Daypost 7 - World Class University: Simbol Capaian 5 Tahun Telkom University

Page 1

S ER B A -S ER B I W OR LD C LA S S UN IV ER S IT Y

WORLD CLASS UNIVERSITY:

SIMBOL CAPAIAN 5 TAHUN TELKOM UNIVERSITY

Masuk dalam kategori world class university adalah sebuah “predikat� yang diinginkan oleh hampir seluruh perguruan tinggi. Tak heran, Telkom University pun tak ingin kalah saing untuk menjadi perguruan tinggi berkelas dunia, seperti yang tercantum pada visi dan misinya.

ke halaman 2

DISPENSASI: PENEBUS ABSENSI MAHASISWA BERPRESTASI

Demi mengharumkan almamater, tak jarang mahasiswa meninggalkan kegiatan perkuliahan demi mengikuti sebuah perlombaan. Ada harga mahal yang harus dibayar mahasiswa selama mengikuti kegiatan tersebut.

ke halaman 4

SALAM REDAKSI Mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi tentu menjadi salah satu fase yang dilewati oleh mereka si manusia beruntung. Beragam kriteria pun mereka tetapkan sebelum akhirnya menjatuhkan hati dalam memilih universitas pilihannya. Berbagai hal mereka siapkan sebelum memulai melukis mimpi di tempat yang ia harapkan. Sama halnya seperti manusia beruntung yang memiliki mimpi, universitas pun tentu memiliki sebuah mimpi yang akan diwujudkan. Predikat World Class University dapat dikatakan sebagai pencapaian luar biasa bagi setiap universitas yang memperolehnya. Tentu untuk memperoleh hal tersebut tidaklah mudah, ada beberapa indikator yang harus dicapai untuk mendapatkan predikat tersebut. Selain indikator, tentu saja terdapat berbagai upaya yang dilakukan untuk meraih predikat tersebut. Dengan adanya predikat ini diharapkan dapat memberikan sebuah efek yang dapat dirasakan oleh seluruh civitas academica yang berada dalam universitas tersebut. Lantas, sudah pantaskah Telkom University meraih predikat World Class University? Redaksi: Dennis, Putu, Hartika, Milati, Adinda, Arul, Annisa, Dina dan Fidya Layouting: Aditya, Taufiq dan Diba Kontributor: Seluruh Anggota UKM Jurnalistik Aksara


Fokus

SERBA-SERBI WORLD CLASS UNIVERSITY

AKSARA/Taufiq

Masuk dalam kategori world class university adalah sebuah “predikat” yang diinginkan oleh hampir seluruh perguruan tinggi. Tak heran, Telkom University pun tak ingin kalah saing untuk menjadi perguruan tinggi berkelas dunia, seperti yang tercantum pada visi dan misinya. Lima tahun Telkom University berdiri, sudah banyak penghargaan berkancah nasional maupun internasional yang diraih. Dengan adanya berbagai penghargaan yang telah diterima Telkom University tersebut, membuat Daris Rohmansyah Maulana selaku Kepala Public Relations Telkom University yakin bahwa Telkom University sudah pantas dikatakan sebagai World Class University. Salah satu akreditasi yang menjadi acuan beberapa universitas dapat dikatakan world class ialah akreditasi yang dikeluarkan QS (Quacquarelli Symonds) atau lembaga pemeringkat universitas dunia. Hal ini dikarenakan faktor penilaian yang ada dalam QS sendiri cukup banyak dan sesuai dengan standar world class university yang harus dipenuhi oleh Universitas.

Dari standar internasional yang telah ditetapkan QS, ada beberapa indikator yang ditekankan Telkom University untuk memperoleh standar world class itu sendiri. Diantaranya international student, hal ini dikarenakan masih terbilang jauh dari pernyataan sesungguhnya. Oleh karena itu, dari pihak universitas melalui ICAO (International Office Telkom University) berupaya membuat program untuk meningkatkan hal tersebut. Selain international student, hal lain yang sedang diperhatikan adalah publikasi dosen.

Berbagai upaya pun sudah dilakukan Telkom University, demi memenuhi indikator untuk mendapatkan sebuah gelar yang diakui secara internasional itu. Dengan banyaknya upaya yang dilakukan dan penghargaan yang didapat oleh Telkom University untuk menjadi perguruan tinggi berkelas dunia, apakah mahasiswa pun turut merasakan adanya euforia yang diperoleh dari sebuah gelar world class university? Ataukah world class university adalah sebuah gelar yang dikejar untuk mendapatkan sebuah “pengakuan”?

Kata Mahasiswa Mengenai

World Class University Sastiya Fairus, mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi, memandang world class university adalah universitas tersebut sudah berkelas dunia, dari sistem pengajarannya, dosennya, fasilitas sudah bertaraf internasional, dan juga sudah mampu bersaing dengan kampus-kampus lainnya. Ia menjelaskan dengan adanya world class banyak mahasiswa luar yang datang kesini dan mahasiswa pun dapat bertukar pikiran sekaligus menambah koneksi yang ada. Tetapi, ia sendiri pun belum merasakan dampak yang dirasakan dari world class university. “Mungkin karena aku mahasiswa reguler ya, jadi memang kurang mendapat atmosfer internasionalnya. Yang bisa aku rasakan kadang ada dosen yang materinya pakai Bahasa Inggris. Paling itu aja sih atmosfer internasionalnya,” tambah Sastiya. Dwi Sanda Rahayu, mahasiswi S1 Administrasi Bisnis mengatakan, untuk sekarang dampak langsung yang ia rasakan terkait dengan gelar world class university belum terlalu ada. Dampak yang hanya ia rasakan adalah bisa mengikuti student exchange. Menurutnya, student exchange ada

karena faktor Telkom University yang memang sudah dianggap sebagai world class university. Selain itu, saat student exchange pun ia lebih mudah mengikuti organisasi berbasis internasional yang ada disana. Menurutnya atmosfer belajar yang ia rasakan saat berada di Malaysia lebih terasa atmosfer internasionalnya dari beberapa aspek seperti kelas, sistem, dan mahasiswa yang ada, dibandingkan dengan yang ada di Telkom University yang dirasa masih kurang. “Di Telkom University sendiri aku belum merasa sih adanya atmosfer internasional, karena menurutku penerapan internasional disini belum merata. Aku ambil contoh saat dulu aku student exchange di Malaysia. Kalau dibandingin, Telkom University masih kurang banget. Disana mahasiswa yang mengikuti student exchange maupun mahasiswa asli universitas dapat membaur satu sama lain. Sedangkan di Telkom jarang ada organisasi yang bisa diikuti mahasiswa internasional. Hal ini menyebabkan mahasiswa internasional tidak bisa membaur dengan mahasiswa reguler. Jujur, saat aku balik ke Indonesia, aku merasakan perbedaannya dalam sisi internasionalnya,” ujarnya.

2


Fokus World Class

Untuk Siapa? Fasilitas pun juga menjadi faktor penting, untuk mendukung mahasiswa dalam melakukan kegiatan akademik maupun non akademik. Menurut Sastiya, fasilitas Telkom University untuk menunjang world class university dapat dikatakan sudah cukup baik. Seperti, laboratorium dan perpustakaan yang dapat dibilang cukup lengkap. Tetapi, menurutnya masih banyak yang harus dibenahi. Dwi Sanda juga berpendapat bahwa dari segi fasilitas, Telkom University masih banyak yang harus dibenahi. Fasilitas krusial seperti kursi pun terdapatbanyakkekurangan,hal ini tentu mencederai predikat world class tersebut. Sosialisasi penggunaan laboratorium kadang tidak optimal, terdapat laboratorium namun jarang untuk digunakan.

Contoh kecilnya saja ya di dalam kelas, seperti di FKB masih banyak kursi yang rusak tapi masih saja dipakai. “Contoh kecilnya saja ya di dalam kelas seperti di FKB masih banyak kursi yang rusak tapi masih saja dipakai. Terkadang juga kursi yang ada di kelas jumlahnya tidak memadai, sehingga harus ambil kursi sendiri di kelas lain. Kalau di jurusan aku sendiri, ada laboratorium statistika dan itu tidak terpakai,” tambah Sanda. Membahas mengenai laboratorium, Widya dan Alfian dari S1 Teknik Telekomunikasi dan sebagai asisten laboratorium Anthena, mengatakan bahwa untuk laboratorium Anthena sendiri alat-alatnya sudah cukup

3

AKSARA/Taufiq

lengkap. Meskipun ada beberapa alat ukur yang tidak berfungsi secara maksimal. Penggantian alat-alat laboratorium yang ada di Telkom University dilihat dari segi urgensinya bukan dari kerusakan alat laboratorium tersebut. Hal lain yang kadang dihadapi ialah terbatasnya waktu dalam penelitian, jam malam kampus menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini menjadikan mahasiswa kadang tidak optimal dalam menyelesaikan pekerjaannya. Urusan peminjaman ruang laboratorium yang berbelit terkadang juga mempersulit mahasiswa dalam kegiatannya. “Solusi yang bisa dilakukan terkait hal tersebut, mahasiswa bisa mengunjungi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Dago. Hal ini dikarenakan alat ukurnya lebih lengkap. Kunjungan tersebut disertai surat rekomendasi dari dosen pembimbing. Karena dari dosen pembimbing

dan LIPI sendiri sudah ada hubungan,” jelas Alfian.

Dengan adanya permasalahan tersebut, disayangkan seharusnya pihak universitas dapat lebih peka lagi untuk melihat bagaimana kesulitan yang kadang dihadapi oleh mahasiswa. Laboratorium yang ada dilingkup wilayah kampus merupakan salah satu aset yang harus dijaga dan dirawat. Hal ini dikarenakan laboratorium menjadi salah satu tempat dari keluarnya riset-riset yang berkualitas. Dengan adanya alat laboratorium yang baik dan memadai kualitas dari riset tersebut akan semakin baik seiring dengan baiknya riset yang dihasilkan mahasiswa, maka menuju world class university tentu seharusnya bukan lagi citacita universitas saja. Menurut Daris Rohmansyah Maulana selaku Kepala Public Relations Telkom University,

dampak secara langsung yang dapat dirasakan mahasiswa rasakan terkait adanya gelar world class university adalah ketika Telkom University mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Maka akan memudahkan mahasiswa ketika lulus dan ingin melamar kerja. Perusahaan akan melirik universitas yang dianggap memiliki akreditasi bagus. Saat diminta pendapatnya mengenai hal ini, Sastiya berpendapat dan menyetujui hal tersebut. Menurutnya, perusahaan akan berekspetasi tinggi ketika melihat seseorang lulus dari universitas yang memiliki akreditasi baik. Hal tersebut akan memberikan peluang yang besar dalam mencari pekerjaan. Berbeda dengan Dwi Sanda, ia berpendapat bahwa semua kembali lagi ke mahasiswanya masing-masing. “Balik lagi tergantung mahasiswanya. Sekarang saja, banyak kok kakak tingkat kita yang sudah lulus tapi masih cari kerja sana-sini. Berarti kurang terbukti kalau status world class university dapat menarik perusahaan dalam menerima pegawai. Jadi, memang semua balik ke mahasiswanya,” ujar Sanda. Pihak universitas telah berupaya maksimal untuk memperoleh predikat world class university. Mahasiswa pun tentu mendukung hal tersebut. Walaupun seluruh elemen yang ada dalam lingkup universitas telah mendukung, atmosfer world class itupun masih saja belum dirasakan secara menyeluruh. Semoga saja predikat world class tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh civitas academica universitas, bukan sebuah gelar yang hanya untuk diagungkan dan menarik lebih banyak massa.


Omammi

DISPENSASI: PENEBUS ABSENSI

MAHASISWA

BERPRESTASI

D

emi mengharumkan almamater, tak jarang mahasiswa meninggalkan kegiatan perkuliahan demi mengikuti sebuah perlombaan. Ada harga mahal yang harus dibayar mahasiswa selama mengikuti kegiatan tersebut. Absensi seringkali menjadi batu sandungan bagi mereka yang mengikuti sebuah perlombaan. Oleh karena itu, pemberian dispensasi atau perizinan dapat menjadi angin segar bagi mahasiswa yang mengikuti perlombaan tersebut. Dengan izin dispensasi yang diberikan, mereka tak perlu cemas akan perkuliahan yang mereka tinggalkan selama beberapa waktu. Sayangnya, dalam urusan dispensasi yang ada di Telkom University ini terbilang tidak terlalu jelas. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pengajuan dispensasi ini menjadi rancu. Hal ini dikarenakan pihak universitas tidak mempunyai aturan dan ketentuan pusat terkait permasalahan tersebut. Berdasarkan keterangan yang dijelaskan oleh salah satu dosen, persyaratan mengenai dispensasitersebutditentukan oleh masing-masing fakultas. Pada umumnya, penangguhan dispensasi diterima dilihat dari kriteria yang sudah dipenuhi oleh mahasiswa. Misalnya mengikuti perlombaan yang membawa nama universitas.

bantuan, hal lain yang diberikan oleh kampus dapat berupa beasiswa. Bagi beberapa mahasiswa, hal ini dianggap maklum dan menganggapnyanormalbagisetiap perguruan tinggi, namun tidak sedikit yang menyayangkannya. Karena tanpa disadari hal tersebut akan mengundang sentimen negatif bahwa pihak universitas mempersulit mahasiswa untuk berprestasi diluar urusan kampus dan mematahkan kepercayaan mahasiswa terhadap kepedulian kampus itu sendiri.

AKSARA/Diba

Tidak hanya dari pihak universitas saja, kemauan dan keinginan mahasiswa dalam mengurus setiap proses perizinan juga diperlukan. Hal ini dikarenakan beberapa mahasiswa enggan untuk menjalankan sistematika dan alur dari proses penangguhan tersebut karena dirasa cukup rumit. Menurut penuturan salah satu mahasiswa S1 Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika (MBTI) 2016, ia mengaku pernah gagal memperoleh dispensasi karena perlombaan yang diikuti tidak membawa nama kampus. Hal lain dikemukakan oleh salah

seorang mahasiswa S1 Teknik Telekomunikasi 2015 yang mewakili kampus dalam perlombaan bidang olahraga, menurutnya dispensasi bukanlah hal yang menyulitkan, karena pihak kampus tidak mempermasalahkannya.

Terlepas dari masalah dispensasi, ap res ias i kampus dalam hal lain untuk mendukung kegiatan perlombaan dirasakan mahasiswa masih tergantung pada tingkatan lomba yang diikuti. Mahasiswa yang mengikuti perlombaan dengan membawa nama kampus memperoleh dana bantuan, meskipun dana yang diberikan tersebut terlambat dalam hal pencairannya. Selain dana

Pihak universitas mempersulit mahasiswa untuk berprestasi diluar urusan kampus dan mematahkan kepercayaan mahasiswa terhadap kepedulian kampus itu sendiri. Apresiasi yang layak dibutuhkan mahasiswa tanpa adanya pembeda dalam beberapa aspek misalnya jenis lomba, peringkat yang diperoleh maupun keikutsertaan nama kampus didalamnya. Dengan adanya perlakuan yang mendorong mahasiswa agar turut aktif dalam setiap perlombaan tersebut akan mengangkat citra positif bagi kampus. Dan, memang seharusnya mahasiswa mempunyai hak yang sama untuk menjadi mahasiswa berprestasi terlepas dari apakah ia membawa nama kampus atau tidak membawa nama kampus.

4


Kampusiana MAHASISWA DAN KESADARANNYA DALAM BERDEMOKRASI Demokrasi dan mahasiswa menjadi hal yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Tak dapat dipungkiri demokrasi juga menjadi harga mati bagi mahasiswa. Beberapa tahun silam mahasiswa turun ke jalan untuk memperjuangkan demokrasi. Namun, apakah hal itu juga terjadi pada mahasiswa saat ini? Apakah mahasiswa saat ini masih memiliki kesadaran untuk memperjuangkan apa yang dimaksud dengan demokrasi itu sendiri? Menurut Dirga Fradika, selaku Pimpinan I Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Telkom University (DPM KEMA TEL-U), hal yang saat ini disorot dari mahasiswa adalah tingkat kritisnya. Ia melihat bahwa mahasiswa saat ini cenderung bersifat apatis dan masa bodoh terhadap segala sesuatu yang ada. Menurutnya mahasiswa juga berperan sebagai agent of change untuk negara, namun seperti yang diketahui bahwa mahasiswa saat ini khususnya di Telkom University lebih mementingkan dirinya sendiri dan juga tolok ukurnya bukan berada dalam perubahannya melainkan output dari perubahan itu sendiri. Salah satu contoh yang ia ambil adalah Pemilihan Raya (Pemira) beberapa waktu lalu, dimana tingkat partisipasi mahasiswa cukup minim dalam hal itu. Selain tingkat kritis yang dirasa rendah, hal lain yang dilihat pada demokrasi mahasiswa Telkom University adalah rendahnya partisipasi mereka dalam pesta demokrasi yang diadakan di lingkungan universitas. Hanya 700 orang dari jumlah keseluruhan mahasiswa Telkom University

5

AKSARA/Agisti

yang masih sadar untuk menggunakan hak pilihnya dalam menentukan siapa nakhoda yang akan memimpin perjuangan mahasiswa. Hal ini dirasa cukup miris karena jumlah tersebut tidak sebanding dengan total jumlah puluhan ribu mahasiswa Telkom University. “Faktor yang menonjol dalam hal ini ialah sistem yang jelek dalam demokrasi Kema ini. Upaya yang dilakukan dengan cara merancang sistem yaitu Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang didalamnya tertera semua aturan mengenai Pemira itu sendiri. Hal yang menyebabkan demokrasi itu belum tercapai pada mahasiswa yang pertama adalah sistemnya yang jelek. Dimana setiap tahunnya selalu terulang hal yang sama. Yang kedua adalah sifat dari mahasiswa yang tidak merasakan efek adanya BEM� jelasnya. Proses demokrasi yang ada di lingkungan universitas juga dipengaruhi oleh peran universitas tersebut dalam meningkatkan demokrasi mahasiwa itu sendiri. Menurut

Dirga yang saat ini dirasakan ialah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lebih dekat kepada kampus daripada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ataupun Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Kampus berpengaruh sebagai pengontrol mahasiswa dimana mereka memberi sebuah petuahyangdapatmembangun pikiran mahasiswa agar tertarik terhadap demokrasi itu sendiri. Sedangkan salah satu cara untuk menyampaikan pendapat adalah berdemonstrasi, sementara dilingkungan kampus sendiri jika melakukan hal tersebut dengan mengenakan almamater akan langsung dipanggil. Ia mengatakan bahwa aturan tersebut terlalu ketat, dimungkinkan dari pihak kampus sendiri untuk lebih memperluas ruang kelas bagi mahasiswa. “Ruang lingkup mahasiswa itu bukan hanya ruang kelas masing-masing. Di luar masih ada hal yang perlu diketahui. Jangan ada pembatasan untuk ruang kelas. Upaya yang dapat dilakukan oleh badan mahasiswa contohnya

menampung aspirasi. Namun, yang berpartispasi dalam hal ini masih sangat kurang. Kemudian kita juga berupaya untuk memperbaiki sistem yang ada� tutupnya. Mahasiswa merupakan generasi muda penerus bangsa yang diharapkan semakin sadar akan peran yang diembannya.

Mahasiswa juga harus menyadari perannya sebagai agen perubahan, agen kontrol sosial dan paham mengenai pentingnya demokrasi. Ambisi pribadi dan gelimang fasilitas yang ada kadang membuat mahasiswa melupakan perannya yang ada. Seringkali mahasiswa pun tidak melakukan hal kecil berefek besar yang mencerminkan nilai demokrasi itu sendiri. Semoga saja, sang agen perubahan ini dapat segera menyadari peran yang diamanahkan kepadanya.


Anekdot

WORLD CLASS

UNIVERSITY

AKSARA/Diba

Tidak ada kesalahan ketik dalam judul ini. Bayangkan sebuah universitas terbaik yang belum pernah ada sebelumnya. Bukan hanya standar dunia, universitas ini mengklaim sudah mencetuskan standar alam semesta. Terdengar sangat ekstrim, tapi hal ini dapat terjadi. Anggap saja universitas ini sebagai representasi dari sebuah utopia dalam dunia pendidikan. Masih bingung dengan bentuk arsitektur dan denah dari universitas ini? Kurang lebih seperti Kota Dubai yang dipadatkan sedemikian rupa hingga seluas 50 hektare. Tanpa padang pasir tentunya, karena dikhawatirkan dapat mengganggu masyarakat kampus karena hembusan angin berpasir. Kursi berkelas bisnis dan pendingin ruangan atau air conditioner (AC) adalah sebuah standar untuk setiap ruang kelas. Semua makanan dan minuman disetiap kantin telah diberikan sertifikasi keamanan, sehingga tidak perlu khawatir terhadap lalat yang tidak sengaja tercebur di wajan. Absensi menggunakan KTM? Sudah kuno. Di universitas ini, absensi sudah menggunakan pemindai retina yang sudah dirancang agar dapat digunakan sesederhana mungkin untuk penggunanya. Dengan absensi ini, tidak ada lagi tindak penyalahgunaan absensi. Tidak mungkin Anda mencabut salah satu mata Anda dan menitipkannya kepada teman Anda. Proyektor? Lupakan. Oh Anda tidak perlu repot-repot lagi untuk membawa laptop. Proses pembelajaran di universitas ini sudah menyediakan teknologi virtual reality yang saking canggihnya perbatasan antara dunia nyata dan dunia virtual hampir tidak terasa. Cara kerjanya kurang lebih seperti dalam sebuah novel yang terlalu banyak mereferensi budaya populer disetiap paragrafnya. Bagaimana dengan dosen? 50% dari seluruh dosen di universitas ini (terutama yang telah menginjak umur setengah abad) telah dihilangkan eksistensinya dan digantikan oleh robot humanoid. Robot ini memiliki kecerdasan buatan yang sudah setara dengan manusia, bahkan sudah mencapai kesadaran makhluk berakal. Mereka patuh dengan segala peraturan yang telah dibuat oleh universitas serta dapat menentukan keputusan yang jujur dan adil. Mereka sudah diuji untuk memastikan bahwa mereka tidak memiliki kesalahan pemrograman seberapa persen pun. Tidak ada lagi tindakan penyelewengan posisi oleh dosen yang tidak bertanggung jawab. Mungkin Anda akan berpikir bahwa kebijakan ini akan diprotes oleh beberapa kalangan masyarakat kampus, karena dianggap sudah melangkahi anugerah dari Tuhan. Namun, kenyataannya siapa yang peduli? Tidak ada kekurangan apapun dari universitas ini. Jika ada, mungkin satu-satunya kekurangan dari universitas ini baru Anda sadari setelah mendengarkan kalimat “Terlalu bagus untuk menjadi kenyataan dan terlalu bagus untuk mewujudkan angan manusia yang terbentuk tanpa batas”. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak ada kesalahan ketik dalam judul ini. Universitas ini hanyalah kata-kata yang terdiri dari beberapa paragraf.

Ragam Hari Ini Tuk Esok Hari : Romantika Ceritaku Ceritamu oleh : Iramani Elegiku esok hari : “Ku harap pelangi kan hadir sinari malam karena rembulan lupa akan purnama, tetapi pelangi pun hampir lupa dengan spektrum warna, ku harap indah itu tidak hilang dalam realita karena kan bentuk imajinasi soal cinta setelah kenyataan menghajar tiap ku cipta asa” Pernah kah aku runtuhkan tembok rahasia Ku kira lembaran itu terbuka sendiri karena angin Kenanganku hari ini : “apa benar hari ini adalah tulah yang berkarma kata, makna tenggelam dalam hegemoni api dalam sekam, lalu aku bertanya lagi, untuk apa aku berjalan nikmati duka?” Coba kita temukan sisi terang kisah ini Setidaknya cahaya luar gua sudah tersedia untukmu Karena aku tidak mau kau diam dalam gelap Mari kita tegaskan, sebenarnya ada apa gerangan perasaan? Cukup bahasa berbicara kasarnya angan Karena fakta lelah sudah buktikan Sebenarnya siapa yang kan bimbang Tulus lah dalam memilih, ku harap!

6


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.