NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Direksi Peduli untuk Perhutani Lebih Baik RIMBA UTAMA
Perhutani is On The Right Track WISATA RIMBA
Bertemu Baron dan Jack di Blanakan RIMBA KULINER
Gurihnya Sate Kelapa Surabaya
M A JA L A H
P E R U M
P E R H U TA N I
SALAMREDAKSI
Perhutani Berada di Jalur Benar Penanggung Jawab Bambang Sukmananto Direktur Utama Perum Perhutani
Pemimpin Redaksi Hari Priyanto Wakil Pemimpin Redaksi Susetiyaningsih Sastroprawiro Sekretaris Redaksi Avid Rollick Septiana
P
embaca yang Budiman, Apa kabar Anda? Tentu saja kami berharap Anda berada dalam kondisi baik dan sehat wal ‘afiat. Kesehatan jasmani dan rohani akan
menumbuhkan semangat dan motivasi yang tinggi. Semangat yang tinggi akan memicu produktivitas yang tinggi pula. Berbahagia sekali kami dapat kembali
Redaksi Harian Lusia Diana Maria Dyah Rudi Purnama Ade Sudiman
menyapa Anda. Kali ini, Duta Rimba hadir ke
Distribusi Guritno Syafei
ke arah yang lebih baik menjadi tema utama
Perwakilan Humas Perhutani Unit I Jawa Tengah Humas Perhutani Unit II Jawa Timur Humas Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Disain & Layout DUTA RIMBA Art Works Alamat Redaksi Humas Perhutani Gd. Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 10 Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta Pusat Telp: 021 - 5721 282, Fax: 021 - 5733 616 E-mail: redaksi@perumperhutani.com www.perumperhutani.com
Naskah & Advertensi DUTA RIMBA adalah majalah dua bulanan yang diterbitkan Perum Perhutani untuk berbagi informasi korporasi kepada para pihak. Redaksi menerima tulisan, artikel, naskah, dan fotofoto menarik yang sesuai dengan visi dan misi tema penerbitan DUTA RIMBA edisi berikutnya. Artikel ditulis dengan spasi ganda, maksimal lima halaman dan dikirim melalui e-mail (softcopy). Redaksi berhak melakukan editing sesuai dengan kebutuhan penerbitan. Iklan dan advertorial pada majalah DUTA RIMBA mendapatkan diskon menarik.
hadapan Anda tetap dengan ragam informasi yang tajam dan akurat, langsung dari lokasi. Di edisi ini, proses transformasi Perum Perhutani kita. Dalam kaitan transformasi ini jajaran direksi dan manajemen Perhutani berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan demi Perhutani yang lebih baik. Di usia ke-51 tahun ini, Perhutani dipandang telah berada di jalur yang benar dalam upaya terus berkiprah mengejar ragam prestasi. Pandangan itu disampaikan sejumlah tokoh Rimbawan Senior yang dapat Anda jumpai di rubrik Rimba Utama. Di rubrik Sosok Rimba, kita akan berbincang lebih dekat dengan Menteri Kehutanan periode tahun 1993-1998, Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo, dan menyimak pemikiran-pemikirannya terhadap perkembangan Perhutani. Pembaca yang Budiman. Perhutani tercatat mengelola 2.442.101 hektare hutan tropis di Pulau Jawa dan Madura. Hutan seluas itu terdiri dari Hutan Produksi (HP) seluas 1.750.860 hektare dan hutan lindung seluas 691.241 hektare. Banyak sekali sumber daya alam yang terkandung dalam hutan seluas itu. Selain jati dan pinus, pohon-pohon semisal kayu putih, damar, kesambi dan inang, juga tanaman layang-layang, juga banyak dimiliki Perhutani. Produknya adalah minyak kayu putih, kopal, lak, minyak ylang-ylang dan sebagainya. Salah satu produk unggulan yang tengah dikembangkan saat ini adalah gondorukem dan terpentin yang diolah dalam proses industri dari getah pinus. Manajemen Perhutani sadar betul potensi besar yang dimiliki produk tersebut. Itulah yang mendasari kebijakan untuk mengembangkan industrialisasi gondorukem dan terpentin. Dibuktikan antara lain dengan membangun pabrik derivat gondorukem di Pemalang. Informasi tentang itu dapat Anda jumpai di Bisnis Rimba. Temukan juga “keindahan yang menyeramkan” dari lokasi penangkaran buaya Blanakan, Subang, Jawa Barat. Di sana, Anda akan diajak berkenalan dengan Baron dan Jack, dua ekor buaya muara yang menjadi ikon wana wisata buaya Blanakan. Semua tersaji di rubrik Wisata Rimba. Selain itu, Anda juga akan diajak mencicipi sajian sate klopo khas Surabaya di rubrik Rimba Kuliner. Jangan juga lewatkan rubrik-rubrik lain yang tentu saja tak kalah menarik. Semua itu kami hadirkan demi kepuasan dahaga informasi Anda, pembaca yang budiman. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Cag!
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 1
DAFTARISI
SALAM REDAKSI 1 BENAH DIRI • Direksi Peduli Untuk Perhutani Lebih Baik
4
PRIMA RIMBA • Revitalisasi Industri
6
8
RIMBA UTAMA • Perhutani is On The Right Track
8
• Restrukturisasi untuk Transformasi Perhutani
14
• Perhutani di Mata Rimbawan Senior
18
• Kekayaan Potensial Indonesia
24
• Peluang dan Masa Depan Buat Perhutani
28
32
SOSOK RIMBA • Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo
32
WARISAN RIMBA • Dadung Awuk
36
LINTAS RIMBA
40
LENSA
46
OPINI
54
46
ENSIKLO RIMBA • Sengon: Mengenal Si Hijau Yang Serbaguna
58
RIMBA DAYA • Membangun "Benteng Sosial" di Kangean 62
BISNIS RIMBA • Menakar Prospek Pabrik Derivat Gondorukem dan Terpentin
66
WISATA RIMBA • Bertemu Baron dan Jack di Blanakan
72
INOVASI
66
• PLTMH Memaksimalkan Potensi, Menuai Kesejahteraan
76
RIMBA KULINER • Gurihnya Sate Kelapa Surabaya
2 DUTA Rimba
78
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
POSRIMBA Lowangan Kerja di Perhutani
Lowongan Kerja di Pabrik Terpentin di Pemalang
Dengan hormat, Mohon ijin saya mau menanyakan apakah ada lowongan
Madu Perhutani di Palembang Perum Perhutani di Palembang ada
Salam Hormat,
dimana lokasinya? Dan di mana kita
pekerjaan di Perum Perhutani?
Kapan mulai di buka lowongan
bisa memperoleh Madu Perhutani, serta
Berikut data diri saya:
kerja untuk Pabrik Derivat Gondorukem
produk-produk Perhutani Lainnya di
dan Terpentin di Pemalang? Kemana
Palembang. Terima kasih.
Nama
: Heri Purnomo, A.Md
Jurusan : D3/Pertanahan konsentrasi Pengukuran dan Pemetaan Tanah,
amran
harus mengirim lamaran tersebut. Terima kasih sebelumnya.
andy_kuncit_2001@XXX.com
agus prihyatno
Undip Semarang. Mohon ijin misal jurusan saya masuk
prihaytno@XXX.com Perum Perhutani merupakan
kriteria yang dibutuhkan di Perum Perhutani supaya bisa memberi kabar
Saat ini Perum Perhutani belum
BUMN di Departemen Kehutanan
baik lewat email ini ataupun bisa juga
ada rekruitmen untuk penerimaan
yang diberikan hak untuk mengelola
lewat hp (085727082052).
karyawan baru, kalau ada info lowongan
hutan di Jawa dan Madura, ada pun
pekerjaan bisa di lihat di alamat website
di Palembang hak pengelolaan hutan
Perum Perhutani di alamat www.
diberikan pada PT Inhutani V (Persero)
perumperhutani.com
dengan alamat Jl. Demang Lebar Daun
Terima kasih banyak atas perhatiannya. Red Devil
5248 Telepon : 0711 372125, adapun
cakep_heri95@XXX.com
untuk produk-produk Perhutani selama Saat ini Perum Perhutani belum
Lowongan Kerja di Perhutani
ada rekruitmen untuk penerimaan karyawan baru, kalau ada info lowongan pekerjaan bisa di lihat di alamat website Perum Perhutani di alamat www.perumperhutani.com.
ini pemasaran kami hanya di wilayah P. Jawa. Kami belum mempunyai agen di
Mau tanya, Perum Perhutani buka
Luar Jawa.
lowongan kapan ya? imam dedy ismanto ismantodedy@XXX.com
Budidaya Pohon Gaharu
Redaksi telah menerima ratusan email yang menanyakan informasi lowongan pekerjaan di Perum Perhutani.
Lowongan Kerja di Perum Perhutani Saya mau menanyakan, apakah
Saat ini Perum Perhutani belum
Mau tanya pak.. apa benar budi
ada rekruitmen untuk penerimaan
daya pohon gaharu hasilnya melimpah
karyawan baru, kalau ada info lowongan
dan mudah penanamannya... terus cara
pekerjaan bisa di lihat di alamat
jualnya kemana ya... terimakasih
website Perum Perhutani di alamat
Nur Kamit
www.perumperhutani.com. Redaksi
nn.multimedia68@XXX.com
telah menerima ratusan email yang
Perum Perhutani masih ada lowongan
menanyakan informasi lowongan
pekerjaan? Kita bisa memperoleh
pekerjaan di Perum Perhutani.
Kami bersama masyarakat desa hutan telah mengembangkan berbagai komoditi/tanaman yang bermanfaat
info lowongan pekerjaan di mana ya?
dan bernilai ekonomi tinggi untuk
Terima kasih. dasitsugiarto
Alamat Email Perum Perhutani Mohon informasi alamat email
Saat ini Perum Perhutani belum
apabila Saudara memiliki teknologi
Perum Perhutani. kami ingin
budidayanya, bisa mengajukan izin
mengajukan kerja sama. Terima kasih.
kerja sama pada Administratur/ KKPH
ada rekruitmen untuk penerimaan karyawan baru, kalau ada info lowongan
membantu kesejahteraan mereka. Demikian pula dengan Gaharu,
dasitsugiarto@XXX.com
Tb. Yadi Haryadu
Setempat.
mkt.bks@XXX.com
pekerjaan bisa di lihat di alamat website Perum Perhutani di alamat www. perumperhutani.com
Saudara dapat mengajukan kerja sama lewat email Perum Perhutani : humas@perumperhutani.com; redaksi@ perumperhutani. Com
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 3
BENAHDIRI
Direksi Peduli Untuk Perhutani Lebih Baik
S
aat ini krisis global menghantam berbagai negara di sejumlah belahan dunia. Krisis tidak lagi menghantam kalangan industrialisasi, melainkan negara yang memiliki otoritas lebih luas. Ini krisis yang lebih dari sangat serius. Imbasnya, tidak hanya meluluhlantakkan pondasi perekonomian negara yang tertimpa krisis, tetapi juga melibatkan negara-negara di sekitarnya. Ibarat cahaya, pada krisis tersebut terjadi sebuah emanasi besar yang memantulkan sinarnya ke segala penjuru. Begitu pun terhadap Perhutani yang juga memiliki pangsa pasar di sejumlah negara. Ketika grafik ekspor menurun, maka Perhutani harus cerdas melakukan kebijakan pasar yang akan membuat Perhutani tetap meraup keuntungan. Dibutuhkan kerja keras dan kerjasama dari semua pihak. Atau lebih tepatnya, dibutuhkan transformasi total di segala lini. Secara umum, pembenahan harus dilakukan di sektor eksternal maupun internal. Perubahan dilakukan secara bertahap tapi jelas. Dari kedua sektor tersebut, saya menilai yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah sektor internal. Kalau internalnya sudah kuat dan tangguh, saya yakin apapun permasalahan eksternal Perhutani siap menjawabnya. Beberapa yang akan dibenahi dari internal, antara lain bidang produksi. Perhutani sudah mencanangkan adanya
4 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
“Tak peduli berapa jauh jalan salah yang Anda jalani, putar arah sekarang juga”. Inilah kutipan sakral yang dikemukakan Prof. Rhenald Kasali dalam buku monumentalnya berjudul Change. Dan tampaknya, kutipan itu cocok diterapkan bagi Perum Perhutani yang saat ini tengah bersemangat melakukan transformasi.
Bambang Sukmananto Direktur Utama Perum Perhutani
industrialisasi. Pabrik-pabrik di Pemalang dan Kediri akan dibangun. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan jika sudah selayaknya negara tidak mengekspor bahan bakunya saja. Untuk mengelola hilirisasi ini tentu saja dibutuhkan manajemen dan SDM expert di bidang itu. Manajemen sekarang tidak hanya berpikir mengelola hutan saja, harus ada perubahan mind set. SDM di Perhutani harus memiliki sense of business, yakni inovatif, siap melayani, berkomitmen, dan punya integritas agar Perhutani maju. Perubahan tersebut saat ini sudah jalan secara simultan mulai dari industri. Industri itu tidak akan langgeng jika sisi bahan bakunya tidak berjalan baik. Di industri kayu, tanaman menjadi pilar untuk mendukung industrialisasi. Tahun ini kita jadikan sebagai Tahun Tanaman. Perhutani akan melakukan penanaman besar-besaran. Setiap pegawai Perhutani diinstruksikan untuk menanam 25 pohon per orang di luar kewajiban perusahaan. Perhutani juga akan merevitalisasi tanaman
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
pinus di mana tanaman pinus yang sudah tua secara bertahap akan diganti dengan yang bagus untuk mendukung industri. Pembenahan SDM untuk Kesejahteraan Pembenahan-pembenahan di sektor industri tersebut dilakukan untuk meyakinkan bahwa cashflow Perhutani di masa mendatang kuat. Namun, untuk mendukung itu semua adalah SDM yang harus dibenahi. Kemarin saya sudah putuskan untuk merestrukturisasi biro-biro yang terlalu banyak kita kurangi, supaya fokus dan lebih efesien. Ini terjadi baik diunit maupun di pusat, sehingga ketika diambil keputusan pun cepat. Dengan demikian diharapkan kondisi yang ramping itu berkerja lebih lincah, efesien, penghasilan banyak, dan semangatnya besar. Ujung-ujungnya adalah untuk kesejahteraan karyawan. Tenaga PP pelan-pelan kita jadikan pegawai tetap. Begitu pula dengan reward and punishmentyang akan diterapakan dengan tegas. Ini penting agar perusahaan ini efesien. Berkali-kali saya tegaskan kepada karyawan, apakah ingin maju, gaji besar, dan sejahtera? Tidak cuma efesiensi tapi juga harus memiliki rasa nasionalisme. Kita harus sadar bahwa negara menitipkan sumber daya alam untuk kemakmuran karyawan Perhutani dan masyarakat sekitar serta menjaga kelestarian hutan, terutama di Pulau Jawa. Tentu saja ini memerlukan orang-orang yang peduli. Makanya, kalau Perhutani menyuruh orang lain menanam pohon, tapi kok karyawan Perhutani tidak menanam? Karyawan Perhutani harus memberi contoh, makanya harus menanam 25 pohon. Hal itu sudah saya tanyakan kepada para karyawan Perhutani di Mojokerto. Semuanya tidak keberatan. Pada kesempatan itu saya tegaskan agar kebersamaan terus dipelihara dalam konteks kebaikan, bukan untuk menutupi borok-borok yang tidak baik. Dan yang paling penting adalah direksi harus selalu memikirkan kesejahteraan karyawan. Sense of Belonging Mendarah-daging Sebagai bagian dari jajaran direksi, saya sering pergi ke pelosok-pelosok. Saya sudah pergi ke Jombang, Nganjuk, dan lainnya untuk melihat tanaman dan bertemu dengan teman-teman yang berada di pelosok dan tidak pernah didatangi. Saya datang untuk memberi semangat, agar mereka tidak merasa bekerja sendiri dan di belakang mereka ada direksi. Target saya terus melakukan hal itu. Selain Jatiroto, seluruh wilayah Jawa Timur sudah saya kunjungi. Adanya kunjungan seperti itu, saya berharap para karyawan di daerah akan berpikir bahwa jika mereka
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
peduli terhadap perusahaan maka perusahaan pun akan peduli. Begitu pula sebaliknya. Untuk itu dimulai dulu dari direksinya, apakah peduli atau tidak terhadap perusahaan? Setiap direksi harus memiliki sense of belonging yang mendarah-daging terhadap perusahaan. Contoh sederhana adalah direksi harus mampu melayani karyawan dengan baik. Jadi kalau semua karyawan dilayani dengan baik, mereka tidak ada alasan untuk menuntut. Intinya, seluruh jajaran direksi harus benarbenar peduli jika menginginkan Perhutani lebih baik. Kita juga sedang menyiapkan standarisasi. Misalnya satu orang kekuatannya berapa untuk menanam pohon, standarisasi untuk kendaraan Administratur, standarisasi satu kendaraan mengkonsumsi berapa banyak bensin, dan lain sebagainya. Kalau ada standarisasinya, semua akan berjalan lebih mudah. Bagi karyawan yang tidak memenuhi standar, punishment-nya sudah ada. Pembenahan SDM ini untuk kesiapan hilirisasi yang efesien dan terintegrasi. Semua ini harus dimulai dari jajaran paling atas. Perihal efesiensi ini, pribadi saya sudah lama menerapkannya. Sebagai contoh, saya sudah lama kalau naik pesawat tidak menggunakan kelas bisnis tapi kelas ekonomi. Awalnya ada yang protes, tapi buat saya itu tidak masalah. Saya juga memangkas jumlah personil yang ikut. Kalau dulu jumlah personil yang ikut paling tidak 10 orang, sekarang saya biasa hanya didampingi oleh ajudan saja. Di daerah pun sekarang saya hanya mau diantar sekitar beberapa orang saja. Padahal kalau dulu bisa konvoi mobil berderet-deret. Bentuk nyata efesiensi lainnya adalah mekanisme pelantikan yang dilakukan di lingkungan Perhutani. Saat ini tidak ada lagi pagelaran upacara untuk sebuah pelantikan. Bagi pejabat yang dilantik cukup diberikan Surat Keputusan (SK), tidak melalui upacara. Tidak adanya upacara memberikan dampak efesiensi yang luar biasa. Biasanya setiap pelantikan memerlukan biaya cukup besar untuk upacara, pidato, undangan, dan makan-makan. Kini bagi pejabat yang dilantik dan ingin melakukan syukuran, kami persilakan untuk melakukannya di rumah masing-masing. Cara pelantikan seperti ini sudah diberlakukan Perhutani dari pusat hingga unit. Transformasi yang dilakukan memang membutuhkan adaptasi. Begitu juga dengan ketegasan, karyawan harus mulai beradaptasi. Setiap kesalahan harus ada sanksi, karena kalau tidak ada ketegasan akan dianggap mainmain. Begitulah, setiap hal-hal yang mengarah pada perbaikan itu memang membutuhkan pengorbanan. Dan setiap direksi harus siap menanggung resiko apapun demi terlaksananya perbaikan. •
DUTA Rimba 5
PRIMARIMBA
Revitalisasi Industri Pusat pertumbuhan ekonomi dunia bergerak dinamis dalam satu dasawarsa terakhir. Bila sebelumnya pertumbuhan ekonomi dunia berpusat di Amerika, Eropa, dan Jepang dengan total penduduk sekitar 500 juta jiwa, kini mulai bergeser dan menyebar pada geografi yang lebih luas. Pusat pertumbuhan mulai muncul di Asia dengan lokomotifnya China, India, Korea, dan Indonesia. Selain itu pertumbuhan baru juga terjadi di Amerika Latin, yang berpusat di Brazil, Chili, dan Meksiko. Bahkan yang tidak diperkirakan banyak kalangan, Afrika yang sebelumnya banyak didera konflik, kini juga sudah mulai menggeliat menjadi kekuatan baru.
P
usat pertumbuhan baru tersebut selain menjangkau geografi yang lebih luas, juga memiliki total separuh penduduk dunia. Amerika, Eropa, dan Jepang masih tetap penting menjadi penggerak ekonomi dunia. Namun itu bukan satu-satunya. Masih ada belahan dunia lainnya yang jauh lebih prospektif, yang total penduduk dan pertumbuhan kelas menengah juga melesat. Bila ini bisa dimanfaatkan, tentu akan menjadi peluang yang cukup menjanjikan. Memang di luar AS, Jepang dan Eropa, pusat pertumbuhan juga bergerak dinamis. Bila sebelumnya pusat pertumbuhan itu digerakkan
6 DUTA Rimba
oleh BRIC (Brasil, Rusia, India dan China), kini mulai bergeser ke MIST (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan dan Turki). Perubahan pusat pertumbuhan ekonomi dunia yang begitu cepat tersebut tampaknya yang belum bisa dimanfaatkan oleh korporasi Indonesia. Mereka masih melihat, Amerika dan Eropa masih merupakan yang terbesar. Pandangan demikian tentu tidak salah. Namun di negara-negara tersebut pertumbuhan ekonominya masih melemah, bahkan ada yang minus. Karena itu bisa dipahami bila korporasi Indonesia yang pasarnya hanya tertuju di Amerika dan Eropa banyak terkena dampaknya. Dampak ini juga bisa dilihat
dalam kinerja perdagangan pada tahun 2012. Untuk periode JanuariAgustus, BPS mencatat neraca perdagangan masih surplus sebesar US$ 496,73 juta. Ekspor periode ini mencapai US$ 127,17 miliar, atau turun 5,58% dibanding periode yang sama sebesar US$ 134,68 miliar. Sedangkan impor mencapai US$ 126,67 miliar atau meningkat 10,28% dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar US$ 114,86 miliar. Sekalipun masiih surplus sepanjang tahun 2012, namun dalam empat bulan terakhir, yaitu April, Mei, Juni dan Juli, perdagangan Indonesia mengalami defisit yang cukup signifikan. Defisit perdagangan itu terjadi dengan China, Thailand, Jepang. Lesunya ekspor itu juga dirasakan oleh Perhutani, sehingga pada kuartal pertama harus melakukan koreksi terhadap kinerja finansialnya. Kebangkitan Industrialisasi Namun di tengah lesunya perekonomian dunia tersebut, Perhutani melakukan sebuah terobosan di mana pada tahun 2012 menetapkan sebagai tahun revitalisasi industri. Langkah Perhutani itu sesungguhnya mirip dengan sejumlah korporasi besar, di mana pada saat krisis, justru mereka melakukan investasi maupun aksi korporasi. Mengapa demikian? Karena krisis pasti ada ujungnnya. Ibarat roda terus berputar. Bila investasi dilakukan pada saat krisis, maka bila ekonomi kembali pulih, korporasi itu siap bertempur lagi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam konteks semacam itu, tentu pisa dipahami bila di saat situasi dunia lagi lesu, Perhutani melakukan revitalisasi industri. Revitalisasi industri ini merupakan bagian dari konsolidasi internal untuk bisa bangkit kembali meraih peluang yang lebih besar di masa depan.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
Pergeseran kekuatan ekonomi dunia yang makin meluas, kiranya harus diantisipasi dengan kerjakerja kreaktif, termasuk dalam hal ini melakukan revitalisasi industri, agar bisa mendapatkan nilai tambah yang optimal. Revitalisasi industri yang dilakukan oleh Perhutani ini juga dilandasi oleh paradigma baru bisnis korporasi. Perusahaan yang ingin menggenjot pendapatan non kayu sejajar dengan pendapatan dari kayu, tentu harus ditunjang dengan konsep industrialisasi yang mantap. Untuk bisa mendapatkan nilai tambah yang optimal, produk non kayu tersebut harus terlebih dahulu diolah, agar menghasilkan barang jadi maupun setengah jadi, sehingga bisa memberikan nilai tambah, baik dari sisi penciptaan lapangan kerja, penerimaan negara lainnya, serta keuntungan bagi perusahaan. Keberhasilan bisnis non kayu ini mulai menampakkan hasilnya dalam beberapa tahun terakhir. Gondorukem yang kini menjadi unggulan Perhutani, ternyata mampu menjadi penopang finansial korporat. Bahkan untuk menjadikan getah pinus ini memiliki nilai tambah yang tinggi, Perhutani juga gencar membangun pabrik pengolah Gondorukem. Begitu pula sekalipun bisnis non kayu harus digenjot di masa depan, namun bisnis dari kayu tetap juga masih penting. Hanya saja dalam bisnis kayu ini mindset-nya haruslah diubah. Bila sebelumnya bisnis kayu Perhutani masih bertumpu pada produk setengah jadi, saatnya kini Perhutani harus meningkatkan produknya menjadi barang jadi. Begitu pula, bila sebelumnya dalam penggunaan kayu itu masih belum efisien, maka ke depan penggunaan kayu yang efisien, tetapi bisa menghasilkan margin yang lebih besar. Semua itu bisa dicapai, bila
Perhutani melakukan revitalisasi industri kayu, di mana kayu jati yang dimiliki Perhutani diolah terlebih dahulu menjadi produk jadi untuk kemudian di pasarkan baik untuk domestik maupun internasional. Untuk Flooring misalnya, Perhutani mampu menghasilkan lantai dari kayu, yang siap dipasang dengan menambahkan lem saja. Memang untuk membangun industri kayu membutuhkan berbagai syarat. Pertama, harus ada pasarnya baik domestik maupun internasional. Kedua, kecepatan dalam proses pengerjaan, agar bisa memenuhi permintaan pasar tepat waktu. Ketiga, tersedia bahan baku. Penetrasi Pasar Untuk mendukung revitalisasi industri ini memang dibutuhkan penetrasi pasar untuk memasarkan produk-produk Perhutani. Untuk memasarkan produk-produknya, Perhutani kini cukup agresif masuk ke pasar Malaysia, Korea Selatan, dan China. Beberapa negara tersebut memang pertumbuhan ekonominya cukup bagus, sehingga daya
serapnya terhadap produk Perhutani juga bagus. Negara-negara tersebut merupakan emerging market. Namun bukan satu-satunya di sebuah kawasan regional. Masih banyak kawasan regional lainnya yang memiliki emerging market yang potensial, yang kini tengah digarap serius oleh Pemerintah Indonesia. Misalnya negara-negara di Timur Tengah, Asia Tengah, Amerika Latin, bahkan Afrika. Kawasan tersebut merupakan pasar potensial, karena mereka memilliki pertumbuhan ekonomi yang stabil, ditengah lesunya perekonomian dunia. Fenomena tersebut kiranya harus menjadi peluang bagi Perhutani, di tengah lesunya pasar di Amerika, Eropa, dan Jepang. Upaya untuk menerobos pasar di Kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur kiranya perlu terus diperkuat. Tetapi di belahan bumi lainnya yang memiliki pasar potensial kiranya perlu juga digarap. Melalui cara demikian, tentu revitalisasi industri akan in line dengan strategi marketing korporasi di masa mendatang. •
DUTA Rimba 7
Dok. Humas PHT
RIMBAUTAMA
8 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Perhutani
is On The Right Track Telah 51 tahun usia Perum Perhutani. Di rentang rentang waktu lebih setengah abad itu, banyak hal telah dilalui. Namun, jauh lebih banyak yang harus dikejar. Di dalam upaya terus berkiprah mengejar ragam prestasi itu, Perum Perhutani dipandang telah berada di jalur yang benar. Lalu, apa saja yang harus diperhatikan selanjutnya?
S
aat ini, Perum Perhutani tercatat mengelola 2.442.101 hektare hutan tropis di Pulau Jawa dan Madura. Hutan seluas itu terdiri dari Hutan Produksi (HP) seluas 1.750.860 hektare dan hutan lindung seluas 691.241 hektare. Kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata tidak termasuk dalam luas hutan yang dikelola Perhutani tersebut. Tentu, banyak sekali sumber daya alam yang terkandung dalam hutan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
seluas itu. Menurut Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto, di komposisi kelas hutan (KH) produktif, Perhutani mengelola hutan jati seluas 551,473 hektare dan pinus seluas 194,518 hektare. Sedang KH tidak produktif, hutan jati Perhutani memiliki luas 419,471 hektare dan pinus 258,298 hektare. Serta seluas 258,958 hektare hutan jati dan 348,049 hektare pinus yang merupakan lahan bukan untuk produksi. Itu baru kayu. Produk non
kayu tak kalah besar potensinya. Salah satu produk unggulan yang tengah dikembangkan saat ini adalah gondorukem dan terpentin yang diolah dalam proses industri dari getah pinus. Menurut Direktur Produksi dan Industri Perum Perhutani, Heru Siswanto, saat ini gondorukem dan terpentin itu telah mendominasi hingga hampir 90 % penghasilan Perhutani yang didapat dari industri non kayu. Padahal, belum seluruh potensi produk getah pinus yang telah diolah menjadi gondorukem dan terpentin itu. “Kita punya 8 pabrik pengolahan gondorukem dan terpentin dengan kapasitas kurang lebih 120.000 ton. Namun, selama ini kita baru bisa memasak 92.000 sampai 95.000 ton. Baru di tahun 2011 kita bisa menyentuh angka 100.000 ton. Artinya, masih ada 20.000 ton getah yang harus dimasak. Sehingga, saat ini kita kembangkan revitalisasi industri yang menurut saya sangat
DUTA Rimba 9
Dok. Humas PHT
RIMBAUTAMA
sederhana tetapi sangat mengena, yaitu pemenuhan kapasitas terpasang pabrik gondorukem dan terpentin kita,� katanya. Potensi lain datang dari pohonpohon kayu putih, damar, kesambi dan inang, juga tanaman ylang-ylang. Produknya adalah minyak kayu putih, kopal, lak, minyak ylang-ylang dan sebagainya. Bambang Sukmananto menyebut, saat ini terdapat pohonpohon kayu putih yang ditanam di 7,744 hektare lahan di KH produktif, 9,084 hektare di KH tidak produktif, dan 1,383 hektare yang bukan untuk produksi. Untuk damar, di komposisi KH produktif terdapat 9,417 hektare, di KH tidak produktif seluas 27,433 hektare, serta 58,237 hektare yang bukan untuk produksi. Serta kesambi yang terdapat di KH produktif seluas 3,190 hektare, 77 hektare KH tidak produktif, dan 177 hektare yang bukan untuk produksi. Masih ada lagi. Pohon-pohon
10 DUTA Rimba
Potensi yang demikian besar, terutama di sektor kayu yang tetap menjadi andalan, membuat Perhutani terus menerus berbenah. Salah satunya dengan menetapkan tahun 2012 sebagai tahun revitalisasi industri. mahoni Perhutani tersebar di 13,979 hektare di KH produktif, 53,016 hektare di KH tidak produktif, dan 35,858 hektare di KH yang bukan untuk produksi. Juga ada mangrove. Sebaran mangrove terdapat di 5,136 hektare KH produktif, 9,882 hektare KH tidak produktif, serta 1,062 hektare yang bukan untuk produksi.
Komoditi berupa sengon terdapat di 3,604 hektare lahan KH produktif, 1,961 hektare lahan KH tidak produktif, serta 4,426 hektare lahan KH yang bukan untuk produksi. Sementara meranti terdapat di 505 hektare lahan KH produktif, 7,524 hektare lahan KH tidak produktif, serta 525 hektare lahan yang bukan untuk produksi. Kembangkan Industri Potensi yang demikian besar, terutama di sektor kayu yang tetap menjadi andalan, membuat Perhutani terus menerus berbenah. Salah satunya dengan menetapkan tahun 2012 sebagai tahun revitalisasi industri. Artinya, sektor industri kayu harus digenjot, sehingga dapat semaksimal mungkin meningkatkan nilai tambah. Jadi, dari bahan baku yang sedikit akan bisa menghasilkan uang yang lebih banyak karena keanaeka ragaman produk yang dihasilkan.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Misalnya vinir. Produk ini memiliki potensi pasar yang besar. Dan saat ini sedang digarap. Hal itu dituturkan General Manager Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Gresik, Afwandy. Menurut dia, saat ini pasar untuk produk vinir sedang bagusbagusnya. “Sekarang ini kita punya pasar yang cukup bagus untuk vinir, yaitu Cina, Korea, dan Malaysia. Saat ini produksi kita sudah full capacity, sedangkan permintaan pasar masih banyak lagi. Jadi, kita harus mengatur-atur dengan baik pembagiannya. Misalnya, ‘ini untuk Korea, ini untuk Malaysia, ini untuk Cina’, supaya menjadi terarahkan dengan baik. Kan jadi duit (mendatangkan pendapatan, red),” ujarnya. Permintaan pasar yang besar itulah yang mendorong saat ini fokus mereka –khususnya Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Gresik– adalah menggenjot vinir dan labella. Afwandy menyebut, tantangan yang mereka hadapi di sektor industri kayu saat ini adalah bagaimana memanfaatkan kayu dengan jumlah yang sedikit, tetapi memiliki nilai jual yang dapat ditingkatkan, sehingga menjadi dapat mendatangkan profit yang besar. Peningkatan nilai jual itu dapat membuat jumlah pohon yang harus ditebang tidak terlalu banyak, tetapi penghasilan yang didatangkan dapat maksimal. “Itulah pentingnya industri. Dan nilai tambahnya itu cukup signifikan. Apalagi saat ini kan kita memproduksi barang –kalau dulu kan produk yang dihasilkan masih setengah jadi– sekarang sudah sampai menjadi ke finish product. Misalnya, untuk RST (Round Sound Timber) atau untuk flooring. Kita sudah bisa mempunyai alat yang bisa menghasilkan produk yang siap pasang. Jadi, tinggal dilem saja,” ujarnya.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Belum lagi molding, mozaik, teak wood, plywood, kayu gergajian, caddy, kusen, panel, serta meubel. Semua itu aneka produk yang dpaat dihasilkan dari proses pengembangan industri, dan memiliki potensi pasar sangat besar. Hal itu menunjukkan betapa banyak kemajuan yang telah dicapai oleh Perhutani. Sebab, kira-kira lima tahun yang lalu, barang yang dihasilkan dari sektor industri kayu masih merupakan barang setengah jadi. Sekarang, barang yang dihasilkan sudah sampai ke finish product.
Sekarang ini kita punya pasar yang cukup bagus untuk vinir, yaitu Cina, Korea, dan Malaysia. Saat ini produksi kita sudah full capacity, sedangkan permintaan pasar masih banyak lagi. Jadi, kita harus mengatur-atur dengan baik pembagiannya. Misalnya, ‘ini untuk Korea, ini untuk Malaysia, ini untuk Cina’, supaya menjadi terarahkan dengan baik. Pengembangan industri ini selain menghadirkan optimisme, juga memberikan sinyal agar terus membenahi diri. Artinya, terus menerus meningkatkan kemampuan kelola, sehingga menghasilkan proses yang efektif, efisien, dan produktif. Sebab, menurut Afwandy, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
proses pengembangan industri. “Di dalam pengembangan industri itu ada tiga hal yang perlu kita perhatikan. Yang pertama, pasarnya ada. Yang kedua, kecepatan untuk memenuhi kebutuhan pasar itu tadi. Hal ini lebih kepada processingnya. Yang ketiga, ketersediaan bahan baku. Tiga hal itulah yang harus kita manage supaya semuanya tersedia tepat pada waktunya. Kalau ini semua sudah jalan ya kita tinggal mengawasi saja,” ucapnya. Mantan Direktur Utama Perum Perhutani, Wardono Saleh, mengakui banyak kemajuan telah dicapai Perhutani. Bukan hanya kayu. Wardono juga melihat, hal positif dari pengembangan industri dan pemasaran produk gondorukem. Bahkan, sedikit demi sedikit Perhutani mulai menggeser produk unggulannya ke garapan di bisnis gondorukem. “Sekarang ini saya dengar sudah hampir 50 persen penghasilan Perhutani dari gondorukem. Tetapi harga di pasaran memang naikturun. Tetapi itu adalah perubahan yang positif dari perhutani. Lalu, saya lihat masih bertumpu banyak kepada jati. Tetapi dengan pengembangan-pengembangan, ada sistem silvikultur intensif yang dikembangkan, sehingga prospeknya menjadi sangat positif. Secara konsisten manajemen melakukan perubahan-perubahan itu. Jadi, saya lihat, banyak hal yang baru yang dikembangkan secara konsisten. Sayang sekali, dana untuk pengembangan itu masih saya kira masih perlu ditambah. Banyak hal juga yang masih perlu kita tangani dan saat ini belum tertangani dengan cukup baik,” katanya. Kemajuan itu juga dicermati Mantan Menteri Kehutanan RI, Sumahadi. Menteri Kehutanan pada Maret–Mei 1998 ini menyebut, keberhasilan program jangka panjang
DUTA Rimba 11
rgbstock.com
RIMBAUTAMA
yang diterapkan manajemen Perhutani sudah dapat terlihat saat ini. “Saya melihat, terutama di dalam hal budi daya atau pengembangan jati, itu sudah banyak kemajuan yang dicapai. Kalau dulu kan jati itu setelah ditanam lalu dibiarkan begitu saja. Sekarang ini sudah dibudidayakan dengan segala upaya. Ada pemupukan, ada pemantauan, dan sebagainya. Sehingga, nanti umur daur atau usia pohon jati itu sudah tidak lagi seperti dulu. Kalau dulu kan pohon jati itu umur 60 tahun atau umur 80 tahun baru bisa dipanen, sekarang itu dengan adanya budi daya yang bagus ini, itu bisa usianya 20 tahun sudah bagus dan bisa dipanen. Usianya antara 20–30 tahun sudah bagus,” katanya.
12 DUTA Rimba
Kata Rimbawan Senior Pengelolaan Perhutani saat ini dirasakan telah berada di jalur yang benar. Hal itu diakui sejumlah rimbawan senior saat berkesempatan melalukan kunjungan lapangan ke sejumlah KPH di Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Mantan Plt Direktur Utama Perum Perhutani tahun 2010-2011, Haryono Kusumo, misalnya. Ia menyebut, upaya manajemen Perhutani saat ini menempatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan sebagai ujung tombak program pengembangan produk adalah sebuah keniscayaan yang ditempuh. Dan hal itu sudah terlihat dari hasil pemuliaan tanaman jati yang sudah diterapkan di lapangan. Pemuliaan tanaman jati itu merupakan hasil penelitian yang
pengembangan yang dilakukan selama beberapa waktu. Ternyata, dari hasil pemuliaan tanaman jati itu, produktivitas lahan dan tanaman dapat ditingkatkan secara signifikan. “Saya kira ini merupakan suatu hal yang bagus, dan kita sudah harus mantab untuk dapat menerapkan hal itu di lapangan. Tinggal permasalahannya adalah, untuk menerapkannya di lapangan itu yang juga barangkali tidak mudah bagi Perhutani, dengan karyawan yang jumlahnya mungkin sekarang sudah di atas 20.000 orang. Yaitu bagaimana kita menerapkan dengan benar hasil pemuliaan tanaman dari Litbang itu di lapangan,” ucapnya. Haryono menyebut, penerapan di lapangan dengan benar sehingga hasilnya optimal ini bukan hal
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
yang mudah. Tetapi, menurut dia, berdasarkan pengalamannya selama bekerja, hal itu hanya bisa diterapkan manakala manajemen menerapkan sistem reward and punishment secara jelas dan tegas. Artinya, personel yang berprestasi harus dihargai sesuai dengan prestasinya, tetapi mereka yang tidak bagus harus mendapat sanksi. Di sisi lain, perkembangan di luar perusahaan juga membawa perubahan pada tubuh organisasi Perhutani. Kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem sertifikasi pada produk kayu membuat Perhutani menjadi lebih tertib dalam administrasi. “Untuk memenuhi standardisasi itu juga saya kira sudah ada kemajuan. Saya dengar sudah ada 4 tempat yang memenuhinya. Yaitu Kebonharjo, Randublatung, Kendal, dan terakhir Cepu. Ada 4. Dan nanti itu akan berkembang,” ujar Mantan Menteri Kehutanan RI periode 19931998, Djamaluddin Suryohadikusumo. Menyikapi penerapan sertifikasi tersebut, dua mantan Direktur Utama Perum Perhutani, yaitu Transtoto Handhadari dan Wardono Saleh, lebih memilih sikap skeptis. “Terkait dengan pemberian sertifikasi misalnya FSC dan sebagainya, itu supaya disadari bahwa hal itu sebetulnya untuk kebaikan. Tetapi hal itu jangan dianggap sebagai premium price sehingga diharapkan nantinya akan mendapatkan hasil yang luar biasa dari itu. Nanti kecewa. Hampir tidak ada manfaatnya kan dari situ? Jadi, kita harus berpikir bahwa sertifikasi walau apapun namanya, itu untuk kebaikan kita sendiri. Itu saja. Jadi, dengan demikian Perhutani akan berjalan dengan lapang, tanpa ada beban. Jangan sampai berpikir, nanti setelah mendapatkan sertifikat FSC itu harganya akan naik, tetapi ternyata nggak laku juga. Hahaha...
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Tetapi yang penting adalah dengan pencapaian sertifikat itu orang melihat kita ini baik,” urai Transtoto yang menjabat Direktur Utama periode 2005-2008. “Untuk sertifikasi, itu sudah dilaksanakan dan Perhutani sudah terbukti mampu, walaupun belum semuanya. Tetapi, bahwa sebagian sudah terbukti mampu untuk mendapatkan sertifikat itu dan sudah menunjukkan langkahnya, maka yang lain-lainnya tinggal mengikuti saja. Misalnya, prosesnya bagaimana, syarat yang harus dipenuhi apa, dan sebagainya. Tinggal mengikuti. Saya pikir hal itu tidak menjadi masalah.
Untuk sertifikasi, itu sudah dilaksanakan dan Perhutani sudah terbukti mampu, walaupun belum semuanya. Tetapi, bahwa sebagian sudah terbukti mampu untuk mendapatkan sertifikat itu dan sudah menunjukkan langkahnya, maka yang lain-lainnya tinggal mengikuti saja. Misalnya, prosesnya bagaimana, syarat yang harus dipenuhi apa, dan sebagainya. Masalahnya, saya pikir hanyalah apakah betul-betul setelah adanya sertifikasi itu maka harganya akan lebih baik? Kalau harganya tidak lebih baik secara signifikan, itu berarti kita ditipu saja. Tetapi, walaupun begitu tetap ada segi positifnya, yaitu kita sudah menjadi lebih tertib,” jelas Wardono Saleh, Direktur Utama Perum Perhutani periode 1987-1993.
Selain produk kayu, pengelolaan produk lain Perhutani yang juga menyimpan potensi besar pun menunjukkan pola pengelolaan yang telah berada di jalur yang benar. Menurut Djamaluddin, semua hal dan setiap peluang yang bisa mendatangkan uang bagi perusahaan harus dikembangkan dengan serius. Sebab, dalam jangka pendek, pendapatan itu bisa didapat dari kegiatan-kegiatan atau produkproduk sampingan di luar produk yang utama itu. “Sebab kalau hanya mengandalkan jati, jati itu kan merupakan investasi jangka panjang. Maka dalam jangka pendek, inilah yang digiatkan. Yaitu produk-produk yang non-kayu. Apa saja, apakah itu wana wisata, gondorukem, sirlak, dan sebagainya. Yang kecil-kecil itu sebaiknya digarap semua” tuturnya. Sumahadi sepakat akan hal itu. Menurut dia, bahkan ke depan Perhutani perlu membentuk satu organ tersendiri yang fokus mengelola produk hasil hutan di luar kayu. Sehingga, potensi besar yang dikandung oleh Forest Chemical Products, air, madu, hingga wanawisata, dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik sehingga dapat menopang pendapatan perusahaan. “Semua itu tetap saja dikelola oleh Perum Perhutani. Sekarang ini Perum membentuk satu KPH tetapi bukan untuk jati dan bukan untuk hasil hutan. Tetapi namanya General Manager apa, gitu lho. Itu nanti yang mengelola hasil hutan yang lain semisal madu dan daerah pariwisata. Jadi, semacam kesatuan manajemen yang tidak mengelola hasil kayu dan hasil hutan lainnya,” kata Sumahadi. Intinya adalah pengelolaan yang optimal dan maksimal. Profesionalisme total. Ujung dari semua itu adalah raihan revenue yang tinggi. Dan untuk ke arah sana, Perum Perhutani is on the right track. Bravo! • DR
DUTA Rimba 13
Dok. Humas PHT
WARISANRIMBA
14 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
RIMBAUTAMA
Restrukturisasi untuk Transformasi Perhutani Di tengah sepinya ekspor Perhutani akibat krisis ekonomi global di sebagian belahan dunia, Perhutani terus berupaya melakukan transformasi. Selain melakukan restrukturisasi organisasi, Perhutani juga menerapkan pembenahan di sejumlah bidang vital lainnya, termasuk manajemen keuangan dan pemasaran.
T
ransformasi tersebut tidak hanya demi meningkatkan kesejahteraan karyawan, namun juga demi mewujudkan visi korporat menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Restrukturisasi organisasi Perhutani dimulai dengan dilantiknya Morgan Sharif Lumban Batu sebagai Direktur Keuangan dan M. Soebagja sebagai Direktur Pemasaran. Penguatan sumberdaya manusia di sektor keuangan dan pemasaran tersebut diharapkan mampu menguatkan dan menjalankan roda manajemen dengan baik. Bahkan, dengan program transformasi yang semakin gencar, kedua sektor ini diharapkan mampu melebihi ekspektasi manajemen agar kesejahteraan karyawan dan visi yang dituju semakin terealisasikan.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Seperti diketahui, sektor keuangan memiliki peranan yang menentukan dalam keberhasilan perusahaan. Aktivitas-aktivitas dari bidang pemasaran dan produksi akan berjalan lancar apabila dapat dukungan bidang keuangan yang mengatur tentang kebutuhan finansial. Tugas utama bidang keuangan adalah mencari sumber pendanaan dan mengalokasikan dana yang diperoleh. Secara umum kebutuhan finansial dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kebutuhan modal kerja dan kebutuhan modal tetap. Begitu juga peran sektor pemasaran yang merupakan salah satu bidang terpenting dalam kegiatan bisnis. Bidang pemasaran seringkali menjadi ujung tombak bagi perusahaan atau bisnis di dalam memperoleh laba atau keuntungan. Oleh karena itu
efektivitas pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran bisnis akan menentukan posisi (positioning) sebuah bisnis dalam persaingan. Bukan Cost Center Tapi Profit Center Terpilihnya Morgan Sharif Lumban Batu sebagai Direktur Keuangan membumbungkan harapan Perhutani yang semakin kokoh dan lebih menyejahterakan. Namun, tampaknya pria kelahiran 28 Februari 1958 ini musti berhadapan dengan segudang Pekerjaan Rumah (PR) yang telah menghadangnya. Hal itu benar-benar disadarinya sebagai sebuah tantangan yang harus ditak� lukkan. Selama ini di Perhutani, dirinya seringkali melihat terjadi perubahan dalam sebuah perencanaan keuangan. Meski dalam sebuah perencanaan sangat dimungkinkan terjadi perubahan, namun dirinya memiliki keinginan agar hal itu bisa diminimalisasi. “Saya ingin membuat agar Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dibuat dengan sebenar-benarnya terlebih dahulu berdasarkan aktifitas perusahaan yang sebenarnya. Dalam istilah akunting itu Activity Best Costing (ABC), yakni merencanakan sejumlah aktifitas yang betul-betul itu adalah
DUTA Rimba 15
RIMBAUTAMA
Dok. Humas PHT
Saya melihat adanya tekad yang sama untuk melakukan transformasi. Standarisasi di Perhutani memang sudah ada tetapi masih banyak kekurangannya. Perubahan inilah yang ingin saya lakukan, dimulai dari rencana kerja perusahaan untuk tahun 2013 MORGAN SHARIF LUMBAN BATU Direktur Keuangan aktifitas perusahaan. Kalau nantinya ada yang melenceng mungkin kecil karena sudah direncanakan dengan baik,” paparnya. Menurutnya, rencana yang baik itu adalah yang benar-benar terstruktur sejak dibuat nama kegiatannya, proses pelaksanaannya, berapa orang tenaga yang dibutuhkan, hingga berapa besar biayanya. Skema seperti ini ke depan akan menjadi model baku yang harus menjadi standar operasional. Jika sudah demikian, RKAP akan menjadi tools control bagi manajemen dan dirinya pun dapat mengatur sirkulasi pekerjaan di bidangnya dengan mudah, sehingga manajemen keuangan di Perhutani semakin rapi dan terkontrol dengan baik. Jika pembenahan mekanisme di sektor keuangan dengan menentukan peruntukkan biaya dalam sebuah perencanaan sudah teratur, ada satu langkah lagi yang akan dilakukan Morgan. Dirinya akan memanfaatkan semaksimal mungkin dana yang “belum dibutuhkan” untuk deposito atau investasi, sehingga dana tersebut dapat lebih berfungsi secara optimal. Artinya, jika ada dana sisa yang tidak digunakan untuk modal kerja, maka bisa digunakan untuk yang lain, sehingga berdayaguna. Menurut pola pikirnya, direktur keuangan itu tidak boleh diasumsikan sebagai cost center tapi profit center bisa terjadi jika semua hal sesuai dengan perencanaan.
16 DUTA Rimba
“Saya melihat adanya tekad yang sama untuk melakukan transformasi. Standarisasi di Perhutani memang sudah ada tetapi masih banyak kekurangannya. Sekarang mau kita detailkan sehingga dapat menjadi standar yang lebih mudah untuk diaplikasikan di tahun-tahun mendatang. Perubahan inilah yang ingin saya lakukan, dimulai dari rencana kerja perusahaan untuk tahun 2013,” jelas Morgan meyakinkan. Efek positif yang mampu dicapai ketika RKAP dijadikan tools control secara apik, diyakininya dapat berdampak luas bagi kemajuan Perhutani. Dengan penerapan tools control seperti ini, misalnya, sejumlah KPH yang belum mandiri akan mampu berbenah dan berubah menjadi mandiri. Adanya perencanaan yang baik dalam RKAP, akan diketahui di mana letak kelemahan dan kelebihannya. Jika diketahui kelemahannya, pasti direksi akan memiliki action untuk membenahinya. Satu lagi efek positif dari pembenahan di sektor ini adalah munculnya kesadaran para karyawan untuk melakukan efesiensi keuangan. Morgan bertekad untuk melaksanakan Cost Reduction Program untuk membenahi sektor ini. Tentu saja untuk melakukannya tidak hanya dipaparkan sebagai sebuah retorika, tapi harus menjadi tolok ukur yang benar.
Harus Bekerja Super Ekstra Seperti bidang keuangan, transformasi pun turut dilakukan di bidang pemasaran. Untuk memastikan proses transformasi berjalan, Direktur Utama Perhutani mengangkat Muhammad Soebagja sebagai Direktur Pemasaran. Tentu saja sektor ini menjadi sangat vital bagi sebuah perusahaan besar seperti Perhutani. Terlebih menghadapi fluktuasi yang terjadi di pasar mengingat gejolak krisis ekonomi tengah melanda sejumlah negara. Untuk menjawab tantangan yang diberikan kepadanya, pria murah senyum ini memiliki sejumlah rencana yang akan dilakukannya. Ia berharap sejumlah rencana tersebut menjadi breakthrough di sektor pemasaran sehingga meningkatkan daya jual produk Perhutani ke depan. Terobosan awal dilakukan dengan membenahi manajemen pemasaran, antara lain dengan menggulirkan kebijakan terhadap produk yang akan dijual. Selama ini, diakui Soebagja, setiap produk yang dijual belum jelas pembelinya. Bahkan, adakalanya produk dibiarkan saja menumpuk sambil menunggu pembeli datang. Mekanisme seperti ini tentu saja tidak sehat bagi perusahaan dan sektor pemasaran pun tidak bisa mengontrol harga. Bagi Soebagja, mekanisme seperti di atas harus secepatnya dibenahi. Dirinya memiliki target, paling lambat satu tahun ke depan sebuah peraturan ideal di sektor
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
Saya punya kebijakan, tim marketing tidak mesti orang pemasaran. Siapapun bisa. Dan saya kalau melihat teman-teman pemasaran di kantor hanya duduk mengutak-atik data, percuma. Saya pernah tanya ke mereka, ada berapa banyak perusahaan kayu di Indonesia? Mereka tidak tahu. MUHAMMAD SOEBAGJA Direktur Pemasaran pemasaran akan terealisasi. Target itu dianggap realistis, apalagi jika ada kesamaan tekad dari seluruh karyawan Perhutani, baik di pusat maupun di daerah. “Saya punya kebijakan, tim marketing tidak mesti orang pemasaran. Siapapun bisa. Dan saya kalau melihat teman-teman pemasaran di kantor hanya duduk mengutak-atik data, percuma. Saya pernah tanya ke mereka, ada berapa banyak perusahaan kayu di Indonesia? Mereka tidak tahu. Mungkin data ada tapi tidak pernah terpakai. Kemudian saya tanya juga, berapa kebutuhan industri terhadap bahan baku kayu? Mereka juga tidak tahu,” kisah Soebagja. Ketidaktahuan staf marketing ini, menurutnya, tidak bisa ditolerir. Apalagi transformasi sudah digaungkan oleh Direktur Utama Perum Perhutani yang berarti harus didukung seluruh karyawannya. Selain persoalan mekanisme dan sumber daya manusia (SDM) internal, sektor pemasaran juga memiliki masalah lain. Salah satunya adalah minimnya pengetahuan masyarakat terhadap eksistensi Perhutani sebagai sebuah perusahaan yang menjual sejumlah produk. Tentang hal ini, Soebagja memiliki kisah lucu. Seorang temannya yang memiliki perusahaan kayu mengaku tidak pernah beli kayu di Perhutani. Setelah ditanya, ternyata dia membeli kayu-kayu melalui orang ketiga. Tentu saja harga kayu-kayu
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
tersebut menjadi lebih mahal dari harga semestinya. “Melihat hal ini, saya juga tidak mau memotong begitu saja sistem yang saya rasa umurnya lebih tua dibanding umur saya sendiri. Sistem ini mungkin sudah turun temurun sejak Perhutani berdiri. Tapi untuk tahun depan, saya sudah bilang ke Pak Dirut bahwa target saya 60% pasar sudah dipegang, untuk siapa barang ini. Sementara 40% saya persilakan siapa saja untuk “bermain” di situ,” tandasnya menawarkan solusi. Untuk memuluskan langkahnya itu, Soebagja berencana membuat sebuah acara gathering yang mempertemukan Perhutani dan para konsumen kayu. Gathering ini dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan seperti apa yang mereka inginkan. Dengan cara face to face ini diharapkan “permainan” orang ketiga akan berhenti dengan sendirinya. Langkah strategis lainnya adalah dengan membuka akses informasi seluas-luasnya kepada calon konsumen. Informasi yang dimaksud terkait produk-produk apa saja yang dijual Perhutani. Cara seperti ini bisa dilakukan melalui online maupun offline. Pemanfaatan teknologi informatika sudah saatnya menjadi senjata strategis untuk memberikan informasi. “Saya sering mendapat pertanyaan dari calon konsumen yang hendak membeli kayu ini disebabkan tidak ada informasi yang jelas. Seharusnya ada juga plang-plang kayu menunjukkan
di mana tempat yang menjual kayu,” paparnya. Di sektor pemasaran global, Soebagja ingin mencoba membidik pasar baru sebagai upaya peningkatan ekspor di tengah krisis ekonomi yang melanda Eropa. Jika selama ini target utama ekspor adalah Eropa, Soebagja melihat adanya peluang besar jika membidik wilayah lain yakni Timur Tengah, China, dan Australia. Dari sejumlah negara tujuan, pasar ekspor yang masih terbuka adalah China. Beberapa waktu lalu Perhutani pun pernah mencoba membuka keagenan di China dan Australia. Sementara saat ini tengah digenjot agar Perhutani pun dapat mengekspor ke Timur Tengah dengan pintu masuknya di Dubai. Produk yang diekspor pun tak melulu kayu, karena saat ini Perhutani mulai meningkatkan ekspor nonkayu sebagai penopang finansial korporat. Salah satu produk nonkayu yang mendapat perhatian pasar internasional adalah Gondorukem. Untuk memaksimalkan peluang ini, Perhutani tengah membangun pabrik Derivat Gondorukem dan Terpentin di Pemalang. Dari pabrik berkapasitas 25.000 ton getah pinus pertahun ini akan dihasilkan antara lain Glicerol Rosin Ester, Alpha pinene, Betha pinene, limonen, Cineol dan Alpha terpineol yang merupakan bahan baku industri makan dan minuman, adhesive, indutri kertas, industri cat dan tinta, parfum dan farmasi. •
DUTA Rimba 17
RIMBAUTAMA
Perhutani
di Mata Rimbawan Senior Di usianya yang kian matang sebagai sebuah badan usaha, Perum Perhutani dinilai telah berada di jalur yang benar dalam pengelolaan bisnisnya. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Hal itu diungkapkan beberapa tokoh rimbawan senior. Lantas, menurut para pini sepuh Perhutani itu, seperti apa tantangan yang akan dihadapi di masa depan?
S
ejak awal, Perhutani memang didirikan untuk mengelola hutan di Pulau Jawa dengan fokus utama kayu jati. Di bidang pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa, seiring berjalannya tahun, banyak kemajuan yang diraih Perum Perhutani. Di mata Mantan Menteri Kehutanan, Sumahadi, banyak perbedaan positif yang ditempuh Perhutani dalam mengelola produk unggulannya itu. “Kalau dulu, jati itu setelah ditanam, dibiarkan begitu saja. Sekarang ini kita melihat, (jati) sudah dibudidayakan dengan segala upaya.
18 DUTA Rimba
Ada pemupukan, ada pemantauan, dan sebagainya. Sehingga, menurut saya, nanti umur daur atau usia pohon jati sudah tidak lagi seperti dulu. Kalau dulu kan pohon jati itu umur 60 tahun atau umur 80 tahun baru bisa dipanen. Sekarang, dengan adanya budi daya yang bagus ini, di usia 20-30 tahun sudah bagus dan bisa dipanen,” katanya. Selain itu, menurut pria yang menjabat Menteri Kehutanan pada Maret 1998 hingga Mei 1998 tersebut, pola manajemen tanam jati oleh perhutani pun telah berubah. Dulu, jati ditanam secara tradisional. Jarak tanam antara satu pohon
dengan yang lain selalu satu-satusatu kali tiga. Artinya, pokok-pokok jati ditanam setiap satu meter ke samping dan tiga meter ke belakang. Sekarang, jaraknya bisa dua kali tiga atau dua kali enam. Bahkan ada yang tiga kali tiga dan tiga kali enam. “Hal itu memberikan kesempatan kepada para pesanggem untuk menanam padi, jagung, atau yang lainnya, di antara pohon-pohon jati, dalam waktu yang lebih lama. Di samping itu, sekaligus juga budi daya jati itu sendiri akan menghasilkan riap tahunan –riap itu adalah tambahan volume– yang lebih cepat. Sebab, kalau pesanggem menanam padi
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
atau jagung, pasti akan memberikan pupuk suprodi. Karena posisinya berdekatan sekali dengan tanaman jati, maka otomatis akan saling memengaruhi,” ujar pria yang gemar menyanyi itu. Hal senada diucapkan Mantan Direktur Utama Perhutani, Wardono Saleh. Menurut pria yang menjabat direktur utama periode 1987-1993 itu, saat ini Perhutani memang masih bertumpu banyak kepada jati. Namun, hal itu dilakukan dengan pengembangan-pengembangan. Misalnya, ada sistem silvikultur intensif yang dikembangkan, sehingga prospeknya menjadi sangat
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
positif. “Dalam kunjungan rimbawan senior ke hutan jati di Jawa Tengah, misalnya, diperlihatkan kepada kami tanaman yang dengan pemeliharaan intensif dan penjarangan yang baik, dalam umur delapan tahun sudah mencapai diameter yang cukup besar, sehingga dalam pengamatan saya kira-kira dalam umur 20 tahun sudah akan bisa dipanen dengan harga yang cukup baik,” katanya. Hal positif lain diungkap Mantan Plt Direktur Utama Perhutani (2010-2011), Haryono Kusumo. Ia meyakini, arah pengelolaan hutan di Jawa, khususnya hutan jati, yang
dilakukan Perhutani saat ini sudah tepat. Apalagi, dengan kebijakan manajemen yang menempatkan Pusat penelitian dan Pengembangan sebagai mata yang menentukan arah perusahaan ini. Salah satu hasil penguatan sektor litbang itu dalam pengembangan produk tersebut ditunjukkan oleh JPP (Jati Plus Perhutani). JPP adalah hasil pemuliaan tanaman jati yang sudah diterapkan di lapangan, dan ternyata memicu kenaikan produktivitas lahan yang begitu besar. “Saya kira ini merupakan suatu hal yang bagus, dan kita sudah harus mantab untuk dapat menerapkan
DUTA Rimba 19
RIMBAUTAMA
Dok. Humas PHT
hasil kajian Puslitbang di lapangan. Tinggal permasalahannya adalah menerapkannya di lapangan. Itu yang barangkali juga tidak mudah bagi Perhutani, dengan karyawan yang berjumlah belasan ribu –mungkin sekarang sudah di atas 20.000– yaitu bagaimana menerapkan hasil pemuliaan tanaman di Litbang sehingga bisa diterapkan di lapangan dengan benar,” urainya.
20 DUTA Rimba
Banyak Tantangan Seperti kata pepatah, “semakin tinggi pohon, semakin keras tiupan angin yang menerpa”. Seperti itulah kiranya kondisi yang harus Perhutani hadapi di tahun-tahun mendatang. Salah satu tantangan itu adalah menerima tugas-tugas di luar bisnis utamanya. Hal itu ditegaskan Mantan Menteri Kehutanan yang lain, Djamaluddin Suryohadikusumo. Pria yang memimpin Departemen Kehutanan periode 1993-1998 itu menuturkan, saat ini Perhutani sudah besar cakupan tugasnya, dan masih juga dibebani tugas-tugas di luar kompetensinya. Misalnya, Perhutani diminta untuk ikut membantu pemerintah memperkuat ketahanan pangan. “Itu kan sudah di luar tugas pokoknya. Tetapi ya harus dipertimbangkan dan dilaksanakan. Lalu yang terakhir, saya dengar, Perhutani diminta untuk membantu pengembangan sagu di Irian. Ini kan juga tidak mudah. Tetapi, karena jiwa dari pimpinan Perhutani memang betul-betul mengabdi dengan tulus, memiliki jiwa besar, saya kira dia bisa melakukan hal itu dan mengatasi semua tantangan ini,” ucapnya. Masalah lain yang juga menjadi tantangan adalah faktor keamanan. Menurut Wardono Saleh, penyebabnya adalah karena di masa peralihan Orde Baru dan Era Reformasi, produksi hutan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
jati menurun banyak, sedangkan harganya semakin mahal, sehingga masyarakat kurang bisa menjangkau. “Hal itu memicu kian maraknya aksi pencurian, terutama di masa-masa awal reformasi,” tuturnya. Sumahadi mengimbuh, Perhutani selalu menghadapi dua tantangan yaitu keamanan dan pembibikan atau pemeliharaan wilayah lahan. Soal keamanan, Sumahadi menyebut telah dapat dijembatani dengan mengintensifkan keberlangsungan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). “Saya lihat, sistem Lembaga Masyarakat Desa Hutan itu membuat mereka akan ikut juga menjaga keamanan hutan. Karena apa? Karena sejak awal mereka sudah tahu bahwa mereka akan mendapatkan 25 persen dari hasil kayu yang ditanam. Baik itu berupa hasil akhir maupun hasil penjarangan. Itu kita lihat misalnya di Pemalang. Kita lihat di sana jarak tumbuhnya pohon jati ada yang terlalu rapat, sehingga ada kayu-kayu yang tumbuhnya terlalu kecil, karena tertekan oleh pohon yang lainnya. Itu harus dipotong, agar memberi kesempatan kepada tumbuhan yang lain untuk menjadi besar. Nah, Lembaga Masyarakat Desa Hutan ikut bekerja di sektor itu,” jelasnya. Menurut dia, pola-pola yang selama ini sudah dilakukan cukup efektif untuk membuat warga yang tergabung dalam LMDH merasa nyaman. Sebab, mereka ikut bekerja di sana dan merasa mendapat manfaat dari pengelolaan hutan. Sebelumnya, mereka mengerjakan penanaman dengan sistem tumpang sari yang biasanya berlangsung hanya satu atau dua tahun. Kini, dengan perubahan space panjang, waktunya bisa empat tahun sampai lima tahun. Jika tumpang sari sudah tidak bisa dilakukan, dapat dilanjutkan dengan pekerjaan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
penjarangan, sehingga mereka bisa dilibatkan lagi. “Tambah satu lagi. Yang kita harapkan, agar ada suatu kredit –kalau bisa tanpa bunga– yang bisa mereka manfaatkan untuk mendapatkan modal, misalnya untuk membeli sapi, membeli sawah, dan lain-lain, dan itu akan menambah HUK (Harian Upah Kerja). Kalau itu semua mereka dapatkan, hutan pasti aman. Dan kalau secara sosialnya mereka mendapatkan tambahan,
Pusat penelitian dan Pengembangan sebagai mata yang menentukan arah perusahaan ini. Salah satu hasil penguatan sektor litbang itu dalam pengembangan produk tersebut ditunjukkan oleh JPP. JPP adalah hasil pemuliaan tanaman jati yang sudah diterapkan di lapangan, dan ternyata memicu kenaikan produktivitas lahan yang begitu besar.
mereka tidak akan membibik dengan menggunakan tanah,” jelasnya. Ada lagi tantangan lain. Penerapan sistem sertifikasi. Hal itu dituturkan Mantan Direktur Utama Perhutani yang lain, Transtoto Handhadari. Menurut dia, pemberian sertifikasi semisal FSC perlu disadari sebagai hal yang bertujuan untuk kebaikan. Tetapi tekanan untuk meraih serifitkasi FSC itu jangan dianggap sebagai premium price
sehingga berharap nantinya akan mendapatkan hasil yang luar biasa dari itu. “Jadi, kita harus berpikir bahwa sertifikasi, apapun namanya, itu untuk kebaikan kita sendiri. Itu saja. Dengan demikian, Perhutani akan berjalan dengan lapang, tanpa beban. Jangan sampai berpikir, nanti setelah mendapatkan sertifikat FSC itu harganya akan naik, ternyata nggak laku juga. Nanti kecewa. Tetapi yang penting adalah orang melihat kita ini baik,” ujarnya. Transtoto menilai, Perhutani perlu terus melakukan inovasi agar mendapatkan laba yang besar dari hasil-hasil sumber daya hutan yang dimiliki. Misalnya untuk jati, perlu ada klasifikasi jati tua yang konvensional dan jati yang berumur lebih muda saat penen. “Tidak harus berpaku pada ketentuan bahwa jati harus usianya 60 tahun. Kita bisa –bukan meniru– tetapi mendapatkan inspirasi dari JUN (Jati Unggul Nusantara, red) misalnya, yang memanen jati itu di usia hanya 5 tahun atau 6 tahun. Atau dari JPP kita yang 25 tahun. Jadi, harus ada parsialisasi pendapatan. Ada jati tua yang tetap dipertahankan dengan eksklusifisme harga sehingga kita mendapatkan uang banyak, dan jati yang usianya relatif lebih muda dengan harga murah dengan segmen yang berbeda. Sehingga kita punya jati kelas yang berbeda, dan sebagainya. Tetapi tetap tujuannya harus ada konservasi lingkungan yang dipertahankan,” tuturnya. Selain tantangan-tantangan dari eksternal tersebut, Perhutani juga dihadapkan pada masalah-masalah internal. Misalnya, kerap diberitakan media massa tentang tuntutan 13.000 PP (Pekerja Pelaksana) yang minta diangkat sebagai karyawan. “Saya kira, adanya PP yang menuntut dijadikan pegawai itu
DUTA Rimba 21
RIMBAUTAMA
Sumahadi mengimbuh, Perhutani selalu menghadapi dua tantangan yaitu keamanan dan pembibikan atau pemeliharaan wilayah lahan. Soal keamanan, Sumahadi menyebut telah dapat dijembatani dengan mengintensifkan keberlangsungan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). adalah hal yang wajar. Maka harus disikapi secara wajar pula. Jangan dijadikan sebagai suatu hal yang luar biasa. Namun juga bukan berarti harus dituruti sepenuhnya begitu saja. Harus ada niat dari direksi untuk membesarkan perusahaan, termasuk membesarkan para anggotanya. Dan masalah PP itu saya kira sudah bisa ditangani dengan bijak,” tegas Transtoto yang menjabat Direktur Utama Perhutani 2005-2008 itu. Senada dengan Transtoto, Haryono Kusumo menyebut, pengelolaan SDM hendaknya juga melalui mekanisme stick and carrot. “Dari pengalaman saya selama bekerja, hal itu hanya bisa diterapkan manakala manajemen menerapkan sistem reward and punishment yang jelas dan tegas. Jadi, yang memang berprestasi harus dihargai sesuai dengan prestasinya, tetapi yang nggak bagus harus mendapatkan sanksi. Sehingga, hal itu sudah harus benar-benar menjadi pedoman masing-masing personel,” ucapnya. Menyikapi Merger Satu lagi kondisi yang akan dihadapi Perhutani. Tentang rencana Kementerian BUMN menyatukan BUMN di bidang kehutanan di bawah satu entitas atau merger. Nantinya, bidang kehutanan yang kini digarap Perum Perhutani dan PT Inhutani I–V, akan dikelola oleh satu BUMN saja. Sifatnya holding company. Perhutani disebutkan akan menjadi pemimpin di BUMN hasil merger tersebut. Menyikapi rencana tersebut,
22 DUTA Rimba
Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto menyebut, Perhutani siap karena hal ini merupakan tugas negara. Selain itu, dari sisi bisnis merger ini diharapkan akan menghasilkan manajemen yang lebih efisien dan ramping. Hal itu menjadi penting, terutama menghadapi persaingan global juga sangat ketat. “Kalau Perhutani, karena ini adalah tugas negara ya kami siap. Mau tidak mau harus siap. BUMN ini adalah bagian dari negara, sehingga kita harus membantu supaya BUMN itu kuat. Karena, kalau BUMN tidak kuat nanti akan membebani negara. Sehingga kita harus kuat untuk bisa mengelola aset kita, baik yang di Jawa maupun di luar Jawa. Sementara ini, karena Perhutani dianggap yang cukup kuat, maka akan membantu Inhutani I sampai V untuk bisa membangun BUMN Kehutanan,” katanya. Namun, sikap skeptis datang dari beberapa rimbawan senior. Transtoto, misalnya. Ia mewantiwanti agar persoalan merger itu diperhatikan sungguh-sungguh agar ketika prosesnya berjalan, dapat berlangsung dengan mulus. Sebab, ada banyak perbedaan yang harus dijembatani. “Banyak bedanya. Dari mulai sifat usahanya yang berbeda. Sifat usaha kita apa, kita tahu. Selain itu, dari bentuk perusahaannya. Kita Perum, dia PT. Bentuk lisensinya berbeda. Dari komoditinya juga berbeda. Kultur masyarakatnya berbeda.
Bahkan, pembinaan karir internalnya pun berbeda. Itu banyak sekali persoalannya. Harus diperhitungkan betul-betul, bagaimana mengatur supaya proses sinergi PerhutaniInhutani berjalan mulus,” tuturnya. Wardono Saleh menyebut, proses pembentukan holding BUMN di bidang kehutanan itu masih belum menunjukkan arah yang jelas. Sebab, hingga kini belum ada penjelasan tentang proses dan hasil yang akan dicapai. “Saya belum tahu nanti detailnya bagaimana. Lengkapnya bagaimana, belum tahu. Seakarang ini baru diberitakan, katanya Perhutani akan menjadi inti dari holding itu dan sebagainya. Tetapi, detail operasionalnya bagaimana masih belum terdengar,” ujarnya. Di sisi lain, Wardono menyebut, jika pun merger itu jadi dilakukan, ada beberapa masalah yang harus menjadi perhatian. Yang pertama adalah pendanaan. Menurut dia, pemerintah harus menanggung soal pendanaan ini. Sebab, Perhutani tidak akan dapat menanggung biaya perusahaan lain. Jika dipaksakan, aktivitasnya akan tersendat. Perhutani akan keberatan dan tidak bisa berkembang secepat kondisi jika berdiri sendiri. Yang kedua adalah pembagian wewenang dalam struktur birokrasinya. “Kalau semua mata rantai pengambilan keputusan nantinya menjadi satu rangkaian yang panjang, tentu itu bukan maksudnya,” katanya. Sementara itu, menurut Haryono
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
rgbstock.com
Kusumo, sesungguhnya inti dari rencana penyatuan BUMN sektor kehutanan itu adalah sinkronisasi. Yaitu bagaimana agar terbentuk sebuah sinergi. “Jadi, kalau nanti Inhutani menjadi anak perusahaan Perhutani –gambarannya seperti itu– maka harapannya pembentukan holding ini bukan berarti satu ditambah satu menjadi dua, tetapi bisa menjadi tiga atau empat. Sebab, jika sudah menjadi satu, maka plus-minusnya akan saling melengkapi. Minus di sana akan ditutup plus di sini, dan sebaliknya. Gambaran saya seperti itu. Dan (dengan merger) pemerintah juga akan lebih mudah karena tidak harus mengurusi BUMN-BUMN yang terlalu banyak. Jadi memperkecil garis spent of control pemerintah itu sendiri,” ucapnya. Di sisi lain, Sumahadi melihat, pembentukan holding BUMN di sektor Kehutanan ini akan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Tentang rencana Kementerian BUMN menyatukan BUMN di bidang kehutanan di bawah satu entitas atau merger. Nantinya, bidang kehutanan yang kini digarap Perum Perhutani dan PT Inhutani I–V, akan dikelola oleh satu BUMN saja. Sifatnya holding company. membuatnya lebih fokus. Sebab, ia akan terpisah dari bidang lain yang saat ini masih kerap menjadi bagian bidang garapan Kehutanan. “BUMN kita itu nantinya lebih
intensif mengelola hutan dengan cara-cara yang lebih baru. Mungkin dengan area yang tidak terlalu luas. Kalau dulu dalam satu HPH itu mungkin harus 40.000 atau 50.000 hektare, sekarang dengan intensif itu mungkin dengan 20.000 saja cukup. Tetapi (pembentukan holding BUMN di sektor Kehutanan) ini kan policy dari pemerintah. Dari Kabinet. Jadi, seperti kami ini ya lebih baik mendukung saja secara di lapangan. Nanti kalau ada perubahan policy ya kita sesuaikan,” katanya. Ya, pendapat boleh beda. Namun, apapun pendapat yang berbeda tentang Perhutani, toh para rimbawan senior itu sepakat, bahwa Perhutani telah berjalan pada jalurnya. Bahwa masih banyak masalah yang belum terselesaikan, itu adalah bagian dari dinamika. Dan dinamika itu layak untuk segera dicarikan titik penyelesaian. • DR
DUTA Rimba 23
Kekayaan Potensial
Indonesia Hutan menyimpan potensi kekayaan sangat besar bagi Indonesia. Kiranya itu bukan kalimat kosong. Faktanya, hutan Indonesia memang menyimpan kekayaan potensial yang jika digarap dengan serius dapat memberikan banyak sekali penerimaan bagi negara. Dan Perum Perhutani merupakan salah satu titik sentral pengelolaan hutan itu.
P
erum Perhutani yang saat ini didukung 24.000 karyawan, tercatat mengelola 2.426.206 ha hutan tropis di JawaMadura. Hutan tersebut terdiri dari Hutan Produksi seluas 1.767.304 ha
24 DUTA Rimba
dan 658.902 ha hutan lindung. Luas hutan yang dikelola Perhutani itu tak termasuk kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata. Luas hutan terbesar ada di wilayah Provinsi Jawa Timur (Unit II) yaitu 1.136.479 ha, terdiri dari
809.959 ha hutan produksi dan 326.520 ha hutan lindung. Di Unit I (Jawa Tengah), terdapat 630.720 ha luas hutan yang terdiri dari hutan produksi seluas 546.290 ha dan hutan lindung seluas 84.430 ha. Sedangkan Unit III memiliki hutan seluas 580.357 ha di Jawa Barat dan 78.650 ha di Banten, terdiri dari hutan produksi seluas 349.649 ha di Jawa Barat dan 61.406 ha di Banten, serta hutan lindung seluas 230.708 ha di Jawa Barat dan 17.244 ha di Banten. Potensi itu telah dikembangkan. Saat ini, Perhutani merupakan salah satu perusahaan di dunia penghasil produk kayu berkualitas tinggi. Juga adalah penghasil industri gum rosin yang dipasarkan ke berbagai negara.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
RIMBAUTAMA
Menyadari besarnya potensi itu, inovasi pun telah pula dilakukan. Misalnya, dengan upaya peningkatan produksi jati berkualitas tinggi dengan usia masa panen yang lebih muda. Saat ini, produk dengan nama program Jati Plus Perhutani itu telah punya dua jenis produk unggulan yaitu PHT-1 dan PHT-2, serta akan segera meluncurkan PHT-3 dan PHT-4. “Jati Plus yang dihasilkan dari Puslitbang Cepu ini sangat bagus. Produk kita bagus, umurnya pendek, serta dari sisi kimia dan fisik saya kira juga tidak jauh dari kualitas jati yang ada sekarang. Kita juga akan kombinasikan dengan uji genetik. Yaitu kita lakukan pengawinan dengan klon-klon yang lain. Ini akan dilakukan di tahap berikutnya,” kata Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto, dalam kunjungan ke Puslitbang Perhutani di Cepu, Jawa Tengah, akhir April 2012 lalu. Bukan hanya itu. Perhutani juga menghasilkan Forest Chemical Products berupa hasil destilasi getah Pinus, yaitu Gondorukem dan Terpentin. Ini merupakan satu pengembangan produk yang lain juga. Produk Gondorukem banyak dimanfaatkan oleh industri kertas, tinta, cat, karet, percetakan, farmasi dan lain-lain. Sedangkan produk Terpentin banyak dimanfaatkan oleh industri cat, antiseptik, parfum, kamper, dan lain-lain. Jadi, jika dulu produk hasil pinus hanya difokuskan pada kayu, sekarang sudah mulai bergeser untuk getahnya. Senyatanya, potensi yang dikandung oleh produk olahan getah pinus itu cukup besar. Dan menurut Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto, perusahaan selama ini telah meneliti pohon-pohon pinus mana yang mempunyai getah yang banyak, sehingga sekarang ini sudah dapat menghasilkan produk-produk berkualitas itu. Industri Gondorukem
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
saat ini menjadi penting karena bisa memberikan andil cukup besar dalam pengumpulan penghasilan perusahaan. Masih ada produk olahan hasil pohon pinus yang lain. Yaitu sirlak. Sirlak merupakan lapisan bening untuk penggunaan dalam ruangan. Sirlak digunakan sebagai bahan pelapis permukaan kayu. Pelapis permukaan kayu yang disebut politur mulai digunakan di India sejak penemuan sirlak pertama kali di India tahun 1630. Sirlak terbuat dari penggetahan serangga yang berasal dari Asia. Hanya di Asia. Penggetahan serangga untuk sirlak itu telah dilarutkan dalam alkohol. Saat digunakan, sirlak mampu mengering dengan cepat dan dapat menghasilkan finish product yang sangat halus, namun juga sangat rentan terhadap kerusakan oleh air dan alkohol. Sirlak sendiri adalah sebutan umum yang digunakan orang untuk bahan selak (shellac) yang ditemukan sejak tahun 1630 di India. Saat itu, di India sirlak dibuat dari sejenis insek yaitu kutu lak bernama laccifer kerr. Dari penemuan sirlak itu, dimungkinkanlah pembuatan bahan pelapis permukaan kayu yang sangat menarik, dari segi warna maupun keindahannya, yang disebut politur. Politur adalah benda yang dipanaskan di atas bara api hingga kecoklatan kemudian digosok (disangkling) dengan kayu keras atau digosok dengan buah kemiri lalu diusap dengan daun pisang kering (klaras). Hasil politur masih lebih indah dibandingkan reka oles kuno untuk ukiran gebyok, yang berbahan getah batang pisang yang dibusukkan, dicampur dengan minyak tembakau dan pinang. Keawetannya memang tinggi, tetapi daya kilapnya kurang. “Saya sudah minta agar dilakukan
kerja sama penelitian dengan Universitas Gajah Mada untuk sirlak. Sirlak itu kita akan tambah juga jumlah tanamannya, dan kita akan mengupayakan agar hasil sirlak ini juga menjanjikan. Sirlak itu produk kutu yang dulu dipakai untuk politur, tetapi sekarang ini penggunaannya sudah banyak sekali. Misalnya untuk bahan kimia, produk farmasi, dan sebagainya. Kalau saudara ingat, lapisan yang melapisi obat, itu kan manis? Nah, itu pakai sirlak,” tegas Bambang. Produk Lainnya Produk potensial yang lain yang dimiliki Perhutani adalah kopal, minyak kayu putih, minyak ylangylang dan sebagainya. Kopal adalah hasil olahan getah (resin) yang disadap dari batang damar (Agathis dammara) serta batang dari batang pohon anggota suku Burseraceae (Bursera, Protium). Kopal merupakan bahan dasar bagi cairan pelapis kertas supaya tinta tidak menyebar. Bahan ini juga dipakai sebagai campuran lak dan vernis. Kopal sendiri telah lama dikenal dalam kebudayaan Amerika Tengah, seperti Aztek dan Maya. Bahkan, asal-usul nama ”kopal” bermula dari bahasa setempat yang berarti ”dupa” atau ”setanggi”. Minyak kopal yang diperoleh dari hasil penyulingan juga digunakan sebagai campuran parfum. Minyak ylang-ylang diperoleh dari bunga ylang-ylang dengan cara destilasi (penyulingan). Tanaman ylang-ylang ini merupakan jenis tanaman yang sekerabat dengan kenanga (Cananga odoratum forma macrophylla). Keduanya termasuk famili Annonaceae. Bunga ylangylang sudah sejak dulu digunakan sebagai pewangi serta hiasan. Minyak ylang-ylang mempunyai aroma yang sangat wangi, atau setaraf dengan bau minyak melati.
DUTA Rimba 25
Sehingga, minyak ylang-ylang termasuk salah satu bahan pewangi dalam parfum yang mahal. Di Indonesia, produksi minyak ylang-ylang terbatas pada daerah tertentu semisal Malingping (Jawa Barat) dan Blitar (Jawa Timur). Di Jawa Barat saja, produksi minyak ylang-ylang terdapat di lahan seluas 502 ha. Dari satu hektar pohon dapat ditanam 200 pohon kenanga, dan per tahun dapat dihasilkan 50 kg bunga. Dengan produktivitas sebanyak 90 persen dan rendemen 1,5 persen, maka dapat diperoleh minyak sebanyak 6.777 kg per tahun. Untuk kayu putih, Bambang Sukmananto menyebut, produk kayu putih yang dihasilkan oleh Perhutani masih lebih unggul dibandingkan produk serupa yang dikembangkan di Maluku. Sebab, kadar kimianya sangat tinggi. Potensi besar itu pun kini juga akan dikembangkan. Bukan hanya untuk dijadikan produk minyak oles sebagai obat luar saja, namun minyak kayu putih tersebut juga digunakan sebagai tambahan pada formula permen (hard candy). Ini memberikan efek melegakan tenggorokan. Sumber daya hutan lain yang kemudian menjadi olahan Perhutani adalah produk madu berkualitas tinggi, Air Minuman Madu, dan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berlabel “Air Perhutani”. Selain itu, Perhutani melalui hasil kerjasama dengan masyarakat desa hutan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), juga memproduksi ragam produk kopi, cengkeh, aren, jagung, emponempon, dan bahan pangan lain. “Jadi, banyak produk-produk alam yang sekarang ini laku, tetapi memang selama ini –maaf– Perhutani nggak fokus ke sana. Fokusnya selama ini jati. Lha, sekarang ini kita akan menggeser ke situ. Ini sangat penting. Karena potensinya
26 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
RIMBAUTAMA
sangat besar. Misalnya sirlak. Sirlak itu yang memproduksi hanya kita (Indonesia), India, dan Myanmar. Tetapi yang paling bagus adalah kita. Mengapa? Karena yang punya kita ini inangnya atau pohonnya bagus. Di kita itu (inangnya adalah) kosambi yang pohonnya manis. Sedangkan di India itu pohonnya akasia, jadi agak pahit. (sirlak yang digunakan untuk) Lapisan obat ini juga yang akan kita kebut. Ini adalah hasil-hasil penelitian yang kita juga akan mengarah ke sana. Dan mahal. Sirlak itu mahal. Dan yang hebatnya, sirlak ini hanya ada di Probolinggo. Di tempat lain nggak bisa. Lha, kita punya potensi yang begitu besar. Kita nggak kekurangan. Itu akan saya kembangkan,” urai Bambang. Wisata Alam Kekayaan potensial sumber daya hutan bukan hanya terbatas pada produk olahan. Tetapi juga wisata. Perhutani tercatat memiliki lebih dari 122 titik lokasi wisata alam yang tersebar di pulau Jawa. Jenis-jenis obyek wisata alam yang dikelola di
Perum Perhutani itu adalah wana wisata, pantai wisata, taman wisata alam, bumi perkemahan, dan lintas hutan indah. Lokasi-lokasi tersebut berupa rekreasi hutan, pantai, air terjun, telaga, kawah, maupun gua yang telah dikembangkan sejalan dengan program pemerintah dalam memajukan sektor wisata. Perum Perhutani memiliki banyak sekali lokasi wisata alam, karena wilayah kerjanya yang tersebar dari hutan pantai hingga hutan pegunungan. Letak geografis alamiah itu menyuguhkan ragam pemandangan alam yang sangat menarik serta alami. Sehingga, kekayaan lokasi yang indah itu merupakan aset yang potensial bagi pengembangan usaha wisata alam. Keberadaan obyek wisata alam tersebut merupakan kekayaan potensial tersendiri. Sebab, tak banyak negara di dunia yang memiliki potensi pemandangan alam seindah Indonesia. Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengemas potensi itu menjadi suatu produk yang bernilai jual tinggi. Salah
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Sedangkan menurut Direktur Malaysian Tourism Board, Nor Aznan Sulaiman, seperti dikutip harian Surya, selama ini wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Malaysia menempati urutan ketiga setelah Australia dan China. Dan menurut dia, penurunan jumlah wisatawan Indonesia ke Malaysia itu lebih disebabkan adanya kebijakan pembebasan fiskal bagi yang hendak bepergian ke luar negeri. Kemudahan itu, kata dia, membuat orang Indonesia memilih tempat wisata yang lebih jauh daripada ke Malaysia. Nah, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa bagia sebagian orang, bepergian untuk berwisata kini sudah menjadi sebuah kebutuhan tersendiri. Sehingga, orang selalu ingin meluangkan waktu dan dana yang mereka punya untuk bepergian, bahkan ke negeri yang lebih jauh. Artinya, potensi itu begitu besar. Jika dilihat angka kunjungan wisatawan Indonesia ke Malaysia saja begitu besar, belum lagi jika
rgbstock.com
satu kuncinya adalah pengemasan publikasi dan promosi. Promosi menjadi satu hal yang penting. Sebab, tanpa promosi yang gencar, masyarakat tak mengetahui keindahan dan letak lokasi wisata dimaksud. Sedangkan sektor wisata saat ini sudah bergeser menjadi salah satu bidang garapan yang banyak mendatangkan penerimaan. Itu pula alasan mengapa negeri jiran, Malaysia, setidaknya dalam lima tahun terakhir, begitu gencar melakukan promosi pariwisata ke banyak negara termasuk Indonesia. Klaim Malaysia dalam tagline di program promosi wisata mereka adalah “Malaysia Truly Asia”. Akhirnya, banyak orang Indonesia sendiri yang justeru memilih untuk melakukan perjalanan wisata ke negara tetangga semisal Malaysia atau Singapura. Malaysian Tourism Promotion Board mencatat, angka kunjungan wisatawan asal Indonesia ke Malaysia di tahun 2010 adalah 2,5 juta. Di tahun 2011, jumlahnya menurun namun tetap tinggi yaitu 2,1 juta.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
ditotal dengan kunjungan ke negara lain. Angka itu adalah potensi besar yang semestinya bisa dijaring untuk dialihkan ke tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia. Apalagi jika ditambahkan dengan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Tentu sangat potensial dan layak untuk digarap serius. Maka, jika Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto, bertekad akan mengembangkan produk-produk potensial yang dimiliki Perhutani yang lain selain kayu, selayaknya wisata alam ini menjadi salah satu ujung tombaknya. Bayangkan, jika 122 titik wisata alam yang dikelola Perhutani itu dapat dimaksimalkan, tentu sangat besar potensi pendapatan yang dapat didatangkan bagi perusahaan dan juga bagi negara. Besarnya kekayaan potensial yang dimiliki Perhutani itu perlu disikapi dengan bijak. Hal itu dikemukakan Mantan Direktur Utama Perhutani, Transtoto Handhadari. Menurut dia, mengolah potensi sumber daya yang dimiliki merupakan salah satu tantangan terbesar yang kini dihadapi Perhutani. “Apakah kita mampu mengolah sumber daya kita yang lain? Bukan hanya kayu, bukan hanya air, bukan hanya gondorukem, tetapi yang lain. Apakah (pengelolaan) wisata sudah maksimal? Belum! Apakah ada sumber daya lain yang harus dioptimalkan? Ya. Dulu saya meminta, setiap jengkal tanah Perhutani harus jadi duit. Arti kasarannya adalah dimanfaatkan, lalu menjadi duit atau mendatangkan pendapatan. Lha, bentuknya tentu harus tetap konservasif, tidak boleh mengganggu lingkungan, tetapi jadi duit. Hutan lindung pun bisa jadi duit itu! Semua! Nah, ini bagaimana? Inilah tantangannya,” cetusnya. • DR
DUTA Rimba 27
Dok. Humas PHT
RIMBAUTAMA
Peluang dan Masa Depan Buat Perhutani Selain menghasilkan produk kayu berkualitas tinggi, Perhutani juga memproduksi Forest Chemical Products berupa gondorukem dan terpentin. Juga industri gum rosin yang hasilnya telah dipasarkan ke berbagai negara, kopal, minyak kayu putih, lak, minyak ylangylang dan sebagainya. Tak ketinggalan, industri wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. Nah, bagaimana peluang dan masa depan semua bidang garapan itu? 28 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
P
erhutani yang mengelola 2.442.101 hektare hutan tropis di Pulau Jawa dan Madura dapat disebut memiliki potensi besar untuk menjadi BUMN besar. Sebab, hutan yang terdiri dari Hutan Produksi (HP) seluas 1.750.860 hektare dan hutan lindung seluas 691.241 hektare tersebut masingmasing mengandung potensi alam yang juga sangat besar. Seperti dikatakan Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto, di komposisi kelas hutan (KH) produktif, Perhutani mengelola hutan jati seluas 551,473 hektare dan pinus seluas 194,518 hektare. Sedang KH tidak produktif, hutan jati Perhutani memiliki luas 419,471 hektare dan pinus 258,298 hektare. Serta seluas 258,958 hektare hutan jati dan 348,049 hektare pinus yang merupakan lahan bukan untuk produksi. Potensi lain semisal produk olahan getah pinus berupa gondorukem dan terpentin tak kalah besar. Begitu juga dengan hasil hutan yang lain semisal air, madu, juga wanawisata. Semua memberikan potensi besar yang memancarkan sinyal optimisme akan masa depan perhutani. Tetapi, potensi yang besar itu hanya akan menjadi potensi semata jika tidak digarap serius. Karena itu, di tahun 2012 ini manajemen Perhutani mencanangkan program revitalisasi industri. Sehingga, produk yang dihasilkan dapat ditingkatkan menjadi produk jadi dan dapat meningkatkan nilai tambah. Selain itu, juga peningkatan kualitas produksi dengan pemanfaatan teknologi. Perhutani juga memikirkan upaya untuk penciptaan pasar. Maka, dibangunlah pabrik derivat gondorukem dan terpentin. Memang, potensi terbesar masih dipegang produk jati. Sehingga, tak salah jika Perhutani masih
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
memberikan perhatian besar kepada pengembangan jati. Khusus untuk jati, Perhutani kini mengedepankan hasil penelitian dan pengembangan oleh Puslitbang dengan program pemuliaan tanaman jati. Hasilnya, telah didapat produk jati plus yang kini memiliki prospek sangat baik, karena dapat memangkas usia panen tanaman jati yang semula 60-70 tahun menjadi hanya 20 tahun saja. “Dari hasil Litbang, saya yakin bahwa Perhutani di masa depan memiliki prospek yang sangat bagus. Tetapi memang mau tidak mau teknologi harus juga kita manfaatkan. Dari hasil Litbang ini nanti akan menunjukkan bahwa prospek kita akan lebih baik. Tentunya programprogram penelitian harus konsisten, karena ternyata dari hasil peninjauan di lapangan dan nanti saudarasaudara bisa lihat di lapangan, ternyata jati yang dihasilkan dari Pusbang Cepu ini sangat bagus. Produk kita bagus, umurnya pendek, dan dari sisi kimia dan fisik saya kita juga tidak jauh dari jati yang ada sekarang,” kata Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto. Mantan Direktur Utama Perum Perhutani, Wardono Saleh, juga memuji langkah Perhutani. Ia menyebut, kendati masih menopangkan diri pada jati, namun dengan melakukan banyak pengembangan produk, kini Perhutani dapat menghasilkan produk yang lebih unggul dan berdaya saing dengan harga yang juga baik. “Di dalam pengembangan, saya lihat masih banyak bertumpu kepada jati. Tetapi, dengan pengembangan-pengembangan, ada sistem silvikultur intensif yang dikembangkan, sehingga prospeknya menjadi sangat positif. Secara konsisten manajemen telah melakukan perubahan-perubahan itu,” tuturnya.
Tantangan dan Harapan Masa depan Perhutani tentu tak bisa dilepaskan dari produk olahan hasil hutan. Itu pula yang membuat manajemen Perhutani mencanangkan, tahun ini sektor industri kayu harus digenjot, sehingga dapat semaksimal mungkin meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah antara lain didapat dengan pengembangan keanegaraman produk jadi yang dihasilkan. Peluang pasarnya juga masih terbuka lebar. Seperti dikatakan General Manager Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Gresik, Afwandy, permintaan pasar masih sangat banyak, umpamanya dari Cina, Korea, dan Malaysia. Permintaan yang besar kerap kali membuat mereka juga harus bekerja keras untuk memenuhinya, sementara kapasitas mereka sudah penuh. “Tantangannya di industri kayu tadi adalah bagaimana memanfaatkan kayu yang jumlahnya sedikit tetapi nilai jualnya menjadi mendatangkan profit yang besar, sehingga hutan yang ditebang pun tidak banyak. Itulah pentingnya industri. Dan nilai tambahnya itu cukup signifikan. Apalagi saat ini kan kita memproduksi barang –kalau dulu kan produk yang dihasilkan masih setengah jadi– sekarang sudah sampai menjadi ke finish product,” katanya. Sehingga, menurut Afwandy, untuk mengejar potensi pasar itu, mesin dan bahan baku harus terus diupayakan untuk dicukupi. Tuntutan perkembangan dan kompetisi membuat Perhutani juga harus terus berinovasi dan melakukan pengembangan-pengembangan produk. Hal itu dikatakan Mantan Plt Direktur Utama Perhutani, Haryono Kusumo. “Jadi, waktu saya (menjabat) dulu, saya kencangkan benar seruan untuk pengembangan masalah pembangunan hutan ini.
DUTA Rimba 29
Dok. Humas PHT
RIMBAUTAMA
Karena walaupun Perhutani sudah menetapkan ada 9 kategori produk –yang orang awam kadang-kadang melihat ‘Lho kok itu malah menjurus ke industri?’– tetapi pengelolaan hutan tetap harus diperhatikan betul. Karena, 9 kategori produk itu akan bisa tercapai manakala hutannya bagus. Sebab ini menyangkut hasil hutan semua. Baik wisata maupun produk lain yang non kayu, itu kan merupakan hasil dari sumber daya hutan semua. Jadi, manakala basis atau sumber daya hutan ini rusak, produk-produk itu tidak akan keluar. Karena itu, kuncinya adalah hutan ini harus dibangun sebagus mungkin, supaya menghasilkan output seperti yang diharapkan,” urainya. Sementara menurut Mantan Menteri Kehutanan, Djamaluddin Suryohadikusumo, semua tantangan akan dapat diatasi kalau memang
30 DUTA Rimba
peluang dan dananya cukup untuk memberikan dukungan. Hal itu diamini Mantan Menteri Kehutanan yang lain, Sumahadi. Menurut dia, di masa depan Perhutani akan dapat memberi banyak manfaat jika dapat memanfaatkan potensi yang ada sesuai dengan peluang yang tersedia. “Kami mengharapkan, untuk masa yang akan datang Perhutani akan menyumbangkan produksi yang lebih banyak lagi, apakah berupa kayu ataukah berupa tanaman pangan, dan bisa lebih banyak membuka lapangan kerja. Itu yang penting. Karena, penduduk di sekitar hutan itu harus ikut mendapatkan hasil dari hutan,” ujarnya. Sumahadi mengatakan, keberadaan penduduk di sekitar wilayah hutan harus diperhatikan juga. Sejauhmana kemampuan hutan menampung mereka, sangat
tergantung kepada kemampuan manajemen Perhutani sendiri. Yaitu bagaimana mengelola dengan baik hutan yang jumlahnya tak bertambah itu sehingga bisa menampung tenaga kerja yang lebih banyak. Intinya adalah masalah sosial, ekonomi, kesejahteraan masyarakat, semua dapat terpenuhi dengan baik. Tantangan yang lain diungkapkan Mantan Direktur Utama Perum Perhutani, Transtoto Handhadari. Menurut dia, saat ini Perhutani hidup di dalam pasar yang seakanakan tertutup. Hal itu memberikan tantangan sekaligus juga harapan. “Kita juga harus melihat dari sisi yang lain, bahwa kita ini sekarang hidup dalam pasar yang tertutup seakan-akan. Sehingga, harga kita jauh lebih murah daripada produk dari luar negeri, tetapi kalau kita naikkan harganya, (produk kita)
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
nggak laku. Lha ini ada apa? Masalah ini juga harus kita tangani,” ucapnya.
wanawisata yang dimiliki Perhutani yang semuanya menjanjikan pendapatan besar juga. Di mata Wardono Saleh, semua titik wanawisata itu harus dikelola secara profesional. Di Jawa Barat, hal itu sudah dilakukan. “Potensi wanawisata itu harus dikelola secara profesional. Dan sudah. Seperti contohnya di Jawa Barat. Saya tahun lalu ke sana dan kepada saya diperlihatkan bahwa untuk wanawisata itu mereka sudah menggunakan tenaga dari orangorang yang profesional. Artinya, mereka yang memang terdidik di dalam bidang wisata. Itu baik. Memang kita seharusnya menjadi begitu. Profesional. Dengan menjadi profesional, sehingga lebih produktif,” ucapnya. •DR
rgbstock.com
Potensi Masa Depan Pengembangan jati plus lewat program pemuliaan tanaman jati nampaknya akan menjadi satu prioritas bagi Perhutani untuk menghasilkan produk jati unggulan berdayasaing tinggi. Tetapi, bukan hanya itu. Potensi lain pun juga digarap. Manajemen Perhutani saat ini tampaknya memang memikirkan semua itu. Potensi-potensi besar yang dimiliki Perhutani saat ini mulai digarap dengan serius. Buktinya, sektor non kayu kini begitu digenjot dengan pencanangan program revitalisasi industri. Saat ini, gondorukem dan terpentin menjadi produk yang juga menyumbangkan
revenue atau pendapatan yang besar bagi perusahaan. Maka, tak salah jika Perhutani membangun pabrik derivat gondorukem dengan kapasitas 24.500 ton per tahun, sebagai pelengkap dari keberlangsungan 4 pabrik pengolahan getah pinus yang sudah terlebih dahulu berjalan. “Pembangunan pabrik ini adalah bukti keseriusan Perhutani untuk meningkatkan pendapatan non kayu di masa depan dalam rangka konservasi hutan Jawa,” kata Bambang Sukmananto. Bukan hanya itu. Air dan madu juga menjadi produk-produk yang juga digarap Perhutani. Sejak tahun lalu, misalnya, Perhutani telah mengekspor produk air minum dalam kemasan ke Jepang. Wanawisata juga mengandung potensi besar. Ada 122 titik lokasi
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 31
Dok. Humas PHT
SOSOKRIMBA
Sosok Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo dikenal tegas ketika menjabat Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Artinya, menteri di periode tahun 1993-1998 itu tidak mentolerir para pengusaha yang melanggar aturan HPH. Hal itu bukan pekerjaan mudah. Sebab, ketika itu banyak pemilik HPH bandel yang dibekingi petinggi tertentu yang disebut-sebut turut bermain dalam Departemen Kehutanan.
Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo
Saya Sarankan,
Coba Kembangkan Bambu 32 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
K
endati banyak menghadapi tantangan, toh lelaki berperawakan kecil yang dikenal low profile itu cukup berhasil menancapkan pilar-pilar penunjang sektor kehutanan. Hal itu terlihat selama ia turut serta dalam acara Diskusi dan Kunjungan Lapangan Rimbawan Senior bertajuk “Masa Depan Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa”, 24–27 April 2012. Djamaluddin yang tahun ini menginjak usia 78 tahun tersebut masih sangat dikenal para rimbawan juniornya, dan di setiap KPH yang dikunjungi ia tetap menjadi salah satu sosok yang menarik perhatian, karena begitu kental pemahamannya terhadap dunia kehutanan Indonesia. Setelah pensiun, kini Djamaluddin mengelola Kebun Karinda bersama sang istri, Sri Murniati Djamaluddin. Kebun Karinda merupakan sarana pelatihan pembibitan dan pengomposan yang mereka kelola di sebuah lahan tidur seluas ± 300 meter persegi yang dipinjamkan pengembang perumahan tempat mereka tinggal. Lahan tidur itu berada di sebelah rumah mereka di Perumahan Bumi Karang Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Nama “Karinda” pun diambil dari singkatan “Karang Indah”, nama kompleks perumahan itu. Djamaluddin dan Sri Murniati mengembangkan “Kebun Karinda” sebagai percontohan tentang penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos. Lewat “Kebun Karinda”, mereka memotivasi orang untuk mengubah pola pikir bahwa sampah organik adalah benda yang sudah tidak berguna, padahal bisa dan wajib didaur ulang untuk diproses menjadi kompos. Selain itu, pria yang pernah menjabat sebagai Administratur KPH Cepu ini masih menjalankan berbagai hobi dan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
menulis tentang kecintaan terhadap lingkungan. Lalu bagaimana pandangannya tentang Perum Perhutani saat ini? Simak petikan wawancaranya khusus dengan Duta Rimba berikut ini. Bagaimana Anda melihat perkembangan Perhutani saat ini? Bagus. Saya bangga sekali melihat penerus-penerus saya itu adalah orang-orang pilihan. Terlihat, mereka pekerja keras, banyak melakukan inovasi, dan jujur. Itu saya kira adalah modal yang besar kalau perusahaan ingin maju. Tanpa ada SDM dengan karakter seperti itu, saya kira sulit. Sumber daya manusia Perhutani sudah bagus? Ya. Dan, sebetulnya dulu Perhutani memang tempat bibit atau kader di bidang kehutanan untuk seluruh Indonesia. Misalnya saya yang dulu Administratur KPH Cepu, bisa menjadi menteri. Saya harapkan, SDM Perhutani yang ada sekarang ini –apakah dirutnya atau direksinya– bisa mencapai posisi lebih tinggi dari itu. Hanya memang untuk menjadi menteri sekarang ini susah. Harus orang partai. Hahaha... Sedangkan yang sekarang ini ada di Perhutani kan profesional semua. Memang agak sulit, tetapi paling sedikit ya saya harap bisa menjadi dirjen-lah. Apa perbedaan situasi ketika Anda memimpin Departemen Kehutanan dengan kondisi saat ini di sektor kehutanan? Situasi, kondisi, dan tantangannya sudah lain. Tantangannya sekarang lebih besar, lebih pelik, lebih rumit, lebih banyak. Complicated. Apalagi dengan kondisi politik yang tidak stabil seperti ini. Selalu diganggu. Diganggu? Ya, Perhutani yang sudah besar
cakupannya, masih juga dibebani tugas-tugas di luar profesi dan tugas pokoknya. Seperti misalnya, Perhutani diminta membantu memperkuat cadangan pangan untuk memperkuat ketahanan pangan. Itu kan sudah di luar tugas pokoknya. Tetapi ya harus dipertimbangkan dan dilaksanakan. Lalu yang terakhir, saya dengar, Perhutani diminta membantu pengembangan sagu di Irian. Ini kan juga tidak mudah. Tetapi, karena jiwa dari pimpinan Perhutani memang betul-betul mengabdi dengan tulus, memiliki jiwa besar, saya kira dia bisa melakukan hal itu dan mengatasi semua tantangan ini. Seperti ketika dulu saya menjadi menteri, kan saya tugaskan Perhutani ke Timor Timur untuk membantu proses reboisasi di sana. Wah, itu saya lihat sendiri orang yang sebelumnya nggak pernah bekerja di Timtim itu lalu ada pekerjaan melakukan tumpang sari, kelihatan yang semula matanya mengerjap-ngerjap karena baru bekerja, lalu gembira bisa membeli celana jeans. Di Timtim itu dulu juga begitu. (Semula) nggak bisa menanam jati, oh (sekarang) jatinya bagus sekali. Jadi, betul-betul di Perhutani itu banyak kader-kader istimewa, karena punya dedikasi untuk bekerja. Gajinya juga cukup bagus. Lain dengan perusahaan kehutanan di luar Jawa. Itu yang membuat saya bangga. Lalu apa tantangannya di masa depan? Tantangannya saya kira ya itu tadi. Menyelesaikan tugas-tugas di luar tugas pokoknya. Tetapi kalau memang peluang dan dananya cukup untuk mem-backup, saya kira dapat diatasi. Tetapi kalau hanya ditugasi saja tanpa didukung oleh APBN atau budget yang longgar, dengan misalnya pinjaman berbunga rendah, ya susah juga.
DUTA Rimba 33
SOSOKRIMBA
Dok. Humas PHT
pendek, pendapatan itu bisa didapat dari kegiatan-kegiatan atau produkproduk sampingan itu. Sebab, kalau hanya mengandalkan jati, jati itu kan merupakan investasi jangka panjang. Maka dalam jangka pendek, produk-produk non-kayu inilah yang harus dikembangkan. Wana wisata, gondorukem, sitlak, dan sebagainya. Yang kecil-kecil itu sebaiknya digarap semua.
Kalau tantangan yang merupakan tugas pokoknya, saya kira semua bisa diatasi. Masalah sosial, misalnya. Saya lihat misalnya, bagaimana agar masyarakat di sekitar hutan itu tidak merambah atau mencuri, lalu diadakan kerja sama dengan tokoh setempat dan ulama untuk mengadakan istighosah. Itu kan ide yang bagus. Sebab, kalau untuk membina mereka itu dilakukan oleh orang Perhutani, mungkin nggak digubris, kan? Tetapi kalau ulama yang bicara, bahwa merambah hutan itu haram, mereka nggak akan berani melakukannya. Jadi saya hormat dan bangga akan inovasi, kepedulian, kepekaan sosial, cara pendekatan, yang dilakukan Perhutani dalam mengatasi masalah di lapangan yang sudah bagus sekali. Tentang potensi produk-produk Perhutani yang lain selain kayu? Oh, sudah dikembangkan. Sudah mendapatkan perhatian
34 DUTA Rimba
khusus. Misalnya dengan melakukan kerja sama dengan universitasuniversitas. Jadi, saya kira saat ini semua produk yang potensial itu sudah dikembangkan. Sekarang saya sarankan agar coba kembangkan bambu untuk ditanam di batas-batas kawasan hutan. Daripada cuma patok-patok saja, lebih baik ditanami pohon bambu. Sebab, pohon bambu itu kan nantinya juga bermanfaat untuk rakyat. Dan itu nanti kalau menjadi tanda batas hutan, tentu akan lebih bermanfaat ketimbang hanya berupa patok. Bagaimana dengan wana wisata? Ya, tentu saja. Perhutani juga memiliki potensi wisata yang besar karena ada 122 titik wana wisata yang sangat potensial kalau dikembangkan. Setiap peluang yang bisa mendatangkan uang, saya kira harus dikembangkan dengan serius. Karena apa? Karena dalam jangka
Untuk produk kayu yang layak ekspor, sekarang ini sudah diterapkan sertifikasi, misalnya FSC (Forest Stewardship Council) dan di dalam negeri juga ada SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu). Bagaimana pandangan Anda? Memang, ketika dulu di masa peralihan Orde Baru ke Era Reformasi, ada istilah “Hutan untuk Rakyat”. Ketika itu pohonpohon jati diserbu habis-habisan, sehingga sertifikat ini nggak bisa didapat. Sekarang saya kira sudah ada kemajuan untuk memenuhi standardisasi itu. Saya dengar sekarang sudah ada 4 KPH yang memenuhinya, yaitu Kebonharjo, Randublatung, Kendal, dan Cepu. Dan nanti itu akan berkembang. Itu bagus. Sebab, perolehan sertifikasi itu tidak bisa sekaligus (kolektif) untuk Perhutani, tetapi tiap-tiap KPH sebagai satu unit yang masingmasing akan mendapatkannya. Jadi, harus pelan-pelan. Tetapi, saya dengar, ada 4 yang bisa masuk FSC. Saya berharap itu bisa menjadi langkah untuk mendapatkan peluang-peluang yang lebih tinggi. Itu investasi. Nggak mudah memang. Butuh perjuangan keras. Tetapi, yang jelas, peluang dan potensi yang dimiliki Perhutani sangat besar. Dan itu semua juga sudah mulai digarap. Perhutani sudah mempunyai strategi, kebijakan, pola, dan sebagainya. Itu sudah bagus. • DR
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
SOSOKRIMBA
DUTA RIMBA mengucapkan Selamat Kepada Perum Perhutani Atas Capaian Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari KPH Kendal, KPH Kebonharjo, KPH Cepu, KPH Randublatung, KPH Ciamis
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 35
WARISANRIMBA
36 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DADUNG AWUK Situs sosial budaya Dadung Awuk terletak di petak 93 RPH Ngepon, BKPH Sale Perhutani KPH Kebonharjo. Situs ini berbentuk batu besar dengan tinggi sekitar dua meter yang dililit akar pohon grasak serta beberapa batu yang bentuknya menyerupai sapi, kerbau, kambing dan binatang ternak lainnya.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 37
L
okasi ini juga ditetapkan Perhutani KPH Kebonharjo sebagai kawasan biodiversity atau perlindungan habitat flora fauna. Beberapa tanaman tumbuh subur, diantaranya pohon sruweh, trengguli, sonokeling, mahoni dan beringin. Menurut Juru kunci Kasdan (60) warga asli Desa Ngepon, Kecamatan Jatirogo, Tuban, sejarah situs Dadung Awuk konon bermula pada masa sekitar runtuhnya kerajaan Majapait dan awal kejayaan kerajaan Demak Bintoro yang dipimpin oleh Raden Patah. Pada masa itu para Sunan
38 DUTA Rimba
atau Wali sembilan juga tengah menyebarkan agama islam di tanah Jawa. Alkisah, Sunan Ampel memerintah salah satu santrinya yang pilihan atau pinunjul untuk mengantarkan tabung bambu (bumbung /red) yang disumbat dengan daun lontar kepada Raden Patah. Sunan Ampel berpesan agar tidak boleh ada yang membuka bumbung itu selain Raden Patah. Nah, dalam perjalanan, sang murid pinunjul tergoda ingin mengetahui isi bumbung itu. Setelah sampai di daerah yang saat ini menjadi kawasan hutan Perhutani Kebonharjo
petak 93 tersebut, gejolak hatinya tak dapat dibendung. Rasa ingin tahu isi bumbung itu semakin tinggi. Mula-mula, ia mengintip isi bumbung itu. Tapi tak kelihatan benda apa yang ada di dalam. Tak dapat menahan rasa penasaran, sumbat bumbung yang berupa daun lontar itu pun dibukanya, dan apa yang terjadi? Ternyata dari bumbung keluar berbagai binatang, yaitu sapi, kerbau, kambing dan lainnya yang lantas berlarian masuk hutan. Terkejut, sang murid pinunjul itu pun kebingungan dan berusaha menangkapnya serta memasukannya
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
kembali ke dalam bumbung. Ketika semakin masuk ke dalam hutan dalam kebingungannya itu, sang murid bertemu dengan Dadung Awuk, seseorang yang berkuasa di wilayah itu. Keduanya berselisih karena Dadung Awuk berpendapat bahwa binatang yang sudah masuk hutan di wilayahnya sudah menjadi miliknya. Sampai kemudian terjadi perkelahian hebat dan tak ada yang menang atau kalah. Singkat cerita, dengan kesaktian sang murid pinunjul, akhirnya Dadung Awuk dan semua binatang itu disabdakan menjadi batu. Namun setelah Dadung Awuk dan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
semua binatang berubah wujud menjadi batu, ia pun menyesal. Dalam penyesalannya, ia setiap hari memohon ampun kepada yang Tuhan Maha kuasa. Konon, sari kata “ampun” itu maka desa itu dinamakan Desa Ngepon. Sedangkan sumbat dari daun lontar menjadikan daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon lontar atau siwalan. Kini, di sepanjang tepi jalan BuluJatirogo banyak berjualan legen dan siwalan. Sang murid pinunjul itu pun tak berani kembali ke Ampel dan akhirnya menetap di Desa Ngepon. Masyarakat memanggilnya Mbah
Punjul dan akhirnya dimakamkan di situ yang sekarang menjadi situs Mbah Punjul. Sampai saat ini, masyarakat sekitar masih melestarikan situs tersebut. Mereka tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Arum Lestari dengan anggota 359 Orang (KK). Bersama Perhutani KPH Kebonharjo, masyarakat melindungi hutan wilayah itu sebagai penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal yang berlaku sebagaimana disyaratkan dalam sistem Pengelolaan Hutan Lestari. • Humas Kebonharjo/DJ
DUTA Rimba 39
LINTASRIMBA
Dari KPH Mojokerto,
Upacara di Istana
Upacara Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini seakan melemparkan ingatan Rudi Hartono ke peristiwa serupa, persis setahun yang lalu. Kala itu, Mandor Tanam di BKPH Mantup, KPH Mojokerto, ini berkesempatan mengikuti upacara tersebut di Istana Negara Republik Indonesia.
K
esempatan itu diraih pria kelahiran 25 Desember 1980 itu karena prestasinya sebagai Juara I Nasional untuk PKA (Pekan Konservasi Alam). Ia dinilai berhasil membawa tanaman terbaik Jati Plus Perhutani steik pucuk yang diawasinya di lahan 39,5 hektare sehingga tumbuh 100 persen dalam kondisi baik. Berupacara di Istana Negara semula ia rasakan bagaikan mimpi. Apalagi, di sana berkesempatan melihat langsung Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelumnya, sosok pemimpin Indonesia itu hanya dapat dilihatnya di televisi. “Saya betul-betul terharu ketika itu,” ucapnya. Tanaman JPP yang ditanam tahun 2009 itu terlihat rata pertumbuhannya. Khususnya ia ada di Petak 49 D RPH Babatan, BKPH
40 DUTA Rimba
Mantup, KPH Mojokerto. Tinggi rata-ratanya 8,78 meter dengan prosesntase tumbuh 100 persen. Keliling rata-ratanya 27,6 cm dan volumen rata-rata 0,20 m3. Menurut Kasie PSDH KPH Mojokerto, Moh Adib, kategori pemenangnya dilihat mulai dari persiapan tanaman, yaitu sejak proses persemaian, pembibitan, penanaman, hingga kondisi tanaman itu di tahun kedua. KPH Mojokerto sendiri membawahi wilayah Lamongan, Jombang, dan Mojokerto. “Untuk kategori tersebut, kalau di sini (KPH Mojokerto, red) –paling tidak 40 hektare luasnya– ditanam dengan jarak tanaman 3x3 dan tumbuh 100 persen. Tanaman JPP stek pucuk itu ditanam tahun 2009,” kata Moh Ajib. Rudi sendiri bergabung sejak tahun 2001 dengan menjadi Parmas (Partisipasi Masyarakat). Sejak tahun 2009 ia berstatus PP (Pekerja
Pelaksana). Ketika tanaman terbaik Jati Plus Perhutani steik pucuk yang diawasinya di lahan 39,5 hektare itu mulai ditanam tahun 2009, Rudi masih menjadi pembantu mandor. Saat itu, mandor tanam dijabat Suminto. “Benar, ketika tanaman itu ditanam, mandor tanamnya adalah saya. Pak Rudi adalah pembantu saya. Tetapi ketika dilakukan penilaian di tahun 2011, saya sudah tidak lagi menjadi mandor karena dipromosikan dan sudah beralihfungsi menjadi KRPH. Berhubung saya sudah diangkat menjadi pegawai sejak tahun 2009 dan menjadi KRPH tahun 2010, Pak Rudi yang melanjutkan sebagai mandor tanam. Lalu, mungkin karena ada pimpinan datang ke sini dan melihat tanaman itu terpelihara dengan baik, hal itu dinilai sebagai prestasi,” urai Suminto. Ajib menambahkan, apa yang Rudi lakukan sehingga terpilih menjadi juara I adalah buah ketekunan. “Karena memang untuk menanam itu mudah. Tetapi untuk merawat dan menjaga agar benih yang ditanam itu tetap subur, aman, tidak dirempesi, tidak dicuri, tidak dirusak, ini tidak mudah. Maka, perlu kerjasama dengan LMDH dan pesanggem-pesanggem yang ada di lingkungan hutan. Mereka kita ikat dengan adanya kelompok-
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
kelompoknya. Sehingga, mereka ikut menjaga kelestarian tanaman. Jadi, ini tidak murni keberhasilan Perhutani sendiri saja, melainkan ini adalah keberhasilan semua pihak, mulai dari Pak Mantri, Pak Asper, juga hubungannya Pak Mantri dengan LMDH, sehingga terjalin hubungan yang erat, dan Alhamdulillah tanamannya menjadi bagus,” urainya. Dengan rendah hati, Rudi pun menyebut, keberhasilan tersebut sesungguhnya merupakan buah kerja sama tim yang solid. Prestasi itu menurut dia dapat diraih dengan dukungan LMDH dan bantuan Asper serta jajarannya. “Sehari-hari, saya bersama pak Asper, pak Mantri, temanteman mandor, juga pesanggem dan LMDH saling bekerjasama, melakukan pemeliharaan tanaman di lokasi. Tanaman-tanaman itu dipantau, dikelilingi, dipupuk. Tidak ada kesulitan selama ini, karena masyarakat mendukung, LMDH juga mendukung. Tidak ada kesulitan,” ujarnya. “Jadi, kami kawal terus tanaman jati ini sehingga sampai akhir daur
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
bisa dipanen dengan maksimal,” tambah Ajib. Ada lagi hal yang membanggakan dari KPH Mojokerto tahun ini. Implementasi program GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi) dari pemerintah berjalan lancar di KPH Mojokerto. GP3K yang merupakan respon BUMN atas Instruksi Presiden No 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim. “Alhamdulillah, dalam kurun waktu dan persiapan yang matang, juga lewat kerja sama dengan pihak-pihak lain, semua bisa berhasil dengan baik. Karena tidak hanya Perhutani saja yang berkaitan dengan kegiatan GP3K ini. Misalnya, yang menyiapkan benih adalah PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani. Kami lakukan koordinasi, sehingga program yang dijalankan di Mojokerto ini berjalan lancar,” jelas Ajib. Keberhasilan GP3K itu ditandai antara lain dengan panen raya jagung di Petak51 RPH Simo, BKPH Kemlagi, KPH Mojokerto, pada 17 Februari lalu. Luas lahan tempat jagung itu dipanen adalah 113 hektare dan digarap oleh LMDH Simo Makmur, tepatnya di Desa Simongagrok, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Diperkirakan, lahan tersebut akan menghasilkan 452 ton jagung, dengan asumsi jika per
hektare menghasilkan 4 ton. Areal pertanaman GP3K KPH Mojokerto sendiri, menurut Ajib, adalah areal yang terluas di antara KPH lain yang ada di Jawa Timur. Luasnya mencapai 6.393,1 hektare. Semula, direncanakan luas areal pertanamannya adalah 6.680,5 hektare. Namun, setelah diverifikasi Dinas Pertanian, areal seluas itulah yang kemudian dimanfaatkan untuk GP3K. “Areal seluas 6.393,1 hektare itu tersebar di tiga kabupaten yaitu Lamongan seluas 3.720 hektare; Mojokerto seluas 2.189,8 hektare; dan di Jombang seluas 483,3 hektare,” urai Ajib. Jumlah petani yang terlibat dalam kegiatan GP3K Perum Perhutani KPH Mojokerto adalah 17.572 orang. Mereka tersebar masing-masing di Kabupaten Lamongan 10.025 orang, Kabupaten Jombang 1.449 orang, dan Kabupaten Mojokerto 5.277 orang. Komoditas yang ditanam adalah padi yang di tiga kabupaten tersebut ditanam oleh 3.484 petani, jagung oleh 13.882 petani, dan kedelai oleh 203 petani. Jumlah produksi dari pelaksanaan program GP3K di KPH Mojokerto dengan komiditi padi, kedelai, dan jagung, itu, dapat diestimasikan akan mencapai produksi 36.833.308 kg. Jika diuangkan, jumlah produksi itu bisa mencapai Rp.73.253.020. Sedangkan kontribusi dari bahan pangan lainnya yang tidak termasuk program GP3K, adalah komoditi kacang tanah dengan produksi 5,43 ton atau senilai 208,5 juta rupiah yang ditanam di lahan seluas 45 hektare; dan porang yang ditanam di lahan seluas 28,8 hektare dengan produksi 2 ton atau senilai 40 juta rupiah. Selain kedua komoditi itu ada juga komiditi lainnya yang total produksinya mencapai 59,2 ton atau senilai 12,7 milyar rupiah. •DR
DUTA Rimba 41
LINTASRIMBA
Hutan Ciamis Dapat Pengakuan Internasional
P
engelolaan hutan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat mendapat pengakuan internasional sebagai hutan lestari yang memenuhi standar kelestarian lingkungan, sosial, dan ekonomi (produksi). Pengakuan itu dituangkan dalam sebuah sertifikat internasional dari Forest Stewardship Council (FSC) yang berkedudukan di Bonn, Jerman. Administratur Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Ciamis, Budi Sohibudin menjelaskan, sertifikat internasional itu diperoleh tidak mudah. Sejak 2003 lalu, Perhutani KPH Ciamis telah berkomitmen melaksanakan pengelola hutan lestari yang ditetapkan oleh FSC. “Aspek yang dinilai menyangkut keseimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi. Semua aspek itu diukur berdasarkan parameter internasional, sehingga tidak mudah untuk mendapatkannya,” ujar Budi kemarin.
Perhutani Dan Kejagung Kerja Sama Perlindungan Hutan 42 DUTA Rimba
Budi menambahkan, diperolehnya sertifikat internasional dengan kode sertifikat SGS-FM/CoC-00941 tersebut, sebelumnya sempat mendapat pengujian dari lembaga independen nonpemerintah yaitu The Tropical Forest Trust (TFT) yang berkedudukan di Swiss, Prancis. Salah satu kelebihan lingkungan yang saat ini masih hidup bebas sejumlah satwa langka seperti elang jawa, gelatik jawa, macan tutul, lutung, dan biawak. Ketua Pokja Pengelolaan Hutan Lestari yang juga Wakil Administratur Perhutani KPH Ciamis, Dicky R Sandria, menambahkan, Ciamis mempunyai langkah antisipasi dampak lingkungan dari kegiatan pengolahan hutan, yaitu membuat stasiun pemantauan lingkungan (SPL), terdiri atas 13 SPL erosi, 12 SPL hidrologi, 5 SPL mata air dan 4 SPL curah hujan. • Sumber: Seputar Indonesia, 18 Juni 2012
P
erum Perhutani dan Kejaksaan Agung menandatangani kerjasama perlindungan dan pengamanan hutan sebagai aset negara sesuai amanat pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara, di Jakarta, Selasa (12/6). Kerjasama tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Burhanuddin. Menurut Sukmananto, kerjasama ini sejalan dengan UU No. 16 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, dengan Surat Kuasa Khusus dapat mewakili negara/pemerintah di dalam atau pengadilan. Perum Perhutani mengharapkan kerjasama ini dapat mendorong percepatan penyelesaian konflik tenurial di masing-masing unit kerja dengan baik. Bambang menyatakan, kerja sama ini juga merupakan bagian dari solusi yang tepat untuk
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
330.000 pohon seluas 300 Ha, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur 132.077 pohon seluas 180 ha. Kegiatan penanaman merupakan tindak lanjut kerjasama lingkungan melalui pembangunan hutan Rakyat oleh Perhutani dan PGN yang ditandatangani pada 21 Desember 2011 silam. Kegiatan ini juga bagian dari komitmen BUMN mensukseskan program Satu Milyar Pohon dalam rangka Indonesia menurunkan emisi karbon dunia. Bambang Sukmananto menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan hutan rakyat melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam wadah Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR). Dalam kerjasama three partied ini, pola pembagian perannya adalah pihak KTHR menyediakan lahan, biaya tanaman tahun pertama oleh PT PGN, kegiatan perencanaan, pembinaan KHTR, biaya pemeliharaan, pengamatan tanaman oleh Perhutani. •
membantu komitmen bersama dalam mewujudkan eksistensi kawasan hutan sebagai aset negara. Kerja sama dengan Kejaksaan Agung diharapkan akan lebih meningkatkan kinerja khususnya percepatan penyelesaian konflik tenurial, meminimalisir dan menekan lajunya pennasalahan tenurial di kawasan hutan Jawa dengan tetap mengedepankan komunikasi sosial yang konstruktif. •
Dok. Humas PHT
U
ntuk mencapai daya dukung dan fungsi ekologis seimbang, dibutuhkan luasan tutupan hutan minimal 30% dari luas daratan. Namun, di Pulau Jawa, areal hutan yang dikelola Perhutani hanya 18%. Untuk mendukung percepatan luas tutupan hutan tersebut, Perhutani mendorong pembangunan hutan rakyat dengan menggandeng BUMN lain untuk bersinergi. Salah satu perusahaan plat merah di sektor energi, yakni PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero Tbk telah memutuskan bersinergi dengan Perhutani untuk membangun hutan rakyat. Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto dan Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGN Persero Tbk, Joko Saputro, melakukan penutupan penanaman pohon program sinergi BUMN yang dipusatkan di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jawa Barat, Kamis (14/6). Secara keseluruhan telah ditanam sebanyak 595.477 pohon dengan luas 680 Ha tersebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Serang dan Banten 133.400 pohon seluas 200 Ha, Kabupaten Bogor Jawa Barat
Dok. Humas PHT
Perhutani Dan PGN Dukung Hutan Rakyat
DUTA Rimba 43
LINTASRIMBA Masyarakat Tepian Hutan Berebut Sembako Murah Ribuan masyarakat kurang mampu yang menghuni kawasan tepian hutan di Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis (10/5/2012) berebut membeli bahan pokok murah. Pembelian dilakukan dalam acara pasar murah yang digelar Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Saradan. Warga dari Desa Pajaran, Klangon, Sumberbendo, dan Bandungan itu berjubel memperebutkan 3.450 paket berisi beras, gula, dan minyak goreng. Administratur KPH Saradan, Kurniawan, mengatakan, kegiatan ini diharapkan bisa membantu meringankan beban ekonomi masyarakat. ”Oleh karena itu, satu paket hanya kami jual Rp 27.500. Padahal harga paket itu dipasaran bisa mencapai Rp 91.000,” ujarnya. • Kompas.com
Pameran Inacraft Kembali Digelar di Malaysia Pameran industri kerajinan Inacraft digelar kembali di Malaysia, untuk keempat kalinya, tahun 2012 ini. Pameran bertajuk Inacraft Lifestyle in Malaysia tersebut, akan digelar di Putra World Trade Centre, Malaysia, 2-5 November 2012. “Industri kerajinan merupakan industri yang sangat potensial untuk terus dikembangkan,” kata Asisten Manajer PT Perhutani Alam Wisata, Ramadana Karmila, dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (11/5/2012) ini. Beberapa kegiatan yang direncanakan, antara lain penjualan kerajinan, penampilan kesenian tradisional, hiburan musik, dan peragaan busana. “Tema kali ini adalah entreprenur, trade, tourism, and investment. Acara ini diharapkan menjadi wahana interaksi dan pertukaran informasi perajin dan pengusaha,” kata Ramadana. • Kompas.com
44 DUTA Rimba
Perhutani Bangun Pabrik Derivat Gondorukem Terpentin Terbesar Se-Asia Tenggara
M
enteri Negara BUMN Dahlan Iskan didampingi Bambang Sukmananto Direktur Utama Perum Perhutani pada Senin (25/6) secara simbolis menancapkan tiang pancang pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan pabrik Derivatif Gondorukem Terpentin di Kampung Bojongbata, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang. Pembangunan pabrik Derivatif ini merupakan bentuk transformasi Perhutani BUMN pengelola 2,4 juta Ha lahan hutan negara di Jawa Madura ini untuk mengembangkan bisnis non-kayu yang ditargetkan seimbang dengan bisnis kayu sampai tahun 2015 mendatang. Pembangunan pabrik ini merupakan tindaklanjut dari hasil Retreat BUMN di Istana Bogor tahun 2011, Perhutani melakukan investasi dengan total investasi sebesar Rp.938.304 Miliar, terdiri dari Investasi rutin, salah satunya adalah pembangunan Pabrik Derivat Gondorukem dan Terpentin dengan nilai investasi sebesar Rp.198.8 Miliar. Investasi ini diperkirakan akan menghasilkan nilai tambah 1.5 kali sampai dengan 4 kali lipat, dengan harga produk antara USD 2.000 sampai dengan USD 13.000 per ton. Luas bangunan pabrik direncanakan 2,5 Ha, dibangun diatas lahan 6,3 Ha. Menurut rencana bangunan pabrik akan selesai dalam waktu 540 hari atau lebih kurang delapan belas bulan terhitung sejak diterbitkan surat perintah kerja. PT Rekayasa Industri sebagai pemenang tender adalah kontraktor utama pembangunan sedangkan pengawasanan konstruksi oleh PT Indah Karya. • Humas PHT.
Pensiunan Perhutani Investasi Sengon Rp 360 Juta Meski telah purnatugas dari Perum Perhutani, pensiunan pegawai perusahaan berstatus badan usaha milik negara (BUMN) itu tetap memiliki kepedulian terhadap penghijauan dan pelestarian hutan. Mereka yang tergabung dalam Himpunan Pensiunan Kehutanan (HPK) Jateng melakukan investasi dengan menanam 12.350 pohon sengon di Kabupaten Temanggung dan Kota Semarang. Ketua HPK Jateng Takdir Ismoyo Wahyudi mengatakan investasi pohon sengon itu merupakan wujud kepedulian himpunannya dalam menggelorakan program pemerintah one man one tree atau satu orang satu pohon.
Nilai investasi yang ditanamkan dalam kegiatan usaha tani hutan rakyat itu, menurut dia, berkisar Rp 360 juta lebih. HPK sebagai fasilitator dalam usaha tersebut. “Setiap 100 pohon sengon membutuhkan alokasi dana kurang lebih Rp 3 juta. Bila sudah panen, nanti ada bagi hasil antara pemilik tanah, petani penggarap, penanam modal, pamong desa, dan HPK,” kata Takdir dalam peringatan HUT ke-28 HPK Jateng di Taman Makam Rimbawan (TMR), Ngaliyan, Semarang, Senin. Hingga kini, ada 4.000 orang anggota HPK di Jateng. Usaha tani hutan rakyat bagian upaya meningkatkan kesejahteraan anggotanya. • Suara Merdeka
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Petani di Kawasan Hutan Genjot Panen Padi Huma
P
erum Perhutani Unit III tengah gencar menggalakkan padi huma yang diusahakan oleh para petani masyarakat desa hutan. Komoditas beras huma membidik segmen tertentu sesuai dengan kualitas dan selera konsumen. Selama ini, peminat beras huma tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan penggemar beras padi sawah. Kepala Seksi Perdagangan Perum Perhutani Unit III, Loedy, di Bandung, Selasa (12/6) menjelaskan, ditingkatkannya promosi beras huma dari hutan, diharapkan bisa memotivasi masyarakat desa hutan untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan hutan. ”Hasilnya, secara strategis dapat dibagi untuk persediaan pangan mandiri, dijual bebas, serta memasok tambahan cadangan ke Perum Bulog,” ujarnya. Hal itu, menurut dia, berkaitan dengan ketahanan pangan masyarakat desa hutan, maupun terkait Gerakan Peningkatan Produktivitas Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) dari Kementerian BUMN. Mengingat masih banyak lahan hutan potensial yang dimanfaatkan untuk tanaman padi, yang disebabkan proses peremajaan pohonpohon kehutanan yang masih muda. • Pikiran Rakyat
Perhutani dan SGRO Menekuni Bisnis Sagu Dua perusahaan yaitu Perum Perhutani dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) berniat mengembangkan bisnis sagu. Perhutani selain berkehun sagu juga bakal membangun pabrik pengolahan sagu di tahun ini. Bambang Sukmananto. Direktur Utama Perhutani mengatakan, pihaknya sudah mensurvei lokasi perkebunart sagunya. ”Pada tahap awal kita akan gunakan lahan seluas 10.000 hektare (ha),” katanya. Perkebunan dan pabrik sagu itu memilih lokasi di Sorong Selatan, Papua. Until k mengembangkan kebun dan pabrik, Perhutani siap deiigan investasi sebesar Rp 50 miliar dengan kapasitas 30.000 ton per tahun. Bambang berharap izin untuk kebun sagu itu segera disetujui Pemerinfah Kabupaten (Pemkab) Sorong Seiatan. Jika izin kelar pada akhir tahun ini, pembangunan pabrik dan kebun bisa dilaksanakan sehingga bisa beiproduksi di akhir 2013. Untuk pasokan sagu, Perhutani
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
memang tidak hanya mengandalkan pasokan dari kebun sendiri. Pasokan juga didapat dari kebun sagu rakyat. Selain untuk konsumsi, tepung sagu dimanfaatkan untuk bahan baku bioenergi, lem, maupun kayu lapis. SGRO juga berniat membuka kebun sagu baru seluas 1.0002.000 ha di Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau. Kebun baru itu akan menambah luas lahan tertanam sagu SGRO yang saat ini mencapai 4.000 ha. Michael Kusuma, Kepala Hubungan Investor SGRO mengatakan, kebun sagu di Riau adalah hasil akuisisi. Sebab bila menanam sagu dari awal, perusahaan mesti menunggu 10 tahun hingga 12 tahun memanen sagu. SGRO sudah mengantongi izin perkebunan sagu seluas 21.000 ha di Riau. Dari jumlah itu, SGRO akan memanfaatkan 14.700 ha sebagai: kebun, sisanya untuk wilayah konservasi. Penanaman sagu diharapkan selesai dalam lima tahun ke depan. Setelah di Riau, SGRO berencana menyusul Perhutani untuk mengembangkan kebun sagu di Papua. • Kontan
Perhutani Libatkan Warga sebagai Mitra Kerja Perum Perhutani Kuasa Pemangku Hutan (KPH) Indramayu, Jawa Barat, bersama Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indramayu melibatkan warga yang ada di sekitar hutan perum itu sebagai mitra kerja. Administratur (ADM) Perum Perhutani KPH Indramayu Amas Wijaya ketika dikonfirmasi Suara Karya, Senin (14/5), di ruang kerjanya memaparkan, Perum Perhutani sudah membentuk lembaga yang mengatasnamakan warga petani hutan, yakni lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) di 26 desa dan 10 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Indramayu. ”Mereka sebagai mitra kerja Perum Perhutani dan Pemkab Indramayu. Sudah terekrut sekitar 10.000 orang petani warga hutan. Jika satu keluarga ada tiga orang memanfaatkan lahan ini, maka sudah 30.000 warga yang memanfaatkan lahan hutan,” kata Amas Wijaya yang ditemui Suara Karya tengah bersama Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indramayu Firman Muntako. Ia mengutarakan, masyarakat dapat melakukan penanaman tumpang sari untuk mendukung perekonomian keluarga mereka. Mulai tumpang sari padi dengan pohon kayu putih, tumpang sari ketela pohon dengan jabon, pohon kayu jati, dan tebu, sampai tumpang sari tebu, jabon, dan kayu jati. Menurut Amas Wijaya, program itu dilakukan berdasarkan PP No 72 Tahun 2010 tentang Perum Perhutani bahwa lahan hutan tersebut statusnya milik negara. Warga petani hutan hanya bisa mengelola dan memanfatkan untuk lahan pertanian. • Suara Karya
DUTA Rimba 45
Kepedulian
Tak Hanya Ucap 46 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
LENSA
Kepedulian tak hanya sekadar ucap, tapi harus disertai dengan perbuatan yang nyata.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 47
LENSA
Bermula dari kepedulian yang sederhana mampu memberikan kontribusi besar bagi masyarakat di masa depan.
48 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 49
LENSA
Saling menghargai satu sama lain merupakan awal dari bentuk kepedulian antar sesama dengan tujuan meningkatkan kualitas masyarakat dimasa mendatang.
50 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 51
LENSA OPINI
Dari sebuah kesederhanaan akan mampu menciptakan kekuatan yang besar nantinya.
52 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 53
OPINI
Identifikasi Permasalahan Tenurial dengan Pendekatan Komunikasi Sosial
Oleh: Ir. Mubarak N. A. Sigit, MM
P
ermasalahan konflik tenurial yang banyak terjadi di dalam kawasan hutan adalah persoalan yang sangat kompleks yang dihadapi oleh Perum Perhutani dalam mengemban tugas pengelolaan kawasan hutan saat ini. Timbulnya permasalahan tenurial banyak terjadi pada saat adanya euphoria reformasi yang lalu, di mana ada beberapa bagian hutan mendapat gangguan yang intens dari masyarakat dengan melakukan
54 DUTA Rimba
pencurian kayu dan kegiatan penggarapan hutan secara liar. Selain hal tersebut, karena tekanan sosial yang semakin meningkat dengan meningkatnya populasi masyarakat, jumlah angka pengangguran, serta dinamika perubahan sosial politik di masyarakat sekitar hutan akan memberikan dampak yang negatif terhadap eksistensi kawasan hutan. Permasalahan tenurial berkembang menjadi konflik tenurial dan konflik sosial yang merupakan akumulasi dari kegiatan penggarapan lahan di kawasan hutan oleh masyarakat atau pihak ketiga yang tidak mendapatkan penanganan serius. Permasalahan tenurial tersebut seperti kegiatan penggarapan lahan secara liar, bibrikan lahan, penambangan liar, kerja sama lahan yang melewati batas waktu kemudian berkembang menjadi pendudukan/okupasi dan klaim kepemilikan lahan. Kondisi sosial yang kompleks seperti tersebut di atas akan menjadi “BOM WAKTU” bagi Perum Perhutani apabila permasalahan konflik tenurial dan konflik sosial yang timbul kurang tertangani dan terselesaikan dengan baik. Sampai saat ini permasalahan maupun potensi permasalahan yang timbul belum teridentifikasi dengan baik sehingga perlunya Identifikasi Permasalahan Tenurial dengan Pendekatan Komunikasi Sosial. Identifikasi permasalahan tenurial yang dilakukan harus mencakup multi aspek, terutama aspek sosial, supaya data yang diperoleh dapat menjadi pedoman bagi pengelolaan sosial dalam kawasan hutan. Selain itu permasalahan tenurial tidak terlepas dari peran para stakeholder, sehingga peranan mereka sangat berpengaruh terhadap pola pengelolaan kawasan hutan tersebut. Identifikasi aspek sosial ditujukan untuk mengetahui kondisi sosial, budaya, ekonomi masyarakat desa hutan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
serta mengetahui pola interaksinya dengan kawasan hutan. Identifikasi kondisi sosial, ekonomi, budaya dilakukan dengan menyusun profil sosial (Social Profiling) atau pemetaan sosial (Social Mapping) meliputi sejarah komunitas/desa/dusun, demografi, struktur sosial, interaksi sosial, serta persepsi masyarakat tentang pengelolaan kawasan hutan pada saat sekarang maupun di masa yang akan datang. Penyusunan profil sosial masyarakat desa hutan harus dilakukan secara langsung dengan menggunakan metoda survey formal dengan sampling 100 % atau yang lebih dikenal dengan pendekatan sensus. Pendekatan kuantitatif ini diyakini sebagai pendekatan yang mampu memberikan deskripsi general kondisi sosial masyarakat desa hutan. Guna melengkapi data primer yang bersifat kuantitatif juga perlunya data sekunder dengan melalui pendekatan kualitatif berupa kegiatan wawancara/ interview dan kegiatan pengamatan langsung/direct observation. Dari kegiatan identifikasi sosial dengan melakukan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif tersebut di atas, kemudian dilakukan analisis data profil sosial dengan cara melakukan tiga alur kegiatan secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kegiatan reduksi data merupakan proses pemilahan data yang terkumpul dalam catatan lapangan ke dalam penggolongan data, penentuan bagian-bagian yang hendak dibuang, dipertajam dan dikembangkan. Penyajian data merupakan proses pengelompokan data-data ke dalam upaya untuk menyimpulkan data, yang akan dilakukan dengan sebuah deskripsi yang berisi penjelasan tematik sesuai dengan hasil penemuan lapangan. Penyajian data sosial diharapkan mampu menggambarkan profil sosial masyarakat desa hutan. Data sosial tersebut kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif sehingga dapat menggambarkan potensi permasalahan sosial yang timbul dari masyarakat
desa hutan terhadap kegiatan pengelolaan kawasan hutan. Selain dari permasalahan sosial juga perlu juga dilakukan identifikasi dan inventarisasi akar permasalahan tenurial yang telah terjadi pada kawasan hutan tersebut. Identifikasi Akar Masalah Tenurial Dalam melakukan kegiatan penanganan dan penyelesaian permasalahan tenurial perlu dilakukan perumusan akar permasalahan. Akar permasalahan yang mengakibatkan terjadinya konflik tenurial kawasan hutan pada umumnya di Perum Perhutani dapat disimpulkan sebagai berikut: Adanya tuntutan hidup (sandang, pangan dan papan) akibat adanya tekanan ekonomi dan sosial yang makin tinggi (social economy distress) yang dari tahun ke tahun semakin meningkat akibat perkembangan ekonomi dan politik yang tak menentu. Adanya dua dasar yang masih berlaku pada lokasi yang sama (kawasan hutan) sebagai mana data yang ada di Perum Perhutani, sedangkan masyarakat mengakui bahwa lokasi tersebut merupakan tanah garapan yang sudah terus menerus digarap secara turun temurun oleh orang tua mereka.
Kondisi sosial yang kompleks tersebut akan menjadi “BOM WAKTUâ€? bagi Perum Perhutani apabila permasalahan konflik tenurial dan konflik sosial yang timbul kurang tertangani dan terselesaikan dengan baik. NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 55
Dok. Humas PHT
Adanya anggapan dari masyarakat yang masih keliru belum tuntas. tentang kawasan hutan adalah: Adanya gap dan miskomunikasi antara Petugas Bahwa lahan hutan yang dikuasai adalah milik leluhur/ Perhutani dengan masyarakat sehingga deteksi dini (Early nenek moyang tanpa didukung dengan bukti kepemilikan Warning System) cenderung relatif terlambat. yang sah atau tanpa melalui proses Pada beberapa kasus yang intens perijinan. kemungkinan disebabkan adanya Menggunakan kawasan hutan dan faktor socio-history karena kurang memungut hasil hutan kayu atau bukan harmonisnya hubungan antara kayu tanpa ijin, merupakan warisan masyarakat dan petugas Perhutani. Menggunakan kegiatan secara turun temurun. Dari permasalahan tenurial yang kawasan hutan dan terjadi, dapat diidentifikasi sejumlah Adanya duplikasi/tumpang tindih perijinan atau bukti kepemilikan, potensi permasalahan sosial, yakni: memungut hasil sehingga masyarakat merasa yakin Pertama, Kurangnya peran dan hutan kayu atau akan bukti yang dimilikinya. di antara para pihak bukan kayu tanpa ijin, sinergitas Terhadap kegiatan yang dilakukan (stakeholder) dalam pengelolaan merupakan warisan sumber daya hutan, sehingga oleh Institusi Pemerintah, perijinan kegiatan secara turun terjadinya kesenjangan sosial serta sulit diasumsikan mudah diterbitkan dengan alasan sama-sama untuk kepentingan menciptakan komitmen bersama dalam temurun. negara tanpa melalui prosedur yang mengembangkan potensi sumberdaya berlaku. hutan; Kedua, Lemahnya akses Proses pengunaan kawasan hutan bukan untuk masyarakat terhadap modal (finansial, lahan, saprodi) pembangunan kehutanan seperti proses Tukar Menukar pasar, iptek, informasi, dan dalam proses pengambilan Kawasan Hutan dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang kebijakan pengelolaan hutan (bersama masyarakat). Ketiga, Lemahnya social capital (tingkat kepercayaan,
56 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
kebersamaan, partisipasi dan jejaring sosial) masyarakat desa hutan yang diberdayakan; Kempat, tingginya akses terhadap sumber daya hutan namun kontras dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sempitnya lahan pertanian, banyaknya pengangguran dan belum terwujudnya kelembagaan masyarakat desa hutan yang kuat dan mandiri. Serta kelima, tekanan sosial terhadap kawasan hutan oleh kegiatan non kehutanan, inkonsistensi kebijakan, lemahnya penegakan hukum, dan rendahnya akseptabilitas (pengakuan) terhadap eksistensi tata ruang kawasan hutan.
alat untuk penyelesaian masalah dan penentuan kebijakan lebih lanjut. Langkah-langkah yang perlu ditempuh : Menyusun prosedur pemanfaatan/kerjasama pemanfaatan kawasan hutan/tanah perusahaan dengan Masyarakat Desa Hutan atau para pihak yang berkepentingan (membangun upaya kolaborasi). Sosialisasi prosedur pemanfaatan/kerjasama pemanfaatan kawasan hutan/tanah perusahaan kepada Masyarakat Desa Hutan dan Multi Stake Holder. Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat sekitar hutan dan petugas keamanan untuk meningkatkan pemahaman/penyadaran hukum. Strategi Penanganan Masalah Tenurial Konsolidasi dengan pihak terkait seperti Pemerintahan Dengan latar belakang bahwa akar permasalahan Desa, Muspika, Muspida, Dinas dan Instansi terkait dan yang timbul lebih banyak dikarenakan faktor sosial Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), LMDH, Perguruan ekonomi dan budaya maka pendekatan Tinggi dan multistakeholder lainnya. strategi penanganan permasalahan Sebagai tindak lanjut dari tenurial dilakukan dengan langkah pendekatan sosial dilakukan sosialisasi partisipatif socio-cultural, antara lain: kepada segenap pesanggem dan (1) Resolusi konflik yang berbasis penggarap liar serta Aparat Desa, Dengan melakukan Tokoh Masyarakat, LSM, MUSPIKA nilai kultural dengan membuka ruang pendekatan sosial komunikasi bagi persepsi dan pendapat dan MUSPIDA tentang status dan masyarakat; (2) Resolusi konflik fungsi kawasan serta dasar hukum diharapkan dapat pengembangan dan pelibatan struktur penguasaan wilayah Perum Perhutani. juga sebagai alat kelembagaan yang ada (LMDH), LSM, permasalahan kejadian menggali keinginan Melaporkan LBH, Serikat Petani/Paguyuban Petani, perambahan hutan/bibrikan/okupasi/ masyarakat dan Muspika, Muspida, Perguruan Tinggi pertambangan ilegal kepada Kepala mengetahui akar dll; dan (3) Resolusi konflik pendekatan Kejaksaan Negeri agar mendapatkan silvikultur sebagai bentuk kegiatan bantuan pendampingan hukum oleh permasalahan pemulihan potensi SDH. Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam sehingga bisa Adapun tahapan pelaksanaan rangka penyelamatan Aset Negara dijadikan alat penanganan dan penyelesaian berupa kawasan hutan. untuk penyelesaian permasalahan tenurial dapat dilakukan Kegiatan sosialisasi tersebut masalah dan dengan cara-cara: (1) Pembentukan diharapkan juga menjadi alat untuk Tim Penanganan dan Penyelesaian penentuan kebijakan menjaring keinginan masyarakat secara Konflik Tenurial Tingkat Manajemen luas dan memadukan dengan kebijakan lebih lanjut KPH; (2) Identifikasi dan Inventarisasi manajemen untuk mencari solusi yang Konflik Tenurial berdasarkan strata; (3) Pengembangan terbaik di dalam menyelesaikan permasalahan lahan serta dukungan kepada multipihak dengan cara dialog; (4) membentuk opini dan alur pikir yang sama terhadap Penguatan Kelembagaan LMDH, Forkom PHBM dan permasalahan yang dihadapi sehingga bisa terbentuk Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan; (5) Pembuatan kata mufakat. Apabila terjadi konflik tenurial juga MOU dan Perjanjian Kerjasama (PKS); dan (6) Monitoring diperlukan kegiatan manajemen resolusi konflik dengan dan Evaluasi. melakukan negosiasi/ perundingan maupun mediasi sehingga dapat dicapai kesepakatan dan mufakat. Pendekatan Kemasyarakatan (Social Approach) Terakhir, monitoring dan evaluasi permasalahan terus Pendekatan Kemasyarakatan dilakukan dengan cara menerus diperlukan untuk memperoleh gambaran dan perorangan atau kelompok baik dengan pesanggem perkembangan detail peta permasalahan tenurial sebagai maupun tokoh masyarakat dan aparat desa. Selain itu dasar penetapan dan feed back strategi yang ada dalam dengan melakukan pendekatan sosial diharapkan dapat penanganan dan penyelesaian permasalahan tenurial. juga sebagai alat menggali keinginan masyarakat dan * Penulis adalah Kepala Seksi Komunikasi Sosial mengetahui akar permasalahan sehingga bisa dijadikan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 57
Dok. Humas PHT
58 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
ENSIKLORIMBA
SENGON:
Mengenal Si Hijau Yang Serbaguna Beberapa waktu lalu, sejumlah pensiunan karyawan Perum Perhutani melakukan investasi dengan menanam 12.350 pohon sengon di Kabupaten Temanggung dan Kota Semarang. Meski telah purna tugas dari Perum Perhutani, kepedulian terhadap penghijauan dan pelestarian hutan tetap membumi dalam hati mereka.
I
nvestasi pohon sengon merupakan wujud kepedulian para pensiunan karyawan Perum Perhutani yang tergabung dalam Himpunan Pensiunan Kehutanan (HPK) sekaligus turut menggelorakan program pemerintah “One Man One Tree” atau satu orang satu pohon. Nilai investasi yang ditanamkan dalam kegiatan usaha
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
tani hutan rakyat itu, berkisar Rp 360 juta lebih. Sengon dikenal sebagai kayu rakyat yang serbaguna. Harganya yang relatif terus naik menjadi primadona bagi para petani untuk menanam sengon. Terlebih jika kayu sengon sudah diolah menjadi papan atau balok, harganya bisa melambung lebih tinggi.
Mengenal Sengon Di Indonesia, sengon yang dalam bahasa Inggris disebut dengan nama-nama Moluccan sau, falcata, atau white albizia memiliki beragam nama. Pohon yang dikenal sangat cepat pertumbuhannya ini antara lain dikenal dengan sebutan jeungjing (Sunda), sengon laut, kalbi, albasiah atau albise (Jawa), sika (Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon (Irian Jaya). Pohon sengon memiliki perawakan sedang sampai agak besar dengan tinggi mencapai 40 m dan gemang hingga 100 cm atau lebih. Batang utama umumnya lurus dan silindris, dengan tinggi batang bebas cabang (clear bole) mencapai 20 m. Pepagan berwarna kelabu atau keputih-putihan, licin atau agak berkutil, dengan jajaran lentisel.
DUTA Rimba 59
rgbstock.com
ENSIKLORIMBA
Bertajuk rindang dan renggang. Ranting yang muda bersegi, berambut. Daun majemuk menyirip ganda, dengan satu kelenjar atau lebih pada tangkai atau porosnya, 23-30 cm. Sirip-sirip daun berjumlah 6-20 pasang, masing-masing berisi 6-26 pasang anak daun yang berbentuk elips sampai memanjang, dengan ujung yang sangat miring, runcing, 0,6-1,8 × 0,5 cm. Warna daunnya hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas. Sementara bunganya berkelamin dua, terkumpul dalam bulir yang bercabang, 10-25 cm, terletak di ketiak daun. Berbilangan 5, kelopak bunga bergigi setinggi sekitar 2 mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih dan lalu
60 DUTA Rimba
menjadi kekuningan, berambut, tinggi kira-kira 6 mm. Benangsari berjumlah banyak, putih, muncul keluar mahkota, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung. Buah polong tipis serupa pita, lurus, 6-12 × 2 cm, dengan tangkai sepanjang 0,5-1 cm. Polong memecah sepanjang kampuhnya. Umumnya memiliki biji sebanyak 16 atau kurang. Sengon memiliki ciri kayu terasnya yang berwarna hampir putih atau coklat muda. Sementara kayu gubalnya hampir tak terbedakan dari kayu teras. Kayu Sengon memiliki permukaan yang licin atau hampir licin, dan mengkilap; dengan tekstur yang agak kasar dan merata. Kayu yang masih segar berbau seperti petai, yang lambat laun menghilang apabila kayunya menjadi kering.
Kayu Sengon termasuk ke dalam kayu ringan, dengan berat jenis sekitar 0,33. Kayu ini termasuk ke dalam kelas kuat IV-V, dan kelas awet IV-V. Kayu Sengon cukup mudah diawetkan (keterawetan sedang) dan mudah pula dikeringkan, meskipun pada kayu yang seratnya tidak lurus mudah terjadi pencekungan dan pemilinan. Pengeringan alami papan dengan ketebalan 2,5 cm hingga kadar air sekitar 20% memerlukan waktu kurang-lebih 33 hari. Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus ke dalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun, dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah di sekitar pohon sengon menjadi subur.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
KLASIFIKASI Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Sub Famili : Mimosoidae Marga
: Paraserianthes
Jenis
: Paraserianthes falcataria
Sinonim
: Albizia Moluccana Miq. Albizia,
Falcata Backer;
Albizia Falcataria (L.) Fosberg.
Nama lokal : Sengon (umum), Jeung Jing (Sunda),
Sengon Laut (Jawa), Sika (Maluku),
Tedehu Pute (Sulawesi), Bae, Wahogon (Irja).
rgbstock.com
Kegunaan Kayu Sengon Meski tidak semudah kayu meranti merah, dalam pengolahannya jenis kayu ini relatif mudah dikerjakan, baik digergaji, diserut, dibentuk, diamplas, maupun dibubut. Namun, pemboran dan pembuatan lubang persegi kadang-kadang memberikan hasil yang kurang memuaskan. Kayunya dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin. Kayu sengon dikenal sebagai bahan bangunan yang memiliki kualitas lumayan baik dan banyak dicari karena harganya cukup murah. Selain itu kayu sengon juga banyak dicari untuk dibuat peti buah, papan penyekat, papan penahan cor, batang korek api, pensil, bahan kertas, dan banyak juga dipakai untuk membuat mebel sederhana. Bahkan batangnya yang tidak terpakai masih dapat digunakan sebagai kayu bakar, dan daunnya bisa dijadikan pakan ternak, seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. •
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
DUTA Rimba 61
rgbstock.com
62 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
RIMBADAYA
Membangun
"Benteng Sosial"
di Kangean Marinus Hinga, Asper BKPH Kangean Timur banyak menuturkan kepedulian masyarakat desa hutan Kangean terhadap kelestarian kawasan hutan yang ada di sekitarnya.
M
arinus yang juga asli putra Kangean, paham betul bahwa bila pun ada masyarakat yang mencuri kayu, semata-mata karena terpaksa untuk memenuhi tuntutan hidup. “Namun apapun alasannya, menebang kayu tanpa ijin itu merupakan tindak pencurian dan sudah melanggar hukum, tentu saja saya tidak bisa membiarkannya terus berlanjut” ujar Marinus. Menurutnya, kondisi masyarakat desa hutan Kangean tidak bisa disamakan dengan desa hutan lainnya di daratan. Selain masalah kemiskinan, jumlahnya pun sangat banyak. Bayangkan saja, dari 23 desa hutan di kepulauan, sebanyak 21 desa hutan ada di Pulau Kangean. Padahal jumlah desa di dua kecamatan di
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Pulau Kangean sendiri ada 27 desa dan 1 desa di Pulau Saobi. “Hutan Kangean itu dikepung desa hutan dengan jarak jelajah yang cukup luas, hampir 25 ribu hektar, itu sama saja dengan 65 % kawasan hutan di Kepulauan Kangean berada di Kangean Timur. Jika mengandalkan petugas kami yang sedikit, jelas kami tidak akan mampu untuk mengontrol keamanan hutan,” tuturnya. Namun Marinus sangat bersyukur, dirinya banyak dibantu masyarakat dalam melakukan pengamanan hutan. Banyak informasi tentang penebangan liar yang justru dia peroleh dari masyarakat. “Kuncinya pendekatan yang adil dan ‘memanusiakan’ mereka,” tegasnya. Marinus memiliki beragam cara dalam melakukan pendekatan.
Antara lain, dalam setiap acara apapun yang melibatkan masyarakat, Marinus selalu berusaha hadir di tengah-tengah mereka. “Bahkan sampai kebablasan, kalau Pak Camat tidak bisa hadir, masyarakat sering mendaulatnya untuk mewakili Pak Camat, jadi saya ini selain Asper juga merangkap wakil camat Kangayan,” ujarnya disusul tawa. Melalui pola pendekatan seperti itu, Marinus berharap masyarakat akan rikuh sendiri jika harus mencuri aset negara yang dijaganya. Itu pun masih saja ada yang bobol, khususnya yang datang dari luar pulau atau sengaja memanfaatkan masyarakat desa hutan untuk mencuri kayu, kemudian dibeli oleh para penadah. Dalam setiap kesempatan, Marinus selalu mengatakan kepada masyarakat bahwa hutan ini milik negara, bukan milik Perhutani, dirinya hanya pegawai perusahaan negara yang diberi amanah untuk mengelola hutan. Begitu pun kepada aparat pemerintahan setempat. Bila ada gangguan terhadap aset negara, maka aparatur negara harus turun bersama-sama mengatasinya.
DUTA Rimba 63
Dok. KPH Madura
RIMBADAYA
Marinus Hinga Asper BKPH Kangean Timur
Idealnya, saya harus memberikan sesuatu sebagai tanda balas budi, anggap saja pengikat hati agar mereka semakin semangat menjaga hutan.
64 DUTA Rimba
Marinus meyakini, hanya dengan cara membangun benteng sosial bersama masyarakat lah hutan Kangean akan relatif lebih aman. Pasalnya, kayu yang dicuri sering kali dibawa melalui laut untuk dijual ke luar pulau. Pada saat pengangkutan hasil curian itulah, masyarakat banyak yang memberikan informasi kepadanya, karena mereka tinggal di sekitar pesisir dan berprofesi sebagai nelayan. Meskipun Marinus yakin dengan benteng sosial yang dibangunnya, namun sering kali ia merasa kebingungan untuk memperkuat benteng sosial itu, atau setidaknya menjaganya agar tidak hancur dan ditembus para penebang liar. “Idealnya, saya harus memberikan sesuatu sebagai tanda balas budi, anggap saja pengikat hati agar mereka semakin semangat menjaga hutan” ujarnya. Namun bukan berarti memberi uang, lanjutnya, dirinya hanya ingin memberi kail bukan ikan. Membantu mereka memiliki dan mengembangkan usaha produktifnya merupakan harapannya. “Tapi kemampuan dan jangkauan saya sendiri terbatas. Memberi modal, melatih teknologi dan menunjukan pasarnya, sesuatu yang sebenarnya asing bagi kami di Perhutani” tuturnya. Kepedulian masyarakat desa hutan terhadap kawasan hutan tidak saja terbatas pada memberikan informasi tindak kejahatan illegal logging, tapi juga upaya untuk melakukan penghijauan pada areal yang dimungkinkan. “Kami sedang berpikir bagaimana masyarakat dapat mengambil manfaat dengan tanpa menggangu kawasan, kebetulan Pak Adm memberikan arahan untuk memacu hasil hutan bukan kayu, saya rasa itu memang cara yang tepat untuk kondisi Kangean” paparnya.
Asper yang cukup populer di Pulau Kangean tersebut menyebutkan bahwa kemiskinan desa hutan di wilayahnya terkait erat dengan minimnya kondisi sarana prasarana untuk memacu mereka lebih produktif dari sisi ekonomi. Listrik di Kangean hanya menyala dari jam 5 sore sampai jam 5 pagi, kecuali mereka yang memiliki mesin sendiri. Sehingga sulit untuk mengembangkan industri pengolahan. Padahal menurutnya, hanya dengan cara mengolah bahan baku menjadi barang jadi, maka masyarakat akan mendapatkan tambahan pada nilai produknya. Keinginan Marinus untuk membangun kesejahteraan masyarakat desa hutan Kangean yang disebutnya sebagai “Benteng Sosial”, bukanlah pekerjaan yang mudah. Penelitian yang dilakukan oleh Engkus Ruswana (2000) di wilayah Timur Indonesia, misalnya memberikan rekomendasi, bahwa pengembangan daerah kepulauan seyogianya memperhatikan kendala dan potensi yang dimiliki kawasan kepulauan yang didasarkan atas aspek kelestarian lingkungan dalam penggunaan lahan. Dengan pelbagai tantangan geografis, topografis, dan sosialekonomi yang ada, Ruswana menawarkan konsep perencanaan penggunaan lahan di daerah kepulauan yang didasarkan pada kapasitas dan daya dukung lahan serta, kelestarian sumber daya air, pengurangan ketergantungan penduduk atas pertanian, kegiatan ekonomi yang diarahkan pada pemanfaatan sumber daya laut. Hal ini berarti memerlukan keterlibatan aktif pemerintah dalam implementasinya. Pentingnya pendekatan ekonomis dan ekologis dalam pengembangan kawasan kepulauan di Indonesia juga mendapat
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. KPH Madura
Kami sedang berpikir bagaimana masyarakat dapat mengambil manfaat dengan tanpa menggangu kawasan, kebetulan Pak Adm memberikan arahan untuk memacu hasil hutan bukan kayu, saya rasa itu memang cara yang tepat untuk kondisi Kangean.
Marinus (2 dari kanan), Camat Kangayan, KadesTembayangan, saat survey lokasi pembangunan akses jalan.
perhatian secara khusus Rokhmin Dahuri (1998). Dalam suatu studi kasusnya di Pulau Siberut, Dahuri mencoba menawarkan pendekatan agromari-ne sebagai model pengembangan yang kontekstual untuk membangun masyarakat kepulauan. Pendekatan ini mensyaratkan pembangunan yang memperhatikan kesesuaian dan daya dukung lingkungan, pengembangan perikanan, dan pendekatan agrobisnis perikanan serta pengembangan pola kemitraan.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Artinya, meskipun mungkin secara ekonomi pengembangan sektor perikanan di wilayah kepulauan sangat prospektif, tetapi jika tidak didukung dan memperhatikan daya dukung SDA dan lingkungan, maka bukan tidak mungkin hasil yang diperoleh hanyalah bersifat sesaat. Saya melihat, keinginan marinus untuk membangun “Benteng Sosial” di seputar kawasan hutan Kangean, lahir dari pemahaman yang dalam tentang kaitan antara kemiskinan yang setiap hari dilihatnya dan
tuntutan untuk menciptakan kelestarian hutan. Memandang sisi sosial, ekonomi dan ekologi secara bersamaan memang seringkali melahirkan pilihan-pilihan yang sulit. Meskipun sesungguhnya, hal tersebut bisa dilakukan bersama dan selaras. Masalahnya, Marinus dan para frontline Perum Perhutani di Kepulauan Kangean, memiliki keterbatasan untuk meramu ketiga sisi tersebut menjadi formula kesejahteraan. • DR - A Dudi Krisnadi
DUTA Rimba 65
66 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
BISNISRIMBA
Menakar Prospek
Pabrik Derivat Gondorukem dan Terpentin Produk hasil olahan getah pinus menjadi salah satu andalan Perhutani untuk meraih pendapatan selain kayu. Tahun ini menjadi saat pengembangan industri buat Perhutani. Dan, salah satu pengejawantahan revitalisasi industri itu ialah membangun pabrik pengolahan produk dari getah pinus tersebut.
M
enteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, menyebut, Perum Perhutani harus dipaksakan untuk bergerak, hidup, dan terus berkembang. “Kalau tidak dipaksakan, kadang kita malas berubah. Kalau tidak dipaksakan, kadang kita tidak mau maju. Karena itu harus dipaksa,” tegasnya. Dahlan mengatakan hal itu ketika meresmikan dimulainya pembangunan pabrik derivat gondorukemterpentin di kampung Bojongbata, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah,
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
25 Juni 2012. Dahlan Iskan didampingi Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto, dan beberapa pejabat daerah, termasuk Bupati Pemalang H Junaedi SH MM, saat itu secara bersama-sama menekan tombol yang menandai penancapan tiang pancang pertama untuk memulai proses pembangunan pabrik tersebut. Segera setelah tombol berbunyi, suara mesin paku bumi yang menancapkan patok pun saling bersahutan. Pabrik derivat gondorukem dan terpentin yang akan dibangun itu disebut-sebut akan menjadi pabrik gondorukem terbesar di Asia
Tenggara. Pabrik yang bangunannya direncanakan seluas 2,5 hektare itu dibangun di atas lahan seluas 6,3 hektare. Dipaksa? Ya, karena untuk membangun pabrik tersebut, investasinya bukan main-main. Total investasi yang siap digelontorkan di proyek tersebut adalah Rp 938.304 miliar. Sebagian dana investasi itu didapat dari pinjaman. “Pabrik ini adalah satu-satunya pabrik derivat terpadu, terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara,” kata Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto.
DUTA Rimba 67
Menteri Dahlan Iskan menyebut, Perhutani harus membangun pabrik derivat tersebut, karena ia ingin Perhutani terus bergerak, sehingga maju dan berkembang. Karena itu, perhutani tidak punya jalan lain selain membangun pabrik itu dan memajukannya. Sebab, kemajuan pabrik itulah satu-satunya jalan bagi Perhutani untuk dapat melunasi hutang pinjaman untuk pembangunan pabrik. “Untuk bisa maju harus hutang. Untuk bayar hutang, harus maju,” tegasnya. Dahlan juga mengatakan, investasi harus terus ditanamkan agar pertumbuhan ekonomi dapat terus meningkat. Proyek-proyek pembangunan dan investasi tidak boleh ditunda karena keruwetan atau karena kemalasan. Karena itu, ungkapnya, pemerintah telah mencanangkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,5 persen. Angka pertumbuhan ekonomi itu tidak mungkin dapat dicapai jika tidak sungguh-sungguh dan tidak berupaya untuk terus mengembangkan proyek-proyek baru. “(Angka pertumbuhan ekonomi 6,5 persen) Ini sangat baik di tengah kondisi ekonomi Eropa dan Amerika yang sedang jelek. Ekonomi di luar negeri sedang jelek sekarang. Amerika, Eropa, sedang jelek. Tetapi, jeleknya orang kaya jangan dibayangkan susah banget. Nggak. Ini memberikan satu gambaran ekonomi sedang tidak baik. Kalau Indonesia tidak bergerak, maka Indonesia akan ketularan tidak baik,” ucapnya. Menurut Dahlan, jika Eropa saat ini dalam kondisi tidak baik, mungkin dampaknya tidak akan seberapa terasa. Sebab, sakitnya orang kaya itu berbeda dengan sakitnya orang Indonesia yang miskin. “Sehingga mau tidak mau kita harus berbuat sesuatu.
68 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
BISNISRIMBA
Termasuk Perhutani, harus berbuat sesuatu untuk membuat ekonomi ini terus bergerak,” tegasnya. Lokasi Terbaik Di kesempatan tersebut, Bambang Sukmananto mengungkapkan, pembangunan pabrik derivat gondorukem-terpentin itu merupakan tindak lanjut dari retreat BUMN di Istana Bogor tahun 2011. Proses pembangunannya diperkirakan akan memakan waktu 18 bulan. Direncanakan, pabrik yang sedang dibangun ini akan memiliki kapasitas untuk mengolah bahan baku getah pinus yang mencapai 24.500 ton per tahun. “Pembangunan pabrik ini adalah bukti keseriusan Perhutani untuk meningkatkan pendapatan non kayu di masa depan dalam rangka konservasi hutan Jawa,” ungkapnya. Kabupaten Pemalang dipilih sebagai lokasi pabrik, karena inilah yang dipandang sebagai lokasi terbaik. Sebab, lokasi pabrik di Kabupaten Pemalang itu dekat dengan tempat ketersediaan bahan baku, dan dekat pula dengan pelabuhan. Apalagi, dengan kehadiran pabrik derivat gondorukem-terpentin itu di
Pemalang, tidak kurang 1.650 orang tenaga kerja akan dapat diserap. Sejumlah 150 orang adalah tenaga kerja langsung dan 1.500 orang merupakan tenaga kerja tidak langsung. Bupati Pemalang, H Junaedi, menyatakan, pihaknya menyambut baik investasi pabrik tersebut. “Kami memberikan kesempatan kepada investor seluas-luasnya dan memberikan kemudahan dalam perizinan,” jelasnya. Di kesempatan itu, Bupati pun meminta agar pembangunan pabrik tersebut segera selesai dan dapat beroperasi, selanjutnya memanfaatkan masyarakat sekitar pabrik sebagai tenaga kerja dengan memperhatikan prinsip profesionalisme. Terkait dengan kapasitas produksi pabrik tersebut, menurut Dahlan Iskan, hutan pinus yang luas yang dimiliki Perhutani di Jawa Tengah ini harus mempunyai nilai tambah bagi Indonesia. Pohon-pohon pinus itu bisa dideres, lalu getahnya menjadi gondorukem. Gondorukem diolah menjadi derivatif yang merupakan bahan cat, parfum, campuran kertas, bahan tinta, bahan campuran untuk ban mobil, dan sebagainya.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
Kapasitas pabrik rencananya mencapai 25.000 ton getah pinus yang akan memproduksi glicerol rosin ester, alpha pinene, betha pinene, delta limonen cinel dan alpha terpineol. Produk tersebut merupakan bahan baku industri makanan dan minuman, adhesive, industri kertas, cat dan tinta, parfum dan farmasi. Dari investasi ini akan menghasilkan nilai tambah 1,5 sampai 2 kali lipat dari investasi awal. “Ini adalah bentuk transformasi Perhutani sebagai BUMN yang mengelola 2,4 juta hektare lahan hutan negara di Jawa dan Madura,” ujar Sekretaris Perusahaan Perum Perhutani, Hari Priyanto. Potensi Besar Gondorukem (resina colophonium) adalah produk olahan dari getah hasil sadapan pada batang tusam (Pinus). Gondorukem adalah hasil pembersihan terhadap residu proses destilasi (penyulingan) uap terhadap getah tusam. Hasil destilasinya sendiri menjadi terpentin. Di Indonesia, gondorukem dan terpentin diambil dari batang tusam Sumatera (Pinus merkusii). Sedangkan di luar negeri, produk gondorukem dan terpentin bersumber dari Pinus palustris, Pinus
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
pinaster, Pinus ponderosa, dan Pinus roxburghii. Gondorukem diperdagangkan dalam bentuk keping-keping padat berwarna kuning keemasan. Kandungannya sebagian besar adalah asam-asam diterpena, terutama asam abietat, asam isopimarat, asam laevoabietat, dan asam pimarat. Penggunaannya antara lain sebagai bahan pelunak plester serta campuran perban gigi, sebagai campuran perona mata (eyeshadow) dan penguat bulu mata, sebagai bahan perekat warna pada industri percetakan (tinta) dan cat (lak). Sedangkan terpentin adalah hasil olahan dari getah pinus yang berupa cairan (fluid). Terpentin berasal dari Bahasa Yunani terebinthine, yang merupakan salah satu nama spesies pohon. Di Indonesia, pada umumnya terpentin diambil dari getah pohon Pinus, khususnya Pinus merkusii. Terpentin digunakan sebagai pelarut dan sumber bahan untuk sintesa organik. Karena digunakan sebagai pelarut, maka terpentin merupakan bahan baku dalam industri kimia. Menurut Direktur Produksi dan Industri Perum Perhutani, Heru Siswanto, Perhutani memiliki banyak
lahan yang mengandung potensi besar olahan getah pinus. Sebab, hutan pinus yang tumbuh di areal milik Perhutani begitu luas. Di Jawa Tengah, kawasan potensial tersebut antara lain tersebar di Banyumas Barat, Banyumas Timur, Kedu Selatan, Kedu Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Timur, dan Surakarta. Di Jawa Timur, potensinya terdapat mulai dari Jember, Banyuwangi Barat, Probolinggo, Lawu DS, Malang, dan Pasuruan. Sedangkan di Jawa Barat, menurut Heru, potensinya hampir merata, karena daerah di provinsi Jawa Barat ini pada umumnya merupakan area pegunungan. Namun, dapat dipetakan bahwa daerah hutan pinus yang potensial menghasilkan gondorukem dan terpentin di Jawa Barat adalah Ciamis, Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Cianjur, Bandung Utara, Bandung Selatan, dan Sukabumi. “Proses produksi dari getah pinus menjadi gondorukem itu sederhana saja. Itu hanya proses penyulingan biasa. Tetapi kalau untuk derivatif, itu memang sudah memerlukan proses yang canggih,” ujarnya. Heru menegaskan, manajemen Perhutani begitu menekankan industri gondorukem dan terpentin ini, karena share revenue dari kedua produk tersebut dalam satu tahun mencapai tidak kurang dari Rp 1,5 triliun. Nah, keberadaan pabrik derivat berkapasitas 24.500 ton tersebut akan kian meningkatkan potensi pendapatan tersebut. Sebab, jika seluruh kapasitas 24.500 ton itu terpenuhi dan semuanya dapat dimasak menjadi gondorukem dan terpentin, Heru Siswanto menghitung, Perhutani dapat meraup pendapatan hingga mencapai tidak kurang dari Rp 340 miliar. Apalagi, dengan keberadaan pabrik derivat tersebut, maka 24.500 ton getah pinus itu tidak hanya
DUTA Rimba 69
Dok. Humas PHT
BISNISRIMBA
terbatas diolah sampai menjadi gondorukem dan terpentin saja, tetapi juga dapat diolah menjadi produk derivatif. Jika hal itu terwujud dengan efektif, minimal penghasilan Perhutani dapat mencapai angka Rp 500 miliar. Artinya, dari sana terdapat nilai tambah sejumlah kurang lebih Rp 160 miliar. Hari Priyanto menambahkan, manajemen Perhutani sendiri memprediksi, lewat pengoperasian pabrik derivat ini, akan mampu menghasilkan nilai tambah 1,5 hingga 4 kali lipat dari pendapatan sebelumnya. “Dengan pertimbangan nilai produk antara US$ 2.000 hingga US$ 313.000 per ton,” ujar Hari. Sebagai pelaksana pembangunan pabrik tersebut, ditunjuklah PT Rekayasa Industri. PT Rekayasa Industri sebelumnya juga telah bekerjasama dengan PT Perhutani Anugerah Kimia untuk membangun pabrik yang sama, berkapasitas bahan baku getah pinus hingga 4.000 ton per tahun.
70 DUTA Rimba
Tugas Lain Menanti Mantan Direktur Utama Perum Perhutani, Wardono Saleh, menyambut baik perkembangan Perhutani saat ini. Pengembangan produk turunan dari hasil olahan getah pinus dipandangnya mengandung potensi yang besar. Sebab, industri hilir dari getah pinus itu banyak sekali, dan masing-masing juga menyimpan potensi pasar. “Tetapi sekali lagi, harus dipikirkan masalah dana untuk pengembangannya. Kalau soal teknologi, kita bisa beli. Tetapi dana itu harus dipikirkan. Apakah dengan patungan dan sebagainya. Ya, menurut saya lebih baik dengan patungan. Karena pembangunan pabrik juga merupakan hal yang penting,” ujarnya. Di bagian lain, menurut Bambang Sukmananto, tahun ini Perhutani mendapat beban yang berat dari Kementerian BUMN. Yang pertama, proyek pembangunan pabrik tersebut harus jalan karena
dampaknya yang akan luar biasa. ”Kita bayangkan nanti rakyat yang bekerja menderes. Ini memberikan kehidupan bagi banyak orang,” ungkapnya. Yang kedua, seperti diungkapkan Menteri Dahlan Iskan, tahun ini pihaknya memberikan beban bagi Perhutani untuk menegakkan akal sehat. Harus ada proyek yang seharusnya ada, tetapi sekarang ini belum ada. Yaitu membangun pabrik sagu di Papua. Hal itu terkait dengan program pemerintah untuk memenuhi keanekaragaman pangan Nusantara. Selain itu, juga rencananya untuk menggabungkan beberapa perusahaan kehutanan menjadi satu di bawah satu manajemen yang dikendalikan oleh Perhutani. “Kalau bagi Perhutani, karena ini adalah tugas negara ya kami siap. Mau tidak mau harus siap. Saya juga sampaikan kepada rekan-rekan bahwa BUMN ini adalah bagian dari negara, sehingga kita harus membantu supaya BUMN itu kuat. Karena, kalau BUMN tidak kuat nanti akan membebani negara. Sehingga kita harus kuat, untuk bisa mengelola aset kita, baik yang di Jawa maupun di luar Jawa. Sementara ini, karena Perhutani dianggap yang cukup kuat, maka akan membantu Inhutani I sampai V untuk bisa membangun BUMN Kehutanan. Hanya akan ada satu nanti BUMN Kehutanan. Untuk Jawa dan luar Jawa,” tegas Bambang Sukmananto kepada wartawan. Jajaran Kementerian BUMN kini juga berpikir, bagaimana agar tanah-tanah yang dimiliki Perhutani dan PTPN bisa dimanfaatkan untuk menanam kedelai secara besarbesaran. Terutama di areal lahan yang tanamannya masih belum berumur tiga tahun. Di sela-sela tanamannya tentu bisa dimanfaatkan untuk menanam bahan baku tahu, tempe, dan tauco, tersebut. • DR
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
LIBURAN KALI INI TAK LAGI DI RUMAH TERUS Kenalkan buah hati anda dengan lingkungan dan alam sejak dini, ajak mereka menikmati puluhan destinasi wisata alam menarik di Jawa Timur NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
dapatkan informasi lengkapnya di DUTA Rimba 71 www.wisataperhutanijatim.com
WISATARIMBA
Bertemu Baron dan Jack di Blanakan “Sigra milir sang gethek sinangga bajul...” Itu penggalan lirik yang konon dilantunkan Joko Tingkir, pendiri Kerajaan Pajang, saat memanggil buaya-buaya di Bengawan Solo. Tetapi, di Wana Wisata Penangkaran Buaya, Blanakan, Subang, Jawa Barat, Anda tak perlu melantunkannya untuk memanggil para buaya. Lalu menikmati keindahan yang memesona sekaligus menyeramkan itu.
S
antoso mengayunkan tongkat bambu dengan tangan kanannya di tepi kolam. Perlahan, petugas penangkaran buaya itu menepuk-nepukkan bambu di tangannya ke permukaan air kolam penangkaran. Air pun memercik. Beberapa kali aksi itu ia lakukan sembari terus memanggil satu nama. “Baron! Baron! Ayo keluar, Baron!” Permukaan air masih tenang. Tak nampak ada pergerakan. Santoso
72 DUTA Rimba
pun mengayunkan lagi bambunya. Sementara Ridwan, rekan sesama petugas penangkaran buaya, mengawasi di belakangnya. “Baron! Baron!” panggil Santoso. “Mungkin dia tidak mau keluar,” kata Duta Rimba yang siang itu berkesempatan meliput ke Wana Wisata Penangkaran Buaya di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, itu. “Tidak,” jawab Santoso. “Itu dia sudah menuju ke sini,” katanya sambil
menunjuk ke tengah kolam. Lalu memanggil lagi, “Baron!” Benar saja. Beberapa detik kemudian, seekor buaya besar dengan panjang 5,5 meter dan berat 890 kg, muncul dari dalam permukaan air berwarna hijau tua itu. Dengan gerakan cepat, si pemilik nama Baron itu melompat naik ke tepi kolam, dan langsung membuka mulutnya. Aksi mengejutkan itu cukup membuat degup jantung berpacu. Tetapi, setelah itu Baron
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
tidak melakukan apa-apa lagi. Ia mematung di tepi kolam. Santoso menepuk-nepuk lagi tongkat bambu ke air di dekat Baron. “Ayo, Baron. Lebih mendekat lagi,” katanya. Baron pun bergerak sedikit naik ke darat. Kini posisinya sudah setengah di darat. Mulutnya tetap menganga. Santoso pun bercerita bahwa Baron adalah buaya yang sangat ramah bagi pengunjung. Jadi ia bisa dipegang oleh pengunjung. Maka, jika pengunjung ingin berfoto dengannya, dapat segera melakukannya begitu sang buaya berusia 31 tahun itu naik ke tepi kolam. Santoso pun mengundang Duta Rimba untuk memegang Baron. Melihat kami agak ragu, Santoso meyakinkan bahwa Baron tak akan mengigit atau mencelakai orang yang berfoto bersamanya. Setelah menimbang-nimbang, kami pun memberanikan diri menyentuh sang Baron. Wuih... itu sebuah pengalaman yang memacu adrenalin juga, lho. Setelah puas bermain dengan Baron, Santoso pun beralih ke sisi kiri kolam dan memangil nama yang lain. “Jack! Jack! Keluar, Jack.” serunya. Sementara Baron kembali masuk ke dalam air. Santoso mengulangi aksinya yang sama dengan saat memanggil Baron tadi. Ia menepuk-nepuk tongkat bambu ke permukaan air sambil memanggil Jack. Setelah beberapa kali dipanggil, seketika Jack muncul dengan gerakan cepat dan mulut menganga. Sudah itu, buaya sepanjang 6 meter dan berat 1 ton itu masuk kembali ke air. Santoso memanggil lagi. Jack keluar lagi dengan gerakan sama dan segera masuk lagi ke air. Sambil memanggil-manggil Jack, Santoso bercerita bahwa Jack adalah buaya yang sangat ganas. Usianya sama dengan Baron, 31 tahun. Di kolam atraksi itu, pengunjung yang
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
ingin melihat bagaimana buaya yang merupakan binatang buas itu menangkap mangsanya, dapat melihat aksi Jack menangkap dan memangsa bebek yang diayunkan sang pawang petugas penangkaran. Berbeda dengan Baron, pengunjung mungkin hanya sempat beberapa detik saja melihat aksi Jack. Di dalam kolam atraksi itu, selain dua ekor buaya jantan bernama Baron dan Jack, terdapat juga 5 ekor buaya betina. Usia dari masing masing buaya betina itu 25 tahun, dan bernama Nancy, Neni, Siti, Bapuk, dan Beti. Masing-masing buaya di kolam atraksi itu memiliki wilayah teritorial yang menjadi daerah kekuasaannya. Misalnya, wilayah Jack berada di sisi kiri kolam atraksi dan Baron di bagian tengah kolam atraksi. “Buaya yang bisa dipanggil ada dua, yaitu Baron dan Jack. Tetapi untuk foto, yang bisa dipegang pengunjung cuma Baron. Kalau Jack itu masih agresif. Untuk kami, bisa (diajak foto bersama). Tetapi kalau untuk pengunjung, kami nggak berani. Khawatir nanti dia melakukan aksi berbahaya sedangkan pengunjungnya kurang tahu (cara mengantisipasinya). Sehingga sangat berbahaya-lah,” tutur Santoso. Selain Baron, Jack, dan 5 ekor betina itu, di lokasi penangkaran buaya Blanakan juga terdapat ratusan ekor buaya. Menurut Santoso, saat ini total buaya di sana adalah 451 ekor, termasuk anakan. Mereka semua adalah jenis Buaya Muara (crocodylus porosus) yang berasal dari berbagai daerah semisal Pontianak, Palembang, Kupang, dan sebagainya. Buaya-buaya itu ditempatkan di 23 kolam yang terdapat di Wana Wisata Buaya Blanakan (WWBB). Masingmasing kolam dipagari tembok tinggi ditambah pagar jeruji besi di atasnya. Seperti kandang. Kandang untuk buaya atraksi merupakan kandang terbesar dengan luas kira-kira
setengah hektare, dan kolamnya yang berukuran 200 meter persegi adalah kolam terluas. Cegah kepunahan WWBB adalah salah satu lokasi tujuan wisata milik Perum Perhutani yang dikembangkan sejak tahun 1988. Semula, penangkaran buaya itu difungsikan untuk melindungi Buaya Muara dari kepunahan. Pada perkembangannya, area penangkaran buaya seluas 15 hektare itu dijadikan tempat penelitian dan objek wisata. “Khusus untuk area penangkaran sendiri luasnya 2,71 hektare,” tutur Santoso. Di penangkaran ini, dalam perjalanan sejak tahun 1988, telah banyak lahir buaya-buaya muara. Mengapa buaya muara perlu dilestarikan agar tidak punah? Sebab, sudah banyak daerah habitatnya yang hilang. Sudah banyak sungai dan rawa yang beralih fungsi menjadi tempat tinggal manusia atau difungsikan untuk tujuan lain, sehingga membuat buaya muara semakin terdesak. Lokasi hidup mereka tak lagi nyaman. Selain itu, juga karena banyaknya sungai atau rawa yang mengalami polusi dan airnya menjadi korban pencemaran. Akibatnya, buayabuaya muara menjadi mati dan populasinya semakin sedikit. Jika kondisi itu dibiarkan, buayabuaya muara akan menjelang kepunahannya. Maka, keberadaan sebuah penangkaran buaya di Blanakan, Subang, ini diharapkan dapat menghasilkan buaya-buaya yang dapat di kembangbiakkan, agar kelestariannya dapat dipertahankan dan tidak mengalami kepunahan. Jika pun buaya-buaya tersebut akan dilepas ke alam bebas, diharapkan buaya-buaya tersebut bisa kembali kepada habitatnya sendiri.
DUTA Rimba 73
Agar para buaya muara itu nyaman dan dapat berkembangbiak dengan baik, dipilihlah lokasi yang sesuai habitat asli mereka. Menurut Ridwan, ketika tahun 1988 Perhutani akan memilih lokasi untuk difungsikan sebagai penangkaran buaya, terlebih dahulu dilakukan survey ke beberapa lokasi. Setelah melalui proses penyeleksian dan survey lapangan, didapatlah tiga calon lokasi yaitu Pantai Pondok Bali, Blanakan, dan Karawang. Masing-masing lokasi memiliki kelebihan. Dari segi pesona wisata, Pantai Pondok Bali yang terletak di daerah Subang, menawarkan keindahan khas alamiah. Layaknya pantai di Pulau Bali, Pantai Pondok Bali juga menampilkan hamparan pasir putih dan pemandangan pantai yang indah. Sedangkan Blanakan yang merupakan daerah muara adalah lokasi tempat pertemuan air sungai dan air laut. Sehingga, air di Blanakan bersifat payau. “Setelah ditelaah kembali, ternyata yang cocok sebagai lokasi penangkaran buaya muara itu di Blanakan ini. Pertama karena sesuai habitatnya. Jadi, kondisi air payau di sini yaitu pertemuan antara air laut dengan air tawar itu cocok dengan habitat buaya. Kedua, penyediaan pakan juga relatif mudah. Karena dekat dengan laut. Maka, ditempatkanlah penangkaran buaya ini di Blanakan. Sebetulnya, kalau hanya mengejar untuk sektor wisata saja, di Pondok Bali itu lebih bagus. Karena pantainya berpasir putih. Tetapi, yang dikejar bukan hanya untuk sektor wisatanya tetapi untuk penangkarannya, sehingga harus dilihat juga lokasi yang sesuai habitatnya. Maka lokasi yang dipilih ya di sini,” urai Ridwan. Karena habitatnya di air payau, buaya muara lebih kuat terhadap kondisi alam di sekitarnya. Ia dapat hidup di air laut yang asin sekaligus
74 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
WISATARIMBA
dapat juga hidup di air tawar. Bahkan, di laut pun buaya muara dapat bertahan hidup, asalkan pasokan pakannya tersedia. Oya, pakan bagi para buaya ini adalah ikan-ikan laut. Ridwan dan Santoso yang telah bertugas di WWBB sejak dibuka tahun 1988 itu pun berkisah, persoalan pakan untuk para buaya itu menjadi satu dinamika tersendiri. Jika tiupan angin sedang tak menentu, kerap kali tangkapan nelayan di Blanakan tak memadai. Kadang, mereka harus menghadapi kesulitan pemberian pakan bagi para buaya karena sulitnya tersedia ikanikan laut. “Kadang kalau nelayan sedang menghadapi musim angin barat atau angin timur, mencari ikan itu susah, sehingga akhirnya kita pun susah mencari pakan itu. Akhirnya, sebagai alternatif pakan untuk buaya ini kita pakai bebek, sedangkan bebek itu harganya mahal. Hal itu tentu saja berpengaruh ke biaya operasional,” kata Santoso. Selain Ridwan dan Santoso, seluruhnya ada lima orang yang bertugas di WWBB, yaitu satu
orang Duty Manager yang kini dijabat oleh Bahrudin, dan empat orang staf pelaksana yang terdiri dari satu orang petugas kebersihan, satu orang petugas di loket, dan dua orang petugas penangkaran merangkap tata usaha. Kelima orang inilah yang sehari-hari harus menangani 451 ekor crocodylus porosus yang dibagi-bagi dalam 23 kandang berdasarkan kelas umur. Ada yang anakan yaitu umur 1 sampai 5 tahun, ada calon induk berumur 5 sampai menjelang 10 tahun, dan induk yang sudah berumur 10 tahun ke atas. Ragam Wisata di Satu Lokasi Selain melihat buaya yang ditangkarkan, pengunjung juga dapat menikmati pesona lain dari WWBB. Bagi Anda yang hobi tracking, Anda dapat jalan-jalan menyusuri hutan mangrove di sisi timur area penangkaran. Jika waktu berkunjung Anda sedang tepat, di tengah hutan mangrove itu banyak satwa liar daerah muara yang dapat dilihat. Misalnya, di sana pengunjung dapat menyaksikan berang-berang,
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
ular sawah, kucing hutan, dan burung kuntul. Menurut Ridwan, jika pengunjung datang di bulan Oktober, biasanya akan banyak sekali burung kuntul yang dapat dilihat. Dan bagi para pengunjung yang memiliki hobi memancing, juga dapat menyalurkan kegemarannya itu di Sungai Blanakan. Belum cukup? Jangan khawatir. Anda juga dapat menikmati wisata air dengan perahu motor yang dapat disewa lalu menyusuri pesisir laut Blanakan. Sayang jika hari telah beranjak terlalu sore, sudah tidak ada lagi perahu yang dapat kita sewa karena pemiliknya telah pulang ke rumah. Atau Anda ingin menikmati santapan bermenu utama hidangan laut? Nah, singgah saja ke kedaikedai di sekeliling area penangkaran. Di sana, nikmatilah wisata kuliner dengan sajian sea food khas Blanakan. Hidangan andalannya antara lain ikan bakar Etong, cumi, udang, dan kepiting. Lokasi obyek wisata ini juga tidak terlalu sulit diakses. Sebab, lokasinya terletak di wilayah Kabupaten Subang bagian utara, tepatnya di jalur Pantura. Pengunjung dapat menuju lokasi WWBB menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat. Namun, tidak ada kendaraan umum yang langsung menuju ke lokasi WWBB. Padahal, jarak lokasi WWBB dengan jalur pantura itu kira-kira 12 kilometer. Apalagi, rambu penunjuk arah ke lokasi WWBB juga minim. Maka, untuk para pengunjung yang tidak menggunakan kendaraan pribadi, harus bertolak dari Terminal Cikampek. Dari Terminal Cikampek Anda harus naik kendaraan umum yang disebut elf, jurusan CikampekCilamaya, turun di pengkolan Blanakan sebelum pasar Ciasem. Selanjutnya, untuk mencapai lokasi, lebih baik gunakan jasa
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
ojek saja dari Pasar Ciasem atau pengkolan Blanakan. Jalan yang ditempuh, selain jauh juga agak bergelombang dan jika hujan turun akan sulit dilewati. Agaknya persoalan infrastruktur ini perlu serius dipikirkan. Nah, jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, jarak tempuh dari Subang ke Blanakan sejauh 48 km yang kira-kira butuh waktu 1 jam. Dari Jakarta, jarak tempuh ke Blanakan lewat Pantura sejauh 190 km dengan waktu tempuh kira-kira 3 jam. Jalur Bandung-Blanakan sejauh 116 km dengan waktu tempuh kira-kira 2,5 jam. Juga bisa dari Ciater yang jaraknya ke Blanakan adalah 65 km dengan waktu kira-kira 1,5 jam. Pengunjung yang datang biasanya kalangan pribadi. Jarang ada yang rombongan. Dan selain masyarakat umum, sering juga datang mahasiswa-mahasiswa untuk penelitian. “Promosi selalu kami lakukan. Misalnya, setiap menjelang liburan panjang kami selalu promosi dengan menyebar leaflet ke sekolahsekolah. Kami tawarkan, apakah mereka mau didampingi guide atau mau melakukan kunjungan partisipatif. Seandainya pengunjung sampai mau menjalani ke proses pembedahan kulit buaya, itu juga bisa. Kalau dulu waktu kita sekolah kan biasanya ada pelajaran mengenai anatomi dengan membedah ikan atau katak, nah di sini kita tawarkan untuk pembedahan buaya,” jelas Santoso. Menurut Santoso, WWBB ramai pengunjung saat berlangsung pesta laut. Juga saat libur Hari Raya Idul Fitri. Biasanya pesta laut berlangsung di bulan September-Oktober. “Kalau ada Pesta Laut itu pengunjungnya bisa sampai 10.000 orang dalam satu hari. Tetapi pesta laut itu hanya diadakan satu hari,” kata Santoso. “Berbeda dengan Idul Fitri. Kalau Idul Fitri kan (liburannya) bisa sampai
satu minggu. Kalau Pesta Laut itu cuma diadakan satu hari saja. Sudah. Besoknya sudah sepi lagi,” tambah Ridwan sambil tertawa. Bulan September juga menjadi waktu yang tepat untuk melihat aksi alamiah para buaya yang memesona. Sebab, di bulan September itu biasanya makhluk buas yang eksotik itu memasuki masa-masa indah perkawinan. Santoso menyebut, siklus berreproduksi para buaya ini adalah setahun sekali. Sekali berreproduksi, jumlah telurnya antara 30 sampai 50 butir. Dari jumlah itu, kemungkinan yang jadi sekitar 30 persen. Menyimak keindahan makhluk buas itu, Duta Rimba jadi tergelitik pada pertanyaan, benarkah mitos yang menyebutkan bahwa buaya adalah hewan yang setia? Sebab, di masyarakat Betawi, ketika ada pasangan yang akan menikah, salah satu hantaran yang mereka bawa saat acara serah pengantin adalah roti buaya. Konon, roti tersebut dibuat dengan bentuk menyerupai buaya, sebagai lambang kesetiaan pada pasangan. “Mungkin saja benar. Tetapi yang jelas, musim kawinnya hanya sekali dalam setahun. Dan buaya melakukannya hanya di musim kawin. Biasanya kalau di sini musim kawin itu terjadi di bulan September. Ditandai biasanya dengan buaya betina itu bersuara seperti suara kerbau melenguh. Nanti buaya jantan akan menghampiri. Lalu mereka berkejarkejaran. Berputar-putar. Setelah itu, mereka akan saling melilit dan masuk ke dalam air,” kata Santoso. Menyambangi WWBB memang menarik. Selain tawaran ragam wisata di dalam satu lokasi, juga dapat menambah wawasan di seputar pendidikan anatomi dan biologi. Juga untuk mengenal lebih dalam makhluk Tuhan yang eksotik sekaligus menyeramkan itu. Hmm... •DR
DUTA Rimba 75
Dok. Humas PHT
INOVASI
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro:
Memaksimalkan Potensi, Menuai Kesejahteraan Selalu berinovasi dalam rangka mewujudkan hutan lestari sesuai fungsi dan manfaatnya adalah sebuah keniscayaan bagi insan rimbawan Perum Perhutani. Hal tersebut secara tegas telah tertera di dalam visi perusahaan: “Menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. 76 DUTA Rimba
U
ntuk menuju cita-cita tersebut, jajaran Perum Perhutani terus mengoptimalkan potensi sumber daya alam dan SDM. Selain itu keterlibatan dan dukungan stakeholders mempunyai peran yang sangat penting. Seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun sumber daya hutan yang ada semakin berkurang. Kondisi tersebut tentu berpengaruh terhahap besarnya tingkat pendapatan perusahaan. Di sinilah seluruh awak Perhutani diuji kehandalannya untuk bekerja lebih keras dan menyumbangkan pikiran-pikiran genuine-nya agar Perhutani tetap eksis di tengah krisis. Di sisi lain, melalui sejumlah kebijakannya, jajaran
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Tidak Menimbulkan Pencemaran Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik berskala kecil (kurang dari 200 KW) yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti saluran irigasi, sungai atau air terjun dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan dan jumlah debit air (minimal 300 liter/detik). Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Dengan kata lain bahwa mikrohidro memanfaatkan energi potensial jatuhan air. Sehingga semakin tinggi jatuhan air maka semakin besar
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
rgbstock.com
direksi Perhutani terus berupaya mencari terobosan-terobosan demi kelangsungan dan kemajuan perusahan. Salah satu dari kebijakan tersebut antara lain agar di setiap wilayah kerja Perhutani dapat menggali dan mewujudkan pemanfaatan air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Atas dasar kebijakan tersebut KPH Pasuruan, tepatnya pada tanggal 3 Mei 2012 di ruang rapat UP3 Tretes BKPH Lawang Barat, mengadakan sosialisasi pemanfaatan aliran air untuk PLTMH kepada segenap Asper/KBKPH dan KRPH di wilayah kerja KPH Pasuruan. Pada kesempatan itu Administratur KPH Pasuruan, Ir. Arif Herlambang, MM mengajak peserta rapat untuk bersama-sama belajar dan mengenal tentang PLTMH, sehingga sumber daya hutan dengan segala potensinya bisa dimanfaatkan secara optimal. Agar sosialisasi pemanfaatan aliran air untuk PLTMH tersebut lebih dipahami, KPH Pasuruan menhadirkan Suwarno dari Com Sud Paron, sebuah lembaga konsultan PLTMH dan Pertanian Organik Mojokerto dan Heri dari Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan.
energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik. Di samping faktor geografis (sungai), tinggi jatuhan air dapat pula diperoleh dengan membendung aliran air sehingga permukaan menjadi tinggi. Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar. Misalnya dengan ketinggian air 2,5 m dapat dihasilkan 400 watt. Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro dibandingkan dengan PLTA skala besar, berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Dengan demikian sistem pembangkit mikrohidro cocok untuk menjangkau ketersediaan jaringan energi listrik di daerah-daerah terpencil dan pedesaan di sekitar hutan.
Beberapa Keunggulan PLTMH lainnya antara lain bahwa pembangunan PLTMH lebih murah karena menggunakan energi alam, jika dibandingkan dengan pembangkit listrik jenis lainnya. Investasi awal pembangunan PLTMH per kW terpasangnya berkisar antara 20–25 juta dengan komponen biaya awal terdiri biaya bangunan sipil, biaya ME (mecanikal dan Electrikal) serta jaringan distribusi (tiang dan kabel). Di samping itu juga memiliki konstruksi yang sederhana dan dapat dioperasikan di daerah terpencil dengan tenaga terampil penduduk setempat dengan sedikit latihan. PLTMH tidak menimbulkan pencemaran. Dan kegiatan ini dapat dipadukan dengan program lainya seperti irigasi dan perikanan. Hubungannya dengan prospek keamanan hutan maka PLTMH dapat mendorong untuk membangun kesadaran masyarakat agar selalu menjaga kelestarian hutan. • Totok/HMS KPHPSU
DUTA Rimba 77
Dok. Humas PHT
RIMBAKULINER
Gurihnya
Sate Klopo dari Surabaya 78 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Dok. Humas PHT
ayam atau kambing. Bedanya dengan sate maranggi, rasa gurih sate klopo ini tercipta karena parutan kelapa yang dibalutkan ke seluruh permukaan daging sebelum dibakar di atas bara.
Namanya memang sate klopo atau sate kelapa. Tetapi, ini bukan irisan buah kelapa yang ditusuk dengan batang bambu lalu dibakar di atas bara. Jadi, bukan kelapa yang disate. Lalu? Hmm, kalau penasaran, mari kita cicipi salah satu makanan khas di Surabaya ini.
K
edai bertajuk “Sate Klopo Ondomohen Ibu Asih� tentu sudah tak asing bagi warga Surabaya, Jawa Timur. Terlebih bagi pecinta kuliner. Sebab, kedai sate itu konon telah menjadi salah satu ikon kuliner kota pahlawan. Padahal, kedai itu kecil saja. Tetapi kedai sate klopo milik Bu Asih yang ia warisi dari orangtuanya sejak tahun 1987 ini terlihat setiap hari selalu ramai pembeli. Bagi warga dari luar Surabaya, jika suatu saat datang ke ibukota Jawa Timur ini, sempatkanlah mampir ke Jalan Walikota Mustajab. Di salah satu sudut jalan yang dulu bernama Jalan Ondomohen itu, Anda akan temukan kedai sate tersebut. Ya, letaknya memang di sudut pertigaan Jalan Walikota Mustajab dengan sebuah gang kecil. Alamat tepatnya di Jalan
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
Walikota Mustajab nomor 36, Surabaya. Untuk mencapai kedai Sate Klopo Ondomohen Ibu Asih cukup mudah, dengan semua moda transportasi. Sebab, letaknya di kawasan kota. Kedai sate ini buka sejak pagi hingga tengah malam. Jadi, kendati penuh pengunjung di siang hari, tidak perlu khawatir kehabisan. Apanya yang menarik? Tentu saja hidangan utamanya, yaitu sate klopo atau sate kelapa. Sate klopo dibuat bukan dari irisan daging buah kelapa, lho. Tetapi dari irisan daging sapi. Yang berbeda dari sate pada umumnya adalah rasa gurihnya yang khas dan akan langsung terasa ketika sate klopo ini mampir di lidah. Sekilas, penganan ini mirip dengan sate maranggi di Jawa Barat. Sate maranggi juga menggunakan daging sapi. Biasanya, daging sate pada umumnya berasal dari daging
Dibalut Parutan Kelapa Muda Sate klopo berasal dari irisan daging sapi biasa. Tidak perlakuan khusus. Namun, setelah ditusuk dan menjadi sate, ia dibaluri parutan halus daging kelapa muda, lalu dibiarkan selama beberapa saat. Karena dibalut parutan kelapa muda selama beberapa saat itulah, rasa gurih khas kelapa muda itu meresap ke dalam serat-serat daging sate. Sehingga, ketika dibakar, tercipta sensasi tambahan berupa rasa gurih yang alami. Aroma yang keluar dari sate klopo saat proses pembakaran berlangsung pun punya keunikan tersendiri, karena aroma itu segera menyiratkan kegurihan rasanya. Proses pembakaran sate klopo sama seperti sate yang lain. Balutan kelapa muda parut di sekujur daging sate juga membuat daging sate klopo tidak sehangus daging sate biasa. Yang hangus justeru parutan kelapanya. Artinya, tingkat kematangannya pas. Gurihnya sate klopo masih ditambah dengan racikan bumbu kacang yang khas dari Madura. Bumbu kacang ini pun sama seperti sate pada umumnya. Namun, tak seperti sate Madura pada umumnya, kacang yang digunakan untuk meracik bumbu sate klopo didatangkan khusus dari Tuban. Kacang tanah Tuban sendiri terkenal karena bentuknya yang kecil namun rasanya manis. Sehingga, bumbu sate klopo terasa manis kendati tak banyak menggunakan kecap. Jika tidak suka bumbu kacang, Anda bisa memesan bumbu kecap. Dan jika menyukai rasa pedas, Anda juga bisa meminta sambal pedas.
DUTA Rimba 79
RIMBAKULINER Sate klopo dapat dimakan dengan nasi putih, dapat pula dengan lontong atau ketupat. Nah, yang khas pula, nasi atau lontong tersebut juga ditaburi serundeng kering. Serundeng adalah lauk khas Jawa yang dibuat dari parutan kelapa yang digoreng sangrai hingga berwarna kuning kecoklatan dengan campuran bumbu-bumbu semisal bawang bombay, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kunyit, gula, asam jawa, daun salam, daun jeruk, dan lengkuas. Untuk membuat serundeng, bumbu-bumbu tersebut dilumat halus lalu digoreng dalam campuran parutan kelapa tadi. Hmm… rasanya gurih khas kelapa. Semua itu disajikan di atas piring berbahan melamin. Dulu, sate klopo dihidangkan di atas daun pisang. Paduan daging sapi berbalut parutan kelapa, dipadu dengan rasa khas serundeng kering yang tersaji di atas nasi atau lontong itu, memberi sensasi rasa gurih yang pecah saat bergoyang di lidah. Dan jangan khawatir harganya akan menggerus kantong. Harga per 10 tusuk sate bergajih dipatok Rp 13.000, sedangkan yang non gajih sebesar Rp 12.000. Jika Anda pesan sate yang bergajih, irisan gajih akan ada di bagian tengah sate atau di urutan kedua irisan sate. Saat jam makan siang, biasanya kedai sate klopo ini ramai pengunjung. Sehingga, pembeli yang datang di jam tersebut harus sabar mengantre. Banyak pengunjung yang memilih datang di malam hari. Sebab, selain tidak panas dan kondisi lalu lintasnya sudah tidak ramai, Anda bisa menikmati sate klopo sambil duduk lesehan di trotoar. Posisi ini lebih nikmat untuk bercengkerama atau bercanda dengan teman-teman atau keluarga. Dari Madura Pemilik kedai sate klopo ini, Ibu Asih, adalah orang Madura. Ia
80 DUTA Rimba
mewarisi usaha kedai Sate Klopo Ondomohen dari orangtuanya sejak tahun 1987. Orang tua Ibu Asih sudah menjual sate klopo sejak tahun 1945. Jadi, kedai sate ini dikelola secara turun temurun. Kini, Ibu Asih menjadi pemilik sekaligus pengelola dibantu oleh beberapa orang karyawannya yang juga berasal dari Madura. Karena pemilik dan pengelolanya berasal dari Madura, bisa dikatakan, penganan ini adalah sate Madura. Namun, Kedai “Sate Klopo Ondomohen Ibu Asih” mengklaim tidak membuka cabang di mana pun. Jadi, kedai Sate Klopo Ondomohen tetap menyimpan keunikan tersendiri. Sebab, walaupun Anda bisa menemukan banyak sekali penjual sate di tempat lain, namun keunikan rasa gurih khas sate daging sapi berbalur kelapa hanya bisa Anda nikmati di sini. Apalagi, kedai Sate Klopo Ondomohen juga menghadirkan suasana sederhana dan teduh. Tampilan para pembakar sate tradisional yang duduk sambil membakar sate di sudut depan kedai juga memberikan nuansa tersendiri. Pesona yang ditawarkan tersebut tidak akan Anda dapatkan di tempat lain. Dan walaupun berasal dari Madura, namun di Madura sendiri, konon gurihnya sate klopo justeru tidak akan dapat ditemukan. Kebanyakan warung sate di Madura malah menjual sate laler (lalat, red). Sate laler itu juga bukan berarti daging lalat yang disate, melainkan sekadar nama yang diberikan, karena daging ayam yang dibuat sate ini dipotong kecil-kecil sehingga warga setempat lalu menjulukinya seperti daging lalat. Nah, buat Anda pecinta kuliner, tentu tak ada salahnya mencoba sate klopo. Dan nikmati sensasi gurih hidangan kuliner Surabaya yang satu ini. Ingat, alamatnya di Jalan Walikota Mustajab Nomor 36 Surabaya. Sebab, tak ada cabang di tempat lain. • DR
Resep Sate Klopo BAHAN: • 500 gram daging sapi, potong dadu melintang serat • 1/2 buah kelapa agak muda, parut BUMBU: Haluskan: • 5 siung bawang merah • 3 siung bawang putih • 1 ruas kunyit, kupas, bakar • 1 sdt ketumbar • 1 sdt garam • 1 sdt gula pasir SAUS KACANG: • 250 gram kacang tanah, goreng • 2 sdm gula merah, sisir • 5 buah cabai merah • 1 sdt garam • 250-300 ml air hangat • 5 sdm kecap manis PELENGKAP: • nasi/lontong/ketupat • cabai rawit merah, rebus • bawang goreng • serundeng kelapa CARA MEMBUAT: • Saus Kacang: Haluskan semua bahan dan aduk rata, kemudian sisihkan. • Tusuk daging dengan tusukan sate sesuai selera. Campurkan bumbu halus dengan kelapa parut. Urapkan atau balutkan pada seluruh permukaan daging sate, lalu biarkan selama 30 menit. • Bakar dengan api sedang. Gunakan arang untuk membakar, agar aromanya nikmat. • Sajikan hangat dengan dituangi saus kacang. Lengkapi dengan nasi/lontong/ketupat, beri cape rawit utuh rebus dan taburan serundeng. TIPS & TRIK: • Kunci dari kelezatan Sate Klopo adalah pada kesegaran bahan, khususnya kelapa. • Jika ingin empuknya pas, pilih daging yang dekat iga.
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012
TH.77••MARET-APRIL SEMESTER II2012 • 2012 NO. 43 42 ••TH.
81 DUTA Rimba 81
82 DUTA Rimba
NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012