Hal 4

Page 1

4

wansus

identitas

NO 827| TAHUN XL | EDISI KHUSUS DESEMBER 2014

koridor Sureq La Galigo, Kisah Epik Perdamaian Catatan diskusi publik oleh Tim Produksi I La Galigo Universitas Hasanuddin “Humanity, Peace for Our Campus” yang digelar di Audiotorium Prof Dr A Amiruddin Unhas. Hadir sebagai pemateri, Prof Nurhayati Salam MT, Dr Dias Pradadimara MA, MS dan Drs Alwy Rachman, Jumat, 12 September 2014.

Menyemai Ekonomi Negara, Mengabaikan Lingkungan

IDENTITAS/SITI ATIRAH

Pembangunan negara erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang ujungujungnya sumber daya alam dikeruk guna memenuhi keinginan tersebut. Keinginan itu hadir dari paradigma pertumbuhan ekonomi yang tidak ramah lingkungan. Nyoman Iswarayoga, Direktur Media dan Advokasi WWF Indonesia membagi pandangannya lewat wawancara khusus bersama reporter identitas, Risky Wulandari dan Annisa Senja yang ditemui sebelum memberikan materi pada kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional PK.identitas Unhas, Senin (24/11). Berikut kutipan wawancaranya. Berbicara tentang lingkungan, biasanya tidak lepas dari kepentingan negara, misalnya ekonomi. Bagaimana Anda melihat hal ini ? Kepentingan lingkungan belum dikendalikan dengan baik. Sementara jumlah populasi, penduduk bumi sekarang sudah tujuh miliar dan pertumbuhan ekonomi semakin berkembang. Presiden mengklaim pertumbuhan sekitar enam hingga tujuh persen setiap tahun. Terkait pertumbuhan ekonomi, keinginan manusia untuk hidup lebih baik semakin meningkat tanpa memikirkan asalnya dari mana. Motor datang dari mana? Bahan aluminium, bahan plastik yang kita pakai, kulit imitasi berasal dari alam. Dikeruk dari tambang mineral, kayu, dan karet. Apakah muncul begitu saja? Tidak. Hadir dengan membuka hutan untuk usaha perkebunan yang lebih banyak. Yang kita tidak boleh lupa bahwa Negara Indonesia bukan hanya memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga negara lain untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang mungkin lebih besar. Kepentingan ekonomi dapat merusak alam tapi di sisi lain dibutuhkan untuk pembangunan. Begitu bukan ? Betul. Akan tetapi, bayangan kita tentang pembangunan itu berbeda-beda. Apa iya sih semua harus punya rumah mewah yang menggunakan ukiran kayu jati, menggunakan AC dimana-mana yang hidup 24 jam? Lalu setiap rumah tangga harus punya dua sampai tiga rumah? kan tidak. Apakah yang Anda maksud ada kaitannya dengan manusia itu sendiri sebagai produsen dari sumber daya alam ? Iya. Masalah lingkungan sebetulnya masalah kita. Betul bahwa pengusaha harus

diajarkan untuk tidak semena-mena. Tapi mau tidak kita membayar lebih mahal? Wong kemarin BBM naik saja protes kok. Karena kalau diproduksi dengan cara yang lebih berkelanjutan ada biayanya. Menyiasati hal itu, kita harus bisa merubah pola. Kita sebagai pengguna yang menciptakan permintaan, harus lebih selektif. Produsen berpikiran, ‘ah saya produksi ini masih ada yang beli kok, nanti kalau saya naikkan harga mereka lari ke toko sebelah. Toko sebelah saja tidak dihukum. Jadi kekuatan terbesar itu ada pada diri kita sebagai pengguna produk. Kita yang bisa menyetir perubahan yang kita inginkan. Kalau dari WWF sendiri, bagaimana strateginya untuk menghadapi benturan kepentingan ini? Yang WWF lakukan adalah bekerja di lapangan dan menunjukkan bahwa ada praktik-praktik ekonomi dengan prinsip yang ramah lingkungan bisa diadopsi oleh pebisnis, tanpa merugikan masyarakat. Yakni, membatasi, mengurangi, lalu mengubah. Kami menyampaikan ke para pebisnis, mau tidak sih mulai sekarang merubah pola produksinya. Memang akan ada biaya lebih, tapi kita bicara jangka panjang. Kita bicara sampai 50 generasi dari sekarang. Kalau pebisnis bicara “Waduh Pak kami rugi dong”. Kami sampaikan keuntungan dalam lima tahun belum menjamin Anda bisa berproduksi sampai sepuluh tahun lagi. Kalau sumber dayanya habis buat apa? Kita bicara sustainability bukan hanya environment sustainability tapi juga economic sustainability. Keberlangsungan lingkungan otomatis mendukung keberlangsungan ekonomi dan sosial. Jangan berfikir jangka pendek, karena memang ada biaya besar yang dibutuhkan. Kita berbicara sampai kapan planet ini masih bisa kita huni.

Namun, bagaimana cara menekannya? Itu adalah pertanyaan yang paling sulit untuk dijawab. Ketika WWF misalnya berteriak-teriak untuk selamatkan harimau. Yang ada hanya apa sih untungnya ada harimau dan tidak ada harimau? Toh kita hidup di kota ini tidak ada hubungannya dengan harimau. Maka, salah satu cara untuk menekan itu adalah menyuarakan kepada masyarakat untuk faham sistem rantai makanan. Jika harimau tidak ada, akan ada spesies yang berkembang biak lebih pesat karena tidak ada yang memakannya. Akhirnya apa? Kita pun akan jadi terancam. Itu stabilitas tidak bisa diganggu. Bagaimana WWF menyuarakan itu kepada masyarakat? Itu tugas panjang yang harus dilakukan WWF dengan berbagai cara. Misalnya, buat film, sosialisasi untuk membangun kesadaran bahwa ayo membangun perubahan itu mulai dari hal yang kecil. Selain itu, kini kita lebih memberikan pengertian ini kepada adik-adik bahkan yang masih di sekolah dasar. Caranya bermacam-macam. Seperti berusaha memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum. Apalagi kurikulum sekarang berbasis tematik semuanya menyangkut lingkungan. Oh iya terakhir, ini berarti menyangkut keserakahan manusia ya Pak? Ya betul, ini semua masalah keserakahan. Kami telah bekerja sama dengan MUI untuk mengeluarkan fatwa haram membunuh satwa liar. Kami juga mengingatkan manusia sebagai khalifah diberi tanggung jawab menjaga planet bumi. Itu ada semua, baik dalam teman-teman yang beragama Islam maupun Kristen dan Hindu. Tidak ada perintah merusak pasti menjaga.n

Data Diri: Nama Lengkap : Nyoman Iswarayoga n Tanggal Lahir: 31 Januari n Jabatan: Director, Communication & Advocacy, WWF Indonesia nPendidikan : 2000-2001 : Jurusan Teknik Lingkungan dan Energi, The University of Sheffield, 1994-2000 : Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November

BERBAGAI konflik dari tragedi-tragedi kelam yang berlangsung di kampus merah mesti diredam. Pencitraan Unhas dengan kekerasan, identik melekat pada namanya. Peran mahasiswa menjadi hal utama dalam mengembangkan nilainilai perdamaian, salah satu alternatif menarik adalah kesimpulan dari kisah epik mitos penciptaan awal mula peradaban Bugis. Sureq Galigo, disebut juga La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis yang ditulis di antara abad ke-13 dan ke15 dalam bentuk puisi Bahasa Bugis kuno. Ditulis dalam huruf Lontara kuno Bugis. Naskah ini menyimpan begitu banyak hikmah akan makna kehidupan. Peradaban dewasa ini yang penuh dengan konflik pada tingkat nasional dan global masih terus berkecamuk. Membudayanya kekerasan dikaitkan dengan peradaban yang semakin maju, membuat manusia kehilangan moral. Lunturnya kemampuan fisik manusia yang cukup besar dalam menyelesaikan konflik karena teknologi tidak pernah bisa menjadi standar kebenaran atau pun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan. Dengan tujuan esensi peradaban, Tim Produksi I La Galigo coba menatap, memajukan dan mengembangkan nilai-nilai perdamaian, kemanusiaan dan jalinan kerjasama sosial budaya. Dari sudut pandang ini, manusia dapat mehilangkan kekerasan sebagai satu opsi, kemudian dialihkan sebagai opsi kreatifitas yang dapat disalurkan sebagai alat kompetisi. Seperti yang digambarkan oleh Dr Dias Pradadimara MA, MS dalam konsepsinya, manusia dapat menekan kekerasan dengan sebuah pilihan tindakan. Interpretasi terhadap naskah La Galigo membawa kisah-kisah akan gambaran sempurna dari kepentingan di semua peradaban saat ini. Membuka pintu etnik untuk melepaskan sekat antara perbedaan wilayah. Memikat kepentingan peradaban global dengan membangkitkan peradaban teknologi tanpa isu dan mitos. Kisah lokal dapat membangkitkan persahabatan yang saling menghidupi, saling merasa dan bersatu. Semua hal tersebut tertuang pada naskah I La Galigo lewat kisah kebudayaannya. Manusia yang diikat dengan kisah karena batin, pikiran dan pengalaman yang sama dan membuang konflik. Namun, berbeda dengan manusia yang modern tanpa kebudayaan, kisah dan hikayat-hikayat dalam dirinya sehingga menjadi liar membuat dirinya keluar dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Akhirnya peradaban akan runtuh, akibat manusia menjadi liar dan dengan mudahnya mereka dapat menciptakan kekerasan. Dengan panjang naskah mencapai 360 ribu baris yang ditulis pada daun lontar, pohon yang mudah ditemui dalam masyarakat Bugis. Butuh kreativitas yang tinggi pada manusia Bugis hingga mampu menciptakan huruf dalam sistem sastrawi mereka. Sebuah peradaban manusia pada puncak tertinggi. Huruf ini diadopsi dari huruf Pallawa, melalui Jawa, Sumatera, kemudian Sulawesi Selatan. Tokoh utama dalam La Galigo, Sawerigading diakui sebagai peletak dasar peradaban akan cikal bakal raja-raja yang membangun masyarakat bugis. Konflik yang berada dalam La Galigo dapat dipecahkan dengan menempuh kesulitan. Mangatur konflik mengajarkan kearifan dalam kreativitas. Dalam naskah La Galigo juga mengajarkan komprehensif konflik dan mencari alternatif lain. La Galigo membawa kita untuk menghidupkan kultur perdamaian dengan memanfaatkan kebudayaan untuk menghidupkan perdamaian. Nur Rismawati


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.