LIMA TAHUN BERDIRI LIMA TAHUN MENGABDI?
SUDAHKAH
MENGABDI?
Tidak hanya bertanggung jawab untuk meningkatkan intelektualitas mahasiswa saja, universitas seharusnya juga memiliki tanggung jawab sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. Meskipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, tetapi sudah sewajarnya pendirian universitas tidak hanya berpengaruh terhadap universitas itu sendiri.
ke halaman 2
PILIH YANG DEKAT ATAU YANG JAUH? Pengabdian masyarakat merupakan salah satu kegiatan mendarah daging dan dikenal oleh mahasiswa kini. Kegiatan ini dianggap bernilai sosial tinggi. Walau bernilai sosial tinggi, masih sangat disayangkan bahwa di Telkom University, kegiatan pengabdian masyarakat belum berjalan maksimal. Terdapat kritik dari masyarakat desa dekat Telkom University, bahwa mereka masih merasa kurang diperhatikan oleh pihak universitas.
ke halaman 3
SALAM REDAKSI Pengabdian. Sebuah perbuatan yang hendaknya dilakukan kepada sesama. Banyak jalan menuju Roma, begitupun banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan seulas senyum pada sesama makhluk ciptaan Tuhan. Banyak yang bilang bahwa mengabdi hanya tugas mereka yang berada dalam kumpulan agen perubahan. Lantas, bagaimana jika agen perubahan itu mengajak kita untuk mengabdi? Apakah kita akan mengiyakan atau seolah mati dan memutuskan untuk menutup diri? Redaksi: Dennis, Putu, Hartika, Milati, Adinda, Arul, Annisa, Dina, dan Fidya Layouting: Diba dan Taufiq Kontributor: Seluruh Anggota UKM Jurnalistik Aksara
Fokus
LIMA TAHUN BERDIRI, LIMA TAHUN MENGABDI?
Tidak hanya bertanggung jawab untuk meningkatkan intelektualitas mahasiswa saja, universitas seharusnya juga memiliki tanggung jawab sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. Meskipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, tetapi sudah sewajarnya pendirian universitas tidak hanya berpengaruh terhadap universitas itu sendiri. Terlebih bagi universitas yang terletak di dekat pemukiman warga seperti Telkom University. Desa Citeureup dan Desa Sukapura mempunyai masalah yang tak kunjung usai, yakni sampah. Setiap tahun, penduduk di desa tersebut selalu bertambah, penuh sesak oleh mereka yang sedang merantau, menuntut ilmu di universitas yang berdiri megah ditengah masyarakat. Hal ini mengakibatkan sampah yang ada pun kemudian bertambah banyak dan semakin menumpuk. Tak hanya sampah, warga pun merasakan berbagai permasalahan seperti kemacetan, keamanan, dan lain sebagainya. Lantas, bagaimana bentuk tanggung jawab sosial atau kepedulian pihak kampus terhadap hal ini?
Tanggapan Pihak Kampus Terhadap
Keluhan Warga
AKSARA/ Taufiq
Peran
Telkom University
di Mata Warga Menurut Wawan Gunawan, selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Citeureup, menjelaskan bahwa kontribusi pihak kampus terhadap warga sekitar tidak terlalu besar. Ia hanya merasakan kontribusi dari mahasiswa saja, bukan dari pihak kampus. “Dari pihak kampus belum pernah memberikan sesuatu kepada masyarakat, paling hanya dari mahasiswa dari organisasi mahasiswa sempat beberapa kali mengikuti pertemuan yang dilakukan oleh masyarakat dan memberi bantuan dalam hal pendanaan posyandu. Tapi itu juga beberapa tahun yang lalu dan sampai sekarang program ini tidak berjalan lagi.” ujar Wawan. Entang Sudrajat selaku Kepala Desa Citeureup, menambahkan pada saat rapat pembahasan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pendirian Telkom University, dijelaskan bahwa pihak Telkom akan memberikan bentuk sosial berupa pengadaan mobil ambulans kepada Desa Citeureup dan Desa Sukapura. Entang menjelaskan bahwa Bapak Jhoni Girsang selaku Kepala Yayasan Pendidikan Telkom (YPT) pada saat itu akan memberikannya, dan pada tahun 2014 Desa Sukapura sudah mendapatkan mobil ambulans tersebut. Ia menambahkan bahwa Bapak Jhoni meminta waktu terkait dengan pengadaan mobil ambulans tersebut, namun setelah Bapak Jhoni pindah maka kejelasan mengenai mobil ambulans ini menjadi kurang jelas. Dengan adanya hal ini, ia pun disarankan untuk membuat permohonan kepada
Telkom University. “Dengan adanya mobil ambulans ini sangat membantu bagi warga desa khususnya bagi warga yang kurang mampu. Hal ini dikarenakan apabila ada warga yang membutuhkan mobil ambulans, kami harus meminjam ke Desa Sukapura. Namun, kadangkala terjadi bentrok waktu apabila ingin meminjam mobil ambulans.” tambah Entang. Di Desa Sukapura sendiri memang benar bahwa mereka diberikan mobil ambulans dari pihak kampus. Namun, Enjang Saepudin, selaku Kepala Urusan Umum Desa Sukapura, merasa hal tersebut masih belum cukup bagi masyarakat sekitar. Karena masih banyak permasalahan-permasalahan yang belum terselesaikan. “Harapan saya bahwa bukan hanya mobil ambulans saja yang menjadi salah satu bukti kepedulian kampus terhadap masyarakat sekitar, melainkan juga dapat berupa hal lain. Masalah utama seperti sampah dan kemacetan pun kami merasa bahwa pihak kampus tidak memberikan solusi dalam penanganannya. Kami berharap dari pihak kampus ada upaya nyata dalam hal ini,” ungkap Entang.
Apakah Warga Pernah
Meminta Bantuan Langsung Terhadap
Pihak Kampus? Wawan Gunawan, selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Citeureup, mengatakan dulu ia sempat meminta bantuan terhadap pihak kampus saat masih bernama Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telkom. Namun, dana yang diberikan
menurutnya tidak sesuai, oleh karena itu ia merasa enggan untuk meminta bantuan lagi kepada pihak universitas. “Dulu saya pernah, pas masih STT Telkom, lingkungan masyarakat yang masuk di Rukun Warga (RW) 13 berencana untuk membangun masjid. Oleh karena itu, kami mengajukan permohonan dana. Namun, dana yang diberikan hanya berada dalam kisaran Rp 300.000,00 sampai Rp 500.000,00 saja. Sejak saat itu, kami merasa enggan untuk meminta bantuan lagi kepada pihak kampus. Karena kami berpikir bahwa hasilnya pun akan sama saja,” tutur Wawan. Hal senada juga dikatakan Ketua Rukun Warga (RW) 8 Desa Citeureup, Undang Hermana, ia mengatakan untuk meminta bantuan harus melewati prosedur terlebih dahulu dengan menggunakan proposal. Ia mengeluhkan bahwa terlalu rumit dan menyusahkan warga jika harus menggunakan proposal. “Untuk mengajukan bantuan harus pakai proposal, berbelit sekali, meribetkan warga. Harusnya Telkom bisa lah turun langsung, kan dia ada di deket sini. Kalau turun langsung kan kita bisa kasih lihat mana yang kumuh dan lain sebagainya. Dulu pas masih zaman STT Telkom masih ada pihak sana yang turun ke masyarakat, tapi semenjak menjadi Telkom University sih di RW kita belum ada tuh yang turun langsung ke warga. Kalau tidak mau turun langsung, undang lah kita kesana,” ujar Undang Hermana.
Mengenai keluhan warga, Angga Kusdinar, selaku Direktur Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (PPM) Telkom University, mengatakan bahwasanya pengadaan mobil ambulans kepada Desa Citeureup dan Desa Sukapura memang hanya satu mobil ambulans saja. Bukan masing-masing desa memperoleh satu mobil ambulans, melainkan dari pihak Telkom University yang hanya memberikan satu mobil ambulans. Ia menduga adanya salah pengertian terkait pengadaan mobil ambulans ini. “Tahun ini sudah mulai ada inisiasi kerja sama dan rekan-rekan dosen yang ada sudah mulai melakukan survei ke lingkungan sekitar. Kerja sama yang dilakukan yaitu memberikan pelatihan serta pemanfaatan produk yang dapat dimanfaatkan karang taruna untuk mengembangkan lingkungan sekitar dan dapat mendatangkan penghasilan bagi masyarakat. Tahap awal yang kami coba adalah pelatihan pengolahan sampah dan pengembangan tanaman hydroponik. Dan, program ini telah berjalan karena sudah melakukan survei. Sebenarnya terkait pengadaan mobil ambulans memang hanya satu tetapi mungkin ada salah tangkap terkait hal itu.” ujar Angga. Dalam berjalannya program pengabdian masyarakat lainnya, ia akan menggandeng dosen dalam pelaksanaannya dan dosen yang akan mengatur perihal keuangannya. Menurutnya hal ini dilakukan agar tidak memberi masyarakat dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk produk ataupun pelatihan.
“
Menurutnya hal ini dilakukan agar tidak memberi masyarakat dalam bentuk uang, melainkan bentuk produk maupun pelatihan.
“Lebih baik dalam bentuk produk ataupun pelatihan. Apabila diberi dalam bentuk uang dikhawatirkan akan sulit dalam proses audit keuangannya. Untuk kedepannya pihak universitas dan masyarakat akan melakukan komunikasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di masyarakat. Jika program yang diberikan kepada masyarakat dirasa bermanfaat maka program tersebut akan dilanjutkan. Kampus terbuka kepada masyarakat apabila mereka ingin datang,” ungkap Angga. Keluh kesah warga mengenai permasalahan yang terjadi sudah didengar oleh pihak kampus. Tinggal bagaimana kita melihat kampus bekerja untuk menuntaskan hal tersebut. Masyarakat berharap daerah mereka tidak hanya dijadikan rumah sementara bagi mahasiswa yang datang untuk merantau, tetapi mereka juga ingin merasakan angin segar atas perubahan yang ada. Semoga janji yang diucapkan pihak kampus memang benar berakhir menjadi sebuah tindakan, bukan hanya sebagai kata penenang.
2
Omammi
PILIH YANG
DEKAT
ATAU YANG
JAUH?
AKSARA/ Taufiq
P
engabdian masyarakat merupakan salah satu kegiatan mendarah daging dan dikenal oleh mahasiswa kini. Kegiatan ini dianggap bernilai sosial tinggi. Walau bernilai sosial tinggi, masih sangat disayangkan bahwa di Telkom University, kegiatan pengabdian masyarakat belum berjalan maksimal. Terdapat kritik dari masyarakat desa yang lokasinya dekat Telkom University, akan kurangnya perhatian oleh civitas academica universitas. Lokasi yang menjadi target pelaksanaan pengabdian masyarakat sampai saat ini kebanyakan masih dilaksanakan di desa yang letaknya jauh dari universitas. Pada kenyataannya, masih
3
banyak desa yang dekat dari universitas masih memerlukan perhatian lebih. Dengan demikian, timbul dua pemikiran yaitu mendukung pengabdian masyarakat untuk tetap dijalankan di desa jauh dari universitas atau di desa yang dekat universitas. Kegiatan pengabdian masyarakat dominan diadakan oleh organisasi mahasiswa (Ormawa) dan himpunan mahasiswa. Selain sebagai wujud kepedulian kepada masyarakat, hal ini juga masuk sebagai program kerja dalam tiap kepengurusan. Seperti yang dilakukan oleh salah satu Ormawa di Telkom University yang berada di tingkat fakultas, mereka menggelar kegiatan yang
dilaksanakan disebuah desa di kaki Gunung Papandayan. Disinggung mengenai lokasi pengabdian masyarakat yang tidak dilakukan di desa yang dekat dengan universitas, perwakilan Ormawa berujar bahwa memang pada awalnya akan mencoba melakukan di lokasi yang dekat dengan universitas, namun hal tersebut urung dilakukan karena sudah dilakukan oleh Ormawa yang ada di tingkat pusat. Selain itu, salah satu Ormawa yang berada di tingkat himpunan mahasiswa juga melakukan hal serupa di desa yang lokasinya jauh dari Telkom University. Sebelum melaksanakan kegiatan tersebut terlebih dahulu mereka mengadakan survei
untuk melihat bahwasanya desa tersebut layak dijadikan tempat mengabdi. Hal ini dikarenakan terbatasnya fasilitas yang ada disana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya pengabdian masyarakat memang perlu dilakukan baik di lokasi yang jauh maupun dekat dengan lingkungan universitas. Namun, dilihat dari keefektifannya lokasi yang jauh memang lebih efektif dibandingkan dengan lokasi yang dekat. Meskipun demikian, setidaknya untuk kegiatan yang akan datang mahasiswa Telkom University dapat “melirik� lokasi yang dekat agar kehadiran mahasiswa dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Omammi
P
engabdian masyarakat merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan mahasiswa Telkom University. Hal ini umumnya dilakukan di daerah yang terletak jauh dari lingkungan universitas. Namun, ada pula yang melakukannya dilokasi yang dekat dengan universitas. Perbedaan lokasi yang dipilih tentu sudah melewati berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa tersebut. Berdasarkan riset yang telah disebar dalam rentang waktu 14 Maret 2018 hingga 30 Maret 2018 dengan jumlah 90 responden terkumpul data untuk mengetahui tingkat keefektifan kegiatan pengabdian masyarakat di Telkom University.
1. Apakah Anda pernah melakukan kegiatan pengabdian masyarakat?
TIDAK
16.7%
YA
83.3%
Dari responden yang telah mengisi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yang ada pernah melakukan kegiatan masyarakat selama mereka menjadi mahasiswa Telkom University. Namun, terdapat pula mahasiswa yang belum pernah melakukan kegiatan pengabdian masyarakat. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwasanya kegiatan pengabdian masyarakat memang belum diikuti oleh mahasiswa Telkom University secara keseluruhan.
2. Apakah Anda mengetahui kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan Himpunan Mahasiswa atau Badan Eksekutif Mahasiswa?
TIDAK
28.9% Terdapat banyak mahasiswa yang mengetahui kegiatan ini, hal ini diperkirakan karena acara yang dirancang oleh Organisasi Mahasiswa yang bersangkutan cukup matang. Sehingga acara tersebut dapat berjalan lancar dan membuahkan hasil. Dan, hasil dari acara tersebut dapat diketahui oleh mahasiswa.
YA
71.1%
3. Apakah Anda setuju apabila acara tersebut dilaksanakan di tempat yang jauh dari kampus?
TIDAK
37.8% YA
62.2%
Dari data yang diperoleh jumlah responden yang setuju apabila acara tersebut diadakan di tempat yang jauh dari kampus terbilang cukup banyak. Hal ini dikarenakan ratarata penyelenggara kegiatan tersebut melakukannya dilokasi yang jauh dari kampus. Sehingga, dengan demikian banyak mahasiswa yang merasa setuju apabila kegiatan pengabdian mahasiswa dilakukan di tempat yang jauh dari kampus.
4. Perlukah hal serupa dilakukan didaerah sekitar Telkom University?
TIDAK
1.1% YA
98.9%
Dari data yang berhasil dihimpun, hampir seluruh responden menyetujui dan menganggap bahwa kegiatan pengabdian masyarakat memang perlu dilakukan khususnya di wilayah yang berada dekat dengan Telkom University.
5. Apabila Anda menjadi ketua pelaksana, hal apa yang akan Anda pilih?
Pengabdian pada Masyarakat Dekat dari daerah Telkom University
80%
Pengabdian pada Masyarakat Jauh dari daerah Telkom University
20%
Berdasarkan hasil yang ada, sebagian besar responden memilih lokasi yang dekat untuk melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat apabila mereka terpilih menjadi ketua pelaksana. Namun, terdapat pula responden memilih lokasi yang jauh sebagai tempat mereka melakukan kegiatan pengabdian masyarakat.
4
Kampusiana
YUK, LESTARIKAN BAHASA INDONESIA! “Pergi kuy” “Sabi kok”
“Otw ya”
“Lihat deh timeline isinya politik semua” “Ok nanti diemail ya”
“Selfie yuk” Dewasa ini tentu kita sering mendengar generasi muda khususnya mahasiswa acap kali berbicara dengan bahasa demikian. Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pemersatu di masyarakat pun diucapkan tidak sesuai kaidahnya. Hal ini tentu menjadi perhatian mengingat sikap generasi muda ini dikhawatirkan akan ditiru oleh generasi selanjutnya. Menurut Moch. Whilky Rizkyanfi, salah satu dosen Bahasa Indonesia yang mengajar di Telkom University penggunaan bahasa Indonesia memiliki ragamnya masing-masing yaitu ragam resmi dan tidak resmi. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari mahasiswa boleh menggunakan bahasa tidak resmi, asalkan tidak mengandung unsur yang berlebihan. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat merusak tatanan atau kaidah bahasa Indonesia. “Hal ini bisa saja terjadi, namun saat berlangsung pembelajaran di kelas mahasiswa dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Baik ketika persentasi ilmiah, penulisan karya ilmiah maupun saat tanya jawab ilmiah dengan dosen. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan nilai-nilai atau acuan norma-norma yang berlaku dalam kebahasaan. Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang berdasarkan pada kaidah-kaidah yang berlaku sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia.” ungkap Whilky. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidahnya juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan akan tata bahasa baku dalam bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan perlu beberapa proses untuk penyebarannya karena belum banyak yang menggunakan tata bahasa baku tersebut. Terlebih karena istilah baru tersebut dirasa mudah dilafalkan dibandingkan istilah yang sesuai dengan bahasa Indonesia baku.
5
AKSARA/ Taufiq
“
Terlebih karena istilah baru tersebut dirasa mudah dilafalkan dibandingkan istilah yang sesuai dengan bahasa Indonesia baku. “Sebagai mahasiswa harus mengetahui padanan istilah-istilah asing yang sampai saat ini masih sering digunakan, hal yang dapat dilakukan misalnya mencari informasi yang ada di internet atau menggunakan media sosial yang bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Saya berpesan kepada mahasiswa untuk memelihara bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah dan menguasai bahasa asing. Karena diera globalisasi tidak menutup kemungkinan bahwa bahasa asing akan masuk di Indonesia. Oleh karena itu, kita harus tetap memelihara bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan alat persatuan bangsa.” ungkapnya. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh dosen mata kuliah Bahasa Indonesia lainnya, Rae Dadela, menurutnya bahasa yang saat ini sering diucapkan oleh mahasiswa masuk dalam kategori slang. Yaitu bahasa yang timbul dan tenggelam, salah satu penyebab timbul dan tenggelamnya bahasa ini dikarenakan kemajuan dari generasi muda dalam menyikapi suatu trend yang ada. Penggunaan slang ini seringkali dilakukan oleh beberapa mahasiswa dalam kesehariannya. “Penggunaan slang ini sebetulnya tidak menjadi masalah ketika digunakan untuk bahasa gaul saja. Dan digunakan dalam batasan yang wajar. Namun, jika slang terus dilibatkan dalam segi kebahasaan ahal tersebut dapat menjadi masalah karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola pikir. Jika mahasiswa dapat berbahasa dengan
baik maka pola pikirnya dapat dikatakan baik. Begitupun sebaliknya. Mahasiswa boleh menggunakan slang, asal tidak melupakan bahasa yang seharusnya,” ujar Rae. Piihan kata yang digunakan oleh mahasiswa banyak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia baku, melainkan banyak yang mengambil dari bahasa asing. Mahasiswa justru lebih mengenal istilah asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang baku itu sendiri. Menurut Rae hal ini dikarenakan mahasiswa tidak banyak yang tahu mengenai pilihan kata bahasa Indonesia yang baku tersebut. Ia juga beranggapan bahwa bahasa Indonesia dapat berkembang pesat apabila penggunanya mau mengaplikasikan hal tersebut. “Slang ini juga termasuk dengan pelafalan kata yang seringkali dibolakbalik seperti yuk yang dibalik menjadi kuy, ataupun bisa yang dibalik menjadi sabi. Karena hal ini akan tenggelam begitu saja apabila ada bahasa yang baru. Pada dasarnya bahasa itu bersifat dinamis karena ia akan terus berkembang. Jika slang itu terus dikembangkan tidak menutup kemungkinan bahasa Indonesia yang ada akan rusak.” tuturnya. Sebagai dosen ia mengaku cukup miris dengan penggunaan slang yang lebih mendominasi dibanding bahasa Indonesia yang baku pada mahasiswa. Ia merasa miris dikarenakan bahasa mempengaruhi pola pikir mahasiswa. Dalam hal ini, ia beranggapan media juga mempunyai andil karena masuknya budaya asing yang masuk ditengahtengah budaya Indonesia sebagian besar melalui media dan akhirnya memberikan dampak di beberapa aspek. “Saat ini kami sedang berusaha untuk menggalakkan ajakan untuk mencintai bahasa Indonesia kembali dikalangan mahasiswa. Dengan cara mengembalikan minat mahasiswa terhadap bahasa Indonesia itu sendiri,
minimal sadar bahwa kita adalah orang Indonesia sehingga harus cinta dan memegang teguh bahasa Indonesia itu sendiri. Kebanyakan mereka cenderung fasih menguasai bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia itu sendiri.” tutup Rae. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa saat ini sering menggunakan bahasa Indonesia tidak sesuai dengan kaidahnya. Penggunaan slang serta kosakata yang mengambil kata dari bahasa asing pun digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi. Hal ini tentu saja membuat kualitas dari bahasa Indonesia itupun menurun, mahasiswa pun cenderung lebih senang mengikuti pilihan kata yang saat ini sedang digandrungi daripada menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mereka beranggapan pilihan kata tersebut lebih mudah dilafalkan daripada pilihan kata yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Penggunaan bahasa Indonesia yang saat ini dilafalkan tidak sesuai dengan kaidahnya tentu menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak. Hal yang dikhawatirkan ialah pudarnya rasa cinta akan bahasa Indonesia dikalangan mahasiswa. Mahasiswa pun dituntut aktif untuk lebih peka dan mengenal kembali bahasa Indonesia, diharapkan mereka dapat menggunakan kosakata yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dengan demikian, bahasa Indonesia pun dapat terus dikenal oleh masyarakat sebagai bahasa yang berlaku di Indonesia. Media pun diharapkan juga turut serta berperan aktif untuk mengenalkan kosakata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena sebagian besar media diakses oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa pun lambat laun mengikuti perkembangan bahasa yang ada. Dengan menggalakkan penggunaan kosakata yang baik dan benar diharapkan ke depannya bahasa Indonesia dapat lestari sesuai dengan kaidahnya.
Anekdot
YANG PENTING
PERGI...
AKSARA/ Diba
S
uatu pagi, dimana mentari belum terlalu tinggi menyapa semesta, Andi, salah satu mahasiswa universitas X sedang bersiap menanti angkutan kota yang akan membawanya pergi. Ia akan pergi menuju Desa Y. Tempat diujung selatan kota YY, kota tempatnya menuntut ilmu. Tangan kokohnya membawa beberapa barang, matanya menerawang mengingat kenangan akan hal serupa yang telah dilakoninya selama 2 tahun bersama komunitasnya. Sebentar lagi ia akan mengulangnya lagi, membantu sesama. Tak masalah dengan perjalanan yang akan ia tempuh dengan kendaraan umum yang penuh sesak manusia ini. Tak lama, angkutan umum itupun datang. Ia pun mengedarkan pandangannya. Penuh sesak oleh manusia dengan berbagai tujuan. Tak lama ia pun mendengar obrolan dari balik kemudi angkutan umum tersebut, ia pun melihat pengemudi angkutan umum itu sedang berbicara dengan seorang ibu yang duduk disampingnya. Andi pun penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, perlahan ia menggeser duduknya dan menajamkan pendengarannya. “Pak di desa Z banyak warga mengeluh tentang macam-macam permasalahan. Kayak sampah yang belum ditangani.
Teknologi yang ada sekarang juga buat pusing. Mereka belum pada melek teknologi Pak,” kata si ibu “Wah saya juga bingung bu dengan teknologi sekarang. Apa-apa makin canggih. Banyak warga juga pengen belajar, tapi bingung mau belajar dengan siapa,” kata sang supir disela hembusan nafasnya. Andi pun menatap nanar. Benarkah yang ia dengar? Desa Z dekat dengan tempatnya menggantungkan mimpi. Namun, mengapa kawannya tak memilih kesana? Berbagai hal tersebut berkecamuk dipikirannya. Ia pun bersiap mengeluarkan pendapatnya, belum sempat ia bersuara, sebuah suara nyaring terdengar dibelakangnya. “Memangnya dari universitas X tidak dateng ke desa pak? Kan, deket sama tempat orang pinter, masa ga ada yang kesana pak?,” ujar suara itu. Singkat dan menohok. Dua hal inilah yang lantas menari dipikirannya. Andi pun memejamkan matanya. Mengingat bahwa tempatnya menuntut ilmu dekat dengan masyarakat. Masyarakat dengan masalah yang sama dengan lokasi awal yang akan ia tuju. Ia berpikir mengapa kawannya tak memilih menuntaskan hal tersebut terlebih dahulu di lingkungan sekitarnya?
Ragam Garis Waktu oleh : Deri Wisanggeni
21.45
Dia masih disana Berdiri Lalu duduk Lalu berulang
21.46
Dunia ini masih sama Riuh Kadang kalut Kadang beraduk Si buta pura-pura tuli Begitu pun Si tuli pura-pura buta Lengkap – melengkapi Menutup diri Dari kalut Yang pintar membodoh Yang bodoh merasa pintar Lengkap – melengkapi Mengacau dunia Menjadi riuh
21.47
Dan dia menghilang
6