Bendera putih untuk tuhan baru

Page 1



Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Bendera Putih untuk Tuhan Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

EDITOR: MARHALIM ZAINI


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Bendera Putih untuk Tuhan (Kumpulan Puisi Riau Pos 2014) Editor: MARHALIM ZAINI Perancang Sampul: DESRIMAN ZAHMI Perancang Isi: SUPRI ISMADI DITERBITKAN PERTAMA KALI OLEH: Yayasan Sagang Pekanbaru Gedung Riau Pos, Jl. Soebrantas Km 10,5 Panam, Pekanbaru, Riau Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip sebagian atau keseluruhan isi atau memperbanyak sebagian atau keseluruhan tanpa izin dari penulis. KEPUSTAKAAN NASIONAL: Katalog dalam Terbitan (KTD) Bendera Putih untuk Tuhan, Kumpulan Puisi Riau Pos 2014 Pekanbaru, Yayasan Sagang, 2014 ISBN.... Cetakan Pertama, Oktober 2014


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Puisi Koran, Dunia Digital INI tahun kedua, halaman “Puisi” di Riau Pos yang saya jaga, hadir dalam bentuk buku—menyusul, di tahun pertama buku antologi puisi Ayat-ayat Selat Sakat. Sebagaimana antologi yang pertama, saya pun berupaya untuk menyertakan semua penyair yang pernah dimuat di Riau Pos (selama September 2013 hingga September 2014), dengan tetap melakukan proses seleksi terhadap puisi-puisi para penyair tersebut. Sekali lagi, upaya ini dimaksudkan tidak semata sebagai kerja dokumentatif belaka, akan tetapi untuk dapat terus-menerus, secara berkala, melihat bagaimana perkembangan perpuisian kita, di Riau dan di Indonesia. Saya masih percaya, betapapun kini demikian canggihnya caracara kita mendokumentasikan karya sastra (terutama di dunia digital), sebuah buku tetaplah masih dirindukan. Sebab—setidaknya sampai hari ini—kita masih lebih percaya pada bentuk, pada wujud, pada yang nyata, dibanding yang maya. Buku, bagi kita, adalah persentuhan emosional yang rumit, sebagaimana rumitnya sejarah buku-buku yang dibakar oleh sebuah kekuatan ideologis. Dan “membakar buku,” kata Heinrich Heine, “pada akhirnya mereka akan membakar manusia.” Dalam konteks yang semacam itu, saya kira, ketika kita

i


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 mencoba memperbincangkan kembali perkembangan “sastra koran” kita hari ini, maka seolah tak selalu dengan gampang dapat diperhadap-hadapkan dengan “sastra digital.” Tak pula mudah, mendikotomi keduanya dalam ranah kualitatif. Jika ada pengakuan bahwa “sastra koran” (atau karya sastra yang dimuat di media massa cetak), masih “dianggap” memiliki “legimitasi” dibanding “sastra digital,” justru di situlah letak kerumitannya. Sebab, tak juga mudah mencari pembenarannya. Maka, saya sesungguhnya tak hendak lagi menengok fenomena “sastra koran” dan “sastra digital” (kerap juga disebut cyber sastra), sebagai dua entitas yang saling berhadap-hadapan, tetapi lebih sebagai dua kekuatan yang saling bersinergi. Sebagai orang yang sejak awal berpuisi, menempuh jalan publikasi lewat media massa cetak (koran dan majalah), maka saya meyakini sampai hari ini, kita (para penyair) masih percaya pada kekuatan media cetak sebagai ruang “paling representatif” untuk mempublikasikan puisi. Terlepas dari mana cara melihat kekuatan itu (boleh jadi juga kekuatan itu datang dari honorariumnya), yang pasti, kita sampai kini masih mengirimkan puisi-puisi ke media massa cetak. Sampai kini, masih ada media massa cetak yang menyediakan ruang untuk puisi (sastra)—terlepas soal timbul-tenggelam dinamikanya. Malah, para pemilik koran macam Rida K Liamsi, menyediakan satu halaman untuk puisi (di Riau Pos dan Indopos). Sebuah kenyataan yang kemudian, seolah membuat “sastra digital” (sebagai rival) misalnya, harus terus diuji eksistensinya. Maka, apa yang saya sebut sebagai “kekuatan yang saling bersinergi” di atas, sesungguhnya pun tengah terjadi hari ini. Media massa cetak yang keterjangkauan pembacanya tidak seluas media massa digital misalnya, adalah satu kelemahan. Maka pilihannya pun, media massa cetak juga hadir dalam

ii


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 versi/bentuk digital. Keduanya, selain dapat menjangkau kecenderungan pembacanya masing-masing, juga sekaligus dapat difungsikan sebagai back-up data. Tentu memang, cara melihat seperti ini, menempatkan koran (media massa cetak) dan dunia digital sebagai medium (alat) publikasi bagi puisi (karya sastra) semata, tanpa menyoal ihwal ideologisnya. Padahal, kita tahu, semua media dibuat untuk membawa/ menyuarakan “pesan-pesan” ideologis mereka, para pemilik modal. Nah, di sinilah kemudian, orang kerap memandang “sastra koran” atau juga “sastra digital” akan sulit melepaskan diri dari ideologi media massa yang “ditumpanginya.” Meskipun, saya selalu percaya, puisi (karya sastra) memiliki sejuta daya cipta untuk menemukan cara “berakrab-akrab” dengan media, dan turut memainkan peran simbiosismutualismenya. Buku ini, yang saya beri judul Bendera Putih untuk Tuhan (mengambil dari salah satu judul puisi Kunni Masrohanti), adalah juga berisi “puisi koran” itu. Pertanyaannya, apakah puisi-puisi tersebut memang tak bisa melepaskan dirinya dari ideologi koran (Riau Pos)? Sila Anda, para pembaca, mengenali sendiri bagaimana ideologi Riau Pos, lalu bagaimana kecenderungan puisi-puisi yang termaktub dalam buku ini. Jika Anda temukan, saling keterkaitannya secara kualitatif, maka saya berharap, dapat didiskusikan lebih lanjut. Namun, satu hal umum yang selama ini diperdebatkan adalah soal “koran” sebagai media harian, yang menyajikan aktualitas berita-fakta harian, yang terjadi di wilayah terbit-edarnya. Maka puisi-puisi yang bisa dimuat pun, seolah, dikehendaki “harus” juga menjaga aktualitasnya. Di sinilah, kerap, “puisi koran” dianggap sebagai karya sastra yang instan, yang berkejar-kejaran dengan fakta harian, seperti halnya koran. Padahal, hemat saya, setidaknya selama saya menjadi

iii


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 redaktur tamu di Riau Pos, pertimbangan “aktualitas peristiwa” di dalam realitas keseharian, berbeda dengan “aktualitas peristiwa di dalam puisi. Sebab puisi bukan berita, meskipun puisi bisa bersifat informatif. Kalau pun ada misalnya, yang mengirim puisi tentang lebaran, atau tentang tahun baru, atau tentang bencana asap, atau tentang kelangkaan BBM, yang identik dengan problem sosial kita hari ini, tidak lantas otomatis membuat puisi itu layak untuk dimuat—meskipun itu menjadi salah satu pertimbangan secara tematik, tapi bukan yang utama. Artinya, saya hendak mengatakan bahwa, ketika orang membaca puisi (yang dimuat) di koran—biasanya setiap hari Minggu—bagi saya bukanlah orang yang hendak mencari informasi tentang berita hari ini, karena ia bisa mendapatkannya di rubrik yang lain. Akan tetapi, ia tengah mencari “sisi lain” dari berita tersebut. Atau, ia tengah mencari sesuatu yang membuat ia tidak stress menghadapi bbm naik. Atau, ia membaca puisi karena ia tengah mencari momentum untuk dapat sejenak refreshing emosi dan pikirannya, dengan cara-cara yang cerdas. Maka, demikianlah kiranya, puisi “penting” bagi koran. Terbaca atau tak terbaca, puisi seperti halaman putih dari hiruk realitas keseharian kita. Kalaupun sepintas orang membaca sebuah judul puisi, lalu ia meninggalkannya, puisi tak akan menyesal menjadi puisi. Puisi tak akan memaksa orang untuk mencintainya, karena puisi itu adalah cinta itu sendiri. Sebab, takdirnya tidak untuk menyamai berita. Takdirnya, tidak untuk berlari cepat seperti guliran waktu, sebab puisi ditakdirkan untuk sublim, menjadi serpihanserpihan kecil yang kadang seolah tak terbaca, terabaikan. Namun kadang, ia menyala, di tengah kelam, di tengah pandangan orang akan nilai hidup yang mulai redup. Jadi, mari menikmati puisi-puisi dalam buku ini, dari

iv


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 beragam realitas, beragam berita, beragam peristiwa, beragam kekuatan, dari beragam usia penyair, beragam daerah se-Indonesia. Para “penyair lama� terus berupaya memperkokoh eksistensi, sementara para “penyair baru� berupaya untuk menggapai eksistensi. Yang membuat kita bahagia adalah, bahwa mereka bertemu dalam buku ini. Bertemu karya, bertatap rasa, bersua dalam sejarah dan zaman berbeda. Pertemuan yang membuat kita semakin percaya bahwa puisi (karya seni) selalu dapat menerima perbedaan. Di mana pun ia hidup, di koran, di internet, di buku, di sobekan kertas, di kaos, di dinding-dinding kota, di kitabkitab lama, puisi adalah kita, puisi adalah rumah kita. *** Marhalim Zaini

v


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

vi


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

DAFTAR ISI Kata Pengantar_hal. i Daftar Isi_hal. vii Afriyanti - Kutetesi Pusara_hal. 1 - Subuh adalah Perawan_hal. 2 Ahmad Ijazi H - Jendela_hal. 3 - Sepatu_hal. 4 Alizar Tanjung - Kutu, Daging, dan Darahmu_hal. 5 - Karangsadah dan Kota_hal. 6 Alpha Hambally - Anak Kecil Bermain Sepak Bola_hal. 7 - Klise-klise Sore_hal. 8 Angga Wijaya - Pulau Rote _hal. 11 - Rendezvous_hal. 12 Anju Zasdar - yang berulang tahun_hal. 15 - demam syamsidar_hal. 16 Alya Salaisha-Sinta - Di Stasiun_hal. 17 - Sebut Aku Sayap_hal. 18 A. Warits Rovi - Ziarah Asta Ki Hosa_hal. 19 - Rumah Tawon_hal. 20 Beni Setia - Hamparan Kabut, 20 Kuatrin_hal. 21 Boy Riza Utama - Perniagaan Buta_hal. 25 - Melipat Hujan_hal. 26

vii


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Cahaya Buah Hati - Sungai Carang: Kota Tua_hal. 27 - Pantai Trikota Tanjungpinang_hal. 28 Cikie Wahab - Tanjung Bukit_hal. 29 - Sebuah Lorong yang Lain_hal.30 Dadang Ari Murtono - kopi macan_hal. 31 - orang gaduh_hal. 32 Dodi Saputra - hikayat roda-roda angin_hal.33 - hikayat dada mesin_hal. 34 Dian Hartati - Lorong_hal. 35 - Suara_hal. 36 Dalasari Pera - Mariana_hal. 37 - Iracebeth_hal. 38 Dantje S Moeis - Musim Baju-baju_hal. 39 - Balada Pokok Matakucing_hal. 41 Edwar Maulana - Monolog Gelas_hal. 41 - Monolog Lampu_hal. 42 Eny Sukreni - Ada Malaikat di Jalan Raya_hal. 43 - Ulat Batu_hal. 44 Esha Tegar Putra - Anakku Mata Puisi_hal. 45 - Membeli Jantung Pisang_hal. 46 Fatih El Mumtaz - Guru Api_hal. 49 - Resep Sajak_hal. 50 Felix K. Nesi - Pengelana_hal. 51

viii


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 - Menjelang Kelahiran _hal. 52 Gunawan Tri Atmodjo - fragmen sekaten_hal. 53 Hang Kafrawi - mata waktu_hal. 55 - Syair Hutan Pulau_hal. 56 Hesti Sartika - Tanda Tanya_hal. 57 - Kita Adalah Sepasang Malam_hal. 58 Irham Kusuma - Makan Malam_hal. 59 - Kitab Purba_hal. 60 Isbedy Stiawan ZS - Sajak Dua Bagian_hal. 61 - Pada Simpang Jalan_hal. 62 Jasman - Lebah_hal. 63 - Andai Lancang Itu Berlabuh di Suakku_hal. 64 Jefri al Malay - Memoar Tentangmu Puan_hal. 67 Jumadi Zanu Rois - Di Tanah Bertuan_hal. 71 - Hadirlah_hal. 73 Kamil Dayasawa - Kota Kenang-kenangan_hal. 75 Kedung Darma Romansha - Tarling Paceklik_hal. 79 - Hei, Kamu!_hal. 80 Khairi Esa Anwar - Layar yang Robek_hal. 81 - Perempuan Laut_hal. 82 Kiki Sulistyo - Terowongan_hal. 83

ix


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 - Lima Perkara_hal. 84 Kinanthi Anggraini - Yang Selesai Ditulis_hal. 87 - Rahasia Perawan Suci _hal. 88 Kurnia Hidayati - Luka Sebuah Diorama _hal. 89 - Stasiun Baru Batang_hal. 90 Kunni Masrohanti - andai dikau menjadi abel_hal. 91 - bendera putih untuk tuhan_hal. 92 Mamad Hidayat - Gerimis Tanpa Suara_hal. 95 - Aku Tak Pernah Sendiri_hal. 96 May Moon Nasution - Butet_hal. 97 - Palasik_hal. 99 M. Arfani Budiman - Autumn_hal. 101 - Arah Pulang_hal. 102 M Badri - Kuda Liar_hal. 103 - Kredo Penyair_hal. 105 Meguri Soma - Requiem Mario_hal. 107 - Jumaenah_hal. 108 Marsten L. Tarigan - Variasi Dalam Tubuh_hal. 109 - Surat, Kertas Lipat_hal. 111 Mugya Syahreza Santosa - Variasi Rajah Karuhun_hal. 113 - Kampung Halaman_hal. 114 Muhammad Irsyad - Salik Al-Mahwu_hal. 115 - Berita Langit_hal. 116

x


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Muhammad Asqalani eNeSTe - menjelma abu_hal. 117 - yang sangat senyap dan setia_hal. 118 Nermi Arya - Sonet I_hal. 119 - Sonet II_hal. 120 Primadita Herdiani - Kurusetra_hal. 121 - Lagu Air Jatuh_hal. 122 Putu Gede Pradipta - Petani Kata_hal. 123 - Senja di Langit Kota_hal. 124 Raudal Tanjung Banua - Lebuh Raya ke Bandar Muar_hal. 125 - Di Teluk Palu_hal. 126 Reky Arfal - Semut Api_hal. 129 - Sabda Nabi_hal. 130 Riki Utomi - Meneroka Tun Teja_hal. 131 - Tak Ada_hal. 132 Reski Kuantan - Matamu_hal. 133 - Rimba Kukok_hal. 134 Samsul - Hikayat Muara Takus_hal. 135 - Dongeng Perempuan Losari_hal. 136 Sartika Sari - Di Balik Kanopi_hal. 137 - Poanale Sanctie_hal. 138 Selendang Sulaiman - Perjumpaan Gunung Geulis_hal. 139 - Meditasi Vipassana_hal. 140

xi


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Syafruddin Saleh Sai Gergaji - Kamus_hal. 141 - Keakraban Kita, Robb_hal. 143 Syafrizal Sahrun - Tidurlah Anakku_hal. 145 - Tragedi Bagan_hal. 146 Syaiful Bahri Separuh Cinta dan Semusim Rindu_hal. 147 - Secangkir Kopi dan Sepotong Senyuman_hal. 149 Taufik Ikram Jamil - pengakuan raje kecik_hal. 151 - saat kotor_hal. 154 Tihtian Asmoro - Ruang Tunggu_hal. 155 - Harus Kusebut Apa Penyair yang Menuliskan Ayat-ayat Selat Sakat Halaman Kesepuluh, -yang Telah Menghapus Kabut di Hatiku._hal. 156 Toni Lesmana - Laila _hal. 159 - Pananjung_hal. 160 Wannofri Samry - Renungan di Hujung Perjalanan _hal. 161 - Kerubuhan_hal. 162 Yona Primadesi - Halte Merah_hal. 163 - Kota di Kantung Baju_hal. 164 Tentang Penyair._hal. 165

xii


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

AFRIYANTI

Kutetesi Pusara Aku kehilangan jalan untuk tumbuh tegak di antara yang tak bernama jerit melirih dalam bahasa hampa terkurung langit gelap tak bercahaya dan tersesat oleh sampah kata-kata Oh! Ingin rasanya kupetik dan kucium dusta di punggungmu Sayang, kakiku lumpuh dan tanganku kaku Inilah kisah zaman yang perlu kita catat dan rekam tentang kau yang mencipta mimpi kosong dan tidur mendekam dingin, memancarkan misteri dalam khayalku andai hidup ini telah menjadi puisi sebuah dunia kecil tak berwujud, apalagi bertuan samar memadat dalam kata, meresah dalam nada dan kutetesi pusara melintasi teka-teki yang tak pasti tentang aku tak berdaya mengungkapnya; bisu dalam kediamanmu

1


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Subuh adalah Perawan subuh adalah perawan yang berdesir mengendap di muara kuketuk pintu tentang malaikat mewujudkan lelahmu dan harapan yang terlalu berat adalah duka kita sendiri, dan sepasang bolamata yang selalu bercerita tentang sayapsayap burung gereja basah oleh embun pagi berlari, bermimpi, mengintip matahari tertidur pulas kulihat subuh yang kemarau dan gurun yang berombak pasir membias pada kesunyian, menghiru keharuan melintasi tujuh jembatan pelangi :inilah subuh yang selalu berkelana

2


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

AHMAD IJAZI H

Jendela kau kerap menangis di tepi jendela bercerita pada hujan tentang kepedihanmu sementara aku kerap tertawa duduk di bibir jendela memandangmu dari kejauhan kita hanya saling menatap membisukan suara pada hujan yang tak pernah mengerti akan makna ridu Pekanbaru, 2013

3


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Sepatu setiap melangkah alas berbahan kulit buaya menempel pada telapak kaki jemari-jemari pun terbungkus begitu sempurna tak seperti mereka menjejak padang dengan kaki-kaki telanjang duri-duri derita pun melubangi jejak tapaknya sayang, sepatuku hanya sepasang tak mampu kuberi sebelahnya padamu karena nasib kita berbeda kau orang miskin aku orang kaya Pekanbaru, 2013

4


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ALIZAR TANJUNG

Kutu, Daging, dan Darahmu si, pada rambutmu kutu bersekutu, antara memilih daging atau darahmu, dia memilih keduanya, dia gigit dagingmu, dia hisap darahmu, serupa dihisapnya cekung matamu oleh waktu karangsadah ini. kau garut kepalamu yang gatal, rambutmu putus-putus di ujung jemari tangan yang bau kentang busuk yang tak laku di jual di pasar muaro paneh. kutu menyelinap ke rambutmu yang paling rimbun. kau memang memiliki jemari yang pandai memilah, serupa memilah mana kentang busuk dan mana kentang layu, kau pilah antara kutu dan rambut rimbun itu, kau pilah hidupmu, sama-sama terhempas keduanya. di ujung kuku kau bunuh kutu sehabis kau luruhkan dari kepala, darah berceceran di punggung kuku, kau telah sukses jadi pembunuh alim, seperti membunuh cita-citamu sehabis uang penjualan kentang itu kau bayarkan buat hutang racun dan pupuk di kedai ali jijin. (2013)

5


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Karangsadah dan Kota di batu karangsadah ini, aku bangun sebuah kota, aku dirikan gedung, sekolah, kampus, masjid, pura, gereja, temple, lapangan olahraga, galeri, pustaka, museum. luasnya tak lebih sebentangan telapak tangan, sempitnya tak kurang segala yang di luar telapak tangan. di koridor sebuah rumah di pusat kota, di bibir kanan jendela, menghadap ke matahari tenggelam, aku tumbuhkan setangkai bunga markisa dalam pot kaca, berbuah manis pada tiap tampuknya. di titik kelopak sari, aku terbangkan ribuan kumbang, seekor kumbang berwarna putih sekaligus jugah hitam, menghisap nektar sampai ke pangkal, di nektar itu aku titipkan rasa sakit palu, paku, pahat, membangun kota ini, membangun dirimu sayang. semoga kau ingat itu. (2013)

6


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ALPHA HAMBALLY

Anak Kecil Bermain Sepak Bola di lumpur pun mereka bisa memukau mata penonton tapi, tak tercapai mimpi-mimpi apabila keras tendangan itu kendor dan ditepis dengan mudah oleh anggaran kantor saku seseorang yang kotor 2014

7


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Klise-klise Sore /1/ perihal kegilaan kepadamu aku merasakan setiap helai kalender membuka hari minggu meretas senja yang tumbuh dari batang inggu menabur bau ragu di udara setiap sore, dari mataku meneteslah hal-hal ambigu ialah waktu yang tercungap-cungap sebelum akhirnya mencekik leherku /2/ kau adalah orang yang membuatku menghabiskan masa muda memelihara seekor burung dan membuatku ikut terkurung lalu memberi burung itu makan dengan roti basi yang lebih mirip usiaku sendiri kau membuat aku menirukan bunyi arloji yang sampai hari ini tak mampu berhenti barangkali sampai renta aku akan tetap merasakan getar pada jendela saat disentuh oleh sebuah suara yang kita dengar terakhir kali di luar sana

8


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 /3/ dari sana aku belajar menutup diri seperti membuka tirai jendela mengoleskan selai pada roti basi agar tak ada lagi sore-sore yang terjebak manakala tanganku masih dingin menulis puisi /4/ karena engkau! aku masih percaya pada gerak bunga matahari di sore hari dan terus berpaling ke hala yang belum pasti beberapa jam setelah hidupmu hangat dalam sajak beberapa jam sebelum matahari tak jadi terbenam 2014

9


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

10


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ANGGA WIJAYA

Pulau Rote kepada Dian Siang terang bulan mati hening alam memancing sepi meditasi Telah tibakah kapal? Riuh sauh jatuh Timbul-tenggelam ingatanku merapat di dermagamu

11


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Rendezvous :Reda perjalanan ini semoga tak sekadar persinggahan seorang turis menyenangi negeri eksotis mampir di setiap tempat pada waktunya akan pergi melupakan nama juga tempat yang disinggahi pernah aku berkelana ke negeri jauh lupa jalan pulang tersesat di hati perempuan yang kemudian meninggalkanku

12


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 aku tak ingin jatuh lagi percakapan kita membuatku paham arti kehadiran pejalan asing di negeri asing singgah hanya singgah di hati kita yang sepi tanpa tepi.

13


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

14


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ANJU ZASDAR

yang berulang tahun : dinie n wardani hari ini kau berulangtahun hidup seakan baru kembali setelah meniup api pertama tanda tambah pada usia hari ini sepasang matamu menyala setiap sudut rumah yang kau pandang seolah berbisik denganmu benda berdebu yang kau sentuh dengan sendirinya berganti baru tak ada satu pun luput di ingatanmu baik yang datang maupun yang berlalu sebab kau sebuah alegori hidup di pikiranku sebagai puisi hari ini kau berulangtahun aku api pertama yang kau hembus tiba-tiba

15


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

demam syamsidar “waktu demam panjang kau sebut nama mendiang� hari itu malam bercadar kangen tergambar di sendu matamu memang kepada yang jauh ingatan berkayuh ke hulu ke hilir ke segala yang gigir tapi di mana muara sementara kepalamu terbelah seakan terpisah ruh dari raga kau ingat sebuah ayat yang mati tak berarti meninggalkan bumi jadi tak perlu air mata itu sebab kehilangan semata cara tuhan menerangkan kehidupan

16


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ALYA SALAISHA-SINTA

Di Stasiun kita hanya penumpang yang samasama menunggu waktu keberangkatan kereta sesuai jadwal yang tertera di pojok kanan tiket hanya saja tiket itu selalu buram tak pernah jelas menulis jadwal sebelum waktu benarbenar sampai dan kereta telah siap menjemput di depan mata di dalam kereta itu selalu kudengar doa dan tangis yang suaranya lirih seperti laju kereta pergi perlahan mengendapendap meninggalkan stasiun Gambir, September 2013

17


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Sebut Aku Sayap malam menggelayut di ujung ranting semakin layu kota ini masih terang, tapi jalan lengang aku menujumu mencaricari jalan agar sampai padamu -menyucikan peraduan menyembahyangi pertemuan“anyamkan aku sayap dari liur yang lebih dulu tumpah, sehingga aku dapat terbang meninggalkan malam hinggap di puncak berikutnya� demikianlah, sejak itu aku jadi sayap dari bibirmu, ketika kau bukakan pintu untukku pada malam yang demikian lama tak berbagi -sebut aku sayap dari percintaan yang tunda-

Cikarang, 6 Juli 2013

18


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

A. WARITS ROVI

Ziarah Asta Ki Hosa selain kuamati bekas tapakmu di tanah kapur ada daun-daun nyamplung dengan sisa percakapannya semalam tertegun basah sepanjang jalan maka kucermati tupai-tupai yang berlari-lari kecil dari dahan ke dahan sebagai cinta kampung yang mengejar kegaibanmu maka kucermati seekor kupu-kupu yang menaruh sayapnya di atas bunga-bunga kering sebagai maklum terdalam atas kau yang telah pulang kemudian aku duduk kemudian aku khusyuk di dekat pusaramu kuhitung satu persatu noda dan tato pada tubuhku ingin kutambal dengan bekas tapakmu itu Pangabasen, 2013

19


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Rumah Tawon mungkin rumahku bergantung pada bagian rumahmu atau pada pohon milikmu yang dahan-dahannya teduh menaungi nasib dan tak abai membaca irama musim lewat mulut angin aku pun mesti pandai membaca pada bagian lekuk yang mana harus kubuat rumah agar cinta dan petaka jauh jaraknya membagi hidup lebih lama dan cuaca yang datang menjadi berkah di sepinggang senyap pohonan atau di sebidang kusam bagian rumahmu aku menjatuhkan pilihan untuk rumag impian memaklumi banyak keinginan hanya di satu lubang dimana lubang itu adalah pintu satu-satunya agar keluargaku keluar masuk tanpa saling curiga betapa manis bila kuingat kini bagaiamana dulu bersama-sama membuat rumah ini dari pinggul lembah kuambil tanah dicampur dengan ludah sendiri ditatah behari-hari dengan sangat hati-hati rumah ini dibuat meniru kepalamu yang sunyi Dik-kodik, 17/11/2013

20


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

BENI SETIA

Hamparan Kabut, 20 Kuatrin 1 sunyi yang sedang menunaikan jadwal memeriksa udara dingin penghujan itu mendadak bersidesar bagaikan gasing: dihentakkan mengakhiri detak jantung 2 kunang-kunang berpendar dalam kabut —bagai getar lemah si terjauh pada raut danau setelah sunyi itu mencuci muka— : gema dari entah hari apa tahun berapa 3 satu demi satu, tiap mesjid meneriakkan azan di detik yang tidak serentak. semua serempak tegak, semua serempak sujud: pepat luruh dalam pasrah ke arah mihrab 4 terang lampu di beranda sunyi itu seperti sepakat menghentikan malam. menahan agar ada di luar kantuk. “padahal, seperti kabut, mau mengemas hening buat rindu.� 5 kabut serupa raut di cermin. mimik lelaki ditinggalkan pacar, yang sepanjang ingat merenangi arak. serupa denyar melontarkan rindu. isyarat metamorfosa dalam titik mati

21


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 6 sudah malam, sudah terlalu dingin untuk mandi, sudah tak ada teman berjamaah di mesjid. (dan) sudah amat sakit untuk mabuk. berteriak di bar: mencari yang mau diajak berbagi kabut di mata 7 kadang air memotong jalan tapi sunyi mencipta jembatan antar bantaran: mengajak pelancong mengikuti kabut mencair, diseret sungai ke laut serta mengendap dalam palung. rindu berpendar 8 seluruh rindu, semua perih selalu hidup-mati berselang detik. konfigurasi kunang-kunang di jajaran pohon randu kampung, ketika angin mereda dan serangga bisu. kabut menyelimuti 9 angin ingat serta kabut rindu tak cukup kuat mendorong pintu, karenanya menjadi keluh dan tangis bisu orang-orang yang mati muda : gema tersia-sia mengisyaratkan kesendirian 10 kadang tangis kasih jadi pusaran gelombang : mengaduk palung, mengapungkan reruntuk kapal dan mayat—rindu meniti temali ingat— tapi kabut selalu membenamkannya. ke palung 11 petualang penyendiri menelan ludah. di kubah langit kemarau: ada kaok gagak—yang berjam

22


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 menjelajahi tegal, ladang serta sawah dipusokan. sia-sia mengharap rimbun bambu berpagar kabut 12 akar gantung beringin diulurkan tentakel sunyi sambil menata daun rimbun, dengan cecabang mengundang burung & angin lembah singgah: mengabarkan lagu panen & bahak pesta kawin 13 jembatan bermula dari lambai kasih, bermula kesetiaan: senantia berangkat dari janji belum tuntas, dari amat ingin mengakhiri semua rindu dengan rangkulan. malam purnama tanpa kabut 14 kadang-kadang sunyi menunggu di kamar berkubur debu, melekat ke lumut kersang —sambil menebar pengap harap. menunggu pintu dibuka: telungkup. sakit berkeluh rindu 15 di kabut kelabu tertulis sakit tak reda, tertulis rindu setia jaga dan berbulan mengsiimlakan cinta tak terlacak rindu:tak terucap. sehingga di kelam malam itu terkecap getir mati muda

16 malam coba menata pesta lupakan usia, dengan bulan bundar, langit cerah, angin lirih & semua tertawa. malam berusaha mengurai kubah kabut sambil menyembunyikan kesejatian sunyi. hening

23


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 17 semua tak tinggal di sini, semua tidak beralamat di sini, tak menetap di sini—meski semua pernah ke sini. semua hanya kabut. panorama cat air di langit berboreh keluh & tangis. rambut memutih 18 duka, nestapa dan sakit bagai kabut gigir bukit awal penghujan, memberat ingin lekat di tanah sebelum diberaikan matahari pagi. tangan kasih, dengan getah lerak jawa, menyeka sakit merindu 19 setelah beratus rindu tertulis di nafas, setelah juta keluh dan ribu sakit mengurai arti cinta: kini semua ditiadakan dari pikiran. agar jiwa tetap fitri. kabut putih memudar di gigir bukit 20 seluruh persediaan benang sungsang tersijelujur tuntas, semua umbai benang melurus berbanjar telah tersimpul di tepi—menjadi rerumbai kabut : tinggal coretan kaligrafi. testimoni. memorabilia

17/01/2009

24


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

BOY RIZA UTAMA

Perniagaan Buta Terus saja kau membacakan apa yang telah mereka lupakan. Tentang kematian Mussolini yang digantung searah pukul enam, misalnya. Mereka semua tahu, waktu lebih cepat busuk dari luka manapun, dari buah apapun, termasuk pemikiran yang rumpang tanpa penelitian. Tapi kau bersikeras ingin menjabarkan pertemuan bersama di bandar-bandar yang kehilangan riuh, seakan perniagaan adalah kesalahan terbesar jika tak lunas terbayar. Padahal mereka adalah pemanggul karung-karung yang berisi sutera itu dan kau hanyalah tuan yang lihai melempar garam dari mata para perempuan. Ingin sekali mereka memperlihatkan telapak tangan dengan bekas lilitan tambang, kapal-kapal yang menabrak karang dan anak-bini pengupas kulit kerang. Tapi angin utara menarik keringat mereka ke sela-sela paha dan kau mengumpat Tuhan yang entah sejak kapan tak menurunkan laba. Seperti seorang sejawatmu yang membatalkan pengiriman dan menggantinya dengan kerugian. Mereka masih terus bertualang dan mengibarkan bendera yang koyak setengah tiang, dengan muka memelas dan mulut terkatup kuat seperti cangkang. “Tak ada teripang, udang, apalagi uang!� Kaududuk di atas perahu sembari menghitung ulang semua pemberian tak wajar yang kauanggap sepadan. Mereka duduk di atas karang dan menunggu kematian yang lebih tabah dari pelayaran tanpa jalan pulang. Pekanbaru, 2014

25


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Melipat Hujan : Jugun Ianfu Kami berteduh di sekitar mendung. Ada gumpalan kertas juga di dalam sepatu. Berisi catatan pertemuan dan mungkin saja, kapan cerita akan digenapkan. Kami menghirup udara lewat warna cat pagar. Ada pedagang tua yang menjual jari seorang bayi. Matanya putih, terlalu lama ia menanti kabar dari tanah seberang: di mana gadis kecilnya menukar kerlingan dengan uang. “Di kampung kami, semua wanita adalah tembang. Kau harus menghapalnya dan boleh juga keindahannya dinikmati bersama.” Orang tua itu mulai menggumam sendiri. Sorot matanya – belum merdeka. Kami berjalan ke selatan, di mana tumpukan koran siap dipetikan. Kabar dan sejarah selalu tak punya beda. Mungkin hanya terpaut usia. Dan sejarah lebih dulu dihaluskan. Sementara kabar mesti diraut, agar tajam menusuk ingatan. Kami melirik kembali pada orang tua tadi. Ah, sebenarnya begini, aku jadi sungkan. Kami tak sengaja berteduh di bawah tangisannya. Ia menepuk pundakku, sambil berkata, “Dalam revolusi, telanjang atau berpakaian sama saja, tergantung kau sedang di mana.” “Maaf anak muda, kamu lahir dari rahim sejarah?” katanya kembali.” Betul pak tua!”, kawanku menyahut. “Apakah pada tunggangan Jepang yang kau parkir itu, tersimpan nama adikku ?” dikatanya, “Aku rindu.” Pekanbaru, 2014

26


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

CAHAYA BUAH HATI

Sungai Carang: Kota Tua Di atas meriam itu sumbu menanti dipantik Dari arah laut musuh datang di empat penjuru angin Kota Tua membakar diri musuh di haluan memutar arah Hingga di atas meriam itu sepasang roda tertanam menatap dingin Bertahun lalu pernah

27


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Pantai Trikota Tanjungpinang Kelong di pantai Trikora menjemput angin ikan-ikan menunggu sauh dijatuhkan Sepasang menuju pantai bermain ombak pasir, batang bakau, dan asin laut, merapat. Saat lain, gadis berbikini merah menatah air hingga ke ujung batu-batu

28


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

CIKIE WAHAB

Tanjung Bukit Mengenalmu sejauh ratusan mil Dari tanjung bukit adalah kelemahanku Menyusuri setiap kisah yang kau tabur Seperti gelinding kerikil tepi jalan Mengabaikan lengkang surya Dan bara di dada Pada suara yang menyanyikan rindu Kutanam dalam kenangan kesekian Di kesedihan yang kususun Dalam sebait sajak dan cerita percintaan Aku merengek dalam lusuh gambar Yang kau kirim dari pesan-pesan tak berkesudahan Yang kurindui kala malam membosankan Tapi kita tak akan bertemu Dari jalan yg membuat Segalanya jadi debu

29


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Sebuah Lorong yang Lain Kita pernah tiba-tiba saling jatuh cinta Lewat jejaring media yang enggan disebut tanda Sejak matamu membuka pijar percakapan Akulah sang pujangga, katamu Berbisik-bisik di catatan suara Yang mendesah dan terperangah sumpah Kini kututup lorong itu Sebab hampa dan memekakkan telinga Aku cacah ia jadi mantera “Cinta tak lagi tentang surga� Tentu saja kau tak terima Kau tunjuk bulan menguning Kau susupi kuncup teratai yang kering Dan mencari sisa rangkaian cahaya Dalam pertunjukan rahasia kita Kau serbu aku dari rindu yang coba membebanimu Lewat mataku Lewat jantungku Aku kalah Tak semestinya lagi aku mencari Lorong yang lain untuk ke sekian kali

30


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

DADANG ARI MURTONO

kopi macan di warung kecil pinggir ladang si perempuan dengan bibir pecah-pecah membikin tuhan kecil dalam gelas berkuping dari air sulingan beras, tumbukan biji kopi serta gula setengah sendok pemantas “hei orang-orang yang bingung ke mana lagi mesti mengeluh sebab tak ada tembok ratapan di sini dan tuhan dalam tuturan ibumu melulu diam dan seperti tak ada� olala, kami merasa ringan dalam racau kami pergi ke negeri tawa meninggalkan dunia yang kacau dan setelah gelas kembali kosong setelah sarap menyusut lalu tiada tubuh kurus kering ini dihajar murus dan gering yang perih tuhan tetap seperti tak ada dan koin dalam kantong, tak cukup lagi untuk sekadar mendapat tuhan bikin-bikinan

31


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

orang gaduh gus, ke arah mana mesti menoleh bila di depan segala sesuatu adalah sia yang setengah mati ingin disua dan di belakang segala yang pernah diangani abadi telah sempurna mati tapi berkeras juga kau menyanyi entah lagu apa menulis entah kalimat apa sambil merutuki sebuah nama namaku yang mati-matian kumatikan dalam koran minggu agar segala yang menetes dari penaku berbunyi sendiri dalam sepinya yang membakar siapa-siapa yang hanya mampu membikin gaduh ya gus, gaduh yang itu yang kau paling pahami itu

32


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

DODI SAPUTRA

hikayat roda-roda angin kaulah roda-roda angin, mengejar kilasan sayap-sayap liar. mengembara kaki lepas, bebas. biarkan desiran mesin-mesin itu menderu debu, serdadu. kaulah roda-roda angin, mendamba datangnya bangsa awan hitam, putih yang menghitam, kelam yang menjadikan suram. kaulah roda-roda angin, pusaran siang garang, turut pula menghalau terang. Alai timur, 2014

33


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

hikayat dada mesin mesin itu membuka dada tanah lapang. penantian dormansi menjadi pertapaan, tenang kalam, setenang persilaan buddha petang hari. untuk apa perhelatan ini? ratapan dadamu tiada didengar bangsa makhluk kuning itu. pada mesin itu, barangkali. kau patut membuka mata niscaya mesin itu membuka telingamu. dadamu yang memanas, tiada usah kau peras. lubuk begalung, 2014

34


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

DIAN HARTATI

Lorong seseorang di menara gading membunyikan malam hening menghentikan waktu yang terus berlalu mencabut kata-kata berlubang dan mendendangkan doa bagi kekasih yang telah pergi suaranya melengking mengalahkan auman serigala cahaya hanya tersisa sedikit saja sebab purnama melekat di langit bertingkat pilar-pilar membuka jalan ke tempat suci milik malaikat angin menarik-narik kalimat tiada rupa keindahan selain melihat kekasih merasakan kehangatan yang dikirim lewat mimpi SudutBumi, 2014

35


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Suara ada harimau di tenggorokan mengaum saat aku membuang napas barangkali ia ingin keluar dari dada membuang sesak dan melepaskan segala kerumitan tapi, tak ada daya sebab aku telah berpasrah diri diam-diam mengutuk hari sesuatu mencekik leher membuatku tak bisa bersuara perihal harga dan pujangga mereka mencaci nama-nama kecil melegalkan seorang besar berbuat salah tak ada lagi dunia yang benar di hadapanku tubuh telah berbagi muslihat menikam setiap kerabat aku memilih berduka selamanya SudutBumi, 2014

36


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

DALASARI PERA

Mariana Nama yang dicuri Dari kitab penolak bala Pada hari mappasilili Menghimpun doa orang kampung Pipinya jambu muda Membusungkan dada Semenjak tamunya datang Setiap bulan Lenggak pukau semanis Gula nira buatan ibunya Tetapi waktu yang merah Mengirim mantra Lewat kedip bahasa pujangga Mariana tidur bergelung Dada malu tak membusung Tamunya tak datang bulan itu Gula nira ibu tak laku-laku Belawa, 2013

37


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Iracebeth Perihal hitam putih Telah lama pecah Menjadi percah-percah Disatukan kembali Oleh benang kusut dongeng-dongeng Menjadi selimut di tubuh anak-anak Yang lugu menunggu bajik bijak Iracebeth, hitam yang malang Dongeng Ratu Merah memanah serakah Bernapas api dari tungku jantung Sepercik darah tak lagi ditimbang timang Riwayat seperti layang-layang limbung Tegak tegar menjadi sia-sia dan petaka Bergerak menampar-nampar angin Tak kuasa melawan serakahnya sendiri Iracebeth, malang yang hitam Segalanya menjadi mungkin Hanya bila kau percaya. Belawa, 2013

38


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

DANTJE S MOEIS

Musim Baju-baju Di tengah hiruk lagu, semua hilang dan menjadi tak masuk akal Di pucuk-puncak pokok ambacang bertenggek bulan memberi warna harap seakan meranumkan buah-buah masak dan tak masak. Aku tak mau larut dalam lagu-lagu tak menentu, Menyuruk dan menyanyikan diri sendiri dari tubuh yang membuang “baju-baju� lelah dan terpisah Tak ada artinya memiliki suara ketika apa yang dikatakan dan yang akan dikatakan tertutup laluan untuk diperdebatkan bahkan kitab segala kebenaran bukan lagi jadi acuan Bertahun-tahun, negeri kami berhenti Kata-kata kebenaran tersekat ditenggorokan Lalu turun bergabung dengan ampas badan dan menghejan hanyut tak ditangisi Aku, tak-lah harus bergabung dalam hiruk-pikuk lagu tak menentu? Di bawah pokok ambacang di setiap musim berbuah Pekanbaru, Agustus. 2013

39


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Balada Pokok Matakucing Sebatang pokok Matakucing berjalan dalam ramai Terseok di sela reribu pokok dari Bangkok Menembus kita dengan warna menghiba Para penghamba sesegala dari luar sana Sebatang pokok Matakucing mengumpulkan kehidupan di saat badai seperti seekor perincit hitam yang bermalam di sebuah taman Namun badai tak hendak berhenti Sendiri berdiri, damai di jernih malam seperti kita menunggu saatnya tiba Hingga kehilangan yang kita punya. Pekanbaru, Nov. 2013

40


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

EDWAR MAULANA

Monolog Gelas 1 Kemarau lalu membuatmu jauh lebih galau dari para remaja yang mengaku-ngaku haus akan cinta, sementara hujan musim ini membuatmu merasa semakin dingin dan miskin dengan jadwal pertemuan yang berantakan tempat kerja yang kebanjiran, dan kekasih yang melulu gagal diajak kencan. 2 Di meja makan, kemudian kau menjadi seorang yang mudah marah sementara aku sebagai yang mudah pecah. 3 Tanpa rasa lelah, kau mengutuk tuhan sepanjang tahun sementara tanpa rasa bersalah, aku mengenang bibir kekasihmu yang ranum, tersenyum. 4 Sebelum kau benar-benar marah dan aku benar-benar pecah kau tak pernah benar-benar tahu akulah yang lebih dulu mengecap kecup bibir kekasihmu. 2014

41


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Monolog Lampu 1 Kegelapan telah membuatmu merasa hidup sendirian sementara kesendirian membuat hidupmu terasa gelap. 2 Kau begitu takut didekap gelap lantas ketika langit biru rindu menjadi hitam dendam kau ingin aku menyala terang supaya kau merasa tenang dengan bayang-bayang yang aku ciptakan. 3 Suatu ketika kau menjadi sepasang yang melulu merasa senang setelah sekian lama menjadi seorang yang selalu mengaku malang : Kau ingin aku menutup mata ketika kau membuka rahasia ; Kau jadi begitu suka didekap dalam gelap. 4 Bukan kegelapan yang kau takutkan tapi ketika kau harus mengahadapinya sendirian. 2014

42


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ENY SUKRENI

Ada Malaikat di Jalan Raya malaikat begitu dekat di jalan raya itu bungabunga berdaun api tumbuh tumpang sari di bawah rodaroda yang lintas ada kalanya terbakar dan tercabut ke udara bayang berbau amis nyinyir seperti basah abu hari terasa nyalang dan orangorang sendu pandang pohonpohon berwarna perak mengitari bibir hitam mata hitam jalan raya seperti lampu yang hidup mati membawa orangorang menuju ruang antara laju dan henti Pemenang, Mei 2014

43


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Ulat Batu sehabis membasuh kaki siang tadi aku lihat bayang pohon seperti kipas di tanah yang panas aku berteduh di situ ada ulat memeluk batu batu menggelinding ke seberang jalan ulat terpental ke arah bayang angin belum juga tiba tatkala mata dimalamkan ulat dan batu menjadi wayang Pemenang, Mei 2014

44


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ESHA TEGAR PUTRA

Anakku Mata Puisi Anakku mata puisi, ke gelap paling sempurna pandanglah semua jauh di dalamnya bahasa telah merupa retakan pantungpatung tua lumut pada bejana lama, terakota yang tenggelam diamuk badai pasir ribuan tahun lamanya. Ke gelap sempurna itu pandanglah di balik cakrawala dengan selubung hitam merentang panjang sebuah celah cahaya tersembunyi dalam dingin yang sempurna. Anakku mata puisi, memandang tajam ke laut dalam, jauh ke lubang kelam, ke langit terbentang dengan reruntuhan rasi bintang mati. Anakku, mata puisi, segala hitam segala kelam akan kita kuak segala makna bahasa akan kita sentak dengan pandangan penuh api. September 2014

45


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Membeli Jantung Pisang —percakapan dengan Deddy Arsya Ke pasar Aiaangek jantung pisang itu hendak dibeli. Dan aku jalan pagi menurun dari Pandaisikek. Truk-truk pengangkut sayur melaju mengelabut angkot bermuncung panjang itu turunkan penumpang sembarangan penjujung sekarung sawi di kejauhan terjungkal masuk sawah. Sungguh, pagi serasa derik patahan roda pedati, pagi dengan angin bergerak terburu menyudu pangkal tembusuku. “Istriku, barangkali di sini tanah terlalu gembur lobak kita tanam uratnya busuk pucuknya busuk. Hari ini berapa harga sekaleng susu anak?� Ke pasar Aiaangek Jantung pisang itu hendak dibeli. Dan aku jalan pagi menurun dari Pandaisikek. Gadis berpipi merah memainkan musik dari ponsel di tengah pasar seorang garin surau kulihat mengembangkan lapak daun tembakau toke-toke datang dari kota mengepakkan uang ke urat batang pisang Dan gunung itu, tiap pagi seperti terlilit sorban orang baru pulang haji lilitan yang tiap pagi pula seakan mencekik leherku.

46


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 “Ke kota, istriku, kita akan ke kota dengan matahari yang lebih garang dari tempat ini. Hari ini berapa harga sekaleng susu anak?� September 2014

47


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

48


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

FATIH EL MUMTAZ

Guru Api Negeriku, tak seelok negeri Avatar Sebab, sungai dan ikan-ikan tak dapat dimakan pula udara dan tanah tak jua jembatan Semua merah terbakar amarah dalam syakhsiyyah serakah di negeriku, Sepotong batu adalah api Sesuap tanah adalah bara Secawan air adalah abu bahkan, Sepenggal tali nyawapun adalah tungku Dalam legap-legup jaga aku merayu Ibrahim Sudikah ia mengajariku Bagaimana mendinginkan api.

49


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Resep Sajak Merendam diksi tiga ratus sembilan tahun dalam kepala. Mengangkatnya menjelang senja dan menanaknya di atas tungku tinta Engkau pasti bertanya, kenapa? Kataku, “lakukan saja” “jangan banyak tanya” Namun engkau bertanya jua. Sebab, malam ini kita akan menjamu raja Menghidangkan sepiring sajak dibumbui aroma sastra Pekanbaru 17:11:13 (19:19)

50


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

FELIX K. NESI

Pengelana /i/ Aku hanya pengelana yang kelaparan. Mengharap cahaya sampai padamu. Menunggu belasan tahun sebelum dituai. Beberapa hujan, beberapa kemarau mengantarku padamu. Adakah yang lebih indah daripada smpai ke tujuan dengan luka dan cerita? Aku serupa bulan pucat pasi. Tangan takkan sanggup bersalam, jika jalan takdir memotong nadinya sendiri. Malam ini tidur di trotoar adalah pilihan setelah beberapa Nasrani yang mencintai Yesus menolak tubuhku serupa Yosef di Betlehem: penginapan telah penuh orang. Pergilah ke peternakan di luar kota. Aku lapar dan telanjang. /ii/ Aku mengenang warna rambutmu. Senyummu yang kecil dan sinis. Engkaukah pengelana yang kehilangan tempat? Aku melihat orang berpesta di kepalaku sendiri; mengeruk danau dan membawa pulang ikan sebagai tangkapan. Kain telah lama mati. Kami memelihara dan menuai lebih banyak dari biasanya. /iii/ Ibu. Ibu yang mencinta jingga jiwaku. Apakah aku baru tersesat. Atau dunia terlampau rahasia untuk kususuri. 26 Agustus 2013

51


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Menjelang Kelahiran Lelaki selalu sakit menjelang hari lahirnya. Ibu membuatkan jampi dari kesambi dan melumuri kepalanya dengan ludah. Biarkan doa mengingatkanmu pada sakitnya melahirkan, perihnya mencintai. Ia terbangun sebagai lelaki yang memikul rahim entah siapa. 29 Agustus 2013

52


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

GUNAWAN TRI ATMODJO

fragmen sekaten /1/ arum manis segala kecut mulut kusujudkan di tubuhmu yang manis tapi pada anginlah sesungguhnya jasadmu akan habis dan di penghujung ajalmu aku akan menangis lidah masa kecilku akan menirismu di debar gerimis /2/ gangsingan pada leher jenjangmu kucencang tali sedari ujung kutarik sekencang detak jantung hingga kau meraung berputar secepat diam lalu raga bambumu limbung aku yakin, kau masih bernapas lewat lubang di lambung /3/ pecut konon kau diutus sang maut untuk merajah perut kau pelukis raut luka selembut sayat parut cemetarmu di udara membuat nyali ciut tapi di genggamanku kau tak lebih dari segulung rambut /4/ telur asin bahkan langit pun iri pada warna cangkangmu laut mengirimkan isyarat cemburu lewat asin rasamu di putih telurmu, mereka murnikan dosa-dosaku di kuning telurmu, mereka matangkan doa-doaku /5/ sekapur sirih sirih, pinang, gambir, dan kapur meleburlah dalam mulutku kuatkan gigiku agar mampu kutampung keperkasaan doaku

53


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 pada keheningan rona tembaga kata-kata akan mencuci dirinya pada merah ludah segala yang berkah akan mengalir ke darah /6/ gerabah pawon di dapur, ibu sedang membumbui masa kanak-kanak kakak perempuan menjerang masa lalu hingga tanak kenangan dan ingatan dirajang dalam drama memasak dan masih tak ada yang berperan sebagai bapak /7/ brondong jipan seperti penunggang sepeda dengan tiga warna yang merah seperti bebutir beras yang hendak kembali menjadi gabah yang hijau seperti kilau masa muda yang tak lagi terjangkau yang putih seperti sepasang perih yang menyawai cinta yang sedih /8/ kodok gerok bayangkan saja aku jelmaan pangeran tampan yang kadung menelan mantra serak dewi nyanyian ayo bunyikan aku dan akhiri segala kutukan kekasihku akan datang dari balik kesunyian hujan /9/ kapal seng tak ada nahkoda kapal perang, jangan pula sebut aku petualang aku hanya perunut jalur melingkar pada sebaskom air tenang setia menunggu penumpang yang tak akan datang sekaligus mencari jalan pulang di sepanjang Supit Urang Solo, Januari 2014 Catatan: Sekaten adalah pasar rakyat tradisional di Surakarta dan Yogyakarta untuk merayakan Maulid Nabi. Subjudul dalam puisi ini adalah bendabenda tradisional yang dijual di Sekaten dan dianggap memiliki nilai filosofis. Supit Urang adalah nama jalan melingkar di Keraton Kasunanan Surakarta.

54


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

HANG KAFRAWI

mata waktu kau berubah pandang di depan tubuhmu dijilat waktu semakin menipis disergap takut tak mungkin menegap langkah hari-hari diam dan padam suaramu seperti kumbang dihempas malam pertemuan kita semakin asing kau menjadi pisau mengiris hatimu sendiri tak kuat memeluk ingin menganak gelombang pada pembuluh darah melingkar palayaran tak bertuju berkhianat pada luka aku tak menyesalinya namun kau meninggalkan jejak dari kisah langkah kita berumah di atas mimpi dengan detak jantung yang sama aduhai... mata waktu mengubah segala janji ditikam pura-pura menetak senyum mengulum tawa

55


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Syair Hutan Pulau ...maka, setiap matahari lahir dari rahim malam, kami condongkan tubuh ke laut dan membentangkan harap. Pada empat penjuru angin, kami bisikan cemas, agar tak mengirim geram. Di pulau ini, ratusan ribu hektar nyawa menyulam doa, tersebab takut musim berubah darah dan air mata.

56


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

HESTI SARTIKA

Tanda Tanya jangan gantung lautan menjadi pajangan yang siap melahap dan menumpahkan seluruh airnya membentuk waduk-waduk kecil penyesalan hingga tak ada lagi jawab yang mampu membendung guyuran air asin kita berkabung dengan tanda tanya yang demikian besarnya lalu meluapkan segala amarah yang menjadi saksi perkucilan kuyup lalu kembali kering sebab angin membelai kedukaan kita kau pergi dan tak kembali, terima kasih. Medan, Januari 2014

57


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Kita Adalah Sepasang Malam /1/ Kita adalah sepasang malam dari pagi yang telah padam selepas angin membawa matahari ke dermaga yang kapal-kapalnya hampir karam ditelan air laut. Semua bersamaan dengan lampu-lampu jalanan di antaranya banyak merpati yang mencari belahan hati yang tak cacat. Seperti malam kemarin, pelataran hanya jadi sampiran kenangan yang ditumpas oleh dupa-dupa pengharapan. Rindu yang suasa terhempas dan terbekap kalap, sekat-sekat cumbuan. /2/ Sepasang merpati kembali, dari perjalanan jauh yang tak pernah kita ikuti. Mereka berpunya sayap yang cerlang. Dari beberapa gedung-gedung yang menjulang mereka adalah makhluk Tuhan paling romantis yang penuh luruh, memadu rindu. Dari kemarau yang purba kita disajikan nalar-nalar yang baru saja panas. Berpikir tentang ritual yang selalu diabadikan dalam bumi yang mengganas. /3/ Di awal tahun, aku menemui jantung-jantung yang rangkit menjalar dari awan. Kau menjadi mangsi-mangsi yang hampir pudar, pendar di pelabuhan yang kapal-kapalnya menghabisi skoci seusai mendoakan diri di tengah ombak yang bergulung. Di pusara mereka aku masih menikmati malam tanpamu. Namun Tuhan mengabarkan pulau-pulau tanpa kakas untuk kurentas, di sana kita menjadi sepasang malam -kembali- yang seringkali dihampiri penggalas, menikmati kalio lalu rebah menanti bah-bah yang membadi, hingga mati. Medan, Januari 2014

58


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

IRHAM KUSUMA

Makan Malam Izinkanlah aku merapikan rambutmu. Sungai telah terbentuk dari pelipis kiriku sejak tamasya ke kota. Sajak hujan, kepiting, dan belenggu mengajariku mengecup langit merah. Seperti rona pipi kirimu. Tempat bersandar segala kaki penyair sekaligus hujan mani yang papa. Aku pernah bertanya padamu bagaimana anggur kau tuangkan, lalu bola matamu tertinggal di dalamnya. Aku pernah sedikit lupa, bagaimana buku menuduhku sebagai kelamin anjing. Namun seorang penyair melahapku di atas meja makannya. Aku pun tahu asu dan kembiri melupakan pesta. Kau mengucapkan salam seribu hujan. Alas meja kutarik. Sajakku tumpah dari cangkir semesta. Ia tembus di bagian lambung. Jantungku melipat dari nadimu. Kau izinkan. Rambutmu kutulis dari air sungai lemburawi. Meski ibuku berkeringat dari air matanya. Kau mengurungkan cerita tentang pelukis yang berjanggut ikal. Kini aku harus menanti. Pramusaji memberiku secarik kain bergambarkan rumah. Dan penantian tak ubahnya seperti kata-kata. Bahasa yang kupelajari dari kelas menjahit, di atas altar. Kupanggil nama bapakku kini. Setidaknya ia paham menghadapi unggun dan bara di mejaku. Atau jendela yang usang membuka tabir biru ? Ia hanya memutar, menginjak kantung asmara. 2013

59


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Kitab Purba Esok kau berjanji mengantarkanku pada lambung masa lalu. Yang padat merah seperti puting susu babi ketika aku meminumnya. Aku ingin menjelma sebuah cerita, atau sedikit tertanggungkan ketika menjelma derita. Ketika lubang jumawa menciptakan suara rem dan mesin kasir pada galeri di Damsyik. Yaitu penghulu dari sebuah taman soka saat ibuku berpuisi perihal kesukaan anjing menjilati bulu kaki. Tapi para penziarah menceritakannya sebagai sebuah epik. Sementara mereka mempelajari Gilgamesh dari filsafat eksistensialis. Aku sendiri membayangkan bagaimana sebuah gelas mengisi dirinya sendiri. Lalu pergi bersama melati dan harum mawar kuburan masa penjajahan. Mengapa Nuh menciptakan sebuah kapal ? Dan laparlah sebuah pohon ek yang naik ke atas punggungku. Sebelum langit terbuka dan menjulurkan kain merah bermotif mosaik kota hujan. Tapi kau tak juga datang. Bau jemarimu tak usai berkeliaran, bila tak juga aku nantikan. Adalah rasa muslihat menunggui segala pintu gerbang siang malam. Sebab aku memutuskan untuk berjalan di tengah denting. Kebawah dari tembok di dalam suatu keranjang. 2013

60


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

ISBEDY STIAWAN ZS

Sajak Dua Bagian 1 aku tutup aurat mataku kuselimuti birahi pahamu aku hapus gambargambarmu: senyum-godamu, tawa-iblismu kini akan kukhatamkan menenggelami ramadhan 2 aku ingin sampai padamu yang di seberang laut yang di balik gunung yang di atas langit yang di dalam jiwaku inilah kendaraanku sebulan ramadhanmu 2014

61


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Pada Simpang Jalan pada simpang jalan ini, aku memilih yang lurus lalu membelah pematang dan meniti di antara dua sawah saat langit merah. selepas itu, sebuah sungai kulintasi airnya sejuk mengelus kakiku, dan barulah kulihat surau yang kaujanjikan “jika kau temui surau sesudah pematang dan selepas sungai, lesaplah ke dalam. katakan bahwa kau perantau yang hanya meracau, tapi sedikit sekali ibadah.� sesuara, entah siapa namun sangat jelas di telingaku maka kumasuki surau itu sesudah membasuh diri. aku seperti menulis surat lagi, kali ini untuk-Mu. tak ada gambar-gambar perempuan— apalagi pengguda—yang kutemui di jalan, di mal, di bioskop, di terminal, atau pelabuhan 30 Juni 2014; 16.06

62


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

JASMAN

Lebah di batang lebah-lebah gelayut menggantung huma membalut dahan sialang seribu tingkap, jutaan labirin berkati-kati madu-madu sejukkan racun-racun di sanalah mantra menari nari teduhkan sengat Bandul, Januari 2014

63


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Andai Lancang Itu Berlabuh di Suakku Andai lancang itu berlabuh di suakku batang berembang telah kubenamkan Penambat hati agar tak runtuh di makan pilu Pada sejarah yang lusuh Andai lancang itu berlabuh di suakku aku tancap pancang ke hulu hati sauhnya biar melekat legam kulitku Dari gelisah sejarah yang entah Sungai-sungai dendangkan rentak dangkal serbuk dan abuk bersedimentasi di dasar lubuk engah nelayan jejalkan jejala dan lukah luka Idamkan terubuk di ceruk tanjung yang bungkuk Meski reba telah pasang belantik dera seribu meter kubik gelisah telah terkirim dari beribu meter pipa mengular akhirnya muntah di batang api-api kuyup bergumpal di udara berasap arang dari berjuta hektar hutan lindung yang pengap membasuh bumi jadi lusuh bumi lancang kuning mengaduh sejuta kanal telah penjarakan hutan gambut prediksi banjir menyerabut menenggelamkan pikiran sehat lalu kambing hitam

64


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 mengkambing hitamkan sejuta kambing di kandang kambing-kambing kambing bunuh kambing? andai lancang itu berlabuh di suakku seribu kayuh siap layari kisah kelaut dalam menebar jaring engah apakah lancang masih megah dalam noktah atau lelah dalam asap, banjir, dalam kicau engah nelayan sebatang berembang rebah dibahu lancang meniduri sejarah yang pongah Bandul, 30 agustus 2013

65


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

66


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

JEFRY AL MALAY

Memoar Tentangmu Puan 1. Pada Sekerat Tubuh Sajakku yang Patah Pada sekerat batang tubuh sajakku yang patah jangan pula kau coba menidurinya. Ada jelaga dari sisa retaknya, kerumunan lingkar malam yang mengendap, semburan gemuruh siang pun sekelumit tentang subuh yang selalu basah di hatiku. Dan sepantas apakah aku kemudian di matamu untuk sekedar menyelimuti resah berjela di pembaringanmu? Dulu memang aku telah hafal, pada tiap jeda di mana kata-kata menyembunyikan makna, pada tiap pinta di antara kebisuan kita, pada setiap sentuh yang tak menghitung peluh, engkau memintaku menyisir rambutmu dengan sebilah sisir dengan ketajaman yang gamang. Ah..! Aku sudah terlanjur insyaf, Puan. 2. Bisikan yang Serupa Engkau dengan bisikan yang serupa tetap saja bisa menangkap pesona, Puan. Padahal ianya dalam genggamanku tidak bergetah lagi seperti dulu. Tidak meronta lagi menyambut kedatangan gairah. Lalu pada pertemuan berikutnya kau pinta waktuku agar dipecah menjadi bagian yang sulit diterka.

67


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Apakah kita masih bergairah bermain teka-teki, Puan? Begini sajalah...jika masih memungkinkan, mari bermimpi. Coba menyulam kenyataan yang ada, merangkainya di bentangan kain waktu. Atau bila sepakat, pada tiap-tiap puncak dini hari, pekikkan saja kesenyapan agar di penghujung sayup suara ada sajak kita yang masih saling bersitatap. 3. Adatmu Puan Adat tuju dimulakan arah. Bila tepat niat, aku pun melesat ke tempat engkau tanpa berkhianat. Adatnya pancang memacak tegak. Kelak engkau singgah, labuhkan perahu rindu, tambatkanlah tali hatimu di batang tubuhku yang tak lekang oleh waktu. Adat angin melenggang-lenggokkan pucuk. Maka datanglah engkau menderu, membubuhkan jelaga risaumu pada reranting syahdu yang menghijau di belantara setiaku. Adat hujan berbasah-basahan. Tak perlu kau siapkan payung tuk berteduh, aku memiliki berhektar pohon yang rindang akan ceritanya. Di sanalah aku melonconkan segala hajat. Adatmu Puan. Pintalkan saja sajak ini agar lilitannya membekaskan goresgores rindu di semerata tubuhmu. 4. Kepada Malap yang Mengepak di Mata Kepada malap yang mengepak di mata, tidakkah kau rindu cahaya?

68


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Aku kabarkan padammu Di ujung pelabuhan sana, seorang perempuan menating nyawa sedang engkau masih juga memeram diam, Puan. Tubuh rindu yang kau peram itu, kian renta terasa sementara kegelapan semakin pula melebarkan sayapnya. Senja yang kau nantikan sudah jelma tanpa pernah kau tahu bila masanya, ia data serupa diam tak memberi ketukan ataupun salam sebelumnya. Aku hanya ingin ke sana! Jangan lagi kau tegah! Untuk apa lagi menulis di sini, pada selembar remang cahaya pelita yang terbentang pucat di lekuk-lekuk dinging rumahmu. Aku hanya ingin membaca sayatan-sayatan masa lalu dan menuliskan kisahnya.Ya, di tubuh wanita yang hampir sekarat itu, aku yakin banyak sembilu yang belum sempat tercabut. 5. Membidikmu Puan Membidikmu Puan, aku memicingkan sebelah mata. Kau tampak semakin anggun, berayun-ayun di pelupuk mata. Gemelai gerak dan langkahmu terasa mendentingkan iramairama purba. Tetapi, sungguh kemudian kusaksikan sepasang iblis mengicancar keperempuananmu. Secepat itu pula kubawa kau lari menuju ke sebuah gubuk tua, tempat di mana dulu pernah terjadi malapetaka rindu. Tempat bencana dan segala seteru teraduk menjadi satu kenisbian alami. Tapi setidaknya, cukuplah untuk tubuhmu sekedar berbaring dan terhindar dari bala. Lalu janga pula setelah itu kau

69


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 enggan melepas pegang. Aku harus kembali menjauh sebab di kedekatan kita, jelas saja aku tidak bisa membidikmu. Bandar Seteru, Akhir Desember 2012.

70


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

JUMADI ZANU ROIS

Di Tanah Bertuan Kita harus bisa menjinjing bulan Bergegas menuju sempadan Kibas segala beban Tetap bertahan menjadi tuan /di sinilah pertama Kita lepaskan tangis Kakak yang kita bawa Masih tertanam di sudut tangga Tak lupa kita hidupkan pelita Menjelang malam menenggelamkan malam /di sinilah pertama Kita pandai meranggak Sambil berteriak Emak Saat Bah mengangkat Kapak Nyalakan tungku untuk bertanak /di sinilah pertama Tali buai kanak-kanak kita tergantung Di antara palang dan bubung Di lambung sanjung Bersenandung Emak Setelah peraduan musim Menetaskan yang nama usia Kita menjadi dewasa Maka Di tanah yang bertuan ini Kita harus bertahan

71


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Jangan hanya turut Kalau tak mau habis di mulut lari keperut Tetaplah berteriak Sambil mata terbelalak Ruang Sempit, Sep-Des 2013

72


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Hadirlah Ke bagian yang paling dalam Sekalipun Teguk setiap Yang tertumpah Aku sudah menyerah Dari hatiku yang lesi ini Pasti kau akan temukan segala benci Bahkan caci maki Hadirlah Renggut apa yang tersangkut Pada lutut Pada rambut Aku tak tahan Menahan kemelut Terapung bak sabut Di tengah laut Menurut mengikut surut Hadirlah Kebas segala batas Biar aku menjadi landas Di antara itu Sepanjang ingatan Aku telah menuai rindu Ruang Sempit, 201213

73


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

74


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KAMIL DAYASAWA

Kota Kenang-kenangan /1. Sampang kau datang padaku membawa kekhusyukan kampung: daun-daun gugur dari kepalamu, para petani membajak sawah di pagi basah tampak riang menari padi di kedalaman matamu kau meminangku dengan basmalah bisu di ujung bibir saat asin tubuh belum kubasuh karena angin tambak berhembus membawa aroma garam kau tahu aku tak pernah kesepian, setiap waktu deru mesin di jalanan bersenandung menyanyikan lagu-lagu kenangan yang teramat menyedihkan lampu-lampu merkuri mengedipkan matanya pada kendaraan sedikit bunyi klakson atau sekadar teriakan kernet bis cukuplah melambangkan dunia dalam batinku sementara kau membawa harum ladang-ladang kering tempat burung-burung kawin dengan angin, pertunjukan yang tercipta atas nama langit malam sakit tak bisa menghafal desah nafas kita: kau menjelma bayangan yang boleh menyusup ke dalam bajuku tanpa dosa aku menjelma bidadari suci yang tak bisa menyimpan hasrat rahasia

75


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 /2. Surabaya Lidah Wetan tempat kita bermain kucing-kucingan dengan seekor anjing sembunyi di semak-semak dekat lapangan tenis sepi menjalar lewat ranting-ranting pohon rindang dan jatuh di hadapan kita, menjelma segumpal asap kelabu kita berpandangan seperti sepasang kekasih dalam novel fiksi tersenyum layaknya sebuah lukisan alam, hijau kemilau dengan rumput-rumput setinggi mata kaki ditempa sinar matahari seekor kodok dalam tempurung merasa aman dari amukan cuaca dalam dekapanmu aku pun tak mengenal dunia di luar sana gerimis rintik-rintik jatuh seperti petikan gitar tua kesibukan kota kala meramal nasibnya, tiba-tiba menjelma kesunyian seperti kelokan jalan-jalan sepi; hanya orang-orang berlari menyeret kegelisahan yang bersarang dalam batinnya “kelak di persimpangan itu kita berpisah,” katamu. aku percaya akan datang waktu kepergian mencengangkan mungkin karena ada seribu rencana belum dilaksanakan atau hanya karena aku telah percaya pada takdir meski takdir seringkali menolak jatuh cinta pada harapanharapanku “di manakah ujung sebuah jalan?” “o, ia tak punya pemberhentian terakhir ia tak dilahirkan dari sebuah peristiwa” lalu aku merasa lebih tua dari hitungan angka kalender

76


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 kupejamkan mataku, serasa ingin jadi bunga tidur yang tumbuh di antara akar-akar menjalar hingga usia lupa menentukan hari kapan aku harus menggugurkan daun-daunku /3. Pare aku membaca slogan pada pada baju kaus “kota kecil penuh kenangan� mungkin gunung Kelud atau Simpang Lima Gumul yang kerap memanggil para pendatang untuk ziarah kembali ke tanah basah tempat orang-orang belajar menjadi orang asing sebuah ritual klise tampak pada wajah-wajah lama mereka kenalan baru, kampung halaman baru tak menyuguhkan cerita lain selain keakraban pada kesederhanaan roda-roda sepeda yang berputar memasuki gang-gang tapi aku punya tokoh lain di sini, yang sanggup memberi salam dengan denting suara lebih indah dari piano sayup-sayup menyusup ke dalam telingaku dan membangunkan seluruh bulu kudukku—kaulah itu, mata yang menyimpan ketenangan air sungai bibir yang mengulum ketabahan lumpur hitam tak ada yang sakral namun tampak lebih binal untuk mengutuk rindu menjadi hantu mimpi bunga tidur bunga yang tak ingin daun-daunnya gugur dan tak mau melepas dekapannya pada musim hujan musim yang akrab dengan petani padi perkampungan di mana kini, dalam dirimu tampak tergambar menyiratkan kesopanan cangkul

77


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 hari terakhir sebelum kepulangan telah kukenakan baju kaus bertuliskan: kota kecil penuh kenangan agar aku tak merasa menjadi orang asing bagi kesunyianku yang dalam sekaligus menakutkan /4. Yogyakarta di kota ini aku tiba sebagai pengunjung kesetiaan alun-alun kidul mengabadikan jejakku Malioboro tua menghafal harum keringatku kulipat jarak membentang bernama rantau demi jarum jam yang mampu membahasakan waktu sebagaimana Merapi, aku senantiasa ingin meletupkan api tubuhku. atau seperti laut selatan yang ombaknya tak henti bergulung-gulung, aku ingin bermain-main memukul karang yang menganga di tubuhmu tapi persimpangan yang kubayangkan di masa silam telah tiba di hadapan kita, dan kita tak bisa memilih jalan kembali sebab kita tak bisa mencintai matahari kemarin dan dilarang jatuh cinta pada hari kelahiran “aku kini menjelma kota kenang-kenangan yang tak tahu, kepada siapa akan dihadiahkan� (Jogokariyan, 2013)

78


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KEDUNG DARMA ROMANSHA

Tarling Paceklik cahaya bulan sobek di atap rumah yang bocor aroma kayu bakar meruap di udara yang kotor suara dangdut tarling lebih kering dari sawah dan sungai-sungai kurus. lolong anjing lapar melukai mimpi mereka di sepertiga malam. doa mereka dicuri dari lubang mimpi. dan pagi, jadi hal paling menakutkan untuk sembunyi matahari malas mengendap-endap di atas kepala udara lelah disetiap nafas mereka. dari desa ke kota dari pabrik ke klub malam dari rumah bordil ke gang-gang sempit tempat semua dimulai dengan keringat dan kebohongan. Yogyakarta, 2010 Tarling: Drama musical di Indramayu dan Cirebon.

79


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Hei, Kamu! hei, kamu gadis manis kiriman tuhan turun menunggu malam yang enggan berbagi dengan sunyi dan angin jahat musim ketiga mengusirku dari dongeng para ibu. karena kamu, mimpi ibu yang lahir untuk anak-anaknya adalah tuhan meludahkan adam dari surganya. wahai kamu, senyummu menarikku dari gosip jalanan dari perempuan-perempuan aneh yang sibuk dengan tubuhnya. wahai kamu, kuselamatkan kamu dari kebohongan bedak dan gincu dari pikiran-pikiran yang sibuk dengan pantat dan payudara dari kelamin dan hantu tubuhmu. wahai kamu, duduklah di sampingku dan mari kita belajar untuk tidak berbohong pada masa lalu. Yogya, 2012

80


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KHAIRI ESA ANWAR

Layar yang Robek Aku memegang kendali mencari arah yang tunggal di sudut waktu saat matahari bergeser dari belahan laut sementara angin bergema. Aku membaca bintang di wajah malam, aku seperti diusung keranda dalam gamang waktu suntuk oleh cuaca musim yang lelah. Telah aku hitung berapa waktu terhabiskan oleh pencarian arah sedang kendali hampir lepas, dan layar robek. 2013

81


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Perempuan Laut :pertemuan di sebuah kapal perempuan yang berbaju putih menarik leher waktu di derai rambutnya yang di sibak angin laut. matanya mulai melembam di tarik cahaya remang lampu kapal yang perlahan menyusut di kening pelabuhan. ia melirik debur ombak yang tajam di antara kelelahan yang hampir musnah bersama buaian buih yang menabuh lambung kapal. akh, perempuan berbaju putih dengan lilitan kerudung biru di leher jangan tarik aku ke dasar hatimu agar aku tak manja untuk memuja senyum di bibirmu. aku selalu takut tatapan runcingmu maka biarkan aku membaca lebih dalam lagi warna matamu yang meruncing hatiku. 2014

82


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KIKI SULISTYO

Terowongan dengan iman yang buruk, kami berjalan di terowongan. aku dan kembaranku yang kedinginan setiap melihat bulan. bulu di tengkuknya jadi keras, seperti serabut pada tali tambang kami berjalan terpisah, tidak bersentuhan. kadang kembaranku bersin dan dahaknya menyala kalau dilihat dari kejauhan. tapi siapa yang melihat dari kejauhan. orang berdesak di jendela minum obat dan bergumam tak jelas bagai serangga yang jelek. terowongan selalu gelap dan ada suara bisikan untuk kami kami bertahan dari diri kami sendiri, dari keinginan untuk masuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapat pesan. lalu kami melihat ujung, bau amis seakan ada upacara bendera. kembaranku bernyanyi dan tiba-tiba aku rindu sekali. aku berpaling ke arahnya, di wajahnya ada bayangan penari ular, pasar malam, dan ekor matahari yang tak pernah bisa lebih tinggi dari langit amaravati Muhajirin, 11 Januari 2014

83


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Lima Perkara burung hong burung hong di lingkar guci emas orang datang untuk menghadap dupa yang asapnya meninggi ke kaki-kaki lazuardi meniup doa untuk pengharapan gunduk beras tempatnya tertancap adalah butir mimpi yang menanti diberkati kecubung ungu serupa terompet yang dingin mulutmu terbuka, seakan hendak bersuara bagi para pemetik yang durhaka engkau menyamarkan duka ketika tangan manusia memisahkan kelopak dan batang seperti memisahkan badan dari bayangan kentongan orang mati tergantung bagai orang kena hukuman tubuhmu yang berat menyimpan sejarah kematian betapa sunyi tempat ini sesunyi bunyi duka ketika tubuhmu dipukul berulang-ulang

84


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 barangkali kau bermimpi, nanti di suatu pagi tali yang menjerat lehermu akan dilepaskan dan kabar-kabar kepulangan tak lagi datang budha putih di bawah bunut sudah berapa senja telapakmu menangkap udara akar-akar bunut yang kuat bagai tali perangkap bunyi serangga seperti keluar dari jari-jarimu seakan menyerap pertikaian orang-orang dusun tanganmu yang teduh menaungi pikiran-pikiran buruk lalu kicau burung berlepasan membawa pesan-kasih gerbang vihara

85


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

86


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KINANTHI ANGGRAINI

Yang Selesai Ditulis bolehkan aku menyalakan lilin tanah yang masih basah? agar kenangan pohon yang mencantumkan bunga dalam bayangan tanpa kepala itu musnah doaku setua kerak batu yang tak kujung mendapat senyum di dagu ketika dengung suara serangga padi membacakan koordinat angin puyuh pohon pemberi tanda bulan sedang asyik hinggap di lukisan sedangkan tubuh yang selesai tumbuh mati bersama puisi yang selesai ditulis Tasikmalaya, 11 Juni 2014

87


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Rahasia Perawan Suci empat musim kehilangan lumut yang menghitung sorot mercusuar di tepi dermaga arther tulang kecil yang kering di ujung batang megamega mengurai pikal jaring labalaba di tepian ranjang bianglala mengasap pekat meringkuk di pangkuan ajal merona sembari menyaksikan cucuran keringat yang menghamili kantong plastik dengan menjarah ufuk bukit kelabu hening, di pinggir mendidihnya air yang mendarat pada lambung mimpi rimbun atas hujan cinta, yang tertelan oleh mangsa bersama waktu pepat yang mengentalkan semesta tertelan rembulan ungu, yang berbaring di sketsa prasastimu terbelah jaring hitam di pohon pakis pada rajutan di ujung putik penantian yang mengikis. Magetan, 4 Mei 2014

88


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KURNIA HIDAYATI

Luka Sebuah Diorama air mata siapakah yang membasuh tubuh boneka di sebuah kotak mika yang dipajang di etalase sebuah toko cinderamata itu? tangis itu tercipta dari dua pasang mata diorama manakala ia musti berpura-pura tersusun rapi dan serasi, menyamar dua boneka jadi sepasang pria-wanita tersenyum bahagia di tengah taman bunga dan berbaju sepasang pengantin tanpa ada seorang pun tahu bahwa ia sungguh luka orang-orang hanya berlintasan, mengantarkan kepergian. ia terdiam seperti menunggu tangan-tangan yang meminang sebagai cindera mata, sebuah kepulangan mengajaknya kabur dari etalase kaca dan segala kepalsuan ** ia, diorama yang mengungkung sepasang mempelai boneka wanita dan pria yang tersenyum bahagia di tengah taman bunga barangkali akan selalu memeluk luka hingga tiba seseorang mengajaknya pergi dan memilikinya 2013

89


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Stasiun Baru Batang tak ada yang sedia tugur duduk di sini. debu tebal di bangku, lantai pualam seputih susu udara masai lelah menunggu umpama mulut terkatup, penyimpan rahasia dentang jam dan detak jantung saling berkejaran dalam kesunyian hanya beberapa orang takzim tertegun, di rahang pintu masuk mungkin mengukur seberapa jauh waktu menggapai tempuh bilamana kenangan dilesatkan di atas rel-rel memanjang dan lekas memenggal bimbang di samping peron, lonceng dan lampu peringatan menakar jarak sarat bentang ia membaca debar gelisah melalui obrolan orang-orang yang bersila, melipat kaki, menembak pandang pada nun jauh lanskap mata tak banyak yang datang sekedar mencicip rasa bagaimana stasiun dikungkung haru atau mengantri tiket di wajah loket berlubang di stasiun baru kota Batang yang memilih melengangkan diri. sembari membilang calon-calon penumpang sementara senja kian merenjana dan was-was pada kedatangan kereta telah disampaikan lampu merah hijau dan nyalanya yang saling bergantian 2013

90


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

KUNNI MASROHANTI

andai dikau menjadi abel adalah dikau benar bukan abel mati demi hati antara batu-batu ini dikau dikau dan dikau dikau tak bisa kumendiamkan dikau dalam apaku manaku sedikitku serendahku setinggiku yang terjal sunyi jauh lebih tiada hingga ke batas setia dalam pisah raga dia bukanlah dikau pun telah berlalu jauh di pangkal waktu tapi rindunya dalam cerita batu yang bisu tersemat di hati kita di puncak ini cerita itu bertanda cinta tak terbunuh masa aduhai andai dikau menjadi abel jatuh dihimpit beribu waktu akan kuabadikan dikau lebih dari sekedar batu puncak merapi, sumbar, 21 agustus 2013

91


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

bendera putih untuk tuhan ; bagi kejora (1) andai ada yang lebih dari putih warnakan perihku bulan telah separuh mengambang di jantung kita jalan ini sudah jauh jauh sejauh kita melontar jenuh jauh sejauh dikau membuang keluh tak sanggup lagi kukayuh teguh kotor yang sulit dibasuh rindu yang membuat aku jatuh tak tersentuh lusuh rapuh hanya diam bersikukuh dalam keruh jenuh yang membunuh masih teruskah kutangkis manis yang kau tebar bertahuntahun itu dan kini menjadi pahit yang lebih dari pahit lebih hitam dari kelam lebih perit dari sakit tiada tempatku untuk mengeja dikau tiada waktu untuk membaca dikau tiada tuju untuk mengunci dikau tiada tempatmu tiada tiada waktumu tiada tiada tujumu tiada dikau tak bertempat tak berwaktu tak bertuju datang padaku dalam pejamku jagaku diamku tawaku tangisku dalam detik menit jam hari minggu bulan tahun

92


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 sampai akhirnya tak ada lagi waktu bisa ku hitung untukmu tuhan, aku membungkuk meringkuk tertunduk ambillah kubawa bendera putih untuk engkau masih putih tak selain putih hanya putih ambillah cintanya ambil jauhkan hilangkan asingkan dari hatiku jauh benarbenar jauh jauh sejauh kau asingkan aku dari batinnya atau kembalikan satukan dekatkan dekat benarbenar dekat sedekat kau sematkan aku dalam batinnya tuhan, andai ada yang lebih dari putih putihkan perihku andai ada yang lebih dari putih akan kuberikan padamu Pekanbaru, 15 juli 2013

93


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

94


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MAMAD HIDAYAT

Gerimis Tanpa Suara B, aku tak ingin lagi engkau aku tak ingin lagi membaca rinai dan menghitung hujan dari bulan ke bulan atau mengartikan setiap tetes nila pada cangkir yang kuseduh aku ingin lelah ini menjemputku sebagai gerimis tanpa suara 18 mei 14

95


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Aku Tak Pernah Sendiri kau selalu mengatakan aku sepi dalam larut yang semakin hening meruang jauh ke dalam diam pada bahasa yang tak pernah sampai ke telingamu ketika hujan turun dan gelap lekat pada secangkir kopi saat itu aku sedang bercinta dengan kekasihku bagaimana aku menghirup udara dari hidungnya bagaimana bibirku menyentuh lembut tubuhnya dan bagaimana ia akan memesrakan lelah pada tubuhku hanya akan membuat cemburumu jatuh pada daun sebelum pagi datang pahamilah, aku tak pernah sendiri aku punya kekasih yang siap menancapkan pisaunya ke jantungku kapan saja kami bercinta sedikit pun aku tak pernah takut hingga tubuh dan sayap di punggungku tinggal belulang

96


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MAY MOON NASUTION

Butet untuk merandai sungai yang menjalari aliran darah di jantungmu, aku harus tangkas arungi deras, mengalahkan dingin batu, dan menggempur-debur tebing jiwamu, yang kerap bersemak bambu “inilah rotanku, Butet. warisan Amangku, juga titipan Inangku, yang kelak lekat menyebat betismu, yang segodang selangkanganku.” Nantulangku berasal dari Selatan, dari pinggang gunung Sorik Marapi, tanah sekotah rempah dan salak, ada juga kulit manis, coklat, dan kopi “Tulang, kutukar kopi dan kulit manismu, dengan pinang Mandailing, berikut seperangkat alat shalat, yang ingin kulunasi dengan ijabkabul” “adakah kelak kau akan takluk dengan sebatan rotanku, Butet? ataukah jiwamu tunduk oleh lecut, atas tali yang cucut di hidungmu?” dan tunggu aku sebelum subuh, biar kurukuk setelah takbir, agar kusujud sebelum gigir menggigit pahitnya getar takdir

97


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 sebab aku masih belajar berbab-bab kitab, semoga sub-sub takluk pada hatiku yang dendam, dalam ceruk-ceruk geram yang tanpa sengaja kuperam, yang kerap tak pandai kuredam. Singkuang-Pekanbaru, 2013

98


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Palasik aku akan membunuhmu, usai kau mengasah kuku kukuhmu, kuku-kuku yang kaku, hendak mencabut ruh bayi dalam perut istriku aku akan menikam jantungmu, usai kau merapalkan mantramu, hantu yang lapar, memburu darah segar, dalam rahim dingin ibu aku akan menusukmu di udara, usai kau mengepakkan sayap penerbang bimbang, begu dari segala ganjang, yang melemahkan tondi bayi dalam kandungan aku akan mengamukmu, usai kau mengamuk dengan suara senyaring lengking nyamuk, amuk yang ragu, dari segala begu balau, yang bermata setajam mata kapak aku akan memenggal kepalamu biar tanggal, nafsumu hendak menyentak usus, ruh halus yang haus darah, memburu ari-ari bayi merah, sebisa cakarmu menembus aku akan memancung batang lehermu, usai kau melebur hingga ke dubur, begu yang lihai bersembunyi, di dengung sunyi rengekan bayi yang kerap mendengkur wahai, kau begu palasik, jangan menampik pintaku!, amukku bukan sekadar, duhai, kelak kau menyesal, sesal yang menjejal, sebab sinar purnama tak lagi mekar hentak-hentak bumi, rentak-rentak kaki, tujuh puluh tujuh kali, ke kanan ke kiri, ini azimat keramatku, pemberian opungku, pedang moyangku! enyahlah dari rahim! Pekanbaru, 2013

99


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

100


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

M. ARFANI BUDIMAN

Autumn autumn, musim gugur di wajahku air jatuh ke tanah dadaku ke jantung kering dan perih bunyi namamu seperti pertengkaran kita yang senyap dalam perutku, dalam seluruh tubuh lidahku terbakar, autumn tak henti-hentinya menggeletar mulut teriak melepas matahari melepas daun-daun di taman menarik-narik jantungku badanku bukanlah bumi yang sabar melepas badai di mana-mana meremuk palka dan buritan sampai sajakku terbalik menangisi luka yang telah hancur, autumn 2010

101


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Arah Pulang setelah menempuh rakaat perjalanan menyusuri kota-kota tanpa nama kendaraan terus berjejal seperti rindu yang hinggap di pundakmu, dengan tangan terbuka kau mencakar langit muram di petik hujan selalu ada luka berdenting di pelupuk waktu lalu basah doa mengantar ruh-ruh sunyi mengetuk daun pintu menuju arah pulang 2013

102


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

M BADRI

Kuda Liar Seekor kuda kayu akan melesat ke barat mengejar matahari di ujung januari yang sunyi penunggangnya sepasang labilabi bermain api merapal mantra rupa-rupa satwa Kuda kayu masih terikat di kandang penuh poster politisi menebar sampah di rumah ibadah sekolah kedai lokalisasi televisi koran radio facebook twitter youtube bahkan, kamar mandi Kuda kayu si kuda lumping memekik nyaring melengking kesurupan melingkar

103


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 berputar makan beling sinting Kuda kayu parkir di parlemen kantor pemerintahan markas parpol posko ormas menabuh genderang perang menyerang membakar sampai terkapar Kuda kayu di kuningan meradang melempar penunggang politisi menteri gubernur bupati walikota hakim polisi jaksa makelar pengusaha siapa saja Kuda kayu itu lalu mati bunuh diri Bogor, 2014

104


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Kredo Penyair Semua puisi religius, kata acep zamzam, suatu malam dalam guyuran hujan di cikini maka aku pun memahami sebuah analogi ritual sembahyang serupa upacara percintaan itu pada malam berpeluh, ketika mengeja bahasa tubuh, kata-kata rapuh yang luruh menjelang subuh Semua kata bisa meluncur seperti kereta tak perlu rambu-rambu, tata bahasa yang membelenggu memilih relnya sendiri, stasiunnya sendiri menaikkan dan menurunkan penumpang huruf-huruf berserakan tanda baca berhamburan Di atas kertas atau di layar gajet, puisi bisa membelah diri bersama penyanyi dangdut atau penari perut bahkan di penjara-penjara, kedai kaki lima, warung kopi dia bebas mengembara seperti pendekar dan jawara mengasah kata, sampai seruncing sembilu yang membunuhmu, di halaman koran minggu Jakarta, 2013

105


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

106


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MEGURI SOMA

Requiem Mario dalam puisi-puisi yang kau tulis itu, Mario, kudapati tubuhmu tergeletak seperti boneka beruang seharga 350 ribu, yang tadi pagi diminta anakku itu. telanjang dengan kulit sepucat mayat. kepala ringsek. ada firman di kiri-kanannya, terbungkus lariklarik panjang; sepanjang nafas onanimu itu, Mario. 10 jembatan kau bangun di pusat kota; dibantu lelaki gila yang datang dari belakang kitab suci. dia bilang, kau diberkati di dalam puisi-puisi itu. sampai kau mati. itu sebab kugedor pintumu di bawah matahari Tuhan setiap kubaca kembali puisi-puisimu, sebilah pisau jatuh ke telaga, 19 meter dari kepalaku. langit makin mendung. laut datang dengan gelombang berserakan. perang memang tak akan usai begitu saja 29-30 desember 2013

107


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Jumaenah selasa lalu, Jum. saya mendapati bau tubuhmu ngambang di Cakranegara. mirip arwah organturi 2 minggu lalu di hotel melati kamar 08 itu. dari arah apotek, jejak kakimu belum dihapus hujan Desember. menampakkan gerak buru-buru ke arah Mataram; tempat segenap keinginan kau sandarkan sejak menstruasi pertama jalan yang kau lalui itu, Jum. seumpama obat dengan 1000 efek samping. tak sejinak pematang amaq yang dulu dilalui Jumaenah kecil setiap kali ikut ngater bersama inaq. jalan itu, Jum. titi ugal-agil yang diceritakan ibuku kala sandyakala; jembatan dari sehelai rambut dipecah 1000, kata beliau di selatan pasar Lilir, Jum. saya sering jumpa inaq-amaqmu pulang ngawis. langkah sakral. di mata mereka masih ada matahari dan sebuah sungai. di balik kereng-tangkong, peluh mereka seperti rembesan gairah usiamu. inaq-amaqmu, Jum. alif lugu pengamin rengekmu. sedang mereka hanya tahu kau lupa pulang tepat waktu 16-17 desember 2013

108


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MARSTEN L. TARIGAN

Variasi Dalam Tubuh : Hanna Rosiana Perempuan itu bergerak dalam pandanganku, seseorang yang membangunkan anak-anaknya setiap pagi dalam cerita si penyair. Menyembunyikan hari ulang tahunku, yang terus diperbaiki dalam lemari buku, mungkin dalam sebuah bingkai foto bergambar lilin. Sementara di sebuah kesunyian yang lain aku lari-larian meniru bermacam bentuk lagu, mengetuk-ngetuk pintu masa lalu yang membeku. Kukenal pula perempuan lain dalam tubuh yang sama, yang berlari bila kuajak berpuisi, lagi menjadi saksi dalam situasi buta, melihat garis tangan seorang lelaki lain tersayat-sayat seolah besidekap dengan duka. Katakanlah, bila ucapan selamat dan rahasia yang melulu kugali-gali bukan untuk siapapun. Lalu kupisah juga setubuhku ini sebagai dua prajurit yang membalu, meski satu sebagai yang malu-malu, yang lain lagi jadi penonton yang kaku. Setidaknya, mereka terlihat tangguh dan terlatih setiap aku tahu bahwa peluru bakal datang dari matamu.

109


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Barangkali mencintai hanya sekelumit kerumitan atau ketulusan selalu berada di tangan yang salah. Tapi aku selalu mengerti, bahwa hati yang rawan bagai perdu peluruh yang luluh di atas awan. Akhirnya perempuan itu tak kuingat dia siapa, sebab diri ini telah terbelah-belah menuju setiap pertarungan, menjadi sekedar pialu atau kematian sebelum terjun dalam pertunjukan. Kandang Singa, 2014

110


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Surat, Kertas Lipat Aku seperti mayat dalam peti mati sekaligus seorang bekas prajurit yang melaju perlahan di antara pertunjukan drama sedunia. Kurasakan luka tergaris sepanjang perjalananku, sebab bersinggungan dengan sesuatu yang tak terukur, mencari yang tak melulu sampai. Lalu kutanam tangan sendiri bagai pilar-pilar menjulur ke langit, pagar bagi setiap pertanyaan yang lalim. Barangkali tak seorangpun tahu Setegar apa tanah yang menampung ini, seberapa kekar akar-akar yang tumbuh menjulur dari jari-jemariku. Namun ada lelatu yang menghampiriku, sebenarnya sebuah peluru yang datang dari masa lalumu. Dia bercerita bagaimana engkau menghapus debu dari sepatu anak-anakmu, tentang pohon natal yang kau rakit dalam kelam yang seharusnya membuatmu merasa malam semakin benderang. Aku mulai berjalan meninggalkan tangan-tangan yang kutanam, mungkin akan kulupakan atau akan meledak lekas ke atas, jatuh menjadi kerabu dari kertas lipat.

111


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Aku tak tahu, barangkali ini iring-iringan angan : latar belakang perjalanan atau kematian matahari pagi yang telah lama berusaha kubenam. Kandang Singa, 2014

112


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MUGYA SYAHREZA SANTOSA

Variasi Rajah Karuhun Gusti, petikan kecapi ini bukan hendak menghukum diri, merayakan sunyi di antara keriuhan kota kami. wajah para moyang terkubur ribuan kali dalam papan iklan dan deretan toko. shalawat serta salam kami terusik deru knalpot dan klakson sepanjang jalan raya. pohon-pohon yang dikenangkan dalam rajah, seketika terbakar nafsu dan tak lagi dirimbuni doa. lantas kami harus menghapal huruf-huruf yang berjatuhan dari merk sepatu, tas dan baju. mengundi nasib dalam angka-angka lotre. tapi yang tercetak hanya wajah bayi kelaparan pada tugu kota ini. suara sumbang bocah pengamen yang memahat kanak-kanaknya dalam uang recehan. hingga kawih kami terdengar ngilu dari got-got pasar mampat, suara degung terseret bersama sungai limbah pabrik. jerit cianjuran dari gunung-gunung mandul, demi sebuah furnitur yang memenuhi rumah dan perkantoran. orang-orang menjelma hologram setiap kali mereka menaiki mimbar berjanji dan bermain pantun. Gusti dan para leluhur negeri ini, kami hendak meminta belas-kasihani. ajari kami kembali, mencatat hidup yang gusar ini, dengan tangan lembut dan penuh makrifat. di tengah kota yang kian terus menggarang dan menggarami perih luka berserakan ini. 2011

113


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Kampung Halaman seperti suara derit bambu di depan rumahmu, mungkin kecemasan ini telah kukandung. seribu seruling telah kutiup untuk mengusir bayangan bulan, di permukaan sungai. Pohon-pohon pisang yang sabar, menegur hujan seharian. Sebuah jalan tapak, tercampuri kusam masa lalumu. Tak ada kenangan yang hidup kembali di situ, selain sisa tawa Yang ditawan batu-batu hitam, segelap nasib ikanikan. Kapas randu yang terawang-awang mencari ranjang ingin berebahan dan tanah gusar, siap terlentang. dahulu, kanak-kanakku ikut hanyut bersamamu, menuju kediaman yang gusar. Seharusnya telah kureguk isyarat retaknya waktu pada dinding dan kerontang kulit sapi di bedug masjid. saat mahgrib yang memeluk orang-orang pasar dan pekerja kasar, untuk ikut selintas bujukan mengecup dahi tuhan. namun di antara semua itu, kutemui anak-anak bermain kejar-kejaran, petak umpet atau memasang senyum pada senja telah bagai menjadi biji-bijian. dengan sendirinya akan mencatat sejarahnya di hadapan pabrik, jalan-jalan atau kandang ternak warisan. ah air mata, mana mungkin bisa dikembalikan lagi pada induk yang memaksa kelahirannya. sedangkan malam, seakan-akan merubah lagi ibu-bapaknya lebih tua dan mendekati tutup usianya. dan sungguh, ketika mata mereka menatap nanar. membuat kau merasa semakin dalam terlantar menjadi titik bintang langit yang tampak dicampak-siakan. 2010

114


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MUHAMMAD IRSYAD

Salik Al-Mahwu Aku kembali dalam sekaan kesekian pada lelah yang bersambang di keringat dahiku. Tak satupun dari mereka jatuh terlalu jauh meninggalkan mata. Bahkan tak sampai hinggap di tepian bibir. Mengering, semenjak ciuman melupakan jalan pulang tatkala petang dirampas kawanan elang. Ialah pada langkah, aku menaruh mata di ujung tumpul jari kaki. Kemudian menjadi pesuruhnya. Membawaku terlunta tanpa ihwal bahagia. Namun, menjadikanku sanjungan pada tepuk tangan dan sekat-sekat mata. Yang hakikinya diluburi jumawa. Langit renungan Ibrahim masih berkirim pesan serupa. Tak mampu ditafsirkan kepala, lebih terlalu lama. Lalu, kepada siapa ia mengeja?, bahkan sebelumnya hanya mampu sahaja. Tanpa rumbia bahkan rawa yang tertata demi selamanya. Di kaki langit, Ayah dan Ibu mendongakkan kepalaku menuju wajahnya. Kemudian membuhul erat kitab yang dinubuatkan. Kelenjar ari alas tanganku seumpama magnet paling setia. Perkara duniaku adalah mengacuhkan dunia mereka. Seharusnya, kebenaran tertulis di pangkal otakmu setelah dia menggelinding sendiri sesuai derik langkahmu. Bukan digelindingkan, menerima mentah yang telah tertulis ketika lahir. Aku menggenggam akal seperti menebas angin. Seraya merebahkannya sekian inci di permukaan air. Seumpama mencuil hati, aku bernyawa. Setelah agama, aku sederhana menaruh cinta. Pekanbaru (2014)

115


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Berita Langit Suatu saat. Pada sebuah rehat dimana keparat akan disanjung hebat. Kau melihatnya murtad. Dia menilaimu murtad. Hanya soal bahasa, ucap dan kata yang diterjemahkan sepenggal kalimat. Tentang waktu yang mereka (wali agama) sebut kiamat. Suatu masa. Akan ada harta menjadi puing kokoh semesta. Manusia kehilangan linimasa mengumpat doa. Bulan sabit, salib, kuil dan segala yang menyertai simbol pengaduan asa. Ditelanjangi munafik, taat serta cinta yang terbungkus carut marut nista. Dunia. Suatu waktu. Akan lahir ilmu mengharfiahkan ragu. Pada lagu-lagu yang tak lagi sendu di telinga para jemaah lugu. Dunia dan manusia sudah saling menolak lucu. Kau nyalakan lampu dan kembali melirik buku. Kau padamkan lampu tengah ambigu menetap buntu. Kelak kemudian. Akan terbit sulut api di Yaman. Samawi berperang melawan rentan. Ardhi mengitari semesta layaknya amatiran. Tentang ketakutan, kesombongan dan keangkuhan para protagonis akhir zaman. Perihal bekal menghadap Tuhan. Suatu hari. Nyawa dicabut pada seutas nadi. Bumi melahirkan bunyi dalam kepalan Dabbatul Ardhi. Menaruh bukti. Karena hakiki akan ditemui setelah mati. Pekanbaru (2014)

116


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

MUHAMMAD ASQALANI ENESTE

menjelma abu telah ia dirikan pondasi cahaya bangun doa belum jua niscaya tubuhnya merupai arca gelita serupa purba bagi dosa jelita kenapa tubuh menjelma abu sebelum api dipadamkan ibu? Rengas 2013

117


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

yang sangat senyap dan setia burung dalam kepala. mematukmatuk luka. mememarkan tikam kata. memamerkan lubang nganga. bahasa yang terbang tak sampai ke pada nisan. percintaan burung hantu. aku dalam celanamu. bulubulu waktu. 2013

118


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

NERMI ARYA

Sonet I kalau kau pergi letakkan sebilah pisau di atas meja kamar ini, agar setiap malam ia menatapku lewat matanya yang tajam yang menggetarkan waktu seluruhnya menjadi milik masa lalu tak perlu kau tanya bagaimana aku memperlakukannya sebab kami memiliki watak tersendiri hanya saja aku yang mesti lebih memahami makna tatapannya yang dingin meski kau bayangkan ceceran darah jangan pernah kau menoleh untuk mengusut maut di dua sisi matanya yang tabah itu hanya akan bertele-tele. kalau kau pergi letakkan saja pisau itu untuk merajang kata-kata ke dalam puisi yang menjadi gumam paling abadi 2013

119


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Sonet II kau ingat sebilah pisau yang kautaruh di atas meja kamar ini? ia berkarat di sudut waktu dengan dua sisi matanya yang dulu hampir menebusku di tengah haru biru masa lalu tapi kau kembali dengan api yang mau menempa gejolak cangkul untuk menggali bangkai waktu yang terkubur di lubuk kepalaku apa kau masih ingin mengakui lagi? lalu ia pergi. ia sisipkan sebuah jarum dalam lemari untuk menjahit potongan-potongan kenangan yang menyimpan berbagai robekan yang baru juga yang lama menganga. tiba-tiba di sudut waktu bunyi gerit bergetar. aku pasti kembali buatmu! ia sempatkan juga mengirim pesan singkat 2013

120


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

PRIMADITA HERDIANI

Kurusetra Bocah itu semula hanya ingin tahu wajah langit Lalu digarisnya jalan dengan benang layang-layang Mencipta tebing mimpi yang tinggi Namun udara memompa Mengempal padang kurusetra Mencipta anak panah yang dilepas abadi “Mengapa warna merah selalu mendahului timbul tenggelamnya matahari, ibu?� 2013

121


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Lagu Air Jatuh Dalam tubuhku ada yang diam-diam menjadi air Air yang menyucikan batu tubuhku Mereka luput dari lumut Dan bebas dari waktu Di padang gurun orang-orang dahaga Meminum air dalam tubuhku Wajah mereka memantul dari air Dan menyeringai padaku Pada kesunyian orang shaleh Air tubuhku mengunjungi Tuhan Dan mencium batu hitam Ketika melintas di jantung kota Orang-orang saling mengarahkan senjata Bersama lengking yang sangat nyaring Air dalam tubuhku ngucur di mana-mana Menggenangi rumah, menggenangi jam dan angin Air dalam tubuhku menyusun lagu air jatuh Serupa sepi yang sembunyi di balik daun Sepi yang bersepakat dengan angin dan matahari Menunggu daun-daun tubuhku Lepas satu satu 2012

122


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

PUTU GEDE PRADIPTA

Petani Kata Mengapa memilih menjadi petani di musim kemarau panjang begini. Tanah berlubang meretas matahari kau terus merunduk diri bagai padi. Sementara di laut tempat menimba telah tenggelam kekasihmu sendiri. Bersama ular waktu di kaki bukit mengalirimu bisa kata paling maut. (2013)

123


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Senja di Langit Kota Senja yang tabah muncul di langit. Aku tahu matamu mencarinya hingga ke dalam diri. Kini perkenankan aku merajahnya. Lewat jari-jemari yang dingin dan terus menumbuhkan puisi. Berharap sebatang akasia tumbuh setelahnya. Sebab kota ini akan terus berubah. Dan udara semakin beracun oleh ampas pikiran. Maka tiada jalan selain mengalamatkan kata-kata. (2014)

124


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

RAUDAL TANJUNG BANUA

Lebuh Raya ke Bandar Muar seturut sitor; jalan batu ke danau dari malaka ke bandar muar jarak hanya sejengkal kenang aku paham dari malaka ke bandar muar ada sejengkal jarak sedalam lautan aku pandang dari malaka ke bandar muar terbentang legam lebuh raya aku berjalan, sia-sia dari malaka ke bandar muar kenangan terbentang di selat dalam aku seberangi, tiada menanti dari malaka ke bandar muar jarak, lautan, kenangan memancar-mancar engkau tak paham, engkau tak pandang /malaka-pekanbaru, 2006-2014

125


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Di Teluk Palu 1. Gunung Gawalise kabut bergulung Memulun hasrat pengelana dalam rapat kain sarung Parigi-Moutong. Tapi tidak, di dermaga terapung bagai penggembala tua di kandang lembu Donggala, tegak aku memandang pekat kabut semesta. Dalam doa yang tak sirna oleh derita kabut dan segala yang datang, perlahan menjelma jadi cahaya membuat bintang-bintang nyala dalam diriku. Maka kukatakan, “Teluk Palu, tak usah malu dengan lampu-lampu ala kadarmu Di negeri ini segalanya memang serba sekedar atau padam. Namun masih ada sinar bulan!� Lihatlah, di balik kabut, lampu-lampu kerang mutiara bulan dan bintang-bintang membuka kelopaknya di sepanjang pelupuk teluk yang lantas gemetar menahan sebak air mata Kabut itulah: titik air di gunung percik garam di laut jadi mata air bagi cahaya dan kata-kata. Jangan takut cahaya lampus, berita kusut, deritaku juga (Ya, kutahu, tak jauh dari sini, 221 km ke timur jazirah sebuah kota masih terkepung huruf-huruf jelaga hitam tak terbaca. Sunyi dan sedih terapung-apung tak tahu ujungnya)

126


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 2. Apakah dapat kunikmati sop kaledo dan hangat kopi Lorelindu dalam percintaan murungku ini? Sebab mata sendu para penunggu warung pun seperti mata dadu di meja petaruh terguncang, dihempaskan “Beginilah, Abang, kita orang meninggalkan kampung di lereng gunung, karena pundak Tosalogi, leluhur penghibur kami, kian miring, kian miring, menanggung beban yang tak kelihatan o, nasib hitam manise, pinang kami di Pantai Talise!� Kupandangi langit yang menaungi hening derita bumi. Di baris doa yang nyaris sirna ditimpa gelap berita, kuminta cahaya, susah-payah, menjaga segala yang redup, di bumi kami menumpang hidup Maka dari balik awan bulan sepotong, bintang-bintang, kerang mutiara, apa saja yang tak lampus oleh derita, nyala, nyalalah lebih terang! Kabut cahaya dari titik air Gunung Gawalise mutiara dan garam Teluk Palu mengirim kata-kata liar kepada para penjual jagung bakar dan gadis penyanyi lagu Kaili. Aku pun bangkit dari kabut semesta diri Setabah penggembala di kandang lembu Donggala aku lahirkan puisi ini di dermaga kayu tua /Palu, 2011-Yogyakarta, 2014

127


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

128


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

REKY ARFAL

Semut Api di antara pejal taring dan capit kusam, kami adalah pembuat lebam, yang paling legam di capit kami telah dititipkan petaka dan nikmat nan sansai jangan kau tanya tentang ihwal sunyi dan api yang kami gandrungi, sebab di lobang dan lorong-lorong penuh pasir inilah, kami berserah lalu, jejak-jejak yang membentur pintu membuat kami terkurung tanpa kau tahu bekas kaki itu, mengurung gelap yang murung kami semut dan kecemasan yang tak kunjung luput dengan membariskan beberapa dari kami, dengan mudah kau bisa mati sebab kami semut, dengan api yang tak mengenal takut pelan-pelan, pada jalan-jalan lapang dan dataran yang gersang, kami berbaris memanjang. telanjang dan menantang. 2014

129


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Sabda Nabi Aku menyukai puisi sederhana dan jernih matamu, tempat segala kebaikan berkaca aku ingat, tiba-tiba saja senja berdarah ketika guntur menghunuskan kilatnya. Itu adalah amarah dewa zeus, ucap seorang sufi di zaman nabi Kupikir kau adalah Aphrodite yang dianugrahi Keabadian. tapi kau berkilah, seraya ngucap, aku adalah Apa yang tak mampu kaupikirkan. Waktu itu, sontak saja aku terdiam. Benar, ternyata Ketika pada masanya, Muhammad menyarankan, Jangan nyebur di air tenang. 2014

130


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

RIKI UTOMI

Meneroka Tun Teja : marhalim zaini ada gaung menjalar mengakar dan mengabar tentang luka silam yang terbungkus sepi alam. memendap ke hati dan senyap di malam dalam diam kian menepi dan tetap temaram di ceruk redam. dikaukah yang telah berujung dalam masa yang selalu disebut sejarah, tuan? atau segenap rindu yang merancu kami tak tahu. sebab dibelit luka sungguh duka meski tertawa juga. ada pekik menggema. menerobos resam lama. dimana musim silih berganti ranum asa tak kian pergi. walau sekeping hati telah terpatri tak pula enggan kembali. dia melesat bagai air deras dan terus terbawa hingga ke ruas yang dalam. pada pekik itu, tuan, mengarah juga segenap asaku menyentuh rindumu. lalu dengan secuil luka masa lalu kau menguburkan sisa rindu. (selatpanjang, 2014)

131


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Tak Ada tak ada sesiapa, selain kesunyian menertawakan kita. semua larut dalam hening. bintang hanya berisyarat di samudera langit dengan kedipannya. bulan hanya meredup menutupi tubuhnya dengan selimut awan. burung malam berpuasa mencoba tertegun pada jam yang sesekali berdentang. angin tak kuasa menabraknabrak jendela. tak ada sesiapa, hanya bisu udara, lembab tanah basah bekas jatuh hujan tadi. jalanan masih perawan menyimpan mulus licin tubuhnya dari pijakan sepatu. lampu taman kian meredup menahan gigil dari aura pagi itu. dan kau, masih entah dimana menambatkan sebuah kepastian yang tak jadi kepadaku. Telukbelitung, 2013

132


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

RESKI KUANTAN

Matamu matamu menjadi bukit lengkap dengan pohon-pohonnya juga bunga rumput yang menjalar di tiap sisi cerita aku berjalan di tengahnya terus ke barat terus ke harap barangkali di sana bisa kutemui kematianku sendiri daun-daun berguguran burung-burung berkicauan tahu benar soal cuaca sebentar lagi hujan tiba matamu menjelma sungai mengalir ke dalam dada menyurukkan ribuan duka di sana aku tenggelam melepas nafas pelan-pelan inikah kematian itu? tanyaku pada langit pada matahari yang licik tidak, kata matamu kau hanya sedang menunggu sebentar lagi kesepian itu menjemputmu 30/3/2014

133


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Rimba Kukok ini dahulu rimbanya buah tempat Ali Gepar bertemu orang Tanaku pohon-pohon dan burung saling sentuh umpama ingatan dan waktu yang detak dan detik di jantung pribumi kini: batuk pabrik dan petak-petak sawit entah siapa punya perkara udara berat bertuba dipangku-pangku sejarah 20/03/2014

134


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

SAMSUL

Hikayat Muara Takus kita pernah berdiri di sini menunggui matahari pulang sembari menyulam janji dengan air mata yang kita dapat dari sisa kerinduan pada kesetian yang dulu pernah kita tancapkan tepat di puncak Muara Takus begitulah! kita pernah bercerita pada hujan di antara kesejukan yang mencuat dari rintik-rintik kepedihan tentang kisah pilu seorang wanita tanpa daya memikul harapan untuk bisa mencintai seorang pria yang telah dikebumikan kesetiannya lalu air mata kita beradu begitulah! kita pernah ingin pergi dari tempat ini meninggalkan ziarah dosa dalam kepalsuan yang terbentuk dari tiang-tiang yang menopang muara takus sebuah tempat sejarah yang tak boleh dikenang namun bisa dipandang sampai mata lupa cara menangis Pekanbaru, 2014

135


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Dongeng Perempuan Losari perempuan itu ingin menjadi laut terombang-ambing mencari tebing menepikan buih berkarat dari sisa air mata yang tumpah perempuan itu menatap bulan tanpa ia tahu bahwa kapal tengah menusuk beningnya memercikkan mimpi yang tak berkesudahan padahal bulan tak lebih baik dari remang kunang-kunang mengabarkan angin yang merambat dari laut ke darat perempuan itu ingin membenamkan rindu pada kedalaman kalbu menuju ceruk terdalam sampai malam tak lagi kelam Pekanbaru, 2014

136


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

SARTIKA SARI

Di Balik Kanopi demikian. emak tak punya banyak hal untuk diceritakan sunyi melambung, menetap di langit-langit rumah, di lantai, dan dinding kamar tapi aku belum juga pulang sebagai anak perempuan yang memeluk, mencium, atau bercerita seputar pacar rindu telah dihantam dendam menjadi bangkai oi, seisi rumah bencilah aku seperti seorang musuh agar tak ada celah untuk kelahiran rindu sampai segalanya berhenti dan aku terjangkahi setanku. Medan, 2013

137


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Poanale Sanctie maka tiada yang lebih menggembirakan daripada melilit lidah kalian dengan api renggutlah wang dari getah tulang punggung kami takkan kalian terima tendangan atau cambukan kunyah saja lamat-lamat daging-daging kami takkan kalian terima tahi kuda, rantai atau tikaman dada ini begitu segar melihat mulut-mulut kalian berceracau memuntahkan pertanyaan dan perintah yang binal bergembiralah tuan, bergembiralah tandil, bergembiralah tuan maskapai ha ha 2013

138


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

SELENDANG SULAIMAN

Perjumpaan Gunung Geulis Menjumpaimu dengan tangan berdebu dari kota Ada rasa haru melambung ke cakrawala timur Mungkin rinduku tumpah pada kampung ibu O, betapa egoisnya aku, mengacuhkanmu! Jalan hitam meliuk dengan tanjakan cantik Lembutnya persis urat-urat lebam di lenganku Ada angin, diam-diam bercakap dengan bulu mata Dan rambut dibelai desir penuh siulan masa lalu Sebagai ungkapa rasa haru, kukenali namamu “gunung geulis�, aduhai murni indah wajahmu Umpama perawan yang kujumpai dalam dongeng Aku tahu, tiada cinta yang akan terbalas Atau bebas berbiak bersama para pecinta Maka kubunuh cinta sebelum lahir sempurna Bogor, Juni 2014

139


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Meditasi Vipassana Sepuluh hari kutunaikan tapa bisu di lehermu Mencium udara dari setiap lekuk tubuh sintal Tetapi yang lekat padat di pangkal hidung Aroma tulang-daging dan darah sendiri Tiap seperempat malam sampai bel berdentum Gelombang dengungnya membuka mataku Melapas ikatan-ikatan tangan dan kaki Badan bangkit menuju segar dekapanmu Burung-burung berseru ke lereng bukit Dari sila tapa, hembusan nafas berangkat Ke puncak gunung geulis menulis kefanaan Khidmat diri menyapu perasaan di sekujur Yang disimpan-endapkan belasan tahun Biar lepas lalu terhempas ke rahim keabadian Bogor, Juni 2014

140


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

SYAFRUDDIN SALEH SAI GERGAJI

Kamus mari, kita buat kamus diri memuat makna hidup berarti kamusmu meramu makna kamusku membakukan kelu menyimpai arti pada hati teliti cermati pada nubari merasuk maksud ke ceruk sumka melembubu ke lubuk kalbu andai kamus telah merumus makna dicerna dengan tulus andai kamus merangkum istilah mafhumlah pada masalah andai kamus telah menghimpun penuntuk tak tertegun gerun andai kamus kabus makna pun pupus kamusmu meramu makna diurai hakiki arti terurai kamusku membukakan tujuan trip menuju kearifan perjalanan

141


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 kamus memuat makrif makna menyimpai hakiki arti mari buat sendiri cermati bersama GH. 26 Zulqa’idah 1434H ((l Oktober 2013)

142


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Keakraban Kita, Robb keakraban kita, Robb kerap nian lesap cuma melesat mara sesaat kemudian memenconglah kemudi taat terhempas kompas hingga tersesat (lantas kembali lantas pergi) keakraban kita, Robb terbelah bagi oleh keculasan syaithon ingin menghindarinya lebih kuat daripada marathon terbang mengembang kepak ketaatan ke mihrob Mu keakraban kita, Robb ingin kepinginku setia setiap saat melintasi batas akhir hayat taat tak henti meski sesaat Batam, 171222 (100202)

143


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

144


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

SYAFRIZAL SAHRUN

Tidurlah Anakku tidurlah anakku jangan tunggu PLN matikan lampu tidurlah tidurlah dalam dekapku dalam dekap lampu neon yang akan kuhidupkan terus meski aku sudah jadi abu 17 September 2013

145


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Tragedi Bagan sebelum malam jadi api sebelum tidur sering kukirim pesan singkat ke ponselmu ini bukan malam sepi lagi sebuah peluru mengintai mimpimu setiap malam aku suka tak bisa tidur aku takut seseorang mengetuk pintumu dan mengirimkan ucapan selamat tinggal dan kau pula hilang tepat kata pulang masih berupa bayang-bayang nelayan kau di antar mobil hitam lelaki-lelaki menyeretmu pelan di muka pintu kau dibiar kaku lagi sendirian sepi terus menukik sejuk terus mencekik sebelum azan subuh datang celurut tiba duluan dan menulis pesan “ini Tuan, mimpinya tak ada padam�

146


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

SYAIFUL BAHRI

Separuh Cinta dan Semusim Rindu Bukan senja yang aku tunggu untuk engkau datang membawa rindu pada kenangan tentang pertemuan semisal nostalgia dari cinta yang hilang Di sana ada rangkaian namamu gugur dari hujan yang belum sempurna menunggu Menyapu kabut dari asap yang sengkarut di negeri para semut yang gamang Lalu harapan itu meratapi entah kepergian Engkaupun mencumbu kenangan pada seseorang Seperti menjamah luka yang menganga lalu engkau tuang secangkir cuka Dari cinta entah sudah yang keberapa Oh, betapa bulirbulir rindu yang berlipatlipat itu tumpah dari cawan yang engkau pegang padahal telah kupenuhi sebanyak bulir hujan yang gugur separuh malam Lalu kalimat apalagi yang engkau tunggu sepanjang waktu siang Apakah untuk mengakui betapa pertemuan dengan seseorang semusim ini adalah jawaban dari kerinduan yang berhilangan sepanjang engkau mengigau dan mengenang Dari senja yang karam ketika engkau membawa rindu kepada kenangan. Dan cobalah kita berbagi tentang kehilangan Samasama merangkumnya dalam sebuah taman

147


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Dimana kita bercocok tanam untuk menuai benih cinta dari guyur hujan Karena sepanjang kisah ini bukan untuk dilupakan Atau sekedar dilepaslarung pada samudera paling dalam Pun airmata yang dituang dari luka akan kujaga sepanjang getar rindu memanggil namamu Dan engkau temukan aku masih di sini menunggu Pada asmara lalu kita samasama penuhi waktu dengan separuh cinta dan semusim rindu Pekanbaru, Maret 2014

148


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Secangkir Kopi dan Sepotong Senyuman Menyusuri kabut, mengukur mendung di puncak lawang, kita menari mencuri waktu dari gelombang pada wangi berbatang pinus dan reranting gambir yang satir. Setiap langkah di setapak anak tangga itu seperti menyambut angin, memeluknya erat. Lalu menjaring awan yang berputar lingkar masuk ke dalam kalimat penuh pesona, tetapi masih saja engkau mencoba membawa masa lalu, seperti kisah para datuk yang tak mampu mengingat angka satu. Di sini kita melengkapi diskusi pada secangkir kopi dan sepotong senyuman. Duduk di depanmu, menatap kosong, menghitung dalamdalam setiap hurup yang kita susun. Menuruni bukit, lewati lembah, naik ke langit, pagi singgah di depan rumah, menyapa pohonan dan daundaun basah, hujan belum berhenti, selalu hadir sepanjang pagi, dan sepanjang waktu yang ringkas tanpa batas. Ini adalah hari terakhir, kita mengaduk kesunyian, pada secangkir kopi hitam, tanpa gula penawar rindu, hanya ada aku, engkau, dan suarasuara berisik yang datang. “memerangkap kerinduan seperti mengayuh peluh pada remangremang malam berbintang.� Lihatlah, aku mendengar ayatayat Tuhan dari garim di surau sebelah rumah, adakah benak kita nyatu saat mendengarnya. Atau hanya sekedar masuk telinga tanpa singgah di milyaran syaraf yang menyusun otak. “engkau seharusnya memahami dan mengerti, bukan menarinyanyi selayak pemuja kegelapan di malam remang tanpa bintang.� Inilah janji dari hati yang belum mati, bukan sekedar melengkapi diskusi pada secangkir kopi dan sepotong senyuman. Walau masih ada waktu untuk bercengkerama denganmu, aku tetap

149


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 ingin melepaspeluh sepagi ini, sekedar melepas berahi lalu buncah bagai deru kuda liar dari pulau di tenggara. Oh angin bawalah kecantikannya untukku malam ini, bukan sepagi buta seperti kemarin, apalagi saat fajar mulai nyasar ke peraduan. Aku hanya ingin merengkuhnya dari belakang dan tikungan di atas awan tanpa ada perlawanan dan pujian kemenangan sepanjang siang, bukan malam apalagi petang. Karena cinta yang buncah adalah gelora asmara paling sukar untuk kita mengerti Dan engkau tetap saja mencibir sambil nyinyir sepanjang pagi Suaramu getir penuh intrik dan muntahan para pendurhaka paling laknat Lepaskanlah aku, biarkan nafasku menghabisi tubuhmu dari ujung yang terujung dan dari akhir yang terakhir. Kita samasama berpeluh dan lunglai. Seperti secangkir kopi yang habis engkau seruput, menyambut senyuman dalam pelukan malam. Pekanbaru, November 2013

150


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

TAUFIK IKRAM JAMIL

pengakuan raje kecik telah kulepaskan johor dan singapura dalam kasih yang sehasta dari kematian tapi tak belanda tak inggeris tak akan lagi memiliki diri ketika di sini telah kuhanyutkan daulat dari depunta hyang sampai parameswara dijulang mahmud dengan segenap rasa berpusat di siak mengabadikan impian bersama sumatera bersumpah setia juga sambas di pinggir kalimantan dipertemukan janji sekali jadi tentu tak dapat terlupakan ayahku yang terbujur hancur dalam kisah kabur tapi apa salah saudara-maraku yang lain hingga ditebas dalam bingung mendahulukan ajal dari takdirnya sehingga aku pun harus mengendap ketika menziarahi pusara ayah bertambah yatim dari yatim ketika bersama bunda cik pong untung digantung tidak bertali begitulah akhirnya di pagaruyung cerita bersambung meneruskan silang ke jambi ke palembang datang mengenang di muara takus bayang-membayang ketika martabat dijodohkan waktu hanya terlambat dua kaki dari doa kepada harapan mendahului langkah

151


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 tertancap hasrat di barat bengkalis pulau yang senantiasa menangis direndam geram berlapis-lapis tak kuabaikan bendahara yang terbunuh dalam kuasa tapi kupersunting bungsunya kamariah menjadi ratu di hatiku satu meski saudara kandungnya sulaiman dan tengku tengah tak putus-putus membuat ulah tapi ke bintan aku bukan mengalah bukan mengelak dari ceroboh johor bukan air tumpas dalam tempayan bukan bersilang suara dengan jiwa pun tak cukup berat untuk ditimbang secupak tak kujadikan segantang cuma di tanah kelahiran hang tuah itu di tanah demang lebar daun berseru dilaungkan kembali tun abdul jamil berpadu aku berpikir kerja dan jaya akan sehala seperti dayung dengan piyau laksana kebat dengan ikat sehasrat sebati tak berperi-peri adakah lagi maaf mendapat tempat setelah khianat menjadi alat sulaiman dan tengku tengah bersubahat jahat menjilat bugis dan belanda dan inggeris hingga untuk sebuah lambaian pun aku terhumban sampai isteriku kamariah ditawan perasaan sebab memang tak putus air dicencang tak pisah kiambang bertaup

152


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 ke mudik haruslah menghilir galah bersauh pada air bangau terbang kembali ke kubangan betapapun selat melaka menjadi saksi bahwa aku menolak perangai kepada penjajah yang bermain pandai telunjuk lurus kelengking berkait raje kecik panggilanku sultan abdul jalil rahmatsyah gelar diberi tak akan pernah kalah oleh ulah tak akan sumbang karena tingkah maka kupersembahkan siak seluruh menjadi sandaran ratusan juta manusia karena pada akhirnya aku harus pergi meski berjarak setipis kulit dari tempat yang bernama datang Catatan: Raje (a) Kecik, adalah pewaris Kerajaan JohorRiau (termasuk Singapura), memerintah 1717-1722 dalam usia belia, 17 tahun, kemudian mendirikan Kerajaan Siak, Riau, 1722. Ia selalu dinisbatkan sebagai penyambung zuriat Kemaharajaan Sriwijaya yang kembali ke Sumatera.

153


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

saat kotor saat pikiran-pikiranku sedang kotor bagaimanakah cara membersihkannya tujuh senyum bersama kuntum bibirmu direnjis simpati harum mewangi tak jadi mantra pelusuh di benak kembali padamu padamu kembali sebagai sungut padat dalam bentuk persegi panjang walau sedikit sompik di satu sudut lepas luncas dari regangan pinggir mungkin karena masih terselip niat baik secuil tindak yang dikemas maksud bertambah liat akibat secebis harap yang kadang-kadang mendesah menggetarkan mimpi-mimpiku seperti sekedar mengingatkan hidup tak pernah berdiri sendiri memberi dan menerima adalah contoh bagaimana nasib bukanlah pemegang peran satu-satunya sehingga tak ada hal-ihwal pembiaran kesendirian tak lain dari kebodohan dibesarkan ketidaksadaran terhadap diri walaupun kepadanya bergantung janganlah bergantung budi saat pikiran-pikiranku sedang kotor aku ingin engkau bersih tapi seperti aku kau pasti merasa tak akan pernah meraihnya

154


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

TIHTIAN ASMORO

Ruang Tunggu Setabah Dropadi bagi para Pandawa Juga setenang arus dingin Batang Kuantan Barangkali, begitulah ia selama ini menanti : perempuan yang bersekongkol dengan harap Tapi purnama selalu saja tenggelam oleh terang yang dijanjikan matahari memangnya, berapa banyak air mata yang dimau bahagia untuk menukarnya dari kesedihan? berapa jauh pula langkah yang ditempuh saat menunggu? Adakah sebanyak dan sejauh morse-morse yang tercipta dari kepergian Kosong. Tak ada kepergian paling menyenangkan untuk ditunggu selain kepergian untuk pulang. Buku Harian Perempuanku, 9 Maret 2014.

155


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Harus Kusebut Apa Penyair yang Menuliskan Ayat-ayat Selat Sakat Halaman Kesepuluh, yang Telah Menghapus Kabut di Hatiku. : Cikie Wahab Ini bukan perihal perih merindukan seseorang yang dicintai, ini tentang halaman kesepuluh Ayat-ayat Selat Sakat. Tentang hati yang melepuh dan seseorang yang sekarat, oleh kabut, oleh nubuat yang dijanjikan hidup. Ini bukan tentang perpisahan atau kembang yang baru saja mekar di tepian hati, ini tentang luka yang saling meredam, sama-sama ditinggalkan orang yang disayang. Aku ingin terbang lagi dengan kepak sayap-sayap ilusi paling basi, yang kauajarkan lewat kicau rancau lidahmu di mulutku. Lalu harus kusebut apa kau—seorang penyair yang menirukan berat kepakan nafas dua bibir yang saling memburu? : menerbangkan kabut di hatiku jauh-jauh dengan lontaran riuh angin nafasmu di telingaku dengan gemuruh. Kita—kau hanya sebatas huruf hidup, aku deretan huruf mati. Sisanya, barangkali hanya kalimat-kalimat berantakan tanpa spasi. Tapi aku tak peduli, umpama cinta tak perlu logika. Atau pada kepergian dengan absurd-nya alasan yang diberikan.

156


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Aku ingin mendengar lagi, tentang Ayat-ayat Selat Sakat yang tak sempat kuingat, yang kauajarkan lewat lidahmu yang kacau parau di mulutku. Lalu harus kusebut apa kau—seorang penyair yang menyibakkan kabut di hatiku lewat butir hujan yang kautuliskan pada sajakmu dan kaubacakan di dalam mulutku.? Anggur yang tertumpah berlimpah di mulutku tak begitu memabukkan dibanding sedikit liur sajakmu yang tertuang dari ngarai bibirmu, yang jatuh hingga ke dasar hatiku saat kita bergumul di dalam sajak kebosanan. Kabut beringsut Jika bagimu aku berlebihan, maka sebuah kewajaran bagi yang menyaksikan. Sebab kau kurindukan. Kau kuinginkan. Sepanjang Jalan Jendral Sudirman, Maret 2014.

Catatan: Ayat-ayat Selat Sakat, adalah judul antologi puisi pilihan Riau Pos, 2013.

157


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

158


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

TONI LESMANA

Laila laila, malam hampir habis. orang-orang menyalakan api di telapak tangan. mereka berlari ke bukit. tapi tak ada bukit di sini. mereka berlari sambil mendaratkan telapak api di pipi siapa saja. laila, malam hampir habis. kepala orang-orang segera dibakar api. mereka berlari kembali ke laut. tapi tak ada laut di sini. mereka terus berlari sambil saling membenturkan kepala ke dada siapa saja. laila, malam hampir habis. orang-orang terbakar sambil menatap langit. tapi tak ada langit di sini. tak ada langit di sini. laila. laila. laila. barangkali dingin yang menjadikan orang-orang ingin menjadi api. ya, dingin juga yang meruntuhkan seluruh kata-kataku lantas membangun namamu, semata namamu. tapi, laila, orang-orang dibakar cinta, berkobar dan benar-benar buta. sedang aku terus saja memanggil namamu, memanggil namamu hingga beku. lalu batu. bukan buta. hanya batu. laila, kenapa malam tak juga habis. tikarku telah ikut terbakar, namun seluruh tubuhku semakin padat dan beku. laila, barangkali namamu membatu sepanjang urat nadi. aku semakin dingin dalam kepungan api, laila. orang-orang melontarkan tubuhnya yang berkobar itu, ke tubuhku. tubuh batuku kian hitam. diam-diam dalam tubuhku menggeliat beragam bentuk. laut, ombak, ikan, perahu, pulau, gunung, langit. orang-orang terus menubruk dan hangus. aku terus saja batu yang hamil dikarenakan namamu, laila. 2012

159


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Pananjung di pantai barat, kita menemukan bangkai perahu nelayan telah membuangnya dan laut menolaknya barangkali kenangan akan seperti itu, kita berciuman dan terbaring di sini selamanya tapi bulan menuntun gemuruh ciuman ke timur menjilati temaram pantai, asin ombak, redup warungwarung dan lenguh dangdut di sebuah kafe. lebih jauh lagi lambaian jalan setapak menuju sebuah hutan begitu subur jamur-jamur memabukkan goa-goa seperti doa, tembus ke laut. ciuman kita mandikan di sebuah mataair, lantas terhampar pasir putih ombak merapal mantra agar kita terkapar gairah nyatanya meminta lekuk yang lain yang lebih gelap. dan bulan yang hianat pulang ke barat tinggal bayang pohonan, suara-suara binatang malam beruntung kita sudah mabuk dan masuk mengikuti kerlip bagang nun jauh di laut ciuman kita memar terdampar di pasar ikan sebelum akhirnya mekar di dermaga. di pantai timur ini ciuman kita pelan-pelan lepas melahirkan matahari kehidupan seperti baru, laut benar-benar biru ombak yang nakal, perahu-perahu bergoyang binal barangkali seperti itulah cinta, kita tak pernah kehilangan arah cahaya 2013

160


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

WANNOFRI SAMRY

Renungan di Hujung Perjalanan Kubayangkan— melangkahkan kaki berapi-api, jauhnya laut bertepi mata hati lebih tinggi: setiap selepas gelombang ada riak yang tenang selepas badai ada angin sepoi: kakiku menderu,tangan itu tak lagi santai Sepanjang jalan berliku, di panas terik mengguyur peluh di dalam api ada ragu, di dalam ragu ada api: derap langkah seorang lelaki! bertahun-tahun, berjuta kata sejuta cabar, rasa megintai kadang jalan berasa terlalu panjang, di telapak berasa karang tapi, “setiap ada halang selalu ada terang�, itulah yg membuat langkah itu berapi-api Itulah punca jantung itu memompakan darah ke seluruh tubuh Itulah yang membuat aku tidak pernah usai Itulah! Bangi, 2013

161


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Kerubuhan Daun-daun haus luruh juga, seserat demi ijuk-ijuk rumah gadang menyerah di hempasan angin yang menghampar di setiap musim, tiang-tiang merangka menyerah kehabisan darah, ia menangis sejak kau tinggalkan di kelokan itu Ia membayangkan punah! Kini tinggal cerita, mitos-mitos sunyi, di sudut negeri setiap kau bangkit angin menghantam punggungmu, hingga langkahmu patah, patah bayang-bayang yang bertahan di jendela, pun tersungkur ke tanah. Bangi, Juni 2013

162


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

YONA PRIMADESI

Halte Merah : Nermi Arya Pukul empat sore. Selembar berkas menyeduhkan ruang, secangkir kopi di dalam tas punggung, dan puisi, serta sekotak kunang-kunang menuliskan alamat di punggung. Masih lamakah pemberhentian itu? Aku ingin duduk di halte berwarna merah memandangi gadis kecil berponi berjalan maju mundur dengan sepatu yang kelaparan. Waktu mengetuk-ngetuk jendela, membuat asin leher dengan pintu meruapkan bau terbakar. Suara kereta membawaku pada aroma kamar tertinggal di ujung rambut membuat tanggal di seluruh gerbong. Sementara kau tersenyum pada bantal aku berjalan bersama kota yang tak lagi punya mata. Pasar Minggu, 2014

163


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

Kota di Kantung Baju di kantung baju masih ada selembar gerbong tanpa tanggal milik perempuan yang rambutnya persis permen karet pukul satu siang nanti aku akan pulang, naik sepeda hujan tengah gandrung menulis sonet di wajahmu, pakailah mantel. ibu melotot dari pintu aku menggeleng menciumi rambut beraroma manis di kening sepatu mencari-cari sadel disembunyikan tuhan tadi malam. tidak ada apa-apa hanya selembar berkas yang mondar-mandir bagaimana caranya biar aku tahu engkau tetap mengirimi kartu pos jika kota-kota perlahan dikemas dan nyungsep ke dalam kantung baju Padang, Februari 2014

164


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014

TENTANG PENYIAR IRHAM KUSUMA, lahir di Bandung 6 Juli 1995. Siswa di salah satu sekolah menengah kejuruan di kota Bandung. Selain menulis puisi, ia juga berkarya di bidang seni rupa. Karyanya dimuat di beberapa media dan antologi bersama. MUHAMMAD ASQALANI ENESTE. Alumni MAN Pasir Pengaraian. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Riau. Salah satu buku puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “ABUSIA” masuk Nomine Anugerah Sagang 2013. Buku puisinya yang akan terbit “Yang Terbakar, Yang Tercinta” (bersama Penyair Berbakat dari Bali; Putu Gede Pradipta). Karya dimuat di Suara Merdeka, Minggu Pagi, Majalah Sabili, Harian Fajar Makassar, Majalah Sagang, Majalah NoorMuslima (Hongkong), Majalah Frasa, Medan Bisnis, Waspada, Riau Pos, Batam Pos, Metro Riau, Koran Riau, dll. Mengikuti Pertemuan Penyair “Dari Sragen Memandang Indonesia” 21 Desember 2012. Belajar dan Mengajar di Community Pena Terbang (COMPETER). MUGYA SYAHREZA SANTOSA lahir 3 Mei 1987 di Warungkondang-Cianjur. Menulis puisi sejak duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Buku puisinya yang pertama Hikayat Pemanen Kentang (2011). Kini bekerja dan tinggal di Bandung. Menjabat sebagai Sekertaris Komite Sastra di Dewan Kesenian Cianjur,

165


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 H.S.S. SAI GERGAJI, putrajati Inderagiri kelahiran 16 April 1959. Tulisan pertamanya dimuat pada Majalah Kanak-kanak Nenek Kebayan (Pekanbaru, 1973). Sastrawan, Budayawan, dan dosen yang aktif berdakwah. Telah lama tidak mempublikasikan karyanya (yang dibiarkan tersimpan di laptop). Bermukim di Pekanbaru. PRIMADITA HERDIANI, Lahir di Bandung, besar di Yogyakarta. Sejak 2011 kuliah di Semarang. Belajar menulis sejak sekolah menengah pertama. Menjadi anggota sanggar menulis Rumah Terampil Indonesia, Yogyakarta. Cerita remajanya pernah dimuat di mingguan Minggu Pagi, Harian Kedaulatan Rakyat, Solopos, Koran Merapi, dll. Juara 2 LMCR Rohto-Lip Ice 2010. Juara 2 lomba menulis cerpen remaja SOLOPOS 2011. Karya Favorit LMCR Rohto-Lip Ice 2011. FATIH EL MUMTAZ, lahir di Pariaman. Alumni S1 Pendidikan Matematikan UIN Suska Riau. Kesehariannya bekerja sebagai pendidik di SDIT Al Kindi Pekanbaru. Beberapa tulisannya meramaikan Metro Riau, Riau Pos, Kompas.com, dan sebagainya. Sejumlah tulisannya tergabung dalam beberapa antologi bersama, di antaranya Kejora yang Setia Berpijar, Kabar dari Rumah Kambira, dan Ayat-ayat Selat Sakat. Bergiat di FLP Pekanbaru dan Community Pena Terbang (COMPETER). M BADRI, menulis puisi dan prosa di sejumlah media massa. Buku puisi tunggalnya Grafiti Bukit Puisi (2012) mendapatkan penghargaan Buku Pilihan Anugerah Sagang 2012. Kini sedang menempuh program doktoral Komunikasi Pembangunan di Institut Pertanian Bogor. Tulisannya selain terdapat dalam buku-buku antologi bersama juga tersimpan di blog http://negeribadri.com.

166


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 A. WARITS ROVI. Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media Nasional dan lokal antara lain: Horison, Seputar Indonesia, Indo Pos, Sinar Harapan, Padang Ekspres, Riau Pos, Radar Madura, Buletin Jejak dan beberapa media on line. Selain juga termuat dalam beberapa antologi komunal seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011), Epitaf Arau (Padang, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (2012), dan Narasi Batang Rindu (2009). Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit Hilal Berkabut (Adab Press, 2013). Kini aktif di Komunitas SEMENJAK, pembina Sanggar 7 Kejora, mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda). AHMAD IJAZI H, kelahiran Rengat Riau, 25 Agustus 1988. Di pengujung tahun 2013 puisinya yang berjudul “Kerinduan Anak Rantau� masuk 10 besar lomba menulis puisi nasional yang diselenggarakan oleh Tulis Nusantara berkerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Puisinya juga termaktub dalam antologi Qasidah Lintas Cahaya 2013, Kutukan Negeri Rantau 2011, Give Spirit for Indonesia 2011, Tiga Biru Segi 2010, dll. Saat ini mengajar di Ponpes Al-Uswah Pekanbaru. Bergiat di FLP Riau. MEGURI SOMA, lahir tahun 1988 di dusun Lilir, desa Mambalan, kecamatan Gunungsari, Lombok Barat. Kini tinggal di desa Ranjok, Gunungsari, Lombok Barat. Karya-karyanya dimuat Jawa Pos, Mimbar Umum, Suara Merdeka, Majalah JOe Fiksi, Majalah Ekspresi, Jurnal KAJ, Jurnal Santarang, Buletin Pawon, Buletin Jejak, Buletin Keris, Banjarmasin Post, Riau Pos, Bali Post, Pos Bali, Suara NTB, Batak Pos, Satelit Post, SKH Mata Banua, Radar Bekasi, Radar Banten, Lembar Kebudayaan Indoprogress, dan lain-lain. Juga tergabung dalam 50 lebih antologi bersama. Sedang menyiapkan buku kumpulan puisi tunggalnya, Sepasang Sayap Malaikat untuk Jillan.

167


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 SYAFRIZAL SAHRUN. Lahir di Desa Percut, 4 November 1986. Alumni UISU ini, kini tengah mengikuti PPs di UMN. Tulisannya berupa puisi, resensi, esai sastra pernah dimuat pada koran lokal dan nasional, serta di beberapa majalah, termasuk Horison dan Sagang. Puisinya juga dimuat pada beberapa Antologi puisi bersama. Bergiat di komunitas Home Poetry dan Komunitas Insan Sastra Indonesia (Komisi). Bekerja sebagai guru dan dosen. JASMAN, lahir di Bandul, Kab. Kep. Meranti 10 Juni 1984, Alumni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Riau, angkatan 2003. Menulis puisi dan cerpen sejak masuk di perkuliahan. Beberapa Puisi dan cerpen, serta esai pernah di muat di koran Riau Mandiri, Majalah Ekspresi, dan Bahana Mahasiswa. Pada tahun 2013 meraih juara tanpa peringkat pada ajang Laman Cipta Sastra Dewan Kesenian Riau , untuk puisinya berjudul Di Sanalah Kerat Pantun Itu Ku Sadaikan. Saat ini bertugas sebagai tenaga pengajar di SMA N 2 Merbau, Kabupaten Kep. Meranti. J EFRI AL M ALAY , Lahir di Sungai Pakning, Bengkalis, 16 Oktober 1979. Alumnus jurusan Teater Akademi Kesenian Melayu Riau. Menulis puisi dan cerpen. Johan Penyair Panggung Se-Asia Tenggara 2011, sebuah ivent lomba baca puisi di Tanjung Pinang. Kini tercatat sebagai mahasiswa FIB UNILAK. Buku puisinya yang baru terbit adalah Kemana Nak Melenggang (2012). M. ARFANI BUDIMAN, dilahirkan di Bandung, 6 Januari 1989. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Puisinya pernah dimuat di berbagai media massa dan antologi bersama. Aktif di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) UPI sebagai Badan

168


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Penelitian dan Pertimbangan. Menjuarai berbagai lomba menulis puisi dan baca puisi. Antologi tunggal pertamanya berjudul Pengakuan Bulan (Penerbit Literat, 2013). KIKI SULISTYO lahir di Kota Ampenan, Lombok, 16 Januari 1978. Menulis puisi, cerita dan kolom sosial-budaya. Tulisannya diterbitkan banyak media massa cetak dan tersimpan dalam beberapa buku antologi bersama. Selain menulis ia juga bekerja sebagai kurator di Departemen Sastra Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat. A NJU Z ASDAR , lahir di Pekanbaru pada tanggal 13 Mei. Gemar dengan dunia sastra, dengan terus belajar menulis, membaca bukubuku sastra, dan berdiskusi di komunitaskomunitas. Selain sastra, nonton film adalah kegemarannya yang lain. Kini sedang kuliah di jurusan Teknik Informatika, Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Mulai awal tahun 2014, ia bersama sejumlah kawan, menggelar ivent bulanan, berupa baca pusi di cafe-cafe. Bergabung di Komunitas Paragraf. DADANG ARI MURTONO, lahir dan tinggal di Mojokerto. Sebagian tulisannya pernah terbit di beberapa surat kabar, majalah dan jurnal seperti Padang Ekspres, Fajar, Jurnal Nasional, Global, Solo Pos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Lampung Post, Kompas,Koran Tempo, Jawa Pos, Republika, Suara Pembaruan, Bali Post, Surabaya Post, Minggu Pagi, Sinar Harapan, Kedaulatan Rakyat,Tribun Jabar, Radar Surabaya, Kendari Post, Bangka Post, Majalah Gong, Majalah Kidung, Majalah Nova, Majalah Esquire, Majalah Sagang, Jurnal The Sandour, Jurnal Lembah Hijau, Buletin Rabo Sore, dll. Buku ceritanya yang sudah terbit berjudul Wisata Buang Cinta (2013). Saat ini bekerja penuh waktu sebagai penulis dan terlibat dalam kelompok suka jalan.

169


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 J UMADI Z ANU R OIS , lahir di Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Alumnus Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) Jurusan Seni Teater. Memainkan dan menyutradarai beberapa pertunjukan teater. Hobi membaca karya sastra hingga mengantar semangatnya untuk menulis. Beberapa sajaknya telah tergabung dalam kumpulan puisi pilihan Riau Pos, Ayat-ayat Selat Sakat (Sagang 2013). Kini tinggal di Pekanbaru. C AHAYA B UAH H ATI , adalah anggota Komunitas Paragraf dan honorer di SDN 65 Pekanbaru. Pernah diundang membaca puisi pada beberapa event seperti: Temu Taman Budaya Nasional 2010, Hijrah di Purnama, Event Satelit Ubud Writers and Readers Festival di Balai Bahasa Propinsi Riau (2010), Tarung Penyair se-Asia Tenggara di Anjung Cahaya Kota Tanjung Pinang (2011), Aksi Panggung Penyair Perempuan Riau (Launching Laman Sastra For Her Pekanbaru Pos, 2011). Sajak-sajaknya dimuat di berbagai media, seperti Riau Pos, Batam Pos, Indopos dan lain-lain, juga termaktub dalam buku antologi bersama seperti Ziarah Angin, Mengucap Sungai, Fragmen Sunyi, Rahasia Hati (2011), Munajat Sesayat Doa (2011) dan Ayat-Ayat Selat Sakat (2013). Puisi berjudul Obat Darimu adalah Sebentuk Luka meraih salah satu pemenang di Lomba Cipta Sastra DKR 2013. D ODI S APUTRA , lahir 25 September 1990, di Pasaman Barat, Sumatera Barat. Penggemar travel writing ini adalah alumnus Jurusan Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Menulis cerpen, cerber, puisi, opini, feature, esai, berita, resensi, dan novel. Kini ia tengah merampungkan novel perdananya berjudul Bumi Mahakarya (2014). Tulisantulisannya dimuat di berbagai media, di antaranya Singgalang, Rakyat Sumbar, Haluan Padang, Padang Ekspres, Riau Pos,

170


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Lampung Pos, Radar Bromo, Metro Riau, dan Tabloid Medika Kampus. Diundang pada Musyawarah Nasional (MUNAS) III FLP di Bali bertajuk “Quo Vadis Penulis Era Digital” (2013). Diundang Ruang Kerja Budaya bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (KEMDIKNAS RI) di Padang pada Focus Group Discussion (FGD) bertema “Perencanaan Strategi Kebudayaan di Sumatera Barat” (2013). Diundang pula pada temu akbar Masyarakat Sastra Islam se-Asia Tenggara (MASISTRA) di Padang (2013). K URNIA H IDAYATI , lahir di Batang, Jawa Tengah, 1 Juni 1992. Saat ini tercatat sebagai mahasiswi jurusan Tarbiyah di STAIN Pekalongan dan bergiat di UKM Al-mizan. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media massa antara lain Riau Pos, Indopos, Haluan, Suara Karya, Minggu Pagi, Pos Bali, dsb. dan termaktub dalam beberapa antologi, di antaranya: Setia Tanpa Jeda, Mimpi Seribu Kemenangan, Napas Dalam Kata, Romansa Telaga Senja, dan Ayat-ayat Selat Sakat. ALPHA HAMBALLY, lahir di Medan 26 Desember 1990. Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, cinta kopi dan sastra, tinggal di Pekanbaru. Saat ini tengah aktif mengadakan acara membaca puisi di cafe-cafe bersama anak muda pecinta puisi lainnya di kota Pekanbaru, dan bergiat di Komunitas Paragraf. HESTI SARTIKA, lahir di Medan 13 Januari 1994. Mahasiswa FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan. Bergiat sebagai sekretaris di Komunitas Diskusi Sastra Forum Kampus UMSU dan anggota di KPPI-Medan. Puisi, cerpen dan artikel, telah dimuat di beberapa koran lokal. Beberapa puisinya termaktub di antologi puisi Doa dan Harapan

171


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Untuk Indonesia (Aurora Publisher, 2012), Untuk Para Sahabat (Goresan Pena Publishing, 2012), Aku Memilih Mencintai Sunyi (FOKUS, 2013), Mengeja Warna Jembatan Langit (Dream Power Publishing, 2013), dan Indonesia dalam Titik 13 (PPLDI, 2013). RIKI UTOMI, kelahiran Pekanbaru, 19 Mei 1984. Alumnus Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Islam Riau. Pernah aktif di FLP Riau. Menulis puisi, cerpen, esai, dan naskah drama. Sejumlah karya dimuat Suara Merdeka, Lampung Post, Kendari Pos, Serambi Indonesia, Padang Ekspres, Majalah Sabili, Majalah Sagang, Riau Pos, Haluan Kepri, Haluan Riau, Metro Riau, Batam Pos. Terangkum dalam sejumlah antologi bersama. Merayakan puisi pada Malam Apresiasi Seni di Taman Cik Puan Selatpanjang, Sanggar Tiram Bertuah, Pertemuan Penyair Serumpun, dan puisi-puisi islami dalam BKPRMI (Remaja Masjid Indonesia). Buku cerpennya yang telah terbit Mata Empat (Seni Kata, 2013). Tinggal dan berkarya di Selatpanjang. HANG KAFRAWI, Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Lancang Kuning. Ketua Teater MATAN dan juga mengajar di Sekolah Tinggi Seni Riau. Sejumlah buku sastra telah terbit. Bukunya yang baru terbit Ekonomi Kreatif Ala Atah Roy (2014). A LIZAR T ANJUNG , tinggal di Padang, Sumatera Barat. Karya-karyanya dipublikasikan di koran lokal dan nasional dan beberapa buku antologi seperti Riau Pos, Koran Tempo, Kompas, Sindo, Suara Pembaruan, Jurnal Nasional, Jurnal Sajak, Suara Merdeka, Horison. Sumut Pos, Analisa, Pewarta Indonesia, Berita Pagi, Linggau Post, Singgalang, Padang Ekspress, Haluan Riau, Haluan, Majalah Sabili, Majalah Story, Majalah Gizone, Majalah Annida Online, dll. Tahun 2011 di undang acara PPN di Palembang dan TSI V di ternate. Kontak 085278970960

172


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 CIKIE WAHAB, lahir dan tinggal di Pekanbaru. Karyanya pernah dimuat di sejumlah media seperti Majalah Sagang, Padang Ekspres, Sumut Pos, Story Magazine, Radar Banten dan Radar Seni. Cerpen dan puisinya masuk dalam sejumlah antologi bersama seperti; Fragmen Waktu (Yayasan Sagang), Robohkan Pagar Ini, Datuk (Yayasan Sagang, 2011), Bulan Majapahit Mojokerto (2010), Kopi Hujan Pagi (Paragraf, 2012), dan Ayat-ayat Selat Sakat (2013). Cerpennya “Kesalahan Angin Selatan” terpilih sebagai cerpen terbaik lomba menulis “Kawabanua, Kalimantan Selatan dalam Cerita.” Buku kumpulan cerpen terbarunya adalah Gaun Sinar Bulan (2012). Kini bergiat di Komunitas Paragraf. KAMIL DAYASAWA, lahir di Batang-Batang, Sumenep-Madura, 05 Juni 1991. Alumnus Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep-Madura. Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah media cetak dan termaktub dalam berbagai bunga rampai: Akar Jejak (2010), Estafet (2010), Memburu Matahari (2011) dan Sauk Seloko (2012). Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam FAIB-UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. KHAIRI ESA ANWAR, lahir di Pulau Poteran, Talango, Sumenep, Madura. Alumnus Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar Sumenep. Kini bergiat di Pon-Pes Maulana Rumi Yogyakarta. Sebagian tulisannya juga pernah dimuat di media lokal dan nasional. Selain termaktub dalam antologi: Percakapan Sunyi (Ababil, 2011), Di Sebuah Surau Ada Mahar Untukmu (Tinta Media, 2011), Bulan di Atas Desa Poteran (IGB, 2013). MAY MOON NASUTION, mahasiswa semester akhir program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UIR Pekanbaru ini, lahir di Singkuang, Mandailing Natal, Sumatra Utara, 2 Maret 1988. Kini ia bergiat di Komunitas Paragraf dan bekerja

173


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 sebagai guru Bahasa Indonesia di Al-Ihsan Boarding School, Kampar, serta menjadi dosen Luar Biasa di STMIK Hangtuah Pekanbaru. Puisi-puisinya dimuat di Kompas, Koran Tempo, Jurnal Nasional, Indopos, Riau Pos, Suara Merdeka, Batam Pos, Waspada, Medan Bisnis, Haluan Riau, dan Aklamasi UIR. Terhimpun dalam sejumlah antologi bersama, seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (DKKM, 2010), Sepotong Rindu dalam Sarung (Shell, 2012), Ayat-ayat Selat Sakat (Sagang, 2013), dan Serumpun Kata, Serumpun Cerita (Pertemuan Sastrawan Nusantara XVII, 2013). Kini ia tengah menyiapkan buku kumpulan puisi tunggal bertajuk Mata Tajam Mata Dendam. I KETUT ANGGA WIJAYA, lahir di Negara, Bali, 14 Februari 1984. Belajar menulis puisi sejak bergabung di Komunitas Kertas Budaya asuhan penyair Nanoq da Kansas. Pernah kuliah di jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana. Kini menetap di kota kelahirannya. TIHTIAN ASMORO, lelaki lulusan SMA Negeri 2 Singingi, Kuantan Singingi, ini lahir pada 8 September 1989, di Semarang. Saat ini ia tinggal di kota Taluk Kuantan. Selain aktif menulis puisi dan menulis cerpen, menonton film adalah kesenangannya sehari-hari. Beberapa bulan terakhir, ia menjadi salah satu penggerak iven baca puisi bulanan di cafe-cafe, yang bertajuk Malam Puisi Pekanbaru. RESKI KUANTAN, lahir di Teluk Kuantan, Riau. Saat ini tinggal di kota Padang. Beberapa puisinya tergabung dalam beberapa antologi puisi yaitu Indonesia Berkaca, Sepuluh Kelok di Mouseland, Epitaf Arau dan beberapa antologi lainnya.

174


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 F ELIX K. NESI , lahir di Nusa Tenggara Timur, Agustus 1988. Bergiat di Pelangi Sastra Malang, Sastra Titik, Komsen 69 dan Marginal Art Community. Bercita-cita menjadi petani. RAUDAL TANJUNG BANUA, lahir di Lansano, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 19 Januari 1975. Sekarang menetap di Yogyakarta, mengelola Komunitas Rumahlebah dan Akar Indonesia. Buku puisi terbarunya, Api Bawah Tanah. MARSTEN L. TARIGAN, lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 23 februari 1991. Sekarang tinggal di Bandung dan tengah membenahi perkuliahan di Universitas Pendidikan Indonesia. Bergiat di Regu Kesenian Cengos dan Komunitas Kandang Singa. Sedang mempersiapkan pula antologi puisi tunggalnya berjudul Ladang Pacar. DIAN HARTATI, lahir di Bandung, 13 Desember 1983. Alumni prodi Sastra dan Bahasa IndonesiaUniversitas Pendidikan Indonesia. Kumpulan puisi tunggalnya berjudul Kalender Lunar dan Upacara Bakar Rambut. Puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman (2012) dan bahasa Inggris (2013) kemudian diikutsertakan dalam acara Jemuran Puisi di depan Danau Zug, Switzerland. Mendapatkan berbagai penghargaan penulisan karya sastra, salah satunya Anugerah Sastra Jurdiksatrasia (2006). Sesekali Mengelola blog sudutbumi.wordpress.com. PUTU GEDE PRADIPTA, tinggal di Denpasar, Bali. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Dwijendra. Pada tahun 2011, puisinya lolos kurasi Temu Sastrawan Indonesia IV Ternate. Juga tergabung dalam antologi Munajat Sesayat Doa. Kini sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Dwijendra.

175


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 EDWAR MAULANA lahir di Cianjur, Jawa Barat, 08 September 1988. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Puisipuisinya terbit di beberapa media cetak lokal maupun nasional, seperti Pikiran Rakyat, Kompas, Koran Tempo, Jurnal Nasional, Suara Pembaruan, Indopos. Tergabung dalam beberapa antologi puisi bersama. Buku kumpulan puisinya yang sudah terbit, Tembang Sumbang (2012), Pernyataan Cinta (2013). SAMSUL, lahir di Kota Intan (Rohul), 8 April 1991. Kini tengah menyelesaikan S1 di Universitas Islam Riau, jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Ia juga menulis cerpen dan puisi di beberapa media cetak. Bermastautin di Pekanbaru. REKY ARFAL, lahir dan menetap di Pekanbaru. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri SUSKA ini menyukai sastra. Salah satu puisinya lolos dalam seleksi antologi puisi, yang berjudul #8ThLumpurLapindo. Saat ini tengah aktif di suatu event kesusastraan, yakni pembacaan puisi di cafĂŠ-cafĂŠ yang dikenal dengan Malam Puisi Pekanbaru dan bergita di Komunitas Paragraf. TONI LESMANA, lahir di Sumedang. Menulis dalam puisi dan prosa dalam Bahasa Sunda serta Indonesia. Puisinya dimuat di beberapa media seperti Kompas, Jurnas, Suara Merdeka, Bali Post, dll. Juga dalam beberapa antologi bersama diantaranya, Forum Sastra Indonesia Hari Ini : Jawa Barat (Komunitas Salihara, 2010), Tuah Tara No Ate, Bunga Rampai Cerpen dan Puisi Temu Sastrawan Indonesia ke 4 (Penerbit UMMU Press), Sauk Seloko (PPN IV Jambi, 2012). Buku yang telah terbit himpunan cerpen Jam Malam Kota Merah (Ampermedia, 2012) dan Carita

176


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 Lain Caritakeuneun (Geger Sunten 2013). Bergiat di Komunitas Studio Titikdua Ciamis. Kini menetap di Ciamis, Jawa Barat. KINANTHI ANGGRAINI, lahir di Magetan, 17 Januari 1990. Menulis puisi dan reportase. Puisinya pernah dimuat di puluhan media massa antara lain: Indopos, Jurnal Puitika, Jurnal Masperpoem Indonesia, Banjarmasin Post, Lampung Post, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Solopos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Majalah Sagang, Medan Bisnis, dan lain-lain. Juga dimuat dalam buku antologi Merawat Ingatan Rahim (2013), Kisah yang Berulang di Hari Minggu (2014), Solo Menulis Puisi (2014), Timur Gumregah (2014), Negeri Poci 5 (2014) dan Sepucuk Angin Merah (2014). Mahasiswai Pascasarjana Pendidikan Sains, UNS Solo ini juga pernah menjadi model Hijab Moshaict tahun 2011. GUNAWAN TRI ATMODJO lahir di Solo pada 1 Mei 1982. Alumnus Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Surakarta program studi Sastra Indonesia. Memenangkan beberapa kali lomba penulisan sastra di antaranya Juara 3 Lomba Cerpen FEMINA 2010 dan Cerpen Terbaik Majalah Horison Jakarta 2004. Puisi dan cerpennya dipublikasikan di Horison, Media Indonesia, Jawa Pos, INDOPOS, Suara Merdeka, Femina, Sumut Pos, Solopos, Minggu Pagi, Majalah Sagang, Majalah Basis, Riau Pos. Tinggal di Solo dan bekerja sebagai editor buku pelajaran. Buku kumpulan cerpennya Sebuah Kecelakaan Suci baru saja diterbitkan. MUHAMMAD IRSYAD, Lahir di Minas, 24 April 1988. Alumnus Universitas Islam Riau. Buruh kata-kata yang mencintai fiksi dan sastra. Tinggal di Pekanbaru. Saat ini tengah aktif mengadakan acara “Malam Puisi� (membaca puisi dari kafe ke kafe) bersama teman-teman pencinta puisi lainnya di kota Pekanbaru dan bergabung di Komunitas Paragraf.

177


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 S ELENDANG S ULAIMAN , Lahir di Pajhagungan, Madura. Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Puisi-puisinya dimuat di berbagai media masa seperti Seputar Indonesia, Indopos, Suara karya, Minggu Pagi, Riau Pos, Merapi, Harian Jogja, Joglosemar, Waspada Medan, Padang Ekspres, Lampung Post, Majalah Sagang, Majalah Sarbi, dll. Beberapa antologi Puisi bersamanya; Mazhab Kutub (Pustaka Pujangga 2010), 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (MP 2011), Satu Kata Istimewa (Ombak 2012), Igau Danau (Sanggar Imaji, 2012), dan Ayat-ayat Selat Sakat (Sagang, 2013). ENY SUKRENI, adalah nama pena dari I Nengah Sukreni, lahir di Pemenang, Lombok Utara, 24 Agustus 1987. Menyelesaikan studi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni STKIP Hamzanwadi. Beberapa puisinya terbit di harian Indo Pos, Media Indonesia, Banjarmasin Post dan Suara NTB. AFRIYANTI, bermukim di Pekanbaru, Riau. Beberapa karya, berupa puisi dan cerpen, pernah dimuat di sejumlah media massa dan buku antologi bersama. Kini bekerja di Riau Televisi dan bergiat di Komunitas Paragraf Pekanbaru. E SHA T EGAR P UTRA , kelahiran Solok, Sumatera Barat, 20 April 1985. Alumni Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas. Pernah diundang dalam Pertemu Penyair Muda Empat Kota (Yogyakarta, 2006), Ubud Writers and Readers Festival (Ubud, 2009), Korean-Asean Poetry Literary Festival (Pekanbaru, 2011), Bienal Sastra Salihara (Jakarta, 2011), dan beberapa pertemuan sastra lainnya. Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi bersama dan buku puisi tunggal Pinangan Orang Ladang (2009). Dan yang segera terbit Oslan dan Lagu Palinggam.

178


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 SYAIFUL BAHRI. Seorang penikmat puisi. Alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Riau. Karyanya bisa ditemukan dalam buku, Tafsir Luka (Yayasan Sagang 2005), Jalan Pulang (Yayasan Sagang 2006), Komposisi Sunyi (Yayasan Sagang 2007) dan, Selat Melaka (UIR Press 2007). Tinggal dan menetap di Riau. DALASARI PERA, lahir di Belawa (Sul-Sel), alumnus Universitas Negeri Makassar yang bergabung di Komunitas Lego-Lego Makassar. Menghadiri Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) VI Jambi 2012. Tergabung dalam sejumlah antologi, di antaranya; Imazonation-Phantasy Poetica (2010), Lafaz Cinta Di Ambang Senja (2011), Kaki Waktu (2011), Sepuluh Kelok di Mouseland (2011), Munajat Sesayat Doa (Pemenang FTD Riau, 2011), Kumpulan Fiksi 140 (2012), Antologi Puisi Dwi Bahasa Poetry Diverse (2012), Perempuan Penyair Indonesia Terkini; Kartini 2012, Sauk Seloko (2012), Dari Negeri Poci 4; Negeri Abal-Abal (2013), dll. Selain itu karya-karyanya dimuat di media; Jurnal Nasional, Suara Karya, Bali Post, Majalah Sastra Sabana, Harian FAJAR, Harian Ajattappareng, Jurnal Sastra Tanggomo (Gorontalo), Jurnal Sastra Santarang (Kupang), Buletin Suluh, Majalah Dunia Pendidikan. ALYA SALAISHA-SINTA, adalah nama pena dari Purbarani Sinta Hardianti, kelahiran Jombang, Jawa Timur, 26 Maret 1986. Menulis puisi dan mengikuti lomba baca puisi sejak di bangku kuliah di Politeknik Negeri Lampung. Sejumlah puisinya telah dimuat di Sastradigital, Lampung Post, Sinar Harapan, Indopost, Riau Pos dan media massa lainnya. Selain itu masuk dalam sejumlah antologi bersama, seperti Akulah Musi (Pertemuan Penyair Nusantara V di Palembang), Tuah Tara No Ate (Temu Sastrawan Indonesia 4 di Ternate, 2011), Kartini 2012: Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Terkini (Kosakatakita, April 2012), dan Singa Ambara Raja dan Burung-Burung Utara – Buleleng dalam Puisi dan Prosa Indonesia (Mahima Institute Indonesia, 2013).

179


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 DANJTE S MOEIS, lahir di Rengat, 12 April 1952. Penerima Anugerah Sagang dan Seniman Pemangku Negeri (SPN) ini dikenal sebagai perupa. Namun, ia mengaku, bakat lamanya adalah menulis. Selain puisi, ia pun menulis cerpen dan esai, terpublikasi di sejumlah media massa dan buku antologi bersama. Latar belakangnya sebagai perupa dan penulis ini, membuat ia tunak sebagai salah satu pengelola Majalah Sagang, sebelumnya sempat bergabung di Majalah Menyimak dan Suara. Di bidang seni rupa, bersama sahabatnya, Nasrun Thaher, disebut-sebut sebagai pelopor penciptaan seni instalasi di Riau. Kini, ia juga mengajar di Sekolah Tinggi Seni Riau. SARTIKA SARI, mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan. Lahir di Medan pada tanggal 1 Juni 1992. Sejumlah karyanya (Puisi, Cerpen, Artikel, Cerita Anak, Esai) terbit di sejumlah media cetak seperti Waspada, Medan Bisnis, Analisa, Jurnal Medan, Batak Pos, Mimbar Umum, Buletin Jejak, Majalah Kampus Universitas Riau, Suara Pembaruan, Sinar Harapan, Horison dan surat kabar Borneo Kinabalu (Malaysia). Adapun beberapa karya lainnya telah termaktub dalam sejumlah antologi. Saat ini bergiat di Komunitas Tanpa Nama, Komunitas Penulis Perempuan Indonesia dan Laboratorium Sastra Medan. NERMI ARYA (Parlin Parline), Lahir di Pematang Siantar, Medan 17 juli 1987. Menulis puisi dan cerpen. Puisinya pernah dimuat di Kabar Priangan, Pikiran Rakyat, Indopos Jakarta, juga dalam Antologi bersama “Dari Sragen Memandang Indonesia� (2012). K UNNI M ASROHANTI , anak jati Bandar Sungai, Siak Sri Indrapura. Selain menulis puisi, ia juga aktif berteater. Setelah sebelumnya aktif berproses di Sanggar Latah Tuah, kini ia menggerakkan komunitas Rumah Sunting. Puisi-puisinya termuat

180


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014 di sejumlah media dan antologi bersama. Buku puisinya yang pertama berjudul Sunting, terpilih sebagai buku terbaik Anugerah Sagang 2011. Sejak sepuluh tahun terakhir, ia bekerja sebagai jurnalis. K EDUNG D ARMA R OMANSHA , kelahiran Indramayu, 1984. Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, UNY. Karyakaryanya termuat di beberapa media massa baik lokal maupun nasional dan beberapa antologi bersama. Telah terbit novel pertamanya Slindet dalam format digital dan POD (Bentang Pustaka, 2012), dapat dikunjungi di mizan.com dan wayangforce.com. Bergiat di Sanggar Suto, Rumah Lebah, Rumah Poetika, dan Saturday Acting Club (SAC). Kini menetap di Krapyak wetan Yogyakarta

181


Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2014




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.