DUTA RIMBA MAJALAH PERHUTANI
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
M A JA L A H
P E R H U TA N I
BENAH DIRI
Go Green Plus RIMBA UTAMA
Menjaga Owa Jawa dari Kepunahan SOSOK RIMBA
Noviar Andayani: “Saya Ingin Adil Bagi Alam Ini” EDISI NO. 47 • TH 8 • JULI - AGUSTUS 2013
RIMBA KULINER
Ayam Gides Iga Mawarni
MERDEKA!!! Konservasi
Tanpa Jeruji
SalamRedaksi
Penanggung Jawab Bambang Sukmananto
Dok. Humas PHT
ISSN: 2337-6791
Mengayun Langkah Pelestarian Alam
Direktur Utama Perum Perhutani
Pemimpin Redaksi Hari Priyanto Wakil Pemimpin Redaksi Susetiyaningsih Sastroprawiro Redaksi Harian Lusia Diana Ruddy Purnama Ade Sudiman Maria Dyah Distribusi Guritno Perwakilan Humas Perhutani Unit I Jawa Tengah Humas Perhutani Unit II Jawa Timur Humas Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Disain & Layout DUTA RIMBA Art Works Alamat Redaksi Humas Perhutani Gd. Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 10 Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta Pusat Telp: 021 - 5721 282, Fax: 021 - 5733 616 E-mail: redaksi@perumperhutani.com www.perumperhutani.com
Naskah & Advertensi DUTA RIMBA adalah majalah dua bulanan yang diterbitkan Perum Perhutani untuk berbagi informasi korporasi kepada internal dan para pihak. Redaksi menerima tulisan, artikel, naskah, dan foto-foto menarik yang sesuai dengan visi dan misi tema penerbitan DUTA RIMBA edisi berikutnya. Artikel ditulis dengan spasi ganda, maksimal lima halaman dan dikirim melalui e-mail (softcopy). Redaksi berhak melakukan editing sesuai dengan kebutuhan penerbitan. Iklan dan advertorial pada majalah DUTA RIMBA mendapatkan diskon menarik.
P
embaca yang budiman, Apa kabar Anda? Kami sangat berharap, Anda berada dalam keadaan
sehat wal afiat dan selalu bersemangat untuk senantiasa memberikan kemampuan terbaik dalam setiap aktivitas yang Anda lakukan. Di ruang ini, kami juga ingin menyampaikan Selamat Hari Raya Idul
Fitiri 1434 Hijriyah, mohon maaf lahir dan batin. Pembaca yang budiman, Kita masih ingat, menjelang Ramadhan lalu ada kegiatan Perhutani yang banyak menarik perhatian publik, yaitu pelepasliaran sepasang Owa Jawa (Hylobates moloch) di hutan lindung Gunung Puntang, Jawa Barat. Pelepasan pasangan hewan sejenis primata anggota suku Hylobatidae itu ke alam liar dilakukan oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan pada Sabtu, 15 Juni 2013, didampingi oleh Direktur Utama Perum Perhutani. Konservasi Owa Jawa ini adalah hasil kolaborasi Perum Perhutani dan Yayasan Owa Jawa. Sebelumnya, pasangan Owa Jawa tersebut hidup di kandang rehabilitasi Javan Gibbon Center (JGC) di Lido, Sukabumi, selama 5 tahun. Kegiatan pelepasliaran Owa Jawa di dalam bingkai konservasi itu menjadi tema Rimba Utama Duta Rimba edisi ini. Langkah pelestarian Owa Jawa oleh Perhutani ini kiranya dapat menjadi sumbangsih kecil bagi upaya besar pelestarian alam serta lingkungan untuk Indonesia dan untuk dunia. Wujud konservasi oleh Perhutani lainnya adalah kegiatan Sentul Eco Edu Tourism Forest. Seperti apa wujud hutan yang akan menjadi taman hutan raya sekaligus pusat penelitian flora itu? Simak di rubrik Bisnis Rimba. Selain isu tentang konservasi dan pelepasan Owa Jawa ke alam liar, Anda juga akan kami ajak mengintip Anugerah Wana Lestari dari Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, pada 18 Agustus 2013, kepada 225 orang yang berprestasi dan menyumbangkan darma bakti mereka dalam melaksanakan, mengajak dan menggerakkan masyarakat pada kegiatan pelestarian hutan dan alam serta pemberdayaan masyarakat. Di antara 225 orang tersebut, terdapat tiga Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan Perum Perhutani. Para pimpinan Kesatuan Pemangkuan Hutan tersebut dari Kebonharjo, Cianjur, dan Parengan, dinilai telah berhasil menjaga kelestarian hutan di wilayah mereka. Selengkapnya dapat Anda simak di Rimba Khusus. Anda juga akan kami ajak meninjau usaha empon-empon di rubrik Rimba Daya, inovasi bor pori, juga menyambangi lokasi wanawisata Goa Terawang di rubrik Wisata Rimba. Dan jangan lupa untuk singgah di rubrik Rimba Kuliner, menikmati hidangan khas dari restoran “Teras Jawa” milik penyanyi jazz Iga Mawarni. Jangan juga lewatkan rubrik lain yang tentu akan memuaskan dahaga keingintahuan Anda, pembaca yang budiman. Kami juga masih membuka pintu bagi saran, kritik, serta masukan dari Anda, demi kemajuan majalah kita tercinta. Semoga selalu memberikan manfaat. Salam! • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 1
semairimba
SALAM REDAKSI 1 BENAH DIRI • Go Green Plus 4 PRIMA RIMBA • Konservasi Tanpa Jeruji 6 RIMBA UTAMA • Kelola Hutan Berbasis Konservasi 10 • Menjaga Owa Jawa dari Kepunahan 16 • Perhutani dan Konservasi Satwa 24 • Komitmen Mengelola Hutan Bernilai Konservasi Tinggi • Hari Konservasi Alam Nasional
10
28 32
RIMBA KHUSUS • Penghargaan Wana Lestari, Indikator Pengelolaan Hutan Ideal • Bangga Jadi Juara
34 38
SOSOK RIMBA • Noviar Andayani, “Saya Ingin Adil Bagi Alam Ini” LINTAS RIMBA
40 46
40
WARISAN RIMBA • Curug Cibolang Legenda 7 Air Terjun LENSA • Ketika Owa Jawa Merdeka
52 56
OPINI • White Energy dan Bisnis Masa Kini
62
ENSIKLO RIMBA • Pohon Afrika, Pemasok Pakan Owa Jawa
66
RIMBA DAYA • Empon-Empon Sri Sulastri Resep Sakti Leluhur Negeri
70
BISNIS RIMBA • Meneropong Prospek Taman Hutan Sentul
74
FEATURE • PLN Siapkan Listrik untuk Pabrik Sagu Perhutani di Papua Barat
80
WISATA RIMBA • Goa Terawang, Keindahan Berpayung Hutan Jati
82
POJOK KPH • Mengenal Perhutani Banyumas Timur
56 82
86
RESENSI • Memitigasi Tumbuhnya Sastra Hijau
88
INOVASI • Borpori Ekspres Karya Slamet Kusnadi
90
RIMBA KULINER • Ayam Gides Iga Mawarni
2 DUTA Rimba
94
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
POSRIMBA Agen Madu Perhutani
Dadang Pratikto
Dear Perhutani,
dadang_pratikto@XXX.com
Saya tertarik untuk menjadi agen/ reseller madu perhutani. Saya ingin
Terima kasih atas informasinya. salam, tindaklanjuti. Mudah-mudahan dalam
dan bagaimana cara order barangnya?
waktu dekat ini bisa terealisasi. silakan menghubungi kantor Perum
sofwanhelmi@XXX.com
di Gedung Manggala Wanabakti, Blok 7 lantai 11, dengan nomor ekstensi 1025/1026.
Tentang Madu
Pembelian Kayu Bundar Mahoni
Mengulang surat saya yang
Saya Happinessa Brilliant Husni,
syarat-syarat untuk pembelian kayu
mahasiswa Teknologi Pangan Universitas
bundar (log) mahoni. Demikian, saya
Pasundan, Bandung. Saya ingin
ucapkan terima kasih.
menanyakan, apakah di bagian produksi Giovanni Oedianto oedianto@XXX.com
produk pangan Perum Perhutani Jawa Barat dan sekitarnya menerima mahasiswa untuk kerja praktik? Jika ya,
Pemasaran kayu dikelola oleh
Aria Candra Suratman
Kerja Praktik
sebelumnya, saya ingin mengetahui
program kemitraan untuk menjadi reseller
Terima kasih.
Blok 7 Lantai 11, Jakarta.
tempat.
Apakah Perum Perhutani membuka
Jika iya, kami mohon informasinya.
Perhutani, Gedung Manggala Wanabakti
Kepada Yth, Pimpinan Perhutani di
Assalamu’alaikum wr. wb.
Madu Perhutani?
Fajar fajar_renita_s@XXX.com> Untuk keterangan lebih lengkap,
Sofwan Helmi
silakan menghubungi bagian Pemasaran
mangrove di wilayah Perum Perhutani.
Informasi dari Anda akan kami
menanyakan, bagaimana ketentuannya
Untuk informasi lebih lengkap,
menjadi pembicara tentang pengelolaan
bagaimana prosedurnya? Terima kasih.
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM). Silakan
Happinessa Brilliant
hubungi KBM terdekat untuk informasi
happinessa.brilliant@XXX.com
stok dan harga kayu. Silakan ajukan surat permohonan
arya.tox@XXX.com
praktik kerja dari Rektor/Dekan Anda Untuk informasi lebih lengkap, silakan menghubungi bagian Pemasaran
Mohon Informasi
kepada Perum Perhutani Unit III Jabar &
Bapak/Ibu Manajemen Perum
di Gedung Manggala Wanabakti, Blok
Perhutani yang kami hormati. Perkenalkan,
7 lantai 11, dengan nomor ekstensi
kami dari Indonesia Juara Foundation,
1025/1026.
sebuah lembaga sosial yang fokus bergerak di bidang pendidikan. Mohon informasi, bagaimana mekanisme
Produk Gondorukem Produk serta layanan gondorukem
pengajuan dana CSR Perhutani untuk program-program kami. Terima kasih. Yuyun Yuliana
dan terpentin belum ada. Terima kasih. PGT Garahan
yuyun.yuliana@XXX.org
pgt_garahan@XXX.co.id
Bandung 40292.
Lowongan Pekerjaan Salam Rimbawan. Saya ingin bertanya mengenai lowongan pekerjaan di Perum Perhutani. Kira-kira kapan ya Perum Perhutani membuka lowongan pekerjaan? Atas perhatian dan jawabannya, saya ucapkan
Silakan menghubungi PKBL (CSR Saran dari saudara kami tampung
Banten, Jl Soekarno-Hatta No 628, KM 14,
banyak terima kasih.
Perhutani) dan sampaikan ke Perum
sebagai referensi untuk perbaikan website
Perhutani, Gedung Manggala Wanabakti
Perum Perhutani.
Blok 7 Lantai 11, Jakarta.
Ricky Andika rickyandika45@XXX.com Redaksi menerima banyak e-mail yang menanyakan informasi lowongan
Tanaman JPP Kapan Duta Rimba akan mengekspos
CSR Dear redaksi. Saya bekerja di
pekerjaan di Perum Perhutani. Namun, saat ini di Perum Perhutani belum ada
tanaman JPP di RPH Cisujen BKPH
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jika
penerimaan karyawan baru. Selanjutnya,
Jampang Kulon KPH Sukabumi? Di sana
saya ingin menghubungi bagian corporate
informasi tentang lowongan pekerjaan
tanaman JPP-nya seperti tentara baris,
social responsibility, ke nomor berapa, ya?
bisa dilihat di website Perum Perhutani
tanaman 2010 dan 2011.
Saya ingin mengundang Manajer CSR untuk
www.perumperhutani.com.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 3
BENAHDIRI
Go Green Plus
Bulan Juni 2013 lalu Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan melakukan pelepasliaran sepasang Owa Jawa (Hylobates moloch) yang masingmasing bernama Sadewa (Jantan) dan Kiki (betina). Pelepasan dilakukan di kawasan hutan lindung Gunung Puntang, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Pelepasliaran dua ekor Owa Jawa itu dilakukan sebagai bagian dari upaya pelestarian habitat hewan endemik Pulau Jawa yang kini terancam punah.
D
Dok. Humas PHT
iperkirakan, kini Perhutani, yang harus dikonservasi populasi Owa Jawa adalah arealnya. Dimana konservasi tinggal 4.000 ekor selama ini dilaksanakan sendiri oleh saja. Keberadaan Kementerian Kehutanan. Seperti satwa ini terancam konservasi Taman Nasional dan oleh perburuan yang dilakukan Taman Wisata, yang hutannya manusia. Sadewa dan Kiki yang dikonservasi tetapi untuk satwanya telah dilepaskan itu pun sebelumnya biasanya terlantar. merupakan hewan hasil sitaan dari Belum lagi, untuk mengonservasi tangkapan masyarakat di daerah satwa tentu dibutuhkan ahli-ahli, dan Banten. Perhutani tentu tidak memiliki paraSadewa dan Kiki sebelumnya pakar di bidang satwa. Konservasi ditampung di Pusat Penyelamatan satwa banyak dilihat insan Perhutani dan Rehabilitasi Owa Jawa (Java sebagai masalah yang cukup berat, Gibbon Center/JGC) Sukabumi, karena menyangkut cost (biaya). Bambang Sukmananto Direktur Utama Perum Perhutani Jawa Barat. Upaya penyelamatan Namun, sebagai perusahaan yang pasangan primata itu diprakarsai diberikan hak mengelola hutan oleh Perum Perhutani dan Yayasan Owa Jawa. Melalui di Pulau Jawa, sudah saatnya Perhutani mendukung rehabilitasi ini, diharapkan kesehatan dan perilaku kedua konservasi satwa langka yang dilindungi, termasuk dalam Owa Jawa tersebut berada dalam kondisi optimum hal ini Owa Jawa. sebelum mereka akhirnya dikembalikan ke habitat Banyak Manfaat asalnya. Kepedulian terhadap satwa dilindungi, semacam Owa Pelepasan Owa Jawa di Gunung Puntang tersebut Jawa, akan banyak manfaatnya bagi Perhutani. Pertama, menjadi momentum bagi setiap insan Perhutani untuk jika satwa yang dilindungi tersebut bisa berkembangbiak meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap satwadi lahan Perhutani, hal itu menjadi sinyal bahwa hutan di satwa yang dilindungi. Kepedulian ini perlu ditingkatkan, kawasan tersebut masih baik, dari sisi suplai makanan dan karena selama ini di dalam benak rekan-rekan dari
4 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
air. Kondisi tersebut menjadi penanda bahwa pengelolaan hutan di Pulau Jawa ini masih baik. Owa Jawa itu mirip-mirip manusia. Mereka monogami. Mereka tidak mau gonta ganti pasangan. Kalau sudah satu ya satu. Sesudah punya anak satu, mereka membentuk grup sendiri. Kalau mereka bisa hidup baik, ini indikator bahwa hutan di situ juga baik. Sebab, ada air. Tanpa air, mereka tak bisa hidup. Pakannya adalah tanaman yang ada di hutan, hingga akan menunjukkan hutan tempat beranakpinak Owa Jawa itu dalam kondisi baik. Kedua, kalau di kawasan hutan Perhutani ada satwa yang dilindungi, akan juga mendorong masyarakat untuk ikut menjaga. Partisipasi masyarakat ini menjadi hal yang penting bagi Perhutani. Ketiga, mengedukasi karyawan Perhutani sendiri agar peduli terhadap satwa yang dilindungi. Jika mereka mendapat hidup dengan menanam pohon, akan meningkatkan rasa cinta kepada lingkungan. Bahwa karyawan Perhutani tak hanya mengambil kayu dan mencari untungnya dari sana, tetapi juga menjaga hutannya. Keempat, kita kini ramai-ramai mengusung tema lingkungan go green dan lain sebagainya. Masalahnya, seperti apa perusahaan go green itu. Perhutani yang setiap hari pekerjaannya menanam pohon, tentu harus berbeda dengan perusahan lain. Kalau perusahaan lain menjalankan konsep go green hanya dengan menanam pohon, Perhutani - yang setiap hari menanam pohon - konsep go green harus lebih tinggi dan berbeda. Makanya, Perhutani bekerjasama dengan Yayasan Owa Jawa untuk memberikan ruang dan memberi tempat bagi Owa Jawa yang selama ini adalah hasil tangkapan di masyarakat. Banyak Owa Jawa yang ditangkap itu terlantar dan jatuh sakit. Kalau tak ada yang mengurus, tentu akan mati juga. Owa Jawa itu hampir sama dengan orang utan. Pendekatannya juga sama. Maka, untuk merehabilitasi Owa Jawa ini, Yayasan Owa Jawa bekerjasama dengan Kebun Binatang di Australia. Anggota yayasan ini merupakan orang-orang yang peduli terhadap Owa Jawa. Saya termasuk yang peduli, karena ketika saya menjadi Kepala Balai Besar Gunung Gede-Pangrango, pernah melepaskan Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Pangrango. Sayang, ketika itu Owa Jawa yang kami lepaskan tersebut ada yang ditembak, karena lokasinya tidak dijaga dengan baik. Karena itu, di Gunung Puntang ini, saya meminta untuk dijaga dan dimonitor. Kelima, selama ini ada kesan kepedulian terhadap konservasi itu hanya miliknya bule, orang barat, dan pihak luar negeri. Orang Indonesia itu dikesankan sebagai pihak
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
yang merusak saja. Saya ingin menampilkan bahwa orang Indonesia pun bisa. Dengan adanya Konservasi Owa Jawa, ternyata orang Indonesia juga bisa melakukan konservasi. Yang riset, yang merehabilitasi Owa Jawa, anggota yayasan, adalah orang Indonesia semua. Tinggal yang perlu dikembangkan, temanteman ini ke depan harus bisa mencari dana untuk mengembangkan yayasan. Yayasan di luar negeri itu juga untuk mencari dana guna menjalankan kegiatannya. Kalau mereka bisa, kenapa kita tidak bisa? Keberhasilan Yayasan Owa Jawa dalam memelihara dan merehabilitasi Owa Jawa ke depan ini bisa menjadi role model. Perhutani bekerjasama dengan Yayasan dari Inggris juga melakukan konservasi untuk kera ekor panjang di daerah Malang, tetapi kurang mulus. Lalu mereka undang kita untuk menjelaskan bagaimana konservasi di Gunung Puntang. Namun kita belum bisa memenuhi undangan tersebut. Citra Korporasi Dari berbagai manfaat pelepasan Owa Jawa, salah satunya bahwa kini saatnya Perhutani memiliki gagasan besar, dimana gagasan itu tidak berdiri sendiri. Mengapa saya mengurusi Owa Jawa? Supaya label Perhutani ini lengkap. Sebelumnya, Perhutani telah memenuhi standard sertifikasi. Sekarang ini untuk menjual kayu jati harus bersertifikat FSC (Forest Stewardship Council). Walaupun saya kurang puas dengan sertifikat FSC, karena belum ada penghargaan terhadap harga kayu. Sementara Indonesia telah memiliki SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), dan SVLK juga sudah masuk ke Eropa. Momentum Pelepasan Owa Jawa ini akan memberikan citra positif bagi khalayak, bahwa Perhutani sebagai sebuah entitas bisnis tidak hanya sekadar menebang kayu. Tetapi Perhutani juga memiliki kepedulian untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi sebagai kekayaan hayati. Citra perusahaan semacam ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan. Jika kepercayaan itu telah terjadi, ceritanya akan panjang. Saya hanya menginisiasi. Saya berharap, teman-teman di bawah bisa melanjutkan dan mengimplementasikan ide besar ini supaya bisa mendapat manfaat. Kesadaran ini harus menjadi kesadaran kolektif. Bukan hanya kesadarannya Direktur Utama karena dulu pernah di bidang konservasi. Dan pada saatnya, Perhutani harus unjuk gigi, karena Perhutani merupakan BUMN satu-satunya di Jawa yang terkait dengan hutan. Salah besar kalau kita tidak peduli pada masalah konservasi. • DR
DUTA Rimba 5
primarimba
Dok. Humas PHT
Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam kini kian tergugah. Banyak pihak kini mulai menjalankan suatu manajemen terhadap alam dan lingkungan secara bijaksana untuk melindungi tanaman dan binatang. Manajemen yang kemudian dikenal sebagai “konservasi” itu menghendaki agar tidak terjadi lagi kepunahan secara alamiah seperti yang telah dialami oleh beberapa spesies binatang dan tumbuhan dunia.
6 DUTA Rimba Dok. Humas PHT
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Konservasi Tanpa Jeruji
D
ari ketinggian 1.200 meter di atas permukaan air laut, tepatnya di kawasan hutan lindung Gunung Puntang, Jawa Barat, peristiwa bersejarah itu terjadi. Peristiwa itu menandai kepedulian sebuah BUMN yang bergerak di sektor kehutanan di Pulau Jawa, yaitu Perum Perhutani, untuk melakukan konservasi fauna. Hari itu, Sabtu 15 Juni 2013, Perum Perhutani melepasliarkan dua ekor Owa Jawa (Hylobathes moloch). Peristiwa itu menjadi penting. Sebab, dengan peristiwa tersebut, terbukti perusahaan ini tidak hanya sekadar mencari untung dengan menebang kayu hutan dan mengambil sumber daya lain dari hutan, menjadi terkikis. Yang terjadi justeru sebaliknya, perusahaan ini meraih citra sebagai sebuah perusahaan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungannya. Untuk menjadi bagian dari peristiwa bersejarah tersebut memang tidaklah mudah. Sebab, untuk mencapai ketinggian tersebut, sekitar 100 orang pengantar pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch) itu harus terlebih dahulu mendaki gunung terjal. Selain harus berstamina baik untuk mendaki lereng pada kemiringan 3045 derajat, tetesan keringat dan nafas tersengal ikut menyertai pelepasan Owa Jawa. Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
memimpin pelepasan pasangan Owa Jawa bernama Sadewa (Jantan) dan Kiki (betina) itu. Zulkifli tiba di Gunung Puntang dengan mengunakan helikopter. Setelah menempuh pendakian, Zulkifli Hasan memimpin pelepasliaran owa jawa dan menjadi orang yang menarik tali yang menghubungkan pintu jeruji, wahana tempat kedua Owa Jawa itu dibawa dari Javan Gabbon Center, Taman Rekreasi Lido Bogor, menuju ke Gunung Puntang. Penarikan tali itu pun menandai terbukanya pintu jeruji, sehingga memungkinkan pasangan Owa Jawa itu mengayunkan kaki dan tangan untuk selanjutnya menikmati udara kebebasan di hutan Perhutani. Sejak itulah Owa Jawa tersebut kembali ke habitatnya. Tentu pertanyaan yang diajukan terkait dengan peristiwa tersebut adalah, apa makna di balik pelepasan Owa Jawa ini, tidak saja dalam konteks Gunung Puntang, tetapi juga di Jawa Barat, Indonesia, dunia, lingkungan, dan Perhutani? Menanggapi pertanyaan tersebut, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memberikan tafsir sederhana. Langkah Perhutani melakukan pelepasliaran Owa Jawa tersebut merupakan wujud dari prinsip-prinsip kelestarian termasuk mempertahankan keanekaragaman hayati dalam ekosistem yang ada. Sebab, dua hal ini saling terkait satu
sama lain. “Adanya satwa Owa jawa di hutan lindung Perhutani ini nantinya akan menjadi salah satu indikator hutan lindung Gunung Puntang berfungsi secara baik atau tidak,” tegasnya. Indikator Hutan yang Baik Keberadaan Owa Jawa di Gunung Puntang bisa dipakai sebagai tester, yang lantas menjadi sebuah indikator apakah hutan di gunung tersebut kondisinya terjaga dengan baik. Sebab, Owa Jawa baru akan bisa berkembangbiak dengan baik jika ketersediaan pakan dan air di hutan tersebut cukup. Owa Jawa yang membutuhkan lahan hutan sekitar 17 hektar untuk satu pasangan tersebut akan bisa berkembangbiak jika tersedia air dan pakan yang mencukupi. Di area hutan seluas 1.236,5 hektar bersuhu 16-20 derajat Celsius dan curah hujan berkisar 1.000-1.800 liter per tahun, Gunung Puntang teridentifikasi mempunyai 50 jenis pakan daun serta buah bagi Owa Jawa, seperti kiara, kisireum, kondang, dan rasamala. Di tempat barunya, Sadewa dan Kiki akan hidup bertetangga dengan lutung, surili, monyet ekor panjang, elang ruyuk, serta para pemangsa semacam macan kumbang, ular piton, dan kucing hutan. Sementara di dalam konteks Jawa Barat, hal ini mengingatkan
DUTA Rimba 7
primarimba
8 DUTA Rimba
Populasi Owa Jawa di Pulau Jawa mengalami penurunan drastis. Hal itu dikarenakan hutan hujan tropis semakin berkurang akibat tekanan pembangunan dan pertumbuhan populasi manusia. posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia, 12% mamalia dunia, 17% jenis burung dunia, dan 25% jenis ikan dunia. Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang kaya. Taksiran jumlah jenis kelompok utama makhluk hidup sebagai berikut: Hewan menyusui 300 jenis; Burung 7500 jenis; Reptil 2000 jenis; Amfibi 1000 jenis; Ikan 8500 jenis; keong 20000 jenis; serangga 250000 jenis. Tumbuhan biji 25000 jenis; paku pakuan 1250 jenis; lumut 7500 jenis; Ganggang 7800 jenisjamur 72 000 jenis; bakteri dan ganggang biru 300 jenis. (Sastra pradja, 1989). Beberapa pulau di Indonesia memiliki spesies endemik, terutama di pulau Sulawesi; Irian Jaya dan di pulau Mentawai. Indonesia memiliki 420 spesies burung endemik yang tersebar di 24 lokasi. Salah satu kekayaan tersebut adalah Owa Jawa, yang merupakan endemik binatang di Pulau Jawa.
Dok. Humas PHT
bahwa keberadaan Owa Jawa yang merupakan kera kecil tanpa ekor dan hewan endemik di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, perlu diperhatikan. Sebab, kini populasinya hanya sekitar 4.000 ekor saja. Jika pasangan Owa Jawa ini kelak bisa berkembangbiak, maka mereka akan menjadi salah satu hewan unik yang dimiliki oleh Jawa Barat. Hewan ini akan bisa menjadi daya tarik bagi Jawa Barat untuk dikunjungi oleh turis domestik atau manca negara. Tantangannya memang adalah bagaimana mengemas Owa Jawa dan kekayaan hayati lainnya yang ada di Jawa Barat itu agar bisa menjadi obyek wisata. Di dalam konteks konservasi fauna ini, saatnya pemerintah daerah, khususnya Jawa Barat, selain terus memiliki komitmen untuk melindungi Owa Jawa, juga mengembangkan infrastrutur pariwisata yang memadai, mulai dari pembangunan jalan yang menghubungkan antara destinasi wisata yang satu dengan destinasi wisata yang lain, sehingga terjadi interkoneksitas antar kekayaan hayati yang dimiliki Jabar. Selain itu, Juga penyediaan fasilitas hospitility, mulai dari hotel, penginapan, restoran dan fasilitas pendukung lainnya. Sementara dalam konteks Indonesia, keberadaan Owa Jawa juga merupakan bagian dari kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Alam Indonesia menyimpan kekayaan yang tidak ternilai harga keanekaragaman hayati (biodivesitas) yang strategis membuat bangsa lain tertarik untuk meneliti dan mengembangkannya. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati yang cukup besar, selaian Brasil dan Kolombia. Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia tidak hanya ekosistem dan spesies saja, melainkan juga berdasarkan plasma nutfah. Dipandang dari segi biodiversitas,
Sementara untuk dunia, konservasi Owa Jawa ini untuk menunjukkan kepada dunia luar, bahwa konservasi itu tak hanya melulu menjadi area kepedulian negara-negara maju, dalam hal ini dunia Barat. Yayasan Owa Jawa yang para ahlinya adalah putra-putra terbaik bagi bangsa, bisa mengambil peran yang sama seperti yayasan Internasional. Konservasi Owa Jawa itu juga menghapus stigma yang sering diberikan oleh negara-negara maju bahwa Indonesia itu hanya tukang rusak. Tidak. Indonesia juga dapat menjadi negara pemelihara. Melalui Konservasi Owa Jawa Indonesia bisa menunjukkan pada dunia luar, bahwa Indonesia mampu menjaga, sebagaimana negara maju dalam melakukan konservasi kekayaan hayatinya. Begitu pula bagi Perhutani. Konservasi Owa Jawa ini merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan kualitas kawasan hutan lindung melalui pengembangan spesies liar. Upaya tersebut diharapkan dapat menjaga keseimbangan yang sebagian besar terkikis akibat pembangunan dan bertambahnya populasi manusia. Momen pelepasan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
sepasang Owa Jawa tersebut diharapkan mampu mengedukasi masyarakat mengenai konservasi lingkungan serta meningkatkan usaha perlindungan terhadap habitat hutan lindung. Dukungan terhadap Pemerintah Perhutani menyadari bahwa konservasi itu sesungguhnya menjadi tanggung jawabnya pemerintah. Namun sebagai BUMN yang mendapat amanah untuk mengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura, Perhutani tentu harus memberikan dukungan terhadap pelaksanaan program pemerintah. Karena itu, konservasi yang dilakukan Perhutani tak bisa dipandang sebagai sekadar kegiatan menghambur-hamburkan biaya (cost). Sebaliknya, konservasi itu tentu haruslah dipandang sebagai sebuah bentuk investasi bagi penciptaan hutan lestari. “Selama ini Perum Perhutani fokus pada produksi. Namun kami juga memberi perhatian terhadap satwa yang dilindungi dan kami juga merasa bertanggungjawab. Di Gunung Puntang ini dulunya juga ada Owa Jawa, tetapi punah. Dan kami ikut merehabilitasi (Owa Jawa) dan dilepasliarkan kembali. Ini kan baru pertama dan kita akan lihat keamanannya dulu. Pelepasliaran ini merupakan kegiatan yang baru pertama kali dan nantinya kami akan melepasliarkan empat owa lainnya serta akan dikembangkan ke wilayah lainnya,” kata Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto. Populasi Owa Jawa di Pulau Jawa mengalami penurunan drastis. Hal itu dikarenakan hutan hujan tropis semakin berkurang akibat tekanan pembangunan dan pertumbuhan populasi manusia. Perhutani Jawa Barat - Banten merilis penyusutan hutan dalam jumlah cukup besar. Penyebab terbesar penyusutan hutan terjadi karena illegal logging dan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
persoalan tenurial oleh masyarakat dan oknum yang tidak bertanggungjawab. Penyusutan hutan yang sebagian besar berjenis kayu jati itu diperkirakan akan terus bertambah. Kasus illegal logging terbanyak terjadi di Tasikmalaya. Sedangkan pengklaiman lahan terbesar terjadi di wilayah Bogor. Fenomena hutan semacam itu, bisa dipahami kalau beberapa spesies endemik di Pulau Jawa juga mengalami penyusutan, sebagai konsekuensi dari terganggunya ekosistem. Tentu pertanyaan untuk melakukan konservasi adalah mana yang harus didahulukan. Konservasi lahan terlebih dahulu menyusul konservasi fauna atau sebaliknya konservasi fauna menyusul konservasi hutan? Jika pilihannya jatuh kepada konservasi alam terlebih dahulu, tentu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulai konservasi fauna. Karena untuk konservasi hutan, amat tergantung pada lama tumbuhnya tanaman yang membutuhkan waktu tahunan. Bila ini yang dilakukan, bisabisa hewan yang dilindungi itu keburu punah sebelum konservasi alam tersebut tuntas. Begitu pula sebaliknya, jika konservasi fauna didahulukan, pertanyaannya adalah bagaimana bisa dilakukan, kalau ketersediaan pakan dan air tidak ada, karena konservasi hutan belum lagi dilakukan? Maka, dua pilihan di atas seperti memasalahkan mana yang lebih dahulu ayam dan telur, tanpa menyelesaikan permasalahan secara tuntas. Di dalam konteks itulah, langkah Perum Perhutani untuk mengkonservasi Owa Jawa tersebut merupakan sebuah terobosan. Di tengah ancaman kerusakan hutan, Perhutani masih memiliki hutanhutan lestari sebagaimana di Gunung Puntang. Di pegunungan itulah Perhutani melepaskan Owa Jawa, agar kembali ke habitatnya.
Di sini nampak Perhutani tidak mempersandingkan konservasi hutan dan konservasi fauna sebagaimana telur dan ayam, mana yang lebih dulu dilakukan. Justeru perusahaan melakukan terobosan, dengan menggunakan peluang yang ada. Artinya, jika dimungkinkan, konservasi hutan dan fauna bisa dilakukan secara bersama-sama. Visi Manajemen Itu semua bisa dilakukan, karena adanya visi ke depan dari top management Perhutani dalam melihat permasalahan dan memilahnya untuk menjadi peluang bagi perusahaan melangkah ke depan, menyongsong kehidupan yang lebih baik. Di tengah kompleksitas pengelolaan hutan di Pulau Jawa, konservasi Owa Jawa itu memberikan perspektif, bahwa selalu ada jalan untuk menggapai mimpi, bila ada kemauan. Memang masalahnya, tidak cukup hanya Owa Jawa yang perlu dikonservasi, tetapi banyak kekayaan hayati lainnya yang harus diselamatkan dari kepunahan. Masih banyak kekayaan hayati yang perlu dikonservasi. Di sinilah diperlukan kesatupaduan para pemangku kepentingan untuk saling bahu membahu melakukan konservasi. Apa yang dilakukan oleh Perhutani untuk mengkonservasi Owa Jawa, merupakan bukti kongkret, bahwa jika para pemilik kepentingan bersatu padu, program yang selama ini tak banyak diperhitungkan, kini justeru menjadi role model konservasi primata dunia. Langkah awal ini sekarang mencuri perhatian publik. Maka, tak berlebihan jika dikatakan, pelepasan Owa Jawa merefleksikan konservasi di luar jeruji. Konservasi tanpa jeruji. Di mana primata yang telah direhabilitasi dikembalikan ke alam habitatnya, untuk tumbuh dan berkembangbiak menikmati hidupnya secara alamiah. Semoga Sukses. • DR
DUTA Rimba 9
RIMBAutama
Kelola Hutan Berbasis
Konservasi
P
erhutani menjadi BUMN yang diserahi tugas mengelola kawasan hutan yang terdiri dari hutan produksi dan hutan lindung, di luar hutan konservasi yang dibawahi oleh Kementerian Kehutanan. Di dalam sistem kelola hutan tersebut, Perhutani selalu menyandarkan tata kelolanya pada proses pengelolaan hutan lestari. Sejalan dengan itu, juga terus
10 DUTA Rimba Dok. Humas PHT
melakukan kegiatan konservasi terhadap hutan-hutan alam, jembatan, jalan, sungai, ketersediaan air, dan lain-lain. Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan Strategi Perum Perhutani, Tedjo Rumekso, Perhutani mengemban dua misi yaitu sebagai pengelola hutan dan sebagai perusahaan. Dua misi itu mendorong Perhutani selalu berpedoman pada 3P dalam operasional perusahaan.
Dok. Humas PHT
Sudah menjadi komitmen Perhutani untuk mengelola hutan secara lestari. Sebagai BUMN yang dimanahi tugas mengelola 2,4 juta hektar hutan di Pulau Jawa, Perhutani selalu melakukan pengelolaan atas dasar 3P yaitu People-Planet-Profit. Atas dasar untuk mengelola hutan secara lestari itulah, konservasi alam dan lingkungan menjadi kepedulian Perhutani.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 11
“Misi sebagai pengelola hutan itu merupakan tugas Negara, yaitu Perhutani diberikan kewenangan untuk mengelola hutan seluas 2,4 juta hektar agar lestari, sehingga dapat menyejahterakan masyarakat sekaligus juga menyejahterakan karyawannya. Itu merupakan core activity atau aktivitas inti yang diberikan kepada Perum Perhutani. Tetapi jangan lupa, Perhutani juga mengemban misi sebagai perusahaan, yang berarti ada aspek bisnisnya. Bisnis ini harus tumbuh. Untuk bias mencapai pertumbuhan bisnis agar bias mencapai nilainilai atau target-target yang telah ditetapkan, maka kita harus mengusahakan agar bisnis-bisnis itu tumbuh sesuai dengan harapan, yang bersumber dari sumber daya hutan yang berada di wilayah Perhutani,” urai Tedjo. Bingkai 3P itu juga sejalan dengan peraturan pemerintah. Sesuai PP No. 72 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Perum Perhutani diberi kewenangan yang cukup luas dalam mengelola sumber daya hutan dengan prinsip pelestarian dengan 3 aspek, People, Planet dan Profit. Di dalam bingkai 3P dan upaya mencapai dua misi tersebut, Perhutani juga menjalin banyak kerja sama konservasi dengan pihak ketiga. Antara lain dengan LSM atau NGO (Non Government Organization). Hal itu misalnya dapat dilihat dari kegiatan konservasi terhadap Owa Jawa yang dilakukan Perhutani bekerjasama dengan Yayasan Owa Jawa. Setelah proses konservasi dan dirasakan telah mampu mandiri, para Owa Jawa pun dilepasliarkan kembali ke alam bebas. Hal itu mewujud dalam kegiatan pelepasliaran dua ekor satwa endemik Owa Jawa serta penanaman tumbuhan bahan pakan Owa Jawa, pada Sabtu, 15 Juni 2013. Lewat kerja sama dengan Kementerian
12 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
rimbaUTAMA
Tedjo Rumekso Direktur Perencanaan dan Pengembangan Strategi Perum Perhutani
Kehutanan RI, Yayasan Owa Jawa, Conservation International Indonesia, The Silver Gibbon Project, Perum Perhutani melakukan pelepasliaran pasangan Owa Jawa bernama Sadewa (jantan) dan Kiki (betina) tersebut di kawasan hutan lindung Gunung Puntang, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Menjaga Keberlanjutan Ekosistem Pelepasliaran pasangan Owa Jawa di kawasan hutan lindung Gunung Puntang merupakan salah satu kegiatan konservasi terhadap satwa-satwa yang terancam kepunahan. Hasil penelitian menunjukkan, habitat beberapa satwa liar yang ada mulai terancam keberadaannya, termasuk Owa Jawa. Selain Owa Jawa (Hylobates
moloch), menurut Tedjo Rumekso, Perhutani juga melakukan upayaupaya konservasi terhadap hewanhewan rusa, buaya, kera ekor panjang, dan merak. Setahun sebelum kegiatan pelepasliaran pasangan Owa Jawa bernama Sadewa (jantan) dan Kiki (betina) di Gunung Puntang, Perhutani telah menandatangani nota kesepahaman kerja sama untuk pelestarian Owa Jawa itu. Penandatangan nota kesepahaman tersebut dilakukan Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto dan Ketua Pembina Yayasan Owa Jawa Wahjudi Wardojo, 13 Agustus 2012. Penandatanganan nota kesepahaman kerjasama tersebut disaksikan oleh Direktur Jenderal Pelestarian Hutan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah jenis primata anggota suku Hylobatidae Populasinya tersisa antara 1.000–2.000 ekor.
dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Darori. Tercatat beberapa jenis satwa liar penting yang hidup di kawasan hutan Pulau Jawa. Satwa-satwa tersebut antara lain badak, macan tutul, Owa Jawa, kera ekor panjang, dan banyak lagi. Selain unik, satwa liar ini juga berperan penting dalam rangkaian rantai ekologi, sebagai penjaga keseimbangan rantai kehidupan dan keberlanjutan ekosistem hutan. Karena peran para satwa itu sebagai penjaga keberlanjutan ekosistem hutan, keberadaan mereka perlu dilestarikan. Jika mereka sampai punah, ekosistem hutan akan terganggu. Masalahnya, saat ini keberadaan satwa-satwa liar tersebut semakin berkurang karena kian berkurangnya juga kawasan hutan sebagai tempat habitatnya. Tetapi di antara kawasan hutan yang dikelola Perhutani masih banyak kawasan hutan yang kondisinya masih baik. Kawasan hutan pegunungan seperti di kawasan Jawa Barat bagian Selatan, misalnya, kondisinya masih baik dan menjadi salah satu benteng terakhir keberadaan satwa liar tersebut. “Dalam mengelola hutan di Pulau Jawa, Perhutani selalu memerhatikan aspek-aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi,” kata Tedjo Rumekso. Pemanfaatan potensi alam di kawasan yang dikelola Perhutani pun akan terus ditingkatkan, dengan prinsip pengelolaan berkelanjutan.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Juga dengan tetap menjalankan program konservasi satwa liar dan habitatnya. Seperti dikatakan Tedjo, kegiatan konservasi tersebut terkait fungsi hutan di Pulau Jawa. Sehingga, Perhutani terus melakukan proses pengelolaan hutan secara lestari. Sementara itu, usai penandatanganan nota kesepahaman kerja sama untuk pelestarian Owa Jawa pada 13 Agustus 2012, Ketua Yayasan Owa Jawa, Wahjudi Wardojo, menyatakan, kerjasama dengan Perhutani memang mutlak diperlukan karena spesies Owa Jawa hanya hidup di Pulau Jawa bagian barat paling timur sampai Pekalongan Selatan. Owa Jawa merupakan spesies dengan daya punah yang relatif cepat karena primata ini merupakan jenis monogamis yang hidup dalam kelompok kecil layaknya keluarga inti, yaitu pasangan jantan dan betina dengan satu atau dua anak yang belum dewasa. “Owa betina melahirkan sekali dalam kurun waktu 3 tahun, menyusui anak sampai usia 18 bulan dan tinggal bersama sampai usia 8 tahun. Setelah itu, Owa Jawa muda akan mencari pasangan dan memisahkan diri dari orangtuanya,” jelas Wahjudi ketika itu. Menurut Wahjudi, para Owa Jawa yang memiliki berat tubuh rata-rata 8 kg itu, termasuk hewan diurnal dan arboreal. Mereka menggantungkan hidup di atas tajuk pohon, terutama bagian daun, bunga dan buah.
Kelompok kecil Owa Jawa ini akan berupaya mempertahankan tempat tinggalnya seluas 17 hektar dari kehadiran kelompok lain. Owa betina akan memperdengarkan suara di pagi hari atau waktu tertentu di siang dan sore hari untuk mengukuhkan tempat tinggal keluarganya. Setelah itu, kemudian kelompok lain akan membalas dengan suara. Dengan pola unik seperti ini, Owa Jawa bisa menjadikan sustainability brand dan entry point untuk kelestarian Sumberdaya alam lainnya. Mengingat betapa eksotik dan uniknya satwa Owa Jawa itu, Wahyudi memandang, kerja sama dengan Perhutani sebagai hal yang penting. Di dalamnya juga mengandung 3 mutuality yaitu mutual aspect, mutual trust dan mutual benefit. Sementara itu Dirjen PHKA Kementerian Kehutanan, Darori, ketika itu menyampaikan ucapan terima kasih atas peran Perhutani melindungi habitat Owa Jawa yang hampir punah. Perhutani menurut dia, selama ini mengelola hutan bukan saja menangani profit, tetapi juga aspek konservasi sumber daya alam hayati termasuk pelestarian satwa, juga menjadi komitmen dan tanggungjawab Perhutani. “Selama ini juga dalam konteks konservasi, Perhutani telah melakukan perlindungan terhadap wilayah-wilayah hutan yang bernilai konservasi tinggi di wilayah Perhutani,” tegas Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto. Konservasi Air Bingkai 3P menjadi pegangan dalam pengelolaan sumber-sumber daya yang ada di dalam hutan Perhutani. Termasuk keberadaan sumber daya air. Di dalam kerangka itu, Perum Perhutani mendukung pengelolaan sumber daya air
DUTA Rimba 13
Dok. Humas PHT
rimbaUTAMA
Mengelola hutan bagi Perhutani termasuk mengelola ekosistemnya. Paling tidak ekosistem harus dipertahankan atau diperkaya.
14 DUTA Rimba
di dalam kawasan hutan milik perusahaan untuk air minum, sanitasi, pertanian dan lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Karena itu, pada 16 Januari 2013, Perhutani menandatangani nota kesepahaman kerja sama untuk mendukung pengembangan konservasi sumber daya air dan adaptasi perubahan iklim dengan Program Air, Sanitasi, dan Kebersihan Perkotaan Indonesia atau Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH). Penandatangan nota kesepahaman itu diwakili Chief of Party IUWASH, Louis O’Brien, dan disaksikan oleh USAID Mission Director Indonesia, Andrew Sisson. Sinergi dengan IUWASH itu dilakukan untuk membantu proses
konservasi alam melalui pembuatan rorakan-rorakan (parit-parit) di dalam hutan Perhutani. Hal ini bertujuan menambah input air yang dapat disimpan di dalam tanah hutan. Resapan air ini akan memperbaiki neraca sumber daya air yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna air di wilayah hilir. Saat ini, kelanjutan proses pengadaan sumur resapan untuk ketersediaan air bersih bagi kebutuhan masyarakat itu tengah berlangsung. IUWASH adalah proyek lima tahunan yang pembiayaannya didanai oleh Badan Pembangunan International Amerika Serikat (United States Agency For International Development/USAID) dalam pengembangan program konservasi sumber daya air dan adaptasi perubahan iklim. Sementara di dalam program pengelolaan sumber daya air, Perhutani mengelola 772 mata air dengan debit tinggi dan 327 air terjun multifungsi di dalam hutan. IUWASH sebagai bagian USAID mendukung ketersediaan air baku bagi masyarakat sehingga akses masyarakat terhadap air bersih. Kegiatannya diwujudkan melalui kegiatan yang meliputi survey dan kajian terhadap suatu wilayah tangkapan mata air,pembuatan rorakan, pembangunan sumur resapan, penanaman pohon, seminar, promosi, dan diseminasi hasil-hasil kegiatan dalam bentuk website atau leaflet serta media komunikasi lainnya. Bersama Masyarakat Berpijak pada 3P, Perhutani tak hanya memerhatikan perlindungan dan konservasi terhadap sumber daya alam di kawasan hutan. Tetapi Perhuytani juga memerhatikan aspek lingkungannya, terutama masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Hal itu mewujud dalam
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). “Lewat program PHBM, Perhutani juga mendorong tumbuhnya aspirasi masyarakat untuk mendukung proses konservasi,” tegas Tedjo Rumekso. Lewat program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat itu, selama ini Perhutani berupaya mewujudkan warga sejahtera yang berbasiskan konservasi. Perhutani mengajak masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, agar bisa menikmati azas manfaat dari hutan. Hal itu diwujudkan melalui bagi hasil dari produk ekonomi yang dihasilkannya, tanpa merusak maupun merambah ekologi di sekitarnya. Sejauh ini, respon dan animo masyarakat serta pemerintah daerah setempat begitu tinggi terhadap program PHBM. Animo tinggi itu pun disikapi dengan komitmen kepedulian Perhutani melalui berbagai upaya pembinaan desa hutan. Dan pola PHBM itu diterapkan di semua KPH yang ada di Perhutani.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Hutan Bernilai Konservasi Tinggi Perhutani juga berkomitmen untuk mendukung penerapan konsep hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest/ HCVF) secara lokal, nasional, maupun global. Dukungan tersebut antara ditunjukkan dengan melakukan identifikasi, klasifikasi, dan membuat rencana memelihara kawasan, sosial, budaya, dan lingkungan yang memiliki nilai-nilai tinggi atau luar biasa.
Konsep High Conservation Value Forest atau Kawasan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi pada awalnya digagas oleh Forest Stewardship Council tahun 1999. Ia masuk dalam Prinsip 9 Standard Pengelolaan Hutan Lestari. Panduan identifikasi, pengelolan dan pemantauan versi pertama dibuat pada Agustus 2003 oleh ProForest dan SmartWood, kemudian direvisi pada tahun 2008 oleh Konsorsium HCV Indonesia yang terdiri dari TNC, WWF, Tropen Bosch, IndRI, Daemeter, Rainforest Alliance, FFI. Revisi tersebut menghasilkan Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia yang saat ini diacu oleh pengelola hutan dan institusi lainnya dalam rangka implementasi pengelolaan hutan berkelanjutan. Semua itu dilakukan dalam bingkai pengelolaan hutan berbasis konservasi. Dan Perhutani merupakan entitas yang sangat peduli akan hal itu. • DR
Dok. Humas PHT
“Lewat program PHBM, Perhutani juga mendorong tumbuhnya aspirasi masyarakat untuk mendukung proses konservasi,” tegas Tedjo Rumekso.
Hal itu misalnya terlihat lewat Program Desa Konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain terkait dengan program desa konservasi yang di antaranya adalah penghijauan DAS serta pelatihan SDM Masyarakat Desa Konservasi oleh USAID, Perhutani, dan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
DUTA Rimba 15
Dok. Humas PHT
rimbaUTAMA
Menjaga
Owa Jawa dari Kepunahan 16 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Sebagai bagian dari kepedulian akan alam dan lingkungan hidup, Perum Perhutani memiliki program konservasi. Salah satu wujudnya adalah mengkonservasi hewan liar yang terancam punah. Contoh nyata konservasi satwa tersebut adalah perlindungan terhadap sepasang Owa Jawa, melalui pelepasliaran kembali ke alam.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
P
erum Perhutani selalu berupaya mempertahankan kualitas kawasan hutan lindung. Salah satu yang harus dilakukan untuk menjaga mutu hutan lindung adalah dengan mengembangan spesies liar. Lewat upaya mengembangbiakkan satwa liar tersebut, diharapkan keseimbangan alam akan terjaga. Keseimbangan alam memang
DUTA Rimba 17
Dok. Humas PHT
rimbaUTAMA
menjadi salah satu persoalan bagi manusia karena sebagian besar telah terkikis akibat pembangunan dan bertambahnya populasi manusia. Dan hal itu bukan sekadar basabasi bagi Perhutani. Pada Sabtu, 15 Juni 2013, Perum Perhutani bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan RI, Yayasan Owa Jawa, Conservation International Indonesia, The Silver Gibbon Project, melakukan pelepasliaran dua ekor satwa endemik Owa Jawa serta penanaman tumbuhan bahan pakan Owa Jawa. Lokasi pelepasliaran pasangan Owa Jawa bernama Sadewa (jantan) dan Kiki (betina) tersebut berada di kawasan hutan lindung Gunung Puntang, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat.
18 DUTA Rimba
Mengapa Perhutani peduli Owa Jawa dan melepasliarkan hewan ini setelah sebelumnya melakukan langkah konservasi? Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian habitat hewan endemik pulau Jawa yang terancam punah. Mengapa Perhutani peduli Owa Jawa dan melepasliarkan hewan ini setelah sebelumnya melakukan langkah konservasi? Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian habitat hewan endemik pulau Jawa yang terancam punah. Punah? Ya, karena diperkirakan habitat Owa Jawa saat ini hanya tinggal 4000 ekor saja. “Langkah konservasi terhadap Owa Jawa juga sejalan dengan
pelaksanaan tugas Perhutani sebagai BUMN yang diamanahi untuk mengelola hutan di Pulau Jawa. Jika Owa Jawa tersebut dapat berkembangbiak setelah dilepasliarkan di hutan, itu menunjukkan pengelolaan hutan di sana masih lestari. Sebab, ada pasokan makanan dan lingkungan yang menjamin keberlangsungan hidup Owa Jawa di habitatnya,” jelas
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Humas PHT
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menjelaskan “Adanya satwa Owa Jawa di hutan lindung Perhutani ini nantinya akan menjadi salah satu indikator hutan lindung Gunung Puntang berfungsi secara baik atau tidak,”
Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto. Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, menguatkan penjelasan itu. Menurut dia, langkah Perhutani melepasliarkan Owa Jawa merupakan langkah untuk menjalankan prinsip-prinsip kelestarian alam, termasuk untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dalam ekosistem yang ada. “Adanya satwa Owa Jawa di hutan lindung Perhutani ini nantinya akan menjadi salah satu indikator hutan lindung Gunung Puntang berfungsi secara baik atau tidak,” tegasnya kepada wartawan yang mengerumuninya usai membuka pintu kerangkeng tempat kedua Owa Jawa itu sebelum dilepaskan. Setelah pintu terbuka, pasangan primate
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
tersebut segera mengayunkan dua tangan mereka di antara batangbatang pohon hutan yang telah menanti. Pemilihan hutan lindung di Gunung Puntang sebagai lokasi tempat Owa Jawa dilepasliarkan, karena hutan tersebut dinilai sebagai lokasi yang ideal. Hal itu dituturkan Ketua Pengurus Yayasan Owa Jawa, Noviar Andayani. “Pelepasliaran Owa Jawa di hutan Gunung Puntang ini dikarenakan ekosistem yang cukup baik dan ketersediaan pakan di lokasi ini sangat mencukupi,” ujarnya. Yani – sapaan akrab Noviar Andayani – menyebut, sebelumnya kedua Owa Jawa itu telah ditampung dan direhabilitasi di pusat penyelamatan dan rehabilitasi Owa
Jawa (Java Gibbon Center/JGC). Sadewa dan Kiki sendiri merupakan hasil sitaan dari masyarakat di daerah Banten. “Tujuan Owa Jawa direhabilitasi di Java Gibbon Center merupakan proses perbaikan kondisi optimum untuk kesehatan dan perilaku sebelum mereka dikembalikan ke habitat asalnya,” tutur Noviar Andayani. Diharapkan, pelepasan sepasang Owa Jawa tersebut akan menjadi wahana untuk mengedukasi masyarakat mengenai nilai-nilai konservasi lingkungan serta meningkatkan usaha perlindungan terhadap habitat hutan lindung. Setelah pelepasliaran Sadewa dan Kiki, Perhutani akan bekerjasama dengan masyarakat beserta elemen-
DUTA Rimba 19
rimbaUTAMA elemen yang ada untuk melakukan monitoring keberadaan Owa Jawa.
Jawa. Namun, Dadang Hendaris menjamin hal tersebut tidak akan terjadi di hutan yang merupakan area yang dikelola Perhutani. “Kita pantau kawasan. Jangankan merambah hutan, kita malah mau memperluas hutan lindung. Pelepasan Owa Jawa ini kan salah satu bukti nyata,” tegas Dadang Hendaris. Karena populasinya terus berkurang, tahun 2009 Owa Jawa digolongkan sebagai spesies yang rentan oleh International Union for
“Kita pantau kawasan. Jangankan merambah hutan, kita malah mau memperluas hutan lindung. Pelepasan Owa Jawa ini kan salah satu bukti nyata,” tegas Dadang Hendaris.
Dok. Humas PHT
Habitat Asli Kepala Unit Perhutani Unit III, Dadang Hendaris, berkisah, sebelum Perhutani secara resmi melepasliarkan pasangan Owa Jawa itu, secara bertahap pihaknya telah melakukan proses penanaman pohon favorit Owa Jawa. Hal itu dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup mereka di habitat aslinya. Owa Jawa sendiri merupakan primata bernama latin Hylobates Moloch. Pasangan Owa Jawa yang telah dilepasliarkan itu merupakan hasil tangkapan masyarakat dan telah dipulihkan serta direhabilitasi selama 5 tahun di Yayasan Owa Jawa. Owa Jawa harus dilindungi karena kerap kali diburu masyarakat, hingga populasi primata endemik
Pulau Jawa tersebut kini diperkirakan tidak lebih dari empat ribu ekor. “Persebarannya di Jawa Barat ada di hutan Sancang, Garut Selatan. Itu juga populasinya tidak banyak,” ungkapnya. Penurunan populasi Owa Jawa di habitat alaminya dapat terjadi karena perusakan habitat mereka yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan penebangan kayu, sehingga berdampak kian berkurangnya tempat hidup Owa
20 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Humas PHT
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Convention on International Trade of Endangered Spesies of Flora and Fauna (CITES) juga menggolongkan Owa Jawa ke dalam kategori apendiks 1, yang berarti satwa ini terancam punah dan perdagangannya harus diatur dengan sangat ketat. Artinya, perdagangan satwa ini hanya boleh dilakukan untuk hal-hal khusus. Setelah dilepaskan kembali ke alam, sepasang owa Jawa berusia sekitar 13 tahun bernama Sadewa dan Kiki itu akan dipantau setiap hari selama setahun. Pemantaunya, menurut Manajer Program Java Gibbon Center, Anton Ario, melibatkan relawan, petugas patroli hutan, dan mahasiswa peneliti. Owa Jawa merupakan primata yang hidup di kanopi pohon-pohon besar. Maka, situs yang akan menjadi rumah baru bagi pasangan Owa Jawa tersebut dipandang cukup ideal. “Apalagi hutan alaminya dikelilingi oleh hutan produksi Perhutani. Jadi hutan produksi yang kebanyakan pohon pinus akan menjadi pagar alami bagi owa jawa agar tidak dari hutan alami,” ujarnya. Sekretaris Unit dan Kepatuhan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Agus Dwi Nurjanto, mengatakan, harapan mereka adalah Owa Jawa itu bisa membentuk populasi spesies liar di kawasan tersebut. Sebab, kawasan hutan lain belum tentu masih menjadi habitat alami Owa Jawa lantaran telah banyak menghadapi ancaman penyusutan luasan hutan. Diketahui, Perhutani Jabar merilis penyusutan hutan dalam jumlah cukup besar, yang antara lain disebabkan illegal logging, kebakaran, dan klaim lahan (tenurial, red). Per Mei 2013, kerusakan hutan milik negara yang dikelola Perhutani mencapai sekitar 7.768 hektar. Penyebab terbesar
Sekretaris Unit dan Kepatuhan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Agus Dwi Nurjanto, mengatakan, harapan mereka adalah Owa Jawa itu bisa membentuk populasi spesies liar di kawasan tersebut. penyusutan hutan adalah karena illegal logging serta masalah tenurial oleh masyarakat dan oknum tidak bertanggungjawab. Bahkan, penyusutan hutan yang sebagian besar berjenis kayu jati diperkirakan akan terus bertambah. "Kasus illegal logging terbanyak terjadi di Tasikmalaya. Sedangkan pengklaiman lahan terbesar terjadi di wilayah Bogor," jelasnya.
Lima Alasan Lewat kegiatan tanggal 15 Juni 2013 itu, Perum Perhutani telah merintis area hutan lindungnya untuk dijadikan rumah Owa Jawa hasil rehabilitasi. Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto, mengatakan, pihaknya mengelola hutan negara seluas 2,4 juta hektar di Jawa dan Madura. Sebagian besar hutan produksi untuk ditebangi
DUTA Rimba 21
Dok. Humas PHT
rimbaUTAMA
Perhutani akan menjadikan lokasi pelepasliaran Owa Jawa – jika terbukti berhasil nantinya – sebagai daerah wisata untuk peminat khusus.
22 DUTA Rimba
kayunya. Sisanya kawasan hutan lindung yang ingin dijaga fungsi ekosistemnya sehingga satwa bisa hidup dan sumber air lestari. "Prinsipnya hutan lestari dengan satwa yang ada," ujarnya. Menurut Bambang, ada lima alasan yang melatarbelakangi mengapa Perhutani mau ikut mengurusi Owa Jawa yang terancam punah dengan memberikan lokasi pelepasliaran di area hutan lindung Gunung Puntang. "Perhutani harus berani menjaga hutan lindung di wilayahnya termasuk ekosistemnya," kata dia. Alasan kedua, Perhutani ingin menjadi pelopor bidang lingkungan dan mau melibatkan masyarakat
untuk melindungi owa Jawa. Selain itu, alasan ketiga adalah Perhutani akan menjadikan lokasi pelepasliaran Owa Jawa – jika terbukti berhasil nantinya – sebagai daerah wisata untuk peminat khusus. Di kaki Gunung Puntang, selama ini Perhutani telah mengelola wanawisata untuk berkemah dan berenang. Alasan berikutnya, Perhutani ingin membuktikan kepeduliannya terhadap satwa-satwa yang dilindungi dan teranam punah dengan tindakan nyata. Dan yang kelima, sebagaimana dituturkan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, semua pihak harus ikut membantu pemerintah dalam pelestarian
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
satwa yang terancam punah. Selain Owa Jawa, di antaranya termasuk harimau serta orangutan. "Apalagi anggaran Kementerian Kehutanan tahun depan dipangkas untuk subsidi warga tidak mampu akibat kenaikan BBM," ujarnya.
2008. Pasangan Owa Jawa ini telah melalui proses rehabilitasi yang panjang dan juga sukses melalui proses percobaan pelepasliaran (pre-release) sesuai dengan standar panduan pelepasan satwa liar dari IUCN. Ketua Yayasan Owa Jawa sekaligus Penasihat untuk Javan Gibbon Center, Dr. Noviar Andayani, menerangkan, keputusan pelepasliaran sepasang owa jawa ini didasarkan pada kemajuan yang sangat pesat, dari fisik, kesehatan, sampai perilaku sosial dari pasangan itu. Proses rehabilitasi telah sukses mengembalikan perilaku mereka seperti owa liar lainnya. Hal itu juga dilakukan terhadap Sadewa dan Kiki. Mengingat ancaman kepunahan owa jawa yang tinggi, melindungi setiap individu Owa Jawa adalah sebuah langkah yang perlu dilakukan. Kepedulian semua pihak sangat diperlukan. Dan Perhutani telah melakukannya. Bravo! • DR
Dok. Humas PHT
Bukan yang Pertama Java Gibbon Center (JGC) adalah satu-satunya pusat rehabilitasi Owa Jawa di dunia. Kegiatan melepasliarkan sepasang Owa Jawa kembali ke habitat aslinya yang kali ini bekerjasama dengan Perum Perhutani sebagai penyedia lahan hutan lindung tempat habitat alami Owa Jawa, sesungguhnya bukan yang pertama. Pada 16 Oktober 2009, mereka juga menjadi salah satu pihak yang melepasliarkan Owa Jawa setelah direhabilitasi. Pelepasliaran Owa Jawa itu dilakukan ke habitat alaminya di Hutan Patiwel, TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango), Jawa Barat. Prosesi peresmian pelepasliaran Owa Jawa
itu dilakukan oleh Menteri Kehutanan (ketika itu) MS Kaban. Acaranya dihadiri undangan dari berbagai kalangan, seperti perwakilan negaranegara sahabat, pemerintah daerah, LSM konservasi, peneliti, pelaku bisnis, dan pemuka masyarakat setempat, dan diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat komitmen semua pihak dalam menyelamatkan salah satu satwa kebanggaan masyarakat Indonesia itu. Sebagai salah satu primata yang kini menjadi salah satu satwa paling terancam di dunia, upaya rehabilitasi Owa Jawa menjadi suatu pilihan sekaligus tantangan bagi para pegiat konservasi untuk menyelamatkan satwa ini dari kepunahan. Pasangan Owa Jawa yang dilepasliarkan kala itu bernama Echi (betina) dan Septa (jantan). Mereka adalah Owa Jawa yang diperkirakan lahir tahun 1999 dan disita dari pedagang satwa liar secara terpisah, lalu diselamatkan dan akhirnya dipertemukan di JGC pada tahun
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 23
Dok. Humas PHT
rimbaUTAMA
24 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
rimbaUTAMA
Perhutani dan Konservasi Satwa Perhutani sangat peduli pada program konservasi. Sebab, konservasi terkait erat dengan fungsi hutan di Pulau Jawa yang menjadi tanggung jawab Perhutani. Dan keberhasilan konservasi berarti juga menunjukkan keberhasilan pengelolaan hutan lestari.
S
elain bergelut di konservasi tanaman dan pelestarian hutan, Perhutani juga peduli pada konservasi hewan. Sebab, menjaga satwa – khususnya yang tergolong langka – berarti juga menjaga ekosistem tetap seimbang. Dan hal itu sekaligus juga menunjukkan pengelolaan hutan lestari. Sebab, ketika satwa-satwa itu dapat hidup lestari di tengah hutan Perhutani, merupakan indikasi bahwa hutan itu lestari dan menjadi tempat hidup yang nyaman bagi para satwa. Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan Strategi Perum Perhutani, Tedjo Rumekso, dalam proses pengelolaan hutan lestari, strategi yang diterapkan Perhutani adalah memperhatikan aspek-aspek
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
konservasi, baik flora maupun fauna. Konservasi yang dilakukan Perhutani antara lain dilakukan terhadap hutanhutan alam, jembatan, jalan, alur dan ketersediaan air, serta hewan-hewan yang memiliki habitat hidup di hutan. “Selain konservasi Owa Jawa, Perhutani saat ini juga melakukan konservasi terhadap rusa, buaya, kera ekor panjang, dan merak,” ujar Tedjo. Besarnya kepedulian Perhutani terhadap kegiatan konservasi itu ditegaskan pula oleh Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto. Menurut dia, sistem pengelolaan hutan lestari oleh Perhutani diarahkan untuk mencapai tripple bottom line, yaitu peopleplanet- profit. Ketiga aspek ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. ”Pengelolaan hutan yang
baik harus berdampak terhadap kesejahteraan manusia, mendukung kelestarian alam, dan menguntungkan bagi perusahaan,” kata Bambang Sukmananto. Bambang menambahkan, konservasi alam merupakan kewajiban semua pihak, bukan hanya tanggung jawab Perhutani. Tetapi, yang harus digarisbawahi adalah bahwa Perhutani berkomitmen untuk mendukung penerapan konservasi. Antara lain hal itu ditunjukkan dengan juga mendukung penerapan HCVF (High Conservation Value Forest) secara lokal, nasional, maupun global. Misalnya, di beberapa Kesatuan Pemangkuan Hutan, Perhutani bekerjasama dengan Tropical Forest Trust (TFT), sebuah LSM internasional, untuk
DUTA Rimba 25
rimbaUTAMA melakukan proses identifikasi, klasifikasi, dan membuat rencana memelihara kawasan, sosial, budaya dan lingkungan yang memiliki nilai-nilai tinggi atau luar biasa. Selain itu, Perhutani juga mendukung pengelolaan sumber daya air di dalam kawasan hutan milik perusahaan, untuk air minum, sanitasi, pertanian dan lainnya yang dibutuhkan masyarakat.
26 DUTA Rimba
hanya lima hektar dengan populasi ideal per satu hektar adalah untuk 10 sampai 15 rusa. Selain lima hektar lahan untuk tempat tinggal para rusa itu, di lokasi Wanawisata Penangkaran Rusa juga ada dua hektar lahan yang dikhususkan untuk penanaman atau pemeliharaan rumput sebagai deposit makanan utama rusa. Selain itu, masih ada lagi dua hektar lahan yang bisa digunakan untuk berkemah atau melakukan aktivitas wisata alam lain bagi masyarakat umum yang berkunjung. Di sini tidak hanya terdapat Rusarusa, namun juga hewan lain semisal ayam hutan, babi hutan, dan lain-lain. Namun, para hewan itu berada di komunitasnya masing-masing. Sebab, keseimbangan alam tetap menjadi hal utama di sini.
Dok. Humas PHT
Penangkaran Rusa Salah satu satwa yang masuk dalam program konservasi Perhutani adalah rusa. Perhutani melakukan pengembangbiakan rusa di lahan “Penangkaran Rusa” yang terdapat di lahan Perhutani tepatnya di perbatasan Bogor-Cianjur. Penangkaran ini bernama Wana Wisata Penangkaran Rusa Cariu. Lokasi tepatnya berada di Desa Buanajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Namanya memang Penangkaran Rusa Cariu, kendati letaknya bukan di Kecamatan Cariu melainkan Kecamatan Tanjungsari. Hal itu karena dulunya kawasan ini secara administratif pemerintahan berada di wilayah Kecamatan Cariu, namun setelah terjadi pemekaran wilayah, ia masuk ke wilayah Kecamatan Tanjungsari. Penangkaran Rusa Cariu berdiri sejak tahun 1993. Awalnya, Penangkaran Rusa ini hanya dikhususkan untuk kegiatan penelitian. Tetapi, sejak tahun 2003 wanawisata ini berada di bawah pengelolaan KBM JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten. Dan sejak itu pula wanawisata ini dibuka untuk umum. Kendati telah dibuka untuk umum, utamanya bagi masyarakat yang ingin berrekreasi, wanawisata Penangkaran Rusa Cariu tetap melakukan fungsi utama untuk konservasi satwa, khususnya rusa. Setelah dibuka untuk umum,
Wanawisata Penangkaran Rusa Cariu ini bisa menjadi salah satu tempat liburan yang tepat untuk keluarga, khususnya anak-anak, karena ia merupakan tempat yang nyaman dan sejuk. Ada tiga jenis rusa yang ditangkarkan di Penangkaran Rusa Cariu. Ketiganya masing-masing Rusa Jawa (Cervus timorensis), Rusa Totol (Axis axis), dan Rusa Sumatera (Cervus Timorensis). Memang tak terallu banyak jumlah rusa yang ditangkarkan di Penangkaran Rusa Cariu dalam suatu waktu. Sebab, populasi rusa di sini memang dibatasi, disesuaikan dengan luas areal penangkaran. Areal penangkaran merupakan sebuah bukit kecil dengan hutan pinus dan semak belukar. Luasnya
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Penangkaran Buaya Perhutani juga melakukan penangkaran buaya, khususnya buaya muara. Lokasinya di Wanawisata Penangkaran Buaya Blanakan. Letaknya di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ada kurang lebih 200 ekor buaya muara yang dikembangbiakkan di lokasi ini. Seperti juga Penangkaran Rusa, populasi buaya di sini juga dikontrol agar sesuai dengan luas wilayah penangkaran. Para buaya yang ditangkarkan di Blanakan itu terdiri dari buaya jantan dan betina lengkap dengan habitatnya. Penangkaran buaya Blanakan memiliki lahan seluas 1,5 hektar. Letak persisnya di wilayah hutan
Tegaltangkil yang memiliki luas total 8 hektar. Lokasi disekitar areal Penangkaran Buaya tetap terjadi ekosistemnya. Maka, di hutan mangrove yang mengelilingi areal Penangkaran Buaya ini, dapat pula disaksikan beberapa satwa liar khas muara yang lain, semisal berangberang, ular sawah, kucing hutan, dan burung kuntul. Penangkaran buaya Blanakan sebenarnya adalah sebuah tempat penangkaran untuk mengembangbiakkan buaya muara. Penangkaran ini telah banyak menghasilkan buaya-buaya muara yang baru. Hal ini menjadi salah satu kepedulian Perhutani, sebab kini makin banyak sungai dan rawa yang
Dok. Humas PHT
Ada tiga jenis rusa yang ditangkarkan di Penangkaran Rusa Cariu. Ketiganya masing-masing Rusa Jawa (Cervus timorensis), Rusa Totol (Axis axis), dan Rusa Sumatera (Cervus Timorensis).
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
beralih fungsi menjadi tempat tinggal manusia atau menjadi tempat lain yang membuat kehadiran buayabuaya menjadi semakin tersisih dan terdesak. Ada juga sebab lain ketersisihan mereka, yaitu karena banyaknya sungai atau rawa yang mengalami polusi dan airnya tercemar mengakibatkan buayabuaya menjadi mati dan populasinya semakin sedikit. Jika hal it uterus dibiarkan, buaya-buaya itu akan punah. Dengan adanya sebuah penakaran buaya di Blanakan, Subang, ini diharapkan buayabuaya yang dihasilkan dapat dikembangbiakan. Sehingga, buaya-buaya rawa tidak mengalami kepunahan. Dan jika pun buayabuaya tersebut akan dilepasliarkan ke alam bebas, diharapkan agar buayabuaya tersebut bisa kembali kepada habitatnya sendiri. Di dalam lokasi Penangkaran Buaya Blanakan terdapat juga bagunan untuk melakukan pengembangbiakan bayi-bayi buaya umur 3-6 bulan, serta 1 sampai 3 tahun. Sementara untuk buaya yang berusia 3 tahun sampai 6 tahun dimasukkan ke dalam kolam penangkaran tersendiri. Ada juga kolam perkawinan untuk buaya yang telah siap di kawinkan didalam lokasi atraksi. Semoga dengan adanya penangkaran rusa dan penangkaran buaya tersebut, para satwa tersebut yang kini hampir sedikit jumlahnya, dapat terus berkembangbiak dan tidak akan punah. Dan hal itu sekali lagi menunjukkan wujud kepedulian Perhutani. Sebab, seperti dikatakan Tedjo Rumekso, pelaksanaan konservasi merupakan kegiatan yang jangka panjang dan memakan biaya tinggi (high cost). Namun, semua itu tetap harus dilakukan. Demi kemaslahatan alam semesta. Semoga. • DR
DUTA Rimba 27
rimbaUTAMA
Dok. Humas PHT
Perhutani telah berkali-kali menyatakan komitmen untuk mendukung penerapan konsep High Conservation Value Forest (HCVF). Lewat penerapan konsep HCVF, Perhutani juga menunjukkan pola pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini telah memenuhi standard pengelolaan hutan lestari. Tetapi, seperti apa sebenarnya kriteria hutan yang termasuk kawasan HCVF?
Komitmen
Mengelola Hutan
Bernilai Konservasi Tinggi 28 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
W
ujud komitmen Perhutani terhadap penerapan konsep HCVF atau hutan bernilai konservasi tinggi itu antara lain ditunjukkan dengan melakukan proses identifikasi, klasifikasi dan membuat rencana memelihara kawasan, sosial, budaya dan lingkungan yang memiliki nilainilai tinggi atau luar biasa. Hal itu diterapkan di beberapa Kesatuan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Pemangkuan Hutan, lewat kerja sama dengan Tropical Forest Trust (TFT), sebuah NGO internasional. Konsep HCVF atau Kawasan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi bermula di tahun 1999. Konsep ini digagas oleh Forest Stewardship Council (FSC). Konsep HCVF ini masuk dalam Prinsip 9 Standard Pengelolaan Hutan Lestari. Sedangkan panduan tentang identifikasi, pengelolan, dan pemantauan versi pertama dibuat
pada Agustus 2003 oleh ProForest dan SmartWood, yang kemudian direvisi tahun 2008 oleh Konsorsium HCV Indonesia. Konsorsium ini terdiri dari TNC, WWF, Tropen Bosch, IndRI, Daemeter, Rainforest Alliance, FFI. Revisi tersebut menghasilkan Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Panduan inilah yang saat ini diacu oleh pengelola hutan dan institusi lainnya dalam rangka implementasi pengelolaan hutan berkelanjutan. Dasar pemikiran penerapan HCVF adalah karena banyak terjadi bencana ekologis yang terjadi di sekitar hutan. Bencana ekologis itu bahkan rutin mendatangi hutan, semisal banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan. Setiap bencana selalu menimbulkan korban jiwa dan materi yang tidak sedikit. Khusus di Indonesia, salah satu penyebab banyaknya bencana ekologis adalah karena penyusunan tata ruang wilayah kawasan lindung yang belum berdasarkan kajian mendalam dan ilmiah. Akibatnya, terkadang penetapan satu wilayah masih belum sesuai fungsinya. Selain itu, pelanggaran terhadap tata ruang wilayah juga masih sering terjadi, sedangkan belum ada sanksi tegas bagi setiap pelanggarnya. Maka, konsep HCVF menjadi salah satu konsep yang bisa dikembangkan sebagai dasar penyusunan kawasan lindung dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Identifikasi HCVF sangat berguna dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kawasan lindung baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Sehingga, penetapan ruang akan memberikan keseimbangan antara manfaat ekologis, ekonomi dan budaya. Enam Aspek HCVF pertama kali diperkenalkan tahun 1999 oleh FCS (Forest
DUTA Rimba 29
rimbaUTAMA
Dok. Istimewa
Kawasan yang telah teridentifikasi sebagai kawasan HCV sebaiknya dilakukan penilai tingkat viabilitas target konservasi, ancaman dan sumber ancaman terhadap kawasan tersebut. Stewardship Council) sebagai salah satu prinsip pengelolaan hutan lestari. Proses identifikasi HCVF pertama kali dikembangkan oleh NGO dari Inggris, Pro Forest. Di dalam HCVF terdapat enam aspek NKT (Nilai Konservasi Tinggi) atau dalam Bahasa Inggris HCV (High Conservation Value). Enam aspek ini merupakan sebuah panduan penetapan suatu kawasan HCVF. Nilai Konservasi Tinggi adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggi pada tingkat lokal, regional atau global, yang meliputi nilai-nilai ekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya. Secara garis besar, ada tiga nilai utama yang terkandung dalam HCVF, yaitu nilai ekologi, jasa lingkungan, dan sosial. Di dalam pengembangannya, konsep HCVF tidak hanya digunakan dalam pengelolaan hutan. Tetapi juga sudah diterapkan pada bidang perkebunan, pertambangan, perbankan, dan Pemda. Konsep HCVF telah diterima secara global di berbagai bidang, karena adanya keyakinan bahwa perlindungan bagi kawasan HCV akan meningkatkan
30 DUTA Rimba
kualitas hidup manusia dan lingkungannya. Menjadikan HCVF sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang wilayah akan membuat perencanaan wilayah yang ramah secara ekologis, jasa lingkungan dan sosial. Untuk menjadikan HCVF sebagai dasar penyusunan tata ruang wilayah perlu dilakukan kegiatan identifikasi HCVF terlebih dahulu. Sebab, di dalam identifiksi HCVF perlu melibatkan ahli HCVF, ekologi, satwa liar dan sosial. Proses identifikasi juga harus melalui rangkaian konsultasi dengan para ahli dan stakeholders yang terkait. Terdapat enam aspek sosial, budaya dan lingkungan yang masuk dalam kategori HCV atau Nilai Konservasi Luar Biasa Penting yaitu Kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati penting, Kawasan Bentang lahan alami yang luas bagi dinamika ekologi, Kawasan dengan ekosisistem langka atau terancam punah, Kawasan Penyedia jasa lingkungan alami yang penting, Kawasan Pemenuh Kebutuhan dasar bagi masyarakat local, serta Kawasan Identitas budaya tradisional
masyarakat lokal. Berdasarkan konsep tersebut, jika di dalam suatu kawasan terdapat spesies atau komunitas yang teridentifikasi memiliki nilai konservasi tinggi, Pemda harus melindungi daerah yang menjadi habitat satwa atau komunitas tersebut. Perlindungan terhadap spesies atau komunitas yang memiliki nilai konservasi tinggi merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan. Proses identifikasi HCVF merupakan suatu langkah yang dilakukan secara hati-hati dan teliti. Di dalam proses identifikasi HCVF, harus juga ada proses konsultasi terhadap segenap stakeholder yang ada di kawasan yang dinilai. Kawasan yang telah teridentifikasi sebagai kawasan HCV sebaiknya dilakukan penilai tingkat viabilitas target konservasi, ancaman dan sumber ancaman terhadap kawasan tersebut. Penilaian dilakukan agar penyusunan rencana pengelolaan terhadap kawasan HCV dapat ditentukan secara optimal dan tepat sasaran. Selain itu, untuk HCV yang
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
memiliki nilai jasa lingkungan dan sosial sebaiknya penyusunan rencana pengelolaan dilaksanakan secara bersama-sama dengan masyarakat yang bersentuhan langsung dengan target konservasi. Hal tersebut bertujuan agar proses pelestarian kawasan HCVF menjadi tanggung jawab semua stakeholder. Proses identifikasi HCVF memerlukan waktu yang cukup lama karena banyak kajian awal yang perlu dilakukan sebelum tim identifikasi memutuskan kawasan HCVF. Meski identifikasi HCVF belum menyeluruh di semua wilayah Indonesia, proses memasukkan kawasan-kawasan HCVF sebagai kawasan yang dilindungi dalam RTRW provinsi atau kabupaten merupakan salah satu langkah maju bagi daerah. Selain akan meningkatkan fungsi ekologis kawasan sesuai peruntukannya, perlindungan kawasan HCVF juga akan dapat meningkatkan kepercayaan investor hijau untuk masuk ke provinsi atau kabupaten yang bersangkutan.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
mendapatkan harga yang jauh lebih baik. Di Indonesia sendiri, pemerintah juga menerapkan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Lewat sistem ini, setiap kayu yang telah diverifikasi berarti jelas asal usulnya secara legal, dan berasal dari hutan yang lestari. Penerapan prinsip pengelolan hutan lestari di Perhutani adalah kewajiban bagi semua unit manajemen lapangan. Prinsip kelestarian ditujukan agar Perhutani menjadi perusahaan ekselen secara nasional maupun internasional. • DR
Dok. Istimewa
Raih Sertifikat FSC Di dalam kaitannya dengan standard suatu pengelolaan hutan lestari, FSC mengeluarkan sertifikasi bagi kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan. Sertifkat FSC ini menunjukkan kawasan hutan yang bersangkutan dikelola secara lestari dan tidak merusak keseimbangan alamnya. Di tahun 1998, terjadi penjarahan besar-besaran di kawasan hutan Pulau Jawa. Proses reformasi yang bergulir saat itu dimaknai oleh rakyat dengan menjadikan kawasan hutan sebagai kawasan untuk rakyat. Sehingga, banyaknya hutan yang rusak dan gundul membuat sertifikat FSC dicabut dan sulit untuk dikeluarkan kembali. Namun, perlahan tetapi pasti Perhutani bangkit dan melakukan rehabilitasi kawasan hutan yang gundul.
Hasilnya, sedikit demi sedikit KPH telah berhasil mendapatkan Sertifikat FSC. Saat ini, telah sembilan KPH mengantungi sertifikat FSC. Seiring dengan itu, manajemen Perum Perhutani juga terus mendorong seluruh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang menjadi kewenangannya untuk bisa memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari dengan skema sukarela dari Forest Stewardship Council (FSC) itu. Sebab, dengan memiliki sertifikat internasional itu, kayu yang dihasilkan lebih diburu industri pengolahan kayu sekaligus
DUTA Rimba 31
rimbaUTAMA
Hari Konservasi Alam Nasional Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN)sebenarnya belumlah begitu familier di telinga kita, bahkan bagi para rimbawan sekalipun. Hari peringatan tersebut tepatnya jatuh pada tanggal 10 Agustus, dan tahun ini baru menginjak tahun ketiga. Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono, dengan Keppres RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Hari Konservasi Alam Nasional.
P
enetapan HKAN merupakan bentuk kepedulian dari pemerintah terhadap konservasi yang dijadikan sebuah momentum strategis yang memiliki sasaran dan manfaat sangat penting dalam mendukung pengembangan upaya Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAH dan E). Hari konservasi alam nasional diharapkan menjadi bagian dari pendidikan dan sosialisasi KSDAHE kepada lapisan masyarakat termasuk generasi muda dan para pengambil
32 DUTA Rimba
kebijakan pembangunan di tingkat pusat maupun daerah. Sejak tahun 2009 Setiap tanggal 10 Agustus dirayakan sebagai Hari Konservasi Alam Nasional, berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia : Keppres No. 22 Tahun 2009 tertanggal 10 Agustus 2009. Berpijak pada Keppres diatas tentang hari Konservasi Alam nasional (HKAN), untuk memperkuat visi dan Misi HKAN serta mempersatukan tekad, semangat, jiwa, cipta, rasa dan karsa seluruh elemen bangsa dalam konservasi alam nasional, maka
Menteri Kehutanan mengeluarkan surat keputusan yang berkaitan dengan penetapan Logo Hari Konservasi Alam Nasional. Surat keputusan Menteri Kehutanan tentang logo Hari Konservasi Alam Nasional ini ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2013, Nomor : SK.376/ Menhut-IV/2013. Penerbitan surat keputusan ini memiliki makna dan ciri tersendiri. Logo HKAN ini merupakan lambang / simbol dan identitas resmi yang memiliki sasaran dan manfaat sangat penting dalam menyatukan derap langkah upaya Konservasi Sumber
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Daya Alam Hayati dan Ekositemnya (KSDAHE). Dilain sisi, keberadaan logo HKAN ini bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat serta penyelenggaraan pembangunan nasional untuk lebih berperan dalam kegiatan KSDAHE serta mengkomunikasikan kegiatan HKAN. Logo HKAN ini memiliki makna yang sangat dalam, menggambarkan hubungan, kesinambungan antara alam dan kehidupan yang ada di dalamnya. Makna dari logo HKAN ini yaitu: Lingkaran pada gambar
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
menggambarkan kesatuan ekosistem bumi. Gambar siluet satwa jenis Gajah, Harimau, Orangutan dan Badak serta daun menggambarkan komponen utama ekosistem dan jenis-jenis satwa terancam punah di Indonesia. Dari sisi tata warna, logo HKAN juga memiliki makna yang sangat dalam. Warna Coklat pada setengah lingkaran bagian atas logo menggambarkan komponen ekosistem yang beraneka ragam. Warna hitam pada lingkaran, gambar satwa dan setengah lingkaran bagian bawah logo menggambarkan
kesatuan ekosistem yang berkelanjutan. Warna Hijau di daun menggambarkan kehidupan di muka bumi. Serta warna putih menggambarkan ketulusan manusia sebagai penjaga (khalifah) berlangsungnya keseimbangan proses dalam penyelamatan bumi beserta isinya. Dengan adanya logo HKAN ini, diharapkan setiap instansi yang menyelenggarakan kegiatan dalam rangka memperingati hari Konservasi Alam Nasional, menggunakan logo yang sudah ada ini. • DR
DUTA Rimba 33
RIMBAkhusus
Penghargaan Wana Lestari, Indikator Pengelolaan Hutan Ideal
Kerja keras yang penuh kesungguhan akan selalu berbuah penghargaan. Begitupun dengan kerja keras para pegawai kehutanan. Mereka yang bergelut di sektor kehutanan juga layak mendapat apresiasi. Sebab, merekalah garda terdepan penjaga kelestarian hutan kita.
Dok. Humas PHT
34 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
A
presiasi itu pun datang. Pada 18 Agustus 2013, Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan, memberikan penghargaan kepada 225 orang yang dinilai telah berprestasi dan menyumbangkan darma bakti mereka dalam melaksanakan, mengajak, dan menggerakkan masyarakat untuk ikut serta pada kegiatan pelestarian hutan dan alam, serta pemberdayaan masyarakat. Mereka adalah pemenang Lomba bertajuk Wana Lestari Tingkat Nasional. Lomba itu merupakan ajang tahunan yang digelar Kementerian Kehutanan. Penilaian untuk penerima penghargaan tersebut didasarkan pada prestasi yang dicapai para penerima di dalam proses pembangunan kehutanan. Menurut Zulkifli Hasan, penghargaan Wana Lestari diberikan sebagai wujud pengakuan dari pemerintah terhadap prestasi kerja para pegawai kehutanan, aparat pemerintahan daerah, dan masyarakat, yang baik secara kelompok maupun individual, telah melaksanakan kegiatan pembangunan di bidang kehutanan secara swadaya. Sebelumnya, melalui Keputusan Menteri Kehutanan, telah dibentuk Tim Pakar sebagai Penilai Lomba Wana Lestari Tahun 2013. Tim Pakar tersebut telah bekerja selama tiga bulan sejak dibentuk pada 20 Mei 2013 dan hasilnya diumumkan di kesempatan Temu Karya tanggal 18 Agustus 2013. “Penghargaan ini diberikan sebagai wujud pengakuan dan penghargaan bagi berbagai pihak baik masyarakat maupun aparatur pemerintah yang berprestasi untuk meningkatkan motivasi serta peran aktif mereka dalam upaya kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Zulkifli Hasan. Artinya, penghargaan Wana
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Lestari merupakan indikator bagi pengelolaan hutan yang memenuhi aspek kelestarian dan menyejahterakan masyarakat di sekitarnya. Lomba Wana Lestari sendiri merupakan ajang Kehutanan yang dihelat setiap tahun dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Penghargaan ini diberikan sebagai wujud pengakuan dan penghargaan bagi berbagai pihak baik masyarakat maupun aparatur pemerintah yang berprestasi untuk meningkatkan motivasi serta peran aktif mereka dalam upaya kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. Di tahun 2013, Penerima Penghargaan pada Lomba Wana Lestari Tingkat Nasional itu didasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK. 555/ MENHUT-IX/2013. Proses penilaian Lomba Wana Lestari Tahun 2013 ini dilakukan secara berjenjang di seluruh provinsi di Indonesia. Keputusan akhir tentang para pemenang ditetapkan oleh Tim Pakar, yang bersidang pada 31 Juli 2013. Sebelum para pemenang ditemukan, proses yang dilalui dimulai dari Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan membentuk dan menetapkan Tim Penilai Pusat, yang terdiri dari unsur-unsur Eselon I Kementerian Kehutanan terkait. Tim Penilai Pusat lalu melakukan klarifikasi dan verifikasi pemenang pertama lomba dari tingkat provinsi untuk setiap kategori serta menetapkan peringkat mulai satu sampai dengan sepuluh. Hasil pemeringkatan tersebut kemudian diajukan kepada Tim Pakar, yang dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan, yang terdiri dari akademisi, birokrasi dan profesi. Tim Pakar kemudian melakukan
penilaian dan menetapkan nominasi pemenang Lomba Wana Lestari untuk ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI sebagai pemenang terbaik I sampai dengan terbaik III dan Harapan I sampai dengan Harapan III tingkat nasional. Hal-hal yang dinilai dalam lomba Wana Lestari adalah keberhasilan peserta lomba dalam bidang-bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL); Konservasi Sumber Daya Alam; Perlindungan dan Pengamanan Hutan; serta Pemberdayaan Masyarakat di Dalam maupun Sekitar Hutan. Sedangkan instansi penanggungjawab lomba Wana Lestari adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Direktorat Jenderal PHKA, dan Perum Perhutani. Para Pemenang Mereka yang dinyatakan sebagai pemenang Lomba Wana Lestari
Menurut Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan RI, penghargaan Wana Lestari diberikan sebagai wujud pengakuan dari pemerintah terhadap prestasi kerja para pegawai kehutanan, aparat pemerintahan daerah, dan masyarakat.
DUTA Rimba 35
Dok. Humas PHT
rimbakhusus
Pemenang KPH
Tingkat Nasional Tahun 2013 itu terdiri dari para penyuluh kehutanan, kelompok tani hutan, desa/kelurahan peduli kehutanan, penyuluh kehutanan swadaya masyarakat, kader konservasi alam, kelompok pencinta alam, polisi kehutanan, dan para penyidik pegawai negeri sipil. Penghargaan untuk Lomba Wana Lestari tahun 2013 dikelompokkan menjadi 17 kategori, di antaranya Penyuluh Kehutanan, Kelompok Tani Hutan (KTH), Desa/Kelurahan Peduli Kehutanan, Kecil Menanam Dewasa Memanen, Kelompok Pecinta Alam, dan kategori Polisi Kehutanan. Untuk masing-masing kategori, penghargaan bagi pemenang lomba Wana Lestari tahun 2013 ini diberikan bagi para Juara atau Terbaik I, II, dan III, serta Juara Harapan I, II, dan III. Terdapat 28 orang pemenang yang memperoleh penghargaan untuk kategori para penyuluh kehutanan. Selain itu, sebanyak 29 orang meraih penghargaan tersebut untuk kategori kelompok tani hutan, 25 kepala desa atau lurah yang mendapatkan penghargaan di kategori desa/kelurahan peduli kehutanan, dan sebanyak 27 orang menerima penghargaan Wana Lestari kategori penyuluh kehutanan swadaya masyarakat. Sedangkan kader konservasi alam sebanyak
36 DUTA Rimba
Pemenang BKPH
29 orang, kelompok pencinta alam sebanyak 31 orang, polisi kehutanan 17 orang dan penyidik PNS sebanyak 11 orang. Pemenang penghargaan di kategori penyuluh kehutanan terbaik I diraih oleh Sri Murdayati dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sleman DIY. Di kategori Kelompok Tani Hutan, terbaik I diraih oleh KTH Bina Wana dari Desa Tribudi Sukur, Kabupaten Lampung Barat. Untuk kategori Desa Peduli Kehutanan, terbaik I diraih oleh Desa Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Peraih penghargaan di kategori Program Kecil Menanam Dewasa Memanen Terbaik I adalah SDN Cibubur 11 Pagi Jakarta Timur. Kategori Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat, Terbaik I diraih oleh Cipto Handoyo dari Desa Pesantren, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Di kategori Kader Konservasi Alam, Terbaik I diraih oleh Kusno dari Desa Baseh, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pemenang di kategori Kelompok Pencinta Alam Terbaik I diraih Kelompok Penyelamat Lingkungan Burung Cenderawasih “Deray Jaya” dari Kepulauan Yapen, Papua. Polisi Kehutanan Terbaik I diraih oleh Sumaryana dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan DI Yogyakarta.
Pemenang RPH
Serta untuk kategori PPNS Terbaik I diraih oleh Zainal Arifin dari Balai Besar KSDA Papua. Selain pemenang-pemenang penghargaan tersebut, Kementerian Kehutanan juga memberikan penghargaan kepada KPH, BKPH, dan RPH Perum Perhutani Terbaik. Juga untuk Mandor Pendamping PHBM, Mandor Tanam, Lembaga Masyarakat Desa Hutan Perum Perhutani, serta Koperasi Kelompok Tani Mitra. Yang unik adalah, setiap peserta Lomba untuk masing-masing kategori diwajibkan untuk menyusun profil mereka dengan memerhatikan kerangka yang telah ditentukan. Kerangka tersebut antara lain berisi Biodata Peserta; Kegiatan pembangunan kehutanan yang telah dilakukan, yang berisi uraian mengenai kegiatan pembangunan kehutanan yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan (bagi penilaian perorangan), atau kelompok/instansi yang bersangkutan (bagi penilaian kelompok maupun instansi); Dampak Kegiatan, yang antara lain berisi dampak dari kegiatan yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan atau instansi dari yang bersangkutan; serta Prestasi atau Penghargaan yang pernah diperoleh yang bersangkutan (bagi penilaian perorangan) dan kelompok atau
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Pemenang Mandor PHBM
instansi yang bersangkutan (bagi penilaian kelompok/instansi). Selain penghargaan yang diberikan sesuai kategori tersebut, Kementerian Kehutanan juga memberikan penghargaan kepada KPH, BKPH, dan RPH Perum Perhutani yang dinilai terbaik, mandor pendamping PHBM, mandor tanam, Lembaga Masyarakat Desa Hutan Perum Perhutani, serta Koperasi Kelompok Tani Mitra. Untuk Kategori Kesatuan Pemangkuan Hutan, pemenang Terbaik I adalah KPH Kebonharjo, Terbaik II diraih oleh KPH Cianjur, dan KPH Parengan menempati posisi Terbaik III. Di Kategori Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan, pemenang Terbaik I diraih oleh BKPH Dagangan KPH Madiun, Terbaik II ditempati oleh BKPH Tuder KPH Kebonharjo, dan Terbaik III yang diduduki oleh BKPH Cibatu KPH Garut. Sementara di Kategori Resort Pemangkuan Hutan, pemenang Terbaik I adalah RPH Awar awar KPH Nganjuk, serta RPH Somogede KPH Kedu Selatan di posisi Terbaik II, dan RPH Walahir KPH Cianjur di posisi Terbaik III. Sedangkan Kategori Mandor Pendamping PHBM, pemenang Terbaik I diraih oleh Iwan Riswandi dari KPH Bandung Utara, Terbaik II oleh Muntono dari KPH Tuban, serta Terbaik III oleh Aminoto
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Pemenang Mandor Tanam
dari KPH Banyumas Barat. Di Kategori Mandor Tanam, Suyono dari KPH Gundih menjadi Terbaik I, diikuti oleh Marjoko dari KPH Ngawi dan Wigarna dari KPH Banten sebagai Terbaik II dan Terbaik III. Sedangkan di Kategori Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), pemenang Terbaik I, Terbaik II, dan III masing-masing didapatkan oleh LMDH Rahayu Tani dari KPH Bandung Selatan, LMDH Wono Mulyo dari KPH Surakarta, serta LMDH Asri Lestari dari KPH Banyuwangi Utara. Antusiasme Masyarakat Pemberian penghargaan bagi para pelestari hutan dan alam serta pemberdayaan masyarakat lewat Lomba Wana Lestari yang diadakan Kementerian Kehutanan, disambut antusias masyarakat. Indikatornya adalah selalu ada peningkatan jumlah peserta. Hal itu dikatakan oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BP2SDM) Kehutanan, Tachrir Fathoni, dalam dialog dengan Stasiun Radio RRI Pro3, Minggu 18 Agustus 2013. “Dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan, masyarakat sangat antusias sekali. Beberapa kali kita dialog, banyak yang berterimakasih kepada kita. Dari ujung pinggiran
Pemenang LMDH
Sulawesi Tenggara misalnya, menyampaikan terima kasih kepada kita, karena berkat kegiatan ini ia bisa menginjakkan kakinya di Jakarta,” ucap Tachrir Fathoni. Menyimak fakta terus meningkatnya apresiasi masyarakat yang menunjukkan tingkat antusiasme mereka, menurut Fathoni, membuat pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menambah jumlah kategori yang akan diperlombakan pada lomba Wana Lestari mendatang. “Dengan makin banyaknya masyarakat yang punya kontribusi, kita berharap nanti kita akan adakan tambahan kategori-kategori,” ucapnya. Tachrir Fathoni mencontohkan, penambahan kategori tersebut misalnya terkait dengan reklamasi hutan bekas tambang. Sebab, selama ini sebenarnya Kementerian Kehutanan ingin memberikan penghargaan bagi masyarakat yang mampu menghijaukan kembali areal bekas tambang. “Kalau ada kelompok-kelompok masyarakat yang nanti berhasil merehabilitasi hutan bekas tambang, ada baiknya mendapatkan apresiasi juga. Kelompok-kelompok pengendaIi ekosistem hutan juga misalnya, kedepan nanti akan kita pertimbangkan untuk diberkian penghargaan,” katanya. • DR
DUTA Rimba 37
rimbakhusus
Bangga
Jadi
Menjadi pemenang dari sebuah proses lomba selalu memberikan kebanggaan. Apalagi jika menang dari sebuah lomba yang menilai torehan prestasi kerja. Nah, kebanggaan itu pulalah yang kiranya mengisi relung-relung hati para pemenang Penghargaan Wana Lestari Tingkat Nasional Tahun 2013.
Dok. Humas PHT
N
oor Imanudin tak bisa menutupi rasa bangga itu. Pemenang Terbaik I di Kategori BKPH Perum Perhutani itu menyebut, sama sekali tak menyangka dirinya dinyatakan sebagai pemenang. Apalagi, Penghargaan Wana Lestari itu berarti pengelolaan hutan yang ia lakukan bersama tim di BKPH Dagangan KPH Madiun telah memenuhi unsur-unsur pengelolaan hutan lestari. “Kita tidak menyangka (akan menang), tetapi percaya diri. Percaya dirinya karena kita sudah mendapatkan sertifikat Pengelolaan
38 DUTA Rimba
Hutan Lestari (PHL). Artinya semua jajaran BKPH (11 BKPH di KPH Madiun) sudah sesuai dengan sistem PHL /FSC,” ujarnya. BKPH Dagangan memiliki luas hutan BKPH sejumlah 3.220,01 hektar. Hutan seluas itu dijaga oleh 15 orang yang terdiri dari mandor dan mantri. Noor Imanudin menyebut, program unggulan mereka adalah membuat Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dengan upaya untuk merintis pembuatan hutan pendidikan. Menurut dia, mungkin itulah yang dinilai oleh Tim Pakar sebagai variabel yang layak diganjar penghargaan.
Dok. Humas PHT
Juara “Karena PLH sudah menjadi ikon nasional saat ini di seluruh Indonesia, di situlah kami tangkap peluang untuk bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Madiun guna bersinergi. Harapannya, baik guru maupun siswa tidak hanya akan mengerti di dalam ruangan tentang pendidikan lingkungan hidup, tetapi juga ada aplikasi di lapangan. Di situ kita bentuk hutan pendidikan sebagai wahana pendidikan bagi mereka,“ tuturnya. Program PLH, dikisahkan Noor, mencakup tingkat SD, SMP, dan SMA. Yang juga membanggakan dari program PLH itu, mereka bisa
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
mengantarkan SMA mitra mereka, yaitu SMA Geger Kecamatan Geger Kabupaten Madiun, untuk memperoleh penghargaan lingkungan adiwiyata. Adiwiyata adalah salah satu program dari Kementerian Lingkungan Hidup yang diselenggarakan dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Diharapkan, setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat dan menghindari dampak lingkungan yang negatif. “Mereka juga menonjolkan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
kegiatan mereka di hutan. Di sana, mereka kita ajari bagaimana mengelola hutan, bagaimana mereka mengenal teknis kehutanan, bagaimana pengelolaan hutan, pengelolaan lingkungan. Maka, begitu Tim Adiwiyata turun ke sekolah mereka, mereka menyampaikan bahwa mereka sudah melakukan kerja sama pengelolaan hutan dengan Perhutani dan Pemda, sehingga akhirnya mereka mendapatkan Penghargaan Adiwiyata. Ke depan, mereka sedang memperjuangkan untuk meraih Piagam Adiwiyata Kencana. Jadi, kemitraan Perhutani dengan Pemda
dan SMA serta Dinas Pendidikan bisa mengangkat posisi Perhutani dan juga sekaligus Pemkab Madiun serta Dinas Pendidikannya,” kisahnya. Kebanggaan yang sama juga tercermin di wajah Hasan. Pria yang sehari-hari bertugas di RPH Ressort Walahir KPH Cianjur ini menjadi pemenang Terbaik III untuk kategori Kategori Resort Pemangkuan Hutan. Ia menyebut bangga, apalagi dengan kemenangan ini ia berkesempatan untuk pergi menyambangi Istana Negara serta datang ke Sidang Paripurna MPR tanggal 16 Agustus 2013, saat Presiden menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Hasan memerkirakan, Tim Pakar menilai dirinya layak mendapatkan penghargaan Terbaik III untuk kategori Resort Pemangkuan Hutan, antara lain karena keberhasilan di bidang tanaman, keamanan, dan penanganan hasil penebangan produksi kayu. “Di bidang tanaman, keberhasilan kami 100 persen dengan luas tanaman 210 hektar, tanaman 2006 dan 2008. Dibagi lagi menjadi beberapa petak dengan rata-rata presentasi total 98 persen. Di bidang keamanan, kami tidak pernah ada masalah, selalu aman. Di bidang penanganan penebangan produksi, dalam beberapa tahun ke belakang tebangannya tidak pernah ada urat atau getah (NIHIL). Juga untuk pemeliharaan dan pesemaian, relatif baik,” ucapnya. Kebanggaan yang sama tentu juga dirasakan oleh para Administratur KPH yang dinyatakan terbaik, yaitu Administratur KPH Kebonharjo Haris Triwahjunita, Administratur KPH Cianjur Bambang Juriyanto, dan Administratur/ KKPH Parengan Daniel B Cahyono. Selamat! • DR
DUTA Rimba 39
40 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
SOSOKrimba
Noviar Andayani “Saya Ingin Adil Bagi Alam Ini” Sabtu pagi, 15 Juni 2013, suara lengkingan Owa Jawa (hylobates moloch) dari Hutan Lindung Malabar Gunung Puntang, Bandung Selatan begitu merdu dan menghadirkan kenyamanan tersendiri. Seorang perempuan berambut pendek, berkaos hijau tua, terlihat mondar-mandir, mimik wajahnya terlihat gelisah. Air matanya menetes ketika satwa endemik itu melompat keluar kandang dan akhirnya lepas ke alam bebas. NOVIAR ANDAYANI, kerap disapa Yani, adalah perempuan perkasa dan sosok penting dibalik cerita kebebasan Owa Jawa.
R
edaksi Duta Rimba khusus berbincang dengan Alumni Upsalla University, Swedia, ini di ruang kerjanya yang asri di Bogor. Noviar Andayani menuturkan perjalanannya mengkonservasi satwa endemik Pulau Jawa itu. Simak petikan wawancara exclusivenya berikut ini.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Apa alasan memilih Owa Jawa Semua dimulai dari penelitian S1 saya di UI tentang burung kepinis, sebangsa burung walet atau sriti namun sarangnya tidak dapat dimakan. Kenapa burung? Karena saya ingin meneliti satwa, tetapi yang tidak membikin geli. Pilihannya tinggal ikan atau burung. Kalau ikan harus meneliti hingga ke laut, maka
DUTA Rimba 41
SOSOKrimba pilihannya tinggal burung. Saya melanjutkan S2 di Upsalla University, Swedia, meneliti tentang genetika burung. Setelah selesai, kembali ke Indonesia dan mulai mengajar di Jurusan Biologi, UI. Tak lama kemudian Pak Yatna kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan doktoralnya dari Amerika, mengambil keahlian di bidang primata atau monyet. Disertasi Pak Yatna tentang monyet Sulawesi. Ketika kembali ke Indonesia, Pak Yatna melihat ada risiko yang besar akan kelestarian Owa Jawa (hewan endemik Jawa) lalu mulai memerhatikan dan mempromosikan konservasi Owa Jawa. Sewaktu di Amerika, Pak Yatna bersama Profesor Don dari Anthropology Department of Columbia University meneliti tentang primata, yang berkembang dalam sebuah program genetika konservasi dan mendapat Grant dari McArthur Foundation untuk melatih keahlian (preserve of knowledge and skill) dalam bidang genetika konservasi. Ini sebuah bidang yang masih baru saat itu. Grant ini merupakan program mengirimkan orang-orang yang berminat untuk dilatih dalam bidang genetika konservasi ke Columbia University, New York. Saya ikut program tersebut. Saya berangkat ke Columbia University pada 1992. Sebelum berangkat, saya diwanti-wanti oleh Professor Soemadikarta (pembimbing disertasi Noviar Andayani: Red) agar tetap meneliti burung. Tetapi ketika di Columbia University, saat itu semua proyek penelitian di Columbia University adalah tentang Monyet Sulawesi dan Orangutan. Karena harus memilih topik satwa yang akan diteliti dan saya berminat di konservasi, maka saya memilih Owa Jawa sebagi topik penelitian, karena sebuah alasan yang praktis. Sejak tahun 1990-an, saya
42 DUTA Rimba
mulai meneliti genetika Owa Jawa. Dan karena bidangnya genetika konservasi, maka digunakanlah teknologi DNA genetika untuk mengembangkan strategi konservasi. Sehingga, melalui DNA bisa diketahui populasi Owa Jawa yang mana yang harus dilindungi dan strategi apa yang perlu diterapkan. Akhirnya Owa Jawa jadi topik disertasi saya. Karena belajarnya tentang Owa Jawa, akhirnya menjadi tahu banyak tentang Owa Jawa lalu timbul hubungan batin dan menjadi sangat passionate dengan Owa Jawa, ditambah banyak bertemu dan bergaul dengan tokohtokoh konservasi dan menghadiri seminar-seminar konservasi. Disertasi saya adalah sebuah kajian ilmiah, merupakan rekomendasi berdasarkan temuan berdasar DNA. Namun untuk mengimplementasikan rekomendasi hasil penelitian itu, perlu sebuah pergaulan yang lebih luas termasuk pemerintah dan masyarakat luas. Pesannya adalah setelah belajar tentang Owa Jawa, tantangan terbesar dalam konservasi Owa Jawa adalah kondisi spesies ini yang terfragmentasi atau tercerai berai.
Mengapa Tertantang Konservasi Owa Jawa Dalam teori genetika konservasi, asumsi utamanya adalah semakin kecil ukuran populasi semakin besar risiko kepunahan, semakin terisolasi suatu populasi dengan populasi lainnya semakin besar risiko kepunahannya. Karena populasinya kecil berarti variasi genetika kecil, kalau variasi genetikanya kecil maka kemampuan untuk survive menjadi semakin rendah. Ini yang dihadapi oleh Owa Jawa. Sehingga, rekomendasinya adalah menghilangkan fragmentasi. Secara fisik fragmentasi atau isolasi antar populasi ini hanya bisa
Karena populasinya kecil berarti variasi genetika kecil, kalau variasi genetikanya kecil maka kemampuan untuk survive menjadi semakin rendah.
diterobos dengan menciptakan koridor. Koridor itu artinya menghubungkan satu hutan dengan hutan lain dengan membangun hutan yang aman dari gangguan manusia. Pertanyaan selanjutnya yaitu mungkinkah membangun koridor hutan di Pulau Jawa dimana kebutuhan terhadap tanah amat sangat tinggi? Tidak ada tempat lain di Indonesia yang tekanan akan kebutuhan lahan setinggi di pulau Jawa. Sehingga strategi membuat taman nasional menjadi tidak feasible dan membangun koridor hutan menjadi agak mustahil. Bagaimana menghubungkan populasi Owa Jawa di Ujung Kulon dengan populasi Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun? Bagaimana menghubungkan populasi di Gunung Halimun dengan populasi di Taman Nasional GedePangrango? Ditambah lagi populasi Owa Jawa yang terisolasi di luar taman nasional, di hutan lindung Pamampet, di Simpang Masigit
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
memberi arti bahwa di tengah pesatnya pembangunan masih ada kesadaran dalam menjaga lingkungan. Karena ketika Owa Jawa masih ada maka masih ada hutan yang bagus dan terjaga. Kalau kita masih mampu menyisakan hutan yang berkualitas bagus di Jawa Barat, berarti kita telah betul-betul menjalankan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Jadi itu menjadi tolok ukur dan bukti kepedulian kita semua.
Dok. Humas PHT
Masih ada masyarakat butuh bantuan, mengapa mengurus satwa yang perlu dana besar.
Tilu, apa yang terjadi dengan mereka? Kondisinya terpecahpecah, terisolasi, dan tekanan terhadap mereka semakin besar, terpisah-pisah antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Padahal di teorinya, semakin kecil ukuran populasi maka semakin besar risiko kepunahannya. Maka, logikanya adalah bagaimana menjadikannya sebuah populasi yang besar. Karena membangun koridor adalah opsi yang tidak mungkin, dan membangun taman nasional baru adalah opsi yang kurang realistis, maka langkah yang diambil adalah memakai teknologi memindahkan dan mencampurkan populasi secara manual. Opsi yang lebih make sense adalah membangun sebuah Sanctuary. Rekomendasi mengenai sanctuary ada dalam disertasi saya tahun 2000. Ini yang ingin kita bangun di Gunung Puntang. Hal ini saya sampaikan kepada Pak Bambang Sukmananto (Direktur Utama Perum Perhutani: Red).
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Perjanjian Kerja Sama dengan Perhutani ditandatangani tahun 2013. Langkah awal membangun Sanctuary bagi Owa Jawa di Gunung Puntang mulai berbentuk. Hal ini menjadi penting, karena saya memiliki sejarah keterikatan pribadi, bidang penelitian saya tentang Owa Jawa, namun dalam perjalanan selanjutnya bagi saya konservasi Owa Jawa bukan saja menjawab pertanyaan scientific tentang konservasi, tetapi juga mengimplementasikan rekomendasi itu menjadi suatu pesan moral, sosial, budaya, dan ekonomi bagi semua orang, bahwa Owa Jawa itu menjadi simbol bagi kesadaran kita semua bahwa kita punya komitmen yang kuat untuk menyelamatkan lingkungan. Saya selalu menyampaikan bahwa Owa Jawa itu bisa survive dan selamat di Jawa Barat (daerah terpadat dengan pertumbuhan populasi tercepat dan pembangunan ekonomi terpesat se-Indonesia),
Memang, biaya untuk memelihara orangutan per bulan per ekor di Pusat Rehabilitasi Orangutan bisa mencapai Rp 3 Juta untuk makan. Belum lagi biaya pemeliharaan kesehatan. Ini adalah proyek yang mahal sekali. Biaya pemeliharaan satu ekor Owa Jawa di Yayasan Owa Jawa per ekor per bulan sebesar Rp 750.000 untuk makan. Memang ada kenyataan bahwa ada masyarakat yang masih hidup dengan hanya USD 1-2 per hari. Lalu bagaimana bisa kita mengalokasikan dana yang besar untuk satwa? Saya sering ditanya masalah ini. Respon saya adalah mengutip Mahatma Gandhi bahwa “Tuhan sudah menciptakan alam ini cukup untuk semua orang dan makhluk, tetapi alam ini tak akan pernah mampu menampung ketamakan dan kerakusan sebesar apapun”. Menurut saya, kemiskinan manusia terjadi karena ada sebagian orang yang ingin menjadi jauh lebih kaya dibandingkan orang lain. Kemiskinan menjadi sesuatu yang seharusnya bisa dihindari jika kita bisa saling bertimbangrasa dan tidak memiliki keinginan untuk menjadi amat luar biasa kaya dibandingkan orang lain. Di semua agama diajarkan sedekah dan zakat, ada badan
DUTA Rimba 43
amil zakat dan lain-lain, sehingga sebenarnya tidak perlu ada orang miskin. Di Owa Jawa tidak ada hal seperti itu. Owa jawa terpaksa miskin bukan karena rakus. Kita yang memiskinkan mereka, mengambil rumah mereka. Jadi kita harus bertanggungjawab. Jika banyak orang mendirikan badan amil zakat, saya memilih mendirikan badan amil zakat untuk Owa Jawa, karena harus ada yang melakukan hal itu. On top of that, pada manusia kemiskinan terjadi karena dengan sengaja kita memiskinkan orang lain sesama spesies, sedang di orang utan yang memiskinkan mereka adalah kita manusia yang notabene lain spesies. Orangutan tidak pernah terpikir untuk memiskinkan sesamanya. Saya pernah ditanya oleh seorang Mantan Direktur Kantor Berita Antara, apabila memiliki kesempatan uang dan harus memilih, saya berikan uang kepada orang atau orangutan? Saya jawab, kalau bukan masalah hidup dan mati bagi orang itu, maka 100% akan saya berikan kepada orangutan. Kenapa? Karena manusia memiliki kemampuan otak yang jauh lebih baik dari orangutan, sehingga seharusnya memiliki kemampuan jauh lebih baik untuk survive. Tetapi orangutan terbatas. Tempat hidup terbatas, model makan terbatas, kemampuan reproduksi terbatas (catatan: hanya hamil 8 tahun sekali, Owa Jawa hamil 3 tahun sekali). Manusia bisa hamil per tahun dan melahirkan kembar, sedang Owa Jawa tidak. Jadi jika kita dengan segala kelebihan kita tidak berempati pada merekamaka mereka tidak akan punya tempat di alam ini. Saya memilih dunia yang isinya penuh dengan berbagai macam makhluk hidup, saya tidak pernah membayangkan dunia yang isinya hanya manusia dan bangunan tanpa tanaman. Saya tidak mau itu terjadi
44 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
SOSOKrimba
dan saya juga tidak mau generasi mendatang seperti itu. Saya ingin adil bagi alam ini.
Mengapa penting mempertimbangkan dampak pembangunan pada generasi selanjutnya. Itu adalah sesuatu yang menarik dan perlu diujicobakan, karena yang akan menjalani dan mengalami dampak yang kita buat sekarang adalah mereka, generasi selanjutnya. Mungkin kita yang mendapat kesenangan tetapi dampak dan harga dari keputusan yang kita buat akan ditanggung mereka, bukan kita. Mungkin perlu ditanyakan kepada mereka generasi muda apabila misalnya kita ingin membuka hutan, setujukah mereka? Mestinya harus fair disampaikan, sisi baiknya akan membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, membuat lebih kaya, tetapi di satu sisi karena hutannya sudah tidak
ada maka lingkungan akan menjadi lebih panas, kemarau lebih panjang, serangan hama lebih sering, ekologi akan terganggu, dan nantinya bumi akan menjadi lebih banyak coklatnya daripada hijaunya. Itu perlu disampaikan secara seimbang dan adil kepada mereka karena mereka yang akan menanggung. Sudah terjadi pembangunan dulu misalnya, banyak dampak buruk bagi lingkungan.
Bagaimana persepsi tentang Perhutani Perhutani dan Inhutani merupakan BUMN yang diberi mandat untuk mengurus dan mengelola hutan. Saya bergerak di konservasi, jadi harus kenal stakeholder. Saya amat netral, tetapi saya melihat isinya Perhutani, menjadi tolok ukur kita rawat kembali hutan alamnya. Kembali lagi ke tahun 2000 ide saya menciptakan sanctuary, saya harus melihat apa
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
yang dilakukan Perhutani. Harus didukung masyarakat, Perhutani melakukan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) timber dan non timber, menambahkan isu konservasi satwa, berbasis non timber. Saya mulai terpicu dari lokakarya, strategi konservasi Owa Jawa, lalu mengundang Perhutani. Karena stakeholder penting, komponen dukungan masyarakat sangat penting dalam konservasi, pelibatan masyarakat. Perhutani mengelola ratusan desa dan community group, non timber forest product, rekomendasi Owa Jawa menggunakan model Perhutani. Meyakinkan teman-teman Perhutani waktu itu agak susah, tetapi ya setelah jadi dokumen terus selesai. Waktu saya Ketua Primata Indonesia, pekerjaan rumah kita yaitu bertanggungjawab mengkomunikasikan kepada stakeholder, sampai sekarang belum terlaksana. Perhutani tidak perlu keluar dana, Hutan Lindung ada, perlu dibangun kawasan buffer, aktivitas bisa dibatasi, mengurangi akses masyarakat terhadap lahan, dikompensasi dengan aktivitas lain, tapi income bisa bertambah bisa melalui premium price produk yang masyarakat hasilkan atau eco tourism tanpa mengganggu populasi Owa Jawa. We have the problem already, it just the matter of redesigning
Noviar Andayani lahir di Kota Kijang Kepulauan Riau pada 3 November 1962. Aktif sebagai anggota, Chair of Indonesian Primatological Association (APAPI, Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia) dari tahun 2005 sampai 2010. Tercatat juga aktif sebagai anggota pada organisasi internasional seperti: Indonesian
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
program yang sudah ada.
Bagaimana awalnya kerjasama dengan Perhutani Penandatanganan MoU tahun 2012, tetapi setahun sebelumnya saya sudah secara aktif koordinasi dengan Pak Bambang (Direktur Utama Perum Perhutani: red). Saya kebetulan ikut Leadership Training Program dengan MIT, salah satu pekerjaan rumah yang harus dikerjakan adalah kita mesti membuat prototype. Kami sepakat memilih Owa Jawa melalui gagasan membangun sanctuary tadi. Kita melakukan shadowing terhadap orang-orang yang kita anggap mempunyai ciri atau visi kepemimpinan yang dianggap sangat baik. Saya memilih Pak Bambang Sukmananto. Mengujinya, saya datang pagi-pagi beberapa kali, ikuti kegiatan beliau seharian, dan mendengar seluruh aktivitas beliau saat itu, ikut rapat direksi dan kegiatan beliau lainnya. Berikutnya saya ikuti aktivitas pihak lain yang kami shadowing. Observasiobservasi ini menjadi sangat menarik karena melibatkan two extreme personalitiy, two extreme leadership style, two complete different vision.
Apakah Konservasi Owa Jawa hasil Leadership Training Program Saat melakukan shadowing itu
Primatological Society (IPA), South East Asia Primatological Association (SEAPA); Captive Breeding Specialist Group (CBSG) IUCN, dan Editorial Board of Asian Primates under the Primate Specialist Group of IUCN. Publikasi ilmiahnya yang terbit Internasional tentang satwa Primata dari hasil riset tidak kurang dari dua puluh judul. Sebagai
saya belum mengaitkan Perhutani dengan Owa Jawa. Jadi hanya betulbetul pelajari gaya kepemimpinan Pak Bambang. Karena di Leadership Training Program tersebut kita banyak membahas leadership, model kepemimpinan apa yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global yang semakin besar. Kita butuh pemimpin yang inklusif bukan eksklusif, partisipatif bukan otoriter, inspiring bukan yang memberikan. Beliau sharing, harapan Perhutani mengemukakan fakta, bagaimana menciptakan profitable di tengah risiko ancaman kerusakan hutan yang luar biasa. Saya harus mengakui dengan sistem birokrasi yang demikian rumitnya, saya tidak bisa berhenti. Saya pikir pas, dan setelah itu selesai saya mengembangkan prototipe, mungkin ini bisa menjadi model. Saat ini, tantangan global masalah lingkungan ke depan mencakup 3 hal yaitu civil society, detector dan government. Kita punya ketiganya, ada site Perhutani, ada teamwork bagi keberhasilan sustainable forest yaitu Owa Jawa. Dari seluruh prototype di MIT, hanya prototype kita yang masih berlangsung hingga saat ini. Saat ini sudah bertransformasi dari prototype menjadi proyek dan ke depannya diharapkan menjadi lifetime program. Tidak bisa kita melakukan konservasi dengan batasan waktu. • DR
Direktur Wildlife Conservation Society Indonesia sejak 2005, Noviar Andayani mengatakan bahwa ia ingin melihat Owa Jawa tumbuh subur di Gunung Puntang, semeterpun hutan lindungnya tidak berkurang, tak satu pohon yang tertebang, dan masyarakat juga bahagia dan menginginkan Owa Jawa ada di Gunung Puntang. • DR
DUTA Rimba 45
lintasrimba
Peduli Bumi,
Peduli Sumber Air Lestari Perum Perhutani menjalin kerjasama dengan USAID (U.S. Agency for International Development) dan IUWASH (Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene), dalam pengelolaan sumber daya air di dalam kawasan hutan untuk air minum, sanitasi, dan pertanian, yang dibutuhkan masyarakat perdesaan dan perkotaan. Hingga saat ini telah 175 sumur resapan dibangun di kawasan hutan milik Perum Perhutani di wilayah Kabupaten Mojokerto dan sekitarnya. Terus berlanjut dengan pembangunan sumur-sumur resapan lain. Kegiatan tersebut diharapkan mampu mengembalikan air ke alam sehingga akan mendukung peningkatan ketersediaan air baku di alam.
A
ir punya pengaruh besar terhadap lingkungan hidup. Semua mahluk hidup di bumi membutuhkan air untuk hidup. Air yang bersih dan sehat berasal dari lingkungan yang terjaga kelestariannya. Menjadi kewajiban kita semua untuk ikut menjaga kelestarian sumberdaya air yang ada di sekitar kita. Sebagai BUMN yang bergerak di bidang kehutanan, Perum Perhutani sangat menyadari betapa pentingnya menjaga sumberdaya air yang berada di wilayah kelolanya. Peran Perum Perhutani menjadi sangat strategis ketika hutan tidak saja berfungsi sebagai penghasil kayu, namun juga sebagai penyedia air, penghasil oksigen, serta menjadi tempat hidup flora dan fauna. Hal ini sejalan dengan sistem pengelolaan hutan lestari yang telah dilaksanakan oleh Perum Perhutani dimana
46 DUTA Rimba
pengelolaan hutan diarahkan untuk mencapai tripple bottom line, yaitu people-planet-profit, dimana selain bertujuan mendapat keuntungan usaha, pengelolaan hutan yang baik harus berdampak terhadap kesejahteraan manusia dan mendukung kelestarian alam. IUWASH, sebuah proyek lima tahun yang didanai oleh U.S. Agency for International Development (USAID), memiliki tujuan utama mengembangkan akses layanan air dan sanitasi untuk masyarakat miskin kota di Indonesia, khususnya mereka yang memiliki akses sangat terbatas terhadap kedua layanan tersebut. Demi mencapai tujuannya, IUWASH bekerja sama dengan berbagai kalangan masyarakat, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan penyedia layanan. Komitmen IUWASH untuk meningkatkan
akses layanan air bersih dan sanitasi dilaksanakan melalui tiga komponen program, yaitu: peningkatan kebutuhan, peningkatan kapasitas pelayanan, dan lingkungan pendukung (kebijakan, tata kelola pemerintahan, komitmen politik, dan alternatif pendanaan). Salah satu komponen Program IUWASH adalah mengembangkan program perlindungan air baku dan adaptasi perubahan iklim sebagai upaya untuk mendukung peningkatan ketersediaan air baku bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air bersih. Untuk mewujudkan keberhasilan program ini, IUWASH bekerjasama dengan beberapa lembaga untuk melaksanakan Program Perlindungan Sumberdaya Air dan Adaptasi Perubahan Iklim, termasuk dengan Perum Perhutani. Nota Kesepahaman
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. IUWASH 2013
(Memorandum of Understanding / MoU) antara IUWASH dan Perum Perhutani ditandatangani tanggal 16 Januari 2013, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama Induk (Master of Agreement) dengan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kerja sama dengan Perum Perhutani diwujudkan atas dasar persamaan kepentingan untuk bersama-sama melaksanakan perlindungan sumberdaya air dan adaptasi perubahan iklim. Sebagai tindakan nyata, Perum Perhutani-IUWASH telah berhasil membangun 175 sumur resapan di wilayah Kabupaten Mojokerto. Pembangunan sumur resapan merupakan sebuah pendekatan adaptasi perubahan iklim yang dianggap tepat menyikapi hasil kajian awal IUWASH yang menunjukkan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
bahwa telah terjadi penurunan debit beberapa mata air sebagai akibat adanya kerusakan lingkungan dan dampak dari perubahan. Langkah tersebut diharapkan dapat mengembalikan air ke alam sehingga mendukung peningkatan ketersediaan air baku di alam. Guna pembangunan 175 sumur resapan di Kabupaten Mojokerto, segera setelah Perjanjian Kerjasama Induk ditandatangani, IUWASH berkoordinasi dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan melaksanakan berbagai kegiatan lapangan. Kegiatan itu antara lain survey lapangan untuk penentuan lokasi pembangunan sumur resapan; penentuan titik lokasi pembangunan sumur resapan; pertemuan koordinasi dengan LMDH untuk perencanaan pembangunan sumur resapan;
kunjungan monitoring oleh KPH Pasuruan; pembangunan sumur resapan; dan lokakarya dan FGD penyusunan Risk Matrix akibat perubahan iklim. Selain kegiatan tersebut, ada beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan selama proses MoU antara Perum Perhutani dan IUWASH hingga penandatanganan Perjanjian Kerjasama Induk antara Perum Perhutani Unit II dan IUWASH. Di antaranya studi banding ke Mata Air Cikareo Lembang; lokakarya sosialisasi Program Lumbung Air di kawasan hulu Kabupaten Mojokerto; Training of Trainer (ToT) pembangunan sumur resapan; dan survei awal ke Mata Air Djoebel dan Ubalan. Tidak berhenti disitu, beberapa kegiatan telah direncanakan akan dilakukan hingga berakhirnya masa kerjasama nanti, yaitu lokakarya diseminasi sebagai forum penyampaian hasil pelaksanaan Program Lumbung Air di kawasan hulu Kabupaten Mojokerto; kegiatan pendampingan sebagai penguatan kelompok masayarakat dan pemeliharaan sumur resapan; tindak lanjut pembangunan 58 sumur yang belum dibangun karena adanya kendala medan yang sulit dijangkau. Sinergi Perum Perhutani dan IUWASH diharapkan mampu menambah debit air yang dapat disimpan di dalam tanah. Resapan air ini diharapkan akan dapat memperbaiki neraca sumber daya air hutan yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna air di sekitar hutan dan di wilayah hilir. Dengan kerjasama ini diharapkan program konservasi sumberdaya air di kawasan milik Perum Perhutani khususnya dapat meningkat kualitasnya dan memberi manfaat lebih akan sumberdaya hutan sehingga dapat lebih dirasakan semua pihak dalam kehidupan. • DR
DUTA Rimba 47
lintasrimba
Perhutani Kerja Sama dengan Semen Indonesia
K
48 DUTA Rimba
Perum Perhutani dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sepakat menjalin kerja sama pengelolaan kawasan hutan milik Perhutani untuk kepentingan kedua belah pihak. Penandatanganan kerja sama yang disaksikan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan itu dilakukan oleh Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto dan Direktur Utama Semen Indonesia Dwi Soetjipto, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu 17 Juli 2013.
Dok. Humas PHT
erja sama tersebut meliputi upaya peningkatan kualitas alur (jalan hutan), serta pemanfaatan dan pemeliharaan alur di dalam kawasan hutan Perum Perhutani, khususnya yang dilintasi oleh pihak ketiga atau pihak lain. Adapun kawasan hutan yang dikerjasamakan tersebut mencakup lahan seluas 2,85 hektar. Letaknya di alur F, G, H RPH Timbangan, RPH Mantingan, dan RPH Serdang, BPKH Kebonharjo, RPH Trebes, BPKH Demaan, dan KPH Mantingan. Kawasan tersebut merupakan akses jalan menuju lokasi Pabrik Semen Indonesia di Rembang yang akan dibangun tahun 2014. Pabrik tersebut memiliki kapasitas 3 juta ton per tahun, dengan total investasi sekitar Rp3,7 triliun. "Kerjasama ini adalah upaya peningkatan kualitas alur (jalan hutan), pemanfaatan dan pemeliharaan alur khususnya yang dilintasi oleh pihak ketiga di dalam kawasan hutan Perum Perhutani," kata Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto. Alur di dalam kawasan hutan yang dikerjasamakan adalah seluas 28.500 meter persegi, terletak di wilayah di KPH Mantingan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Alur tersebut nantinya merupakan akses jalan menuju lokasi pabrik PT Semen Indonesia Tbk yang berada di Rembang. Direktur Utama PT Semen Indonesia, Dwi Soetjipto, mengatakan, di tahap awal, investasi pembangunan jalan di kawasan hutan di Rembang sepanjang 46 kilometer senilai Rp 60 miliar akan dibiayai sendiri oleh PT Semen Indonesia. "Kerja sama antara Semen Indonesia bentuknya business to business (b to b). Perhutani menyediakan lahan, kita yang membiayai pembangunan infrastruktur jalannya. Sedangkan
Perhutani akan memperoleh sewa lahan yang dimanfaatkan," ujar Dwi. Sementara Bambang Sukmananto mengatakan, keuntungan kerja sama ini adalah di masa depan alur atau jalan hutan akan diperbaiki oleh PT Semen Indonesia. Adapun besarnya kompensasi besaran nilai penggunaan alur hutan akan ditentukan oleh Lembaga Penilai Independen yang disepakati oleh Perum Perhutani dan Semen
Indonesia. "Kondisi alur yang baik akan melancarkan dan mempercepat proses pengangkutan produksi hasil hutan dari dalam kawasan hutan Perhutani," ujar Bambang. Bambang melanjutkan, di masa depan, alur atau jalan hutan ini akan diperbaiki oleh pihak ketiga, dan hal itu sekaligus akan memperlancar keluarnya produksi hasil hutan Perum Perhutani dari dalam kawasan tersebut. • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Humas PHT
Sharing Kayu Ciamis Capai Rp 4,6 Miliar Pada 19 Juli 2013, Sekretaris Daerah Kabupaten Ciamis menyerahkan bagi hasil kayu tahun 2011 kepada 35 LMDH di Kantor KPH Ciamis. Nilai bagi hasil Sharing 2011 itu adalah Rp 935.115.542 (Sembilan Ratus Tiga Puluh Lima Juta Seratus Lima Belas Ribu Lima Ratus Empat Puluh Dua Rupiah). Penerimanya terdiri dari 30 LMDH di wilayah Kabupaten Ciamis dan 5 LMDH di wilayah Kota Banjar.
H
adir di acara yang sekaligus merupakan kegiatan Buka Puasa Bersama tersebut antara lain Administratur KPH Ciamis Budi Sohibudin, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Ciamis dan Kota Banjar, Kepala Bappeda Kabupaten Ciamis, serta Ketua Forum PHBM Ciamis dan Kota Banjar. Acara juga diisi tausiyah oleh Pimpinan Pondok Pesantren Sulatul Huda Tasikmalaya, KH Muhamad Aminudin S.Ag. Sharing senilai lebih dari sembilan ratus juta rupiah tersebut merupakan realisasi sharing tahun 2013. Administratur KPH Ciamis Budi Shohibudin mengungkapkan, di antara sharing yang sudah direalisasikan adalah Rp 4,6 miliar. “Sharing yang direalisasikan tahun 2013 ini yaitu sharing hasil dari tebangan produksi kayu yang dilakukan pada 2011,” kata Budi. Di acara yang sama, Kasi PSDH KPH Ciamis Yuyu Rahayu S.Hut mengungkapkan, hingga
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
2013, kontribusi Perhutani kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak, di antaranya dari Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) periode 1992-2012 sebanyak 361 Mitra dengan total nilai Rp 2.137.157.500. Selain itu, kontribusi pangan secara langsung maupun tidak dalam tahun 2012-2013 sebesar Rp 15.587.152.515 untuk MDH, melalui tumpangsari dan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan yang berbasis Koprasi (GP3K). Sementara Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis, Dadang Hidayat, mengatakan, pembagian sharing produksi kayu untuk masyarakat desa hutan diharapkan bisa mengikat ekonomi masyarakat sekitar dan berdampak terhadap keamanan hutan. “Jika hutan aman dari penjarahan dan berbagai gangguan lain, maka pengelolaan pemberdayaan masyarakat di sekitar desa hutan juga bisa lebih optimal,” terang Dadang.
Menurut Budi Sohibudin, dengan semakin bertambahnya realisasi sharing produksi kayu untuk masyarakat desa hutan, diharapkan keamanan kawasan hutan kian terjaga. “Sampai saat ini, sekalipun realisasi sharing terus meningkat, namun berbagai permasalahan ganguan keamanan hutan masih saja terjadi,” terang Budi. Salah satunya, lanjut Budi, pada 2013 berbagai masalah ganguan keamanan hutan masih terjadi, semisal masih adanya pencurian pohon di wilayah BKPH Cijulang, pemanfaatan lahan di bawah tegakan di wilayah BKPH Pangandaran dan Cijulang, pencurian pohon dengan modus SPPT, serta masih adanya konflik tenurial atau perambahan kawasan hutan di wilayah BKPH Banjar Utara, Pangandaran, dan Cijulang. “Permasalahan ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa peran serta masyarakat desa hutan,” terang Budi. Selain itu, lanjut Budi, masih ada masalah lain semisal adanya kawasan yang ditemukan tanpa penggarap, dan ditemukannya lokasi jenis tanaman jati tahun 2012 yang disulam dengan jenis sengon. “Untuk penertiban tanaman sengon ini, kami sudah melakukan pendataan tanaman sesuai kondisi di lapangan, melakukan sosialisasi aturan, serta pembuatan perjanjian kerja seperti pola tanam, ruang bebas minimal satu meter pada tanaman pokok, dan daur ulang sengon maksimal lima tahun,” tandas Budi. Menanggapi masalah yang masih dihadapi di kawasan hutan, Dadang Hidayat menyebut, pihaknya akan lebih meningkatkan koordinasi dengan KPH Perhutani Ciamis serta masyarakat desa hutan. “Penaganan permasalahan ini merupakan tugas bersama, karena keberadaan pohon merupakan kehidupan untuk kita semua,” tandas Dadang. • Humas KPH Ciamis
DUTA Rimba 49
lintasrimba Defisit Air Ancam Jawa Sepuluh tahun lagi, Pulau Jawa terancam kekurangan pasokan air bersih dan impor air tak bisa terelakkan. Ancaman itu bakal terwujud jika tidak ada solusi konkret dan kuat untuk mencegahnya. Menurut Direktur Bina Kehutanan dan Sosial Kementerian Kehutanan, Hariyadi Himawan, Selasa (27/8), dalam seminar tentang penyelamatan hutan Pulau Jawa, ancaman defisit air di Jawa bukan isapan jempol. Alasannya, sebagian besar hutan yang berfungsi sebagai sumber air di daerah aliran sungai (DAS) dalam kondisi kritis dan agak kritis. ”Luas hutan yang kritis dan agak kritis mencapai 1,6 juta hektar atau lebih dari 50 persen dibandingkan dengan luas total kawasan hutan yang luasnya 3,04 juta hektar. Kritis yang dimaksud terkait fungsi lahan sebagai pemasok air,” ujarnya. Seminar terkait reuni emas 50 tahun Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta di Pusdiklat Perhutani di Kota Madiun, Jawa Timur, itu diikuti perwakilan dinas kehutanan pemerintah daerah di Pulau Jawa dan Perum Perhutani. Selain Hariyadi Himawan, juga hadir Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. • Sumber: Kompas
Perhutani Kembangkan Hutan Dengan Sistem Agroforestry Madiun – Perum Perhutani akan mengembangkan sistem pengelolaan hutan dengan cara “Agroforestry” yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan potensi hutan di masing-masing wilayah yang ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
50 DUTA Rimba
“Dengan agroforestry, pengembangan dan bisnis pengelolaan hutan tidak hanya berasal dari kayu saja,” kata Direktur Perum Perhutani, Bambang Sukmananto, yang menjadi pembicara utama dalam acara Seminar Region Jawa dengan tema Hutan Penyelamat Pulau Jawa di Gedung Pusdiklat SDM Perum Perhutani Madiun, Selasa (27/8). Seminar Region Jawa dengan tema Hutan Penyelamat Pulau Jawa, dilaksanakan atas kerjasama Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan Asean Social Forestry Network di gedung Pusdiklat SDM Perum Perhutani Madiun. Selain pembicara Direktur Perum Perhutani Bambang Sukmananto dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, juga mengundang para guru besar dari Fakultas Kehutanan UGM. • Sumber: antarajatim.com
Kayu Perhutani Sumedang Segera Bersertifikat FSC Sumedang – Kayu hasil produksi KPH Perum Perhutani Sumedang sebentar lagi akan mengantongi sertifikat FSC (Forest Stewardship Council). Label khusus itu diterapkan pada kayu asli produksi Perum Perhutani yang ditebang dengan memerhatikan konservasi di lahan hutan tersebut. Dengan begitu, kayu yang dijual dijamin keberadaan dan proses penebangannya tanpa merusak adat setempat, kehidupan sipil, dan adanya konversi hutan serta transgenik kayu. Juga proses penebangan kayu itu dijamin tidak mengganggu kehidupan atau habitat satwa di hutan. Maka, harga jualnya pun bisa lebih tinggi. Apalagi jika dijual ke pasar Eropa yang sangat membutuhkan kayu dengan sertifikat FSC. “Sebentar lagi kayu hasil produksi KPH Sumedang akan
bersertifikat FSC. Ini merupakan upaya kami dalam menambah kualitas kayu hasil Perhutani di seluruh Indonesia sehingga menaikkan posisi tawar dan harga jual kayu dari Indonedia, khususnya produksi Perhutani,” kata Sudrajat, Wakil Administratur KPH Sumedang Wilayah Selatan, Senin (26/8/2013), dalam Konsultasi Publik bersama Stakeholder tentang High Conservation Value Forest di Kantor KPH Sumedang. • Sumber: inilah.com
Perhutani Kembangkan Industri Hilir Perum Perhutani tengah mengembangkan usaha sektor kehutanan secara terpadu sebagai upaya untuk mengoptimalkan hasil usaha nonkayu. Dengan cara itu diharapkan ada keseimbangan hasil usaha dengan pelestarian lingkungan dari lokasi tersebut. Menurut Kasi Humas Perum Perhutani Unit III Yopita Sari, upaya itu bertujuan meningkatkan bisnis Perhutani dari sektor hulu sampai hilir. Sejumlah kalangan di Perhutani Unit III menyebutkan, khusus untuk usaha nonkayu, selama ini yang telah digenjot adalah dari hasil bumi yang berbasis hasil hutan, misalnya beras huma dan beras merah, gula aren, madu, dll. Segmen pemasarannya pun sudah terbuka, karena komoditas-komoditas tersebut termasuk komoditas yang cepat laku di pasaran. Begitu pula untuk usaha kayu, beberapa kalangan di Perhutani Unit III pun mengatakan, tengah dijajaki usaha sampai produk jadi, misalnya sanipai ke mebel atau kayu lapis. Selama ini, kedua segmen tersebut belum tergarap, dengan pertimbangan sebagai “pembagian segmen”, usaha hulu dari Perhutani, sedangkan hilir oleh industri lainnya. Sementara itu, pengembangan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
wisata dengan mempromosikan aspek sejarah segera dikembangkan oleh KPH Bandung Utara. Mereka berharap adanya ikon segmen wisata bernuansa positif di kawasan kehutanan di Bandung Utara. Administratur KPH Bandung Utara, Tri Lastono, mengatakan, cukup banyak potensi sejarah di kehutanan Bandung Utara belum dimunculkan. “Jika dikelola dan dipromosikan lebih baik, diharapkan menjadi daya tarik bagi wisatawan, di mana wisata sejarah belakangan ini menjadi salah satu daya tarik utama wisatawan,” ujarnya. • Sumber: Pikiran Rakyat
Laba Perhutani Semester I 2013 Capai Rp 466 Miliar Jakarta – Laba sebelum pajak Perhutani hingga akhir semester I 2013 mencapai Rp 466 miliar atau naik 179 persen dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah ditetapkan. Laba sebesar itu paling banyak disumbangkan dari penjualan kayu bundar di dalam negeri yang mencapai Rp 882 miliar dan di luar negeri mencapai Rp 520 miliar. Selain itu, penjualan hasil industri lain di dalam negeri mencapai Rp 232 miliar, penjualan hasil industri dari wood finished product di luar negeri mencapai Rp 50 miliar dan penjualan kayu olahan (raw sawn timber) di dalam negeri mencapai Rp 30 miliar. Produk gondorukem, hasil olahan getah pinus merupakan penghasil laba kedua terbesar bagi Perhutani dengan nilai ekspor yang melonjak 12 persen dari target dalam RKAP. Pasar ekspor gondorukem Perhutani adalah Eropa, Jepang, China dan beberapa negara lain. Perhutani merupakan penghasil gondorukem terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto mengatakan,
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
target dan prospek bisnis Perhutani pada semester II 2013 diarahkan pada empat hal, yaitu mengejar target produksi getah melebihi semester pertama, mengutamakan prinsip manajemen hutan berkelanjutan, mempersiapkan industri yang akan mulai aktif berproduksi dan melakukan penghematan untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga minyak terhadap proses industri hutan. Perhutani juga memiliki beberapa proyek seperti penyelesaian pembangunan pabrik derivatif gondorukem di Pemalang, pabrik sagu di Sorong Papua, dan pembangunan kantor pusat Perhutani yang bekerja sama dengan BUMN lain. • Sumber: antaranews.com
255 Pahlawan Penghijauan Terima Penghargaan Wana Lestari Jakarta – Sebanyak 255 orang menerima penghargaan Wana Lestari dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Minggu (18/8) lalu. Mereka dinilai telah berhasil melaksanakan, mengajak, dan menggerakkan masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan dan alam serta pemberdayaan masyarakat. Penghargaan tersebut didasarkan pada prestasi yang dicapai dalam pembangunan kehutanan melalui Lomba Wana Lestari 2013. Penerima penghargaan terdiri dari penyuluh kehutanan (PK), kelompok tani hutan (KTH), desa/ kelurahan peduli kehutanan, sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang melaksanakan program kecil menanam dewasa memanen (KMDM). Selain itu, penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM), kader konservasi alam (KKA), kelompok pecinta alam (KPA), polisi kehutanan (Polhut), petugas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), dan kategori binaan
Perum Perhutani lainnya. Sebanyak 28 orang penyuluh kehutanan memperoleh penghargaan, kelompok tani hutan 29 orang, desa/kelurahan peduli kehutanan berjumlah 25 orang, sekolah yang melaksanakan kegiatan KMDN 25 orang, dan penyuluh kehutanan swadaya masyarakat 27 orang. Sedangkan kader konservasi alam 29 orang, kelompok pencinta alam 31 orang, polisi kehutanan 6 orang, dan penyidik PNS sebanyak 6 orang. KPH Perum Perhutani 3 orang, BKPH Perhutani 3 orang, RPH Perhutani 3 orang, mandor pendamping PHBM Perhutani 3 orang, mandor tanam Perhutani 3 orang, LMDH Perhutani 3 orang. Sedangkan industri primer hasil hutan Prima Wana Mitra 19 orang dan koperasi/ kelompok tani Prima Wana Mitra 12 orang. • Sumber: Indopos
Perhutani Gelar Simulasi Pemadaman Tuban – Perhutani Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Parengan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parengan Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Parengan, Selasa (27/8/2013) siang menggelar simulasi pemadaman kebakaran di hutan petak 14 dan 15 B. Sekitar 30 orang terdiri dari 10 anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), 20 Polisi Hutan (Polhut), melakukan simulasi untuk pemadaman kabakaran hutan. Simulasi ini juga sebagai bentuk peningkatan kerjasama tim, untuk meningkatkan kesigapan petugas jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran hutan. Tidak harus menggunakan alat khusus atau menunggu Pemadam Kebakaran (PMK). Namun dapat menggunakan batang pepohonan dan alat penggaruk kayu, fungsi dan kegunaannya sama, yakni untuk meadamkan api dengan peralatan seadanya. • Sumber: seputartuban.com
DUTA Rimba 51
warisanrimba
Curug Cibolang
Legenda 7 Air Terjun Mengagumi keindahan alam di Tatar Sunda memang tak akan ada habisnya. Geografi alam tatar Sunda yang kaya akan hutan dan dikelilingi pegunungan, aliran sungai, ladang dan pesawahan selalu membuat kita berdecak kagum. Termasuk Curug Cibolang yang mampu menyedot perhatian banyak orang karena keindahan, manfaat, dan legendanya.
A
lam dan masyarakat tatar Sunda ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait. Masyarakat Sunda sangat akrab dengan alam sekitarnya secara turun temurun. Kekayaan dan kesuburan tanahnya, bukan saja tempat menggantungkan mata pencaharian penduduknya, tetapi juga turut membentuk tradisi pola hidupnya untuk pemanfaatan kekayaan alam. Ada keterikatan yang sangat kuat antara masyarakat Sunda dan alam di sekitarnya, sehingga urang Sunda dituntut
52 DUTA Rimba
untuk dapat melestarikan alam. Salah satu keindahan alam di wilayah tatar Sunda adalah Curug Cibolang atau dikenal juga sebagai Curug Tujuh. Sesuai dengan namanya curug ini mempunyai 7 buah air terjun (curug) yang tersebar dan tidak berjauhan letaknya. Bahkan curug 4 dan 5 letaknya berdampingan hanya terpisah kurang lebih 2 meter jaraknya, sehingga dengan demikian untuk dapat menikmati keindahan dan keasrian ketujuh air terjun tersebut, adalah dengan cara mengitari bukit, menapaki jalan setapak mulai dari
kaki ke puncak bukit dan kembali lagi. Setiap curug ini memiliki nama yaitu, Curug Satu, Curug Dua, Curug Tiga, Curug Cibolang, Curug Cimantaja, Curug Cileutik dan Curug Cibuluh. Ketujuh curug ini mengalirkan air ke sungai Cibolang dan Cimantaja. Curug ini berada di dalam Kawasan Wana Wisata Curug Tujuh di RPH Panjalu BKPH Ciamis KPH Ciamis, dengan luas sekitar 40 ha yang dikelilingi Bukit Ciparang dan Cibolang di kaki Gunung Sawal. Kawasan ini terletak pada ketinggian antara 800-900 m dpl dengan suhu udara berkisar 17-18C.
Tak surut saat kemarau Menuju kawasan Curug Cibolang tidaklah sulit. Obyek wisata yang secara administratif berada di Kampung Nanggela, Desa Sandingtaman, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, ini hanya berjarak kurang lebih 35 km arah utara Kota Ciamis atau 5 km dari Kecamatan Panjalu. Wana wisata ini dapat dicapai dari arah barat dari Kecamatan Panjalu atau Kota
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Istimewa
warisanrimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 53
Bandung melalui Malangbong, Ciawi dan Rajapolah. Sedangkan dari arah timur Kabupaten Ciamis melalui kecamatan Kawali. Kondisi jalan pada umumnya beraspal dan dapat dilalui kendaraan roda empat dan roda dua baik kendaraan umum atau pribadi. Bagi Anda yang naik kendaraan umum, Anda dapat naik dari Terminal Ciamis jurusan Kawali Panjalu, atau langsung dari Bandung jurusan Ciamis via Panjalu. Kendaraan umum hanya mencapai jalan raya utama. Untuk menuju pintu gerbang kawasan curug, perjalanan diteruskan dengan menggunakan ojek. Setelah sampai di Desa Sandingtaman akan dijumpai plang menuju arah curug ini, letaknya di sebelah kanan jika dari arah Panjalu. Masuk ke Kampung Cipicung Desa Sandingtaman perjalanan diteruskan menuju Kampung Nenggala hingga pintu gerbang kawasan Curug
Konon di salah satu curug ini airnya memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit karena air terjun yang mengalir berasal dari kawah Gunung Sawal diketahui mengandung belerang.
54 DUTA Rimba
Cibolang. Jarak menuju pintu ini sekitar 20 menit atau kurang lebih 10 km dari jalan raya utama. Kondisi jalan menuju kawasan ini beraspal dan cukup baik, akan tetapi berlikuliku dan menanjak. Setelah membeli karcis dan masuk pintu di pintu gerbang langsung akan ditemui jalan setapak berbatu yang menanjak dengan bentuk tangga. Kemiringan jalan ini mencapai hampir 45 derajat. Di ujung tangga ini akan ditemui percaangan jalan dengan papan petunjuk lokasi curug Cibolang berada. Untuk curug satu hingga lima ke arah kanan sedangkan curug enam dan tujuh ke arah kiri. Curug Satu merupakan air terjun yang paling besar dengan ketinggian hampir mencapai 120 meter dengan lebar sekitar 15-20 meter dan di sisi kirinya terdapat tebing datar. Sementara lokasi Curug Dua berada di bawahnya. Konon di salah satu curug ini airnya memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit karena air terjun yang mengalir berasal dari kawah Gunung Sawal diketahui mengandung belerang. Lokasi Curug Tiga, Curug Cibolang, dan Curug Cimantaja agak sejajar. Curug Cibolang mempunyai ketinggian sekitar 30-50 meter dengan lebar kira-kira 5 meter. Adapun Curug Cimantaja, terletak di bawah Curug Cibolang. Disebut Curug Cimantaja karena konon berasal dari kata Cimata Raja atau air mata raja. Curug Cileutik dan Curug Cibuluh memiliki ketinggian tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 30 m saja. Namun kondisi jalan menuju ke arah dua air terjun ini sangat licin dan cukup berbahaya. Sangat disarankan untuk tidak ke area ini bila kurang berpengalaman. Di Curug Cibuluh terdapat kolam kecil berukuran 3 m berbentuk setengah lingkaran
Dok. Istimewa
warisanrimba
dengan airnya berwarna kehijauan. Tidak jauh dari Curug Cileutik dan Curug Cibuluh terdapat lokasi wisata berupa Batu Kereta Api. Disebut demikian karena memang bentuk batunya yang besar-besar seperti gerbong kereta dan berjejer ke belakang sebanyak 12 buah. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, jika dibandingkan dengan kebanyakan air terjun lain pada umumnya, Curug Cibolang ini memiliki sejumlah kelebihan. Selain air terjun ini tidak pernah surut sekalipun di musim kemarau, air yang mengalir pun mengandung unsur belerang yang berkhasiat untuk penyembuhan beberapa penyakit. Area Curug Cibolang juga terbuka untuk aktivitas perkemahan. Bumi perkemahan seluas kurang lebih 2 hektare terhampar dengan fasilitas areal api unggun. Adapun jenis fasilitas lainnya yang tersedia di area Curug Cibolang ini antara lain loket karcis, papan petunjuk, pos jaga, tempat parkir, MCK, bangku, pusat informasi, tempat sampah, jalan setapak, mushola, dan shelter. • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Legenda Curug Cibolang Buah Cinta Seorang Pemimpin Untuk Rakyatnya
K
Dok. Istimewa
eberadaan Curug Cibolang tidak lepas dari sebuah legenda tentang kecintaan seorang pemimpin kepada rakyatnya. Alkisah di sebuah kerajaan hidup seorang raja bijaksana yang sangat mencintai rakyatnya. Dari hari ke hari ia selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Hingga suatu ketika, sang raja bersedih karena musim kemarau tak kunjung
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
usai. Sebagai seorang pemimpin ia sangat sedih melihat penderitaan rakyatnya di musim kemarau tersebut. Betapa tidak, penghidupan rakyat yang berasa dari bercocok tanam di sawah dan ladang, seringkali gagal akibat minimnya pengairan karena telah cukup lama hujan tidak turun. Sementara banyak pula rakyatnya
yang menderita kelaparan dan diserang beragam penyakit. Kecintaannya pada rakyat membuatnya bersedih hati. Sang raja bertapa untuk memohon kepada Tuhan supaya diturunkan hujan agar keadaan negerinya pulih seperti sedia kala. Namun usahanya itu tidak mendapat jawaban dari Sang Penguasa Alam. Musim kemarau masih saja berlangsung, sementara rakyat semakin banyak yang sengsara. Karena beragam usaha, baik lahir maupun batin tetap saja tidak membuahkan hasil, maka hati sang raja pun semakin sedih. Dalam kesedihannya itu sang raja menangis. Saat air mata sang raja berurai, sebuah keajaiban pun terjadi. Air mata raja yang terus turun perlahan-lahan berubah menjadi genangan air jernih dan semakin membesar sehingga membentuk aliran air yang akhirnya terpecah dan jatuh di tujuh buah tebing. Itulah cikal bakal terjadinya Curug Cibolang yang memiliki tujuh air terjun. Berkat air curug yang mengalir tersebut keadaan negara pun kembali seperti semula. Perlahan kesejahteraan rakyat semakin baik, hasil pertanian semakin meningkat, dan penderitaan rakyat karena beragam penyakit pun sirna. • DR
DUTA Rimba 55
KETIKA
OWA JAWA merdeka
Alam semesta raya Diciptakan penuh keadilan Bagi setiap makhluk hidup penghuninya
56 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli-agustus • 2013
LENSA
Bijak adalah kata yang tepat Ketika kita menyadari Bahwa kehidupan ini
NO. 47 • TH. 8 • juli-agustus juli - agustus• •2013 2013
DUTA Rimba 57
Ada batasnya, Ada waktunya, Ada tempatnya, Ada manfaatnya Dan akan ada akhirnya 58 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli-agustus • 2013
Dan kita akan menjadi utuh Ketika kehidupan ini memberikan manfaat Kepada sesama,
NO. 47 • TH. 8 • juli-agustus • 2013
DUTA Rimba 59
Kepada makhluk hidup lainnya Dan menyiapkan kehidupan yang lebih baik
60 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli-agustus • 2013
bagi generasi selanjutnya penerus kehidupan kita di alam semesta yang seindah nirwana.
NO. 47 • TH. 8 • juli-agustus • 2013
DUTA Rimba 61
opini
White Energy dan Bisnis Masa Kini Oleh: Agus SG *)
Suklan Sumintapura resah. Dengan kening berkerut Direktur Utama PT Wijaya Karya (WIKA) tahun 1980-an itu berbalik ke arah jendela yang berada di belakangnya. Ia termenung sambil menatap matahari dari balik jendela. Tiba-tiba Suklan melangkah ke luar ruangan dan sesaat kemudian kembali lagi sambil berdiri bersandar di pintu. Senyum khasnya mengembang. Beberapa orang yang ada di ruangan itu tertegun sambil melihat perilaku Suklan. Semua mata tertuju padanya. Masih dengan senyum mengembang, Suklan berkata : “Negeri ini kaya sinar matahari. Kita dapat memanfaatkannya sebagai sumber energi alternatif.” ( Myelin, Rhenald Kasali )
K
ebutuhan listrik di Indonesia terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi. Rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 7 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan kebutuhan energi listrik rata-rata sebesar 9,2 persen per tahun. Kebutuhan listrik tersebut hingga saat ini masih dipenuhi dari pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil seperti Bahan Bakar Minyak dan batubara dan ternyata belum dapat memenuhi
62 DUTA Rimba
kebutuhan listrik di Indonesia. Penggunaan energi tak terbarukan tersebut dalam jangka panjang akan berdampak pada cadangan energi fosil yang menipis juga ketahanan energi nasional. Potensi air sebagai sumber energi terbarukan yang dikenal dengan PLTMH (Pembangkit Listrik Mini Hidro) merupakan sumber energi bersih (white energy) yang dapat memenuhi kebutuhan energi, serta memiliki peluang yang besar untuk menggantikan peran energi fosil. Kebijakan energi nasional telah
menetapkan akan menurunkan porsi energi fosil dan meningkatkan peran energi terbarukan hingga 17 persen di tahun 2025 (Kementerian ESDM, 2012). White Energy Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTMH) merupakan pembangkit listrik yang mengunakan energi air untuk memutar turbin dan menghasilkan energi listrik dengan kapasitas 100 sampai 10.000 kW. Air yang digunakan bersifat aliran permukaan (Run Off River) semisal sungai, saluran irigasi, dan air terjun, dengan kapasitas aliran dan ketinggian tertentu. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari instalasi, semakin besar pula energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Komponen PLTMH meliputi Dam/Bendungan Pengalih (Diversion Weir/Intake), Bak Pengendap (Settling Basin), Saluran Pembawa (Headrace), Bak Penenang (Headtank), Pipa Pesat (Penstock), Power House yang berisi Turbin dan Generator. Bagi Perhutani, kegiatan Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTMH) sudah memiliki payung hukum yaitu PP No 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara, pada pasal 8 ayat 1, 2 dan 3, yaitu apabila pihak swasta ingin melakukan investasi PLTMH di kawasan hutan wilayah Perhutani dapat melakukan kerjasama, dengan ketentuan Perhutani mendapatkan kompensasi atas nilai investasi dan/ atau manfaat lain atas nilai hak pengelolaan hutan. Bahkan dalam ayat 2 menyebutkan manfaat lain atas nilai hak pengelolaan hutan dapat dipakai sebagai penyertaan Perusahaan pada kegiatan pembangunan di luar kehutanan. Namun dengan terbitnya Permenhut No 38 Tahun 2012
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Agus SG
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan No P.18/MenhutII/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan, pada pasal 6 ayat 1 dan 2, ada batasan kerjasama PLTMH yang dapat dilakukan oleh Perhutani, kerjasama PLTMH hanya dapat dilaksanakan pada PLTMH yang bersifat Non Komersial. Hal ini bertolakbelakang dengan ketentuan yang terdapat dalam PP No 72 tahun 2010 pasal 8 ayat 1, 2 dan 3, yang membuka peluang kerjasama PLTMH antara Perhutani dengan swasta yang bersifat komersial, dan nantinya Perhutani memperoleh bagi hasil dari bisnis tersebut. Dengan mengacu pada Permenhut No 38 Tahun 2012, maka mekanisme yang digunakan adalah Pinjam Pakai Kawasan Hutan dengan Kompensasi, sehingga Perhutani hanya akan mendapat Ganti Rugi Tegakan dan kompensasi lahan, serta tidak mendapat
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
keuntungan finansial sama sekali, selama bisnis tersebut beroperasi puluhan tahun ke depan. Padahal potensi pendapatan dari bisnis ini sangat besar. Sudah tentu sangat merugikan perusahaan jika mengingat lokasinya berada di kawasan Perhutani tetapi kita hanya sebagai penonton, dan juga masih berkewajiban menjaga serta memelihara daerah tangkapan air (catchment area) agar air mengalir sepanjang tahun. Menurut jenis bisnisnya yaitu energi terbarukan dan materi sumber energi yakni air, tentunya PLTMH sangat berbeda untuk pertambangan minyak bumi, batu bara, emas, dan bahan tambang lainnya, yang menggunakan kawasan hutan melalui mekanisme pinjam pakai kawasan hutan. PLTMH memiliki karakteristik keterkaitan antara hutan dan air. Hutan memiliki
fungsi hidroorologis, sehingga selayaknya Perhutani sebagai pegelola hutan mendapatkan kontribusi finansial apabila ada bisnis PLTMH di wilayahnya. PP No 72 tahun 2010 pasal 11 ayat 3 juga menyebutkan, Perusahaan dapat menyelenggarakan kegiatan selain kegiatan usaha utama, yakni kegiatan usaha lain salah satunya berupa pemanfaatan sumber daya air. Tentunya PLTMH termasuk menjadi bagian dari pemanfaatan sumber daya air. Salah satu wujud transformasi bisnis Perhutani yaitu mengelompokkan produk dan jasa dalam 9 kategori, salah satunya adalah Forest Clean Energy Products meliputi energi mini hidro dan carbon trade. Berarti perusahaan sudah mendeklarasikan energi mini hidro sebagai salah satu sumber pendapatan perusahaan ke depan. Di antara keduanya, tampaknya baru
DUTA Rimba 63
Perlu dicatat juga korporasi berskala nasional saat ini sedang gencargencarnya mulai ekspansi ke bisnis berbasis energi yakni panas matahari energi mini hidro yang dalam waktu dekat dapat dilaksanakan mengingat potensi sumber daya air yang kita miliki seperti mata air, air terjun, dan sungai di kawasan Perhutani. Ilustrasi Bisnis Jika memulai bisnis baru, tentu kita akan bertanya tentang bagaimana aspek pasarnya? Dilanjutkan dengan analisis pasar meliputi harga, target pasar, segmentasi pasar dan lain-lain. Bisnis PLTMH ini pasarnya sudah jelas, yaitu energi listriknya wajib dibeli oleh PLN dengan harga 656/ kWH untuk wilayah Pulau Jawa dan info yang beredar di Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), di tahun 2013 harga tersebut akan naik signifikan. Mengapa? Sebab pemerintah memberikan memberikan subsidi kepada PLN untuk membeli energi terbarukan melalui dana APBN. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No 4 tahun 2012 tentang Harga Pembelian Listrik Oleh PT PLN Dari Pembangkit Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik.
64 DUTA Rimba
Hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh dua konsultan independen di salah satu sungai di KPH Banyumas Timur (dari empat potensi yang sudah dilakukan studi kelayakan), menunjukkan bahwa dengan debit 2 m3 per detik dan head 100 meter dapat menghasilkan potensi energi sebesar 2.000 – 2.500 kW. Dengan nilai investasi + 15 miliar, akan memberikan pendapatan + 5 miliar per tahun. Pendapatan tersebut ekuivalen dengan penyadapan getah pinus seluas 9.000 ha. Sungguh bisnis yang sangat menjanjikan. Mungkin dapat dibandingkan dengan bisnis-bisnis yang pernah dilakukan Perhutani. Jika ini dikembangkan secara serius, maka dengan mengembangkan 2 titik PLTMH saja dengan kapasitas yang sama, KPH Banyumas Timur akan menjadi KPH Mandiri. Realizing Hope Pertama, sebagai langkah awal mengingat bisnis PLTMH memerlukan modal yang cukup besar dan kita belum memiliki kompetensi di bidang tersebut serta segi aturan yang belum begitu mendukung, maka melakukan kerjasama dengan pihak ketiga merupakan langkah yang bijak, sambil belajar mempersiapkan bisnis ini untuk mandiri. Tentu Perhutani harus mendapatkan kontribusi finansial yang memadai untuk memelihara catchment area, dengan syarat kita membantu kegiatan survei, sarana prasarana, perijinan ke Pemda, membantu proses pinjam pakai kawasan hutan dan kegiatan komunikasi sosial. Tantangannya tidak mudah, mendapatkan pihak swasta yang bersedia melakukan investasi yang besar, dengan mekanisme pinjam pakai kawasan, menyiapkan lahan pengganti 1 : 2, mengganti rugi tegakan, perijinan sampai Menteri Kehutanan, dan lain-
lain dan masih bersedia memberikan share pendapatan untuk Perhutani bukan perkara mudah. Namun ini adalah tantangan yang harus dihadapi dan bukan berarti tidak bisa. Kedua, Perhutani dapat melakukan investasi PLTMH sendiri dengan mendirikan anak perusahaan yang khusus begerak di bidang energi terbarukan, mengingat besarnya potensi air, angin dan biomassa yang kita miliki. Tantangannya adalah agar anak perusahaan ini tidak memiliki kondisi dan perilaku seperti anak perusahaan yang sudah ada. Pengisian SDMSDM muda yang memiliki karakter intrapreneurship, organisasi yang lean dan debirokratisasi, berisi karyawan yang bebas memiliki mimpi sukses, merupakan prasyarat utama, serta jangan lupakan reward and pusnishment yang jelas dan tegas. Ke depan Perhutani semestinya dapat seperti BUMN-BUMN lain semisal PTPN VI yang sudah membangun PLTMH untuk memenuhi kebutuhan listrik perkebunan dan pabriknya secara mandiri atau bahkan PT Wijaya Karya sebuah perusahaan konstruksi nasional yang memiliki sayap bisnis berbasis energi yakni panas matahari, yang menjadi pemimpin pasar nasional melalui pemanas air dengan merk WIKA SWH. Perlu dicatat juga korporasi berskala nasional saat ini sedang gencar-gencarnya mulai ekspansi ke bisnis ini seperti Medco, Bukaka, Wijaya Karya, Duta Graha serta Indonesia Power (anak perusahaan PLN). Suatu saat saya ingin mendengar ucapan pemimpin Perhutani, “Perusahaan ini kaya potensi air. Kita dapat memanfaatkannya sebagai sumber energi alternatif dengan White Energy.” Perhutani Bisa. Entah Kapan. • *) Kasi PSDH Perhutani Banyumas Timur
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 65
ensikloRIMBA
Pohon Afrika, Pemasok Pakan
Owa Jawa
P
ohon Afrika tergolong jenis cepat tumbuh dengan sebaran alami di daerah tropika. Pohon ini dapat tumbuh baik di ketinggian 100-1500 m dpl dengan curah hujan 1.400 - 3.600 mm per tahun. Ia dapat tumbuh dengan baik pada solum tanah yang dalam, subur dan bebas genangan air, toleran terhadap tanah tidak subur, tanah berpasir dan keasaman. Kayu Afrika atau kayu marsusi bias dikatakan salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya cukup bagus dan berpotensi komersial untuk bahan bangunan dan furnitur. Jika tidak sering kontak dengan air, semisal kena air hujan, kayu ini dapat
66 DUTA Rimba
awet. Kayu afrika termasuk kelas awet V dan kelas kuat III/IV, bertekstur kasar dan kayunya mudah menyerap zat-zat cair. Kayu ini banyak dimanfaatkan untuk konstruksi ringan di bawah atap, peti kemas, boks, dan kayu lapis. Di Lampung Barat, sudah banyak masyarakat menggunakan kayu afrika sebagai bahan konstruksi bangunan, semisal balok dan kusen. Tetapi yang paling menarik adalah bahwa pohon Afika memiliki buah yang digemari oleh Owa Jawa. Hewan primata yang kini langka itu membutuhkan pasokan pakan yang cukup agar tidak benar-benar punah. Maka, keberadaan Pohon Afrika sebagai pemasok pakan bagi Owa Jawa juga diperlukan di tengah
Dok. Istimewa
Nama ilmiahnya adalah Maesopsis eminii Engl. Tetapi pohon yang termasuk family Rhamnaceae ini lebih dikenal dengan nama lokal Pohon Afrika. Pohon yang dikenal pula sebagai pohon marsusi ini memiliki buah yang disukai Owa Jawa.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 67
ensikloRIMBA
Dok. Istimewa
habitat hewan tersebut. Salah satu upaya untuk menjaga agar Pohon Afrika tetap ada adalah dengan melakukan silvikultur intensif. Masalahnya, benih kayu Afrika memerlukan waktu yang lama untuk dapat berkecambah. Sebab, kulit bijinya tebal dan keras. Benih yang telah berakhir masa dormansinya, akan berkecambah dalam periode 15 - 25 hari masa perkecambahan. Karakteristik biji ini mengakibatkan sebagian besar terdapat kendala dalam pengujian mutu fisiologis dan genetik benih di laboratorium pada uji perkecambahannya. Haygreen dan Bowyer menyatakan, kayu Afrika mempunyai masa dormansi biji yang lama
68 DUTA Rimba
yaitu 2 - 7 bulan dan memiliki daya kecambah yang rendah. Sedangkan menurut Binggeli, terjadinya perkecambahan benih kayu Afrika tidak disebabkan karena cahaya tetapi akibat adanya kelembaban tanah selama lebih dari 80 hari pada awal terjadinya perkecambahan. Maka, pembibitan dilakukan secara generatif dengan menyemaikan benih atau buahnya di persemaian, atau dengan menggunakan cabutan/permudaan alami. Di Malaysia pohon ini berbunga sekitar bulan Februari-Mei dan Agustus-September. Sedangkan di Jawa Barat musim buah masak biasanya sekitar bulan Juli-Agustus. Di dalam Buku “Teknik Pembibitan
dan Konservasi Tanah. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan” (Buku I) terbitan Departemen Kehutanan, 2003, penyemaian benih dilakukan dengan cara memberperlakukan pendahuluan (skarifikasi) dengan merendam benih pada larutan H2SO4 (20 N) selama 20 menit untuk meningkatkan daya kecambahnya. Benih disemaikan pada media campuran pasir dan tanah dengan perbandingan 1:1 yang te;ah disterilkan terlebih dahulu. Penyapihan semai dilakukan apabila semai telah tumbuh dan memiliki sepasang daun secara hati-hati. Semai disapih pada media campuran tanah, pasir dan kompos (7:2:1) dalam polibag ukuran 10 x 15 cm. Namun, di masa penyapihan, harus diperhatikan agar akar tidak boleh terlipat, semai yang disapih adalah semai yang sehat, dan penyapihan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Hal ini untuk memacu pertumbuhan bibit dilakukan pemupukan NPK (5 gram/ liter air) yang dilakukan setelah bibit berumur 3 minggu. Dosis pemberian
Salah satu upaya untuk menjaga agar Pohon Afrika tetap ada adalah dengan melakukan silvikultur intensif. Masalahnya, benih kayu Afrika memerlukan waktu yang lama untuk dapat berkecambah. NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
pupuk yaitu 1 sendok per bibit sebanyak 1-2 kali setiap 2 minggu. Pengumpulan benih dilakukan dengan memanjat atau memungut buah yang jatuh, kemudian buah dikumpulkan dalam kantong kain dan diberi label yang bertuliskan lokasi dan tanggal pengunduhan. Ekstraksi buah dilakukan dengan cara merendam buah selama 1 hari kemudian dibersihkan daging buahnya sampai tidak ada yang menempel. Benih kemudian disimpan pada ruangan dengan temperature rendah (4-8oC) dengan wadah simpan agak kedap. Buah dan Biji Kayu Afrika Buah kayu Afrika termasuk buah tunggal. Bentuk buah ini dapat dicirikan sebagai bulat memanjang, bagian ujung buah meruncing, pangkal buah tumpul dengan daging buah lunak dan tipis. Ciri-ciri buah masak adalah warna buahnya ungu kehitaman. Buah tunggal itu terbentuk dari ovary (bakal buah) tunggal. Bijinya terletak di bagian dalam buah. Pada saat buah telah masak, biji juga telah terbentuk dengan sempurna. Struktur buah kayu Afrika terdiri dari kulit buah, daging buah, dan selaput kulit biji. Kulit buah merupakan bagian terluar berwarna coklat kehitaman dan lunak. Daging buah merupakan lapisan setelah kulit buah. Lapisan ini berwarna putih kekuningan dan lunak dengan ketebalan 0,24 + 0,05 cm. Sedangkan selaput kulit biji merupakan lapisan terluar dari pericarp yang berwarna kuning kecoklatan. Dinding ovary (pericarp) tersusun dari tiga lapisan, yaitu exocarp atau kulit buah yang merupakan lapisan terluar, mesokarp atau daging buah yang merupakan lapisan tengah, dan endocarp atau selaput kulit biji yang merupakan lapisan terdalam. Buah kayu afrika merupakan buah batu
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
yang memiliki integumen yang keras seperti batu. Biji kayu Afrika (Maesopsis eminii) digolongkan buah batu (stony seed) karena bagian luar halus berwarna kuning kecokelatan. Kulit biji inilah yang merupakan bagian buah yang paling keras. Biji kayu Afrika berbentuk panjang lonjong dengan seed apex (ujung biji) meruncing dan pangkal buah tumpul. Biji kayu Afrika memiliki ciri kulit bijinya berwarna cokelat kekuningan dan di dalamnya terdapat endosperm berwarna putih susu, kulit bijinya keras dan impermeabel terhadap air (H2O) dan gas (O2). Hal ini merupakan penyebab dormansi pada biji, sehingga untuk pematahan dormansi biji perlu dilakukan skarifikasi untuk melemahkan dan meretakkan kulit biji yang keras tersebut. Berat segar rata-rata satu buah adalah 4.04 + 0,91 gram, dengan demikian dalam satu kg berat segar buah terdapat 260 + 50 buah segar. Berat kering rata-rata buah adalah 1,44 + 0,34 gram, jadi dalam 1 kg berat jering buah kering terdapat 700 + 150 buah kering. Volume buah segar setelah di ukur dengan mengunakan gelas ukur didapatkan rata-rata volume per-buahnya adalah 3,9 + 0,88 ml. Kadar air rata-rata biji kayu Afrika yang telah masak adalah 55,62% +
12,60%. Hal ini menunjukkan bahwa benih kayu Afrika tergolong benih rekalistran. Sehingga, jika kadar air bijinya diturunkan, persen daya kecambah akan rendah atau bahkan nol. Dengan demikian, kadar air biji kayu Afrika harus dipertahankan pada kisaran adalah 55,62% + 12,60% selama periode dormansinya. Namun, untuk benih yang di rekalsitran dengan kadar air saat panen lebih dari 30%, akan akan hilang viabilitasnya bila kadar air bijinya mencapai 12%. Di dalam struktur bijinya, terdapat lapisan-lapisan yang dibungkus oleh kulit biji. Kulit biji buah Afrika merupakan lapisan yang cukup tebal, keras, dan berkayu. Pada umumnya kulit biji berasal dari integumen ovule yang mengalami modifikasi selama berlangsungnya proses pembentukan biji. Kulit biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan, kerusakan mekanis semisal serangan cendawan, bakteri, dan serangga. Kulit biji terdiri dari tiga lapisan yaitu outer integumen, aril, dan inner integument. Outer integumen merupakan lapisan terluar benih kayu Afrika yang berwarna cokelat kehitaman. Aril merupakan lapisan yang berada di tengah-tengah yang berwarna cokelat gelap kehitaman. Sedangkan inner integumen, yaitu lapisan terdalam dari kulit benih yang berwarna coklat. • DR
Klasifikasi
Kingdom: Subkingdom: Superdivisio: Divisio: Kelas: Sub-kelas: Ordo: Familia: Genus: Spesies:
Plantae (tumbuhan) Tracheobionta (berpembuluh) Spermatophyta (menghasilkan biji) Magnoliophyta (berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Rosidae Rhamnales Rhamnaceae Maesopsis Maesopsis eminii Engl.
DUTA Rimba 69
Dok. Humas PHT
rimbaDAYA
70 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Empon-Empon
Sri Sulastri
Resep Sakti
Leluhur Negeri Siapa yang tak mengenal jamu? Mulai anak-anak sampai orang tua pasti mengenal salah satu warisan leluhur ini. Tidak cuma masyarakat lokal, masyarakat internasional pun perlahan-lahan mulai mengenal obat herbal ala Indonesia ini. Meski belum setenar ginseng dari Korea, jamu mulai dicari bahkan dikonsumsi masyarakat dunia. Imbasnya, gairah masyarakat meraup keuntungan di bisnis jamu makin meninggi.
A
dalah Sri Sulastri yang jeli melihat potensi bisnis ramuan leluhur ini. Berbekal kejelian membaca kebutuhan pasar dan fokus menekuni usaha empon-empon, membuatnya dikenal sebagai sosok pebisnis sukses di daerahnya. Usaha Sulastri tak mainmain. Ia merupakan salah seorang pemasok bagi sebuah industri jamu besar di negeri ini. Bagi warga Desa Ngulum Kecamatan Randublatung ini, mengenal empon-empon seperti mengenal dirinya sendiri. Betapa tidak, sejak kecil Sulastri sudah sangat mengenal empon-empon. Ia
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
akan menjelaskan secara detail jenis tumbuh-tumbuhan apa saja yang dapat dikonsumsi sebagai obat. Kemampuan memilih dan memilah tumbuh-tumbuhan obat tersebut tidak hanya dimiliki Sulastri sendiri, melainkan dimiliki pula oleh sebagian warga lain di desanya. Empon-empon yang merupakan bahan baku jamu telah dikenal warga yang tinggal di kawasan hutan tersebut. Hanya saja, sedikit warga yang memiliki ketekunan berbisnis empon-empon dan kejelian melihat kebutuhan pasar. Alhasil, sedikit warga yang masih bertahan dalam usaha ini. Begitu pula halnya dengan
Sulastri yang tak langsung merasakan sukses sebagai pengusaha. Ibu dari tujuh anak ini pun harus jatuhbangun meniti usahanya. Awalnya, ia mencoba usaha di bidang palawija. Namun rupanya usaha tersebut tidak berusia panjang. Sulastri kemudian beralih menekuni usaha berjualan empon-empon dengan memasoknya ke sebuah industri jamu melalui jasa supplier. Usaha ini dirasakan lebih baik oleh Sulastri. “Bisnis tanaman obat-obatan itu perlu pengetahuan yang luas dan harus tahu komoditi apa yang dibutuhkan. Gampang-gampang susah, karena kita juga harus berpengalaman menjamin mutu yang dipakai sebagai standar pabrikan jamu,� kata Sulastri. Pengetahuan dan pengalaman Sulastri di bidang usaha emponempon mendapat perhatian dari para pelaku industri jamu. Tak heran jika selain ke sebuah industri jamu besar, empon-empon produksi Sulastri pun diserap sejumlah pabrik di Jawa Tengah. Beberapa bahan baku jamu yang dikirim ke pabrikpabrik jamu adalah empon-empon dari jenis lempuyang, temulawak, temuhitam, temugiring, temukunci, daun sambiloto, putrawali, doro upas, daun kemuning, dan kunci
DUTA Rimba 71
Dok. Humas PHT
rimbaDAYA
pepet. Namun dari berbagai jenis tanaman obat tersebut, saat ini yang menjadi primadona adalah tanaman temulawak, jahe, kunyit, kunci pepet, serutan kayu secang.
Menjadi Binaan Perhutani Menjadi pengusaha emponempon membuat Sulastri selalu berhubungan dengan hutan dan Perhutani.Hal ini karena sebagian besar komoditi berasal dari hutan dan dari sisi permodalanpun sangat diuntungkan dengan adanya pinjaman dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dulu dikenal dengan istilah Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK). “Usaha saya ini mendapatkan bantuan dari Perhutani KPH Randublatung sejak 1993. Perhutani memberikan pinjaman lunak sehingga usaha tetap bertahan hingga sekarang,” papar Sulastri seputar perkenalannya dengan Perhutani. Sulastri mendapat dana pinjaman PUKK Perhutani pada awalnya hanya Rp.5 juta.Namun karena lancarnya pengembalian dana PUKK, maka Perhutani pun memberikan tambahan hingga Rp.15 juta. Bahkan sekarang sudah berulang kali Sulastri mendapat dana PKBL.Bantuan yang
72 DUTA Rimba
diterimanya terakhir kali pada tahun 2011 sejumlah Rp. 10 juta dan akan dilunasi pada tahun 2014. Keberadaan Perhutani dalam usahanya tak hanya soal pinjaman. Sebagai binaan Perhutani, kini Sulastri mampu memasarkan produknya hingga keluar daerah. Kepedulian Perhutani dirasakannya bertambah karena ia kerap diberikan kesempatan untuk belajar manajemen dibidang usaha kecil serta beberapa pelatihan tentang ilmu tanaman obat-obatan.Kini ia pun terbiasa mengikuti berbagai macam diklat yang diselenggarakan Perhutani di berbagai daerah mulai dari Semarang hingga Surabaya. Sukses yang diraih Sulastri berimbas pula pada lingkungan sekitarnya. Ia tak ingin kesuksesan itu hanya miliknya seorang. Lagipula ia berprinsip bahwa di balik kesuksesan yang diraihnya terdapat bantuan dari orang-orang di sekelilingnya. Atas dasar itulah ia kemudian membuka lapangan kerja bagi masyarakat didesanya. Kini Sulastri memiliki 10 karyawan yang membantunya mengumpulkan empon-empon. Namun setiap memasuki tahap panen, ia mengajak hampir seluruh masyarakat desa utnuk turut membantu pemanenan tanaman.
Niat baik Sulastri tersebut secara tidak langsung membantu program Perhutani yang tengah berusaha mengikis tingginya angka pencurian dan penjarahan kayu di kawasan hutan Randublatung yang dilakukan warga setempat. Banyaknya tenaga kerja yang diserap Sulastri meningkatkan derajat ekonomi sehingga angka pencurian dan penjarahan kayu semakin menurun. Di sisi lain, Sulastri melihat rendahnya tingkat kesehatan warga. Banyak penyakit yang diderita warga tanpa ada upaya pengobatan yang memadai. Melalui pembuatan jamu itulah Sulastri dapat memcahkan masalah kesehatan warga tersebut. Ia pun kemudian meracik emponempon menjadi jamu untuk mengobati beragam penyakit. Kini, selain tetap memasok empon-empon ke sebuah industri jamu besar, Sulastri memproduksi jamu yang dikemas secara pribadi. Ada 10 macam jamu yang dibuatnya, antara lain jamu untuk mengobati penyakit darah tinggi, pegel linu, penyakit jantung, diabetes, danginjal. Jamu yang diproduksinya itu hanya dijual eceran melalui sistem “gethok tular” atau dari mulut ke mulut dan keluarga yang tersebar di Pulau Jawa dan Sulawesi. • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 73
bisnisrimba
Meneropong Prospek
Taman Hutan Sentul
S
emula, kawasan seluas 677,8 hektar yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kawasan hutan pada Bagian Hutan Megamendung seluas 9.257,22 hektar itu akan dinamakan Taman Hutan Edukasi Hambalang. Sebab, letaknya memang di lereng Bukit Hambalang, Sentul. Kawasan yang kini tanggung jawab pengelolaannya diserahkan kepada Sentul-EETF tersebut nantinya akan jadi model hutan bernuansa Eco Edu Tourism Forest. Namun, nama “Hambalang” lalu dirasakan memiliki citra kurang menguntungkan. “Belakangan ini nama Hambalang
74 DUTA Rimba
seolah identik dengan persoalan yang sedang menjadi sorotan setelah mencuatnya kasus yang kini ditangani KPK. Maka, nama yang digunakan untuk Sentul Eco Edu Tourism Forest itu menjadi Taman Hutan Sentul,” ujar Asisten Direktur Pengembangan Usaha Hutan Rakyat Perum Perhutani, Yulianto. Secara administratif pemerintahan, Taman Hutan Sentul berada di Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Wilayah ini merupakan kawasan hutan produksi terbatas (HTP), juga termasuk Daerah AliranSungai (DAS) Ciliwung. Yulianto menyebut, sejarah
Dok. Humas PHT
Kawasan Sentul, Bogor, kini akan semakin hijau. Sebab, di bukit yang terhampar pada Bagian Hutan Megamendung itu tengah dibangun kawasan Sentul Eco Edu Tourism Forest (Sentul-EETF). Ada banyak tujuan pembangunan Sentul-EETF, termasuk tujuan bisnis. Lalu bagaimana prospeknya?
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
bisnisrimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 75
Dok. Humas PHT
bisnisrimba
pembangunan Sentul-EETF itu tak lepas dari proses diskusi antara perwakilan Seoul National University dari Republik Korea (Korea Selatan), Foretika, dan Perum Perhutani. Topik diskusi berkisar di persoalan pengembangan Hambalang EcoEdu Forest dan Green Partnership Model Forest antara Republik Korea dan Indonesia. Diskusi itu terjadi di tengah pertemuan Indonesia-Korea Forest Forum (IKFF) kelima di Semarang, 19 – 20 Juli 2011. Selain itu, juga Instruksi Menteri Kehutanan saat berlangsung acara penanaman di Hutan Hambalang bersama Kedutaan Besar Republik Korea pada Januari 2012. Saat itu, kata Yulianto, Perum Perhutani ditugaskan untuk mengelola Hambalang menjadi hutan percontohan di Indonesia. Di dalamnya, ada himpunan dari jenisjenis pohon yang ada di seluruh provinsi melalui kebun koleksi. Maka, Perhutani pun menindaklanjuti instruksi menteri itu dengan segera menyusun desain pengembangan bagian hutan Megamendung yang merupakan Kelompok Hutan Hambalang Barat
76 DUTA Rimba
dan Hambalang Timur. Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 6 Maret 2012, desain itu dipresentasikan di hadapan Menhut. “Maksud pembangunan kawasan hutan tersebut adalah menjadikan Taman Hutan Sentul sebagai model pengelolaan sumber daya hutan bernuansa eco-edu tourism secara multi pihak. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas, mutu,dan nilai sumber daya hutan melalui pembangunan sumber daya hutan berbasis kemitraan,” jelas Yulianto. Tujuan lain pembangunan Taman Hutan Sentul yang berada di kawasan RPH Babakan Madang itu adalah meningkatkan nilai tambah usaha wisata Perum Perhutani sebagai wahana kelestarian ekologi, pendidikan, rekreasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan Sentul-EETF selain dimaksudkan untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga sebagai sumber daya bisnis kehutanan. Karena itulah, konsepnya selain untuk bisnis kehutanan (economy), pendidikan (education),
Pengembangan Sentul-EETF konsepnya selain untuk bisnis kehutanan (economy), pendidikan (education), juga untuk wisata (tourism). juga untuk wisata (tourism). “Taman Hutan Sentul juga akan dijadikan kawasan pendidikan dan penelitian dengan koleksi tumbuhan dan satwa yang khas dari seluruh provinsi di Indonesia. Serta dilengkapi dengan sarana dan program untuk olah raga,” kata Yulianto.
Kemitraan Pengembangan Taman Hutan Sentul yang dikelola oleh Sentul-EETF ini dibagi dalam beberapa zona. Beberapa zona
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
M.Riza Pahlevi, disaksikan oleh para pejabat dari Kementerian Kehutanan, Kementerian BUMN, serta Perum Perhutani. Direktur Keuangan PGN, M.Riza Pahlevi menyatakan, PGN tertarik berpartisipasi di Sentul EETF karena Taman Hutan Sentul tak hanya bermanfaat untuk pelestarian lingkungan. Ia juga bermanfaat bagi masyarakat, untuk meningkatkan nilai tambah dan manfaat hasil non kayu, jasa wisata, dan jasa lingkungan, yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Sementara Astra, pada 18 Juli 2012, melakukan kesepakatan untuk penanaman 550.000 pohon bersama Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan Perum Perhutani.
Lahan yang dikerjasamakan dengan Astra itu seluas 500 hektar. Kegiatan penanaman pohon tersebut dilakukan oleh PT Astra International Tbk dan anak perusahaannya yang terdiri dari 6 lini bisnis Astra (Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat dan Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur & Logistik serta Teknologi Informasi). Penandatangan kesepakatan tersebut dilakukan oleh Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto dan Chief of Corporate Environment and Social Responsibility PT Astra International Tbk Arief Istanto, disaksikan oleh Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan dan Direktur PT Astra International Tbk Widya Wiryawan.
Dok. Humas PHT
dapat dikembangkan lebih lanjut melalui kerja sama dengan mitra atau investor yang tertarik. Dan sesuai konsep pengembangannya sebagai kawasan hutan pendidikan dan eco-tourism, pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana dialokasikan maksimal 10 persen dari luas totalnya. Itupun masih ada catatan, yaitu infrastruktur yang dibangun di Taman Hutan Sentul harus menganut gaya green architecture, natural, serta menggunakan material lokal. Artinya, semua bangunan di Taman Hutan Sentul bukanlah bangunan yang 100 persen permanen. Sejauh ini, mitra yang sudah berkomitmen dalam kerja sama pengembangan Taman Hutan Sentul adalah PT Perusahaan Gas Negara (PGN), PT Astra International, dan PT Surveyor Indonesia. Dana yang mereka keluarkan umumnya berasal dari dana CSR. Di Sentul-EETF, PGN mengelola lahan seluas 380,88 hektar. PGN Eco-Edu Tourism Forest ini berdurasi selama empat tahun, mulai dari 2012 hingga 2015. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas Hutan Sentul-EETF yang menjadi zona bagian pengelolaan mereka itu, PGN menyalurkan dana sebesar Rp 5.544.932.000 (Lima milyar lima ratus empat puluh empat juta sembilan ratus tiga puluh dua ribu rupiah). Dana itu adalah bagian dari perwujudan energi baik yang diteruskan untuk program Bina Lingkungan PGN. Bina Lingkungan adalah bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau PKBL (Corporate Social Responsibility/CSR). Penanaman pohon dalam zona yang termasuk pengelolaan PGN Eco-Edu Tourism Forest itu dilakukan pada 10 Juni 2013. Secara resmi, penanamannya dilakukan oleh Direktur Keuangan PGN,
DUTA Rimba 77
bisnisrimba
78 DUTA Rimba
Nilai Strategis Konsep pembangunan SentulEETF, menurut Yulianto, merupakan satu kesatuan antara biodiversity, pendidikan dan penelitian, eco tourism, bisnis, dan community development. Hal ini cukup prospektif mengingat posisi SentulEETF yang tak jauh dari Jakarta dan lokasinya relatif mudah dijangkau. Hal itu tentu saja ditunjang dengan keberadaan kawasan Sentul sebagai kawasan hutan penyangga (interface area) yang posisinya paling dekat dengan ibukota Negara, Jakarta. Dan wilayah Sentul terintegrasi dengan wilayah daerah aliran sungai Ciliwung. Kedekatan wilayah dengan ibukota membuat kawasan Sentul sejak lama sering menjadi lokasi tempat diselenggarakannya kegiatan-egiatan seremonial, terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pencanangan reboisasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal itu kian dikuatkan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Kawasan Lindung Jabodetabekpunjur. Sehingga, kawasan hutan Sentul-EETF menjadi daya tarik tersendiri secara ekonomi maupun wisata. SentulEETF memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata berbasis pendidikan dan ekologi. Saat ini, di Sentul-EETF telah didirikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan kerja sama Indonesia dan Republik Korea, berupa bangunan dan infrastruktur seluas 1200 meter persegi di petak 1. Di sana terdapat bangunan-bangunan pusat penelitian, ruang pendidikan, asrama putra, asrama putri, serta sarana peribadatan. Saat ini, masih terdapat tanah kososng seluas 2.700 hektar di wilayah Sentul-EETF. Hal itu tentu
Dok. Humas PHT
Penandatangan kesepakatan itu lalu dilanjutkan dengan Penanaman pohon secara simbolik. Penanaman pohon di area seluas 500 hektar ini dilakukan oleh PT Astra International Tbk dan anak perusahaannya yang terdiri dari 6 lini bisnis Astra (Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat dan Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur & Logistik serta Teknologi Informasi). “Sesuai dengan nama program yaitu ‘Bogor Eco Edu Forest’, kami berharap program penanaman pohon ini dapat menjadi bagian dari pembelajaran tentang kehutanan, keanekaragaman hayati, serta pendidikan lingkungan bagi masyarakat untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang hutan tropis di Indonesia. Hal ini sejalan dengan salah satu butir Catur Dharma Astra yaitu menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” ungkap Direktur PT Astra International Tbk Widya Wiryawan dalam sambutannya saat itu. Sepanjang tahun 2012, PT Astra International Tbk dan anak perusahaan mereka menanam 110.000 pohon. Hal ini merupakan langkah awal komitmen antara Grup Astra dan Kementerian Kehutanan serta Perum Perhutani, untuk berpartisipasi melakukan penanaman 550.000 pohon selama 3 tahun ke depan terhitung sejak tahun 2012. Jenis bibit pohon yang ditanam di antaranya Sengon, Jabon, Pinus, Rasamala dan Trembesi. Di masa depan, pola kemitraan seperti ini akan terus dikembangkan dalam pengelolaan Sentul-EETF. Menurut Yulianto, saat ini pun Tim dari Perhutani masih terus melakan proses penawaran dan presentasi kepada perusahaan-perusahaan yang diharapkan akan menjadi mitra, dengan memanfaatkan dana program CSR mereka.
Yulianto Asisten Direktur Pengembangan Usaha Hutan Rakyat Perum Perhutani
saja sekaligus membuka peluang untuk dilakukan banyak kerja sama tanaman dengan perusahaanperusahaan atau BUMN yang ingin menyalurkan dana program CSR mereka pada program-program yang berperspektif lingkungan hidup. Selain kerja sama penanaman pohon, masih terbuka pula peluang untuk kerja sama pembangunan infrastruktur atau fasilitas dan wahana wisata. Tentu saja, pembangunan fasilitas tersebut harus sejalan dengan master plan serta desain pengembangan yang telah ditetapkan. Salah satu desain pengembangan itu adalah untuk terus memenuhi prinsipprinsip ekowisata dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip edukasi. Di sanalah pengembangan kawasan Sentul-EETF sangat prospektif. Dan di masa depan, prospek itu akan kian menjanjikan. Sebab, kebutuhan masyarakat akan sarana wisata yang mendidik juga akan kian besar. • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 79
PLN Siapkan Listrik untuk Pabrik Sagu Perhutani di Papua Barat
Dok. Humas PHT
Upaya Perum Perhutani membangun dan mengembangkan industri sagu di Papua Barat terus mendapatkan dukungan melalui sinergi BUMN. Yang teranyar, dukungan itu mewujud lewat kerjasama dengan PT PLN dan PT Barata. Dan, program percepatan pembangunan ekonomi di Wilayah Timur Indonesia, khususnya Papua Barat, pun kian mendapat dukungan
80 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
P
Papua. Harga sagu di sana dapat mencapai Rp 18.000 per kilogram, lebih mahal bahkan dua kali daripada harga di luar Provinsi Papua yang Rp 9.000 per kilogram. Harga yang mahal itu memunculkan perkiraan, selama belum ada industri pabrik sagu di Papua, maka masyarakat Papua akan beralih mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Bambang Sukmananto menyatakan, untuk memenuhi ketersedian bahan baku pabrik sagu itu nantinya, selain memasok dari pohon sagu yang ditanam sendiri oleh Perhutani, agar kelangsungan pasokan bahan baku pembuatan sagu tersebut terjamin, Perum Perhutani juga menggandeng masyarakat lokal. Pengembangan ini mensinergikan tiga aspek pengelolaan hutan lestari sesuai peran strategis Perum Perhutani yaitu mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan; sosial budaya; dan perekonomian masyarakat. Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Papua dan simbol budaya masyarakat lokal Papua. Dari sagu juga, nantinya dapat dihasilkan beras sintetis untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Maka, dengan Perhutani membangun industri pabrik sagu, sama artinya dengan menyelamatkan produksi beras nasional. Pemanfaatan sagu sebagai bahan pangan sumber karbohidrat secara nasional saat ini merupakan yang paling rendah dibandingkan komoditas pangan non beras lainnya semisal singkong, ubi jalar, kentang dan jagung. Berdasarkan data dari Perhimpunan Pendayagunaan Sagu Indonesia (PPSI), produksi sagu nasional baru mencapai 200.000 ton per tahun atau sekitar lima persen dari potensi sagu nasional. Sedangkan Indonesia merupakan penyumbang terbesar sagu dunia, disusul Papua Nugini dan Malaysia. Inilah tantangan bagi industri sagu di masa depan. Dan tantangan inilah yang akan dijawab oleh Perum Perhutani lewat pengoperasian pabrik sagu di Papua Barat. • DR
Dok. Humas PHT
embangunan pabrik pengolahan sagu di Papua Barat memerlukan infrastruktur pendukung yang memadai. Misalnya, kebutuhan akan pasokan tenaga listrik yang mencukupi. Sehingga, Perhutani perlu bekerjasama dengan PT PLN (Persero) selaku pengelola listrik negara, untuk membangun power plant sebagai penyedia kebutuhan listrik dan panas di sana. Sedangkan untuk jasa Engineering Procurement Construction (EPC) pabrik sagu tersebut, Perhutani pun menjalin kerja sama dengan PT Barata (Persero). Ini merupakan bagian dari sinergi BUMN untuk mewujudkan rencana pemerintah, melalui kebijakan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan beberapa waktu lalu, yang memberikan mandat kepada Perum Perhutani untuk membangun pabrik sagu di Papua. Sinergi Perhutani dengan PLN dan Barata itu terwujud lewat penandatanganan nota kesepahaman kerjasama untuk mendukung terwujudnya pengembangan industri sagu di Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat, pada Jumat, 6 September 2013, di Gedung PLN Kantor Pusat Jakarta. Penandatanganan tersebut dilakukan Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto dan Direktur Utama PLN Nur Pamudji serta Direktur Utama PT Barata Lalak Indiyono. Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto, dalam kesempatan itu menyatakan, dirinya menyambut baik berlangsungnya kerja sama ini. Bambang melanjutkan, sebagai pelopor pembangunan industri hasil pertanian di Indonesia, Perhutani juga mendukung program percepatan pembangunan ekonomi di Wilayah Timur Indonesia, khususnya Papua Barat. Rencananya, pabrik sagu Perhutani di Papua akan memproduksi 100 ton per hari. Pembangunan pabrik ini dimaksudkan untuk mengatasi tingginya harga sagu yang merupakan bahan makanan pokok masyarakat
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 81
wisatarimba
Goa Terawang,
Keindahan Berpayung Hutan Jati Mungkin, inilah satu-satunya goa yang saat siang hari di bagian dalamnya terang meski tanpa lampu. Sebab, sinar matahari dapat tembus dengan leluasa ke dalam mulut goa. Padahal, letaknya dipayungi ratusan tegakan pohon jati besar. Satu lagi keindahan alami yang menghadirkan pesona tersendiri.
N
amanya Goa Terawang. Salah satu lokasi wana wisata yang dimiliki Perum Perhutani. Wanawisata Goa Terawang terletak di Desa Kedungwung, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Lokasi persisnya berada pada Km 35 sebelah Barat kota Blora atau 107 km dari kota Semarang. Wanawisata tersebut memiliki luas 13 hektar. Goa ini berada di dalam kawasan hutan RPH Kedungwungu, BKPH Kalonan KPH Blora. Goa Terawang merupakan obyek wisata gua alam yang terbentuk di dalam batu gamping pegunungan kapur berumur kira-kira 10 juta tahun. Goa Terawang memiliki panjang alur atau terawang terpanjang sejauh 180 meter dengan kedalaman 5 - 12 meter di bawah permukaan tanah. Di dalamnya terdapat stalakmit dan stalaktit yang sangat indah dan
82 DUTA Rimba
menawan. Apalagi, pengunjung di siang hari tak perlu menggenggam lampu senter untuk dapat menikmati keindahan alami tersebut. Di siang hari, sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam goa membuatnya cukup memiliki cahaya. Sehingga, batu-batuan yang berbentuk stalaktit dan stalakmit dapat nampak jelas serta begitu indah dan unik sesuai dengan keasliannya. Goa ini nampak menerawang karena sinar matahari dapat menerobos ke dalam goa, disebabkan batuan di atas goa sedikit berlubang. Cahaya matahari yang mampu menerobos masuk hingga ke dalam bibir goa itulah yang membuat goa ini dinamakan Goa Terawang. Di kawasan wanawisata Goa Terawang, terdapat pula beberapa goa lain yang tidak kalah menarik. Kawasan wanawisata Goa Terawang memang merupakan kompleks goa. Ia memiliki enam goa di dalam
satu kawasan. Jumlah ini membuat ia merupakan kompleks goa yang punya goa terbanyak di Jateng. Di sana antara lain terdapat Goa Kidang, Goa Gombak, Goa Bebek, Goa Macan, Goa Kuncir dan Goa Landak. Goa Terawang merupakan goa induk, sedangkan lima goa lainnya merupakan goa-goa kecil. Selain enam goa tersebut, di dalam kawasan seluas 13 hektar itu juga terdapat satu sendang. Di kompleks Wanawisata Goa Terawang, terdapat pula kawasan arena bermain anak. Letaknya 50 meter dari mulut Goa Terawang yang terasa sejuk karena dipayungi ratusan pohon jati besar. Lokasi Goa Terawang juga berdekatan dengan goa-goa lain yaitu Goa Kuncir, Goa Macan dan Goa Gombak. Goa Terawang berada di bawah permukaan tanah dengan kedalaman 5 - 12 meter. Panjang jalur terowongan goa yang terpanjang adalah 180 meter, terpendek 70 meter. Lebar goa 3 - 5 meter. Di dalam kawasan Goa Terawang juga terdapat kawasan hutan jati yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung. Di sana juga terdapat habitat hidup kera yang – sayangnya – kini populasinya semakin berkurang. Maka, perlunya pengelolaan kawasan ini secara lebih profesional oleh Perhutani, salah satunya bertujuan untuk menjaga kelangsungan populasi kera-kera tersebut. Akses Mudah Secara administrasi pemerintahan, Goa Terawang dikelilingi desadesa dan hutan lindung kayu jati. Di bagian utara, ia berbatasan dengan Desa Cokrowati, di sebelah barat ia berbatasan dengan Desa Ketileng, sebelah selatan dengan Desa Ketileng dan Kedungwungu, serta di bagian timur dengan Desa Kedungwungu. Di antara desa-desa tersebut, keberadaan hutan lindung jati yang mengelilingi Goa Terawang,
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Istimewa
menambah keasriannya. Wanawisata Goa Terawang ini berada di ketinggian 172 m di atas permukaan laut. Posisi Goa Terawang ada di kawasan Pegunungan Kapur utara Jateng bagian timur. Rata-rata suhu udara di daerah itu berkisar 21,8°C – 36,6°C, dengan curah hujan 1.570 mm per tahun, dan topografi datar bergelombang. Tiupan angin di kawasan ini berkekuatan sedang, sementara sinar matahari yang jatuh ke sana terasa cukup terik. Jenis tanah di wilayah Goa Terawang tergolong tanah kapur yang stabil, serta memiliki daya serap yang tinggi dan tingkat erosi yang rendah. Lokasi wanawisata Goa Terawang memang berada agak di luar kota. Namun, untuk mencapai Goa Terawang sudah tersedia jalan desa yang mulus dan dapat ditempuh dari Semarang-Purwodadi-Wirosari menuju ke Kunduran Kabupaten Blora. Saat berada tepat di pertigaan depan Puskesmas Kunduran, pengunjung bisa berbelok ke kiri, melintasi jalan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
desa yang mulus sepanjang lebih kurang 8 kilometer. Nah, kawasan wisata Goa Terawang berada persis di tepi jalan. Jika berangkat dari arah Blora, pengunjung menuju ke arah pertigaan Pasar Ngawen, kemudian membelok ke kanan melintasi jalan menuju ke Japah, Padaan, Ngapus, hingga tiba di Todanan atau sekitar 10 kilometer. Memang, rambu petunjuk arah menuju ke Goa Terawang itu tidak terlihat lagi di tepi jalan. Di sepanjang jalan utama Semarang-Blora juga tidak terdapat rambu petunjuk arah, sehingga agak merepotkan pengunjung Goa Terawang yang menggunakan kendaraan pribadi. Namun, tak perlu khawatir. Anda bisa bertanya kepada setiap penduduk setempat. Mereka akan dengan senang hati menunjukkan arah kepada Anda. Lokasi wisata ini sudah cukup ramai. Cukup banyak acara yang diselenggarakan di lokasi wisata ini. Pada akhir pekan, seringkali ada pertunjukan hiburan musik dangdut
atau kegiatan pertemuan di pendapa limasan khas rumah Blora yang terdapat di areal kawasan wisata Goa Terawang. Bagi pengunjung yang menggunakan angkutan umum, cara yang mudah untuk mencapai Goa Terawang adalah dengan menaiki bus dari Semarang atau Blora, lalu turun tepat di depan Puskesmas Kunduran. Kemudian, pengunjung dapat pindah ke angkutan minibus jurusan Blora-Todanan. Tetapi, sebaiknya pengunjung menghindari perjalanan selepas pukul 15.30 atau setelah magrib. Sebab, di waktu tersebut angkutan umum yang melayani rute Kunduran menuju ke kawasan wisata Goa Terawang sangat jarang. Gigi “Buta” Saat tiba di lokasi wisata Goa Terawang, udara sejuk, segar, dengan panorama hutan yang memesona segera akan Anda nikmati. Dan udara segar itu pun akan tetap dapat Anda nikmati kendati musim
DUTA Rimba 83
Dok. Istimewa
wisatarimba
kemarau tengah berlangsung. Hal itu terjadi misalnya di pertengahan November 2006. Ketika itu, meski kawasan tersebut masih diliputi musim kemarau, namun di lokasi Goa Terawang suhu udaranya hanya 21,8 derajat Celsius. Dan ketika matahari mencapai puncaknya, suhu udara di kawasan itu masih berada di bawah 36 derajat Celsius. Hal itu bisa terjadi, tiada lain berkat rimbunnya pohon-pohon jati tua di sana. Keberadaan pohon jati yang besar dan rindang, di samping pohon besar lain, semisal pohon asam jawa dan trembesi, juga menambah keindahan tersendiri panorama di sekitar goa. Goa Terawang sendiri memang terletak di relung bagian bawah. Sehingga, pengunjung yang masuk ke dalam goa akan merasakan sensasi tersendiri saat turun dari permukaan tanah ke dalam mulut goa. Untuk menuju ke pintu goa, tersedia anak tangga yang sudah dilengkapi besi pengaman di bagian tengahnya. Panjang tangga tersebut 15 meter. Ketinggian kelima goa yang ada di kawasan Goa Terawang bervariasi antara 1 meter hingga 24 meter. Lebarnya juga bervariasi, mulai 3
84 DUTA Rimba
meter hingga 18 meter. Postur Goa Terawang ini memanjang, menyerupai deretan rumah yang saling terhubung sepanjang 600 meter lebih. Tinggi langit-langitnya juga bervariasi, namun rata-rata setinggi 4 meter. Banyak postur langit-langit goa tersebut yang berbentuk parabola dihiasi stalaktit dengan berbagai bentuk yang menawan. Bentukan alami stalaktit itu juga memberikan pesona tersendiri bagi setiap pengunjung. Begitupun stalagmit di dasar gua. Salah satu keunikan di Goa Terawang ini adalah para pengunjung dapat dengan leluasa mengamati goa di siang hari. Jika musim hujan, stalaktit dan stalagmit akan terus meneteskan air hingga sepanjang musim. Uniknya, dalam sejarahnya tidak ada legenda rakyat yang mengemuka dari kawasan wisata Goa Terawang. Hal ini berbeda dengan sebagian besar lokasi wisata alam di Indonesia yang selalu disertai legenda di belakang lokasi wisata tersebut. Goa ini sudah dikenal sejak zaman raja-raja Jawa. Konon, Goa Terawang dulu digunakan untuk tempat bertapa para raja guna memperoleh wangsit, bahkan kekuatan mistis. Pada masa penjajahan Belanda, goa ini banyak
menyimpan sejarah, karena sering digunakan sebagai tempat pertemuan antara Bupati Blora (ketika itu dijabat oleh RMA Cokronegoro, red) dengan pejabat-pejabat Belanda. Konon, setiap akhir pertemuan, di sana selalu diadakan pesta dansa bagi pejabat yang hadir. Namun, pada masa perang kemerdekaan, Goa Terawang ini menjadi daerah pertahanan bagi para pejuang. Tak seperti umumnya goa lain yang memerlukan cahaya bantu untuk dapat dapat melihat-lihat kondisi di dalam, di goa terawang cahaya alami sudah cukup memadai. Sebab, di langit-langit goa terdapat sejumlah lubang alami yang memungkinkan sinar matahari menerobos masuk ke dalam, dan menerangi bagian dalam goa. Fakta alamiah itulah yang membuat goa ini disebut Goa Terawang. Berkat lubang-lubang cahaya tadi, pengunjung tidak saja mendapatkan sirkulasi udara yang segar, tetapi juga bisa dengan seksama mengamati keunikan dan keragaman bentukbentuk stalaktit dan stalagmit yang terdapat di dalam goa. Ya, keberadaan stalaktit dan stalagmit tersebut tentu menambah keindahan tersendiri bagi
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Goa Terawang. Sementara itu, banyak stalaktit lain yang menjuntai ke bawah dari dinding atas dan berpadu menyambung dari langit-langit hingga ke lantai goa. Diyakini, stalaktit dan stalagmit yang ada di dalam goa itu masih tumbuh dan terus memberikan keberagaman bentuk. Misalnya, ada bentuk cumicumi raksasa atau jamur. Misalnya, di salah satu sudut dinding goa, pengunjung bisa menemukan stalaktit yang bentuknya mirip gigi “buta” (raksasa, red). Stalagtit Gigi “Buta” ini juga tutur menambah kondang nama Goa Terawang. Sebab, setelah menyaksikannya pengunjung kerap membicarakan Stalagtit Gigi “Buta” itu hingga ke luar lokasi. Cahaya yang masuk ke dalam goa itu menciptakan bias sinar matahari yang memberikan kesan tersendiri. Ada nuansa “pencerahan” pada berkas-berkas cahaya yang jatuh menimpa bagian-bagian tertentu di dinding goa. Saat melihatnya, tertangkap kesan seperti ada yang mengatur saja, sehingga cahaya yang masuk itu hanya menerangi panorama tertentu, tetapi di saat bersamaan memperjelas detail setiap sudut goa. Jadi, kesan dan bayangan stereotipe bahwa goa itu angker menjadi sirna saat memasuki Goa Terawang. Yang ada di sana adalah lukisan alam yang menakjubkan. Tidak percaya? Datang saja! Potensi Wisata Pengelolaan lokasi Goa Terawang sebagai kawasan wisata masih menyisakan sejumlah masalah. Salah satunya, selama ini goa-goa tersebut dibiarkan alami dan kurang dirawat. Di satu sisi, hal itu memang bagus sebagai upaya untuk menumbuhkan kesan eksotis yang kental, dan ini merupakan daya tarik yang besar bagi wisatawan, terutama bagi yang gemar berpetualang di alam liar. Namun, di sisi lain hal itu menimbulkan kesan
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
kurang bersih dan kurang serius dalam menggarap potensi wisata yang – sesungguhnya – sangat besar. Jumlah wisatawan lokal yang berkunjung ke Goa Terawang pernah mencapai puncaknya pada tahun 2004, yaitu 6.711 orang. Lalu, di tahun 2005 jumlahnya menurun menjadi 4.684 pengunjung. Dan, berdasarkan catatan, dari tahun ke tahun setelah itu pengunjung lokasi wisata Goa Terawang cenderung menurun. Oleh karena itu, Dinas Pariwisata Jawa Tengah kini tengah gencar menggalakkan upaya untuk menggairahkan wisata goa. Ini juga yang sekarang sedang menjadi perhatian. Yaitu menggairahkan jumlah pengunjung Goa Terawang. Antara lain dengan terus mempromosikan potensi wisata yang dimiliki Goa Terawang. Potensipotensi wisata tersebut, yang pertama adalah Goa Terawang itu sendiri. Sebab, goa ini menerobos stereotipe goa pada umumnya yang kondisi di dalamnya gelap. Kondisi di dalam Goa Terawang ini nampak menerawang dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam, sehingga stalaktit dan stalakmit yang begitu indah dan unik dapat nampak dengan jelas, sesuai keasliannya yang terbentuk secara alamiah. Potensi wisata yang kedua adalah keberadaan panorama alam hutan jati. Kawasan hutan lindung jati Goa Terawang yang luas seringkali dijadikan arena perkemahan oleh pengunjung yang memang bertujuan untuk bermalam. Ya, berkemah dan tidur di tengah alam di antara rimbunnya pepohonan, lalu mendengarkan suara-suara alam dari aktivitas hewan hutan dan gesekan dahan dengan kayu pohon tentu memberikan nuansa keindahan tersendiri. Terutama bagi pengunjung yang telah penat dengan segala macama hiruk pikuk kota besar. Pengunjung wisata harian juga bisa menikmati panorama hutan jati
dengan berjalan kaki melalui jalur setapak dan mengikuti rambu-rambu yang telah disediakan. Ini menarik untuk mereka yang juga gemar melakukan hiking. Yang ketiga, banyak aktivitas wisata yang dapat dilakukan di lokasi wisata Goa Terawang. Ini juga potensi wisata yang cukup besar. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di sini antara lain adalah tracking di dalam Goa Terawang, berpiknik, atau melakukan kegiatan penelitian flora dan fauna. Lokasi wisata Goa Terawang dapat juga digunakan sebagai Spooning nooks, rekreasi hutan, menelusuri goa, kegiatan fotografi, berkemah, atau sekadar menikmati panorama yang ada. Untuk menunjang kenyamanan pengunjung dalam berwisata, sudah terdapat sarana dan prasarana di lokasi wisata Goa Terawang. Sarana wisata yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengunjung adalah gerbang dan loket tiket masuk, 4 buah sarana MCK, arena bermain anak-anak dengan kelengkapan bermain antara lain dua ayunan dan satu papan luncur, 5 buah shelter, dan lapangan parkir. Selain itu, juga terdapat panggung hiburan yang berbentuk pendopo model joglo yang disediakan untuk sarana menghibur pengunjung. Di atas panggung, kerap digelar jenis hiburan daerah ataupun pagelaran musik dangdut setiap hari raya. Kamar ganti juga disediakan untuk keperluan pementasan. Sasaran pasar Wana Wisata Goa Terawang untuk sementara ini masih berskala lokal dengan komposisi geografis pengunjung yang mayoritas berasal dari daerah di sekitar Kabupaten Blora, Rembang, Pati, Ngawi, dan Purwodadi. Pengunjung yang datang rata-rata adalah remaja. Pengembangan Produk wana wisata ini diarahkan untuk menjadi mass tourism. • DR
DUTA Rimba 85
Dok. Humas PHT
pojokkph
Mengenal Perhutani Banyumas Timur Mengelola hutan dengan tanaman utama damar dan pinus, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur membawahi empat kabupaten yang dulu termasuk wilayah Karesiden Banyumas. Ingin tahu lebih jauh tentang KPH yang berkantor tepat di seberang SMA Negeri 1 Purwokerto ini? Simak informasinya berikut ini.
P
erhutani KPH Banyumas Timur wilayah kerjanya mencakup 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Banyumas (wilayah hutannya seluas 12.055,18 Ha), Kabupaten Purbalingga (seluas 18.059,45 Ha wilayah hutannya), Kabupaten Banjarnegara (wilayah hutannya seluas 14.592,00 Ha), dan Kabupaten Cilacap (wilayah hutannya seluas 1.745,33 Ha). Total luas wilayah KPH Banyumas Timur mempunyai luas wilayah kerja seluas 46.451,96
86 DUTA Rimba
Ha. Saat ini, KPH Banyumas Timur dipimpin oleh Administratur Dr.Ir. Budi Widodo, MP. Secara geografis atau berdasarkan garis lintang wilayah hutan, KPH Banyumas Timur terletak pada 107°58"dan 108°48" Bujur Timur dan 70°12" dan 70°39” Lintang Selatan. Menurut ketinggian, ia berada di antara 25 m sampai 3.428 m dpl dan puncak tertingginya adalah Gunung Slamet, dengan curah hujan rata-rata per tahun dari 25 stasiun pengukuran adalah
3.321 mm. Suhu udaranya berkisar antara 18° hingga 33° celcius. Strata pertumbuhan yang ada di gununggunung dengan kondisi topografi gelombang, curam, sampai terjal, sehingga terdapat areal hutan yang ditunjuk sebagai Hutan Lindung. Wilayah KPH Banyumas Timur diapit oleh Gunung Slamet di sebelah utara, KPH Kedu Pekalongan Timur dan KPH Kedu Utara di sebelah timur, di sebelah selatan oleh Samudera Hindia, dan di sebelah barat oleh KPH Banyumas Barat. Wilayah hutan KPH Banyumas Timur terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Di beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering. Hal ini membuat pelaksanaan pekerjaan di lapangan tidak banyak menyimpang dari rencana yang telah dipersiapkan. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), bulan basah memiliki curah hujan lebih dari 100 mm per bulan. Sementara bulan lembab memiliki
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
curah hujan di antara 60 - 100 mm per bulan. Dan bulan kering, curah hujannya di bawah 60 mm per bulan. KPH Banyumas Timur dibagi 5 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), yaitu BKPH Gunung Slamet Timur seluas 13.5400,60 Ha, BKPH Jatilawang seluas 3.604,7 Ha, BKPH Gunung Slamet Barat seluas 14.817,20 Ha, BKPH Kebasen seluas 2.886,36 Ha, dan BKPH Karangkobar seluas 11.601,4 Ha, dengan luas Alur seluas 320,91 Ha. BKPH Jatilawang membawahi RPH Jatilawang (879,60 Ha), RPH Kaliputih (862,10 Ha), RPH Jambusari (975,80 Ha), dan RPH Pengadegan (887,20 Ha). BKPH Kebasen membawahi RPH Kalirajut (847,20 Ha), RPH Mandirancan (647,80 Ha), RPH Sidamulih (891,30 Ha), dan RPH Kebasen (454,30 Ha). BKPH Gunung Slamet Barat membawahi RPH Baturraden (4.813,80 Ha), RPH Lebaksiu (4.805,50 Ha), dan RPH Karanggandul (5.072,60 Ha). Sedangkan BKPH Gunung Slamet Timur membawahi RPH Serang (2.735,60 Ha), RPH Karangreja (2.399,10 Ha), RPH Picung (3.596,30 Ha), dan RPH Tunjungmuli (4.746,20 Ha). BKPH Karangkobar mencakup RPH Kalibening (3.087,73 Ha), RPH Batur (1.200,19 Ha), RPH Siweru (1.847,60 Ha), RPH Wanayasa (2.574,28 Ha), dan RPH Pandanarum (2.891,60 Ha). Dan alur dari total keseluruhan KPH mencapai 320,91 Ha. Jenis kegiatan di KPH Banyumas Timur meliputi pengelolaan hutan tanaman damar dan pinus, dengan pembagian kelas perusahaan setiap bagian hutan meliputi Gunung Slamet jenis tanaman damar seluas 1.745,33 Ha, Gunung Beser jenis tanaman pinus seluas 10.805,00 Ha, Karangkobar jenis tanaman pinus seluas 11.603,28 Ha, dan Purwokerto jenis tanaman pinus seluas 6.490,88 Ha. • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA Rimba 87
Memitigasi Tumbuhnya Sastra Hijau Ada seribu jalan menuju ke Roma dan ada seribu satu tafsir mimpi. Itulah adagium yang dianut manusiamanusia kreaktif untuk memberikan makna kepada hidup dan kehidupan. Mereka tak cukup sekadar mengasah kreaktivitasnya untuk menelurkan karya-karya besar yang mengguncang dunia sastra. Melainkan mereka juga memikirkan, bagaimana melahirkan sastrawan-sastrawan muda sebagai penyambung tali kaderisasi bidang sastra.
A
palagi untuk bidang yang kini menjadi isu global, yaitu isu tentang kelestarian lingkungan. Para sastrawan ini juga memiliki kepedulian untuk mendorong lahirnya para sastrawan muda yang mampu mengangkat isu-isu lingkungan dalam karya sastranya. Melalui sentuhan kemanusiaan, isu-isu terkait tema lingkungan itu tentu akan lebih mengena jika kalangan sastrawan yang mengomunikasikannya kepada publik. Dengan pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa yang indah, isu lingkungan itu akan mudah menelusuri pikiran dan hati pembaca,
88 DUTA Rimba
jika dikemas oleh para sastrawan. Sebagai sebuah genre baru di bidang sastra, sastra hijau memang sudah tumbuh subur di negara maju, seperti Amerika, Australia, Jepang, China, dan beberapa negara di Eropa. Kemunculan sastra hijau itu seirama dengan kepedulian dunia terhadap masa depan planet bumi, yang kini mulai terancam oleh pemanasan global, akibat ulah manusia. Begitu seriusnya masalah lingkungan tersebut, sehingga para sastrawan di negara-negara maju kini melihat bahwa masalah pemanasan global bukan hanya masalahnya para ahli lingkungan semata. Tetapi masalah itu juga menjadi masalahnya
seluruh umat manusia, termasuk dalam hal ini para sastrawan. Maka, melalui karya-karya sastra, mereka mulai mengampanyekan isu-isu lingkungan yang harus menjadi perhatian manusia di seluruh dunia. Di Australia misalnya. Puisi telah menyajikan sastra hijau sejak awal Abad ke-19. Mereka menyebut masa tersebut sebagai “Era Sastra kolonial”. Puisi mereka disebut “Bush Poetry”. Bush yang secara harfiah adalah “semak-semak”. Di dalam kenyataannya, bush adalah hutan ringan khas Australia yang ditumbuhi aneka cemara, aneka gum, tanaman obat, dan bunga serta aneka ilalang yang dialiri sungai bening. Bush Poetry dipelopori oleh
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Dok. Humas PHT
resensirimba
Henry Lawson (1886-1922), Banyo Paterson (1864-1941), dan Dorothea (1885-1968). Puisi-puisi karya ketiga penyair tersebut dijadikan bacaan wajib bagi pelajar tingkat dasar hingga SLTA di negeri kangguru itu. Puisi-puisi itu ada juga yang digubah menjadi lagu. Bahkan puisi Banjo Paterson yang berjudul “Waizting matilda” menjadi lagu rakyat yang sangat populer. Di Amerika, sastra hijau ditandai dengan terbitnya novel-novel yang menyuarakan alam. Pelopornya adalah William Faulkner (1897-1962). Di dalam novelnya, “Big Woods”, sastawan yang juga berprofesi sebagai petani itu mengecam keserakahan manusia dalam mengendalikan dan mengubah alam. Novel yang ditulis pada tahun 1930-an itu dianggap sebagai karya sastra yang memberikan pencerahan bagi manusia di era kelam perusakan alam. Di Inggris, gerakan sastra hijau dimotori oleh Brian Clarke, seorang wartawan yang dikenal menyuarakan isu tentang kerusakan lingkungan. Novelnya yang berjudul “The Stream”, mendapat penghargaan natural World Book Prize Britain. Novel tersebut menantang manusia untuk mengubah limbah industri gas menjadi limbah yang ramah lingkungan. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Sekalipun terlambat satu abad jika dibandingkan dengan sastra hijau di negara maju, kesadaran untuk menghasilkan karya-karya sastra mulai disuarakan oleh para sastrawan. Sejumlah sastrawan senior yang peduli terhadap isu-isu lingkungan memrakarsai untuk menulis buku agar menjadi panduan bagi para penulis pemula maupun penulis senior untuk menghasilkan karya sastra di bidang lingkungan. “Seni Menulis Sastra Hijau”
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
merupakan buku yang digarap oleh para sastrawan senior tersebut. Mereka adalah Sides Sudyarto, Naning Pranoto, dan Soesi Sastro, tiga nama beken sastawan yang dalam beberapa tahun terakhir ini menggeluti sastra hijau. Buku ini seolah memitigasi para penulis pemula maupun sastrawan yang akan menuangkan hasil pengembaraan kreaktivitasnya di bidang lingkungan, agar bisa menginspirasi para pembaca. Panduan ini diperlukan, sebab hijau dalam sastra ini bukanlah sembarang hijau. Di dalamnya terdapat spirit dari kalangan para sastrawan untuk ikut menyosialisasikan gerakan untuk merawat bumi agar tetap hijau (Go Green). Merawat bumi agar tetap hijau bukanlah pekerjaan yang mudah, di tengah eksploitasi bumi secara berlebihan oleh manusia. Untuk menghijaukan hutan gundul yang terjadi di hampir seluruh belahan bumi, membutuhkan effort dan upaya yang terus-menerus dari seluruh elemen umat manusia di dunia. Termasuk dalam hal ini para sastrawan. Melalui puisi, novel, dan reportase, para sastrawan dituntut kepekaannya untuk mengangkat sisi yang humanis guna mengubah mind side manusia pada umumnya dalam melihat bumi dan lingkungannya. Melalui karya sasta, para sastrawan bisa melakukan komunikasi melalui hati, agar manusia modern ini lebih ramah terhadap lingkungannya. Di sinilah kehadiran buku ini memiliki makna untuk menggerakkan para sastawan agar peduli terhadap lingkungan. Di dalam menulis puisi, para sastrawan menawarkan cara yang mudah dan bisa dilakukan oleh mereka yang akan menuangkan gagasan dan pikirannya. Buku ini juga mengajarkan
tentang bagaimana menghasilkan puisi hijau secara otodidak. Hal yang sama juga untuk menulis novel maupun reportase. Bangsa ini memiliki banyak seniman otodidak, yang tidak memiliki studi formal akdemis dalam ilmu kesenian. Misalnya Sitor Sutumorang, Chairil Anwar, Iwan Simatupang, Pramoedya Ananta Tur, Goenawan Mohammad, dan lain sebagainya. Namun sekalipun otodidak, karyakarya mereka menjadi bahan studi di jurusan sasta perguruan tinggi. Bahkan tidak sedikit dari karya mereka menjadi bahan kajian desertasi doktor ahli-ahli sastra. Ada beberapa metode yang diperkenalkan dalam buku ini, untuk menghasilkan karya sastra hijau yang insipiratif. Di dalam menulis reportase, dalam buku ini diperkenalkan menulis dengan metode KISS (Keep It Short and Simple), yaitu sebuah tulisan yang disajikan secara singkat dan sederhana. Metode yang diperkenalkan oleh Prof Dr William Strunk JR (1869-1946), guru besar dari Cornell University-AS. KISS ini memandu para penulis maupun pengarang untuk menulis sebuah karya, baik fiksi maupun non fiksi, dengan sistem yang relatif mudah. Begitu pentingnya “Seni Menulis Sastra Hijau”, peran Perhutani untuk menerbitkan karya ini merupakan sebuah sumbangan bagi perusahaan yang memiliki dan mengelola 2,4 hektar hutan di Pulau Jawa, untuk mendorong para sastrawan agar memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Untuk itu, buku ini cocok dijadikan referensi oleh para penulis pemula, para sastrawan yang akan menelurkan karya hijau, para pengajar di bidang sastra, mapun para peminat di bidang lingkungan, agar memiliki talenta baru untuk menghasilkan karya sastra hijau. • DR
DUTA Rimba 89
Dok. Humas PHT
inovasi
90 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Sebuah inovasi kerap terjadi dari hasil perenungan atas pinerja sehari-hari. Rangkaian ide dan eksperimen kemudian mewujud pada sebuah karya yang berdayaguna. Dari rangkaian proses itu pulalah borpori – sebuah alat pembuat biopori yang efisien – pun tercipta.
Borpori Ekspres Karya
Slamet Kusnadi
B
iopori adalah lubanglubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai akitivitas organisme di dalamnya. Aktivitas harian perakaran tanaman, juga para cacing, rayap, dan fauna tanah lainnya memungkinkan biopori tercipta. Lubang-lubang yang terbentuk itu lalu akan terisi udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
Jika lubang-lubang seperti ini dapat dibuat dengan jumlah banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air diharapkan juga akan semakin meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah. Dengan perkataan lain, kemampuan tanah meresapkan air akan dapat mengurangi bahaya
DUTA Rimba 91
inovasi
Dok. Humas PHT
Kesinergisan antara lubang vertikal yang dibuat dengan biopori yang terbentuk akan memungkinkan lubang-lubang ini dimanfaatkan sebagai lubang peresapan air artifisial yang relatif murah dan ramah lingkungan.
92 DUTA Rimba
banjir yang mungkin terjadi. Secara alami kondisi seperti itu dapat dijumpai pada lantai hutan dimana serasah atau bahan organik terumpuk di bagian permukaan tanah. Bahan organik ini selanjutnya menjadi bahan pakan (sumber energi) bagi berbagai fauna tanah untuk melakukan aktivitasnya, termasuk membentuk biopori. Pada ekosistem lantai hutan yang baik, sebagian besar air hujan yang jatuh dipermukaannya akan diresapkan kedalam tanah. Ekosistem seperti itu dapat ditiru di lokasi lain dengan membuat lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampahsampah organik rumah tangga, potongan rumput atau vegetasi lainnya, dan sejenisnya. Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber energi bagi organisme di dalam tanah, sehinga aktivitas mereka akan meningkat. Dengan meningkatnya aktivitas organisme di dalam tanah tersebut, maka
akan semakin banyak biopori yang terbentuk. Kesinergisan antara lubang vertikal yang dibuat dengan biopori yang terbentuk akan memungkinkan lubang-lubang ini dimanfaatkan sebagai lubang peresapan air artifisial yang relatif murah dan ramah lingkungan. Lubang resapan ini selanjutnya di beri julukan Lubang Resapan Biopori atau disingkat sebagai LRB. Cara membuat lubang biopori juga cukup mudah. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm. Kedalamannya kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah jika air tanahnya dangkal. Jarak antar lubang berkisar antara 50 - 100 cm. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2 3 cm dengan tebal 2 cm di sekeliling mulut lubang. Isi lubang tersebut dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, daun-daunan, atau pangkasan rumput. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau, bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.
Penciptaan Borpori Kaur Sarpra KBM Agrofoerstri Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Slamet Kusnadi, tergelitik untuk tertarik memerhatikan hal-hal di atas. Ide inovasi pun muncul dari Slamet, di tengah tuntutan manajemen untuk selalu meningkatkan produktivitas persuteraan alam yang dikelola oleh KBM Agroforestri Perum Perhutani Jawa Tengah, yaitu PSA Regaloh Pati dan PPUS Candiroto, dimana produktivitas dan kualitas benang
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
yang dibuat bersudut, pegangan tangan yang bisa memutar, dan mata bor yang berulir," tutur Slamet dengan logat Tegal yang kental. Dengan mata bor berulir, tanah yang sudah tergali akan langsung terangkat ke atas sehingga tidak merepotkan penggunanya. Demikian pula dengan tangkai berengkel, sehingga penggunanya tidak kelelahan ketika memutar bor. Untuk membuat lubang-lubang borpori di kebun murbai yang ditangani PSA Regaloh seluas kurang lebih 325 Hektare, diperlukan waktu yang tidak terlalu lama. Saat musim hujan datang, lubang-lubang itu akan dengan sendirinya terisi air hujan. Hal itu akan memudahkan pemupukan tanaman murbai, baik dengan pupuk organik maupun non organik. Sebab, pupuk akan cepat diserap oleh tanaman murbai.
Dok. Humas PHT
Banyak Pesanan
sutera dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan. Penurunan produktivitas dan kualitas benang sutra ini antara lain disebabkan kurang tersedianya pakan ulat sutera yang memadai karena tingkat pertumbuhan serta produktivitas daun murbai mengalami penurunan secara signifikan setiap tahunnya. Untuk mempermudah pemupukan serta membuat semacam sumur resapan alami, pria kelahiran Pangkah Kabupaten Tegal 44 tahun yang lalu ini lalu memodifikasi borpori yang sebelumnya sudah banyak beredar di pasaran, khususnya buatan Institut Pertanian Bogor (IPB). Modifikasi borpori oleh Slamet Kusnadi itu mendatangkan hasil yang cepat, efektif, dan tidak terlalu menguras tenaga. Sehingga, terjadi efisiensi
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
waktu dari penggunaannya. Modifikasi mata bor dan tangkai alat ini membuat penggalian lubang biopori menjadi lebih cepat dan hemat tenaga. "Pekerjaan saya sebelumnya sebagai mandor bangunan memungkinkan untuk memerhatikan tukang mengebor kayu. Dari situlah idenya," kata Slamet kepada Duta Rimba barubaru ini. Kelebihan borpori, alat pembuat biopori karya Slamet, memang adalah efisiensi waktu. Sebagai perbandingan, untuk membuat satu lubang biopori diameter 20 cm dengan kedalaman 1 meter, dengan alat temuan IPB membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit. Namun, dengan alat buatan Slamet cukup 5-10 menit. "Modifikasinya ada di tangkai
Efisiensi waktu yang didapat dari pemanfaatan borpori ini senyatanya menggelitik pihak luar untuk melirik. Buktinya, banyak pesanan datang ke meja jajaran pemasaran. Hal itu dituturkan Manajer Pemasaran Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Agroforestri Perum Perhutani unit I Jawa Tengah, Mustopo. Menurut Mustopo, saat ini pihaknya mulai menerima banyak pesanan dari luar. Borpori ini dijual Rp 300.000 per unit dengan jangka waktu pemesanan 5 hari. "Awalnya adalah untuk biopori pupuk tanaman murbei. Tapi bisa pula dimanfaatkan untuk biopori resapan," kata Mustopo. Satu lagi produk inovasi hasil karya personel Perhutani yang layak ditepuktangani. Ide besar memang kerap tumbuh dari aktivitas sehari-hari. Persoalannya tinggal bagaimana mengelola ide tersebut hingga menjadi sebuah karya yang berdayaguna dan berhasilguna. • DR
DUTA Rimba 93
Dok. Humas PHT
KULINERRIMBA
Ayam Gides Iga Mawarni
Lama tak terdengar, Iga Mawarni kini muncul dengan image berbeda. Penyanyi cantik yang hits dengan lagu Kasmaran di awal era 90-an itu, kali ini tampil dengan “Teras Jawa” yang menawarkan sajian juara. Tak hanya menyantap menu istimewa, jika beruntung, Anda pun bisa mendengarkan suara emas dan berfoto ria dengan artis serba bisa ini. Apa kabar Iga Mawarni?
94 DUTA Rimba
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
M
alam hampir menyantap senja saat DUTA RIMBA berkunjung ke Teras Jawa milik Iga Mawarni. Saat kami tiba, sang pemilik Teras Jawa menyambut dengan senyumnya yang khas. Iga Mawarni, sosok artis serbabisa yang dikenal sebagai penari, penyanyi, dan aktris ini terlihat cantik dengan balutan baju hitam dan kain batik. Dengan sangat ramah, perempuan kelahiran Bogor, 24 Juli 1973 ini segera mempersilakan kami duduk sambil menunggu waktu berbuka puasa. Dan benar saja, hanya beberapa saat saja kami menyandarkan tubuh di kursi jati bermeja bulat, adzan Maghrib berkumandang. Waktu berbuka puasa telah tiba, kami segera membasahi kerongkongan dengan segelas teh manis hangat. Camilan yang tersedia di atas meja pun segera kami lahap. Khusus di bulan Ramadhan, Teras Jawa memang terkadang menyiapkan menu istimewa untuk berbuka puasa. Beberapa camilan tradisional seperti bakwan dan bumbu kacang, martabak kentang, rondo royal (tape goreng), lemet (sejenis timus), dan singkong keju. Camilan-camilan tersebut semakin nikmat disantap dengan seduhan teh khas Teras Jawa. Teh ini bukan teh instant yang dapat dibeli di sembarang toko, melainkan seduhan teh yang terdisi dari beberapa jenis teh.
Teras Rumah Pindah Teras Jawa bukanlah sebutan untuk teras yang berada di rumah milik Iga Mawarni. Teras Jawa merupakan sebuah warung tenda yang didirikan perempuan cantik ini di awal tahun 2013. Namun, tentu saja bukan warung tenda biasa. Teras Jawa tampak lebih tepat disebut sebagai sebuah resto,
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
karena tampilannya yang tidak biasa. Bahkan, Teras Jawa terkesan unik dengan ornamen dan suasana khas Jawa yang sangat nyaman. Di depan Teras Jawa terdapat tenda kain berwarna putih dengan atap yang mirip bentuk atap rumah joglo. Interior ruangan Teras Jawa sendiri didominasi warna putih yang berasal dari kain sebagai dinding dan menjadi kontras dengan adanya unsur kayu berwarna alami dan beberapa pajangan berornamen Jawa serta kain batik beragam corak. Untuk menambah kesegaran ruangan, beberapa jenis tanaman dalam pot menghiasi setiap meja dan pojok ruangan. Iga memang sengaja mendesain Teras Jawa seperti sebuah ruangan teras rumah. “Idenya sih sederhana. Saya ingin memindahkan teras rumah saya ke sini. Biasanya kan kalau mengobrol dengan teman itu di teras rumah, jadi dengan konsep ini terasa seperti di teras rumah saja. Di teras rumah kan lebih rileks. Selain pengunjung tampaknya lebih homy and cozy, saya juga merasa bisa lebih dekat dengan pengunjung,” papar Iga. Bagi penyanyi beraliran Jazz ini, Teras Jawa tak sekadar warung tenda biasa. Ia merupakan sarana kontemplasi di luar rumah. Tempat bercengkrama bersama temanteman sekaligus menyalurkan hobi memasak dengan memasarkan sejumlah menu seperti selat solo, asem-asem, timlo, pecel, nasi goreng, ayam goreng, dan ayam gides. vBerada di area D'Tents Kuliner di Jl. Kemang Raya, Jakarta Selatan, Teras Jawa beriringan dengan warung tenda sejumlah artis ternama lainnya seperti Ermy Kullit dan Cornelia Agatha. Area ini memang salah satu tempat kongkow-kongkow para artis sambil menyantap beragam menu masakan. Lebih istimewa lagi, tempat ini memiliki panggung untuk menggelar
Idenya sih sederhana. Saya ingin memindahkan teras rumah saya ke sini. Biasanya kan kalau mengobrol dengan teman itu di teras rumah, jadi dengan konsep ini terasa seperti di teras rumah saja. live music. Beberapa kali Jazz Night digelar dengan menampilkan Iga Mawarni Ermy Kullit sebagai penyanyi.
Balutan Sunda-Jawa Salah satu menu juara Teras Jawa adalah ayam gides atau ayam legipedes. Menu ini merupakan andalan Teras Jawa yang racikannya dibuat sendiri oleh Iga Mawarni. Ayam gides merupakan menu terakhir yang berada dalam daftar menu Teras Jawa. Meski demikian, ayam gides langsung menjadi menu favorit bagi para pengunjung. “Menu di sini sebenarnya yang biasa saya makan, yang saya suka. Ada romantisme masa kecil. Tapi kalau ayam gides memang saya buat sendiri. Di Jawa tidak ada ayam gides. Saya juga menggunakan jeruk dan meramunya sendiri,” kata Iga. Ayam gides merupakan sebutan Iga untuk masakan berbahan daging ayam yang dimasak legi dan pedes. Untuk mendapatkan rasa yang diinginkan, Iga memiliki cara memasak yang khusus. Tidak hanya proses dan bumbunya yang khas, pemilihan daging ayam pun sangat diperhatikan. Hanya daging
DUTA Rimba 95
Dok. Humas PHT
KULINERRIMBA
dari ayam berusia tertentu saja yang diambil Iga untuk dijadikan bahan masakan. “Ayam gides itu sebenarnya ayam goreng yang bumbunya sudah kita ungkep dulu, terus diberi kecap khusus yang sudah menjadi favorit saya sejak lama. Campuran lainnya
antara lain sambal mentah, daun jeruk, dan bumbu rahasia.” Iga yang suka mengkonsumsi daging ayam coba membuat menu berbahan daging ayam dengan cita rasa lain. Jika umumnya daging ayam dimasak menjadi ayam goreng dan ayam bakar, Iga mencoba cita rasa
Teras Jawa Area D'Tents Kuliner Jl. Kemang Raya, No. 14A Kemang Jakarta Selatan No. Telp: 021-36409096 atau Handphone: 081316911090 Buka: Pukul 16.00 – 22.00 WIB (Senin-Jumat), pukul 16.00 – 23.00 (Sabtu), Hari Minggu tutup. Menu: • Selat solo, asem-asem, timlo, pecel, nasi goreng, ayam goreng, dan ayam gides. • Camilan seperti bakwan dan bumbu kacang, martabak kentang, rondo royal (tape goreng), lemet (sejenis timus), tempe mendoan, pisang goreng, dan singkong keju. • Aneka minuman seperti wedang jahe, es jeruk nipis, es teh, es tape ketan, es rujak degan, wedang teh sereh, dan kopi.
96 DUTA Rimba
yang memadukan rasa manis, gurih, dan pedas. Iga yang lahir di Tatar Sunda dan besar dari lingkungan keluarga Jawa, mengaku tidak kesulitan dalam menciptakan menu ayam gides tersebut. Kegemarannya melahap lalap dan sambal diramu dengan cita rasa manis yang banyak ditemui dalam masakan Jawa membuat ayam gides buatannya sangat kaya rasa. Iga juga menambahkan beberapa helai daun jeruk dan daun jenis tertentu lainnya untuk menambah kesegaran cita rasa ayam gides. Satu hal yang menjadi keharusan dalam proses pembuatan ayam gides adalah menemukan kecap manis yang pas rasanya. Menurut Iga, di antara sekian banyak ramuan, kecap memiliki peranan penting dalam pembuatan ayam gides, karena membungkus ayam yang sebelumnya sudah diungkep. Ras manis yang ada pada ayam gides bukan berasal dari gula melainkan dari kecap. “Jadi memang kecapnya harus ketemu yang pas karena memiliki peranan yang sangat penting. Kecapnya pas sehingga tidak bentrok dengan rasa yang ada pada ayam. Terus terang banyak kecapkecap yang dapat mengganggu rasa,” kata Iga memberikan bocoran rahasianya. Selain ayam gides, menu yang tengah hits adalah asem-asem, dan ayam goreng. Bahkan ada satu keluarga yang sering mampir ke Teras Jawa karena anaknya sangat menyukai ayam goreng. Malah para pengunjung mengatakan jika harga makanan di Teras Jawa kelewat murah, terlebih lagi para pengunjung disuguhi deretan menu juara, suasana nyaman, pagelaran live music, dan bertemu artis idola sekelas Iga Mawarni. • DR
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
DUTA RIMBA MAJALAH PERHUTANI
NO. 47 • TH. 8 • juli - agustus • 2013
M A JA L A H
P E R H U TA N I
BENAH DIRI
Go Green Plus RIMBA UTAMA
Menjaga Owa Jawa dari Kepunahan SOSOK RIMBA
Noviar Andayani: “Saya Ingin Adil Bagi Alam Ini” EDISI NO. 47 • TH 8 • JULI - AGUSTUS 2013
RIMBA KULINER
Ayam Gides Iga Mawarni
MERDEKA!!! Konservasi
Tanpa Jeruji