Edisi1okee

Page 1

6

budaya Gotongroyong

Nilai Pemberdayaan Wayserdang Capai Rp2,4 M

PRogRaM Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM­ MPd) Integrasi terus bergulir di Kabupaten Mesuji. Hampir setiap tahunnya, seluruh kecamatan mendapatkan dana yang bersifat mengajak partisipasi masyarakat setempat. Adalah Wayserdang, salah satu kecamatan yang mendapatkan kucuran dana segar dari pemerintah pusat dan kabupaten setempat. Pada tahun ini, UPK Kecamatan Wayserdang selaku unit pengelola kegiatan harus melakukan pembinaan terhadap seluruh tim pelaksana kegiatan (TPK) yang mendapatkan kegiatan fisik maupun non fisik yang mencapai sebesar Rp991.315.000. Dana itu membiayai sejumlah kegiatan di empat kampung, yaitu Kejadian; Labuhanbatin; Labuhan­ makmur; dan Sukaagung. Kegiata­ nnya meliputi perkerasan jalan telford sepanjang 4 km di tiga kampung; pembangunan gedung TK (Taman Kanak­kanak); dan pembangunan saluran drainase 200 meter atau tembok penahan tanah. Kegiatan ini tentunya memiliki sejumlah kendala. Namun, hal itu berhasil diatasi TPK bersama masyarakat. Hanya saja, hambatan yang terburuk ada di

kegiatan perkerasan jalan telford. Sebab, kegiatan ini berkaitan dengan lahan yang akan ditimpa bebatuan, sehingga tanahnya harus gembur. Mengatasi hal itu, TPK berencana menyiram tanah tersebut dengan air. Seluruh kegiatan PNPM­MPd Integrasi di Kecamatan Wayserdang ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana di lapangan. Mereka tergabung dalam tim pelaksana kegiatan (TPK) yang diterbitkan dalam surat keputusan (SK) kepala kampung masing­masing. Operasional TPK mencapai 3 persen dari pagu anggaran yang masuk ke kampung, sedangkan operasional UPK mendapatkan 2 persen dari total dana yang masuk ke kecamatan. Hal ini sesuai dengan petunjuk teknis operasional (PTO) dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Bukan cuma itu. Kecamatan ini juga mendapatkan kucuran dana dari Pem­ kab Mesuji melalui program Sai Bumi Serasan Segawi (SBSS) senilai Rp1,5 miliar. Anggaran ini meliputi kegiatan pembangunan gedung Taman Pendidikan Alquran (TPA); sumur bor dua unit; dan perkerasan jalan telford sepanjang 4 km di lima kampung. (red)

edisi oktober 2012

CAMAT Wayserdang Ridwan Zulkifli saat memimpin rapat sosialisasi program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan (PNPM-MPd) di kecamatan Wayserdang.

Gotongroyong Bangun TPA di Kampung Bukoposo

PEMBaNguNaN tempat pendidikan alquran (TPa) Bukoposo dilakukan dengan budaya gotongroyong.

TEMPaT Pendidikan Alquran (TPA) memiliki tujuan yang mulia. Selain menciptakan generasi muda yang beriman, berakhlak mulia, cerdas dan mandiri, TPA secara khusus diyakini dapat mengembangkan potensi yang berkaitan dengan keimanan umat manusia. Sedangkan fungsi TPA antara lain mengembangkan seluruh potensi anak sejak usia dini dalam rangka mewujudkan pendidikan anak seutuhnya sehingga nantinya terbangun

generasi ideal masa depan yang beriman, berakhlak mulia, cerdas dan mandiri; lalu melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan serta mengembangkan life skills. Bukan cuma itu. TPA juga memiliki sasaran yaitu tersedianya sarana pendidikan agama usia dini bagi anak­ anak masyarakat sekitar; terwujudnya hubungan yang harmonis antara masyarakat sekitar melalui sarana

pendidikan agama bagi anak­anak yang dikelola oleh pengurus musala; mencetak generasi yang mumpuni bagi masyarakat sekitar melalui pendidikan yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. TPA meliputi berbagai kegiatan edukatif, penekanan pada pengetahuan agama (baca tulis alquran, keimanan, akhlak, dan lain­lain), kegiatan pengembangan potensi anak. Atas dasar itulah, pemerintah melalui PNPM­MPd Integrasi tahun ini sudah membangun sejumlah TPA di Mesuji. Salah satunya adalah TPA Bukoposo, Kecamatan Wayserdang, yang sudah selesai dibangun oleh tim pelaksana kegiatan (TPK) setempat. Pembangunan empat ruang kelas baru (RKB) di TPA Bukoposo itu mendapatkan sambutan antusias dari masyarakat yang langsung dilibatkan dalam pengerjaannya. Ketua TPK Bukoposo Lasimin menyatakan pembangunan empat RKB di TPA Bukoposo mendapatkan apreasiasi dari masyarakat kampung setempat. Hal ini ditunjukkan dengan rasa gotongroyong yang secara sukarela dilakukan warga. Menurutnya, kegiatan gotong­royong ini demi menyokong pembangunan TPA yang menelan dana sekitar Rp200 juta. “Ada kalanya sistem pembangunan tidak harus berorentasi pada materi semata. Tetapi harus menanamkan kebersamaan dan gotongroyong. Dan

melalui program (PNPM­MPd) inim semua itu kami rasakan,” tuturnya. Di program ini, lanjut Lasimin, peran masyarakat sangat terasa mulai dari merumuskan prioritas pembangunan untuk diusulkan yang langsung melibatkan masyarakat hingga pekerjaan yang juga dilakukan secara bersama dengan kualitas yang dapat

dipertangungjawabkan. “Karena memang sistem yang ditanam dalam program ini adalah kebersamaan. Slogan dari masyarakat, dikerjakan langsung oleh masyarakat dan dirasakan langsung oleh masyarakat itu sangatlah tepat. Sehingga, kami sebagai pelaksananya memang ada beban moral jika pekerjaan ini tidak maksimal,” tandasnya. (red)

BERikuT MaNFaaT TPa 1. Memberikan wadah pendidikan yang berbasis Islam, khususnya pendidikan alquran untuk warga setempat. 2. Berusaha untuk meningkatkan dan memberikan pendidikan kepada masyarakat umum, khususnya kepada masyarakat yang kurang mampu untuk dapat memperoleh pendidikan agama yang layak. 3. Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga tercapai tujuan pembelajaran seperti tersebut di atas; 4. Penilaian proses dan hasil belajar yang efektif; 5. Manajemen berbasis sekolah (school based management). 6. Pengembangan pendidikan anak seutuhnya (PAS) sesuai bakat, minat dan kemampuan karakteristik anak. 7. Pengembangan pendidikan yang berbasis luas dan life skills. 8. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan. 9. Pusat sumber belajar baik guru dan tenaga pendidik lainnya. 10. Pendidikan berbasis masyarakat (community based education). 11. Sumber inovasi dan informasi (agent of change and center of innovation). Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber


5

bahan bacaan

edisi oktober 2012

Konsep Dasar Fasilitasi Masyarakat Bagi mereka yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat istilah fasilitasi adalah sering digunakan . Sayangnya istilah ini sering digunakan dalam berbagai situasi yang berbeda dengan pengertian yang berbeda pula . dalam pembahasan ini fasilitasi diartikan sebagai “ proses mempermudah sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu”. Atau bisa juga diartikan “ melayani dan memperlancar sustu kegiatan untuk mencapai tujuan” . Sedangkan orang yang mempermudah, melayani, dan memperlancar itu disebut ” fasilitator” Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain untuk mempermudah tugas merupakan proses. Fasilitasi berasal dari kata latin “Fasilis” yang artinya “mempermudah”. Ada beberapa definisi yang tercantum di dalam kamus diantaranya : “Membebaskan kesulitan dan hambatan, membuatnya menjadi mudah, mengurangi pekerjaan, membantu”. Sehingga bila diadaptasi

dalam proses pemberdayaan, fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya. Pengertian ini yang dirasa tepat untuk meng­gambarkan pemahaman fasilitasi dalam program pemberdayaan masyarakat. Pola pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat dikenal dengan istilah “pen­dampingan”. Secara harfiah penger­tian ini merujuk pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan penerangan, bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah. Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan kemudahan terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara proaktif melakukan intervensi

langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah fasilitator mencoba mengambil peran sebagai perantara atau katarsis untuk mempercepat proses belajar dan peningkatan kesejahteraan. Dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society) kegiatan fasilitasi dilakukan oleh tenaga khusua yang bertugas ; Pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena krisis sehingga menjadi suatu keber­samaan tujuan dan kegiatan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehi­dupan; Kedua, sebagai pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan kelompok masyarakat dan pembimbing pengembangan kegiatan kelompok. Dalam upaya mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu bimbingan atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas pendampingan tersebut. FASILITASI DAN PENDAMPINGAN Fasilitasi seringkali digunakan secara ber­samaan dengan pendampingan yang

PRINSIP-PRINSIP FASILITASI (a) Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan dipahami sebagai upaya membangun ikatan atau hubungan yang menekankan pada tiga aspek; Pertama, partisipasi diarahkan pada fungsi. Kemandirian, termasuk sumbersumber, tenaga serta manajemen lokal. Kedua, penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi lokal termasuk di dalamnya lembaga adat yang bertanggungjawab atas masalah sosial kemasyarakatan. Ketiga, keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara komunitas tersebut. Melalui strategi “pengembangan masyarakat” diharapkan pemberdayaan masyarakat adat dapat berlangsung secara dinamis sesuai dengan kondisi sosio budaya, politik dan ekonomi mas­yarakat yang bersangkutan serta hubungan dengan komunitas lainnya. Pendampingan sosial tidak saja berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar. Pengembangan sumber daya manusia, atau penguatan kelembagaan tetapi juga berkaitan dengan pengembangan kapasitas masyarakat untuk melepaskan diri dari belenggu perbedaan rasial, ketidakseimbangan kelas dan gender, serta menghapuskan penindasan mayoritas. (b)Berbasis Nilai dan Moral Pendampingan tidak hanya dipandang sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang bersifat material seperti penyediaan lapangan kerja, pemenuhan pangan, pendapatan, infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya. Pendamping harus dipandang sebagai upaya meningkatkan kapasitas intelektual, keterampilan dan “sikap” atau nilai yang dijunjung tinggi. Pendampingan dilakukan melalui pendekatan “manusiawi” dan beradab untuk mencapai tujuan pembangunan. Artinya, dapat saja sekelompok orang telah terbangun dalam arti berada pada standar hidup layak, tetapi dengan cara-cara yang “tak pantas” dilihat dari perspektif peningkatan kapasitas masyarakat. Jadi jelas bahwa pemberdayaan merupakan cara-cara yang beradab dalam membangun masyarakat.

(c) Penguatan Jejaring Sosial Dalam konteks pendampingan sosial, aspirasi dan partisipasi masyarakat dapat diperkuat melalui interaksi dan komunikasi saling menguntungkan dalam bentuk je­jaring (nerworking). Peningkatan kapasitas suatu kelompok sulit berhasil jika tidak melibatkan komunitas lain yang me­miliki kepentingan dan hubungan yang sama. Pengembangan jejaring perlu dilandasi pada pemahaman terhadap sistem relasi antar pelaku berbasis komunitas dan lokalitas dengan asum­si bahwa pelaku memiliki pe­ma­­haman yang sama tentang pengem­bangan jejaring. Dengan kata lain, perlu dibangun pemahaman bersama antarpelaku seperti LSM, Perguruaan Tinggi, Ormas, Bank, Lembaga Sosial, Pemerintah dan Lem­baga Internasional untuk membangun jejaring sosial. Proses jejaring membutuhkan implementasi prinsip-prinsip kesetaraan, bersifat informal, partisipatif, komitmen yang kuat, sinergisitas dan upaya membangun kekuatan untuk membantu masyarakat memecahkan permasalahan dan menemukan solusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan usaha produktif berbasis komunitas dan lokalitas diharapkan dapat melibatkan pelaku atau lembaga lain, seperti organisasi pemerintah. Keberhasilan jejaring sebagai media untuk perumusan kebijakan menjadi sangat penting tetapi ini semua tergantung kepada komitmen semua pelaku dalam jejaring tersebut. Peranan pemerintah lokal lebih bersifat sebagai fasilitator bukan hanya sebagai donatur. Pemerintah lokal perlu meng­alokasikan dana untuk masyarakat lapisan bawah atau pengusaha kecil di kawasan ini. Dalam hal ini penguatan kelembagaan merupakan hal penting dalam pem­ber­dayaan masyarakat. (d) Pemerintah sebagai Fasilitator Peran dan fungsi pemerintah dalam konsep pendampingan sosial berubah tidak sekedar sebagai institusi pelayanan mas­yarakat tetapi dalam masyarakat yang demokratis memiliki peran pokok sebagai fasilitator. Pemerintah tidak hanya bertugas memberikan pelayanan umum saja tetapi lebih ditekankan pada upaya mendorong kemampuan masyarakat untuk memutuskan dan bertindak didasarkan pada pertimbangan lingkungan, kebutuhan dan tantangan ke depan. Fasilitator tidak sekedar dituntut untuk menguasai teknik tertentu untuk mem­fasilitasi tetapi juga harus mampu membangun kemampuan pelaku lainnya mengenai program secara keseluruhan.(*)

merujuk pada bentuk dukungan tenaga dan metodologi dalam berbagai program pembangunan dan pengen­tasan ke­miskinan. Fasilitasi menjadi inti dari kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh tenaga khusus untuk membantu masyarkat dalam berbagai sektor pembangunan. Kegiatan pendam­pingan dilakukan dalam upaya mendo­rong partisipasi dan kemandirian masyarakat. Kegiatan pendampingan menjadi salah satu bagian dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam pendampingan dibutuhkan tenaga yang memiliki kemam­puan untuk mentransfer pengetahuan. Sikap dan perilaku tertentu kepada masyarakat. Disamping itu, perlu dukungan dan sarana pengembangan diri dalam bentuk latihan bagi para pendmping. Di Indonesia, kegiatan pen­dampingan dilakukan melalui : a.Pendampingan lokal yang terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK, aparat desa, pemuda, Kader Pem­ bangunan Desa (KPD) dan pihak lain yang peduli terhadap masalah kemiskinan, seperti perguruan tinggi,

organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. b. Pendamping teknis yang dipilih dari tenaga penyuluh departemen teknis, diantaranya; Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian (Penyuluhan Pertanian Lapangan atau PPL), dan penyuluhan pertanian spesialis atau PPS, Departemen Sosial, Petugas Sosial Kecamatan atau PSK dan Karang Taruna, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan atau SP3) dan lainnya. c. Pendamping khusus disediakan bagi masyarakat miskin di desa tertinggal dengan pembinaan khusus. Pendamping ini diprogramkan malalui program khusus seperti; Konsultan Pendamping untuk Proyek P3DT Swakelola dengan koor­dinasi Bappenas, Bangda, dan PMD. Penanganan ma­salah pengungsi, seperti pengadaan tenaga lapangan atau relawan untuk penanganan konflik, bimbingan khusus pengungsi.(*)

SIKAP FISIK n VARIASI : Bagi peserta dewasa tidak mudah memusatkan perhatian pada suatu kegiatan yang monoton. Fasilitator yang duduk terus menerus atau berdiri di satu titik saja lebih cepat mem­ bu­yarkan konsentrasi peserta. Duduk terus apalagi di belakang meja, mengurangi rasa akrab dengan peserta. Sebaiknya fa­ silitator duduk , berdiri dan berjalan secara silih berganti. n PANDANGAN : Tiada yang lebih membosankan daripada memusatkan perhatian pada ” penceramah” yang membaca catatan tanpa pernah atau jarang memandang para peserta. Peliharalah kontak pandangan dengan para peserta. Hindari memandang peserta tertentu terus menerus, apalagi yang mempunyai kelebihan dalam kedudukan atau fisik. Pandangan yang menyapu dari ujung ke ujung lain , me­nying­

gahi sebanyak mungkin peserta adalah yang terbaik, fasilitator sendiri dapat menangkap umpan balik berupa komunikasi non verbal seperti anggukan, kerut dahi, cibircibir dan sebagainya. Hindari memandang langit-langit ruangan atau titik di dinding melampaui kepala peserta, secara terus menerus. n TANGAN : Sama hal dengan seorang aktor film baru belajar, fasilitator baru juga suka tidak tahu mesti berbuat apa dengan tangannya. Akan nampak sebagai tanda kegelisahan kalau pembim­ bing meremas-remas kapur, tangan tidak henti-hentinya membetulkan kacamata atau kemeja. Tolak pinggang dan tangan dalam saku celana ditafsirkan se­ b agai kenagkuhan dan ke­som­bongan. n LANGKAH : Melangkah mundur maju, kekiri dan kekanan

tanpa perlu memberi kesan ketegangan. Melangkahlah dengan cara yang meyakinkan pada suatu titik, kalau perlu tanpa mengesankan keraguan n SENYUM : Modal yang paling berharga bagi seorang fasilitator adalah senyumnya. Bukan senyum dibuat-buat, tapi senyum yang terpancar dari jiwa keramahan dan keakraban dengan peserta. Wajah yang bengis mungkin menimbulkan rasa takut. n PAKAIAN : Perlu diperhatikan juga masalah pakaian yang dikenakan fasilitator. Biasanya peserta senang melihat fasilitator mengenakan pakaian yang tidak jauh berbeda dengan peserta, sehingga bisa cukup akarb untuk memotivasi keterbukaan, kerapian sangat dihargai, kemewahan tidak perlu, malah dihindari dalam lingkungan yang miskin.(*)

NILAI-NILAI DALAM MEMFASILITASI n DEMOKRASI : Nilai utama yang harus dalam pikiran seorang fasilitator adalah demokratis dalam melaksanakan setiap fasilitasi. Dalam hal ini seorang fasilitator memiliki asumsi setiap orang memiliki hak dan kesempatan dan pe­r­akuan yang sama. Tanpa adanya pra­sangka dan diskriminatif . Pe­ rencanaan yang di­buat dilakukan se­cara bersama dan dirancang se­ demikian rupa untuk ke­butuhan pe­­serta. Perencanaan dan ran­cangan yang telah dibuat ma­sih ter­buka peluang untuk dila­kukan pe­rubahan sepanjang sesuai dengan ke­ pentingan dan kebutuhan peserta . Dalam proses memfasilitasi interaksi antara fasilitator dengan peserta bukan struktuir yang hirarki tetapi fasilitator merupakan b agian yang setara dengan yang lain dalam mencapai suatu tujuan n TANGGUNGJAWAB : Pada prinsipnya setiap orang bertang­

gungjawab kewajiban peran yang dibebankan kepadanya, termasuk perilaku dan pengalaman-pen­ga­ la­man hidupnya. Fasilitator memiliki peran dan kewajiban terhadap rencana yang telah disusun dan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pertemuan. Harapan peran tersebut ha­nya mungkin dapat terealisasijika adanya komitmen yang kuat dan nilai tanggun gjawab yang tinggi dalam kegiatan fasilitasi ini n KERJASAMA : suatu kegiatan yang melibatkan banyak orang dalam proses pelaksanaannya hanya mungkin dapat terealisasi jika adanya kerjasama yang solid di antara sesama pelaku kegiatan tersebut. Aaaaaini berarti nilai kerjasama berperan utama dalam suatu proses fasilitasi n KEJUJURAN : fasilitator harus

memiliki nilai-nilai kejujuran dalam dirinya termasuk atas pikiran, perasaan , keprihatinan dan prioritas dalam mencapai tujuan. Artinya fasilitator harus jujur terhadap peserta dan terhadap dirinya sendiri ter­utama yang menyangkut kemam­puan dan kelemahan yang dia miliki. Fasilitator harus mewakili dirinya sen­diri secara adil dan tidak beru­saha berbuat terlalu jauh diluar ke­mampuannya. n KESAMAAN DERAJAT : Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi diri yang mungkin dapat disumbangkan kepada orang lain un­t­uk itu setiap peserta harus diberikan kesempatan yang adil tanpa haruis mempertimbangkan sta­tus yang dimilikinya. Fasilitator harus menyadari bahwa dia dapat saja belajar dari peserta se­ba­gai­ mana pesewrta dapat belajar dari pengetahuan , ketrampilan dan pengalaman yang dimilikinya.(*)


edisi oktober 2012

7

Dari Masyarakat Kembali ke Masyarakat

Harapanjaya Mulai Dialiri Air Bersih

MaSYaRakaT kampung Harapanjaya menggelar syukuran sebagai bentuk ucapan terimakasih terhadap penyediaan air bersih di rumah kepala kampung setempat.

FOKUS

Perkerasan Jalan Telford BaNk Dunia melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meng­ gelontorkan dana bantuan untuk membiayai pembangunan berbasis masyarakat senilai Rp3 miliar di tujuh kampung di wilayah Kecamatan Pancajaya. Ketujuh kampung yang menerima bantuan pembangunan PNPM­MPd Integrasi tersebut antara lain Muktikarya, Adikar ya­ mulya, Adiluhur, Fajarasri, Fajar­ baru dan Fajarindah. Ketua UPK Kecamatan Pancajaya Supriyanto mengatakan dana yang disalurkan ke tujuh kampung tersebut digunakan untuk mem­ bangun beberapa titik jalan telford. Kegiatan perkerasan jalan itu terdapat di Adikaryamulya 1.350 meter dan Adiluhur 1.306 meter. “Dan ada satu unit gedung pen­ didikan anak usia dini (PAUD) di Adiluhur,” katanya. Selanjutnya, kegiatan perkerasan jalan telford di Kampung Fajarasri yang memiliki dua titik sepanjang 1.265 meter dan 1.268 meter. Pancajaya juga mendapatkan pembangunan satu unit gedung taman pendidikan alquran (TPA). “Kita berharap adanya pemerataan pembangunan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Apalagi program ini me mang di setting langsung me­ libatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan dan ber tang gung­ jawab dalam peng gunaan angg­ ran nya,” kelakar Su priyanto. (red)

Di tengah hampir seluruh kampung di Mesuji kesulitan mendapatkan air bersih pada musim kemarau berkepanjangan tahun ini, warga Harapanjaya, Kecamatan Sim­ pangpematang, malah mendapatkan durian runtuh. Berkat program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan (PNPM­MPd) Integrasi, warga Harapanjaya sudah tidak lagi merasakan susahnya mendapatkan air bersih di kampungnya. Pada tahun ini, mereka “dihadiahi” tiga unit sumur bor oleh tim pelaksana kegiatan (TPK) Kampung Harapanjaya. Penyediaan air bersih yang ber­ sumber dari dana APBN tahun 2012 melalui PNPM­MPd Integrasi ini men cap ai sebanyak tiga unit. Pembuatan sumur bor itu cuma menelan dana mencapai sekitar Rp162 juta. Ketua Tim Kegiatan (TPK) Simpang­ pematang Rahmat mengatakan sumur bor yang menyediakan air bersih sudah

diserahterimakan kepada warga Hara­ panjaya yang disaksikan Kepala Kampung Harapanjaya Muslim belum lama ini. “Untuk tiga titik sumur bor itu menelan dana sebesar Rp162.210.000. Semuanya terletak di Kampung Harapanjaya. Masyarakat sangat senang dengan adanya sumur bor itu. Karena selama ini, mereka kesulitan mencari air bersih,” tuturnya. Rahmat menegaskan bahwa Kampung Harapanjaya selama ini tidak memiliki sumur bor sehingga kesulitan tidak pernah tersedia air bersih. “Hanya ada satu unit sumur bor di rumah kepala kampung setempat,” akunya. Untuk penyalurannya, masih menurut Rahmat, warga Harapanjaya menggunakan swadaya guna membeli paralon yang akan mengaliri ke rumahnya masing­masing. “Pembuatan sumur bor menggunakan lahan fasilitas umum (fasum) dan hibah dari masyarakat setempat,” tandasnya. (red)

berdayakan Perempuan dengan Kelompok Simpan Pinjam

SiMPaN pinjam perempuan (SPP) di kecamatan Simpangpematang tetap berjalan, meski masih ada tunggakan yang terbilang lumayan besar.

koMiTMEN pemerintah pusat dalam kerangka percepatan pengentasan kemiskinan, khusus­ nya dalam menunjang pelaksanaan PNPM­MPd Integrasi terus di­ fokuskan. Dibuktikan dengan ada­ nya program simpan pinjam perem­ puan (SPP) di Kecamatan Simpang­ pematang, Kabupaten Mesuji. Dana SPP yang telah diserahkan diharapkan dapat membantu untuk mengembangkan usaha­usaha yang sedang digeluti para pemanfaat karena pemberian dana ini adalah bertujuan untuk merangsang masyarakat untuk mandiri sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tentunya kegiatan penyerahan bantuan seperti ini merupakan salah satu bentuk perhatian dan komitmen pemerintah untuk mempercepat

akselerasi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di kampung maupun kecamatan. Dengan dukungan dana yang memadai, maka akan tercipta efek simultan yang saling mendukung satu sama lain. Yakni meningkatkan mobilitas masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya serta mening katkan posisi tawar kecamatan sebagai urat nadi pertumbuhan. Harus dipahami bahwa orientasi pembangunan kecamatan menjadi prioritas yang penting dalam pembangunan daerah di Kabupaten Mesuji. Sehingga sangat diharapkan kepada setiap unit kerja agar dalam penyusunan rencana kinerja anggaran senantiasa mem­ perhatikan prioritas kegiatan yang

bersentuhan langsung dengan kebutuhan riil masyarakat. Ketua UPK Simpangpematang Ansori Eko Setiyo berharap bantuan ini bisa digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan dan petunjuk pelaksanaan dengan memperhatikan prinsip transparansi, partisipasi, desentralisasi, dan akuntabilitas. “Kami juga terus me­ laksanakan monitoring secara berkala terhadap program guna mencegah dan mendeteksi sedini mungkin adanya penyimpangan,” tandasnya. Dipaparkannya, kegiatan SPP yang berbentuk dana bergulir untuk kelompok perempuan sudah tersebar di 213 kelompok hingga saat ini. Setiap tahunnya, pem­ bagian surplus yang terdiri dari penambahan modal usaha 50

persen; bantuan sosial untuk masyarakat miskin 15 persen; bonus UPK maksimum 5 persen; penguatan kelembagaan 10 persen. “Total dana yang digulirkan sejak 2004­2012 sudah mencapai Rp2, 8 miliar. Tunggakan mencapai sekitar Rp341 juta dengan jumlah kelompok penunggak sebanyak 57 kelompok. Penghitungan tunggakan ini terjadi sejak tahun 2006,” beber Eko, sapaan akrabnya. UPK Simpangpematang meng­ ungkapkan surplus SPP dari kelompok perempuan yang tersebar di Kecamatan Simpangpematang mencapai sebesar Rp25 juta pada akhir Desember 2011 lalu. “Ke­ mungkinan besar nilai tunggakan tersebut akan bertambah pada akhir tahun 2012 ini,” tutup Eko. (red)



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.