3 minute read

Hampir Drop Out Dua Kali dari IPB

Sambungan dari Hal 12

Pengalaman pahit Drop Out (DO) yang dialami tak membuat layar kapal kehidupannya menciut. Setelah 28 tahun berlalu ia kembali ke kampusnya dan menuntaskan gelar doktor. Ini kisah dan kiatnya. Senyum lebar terukir di wajah Baban Sarbana. Kala dia dinyatakan lulus, dalam sidang terbuka promosi terbuka program doctor. Tak berselang lama, suasana haru justru menyelimutinya, saat hendak mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah mendukungnya. Perjalanan Baban meraih gelar doctor, memang tak mudah. Jalur terjal jadi trek yang mesti dilalui olehnya. Pasalna, Baban bercerita, kalau 28 tahun lalu dia sempat di DO dari perguruan tinggi yang memberinya gelar doktor saat ini. Saat itu, Baban terpaksa meninggalkan IPB. Tepatnya pada tahun ketiganya berkuliah di sana. Berbagai alasan pribadi menjadi sebab dia di drop out. Namun dia tak patah arang. Baban kembali menimba ilmu di tempat dan jurusan baru, yaitu jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan. Tak ingin mengulang sejarah yang sama. Dia belajar dan berusaha lebih keras. Baban akhirnya lulus dari sana dengan predikat cumlaude. “Setelah itu, di tahun 20062008, saya melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia lewat beasiswa yang diterima,” lanjut dia. Lulus S2, Baban berkelana ke berbagai tempat. Dia sempat menjadi sociopreneur di Tamansari, tenaga ahli UKM di dinas, bahkan ia sempat dikirim ke Malaysia untuk mempelajari soal geopark. Pengalamannya berkutat di bidang pemberdayaan desa, membuat Baban merasa butuh ilmu soal masyarakat. Akhirnya, dia mantap melanjutkan studinya, untuk mengejar gelar doktor. Semangat itu dia dedikasikan untuk orang desa dan Geopark.

Baban kemudian memilih IPB lagi, sebagai tempatnya menuntut ilmu.

Kali kedua kembali ke IPB, Baban dihadapkan dengan cerita yang hampir serupa. Dia mesti melalui jalan yang tak mudah. “Saya nyaris tidak lulus, jika tidak ujian di hari terakhir.

Pilihannya DO kedua atau S ke-3,” ucap dia.

Namun nasibnya kini lebih mujur. Baban berhasil melewati semuanya dan menyandang gelar doktor lewat disertasi berjudul “Model Komunikasi Kolaboratif untuk Keberlanjutan

Bisnis pada UMK di Geopark Nasional Pongkor” Menengok kembali kisahnya, Baban menyimpulkan, menjadi mahasiswa bukan hanya sebatas diri sendiri. Melainkan juga amanah orang tua dan orang yang menaruh harapan pada pendidikannya. Sebab, dia mengakui, dalam perjalanan yang dijajakinya, banyak momen sulit yang terbantu dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh orang di sekitarnya. “Motivasi saya datang dari doa orang tua, mertua, dan istri. Mungkin itu yang membuat semua lebih mudah,” ucapnya. Dia juga mengatakan, dalam kondisi semangat yang menu_ run, seseorang membutuhkan teman. “Jangan sendirian. Cari teman untuk sharing. Karena kita kadang tidak bisa melihat diri sendiri, jadi butuh orang lain,” pesannya. (fat/c)

Dihidupkan Gus Dur,

Dilanjutkan Bima Arya

Sambungan dari Hal 12 melakukan step rest. Setelahnya ditemukan kembali titik bocor dengan skala cukup besar. Sehingga menyebabkan hilangnya tekanan di wilayah RT tersebut. Meski begitu, Ardani mengungkapkan, Kamis (2/2) sore, dia telah menangani seluruh kebocoran yang terjadi. Aliran air sudah kembali normal. Selain itu, dia juga mengklaim, air yang sudah mengalir dalam keadaan jernih.

“Sejak Jumat (3/2) pagi sudah tidak ada permasalahan. Tidak ada yang menghubungki kami lewat call center lagi. Kami juga sudah monitor personel di lapangan, dan bertanya melalui WhatsApp pada pelanggan, mereka bilang kondisi airnya sudah menyala,” ujarnya. (fat/c)

PERAYAAN Cap Go Meh di Kota Bogor, kembali digelar secara meriah, Minggu (5/2). Sejumlah kegiatan bakal tersaji dengan megah. Itu sebagai bentuk rasa syukur warga Tionghoa kepada Tuhan, atas berkah tahun lalu dan kesempatan di tahun baru. Perayaan itu dituangkan lewat kegembiraan dalam tari-tarian, dan pesta lentera atau lampion.

“Puncak CGM biasanya dilaksanakan 15 hari setelah Imlek. Setelah itu tidak ada kemeriahan lain,” ujar Ketua Pelaksana BSF CGM 2023, Arifin Himawan. Pria yang akrab disapa Ahim, bercerita bahwa perayaan CGM di Kota Bogor, sebetulnya sudah berlangsung sejak masa kolonial Belanda. Kemudian berlanjut di era kepemimpinan

Presiden Soekarno. Kala itu, perayaan digelar di Istana Bogor. Masyarakat pribumi dan Tionghoa berbaur merayakan CGM. CGM sempat tidak diperbolehkan digelar pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Selama 32 tahun orde baru (Orba), tidak ada perayaan yang meriah dan terbuka di Bogor. Setelah Soeharto lengser, barulah perayaan CGM hidup kembali. Tepatnya tahun 2000. Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. “Gus dur menjadi pahlawan orang Tionghoa, karena dia mengeluarkan kebijakan bahwa Imlek boleh dirayakan. Setelah itu Presiden Megawati menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang berisi Hari Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional,” tutur Ahim.

Ia mengatakan, kawasan Suryakencana memang sejak lama menjadi pusat perayaan Cap Go Meh. Alasannya, karena Suryakencana menjadi China Town-nya Kota Bogor. Perayaan yang digelar, berupa penampilan Barongsai, Naga atau Liong, dan arakan tandutandu. Ahim menerangkan, warga Tionghoa meyakini keluarnya Dewa-dewi dari kelenteng akan memberikan keberkahan.

“Makanya saat perayaan itu masyarakat akan memasang dupa, air minum, dan buahbuahan di depan halaman rumahnya masing-masing.

Selain itu mereka juga akan menyediakan secara gratis makanan-makanan di halaman rumah untuk warga lainnya,” terang Ahim. Tahun demi tahun berlalu, perayaan CGM di Kota Bogor berkembang menjadi kegiatan kebudayaan. Pada 10-15 tahun lalu, panitia penyelenggara mulai memasukkan unsur kearifan lokal. Oleh karena itu perayaan Cap Go Meh di Kota Bogor bertransformasi menjadi pesta rakyat yang diiringi pesta budaya, yang menyatukan masyarakat dari berbagai kalangan. Kegiatan dan penampilannya pun kian semarak. Bukan hanya Barongsai dan Liong saja yang tampil, melainkan juga parade seni budaya Bogor. Sementara kegiatan ritual, hanya berlangsung di area dalam kelenteng saja. Ahim mengatakan, Perayaan Cap Go Meh semakin mendapat perhatian, di masa kepemimpinan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Ahim merasa, Bima memiliki penilaian lebih kepada Cap Go Meh. Dia melihat Bima tahu, Cap Go Meh memiliki nilai yang dapat mendorong wisatawan datang.(*)

This article is from: