6
civitas
identitas
NO 827| TAHUN XL | EDISI KHUSUS DESEMBER 2014
Rapor Merah Pelapor Keamanan
IDENTITAS/NURSARI SYAMSIR
Menjaga: salah satu Satpam sedang menjaga di Pos Satpam Pintu 1 Unhas. Jumat (12/12). Beberapa satpam terkadang dapat keuntungan dari penangkapan orang yang berdua-duaan di Unhas.
Oknum satpam sering mendapat mahasiswa yang berduaan di kampus pada malam hari. Kondisi ini dimanfaatkan untuk mengais pundi-pundi.
W
aktu menunjukan pukul 19.00 Wita. Sebut saja Nur, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) dan satu kawannya Anto seorang mahasiswa dari Universitas Islam Makassar menunggu salah seorang teman di halte depan Baruga AP Pettarani Unhas. Mereka ingin pergi bersama menghadiri acara reunian SMA. Suasana yang cukup ramai di sekitar Baruga karena banyaknya mahasiswa membuat Nur dan Anto tak merasa bahwa ada dua oknum satpam diam-diam memperhatikan tingkah mereka. Tiba-tiba dua oknum satpam memaksa memperlihatkan Kartu Mahasiswa (KTM). Nur yang mengaku bukan mahasiswi Unhas pun semakin ditekan, tasnya digeledah, namun satpam itu tak menemukan KTM-nya. Tak lama kemudian, teman Nur yang bernama Dimas dari jurusan yang sama dengannya pun datang. Tak mengetahui permasalahan apa-apa, ketiganya langsung disuruh memberikan uang masing-masing 50 ribu rupiah, sebagai uang tutup mulut karena dianggap berdua-duaan di tempat gelap pada malam hari. Meski berusaha membela diri karena merasa tak bersalah, Nur dan teman-temannya akhirnya menyerah karena diancam akan dibawa ke rektorat dan diliput media kampus. Uang 150 ribu pun raib diambil oknum. “Satpam itu bilang, baku atur saja, jangan persulit diri ta, ditahan ki itu, dibawa ke rektorat, nanti diliput identitas, kalian malu sendiri. Karena waktu itu saya dan teman-temanku sedang buruburu, kami langsung beri saja 150 ribu,” jelas Nur kesal, Rabu (29/10). Henri mahasiswa FIKP Unhas menjadi korban selanjutnya. Waktu itu sekitar pukul 20.00 Wita, dia dan teman wanitanya duduk berdua di dekat danau Unhas untuk mencari angin segar. Tak sadar diperhatikan dua orang satpam, Henri kemudian merangkul teman wanitanya.
Satpam tersebut lalu meminta KTM-nya dan ingin dibawa ke pos satpam rektorat. Kemudian satpam meminta uang 100 ribu rupiah. “Katanya (satpam) kalau mau selamat bayar 100 ribu, tapi waktu itu saya hanya bawa uang 20 ribu, saya lama berdebat, akhirnya satpam mau ji terima 20 ribu itu dan saya dilepaskan,” katanya berkisah, Selasa (9/12). Sanksi berat yang terdapat dalam Buku Pedoman Unhas pada keputusan rektor 1128/J04/2006 tentang ketertiban kampus, memang terdapat larangan melakukan tindakan asusila dan pornoaksi di dalam kampus seperti tercantum di pasal 9, tindakan seperti ini tergolong dalam pelanggaran berat dan yang melakukan diancam sanksi berat drop out. Namun beberapa oknum satpam yang mendapati mahasiswa berduaan di tempat sepi dalam kampus menyalahi aturan dengan memberikan sanksi tak mendidik dengan memeras mahasiswa. Said, kepala regu satpam Unhas tak berdalih jika memang ada anggotanya yang berperilaku seperti itu, “memang benar ada yang memalak,” ucap Said, Rabu (29/10). Sebelum menjadi satpam, mereka hanya mendapat pelatihan-pelatihan dari PT penyedia tenaga kontrak yang bekerjasama dengan Unhas. Tak ada pelatihan khusus yang diberikan Unhas. Kini, Unhas memiliki 71 satpam dari tenaga kontrak PT Global yang menyediakan tenaga satpam, serta 21 orang satpam berstatus PNS. Namun, Bulan Oktober silam, tiga orang satpam tenaga kontrak baru saja mendapat surat pemecatan, karena terbukti memalak mahasiswa yang kedapatan berdua di malam hari. “Ada laporan dari masyarakat, oknum satpam itu biasa minta paling banyak sampai 1,5 juta akhirnya saya dapat dan saya pecat, bahkan PNS bisa dipecat, apalagi cuma tenaga kontrak, yang jelas ada bukti nyata,” tegas Haeruddin selaku Kepala Biro Rumah Tangga Unhas, Rabu, (29/10). Haeruddin yang langsung turun tangan
menghadapi masalah ini mengatakan bahwa jika ada mahasiswa yang menjadi korban pemalak, jangan takut untuk melaporkan ke pihak rektorat, mereka akan dibantu dan jika terbukti, uang hasil palak akan dikembalikan. “Kalau ada mahasiswa dipalak, dan takut melapor ke kepala satpam, lapor saja ke saya, saya tindak lanjuti, catat namanya, apa pelanggarannya, saya panggil orangnya langsung berhadapan dengan Anda. Memang biasa kepala regu melindungi anggotanya, bahkan dia letakkan jabatannya kalau anggotanya dipecat,” tambahnya. Mengenai perilaku mahasiswa yang berduaan tidak sepatutnya disanksi dengan cara dipalak. Pembinaan tetap harus dilakukan, dan efek jera yang mendidik justru tidak hadir dari tindakan palakpalak seperti ini. Ditemui di ruangannya, Kepala Bimbingan dan Konseling Unhas, Dra Dyah Kusmarini Psych mengatakan, setiap orang harus bertanggungjawab pada setiap keputusan, dan setiap keputusan itu ada konsekuensinya. “Sebagai mahasiswa Unhas, dengan ada surat keputusan itu di buku pedoman artinya dia terikat. Namun untuk pemberian sanksi, masih belum jelas apakah dia tergolong pelanggaran ringan, sedang, atau berat, karena tidak ada tolok ukurnya,” terangnya. Setiap sivitas akademika, mahasiswa, pegawai, haruslah berkarakter, tidak menjerumuskan diri ke tindakan asusila apalagi di dalam kampus. Yang ujungnya, malah menjadi lahan basah bagi pelapor keamanan. Bimbingan konseling bisa menjadi salah satu ruang pembinaan mahasiswa yang seperti ini. Jika ada mahasiswa yang kedapatan berbuat asusila seharusnya dibawa ke Bimbingan Konseling untuk diberikan bimbingan, “Tapi sampai sekarang belum ada yang masuk, karena kan dipotong di satpam,” kata Dyah menyayangkan.n Din/Ain
akademika Sang Pemantik Peradaban ALAT ‘perang’ untuk seorang mahasiswa ialah pulpen dan kertas. Namun, apakah kita mengetahui siapakah yang berjasa menemukan media utama alat tulis ini. Adalah Ts’ai Lun tau Cai Lun dari daerah Tiongkok, Seorang kasim China yang bekerja sebagai pegawai negeri pada pengadilan kekaisaran abad pertama pada sekitar tahun 101 Masehi. Ia menemukan kertas yang dibuatnya dari kulit kayu murbei. Sebelumnya, media untuk menulis dibuat dari bambu dan sutera. Bahkan di daerah Barat medianya menggunakan kulit lembu maupun kambing untuk menulis. Sementara pada zaman kuno tulisan dan prasasti umumnya dilakukan pada potongan bambu sutra yang disebut chih. Ts’ai Lun berpikir dan menemukan sebuah ide bagaimana membuat kertas dari kulit pohon, sisasisa rami, kain-kain dan jaring ikan. Hingga akhirnya ia berhasil menemukan kertas dari kulit kayu. Awal mulanya bagian dalam kayu direndam dan dipukulpukul setelah seratnya lepas. Kemudian mencampurkan bahan-bahan seperti sisa rami, kain dan jaring ikan dibuat menjadi cairan bubur. Setelah itu, bahan ditekan dan dibuat tipis kemudian dijemur. Lalu, jadilah sebuah kertas. Tak banyak yang tahu siapa itu Ts’ai Lun bahkan namanya kedengaran asing. Hingga banyak pula ensiklopedia yang tidak mencantumkan namanya sebagai penemu kertas dan juga mengaanggap bahwa Ts’ai Lun sebuah figur yang tak menentu dan tidak dapat dipercaya keberadaannya. Mengenai masalah kehidupan Ts’ai Lun tak banyak diketahui. Dikisahkan tahun 105M, penemuan terbesarnya tersebut diperlihatkan kepada Kaisar Han Hedi yang memimpin Dinasti Tang pada saat itu. Respon kaisar pada saat itu cukup bagus dan amat girang. Hingga akhirnya Ts’ai Lun dinaikkan jabatannya dari seorang pegawai negeri menjadi seorang cukong. Cukong merupakan gelar kebangsawanan di negeri tirai bambu. Catatan mengenai penemuan ini diabadikan secara resmi pada masa kekaisaran Dinasti Han. Penemuan besar Ts’ai Lun ini membawa pengaruh besar ke beberapa Negara Asia seperti Korea, Vietnam dan Jepang. Pengaruh ini dapat membuat China untuk mengembangkan peradabannya. Tak hanya di Asia, memasuki abad keduabelas penemuan besar ini telah menyebar ke Eropa secara bertahap hingga akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Cara pembuatan kertas pada zaman itu merupakan hal yang sangat rahasia. Hingga akhirnya, teknik pembuatan kertas itu jatuh ke tangan orang Arab pada masa Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang. Akhir hidup Ts’ai Lun diceritakan dengan bunuh diri. Dia diduga memiliki intrik dengan kerajaan. Ia terlibat dalam komplotan anti istana. Hal ini membuatnya disepak dari kerajaan. Abad 121 Masehi, Ts’ai Lun pun dipenjarakan. Ts’ai Lun mengakhiri nyawanya dengan menenggak minuman beracun. Namun, sebelum itu ia telah menyiapkan diri dengan mandi bersih serta mengenakan pakaian yang terindahnya (jubah sutra halus). Sebelum terjadinya penangkapan, Ts’ai Lun telah tewas. Hidup Ts’ai Lun tidak berakhir sia-sia, ia kemudian dihormati dan dipuja. Fei Zhu China pada masa kerajaan Dinasti Song (960 Masehi) menulis bahwa sebuah kuil dibangun untuk menghormati Ts’ai Lun sebagai penemu media utama penulis tersebut. Kuil ini didirikan di daerah Chengdu, China. Penemuan besar Ts’ai Lun ini membuat perkembangan persuratkabaran dunia mengalami kemajuan yang sangat signifikan, terutama di Eropa pada saat itu. Penemuan ini tak dapat dianggap sebagi penemuan yang biasa saja. Penemuan ini dapat dianggap sebagai awal untuk memulai penulisan, awal adanya sebuah media, awal adanya surat dan segala macamnya. Lewat penemuannya ini, manusia tak lagi harus menulis dengan media batu, kayu dsb. Cukup dengan selembar kertas penemuan Ts’ai Lun, sebuah tulisan bermakna dan penggerak peradaban bangsa-bangsa pun tercipta. n Asmaul Husna Yasin