8
lipsus
identitas
NO 827| TAHUN XL | EDISI KHUSUS DESEMBER 2014
Aksi Anarki, antara Stigma dan Primadona Aksi mahasiswa yang berakhir anarki menjadi primadona media. Sinyal buat mahasiswa agar mengubah pola demonstrasinya.
K
enaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) kemarin menyulut aksi-aksi penolakan dari pelbagai daerah di Indonesia. Tak terkecuali oleh Mahasiswa Makassar. Sayangnya, hal ini kembali mencoreng citra mahasiswa. Alih-alih ingin mempertahankan idealisme dengan membela rakyat, justru label mahasiswa kasar kian erat menempel pada mahasiswa Makassar. Bercermin pula pada pemberitaan media sebelumnya yang memuat aksi anarki berujung perusakan oleh mahasiswa Makassar. (baca berita “Saling Silang Saat Demo”). Media saat ini menjadi tameng agar suatu kegiatan, maupun aksi dapat dilirik oleh birokrasi yang duduk di Senayan. Namun, saat ini kebanyakan media hanya meliput aksi rusuh temasuk aksi mahasiswa. Anarki hingga penutupan jalan menjadi pemberitaan yang menarik. Peristiwa ini dianggap kontroversial hingga media harus mengabarkannya. Hal ini diakui salah satu dosen Komunikasi Unhas Dr Hasrullah, Ma. Media memang pada dasarnya mencari berita yang unik. Demonstrasi yang rusuh menjadi pemberitaan yang menarik. “Jadi begini memang frame media saat ini mencari hal yang unik, wah dan luar biasa serta mempunyai nilai berita,” ujar Hasrullah ketika diwawancara di rumahnya, Kamis (11/12). Sekalipun pemberitaan itu kesannya menyudutkan mahasiswa, akan tetapi media tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Sebab media pun hanya memuat berita yang terjadi di lapangan. Hal ini menjadi tantangan bagi mahasiswa saat ini. Terlebih aksi damai mahasiswa kurang dilirik oleh media. Menurut Ketua Unit Pelaksana Teknis Kuliah Kerja Nyata ini, pesan yang ingin disampaikan lewat aksi tidak tiba pada alamatnya. Pasalnya aksinya lebih sering berujung bentrok. Melaksanakan peran agent of change, tapi mengabaikan moral force. “Apanya yang mau dibesarkan kalau mahasiswa tidak punyai konsep. Jadi mahasiswa harus mem-branding aksi damai. Jadi harus mengetahui ilmu publik. Kalau mau melihat citra mahasiswa itu dari framing,” sambungnya. Hasil pengamatan Hasrullah selama ini aksi mahasiswa hanya berpola anarki. Mahasiswa harus reorientasi untuk mencari pola baru. Caranya adalah penggunaan simbol. Intinya permainan simbol dan teks agar demonstrasi dan aspirasi mahasiswa bisa tepat sasaran. “Silahkan demo dan jangan menutup jalan. Perjuangan interaksi simbolik, misalnya pakai gambar, teatrikal dan drama namun harus tetap mematuhi aturan. Mahasiswa harus cerdas,” ungkapnya. Beda halnya dengan Dosen Fakultas Ushuluddin Muhammad Ridha yang menganggap bahwa mahasiswa sudah terjebak dalam setting media. Media mainstream sudah terlalu sering menganggap mahasiswa sebagai pihak yang bersalah. “Bukan rahasia lagi media manfaatkan ‘keramaian’. Itu fitrahnya,” tutur lulusan Pascasarjana Sosiologi UGM yang juga pengamat gerakan mahasiswa Indonesia ini, Jumat (5/12). Tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengubah berita yang akan dimuat. Mahasiswa bebas melakukan gerakan sosial dan media pun bebas memuatnya. Bagaimanapun apa yang terjadi di Makassar tidak selebar layar TV dan selembar koran. Universitas juga harusnya memaksimal perannya dalam mempublikasikan prestasi-prestasi mahasiswanya. Niscaya stigma terhadap Makassar khususnya mahasiswa yang sudah kurang bagus bisa dinetralisir.n Tim Lipsus
Mendekap Pewarta
IDENTITAS/SITI ATIRAH
Sesuai amanat Undang-Undang Pers, narasumber memiliki hak untuk ralat dan hak jawab. Mahasiswa pun kini semakin sadar menuntut haknya.
U
sai keluar dari pintu satu lift Lantai Dasar Gedung Graha Pena. Derry Perdana Munsil tampak sumringah. Malam itu, Rabu (17/11) Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Unhas ini baru saja menemui pemimpin redaksi Harian Fajar Faisal Syam SH MH. Sambil bergegas menaiki motor yang ia parkir di halaman kantor media yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo tersebut. Derry bersama 30 orang kawannya bersiap menuju kantor media berikutnya ke Tribun Timur. Setelah ke kantor media yang terletak di Jalan Cenderawasih tersebut, mereka rencananya akan mendatangi berbagai media Makassar seperti, Celebes TV, Harian Kompas, Fajar, media online Okezone.com dan Tv One. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil angkatan 2010 ini menamainya roadshow media. Kunjungan yang dilakukan Derry malam itu membawa misi yang tidak biasanya dari sebuah lembaga mahasiswa. Berangkat dari Sekretariat Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Teknik UH di Kampus Tamalanrea, ia telah berdiskusi dengan keluarga Senat Fakultas Teknik. Derry diutus untuk mengklarifikasi ihwal pemberitaan di berbagai media. Khususnya Tribun Timur yang menyatakan mahasiswa Unhas, khususnya Sema Fakultas Teknik terlibat pada aksi rusuh di pintu satu. Rusuh yang mengakibatkan 26 unit sepeda, 15 unit motor, 2 mobil terbakar ini ditengarai oleh Tribun Timur diawali oleh Mahasiswa Fakultas Teknik. Rusuh yang terjadi di pintu satu Unhas pada Selasa tanggal 16 November silam terjadi antara gabungan beberapa mahasiswa Unhas, Sekolah Tinggi Ilmu Informatika Dipanegara dan Sekolah Tinggi Akademi
Bahasa (AKBA) Makassar. Melawan masyarakat yang mengaku sebagai warga pengguna jalan dan warga sekitar. Rusuh bermula pukul 16.00 Wita saat mahasiswa depan pintu satu saling lempar batu dengan warga hingga menjelang dini hari. Derry mafhum untuk mengklarifikasi berita dan membersihkan nama Senat Mahasiswa Fakultas Teknik tesebut, ia harus mendatangi langsung media untuk meminta berita tersebut diganti. “Kami melakukan itu karena di media-media mainstream ada kesalahan pemberitaan terkait kejadiankejadian yang terjadi di Unhas. Jadi kami selaku mahasiswa Unhas mengklarifikasinya dengan mendatangi,” kata Derry, Selasa (9/12). Hak yang diminta oleh Derry dalam dunia pers dikenal sebagai hak jawab dan hak ralat. Hak tersebut dijamin oleh Undang-undang Pers No 40 tahun 1999. Dalam UU Pers narasumber sebagai pihak yang merasa dirugikan terhadap pemberitaan yang keliru dapat menuntut media memberi hak jawab maupun ralat. “Kami merangkul media agar bisa menjadi penyambung antara mahasiswa dan penentu kebijakan. Media juga bisa menjadi alat untuk memublikasikan prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh mahasiswa. Jangan hanya berita miring saja,” lanjut mahasiswa yang baru saja mengikuti konvensi pemuda Indonesia-Malaysia ini. Menyangkut ralat dan permintaan hak jawab bagi narasumber. Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Ali Asrawi yang kerap melakukan aksi demonstrasi di berbagai titik di Makassar juga angkat bicara. Menurut Ai’ (panggilan akrabnya), hak yang dijamin oleh Undang-Undang Pers Pasal 1
ayat 12 tersebut pernah mereka coba lakukan dan minta agar berita di salah satu media online terkait aksinya diganti. Namun permintaan tersebut menurutnya tidak pernah ditanggapi. “Pernah saya coba lakukan, cuman sebagian media terkadang tidak mau membawa kami ke ara situ (hak jawab dan ralat, red) atau mengambil keterangan-keterangan dari mahasiswa,” kata Ai seusai menjadi pembicara pada dialog “Hikayat BBM bersubsidi: Judi atau Parodi” yang digelar Lingkar Advokasi Mahasiswa (LAW) di Aula Mattulada, Fakultas Sastra Unhas, Kamis (4/12) . Hak jawab dan ralat memang merupakan tanggung jawab institusi pers. Hak jawab diatur pada Pasal 1 ayat 11 bahwa seseorang atau sekelompok orang mempunyai hak untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. “Mereka berhak untuk mendapatkan hak jawab dan media wajib memberinya. Hak jawab itu diminta, jika tidak minta yah tidak diberi,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Gunawan Mahsyar saat diwawancarai, Kamis (11/12). Sementara itu mengenai ralat atau koreksi wartawan dan institusinya sebagai insan pers yang tunduk pada undang-undang, wajib untuk melakukan koreksi atau ralat jika ditemui kesalahan. Kesalahan berita pada informasi baik data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar ia mesti mengakui dan meralat pada terbitan berikutnya. Hal tersebut tertuang pada Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Pers. “Media yang bagus adalah ketika sadar tidak cover both side mereka kembali beritakan kalau ternyata ini kurangnya,” tambah Gunawan.n Tim Lipsus