpangtindih dengan pemanfaatan lahan atau kawasan terkait usaha eksploitasi yang dilakukan oleh 6 HPH dan 1 Kopermas mengelola hasil Produksi hutan kayu di 8 lokasi dengan total luas wilayah 740,578 Ha. Potensi Perkebunan. Di Kabupaten Sarmi telah dikembangkan beberapa produk perkebunan yang sudah ada sebelum Sarmi menjadi kabupaten. Ada 4 komoditi perkebunan yang dikelola oleh masyarakat Sarmi yaitu Kelapa, Pinang, Kakao dan Cengkeh. Dari masingmasing komoditi, Kelapa yang memiliki luasan terbesar yaitu 49.391,77 Ha, Kakao sebesar 3.431,16 Ha, Pinang sebesar 159,84 Ha, dan Cengkeh sebesar 14,30 Ha. Jadi, total luas lahan perkebunan di Kabupaten Sarmi yaitu 52.997,07 Ha.Ada delapan (8) perusahaan perkebunan kelapa sawit skala besar yang telah mendapatkan izin usaha pemanfaatan (IUP) dari Bupati Sarmi dan Menteri Pertanian seperti pada tabel 3. Dari delapan (8) Perusahaan yang telah mengajukan ijin untuk jenis komoditi perkebunan kelapa sawit dengan total luas areal seluas 337.858,10 Ha. Dimana tujuh (7) perusahaan mendapat ijin dari Bupati dan 1 perusahaan yakni PT. Gaharu Prima Lestari telah mendapat IUP dari Menteri Pertanian. Dilihat dari izin usaha pemanfaatan (IUP) baru satu perusahaan yang mendapatkan izin dari Menteri Pertanian. Hal ini masih belum jelas, karena penggunaan lahan untuk perkebunan akan mencakup kawasan-kawasan hutan, sehingga perlu adanya izin usaha pemanfaatan yang seharusnya dik eluarkan oleh Mentri Kehutanan. Sementara untuk perusahaan lain, seperti perusahaan pertembangan golongan C hanya memperoleh izin kelola dari Bupati Sarmi. Status dan perkembangan aktivitas dari PT. Gaharu Prima Lestari, PT. Daya Indah Nusantara dan PT. Musim Mas, PT. Brazza Sarmi Sejahtera, PT. Kebun Indah Nusantara dan PT. Botani Sawit Lestari belum melakukan aktivitas perkebunan. Sementara PT. Dharma Buana Lestari yang berlokasi di Pantai Timur dan Pantai Timur Barat dan PT. Permata Nusa Mandiri yang berlokasi di Bonggo dan Bonggo timur telah melakukan sosialisasi lapangan. Jika dilihat dari peta JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


SARMI; RISET PERIJINAN PEMANFAATAN HUTAN DAN LAHAN

HAL 8

lokasi pemanfaatan kawasan untuk pengelolaan Hutan, Perkebunan dan Pertambangan akan terlihat jelas bahwa adanya tumpang tindih lokasi antara perusahaan-perusahaan tersebut. Selain itu, sebagian besar lokasi-lokasi perkebunan juga berada di daerah aliran Sungai yang memungkinkan besar terjadinya dampak pada kerusakan lingkungan DAS. Dampak perusahaan HPH terhadap kehidupan Masyarakat Adat. Perusahaan-perusahaan HPH telah melakukan pengelolaan hutan dan pemanfaatan kayu sejak tahun 1980-an sebelum Kabupaten Sarmi menjadi wilayah administrasi sendiri. Hal ini, sejalan dengan pernyataan Kepala Suku dan Tokoh Pemuda Pantai timur yang mengatakan bahwa Perusahaan HPH Pertama yang beroperasi adalah PT Somalindo yang mulai beroperasi sekitar tahun 1986, kemudian dilanjutkan oleh PT Mujalindo di lokasi yang sama, yaitu di wilayah Takar Nekla/Pantai Timur dan membangun pelabuhan penampungan kayu log di Kampung Nengke. Di Wilayah Bonggo, PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II beroperasi mulai dari tahun 1991, sampai sekarang PT. Wapoga Mutiara Timber sudah melakukan Rotasi dan perpanjang Ijin Usaha Pemanfaatan (IUP). Selain itu PT. Mujalindo dan PT Salaki tidak pernah melakukan penanaman kembali di area penebangan masing-masing. Ada aturan yang melarang penebangan di area dekat bukit dan sungai, tetapi pihak perusahaan tetap melakukan penebangan. Kemudian pohon-pohon yang sudah ditebang tidak dapat diangkut oleh pihak perusahaan dan akhirnya ditinggalkan begitu saja, sebagian di kubur dengan alasan sudah dibayar. Ada aturan juga yang mengatur penebangan pohon dengan diameter lebih dari 100 cm, tetapi pihak perusahaan tetap melakukan penebangan pada pohon -pohon yang diameternya belum mencapai 100 cm. Akibat dari aktivitas penebangan-penebangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan HPH maka tempat-tempat berburuh, tempat sakral, serta hutan adat telah rusak, selain itu masyarakat dirugikan dengan penimbunan kayu yang ditebang dan ditimbun dalam hutan oleh perusahaan. Atas dasar kenyataan tersebut maka pengurus LMA menyurati Tim Riset JERAT pihak perusahaan untuk melakukan peneguran akibat dampak negatif dari kerusakan hutan yang dilakukan oleh * Isnaini Uswanas perusahaan. Perusahaan HPH yang beroperasi di daerah pantai timur memanfaatkan oknum TNI/Polri untuk * Sabata Rumadas ―menakuti‖ masyarakat sehingga masyarakat adat setempat tidak pernah melakukan perlawanan secara ter* Nursyidah Sabuku buka. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat masih trauma, dengan konflik-konflik politik pada masah lalu yang dihadapkan dengan aparat Tentara/Polisi. Pada pertemuan dengan masyarakat di kampung Nengke areal pelabuhan Logbont PT.Mondialindo Setya Pratama, kami bertemu dengan Ibu-Ibu yang sedang mengambil kayu logging (membelah kayu mengunakan kampak) yang menurut mereka sudah tidak dapat digunakan lagi oleh perusahaan, untuk dijadikan bahan bakar untuk memasak (kayu bakar) Mereka mengatakan bahwa jika aktivitas mereka diketahui oleh aparat keamanan (tentara) yang menjaga kayu-kayu log yang berada di pelabuhan maka mereka (Ibu-Ibu) dimarahi atau ditegur oleh tentara, katanya "jangan kalian ambil/belah kayu-kayu ini lagi, karena kayu-kayu ini sudah dibeli oleh perusahaan". Ada beberapa karyawan yang bekerja untuk perusahaan yang melihat aktivitas Ibu-Ibu, namun mereka tidak menegur atau memarahi mereka. Kami juga mendapat informasi dari salah seorang karyawan yang bekerja diperusahaan HPH tersebut, mengatakan bahwa perusahaan saat ini sudah tidak beroperasi selama 8 bulan Agustus 2012 – April 2013. Sejak saat itu perusahaan tidak membayarkan upah para karyawan dan waktu saat masih bekerja perusahaan tersebut membayarkan upah karyawan tiap 3 bulanan sesuai dengan penilaian perusahaan kepada para karyawannya. (Tim Riset JERAT, 2013).

Dokumentasi Kegiatan Riset dan Konsultasi Publik “Perijinan dan Pemanfaatan Hutan dan Lahan di Kabupaten Sarmi

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT—GALERI FOTO KEGIATAN

HAL 9

“ Berpose bersama Masyarakat Suku Momuna di halaman Gereja GIDI Anugerah, Dekai Yahukimo “

― Pelatihan Pengorganisasian Masyarakat Adat untuk Masyarakat Adat ‖ Dekai Kabupaten Yahukimo, 26 — 27 Maret 2014 Kerjasama JERAT Papua dan BFDW

SE.JERAT Papua, Septer Manufandu saat memberi materi Pelatihan. Dibantu Bertho.Kubu sebagai penerjemah bahasa Suku Momuna

Keaktifan Masyarakat Suku Momuna

Tradisi Pangkur Sagu Suku Momuna

Wirya Supriyadi (JERAT) Saat Memberikan Materi “ Nama YAHUKIMO di ambil dari 4 nama suku yang ada di Kabupaten tersebut, yaitu YA (suku Yali), HU (suku Hubla), KI (suku Kimyal) dan MO (suku Momuna). Kabupaten Yahukimo berada pada wilayalah Adat Lapago , dengan ibukota di Dekai “

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT

- PROFIL

Bedil Digenggaman Lama Tak

Meletus

Lambertus Pekikir bukan satu-satunya pejuang Papua. Ada juga nama besar lain; Goliath Tabuni. Lambertus memang tak setenar Goliath di sepanjang 2013. Usianya yang makin uzur, ditambah pula aksi lapangannya yang tak segencar Tabuni, membuat dirinya agak dilupakan. ―Kami berjuang dengan damai, bukan baku tembak, persoalan Papua tidak dengan penembakan, namun lewat mekanisme internasional,‖ kata Pekikir, pekan lalu. Idealismenya itu benar dibuktikan. Ketika proklamasi kemerdekaan 1 Juli 2013, Lambert lebih memilih diam di markas di belantara Keerom. "Kami tidak akan mengibarkan Bintang Kejora, kami hanya berdoa di markas dan melakukan upacara ulang tahun," kata Lambertus. Berbeda dengan peringatan kemerdekaan tahun 2012, Lambert amat bersemangat. Ia memerintahkan anak buahnya memasang Bintang Kejora di sejumlah titik di Jayapura. "Konflik hanya akan makan korban,‖ ujarnya. Lambert bermarkas di Victoria. "Kami adalah OPM. Pendiri OPM adalah Zeth Rumkorem dan Jacob Pray yang sekarang berada di Swedia," katanya. Di belahan Papua lain, kelompok OPM malah tak takut militer. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di Kampung Wandigobak Distrik Mulia atau 3 km dekat Markas Polres Puncak Jaya. Kepolisian Papua menyebut, pengibaran itu terjadi saat polisi hendak menyiapkan upacara HUT Bhayangkara ke 67. Bendera berbintang satu itu berkibar sekitar pukul 08.55 dalam kondisi cuaca berkabut. Diduga kelompok yang beraksi dari Enggaranggo Wonda dan Purom Wenda. Meski mengganggu, polisi tetap tak mau ambil pusing. "Kami hanya melakukan peningkatan kewaspadaan," ujar Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian. Wilayahwilayah yang diwaspadai, misalnya Kabupatan Puncak Jaya, Lanny Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Paniai, Keerom, Biak dan Serui. Lambert menegaskan, ia bukannya tak mau berperang. Toh, kalaupun timbul kontak tembak, yang jadi korban pasti rakyat sipil. ―Senjata kita lama tak dipakai, tapi jangan salah, kalau ada kejadian, saya akan babat,‖ katanya. Sudah hampir empat bulan, Lambert hijrah ke kota Arso. Aksi kelompoknya yang bikin gerah yakni saat penyerbuan pos tentara di Wembi, Kabupaten Keerom pada awal 2006. Penyerangan itu melibatkan sekitar 30 orang bersenjata otomatis. Ketika itu, anggota TNI dan mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura sedang memberikan pengobatan gratis. Sersan Satu Basofi Akhmad dan Prajurit Satu Sukarno tewas dalam baku tembak. Demikian pula dua penyerang. Insiden itu mengakibatkan pula Kopral Dua Susi Haryono terkena timah panas dan Yosef, mahasiswa, menderita luka-luka. Kepala Polri Jenderal Polisi Sutanto waktu itu mengatakan, indikasi penembakan jelas dilakukan OPM, dilihat dari adanya pengibaran bendera dengan tulisan OPM di sekitar kejadian. Jenazah Basofi Akhmad dan Sukarno langsung diterbangkan ke Surabaya, Jawa Timur. ―Kita siap berperang, tapi harus dilihat, apakah perang akan menuntaskan masalah atau tidak,‖ kata Lambert. Pistolnya yang selalu menempel di pinggang, mulai karatan. Dalam tidur pun, pistol itu tak lepas. ―Pasukan saya siap, kalau ada apa-apa, saya akan berhadapan,‖ katanya. Lambert mengeluarkan pistol miliknya. Beratnya sekitar setengah kilogram. ―Senjata pasukan saya memang tidak seperti punya Goliath. Tapi kita punya semangat,‖ ujarnya lagi. Dalam markasnya di hutan Keerom, terdapat sebuah ruang rapat. Dua buah Bintang Kejora disematkan pada tiang kayu. Dibagian depan, papan tulis berukuran sedang diletakan persis ditengah. ―Kita berpindah tiap bulan, papan itu akan selalu dibawa, pasukan mengajar anak-anak di papan itu.‖ ***

Foto : Jerry Omona

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT—CERITA DARI KAMPUNG

HAL

11

Petarung Sejati Kampung Selpele

Pengalaman buruk hancurnya terumbu karang, membuat Suku Kawe di Raja Ampat, makin sadar melindungi laut. Merekapun mulai belajar menggunakan alat modern. Kerusakan terparah terumbu karang terjadi sejak 1980 an diakibatkan oleh penggunaan potasium atau racun sianida. Eksploitasi berlebihan oleh nelayan Bima, Halmahera, Buton, atau Gebe, turut berperan mematikan ekosistem laut.

Lukas Selpele Kepala Bamuskam dan Tokoh Adat

Dalam banyak literatur, terumbu karang di laut Raja Ampat merupakan terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. ―Itulah yang kita jaga. Kita di Kampung Selpele pernah merasakan susahnya cari ikan, dengan bank ikan, sekarang tidak susah lagi,‖ ujar Lukas Ayello Selpele. Suku Kawe di Kampung Selpele berjumlah 87 Kepala Keluarga. Luas kampung kira-kira 200 meter terletak dibibir pantai. Sebagian besar rumah di Selpele terbuat dari papan. Beberapa berdiri kokoh dari beton. Ditengah kampung dibangun sebuah gereja, Kristen Injili di Tanah Papua. Orang Kawe masuk dalam Klasis Raja Ampat Utara, Jemaat Laharoi Selpele. Ada juga sebuah SD Negeri Laharoi Selpele, terletak di belakang Gereja. Sehari-hari, mereka berprofesi nelayan dan pekerja di sebuah perusahaan budidaya mutiara milik seorang warga negara asing di Waigeo. Orang Kawe juga mengelola Lobster untuk dijual kepada pemborong. Udang-udang besar itu diternakan didalam air laut hingga waktunya dipanen. Mengisi waktu senggang, para ibu di Selpele membuat Senat atau tikar terbuat dari Kulit Sagu. Caranya; kulit yang telah dibersihkan, dipotong berbentuk batangan kecil pipih. Potongan tersebut lalu dijemur beberapa hari hingga mengeras. Potongan lalu dianyam menjadi tikar. Kerajinan khas ini juga dikerjakan penduduk di Kampung Salio.

Hasil tangkapan warga Selpele Foto : Jerry Omona

Tradisi ini sudah sejak zaman kerajaan berjaya di Waigeo. Pusat kerajaan di daerah itu pada mulanya terdapat di Waweyai, Teluk Kabui. Kemudian dipindahkan ke Mumus, Teluk Manyalibit. Disebut, semua raja-raja di Raja Ampat berasal dari Waigeo, menyebar dan membentuk kerajaan baru di beberapa tempat. Raja pertama Waigeo adalah Fun Giwar. Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pulau Waigeo, kecuali wilayah sebelah barat Kampung Wauyai hingga Kampung Salio yang merupakan daerah kekuasan Raja Salawati. Dimasa sekarang, wilayah yang pernah menjadi kekuasaan Fun Giwar adalah Distrik Waigeo Selatan dan Waigeo Utara.

Orang Kawe adalah petarung handal di laut lepas. Pemilihan pemimpin mereka dilakukan dalam Rat Hadat atau dewan adat. Tradisi ini berlaku turun temurun sejak zaman raja-raja di Raja Ampat.

Dalam upacara khusus penduduk di Raja Ampat, begitu pula yang dilakukan orang Kawe, mereka memakai tiga atribut penting, yaitu kain serban, selendang dan sepasang pakaian. Serban adalah kain penutup kepala. Di Maluku disebut Lenso Adat. Di Raja Ampat disebut Kapolot atau Kaplotkwa.

Rat Hadat dalam sistem pemerintahan kuno berfungsi sebagai badan yang merundingkan dan memutuskan secara musyawarah semua persoalan menyangkut kerajaan. Biasanya pemimpin di Raja Ampat diwariskan menurut prinsip primogenitur atau kepada anak laki-laki sulung dari yang berkuasa. Namun dalam Rat Hadat, warisan itu bisa dialihkan kepada saudaranya yang lain dengan memperhatikan unsur kualitas. Pemilihan dilakukan secara aklamasi.

Kain penutup kepala ini terdiri dari beberapa warna. Putih, merah dan hitam. Masing-masing warna membedakan siapa pemakainya. Misalnya kain serban putih hanya dipakai oleh fun (raja) atau Jojau (tuan tanah). Sedangkan serban merah dipakai khusus untuk mereka yang berkedudukan sebagai Ukum atau Dumhala (Pemimpin Upacara). Selanjutnya serban warna hitam oleh pembantu atau pemungut upeti (Mirino).

Orang Kawe di Waigeo hidup sesuai norma. Misalnya dalam hal perkawinan, mencari makan atau hidup berkeluarga.

Penduduk Suku Kawe tak banyak berpendidikan tinggi. Untuk lanjut menimba ilmu, mereka harus ke Kota Sorong atau Waisai, Ibukota Raja Ampat. Di Kampung Selpele, orang Kawe lebih banyak lulusan Sekolah Dasar. ―Menyeberangi laut, di sini tidak ada SMP,‖ kata Yulianus Daat, sesepuh orang Kawe. (JERAT)

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014

Foto : Jerry Omona


JERAT—TREND ANALISA

HAL 12

Banjir dan Perubahan Iklim di Papua

Banjir Merendam Kantor DPR Provinsi Papua Foto : tabloidjubi.com

pertama kali mengalami cuaca ekstrem. Seperti dirilis oleh Livescience, kota yang akan mengalami kondisi perubahan iklim paling awal di dunia adalah Manokwari di Papua Barat, di mana para ahli memperkirakan kota ini akan mencapai titik terpanasnya di tahun 2020. Kota kedua yang akan mengalami perubahan cuaca paling panas tercepat adalah Jakarta, yang diperkirakan akan mencapai suhu paling panas di tahun 2029. Selebihnya, rata-rata berbagai kota di Asia akan mengalami cuaca paling panas di tahun 2040-an.

Perubahan Iklim dan Masyarakat Adat Perubahan iklim memang berpengaruh terhadap semua sisi kehidupan manusia. Di Kalimantan Barat, pada 2006, dua desa di Kecamatan Tanjung Lokang dilaporkan mengalami kekurangan pangan akibat kemarau yang membuat ladang mereka gagal panen dan juga pasokan bahan pangan terhenti akibat sungai-sungai mengering. Masih di Kalimantan Barat, pertengahan 2010, Orang Iban yang tinggal di Sungai Utik-Kapuas Hulu melaporkan mengalami gagal panen akibat tanaman padi mereka mati tanpa alasan yang jelas. Orang Sungai Utik juga melaporkan bahwa siklus pertanian mereka terganggu akibat cuaca yang berubah-ubah sehingga pergantian musim pun menjadi tidak jelas. Akibat dari peristiwa ini, produksi beras menurun drastis dimana hasil panen 2010 mengalami penurunan hingga sekitar 70 %. Akibat dari peristiwa itu, mereka harus berkonsentrasi pada tanaman karet untuk bisa menutup kekurangan kebutuhan berasnya. Sejumlah kabupaten di provinsi Kalimantan Barat, terutama Kapuas Hulu dan Sintang juga dilaporkan terendam banjir selama lebih dari delapan bulan yang mengakibatkan ratusan ribu orang kehilangan harta bendanya dan juga mengalami penurunan kualitas hidup (HuMa dan Kamar Masyarakat DKN, 2010). Di Papua, untuk mengatasi kekeringan, masyarakat petani ikan di Genyem melapisi kolam ikan dengan terpal. Sementara itu, nelayan di Distrik Demta, Jayapura, juga mulai kesulitan melaut karena cuaca yang tidak menentu. Kalaupun sempat melaut, hasil tangkapannya sangat kurang jika dibanding dengan waktu sebelumnya. Dampak perubahan iklim benar-benar terasa di Papua. Meski belum dilakukan kajian secara ilmiah, sejumlah bencana banjir di Papua, ditengarai terjadi akibat perubahan iklim secara global. Hujan yang terus menerus – yang tidak lagi sesuai musim – menciptakan genangan dibanyak tempat. Drainase tak lagi mampu menampung air, dan mengakibatkan banjir besar. Perusakan hutan dan pembukaan lahan baru, juga turut menjadi pemicu bencana banjir di Jayapura menelan korban jiwa. Bencana banjir dapat terlihat ketika hujan lebat di Jayapura pada 22 Februari 2014 lalu. Saat itu, banjir bandang yang disusul longsor mengakibatkan belasan warga tewas. Kepala Pusat Informasi dan Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan

Dalam satu dekade ke depan, diperkirakan kawasankawasan tropis di dunia akan menghadapi dampak perubahan iklim yang parah dan jauh lebih awal dibandingkan kawasan Arktika dan lainnya. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal ilmiah Nature, terbit tanggal 9 Oktober 2013. Selama ini, banyak studi yang dirilis hanya menyoroti penderitaan vegetasi dan satwa sebagai akibat dari perubahan iklim. Namun, untuk pertama kalinya, para peneliti menaruh dampaknya terhadap manusia, apa yang akan terjadi jika kota-kota di dunia mengalami iklim yang sangat ekstrem. Jika kondisi emisi karbon seperti saat ini, maka diperkirakan Asia Tenggara akan menjadi wilayah yang

longsor terjadi di tiga lokasi yaitu Distrik Jayapura Utara, Distrik Abepura, dan Distrik Jayapura Selatan. "Korban jiwa dilaporkan meninggal 11 orang," kata Sutopo. Berdasarkan data kejadian, longsor menyebabkan 15 unit rumah rusak berat, dan 40 rumah rusak ringan. BPBD Kota Jayapura, bersama TNI, Polri, Badan Sar Nasional dan relawan langsung melakukan evakuasi dan pendataan menggunakan peralatan seadanya. Menurut Sutopo, hujan deras yang mengakibatkan banjir, telah membawa material berat. Material itu menghantam rumah penduduk. Banjir berasal dari Sungai Ato, Sungai Anapri, dan Sungai STM. Sementara itu, di Merauke, banjir merendam sejumlah kawasan setelah daerah itu dilanda hujan deras pada awal Februari. Banjir menggenangi Jalan Pendidikan dengan ketinggian hingga betis orang dewasa. ―Air dengan cepat naik dan langsung menggenangi jalan. Saya sampai terjebak disini (Jalan Misi) karena takut motor saya mogok saat menerobos genangan air,‖ ungkap salah seorang warga Merauke, Syuhadar, seperti dari Bintang Papua. Selain jalan protokol, genangan di kawasan Asmat juga merendam sebagian pemukiman warga. Misalnya di Jalan Ermasu, Jalan Aru, dan Jalan Biak, dengan ketinggain air sekitar 60 sentimeter. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua, Didi Agus Prihatno mengatakan, dua daerah di Papua yang memiliki intensitas tinggi mengalami bencana banjir yakni Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. "Berdasarkan pencitraan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) Jayapura sejak bulan Januari-April akan terjadi cuaca ekstrim yang berpotensi bencana banjir," ujarnya. Didi menjelaskan, dari hasil pencitraan BMKG tersebut ternyata sudah ada enam kabupaten/kota di Provinsi Papua yang mengalami bencana seperti banjir, longsor, gempa bumi dan puting beliung. "Ke-enam kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Supiori," urainya. Hanya, kata Didi, dari enam kabupaten/kota tersebut dua di antaranya paling tinggi berpotensi bencana yakni Kota dan Kabupaten Jayapura. Dalam tahun ini Kota Jayapura sudah tiga kali mengalami banjir, sedangkan Kabupaten Jayapura dua kali mengalami banjir. "Bencana banjir yang terjadi berulang-ulang ini membuktikan

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT—TREND ANALISA

HAL 13

bahwa akar masalah penyebab banjir belum ditangani secara baik, sehingga setiap kali curah hujan tinggi, maka akan terjadi banjir.‖ Didi melanjutkan, dengan belum ditanganinya akar permasalahan tersebut, membuat Kota Jayapura yang tadinya tidak pernah, akhirnya mengalami banjir berulang-ulang. Banyak bangunan rusak, termasuk infrastruktur jalan yang sangat vital digunakan masyarakat setiap saat. "Pemda setempat juga sudah melakukan penanganan darurat, namun belum dapat mengatasi bencana ini," katanya lagi. Ia menambahkan, di Papua sejak Januari hingga April diperkirakan akan mengalami curah hujan yang tinggi. ―Ini merupakan fenomena alam yang tidak bisa ditolak,‖ ucapnya. (JERAT/ dari berbagai sumber)

Halaman Kantor Gubernur Papua

Jalan Raya depan POLDA Papua

Rumah Warga Kebanjiran dan Longsor

Penebangan Liar dalam Cagar Alam Cyclops (Angkasa) Kota Jayapura Foto (Banjir): Markus Imbiri

Foto Kerusakan Hutan : Esra Mandosir JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT—POJOK INFORMASI

HAL 14

Angin sepoi menerpa rerumputan di areal penjara berusia uzur itu. Dari kejauhan, terlihat begitu tak terurus. Dinding beton tinggi menjulang mengelilingi bui bekas pejuang Indonesia ditahan dulu. Kompleks penjara yang dibangun bertahap itu, sudah ada ketika Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan para tokoh perjuangan lainnya dibuang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Digoel pada 1935. Namun, Hatta tidak pernah ditahan di penjara tersebut. Hatta ditempatkan di sebuah rumah. Penjara Digoel merupakan bui tanpa bilik. Sebutan itu dianggap pas untuk menggambarkan kondisi Boven Digoel kala itu yang sepi dan memberikan cekaman kebosanan bagi mereka yang dibuang ke sana. Penjara Digoel terdiri dari beberapa bangunan tua. Ada yang dahulunya menjadi tempat petugas mencatat data administratif tahanan, juga sel bawah tanah. Bangunan itu kini lengang dan kusam. Kondisi sama juga dijumpai di bagian lain dalam kompleks penjara. Sebuah tembok berlumut kerak setinggi sekitar dua meter dengan kawat berduri di atasnya memisahkan halaman. Di salah satu halaman, berdirilah bangunan yang difungsikan sebagai sel tahanan. Sebuah papan dari pelat logam terpasang di atas ambang pintu. Tertera tulisan angka 16. Artinya, ruang tahanan itu mampu menampung 16 orang sekaligus. Ruangan itu kini kosong dan berdebu. Di salah satu pojok ruangan dekat pintu, terdapat semacam bilik dengan lantai berlubang. Itulah kakus tempat para tahanan dulu buang hajat. Untuk membersihkan kakus, biasanya para tahanan diberi tugas bergilir mengeluarkan kotoran melalui tingkap kecil yang membuka ke arah halaman. Sementara itu, dibagian penjara lain, ada beberapa sel dengan ukuran ruang bervariasi, mulai dari kapasitas 3 hingga 40 orang. Kamp Digoel Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Boven Digoel dikenal dengan sebutan Digoel Atas. Tempat ini merupakan wilayah pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Digoel Atas terletak di tepi Sungai Digoel Hilir. Kamp Boven Digoel dipersiapkan dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menampung tawanan Pemberontakan PKI tahun 1926. Selanjutnya Boven Digoel digunakan sebagai tempat pembuangan pergerakan nasional dengan jumlah tawanan mencapai 1.308 orang. Daerah seluas 10.000 hektar itu berawa-rawa, berhutan lebat, dan sama sekali terasing. Satu-satunya akses menuju kamp adalah dengan menggunakan kapal motor melalui Sungai Digoel. Di sepanjang tepian sungai berdiam berbagai suku yang masih primitif. Karena sarana kesehatan tidak begitu lengkap, penyakit menular sering berjangkit, seperti malaria yang membawa banyak korban. Tempat pembuangan tersebut terbagi atas beberapa bagian, yakni Tanah Merah, Gunung Arang (tempat penyimpanan batu bara), kawasan militer yang juga menjadi tempat petugas pemerintah, dan Tanah Tinggi. Sewaktu rombongan pertama datang, Digoel sama sekali belum merupakan daerah permukiman. Rombongan pertama sebanyak 1.300 orang yang sebagian besar dari Banten, diberangkatkan pada Januari 1927. Pada akhir Maret 1927, menyusul ratusan orang lain dari Sumatera Barat. Mula-mula mereka ditempatkan di Tanah Merah. Dua tahun kemudian, melalui seleksi ketat, sebagian dipindahkan ke Tanah Tinggi. Pada tahun-tahun pertama, ratusan orang meninggal karena kelaparan dan sakit. Penderitaan itu menyebabkan banyak orang buangan mencoba melarikan diri ke Australia. Mereka menggunakan perahu-perahu kecil buatan sendiri, tetapi sedikit saja yang berhasil. Sebagian terpaksa kembali, lainnya mati tenggelam.

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JERAT—POJOK INFORMASI

HAL 15

Pada waktu Perang Pasifik meletus dan Jepang menduduki Indonesia, tawanan Boven Digoel diungsikan oleh Belanda ke Australia. Pemindahan itu didasari kekhawatiran tahanan akan memberontak jika tetap di Boven Digoel. Diharapkan orang-orang Indonesia yang dibawa ke Australia akan membantu Belanda. Ternyata tahanan politik itu mempengaruhi serikat buruh Australia untuk memboikot kapal-kapal Belanda yang mendarat di Benua Kanguru. Setelah sekutu berhasil memperoleh kemenangan, tawanan itu dikembalikan ke tempat asalnya di Indonesia. Terlupakan Kini, kota yang memiliki nilai histori ini hampir terlupakan. Untuk mengenang sejarahnya, di Tanah Merah, dibikin sebuah patung bung Hatta yang terletak dekat bandara. Patung dan penjara Digoel menjadi satu satunya bukti penting, proklamator bangsa pernah berada disana. (JERAT/dari berbagai sumber)

JERAT NEWSLETTER| EDISI II MARET 2014


JARINGAN KERJA RAKYAT(JERAT) PAPUA

REDAKSI 1. Penanggungjawab 2. Pimpinan Redaksi 3. Editor/Redaktur 4. Kontributor 5. Desain/Layout

: : : : :

NEWSLETTER 2014

pt. JERAT Papua Septer Manufandu Jerry Omona Wirya Supriyadi Markus Imbiri

Kantor JERAT Papua Jalan : Bosnik Blok.C No. 48 BTN Kamkey Abepura (99351) Kota Jayapura - Papua

S.MANUFANDU Pimpinan Redaksi

J.OMONA Redaktur

W.SUPRIYADI Kontributor

M.IMBIRI Design Layout

Email : jeratpapua@gmail.com Telp : (0967) 587836 Website : www.jeratpapua.org

T AN ERA K T rJ A e P tt DA sLe bsite a.org Ed

N isi

ew i We apu d atp r .je w ww

Edis

JERAT PAPUA 2014

i. I

F

4 201 i r a ebru


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.