7 minute read

Awas Predator Seks

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sejak

Januari hingga 18 Februari

2023, ada 10 kasus kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan. Dari jumlah tersebut, 50 persen kasus kekerasan seksual ini terjadi di jenjang SD/MI, 10 persen di jenjang SMP, dan 40 persen di Pondok Pesantren.

Ketua Dewan Pakar FSGI

Retno Listyarti mengatakan, pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan semuanya laki-laki, ada 10 orang. Adapun status pelaku sebagian besar merupakan pimpinan ponpes dan guru. Kemudian disusul kepala sekolah dan penjaga sekolah. ”Sedangkan korban total 86 anak, baik laki-laki maupun perempuan. Anak korban lakilaki sebanyak 37,2 persen dan korban anak perempuan mencapai 62,8 persen,” ujar Retno, Senin (20/2).

Menurut Retno, ada sejumlah modus yang dilakukan oleh para predator seksual tersebut.

Diantaranya, bujukan untuk mendapatkan barokah dari

Tuhan oleh pelaku yang pemilik

Ponpes, evaluasi pembelajaran di dalam ruang Podcast Ponpes pada pukul 23.00 wib kemudian dicabuli, diiming-imingi uang dan jajanan oleh pelaku, memeriksa pekerjaan rumah sambil dipangku. Bahkan yang lebih bejat lagi, siswa dilecehkan justru usai melaporkan pelecehan yang dialaminya. ”Korban malah dicabuli Kepsek di ruang UKS dengan dalih memeriksa dampak pelecehan yang dilaporkan,” ungkapnya.

Dari modus-modus yang ada, relasi kuasa masih sangat kuat digunakan untuk melakukan kekerasan seksual di satuan pendidikan. Hal ini pula yang menjadikan pelaku seolah memiliki kebenaran hakiki baik ucapan maupun tindakannya. Sehingga hanya sedikit masyarakat yang mempercayai kebenaran peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban yang notabene masih di bawah umur.

Sayangnya, selama ini, hukuman bagi pendidik yang melakukan kekerasan seksual hanya sebatas mutasi. Menurut

Ketua Tim Kajian Hukum FSGI Guntur Ismail, dinas pendidikan umumnya menggunakan peraturan yang berlaku umum.

Yaitu peraturan kepegawaian dalam PP No.53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil. ”Sementara dalam hukum kepegawaian tidak ada hukuman penjara, sehingga kerap kali sanksi ketika korban tidak melapor ke polisi adalah berupa mutase,” keluhnya. Padahal, lanjut dia, mutasi sejatinya bukanlah hukuman. Akan tetapi, digunakan untuk promosi jabatan atau atas keinginan si pegawai sendiri.

Dampaknya, risiko si guru pelaku mengulangi perbuatan yang sama kelak di kemudian hari di tempat barunya pun sangat besar. Sebab, tak ada efek jera yang diberikan.

Dia mencontohkan pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru agama berinisial AM (33 tahun) di SMPN di kabupaten Batang, Jawa Tengah (2022).

Ternyata, pelaku sebelumnya diduga pernah melakukan kejahatan serupa di sekolah sebelumnya. Ada juga kasus guru agama berinisial M (51 tahun) di salah satu SD di kabupaten Cilacap yang cabuli 15 siswinya yang berakhir mediasi.

”Guru yang jadi pelaku kemudian dimutasi, lalu berbuat kekerasan seksual lagi terhadap siswinya di sekolah yang baru,” ungkapnya.

Melihat kondisi ini, pihaknya pun mendesak pemerintah pusat maupun daerah memastikan para pendidik yang menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak didiknya harus dipidana. Bukan berakhir dengan mediasi. Hal ini untuk mendorong adanya efek jera sekaligus tidak ada anak yang menjadi korban lagi. (mia) negara di dunia. "Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya samasama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan," tutur Dwikorita.

Di forum yang sama, Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Endra S. Atmawidjaja, menilai pemanfaatan air yang berlebihan dan perusakan lingkungan dapat mengurangi ketersediaan air dan membuatnya tidak layak untuk digunakan.

“Selain itu, ketahanan pangan juga terkait dengan ketersediaan air bersih yang memadai. Karena kekurangan akses ke air bersih dapat mempengaruhi produktivitas dan ketersediaan pangan,” katanya. Untuk mengatasi krisis air dan meningkatkan ketahanan pangan, diperlukan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah saat ini telah menyusun kebijakan dan programprogram untuk menjaga kelestarian sumber daya air. Di antaranya, sejak 2014 pemerintah menginisiasi pembangunan 61 bendungan hingga 2024.

“Saat ini 36 sudah selesai dan 25 bendungan sedang dalam tahap konstruksi. Diharapkan seluruhnya selesai pada 2023. Bendungan ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas tabungan air. Supaya di musim hujan tidak banjir, kemarau tidak kekeringan,” terang Endra. Upaya lain Pemerintah, mendorong sektor swasta agar dapat memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi yang ramah lingkungan dan efisien. Di samping itu, masyarakat juga dapat membantu menjaga kelestarian air dengan mengurangi penggunaan air yang berlebihan dan mendukung programprogram konservasi air.

“Dalam rangka menjaga kelestarian air, diperlukan kolaborasi dan keterlibatan dari seluruh masyarakat.

Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah kelestarian air,” tegasnya.

Indonesia Tuan Rumah Di tengah krisis air global ini, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah penyelenggara kegiatan World Water Forum (WWF) ke-10 pada 2024 mengangkat tema ‘Water for Shared Prosperity’ Tema tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana ketersediaan air bersih masih menjadi tantangan bagi banyak negara. Selain memperkuat posisi Indonesia di bidang manajemen sumber daya air, WWF merupakan pertemuan internasional terbesar di bidang air yang membahas pengelolaan sumber daya air melibatkan berbagai pemangku kepentingan. “Forum ini inklusif melibatkan semua stakeholder komunitas air. Melalui WWF, kita ingin tekankan bahwa water is politic. Air ini bukan hanya urusan technical, tetapi juga politik. Bisa menjadi salah satu platform pengambil keputusan menempatkan air di prioritas yang utama,” imbuh Endra. Sebagai informasi, forum yang diprakarsai oleh World Water Council (WWC) ini diselenggarakan setiap tiga tahun, dan telah berlangsung secara rutin sejak 1997. Melalui forum ini, Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai target SDGs, yaitu terkait hak atas air bersih dan sanitasi. (*)

Esemka Jangan Jadi Alat Politik

Mulyanto menuturkan, pihaknya akan mengusulkan agar pimpinan Komisi VII DPR meminta keterangan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan produsen Esemka tentang masalah tersebut. Menurut dia, penetapan status produksi mobil Esemka itu sangat penting karena berdampak pada banyak hal.

”Salah satunya terkait dengan rencana pemerintah memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik,” papar politikus PKS tersebut. Jika Esemka memang diproduksi di dalam negeri, lanjut dia, pihaknya akan memberikan apresiasi. Sebaliknya, kalau ternyata Esemka bukan produksi dalam negeri sebagaimana dalam kabar yang beredar, dia menilai secara moral dan politik presiden harus bertanggung jawab. Sebab, presiden yang kali pertama memperkenalkan Esemka sebagai mobil buatan anak-anak SMK di Solo.

Mulyanto menyebut saat ini sebagai momen yang tepat untuk mengusut persoalan

Esemka. Dia menilai, Esemka seolah dikirim dari alam gaib. Betapa tidak, selama ini tidak jelas perkembangannya.

”Kemudian, isu itu tiba-tiba muncul hanya di tahun politik menjelang pemilu. Setelah bertahun-tahun dicari, ternyata baru sekarang diketahui bahwa Esemka dikabarkan buatan Tiongkok,” ungkapnya.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga ikut angkat bicara tentang Esemka. Bahkan, dia langsung melihat Esemka yang dipamerkan di Indonesia International Motor

Show (IIMS) 2023 di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta. AHY pun memberikan komentar tentang kemunculan tiba-tiba mobil Esemka menjelang Pemilu 2024. Dia menyatakan, Esemka tidak boleh lagi dijadikan alat politik. Menurut AHY, mobil itu harus identik dengan produksi lokal karya anak-anak muda Indonesia yang kreatif. ”Saya berharap Esemka menjadi bagian dari kemajuan otomotif Indonesia. Tidak lagi menjadi alat politik jelang pemilu,” tuturnya. (lum/c14/hud)

Calonkan Diri karena Penuhi Kriteria, Usung Tema Kampanye Bhinneka Tunggal Ika

Sebab, pemuda 25 tahun itu pada 22 November tahun lalu terpilih sebagai presiden Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM)

School of International and Public Affairs Student Association (SIPASA). Dia pun menjadi mahasiswa pertama Indonesia yang menduduki posisi tersebut di kampus yang berlokasi di New York City, Amerika Serikat, itu.

Tanggung jawab di kampus yang masuk jajaran Ivy League (delapan perguruan tinggi elite di AS yang dikenal karena prestasi akademiknya yang ekselen) tersebut akan diembannya untuk periode 2023–2024. ”Saat itu saya membawa campaign dan platform Unity in Diversity for Our Community,” ujar penerima penghargaan Pemuda Hebat dari Kemenpora 2022 itu pada Senin (13/2) pekan lalu. Bahkan, dalam mimpi terliarnya pun Deris tak pernah membayangkan bakal memimpin organisasi mahasiswa di salah satu kampus paling prestisius di dunia. Apalagi jika mengingat bagaimana selulus SMA di Ciamis, Jawa Barat, dia gagal menembus SNMPTN, SBMPTN, dan Simak UI demi bisa menggapai cita-cita menjadi dokter. Padahal, dia pelajar berprestasi, lulusan terbaik, dan sangat aktif berkegiatan. Di SMAN 2 Ciamis, semua kegiatan ekstrakurikuler dia ikuti. Mulai OSIS, teater, seni tari, karawitan, vocal group, bahasa asing, hingga PMR. ”Yang paling aktif banget di Paguyuban Mojang Jajaka Ciamis (Pamoka). Saya bergabung pada 2013 dan masih aktif sampai sekarang. Itu salah satu platform yang membuat saya menjadi who I am today right now,” tutur Deris. Pamoka menjadi cikal bakal

Deris terjun ke masyarakat. Dari sana pula keinginannya menjadi dokter tumbuh: agar bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Cita-cita yang membuat Duta Wisata Mojang Jajaka Ciamis itu rela belajar dari pagi sampai pagi. Kala itu sebenarnya Deris sudah mendapat beasiswa penuh dari President University untuk jurusan hubungan internasional (HI). Namun, Deris bimbang. Tekadnya menjadi dokter belum padam. Setelah melalui pergulatan batin, dia menemukan ada sisi dirinya yang sesuai di jurusan HI. Dia tertarik menjadi diplomat agar kelak bisa berkesempatan memperjuangkan isu-isu hak asasi manusia.

”Terlebih, keadaan ekonomi ortu saat itu sedang tidak baik. Papa pensiun. Kami banting setir sampai mama buka warung, mobil dijual, garasi dijadikan kios. Kalau saya ditakdirkan di kedokteran, berapa biaya yang harus dikeluarkan papa-mama,” imbuhnya.

Kuliah di President University di Cikarang, Kabupaten Bekasi, itu dia jalani pada 2014–2019. Jelang tahun akhir, dia mendapat kesempatan menimba ilmu di Belanda, persisnya di Hogeschool van Arnhem en Nijmegen, setelah lolos seleksi program pertukaran mahasiswa.

Sebelumnya, Deris pernah menjalani pertukaran pelajar ke Malaysia saat SMP dan ke Australia saat SMA. Tapi, kali ini ada problem besar yang menghadang: dia harus mencari dana tambahan karena beasiswa yang diberikan hanya untuk biaya pendidikan.

”Begitu sampai Belanda bingung. Belum ada rumah, nggak ada kerjaan, kuliah belum mulai. Saya menginap di tempat teman dua minggu, hari pertama dapat magang,” ujar ASEAN-Korea Youth Ambassador itu. Di Belanda, Deris tetap aktif di berbagai kegiatan. Selepas kuliah, dia harus mengayuh sepeda sejauh 60 km pergi pulang ke tempat kerja. Kebetulan kuliah sambil kerja bukan pengalaman baru baginya. Semasa di Indonesia, Deris kerap bekerja part-time apa pun yang dirinya mampu. Mulai jadi entrepreneur, singer wedding, agen asuransi dari pintu ke pintu, hingga mentor pelatihan. Beragam kerjaan juga pernah dilakoninya setelah lulus S-1 dan sebelum mendapat beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) ke Columbia University. Mulai menjadi analis pasar, community manager, moderator, sampai pemandu acara di televisi. Beragam gemblengan itu pula yang membuatnya tak mudah patah. Termasuk ketika dia harus belajar dari awal untuk jurusan S-2 yang dia ambil yang berbeda dengan studi S-1. ”Tantangannya lebih ke akademik karena saya lulusan HI. Sekarang di jurusan master of public administration yang mempelajari semua kebijakan, mikro dan makro ekonomi, statistik, kebijakan fiskal,” katanya. Deris tertarik mencalonkan diri menjadi presiden BEM SIPASA di kampusnya karena merasa dirinya memenuhi kriteria. ”Saya telah mendedikasikan hidup untuk memajukan bidang pemberdayaan pemuda, pengembangan masyarakat, dan kualitas pendidikan sejak 2013. SIPASA akan menjadi platform untuk menuangkan semangat itu,” tuturnya. Sebelumnya, dia harus melalui beberapa tahapan. Mulai membuat platform, advokasi, hingga kampanye di tempat publik. Materi kampanyenya pun datang dari negeri tempat dia dilahirkan dan dibesarkan: Bhinneka Tunggal Ika. Sementara itu, program yang dikedepankan adalah Genta Mandaya. ”Genta Mandaya itu komitmen saya mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan masyarakat Indonesia melalui empat sektor, yaitu pemberdayaan anak muda, pengembangan masyarakat, pemberdayaan ekonomi lokal, dan transformasi pendidikan,” ujarnya.

Deris hanya bisa bersyukur atas apa yang telah diraihnya sejauh ini. Setidaknya, anggapannya dulu tidak salah: tertolak bukan berarti tidak pantas. ”Melainkan ada tempat lain yang lebih baik. Jadi, percaya saja pada diri sendiri dan ketahui kekuatanmu. Kalau punya mimpi, ya harus kerja keras untuk mengejarnya,” katanya. (*/c19/ttg)

This article is from: