Seni Menulis Sastra Hijau
bersama Perhutani
Daftar Isi Sambutan Direktur Perhutani Pengantar Sastra Hijau Hijau, Bukan Sembarang Hijau Danau Inspirasi Sastra Hijau
v vii xiv xvi
Bagian Satu Cara Menulis Puisi Prolog Pendahuluan • Titik Tuju • Tahu Diri dan Percaya Diri Pengantar Tentang Bakat Soal Otodidak Modal Penyair Sarana Penyair Apakah Itu Puisi ? Kekuatan Bahasa Ekonomi Bahasa Wawasan Penyair Mulai Dengan Membaca Mencari Inspirasi Mulai Menulis Pentingnya Eksperimen Menguji Puisi Mengurai Puisi Produktivitas Membaca Puisi Dunia Daftar Pustaka
1 1 2 2 4 4 5 6 8 11 11 12 13 14 15 15 17 19 21 21 23 24 26
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
i
Bagian Dua Jurus Menulis Novel Sekilas : Pengertian Novel Elemen Novel Seni Mengeksplorasi Imajinasi Imajinasi Modal Berprestasi • Imajinasi: Suara Kecil yang Membahana Kenzaburo Oe Menggugah Imajinasi Menggali Ide Piramida Cerita Menata Setting • Mengurai Setting Good Mood, Bad Mood • Agar Tetap In the Good Mood Air Mata Dan Kebuntuan Menulis Pendukung Kreativitas Proses Kreatif Strategi Cipta Judul Aksi Dan Diksi • Memperkaya Diksi : Banyak Membaca! Memahami Tokoh Menyingkap Tabir Konflik Gaya Bercerita : Aku • Ciri - ciri Karya yang Tidak Menarik Pembaca Narasi : Tali Temali Cerita Gaya Penyajian : Menjadi Diri Sendiri • Tantangan dan Perjuangan Penyuntingan dan Publikasi Karya • Morning Person : Itukah Anda? Daftar Pustaka
ii
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
27 27 29 33 33 34 35 39 40 42 44 45 47 48 49 51 52 56 56 58 60 61 62 63 64 66 67 71 73
Bagian Tiga Menulis Praktis Reportase Berpikir Kritis dan Analitis Menulis dengan Metode KISS Peranan Unsur 5 W +1H Peranan Bahasa dan Tulisan Menarik • Writer’s Block - Kebuntuan Editing • Posisi Editor • Mekanisme Kerja Editor • Kerja Efektif dan Cerdas • Fungsi Otak untuk Keperluan Editing • Proses Kerja Editing Mini Biografi Penulis
75 76 78 79 82 86 88 88 89 89 90 90 92
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
iii
iv
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Cinta Bumi, Cinta Hutan, Tuliskan !
P
ara remaja, generasi muda Indonesia yang santun, cerdas dan bersemangat. Salam sehat sejahtera, selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Saya percaya bahwa sudah tentu semua kalian bisa menulis. Para orang tua sejak awal mengirim kita ke sekolah agar bisa dan paham pada tulis menulis sebelum paham pada hal lain yang lebih besar. Kita memulai dengan mengeja huruf satu persatu, merangkai huruf menjadi kata dan meneruskannya menjadi kalimat. Kita harus bersyukur kepiawaian merangkai kata dan kalimatkalimat itu akhirnya bisa menjadi sebuah karya yang berguna bagi orang lain. Dalam buku ini, yang dimaksud “menulis” bukanlah sekedar menulis biasa dengan alat-alat seperti pena, pensil, tetapi menulis dalam rangka menghasilkan karya tulis atau karya cipta tulisan dari buah pikiran sendiri. Pada umumnya karya tulis dibedakan menjadi dua bentuk yaitu: karya tulis fiksi atau khayalan dan karya tulis non-fiksi atau fakta/kenyataan yang sering dikaitkan dengan karya ilmiah dan non-ilmiah. Buku “Seni Menulis Sastra Hijau Bersama Perhutani” ini adalah salah satu bentuk tanggungjawab sosial Perum Perhutani melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) untuk memacu generasi muda agar memiliki dasar-dasar “menulis” yang baik dan benar. Diharapkan dengan fasilitas ini akan muncul para penulis baru yang memiliki kepekaan rasa dan keterampilan menulis kreatif.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
v
Semua hal disekitar kita dapat menjadi sumber tulisan. Sumber daya hutan dan lingkungan di Indonesia dengan interaksi sosialnya yang unik merupakan kekayaan alam yang harus dijaga kelestariannya juga sumber inspirasi luar biasa untuk sebuah karya tulisan. Perhutani sebagai pengelola hutan di Jawa Madura merasa berkepentingan untuk mendorong membangkitkan minat “menulis� para generasi muda agar menghasilkan karya tulis yang baik. Semangat dan energi para generasi muda dapat disalurkan melalui kreativitas positif salah satunya melalui karya tulisan yang bagus dan nantinya diharapkan mampu memukau dunia. Perhutani mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu terwujudnya penulisan buku ini. Semoga buku ini memberikan manfaat dan menginspirasi semua pihak untuk lebih mencintai hutan, bumi dan alam semesta raya yang telah diciptakan Allah SWT kepada kita. Selamat berkreasi dalam karya tulis.
Jakarta, April 2013 Salam Rimba
Bambang Sukmananto Direktur Utama Perum Perhutani
vi
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Pengantar Sastra Hijau
B
umi terancam kehancuran yang luar biasa. Ancaman kehancuran timbul akibat ulah manusia yang mengeksplorasi bumi tanpa perhitungan hingga menghancurkan lingkungan hidup yang sudah melebihi batas toleransi. Eksplorasi bumi dengan berbagai motif ekonomi sulit dikendalikan karena dilakukan oleh pihak-pihak yang kuat dan berkuasa di dunia. Keadaan seperti itu tidak bisa dibiarkan. Bagaimanapun, bumi yang hanya satu itu harus diselamatkan. Sebab kehancuran bumi berarti kehancuran seluruh warga dunia. Umat manusia belum terlambat untuk menyelamatkan bumi, di mana kita semua berada dan hidup di dalamnya. Tentu tidak mudah, sebab memang tidak ringan perjuangan untuk menyelamatkan bumi kita. Kita masih berhak untuk memiliki optimisme, sebab di dunia ini, di berbagai negara, masih banyak warga bumi yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam gerakan penyelamatan bola dunia yang sangat kita cintai ini. Sudah tiba waktunya untuk setiap warga dunia, baik selaku individu ataupun lembaga (institusi) bergerak, bekerja secara serius dan efektif, sesuai dengan kapasitas dan potensinya masing-masing. Langkah-langkah nyata, mulai dari gerak preventif hingga kuratif perlu dilancarkan secara saksama dan berkesinambungan. Satu di antara langkah nyata itu adalah gerakan penyadaran (conscientization), sejak aksi lokal, nasional, regional hingga bertaraf global. Salah satu upaya penyelamatan melalui proses penyadaran bisa dilancarkan melalui gerakan budaya (cultural) terutama dengan memanfaatkan kekuatan sastra, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Kelebihan dan keunggulan sastra, ia memiliki potensi yang ampuh dalam menyadarkan hati nurani manusia sejagat, tanpa harus bernada menggurui atau propaganda yang terlalu bombastis. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
vii
Sehubungan dengan pemikiran itulah, kami sosialisasikan Gerakan Sastra Hijau. Yakni, sastra yang menawarkan inspirasi dan ajakan untuk menyelamatkan bumi. Antara lain menjaga kehijauan lingkungan secara berkesinambungan, khususnya terhadap hutan tropis kita, berikut melestarikan cadangan air tanah. Selain itu juga merawat dan mengembangkan kehijauan desa, kota, pulau-pulau dan semua benua yang ada di dunia. Sastra Hijau telah menjadi gerakan sastra di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, Cina dan beberapa negara di Eropa seperti Swedia, Swiss, Inggris, Belanda dan Jerman. Di Indonesia gerakan Sastra Hijau dimotori oleh PERHUTANI, dalam bentuk penerbitan buku yang kini berada di tangan Anda, berisi arahan cara menulis puisi berikut contoh-contohnya. Selain itu, juga arahan cara menulis fiksi hijau: novel. Sastra Australia, khususnya puisi, telah menyajikan Sastra Hijau sejak awal Abad 19 yang mereka sebut sebagai ‘Era Sastra Kolonial’. Puisi mereka dikenal dengan sebutan bush poetry dan penyairnya disebut bush poet. Kata ‘bush’ jika diterjemahkan secara harafiah adalah ‘semaksemak’. Dalam kenyataannya bush adalah hutan ringan khas Australia yang ditumbuhi aneka cemara, aneka gum, tanaman obat dan bunga serta aneka ilalang dialiri Henry Lawson sungai-sungai berair bening. Bush selain dihuni oleh bushman, juga sebagai arena jelajah alam dan berkemah musim panas bagi warga Australia yang umumnya pemuja alam. Bush Poetry dipelopori oleh Henry Lawson (1886–1922), Banjo Paterson (1864-1941) dan Dorothea Mackellar (1885-1968). Puisi-puisi karya ketiga penyair ini dijadikan bacaan wajib bagi pelajar tingkat dasar hingga
viii
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
pendidikan atas di Negeri Kanguru. Juga digubah menjadi lagu. Bahkan puisi karya Banjo Paterson yang berjudul Walzting Matilda menjadi lagu rakyat yang sangat populer. Bahkan dianggap sebagai ‘lagu kebangsaan tak resmi’ dan dijadikan ilustrasi musik beberapa film Australia, hingga membuat lagu ini mendunia.
Dorothea Mackellar
Banjo Paterson
Henry Lawson yang semasa hidupnya memilih tinggal di ‘rumah pohon’, tidak hanya menulis puisi saja, tapi juga menulis cerita pendek. Ia menamai karya-karyanya sebagai ‘sastra balada’ – ekspresi suara jiwa manusia yang mencintai alam dengan sepenuh hati. Maka ia hidup dengan menjauhi hiruk-pikuk kota, yang dianggapnya sebagai sumber polusi yang mencemari alam. Jejak hidup Lawson kini banyak diikuti oleh generasi muda bush poet yang menamakan diri sebagai ‘penyair desa’. Mereka ini berkarya dan pentas membacakan karya-karya di dalam pelukan kerindangan bush. Siapa saja boleh bergabung dengan penyair aliran bush ini. Gerakan Sastra Hijau di Amerika Serikat ditandai dengan terbitnya novelnovel yang ‘menyuarakan’ alam. Pelopornya William Faulkner (1897-1962), sastrawan agung yang mengaku dirinya hanya sebagai ‘petani’ yang gemar menulis. Padahal ia diakui dunia sebagai mahaguru bagi banyak sastrawan di muka bumi ini. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
ix
William Faulkner bersama Big Woods
Dalam novelnya yang berjudul Big Woods, ia mengecam keserakahan manusia dalam mengendalikan dan mengubah alam. Novel yang ditulisnya tahun 30-an ini kini dianggap menjadi pencerah era kelam perusakan alam. Di samping itu, novel karya-karya Faulkner lainnya, kini juga jadi inspirasi para aktivis penyelamat lahan pertanian dan para sastrawan masa kini yang bertekad menyelamatkan bumi. Salah seorang sastrawati yang menjadikan senafas dengan Faulkner antara lain Annie Dillard. Ia pun tampil dengan novel-novel genre sastra hijau. Antara lain, novelnya yang berjudul The Living jadi national best-seller, bercerita tentang keindahan dan kesuburan bumi. Tapi, juga menyajikan pandangan yang realistis tentang penderitaan lahan pertanian. Sastrawati pemenang Pulitzer Prize kelahiran 30 April 1945 ini, adalah dosen bahasa Inggris di Universitas Wesleyan juga menulis puisi, esai dan melukis. Semua karyanya sejak awal berisikan misi ‘hijau’ untuk menyelamatkan Planet Bumi.
x
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Lukisan sungai karya Annie Dillard
Ia punya semboyan tegas yang ia siratkan pada karyanya – fiksi maupun nonfiksi dan lukisan, yang menjadi ciri khasnya, “Aku hidup bersama sungai dan pohon-pohon!” Semboyannya ini mengobarkan spirit para pembaca karyanya untuk peduli pada kebersihan sungai-sungai alam dan melakukan gerakan penghijauan lingkungan.
Annie Dillard
Novel The Living
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
xi
Emily Dickinson dan sebagian karyanya bagi generasi pewaris bumi
Amerika Serikat juga punya penyair agung yang diakui sebagai pelopor puisi hijau yang menyuarakan alam. Dialah Emily Dickinson (1830-1886), perempuan lembut berpena ‘api’ dalam mengecam para perusak alam. Sejak ia menggoreskan penanya untuk menulis puisi dalam usia pra-remaja, Emily telah menunjukkan bahwa dirinya adalah sahabat alam, kembaran bumi yang bernafas aroma flora melagukan kidung burung-burung dan kupu-kupu. Baginya, Tuhan sebagai Sang Pencipta merupakan sumber kekuatan dan telaga inspirasi untuk berkarya. Hampir setengah abad lamanya ia menulis puisi, tanpa pernah meninggalkan rumah dan kebunnya, membuahkan karya hampir 2000 judul. Karya-karyanya dicatat oleh sejarah sastra Amerika sebagai puisi klasik sepanjang masa. Puisi-puisi Emily menyuarakan keindahan dan rintihan alam berikut isinya dan keagungan penciptaNya. Nafas-nafas puisi-puisi Emily mengilhami pembacanya untuk mencintai bumi dan isinya, agar bumi tetap eksis dan menjadi ‘rumah’ yang nyaman dan damai bagi semua makhluk ciptaannya. Maka tak heranlah, apabila karya-karya Emily tidak
xii
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
hanya dianggap sebagai karya sastra, tapi juga jenius dan futuristik. Beberapa karyanya diseleksi, sebagai pembawa pesan bagi generasi pewaris bumi agar senantiasa mencintai dan menyelamatkan bumi. Di Inggris, gerakan Sastra Hijau digebrak oleh Brian Clarke, seorang wartawan yang dikenal suka ‘memancing perdebatan’ seputar isu tentang pencemaran lingkungan. Ia pun menulis novel berjudul The Stream, mendapat penghargaan Natural World Book Prize Britain. Alur novel tidak sangat lugas, menyajikan tentang kisah pilu dan ngenes dampak dari limbahlimbah industri yang mencemari sungai-sungai pengair lahan pertanian. Betapa kejamnya limbah industri. Ia tidak hanya merusak lahan pertanian dan tanamannya, tapi juga memusnahkan aneka ikan, cacing penyubur tanah, burung-burung pemakan hama padi dan kawanan serangga indah penghias alam. Artinya, juga siap memusnahkan manusia.
Limbah industri yang mencemari kali
Novel The Stream benar-benar menantang kita untuk berupaya mengubah limbah industri yang ganas dan kejam menjadi limbah yang ramah lingkungan. Tapi, bagaimana caranya? Sastra Hijau harus terus bergerak dan berkembang di seluruh muka bumi, ditulis oleh pena-pena yang punya nurani menyelamatkan eksistensi bumi. Mari, kita mulai menulis puisi atau fiksi hijau, dengan sepenuh hati ! SENI MENULIS SASTRA HIJAU
xiii
Hijau, Bukan Sembarang Hijau
Apa hubungannya warna hijau dengan sastra hijau atau green literature?
M
ari kita berbincang-bincang dulu tentang warna hijau alias green. Kata green dalam bahasa Inggris Kuno disebut grene (kata sifat) dan growan (kata kerja), keduanya berarti tumbuh atau trubus. Sesuatu yang tumbuh diidentikan dengan warna hijau. Maka, green diartikan hijau, salah satu dari 12 warna yang kita kenal. Dalam bahasa Latin, hijau adalah viridis yang dianggap kata sangat puitis karena melambangkan kesegaran. Maka, perempuan yang berparas segar disebut sebagai viridis itu perempuan yang menawan lelaki. Zaman Mesir Kuno, perempuan jelita disebut-sebut pula berkulit hijau kemilau. Bahkan juga dewanya, Dewa Osiris. Ini yang membuat Cleopatra gemar memoles wajahnya dengan bedak hijau muda dan matanya dilingkari semacam eye-shadow hijau tua. Polesan make-up serupa ini sekarang ditiru banyak perempuan, termasuk perempuan Indonesia. Di Afrika Utara sejak lama warna hijau dijadikan simbol ‘tumbuh’ yang identik dengan kemakmuran. Bahkan dianggap warna suci, yang menebarkan kesejukan. Karena di dalam hijau terdapat tiga unsur: cantik, tanaman dan air. Filosofi ini dijadikan spirit para pejuang penyelamat bumi mensosialisasikan go green (–) gerakan untuk merawat bumi agar tetap hijau. Para penulis dan pengarang yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, menyerukan gerakan sastra hijau yang lazim disebut green literature. Ada juga yang menyebutkan dengan istilah green pen (–) tinta hijau. Gerakan ini bermisikan mencipta dan mempublikasi karya tulis dan karya sastra untuk merawat bumi.
xiv
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Gerakan go green sebetulnya sudah ada sejak tahun 1272, diserukan oleh Raja Edward I Inggris, kala London dilanda asap pekat batubara. Di AS, gerakan go green dipelopori Benyamin Franklin tahun 1950. Gerakan ini mulai merebak tahun 1970 ketika Gerakan Chipko mengikrarkan diri sebagai kelompok pecinta pohon untuk menghentikan penggundulan hutan. Gerakan ini mendorong kelompok pejuang pelestari lingkungan di San Fransisco-AS mengikrarkan Hari Bumi. Setahun kemudian, PBB mengesahkannya dan disambut oleh 175 negara. Sejak itu, gerakan go green bersama green literature terus berkembang dan meluas. Mari, kita kembangkan pula di Indonesia: Sastra Hijau Untuk Merawat Bumi. Mari kita menulis prosa dan puisi bagi kelestarian Bumi Pertiwi.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
xv
Danau Inspirasi Sastra Hijau Bumi adalah ibu dari semua manusia. Chief Joseph – Pejuang Suku Indian AS Puisi bumi tidak pernah mati. John Keats – Penyair Inggris Bumi tertawa di wajah-wajah bunga. Ralph Waldo Emerson – Sastrawan Amerika Serikat Seniman adalah ruang bagi emosi yang tiba dari semua tempat: dari langit, dari bumi, dari secarik kertas, dari bentuk yang lembut hingga seliat sarang laba-laba. Pablo Picasso – Pelukis Agung Spanyol Jiwaku dapat menemukan tangga ke surga, tak ada jalan lain kecuali melalui keindahan bumi. Michelangelo – Pematung Agung Itali Hujan adalah rahmat. Hujan lembut turun dari langit, melalui rimbun hijau hutan. Tanpa hujan tidak ada kehidupan. John Uplike – Sastrawan Amerika Serikat Tidak ada yang bisa mengalahkan harumnya embun dan bunga. Juga aroma yang diuapkan bumi saat matahari terbenam. Ethel Waters – Penyanyi Jazz Amerika Serikat
xvi
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Keluar dari air, aku bukan siapa-siapa. Duke Kahanamoku – Atlet Perenang/Aktor Amerika Serikat Beethoven dapat mencipta musik, berterima kasih pada Tuhan, ia bisa melakukannya karena ada bumi. Ludwig van Beethoven – Komponis Musik Klasik Jerman Jika manusia tidak belajar memperlakukan lautan dan hutan tropis dengan hormat, maka manusia akan punah. Peter Benchley – Novelis Amerika Serikat Tidak menebangi pohon-pohon pemayung hutan tropis, menghentikan pencemaran laut yang menghancurkan terumbu karang adalah... mencegah bumi jadi roti panggang. Michael Berryman – Aktor Film Amerika Serikat Kematian hutan adalah akhir dari kehidupan kita. Dorothy Storey – Aktivis Greenpeace Nyanyian sungai tidak berakhir di tepiannya, tapi mengalun di hati yang mencintainya. Robert Burns – Penyair Skotlandia Kita lupa bahwa siklus hidup air dan siklus hidup manusia adalah menyatu. Jaques Yves Cousteau – Ahli Kelautan/Purnawirawan AL Perancis Air dan udara, kedua zat penting di mana kehidupan semua bergantung, tapi keduanya telah menjadi sampah global. Jaques Yves Cousteau – Ahli Kelautan/Purnawirawan AL Perancis Air sangat pemaaf. Semua ia bawa di permukaannya, untuk dialirkan. Sarah McLachlan – Komponis dan Penyanyi Kanada Sabun, air dan akal sehat adalah desintekastan terbaik. William Osler – Dokter, Pendiri John Hopkins Hospital Amerika Serikat SENI MENULIS SASTRA HIJAU
xvii
Udara yang kita hirup, air yang kita minum dan tanah tempat tinggal kita tidak hanya merupakan elemen penting dalam kualitas hidup yang kita nikmati – tapi semua itu cerminan keagungan penciptaNya. Rick Perry – Politisi Amerika Serikat Ketika sumur kering, kita paham nilai air. Benyamin Franklin – Negarawan Amerika Serikat Duduk di tepi sungai, temukan kedamaian dan makna irama darah kehidupan. Pepatah Indian Bumi, langit, hutan, ladang, danau, sungai dan gunung adalah guru yang mengajarkan pelajaran pada kita, yang tidak ada di dalam buku. John Luboock – Arkeolog, penulis dan pecinta alam, Inggris Tanah ini, air ini, udara ini, planet ini adalah warisan untuk anak kita. Paul Tsongas – Politisi Amerika Serikat Air, udara dan kebersihan adalah obat yang ada di apotik saya. Napoleon Bonaparte – Negarawan Perancis Aku bumi, engkau bumi. Bumi sedang sekarat. Kau dan aku pembunuhnya. Ymber Delecto – Aktivis Penyelamat Lingkungan, Amerika Serikat Aktivis penyelamat lingkungan bukanlah orang-orang yang mengatakan sungai itu kotor. Mereka orang-orang yang harus membersihkan sungai. Ross Perot – Politisi Amerika Serikat Alam semesta tidak perlu diseleraskan dengan ambisi manusia. Carl Sagan – Ilmuwan dan Pengarang Fiksi Sains, Amerika Serikat Semua isi bumi mencukupi semua kebutuhan manusia, kecuali mereka yang rakus. Mahatma Gandhi – Mahaguru Jiwa
xviii
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Manusia adalah makhluk kompleks: mereka membuat gurun mekar dan danau mati. Gil Stern – Motivator/Pengembangan Kepribadian, Amerika Serikat Sekarang ini, semua manusia kontak dengan bahan kimia berbahasa, dari saat pembuahan hingga kematian. Rachel Carson - Biolog Kelautan, Amerika Serikat Saya pikir, masalah penyelamatan lingkungan harus dimasukkan dalam kategori keamanan nasional. Pertahanan daya sumber kita sama pentingnya dengan pertahanan luar negeri. Jika tidak, gerakan apa untuk membela lingkungan? Robert Redford – Aktor Film, Amerika Serikat Selama ratusan tahun kita sudah ‘menaklukkan’ alam. Sekarang kita memukulnya hingga mati. Siapakah kita sebenarnya? Tom McMillan – Politisi Kanada Mengapa orang saling memberikan bunga untuk mengekspresikan perasaan cinta? Padahal mereka sedang membunuh makhluk lain. Mengapa manusia juga suka membonsai tumbuhan untuk menciptakan keindahan – katanya? Padahal mereka sedang melakukan penyiksaan pada makhluk lain. Anonim Manusia harus memahami bahwa mengenal bumi berarti mengenal dirinya sendiri. Juga mengenal nilai-nilai kehidupan. Tuhan membuat hidup kita mudah, tapi manusia yang mempersulitnya. Charles A. Lindberg – Penerbang Amerika Serikat Ingat, alam tak diam. Ia selalu menyerang kembali. Maka, jangan perlakukan dia dengan tindak kekerasan, untuk mendapatkan kemenangan palsu. Rene Dubos – Penulis, Pejuang Penyalamat Bumi dan Humanis – Perancis SENI MENULIS SASTRA HIJAU
xix
Planet yang indah, sama sekali tidak rapuh. Tapi manusia yang merapuhkan, tak ubahnya menghancurkan ibu kandungnya. Michael L. Fisher – Pejuang Penyelamat Lingkungan, Amerika Serikat Bumi adalah ibu kita, mengapa kita memperkosanya? William Rickett – Pematung dan Penyair Australia Di negara berkembang, langka air minum. Di Negara maju, langka udara segar. Mau minum apa untuk hidup? Mau menghirup apa untuk hidup? Anonim Sungai, kolam, danau, oase dan sumur-sumur – mereka ini punya nama yang berbeda tetapi semua mengandung air. Itu sama seperti agama. Semua mengandung kebenaran. Muhammad Ali – Mantan Petinju Tidak ada yang lebih lembut dan lebih fleksibel dari air. Tapi, siapa yang mampu mengalahkannya? Lao Tsu – Filsuf Cina Air diambil dan diolah tidak marah pada siapa pun. Apa balasan yang kita berikan kepadanya? Ketidakadilan. Mark Twain – Sastrawan Amerika Serikat
xx
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Cara Menulis Puisi
Cara Menulis Puisi
PROLOG
T
iada keindahan insani setinggi puisi. Mencipta puisi adalah mencipta keindahan. Dengan puisi orang bisa bersembah diri kepada Sang Maha Suci. Dengan puisi Anda bisa besujud pada ayah bunda. Melalui puisi Anda bisa membahagiakan kekasih Anda. Lewat puisi Anda bisa melamar calon istri tercinta. Lewat puisi kita bisa menjalin persahabatan jauh atau dekat. Ciptalah puisi dan Anda bisa membahagiakan semua tetangga, semua manusia. Melalui puisi kita bisa menjalin persahabatan di luar pulau, di luar negeri, di luar benua. Di dalam wilayah imaginer orang bisa membangun taman yang tidak terbatas luas wilayahnya, penuh berjuta jenis bunga yang hidup segar bersama, dengan bunga-bunga yang mekar bersama. Taman kemilau keemasan, untuk menghibur berjuta insani yang mendamba kedamaian. Dengan puisi orang bisa mengulurkan tangan kepada yatim piatu, kaum gelandangan tua renta di pinggiran jalan dan kolong-kolong jembatan atau kaum renta di rumah-rumah jompo. Dengan puisi orang bisa menyerukan perdamaian kepada pihak-pihak adikuasa yang sedang terlibat pertikaian dan pembunuhan tanpa kesadaran. Dengan puisi Anda bisa menyampaikan dukungan kepada para pejuang kemerdekaan. Dengan puisi Anda bisa menabur berkas-berkas cahaya keilmuan, percik-percik kebijaksanaan kepada sesama. Dengan suluh puisi Anda akan bisa mencari dan menemukan remah-remah kebenaran dan kebajikan. Dan, tentu saja menulis puisi genre Sastra Hijau. Semoga. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
1
PENDAHULUAN Titik Tuju
B
anyak keajaiban di sekitar kehidupan manusia. Misalnya mimpi dan puisi. Pernahkah Anda membuat rencana untuk bermimpi? Jika Anda merencanakannya, impian pun tak kunjung datang. Sebaliknya, tanpa direncanakan, kadang ia pun datang tanpa diundang. Apakah puisi juga sama seperti mimpi? Ada persamaan, banyak perbedaan. Dalam mimpi Anda pasif. Kalaupun ikut ber-acting, tidak lebih hanya sebagai pemain. Dalam mimpi Anda tidak pernah jadi sutradara. Untuk puisi, Anda aktif menuliskannya, mengubah atau memperbaiki sesuai selera dan kemampuan Anda. Pernahkah anda mengubah impian Anda? Jarang, atau tidak pernah sama sekali. Sebab jarang satu impian datang berulang dalam sosok yang persis sama. Impian sering datang membawa inspirasi untuk manusia berkarya, menciptakan karya seni. Di lain pihak, puisi itu sendiri sudah merupakan inspirasi bagi karya seni. Tentu tidak setiap karya seni datang dalam bentuk sudah jadi. Mungkin hanya sebagai percikan atau unsur dari keseluruhan. Mungkin hanya berbentuk inti sari isinya saja. Tetapi apakah sesungguhnya mimpi itu? Sangat sulit dijelaskan. Hanya genius seperti Sigmund Freud yang bisa panjang lebar bicara tentang apa itu mimpi. Tentu tidak semua orang sependapat dengan Freud apa arti mimpi. Tetapi setiap kali dibantah, bantahan itu semakin memperkaya jawaban kaum Freudian tentang mimpi. Orang Jawa bilang mimpi itu kembange wong turu. Mimpi itu bunga bagi orang tidur. Dan tidur, bagi mereka adalah kembange wong mati. Bunga kematian. Ada juga orang berpendapat bahwa mimpi adalah teguran. Teguran dari siapa, untuk siapa? Teguran dari diri sendiri, kepada diri sendiri? Ada pula pendapat yang mengatakan, impian adalah sebuah surat yang belum dibuka sampulnya. Lalu apa isi surat itu? Penerima surat belum tahu isinya, sebab sampulnya belum dibuka. Lalu bagaimana dengan puisi? Impian atau mimpi bisa datang menghantar puisi anda. Atau malah mimpi itu bakal jadi puisi Anda. Sumber puisi tentu tidak hanya sebatas mimpi. Puisi adalah keajaiban tanpa batas. Anda bisa menciptakan puisi yang jauh lebih luas dari seluruh ruang di alam raya ini. Anda juga bisa menciptakan puisi dengan keindahan tanpa batas. Dengan kata lain, Anda berhak menciptakan puisi tanpa batas keindahannya, demi kebahagiaan yang juga tanpa batas.
2
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Pertanyaannya, apakah puisi harus selalu membahagiakan umat manusia? Masalahnya dalam hidup selalu ada sedih dan gembira. Namun jangan lupa, yang membahagiakan Anda mungkin menyedihkan orang lain. Apa yang menyedihkan orang lain mungkin menyedihkan bagi Anda. Bahkan sesuatu yang menyedihkan Anda sekarang, lain waktu bahkan membahagiakan hidup Anda. Siapa tahu? Seorang lelaki pernah nyaris bunuh diri, karena gagal masuk akademi militer. Tetapi kelak ia bersyukur menjadi seorang dokter umum. Katanya, jika jadi ia masuk militer mungkin sudah lama tewas dalam perang pembebasan Irian Barat. Pertanyaan selanjutnya, mengapa manusia bisa bermimpi? Mengapa manusia bisa berpuisi? Mungkin karena manusia bukan benda mati. Manusia itu hidup. Hidup itu berakal, berpikiran, juga berperasaan. Selain itu manusia juga punya ingatan atau memori. Ditambah lagi ia punya nafsu, syahwat, keinginan, kemauan, kehendak dan sebagainya. Hidup manusia digerakkan untuk mencapai keinginannya, kemauannya. Ada yang tercapai, ada yang tidak tercapai. Maka lalu ada beda, apa itu kehendak, apa itu realitas. Maka ada dunia nyata, ada dunia mimpi. Lalu mengapa manusia mampu berpuisi? Setiap orang yang bisa bermimpi, ia bisa berpuisi. Bedanya, manusia bisa memacu untuk produktif menghasilkan puisi, tetapi ia tidak mampu memacu produksi untuk bermimpi. Maka, asalkan tidak buta huruf, seseorang pasti bisa menulis puisi. Sebab menulis puisi itu bisa dipelajari. Modal utama menulis puisi adalah pikiran dan perasaan untuk dikomunikasikan dengan khalayak. Cara berkomunikasi secara baik penting sekali dipelajari. Ada puisi yang dinilai jelek oleh pembacanya. Tetapi banyak orang mengatakan puisi itu baik. Ternyata orang yang bilang puisi itu jelek, karena tidak mampu menangkap nilainya dengan baik. Ada pula puisi yang menurut penyairnya baik sekali, sehingga menuntut penghargaan tinggi sekali dari pembacanya. Terhadap penyair seperti itu, A.I. Richard memberikan peringatan secara bijaksana: “A poet may, it is true, make an unlimited demand upon his reader, and the greatest poet make the greatest claim, but the demand made must be proportional to the poet’s contribution.� (Seorang penyair boleh, memang boleh meminta penghargaan tak terbatas kepada pembacanya, dan penyair terbesar mengajukan klaim terbesar, tetapi tuntutan itu haruslah seimbang dengan kualitas karyanya.) SENI MENULIS SASTRA HIJAU
3
Sekarang banyak terjadi, penyair menuntut penghargaan atas karyanya secara berlebihan dibanding kualitas karyanya itu. Dengan kata lain, penyair tidak memberi apa-apa kepada pembaca, tetapi pembaca harus memberi kepada sang penyair. Tahu diri dan percaya diri Maka sebaiknya setiap penyair mempunyai dua hal: Tahu Diri dan Percaya diri. Tahu diri tentang kualitas karyanya, percaya diri bahwa ia bakal mampu mempersembahkan karya terbaik kepada pembacanya, terlebih lagi para penggemar dan pemujanya. Caranya? Jangan pernah memandang rendah pembaca, siapa pun mereka. Jangan pernah punya anggapan bahwa kitalah yang paling tahu tentang karya seni sastra. Jika seniman menyuguhkan karyakarya rendahan kepada pembaca, ia bukan sedang menghina pembaca. Ia sedang menghina dirinya sendiri.
PENGANTAR
S
elama kita mengenal tulisan, belum ada buku petunjuk tentang cara menulis puisi. Memang sudah ada petunjuk menulis sastra, atau teknik mengarang. Namun buku itu hanya berupa petunjuk mengarang prosa, bukan puisi. Ada orang mengatakan, bahwa menulis prosa lebih mudah ketimbang menulis puisi. Tetapi banyak pula orang mengatakan, menulis puisi jauh lebih sulit ketimbang menulis prosa, baik itu cerita pendek atau novel. Sastrawan Subagio Sastrowardojo, menulis puisi jauh lebih banyak ketimbang cerpennya. Ia selalu mengatakan, bahwa ia selalu lebih puas dengan menulis puisi. Sapardi Djoko Damono hanya menulis puisi dan baru belakangan ia menulis cerpen, itu pun masih sedikit sekali.
Sapardi Djoko Damono
Penyair Goenawan Mohamad, sejauh ini hanya menulis puisi, tidak menulis cerpen atau novel (prosa). Namun Goenawan Mohamad mempunyai jenis
4
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
tulisan khusus yang disebut Catatan Pinggir (Caping) dalam majalah berita Tempo. Caping terlalu puitis, walaupun bukan termasuk golongan puisi. Semula tulisan ini akan diberi judul Teori Menulis Puisi. Tetapi kata teori di sini belum tepat, sebab isinya belum teruji, atau belum mendapatkan verifikasi untuk kadar ilmiahnya. Kemudian timbul minat memberi judul Seni Menulis Puisi. Tetapi segera disadari bahwa kata Goenawan Mohamad seni juga memerlukan uraian atau analisis yang panjang lebar serta mendalam. Sebab seni (art) bukan sesuatu yang mudah dipahami bagi orang kebanyakan. Maka dipilih judul Cara Menulis Puisi. Tentu ini hanyalah salah satu cara dalam menulis puisi. Sebab bisa saja setiap orang punya cara tersendiri untuk menulis puisi. Niat menulis buku ini timbul mengingat sampai sekarang ini belum ada buku tentang bagaimana cara menulis puisi. Sementara itu kita tahu bahwa banyak orang, tua muda ingin bisa menulis puisi. Kita punya banyak calon penyair yang berbakat. Jumlahnya bisa mencapai jutaan orang. Sebagai bangsa berbudaya kita sepantasnya memiliki banyak penyair, banyak sastrawan. Saat kita belum merdeka pun, kita sudah punya banyak penyair, dari Minangkabau, dari Tanah Batak, dari Pulau Bali, dari Masyarakat Pasundan dan dari Pulau Jawa, terutama dari daerah Yogyakarta dan Surakarta. Sejak lahirnya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, makin banyak penyair menulis puisi dalam bahasa nasional kita.
BAKAT DAN KARYA
A
da orang yang ingin menulis puisi, tetapi tidak berani. Alasannya, ia merasa dirinya tidak berbakat untuk menulis puisi. Sebaliknya ada orang yang mengaku tidak punya bakat tetapi ia “nekat� saja menulis puisi. Lalu yang mana yang benar? Masalah bakat dari dulu sering jadi perdebatan. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
5
Ada orang yang beranggapan bahwa bakat adalah ‘bawaan sejak lahir’, satu kemampuan tertentu yang sudah ada sejak bayi dilahirkan. Ketika ditanya di mana kemampuan itu berada dan bagaimana bentuknya, tentu tidak bisa dijawab. Dalam psikologi (ilmu jiwa) bakat juga masih sering digunjingkan. Ada orang berpendapat bahwa bakat adalah semacam potensi yang ada pada seseorang untuk memiliki kecakapan tertentu yang perkembangannya ditentukan oleh banyak faktor, seperti pendidikan, pergaulan, Sitor Situmorang kesempatan dan sebagainya. Banyak juga manusia yang berbakat, dalam arti punya potensi tertentu, tetapi tidak berkembang sama sekali, akibat tidak adanya peluang atau kesempatan. Maka sebaiknya, siapa saja yang ingin menulis puisi, langsung saja menuliskan karyanya. Sebab keinginan menulis juga termasuk bakat, bukan? Tidak usah ragu. Begitu menghasilkan puisi, langsung Anda jadi penyair. Bagaimana mutu karya pertama Anda itu? Terus saja berkarya. Teruslah menulis. Makin sering menulis, makin meningkat mutu karya Anda. Masalah puisi adalah masalah seni. Setiap seni, pasti bisa dipelajari. Maka kita pun bisa belajar dari karya orang lain, dari para pemikir dalam dunia puisi. Ada peribahasa mengatakan, ‘setiap penyair adalah anak penyair sebelumnya.’ Maksudnya, untuk jadi penyair orang perlu belajar kepada penyair yang sudah punya karya, sudah punya nama.
INDAHNYA OTODIDAK
K
ata ini berasal dari bahasa Belanda (autodidact), yang artinya mengajar diri sendiri. Mungkin maksudnya belajar secara informal, tanpa guru atau di luar kelas. Tetapi alam pikiran sekarang agaknya sudah berubah. Mana mungkin kita belajar sendiri tanpa orang lain? Belajar, juga meniru, berarti mengambil atau menerima sesuatu dari orang lain. Manusia dalam masyarakat, meminjam istilah Ki Hajar Dewantara, selalu berada dalam tripusat sistem: keluarga, sekolah dan pergaulan di luar
6
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
keduanya. Maka setiap pribadi akan bertumbuh tanpa lepas dari pengaruh di luar dirinya. Kata otodidak seringkali digunakan untuk membedakan dengan mereka yang mendapatkan pendidikan formal, utamanya yang memperoleh pendidikan akademis. Sungguh pun demikian bisa saja orang otodidak mempelajari teori-teori akademis melalui berbagai cara, seperti membaca literatur akademis, mengikuti seminar akademis, dan sebagainya. Kita mempunyai banyak seniman otodidak, dalam arti tidak memiliki jenjang studi formal akademis dalam ilmu kesenian. Misalnya: Sitor Situmorang, Chairil Anwar, Iwan Simatupang, Pramoedya Ananta Toer, Goenawan Mohamad, dll. Sejarah mencatat, mereka itulah yang merupakan tokoh sastra terpenting kita sekarang ini.
Pramoedya Ananta Toer
Chairil Anwar
Kesimpulannya, jangan pikirkan Anda otodidak atau akademis, terpenting adalah melakukan panggilan hati Anda untuk jadi penulis. Ingatlah selalu, yang mengangkat Anda jadi penyair bukan pihak lain, bukan lembaga tertentu. Hanya puisi-puisi karya Anda yang bisa mengangkat Anda jadi penyair. Dan itu berlaku seumur hidup. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
7
MODAL PENYAIR : 7 CINTA
M
eskipun bukan pedagang, penyair juga memerlukan modal. Modal utama seorang calon penyair adalah 7 (tujuh) cinta.
Pertama, cinta manusia (perikemanusiaan). Penyair adalah manusia yang mencintai manusia, menghargai setinggitingginya hak asasi manusia Kedua, cinta ilmu pengetahuan (knowledge). Penyair adalah sosok manusia yang cinta ilmu. Sebab dengan ilmu ia bisa meringankan beban hidup sesama manusia. Ketiga, cinta kebijaksanaan (wisdom). Penyair adalah manusia yang mencintai kebijaksanaan. Bijaksana berarti menghormati kenyataan, keadilan dan kebenaran. Kebijaksanaan tertinggi adalah kebajikan, yakni mengabdikan diri untuk kehidupan masyarakat luas. Keempat, cinta kesenian (arts). Seorang penyair adalah seorang sastrawan, memilih seni sastra sebagai panggilan hidupnya. Namun seorang penyair juga tidak mungkin jauh dengan berbagai cabang kesenian: seni drama, seni tari, seni lukis, seni musik, dan sebagainya. Sebab setiap cabang seni mempunyai kaitan nilai dengan seni lainnya. Kelima, cinta kebudayaan (culture). Penyair dengan sendirinya seorang budayawan. Ia memahami kebudayaan, mencintai kebudayaan dan ikut merawat kesuburan hidup kebudayaan. Perlu diingat bahwa sastra adalah juga bagian dari kebudayaan. Keenam, cinta agama (religion). Dengan ilmu kehidupan manusia yang berat bisa diperingan. Dengan agama kehidupan manusia bisa lebih terang hingga selamat dunia akhirat. Maka penyair pun bisa bersyiar, menaburkan nilai-nilai keagamaan. Ketujuh, cinta Tuhan Yang Maha Cinta. Cinta kepada Tuhan memungkinkan penyair mencintai segala ciptaan Tuhan, dari alam tumbuhan, alam hewan hingga umat manusia dan jagat raya. Mencintai seni.
8
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Berikut ini contoh puisi genre Sastra Hijau: Jaga Daratan, Jaga Kehidupan Daratan adalah tempat kita berada Daratan adalah tempat hidup bersama Hilang daratan hilang kehidupan Rusak daratan rusak kehidupan Tanahmu bukan hanya untukmu Tanah bukan hanya untuk hari ini saja Sadarlah kita akan anak cucu Hutan, tanah, air – untuk masa depan Tumbuhan, hewan dan manusia Sama menghuni satu bumi yang ada Lenyap tumbuhan lenyaplah hewan semua Musnah tumbuhan, musnahlah manusia Semua saling terkait dalam hidupnya Semua perlu terjaga kelestariannya Jaga air dalam perut bumi perkasa Jaga semua untuk masa depan kita Bumiku, bumi kita hanya satu Bumi kecil yang yatim piatu Harus kita cintai selalu Jika hancur tiada gantinya itu Seandainya bumi punya mata Pastilah ia sudah menangis Merintih-rintih mengalirkan air mata Akibat terus digali, dibajak dan dibor linggis Jaga daratan utuh, hijau selalu Hijau itu indah, hijau itu sehat Hijau itu nyaman, hijau itu selamat Kehijauan untuk kemakmuran Karya Sides Sudyarto DS
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
9
Bumi Bicara aku menulis puisi cinta di dinding langit bertinta emisi karbon dan racun-racun freon aku melukis wajahmu di gelombang lautan kuaskan minyak mentah dan limbah perkotaan rintik hujan tak ragu percikan kanvas alam tak bosan bangkai ikan bertebaran memandangmu awan hitam menyalak di angkasa laut tersinggung luap amarah ke daratan rendah tanah-tanah harapan menua rapuh gontai menembus dewasa doa-doa aneka bahasa berserak tak pernah kembali kabarkan mana yang diterima Tuhan mulutmu tetap sibuk berkata-kata tak hirau bumi bicara Karya Soesi Sastro Depok, 11 Januari 2012
10
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
SARANA PENYAIR
S
etiap seniman memerlukan alat. Seorang pelukis, misalnya, memerlukan kertas, kanvas, cat minyak, cat air, pensil, crayon, kuas, pisau palet dan sebagainya. Tanpa medium dan peralatan pelukis tidak bisa melukis. Demikian juga seorang penyair memerlukan alat-alat tulis. Selain itu, penyair memerlukan medium pula. Tetapi medium bagi penyair adalah bahasa. Bahasa puisi berbeda dengan bahasa harian, bahasa laporan ilmiah, bahasa jurnalistik. Bahasa puisi dengan sendirinya harus benar-benar puitis. Maka sebuah puisi yang berhasil memiliki isi yang indah yang disampaikan melalui bahasa yang indah pula. Seorang sastrawan, termasuk penyair, harus memiliki penguasaan bahasa yang luas. Ia memiliki pengetahuan tata bahasa dengan baik. Selain itu sebagai seorang pengarang harus memiliki perbendaharaan yang seluasluasnya. Karena itu penyair perlu memiliki kamus berbagai macam: Kamus Umum, Kamus Idiom, Kamus Peribahasa, Kamus Inggris-Indonesia, IndonesiaIngggris, dan sebagainya. Lebih baik lagi jika selain itu juga memiliki berbagai jenis ensiklopedi. Dengan demikian akan kaya kosa kata, sinonim, homonim, antonim, metafora, dan sebagainya. Seorang sastrawan dituntut selalu kreatif menggunakan bahasa sastra dalam berkarya, atau yang biasa disebut bahasa literer (literary language). Bahasa kasar, slang, atau bahasa preman bukanlah untuk karya sastra.
APAKAH PUISI ITU?
B
anyak hal bisa didefinisikan. Tetapi juga banyak hal yang sulit didefinisikan. Puisi agaknya termasuk yang sulit dibuat definisinya. Tentu saja setiap orang bebas membuat definisi. Jika kemudian ada yang pro dan kontra atas definisi itu, itu soal biasa. Ada orang yang memuat definisi secara serius, ada yang secara longgar. “Apa yang tampak seperti puisi adalah puisi. Apa yang tampak seperti prosa adalah prosa,� kata seseorang. Hanya berdasar tampaknya saja? Sepintas pendapat seperti itu terkesan kurang serius. Tetapi sebenarnya, dilihat sekilas pun tampak beda antara puisi dengan prosa. Bentuk puisi memang tampak jelas berbeda ketimbang prosa. Bentuk susunan baris, irama kata dalam kalimat, suara ujung baris, dan sebagainya. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
11
Pakar kritik sastra I.A. Richard, dalam bukunya yang mashur, Principles of Literary Critics, juga menunjukkan sikapnya yang sangat hati-hati mengenai definisi puisi. Ia dengan tidak terlalu bersemangat mengatakan, “to define the poem as the artist’s experience is a better solution.” (Mendefinisikan puisi sebagai pengalaman penyair adalah satu penyelesian yang lebih baik,). Ada lagi pendapat lain, yang juga secara longgar membuat definisi tentang puisi. Katanya, puisi adalah “A fundamental creative act using language.” Puisi adalah perbuatan kreatif fundamental yang menggunakan bahasa.” Bukankah ini satu definisi yang cukup serius? Ya, tetapi definisi itu masih perlu dijelaskan. Apakah tindakan kreatif fundamental itu? Bahwa puisi menggunakan bahasa, sudah tentu. Tetapi bukankah puisi bukan hanya masalah bahasa saja? Pastilah ada makna atau arti yang melekat di dalam bahasa itu. Boleh dikatakan, puisi adalah isi yang indah dalam bahasa yang indah, bukan?
KEKUATAN BAHASA
K
etika seorang bayi dilahirkan, ia belum manusia. Bayi itu masih calon manusia. Untuk menjadi manusia ia perlu waktu, karena memerlukan proses pendidikan dan pengalaman. Ketika bayi dilahirkan ia juga belum mengenal bahasa. Ia mulai belajar bahasa dari orang terdekat, yakni ibunya. Maka kita pun mengenal istilah ‘bahasa ibu’. Bisa dikatakan, saat bayi dilahirkan, ia lahir di tengah lautan bahasa. Sebab masyarakat di mana ia lahir sudah berbahasa. Namun demikian bayi tidak mengerti apa itu bahasa. Itu seperti ikan yang hidup dalam air, tetapi ia tak tahu air itu apa. Ia berada di dalam laut, tetapi tidak paham apa arti laut. Begitu halnya dengan manusia. Banyak orang yang tidak peduli dengan bahasa. Bahkan tidak sedikit orang yang beranggapan, bahwa manusia dengan sendirinya bisa menguasai bahasa dengan baik dan benar. Anggapan seperti itu jelas keliru. Bahasa harus dipelajarai dengan baik meskipun seseorang tidak ingin menjadi spesialis ahli bahasa. Hal itu perlu disadari benar, sebab banyak orang gagal mencapai tujuannya, akibat kelemahan dalam berbahasa. Bagaimanapun bahasa adalah alat komunikasi terpenting dan tertua bagi umat manusia. Bahasa adalah alat untuk menusia mengekspresikan pikiran dan perasaannya.
12
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Penyair, atau sastrawan pada umumnya sangat paham, bahwa bahasa itu sangat kuat, dalam arti punya pengaruh besar terhadap jiwa manusia. Bahasa bisa membuat orang senang, gembira atau bahagia. Bahasa juga bisa membuat orang sedih, duka atau menderita. Bahasa bisa membuat orang optimistis atau pesimistis. Itu semua sangat tergantung dari penggunaan kata-kata dan bagaimana merangkaikannya dalam kalimat. Sebuah puisi atau sebuah novel akan berhasil baik atau tidak, juga tergantung dalam pemilihan dan pemakaian kata-kata. Untuk itu, penyair perlu memiliki kepekaan terhadap makna setiap kata, dan mampu memilih kaya yang paling tepat untuk melukiskan perasaan serta pikirannya.
EKONOMI BAHASA
S
alah satu pembeda utama, jika puisi dibanding prosa adalah masalah ekonomi bahasa. Puisi sangat ekonomis dalam penggunaan kata-kata. Sehingga ada benarnya jika orang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk sastra yang terpadat. Padat tidak sama dengan pendek. Terpadat juga tidak sama dengan terpendek. Puisi bisa pendek isinya, namun panjang lebar isi yang terkandung di dalamnya. Penyair selalu melakukan pilihan kata-kata yang tepat untuk puisinya. Itu untuk menghindari jangan sampai ada kata-kata yang tidak diperlukan. Setiap kata dipilih dengan beberapa pertimbangan. Pertama, makna kata yang diperlukan. Tiap kata dipilih karena maknanya, karena arti yang dikandungnya. Kedua, kata itu sendiri mempunyai watak literer, bukan jenis kata yang lapuk atau membosankan. Dalam prosa, penulis selalu mengutamakan kata-kata baku. Misalnya, menggunakan kata tegur, bukan tegor. Hakikat, bukan hakekat. Enam bukan anem. Kurban, bukan korban. Perubahan, bukan perobahan. Dalam puisi, diutamakan kata-kata kreatif untuk menghasilkan komposisi kalimat yang kreatif, sehingga terasa indah dan segar. Misalnya: Kau datang sangat terlambat. Ubahlah menjadi: Kau datang saat waktu tak sudi lagi menunggu. Misalnya lagi: Di atas bukit itu banyak tumbuh-tumbuhan hidup dengan segar. Ubahlah menjadi: Di punggung bukit itu pepohonan tidak pernah kehilangan warna hijaunya. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
13
Sebagai latihan dasar, biasakan membedakan kalimat biasa dengan kalimat literer (kalimat sastra). Selanjutnya dalam menulis karya, biasakan menilai ulang, apakah Anda menulis kalimat biasa, atau kalimat sastra.
WAWASAN PENYAIR
U
ntuk jadi penyair diperlukan wawasan yang luas. Kata was, berarti tahu. Orang yang tidak awas, tidak bisa melihat, tidak tahu. Kata wis juga berarti tahu atau kenal. Pariwisata, berarti melihat atau mengenal lingkungan. Kata wawasan bisa disamakan dengan pengetahuan atau ilmu pengetahuan (knowledge). Maka berwawasan luas berarti berilmu secara luas. Mengapa penyair harus berwawasan luas? Sebab objek puisi juga sangat luas. Kadang penyair menulis tentang manusia, kadang tentang alam, kadang juga menulis tentang Tuhan. Pengetahuan apa saja tentang apa saja. Misalnya, pengetahuan atau ilmu kemasyarakatan manusia (sociology), ilmu tentang jiwa manusia (psikology), ilmu tentang kebudayaan (culture), dan sebagainya. Lebih dari itu, seorang penyair adalah orang yang gemar berolah filsafat. Ini sesuai dengan asas cinta kebenaran dan kebijaksanaan. Filsafat memang berarti cinta kebijaksanaan, bukan? Paparan di atas menunjukkan, bahwa penyair bukanlah manusia sembarangan. Seorang penyair adalah juga seorang pemikir. Dulu, di Zaman Yunani Kuno, pemikir disebut filsuf (philosopher). Seorang penyair yang berpuisi disebut orang yang mencipta atau berfantasi. Maka filsuf menghasilkan filsafat, penyair menghasilkan puisi. Meskipun demikian para calon penyair tidak perlu rendah diri (minder) terhadap kata filsafat. Sebab filsafat juga sejenis ilmu biasa untuk orang biasa. Filsafat bisa dipelajari oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Apalagi, di zaman sekarang ini makin banyak buku-buku filsafat beredar di toko-toko buku kita. Apakah kita harus membeli semua buku yang kita perlukan? Kita juga bisa meminjam buku di perpustakaan-perpustakaan. Namun juga alangkah baiknya jika seorang pengarang memiliki perpustakaan pribadi (home library) betapa pun kecilnya. Sebab adakalanya buku penting yang kita perlukan tidak terdapat di perpustakaan umum, tetapi ada dalam perpustakaan pribadi.
14
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
MULAI DENGAN MEMBACA
S
ebelum mulai menulis puisi, sebaiknya kita banyak membaca puisi terlebih dahulu. Di sini disarankan agar para calon penyair membaca puisipuisi karya Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sitor Situmorang dan Goenawan Mohamad. Amir Hamzah bisa jadi contoh bagaimana melukiskan hubungan manusia dengan Tuhannya. (Baca: Nyanyi Sunyi). Chairil Anwar bisa jadi contoh dalam melukiskan paham kebebasan dan pemihakannya kepada perjuangan kemerdekaan bangsanya. Sitor Situmorang bisa jadi contoh dalam melukiskan cinta dan kasih sayang manusia serta kesunyian hidup manusia perantau, serta kepiluan nasib manusia. Goenawan Mohamad bisa jadi contoh penulisan puisi kontemplatif dalam upaya mencari dan menemukan nilai-nilai kemanusiaan. Upayakan membaca dengan sabar, tenang dan baik. Bagaimana membaca yang baik itu? Bacalah berulangkali, sedikitnya tiga kali untuk setiap puisi. Membaca pertama untuk pengenalan awal. Membaca kedua bertujuan untuk pemahaman dan penikmatan. Membaca ketiga kalinya untuk tujuan analisis kritis. Dengan begitu kita bisa menikmati puisi, juga bisa merasakan di mana letak kelemahan puisi, jika memang ada.
MENCARI INSPIRASI
P
ertama-tama tanyakanlah kepada diri Anda sendiri, apakah perlu memburu inspirasi atau ilham untuk menulis puisi? Ada orang yang harus menyepi untuk mencari dan mendapatkan inspirasi. Misalnya dengan menyendiri di dusun sunyi, di kaki bukit. Atau dengan mengungsi sementara ke negeri asing, seperti ke Jepang, Italia, Spanyol, Prancis dan sebagainya. Pulangnya, sudah membawa naskah karya yang indah-indah. Namun tidak semua orang harus begitu, bukan? Hidup Anda sendiri adalah gudang inspirasi. Saat yang paling indah dalam hidup Anda bisa ditulis jadi puisi. Sebaliknya saat yang paling pedih penuh derita, juga bisa diolah jadi puisi. Segala sesuatu yang mengharukan, menyentuh dasar perasaan semua bisa ditulis jadi puisi. Tidak hanya itu, perjuangan kemerdekaan suatu bangsa yang berhasil atau gagal adalah inspirasi. Suatu bangsa yang sebagian penduduknya kelaparan, hingga maut merenggut tiap hari, juga layak jadi inspirasi puisi. Cinta yang SENI MENULIS SASTRA HIJAU
15
indah, kasih tak sampai, mahligai rumah tangga yang hancur berkepingkeping akibat pengkhianatan cinta, juga inspirasi puisi tragedi. Kisah anak lelaki yang menggendong bundanya yang jompo menuju Tanah Suci juga inspirasi. Pendek kata, hidup adalah gudang insprasi. Pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain, adalah sumber inspirasi. Pertanyaannya, kapankah inspirasi datang? Ataukah inspirasi harus selalu kita kejar dan kita cari? Pengalaman orang tidak sama akan hal itu. Kadang inspirasi datang menghampiri seniman yang sedang naik bis kota. Kadang inspirasi datang saat sang seniman sedang baca buku. Kalau begitu alangkah pentingnya membuat catatan singkat bagi seniman kreatif agar tidak kehilangan inspirasi yang sudah datang berkunjung kepada dirinya. Banyak cara untuk mendapatkan inspirasi. Pelukis maestro Affandi, bergaul lebih dulu dengan banyak kerbau, sebelum ia melukis kerbau. Dengan demikian ia tahu karakter kerbau dan tindak tanduk kerbau sehari-harinya. Jika Anda ingin menulis tentang hutan, Anda bisa langsung hadir di tengah hutan. Anda akan menikmati dan memahami apa arti hutan, bagi alam, bagi lingkungan dan bagi hidup manusia. Contoh puisi tentang hutan, pengalaman penulis ketika tinggal di Brazil: Hutan Tropis di Bumi Brazil Antara Sao Paulo alam – Rio de Janeiro kota Terbentang hutan tropis berwarna hijau muda Di bibir samudera, di sisi jalan raya Angin laut pun bertiup dengan damai di sana Udara nyaman di bawah mentari tropis siaga Undang ramah berbagai turis dari mancanegara Mereka berjalan menikmati pepohonan perkasa Mencium segar aroma hutan dengan mesra Menghirup udara segar membahagiakan jiwa Hutan memanggil hujan tepat waktu tiba Mencegat kemarau, mencegat kekeringan merana Tanah subur menyongsong kemakmuran bagi bersama Karya Sides Sudyarto DS
16
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
MULAI MENULIS
B
anyak cara untuk menulis puisi, dalam teks ini memberi arahan menulis puisi secara praktis. Perhatikan unsur-unsur yang harus dipenuhi.
Pertama, menulis judul puisi. Judul ini merupakan titik pusat atau inti dari seluruh tulisan Anda. Apakah itu soal kesedihan, kebahagiaan, gugatan terhadap kekejian, atau perlawanan terhadap ketidakadilan, dan sebagainya. Judul puisi sebaiknya tidak terlalu panjang, cukup satu sampai lima kata saja. Kita bisa mengacu kepada penyair Jerman, Friedrich Holderlin, misalnya. Judul puisinya hanya satu sampai lima kata, kebanyakan dua kata: Diotima, Lebenslauf, Die Heimat, An Die Deutschen. Dsb. Kedua, tulislah puisi Anda dalam dua belas baris kalimat, terdiri dari tiga bait. Dengan susunan seperti ini: (Judul) ………………………………………… …………………………………………. …………………………………………. …………………………………………. ………………………………………….. ………………………………………….. ………………………………………….. …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… Selanjutya usahakan agar tiap baris terdiri dari jumlah kata yang sama: misalnya lima kata, atau enam kata. Dengan persamaan jumlah kata, maka akan timbul irama jika kita baca dengan bersuara. Peran irama atau ritme sangat penting, sebab menghadirkan kekuatan musik dalam puisi. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
17
Untuk menimbulkan irama suara yang indah carilah ujung kalimat yang sama bunyinya, misalnya jatuh suara u,u,u. Contoh (Chairil Anwar): Doa Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu. Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Cayamu panas suci Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling Jika Anda sudah menggarap unsur irama (ritme) maka satu kewajiban telah terpenuhi. Sesuatu yang tidak boleh ditawar ialah, dalam proses penulisan, dengan alasan apa pun, tidak boleh merusak isi puisi yang sudah digariskan sesuai judul yang sudah tertulis. Tidak bisa lain, judul harus jadi acuan utama dalam proses kreativitas tersebut. Ketiga, menulis puisi bukan hanya sekadar menyusun kata dan menyusun kalimat. Dalam satu judul puisi ada kaitan satu kalimat dengan yang lain. Kaitan kata dan kalimat itu juga terkait dengan makna yang saling berhubungan. Dengan kata lain, suatu puisi adalah suatu organisasi yang teratur. Karena itu kata atau kalimat yang tidak ada kaitan dengan isi puisi, tidak perlu ada. Jika ada harus segera dibersihkan. Hindarkan pengulangan kata terlalu banyak untuk menghindari pemborosan dan kebosanan. Pengulangan tentu diperlukan untuk tujuan
18
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
tertentu. Misalnya untuk menimbulkan kekuatan atau tekanan. Selain itu juga untuk mengejar efek puitis. Contohnya, dalam sajak Doa (Chairil Anwar) ada empat kali kata Tuhanku, tidak merusak sajak, malah memperkuat puisi itu. Keempat, setelah menyelesaikan dua bait, masing-masing empat baris, bacalah kembali dengan tekun dan tenang. Lakukan control, apakah ada kata-kata klise, atau terjadi gangguan irama dan segera atasi. Bila dalam dua bait atau delapan baris itu Anda sudah puas, dalam arti sudah tuntas menyampaikan isi puisi, berhentilah. Itu berarti Anda tidak perlu menulis bait ketiga. Untuk puisi bukan panjangnya yang menjadi ukuran, tetapi ketuntasan dan kebulatannya mengekspresikan pikiran dan perasaan penyairnya. Kelima, jangan pernah menulis tanpa koreksi atau tanpa editing (penyuntingan). Dalam penulisan, seluruh tanda baca harus diletakkan tepat pada tempatnya, secara akurat. Salah tulis atau salah cetak jelas merusak keindahan puisi. Dan itu sering membuat geram pembaca yang pasti akan mengutuknya. Keenam - pengarsipan karya Anda terlalu penting untuk dilalaikan mungkin karya itu telah dimuat atau dipublikasikan. Untuk itu Anda pun perlu menyimpan filenya sebagai dokumentasi. Itu diperlukan jika akan membuat kumpulan (antologi) puisi dan sebagai barometer perkembangan kualitas karya sastra Anda kelak di kemudian hari.
PENTINGNYA EKSPERIMEN
K
ita bebas menulis dan yang kita tulis adalah puisi bebas. Satu bait boleh empat, boleh lima atau sepuluh baris. Bahkan orang boleh menulis satu judul puisi, satu buku tebalnya. Maka sering-seringlah melakukan eksperimen. Tulislah satu judul puisi, tiga baris, lima baris atau sebelas baris. Judulnya bebas, themanya juga bebas, tentang apa saja. Anda bisa melakukan improvisasi. Artinya isinya belum ditentukan, sambil ditulis sambil terus dicari. Ini dilakukan untuk mencari pengalaman. Sebab tidak mustahil, dalam proses menulis itu pun ditemukan inspirasi yang kemudian ternyata menarik untuk digarap dan diselesaikan sehingga menjadi puisi yang indah. Tetapi kalau kemudian hasilnya kurang memuaskan, tidak usah dibuang atau disobek. Simpan dulu. Endapkan. Saat lain bisa diubah, ditulis ulang. Sebab menulis puisi tidak harus sekali jadi. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
19
Berikut ini contoh puisi bebas, bergenre Sastra Hijau: Sawah Tak Bertanah alis mata bertemu di dahi wajah memandang permadani lautan sawah berujung siluet pohon dipeluk embun selimut kabut menawan ingin berlari di atas rumput-rumput padi tanpa lumpur tanah terlukis di tapak kaki cengkerama sahabatmu sepanjang siang tikus, ular, cacing tanah, belut jantan dan belalang terkenang perempuan cantik berdendang melangkah irama kaki putih melayang genggam benih menabur rindu berayun dalam goyang pinggang peluk tubuh ibu rindu bau kotoran sapi ternak suburkan tanahmu bibir pematang menanti kecup irigasi tanpa ragu bersuka akar meniup udara ke pucuk dedaunan bumi menunggu penuh harapan angan sembunyi di bulir merunduk aroma pengusir ulat menusuk kristal putih genggam tanah erat butir padimu berduka tak bersahabat tubuh sawah tak bertanah Karya Soesi Sastro Jakarta, 03 Januari 2012 Dalam menulis puisi, orang boleh membuat rencana, konsep dan melakukan perbaikan di sana-sini. Bahkan untuk menulis orang juga boleh riset lebih dulu, atau membuka catatan dan literatur. Misalnya Anda akan menulis puisi tentang laut, danau, gunung, pencemaran limbah industri, pembuangan sampah, penggundulan hutan, penghijauan hutan dan sebagainya, maka Anda harus memahami semuanya itu.
20
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
MENGUJI PUISI
K
arya penyair yang disebut puisi itu, jika sudah jadi apalagi sudah dipublikasi, akan dinilai orang lain (pembaca). Meskipun hanya membaca biasa, orang sambil menikmati juga melakukan penilaian. Penilaian yang dilakukan oleh pembaca biasa itu berbeda dengan penilaian seorang kritikus sastra. Seorang kritikus sastra akan menilai dengan serius, tekun, teliti, analitis dan kritis. Sebaiknya, sebelum karya dinilai orang lain lebih dulu dinilai oleh diri sendiri. Caranya ialah dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai karya puisi tersebut. Beberapa pertanyaan antara lain: 1. Sejujurnya puisi itu sudah memuaskan Anda atau belum? 2. Apakah puisi itu menyentuh perasaan pembaca atau tidak? 3. Apakah bahasa puisi itu sudah literer atau masih bahasa biasa? 4. Apakah isi puisi itu tidak menganiaya perasaan orang lain? 5. Apakah isi puisi tidak berlawanan dengan ajaran moral? 6. Apakah isi puisi tidak melukai keyakinan orang lain? 7. Apakah isi puisi tidak memfitnah pribadi atau golongan lain? 8. Apakah isi puisi juga memberikan pencerahan? 9. Apakah puisi itu juga menaburkan percik-percik kebenaran? 10. Apakah puisi itu juga mempunyai setitik cahaya filosofis? Mungkin masih banyak lagi pertanyaan lain. Tetapi kita tahu, bahwa tidak mungkin satu judul puisi menjawab pertanyaan sebanyak dan seberat itu. Sedikit pun nilai kebajikan terkandung dalam puisi lumayan sudah. Ibaratnya, setetes air bersih di tengah gurun gersang, berguna untuk membasahi tenggorokan kita.
MENGURAI PUISI
M
engurai puisi atau membuat analisis puisi sangat perlu bagi setiap penyair, seperti juga bagi setiap kritikus puisi. Maka juga penting bagi setiap penyair latihan mengurai puisi, baik puisi karya sendiri maupun puisi karya orang lain. Buatlah analisis setajam mungkin, sedetil mungkin dan seteliti mungkin. Jika Anda bisa melakukan analisis yang tajam terhadap karya orang lain, Anda juga harus melakukan hal sama terhadap karya sendiri. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
21
Marilah kita berlatih membahas puisi. Kali ini yang kita bicarakan adalah puisi karya penyair Subagio Sastrowardojo: Kubu Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini ada bayi mati kelaparan atau seorang istri bunuh diri karena sepi atau setengah rakyat terserang wabah sakit – barangkali dekat sini atau jauh di kampung orang, Tak ada alasan untuk bergembira selama masih Ada orang menangis di hati atau berteriak serak Minta merdeka sebagai manusia yang terhormat dan berpribadi Barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang Inilah saatnya untuk berdiam diri dan berdoa Untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata Dekat dinding kubu dan menanti. Baris-baris kalimat puisi Subagio ini panjang-panjang. Empat baris pertama, sebetulnya hanyalah satu kalimat panjang. Jika membaca secara vocal, pembaca bisa putus nafas atau tersedak. Untunglah kalimat panjang itu dipotong menjadi empat baris. Bahasa yang digunakan Subagio terang benderang. Nyaris tanpa metafora. Sebab semua kata adalah kata dari bahasa biasa, bahasa harian. Karena itu kita seperti membaca prosa, bukan puisi. Namun demikian karya itu tetap puisi karena penyairnya masih menjaga kehadiran irama puitik. Caranya dengan mengadakan beberapa kali pengulangan. Pertama, pengulangan kalimat “Barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang.” Kedua penyair melakukan pemenggalan secara tepat dan teratur, sehingga ritme tetap terjaga dalam puisi itu. Ketiga, penyair meskipun dengan bahasa yang tegas lugas tidak secara murah mengobral makna puisi ini. Sebab puisi memang bukan slogan. Bacalah kalimat ini: “Untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata dekat dinding kubu dan menanti.” Senjata untuk apa? Menanti saat untuk apa? Penyair tidak menjelaskan. Ia paham benar, bahwa pembaca pasti sangat tahu jawabnya. Senjata adalah alat perlawanan. Menanti apa? Pastilah menanti datangnya saat yang tepat untuk untuk melancarkan perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan.
22
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Bisalah disimpulkan, bahwa penyair dalam puisi ini lebih mementingkan isi atau misi dan tidak terlalu mementingkan keindahan bahasa puisinya. Namun harap diingat, bahwa tidak semua puisi Subagio bersifat demikian. Banyak di antara karya puisinya yang enak dibaca, tetapi sulit dipahami makna atau isinya yang hakiki. Dengan kata lain, karya setiap penyair tidaklah tetap. Tidak mungkin stabil. Ada karyanya yang kuat sekali, ada pula karyanya yang kurang kuat, dalam arti kurang berhasil. Mungkin sekali demikian pula kepribadian Anda sebagai penyair. Ada puisinya yang cemerlang, ada pula yang sedang-sedang saja. Tentu itu ditentukan oleh banyak faktor. Mungkin faktor keadaan, ketenangan suasana. Mungkin faktor mood (suasana hati), mungkin juga masalah penguasaan penyair terhadap masalahnya.
PRODUKTIVITAS
M
akin produktif Anda menulis puisi makin mahir Anda menulis puisi. Ibaratnya, pisau yang selalu terasah, akan semakin tajam. Ketajaman pemikiran, ketajaman berbahasa, itulah yang membuat penyair menghasilkan karya yang ideal. Sebaliknya, jika Anda menulis hanya sebagai sambilan, hanya akan menghasilkan puisi kelas sambilan. Demikian juga dengan pelukis. Pelukis yang melukis pada hari Minggu disebut Pelukis Mingguan (Sunday Painter). Kalau kemudian ada Sunday Painter yang jadi hebat dan mashur di dunia, itu karena sang pelukis sudah mengubah diri jadi pelukis professional. Karena itu berkaryalah sesering mungkin, sebanyak mungkin. Misalkan satu hari Anda menulis satu puisi. Satu bulan menghasilkan 30 puisi. Dari tiga puluh judul, jika Anda mendapatkan tiga puisi yang baik, itu pun sudah baik sekali. Untuk mengatakan puisi yang baik dan tidak baik, tentu Anda telah mengujinya sendiri, sebelum dinilai orang lain. Jangan lupa, semakin produktif, Anda juga harus semakin ketat menjaga kualitas puisi Anda. Penyair yang tidak rajin berkarya, akan sangat merugi dalam hidupnya. Sebab tidak mungkin menerbitkan (baca: menjual) puisi satu atau dua lembar saja, satu atau dua judul saja. Lalu bagaimana penyair bisa hidup? Penyair akan terhormat jika puisinya terbit dalam bentuk buku, tebal dan indah. Ingat, karya puisi yang sudah dimuat di media-massa, hak ciptanya tetap berada di tangan sang penyair itu sendiri. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
23
Perlu segera diingatkan di sini, bahwa produktif tidak berarti hanya mengejar jumlah saja. Jika perlu, carilah penasihat, atau semacam konsultan untuk menilai puisi-puisi Anda. Sudah lazim, bahwa kalangan seniman mempunyai kelompok-kelompok sendiri, yang sangat berguna untuk kemajuan bersama, lewat diskusi, debat dan sebagainya. Komunitas yang demikian memang sangat diperlukan.
MEMBACA PUISI DUNIA
P
ara penyair junior maupun senior perlu sekali membaca-baca puisi kelas dunia. Hampir seluruh Negara di dunia memiliki penyair yang kondang. Ini penting untuk memperluas wawasan kita tentang puisi dunia. Selain itu membaca puisi-puisi yang bagus seringkali mendatangkan inspirasi bagi kita. Beberapa penyair yang karyanya perlu kita pelajari dan kita nikmati, bisa kita catat namanya, dari berbagai belahan dunia. Amerika Serikat: Emily Dickinson T.S. Eliot Raplh Waldo Emerson Henry David Thoreau Dorothy Parker Maya Angelou Louisa May Akoott Australia: Banyo Paterson Henry Lawson Oodqeroo Noonuccal Henry Kendall Dorothy Mackellar Adam Linsay Gordon Eropa: Sophia de Melo Breyner Eugenio de Andrade Angel Gonzalez
24
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Jacques Dupin, Pier Paolo Pasolini Andrea Zanzoto Rutger Kopland Ingebor Bachman Czeslaw Milosz Wislawa Szimborska Paul Celan Marin Sorescu Andrei Voznesensky Yevgeny Yevtushenko Joseph Brodsky Timur Tengah Adonis Mahmoud Darwish Dahlia Ravikovitch Afrika Leopold Sedar Senghor Kofi Awoonor
Christopher Okibo Wole Soyinka Deninis Brutus Asia Taslima Nasrin Jayanta Mahapatra Bei Dao Shuntaro Tanikawa Amerika Latin Octavia Paz Pablo Neruda Carlos Dummond de Andrade Karibia Heberto Fadila Aime Cesaire Lorna Goodison Derek Walcott
Hutan Bakau Penjaga Pulau Jangan, jangan dibabat pohon-pohon bakau Biarkan tumbuh meluas sepanjang pantai Biarkan akar dan batang berjalin menjaga pulau Biarlah lautan kian indah permai Hutan bakau rimbun nan rindang Pelindung suhu alir alur air pantai Domisili kawanan aneka ikan dan udang Burung-burung tinggal bersarang damai Jangan ditimbun hutan bakau Hutan digdaya pengkekar pulau-pulau Menjaga tepian daratan Menambah makmur hasil lautan Karya Naning Pranoto SENI MENULIS SASTRA HIJAU
25
Daftar Pustaka Anwar, Chairil, Deru Tjampur Debu, Yayasan Pembangunan, Jakarta, 1966 Hamzah, Amir, Nyanyi Sunyi, Penerbit Dian Rakjat, Jakarta, 1985 Heidegger, Martin, On The Way to Language, Harper San Francisco, 1982 Heidegger, Martin, Poetry, Language, Thought, translated by Albert Hosstadter, Harper & Row, 1971 Mclatchy, J.D., (Ed)., The Vintage Book of Contemprary World Poetry, Vintage Book, New York, 1966 Mohamad, Goenawan, Interlude, Yayasan Indonesia, Jakarta, 1973 Sudyarto DS, Sides, Dkk, Suara-Suara Rakyat Kecil, Kumpulan Puisi Bersama, Rayakultura, Bogor, 2010 Sudyarto DS, Sides, Pemikir dan Penyair, Rayakultura, Bogor, 2011 Situmorang, Sitor, Surat Kertas Hijau, Pustaka Rakjat NV, Djakarta 1953. Internet: www.famouspoetsandpoem.com
26
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Jurus Menulis Novel
Jurus Menulis Novel
SEKILAS: PENGERTIAN NOVEL
D
efinisi novel? Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan, novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya, menonjolkan, perilaku, watak dan sifat setiap pelakunya. Menurut teori creative writing, novel merupakan karya fiksi yang panjang, disajikan dengan sistem narasi dan dialog, berisi permasalahan (konflik yang disajikan) lebih kompleks daripada cerita pendek (cerpen). Ada dua jenis novel, yaitu novel pendek disebut novelet dan novel panjang lazim disebut novel. Novel pendek atau novelet terdiri antara 25.000 – 75.000/80.000 kata. Novel panjang terdiri dari 80.000 kata hingga ratusan ribu kata. Novel yang ideal cukup terdiri dari 80.000 – 250.000 kata. Materi novel dapat dikembangkan dari cerpen, yang terdiri dari 3.000 – 10.000 kata. Sedangkan cerpen mini yang disebut flash hanya terdiri dari 100 – 750 kata. Meskipun sangat pendek, cerita yang disajikan tidak selalu sederhana. Bahkan, sastrawan agung Rusia - Anton Chekhov mampu menulis cerpen hanya terdiri dari puluhan kata, tapi sangat filosofis. Untuk menikmati karya cerpen Anton Chekhov bisa ditelusuri di www.google.com telusuri List of Short Stories by Anton Chekhov. Yang paling komplit di Wikipedia. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
27
Novel berasal dari kata novella – bahasa Itali yang berarti sebuah kisah. Ada sekitar 13 jenis novel, yang dibahas dalam buku ini adalah kisah yang diangkat dari realita kehidupan atau disebut novel realitas. Novel jenis ini termasuk dalam genre novel modern (fact-fiction). Ilustrasi penciptaannya demikian:
Pengendapan dan mengolah ide
Proses kreatif dan menulis
Ide Realita Sekitar kita
Agar pengolahan ide dapat sematang mungkin dan menghasilkan plot yang mengalir, perlu mengajukan pertanyaan dengan rumus 5 (lima) W (Who, What, When, Where, Why) + 1 (satu) H (How). Berikut ini paparannya: Who?
Characters – Siapa saja pelakunya?
What?
Story and Conflict (-) Cerita apa yang disajikan dan bagaimana konfliknya?
When?
Time (Setting) (-) Kapan terjadinya cerita tersebut?
Where?
Place/Location (Setting) (-) Di mana saja berlangsung cerita tersebut?
Why?
Charanters’ Motivation (-) Mengapa? Apa motivasi para pelakunya berbuat Demikian?
How?
Resolve its conflict (-) Bagaimana mengatasi konflik yang ada Ending cerita
Jawablah pertanyaan tersebut dengan yakin, dikaitkan dengan misi Sastra Hijau yang menyuarakan penyelamatan bumi. Kemudian dilanjutkan dengan plotting. Duduk tenang, konsentrasi dan siapkan kertas serta pen untuk melakukan plotting.
28
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
ELEMEN NOVEL Elemen novel terdiri dari: 1. Plot; 2. Sudut pandang (Gaya bercerita); 3. Tokoh/Pelaku; 4. Konflik (Internal dan Eksternal); 5. Setting (Tempat dan Waktu); 6. Mood.
M
asing-masing elemen mempolakan perasaan dan pikiran pengarang dalam proses menulis. Jika ada pihak yang mengatakan, mau menulis novel tidak perlu mengikuti ‘pola’ atau tanpa pola itu, tidak salah. Tapi apa jadinya tulisan yang tidak dipolakan lebih dahulu? Sangat mungkin hasilnya akan acak-acakan alias tidak runtut dan dalam jargon creative writing disebut jumble. Jika tidak jumble, lazimnya akan menghadapi writer’s block (kebuntuan) pada saat tahap penyelesaian. Hasilnya? Novel tidak terselesaikan. Banyak pengarang pemula yang mengeluh, menulis novel begitu sulit. Padahal jika melakukannya dengan langkah memplotting – mempolakannya lebih dahulu cerita yang akan ditulisnya, segalanya akan berjalan lancar dan smooth. Plot adalah alur cerita, berupa ‘benang emas kreativitas’ untuk mengalirkan jalannya cerita yang disajikan dari hasil pengendapan dan pengolahan ide. Plot yang ideal dihasilkan dari proses kreatif yang disebut plotting. Proses plotting, yang bekerja adalah pikiran untuk memvisualisasikan cerita yang akan ditulis. Yang dimaksud ‘pikiran’ di sini adalah untuk membentuk suatu kenalaran (logika dalam bercerita) walau faktanya materi yang ditulis sebagai novel merupakan ide bersumber dari realita kehidupan dipadu dengan imajinasi. Tegasnya, walau sifatnya karangan tapi harus masuk akal - logis! Proses plotting yang indah dan produktif, melalui draft ditulis tangan. Persiapkan beberapa lembar kertas dan alat tulis untuk melakukan plotting, Berikut ini contoh plotting yang dilakukan sastrawan dan ahli bahasa dari Itali, Umberto Eco yang dikenal seluruh di dunia ketika menulis novel berjudul The Name of The Rose:
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
29
Perhatikan draft tersebut di atas, tidak rapi dan ada beberapa coretan. Agar tidak menganggu konsentrasi dan proses kreatif, saat membuat draft jika ada yang salah tidak perlu dihapus dengan penghapus, cukup dicoret saja. Jauhkan penghapus jenis apa pun agar tidak digunakan. Proses menghapus dengan alat penghapus pada saat menulis benar-benar menganggu proses kreatif. Draft digunakan oleh pengarang untuk ‘contekan’ pada saat menulis. Maka, jagalah agar draft yang telah dibuat dengan susah-payah dan jelimet jangan sampai terselip apalagi hilang. Seyogyanya, draft ditempel di tembok ruang kerja atau ditulis dalam buku khusus. Hindari menulis draft dengan pensil, karena akan terhapus. Gunakan tinta hitam untuk menulis draft, agar tulisan jelas. Hal-hal yang perlu di plotting untuk menulis novel, agar cerita yang tersaji mengalir, meliputi: 1. Tema cerita (mengacu pada misi Sastra Hijau) 2. Kelancaran aliran cerita 3. Tokoh-tokoh yang akan dihadirkan dalam cerita (tetapkan cocok dan karakternya. Dalam contoh tersebut di atas, Umberto melukis sosok sentral dari novel yang ditulisnya) 4. Setting (tempat/panggung cerita terjadi/berlangsung dan waktunya) dikaitkan dengan lingkungan yang ada kaitannya dengan penyelamatan bumi.
30
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
5. Eksposisi konflik yang dilandasi: imajinasi yang kuat, perasaan yang dalam dan penghayatan yang sungguh-sungguh. Misalnya, menggu nakan metafora. Berikut ini bagan sederhana mengenai eksplorasi pelukisan perasaan: ABSTRACT
CONCRETE
DESCRIPTION: Using the senses: 1. Sight 2. Hearing 3. Touch 4. Smell 5. Taste
}
Ideogrammatic therefore has the most descriptive words Uses tautology, metaphors, similies
Catatan: Deskripsikan: pandangan, pendengaran, sentuhan (menggunakan kata-kata) dan bau/aroma dan rasa ( menggunakan metafora) SENI MENULIS SASTRA HIJAU
31
6. Buat bagan ekpsosisi, berikut ini contoh yang paling sederhana: Climax Rising Action
Exposition
Falling Action
Denouement
Perhatikan struktur plotting untuk mengekspose konflik: dimunculkan sejak awal (exposition), kemudian ditingkatkan (raising action), selanjutnya mencapai klimaks (climax), berikutnya antiklimaks (falling action). Pada akhirnya: menuju titik penyelesaian (denouement). 7. Untuk menguatkan konflik, pengarang hendaknya melukiskan mimik para tokohnya pada saat mereka perang batin dan perang mulut. Berikut ini aneka mimik yang dapat digunakan untuk latihan pelukisan konflik melalui ekspresi wajah.
32
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
SENI MENGEKSPLORASI IMAJINASI
M
enurut Susan Barber, seorang pengajar creative writing di Kanada mengatakan, “Imajinasi adalah pikiran yang melayang-layang, kemudian menembus ke dalam memori, menyentuh emosi dan menimbulkan persepsi – membentuk sesuatu yang baru sebagai pemicu berkreativitas.” Macmillan Dictionary mendefinisikan imajinasi demikian: Tindakan atau kekuatan yang membentuk suatu citra atau gambar dari apa yang tidak pernah ada di tengah-tengah kita. Atau, sesuatu yang hadir pada seseorang, buah dari pemikiran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (–) imajinasi dijelaskan sebagai khayalan.
IMAJINASI MODAL BERPRESTASI
H
enry Miller – sastrawan dan pelukis Amerika Serikat menegaskan bahwa imajinasi itu merupakan suara yang berani. Maksudnya, berani mengungkapkan segalanya, semuanya. Carl Sagan, ilmuwan Amerika Serikat yang dikenal sebagai pengarang novel fiksi, beranggapan imajinasi itu sesuatu yang sangat indah dan menakjubkan, “Imajinasi membawa kita ke dunia yang lain yang tidak pernah ada. Tapi kita merasa bisa ke mana-mana dan berada di mana-mana.” Menurut Simone Weil, filsuf dan penulis Perancis, jika seseorang mampu berimajinasi dan ingin menulis sebuah fiksi, berarti ia telah menyelesaikan tiga-perempat dari karyanya. Anne Freud, putri tokoh psikoanalisis Sigmund Frued berpendapat bahwa imajinasi itu ‘biji’ dari pemikiran kreatif. Fungsinya, selain modal untuk berkarya (–) menciptakan sesuatu, juga merupakan semacam senjata untuk berprestasi. Imajinasi juga senjata untuk pertahanan hidup yang keras penuh persaingan. Maka dapat disimpulkan, orang yang imajinatif lebih mampu berkreasi daripada orang yang biasa-biasa saja. Imajinasi merupakan modal berprestasi.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
33
Imajinasi: Suara Kecil yang Membahana Kenzaburo Oe
I
manijasi itu sulit didefinisikan, tapi percayalah setiap orang bisa melakukannya, untuk menciptakan karya fiksi (–) demikian antara lain pendapat Kenzaburo Oe, sastrawan Jepang yang pernah memenangi Nobel Sastra tahun 1994. Lebih lanjut ia membagi pengalamannya, “Berimajinasi positif dan produktif jika itu untuk perdamaian dunia dan menselaraskan kehidupan manusia yang kini tampak kurang teratur. Wujudkan, imajinasi itu melalui kalimat-kalimat puitis agar suaranya membahana ke seluruh dunia.” Tegasnya. Kenzaburo Oe dikenal sebagai pengarang yang banyak menulis tentang kisah-kisah mengenai ‘harga’ martabat manusia. Ia anti perang dan kampanye untuk hal yang tak terpuji itu, Ia juga menulis tentang bejatnya manusia yang meninggalkan ajaran moral. Maka tak heranlah, jika karya-karya novelnya yang ditulis dengan bahasa Jepang hampir seluruhnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan beberapa bahasa asing lainnya. Penulis pernah membaca salah satu karyanya yang berjudul An Acho of Heaven. Seseorang yang merasa sulit berimajinasi, dapat melakukan beberapa hal. Michals Duane (–) fotografer Amerika Serikat memberi saran, “Percayalah
34
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
bahwa suara-suara kecil di kepala Anda mengatakan (–) sesuatu yang menarik, bahkan menakjubkan untuk Anda wujudkan dalam bentuk karya.” Pernahkah Anda mendengar ‘suara kecil’ itu? Jika Anda orang yang selalu sibuk dan sibuk, jarang merenung apalagi berkontemplasi, tentu sulit mendengar ‘suara kecil’ itu. Karena ‘suara kecil’ itu hanya didengar oleh mereka yang peka. Ciri-ciri orang peka berdasarkan teori creative writing adalah: orang yang bisa melihat apa yang mata tidak bisa melihat. Juga, bisa mendengar apa yang telinga tidak bisa mendengar. Selain itu, bisa merasakan apa yang hati tidak bisa merasakan.
MENGGUGAH IMAJINASI
P
ada dasarnya, semua orang memiliki daya imajinasi (–) demikian pendapat Ann Freud. Tapi hanya sedikit orang yang mau menggunakannya secara optimal. Bahkan relatif banyak orang yang membiarkan daya imajinasinya tidur pulas, karena kesibukannya memikirkan hal-hal yang bersifat material bernilai uang atau kekayaan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan dari manusia budaya (cultural man) menjadi manusia ekonomi (homo econimicus) (–) bahkan menjadi binatang ekonomi. Perubahan tersebut perlahan-lahan tapi pasti, mengikis nilai-nilai kemanusiaan antara lain kepekaannya. Sehingga membuat banyak orang yang kehilangan perasaan termasuk rasa malu. Jika hal ini dibiarkan, maka akan menghancurkan peradaban manusia (–) demikian keresahan yang diungkapkan oleh Bronilaw Malinowski dalam bukunya yang berjudul A Scientifc Theory of Culture. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
35
Diharapkan, para seniman dan sastrawan serta budayawan mampu menahan kehancuran tersebut melalui karya-karyanya yang dilandasi daya imajinasi yang kuat sebagai modal berkreativitas. Untuk meningkatkan daya imajinasi diperlukan beberapa usaha untuk menggugah imajinasi antara lain dengan cara: 1. Banyak membaca buku yang bermisikan filsafat, kebudayaan dan bersifat humanis; 2. Melihat berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kita, bahkan peristiwa berlingkup dunia dengan nurani dan mata hati – bukan hanya berdasarkan hukum ekonomi: untungrugi; 3. Banyak melakukan traveling menikmati keindahan dan keajaiban alam yang diciptakan Sang Maha Pencipta; 4. Mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa melalui ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing; 5. Percaya, bahwa imajinasi itu telah penting dari pada ilmu pengetahuan – seperti yang dikatakan genius Albert Einstien. Mengapa? Karena ilmu pengetahuan itu terbatas dan imajinasi melingkupi dunia; 6. Bagi Anda yang berminat menulis novel bernilai, perlu membaca karya-karya novel pengarang yang telah teruji kualitasnya secara nasional (pengarang nasional) maupun internasional (pengarang kelas internasional). Karena karya mereka ini adalah guru bagi kita untuk menjadi yang terbaik dan bermartabat; 7. Mulai dengan: Membaca dan membaca. Karya adalah buah dari proses berimajinasi. Untuk menulis novel, imajinasi membuahkan ide. Selanjutnya, ide ditulis menjadi sebuah cerita melalui narasi yang memikat. Resepnya? Pilihlah kata yang tepat dan ekspresif, sesuai dengan tema cerita yang disajikan.
36
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Ide dan pemilihan kata yang tepat merupakan proses kreatif yang utama. Keduanya akan melesat bak anak panah untuk menembus jantung pembaca agar bersimpati pada karya yang disajikan oleh pengarangnya. Dalam hal ini kalimat-kalimat kreatif diperlukan (–) yaitu kalimat yang tidak hanya indah saja, tapi ketika dibaca menimbulkan daya imajinasi pada pembacanya. Dalam proses menulis novel yang bernafaskan Sastra Hijau, pengarang perlu membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan lingkungan, isu penyelamatan bumi, tentang air, hutan dan ragam serta karakternya, sungai, flora-fauna, peta dunia, hingga permasalahan sampah dan daur ulang. Tentu saja, membaca, mengamati perjuangan para aktivis penyelamat lingkungan. Lebih baik lagi terlibat dengan kegiatan mereka ini. Sehingga benar-benar bisa masuk dalam dunia ‘hijau’ dan seluk-beluknya. Proses membaca dan keterlibatan aktif di dunia ‘hijau’ selain menambah wawasan, menajamkan kesadaran cinta terhadap bumi, juga proses pengkayaan kosa kata. Khususnya kata-kata yang dianggap penting, untuk mewujudkan ide buah dari berimajinasi untuk menulis Sastra Hijau. Sebab, banyak sekali kata-kata baru yang digunakan untuk menulis cerita, di mana kata-kata tersebut khas (ada jargonjargonnya) untuk penulisan masalah lingkungan dan dinamika solusinya. Misalnya, ketika Frank Herbert menulis novelnya yang berjudul Dune (Bukit Pasir) - fiksi ilmu ekologi, maka ia pun paham betul bagaimana karakter lingkungan dune, juga seperti apa Frank Herbert tokoh-tokohnya yang pas untuk ditampilkan. Maka Dune menjadi novel klasik yang telah menyuarakan tentang gurun sejak puluhan tahun yang lalu. Novel ini dianggap sebagai pioner Sastra Hijau dan dikategorikan novel terlaris sepanjang masa.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
37
Berikut ini ilustrasi proses penghimpunan kata untuk bahan menulis:
Writing 1: Menulis ide Writing 2: Menghimpun kata-kata yang dipilih untuk menulis cerita yang bersumber pada ide yang telah ditemukan Tahap selanjutnya, melalui proses berikut: 1). Menemukan ide dari buah berimajinasi; 2). Membuat draft; 3). Menulis dan Merivisi; 4). Membaca dan mengevaluasi; 5). Mengedit dan ‘mempoles’ dan tahap akhir 6): Karya siap diterbitkan.
Brainstorm Find your idea
Draft Get it down on paper
Revise Rework your piece
Review Evaluate and get feedback
Polish Edit and check your writing
PUBLISH Share the final product
38
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Untuk menemukan ide-ide bisa dipancing dengan gambargambar atau mengunjungi langsung (on the spot), survei atau studi pustaka yang ada kaitannya dengan obyek yang akan ditulis sebagai bahan cerita. Penulis, biasanya melakukan semuanya. Melelahkan? O, tidak. Proses ini sangat menarik untuk dijalani, apalagi jika penuh tantangan. Saat memperoleh apa yang dicari, rasanya puas dan itu makin mengobarkan semangat menulis.
MENGGALI IDE Sebuah bintang berkelip adalah keindahan yang bisa dijadikan awal sebuah cerita. William Shakespeare - Sastrawan/ Dramawan Agung, Inggris Mencari yang baru dan terus mencari yang baru agar jangan seperti pohon pisang, hanya sekali berguna. Saya tidak mau jadi pohon pisang. Sutan takdir Alisjahbana (STA)Sastrawan Indonesia Menulis dapat dimulai dari hal-hal sederhana, tentang diri kita. Pada Dasarnya, tubuh dan jiwa adalah sumber cerita. Alam semesta dihadirkan untuk membingkainya. James W. Pennerbaker - Penulis dan Psikologi, Amerika Serikat Jika mawar telah layu dan taman bunga pun telah musnah, ke manakah kita mencari harumnya mawar? dalam air mawar. Jalaluddin Rumi - Sastrawan Sufi - Persia Setiap hari, semua orang berpapasan dengan seribu ide cerita.Seorang pengarang yang cerdas akan melihat paling tidak lima atau enam ide cerita dari seribu yang ada. Kebanyakan orang tidak melihat apapun dari seribu ide yang ada. Orson Scott Card - Novelis dan Kritikus Sastra, Amerika Serikat Berbagai ide tiba-tiba muncul saat saya membacakan hal-hal yang bertentangan dalam buku sejarah atau surat kabar. Toni Morrison - Sastrawati, Amerika Serikat (Pemenang Nobel Sastra)
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
39
PIRAMIDA CERITA
U
ntuk menghindari alur cerita agar tidak mudlle and jumble (acak-acakan) Lauire E. Rokazis, Ph.D - seorang pakar creative writing memberi saran, agar kita membuat diagram lebih dahulu. Diagram yang dibuat berbentuk piramida, ia sebut sebagai story triangle. Berikut ini paparannnya: 1 2 3 4 5 6 7 8 Pelaku – Setting –Konflik –Resolusi 1. Tulis nama pelaku utama → 1 (satu) kata 2. Lukiskan karakter pelaku tersebut seperti apa → 2 (dua) kata 3. Lukiskan setting di mana terjadinya cerita → 3 (tiga) kata 4. Ceritakan pokok masalah dari cerita yang disajikan → 4 (empat) kata 5. Ceritakan masalah pertama dari Butir 4 → 5 (lima) kata 6. Ceritakan masalah kedua dari Butir 4 → 6 (enam) kata 7. Ceritakan masalah ketiga dari Butir 4 → 7 (tujuh) kata 8. Ceritakan resolusi/penyelesaian masalah yang ada → 8 (delapan) kata Dari Piramida tersebut dapat disimpulkan dengan rangkaian sbb: Pelaku – Setting – Konflik – Resolusi.
40
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Puisi Hijau Karya Emily Dickinson Diterjemahkan oleh Sides Sudyarto DS
Letter To The World This is my letter to the world That never wrote to me The Simple news that Nature told With tender majesty Ini suratku kepada dunia yang tak pernah bersurat kepadaku Tentang warta sederhana sabda Alam dengan kemuliaan nan lembut Her message is commited To hand i can not see for love of her, sweet countrymen judge tenderly, of me! Pesannya kukuh sungguh kepada tangan-tangan tak tampak Untuk cintanya, warga dusun berjiwa manis Meneraju diriku dengan kelembutannya *
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
41
MENATA SETTING
S
etting, sebagai ‘tempat’ untuk menggelar cerita yang disajikan. Pengertian kedua, setting adalah ‘waktu’ (–) terjadinya peristiwa demi peristiwa dalam cerita yang disajikan. Setting tempat dapat dibuat fiktif (hanya karangan), demikian juga dengan setting waktu. Tapi yang terbaik setting tempat adalah yang real. Hal ini memberi nilai plus kepada pembaca, karena banyak pembaca yang suka diajak ‘bertamasya’. Selain itu, cerita yang disajikan lebih bernas, berisi wawasan.
Gunakan lah setting yang sesungguhnya (real-setting), misalnya: gunung, hutan tropis, hutan gundul atau hutan lindung
Hutan yang digunduli, potret kepedihan derita bumi
42
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Sejak awal menulis fiksi, penulis selalu menggunakan setting real, tempat-tempat yang pernah penulis kunjungi di berbagai negara dan berkesempatan menetap beberapa saat. Penulis merasa homy dan puas dalam menuliskannya. Karena tidak hanya menulis – melukiskan tempat (a place) saja, tapi juga sekaligus setting waktu (berbagai musim), mempresentasikan manusia dan budayanya dari berbagai aspeknya. Maka, karya yang dihasilkannya menjadi utuh. Tapi, pengalaman berkunjung dan tinggal di tempat yang pernah penulis kunjungi tidaklah cukup memadai untuk menuliskannya sebagai setting karya fiksi. Untuk melengkapinya penulis membaca berbagai buku referensi yang ada kaitannya dengan setting yang sedang digarapnya. Sebagai contoh, novel Wajah Sebuah Vagina yang pernah penulis tulis (menjadi buku laris), selain menggunakan setting Australia, juga Afrika Selatan. Penulis membaca tentang Afrika Selatan, khususnya lokasi-lokasi pertambangan emas dari sekitar 20 judul buku, ditambah browsing. Usaha ini dilakukan untuk menghidupkan setting, karena penulis belum pernah mengunjungi Afrika Selatan. Dari referensi 20 buku tersebut, penulis juga mempelari tentang suku Zulu, termasuk beberapa kata bahasa mereka. Bicara tentang setting tidak bisa dilepaskan dengan manusia dan budayanya, sebagai tokoh-tokoh yang kita tampilkan dalam cerita. Itulah sebabnya, penentuan setting harus dipertimbangan masak-masak, kemudian ditata seapik mungkin, agar masuk akal – tidak tergiring menulis dongeng ‘antah-berantah’ Berikut ini ilustrasi setting tempat dan setting waktu yang harus digenggam sebagai modal menulis. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
43
Mengurai Setting
Karya prosa tanpa setting akan menjadi bisu. Setting terdiri dari tempat dan waktu. Setting (tempat) terbagi menjadi beberapa wilayah: luas, sempit dan simbolis. Wilayah luas disebut lokasi: menunjukkan suatu negara atau kota. Contoh: Indonesia - Jakarta; Perancis - Paris, Australia - Melbourne; Amerika - New York dan sebagainya. Tempat dalam wilayah sempit luar ruangan (outdoor): taman, pasar sungai, sekolahan, gedung bioskop, kamar makan, kamar tidur, ruang tamu, dapur dan sebagainya. Tempat wilayah yang termasuk simbolis antara lain: dalam dada, di jantungku, di mataku, dalam bayang-bayangku, di luar bibirku dan sebagainya. Dalam cerita fantasi dan horor, setting tempat akan lebih variatif. Setting (waktu) terbagi dalam beberapa ruang waktu. Misalnya, dikaitkan dengan iklim: musim panas, musim dingin, musim gugur, musim semi, musim hujan, musim kemarau. Musim bisa juga dikaitkan dengan hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, hingga tahun. Demikian juga, waktu bisa dikaitkan dengan siklus bumi: menjelang fajar, fajar, pagi, siang, sore, malam, tengah malam, menjelang pagi dan sebagainya. Bila setting waktu dikaitkan dengan peristiwa besar bisa demikian: Perang Dunia II, Zaman Perjuangan Kemerdekaan, Zaman Penjajahan Jepang, Zaman Resesi, Saat krismon, Era Reformasi dan sebagainya. Waktu juga bisa dikaitkan dengan tumbuh kembang manusia: ketika balita, ketika menjelang remaja, memasuki manula dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan bencana alam misalnya peristiwa tsunami, gunung meletus, banjir bandang, kebakaran hutan dan sejenisnya.
44
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Setting waktu dan tempat akan terasa hidup dan menarik ketika disajikan dalam karya apabila pengarangnya memahaminya dengan baik. Sehingga ia mampu melukiskan demikian detail, menghanyutkan pembacanya. Maka perlu bagi pengarang untuk mengurangi lebih dahulu dalam lembar-lembar draft cerita sebelum menuliskannya. Setting simbolik lazimnya menggelitik perasaan pembacanya.
GOOD MOOD, BAD MOOD
N
ovel yang menarik untuk dibaca, selain materi ceritanya memikat, alur ceritanya mengalir (flowing) juga harus juicy. Sebuah novel dapat terasa juicy ketika dibaca harus ditulis dengan kata-kata selain indah, juga ekspresif. Pengarangnya, ketika menulis merasukkan emosinya ke dalam karyanya. Sehingga, menyentuh perasaan pembacanya. Maka proses tune in antara pengarang dan pembaca pun terjalin. Kondisi ini disebut ‘the we’: terjalin komunikasi antara pengarang dan pembaca melalui karyanya.
Karya juicy hanya bisa ditulis oleh pengarang dalam kondisi yang disebut in the good mood. Dalam kondisi yang sangat prima ini, pengarang bisa bekerja secara fokus, hingga membuatnya kreatif dan produktif. Momentum ini disebut pula sebagai the golden time – jam emas untuk berkarya. Sebaliknya, jika kondisi pengarang in the bad mood, maka karyanya akan jumble dan kering. Jika dilukiskan dalam bentuk diagram, kurang lebih seperti berikut ini kondisinya: SENI MENULIS SASTRA HIJAU
45
In the good mood
Mood adalah cuaca dan suasana hati. Dalam kondisi in the good mood, proses berkarya si pengarang bak berada dalam lingkaran yang memutar begitu indah. Sebaliknya, dalam kondisi in the bad mood, proses berkarya si pengarang bak berada dalam labirin yang memusingkan. Tentu saja, karya yang dihasilkan jauh berbeda, seperti bumi dan langit kualitasnya. Menjaga dan mengendalikan kondisi mood sangat diperlukan bagi pengarang yang berambisi membuahkan karya-karya yang ‘menyentuh’ pembaca.
In the bad mood
46
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Agar Tetap In the Good Mood... Asyik menulis... 1. Berpikir dikejar deadline untuk menyelesaikan karya besar yang mengangkat reputasi dan prestasi. 2. Memposisikan diri sebagai penanggung-jawab proyek besar, yang menyangkut keselamatan banyak orang. 3. Berpikir realistis bahwa berkarya itu tidak bergantung pada suasana hati (mood), tapi bagian dari hidup seperti jantung yang senantiasa berdetak. 4. Ingat saat-saat yang paling indah, paling menyenangkan agar perasaan senantiasa terbawa indah lalu masuk ke dalam ruang penuh pesona. 5. Lelah? Bosan? Dua lubang yang memperosokan siapa saja menjadi kontra produktif. Bebaskan dari ke dua lubang itu dengan cara memburu hal-hal yang baru: dijamin menarik. 6. Jumpai orang-orang yang bisa memberikan inspirasi melalui diskusi atau hanya bicara santai. 7. Bangun ‘tempat rekreasi’ di dalam rumah. Misalnya, membangun perpustakaan mini, studio musik, dapur unik, taman hijau - untuk melepas kepenatan hati. 8. Menulis bukan peristiwa candle light romantis....tapi, kontemplastis. 9. Pasang dalam dada kuat-kuat prinsip ini: karya adalah bagian dari sejarah tubuh yang akan ditinggalkan saat nafas berhenti. 10.Menulis adalah sebuah goal yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang kreatif dan cerdas. Maka, ia mampu mengendalikan dirinya dengan baik dan bijak. Ia tidak akan dikalahkan oleh suasana hati. Ia adalah pemenang. Jika kalah, dua gelar emasnya lenyap: kreatif dan cerdas. Ia pun menjadi bayang kering, batang tanpa bayang-bayang. Ia dalam gelap. Sungguh menakutkan... SENI MENULIS SASTRA HIJAU
47
AIR MATA DAN KEBUNTUAN MENULIS Pain, gives you gain! – pepatah Inggris.
P
enulis membenarkan pepatah tersebut. Ya, ‘rasa nyeri’ justru memberi berkah bagi pengarang dalam berkarya. Perasaan yang luka, perasaan yang nyeri menimbulkan ratapan. Bagi pengarang, ratapan bisa terungkapkan melalui kata-kata yang indah dan ketika dirangkai menjadi kalimat terasa begitu menyentuh pembacanya. Baik itu berupa puisi maupun prosa. Bahkan, kenyerian, kepiluan dan ratapan yang dituangkan dalam lirik lagu akan membuat pendengarnya meneteskan air mata.. Semua itu tercipta karena adanya kepekaan. Peka, peka dan peka, harus senantiasa membaluti perasaan seseorang yang berambisi menjadi pengarang unggul. Dari kepekaan yang ada, seorang pengarang mampu melihat bintang mengerling, angin menari-nari, matahari terseyum, ombak marah, rembulan kecewa, bunga-bunga tulip menitik air mata, mawar merah cemburu pada angrek yang tidak mudah layu, awan yang berang terhadap sayap-sayap pesawat terbang yang garang, merak jantan yang genit dan sebagainya. Kepekaan itu kadang membuat pengarang tersenyum, lain hari tercenung, terpesona, bergairah… dan tak jarang menitikkan air mata. Kepekaan membuat seorang pengarang menjadi sosok yang imaginatif, terpicu berkarya dan terus berkarya. Tapi, bukan berarti pengarang itu mampu terus menerus menulis. Ada kalanya mengalami kebuntuan, tidak mampu menulis. Atau, sedang menulis tiba-tiba berhenti karena terbentur kebuntuan yang seringkali membuat kecewa. Kasus kebuntuan disebut writer’s block. Ini tidak hanya menimpa pengarang pemula, tapi bisa juga menimpa pengarang ulung. Penyebabnya, bermacam-macam. Antara lain: kelelahan karena terlalu lama duduk mengarang, tubuh tidak fit atau sedang dilanda bad mood. Bagi pengarang pemula, yang masih sedikit pengalamannya dalam menulis, writer’s block dialaminya bisa jadi disebabkan antara lain: miskin kosa kata, kekurangan materi yang ditulisnya, tidak matang pada waktu plotting, meniru karya orang lain dan tidak terlalu berambisi punya karya. Nah, jika Anda mengalaminya, termasuk disebabkan oleh apa kira-kira?
48
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Bila seseorang mengalami kebuntuan, seyogyanya berhenti menulis. Gunakan waktu saat jeda menulis, untuk istirahat sambil menghirup kopi atau teh panas misalnya. Atau, duduk di pinggir kolam sambil memandangi bunga teratai? Aneka buah, misalnya apel atau jeruk yang Anda konsumsi akan membuat tubuh segar‌
Ngopi atau ngeteh untuk mengusir kebuntuan
Konsep persiapan menulis
Berbincang-bincang santai dengan teman, membicarakan karya yang sedang ditulis bisa membangkitkan gairah kembali menulis. Membaca bukubuku yang ada kaitannya dengan naskah yang sedang ditulis dan mengalami kebuntuan, akan memberi inspirasi dan kelancaran menulis terus berlanjut. Baik juga mendengarkan musik sweet-soft, akan membelai jiwa, memulihkan kesegaran dan produktivitas. Kemudian, menyiram tubuh dengan shower berair hangat: semangat menulis yang semula redup akan kembali menyala dan membuahkan karya.
PENDUKUNG KREATIVITAS
S
ituasi yang monoton dan pekerjaan yang bersifat rutin, akan menimbulkan kebosanan. Akibatnya, mematikan kreativitas. Jelas, kondisi seperti ini tidak menguntungkan bagi orang yang ingin menjadi pengarang, menulis novel. Seseorang dapat menghasilkan karya novel secara optimal, perlu didukung berbagai sarana dan situasi yang memadai tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi. Pendukung yang utama bagi seseorang yang ingin menjadi pengarang kreatif (-) dapat menulis dengan produktif adalah, rasa sayang dan hormat pada dirinya Sendiri. Caranya: SENI MENULIS SASTRA HIJAU
49
1) Membiasakan bergaya hidup sehat diawali dengan banyak mengkonsumsi air putih dan menghindari makanan manis berlemak; 2) Memprioritaskan membangun perpustakaan pribadi sebagai sumber inspirasi dan materi menulis; 3) Membiasakan diri menulis setiap hari minimal 1000 kata. Jika tidak memungkinkan menggunakan mesin tulis, menulislah dengan pen ( t u l i s tangan); 4) Luangkan waktu menyendiri, untuk berkontemplasi atau bermeditasi – agar pikiran dan jiwa senantiasa jernih untuk menciptakan good mood; 5) Sering berkunjung ke toko buku untuk melihat buku-buku terbitan terbaru – ini pemicu untuk terus berkarya; 6) Membuka diri terhadap siapa saja untuk berdiskusi – untuk memperkaya wawasan; 7) Jadilah ‘memburu’ bahan cerita dari orang-orang sekitar kita atau menjalin hubungan baru dengan orang-orang asing; 8) Segera temukan the golden time untuk berkarya dan tahap akhir; 9) Menjalin hubungan dengan berbagai penerbit – untuk menerbitkan karya-karya yang telah ditulis.
diawali dengan segelas air putih
50
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Kunjungi toko buku sesering mungkin
PROSES KREATIF Proses kreatif, merupakan action mewujudkan ide menjadi karya novel.
Tahap 1 – menggali ide, kemudian diolah menjadi bentuk: bak biji menjadi kecambah selanjutnya menjadi pohon yang diartikan karya novel.
Tahap 2 Sebelum novel ditulis, matangkan dulu materi yang akan ditulis melalui lembar-lembar plotting draft yang terdiri dari pencatatan: (a) Daftar para pelaku/tokoh-tokoh yang dihadirkan; (b) Penjabaran karakter para pelaku; (c) Setting (waktu dan tempat ; (d) Figurasi konflik/ekposisi daya tarik dan (e) Aliran alur aliran cerita: opening hingga ending dibuat mengalir atau disebut flowing. Agar alur dan isi cerita yang ditulis berjalan lancar dan konsisten sesuai dengan plotting draft, sebaiknya ditulis dulu sinopsisnya. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
51
STRATEGI CIPTA JUDUL Apa yang paling Anda sukai ketika mengunjungi toko buku? Dari 10 orang yang penulis interview, memberi jawaban: 6 (enam) orang mengaku paling suka membaca judul-judul buku, 3 (tiga) orang mengatakan paling suka melihat ilustrasi sampul buku dan 1 (satu) orang hanya menjawab: nyengir! Judul buku memang merupakan selling point untuk menarik pembaca, sebelum mereka membuka isi buku tersebut untuk memutuskan membeli atau tidak. Dalam teori creative writing, judul buku yang menarik disebut catchy. Akar kata catchy adalah to catch yang artinya menangkap. Jargon catchy diartikan: mudah ditangkap, mudah diingat karena menarik dan sekaligus mengundang ‘tanda tanya’ alias membuat pembaca penasaran: apa sih isi ceritanya? Berdasarkan teori creative writing, cipta judul agar catchy berpedoman pada rumus berikut ini: • Terdiri dari 1 (satu)–5 (lima) kata; • Pilih kata yang tepat, kuat dan ekspresif; • Jika perlu gunakan kata-kata yang mengundang kontroversial; • Menggunakan bahasa literer (bahasa yang baik dan indah, menimbulkan imajinasi pembacanya). Tentu saja untuk mencipta judul yang catchy tidaklah mudah, jika itu original (tidak meniru yang sudah ada). Sayangnya, tidak sedikit pengarang yang ‘suka’ mencipta judul dengan mengekor judul buku-buku laris. Tentu saja, tindakan mengekor ini tidak salah jika disebut sebagai ‘pengarang yang tidak kreatif’. Padahal, nilai unggul dan tidaknya seorang pengarang dinilai dari daya kreativitasnya dalam mencipta. Untuk mempertajam maupun meningkatkan daya kreativitas dalam mencipta karya fiksi - termasuk dalam cipta judul, perlu membaca karya-karya orang lain. Khususnya, karya-karya yang banyak diminati pembaca (maaf, dalam hal ini terlepas dari bobot atau nilai isinya).
52
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Berikut ini beberapa judul novel dikategorikan Sastra Hijau, jadi buku laris. Antara lain: 1. Big Wood – William Faulkner 2. The Living – Annie Dillard 3. Tarzan – Edgar Rice Burroughs 4. Cape Perdido – Marcia Muller 5. Dust – Charles Pellegrino 6. Blues – John Hersey 7. Snow Falling on Cedars – David Guterson 8. The Bingo Palace – Louise Erdrich 9. Dune – Frank Herbert 10. The Year of The Flood - Margaret Atwood Perhatikan, ke 10 judul yang dijadikan contoh oleh penulis. Silakan
dihitung, rata-rata hanya terdiri dari 2 (dua) hingga 3 (tiga) kata. Bahkan ada yang hanya menggunakan 1 (satu) kata, yaitu Dune karya Frans Herbert dan Blues karya John Hersey serta Dust karya Charles Pellegrino. Novel-novel super laris - non Sastra Hijau karya pengarang Indonesia juga menggunakan judul tidak lebih dari 3 (tiga) kata. Misalnya, novel Bumi Manusia, Saman, Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
53
Novel-novel karya Iwan Simatupang, sastrawan Indonesia yang karyanya sangat literer dan filosofis juga hanya menggunakan judul singkat. Misalnya: Kering, Ziarah dan Merahnya Merah. Dari pengamatan penulis, relatif banyak peserta creative writing workshop yang mencipta judul dengan menggunakan lebih dari lima kata. Bahkan ada yang menggunakan 17 kata, berupa kalimat panjang: KEKASIHKU ITU MENIPUKU, MENIPU AYAH-IBUKU, MENIPU MANTAN-MANTAN KEKASIHNYA, SANGAT MEMALUKAN AKU DAN MEMBUATKU PATAH HATI. Tentu saja judul tersebut bisa disederhanakan menjadi catchy, misalnya: NOKTAH HITAM KEKASIHKU atau JELAGA PENJARA JIWA. Judul itu bukan kalimat. Sebaliknya, kalimat bukan judul. Jika judul ditulis lebih dari satu kata, maka punya persamaan dengan kalimat yaitu: kumpulan kata. Yang membedakan antara judul dan kalimat adalah: • Kalimat: Kumpulan kata yang mengandung satu arti, terdiri dari Subyek (S) – Predikat (P) dan Obyek (O) → S - P - O • Judul (jika menggunakan lebih dari satu kata): Kumpulan kata yang mengandung multi makna/multi arti, tidak terdiri dari S - P - O • Jika kalimat hanya terdiri dari satu kata, biasanya itu kata benda atau kata sifat maupun kata keadaan: mati, panas, kekasih, cinta • Jika judul terdiri dari satu kata, lazimnya menggunakan nama orang atau kata sifat dan ada juga nama tempat
54
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Menulis, untuk Merdeka dan Menang Jangan pernah takut meningkatkan suara Anda untuk kejujuran dan kebenaran serta kasih sayang terhadap keadilan. Tujuannya? Agar, kerakusan tumbang. Jika orang di seluruh dunia melakukan ini, maka akan mengubah suasana bumi. William Faulkner - Sastrawan Amerika Serikat, Pelopor Sastra Hijau Anda bisa melakukan apa saja jika punya antusiasme. Karena antusiasme adalah ragi yang membuat harapan Anda bangkit untuk meraih bintang-bintang. Henry Ford - Pengusaha/Motivator, Amerika Serikat Pena adalah lidah pikiran. Miguel de Carvantes - Sastrawan, Spanyol Seseorang yang ingin terbang: hari pertama belajar berdiri, berjalan dan kemudian berlari. Selanjutnya, memanjat dan menari. Untuk bisa terbang, tidak langsung terbang. Untuk menulis, tidak langsung menulis. Friedrich Neitzsche - Filsuf dan Filolog, Jerman Menulis adalah ruang kebebasan bagi siapa saja: apa yang ingin ia tulis dan apa pula yang tidak ingin ia tulis. Jorge Luis Borges - Sastrawan, Amerika Latin Menulis adalah sebuah keberanian. Pramoedya Ananta Toer - Sastrawan, Indonesia
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
55
AKSI DAN DIKSI
K
ata-kata merupakan modal utama bagi pengarang. Tanpa memiliki katakata, proses menulis tidak akan terwujud. Jika seseorang serius ingin menjadi pengarang, apalagi menulis novel, maka harus kaya akan kosa kata. Untuk memperkaya kosa kata selain banyak membaca berbagai topik dan tema, juga membaca kamus berbagai bahasa dan kamus khusus berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Fungsinya, sebagai sumber diksi (–) pemilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan. Sehingga mencapai target yang diharapkan yaitu action (beraksi). Maksudnya, mampu melukiskan alur cerita dan menghidupkan tokoh-tokohnya dengan ekspresif. Plot akan mengalir lancar dan memikat pembaca. Novel ideal, terdiri dari narasi (penceritaan) dan dialog (percakapan para pelakunya). Narasi yang baik ditulis dengan bahasa yang naratif – mengalir. Panjang kalimat antara 8 (–)12 kata. Jika kalimatnya panjang, perlu sekali penggunaan tanda baca yang tepat agar pembaca tidak tersiksa pada saat membaca. Dialog – percakapan, menggunakan bahasa berdialek sesuai dengan latar belakang tokoh-tokoh yang ditampilkan. Di sinilah pentingnya bagi pengarang menguasai beberapa bahasa dan dialegnya. Dengan demikian, tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam karyanya akan terasa begitu hidup dan masing-masing membawa latar belakang kebudayaanya. Memperkaya Diksi: Banyak Membaca! Diksi (-) akar katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi diction. Kata kerja ini berarti: pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif. Sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya. Dalam sejarah bahasa, Aristoteles (-) filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam Peotics (-) salah satu karyanya. Seseorang akan mampu menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi puitis. Gagasan Aristoteles
56
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya. William Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilas zaman. Tapi, bukan berarti hanya karya-karya Shakespeare yang dapat dijadikan guru untuk belajar memperkaya diksi. Semua bacaan bermanfaat, tergantung keperluan masing-masing pihak sebagai penimba ilmu. Yang jelas, jika seseorang bercita-cita ingin menjadi pengarang unggul, banyak membaca adalah wajib. Buku-buku yang dibacanya harus bermutu. Standarnya? Bacalah karya-karya pengarang kelas dunia, khususnya karya para pemenang nobel sastra. Untuk menulis sastra hijau, banyaklah membaca karya-karya pengarang genre sastra tersebut. Caranya, antara lain mencari tahu juduljudul buku sastra hijau melalui www.google.com searching dengan kata kunci Green Literary dan Green Literature.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
57
MEMAHAMI TOKOH
K
eberadaan tokoh atau pelaku dalam suatu cerita sangat vital. Mengapa? Karena pelaku merupakan pembuat cerita (the story maker). Tanpa pelaku, cerita tidak akan ada. Oleh karena itu, tokoh harus diciptakan dengan serius, agar benar-benar hidup. Sehingga, pembaca akan menjumpai pelaku cerita sebagai makhluk hidup. Bahkan, bagian dari hidup pembaca yang mengidolakannya. Sebagai contoh, Edgar Rice Burroughs mampu menciptakan tokoh Tarzan yang begitu hidup dan menarik. Sehingga Tarzan mampu ‘menyuarakan’ suara Hutan Afrika berikut flora dan faunanya. Dalam cerita detektif, Agatha Christie mampu menciptakan tokoh Marple dan Poirot dalam serial novel detektif, J.K. Rowling mampu menciptakan tokoh Harry Potter dalam dongeng sihirnya, Carlo Collodi menciptakan tokoh Pinocchio yang bandel dan Miguel de Cervantes menciptakan tokoh satire Don Quixote (–) yang memikat ratusan juta pembaca di seluruh dunia. Tokoh yang mereka ciptakan disebut sebagai ‘tokoh cerita sepanjang masa’, karena fenomenal.
Agatha Christie
Miguel de Cervantes
Penciptaan tokoh dapat dikategorikan menjadi 4 (empat): a. Tokoh protagonis → tokoh utama berperilaku baik (putih) b. Tokoh antagonis → tokoh utama berperilaku tidak baik (hitam), konflik dengan tokoh protagonis c. Tokoh statis → tokoh yang selalu tampil datar (sama) sepanjang cerita d. Tokoh dinamis → tokoh yang berubah-ubah dan berkembang sepanjang cerita
58
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Dalam novel klasik, tokoh protagonis dan antagonis sangat jelas. Tapi, pada novel modern, tokoh-tokohnya tidak demikian. Melainkan lebih realistis, sesuai dengan kenyataan, bahwa tokoh itu tidak harus hitam putih. Mereka bisa berada dalam ‘garis’ abu-abu, tergantung olah perwatakan tokoh oleh pengarangnya. Dalam novel modern, watak tokoh digolongkan dalam 4 (empat) tipe: a. Tipe bundar: tokoh berwatak teguh, pekerja keras, berwawasan luas, suka berbuat kebajikan, murah hati, tapi juga punya kekurangan. Misalnya, suka bicara kasar, iri dan cemburuan; b. Tipe datar: tokoh wataknya monoton, tidak punya daya tarik (garing); c. Tipe rollcoaster: tokoh berwatak suka ‘jungkir balik’ (–) dalam arti berangasan, sulit diatur, bahkan mungkin juga jahat. Lazimnya, menyebalkan; d. Tipe roda: tokoh berwatak dinamis, mengalami perubahan (metamorfosis). Keempat watak tersebut dapat dikembangkan menjadi sekitar 10, dengan cara memadukannya. Paduan akan lebih sempurna bila watak tersebut dilengkapi dengan pengalaman pengarang dalam menghadapi berbagai watak orang dikenalnya dalam pergaulan. Orang-orang yang dikenal oleh pengarang, dapat dijadikan model tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya. Tokoh yang menarik yang ditampilkan dalam novel, adalah tokoh yang sulit dilupakan pembacanya. Karena pengarang – si pencipta tokoh mampu ‘menghidupkan’ tokoh-tokohnya, khususnya tokoh utama yang dijadikan icon-nya. Ciptakan tokoh dengan cara: • Memberi nama tokoh – nama yang sebenarnya dan nama julukannya. • Lukiskan sosok tokoh melalui narasi atau dialog masing-masing pelakunya; • Paparkan watak tokoh dengan gamblang, yang membuat pembaca gemas, benci atau malah jatuh cinta; • Jangan lupa ceritakan pula kebiasaannya dalam berbusana, hobi, makanan-minuman, selera terhadap lawan jenis dan sebagainya, seperti layaknya manusia yang benar-benar ada; • Hindari penciptaan tokoh yang mengundang kontroversial, menimbulkan permusuhan dan melanggar SARA;
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
59
MENYINGKAP TABIR KONFLIK
K
onflik merupakan daya tarik utama novel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik diartikan: (a) Percekcokan dan (b) Perselisihan. Sedangkan konflik dalam karya fiksi berarti ketegangan atau pertentangan antara dua kekuatan. Sifatnya, bisa internal maupun eksternal (–) penyulut konflik. Konflik internal timbul dari diri sendiri. Biasanya, konflik ini akan mengubah perilaku seseorang. Misalnya, orang yang biasanya ceria dan lincah, tiba-tiba menjadi murung. Atau, orang yang biasanya pendiam tiba-tiba menjadi brutal. Penyebabnya berbagai macam. Antara lain: ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri, terlalu banyak berharap, merasa tidak dihargai/tidak berarti, tersiksa oleh masalah masa lalu yang tidak teratasi dan sebagainya.
Konflik eksternal timbul karena adanya benturan dengan pihak-pihak di luar diri sendiri. Penyebabnya antara lain: benturan budaya, disharmonis pergaulan, perbedaan kelas ekonomi, unsur-unsur bencana alam dan teknologi. Inilah ilustrasi konflik, bak gunung es. Di dalamnya berisi berbagai ‘lapisan magma’ pemicu meledaknya pertentangan dua kekuatan. Untuk menulis novel, ‘ledakan’ konflik disajikan secara bertahap tingkatannya (raising action), hingga ke titik klimaks. Selanjutnya, menurun (–) anti klimaks (falling action), melandai menuju ending atau denouement (penyelesaian) → tidak harus happy ending.
60
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
GAYA BERCERITA: AKU
C
iri utama novel yang menarik, bila ia ‘dialog’, demikian pendapat Orson Scott Cart (-) kritikus Sastra Amerika Serikat. Maksudnya, isi novel dapat dipahami pembacanya. Karena, pengarangnya mampu berekspresi melalui gaya bercerita struktural dan narasi yang mengalir, secara lugas. Gaya bercerita diciptakan pengarang melalui sudut pandang (point of view) tokoh yang dipilihnya sebagai narator. Ada tiga sudut pandang: • Sudut pandang orang pertama tunggal: aku atau saya • Sudut pandang orang ketiga: dia (she/he) dan mereka • Sudut pandang orang kedua: kau Di Indonesia, sudut pandang orang kedua dianggap aneh. Tapi para pengarang novel post modern telah menggunakannya. Antara lain, Italo Calvino dalam novelnya berjudul It On a Winter’s Night a Traveler, Tom Robbins dalam novelnya berjudul Half A sleep in Frog Pajamas dan Lain Bank dalam novelnya : A Song of Stone. Gaya bercerita melalui sudut pandang orang pertama, menurut pengalaman penulis paling mengasyikkan. Karena cerita yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama itu, yang tampil sebagai narator (pencerita) adalah tokoh utama. Cerita yang disajikan terasa begitu mengalir saat dibaca. Sudut pandang orang ketiga, naratornya adalah si pengarang yang menceritakan tentang seseorang (dia/she or he) dan orang banyak (mereka/ they). Masing-masing tokoh tampil dengan leluasa dan fleksibel. Sedangkan sudut pandang orang kedua, naratornya bisa terdiri dari dari: kau (yang diceritakan), si pencerita dan campur tangan pengarang. Sudut pandang orang kedua, paling mudah dipahami jika kita menonton pentas drama, monolog atau menemukannya dalam lirik lagu yang menyebut-nyebut tentang: kau.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
61
Ciri - ciri Karya yang Tidak Menarik Pembaca 1. Ceritanya bertele-tele akibat plot acak-acakan. 2. Miskin diksi, kalimatnya ruwet atau terlalu panjang, membuat pembaca muak dan sakit kepala. 3. Ditulis dengan bahasa yang sulit dipahami, karena penerapan diksi kurang tepat dan berulang-ulang. 4. Kosong - isinya tidak menyajikan nilai-nilai yang berhikmah 5. Jiplakan atau meniru-niru buku laris. 6. Menggurui atau berisi doktrin. 7. Menggunakan jargon-jargon yang sulit dimengerti dan nama pelaku yang sulit diingat (tidak familier). 8. Teks disajikan dengan huruf yang terlalu kecil dan rapat serta kertas bluwek mudah robek. 9. Format buku tidak handy (sulit dibawa ke mana-mana). 10. Harga buku tidak sesuai dengan kualitas buku.
62
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
NARASI: TALI TEMALI CERITA
K
ata ‘narasi’ punya banyak arti. Dalam creative writing, khususnya untuk penulisan cerita pendek dan novel, narasi diartikan sebagai penceritaan. Asal katanya, narrare (kata kerja), bahasa Latin, artinya: menceritakan suatu peristiwa. Penceritanya, disebut narator. Pada teks Langkah 14 telah disebutkan, narator ini bisa dilakukan oleh sudut pandang orang pertama, ketiga atau kedua – yang diciptakan oleh pengarang. Narasi yang baik yang bersifat naratif, yaitu mampu berkomunikasi langsung kepada pembaca. Agar narasi yang kita tulis tersaji komunikatif diperlukan syarat-syarat: • Pemilihan kata yang tepat untuk menyusun kalimat ekspresif. • Melukiskan situasi dengan tepat dan detail (setting tempat, setting waktu, karakter dan tampilan para pelaku, eksposisi konflik dan cara mengatasinya, eksposisi ketegangan dan gejolak emosi para pelaku sebagai retorika). • Menggunakan metafora untuk memperindah narasi sebagai tali-temali cerita. • Membuka cerita (begining) dan mengakhiri cerita (ending) dengan smooth (tidak serampangan). Perhatikan dua diagram narasi berikut ini
Diagram 1 Narasi yang smooth
Diagram 2 Narasi serampangan
Diagram 1, peristiwa demi peristiwa (events) diungkapkan runtut. Diagram 2, peristiwa demi peristiwa diungkapkan serampangan.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
63
GAYA PENYAJIAN: MENJADI DIRI SENDIRI
P
ada Langkah 9, telah dipaparkan proses kreatif penulisan novel. Langkah 16 ini menjelaskan tentang gaya penyajian tulisan yang lazim disebut style of writing. Bagi pengarang pemula, banyak yang merasa bingung menentukan gayanya. Berdasarkan pengalaman penulis, seseorang untuk bisa menentukan gaya menulis, dapat belajar dari karya-karya pengarang ternama tingkat nasional maupun internasional. Karena karya mereka merupakan guru sejati.
Nawal el Sadaawi
Penulis sangat menyukai gaya tulisan Toni Marrison (Sastrawati Amerika Serikat), Nawal el Sadaawi (sastrawati Mesir), Nadine Gordimer (Sastrawati Afrika Selatan), Ernest Hemingway (Sastrawan Amerika Serikat), George Orwell (Sastrawan Inggris), Gabriel Garcia Marquez (Sastrawan Amerika Latin) dan Pearl S. Buck (Sastrawati Amerika Serikat yang lama bermukim di Cina).
Bagi Sastrawan Indonesia, penulis menyukai gaya penulisan Romo Sindhunata dan karya-karya Pramoedya Ananta Toer serta Sutan Takdir Ali Sjahbana (STA) (–) penulis sukai dari segi substansinya. Penulis terdorong belajar Sastra Indonesia di Universitas Nasional Jakarta karena ingin ‘dekat’ dengan STA, berguru secara langsung dan itu terwujud. Penulis berhasil menganalisis dua novel karya STA, masing-masing berjudul Kalah dan Menang dan Grotta Azzura. Kedua novel yang tebalnya lebih dari 500 halaman itu, bagian dari pemicu penulis untuk menulis STA novel. Banyak membaca tidak hanya belajar mengenai style of writing, tetapi juga gaya bahasa. Penulis sangat mengagumi kelembutan bahasa Jalaluddin Rumi, pujangga besar Persia dan juga ‘kekuatan’ bahasa Ernest Hemingway,
64
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Nawal el Sadaawi, Pramoedya Ananta Toer dan Romo Sindhunata yang banyak menulis cerita wayang. Karya-karya Ernest Hemingway pada umumnya berisi tentang ‘petualangan indah’, novel-novel Nawal el Sadaawi mengungkapkan ‘pemberontakan’ terhadap dominasi dan arogansi patriaki dan Pramoedya Ananta Toer betapa indahnya ‘menyulap’ sejarah menjadi novel-novel yang begitu perkasa. Tak satu pun novel dan kumpulan cerita pendek karya Pram terlewatkan Toni Morrison semua penulis baca tuntas. Bahkan ada yang penulis baca berkali-kali, seperti halnya penulis membaca karya-karya Toni Morison, Hemingway, Pearl S. Buck., Nadine Gordimer dan tentu saja karyakarya Rumi. Dari hasil membaca banyak novel sastra (hampir mencapai 1.100 judul), penulis menyimpulkan: mengapa karya mereka menarik? Jawabannya: (a) Mereka menulis dengan ciri khas masing-masing, alias menjadi diri sendiri (b) Isi novel bermisi kemanusiaan untuk perubahan jika bukan pencerahan (c) Menyumbang pembaharuan dalam penulisan dan penyajian karya dan (d) Mereka mampu menyajikan tulisan dengan memprioritaskan yang terpenting (most important) di bagian atas, agak penting (less important) di tengah dan yang dianggap tidak penting (least important) di urutan terakhir. Ketiga hal tersebut telah diungkap sejak awal (begining) hingga akhir (ending). Gaya penyajian smooth. Ilustrasinya demikian:
Gaya piramida terbalik
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
65
Tantangan dan Perjuangan Banyak pihak yang beranggapan, menulis adalah suatu tantangan. Untuk memenanginya, perlu perjuangan: serius menulis. Hasilnya, membuahkan suatu karya berupa naskah yang siap diterbitkan. Dalam teori Creative writing, jika seseorang serius menulis, cukup memerlukan waktu 30 hari untuk menyelesaikan karyanya. Deadline tersebut menjadi rumus yang disebut take the 30 day challenge. Bagi pengarang pemula yang masih setengah hati menerjuni dunia penulisan, akan merasa tertekan oleh tantangan itu. Tapi tidak demikian dengan pengarang yang memiliki ‘magma’ ambisi menerbitkan karyanya. The 30 Day Challenge justru melecutnya segera menuju titik goal. Berikut ini tips sukses dari para sastrawan kelas dunia, untuk memenangi tantangan dalam menyelesaikan sebuah karya unggul. Rahasia kebahagiaan dalam menyelesaikan suatu karya hanya ada satu kata: keunggulan. Untuk mewujudkannya, bekerja dengan baik - yaitu dinikmati Pearl S. Buck - Sastrawati Pemenang Nobel Sastra, asal Amerika Serikat yang berdomisili di Cina Dengan menulis, terus menulis berarti belajar menulis lebih baik. Robert Southey - Penyair Inggris Para penulis yang baik, penulis besar, memiliki apa yang disebut 3(tiga) S-see (melihat); S-sense (indera dan rasa) dan S-say (bertutur). Artinya, Ia tanggap, ia peka dan memiliki kekuatan kata-kata untuk mengekspresikan melalui bahasa dan diksinya. Demikian pengamatan saya. Lawrence Clark Powell - Pustakawan, Amerika Serikat Karya yang sesungguhnya adalah sebuah buku yang mudah dibaca, karena bahasanya mudah dipahami. Ralph Waldo Emerson - Sastrawan, Amerika Serikat
66
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
PENYUNTINGAN DAN PUBLIKASI KARYA
P
ada umumnya, novel tidak bisa ditulis langsung jadi, dalam arti siap dipublikasi. Penulis membaca proses kreatif para sastrawan terkemuka, semuanya mengaku melakukan ‘bongkar-pasang’ novel yang mereka tulis. Bahkan sastrawan besar Ernest Hemingway mengaku, novelnya yang berjudul Farewell to Arms pernah ia tulis ulang berkali-kali. Setelah dinilainya OK – baru ia sunting berkali-kali dengan teliti. Baginya, menulis novel adalah proses yang panjang tapi menyenangkan. “Menulis adalah petualangan!” demikian antara pendapatnya, mengenai menulis.
Hemingway menulis Farewell to Arms yang ia sunting berkali-kali.
Jika menulis dianggap beban memang melelahkan. Apalagi jika menulis terburu-buru karena ingin segera mewujudkannya menjadi buku. Hasilnya, justru akan menghadapi kebuntuan yang membuahkan perasaan kecewa karena merasa gagal menjadi pengarang. Menulis – untuk membuahkan sebuah karya berupa novel yang bernilai, prosesnya relatif panjang. Ini perlu kesabaran didukung dengan bertahan duduk dalam jangka berjam-jam setiap harinya, jika novel ingin segera selesai. Selain itu, juga harus konsentrasi berada di ruangan khusus (tempat kerja) dan ruang waktu spesial (menyediakan waktu khusus untuk menulis) didukung alat tulis yang memadai. Tentukan deadline selesainya novel ditulis, agar prosesnya tidak berlarut-larut. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
67
Hindari membaca karya novel yang sedang ditulis dalam kondisi baru dimulai. Jika hal ini dilakukan, bisa jadi apa yang telah ditulis dianggap jelek, tidak menarik – kemudian dihapus dan dihapus. Sehingga karya tidak juga terwujud. Bacalah apa yang Anda tulis setelah selesai menulis 1 (satu) bab. Kemudian melanjutkan bab berikut dan bab berikutnya lagi tanpa penyimpang konsep yang telah diplotting (perhatikan Langkah 9 – Proses Kreatif). Jika semua bab telah selesai ditulis, bacalah baik-baik dengan tenang. Jika ada bagian yang dianggap ‘jelek atau tidak menarik’ – bahkan tidak masuk akal, tulislah kembali (rewriting) dengan penuh kesabaran. Percayakan karya itu untuk dibaca oleh seseorang atau beberapa orang agar dinilai: apa nilai plus-minusnya? Jika ternyata banyak minusnya, tulis kembali untuk mengubah yang minus menjadi plus. Setelah dianggap selesai, tiba saatnya untuk disunting. Penyuntingan (proses editing) bertujuan untuk penyempurnaan: (a) isi; (b) bahasa; dan (c) panjang tulisan. Menilai segi isi (content) tergantung masingmasing misi pengarang dalam menulis karyanya: untuk apa dan untuk siapa pembacanya? Menilai bahasa, bertitik tolak pada keindahan bahasa (language – pop atau literer?) dan panjang tulisan, ini tergantung keperluan: mau berapa banyak kata? Keputusan novel pendek atau novel panjang, ada di tangan pengarang. Jika Anda melakukan editing dengan komputer (yang di edit soft-copy), tidak memerlukan peralatan khusus karena semuanya sudah ada pada mesin tulis modern ini. Tapi, jika proses editing dilakukan dengan manual (yang diedit hard-copy – berupa printout) maka perlu peralatan antara lain: pensil berwarna, penghapus, penggaris dan gunting. Pensil berwarna untuk menandai bagian yang disunting, penghapus untuk persiapan Peralatan editing manual menghilangkan yang tidak perlu, penggaris merevisi bagan atau skema. Tapi, sekarang ini jarang pengarang yang melakukan editing secara manual. Padahal, editing secara manual sangat memuaskan. Karena naskah yang diedit bisa dibawa ke mana-mana, dalam arti diedit di mana saja, kapan saja, sambil bisa dinikmati dengan santai.
68
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Sejujurnya, penulis paling suka melakukan editing secara manual, karena selain santai mata juga tidak lelah dan perih menghadapi layar komputer yang menyilaukan. Editing manual disebut pula sebagai emergency computer back up. Selesai menulis, karya novel Anda apakah akan dipublikasikan? Jika jawabannya ‘iya’ – carilah penerbit yang menerbitkan novel-novel berisi dan bermisi ‘senafas’ dengan novel yang Anda tulis. Untuk mengetahui ‘nafas’ tersebut Anda bisa memperoleh infonya dari situs penerbit tersebut atau hunting ke toko buku dengan cara membaca berbagai novel yang ada dijual di toko tersebut. Waktu yang paling baik, akhir pekan, saat novel-novel baru diluncurkan. Jangan lupa, catat alamat lengkap, telepon/fax dan e-mail penerbit-penerbit yang Anda anggap paling pas menerbitkan karya Anda. Sebelum karya novel Anda dikirimkan ke penerbit, lengkapi dulu dengan lampiran berupa: (a) Sinopsisi Novel. (b) Biodata Pengarang (c) Foto dalam posisi santai ukuran 4R serta CD yang berisi file naskah bersama lampirannya. Foto dalam kondisi jelas dan tajam untuk dicetak dan Biodata Pengarang ditulis gaya feature.
Naskah setelah diedit, siap dipublikasi Kirimkan dengan amplop anti tembus air
Langkah selanjutnya, hubungi pihak penerbit melalui e-mail atau telepon/ fax. Usahakan bisa bicara langsung dengan pihak redaktur dan kemukakan apa yang Anda mau. Jika bicara langsung sulit ditempuh, kirimkan naskah Anda bersama lampirannya disertai surat pengajuan untuk menerbitkan naskah. Biasanya, redaktur akan memberi respon bahwa kiriman naskah telah diterima redaksi. Pemberitahuan layak terbit, biasanya menunggu antara 1 (satu) hingga 3 (tiga) bulan. Bahkan, jika naskah dianggap bagus dalam arti punya daya jual tinggi akan cepat mendapat respon. Karena, sekarang ini pada umumnya penerbit tidak menilai siapa yang menulis, akan tetapi yang dinilai karyanya: punya daya jual atau tidak?
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
69
Proses menerbitkan naskah juga bisa melalui jasa bank naskah yang kini mulai bertumbuhan di Indonesia. Proses, bukan Anda yang menghubungi penerbit, akan tetapi pihak bank naskah yang Anda pilih. Jasa bank naskah disebut pula sebagai literary agent. Di luar negeri, para pengarang dan penulis menggunakan jasa mereka ini. Naskah Anda ditolak atau diterima oleh penerbit, pihak literary agent yang menangani, termasuk kontrak dan perhitungan royalty dengan pihak penerbit.
Jika toh...ternyata karya Anda ditolak, jangan putus asa. Sangat mungkin ada penerbit lain yang mau menerbitkannya. Untuk sukses jalannya memang berliku, Yang penting: be optimistic with full of spirit – you will be a great novelis! Selamat berkarya untuk pencerahan dan berprestasi!
70
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Morning Person: Itukah Anda? Morning Person (MP) adalah sebutan untuk orang yang punya kebiasaan bangun pagi. MP kini telah jadi jargon creative writing (CW) digunakan untuk menyebut pengarang atau penulis yang punya kebiasaan mulai menulis sejak pagi hari. Yang dimaksud dengan pagi hari dalam konteks teks ini antara pukul 02.00 - 07.00. Kemudian mereka menulis hingga pukul 10.00 atau 11.00. Di antara pukul 02.00 - 10.00 dianggap the golden time - jam emas, dimana waktu dapat dipergunakan untuk menulis secara produktif. Tentunya tidak menjadi masalah bagi penulis atau pengarang profesional untuk menggunakan ‘jam panjang’ tersebut untuk menulis. Sebaliknya, jika menulis sebagai sambilan (karena mempunyai pekerjaan lain dengan jam kantor), maka the golden time tersebut tidak dapat dijadikan jam-jam untuk berkarya. Tak heran, jika untuk menjadi MP merupakan hal yang tidak mudah bagi mereka yang ngantor. Tapi pada akhir pekan, saat kantor libur, kesempatan menjadi MP terbuka. Untuk itu, kegiatan menulis menjadi terasa ringan dan indah. Apalagi jika semuanya telah direncanakan dalam agenda kerja. Dengan demikian, proses kreatif akan mengalir lancar tanpa harus merasa terbebani. Secara otomatis, diri terpanggil menulis dan terus menulis. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
71
Untuk membuahkan karya seseorang memang tidak harus menjadi MP. Yang penting dapat membagi waktu kapan waktu yang dijadwalkan untuk menulis. Misalnya, sebelum tidur atau bangun lebih awal untuk menulis beberapa ratus kata untuk proyek tulisan yang sedang digarapnya. Membiasakan diri menulis setiap pagi, memicu spirit menulis menuju titik goal - membuahkan karya. Hal ini telah dibuktikan para sastrawati pemenang Nobel Sastra seperti Toni Morrison, Pearl S. Buck dan Nadine Gordimer. Bahkan Stephen King - ‘si raja horor supranatural’ sejak mengukuhkan diri sebagai pengarang profesional ia memposisikan sebagai MP dan buah karyanya gemilang. Masih banyak sederet penulis maupun pengarang lainnya yang memanfaatkan waktu pagi untuk berkarya. Banyak keuntungannya jika seseorang mau memposisikan dirinya sebagai MP. Antara lain: (1). Menulis di pagi hari lebih produktif karena pikiran masih segar dan jernih; (2). Suasana hati (mood) akan lebih semarak dibandingkan siang atau sore hari; (3). Secara fisik, pagi hari merupakan awal langkah tegap untuk bekerja dengan penuh energi dan (4). Pagi hari adalah hari baru untuk memulai sesuatu kegiatan baru, setelah semalaman istirahat. Agar semua berjalan lancar, susun jadwal secara rapi. Kerja dengan seimbang: menulis, membaca, mengoreksi dan mengedit naskah dan menghubungi penerbit. Jangan lupa bersosialisasi dan mengunjungi toko buku, diskusi buku, tamasya, perpustakaan. Semuanya itu dapat dijadikan sumber tulisan. Bahkan, perlu juga mengatur perjalanan ke luar kota, ke luar negeri untuk menimba berbagai ‘nafas’ kehidupan dengan segala dinamikanya.
72
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Daftar Pustaka Buku C. Booth, Wyane, 1970. The Retoric of Fiction. Chicago: Chicago Press Camus, A., 2002. Menulis Itu Indah: Pengalaman Para Penulis Dunia (Terjemahan). Yogyakarta: Jendela Charles R. Larson – Robert Rubenstein, Worlds of Fiction. Toronto: Maxwell Macmillan Drijarkara, S.J, 1959. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius Eco, Umberto, 2009. A Theory of Semiotics (Terjemahan: Teori Semiotika). Bantul DIY: Kreasi Wacana Faoucault, M, 2003. Kritik Wacana Bahasa (Terjemahan). Yogyakarta: IRCiSoD Godberg, Natalie and Guest, Judith, 196. Writing Down the Bones: Freeing the Writer Within. Boston: Shambala Press Kenney, W, 1999. How to Analyze Fiction. New York: Julian Messener Kundera, M, 2002. Art of Novel (Terjemahan). Yogyakarta: Jalasutra Mundingsari, S, 1953. Manusia Sebagai Pengarang. Jakarta: Pena Larson, C.R & Rubenstein, R, 1993. Worlds of Fiction. New York: Macmillan Publishing Company Madison, D. Soyini (Ed), 1993. The Woman That I Am. New York: St. Martin’s Griffin Plimpton, George, 1992. Women Writer At Work. London: The Harvill Press
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
73
Pranoto, Naning, 2011. 24 Jam Memahami Creative Writing. Yogyakarta: Kanisius Pranoto, Naning. Pranoto, Naning, 2011. Creative Writing: Telaga Inspirasi Menulis Fiksi. Bogor: Rayakultura Press Pranoto, Naning, 2007. Creative Writing: Jurus Menulis Cerpen. Bogor: Rayakultura Press Pranoto, Naning, 2006. Creative Writing: 72 Jurus Mengarang. Jakarta: Prima Media Rozakis, Laurie E, Ph.D, 2003. Creative Writing: New York: Alpha Book Toda, Dami N, 2005. Apakah Sastra? (Kumpulan Esai Kritik Teori Sastra Budaya). Magelang: Indonesia Tera Situs: www.greeningforward.org www.appropedia.org www.ugf.cu.com
74
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Menulis Praktis Reportase
Menulis Praktis Reportase
“Penulis adalah orang yang mampu menjawab pertanyaan yang sulit dijawab atau mungkin tidak terjawab.” T.S. Eliot – Sastrawan, Amerika Serikat*
F
ilsuf Jerman, Jurgen Habermas mengatakan, “Ada dua kegiatan manusia, yakni bekerja dan berkomunikasi”. Maka manusia tidak bisa lepas dari kegiatan yang disebut bekerja dan berkomunikasi. Keduanya merupakan suatu keharusan bagi seluruh umat manusia. Dari segi jurnalistik, komunikasi yang dilakukan antar manusia melalui media informasi yang disebut mediamassa (mass-media).
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
75
Pada mulanya, mass-media yang paling berperan adalah media cetak berupa koran, majalah, tabloid, jurnal dan buletin. Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan iptek, media-massa tidak hanya disajikan dalam bentuk media cetak tapi juga elektronik: audio(radio), audio-visual (televisi) dan internet. Kecanggihan jaringan internet dimanfaatkan untuk memodernisasi sajian media-massa cetak menjadi media-massa online.
Media cetak
Media Online
Berpikir Kritis dan Analistis “Berpikir kritis lebih sulit dari yang dikira orang, karena memerlukan pengetahuan.” Joanne Jacobs – Kolumnis, Amerika Serikat*
S
alah satu isi media-massa sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan informasi, adalah tulisan dalam bentuk reportase atau laporan. Kata ‘laporan’ dalam bahasa Inggris disebut reportage (reportase). Menurut kamus besar Golier International, kata reportage berarti: the reporting of the news or information of general interest (Reportase (-) melaporkan berita atau informasi tentang berbagai hal yang menarik). Bentuk tulisan reportase adalah prosa. Ia ditulis dengan bahasa komunikatif, agar mudah dipahami oleh pembacanya. Bahkan, setelah jurnalistik genre sastrawi dikembangkan di Amerika Serikat, reportase banyak ditulis oleh para jurnalis aliran genre ini dengan menggunakan kalimat puitis (–) enak dibaca. Di Indonesia, praktik jurnalistik sastrawi antara lain disajikan oleh Majalah Tempo.
76
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Meskipun ditulis secara sastrawi, tapi isi laporan tetap akurat (tidak mengandung laporan fiktif atau rekaan). Berdasarkan teori creative writing, penulisan reportase dilandasi berpikir kritis (critical thinking) yang tertopang pada figur berikut ini:
1. Mengatur diri sendiri (self-regulation) dalam arti, menentukan reportase, sesuai dengan materi/obyek yang dipilih; 2. Mengevaluasi (evaluation) terhadap obyek yang akan ditulis (menimbang kelayakan/bobot materi); 3. Melakukan interpretasi (interpretation) terhadap obyek yang akan ditulis; 4. Membedah materi (explanation), poin-poin yang perlu ditonjolkan pada saat menulis; 5. Menganalis (analysis) terhadap poin-poin obyek yang akan ditulis; 6. Menarik kesimpulan (inference) – memfinal poin-poin materi yang akan ditulis. Setelah melakukan ‘berpikir kritis’ barulah memulai menulis sesuai dengan obyek yang dipilihnya. Reportase yang fair ditulis dengan prinsip kejujuran sesuai dengan pandangan mata dan mendengarkan suara-suara narasumber sesuai dengan yang didengar oleh telinga. Isi tulisan hendaknya bebas dari misi menjilat (untuk menyenangkan suatu pihak) atau sebaliknya (menjatuhkan pihak lain). Juga tidak mengandung unsur promosi, propaganda, apalagi ‘menjual’. Sehingga, reportase tersebut tidak menyesatkan pembacanya. Dengan kata lain, reportase yang fair adalah laporan yang akurat dan murni sebagai informasi. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
77
MENULIS DENGAN METODE KISS “Anda menulis untuk berkomunikasi dengan hati dan pikiran orang lain.” Arthur Polotnik – Penulis, Amerika Serikat*
T
ulisan reportase yang baik adalah, tulisan yang isinya mudah dipahami oleh para pembacanya. Kuncinya, tulisan tersebut ditulis dengan metode KISS – Keep It Short and Simple. Yakni, tulisan disajikan secara singkat dan sederhana. KISS disosialisasikan oleh Prof. DR. William Strunk Jr (1869-1946), guru besar dari Cornell University-AS. Kini, KISS dijadikan pedoman untuk menulis berbagai versi tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi. Metoda KISS mengajak para penulis maupun para pengarang menulis dengan sistem relatif mudah dengan pedoman: 1. Tulisan terdiri dari kalimat yang mudah dipahami, yaitu menggunakan katakata populer. Jika ada istilah atau jargon tertentu, kata tersebut dijelaskan dengan keterangan atau catatan kaki. 2. Kalimat ditulis pendek, terdiri dari 8 (–) 12 kata. Jika melebihi jumlah tersebut, gunakan tanda baca dengan seksama. Kalimat panjang pada umumnya sulit dipahami karena bertele-tele dan ruwet (jumble). 3. Tidak menggunakan kata yang diulang-ulang. Pengulangan kata selain membosankan pembaca juga mencerminkan bahwa penulisnya miskin kosa kata. 4. Pemilihan kata (diksi) disesuaikan dengan materi yang disajikan. Sehingga kalimatnya akan terasa senyawa dengan materi yang disajikan. 5. Gunakan kalimat aktif lengkap: S-P-O (Subyek-Predikat-Obyek) + Keterangan (jika diperlukan). Susun dalam paragraf yang runtut. 6. Tulisan didukung ilustrasi berupa antara lain: lukisan, gambar, foto dan data (grafik), sesuai dengan materi yang disajikan. Ilustrasi tersebut selain menambah bobot tulisan, juga menarik pembaca.
78
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
PERANAN UNSUR 5 W + 1 H “Peranan seorang penulis bukan untuk mengatakan apa yang bisa dikatakan. Tetapi, mengatakan apa yang tidak bisa dikatakan.” Anais Nin – Penulis dan Aktivis Feminist Perancis, hijrah ke Amerika Serikat* Bedanya tulisan dengan tulisan reportase?
T
ulisan berita, materinya bersifat intimeless – ada batasan waktu. Atau dengan kata lain, materi tulisan berita itu berada dalam on timeliness – memberitakan sesuatu dalam waktu tertentu. Maka, jika lewat dari ‘waktu tertentu’ tersebut akan menjadi basi. Contoh, pemberitaan tentang kenaikan harga madu pada awal Maret 2012. Berita tersebut akan menjadi berita basi pada waktu selanjutnya. Tapi, tidak demikian dengan tulisan reportase. Tulisan ini bersifat timeless, tanpa batas waktu. Sehingga, tidak basi. Contoh, tulisan tentang reportase harga madu di pasaran Indonesia dari tahun ke tahun hingga awal Maret 2012. Tulisan ini dapat dijadikan acuan bagi para peternak lebah, produsen madu dan pedagang madu. Tapi, dengan catatan reportase tersebut harus lengkap dan akurat. Untuk menulis reportase lengkap dan akurat seperti halnya menulis berita, yaitu mengacu pada ‘rumus klasik’ 5W + 1 H: 1. What (–) Apa yang dilaporkan? (Kajiannya: tentang apa?) 2. Why (–) Mengapa dipilih? (Kajiannya: apa manfaatnya bagi pembaca?) 3. Where (–) Di mana saja yang dijadikan sumber laporan? (Kajiannya: dirinci tempat/ lokasi sumber laporan agar pembaca memperoleh gambaran jelas) 4. When (–) Kapan penulisan reportase? (Kajiannya: disebutkan waktunya secara detail dan akurat, sehingga pembaca tahu kurun waktu penulisan reportase tersebut) 5. Who (–) Siapa saja person-person yang terkait dalam reportase tersebut ? SENI MENULIS SASTRA HIJAU
79
(Kajiannya: tulis nama lengkap dan jabatan serta peranan person-person yang terkait dengan reportase yang ditulis. Juga cantumkan nama jelas dan status si penulis reportase. Ini informasi penting untuk diketahui pembaca dalam menilai kesahihan reportase) 6. How (–) Bagaimana analisis dan buah reportase tersebut? (Kajiannya: Tarik kesimpulan hasil reportase, agar pembaca memperoleh informasi lengkap. Bahkan, reportase tersebut dapat dijadikan sumber inspirasi positif dan produktif bagi pembaca. Atau, mungkin juga sebagai pencerahan) Jika keenam unsur tersebut telah dipahami dengan seksama, mulailah menulis reportase dengan lebih dahulu menyusun konsep. Hal ini perlu dilakukan, agar reportase yang ditulis dapat disajikan secara lengkap dan akurat dan timeless. Proses penulisan berita dengan reportase agak berbeda, karena menulis reportase tidak ‘terpepet’ oleh timeliness yang mengakibatkan kebasian tulisan. Meskipun demikian, bukan berarti menulis reportase tidak dibatasi deadline. Semua tulisan yang dipublikasi secara terjadwal harus mematuhi deadline – jam batas penyerahan tulisan untuk dipublikasi, sesuai dengan jadwal penerbitannya. Berikut ini roda proses penulisan reportase dengan tahapan selaras jarum jam:
1. Planning (–) perencanaan materi yang akan ditulis 2. Drafting(–)mengkonsep tulisan, dilanjutkan dengan kegiatan menulis 3. Editing (–) penyuntingan tulisan (penyuntingan bahasa dan isi) 4. Final version (–) final penulisan, siap dipublikasi
80
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Gaya penulisan reportase, sama dengan gaya penulisan berita yaitu menggunakan rumus piramida terbalik, sebagai berikut:
1. Title : 2. Lead : 3. Body : 4. Leg :
Judul tulisan (Kepala Tulisan) Leher Tulisan yaitu pembuka tulisan (intro) disebut juga cacther menonjolkan inti tulisan (paling penting) Tubuh tulisan, paparan isi (penting) Kaki tulisan atau penutup tulisan (kurang penting) sebagai pelengkap
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
81
PERANAN BAHASA DAN TULISAN MENARIK “Bahasa adalah busana pikiran.” Samuel Johnson – Penyair Inggris* Apakah pikiran Anda memiliki busana?
B
usana pikiran adalah bahasa. Buah pikiran disajikan dalam bentuk tulisan ‘berbalut’ bahasa. Tanpa bahasa buah pikiran tidak bermakna. “Bahasa,” kata Cynthia Ozick – seorang ahli bahasa dan juga sastrawati AS,”... adalah rumah yang teduh. Maka, gunakan bahasa yang halus dan menarik untuk menulis, agar pembacanya tidak hanya mendapatkan informasi tapi juga menemukan keindahan,” tegasnya. Ia pun mendukung sepenuh hati, hadirnya jurnalis sastrawi untuk memberi warna indah pada lembar-lembar karya jurnalistik. Khususnya, untuk penulisan reportase dan features. Terkait erat dengan peranan bahasa, tulisan reportase yang baik jika ia ditulis dengan bahasa yang baik. Ciri-ciri bahasa yang baik: jelas dan mudah dipahami. Ini, disebut komunikatif. Bahasa yang baik juga harus ditulis dengan baik dan benar. Arti ‘baik’ di sini, bahasa yang digunakan sesuai dengan materi yang ditulisnya. Misalnya, materi tulisan tentang kehutanan, materi tulisan tentang mode, materi tulisan tentang masakan dan materi tulisan tentang
82
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
kesehatan. Jika terdapat istilah yang spesifik (jargon) hendaknya dipaparkan secara awam, agar mudah dipahami pembaca. Dukung dengan kamus, guna memperkaya kosa kata. Hal ini dilakukan, untuk menghindari pengulangan kata dalam satu kalimat maupun dalam paragraf demi paragraf. Agar tulisan tersaji menarik, tulislah dalam bentuk paragraf yang runtut. Tulis pula dengan teliti. Misalnya, menyangkut jumlah atau angka. Bilangan 1 hingga 9 ditulis dengan huruf: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan. Contoh: Bibit pohon jati yang ditanam sebagai percontohan hanya sebanyak delapan batang. Bukan ditulis: Bibit pohon jati yang ditanam sebagai percontohan hanya 8 batang. Bilangan 10 ke atas ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat. Contoh: Lima belas orang menghadiri pertemuan warga LMDH Malang. Bukan ditulis: 15 orang menghadiri pertemuan warga LMDH Malang. Hindari pula singkatan, kecuali untuk hal-hal yang lazim digunakan. Misalnya, singkatan RI – untuk menuliskan Republik Indonesia, HUT – untuk Hari Ulang Tahun, BUMN – untuk Badan Usaha Milik Negara, LMDH – untuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan dan sebagainya. Jika singkatan tersebut termasuk istilah khusus tentang kehutanan, maka harus diberi keterangan agar pembaca tidak bertanya-tanya. Masih terkait dengan bahasa, dalam menulis hendaknya menghindari bahasa tutur. Kecuali, bahasa tutur tersebut merupakan kutipan statement narasumber. - Contoh – bahasa tutur: Minuman lidah buaya yang dibikin LMDH Malang emang diminati pembeli. - Contoh – bahasa tulis: LMDH Malang memproduksi minuman lidah buaya diminati pembeli. Bandingkan kedua kalimat tersebut. - Dalam kalimat yang menggunakan bahasa tutur terdiri dari kata-kata nonbaku: dibikin dan emang - Dalam kalimat yang menggunakan bahasa tulis terdiri dari kata-kata baku semuanya. Kata ‘dibikin’diubah menggunakan kata ‘produksi’(memproduksi – kata kerja aktif ). Untuk membentuk kalimat aktif, maka minuman lidah buaya menjadi obyek, sedangkan LMDH Malang menjadi subyek. Katerangan obyek sama: diminati pembeli. - Bahasa tulis untuk tulisan laporan bersifat lebih tegas, jelas dan ekspresif dibandingkan dengan bahasa tutur. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
83
- Bahasa tulis ditulis dengan benar sesuai dengan EYD dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru dan tata-bahasa yang berlaku. Dalam menulis reportase juga diperlukan ketelitian dalam menulis: - Data pendukung laporan khususnya angka, grafik, diagram, foto, ilustrasi, gambar dan sebagainya - Nama orang yang dijadikan narasumber ditulis sesuai dengan nama yang digunakan oleh pemilik nama tersebut, dilengkapi dengan gelar akademis. Keningratan (jika ada) maupun pangkat. Contoh, menulis nama Presiden Pertama RI: Ir. Soekarno – bukan Ir. Sukarno. Wakilnya, Bung Hatta – bukan Bung Hata. Contoh lainnya: Direktur BUMN – bukan Dir. BUMN. Untuk kepastian nama dan gelar, jika penulis ragu-ragu maka harus menanyakan pada pihak-pihak yang dijadikan narasumber. Di samping itu, dalam tulisan reportase dalam menyebut narasumber tidak perlu mencantumkan sebutan - misalnya: bapak, ibu, mbak, mas dan sejenisnya. - Ejaan. Ini yang sering salah tulis dan menganggu pembaca. Misalnya, dalam menulis kata-kata berikut ini: • Sekedar yang benar adalah sekadar; • Kwalitas yang benar adalah kualitas; • Telor yang benar adalah telur; • Resiko yang benar adalah risiko; • Merubah yang benar adalah mengubah; • Orangtua yang benar adalah orang tua (orang yang tak muda lagi); • Orang tua yang benar adalah orangtua (ayah atau ibu bagi si anak); • Kepasar yang benar adalah ke pasar (ke – kata depan); • Di pukul yang benar adalah dipukul (ke – awalan); • Tegor yang benar adalah tegur dan sebagainya. Gunakan kamus untuk menghindari salah ejaan. Pelajari pula tata-bahasa yang berlaku, untuk menghindari kesalahan tulis. Daya tarik lainnya yang terkait dan tulisan reportase adalah: 1. Judul; 2. Pembukaan atau intro tulisan disebut juga sebagai lead. Dalam teori creative writing, judul tulisan disebut ‘kepala tulisan’. Sedangkan pembukaan tulisan atau intro disebut ‘leher tulisan’. Judul yang menarik ciri-cirinya: (a) Terdiri dari 3 (tiga) – 7 (tujuh) kata; (b) mengesankan dan menggugah rasa ingin tahu pembaca (catchy) dan (c) Menggunakan kata-
84
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
kata yang kuat tapi tidak kaku (supple) dan (d) Hindari singkatan dan tidak membubuhkan tanda baca. Para jurnalis aliran jurnalistik sastrawi sangat piawai menciptakan judul-judul laporan bergaya catchy and supple. Sekarang, mari kita cermati majalah Duta Rimba No. 41, edisi JanuariFebruari 2012 halaman 54 memuat reportase kunjungan ke LMDH Artha Wana Mulya Kabupaten Jember Jawa Timur. Judul reportase Berkunjung Ke LMDH Artha Wana Mulya. Isi reportase tentang potensi LMDH Artha Wana Mulya penghasil getah pinus yang mampu mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Proses pensejahteraan antara lain: penduduk setempat bekerja sebagai penyadap getah pinus. Kemudian, hasilnya untuk beternak domba. Selain itu, mereka juga mendapat penghasilan dari menanam kopi di kawasan hutan. Reportase ini menurut penulis cukup menarik, tapi lemah dalam penciptaan judul (judulnya terlalu biasa, tidak menghentak). Sehingga isinya yang menarik menjadi tidak terekspose alias terkubur. Seharusnya, judulnya langsung melukiskan isinya. Misalnya diberi judul: Getah Pinus Jadi Domba di LMDH Artha Wana Mulya atau LMDH Artha Wana Mulya Melahirkan Domba. Judul kedua, kontroversial menimbulkan sanggahan: Ah..ada-ada saja..!. Judul pertama menimbulkan tanda-tanya: Kok bisa? Pembaca pun terpancing untuk membacanya. Selanjutnya, membahas tentang pembuka tulisan reportase atau intro disebut juga lead. Perhatikan posisi lead berdasarkan rumus piramida terbalik yang ada pada halaman ini. Lead berada pada urutan ke 2 setelah title (judul). Keberadaannya paling penting. Ia merupakan ‘tombak’ yang mewakili seluruh isi reportase yang disajikan. Maka, pembaca bisa langsung bisa tahu inti isi suatu reportase hanya dari lead-nya. Tentu saja tidak mudah, untuk menulis lead yang sempurna. Perlu melakukan latihan terus menerus, sambil membaca beberapa tulisan para reporter yang telah mampu berkarya unggul. Jangan pula tersinggung jika tulisan Anda dikritik senior Anda atau dikritik pembaca. Sebab, menulis adalah proses yang sangat panjang untuk sampai ke goal berkarya dalam kategori berbobot dan menarik.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
85
Latihan Silakan mengkaji lead reportase Berkunjung ke LMDH Artha Wana Mulya yang dimuat di majalah Duta Rimba No.41 edisi Januari-Februari 2012, halaman 54. Apa pendapat Anda? Jika lead tersebut Anda anggap kurang memenuhi syarat, silakan ditulis ulang (re-write)
Writer’s Block – Kebuntuan “Biasakan diri menulis di pagi hari, dimulai dengan minimal 500 kata”. Stephen King – Novelis Cerita Horor Supernatural, Amerika Serikat*
M
enulis dalam kondisi lelah fisik dan lelah psikis atau ada gangguan, sulit menghasilkan tulisan yang dapat menarik pembaca. Dalam kondisi seperti itu, biasanya si penulis mengalami kebuntuan, yang lazim disebut writer’s block. Ia tidak bisa melanjutkan tulisannya, walau tangannya bisa bergerak tapi pikiran ‘mampet’. Seolah-olah banyak tanda tanya menempel di kening: mau menulis apa lagi? Jawabannya: buntu! Tapi, kebuntuan dapat juga disebabkan oleh: 1. Kekurangan bahan/materi yang ditulis. Jika hal ini terjadi, cari kelengkapannya dengan seksama. 2. Kurang tertarik pada materi yang ditulis. Jika hal ini terjadi, konsultasikan pada orang yang memberi tugas pada Anda, agar memperoleh solusinya 3. Kurang memahami materi yang akan ditulis, sehingga menimbulkan tekanan jiwa yang mengakibatkan stress berat. Bila hal ini terjadi, cobalah berbagi (sharing) dengan rekan-rekan Anda yang lebih berpengalaman. Percayalah, mereka akan memberi saran dan arahan, hingga Anda memperoleh pencerahan. 4. Mengalami kejenuhan. Bisa saja Anda terperangkap dalam kejenuhan akibat tugas rutin yang senada. Hal itu akan membuat Anda ‘kehabisan’ ide, spirit dan gairah menulis. Seandainya hal itu terjadi pada Anda, bicarakan dengan senior Anda agar diberi alternatif tugas. 5. Menulis karena terpaksa. Jika hal ini terjadi, sebaiknya Anda tidak usah menulis. Posisikan diri dalam suasana rileks, sambil mawas diri: benarkah
86
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Anda menulis dengan terpaksa? Apa sebabnya? Temukan jawaban ini: menulis adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan. Temukan sendiri alasannya. Maka, Anda akan merasa terpanggil kembali menulis.
Apa pun alasan Anda mengalami kebuntuan, solusinya satu: berhenti menulis, walau sejenak. Istirahatlah dengan santai, walau hanya 30 menit: minum secangkir kopi atau minum segelas teh panas. Jika ada, hidangkan nyamikan sambil mendengarkan alunan musik lembut. Kemudian, hirup udara segar untuk menghilangkan rasa lelah dan jenuh. Atau, barangkali membersihkan badan, disertai beribadah. Setelah selesai, tarik nafas dalamdalam. Tentu suasana, yang semula membosankan berubah jadi indah. Ini saat yang tepat untuk mulai menulis kembali.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
87
EDITING “Editing atau menyunting, merevisi bahkan menulis ulang adalah proses untuk menyempurnakan tulisan. Kemudian, tulisan layak dipublikasi. Aku melakukannya berkalikali dan berhasil gemilang.� J.K. Rowling – Penulis Cerita Harry Porter
K
ata editing berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari akar kata edit yang artinya membaca, memperbaiki dan mempersiapkan naskah untuk diterbitkan. Kata editing telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi penyuntingan. Orang yang mengerjakan editing disebut editor copy editing. Dalam bidang penelitian, kata editing diartikan sebagai kegiatan meneliti atau memeriksa naskah (manuscript) untuk menjaga kebenaran dan kesahihannya. Sekarang ini, kata editing dan editor telah menjadi bahasa Indonesia. Kedua kata tersebut, termasuk dalam kelompok bahasa serapan. Untuk selanjutnya, penulis akan menggunakan kata editing dan editor sebagai bahasa Indonesia pada kertas kerja ini. Sehingga penulisan kata editing dan editor tidak usah dikursif (cetak miring). Posisi Editor Seorang editor bekerja untuk penerbitan, baik penerbitan buku maupun media-massa (koran, majalah, tabloid, buletin, jurnal dsb). Mereka ini bekerja di divisi editorial. Secara struktur kerja, editor terdiri dari: 1. Chief Editor: mengontrol, mengelola dan menetapkan strategi teknis editing serta mengecek hasil akhir dari editing; 2. Managing Editor: mengatur pelaksanaan proses editing yang dilakukan oleh editor (para editor); 3. Senior Editor: disebut pula sebagai kepala editor yang ada (jika editor lebih dari satu) bertugas merencanakan proses editing, penjadwalan kerja editing, melakukan kontak dengan penulis naskah dan menetapkan jadwal penerbitan naskah bekerja sama dengan bagian marketing (pemasaran);
88
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
4. Assistant Editor atau disebut pula Editor Secretary: bertugas membantu senior editor atau editor, termasuk mencari referensi (sesuai keperluan) dan mengatur kontrak penerbitan naskah dengan pihak penerbit dan penulis; 5. Right Editor: bertugas untuk mengurus berbagai hal yang ada hubungannya dengan hukum penerbitan yaitu: hakcipta (copyrights), nomor ISBN, nomor kode perpustakaan maupun perizinan dari pihak penerbit lain, jika diperlukan; 6. Picture Editor: bertugas untuk membantu bagian grafis dalam menyiapkan gambar, foto-foto maupun pendukung lainnya sesuai keperluan. Mekanisme Kerja Editor Editor melayani tiga konstitusi yaitu: (1) Penulis/Pengarang; (2) Penerbit dan (3) Pembaca, untuk menghasilkan bacaan bermutu . Oleh karena itu, seorang editor dituntut mempunyai ketrampilan berikut ini: 1. Mampu menulis, sehingga memahami tulisan yang baik maupun yang buruk; 2. Suka membaca dan telah banyak membaca berbagai materi bacaan untuk memperluas wawasan dan trend penerbitan; 3. Menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan beberapa bahasa asing, paling tidak bahasa Inggris; 4. Punya pengetahuan berbagai jenis bacaan (fiksi/sastra maupun nonfiksi/ sains, filsafat, agama dan sospol); 5. Menguasai perkembangan teknologi; 6. Punya jaringan dengan pengarang/penulis, penerbit dan organisasi penerbitan serta pembaca; 7. Mempunyai ‘mata ke tiga’ yaitu punya kepekaan kuat dalam menilai suatu naskah atau materi bacaan dengan cepat dan tepat. Keterampilan ini perlu latihan dengan cara gemar membaca, memperhatikan lingkungan sekitar, banyak bergaul dengan penulis/pengarang/pembaca maupun mengamati buku-buku terbitan baru berikut resensinya. Kerja Efektif dan Cerdas Pekerjaan editing tidak bisa dilakukan dengan setengah hati atau asalasalan. Proses editing memerlukan konsentrasi tinggi, yaitu menggunakan otak kanan dan otak kiri. SENI MENULIS SASTRA HIJAU
89
Dengan kata lain, kita mengfungsikan otak kanan dan otak kiri sekaligus dengan pola perbandingan sebagai berikut: Fungsi Otak Untuk Keperluan Editing Otak Kanan Imajinasi Empati Keindahan Kreativitas
Otak Kiri Logika Analisa Bahasa
Berdasarkan fungsi otak kanan dan otak kiri tersebut di atas, maka seorang editor dalam menjalankan tugasnya wajib melakukan: 1. Membaca naskah yang akan diedit dengan seksama; 2. Memahami naskah Butir 1; 3. Menyimpulkan naskah Butir 1 dengan segala maknanya; 4. Menilai bobot naskah Butir 1 dengan benar; 5. Menentukan langkah-langkah kerja selanjutnya, yaitu melakukan perbaikan dan pengemasan naskah untuk diterbitkan. Proses Kerja Editing Editor harus tahu proses kerja editing. Pertama-tama ia harus memahami dulu aspek apa saja yang perlu diedit dari naskah yang akan diterbitkannya. Standar internasional menetapkan tujuh aspek editing, meliputi: 1. Readability (keterbacaan naskah) dan legilibility (kejelasan naskah); 2. Konsistensi naskah; 3. Tata bahasa; 4. Gaya bahasa; 5. Ketelitian data dan fakta (sumber yang sahih); 6. Legalitas dan kesopanan; 7. Rincian produk (isi naskah). Sedangkan fokus pekerjaan terletak pada: 1. Editing bahasa; 2. Editing isi.
90
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Editing bahasa mengerjakan: 1. Ejaan 2. Pemenggalan kata 3. Huruf kapital 4. Tanda baca 5. Penerapan angka dan rumus (jika ada) 6. Penerapan kutipan (jika ada) 7. Penggunaan akronim atau singkatan 8. Penggunaan huruf miring (cursif) dan huruf tebal (bold) 9. Penerapan elemen khusus (judul, daftar isi, tabel, grafik, diagram & gambar) 10. Format catatan kaki dan daftar pustaka Editing isi: Dalam melakukan editing, editor tidak diperbolehkan: 1. Mengubah atau menghilangkan sebagian isi dari ‘inti tulisan’ yang diedit Jika hal itu akan dilakukan, haruslah atas persetujuan penulis/pengarang; 2. Menyalahkan kebenaran dari isi naskah, sebelum mengecek berdasarkan berbagai sumber dan melakukan diskusi dengan pengarang/penulis naskah tersebut. Jika memang terdapat kesalahan haruslah diperbaiki dengan persetujuan penulis/pengarang dengan mengacu dari berbagai referensi; 3. Bekerja melanggar deadline. Agar editor dapat bekerja dengan lancar, perlu menyediakan peralatan kerja secara lengkap antara lain: 1. Kamus Umum, Kamus Serapan, Kamus Ejaan maupun Kamus Khusus sesuai dengan naskah yang diedit 2. Bolpoint aneka warna 3. Kertas tempel (post-it) 4. Penghapus 5. Penggaris 6. Staples, gunting, cutter, kalkulator (sesuai dengan keperluan)
Selamat berkarya! * SENI MENULIS SASTRA HIJAU
91
MINI BIOGRAFI PENULIS
Soesi Sastro Perempuan kelahiran 7 Februari 1962 dari Bojonegoro ini menulis sejak remaja di majalah Putri Indonesia era delapan puluhan seperti cerpen di majalah Pertiwi, salah satunya “Ngaben” tahun 1990. Cerpennya “Pondok Damar Pondok Indah”, “Tubuh Bisu di Ladang Sawit”, dan “Jangan Pernah Menangis, Januari” , dimuat diharian Jurnal Nasional. Beberapa tulisan perjalanan pernah dimuat di harian Kompas, tulisan opini Kehutanan dimuat di koran yang sama. Sebagai pekerja BUMN kehutanan Indonesia, ia aktif di organisasi internasional untuk sustainable forest management. Alumni PSL-IPB tahun 1992 ini pernah menimba ilmu Community Development, Community Forestry , Forestry Market & Society serta Environmental Science di Nepal-India, Thailand, Myanmar, Vietnam, Philippine, Netherland, Australia dan Germany. Pengalaman bertemu berbagai komunitas sosial dan menembus hutan beberapa belahan dunia termasuk Afrika Selatan dan Manaus Amazon memperkaya daya imajinasi sastra. Tercatat sebagai anggota Himpunan Pengarang Indonesia AKSARA periode 2011-2015. Cukup produktif berkarya, beberapa puisi alitnya dimuat dalam “Kitab Radja Ratoe Alit” Antologi puisi bersama 49 Penyair Indonesia (2011), karya fiksinya dimuat dalam Antologi “Fiksi Mini” bersama 25 Pengarang. Juga karyanya “Hati Perempuan” bersama 21 Penyair perempuan Indonesia tahun 2011. Buku kumpulan puisi tunggalnya “Dalam Nafas-Nafas” dan “Kado” terbit 2011, karyanya tentang Sastra Hijau, “Bumi Bicara” bersama tiga penulis perempuan terbit tahun 2012, dan beberapa karya lainnya.
92
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
Naning Pranoto Naning Pranoto lahir di Yogyakarta, 6 Desember 1957. Pendidikan formal yang pernah ditempuhnya: Akademi Sekretaris Santa Maria Yogyakarta (1979); Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta (1985); Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional Jakarta (1986); English Languange Centre Monash University, Australia (1999); International Relations (Chinese Studies) Bond University, Australia (2001). Sekarang ini selain memimpin Garda Budaya Indonesia dan Tabloid Pendidikan Kebudayaan Rayakultura, aktif sebagai penulis lepas dan aktif sebagai dosen tamu di berbagai universitas di Indonesia maupun di Mancanegara dan dosen tetap di Universitas Nasional (mengajar Creative Writing dan Hubungan Internasional, Pengantar sejarah Jepang dan Studi Cina). Juga aktif sebagai tutor creative writing dan menjadi pembicara dalam berbagai seminar yang ada kaitannya dengan pemberdayaan dan peningkatan kreativitas (SDM) kaum muda. Hobinya menulis, sampai dengan tahun 2010 telah menghasilkan 20 judul novel dan ratusan cerita pendek. Novelnya antara lain, “Mumi Beraroma Minyak Wangi”, “Miss Lu” (mendapat penghargaan sebagai novel asimilasi), “Musim semi Lupa Singgah di Shizi”, “Bella Donna Nova”, “Azalea Jingga”, “Angin Sorrento”, “Perempuan Dari Selatan dan Dialog Antar Dua Topeng”, “Wajah Sebuah Vagina” (bestseller 2004), dan beberapa karya fiksi & non fiksi lainnya.
SENI MENULIS SASTRA HIJAU
93
Sides Sudyarto DS Sides Sudyarto DS terlahir sebagai Sudiharto, tanggal 14 Juli 1942 di Desa Banjaranyar, kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pernah Sekolah Guru dan jadi guru Sekolah Dasar di Pekiringan, Tegal. Sambil mengajar sekolah lagi di SMA PGRI Tegal, jurusan Sastra Budaya. Hijrah ke Jakarta, bekerja sebagai penarik becak selama dua tahun, berpangkalan di Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat. Sambil menarik becak kuliah di Universitas Indonesia, jurusan Sastra Belanda (pagi). Sorenya kuliah di Akademi Bahasa Asing (ABA) di Jl. Merdeka Timur 14 Jakarta. Kemudian alih profesi sebagai anggota redaksi majalah Bobo. Selanjutnya menjadi reporter harian Kompas, bidang seni budaya, kemudian beralih ke bidang Politik Internasional. Pernah menjadi redaktur eksekutif harian Media Indonesia, pemimpin redaksi Tabloid Intelektual dan pemimpin redaksi Rayakultura, sebuah bulanan pendidikan dan kebudayaan. Kegiatan selama lima tahun terakhir keliling kota Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Tegal, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Buleleng, Makasar, Lampung, Palembang, Medan, Pekanbaru, Padang, untuk ceramah sastra dan creative writing. Pernah melawat ke berbagai kota di Australia. Juga pernah ceramah Pancasila dan Kebudayaan untuk komunitas Neo Humanista di Sao Paulo, sembari berziarah ke rumah filsuf pendidikan Paulo Freire.
94
SENI MENULIS SASTRA HIJAU