Hal 20

Page 1

20

ipteks

identitas

NO 827| TAHUN XL | EDISI KHUSUS DESEMBER 2014

Bangun Pengetahuan Melalui Bertanya

Menyusun sebuah pertanyaan tidak selalu mudah. Maka kuasai dulu taksonomi bertanya sebelum bercakap. BERTANYA ialah suatu aktivitas yang dilakukan setiap hari oleh manusia. Dalam setiap percakapan, kalimat tanya pasti terucap. Pertanyaan juga merupakan salah satu jalan dalam mendapatkan pengetahuan. Namun, tak bisa dipungkiri, terkadang beberapa orang sulit membuat pertanyaannya bahkan dalam mengungkapkannya. Sehingga, terkadang menjawab dianggap lebih mudah dibandingkan dengan bertanya. Melihat kebingungan seseorang dalam bertanya, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas Alwy Rachman merangkum beberapa teori bertanya dari para ahli dalam suatu konsep yang dinamakan “Taksonomi Bertanya”. Taksonomi bertanya merupakan sebuah susunan cara bertanya untuk mencari pengetahuan. Hal ini dicetuskan Alwy, sapaan akrabnya agar pertanyaan yang dikeluarkan itu fokus mengarah pada pengetahuan yang dimiliki. Taksnomi bertanya yang diperkenalkan ini hanyalah rangkuman beberapa teori tentang pertanyaan seperti dari chunk question (pertanyaan padat), clear question (pertanyaan jelas), double bind ques-

tion (pertanyaan ganda), funnel questioning (pertanyaan yang menyalurkan/menyiarkan sesuatu hal, red), go forth and questioning (pertanyaan yang mengemukakan atau mempertanyakan sebuah jalan keluar, red), group questioning (pertanyaan kelompok), interrogation questioning (pertanyaan introgasi), key features question (pertanyaan inti, red), kliping question (pertanyaan bersusun, red), leading question (pertanyaan penting), open and closed question (pertanyaan terbuka dan tertutup), positive question (pertanyaan positif), probing question (pertanyaan menyelidik), questioning and working for social change (pertanyaan untuk sebuah perubahan sosial, red), questioning traps (pertanyaan menjebak), responding to question (pertanyaan yang muncul sebagai respon terhadap sesuatu, red), rhetorical question (pertanyaan retorikal), selling with question (pertanyaan menjual, red), shaping a strategic question (pertanyaan yang membentuk sebuah strategi, red), Socratic questioning (pertanyaan ala Socratis), strategic question (pertanyaan strategis), tag question (pertanyaan tambahan), dan the Coloumb tech-

nique (pertanyaan menggunakan kolom). Teori-teori pertanyaan inilah yang dirangkum Alwy menjadi sebuah Taksnomi Bertanya yang menurutnya harus dikuasai oleh semua orang di kampus. Mengapa tidak, kampus merupakan tempat yang menyediakan pengetahuan secara bebas. Cara bertanya yang baik ini harus dikuasai oleh mahasiswa ataupun dosen yang mengajar. “Dosen itu seharusnya mengajarkan mahasiswanya bagaimana cara bertanya karena dari sinilah ilmu pengetahuannya dilihat,” ujarnya saat diwawancarai di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Senin (9/12). Tak hanya di kampus, taksnomi ini juga penting bagi media baik cetak ataupun elektronik, serta peneliti. Media membutuhkannya dalam mengolah sebuah persoalan untuk disajikan dalam sebuah berita. Sedangkan untuk peneliti ini dibutuhkan untuk menghasilkan pengetahuan. Untuk menghasilkan pengetahuan, pasti banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan mencari jawaban. Jawaban-jawaban inilah yang nantinya

menjadi sebuah pengetahuan. Memulai sebuah pertanyaan, sekarang orang-orang mengenal bentuk 5W+1H yaitu What, Where, When, Who, Why dan How. Hal inilah yang selama ini dilakukan dalam media. Namun menurut Alwy, dalam bidang linguistik dan filsafat yang ia geluti 5W+1H hanyalah alat yang mengatur cara berpikir. Hal tersebut belum mengarah pada jawaban dari pengetahuan yang dimiliki. Teori 5W+1H ini hanya segitiga. Pertanyaan mengapa berada di paling atas dengan solusi jawaban kepercayaan, nilai, norma dan sikap. Setelah itu pertanyaan apa setara dengan bagaimana dengan jawaban yang mengarah pada pengetahuan, fakta dan peristiwa. Terakhir pertanyaan kapan, dimana dan siapa menghasilkan jawaban konteks latar. Dalam membuat pertanyaan, hal yang ingin dicapai ialah sebuah pengetahuan. Sehingga, setiap pertanyaan harus disiapkan dari awal. Manakala ada pertanyaan yang salah maka jawabannya juga salah dan tidak sesuai dengan pengetahuan yang ingin kita buat. Bagi Alwy, pertanyaan yang

dikeluarkan dari setiap orang menunjukkan tingkat pengetahuannya. Mahasiswa yang pandai bertanya pasti bisa diramalkan pengetahuannya tinggi. “Pertanyaan sederhana melahirkan pengetahuan sederhana dan pertanyaan canggih melahirkan pengetahuan canggih,” ungkapnya. Dalam mengenal taksonomi bertanya hal yang perlu dilakukan ialah mengeksplorasi pertanyaan dasar secara kreatif, membangun zona perspektif dan zona konsekuensi, lalu mengeksplorasi pertanyaan dengan kedua zona tadi, mengenali kualitas dinamik dari pertanyaan dan mengenali potensi agresivitas pertanyaan. Taksonomi bertanya ini sebenarnya bukan hal yang baru. Semua ilmu pengetahuan yang ada menggunakannya dalam memecahkan masalah. Teknik ini diketahui wartawan, peneliti, fasilitator, hanya saja mereka lupa. Jika menguasainya, alat ini dapat dipakai dalam merancang riset, menulis serta memahami bacaan-bacaan yang kita baca karena ia merapikan cara kita berpikir.n Fransiska Sabu Wolor

Menggenapkan Nikah Adat

PERNIKAHAN adat suku Bugis memang selalu menarik untuk diulas. Bila seorang peneliti kebudayaan asal Amerika Serikat, Susan B Millar pada 2009 lalu menggeledah beragam makna dibalik pesta pernikahan suku bugis soppeng. Baru saja, Dosen Komunikasi Unhas mengkhususkan penelitian pada makna simbolik pernikahan suku bugis bone. Memang benar bila makna pernikahan adat bugis terus bergeser. Pun hal itu disadari Abdul Gafar bersama tiga peneliti lainnya, Andi Subhan Amir, Iqbal Sultan, dan Muhammad Farid. Penyebab utama adalah perkembangan zaman yang lantas menggeser paham masyarakat terkait itu. Alhasil, tak sedikit masyarakat yang tidak mengikuti seluruh proses pernikahan. Padahal rentetan proses upacara pernikahan adat bugis Bone sarat akan mitos dan spirit religius. Namun, tak sedikit kalangan yang belum paham betul tentang arti pesan sesungguhnya dari setiap proses adat pernikahan. Kalau pun tahu, tak jarang ditemukan perbedaan interpretasi, kendati itu datang dari pemahaman masyarakat bugis itu sendiri. Dari hasil penelitian itu ditemukan bahwa prosesi upacara pernikahan yang dilakukan oleh

masyarakat bugis bone dibagi atas tiga tahap yakni tahapan pra nikah, nikah dan tahapan setelah nikah. Dalam tahapan pra nikah, terbagi atas prosesi mabbaja laleng atau melihat yang artinya membuka jalan untuk calon pengantin lakilaki. Lalu, mapessek-pessek atau mencari informasi apakah perempuan yang akan dinikahi sedang dalam lamaran laki-laki lain atau tidak. Perempuan yang tidak terindikasi dalam lamaran orang lain akan ditindak lanjuti dalam proses mammanuk-manuk. Biasanya yang datang mammanuk-manuk adalah orang yang datang mapessek-pessek supaya lebih mudah menghubungkan pembicaraan yang pertama dan kedua. Berdasarkan pembicaraan antara pammanuk-manuk dengan orang tua si perempuan, maka orang tua tersebut berjanji akan menyampaikan kepada keluarga dari pihak laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika dalam mammanuk-manuk terjadi kesepakatan maka akan dilakukan prosesi madduta mallino. Maknanya adalah menyampaikan amanat secara terang-terangan apa yang telah dirintis sebelumnya pada waktu mappesek-pesek. Lalu, keluarga calon pengantin

laki-laki mappettuada ke rumah calon pengantin perempuan. Mappettuada atau memutuskan pembicaraan. Pembicaraan yang diputuskan dalam mappettuada yaitu tanra esso atau penentuan hari, doi’menre atau uang yang akan digunakan mempelai wanita untuk mengadakan pesta dan akad nikah dari calon mempelai laki-laki. Dan yang terakhir yaitu sompa atau emas kawin yaitu pemberian uang atau harta dari pihak keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut ajaran islam. Sejak tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga sudah mempersiapkan keberlangsungan perkawinan tersebut. Makin tinggi status sosial, maka makin lama pula persiapan pesta pernikahan yang dilakukan. Untuk pelaksanaan perkawinan dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruh sanak keluarga dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan menggunakan pakaian adat. Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin biasanya tiga malam berturutturut sebelum hari pernikahan calon pengantin mappasau atau mandi uap, calon pengantin me-

makai bedak hitam yang terbuat dari beras ketan yang digoreng sampai hangus dan dicampur dengan asam jawa serta jeruk nipis. Selain itu, ada juga cemme passili’ atau mandi tolak bala yang dilakukan kedua calon pengantin sebelum malam mappacci. Calon pengantin dirias untuk upacara mappacci atau tudang penni. Mappaccing berasal dari kata paccing yang berarti bersih, mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun pacci atau pacar. Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut wenni mappacci. Keesokan harinya mempelai laki-laki dengan pakaian adat bugis diantar ke rumah mempelai wanita untuk melaksanakan akad nikah dengan membawa sompa dan doi’ balanca yang telah disepakati jumlahnya. Prosesi ini ditandai dengan pemasangan cincin sebagai tanda ikatan penganti laki-laki kepada pengantin perempuan. Setelah akad nikah, indo’ botting sebagai orang yang diamanahkan untuk mengatur jalannya proses pernikahan, menuntun pengantin laki-laki menyentuh dahi pengantin perempuan. Ini dikenal dengan mappasikarawa. Dilanjutkan dengan acara

marellau dampeng, memohon maaf kepada kedua orang tua pengantin, dan kepada seluruh keluarga terdekat yang sempat hadir pada akad nikah tersebut. Sebagai kunjungan balasan, keluarga pengantin perempuan pun mendatangi rumah pengantin laki-laki, prosesi ini disebut mapparola. Setelah seluruh prosesi akad perkawinan berlangsung, biasanya diadakan acara resepsi atau walimah. Semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu, sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar tidak berburuk sangka saat melihat kedua mempelai bermesraan. Adat semacam ini semestinya dilestarikan baik oleh masyarakat masa kini maupun masyarakat di masa yang akan datang. Seperti yang dikatakan Andi Subhan Amir salah satu dosen Ilmu Komunikasi, “semoga nilai-nilai kearifan lokal kita tidak mudah luntur karena seiring perkembangan zaman terjadi pergeseran baik itu penambahan ataupun pengurangan, generasi sekarang harus mempertahankan kearifan lokal yang ada di daerahnya dan tidak mudah terpengaruh oleh budayabudaya pop”.n Nursari Syamsir


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.