Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
PELABUHAN MERAH Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
EDITOR: MARHALIM ZAINI
PT. Sagang Intermedia 2015
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
PELABUHAN MERAH (Kumpulan Puisi Riau Pos 2015) Editor: MARHALIM ZAINI Perancang Sampul: DESRIMAN ZAHMI Perancang Isi: SUPRI ISMADI DITERBITKAN PPERTAMA : : Diterbitkan ertama KALI KaliOLEH Oleh Yayasan Intermedia, Sagang Pekanbaru PT. Sagang Pekanbaru Graha Pena Riau, Jl. Soebrantas Km 10,5 Panam, Pekanbaru, Graha Pena Riau, Jl. Soebrantas Km 10,5 Panam, Pekanbaru, Riau Riau Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip sebagian keseluruhan isi atau memperbanyak sebagian Hak ciptaatau dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip ataukeseluruhan keseluruhan isi tanpa izin dari penulis. sebagian sebagian atau atau memperbanyak atau keseluruhan tanpa izin dari KEPUSTAKAAN NASIONAL : penulis. Katalog dalam Terbitan (KTD) Pelabuhan Merah, Kumpulan Puisi Riau Kepustakaan Nasional : Pos 2015 Pekanbaru, Yayasan Sagang, 2015 Katalog dalam Terbitan (KTD)
Pelabuhan Merah, Kumpulan Puisi Riau Pos 2015 ISBN.... Pekanbaru, SagangOktober Intermedia, CetakanPT. Pertama, 2015 2015 ISBN_____________ Cetakan Pertama, Oktober 2015
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Matahari Baru “Setiap hari matahari selalu baru...” (Herakleitos) SETELAH dua buku sebelumnya, Ayat-ayat Selat Sakat (2013) dan Bendera Putih untuk Tuhan (2014), kini kembali hadir buku kumpulan puisi Riau Pos 2015, yang saya beri judul Pelabuhan Merah (mengambil dari judul puisi Cikie Wahab yang termuat dalam buku ini). Di tahun ketiga ini—saya menjaga halaman “Puisi” di Riau Pos—kembali saya sertakan semua karya penyair yang pernah termuat selama setahun, dengan memilihi dua puisi dari sejumlah puisi. Harapannya, sekali lagi, semoga kelak kehadiran buku-buku ini bisa menjadi salah satu rujukan tersendiri untuk melihat perkembangan perpuisian—tak hanya sebatas di Riau—tapi Indonesia. Maka tengoklah, perkembangan itu. Tiap tahun, kita selalu “menemukan” puisi baru, terutama yang ditulis oleh para penyair (pendatang) baru. Sementara itu, tentu, perkembangan tidak semata dapat dilihat dari estafet regenerasi kepenyairan, tetapi juga dari bagaimana para penyair (terdahulu atau senior) juga masih bergairah turut serta dalam berpuisi. Maka, jika ada adagium yang menyebut bahwa “tidak ada yang baru di bawah matahari ini,” bolehlah
i
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
kemudian kita bantah dengan adagium yang lain, dari Herakleitos yang saya kutip di atas, “setiap hari matahari selalu baru.” Tapi yang akan jadi perdebatan kemudian adalah kata “baru” di situ. Bukankah yang terbit setiap hari itu adalah matahari yang itu-itu juga, matahari yang sama. Kecuali, kalau memang ada dua matahari di dunia ini, baru bisa dikatakan baru. Tetapi, kenapa kira-kira Herakleitos bilang begitu? Tentu, kita kemudian jadi ingat, para filsuf di zaman lampau itu memang tengah memperdebatkan ihwal mana “seni mimetik” dan mana “seni karakteristik.” Seperti yang pernah disebut oleh para neo-klasikis (orang-orang Italia abad keenam belas) sebagai la belle nature (alam yang molek)—sebuah prinsip, yang mereka imani, dan jadi landasan dalam memahami seni, terutama dalam teori imitasi (mimesis). Namun, setelah berabad-abad teori ini bergeming, datanglah Rousseau (ahli estetika), yang menolak seluruh teori kesenian klasik itu, sambil menenteng karyanya Nouvelle Heloise—sebuah kekuatan baru yang revolusioner, yang kemudian diberi nama “seni karakteristik.” Bagi Rousseau, seni bukanlah deskripsi atau reproduksi dunia empiris, melainkan luapan emosi perasaan. Teori “seni karakteristik” ini kemudian turut diamini oleh Goethe, sastrawan Jerman itu, pun Herder. Goethe bilang, “kesenian karakteristik” merupakan satu-satunya kesenian sejati. Menurut Goethe, “bila kesenian itu berdasarkan apa yang muncul “dari dalam,” unik, individual, orisinal, mandiri dengan mengabaikan dan malah memasabodohkan apa saja yang tidak sesuai dengan sifat itu, maka kesenian itu padu dan hidup,” (dalam Cassirer, 1987). Tapi, kita tahu kemudian, ini bukanlah perdebatan yang usai, sampai kini. Teori imitasi yang melahirkan banyak istilah seperti seni objektif, seni formatif, seni reproduktif,
ii
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
seolah terus berhadap-hadapan dengan apa yang kemudian disebut seni subyektif, seni ekpresif, seni karakteristik—dan berbagai istilah lain lagi. Meskipun, pada perkembangannya, perdebatan sengit itu justru melahirkan teori tersendiri dengan apa yang disebut oleh Kant sebagai “seni universal” atau “universalitas estetis.” Yang obyektif dan yang subyektif, di situ, tak terpisahkan. Yang mimesis, yang karakteristik, bahkan saling menubuh dalam universalitas. Persetubuhan itu, dihubungkan oleh sebuah ruang plastis, semacam ruang untuk mempertemukan benda-benda dengan sosok “sejatinya.” Maka imajinasi seniman, dengan begitu, tidak bekerja secara serampangan, dengan “kesintingan” si seniman secara pribadi semata. Sebab, persetubuhan itu, telah membuat “kesintingan” imajinasi seniman itu terseleksi dalam proses objektifikasinya. Dan yang terseleksi itu, adalah yang indah itu, yang berfaedah itu (meminjam Briginsky). Berkali-kali memang, saya membicarakan ihwal tema semacam ini, terutama dalam konteks puisi sebagai karya yang subyektif itu. Yang seolah, licentia poetica itu, jadi semacam “kesalahan yang dapat ditolerir” semata. Yang lalu membuat penyairnya memiliki otoritas kuasa atas kata tanpa ampun. Padahal, mestinya, “keanehan” dalam teks puisi, adalah juga keistimewaannya, adalah juga apa yang disebut Emila Zola sebagai “temperamen.” Temperamen (bolehlah juga kita sebut “sifat batin”) yang dimiliki oleh setiap individu seniman muncul ketika ia menyadari bahwa ia tidak sedang hidup dalam realitas benda-benda fisik, dan sekaligus pada saat yang sama ia menyadari bahwa ia tidak juga sepenuhnya terserap dalam suasana individual. Maka “temperamen” sesungguhnya juga mengingatkan kita pada konsepsi Roland Barthes, yang membagi unsur sastra itu tidak hanya pada bahasa (language) dan gaya (style), tapi juga apa yang ia sebut sebagai tulisan (writing).
iii
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Bagi Barthes, “tulisan” adalah suara pribadi penulisnya, adalah juga “sifat batin”-nya. Keunikan dan orisinalitas sebuah teks sastra, dapat dilihat dari bagaimana sang penulis menunjukkan individualisme-nya itu. Sifat-sifat sebuah karya sastra, justru lahir dari kebebasan individu yang tertuang dalam writing itu. Dan konon, apa yang disebut sebagai the art of writing itu, bertempat tinggal di sana, di dalam sifat-sifat batin senimannya. Dan inilah dia, yang tiap waktu, tiap hari bangkit, dalam wajahnya yang “baru.” Jika sebuah rumusan klasik tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan seni mengatakan begini, “ilmu pengetahuan adalah “penyingkatan” realitas, sedangkan seni adalah “intensifikasi” atau “pendalaman” realitas,” maka kata “baru” dalam seni tentu harus dilihat dari upaya “pendalaman” itu, dari “kedalaman”-nya itu. Dan yang bangkit, yang terbit setiap hari dari kedalaman itu, adalah juga matahari yang membawa cahaya yang lain itu. Matahari boleh sama, tapi cahayanya setiap hari boleh jadi baru. Misalnya dua orang penyair menulis dengan objek yang sama—tentang gunung misalnya—apakah akan lahir puisi yang sama? Tentu tidak. Sebab, seturut Cassirer, para seniman tidaklah sekedar memotret dan menyalin objek empiris tertentu, tapi yang ia tuangkan akan fisiognomi sesaat dan individual dari “gunung” tersebut. Selamat datang para penyair “baru”. Selamat memancarkan cahayanya, dan turut berpendar, bersama kilauan cahaya dari puisi-puisi penyair “lama.” Mari, selalu melihat matahari, dari cahayanya yang baru....*** Pekanbaru, September 2015
iv
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DAFTAR ISI MATAHARI BARU, Pengantar Editor. _____________ hal_i DAFTAR ISI Afriyanti __________________________________ hal_1 - Kutetesi Pusara - Kado Oktober Afryantho Keyn ____________________________ hal_3 - Mata, 1 - Bulan Sepanjang Jalan Ahmad Ijazi H _____________________________ hal_5 - Hatshepsut - Venerable Bede Alex R. Nainggolan __________________________ hal_7 - Ujung Peluh - Silsilah Rumah Alpha Hambally ____________________________ hal_9 - Dongeng di Hebron - Shadow on the Blood Alvi Puspita _______________________________ hal_13 - dikau - di ganjuran
v
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Andesta Herli _____________________________ hal_15 - Tapa Layar - Rumah Puisi Arkitan Dahhan ____________________________ hal_17 - Sebatang Jumat - Mulanya Batu A. Warits Rovi _____________________________ hal_21 - Tadarus Dini Hari - Karduluk Beni Setia _______________________________ hal_23 - Jakarta, Oktober Boy Riza Utama ____________________________ hal_27 - Ratap Jangkar Tua - Siak, Kukerta In Memoriam Budhi Setyawan ____________________________ hal_31 - Penyair Sederhana - Kota yang Hilang Budi Hatees ______________________________ hal_33 - Sebuah Perceraian - Di Jantung Sibolga Cahaya Buah Hati __________________________ hal_35 - malam di teluk kuantan - bertemu reno Cikie Wahab ______________________________ hal_37 - Steppenwolf - Pelabuhan Merah Dadang Ari Murtono ________________________ hal_39 - cak durasim - lerok
vi
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Dalasari Pera ______________________________ hal_41 - Gadis Kopi - Musim Tanam Diana D. Timoria __________________________ hal_43 - Yang Terjebak di Matamu - Embun Dian Hartati _____________________________ hal_45 - Perjumpaan Terakhir - Lipatan Kemeja Milik Sa Doddi Ahmad Fauji ________________________ hal_49 - Sayap-sayap Imaji Eddy Pranata PNP __________________________ hal_55 - Di Tubuhmu Meruyak Cendawan dan Sejuta Bakteri - Gersuas Endang Supriadi __________________________ hal_59 - Uban yang Lupa Kau Cabut dari Alis Mataku - Gerimis Telah Menjadi Serbuk di Dalam Gelasmu Eny Sukreni ______________________________ hal_63 - Ada Malaikat di Jalan Raya - Ulat Batu Esha Tegar Putra __________________________ hal_65 - Anakku Mata Puisi - Hantu Sawang F. Rizal Alief ______________________________ hal_67 - Menyelam dalam Lautan - Menanam Padi Fakhrunnas MA Jabbar _____________________ hal_69 - Di Milano Angin Musim Gugur - Masih Memburuku
vii
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
- Belajar Sejarah pada Batu Gunawan Tri Atmodjo _______________________ hal_73 - Sajak Berparak - Pulang pada Puisi Hamdi Alfansuri ___________________________ hal_75 - Dari Kucingnya Sutardji - Bunga, Lebah, dan Sepasang Kumbang Hasmiruddin Lahatin Aisyah ___________________ hal_77 - Laut Bunga - Di Ranjang Waktu Husnul Khuluqi ____________________________ hal_79 - Penambang Pasir Batanghari - Ziarah Sungai Iin Farliani ______________________________ hal_83 - Garam Tualang - Puisi Pagi Hari Imam Budiman ___________________________ hal_85 - Kotak Mainan - Nudibranch Isbedy Stiawan ZS _________________________ hal_87 - Dibangunkan Oleh Kaki - Aku Harus Pulang Jasman Bandul ____________________________ hal_91 - Bermalam di Teluk Belitung - Air Mata Kuas Jefri al Malay _____________________________ hal_95 - Engkau Mengaji Malam di Dini Hari - Kampung
viii
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Jumadi Zanu Rois __________________________ hal_97 - Kasur Lapuk dan Bantal Busuk - Menanam Api Julaiha Sembiring _________________________ hal_99 - Fragmen Pertemuan - Kepada Gunting Tukang Pangkas Kamil Dayasawa ___________________________ hal_103 - Hammurabi - Kereta Kazzaini KS ______________________________ hal_107 - penyalai - tetes hujan Kartika Amellia ___________________________ hal_109 - Tuhan Tak Pernah Datang Terlambat - Kepada Aku Kevin Khanza Jaelani _______________________ hal_111 - Bumi Mentari - Kembalilah Gelap Kiki Sulistyo _____________________________ hal_113 - Melihat Menhir - Circus Exile Kinanthi Anggraini _________________________ hal_115 - Kohlanta - Koh Tao Kunni Masrohanti _________________________ hal_117 - bimbang baling - simpang jalan menuju langit Kurnia Hidayati ___________________________ hal_119 - Marionet
ix
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
- Stockholm Syndrome Lasinta Ari Nendra Wibawa ___________________ hal_121 - Kepada Engkau yang Memalingkan Muka - Ingin Kupulangkan Kata M. Anton Sulistyo __________________________ hal_125 - Nota Akhir Tahun - Liberty Statue Mario F. Lawi ____________________________ hal_127 - Speed of Sound - Fix You Marsten L. Tarigan _________________________ hal_131 - Radak - Dari Atas Binara May Moon Nasution ________________________ hal_135 - Memburu Ganjang - Renungan Pelaut Mugya Syahreza Santosa _____________________ hal_139 - Seperempat Abad - Mendambakan Muhammad Asqalani eNeSTe _________________ hal_141 - yang sangat bahagia - Cogan Kuno Muhammad Irsyad _________________________ hal_143 - Salik Al-Mahwu - Petrichor Nadia Octavialni Ali ________________________ hal_145 - Sebungkus Kopi - Sebentar Lagi, Aku Gila
x
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Nermi Arya Silaban ________________________ hal_147 - Surat buat Kei - Episode Lain Nita Lestari ______________________________ hal_149 - Larik di Ranting Kering - Sejumput Kabut Putu Gede Pradipta ________________________ hal_151 - Kepada Pagi - Waktu Berguling di Jalan Ramoun Apta _____________________________ hal_153 - Puisi yang Tertikam di Kelok-kelok Jalan - Lagu Malam Para Pekerja Raudal Tanjung Banua ______________________ hal_155 - Di Atas Menara Masjid Agung Banten - Nyanyian Seorang Petani Garam Rapina Semesta ___________________________ hal_157 - Wanita Berbaju Api - Perempuan Ujung Kerudung Reky Arfal _______________________________ hal_159 - Sepanjang Carrow Road - Ziarah Reski Kuantan ____________________________ hal_161 - Selepas Bukit Betabuh - Jadi Hujan Riki Utomi ______________________________ hal_163 - Hari Bisu - Yang Kita Harapkan Selendang Sulaiman ________________________ hal_165 - Perjumpaan Gunung Geulis
xi
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
- Meditasi Vipassana Syaiful Bahri _____________________________ hal_167 - Separuh Cinta dan Semusim Rindu - Ada yang Ingin Aku Sampaikan Sartika Sari ______________________________ hal_171 - Sebuah Kota Asing - Bagian Kepala yang Hilang Satya Wira Wicaksana ______________________ hal_173 - Rengkuh - Martir Sunlie Thomas Alexander ____________________ hal_175 - Bloody Mary - Di Baturaden Sobirin Zaini _____________________________ hal_179 - Memukul-mukul Batu Imaji - Resume Sajak; Sengak Aroma Tanahmu Syafrizal Sahrun ___________________________ hal_181 - Telaga Bukit Kapur - Ruang Syafruddin Saleh Sai Gergaji __________________ hal_183 - Sya’ban - Kuala Taqwa Taufik Ikram Jamil _________________________ hal_185 - 17 agustus - minyak bumi bagian akhir Tihtian Asmoro ___________________________ hal_189 - Kenang-kenangan dari Hal-hal yang Sebentar - Perjudian Kecil
xii
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Yona Primadesi ___________________________ hal_191 - Kacamata - Menulis Amsal Zulmasri ________________________________ hal_195 - Avonturir - Gemuruh dari Jauh
xiii
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ivx
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
AFRIYANTI
Kutetesi Pusara Aku kehilangan jalan untuk tumbuh tegak di antara yang tak bernama jerit melirih dalam bahasa hampa terkurung langit gelap tak bercahaya dan tersesat oleh sampah kata-kata Oh! Ingin rasanya kupetik dan kucium dusta di punggungmu Sayang, kakiku lumpuh dan tanganku kaku Inilah kisah zaman yang perlu kita catat dan rekam tentang kau yang mencipta mimpi kosong dan tidur mendekam dingin, memancarkan misteri dalam khayalku andai hidup ini telah menjadi puisi sebuah dunia kecil tak berwujud, apalagi bertuan samar memadat dalam kata, meresah dalam nada dan kutetesi pusara melintasi teka-teki yang tak pasti tentang aku tak berdaya mengungkapnya; bisu dalam kediamanmu
1
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kado Oktober yang mengintai dan mencekam di pinggir danau dan yang berpacu dengan sang waktu inilah kado Oktober untukmu; langit senyap diam menatap, pucat memenat kubasuh kelam yang menghitam kejap lenyap, lalu senyap pedih memburu gelisah badai dalam gema memabukkan langit menusuk belati sendu di balik usia yang kaukayuh menerkam imajinasi telanjang dari kertas kosong hanya peri yang mengitari oase pada impian malam mengalunkan aroma pemabuk lewat gemetar irama yang patah-patah di kelokan detik yang tajam; inilah Oktober menunggu matahari menetas rahim timur dan waktu yang samar
2
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
AFRYANTHO KEYN
Mata, 1 Akhirnya kumengerti, mengapa lekat kaumenatap mataku. Betapa indah, katamu, bak bintang jatuh: muara segala rinai yang kerap luruh. Kusembunyikan halte dan bus kota yang meramaikan airmata. Sampai kau mengajakku menembus danau, bersampan berdua tanpa kata. Dengan hatimu, kau mengusap mataku, hingga kulupa meratap masa lalu. Dermaga kita temukan tempat segala dahaga dilabuhkan. Nusadani, 2013
3
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Bulan Sepanjang Jalan Malam pun tenggelam Selagi kautiba di Pelabuhan Lantas kita Selangkah sepanjang jalan Sejenak langit menolak malam Di parasmu kulihat bulan Perlahan Bulan tenggelam di Muka rumahmu Seusai katamu lama Tertunda: selamat jalan Seketika Sepanjang jalan Meniru malam: Kelam Masih kulihat Juga sepanjang jalan Cahaya-cahaya kecil Bulan menunda tenggelam Hingga di ujung pelabuhan Hokeng, 2012
4
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
AHMAD IJAZI H
Hatshepsut kau menyaru Fir’aun, menduduki tahta kekuasaan saat angin selatan pecah mengabarkan segala keganjilan. lalu mantera-mantera digemerincingkan dengan ketukan yang teramat magis. tak ada seorangpun yang mengenalimu saat tongkat emas yang kau genggam menghentak tanah. debu-debu beterbangan seperti lalat, menelanjangi setiap pandangan mata. petuah ibumu, Thutmosis II yang lemah, selalu menjelma istana yang megah di kelopak telingamu. mengaum-ngaum seperti harimau betina yang kelaparan. kau lalu ditempa menjadi manusia baja, manusia setengah dewa, manusia yang tahan dikurung dalam kerangkeng penindasan sesadis apapun. hingga ibumu tutup usia, kata-kata yang pernah terlontar dari kecubung bibirnya, tak pernah menyusut dalam ingatanmu yang paling perawan. kau kenakan pakaian kebesaran, lalu janggut Fir’aun yang sangat jantan. mata tajam kau kepakkan seperti jarum matahari yang dapat membakar apa saja. dan ketika bilik sunyi kau datangi, baju kebesaran kau tanggalkan. wajah jelita memantul di cermin hias dengan begitu buas. kau lantas tersenyum, tersenyum dengan senyuman yang seperempuan-perempuannya. Pekanbaru, 2014
5
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Venerable Bede entah kuncup kembang mawar, entah mahkota kembang tulip yang menumbuhkanmu menjadi biarawan kala itu. sejak putihnya awan musim semi memayungi kepalamu, dan kuku-kuku mentari setengah lingkaran berhenti mencakar ubun-ubunmu. kau dimandikan dengan air telaga mantera, dengan batang-batang lilin yang menyala benderang. orang-orang gereja menamaimu sebagai ensiklopedia berjalan yang bisa ditanyai apa saja, terutama tentang sejarah Inggris. kaulah sejarahwan pertama yang menuliskan waktu peristiwa dari masa kelahiran Yesus. kau tumbuh dan menua dalam balutan firman-firman al-kitab yang paling suci. kau seperti mutiara di atas gundukan pasir yang maha luas, mengunggunkan sinar terang, seperti jemari-jemari kejora yang memeluk Kitab Kells dari pulau Lona yang halamannya dihiasi celtik, yang melukiskan wujud Santo Matius. sosokmu begitu utuh dan sempurna, sesempurna Nabi Adam yang pernah menetap di surga, atau sesempurna ketampanan Nabi Yusuf yang digila-gilai kaum hawa? Pekanbaru, 2014
6
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ALEX R. NAINGGOLAN
Ujung Peluh Sebab kau sebuah pintu. Di ujung peluhku. Setiap kali aku bergegas kerjaĂ˝. Bermain di lingkaran usia. Segala harap telah menggertap. “Cepatlah pulang. Rumah selalu rindu akan sentuhanmu,â€? dan nyatanya kita bahagia, meski berkali sedih mengiris pedih. Di ujung peluh itulah, aku tak benarbenar rampung membaca segala peristiwa. Selalu mekar dalam akar kelakar. Biar tumbu di setiap gerhana jalan. Tentang rumah yang kita susun bersama, dari peluh ke peluh. Tak selesai dikayuh. Kebon Jeruk, 2014
7
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Silsilah Rumah Masuklah! Mimpimu tak lagi terkunci. Sebelum isyarat mimpi buruk berkerumun masuk. Mungkin kini lenganmu adalah sebuah peta, tempat para pelancong membaca kota. Melayangkan ingatan pada tempat yang pengap. Atau sebuah lorong sunyi di kota ini, yang sama sekali tak pernah dikunjungi. Bagi orang-orang, langkah kaki yang menabung ingatan. Kudapan peristiwa, sebuah sketsa. Masuklah! Hapalkan setiap ruang. Mungkin ini sisa selayang pandang. Yang ingin kausimpan, di dalam sebuah album. Bertajuk: tempat singgah yang terlupa. Di sana, barangkali ada sosok ayah, lembut ibu, atau tempat permainan. Pun kamar mandi yang dipenuhi dengan suara hujan. Namun, ingatlah betapa usia merayap perlahan. Di bekas cat dinding, atau kusam pagar. Masuklah! Poris Plawad, 2014
8
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ALPHA HAMBALLY
Dongeng di Hebron sebuah malam, tanggal dua puluh enam bulan Ab seorang anak laki-laki lahir terminum air ketuban saat bulan sejajar dengan rasa takut yang sedang menyusun gerhana kecil ke dalam puing-puing kuil dalam dingin yang merambat dalam sebatang pohon kurma dia besar dengan paru-paru tergores, tanpa ada sedikit pun guratan dendam di hatinya ikan-ikan berenang, lembut seperti benangbenang menjahit kunang-kunang ke selendang malam yang legam dia berencana menyatukan semua bangsa yang luka ke dalam perasaannya dia mengajari semua orang, bahwa menghapus darah dan air mata adalah dengan bercinta tapi dia dikatakan sesat, tak beriman, tak bertuhan kepalanya dipenggal setelah diperkosa dagingnya diberikan kepada anjing-anjing tulangnya dibiarkan menjadi rebutan tikus-tikus para pengikutnya yang tertangkap dipaksa menelan darahnya sampai dia hanya menyisakan gema di ujung tembok kota bangsa yang luka masih mengingatnya menyebut namanya ketika senja mengapungkan awan-awan
9
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
agar burung-burung mengepakkan sayapnya di punggung mereka agar mereka segera menyusulnya ke surga o betapa menyesal orang-orang yang dulu menistainya karena cara menghapus darah dan air mata benar kata dia : hanyalah dengan bercinta Pekanbaru, 2014
10
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Shadow on the Blood aku majenun menahan runcing hujan dan gemetar tanahnya ketika kau melepit kata-kata yang seharusnya kukebat pada bayangan jentera di dasar sumur yang berdarah. karena, selalu berderit pintu dan waktu yang kerap menjerit menyaksikan jariku terjepit di antara rasa sakit ÂŻyang berebutan menerobos ingatanku. aku bersusah payah menghapusnya, seperti palu arit yang menghanguskan malam sebuah negara. hingga panjiku gagah, dan tak ada lagi yang mesti ditebus “anyir tubuhmu seusai bercinta tetaplah denyar bayangan yang jatuh setelah aku memeluk perempuan yang lain.â€? Pekanbaru, 2014
11
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
12
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ALVI PUSPITA
dikau pernah kau adalah api dan tiada sesiapa terbakar selain diri sendiri lalu malam-malam datang dengan mimpi yang sama telaga dan udara menyelam dan terbang hantu yang berdiam di pucuk kepala dan kau pun mengingau tentang jalan pulang maka kau ciduk air telaga dari mimpimu membasuh api di kedalaman diri membunuh hantu yang menjelma Aku walau tak pernah jadi abu! 2013
13
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
di ganjuran patung itu putih pualam pendar merah cahya menekuk. diam purba orang-orang berdoa menghilangkan kepala sepasang kekasih menyalakan lilin suami istri bergenggam tangan kidung gema langit petang warna jingga sebentar lagi senja angin datang kerudungmu goyang kau pejamkan mata desir di dadamu seketika kita katamu sama-sama gembala dengan lubang di dada 2013
14
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ANDESTA HERLI
Tapa Layar Kami adalah layar yang dikuncupkan badai-badai. Berbilang pergantian angin, mesti merawat lipatanlipatan di badan, sekadar agar tak rubuh dari tiang, lantas kembali jadi kain tanpa siasat hari depan. Sebab dalam kibar kami yang penuh tuah, ada yang tak kunjung menguap, meski beribu arah musim kami ringtangkan. Sesuatu yang entah bernama luka, kenangan, entah demam kanak-kanak yang tak mau tenggelam. (Kamilah benang. Kamilah kapas. Kamilah tanah.) Namun siapa paham, untung badan membawa kami ke tiang pancang, dan belajar siasat dari kesunyian gelombang? O, perkenankanlah kami kini menguncup, meredup sejenak dari maut. Sebab bila hantu musim itu telah lesap jauh ke dasar samudera, akan kau temukan kibar kami yang merona dan penuh salam pengabdian —sebab menemu badan tak sampai kembali ke kubangan. (Padang, 2015)
15
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Rumah Puisi Rumahku, tulang-belulang puisi. Yang setia jadi saksi sakitku. Yang setia jadi saksi mabukku. Yang setia merawat luka-luka di sekujur tubuhku. Bila malam kian turun, dan embun menguar dari tebing bukit, rumahku menjelma masa silam. Di dalamnya aku berlari sepanjang hari, kadang bermain petak umpet. Sesekali menggunduk batu-batu, lantas menanggalkan sepatu dengan terburu untuk menyerbu ke arah hujan, sebelum akhirnya berpura jadi kanak-kanak yang manis di peluk ibu. (Padang, 2015)
16
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ARKITAN DAHHAN
Sebatang Jumat Ini untukmu, puisi yang kupacak dari pohon sujud di sebuah jumat yang kelabu. Sujud terakhir. Beribu peristiwa seperti setahun hujan menahanku sampai padaNya. Sebuah khusu‘ yang retak seperti sayap burung hilang beberapa bulunya. Ini untukmu, terakhir dari peristiwa dalam sujudku. Sebuah tanya yang tak mudah selesai. Sesakit inikah ruh yang hilang tuju? Karang_Arda, 2015
17
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Mulanya Batu Jika kau bertanya di mana aku berada sebelum ayah dan ibu bercinta. Atau adam dan hawa terlempar dari surga. Atau semasih anagan-angan Tuhan. Aku telah berada sebagai sunyi yang di padatkan. Mulanya batu di taman suatu kota, aku bahagia. Aku benar setiap mendengar, sehat setiap melihat dan tancap jika pun berucap. Pada sebuah sunyi datang lelaki muda berambut gimbal. Di wajahnya terselip aura kahin. Aku tidak takut. Aku berkali menyaksi makhluk sepertinya di taman ini. Mungkin ia penyair nyari bisik magis jagat; melalui pohon pertama di tanah di tengah taman. Menjadi rumah ruh-ruh leluhurnya bergemuruh tak sampai. Atau mencari potongan-potongan kenangan remuk di sini. Atau ingin menafsir tubuhku dengan kelam.
18
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ia duduk depanku. Seolah tahu mata batu menyaksi kedatangannya. Berabad lama memandang, si lelaki berubah menjadi putih cahaya. Hingga aku terlempar pada sebuah ruang. Yang di kemudian hari kutahu sebagai rahim waktu. Suatu kali aku terlempar lagi dengan kutuk yang berbeda. Meski mendengar tidak selalu benar, melihat tidak sehat dan berucap tidak tancap. Mulanya memang batu. Karang, 2014
19
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
20
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
A.WARITS ROVI
Tadarus Dini Hari alaika, hening itu batang pisau menikam lambung jam suara-suara menyisih ke dalam mimpi orang-orang dalam kantuk dan takut menjaga detak jantungnya di balik pintu yang muram bisu kecuali engkau bertamu dari arah langit memasuki kuil kepala dengan tangan kanan membawa dupa alaika, lalu aku sejalang kelelawar mengeruk ceruk ranum buahmu malam-malam mencari manis yang tersisia dari kelam hingga aku percaya, satu pohon sebelum subuh ranau tak pernah rubuh kaulah pekebun tunggal yang mengerti rindu. Dik-dik, 03.15.
21
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Karduluk Bilah kayu bugil ditatah Menatah rimba dengan alif dan bunga Telanjang balok kayu diam pada ujung pahat Mengukir senyum bunda di garam dan tanah Jika selesai satu ukiran terpajang Aku ingin kakek yang dapat puji duluan Sebab pahat sahaja di genggaman Hidup bergilir dari tangan moyang Karduluk, 15.03.15
22
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
BENI SETIA
Jakarta, Oktober menurut tiket, menurut jadwal yang diperdagangkan: kereta akan sampai pada jam 05:56— “paling telat 10 menitanlah…” kata pemeriksa tiket di stasiun —di titik keberangkan, di kemarin tapi, kini, kereta baru hendak sampai di stasiun cikampek— “telat,” kata si orang restorasi, yang menjajakan kopi serta teh hangat, “baru sampai di jakarta sekitar jam 06:30, nanti ...” padahal telah total double track padahal melaju tanpa hambatan —apa yang tidak terlambat di indonesia?—kata roda kereta, —bukankah lebih baik telat dari sama sekali tidak?—kata lintang beton penahan rel kereta, ulang si central ac yang tidak bersuara mungkin benar. seperti bushway yang dipenuhi bus gandeng mau menjemput dan bus yang dijejali orang yang bergegas kerja—saat
23
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
jalan lengang yang sebelah mulai dipenuhi mobil dan sepeda motor —tapi parpol & politisi tak pernah jual tiket, tapi parpol serta politisi tidak pernah menjual jadwal—ujar siluet pabrik, sambil meneliti para buruh perempuan yang melangkah pulang dalam lapar dan mengantuk “mereka itu cuma sengit berdebat, ringan mengacungkan tangan dan lihay interupsi, lantang berteriak serta bersigap mengerubuti sisi luar meja pemimpin sidang istimewa …,” ujar grafis televisi seusai siaran bola
kepentingan terlihat jumpalitan dan disitekankan sebagai suatu capaian oposisi progresif—bukannya atraksi sirkus sesaat. dan rakyat, kita yang naik kereta, cuma pemirsa bagi satu program closed circuit—dibungkam. bisu : tapi sejak kapan kita diandaikan boleh bersuara, kritis menilai sambil berbusa mensidadarkan banyak buku bacaan— mungkin hanya omongan warung kopi, saat setengah frustasi menyadari bukaan togel mengingkari menu gizi sempurna sambil bersandar: bermimpi pedagang
24
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
asongan agresif masuk ke gerbong dan menawarkan menu murah banyak serat dan karbo-hidrat—serta minuman sachet aneka rasa. kepalsuan yang menawarkan demokrasi tanpa ada hakekat demokrasi sunyi. dan makin sering commuter line ke luar jakarta, dan makin lamban deru masuk ke jakarta—rumah yang disusun dari rongsokan masih lembab berembun, hingga orang-orang milih lelap sebelum matahari terbit dan jakarta memanggang reruntuhan bangunan yang dibongkar untuk jalur double track, untuk rasa nyaman kereta datang dan pergi. selintas —para politisi mungkin lelap, tidak lagi diganggu telepon si kesepakatan politik kantor parpol. dan kereta berhenti tepat di angkasa, menurunkan penunpang di sisi tegakan monas—emas masa depan yang tak boleh dimiliki—melulu ditatap serta ditatap kemasan gemerlap dengan isi kosong. nol —jangan nulis sambil jalan—kata tangga dari stasiun gambir. angin banter, orang berseliweran, dan usai kencing menunju pagar monas: cari kopi si orang madura, —jangan membaca. nikmati rasa senyap sendiri, bahkan ketika terpanggang siang …
25
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
apa mesti dicacahkan nama serta alamat diri, dengan jarum pada punggung? atau anonima saja, seperti si lapangan yang disiapkan buat orang, yang dipisah dari orang-orang dengan satu jalanan masuk terkontrol? aku menguap dan mempertanyakan—kapan kereta kembali tidak ada tempat buat istirahat. kenyamanan berbayar, dan itu harus dicapai dengan taksi, sesuai sama jadwal check in—dan pertanyaan : apakah sudah booking—, dengan sisa waktu menunggu jadwal tiba, dengan semua aturan yang harus dipenuhi sebagai si seorang tamu : tapi aku ingin pulang. berjalan di pagi hari, menjauhi kota kecamatan, lantas mengeluyur di antara sawah serta perkampungan. melihat bangau di antara padi mlilir, menyerap udara terbuka dengan julangan gunung dikejauan— senyum serta bernafas lega meski keringatan —inilai jakarta—kata si bajay gas warna biru, menjauhi sisi luar jalur bushway, dari bakalan jalur atas monorail, dari lalu lalangnya mobil ekonomi reyot serta si vip buatan eropa. lantas tahu: masih berbilang hari untuk bisa pulang, serta masih berbilang jam untuk masuk hotel tahu: chek in serta check out tepat di jam 12:00 —itupun dengan dibayari. dan inilah jakarta: tak peduli pada apa di luar kesepakatan serta jadwal
26
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
BOY RIZA UTAMA
Ratap Jangkar Tua Maka pinggang perahumu pun selesai menari selepas riak sungai pecah berderai.Juga pergantian angin, debu yang berlarian di rambutmu, membuatku berhenti mengendus garam yang jatuh dan oleng bersama deras keringat nelayan Tubuhku terombang ambing seperti keresahan yang terselip di ujung pertemuan. Kau tak mengerti, sebab perasaan itu berangsur kuyup, bersama pikiranmu yang padam “Barangkali benar, pahitnya ludah nelayan, seturut asinnya laut.� Selalu, sakit mengintai dan karat yang tersadai di tubuhku,mengingatkanmu padaku; Pada saudagar yang begitu gebu menanti muatan dan rampasan kita (sekali waktu ia rindukan korban dan percik darah) Sebab sungai ini memang tak berujung dalamnya Seperti niat dan peruntungan 2014
27
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Siak, Kukerta In Memoriam Sejumlah kenangan untuk Fadhil, Rikos, Barus, Rezky, Dani, Yola, Rika, Rima, Santri, Via, Mia, Desi, Sainah. 1 Meski bukan pada musimnya, angin begitu basah. Wajahmu terasa lama sekali pun kita baru berjumpa. Pepohonanyang melingkari seputaran senja, tak lebih teduh dari cinta:Payung merah yang merindu hujan merekah Kita paham– nama senantiasa mengungkai cerita. Sebab perkenalan adalah pintu pertama yang sebelumnya telah kaukunci dengan senyum bergairah 2 Di dermaga ini, selepas senja terkurung gelap, pulau-pulau di sekitar sungai seperti tubuh yang kesepian. Kita belum ke sana. Meski kerlip lampu mercu terasa seindah kedipan gadis belia Sesekali, kucoba bersenandung.Namun langit menjatuhkan rintik hujannya ke dalam mata kita. Kau tahu, wajahmu yang terpantul di kulit sungai tak bakal pernah kulupa 3 Sembari bercerita, lihatlah ke atas sana: Bulan seperti sisi bawah perahu dalam tubuh sungai. Lolong anjing masihbergema di antara tiupan angin dan gugurnya daun kering
28
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Perlahan, gemuruh angin mulai menghempas tingkap dan pintu hatimu.Hujan berulangkali jatuh di sela kelopaknya. Di bawah cucurannya, sungai akan meluap dari wajahmu O, sungai yang menjadi mustika bagirindupada usia 2014
29
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
30
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
BUDHI SETYAWAN
Penyair Sederhana aku bukanlah penemu namun cuma peramu dari berbagai debur dan curah rasa yang pernah singgah di secercah waktumu dan aku mencoba menerka suar di belakang hijab rahasia kerap menjelma penerang yang tunas kerlip dalam riwayat menekuni rindu yang rumit aku bukanlah penemu namun cuma peramu dari ragam ranum kata yang pernah mengetuk kamar sukmamu Bekasi, 2013
31
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kota yang Hilang kota ini telah ada dalam ramalan para pejalan berabad lalu bahwa kota ini kelak: akan tenggelam dan dilupakan yang ada dentang logam, hiruk plastik napas pabrik pabrik keringat dingin plaza plaza mengisi pembuluh dan kanal tarian perjalanan tak ada lagi percakapan karena telah tertimpa unjuk taring dendam perburuan bayang bayang, lindap wicara dalam hitam kecamuk kota ini telah mulai ditinggalkan para pejalan dan dilupakan Bekasi, 2013
32
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
BUDI HATEES
Sebuah Perceraian Suatu ketika ayah menjelma gelombang menghantam perahu yang kami kayuh ibu pun goyah dalam rumah Suatu ketika ayah kemudian menjelma badai menghantam perahu yang goyah kami pun terdampar ke pulau terasing Di sini tak ada ayah, tak ada gelombang, tak ada badai dan tak ada ibu Hanya karang dan debur ombak sekali-sekali camar terbang ke langit biru yang luas
33
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Di Jantung Sibolga : idris pasaribu Kaki-kaki air berlarian di atas pasir, berkejaran dengan lokan dan kepiting. angin mendesir di antara deru ombak dan langit yang terbuka. kapal-kapal nelayan, terumbu-terumbu bagan, seperti pualam ikan-ikan menyala di kejauhan. biru yang sempurna langit tanpa awan, bagai gerbang yang membuka diri memperlihatkan jalan lurus menuju masa depan. Pohon-pohon kelapa di sepanjang pantai, akar-akar bakau di pantai-pantai itu dan burung-burung bangau bersarang di rerantingnya. dari jalan landai yang berkelok-kelok, yang membelah rumah-rumah Melayu pesisir, segalanya mengerjab sebagai nyala permata. pada brosur-brosur pariwisata. dengan cafĂŠ-cafĂŠ yang menggali cerukan-cerukan sunyi di jantung Sibolga.
34
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
CAHAYA BUAH HATI
malam di teluk kuantan malam di teluk kuantan bulan setengah arena pacu menjalur panggung menyusur tepi narosa hingga penuh bayi mengulum puting gendongan randai mengasak tari persimbahan diinjit : setengah sepuluh
35
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
bertemu reno lepas pulang sekolah kau sempat singgah di senapelan rumahmu yang kau tinggal di ujung bulan di kelok kuburan cina kau tahu hari tetap saja berlalu kau dan mereka atau siapa saja “tante...� suara reno membelah angin pada hitungan yang entah kau tidak tahu 3 bulan lalu di penjara wajah gadis itu bebayangmu
36
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
CIKIE WAHAB
Steppenwolf : Herman Hesse Sebotol murgindi Segelas cherry brandy Nyaris kosong dalam sebuah ruangan sepi Ia berdiri dengan kaki pincang Dan gaduh malam yang membuatnya Enggan pulang Mencium bau araucaria Di sekitar pangkal lengan Ia menyebut dirinya liar Separuh isinya kenangan Seluruh dirinya ilalang gersang Dalam hamparan ratus petualangan Seperti mitologi yang digambarkan masa silam Ketika ada yang menariknya kembali Dari sebuah rumah tanpa pagar besi Dan sebuah perasaan yang tidak ia kenali Ia terus mencoba melepaskan diri Berlari kian kemari Merutuki kasih Dan lelaki itu hidup dari sepi ke sepi Tak peduli pada harapan Tak lelah pada tantangan orang Sesungguhnya ia telah kehilangan Atas apa yang telah ditunjuki kehidupan Gempita yang ditelan kesesatan
37
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Pelabuhan Merah Sebuah bedil dalam kotak kecil terombang ambing seperti penanda yang mengembara atas perintah sang nahkoda teriakan menjaga marwah dari luka-luka tanpa nama kelak jalan itu kita tempuh dari kerangka pilu yang ditaruh jauh Maka terbayanglah sepasang janji yang bercinta Berantakan dan menangisi tanah pelabuhan Membenam tubuh-tubuh tanpa dosa Gemuruh yang ditikam ke dalam dada Di tepi batas raga dan nyawa Kita menyerap debu, abu yang dicipta Pada pelabuhan yang merah Yang menebar bau surga
38
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DADANG ARI MURTONO
cak durasim bekupon rumah burung dara, cak ikut nipon betapa kini kami bahagia juga bangga di gentengkali tempat di mana namamu diangankan abadi kami berdandan harajuku menunggang honda sampai daihatsu sedang orang-orang dalam dandanan lama melantunkan jula-juli tapi tak terdengar lagi ketawa setengah mati kami lebih suka melihat miyabi dan membayangkan bagaimana kami dengannya melepas birahi cak, hidup memang tak panjang meski kidungan tak akan lekang sekali pun semata tinggal dalam kenangan juga sedikit catatan sebagai bahan olokan
39
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
lerok terberkahilah kau yang telah menunjukkan kepada kami betapa bahasa bisa lahir, tumbuh, dan menentukan jalan sendiri hei, santik dari ceweng amir dari lendi apa yang sekali waktu pernah kalian sebut lorek ini, coretan di wajah ini telah mengubah dirinya sendiri jadi apa yang membuatnya merasa lebih berarti seperti para pengikut cak pono yang kepadanya kalian pakaikan daster dan riasan tebal “jadilah meski hanya perempuan jadi-jadian, dan menarilah agar kidungan dan tabuhan gendang tak membosankan� seperti lerok yang mengkhianati bunyi lahirnya, para penerus cak pono itu, para travesti itu, juga memilih bahasa dan kelamin yang lain dari yang mereka dapatkan ketika dilahirkan
40
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DALASARI PERA
Gadis Kopi Setiap hari Ia belajar memberi Nama warna untuk benda Yang ditabungnya Sebagai perihal puisi Laut berwarna gelap Mengikut langit yang payung Rumah tempatnya pulang berbenam Adalah kopi yang hitam Yang sering diaduknya dengan geram Sedang hati Ia namakan ampas kelam Lalu ia yakini Semua hal berwarna kopi Seperti bibir masa depan yang cuma andai
41
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Musim Tanam Tubuhmu yang sebiji benih Telah lama memohonkan batang Hari yang hujan. Ketuban awan pecah Menciumi tanah. Aroma yang surga Menciptakan binar-binar tanpa tafsir Matamu memendam pukau lebat waktu Terberkatilah jiwa-jiwa perapal doa Wangi humus menguburkan kemarau -Seperti aku yang menisankan nama masa laluMelapangkan dada yang lengang Untuk tubuh yang sebiji benih Barangkali Tuhan sedang terharu Ada pesta di ladang-ladang
42
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DIANA D. TIMORIA
Yang Terjebak di Matamu Sesekali kupikir Mungkin musim yang datang melalui arah yang salah Lalu tersesat dan terjebak Di matamu yang bening Dan aku selalu salah menebak penghuninya Ada yang setia berubah di sana Lalu aku pun berhenti merapalkan mantra Pada tepian malam Diamku terkejut Mendapati angin yang terkapar Mati. Kau Bebaskan hujan yang gelisah di matamu Segera! Kupang, Januari 2015
43
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Embun Pernah aku terjaga pada sebuah tetesan Terjatuh anggun pada sentuhan malam Mungkin kita hanya belum mengerti Bagaimana mengikuti jejaknya Tidakkah kau lihat ia selalu ada pada pagi? Dalam lintasan malam Tidak ada yang asing baginya Kelam menjelma bening di sekujurnya Itu sebabnya ia selalu dituntun untuk pulang Oleh sang matahari Kupang, Januari 2015
44
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DIAN HARTATI
Perjumpaan Terakhir minggu pagi dingin telah pergi sejak aku datang ke kota ini lorong penuh sesak hanya beberapa wajah yang aku kenal sebuah pelukan menyambut seorang wanita dan aku tak mengenalnya air matanya membuatku bersedih siapakah? aku meneruskan langkah menuju rumah ibadah di ujung kompleks di tikungan ke sekian perempuan lain memelukku dia berujar agar aku menunggu panen dan jangan memuja kehidupan yang singkat siapakah? sampai di ujung koridor seorang laki-laki berteriak memaki pernikahan yang usai siapakah? minggu pagi ketika aku tidak lagi memiliki air mata
45
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
kupandang gundukan tanah seseorang telah siap dengan keberangkatan tak ada lagi pelukan permintaan air hangat dan pesan istimewa segalanya selesai seumpama udara yang terus memanas SudutBumi, 2015
46
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Lipatan Kemeja Milik Sa sa, aku menuliskan ini untukmu kesabaran daun-daun saat meranggaskan sebagian napas kudendangkan kisah kepergian seorang laki-laki malam-malam wajahnya tidak lagi kutemui tersisa rayuan tentang meja makan dan undangan berlibur sa, tentu saja namamu kudengung-dengungkan sebab pesan singkatmu menjadikan aku terkesima suara dan wajah kurekam dan kuputar-putar malam berikutnya tak ada kisah baru darimu purnama hanya mampu membekukan waktu aku tersiksa dan terisak karenamu, sa semoga kamu selesai membacanya menulis ulang dan menyimpannya dalam lipatan kemeja aku tahu kamu menyukai hal itu SudutBumi, 2014
47
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
48
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DODDI AHMAD FAUJI
Sayap-sayap Imaji Litaniar Qonakis Iskandar 01 Aku membaca selarik intuisi yang sublim melesat dari langit yang retak-retak bersayap violet keperak-perakan berkilauan diterpa serbuk matahari aku terkesiap seperti nona kecil di hadapan boneka barbie Kaukah malaikatku Ia terbang merendah di jalan bercabang barisan pohon ketela telah lama raib sejak ladang kami disingsingkan dari keluarga besar khatulistiwa dan bangsa kami kembali terpuruk sebagai budak di rumah sendiri diawasi panser dan anti virus seiring susutnya cadangan batu-bara sebongkah-sebongkah, yang tak mungkin kembali lagi, bersama hembusan gas yang menguap dari ubun-ubun 02 Aku bertemu selarik intuisi, seperti ragu-ragu menguar dari tubuh putih setengah Tokyo lentik jemarinya menggesek erhu
49
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
membantun Prelude yang familiar di suatu siang, di ruangan yang duk-dek mengingatkanku pada sekelumit kalimat yang menggugat bernama traktat digubah para pembangkang dari benua biru aku terpincut, maka aku menjadi penggugat di rumah ibadat, aku menggugat pengkhotbah yang menabuh genderang perang dengan berlindung di sebalik dalil di koran aku menggugat dengan puisi famplet di Museum Sribaduga aku menggugat-mu dengan kritik yang lunak dan terselubung kau tak terima, dan ujug-ujug ingin pulang aku melongo. Sejak itu aku kapok aku kini menjalani hari sebagai anak manis di haribaan selarik intuisi 03 Selarik intuisi, dialah komponisku di masa depan yang tak lama lagi tiba bulan pun mempurnamakan dirinya dalam sejengkal senyuman berdaulat senyuman paling menawan sepanjang zaman aku mengagumi keindahan tanpa kehilangan selera kejantanan 04 Dan kau memilih bunga melati pilihan yang selaras harapanku terlebih aku tak pernah bersepadan dengan pemilih anggrek atau mawar
50
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
05 Aku mengagumi lenkingan erhu yang mengabadikan gelisah Bizantium pengrawit Bataven mengadopsinya membibitkannya hingga ke batas Jamrud dan kau terpikat mempelajarinya di suatu siang, di ruangan yang remang dan kau selalu nampak sempurna denganerhu di bahu jemari kiri menari 06 Aku tak pernah reda kagum pada Fur Elise yang merdu digubah justru ketika si komponis sakti itu telah benar-benar tuli namun itu ada, sebagaimana juga ada-mu di hadapanku, dan bukan di kebun tebu tiba-tiba aku merasa terlalu cepat lahir atau kau terlambat tiba telah separuh lajur matahari kujelajahi sayap-sayap-ku sebagian gosong tapi rasanya kita akan singgah pada waktu yang setara dan sayap-sayapku kembali bertunas dalam senyum-mu sungai mengalir deras ke muara di jantungku 07 Aku ingat kisah sang bocah
51
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
yang mengalahkan Goliat itu setelah jadi pengelana sejati di bawah terang purnama selalu melantunkan Mazmur mengetuk langit dengan rengek rebab ada yang berujar lewat kerlip bintang dan Tuhan menjelma bait-bait puisi suatu hari, di kelam yang lanun kuingin menyaksikan selarik intuisi menjelema trubador bersayap violet denganerhu di bahu bersabda kepadaku menyatakan kesetiaannya seperti Critias kepada Socrates garam kepada laut atau ibuku kepada ayahku hingga hayat memisah dan keduanya masuk sorga 08 Sorga yang hilang itu bernama Atlantis tak lain ialah Pentas Sunda tempat karuhun merapal mantra untuk anak-cucunya, termasuk kita kita juga bakal masuk sorga jika bersetia dalam janji sebagai apapun untuk apapun 09 Aku bertemu selarik intuisi di suatu siang, di ruangan yang senyap
52
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
kuukir di bahuku, menjelma sayap imaji terbanglah Litaniar ke galaksi terjauh sebelum hari pembuktian tiba aku telah menjadi sayap-mu bersama sekelumit kalimat yang menggugat Aku akanbersetia di samping-mu sebagai apapun, untuk apapun Bandung, 2015
53
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
54
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
EDDY PRANATA PNP
Di Tubuhmu Meruyak Cendawan dan Sejuta Bakteri terhuyung dan terjungkal juga engkau akhirnya tak ada gunanya indah kata-kata dan mulutmu yang manis seluruh jalan kampung menjadi duri dari langkahmu mata-mata tetangga, sahabat, bahkan orang yang tak kau kenal melihatmu dengan begitu muak bahkan jijik duh! tapi engkau tidak perduli sudah terhuyung sudah terjungkal dan merangkak kaukunyah juga kepala-kepala anak yatim kauterkam juga fakir-miskin dan kaum jompo bahkan kautelan juga semen dan besi untuk mesjid wajahmu seolah tanpa dosa ngoceh hal kebaikan sesekali tertawa masih saja merangkak di jalan kampung menebar bau amis-busuk menjerit seraya menangis perih-sakit engkau terkapar di tubuhmu meruyak cendawan dan sejuta bakteri bau amis-busukmu menebar ke mana-mana. Cilacap, 31 Juli 2013.
55
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Gersuas semula hanya sebutir debu hanya sepotong tulang rapuh hanya sehela dan sehembus nafas hanya sepercik darah dan setetes airmata yang perlahan menggumpal jadi bola-cahaya bola-cahaya kecil serupa kunang-kunang melayang di tengah kegelapan malam bola kecil serupa kunang-kunang itu masuk ke dalam mimpiku dan demi Allah, bulu kudukku merinding dan airmataku menderas karenanya bola-cahaya itu mengepung kalian kalian tidak akan bisa menghindar ia juga menerabas darah yang mengalir di tubuh kalian kalian akan merasakan amis-getirnya ia juga akan serupa mimpi membasahi tidur kalian ia akan menjalar ke mana-mana gersuas, gersuas, gersuas! separuh jiwa-ragaku kupertaruhkan aku ingin mati membawa namamu tapi jiwa-ragamu aku lepas menjelma sayap malaikat menerbangkan kebodohan menyingkirkan hati-hati batu
56
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
sayap malaikat akan terus mengepak mengitari kepala dan hatian kalian sementara aku, biarlah bersembunyi di kedalaman sunyi memintal-mintal dada perih sendiri! Cirebah, 22 Juli 2013.
57
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
58
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ENDANG SUPRIADI
Uban yang Lupa Kau Cabut dari Alis Mataku aku melihat ada jejak kakimu di keset basah dua meter dari panas matahari yang tak terhadang atap rumah jejakmu itu masuk ke ruang tamu, mengejang sesampai di kamarku. sejak kapan kau jadi pencuri? di kamarku, kau tahu aku menyimpan segala kenangan. kertas surat perceraian yang belum selesai aku tulis. juga pecahan gelas yang tak jadi kaugoreskan ke lenganmu, sepotong lipstik merah darah bekas menulis ancaman di kaca lemari pakaian itu, semua raib. berganti dengan robekan bajuku yang tercecer kau mau jadi apa perempuanku? seorang istri yang minta suami lagi? laut yang sudah bergaram mau kau sulap jadi kebun tebu cawan yang telah berisi air susumu mau kautuang jadi napsu baru ohooi, ini mimpi burukku atau mimpi indahmu? hidup dalam krangkeng duri, tak bisa kubedakan mana kata mana rasa, mana luka mana suka? di setiap persimpangan berdiri ramburambu kesesatan. tak ada yang menuntun ke jalan yang benar. semua merangsek, menghimpit. tangan-tangan petaka seperti menabur masalah di setiap jejak. orang-orang mengunyah tanpa melepehkannya
59
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
aku melihat jejakmu semakin jauh dari teras rumah. berjalan ke arah labirin di ujung waktu. dan waktu mengapitmu di antara badai dan topan. sepoi angin di ujung senja tak lagi membawa sosokmu sebagai peracik malam yang manis. pengolah getar darah di sendi-sendi pikiranku. sehingga semua malam pernah jadi siang kita seperti pekerja berat yang bekerja mendirikan menara kemenangan meski terengah-engah itu adalah kebahagiaan. ah, itu dulu sewaktu kau belum jadi pelacur. atau mungkin ini karena uban yang lupa kaucabut dari alis mataku! Depok, 11/15
60
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Gerimis Telah Menjadi Serbuk di Dalam Gelasmu ada gerimis di gelasmu ketika uap langit mengasin di laut orang-orang rajin bertukar topeng di pengadilan. menyimpan belati di setiap tatapan, menepis percikan api ke orang lain. ini negeri sudah biasa hidup dengan bencana, katamu. mau bakar kayu besar harus membakar kayu yang kecil terlebih dahulu kita berhadap-hadapan di satu meja. di belakangmu terpampang gambar cangkang padi di dalam kepompong. di belakangku terpampang gambar semut bertaring gajah. semua dalam lingkaran warna jingga. bagian yang aman ada di ujung jarum ketika semua tangan meninggalkannya. sedang kedamaian berada di danau ujung bumi dalam bercinta, kita masih berharap ada meja kosong untuk kita isi dengan orang lain.lalu bersulang memulai langkah tualang bukan tak saling percaya; kadang rumput halaman rumah lebih hijau rumput di halaman rumah tetangga. oh, inilah sempurnanya tuhan menciptakan manusia, setiap melihat pohon bukan ranting yang dilihat namun menghitung buah yang jatuh di bawahnya
61
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
kau tawarkan aku segelas kopi di malam yang bercadar rembulan padahal detak jam di dinding terus menerus meneteskan kejenuhan kita hidup seperti berperahu tanpa dayung. membiarkan ombak membawanya kemana entah. tapi dimanapun kita menepi, masih berada di lingkaran setan yang sama, sama-sama bernapas di dalam tanda tanya ada gerimis telah jadi serbuk di dalam gelasmu. lalu catatan perjalanan yang kita lipat menjelma kapal mainan, terdampar di dasar lembah. lembab oleh kebekuan jiwa yang kita pelihara setiap hari. padahal di sana-sini gempa, panen bencana. sedang kita heboh oleh hukuman yang dibuat oleh ulah kita sendiri! Depok, 11/15
62
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ENY SUKRENI
Ada Malaikat di Jalan Raya malaikat begitu dekat di jalan raya itu bungabunga berdaun api tumbuh tumpang sari di bawah rodaroda yang lintas ada kalanya terbakar dan tercabut ke udara bayang berbau amis nyinyir seperti basah abu hari terasa nyalang dan orangorang sendu pandang pohonpohon berwarna perak mengitari bibir hitam mata hitam jalan raya seperti lampu yang hidup mati membawa orangorang menuju ruang antara laju dan henti Pemenang, Mei 2014
63
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ulat Batu sehabis membasuh kaki siang tadi aku lihat bayang pohon seperti kipas di tanah yang panas aku berteduh di situ ada ulat memeluk batu batu menggelinding ke seberang jalan ulat terpental ke arah bayang angin belum juga tiba tatkala mata dimalamkan ulat dan batu menjadi wayang Pemenang, Mei 2014
64
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ESHA TEGAR PUTRA
Anakku Mata Puisi Anakku mata puisi, ke gelap paling sempurna pandanglah semua jauh di dalamnya bahasa telah merupa retakan pantungpatung tua lumut pada bejana lama, terakota yang tenggelam diamuk badai pasir ribuan tahun lamanya. Ke gelap sempurna itu pandanglah di balik cakrawala dengan selubung hitam merentang panjang sebuah celah cahaya tersembunyi dalam dingin yang sempurna. Anakku mata puisi, memandang tajam ke laut dalam, jauh ke lubang kelam, ke langit terbentang dengan reruntuhan rasi bintang mati. Anakku, mata puisi, segala hitam segala kelam akan kita kuak segala makna bahasa akan kita sentak dengan pandangan penuh api. September 2014
65
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Hantu Sawang Di sawang aku sendirian mengasah punggung pisau menabur racun ke mata mandau menakik getah dari tembusu sisa pertikaian 1.000 tahun lalu. Aku menunggu orang lalu memamerkan mata sirahku dalam gelap mempertontonkan tulang rahangku yang tanggal sekerat seseorang akan terperanjat seorang lagi bersiap menjerat dan berharap seorang lain mengucap doa selamat. Tuhan Maha Penghiba! Di sawang aku sendirian meninggalkan masa lalu mengharu biru berkawan ketakutan kesumat menunggu juru selamat sebelum tembusu yang terburai ini lumat. Lalu, lalulah... punggung pisau sudah kuasah mandau beracun lengkap sudah mataku, tembusuku, tulang rahangku, lihatlah. Oh, Tuhan Maha Penghiba berikan sawang ini kilatan liang bejana! September 2014
66
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
F. RIZAL ALIEF
Menyelam dalam Lautan Karena dadamu adalah lautan, tak mungkin kuukur dengan mataku Apalagi menyelaminya dengan anganku yang tak seberat batu Tubuhku akan terombang-ambing di permukaan, tak sampai di dasarmu Sampan pun yang kubawa hanya akan mampu berputarputar di atas waktu Sungguh dadamu adalah memang lautan yang dalam dan seluas langit biru Dan aku tak akan sampai di dasarnya kecuali dengan kelembutan hatiku Maka kulakukan semua itu agar bisa sampai di dasarmu dan bertemu Dengan segala macam hal yang tak bisa kulihat hanya dengan kedua mataku Bandungan, 2015
67
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Menanam Padi Di sebidang tanah tersubur dalam diriku kutanami bibit-bibit padi pilihan Ia tumbuh bagus memang dengan ‘un-daun’, batang dan akar tak berlebihan Tapi tak dapat dipungkiri di sela-sela padi tumbuh pula ‘putrumput’ lain Yang harus terus kubersihkan dengan telaten agar tak merusak kesuburan Dan di sebidang tanah yang lain, tak kutanami barang sebiji pohon padi pun ‘Put-rumput’ liar bertumbuhan seperti tak dapat kucegah dengan cara apapun Ada yang meninggi, ada yang menjalar ada pula yang berserabut kiri-kanan Namun, tak ada padi yang benar-benar tumbuh meski hanya sendirian Bandungan, 2015
68
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
FAKHRUNNAS MA JABBAR
Di Milano Angin Musim Gugur Masih Memburuku antara malpensa hingga gambara tak kutemu matahari meski petang masih ada dingin angin musim tak kunjung diam masih saja seperti sediakala berebutan mengulur salam berebutan memburu menyapaku inilah negeri sepakbola dan gaya saat karpet merah menjajakan langkah dan wangi meski tak semua jalan kujejali tersebab waktu mengepungku meski tak semua lorong kulewati tersebab jarum jam berputar begitu laju tak sepanjang malam kubisa menyedu secangkir kopi espresso yang mungil hatiku masih saja menggigil tersebab hawa dingin musim gugur berebutan mengepungku di dalam mantel dan syal bulu seperti orang-orang yang lalu-lalang di lintasan kereta pagi dan malam aku terkesima aku takjub selalu takjub pada-Mu yang menunjukiku masih banyak negeri lain seperti milano
69
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ini penuh warna dan aroma kupatut bersyukur selalu masih ada waktu dan embun yang jatuh tetbawa angin musim gugur ini milano-malpensa, 26 okt 2014
70
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Belajar Sejarah pada Batu sejarah ada di mana-mana ada di batu batu tak diam kala kusapa di antara batu-batu kubelajar sejarah ada yang terbantai di kelam waktu masa lalu di holocaust memorial ini kuterkenang segala kubelajar segala tak sia-sia kini berlin, 23 okt 2014
71
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
72
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
GUNAWAN TRI ATMODJO
Sajak Berparak seperti cenayang yang tak pernah kehilangan jejak seperti penebang kayu yang memercayakan takdir pada mata kapak ibu tak pernah lelah menjahit metafora yang koyak seperti siluman yang ingin nampak seperti bocah yang tak henti mengagumi sihir bedak aku terus bergerilya menulis sajak kami memang telah lama berparak ibu adalah semesta bahasa yang bijak sedang aku hanyalah gerak kata pada puisi yang retak Solo, 2009-2015
73
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Pulang pada Puisi /1/ lelaki pergi mengumpulkan remah-remah mimpi tapi tak pernah berjanji untuk kembali perempuan di rumah menyulam sulur-sulur penantian menjadi selembar harapan kelak lelakinya akan pulang aku tak tahu di mana di antara keduanya puisi bermula /2/ tak ada lagi kampung halaman untuk pulang sebidang tanah telah lamur dalam lumpur ingatan hanya tersisa sepetak puisi untuk menanti mereka yang telah pergi /3/ telah kulahirkan kesepianku kupecahkan menjadi bilah-bilah sunyi yang menyangga malam ini kelak ketika malam tak bisa lagi dimaknai dan gelap sepenuhnya misteri pulanglah ia sebagai kata penyempurna rangkaian doa sebelum aku menutup mata Solo, 2014
74
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
HAMDI ALFANSURI
Dari Kucingnya Sutardji O. Ada Sutardji dalam tubuhku membunuh kata-kata mantranya terus merasuk menjelma dalam roh Kucing-kucing ngiau-ngiau mencakar jiwaku setangguh apapun kucing sutardji tidak pernah mati menggores rasa Sutardji menjadi aku dan aku terpaku padanya, ngiau! Pekanbaru, April 2015
75
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Bunga, Lebah, dan Sepasang Kumbang setangkai bunga seekor lebah dan sepasang kumbang terdiam saja saling menatap saban hari seekor lebah menghisap bunga dan sepasang kumbang menatapnya esoknya setangkai bunga dimainkan sepasang kumbang dan seekor lebah terdiam saja dan lusa seekor lebah bermesra dengan sepasang kumbang dan bunga terheran :ada-ada saja! Pekanbaru, 2014
76
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
HASMIRUDDIN LAHATIN AISYAH
Laut Bunga ada apa dengan kunang-kunang di tengah laut adakah mencari makna hari dalam rentang masa menembus kabut ada apa dengan kunang-kunang di tengah laut mengukir gelombang, mengibas sayap menerjang dingin malam lautpun seperti kuntum bunga begitu luas menghias daratan sepi diintip gunung di kejenuhan hati sementara rindu bergelora dihempas gelombang Pekanbaru-Natuna, 2006-2013
77
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Di Ranjang Waktu aku menggelinjang di kakiku yang ngilu rusuh darahku bergemuruh di langit sepi menampar atas kelam, menitis pada celah kelambu menoreh hasratku dalam diam engkau gapai menggapai daerah purbaku dunia tiada batas dalam batin semuanya luruh tiada bertangkai, semuanya patah tiada berangkai semuanya patah kehabisan rangkai semuanya berjerejak di angin simpai tiada lagi berada, tak berahasia, membayang cumbu kepanaan tak bersabar tak berlatar detak-detik hari-hari semakin gegas debar dunia semakin meresap mengalir dalam kata diam, berselimut bisu. ( 2013 )
78
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
HUSNUL KHULUQI
Penambang Pasir Batanghari sekali waktu kau akan mendengar suara angin yang menggelepar merintih di antara tebing-tebing curam bergema hingga jauh ke pinggir hutan dan nafasmu menderu di bawah terik matahari musim kemarau yang kering dan tandus di alir sungai keringatmu menetes jatuh di keruh waktu berlayar menuju laut lepas laut yang sungguh biru sebiru mimpi-mimpi kanakmu di tubuh legammu kau biarkan jejak-jejak matahari melintas saban waktu mengguratkan nasib hidupmu meski kadang kau ingin berontak saat hati di mabuk rindu pada siul burung-burung pada sepoi angin di ranting pohonan juga pada rumput-rumput berduri yang menyapa jari-jari kakimu sekali waktu kau akan mendengar suara angin yang menggelepar
79
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
merintih di antara tebing-tebing curam sementara matahari terus berjalan di atas kepala menuliskan riwayat hidupmu pada helai-helai anak rambutmu yang semakin kelabu 2014
80
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ziarah Sungai -Batanghari, suatu senja matahari sembunyi dalam arloji ditinggalkannya langit hingga kosong lantas, dibiarkannya jarum-jarum hujan berlesatan menghapus setiap bayangmu yang bertahun-tahun bersemayam dalam lubang dadaku pasir dan batu-batu kali membisu dalam doa-doa panjang dan sebuah sampan kayu tua yang dulu mengantar tubuh kita menyisir setiap kelok dan tikungan diam terikat di kakli dermaga 2014
81
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
82
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
IIN FARLIANI
Garam Tualang apa yang tersentuh setelah kebosanan abadi masa silam punya kuasa terulang di pikiran si tua mengenang sepasang kaki letihnya dahulu: ada bau garam tualang Mataram, 4 April 2014
83
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Puisi Pagi Hari ia mengira cahaya pagi adalah kaca malaikat yang tertinggal saat mereka sibuk menabur berkat bagi yang terjaga tiap sepertiga malam ia mengira akan lenyap pada pagi yang putih sebab airmata telah jadi es di sajadah lapuk, kening yang kebal bersujud sebab ia hanya bisa mengira ada lorong udara penghubung antara pagi dan malam sebab ia juga mencinta dosa asal mula dirinya Mataram, 21 September 2014
84
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
IMAM BUDIMAN
Kotak Mainan di sepetak tanah ujung kampung yang tak seberapa luas samping kandang (konon sepetak tanah itu dulunya adalah bekas tanah kubur yang diratakan) masa kecil kita saling berebut, siapa yang lebih akhir melempar gundu dalam otak kita, giliran akhir dapat jauh lebih leluasa menyeteru garis masa kecil kita, dalam gelinding kelereng yang sepi di kotak mainan itu 2015
85
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Nudibranch ; jatuh cinta pada bab pertama The Highest Tide di usia ke berapa dalam hidup menjejak di paya asin seekor kupu-kupu pemilik rumbai tanduk berwarna senja sembul muasal dalam tubuh seolah menyalak-nyalak ia hinggap ke sana ke mari, mengepak di kotak akuarium; mencumbu bunga laut tak cukup kah Jim Lynch yang mengatakan, bahwa ini kali pertama ia melihatnya di alam bebas? napasnya air! geraknya usai! gumamnya berupa molek celoteh terumbu 2015
86
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ISBEDY STIAWAN ZS
Dibangunkan Oleh Kaki aku dibangunkan subuh ini oleh kakimu yang bergerak-gerak di tubuhku seperti tangan penari “cukuplah itu sebagai penanda dari tangan lebih perkasa mengantarku ke sajadah. cukuplah...” subuh ini aku terbangun oleh gerakan kakimu menulis ingatan, membuka jalan menuju kaki lebih perkasa untuk kulabuhkan hidup-matiku. “cukuplah, cukup, gerakan kakimu menjadi tanda jika tiada langkah apakah akan sampai ke rumah mahamegah; taman yang selalu panen dan sungai tak henti mengalirkan susu-anggur?” kakimu yang bergerak-gerak di tubuhku membangunkan aku di subuh ini bukan oleh jam atau kokok ayam juga alarm setiap fajar berdering kakimu... 1 Agustus 2014
87
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Aku Harus Pulang pada akhirnya aku harus pulang. setiap yang tualang akan rindu rumah dan istirah di bawah pohon rindang, atau berselonjor di taman. bangku panjang akan menerima tubuh lelahku. perjalaman yang jauh seperti hanya sejengkal, apalagi bayangbayang halaman rumah begitu menggoda. juga wajah pacar kecil saat tersenyum atau merengek sebuah kenangan tak permah hilang, meski usia akan lampus. tubuh dimakamkan, jam tak lagi melompatlompat di mataku. langit pun luruh oleh waktu yang terus melenggang. pada akhirnya aku harus menyusuri jalan mata air jalan yang bermula aku memandangmu melalui mata kecilku. senyum yang tulus untuk nantinya mencintaimu, juga setulus mata air untuk menghapus dahaga tiap pengembara inilah jalan yang menuju pulangku. mudik yang hanya sampai ke dalam diri. untuk menubuhkan kembali masa silam yang pualam. aku harus menuju mata airmu, ibu, airmata yang pertama aku
88
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
menatapmu dan menyusu di putingmu aku harus pulang, meski halaman kampung kini berkabung : ibu dan ayah telah lebih dulu sampai, merengkuh halaman baru “aku akan juga sampai padamu...� doaku 23-25 Juli 2014
89
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
90
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
JASMAN BANDUL
Bermalam di Teluk Belitung (menggamit kenangan) bermalam di teluk Belitung menyambil diri menujah lekuk sajak di dadanya tak berjarak magrib serentak menggema saat senja jatuhkan sauh lihat, api-api tumbuh di tebing membelat pantai agar tak runtuh di alun gelombang, sampai parau suara ombak malam hari, di pohon bakau yang menikung teluk indap-indap hinggap, cahaya mengkilap meski malam kerap berteman pengap bermalam di teluk Belitung pada panas mencetang, tadi siang hingga ke penghujung petang peluh merayap di sela tengkuk lalu rebah di selokan rindu
91
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
bermalam di teluk belitung di perutmu, janin sajak membenih harap lahir ribuan kata pujangga di sanalah gelar rindu kuunggah Teluk Belitung, 21 Maret 2015
92
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Air Mata Kuas air mata kuas warna-warna kerap menetas di atas kanvas buram itu lelehan ornament rupa-rupa memicu hati mengelabui rasa menjelma sketsa diri ini kisah sang pelukis melukis diri di mata angin ke timur menjemput pagi ke selatan mengayuh jauh ke utara melabuh sauh ke barat menating senja lagi-lagi semburat air mata mengeram di ujung kuas menetas di halaman kanvas Bandul, 25 Maret 2015
93
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
94
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
JEFRI AL MALAY
Engkau Mengaji Malam di Dini Hari Seberapa lekaskah engkau terbangun ketika malam mengayunkan igau. Padahal yang kau cekau berupa setitik bayang dari kenyataan yang bertekuk di pembaringanmu. Sudah demikian lama tertidur agaknya. Dan malam ini, kau membasuh selimut dengan rentetan dongeng yang berbilas genangan yang sama dari air mata. Tepat, di dini hari, ketika sunyi telah mati. Engkau pun melafaskan dengung-dengung. Padahal malam sudah berjarak. Malam dengan sederetan langgam, kau lafazkan. Seketika angin mendesah, parau suaranya menyalakan gelora irama di setiap nandung yang kau semburkan. Sehingga banyak ucap yang harus menyungkur di hadapan waktu. Dini hari, dengan tangis sunyi adalah ramalan, katamu. Nyaring suaramu menghimbau dendam atau ada sesal yang menyala-nyala, membakar hati, jiwa dan otakmu. Sehingga pada bait-bait akhir, justru tersembunyi erangan yang tak bisa ditafsirkan sebagai amanat peradaban. Bandar Seteru, Mei 2015
95
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kampung Jangan bertanya kau, di mana kampungku! Hanyirnya ada di sekujur tubuhku. Meski tak kau temukan berjela tanah milikku Tapi cukuplah kau hidu amis melayu yang membuak Di dada yang telah berjelaga sengkarut tuah. Alahai, siapakah yang telah lari? Engkau atau aku yang bermimpi? Menating sebongkah kepongahan. Seolah-olah dialah tuhan! Lalu aku yang tidak lagi menetap di ceruknya Yang telupa mengemas sembah Terlanjur mengusung khianat Terpacak dari rimbun sejarah berabad-abad Tak mungkin merangkakkan niat Menyalakkan janji yang dulu terpatri. Tapi di sini Kita hendaknya mencari tempat berpimpin Sebab jalan yang menelingkung semakin licin. Bandar Seteru, Desember 2014
96
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
JUMADI ZANU ROIS
Kasur Lapuk dan Bantal Busuk Sal, Kusediakan ranjang untukmu, dengan kasur lapuk dan bantal busuk. Aku hanya punya ini. Berbaringlah. Biar malam menyapamu pelan. Aku ingin memintal mimpi. Menyulamnya jadi selimut. Sal, Tak ada dongeng malam ini. Apa lagi dendang. Sunyi telah menelannya. Kita bisa menikmati kehampaan. Dengan irama darah yang mencuat dari nadimu. Pejamlah. Aku ingin menangkap sunyi. Agar mimpimu tidak terganggu. Sal, Malam semakin larut. Kita masih saja terjaga. Dalam bahasa diam, kita tak mampu terpejam. Aku memandang matamu. Ada tanya yang tak mampu kujawab. Air matamu malah menjadi pisau. Menusuk hati. Aku tak bisa lagi membaca kelam. Sal, Tidurlah. Hanya kasur lapuk dan bantal busuk. Aku tak akan meneguk. Ruangsempit, 2015
97
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Menanam Api Apa yang kutanam, telah menjadi api Membakar rumah-rumah yang kubangun sendiri Menjadi arang Jadi abu Terbang dibawa angin menjelma bayang di atas awan Aku hanya bisa memandang Sambil terus menanam api Di atas kuburmu Tak kah boleh aku berziarah? Ruangsempit 2015
98
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
JULAIHA SEMBIRING
Fragmen Pertemuan “Maaf, saya tak dapat mengembalikan bulu penamu,” ucap gadis dengan tangan terselip. Apalagi yang mampu ditulis jalan semestinya ramai, sebagian orang duduk di teras rumah, dengan kopi dan biscuit cappuccino. Langit mulai pulang cahayanya hanya meninggalkan aroma bulan dan bintang tak dapat bertengger hinggap sajalah di pohon mangga, mungkin masih nyaman. Coklat dan permen melekat di gigi pagar anak-anak asyik memainkannya suara ibu melengking luas pertemuan yang lain hanya singgah dan kembali. “Maaf, kamu mungkin lupa, hampir separuh jasadku ditulis oleh bulu pena itu,” jawab lelaki bermata redup. Besok saya ambilkan Helsinki di jantung mungkin engkau asyik bercinta dengan perempuan itu. Hingga rindu tak sampai, puisi yang dituliskan penuh derakmu kisah-kisah kepulangan, roman berkacauan dan bibirmu yang Spruce.
99
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Besok saya pergi, mengembalikan angin dari utara maka, jangan kamu ambil bulu pena ini, anggap saja ini sebuah petaka dan kematian karena meninggalkan saya. Kampung Aku, 2015
100
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kepada Gunting Tukang Pangkas Guntinglah rambut-rambut yang malang biarkan dia mati sebagai kenangan hingga suara tangis tak lagi terdengar dan merayakan hari hari Pada guratan rambut urungkan hatimu merelakannya sebab, jalan telah basah hujan semakin menjadi petaka Buanglah segala percuma yang hinggap di kulit kepala siapkan saja air dan shampo lekas libas wangi lelaki. Kampung Aku, 2015
101
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
102
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KAMIL DAYASAWA
Hammurabi akulah gembala dari bangsaku padang-padang terbentang ke semua penjuru Tigris membelah dadaku, deras arus menggetarkan Zargos Teluk Parsi di selatan menanti mayatku ngambang ikan-ikan menganga menunggu hari pesta tapi kau tahu, Samsuiluna aku raja Babilon yang perkasa seribu topan tak akan merontokkan rambutku di timur tanahku terbentang hingga Susa di barat kota Mari bernaung di bawah jubahku maka tak perlu kubangun benteng-benteng sebab batu bata akan dihancurkan usia “tapi kau takut direnggut bayanganmu sendiri, Raja.� kota Ur dan Nippur telah kuhancurkan di sana bayang-bayangku terkapar telah kau saksikan tanah-tanahnya membara seribu tahun, tak akan ada bunga-bunga menguntum bahkan gema akan susut ditelan cuaca
103
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
hanya waktu dan rindu akan menghentikan langkahku seperti kau tahu, di depanmu kini aku terbaring bukan lantaan darahku telah kering bukan lantaran aku telah bersekutu dengan angin Yogyakarta, 2015
104
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kereta aku menaksir waktu keberangkatan pada karcis terlipat membentang harap dan cemas akan tiba di satu alamat kursi-kursi berderet seperti pelayat kesedihan di luar orang-orang melambai di bawah hujan gerbong gaduh suara janji dan ucapan selamat tinggal ada yang menangis di muka jendela, wajahnya kuyu bulan gehana pluit melengking ditiup masinis, senja merentangkan tangan stasiun yang pendiam membiarkan lantainya basah air mata Yogyakarta, 2015
105
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
106
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KAZZAINI KS
penyalai : kepada ayah aku menjenguk masa lalu dengan rasa rindu yang ngilu nyiur yang melambai bakau yang menghijau di keruh lumpur sungai yang mandul aku menjenguk masa lalu hingga ke teluk yang dalam ke tanjung yang berjarak pias yang membias biang yang membiang ingatan yang merambat bagai lokan yang merayap dalam senyap aku menjenguk masa lalu dengan rasa rindu yang ngilu mengenangmu yang tak pernah penat menembang nadir dan perahu mengarungi selat dan tanjung berbatu aku menjenguk masa lalu dengan rasa rindu padamu yang tak dipupus waktu (pekanbaru, 16 september 2014)
107
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
tetes hujan ada tetas hujan merembes ke jantungku awas, jantungmu basah, katamu biarlah, kataku aku suka hujan aku suka basah ketika hujan semakin lebat udara semakin lembab dengan cemas engkau memeras tetes hujan jangan, kataku engkau tengah memerah jantungku tidak, aku memeras tetes hujan, katamu ah, tapi mengapa tetes hujan merembes di kelopak matamu? (pekanbaru, 29 november 2013)
108
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KARTIKA AMELLIA
Tuhan Tak Pernah Datang Terlambat untuk tika Ti, kau tak akan tua dan sendiri kau selalu takut dikutuk disumpahi Eros seperti sajak Tak Sepadan milik Chairil yang kini terlalu sering kau baca duduklah tenang diranjangmu, lalu kenang masa lalu secukupnya karena Tuhan tak pernah datang terlambat Pekanbaru, Januari 2015
109
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kepada Aku aku buat sajak ini untuk diriku sendiri di masa masa sulit hari ini tubuhku batang kayu ranggas pusat kota siapa hendak memugar masa? membuat aku muda di tengah kota matahari sepenggalah dari kepala kepada sajak aku tulis peluh di seluruh tubuh siapa hendak mengartikannya? Pekanbaru, Desember 2014
110
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KEVIN KHANZA JAELANI
Bumi Mentari Kamu dapat mendengarnya. Telingamu menangkapnya. Bumi menari dengan iramanya sendiri. Dengan musik yang menjilat-jilat udara seperti api. Kamu dapat melihatnya. Matamu, dua-dua, menangkapnya. Bumi berputar-putar di panggungnya. Sepatunya berderap deras seperti hujan. Kamu dapat merasakannya. Dirimu diam seperti ular tidur. Kepalamu terlepas dari lehernya. Terbang menuju sungai di langit biru. Sendal jepit menjerit-jerit. Memanggilmu pulang. Kembali kepada liang. Rahim bumi. Yang berputar di panggungnya.
111
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kembalilah Gelap Kota ini menjelma saujana. Jauh mata memandang. Harapan tak jadi nyata. Masih adakah matahari mendung bila mataku mendung? Di kota ini siang terlalu terang. Hari merambat lambat. Sedang aku terburu hendak gelap. Menemuimu lagi dalam mimpi. Namamu memanjat masuk ke dalam benteng tidurku, menjadi bagian dalam mimpi-mimpiku. Mari kita tidur selamanya! Pekanbaru 2014
112
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KIKI SULISTYO
Melihat Menhir kusebut saja ia keabadian, kokoh dan bodoh karena berdiam atau berdiang dari dunia tak ada petanda, kecuali gema bisik pengembara burung malas singgah dan melintas saja di atas dahan hutan ia bersembunyi atau menyembunyikan bunyi yang bertahun dipertanyakan orang gunung dengan sajen, dengan kembang penganten ada saja yang menjenguk kedalamannya memberi hormat dan takzim supaya pulang tanpa bala membersihkan hari baik untuk tabik pada si pemilik tapi siapa pemiliknya, kukira tak ada tak ada yang memiliki batu berdiri yang dingin ini tak ada ukir pun ulir sebagai petunjuk bahwa dulu ada seorang biku pernah bertapa dan moksa di atasnya orang kampung tetap datang, orang gunung tetap berpegang pada lingkar keramat yang telah dibuat juru siar bahwa di bawah, di remah-remah tanah telah ditanam sepasang moyang yang pernah bersumpah untuk abadi selama langit masih tinggi (Bakarti, 2014)
113
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Circus Exile tempat paling patut bagi seorang badut adalah kemah kumuh ini bahkan jika ia nanti mati dengan pupur masih melekat di mukanya yang bulat tengah bulan komariah di kota yang kena wabah pasar malam akan dibuka juga, sebab sudah menjadi sumpah para kafilah ini tak surut meski hampir tiba di mulut maut dulu ada remaja, lari dari rumah, ikut dalam rombongan setelah cinta terlarang dan bayang-bayang perang di perhentian pertama, dia adalah pekerja biasa di perhentian berikutnya, dia mulai berlatih depan kaca lalu kostum tolol itu melekat pada dirinya di tahun kedua, ketika politik dirumuskan dan orang asing diusir ke barak-barak pembuangan malam-malam setelahnya sarat rencana pelarian rombongan tanpa tanah air, menuju kota kesekian dengan kesepian yang keriput dan memutih di rambut (Bakarti, 2013)
114
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KINANTHI ANGGRAINI
Kohlanta aku melihat gagahnya pundakmu larut dalam segelas anggur biru saat kita menikmati senja manis pada benam matahari legendaris sementara, kaki meja yang menyaji menu berulang menangkap senyum di wajahmu bersama kecipak air yang enggan tertinggal menghampiri sepasang kaki kita, telanjang tanpa sandal berpijak di kerumunan preman pasir putih tempat air laut menyetorkan beribu buih pada pesisir pulai cantik nan tenang berpadu manisnya terumbu karang bersama aktifitas scuba yang fantastis berlatar kehidupan laut nan eksotis tempat pandangan kita bertukar hati di bagian selatan Thailand, provinsi Krabi. Magetan, 5 April 2015
115
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Koh Tao pukul delapan pagi ini bersiap landing di bandara Surat Thani dengan musim panas sepanjang 300 hari hendak bertandang ke pulau pujaan hati setelahnya, masih kutunggu bis wagan yang menghantarkan pagi ke pelabuhan membawa kenyataan berwujud mimpi menemui kapal ferry yang setia menanti wahai pulau yang dipenuhi pohon kelapa namanya berasal dari endemik kura-kura sarat dengan ikan hiu, paus, dan barakuda yang tak sabar kucumbu satu diantaranya mengundang hasrat bersantai sepanjang sore sembari menitipkan keningmu di pulai Marine di temani four wheel drive yang kukendarai telah sukses mengusir enyah segala sepi di kelilingi ratusan bukit terjal melupakan ritme hidup penuh aral. Magetan, 5 April 2015
116
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KUNNI MASROHANTI
bimbang baling dalam malam seperempat gelap terbaring di antara batubatu mengawang antara arus subayang dan bintang mengingatkan betapa jauhnya pagi ; kita sedang bersembunyi ada yang bimbang terbaring di tepian sungai antara batu dan lagu serpihan syair tentang hidup cinta dan mati terus menyusup ke tulang malam renta hingga menjelang pagi mereka melantunkan sunyi dan kita tetap sembunyi ada yang bernyanyi diam menyimpan gamang dalam tenang duduk antara batubatu dan malam yang semakin malu hatinya rusuh mencari sesuatu yang ia tahu bersembunyi dalam nyata bukan di balik ranting atau di dasar lubuk larangan sampai kapan kataku tak berkapankapan tak berbatasbatas zaman tetaplah bersembunyi sampai waktu tak mennghendaki katamu dalam bisu kita pun masih bersembunyi di antara batubatu dan arus subayang di tepian rimbang yang baling melantunkan sunyi rimbang baling, kampar, 21 April 2015
117
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
simpang jalan menuju langit bidadaribidadari itu telah lama berdiri di sana di depan laut di simpang jalan menuju langit menungguku pulang membawa bintang haruskah aku pulang hanya dengan airmata dan tangan hampa mak, cepatlah pulang bawa banyak bintang yang benderang untuk suluh kami di kala malam suara itu mengangkat kepalaku dari tunduk lama perih luka menjadi bunga aku berlari bahkan terbang setinggi yang kubisa memetik bintang dengan apa saja dengan cara mana jua sebisabisa jiwa aku pulang menjemput mereka di depan laut di simpang jalan menuju langit dengan bintang dan airmata yang tersembunyi :duka yang menangis pekanbaru, 13 Januari 2013
118
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
KURNIA HIDAYATI
Marionet demi kelir panggung dan bidikan mata kubiarkan takdir mencacah tubuhku tepat di sendi-sendi temali adalah kerabat dekat jemari nasib pada kertap kaki kayu yang beradu di lempengan panggung. orang-orang termangu, membuntuti jalan cerita bak tersihir dan menyelapi sandiwara; dunia kotak persegi yang menjauhjauhkan kenyataan sepenuh perasaan. aku bicara lancang dengan cara yang tak kuduga. orang-orang lalu menangis, menjerit, dan bertepuk tangan hingga seluruh arena panggung, seketika riuh dikungkung dengung. demi lampu-lampu sorot yang menyilaukan mata aku berjalan dengan kaki yang patah mengikuti sulur tali yang terus digerakkan hingga lakon cerita tiba di pungkasan Batang, 2014
119
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Stockholm Syndrome Perempuan itu pasti berdusta Jika hanya menodongkan mata pada tajam hunus belati Tak menangis, kendati nyawanya bisa lepas dari jarak tebas satu inci Bukankah ia hanya tawanan dengan pedih buhulan di tangan? Yang dihajar ancam dan seribu satu wasangka tak terjangkau perkiraan Tidakkah ia takut atau gelisah atau sudah mati rasa pada segalanya jika rutuk dan serapah mula-mula jadi jeri lalu cinta pelan-pelan tumbuh di hati Batang, 2015
120
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
LASINTA ARI NENDRA WIBAWA
Kepada Engkau yang Memalingkan Muka kepada engkau yang memalingkan muka yang meninggikan teriakan demi teriakan ketika waktu mempertemukan kita di sepanjang ruas jalan adalah duri yang diam-diam merasuki telapak kaki lalu merangkak ke dasar hati ketika suara-suara sumbang menggema dari bibir pemilik raga sempurna bibir yang begitu mahal dan berharga untuk mendermakan senyum dan rasa iba kepada sesama kepada cuma-cuma setidaknya dengan perih ini aku mampu berlari mengejar mimpi yang naik angkot tadi pagi tanpa kaki. dan hanya menyisirnya dengan kursi bertenaga tangan kanan-tangan kiri sebagaimana aku memandang kerja keras dari tetes peluh yang mengalir deras hingga tak perlu memancing iba di persimpangan jalan raya
121
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
kepada hidup yang kian bengis dan iri kepada takdir yang teramat aku cintai tak ada hasratku untuk menyepi apalagi bunuh diri Surakarta, 2013
122
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ingin Kupulangkan Kata ingin kupulangkan kata-kata yang pernah kuajak bertamasya agar kembali ke rumahnya di hati dan benak para pembaca ingin kupulangkan kata-kata yang pernah kuajak keliling dunia agar ingat dan tak pernah lupa kota tempat kelahirannya ingin kupulangkan kata-kata yang menjadi pujaan dalam diskusi agar senantiasa menjelma pribadi menawan dan rendah hati ingin kupulangkan kata-kata yang menjemput piagam dan piala agar tak lupa kodratnya sebelum dikisahkan di mana-mana Surakarta, 2013
123
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
124
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
M. ANTON SULISTYO
Nota Akhir Tahun : beni setia Di penghujung tahun kugenggam waktu Seperti menggenggam sehelai daun Yang bakal diterbangkan angin Ke dunia lain. Nafas bumi mengalir lembut Tik-tak jam menterjemahkan rasa murung Yang merasuki celah pikiran suwung Kurobek lembar Desember dari kalender sunyi Untuk kesekian puluh kali. Tembok merekam gumam Perpisahan yang tak ingin diucapkan tubuh kepada ruh Cermin memantulkan wajah kenangan dan khayalan Secara bersamaan. Membuat musim gugur tiba Seolah lebih cepat dari jadwal bercinta Ranjang menyimpan jurang yang dalam Dingin dan tidak menyisakan apa-apa selain gema Jerit kejemuan terbungkam keramaian jalan raya, 24 jam! Asmara hanya potongan cerita tak pernah utuh terbaca Lantaran rindu selalu membuatku tertidur Dan terjaga. Tertidur dan terjaga. Pamulang, 2014.
125
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Liberty Statue Di sini aku dikelilingi gema masa lalu Suara camar laut Membuat hati ngelangut Angin bergaram menembus lapisan baju Perempuan itu ibu pelindung para pelarian Seperti warna aura bumi Tubuhnya selalu hijau Menanti doa-doa bisu imigran terkabulkan Kadang ombak memulangkan semua impian Kembali ke langit biru Menjadi catatan sendu Di sini aku dikelilingi gema masa lalu Bowling Green St., 2014.
126
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
MARIO F. LAWI
Speed of Sound Ia tahu kami hanya sekawanan domba. Perumpamaannya kerap menjerumuskan, Meski ia paham hukum alam Dan rantai makanan. Dari tempat pembantaian, kami akan Diseret ke tempat yang ia sebut kerajaan. Ia berhak menyantap Serigala demi mengenang Darah martir kami, tapi tak pernah Kami bedakan taring dari padang, Tongkat dari pisau. Kisahnya menawarkan ribuan tokoh. Melekat pada kami Citra dirinya belaka. Ia serigala atau jagal atau Gembala atau pencuri, Pintu kami senantiasa terbuka.
127
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kami menerimanya sebagai apa pun, Termasuk sebagai domba Tersesat yang kembali Menemukan pulang. (Naimata, 2014)
128
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Fix You Aku ingin menangkap bundar yang terbuat Dari air terjunmu, ketika cahaya yang meluas, Tak mampu lagi menjadi penuntun malam-butamu. Wajah tanpa ibaratmu menggenangi paya-paya Meski pada akhirnya ampas tetaplah terbuang Dan aku kerap luput membedakan bentuk dari isi. Sungaimu menjelaskan alasan kuning gading Terpinggirkan di hadapan derak yang bening, Ketika galah yang kujulurkan dari atas rakit Mulai menyentuh kedalaman rasa sakitmu. Semesta tidak pernah mengajariku menjahit Keputusan dengan jarum yang diselamatkan Dari setumpuk jerami kering di Selatan, Karena betapapun lautmu luas mahabiru Menyembunyikan ceruk, yang dapat kurekat Semata riakmu yang tak menyembunyikan rupa. (Naimata, 2014)
129
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
130
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
MARSTEN L. TARIGAN
Radak Kau datang dan mengupas segala yang kumengerti selama ini. Misalnya suka-duka yang mudah kulupa atau barisan dupa-dupa yang kususun rapi berdiri di muka rumahku. Lalu kau meniti jemari menjadi pulau rupa-rupa. Kemudian rasa takut menjadi runut yang menuntunku pada puisi sekedar zaitun, membuatku menusuk jantung sendiri, tapi kusadari kematian menolakku dengan sejati. Di dalam ingatanku muncul peri-peri yang suka mencuri penanda kepergianmu, menukil semua tinggal-tinggalanmu. Datang bersama berbagai jenis api dan taji, meluka semua yang kutincaki, meniduri segala yang kupiara. Sungguh ini sulit kuterka, kau dan mereka semua memusuhiku dan segala kepunyaanku. Satu di antaranya adalah kata,
131
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
yang mana dia mengajariku mencarimu, memilihku untuk mencintaimu, menjadi ratap setiap pedih yang kulatih jadi pendaki pagi. Kandang Singa, 2013
132
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Dari Atas Binara menikmati tingginya binara meski ia hanya berdiri seperti mengintai laku puisi atau pula sekumpulan pendaki yang melaju dengan kakinya sendiri: kudapan bagi ucapan selamat jalan sebelum menemui ajalnya kau adalah kota-kota yang mengepungku merenggut jarak, hanya sehasta begitu berharga. kau pula yang pernah menuturkan berulangkali sebuah dongeng tentang seorang putri yang terbang ke bulan, membawa gumpalan cintanya pada seorang petani. meski ia tahu ada yang lain siap memeliharanya dengan bahagia akhirnya di sini kumaknai persetubuhanku dengan musim kencang berdebu yang sedih dan begitu runcing, kutemukan juga sejarah kelahiranmu dalam rupa helai daun-daun krisantemum yang mengirimiku tahun penuh kesabaran sementara angin di sekitar yang membawanya melulu saja menyinggung rambutku Kandang Singa, 2013
133
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
134
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
MAY MOON NASUTION
Memburu Ganjang aku ingin memburumu, wahai begu ganjang yang garang, karena aku telah genap belajar bagaimana meliuk-liukkan pedang dengan sigap, kusiapkan jampi dari jimat paling keramat, sebab engkau datang, sebentuk ganjang berdendam kesumat maka, inilah pedang opungku, gagang kugenggam dengan khidmat, sebagai tanda moyangku setuju, menghunjam tubuhmu yang laknat aku pun merapal segala mantra pamungkas dari opung, kusemburkan ke mata pedang, tujuh kali berulang-ulang puh puh puh bismillah, tajam! tajamma mata pedang on, puh puh puh kalamullah, hutikam! hutikamlah jantungmu (wahai kau ruh penghuni bawah bagas godang, enyahlah dari pandang, hilanglah dari pekarang) lalu kutegapkan dan kusiapkan tubuh begap, biar kubekap si begu ganjang, yang bergentayang di bawah bagas godang, di lambung api yang memanggang
135
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
puh, puh, puh, padamlah api, tajamlah pedang ini! ini jampi tak sembarang jampi, jampi Mandailing dari puh puh puh bismillah, tajam! tajamlah mata pedang ini! puh puh puh kalamullah, kutikam! kutikamlah jantungmu. Pekanbaru, 2014
136
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Renungan Pelaut sepanjang malam yang berkabut, usai matahari karam di perut laut, di beranda, panasnya mengeriput, menghanguskan dedaunan jadi lisut, kau lihat di teras surau sepotong keranda, dijerat jaring kawanan laba-laba, dan dendang-dendang dikir terakhir, yang sering kaupantunkan terasa tua di pelupuk mata kau masih menyirat jaring pukat, menjerat maut yang ingin merenggut, padahal kau merasa hidup begitu lindap, dan segala mimpimu terasa dibekap, kau bayangkan laut membawa lidah maut, dan para nelayan berdayung surut, menuju pantai yang begitu jauh, untuk mendebamkan sebuah sauh sepanjang petang yang limbung, seluas matahari menenggelamkan bayang, di ruas-ruas arus ombak yang mengacak, usia terasa sangat begitu berantakan dan acak, bercak-bercak darah yang meremah di geladak, kini merembes ke di dinding masa lalu yang kau kenang, kadang-kadang hidup terasa sangat acak,* maka kau tutup rapat pintu sebagai pelaut, dengan pasak hari baru, dalam makrifat rindu. *bait sajak Anju Zasdar Pekanbaru, 2014
137
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
138
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
MUGYA SYAHREZA SANTOSA
Seperempat Abad seperempat abad telah mengakar dalam hidupku. telah mengasihaniku dengan beribu kelopak mimpi, tumbuh-gugur ke tanah. asap dari usiaku membubung lalu melengkungkan busur doaku. kabut memecahkan cangkang tidur setiap pagiku. langit menudungkan kain putih-biru kecemasanku. setiap siang adalah layar kata yang kuning, setiap panas membuih di lautan pikiran. mengulaikan daun usiaku, melengangkan ruang-ruang yang tak lagi disinggahi. setiap pahatan deritaku akan menjadi tugu bagi kecintaan yang telah berlalu. setiap mengulang hari-hari, minggu dan bulan angkasa melambaikan tangan dan aku semakin terburaipadam. (2014)
139
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Mendambakan apa yang pertama didambakan pagi saat kelopak mataku merekah. jendela sunyiku terlalu lama terbuka, hingga lupa bagaimana cara menutupnya. keremajaan puisi hanya ada pada janin kata, selebihnya telah membuas di tangan kita. apa yang pertama didambakan kata saat memulai puisi dari dalam diri ini. mencuci berkali-kali kebahagian, menjenguknya dalam deretan tali-temali bimbang. mendambakan yang pernah hilang, yang mereda bersamaan hujan, yang meredam saat embun menimbun ketiadaan, yang merendam di kedalaman jantung malam, yang merenda hidup dengan penuh kefanaan. mendambakan kata yang pertama diucapkan sekaligus terakhir diperdengarkan. (2014)
140
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
MUHAMMAD ASQALANI ENESTE
yang sangat bahagia : Rudiana Ade Ginanjar pada puisi ke seribu yang kau serahkan kepada ibu cintaku tumbuh menjadi aneh, seperti kecubung sunyi menyelamatkan seorang sufi dari dunia dan cacimaki kita takkkan menikah, di meja persembahan karena kita tak pernah lahir dari kerumitan ritual di tanganku kaulukis harapan yang hampir terbakar lalu mataku yang nanar memadamkan segalanya pada ibu kaumengaku, sukmamu-sukmaku terhubung ke luar musim yang pernah memanah pepat jantung demi batang pisang yang tak kunjung ditebang yang bercabang, berbuah dua kali dan dikultuskan anak ruhaniku tak pernah mempercayai bapak rusukmu untuk itu, segala saru dan sangsi yang mesti pertanyakan biar segala bahagia, sebahagia memeluk tiang sembahyang seperti puisimu yang sebenarnya hanya sembilan ratus sembilan puluh sembilan menurut hitungan tangan R-2013
141
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Cogan Kuno : Turki Majusi terapung-apung di tepi api. Matanya congkak berdiri, tapi luap air menggelamkannya. Ia menyimpan sejenis tanduk, untuk menusuk doa, tapi doa bukan sejenis luka. Ia duduk, dalam surup yang sempurna menerangi kutuk. Ia hendak menjatuhkan jantung diri ke abu yang sebentar lagi, menjelma taburan langit dengan hujan yang melebar Ke daun-daun hati yang unggun Polarizena – 2014
142
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
MUHAMMAD IRSYAD
Salik Al-Mahwu Aku kembali dalam sekaan kesekian pada lelah yang bersambang di keringat dahiku. Tak satupun dari mereka jatuh terlalu jauh meninggalkan mata. Bahkan tak sampai hinggap di tepian bibir. Mengering, semenjak ciuman melupakan jalan pulang tatkala petang dirampas kawanan elang. Ialah pada langkah, aku menaruh mata di ujung tumpul jari kaki. Kemudian menjadi pesuruhnya. Membawaku terlunta tanpa ihwal bahagia. Namun, menjadikanku sanjungan pada tepuk tangan dan sekat-sekat mata. Yang hakikinya diluburi jumawa. Langit renungan Ibrahim masih berkirim pesan serupa. Tak mampu ditafsirkan kepala, lebih terlalu lama. Lalu, kepada siapa ia mengeja?, bahkan sebelumnya hanya mampu sahaja. Tanpa rumbia bahkan rawa yang tertata demi selamanya. Di kaki langit, Ayah dan Ibu mendongakkan kepalaku menuju wajahnya. Kemudian membuhul erat kitab yang dinubuatkan. Kelenjar ari alas tanganku seumpama magnet paling setia. Perkara duniaku adalah mengacuhkan dunia mereka. Seharusnya, kebenaran tertulis di pangkal otakmu setelah dia menggelinding sendiri sesuai derik langkahmu. Bukan digelindingkan, menerima mentah yang telah tertulis ketika lahir. Aku menggenggam akal seperti menebas angin. Seraya merebahkannya sekian inci di permukaan air. Seumpama mencuil hati, aku bernyawa. Setelah agama, aku sederhana menaruh cinta. Pekanbaru (2014)
143
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Petrichor Kini. Waktu menggelindingkanmu menghujat musim. Paling pojok di ketinggian egomu. Menderam, menghempas daya ingat kekanak-kanakanmu. Berceloteh burung gereja. Menutup lelah kepak sayap di bawah palung salib yang tegap. Mengamini umpatanmu. Sirkulasi hidrologi tercurah di hamparan Al-kitab. Beresensi berkah. Kotbah protagonis para mereka yang berjubah itu. Seberang, di kubah itu, jutaan benang halus karya wajah langit ialah mahadaya mustajab kokoh pada ekspektasi pengharapan. Tubuhmu tak meminta untuk dihantarkan ke sela curahnya. Maka diamlah. Selain berkah, gigilnya menyisakan rindu dan cinta. Kau dirajam ataupun bahagia. Hanya Izrail kelak yang menjerat kakimu. Kau tersandung. Pecah dan tumpahlah isi kepalamu. Jalan pulang menuju Tuhan adalah tempat meredanya kenangan. Tempat diadilinya keresahan. Pekanbaru (2014)
144
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
NADIA OCTAVIALNI ALI
Sebungkus Kopi Malamku hanya ditemani sebungkus kopi yang kuseduh bersama ingatan. Lalu kulihat di televisi para gadis muda nampak tertawa dalam iklan. Ada seorang ibu yang menggantung harap pada hologram di balik bungkusnya yang keseribu, seperti menanti peruntungan. Kububuhkan sunyi di atas permukaan secangkir kopi itu. Meruapkan nama-nama yang terlupakan. Kemudian kureguk bersama dua sendok kenangan. Tapi kesepian tak kunjung larut dalam pikiran. Sungguh tak bisa kuhindarkan, begitu dinginnya takdir sejak awal perjumpaan.
145
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Sebentar Lagi, Aku Gila Sebentar lagi aku berubah menggila jalinan otak tak lagi terpilin rapi. Kacau bercampur peluh mengalir di pusaran kata-kata. Selangkah lagi akan ada yang pergi kenapa harus merumput pada padang derita? Memilih angin menyentuh luka Tinggalkan perih, berdarah-darah menggenang bagai danau nestapa di hadapan ini mata. Sebentar lagi aku menggila kuasah kata malah menusuk kalbu. Tubuhku telah bercompang-camping, oleh sobekan duka. Biarkan jerit melengking Biarlah luka aku saja yang simpan. Siapa yang akan berperan jadi wayang, engkau pasti memilih jadi dalang?
146
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
NERMI ARYA SILABAN
Surat buat Kei Kei, di maghrib itu seorang perempuan ingin mengantar perutnya pada gema. Konon, perut yang terbuat dari lempung. Mungkin ada patung di perutnya, sehingga wajahnya betapa limbung saat menjumpai sebuah pintu. Atau karena pintu selalu dijaga juru tenung yang menahannya untuk lekas. Di jumat yang ganjil. Malam tiba seperti sejumlah penunggang kuda hitam di belakang. Tak kira geletar jantungnya. aku berbisik, seakan mulutku adalah celah yang mengeja napasnya: Selamatkan ia dari hadapanMu. berahi telah mempelaikannya di atas ranjang, tetapi hujan yang menggantinya ke hulu waktu. Dan tubuhnya gemetar ditopang wajah pucat. Wajah serupa bulu-bulu putih menabuh udara. Aku turut mengenang; perempuan yang dicuri senggama, lalu cinta yang tinggal belaka di punggungnya. Ia pun mengantarnya lewat gema itu, kesepian yang agung dan pasrah. Kei, ia-lah jenjang lidahku yang menghela matahari dan malam. Dan kau adalah nisan yang tak sempat kususui dengan impian. Depok, 2014
147
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Episode Lain Di lehermu kota terapung seperti kemarau. Dan cuaca yang merembes pada baju adalah gumam. Siang itu, sebelum bus mengantar detak jam yang terasa tua di tanganmu: sebuah halte dan hari tanpa ucapan. Apa yang kau simpan selain yang tersisa dalam tas adalah pakaian dan kaos kaki untuk mencari bahagia. Tapi kota yang dipenuhi perjalanan seakan untuk dibayangkan. Karena masa depan yang menanam dagu seorang ibu di bingkai jendela, juga punggung seorang ayah sebagai nasib, hanyalah kerah baju yang mengisap usia di lehermu, yang perlahan merunut sebuah robekan. Depok, 2014
148
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
NITA LESTARI
Larik di Ranting Kering Belum pasti jiwaku pergi Tapi mengapa ruh akan mati? Gamangnya siang panjang membentang Sedang malam bernafaskan suram Kau si langit hitam Tangan-tangan berisi mencoba berangan Dan bukan bayangan Larikku tak bermimpi Tiap detik, jarum waktu seolah menghunus keji Lekas siramilah! Poleskan batinku dengan percikan kata Seribu asa menjelma mahkota Menari saja sajak pada ranting kering Berkuncup ia meski tak berbunga Menunggu pagi November, 2014
149
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Sejumput Kabut Di meja dengan suhu membeku. Dingin-dingin kabut menyusup. Membawa inspirasi dan menari-nari. Sadarku memudar samar-samar. Begitu kutangkap satu-satu, mereka menghindar dan menjalar-jalar. Tak kuhiraukan buku tugas yang melirik iri. Mereka bermaksud lari. Kucoba berdiri dan kutangkap lagi. Mereka menjauh dan tetap angkuh. Kini kuajak serta pena di meja. Akhirnya mereka menyerah dan mengalah. Lalu aku bilang, “Mari menari bersama.� Mereka setuju dan mendekat maju. Melingkari pena di tanganku. Mengajak serta pena yang tak lagi menggerutu. Kami menari bersama. Tarian yang indah. Mereka minta diri. “Datang lagi nanti!� Desember 2013
150
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
PUTU GEDE PRADIPTA
Kepada Pagi Kepada pagi teralamatkan perih ini luka, memar, dan segenap rasa sakit. Kita menanam yang luput terekam merelakan yang telah lama terpendam. (2014)
151
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Waktu Berguling di Jalan Waktu yang renta berguling ia di jalan. Matanya biru. Seakan berkisah sesuatu. Apa daya tiada mampu. Waktu memilih beku. Diam di tiang lampu. Gadis-gadis menyapanya, “Waktu, berapa usia sepimu?� (2014)
152
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
RAMOUN APTA
Puisi yang Tertikam di Kelok-kelok Jalan malam menghamburkan kupu-kupu yang bertunas dari guguran kelopak mawar di kedai nasi goreng yang ramai, cangkang menjatuhkan telur mata sapi ngiau kucing membangunkan kecelakaan yang terlelap di mata lampu sedan yang merangkak sedu sedan kebencian seperti bunga-bunga hujan yang mekar di jendela inilah puisi yang berdarah, puisi yang tertikam di kelok-kelok jalan, yang lahir dari decit rem manusia gerobak, tali gitar pengamen dan suara banci kaleng yang serak, serta toa-toa yang melangitkan gemuruh keroncongan dalam lambung yang masam puisi yang memekik tertahan saat memanggilmu yang sayupsayup sampai di kejauhan.
153
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Lagu Malam Para Pekerja malam tertidur orang-orang mendengkur di badan kasur di bawah bantal rupiah menggumpal lipatan selimut tebal hari adalah jembatan yang mempertemukan ujung dan pangkal kehidupan waktu adalah pejalan dengan kecepatan yang tetap senantiasa menghidupinya sebagaimana malam yang menjadi pagi saat lonceng berdentang membangunkan orang-orang membangunkan para pekerja di kotaku yang sibuk mengejar rupiah
154
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
RAUDAL TANJUNG BANUA
Di Atas Menara Masjid Agung Banten - untuk sulaiman djaya aku yang tak tahu apa-apa setiba di atas menara —lewat selingkar anak tangga makin tak tahu apa-apa saja yang hendak kusampaikan padamu. Apa yang ditahtakan waktu. Apa kata angin yang bersileweran lewat tak nampak. Apa kehendak selain ilmu jadi berbisik pun aku tak mampu pada diri sendiri yang kini seperti tempuling terpacak hening di puncak pumpunan ubun-ubun Banten —titik pertemuan delapan penjuru mata angin; sayup berkesiur dalam batin jauh di bawah kaki (juga di atas kepalaku: matahari) alam terkembang seluas pandang menjadi buku yang terbentang mengajakku membaca dalam hikmat pertemuan /Banten-Yogya, 2013-2014
155
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Nyanyian Seorang Petani Garam - dari sebuah sajak lawas Abdul Hadi WM Telah kupasang kincir-kincir penarik air di pematang. Kubersihkan petak-petak tambak seperti menghampar tikar sembahyang maka berilah kiranya yang terbaik Angin memutar derak kincir sekuat tenaga kerbau pilihan air terangkut dan mengalir menyerbu sudut-sudut terjauh tambak harapan di bumi tanah air Matahari mengecup sejadi-jadi kristal-kristal putih garam Aku mengucap berkali-kali asin nama-Mu berkali-kali hingga tak asing lagi rahmat-Mu. /Sumenep-Yogya, 2013-2014
156
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
RAPINA SEMESTA
Wanita Berbaju Api Aku adalah wanita itu Wanita yang katamu berbau hangus Ya. Mereka juga bilang begitu Hari ini aku menjadi peri dan esok menjadi iblis Aku terlahir dari rahim suci tapi sering aku melahirkan kesucian yang dibenci Kadang malam memagutku dengan egois Tuhan... hadirkanlah malaikat maut Agar tidak ada kuntum-kuntum hitam Tuhan... Terbangkan nyawa-nyawa gelap Agar tiada wanita berbaju hitam Yang melulu menebar surga penuh dosa Agustus 2015
157
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Perempuan Ujung Kerudung Perempuan adalah seikat rumput yang tumbuh di keningmu Lembut penuh serabut bahkan kadang semaput kusut Dia telan kerudung biung yang sedang mengandung berjuta lumbung gembung Kakinya terseret jerat hingga tersesat di sanggul yang diikat di tunggul, o masygul... Pekanbaru, 2015
158
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
REKY ARFAL
Sepanjang Carrow Road Ada pendar menyilaukan di sepanjang carrow road daun-daun maple berjatuhan, sebentuk kenangan Dingin dalam dadaku masihlah sebuah petaka pun pusaka kekal bilur nan kaujulur ke permukaannya membentuk batangbatang pohon terluka Kuingat lagi dinginnya Kota Norwich memperjelas kebutuhanku yang hanya takluk oleh pelukmu. Selepas senja terakhir pertemuan kita matamu yang lebih sipit dari biasanya tiba-tiba saja menjelma mata air yang dingin—mimpi buruk tiap orang beriklim tropis. Ada pendar menyilaukan: kemampuan terakhir untuk terlihat kuat! Pekanbaru, 2014
159
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ziarah Kepada Nurdiansyah Oemar di marpoyan, sunyi meruapkan udara yang muskil dihirup pohon-pohon bedaru bangkai lokomotif rel-rel berkarat mengerat masa lampau di ujung igau dengan pisau asahan yang berkilau yang kalau diacungkan membikin risau “aku pernah membaca cerita orang sini,” katanya “aku tak pernah mendengar angin bernyanyi,” kataku tanah yang kemerahan pun dicecapnya yang jatuh cinta pada cermin dalam diam kami menalikan ucapan dari sulur pikiran yang tersulut tanah yang kemerahan, bekas luka itu seolah membaur ketika gerimis baru reda, dan dipungut dengan tangannya yang dingin, yang dipenuhi jejak masa silam “tetapi, hari itu, entah hari apa september yang lumer, agustus yang hangus menghadiahkan kado berpita putih kepada indonesia yang merdeka! sepuluh ribu atau lebih sampah itu dikubur dalam semak-semak yang kerap terkesiap setiap jangkrik berkerik” lalu kata-kata yang semula merdeka seperti terkubur di liang bibir Pekanbaru, 2015
160
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
RESKI KUANTAN
Selepas Bukit Betabuh kita tiba di muasal mula perkara rindu dan sejarah tumbuh apakah yang hidup di dadamu? ada gemuruh di jantungku berhitunglah satu dua dan berilah nama pada tiap jengkal usia juga detik yang menjerat urat leher kita sebelum kita benar-benar tiba di rumah 12/07/2014
161
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Jadi Hujan sekali saja aku ingin jadi hujan lalu jatuh di rambutmu di bahumu menjadi bulir-bulir yang siap kau tangkap seperti usiaku yang selalu siaga tuk kau dekap berlari-larilah seperti kau perempuan kecil yang penuh keriangan di bawah titik-titikku yang meniada dan menjadi doa kau tahu? melihat kau bersijingkat tertawa seolah lengkap sudah aku mengbenal bahagia 19/07/2014
162
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
RIKI UTOMI
Hari Bisu semua telah terpatri ketika kita mengambil air dalam perigi. membasuh muka dengan lapang dada meski gejolak riuh, kita tetap ada. melihat kita dengan jala yang tersangkut di karung. kitapun lupa ada hari-hari yang terbuang. maka hari bisu. kita menerka-nerka yang rancu. membelok ragu. berusaha dengan gegap untuk mencari terang. kita pun terbang untuk mencaricari harap, melindap, lalu terpukul dengan congkak. kita merangkap, luput, dan khilap. (telukbelitung, 2014)
163
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Yang Kita Harapkan adalah hati yang mirip jalan licin ketika habis hujan. bersih dari debu dan kerikil juga duri berserakan. adalah mata tajam sorot elang. menukik paling terang mirip silau marcusuar genting aura di lautan. adalah hunus rasa dan asamu. melabuh luluh dan kita akhirnya berseteru. adalah sungging melihat sesuatu. dan di sana adakah yang patut untuk kita tuju selain menyimpan. hanya mampu menyimpan segala retak hati dan mimpi yang pasti tertahan bahkan tak abadi. (selatpanjang, 2014)
164
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SELENDANG SULAIMAN
Perjumpaan Gunung Geulis Menjumpaimu dengan tangan berdebu dari kota Ada rasa haru melambung ke cakrawala timur Mungkin rinduku tumpah pada kampung ibu O, betapa egoisnya aku, mengacuhkanmu! Jalan hitam meliuk dengan tanjakan cantik Lembutnya persis urat-urat lebam di lenganku Ada angin, diam-diam bercakap dengan bulu mata Dan rambut dibelai desir penuh siulan masa lalu Sebagai ungkapa rasa haru, kukenali namamu “gunung geulis�, aduhai murni indah wajahmu Umpama perawan yang kujumpai dalam dongeng Aku tahu, tiada cinta yang akan terbalas Atau bebas berbiak bersama para pecinta Maka kubunuh cinta sebelum lahir sempurna Bogor, Juni 2014
165
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Meditasi Vipassana Sepuluh hari kutunaikan tapa bisu di lehermu Mencium udara dari setiap lekuk tubuh sintal Tetapi yang lekat padat di pangkal hidung Aroma tulang-daging dan darah sendiri Tiap seperempat malam sampai bel berdentum Gelombang dengungnya membuka mataku Melapas ikatan-ikatan tangan dan kaki Badan bangkit menuju segar dekapanmu Burung-burung berseru ke lereng bukit Dari sila tapa, hembusan nafas berangkat Ke puncak gunung geulis menulis kefanaan Khidmat diri menyapu perasaan di sekujur Yang disimpan-endapkan belasan tahun Biar lepas lalu terhempas ke rahim keabadian Bogor, Juni 2014
166
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SYAIFUL BAHRI
Separuh Cinta dan Semusim Rindu Bukan senja yang aku tunggu untuk engkau datang membawa rindu pada kenangan tentang pertemuan semisal nostalgia dari cinta yang hilang Di sana ada rangkaian namamu gugur dari hujan yang belum sempurna menunggu Menyapu kabut dari asap yang sengkarut di negeri para semut yang gamang Lalu harapan itu meratapi entah kepergian Engkaupun mencumbu kenangan pada seseorang Seperti menjamah luka yang menganga lalu engkau tuang secangkir cuka Dari cinta entah sudah yang keberapa Oh, betapa bulirbulir rindu yang berlipatlipat itu tumpah dari cawan yang engkau pegang padahal telah kupenuhi sebanyak bulir hujan yang gugur separuh malam Lalu kalimat apalagi yang engkau tunggu sepanjang waktu siang Apakah untuk mengakui betapa pertemuan dengan seseorang semusim ini adalah jawaban dari kerinduan yang berhilangan sepanjang engkau mengigau dan mengenang Dari senja yang karam ketika engkau membawa rindu kepada kenangan.
167
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Dan cobalah kita berbagi tentang kehilangan Samasama merangkumnya dalam sebuah taman Dimana kita bercocok tanam untuk menuai benih cinta dari guyur hujan Karena sepanjang kisah ini bukan untuk dilupakan Atau sekedar dilepaslarung pada samudera paling dalam Pun airmata yang dituang dari luka akan kujaga sepanjang getar rindu memanggil namamu Dan engkau temukan aku masih di sini menunggu Pada asmara lalu kita samasama penuhi waktu dengan separuh cinta dan semusim rindu Pekanbaru, Maret 2014
168
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ada yang Ingin Aku Sampaikan Ada yang ingin aku sampaikan kepada-Mu lewat kalimat rindu, dalam puisi panjang yang melengkapi seluruh hati ini, dituang dalam cawan yang dipenuhi remahremah asmara, dan aku tahu Engkau selalu mengerti, bukan seperti kami yang selalu bertepuk sebelah tangan dan tersipu malu menahan noda dari kenangan. Ada yang ingin aku berikan kepada-Mu lewat rinai hujan yang turun di sepertiga malam, dalam susunan kalimat titik dan koma yang berderet sepanjang hurup dalam alphabet yang menyatu dari bibir ini, bersemilah pecahan rindu ketika buncah dari palung hati yang berguncang ketika nama-Mu berkumandang dari surausurau di dusun ini. Ada yang ingin aku ceritakan kepada-Mu sekali lagi, sepertinya cinta yang mengalir malam ini serupa cahaya dari kemilau syurga. Begitu indah turun dari langit sebagai penutup doa. Aku merajut gelisah dari balik jendela ketika bintang dan rembulan enggan bertemu. Pada senja yang aku tinggalkan di kota tua itu. “Duhai pemilik galaksi biarkanlah cinta ini terus mengalir ketika ridho-Mu adalah harapan atas doa kami. Pekanbaru, September 2014
169
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
170
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SARTIKA SARI
Sebuah Kota Asing sebuah kota asing, mengenalkanku padamu dalam malam-malam yang sepi dan redup lampu jalan sepanjang taman sari rimbun embun seperti bulir-bulir rindu dari hujan yang turun di antara kelopak mataku langit adalah dua sisi bibirmu yang menawan segala pertanyaan dan ketakutan di antara derik daun pintu dan jarum jam tiada yang lebih bising dari gempuran duka mengombak di dadaku tuhan menitipkan perpisahan yang panjang menuju windu dari satu ke satu ngilu sembilu
171
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Bagian Kepala yang Hilang kutuang pertanyaan ini ke tubuhmu mengalirlah bersama bau kecut dan dingin kereta bermalam di jalan-jalan pagi tidak pada bibirmu jangan menangis, puisi tangan-tangan yang datang menanam kenangan di tulang-tulang dan kulitmu membawa belati untuk ditancapkan di dadanya sendiri kenyataan kusatukan dengan harapan dalam cawan ini, kau bisa tumpahkan nanah dari jantungmu yang membusuk orang-orang di sini seperti kehilangan banyak bagian kepala pagar dan langit-langit membangun dunia perbatasan aku diasingkan begitu juga anak waktu lainnya jangan menangis, puisi aku akan mencari bagian kepalaku Medan, 2014
172
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SATYA WIRA WICAKSANA
Rengkuh —kepada Si Pendongeng Serangga Abu-abu Kita pernah bersatu badan di bulan sebelas lalu Pelukmu menghalau lampau yang dibawa hujan Sekadar ingin aku percaya setelah hujan harum tubuhmu tumbuh bermekaran Di bulan sebelas kelak, manikamku akan membuka jejak dari hulu sampai hilir, menabrakkan kepalanya dan pecah di dinding elegimu. Di punggung jemarimu yang tak pernah lengang dari siapa saja yang pernah berpesta dan menyimpan bibir kelak ialah tempat untuk hulu sampai hilir memberimu dahi, sekadar mengemis kuasa pada bulan untuk merenggut matahari. Lalu menyusuri anak-anak sungai kala senja berbaring menghimpit kita. Di telapak tanganmu. Hulu, hilir, dan ular kau hantarkan sampai ke surga menembus mendung dan jarum bening yang lahir karenanya Dalam rengkuhmu, rindu padam membiarkan jingga yang bergaun hujan berputar menjadi daun Pekanbaru, 16 November 2014-1 Januari 2015.
173
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Martir Aku memberimu dosa, kau sebut itu puisi Kau pilah dosaku di atas daging Terhitung sama jumlah ayat dan sayat Hingga bait ke tigabelas, melengking keras Kau sadar dosa yang kemudian adalah bersekutu dengan Sarasin sepertiku Atas nama kredo kau toreh kembali dosa yang kuberi, dengan pena juntai penuh duri Kadang punggung, dada, juga tengkukmu Tak lupa lehermu yang batang pinus itu Aku beranjak setelah adzan melantang Kau mengatup tanganmu setelah bunyi lonceng Setelahnya setelah persekutuan ini hanyalah benih-benih kafir Kita hanyalah gagu dari langit masing-masing Lalu Tak pernah lagi kutemui kau di Lauhul Mahfudz Pekanbaru, 17 Juni 2013-26 November 2014
174
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SUNLIE THOMAS ALEXANDER
Bloody Mary kami memanggil dalam pekat namamu yang menjelma anggur di bar bar temaram : o, rayakan rumor kehidupan! tapi ini cermin ketakutan kala sendiri maka di malam mencekik hati namamu pun beralih: jus tomat, sambel pedas, sirup kental rasa strawberi mesti menjaga kami dari ragu, juga ngeri dengan lilin kecil lumer di ujung nyali bloody mary, bloody mary, bloody mary‌ dalam detak sangsi ini wajah horormu akankah muncul dari sepi atau kami masih betah meneror diri seperti kanak kanak suka warnai langit dengan pasta merah saat sarapan pagi
175
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Di Baturaden (1) seseorang terpukau pada binar matamu meski di baturaden, waktu telah lama membatu serupa patung patung cinta yang dikuduskan di tepi air jatuh di sini tak ada dali—katamu— yang meniscayakan arloji meleleh di hatiku dan hatimu tapi aku membayangkannya: matahari menyusut, bulan menyisih dan kita mengulang penanggalan sejak mula agar kelak (mungkin) seseorang akan mengulang kisah tentang seorang dara istimewa dan lelaki yang berkelahi dengan sang kala (2) masihkah kita percaya pada dongeng-dongeng romantis yang berakhir bahagia? jika cintaku serupa kutuk dengan wajah lelaki sepenuhnya arca
176
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
mitos batu, kisah tragis kekal sepanjang usia daun-daun terus gugur juga di atas kolam air mata; kudus dan rahasia : seolah waktu kembali lajang saja
177
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
178
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SOBIRIN ZAINI
Memukul-mukul Batu Imaji : Kepada Kawan Beginilah, kawan, beku imajiku telah membatu bertahun-tahun kubiarkan, merebahkan riwayat dalam peti kematian talu dentam elegi dalam benakku serasa tak kuasa memecahnya bertahun-tahun hujan dari sungai kelopakku hanyalah jejarum lupa yang terus menusukku dari segala arah yang lebam Maka serupa pelepah pinang yang jatuh pagi hari saat angin utara berhembus dari balik daun kelapa aku melayang-layang dalam ketakmampuanku memikul beban bangkit memukul-mukul sendiri batu imajiku itu hingga berkecai menjadi pecahan kecil lalu kuharap menjadi cikal beribu kerikil puisi Aku tak tahu, seberapa ia kemudian jadi batu kembali menghentak dalam jejak barisan kata yang berarti karena sudah terlalu lama kurebahkan dalam peti kematian menunggu diusung dalam makam kegagalan Tapi gagak sepertinya lupa memberi tanda bahwa di sepanjang sunyi pulau ini selalu saja ada cerita tentang derita yang tak pernah usai disampaikan setiap kali perahu malam memeluk dermaga senja
179
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Maka tiba-tiba terhoyong-hoyonglah pecundang ini, kawan memainkan ujung jari yang kaku setelah bertahun membatu dengan palu retak yang tersisa bersama gumpalan airmata memukul-mukulnya dengan sepenuh sisa tenaga berharap masih ada yang mampu dipecahkannya kembali hingga menjadi kerikil imaji puisi yang jadi Teluk Pambang, Awal Januari 2015
180
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Resume Sajak; Sengak Aroma Tanahmu : Kepada Telukpambang [1] Seperempat malam, sebelum kuendapkan rindu pada sebuah mimpi buruk tentang angin masa lalu, karat tempayan dan remah bunga seduduk telah kuracik menjadi bulir-bulir pahit yang tergenang di paritmu. Aku bergumam sepanjang malam, karena tak kunjung mampu menawar luka. Aku mafhum, ini sebuah hikayat tentang bidukmu yang terbakar, tentang putusnya jala ikan setelah kurangkai di kuala itu, ketika kulihat bulan masih sabit, dan langit masih menggumpalkan awan dari sudut ke sudut yang lain. Tapi kenapa, sengak aroma tanahmu juga yang memaksaku berlutut, menusuk hidungku dengan apak bau nasibmu? Semua ini takkan pernah selesai, jika hujan tetap mengabarkan harapan dan luka. Mungkin lebih baik aku sejenak pergi, dari kisruh yang tak pernah mereka pahami. Karena garis wajahnya begitu kentara, lukiskan kepicikan dan kebodohan semata! Semua itu membuatku semakin kian tak mengerti. [2] Bermula dari sebuah percakapan. Aku berdiam meluruskan kaki di gubuk ini. Setakat begitu, namun tetaplah kelebat deritamu jua yang membayang. “Ini siasat musuh yang selalu mengelabuimu,� katamu. “Arahkanlah perahu, pegang kemudi dengan detak nadimu, berlayarlah dengan peta yang jelas, hingga semua tuntas!� Di lain waktu, aku tahu, kau tetap menungguku. Tapi bukankah itu justru jadi sembilu di dadaku?
181
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
[3] Dan dengarlah, dengar dengan seluruh kemampuanmu mendengar; sejak deru angin utara datang dari pantaimu, sejak itu renyai puisiku membeku. Dan beku meremukkan jantungku! Simaklah, simak dengan seluruh kemampuanmu, bahwa sebaris cerita dari malammu yang buta, adalah butir keringatku menghapus catatan derita. Dan pahamilah, tak benar juga kita harus selalu mengalah, jika pada akhirnya kita benar-benar kalah. [4] Tumpang tindih dan berkait-kelindanlah segalanya. Ada luka, hujan tak terduga, tawa hampa. Di sini, di tanah para bonekamu, aku sementara memilih diam. Hanya membatin dengan bahasa kelelawar, burung lelayang, ilalang tua. Lalu berjalan telusuri malam dengan arah yang kian terbaca. Bahwa, menabuh genderang menyulut peperangan nasibmu, aku butuh hulubalang tangguh merobohkan musuhmu, juga siasat memenangkan kebenaran itu. Maka sementara ini bersabarlah. Pukul saja kompang dengan irama barzanji yang pasti, hingga semua deritamu terurai! Pku, 2007-Telukpambang, Januari 2015
180
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SYAFRIZAL SAHRUN
Telaga Bukit Kapur di bukit ini moyang kami menanan telaga airnya terang sampai dasarnya kami mandi, menyuci diri menyuci nyeri seperti cinta, airnya tak kikis digilas masa seperti air mata, selama masih ada dukasukacita dalam talaga moyang kami menanam pula dahaga, cacimaki dan harga diri siapa saja boleh mandi, sekadar mencuci dan bunuh diri kini telaga sudah menjanda tak tau di mana rimba sanak saudara Percut, Juni 2014
181
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Ruang kau semacam perantau yang pulang terlambat pintu muka bagimu dosa terpaksa cingkung di pintu dapur saja menunggu angin membukti tiada sesiapa dapur semacam peraduan paling setia saat kau berpikir beranda adalah sula yang setia menunggu tumusan muka ruang tamu kini bagai perut paling lapar kau takut benar, tapi rindu sudah disedu walau ruang tunggu itu tak akan jadi apa-apa selain pilu Percut, Juni 2014
182
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
SYAFRUDDIN SALEH SAI GERGAJI
Sya’ban Saban Sya’ban dah terasa nian betapa dosa dan keampunan yang bakal berpumpun berhimpun pada qiyam Romadhon saban Sya’ban bereban keinsafan dah menjelang Romadhon dari mihrob Rojab hingga ke dipan Sya’ban insaf mengharap mendekap mesra Romadhon hendak ditimba telaga umur hendak dikubur takabur dan kufur menyungkur syukur kepadaMu, Ya Syakuur saban Sya’ban dah terasa nian Erang-Keritanghulu, 30 Rojab 1436 (19 Mei 2015)
183
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Kuala Taqwa dari dermaga romadhon berangkatlah ke kuala taqwa nuju lautan sebut menjinakkan angin ribut hasut dengan kekuatan berjuta peka dari dermaga raomadhon berlayar tegarlah menghilir zikir keinginan penuh kepingin menyaput kabut hasut di haluan iman mengendalikan kemudi nafsu ke lautan lafaz dari dermaga romadhon bertolaklah mencampakkan tamak berangkatlah memunggah dahaga duniawi berlayar dengan kapal tawakkal ke samudera luas sanjung puja ke kuala taqwa dari dermaga romadhon ke kuala taqwa menuju haluan ke samudraNya Kualaenok, 230928 (041008/2014)
184
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
TAUFIK IKRAM JAMIL
17 agustus semestinya kita tahu tak ada yang berulang tahun hari ini waktu melisut dibelit sia-sia bahkan detik-detik kepada menit di antara jam menjelang hari diselangi minggu dalam bulan tahun ketika terhitung abad berpapasan dengan sebarisan alaf telah begitu terbiasa untuk saling melupakan terpandang di mata sebagai kabut tertelan di tekak laksana sabut pun saat diraba bagaikan busa yang dekat tidak tersentuh tapi jauh tiada berjarak menjelma jadi bayang-bayang tanpa sosok ketika terang sedang gelap melindap menyepuh setiap harap dengan malam tak pula berdekap
185
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
minyak bumi bagian akhir jangan sebut air mata kamilah yang disedot dari perut bumi selama janji sebab kami tak bisa lagi menangis telah tidak bersua antara pipa dengan rig barrel hanya menghitung kenangan dideret crown block ke samping angan sementara kerek bor terlentang pasrah abaikan substructure dipadati keluh blow out prever mengejek dog house dalam bahasa beku sebelum mud gas separator terbujur dalam shale shaker mengingkari degasser telah kami lupakan segela reservoir saat lumpur tak lagi berhajat pada hidrokarbon hidrogen dan oksigen serta sulfur maupun nitrogen adalah sesuatu yang makin asing apalagi perkara old deep yang dihisap waktu tiga puluh juta tahun tidak tertunggu menyerupai endapan kesepian tak terbaca oleh kisah seribu satu malam bahkan dalam khayal pun tak bersepadan kempunan dan tekilan-kilan digali kenyataan mengeringi dugaan yang basah oleh harap menjadi kerikil berupa pasir saat humus tak lagi mengenal hijau sebab sebarang warna adalah dusta kecuali merah gersang sejauh mata memandang juga segunung bayang yang disebut malang
186
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
begitu pula di lepas pantai anjungan ditegakkan dengan mata bor bercerancam tajam arus dan gelombang mengendap ke dasar laut tiba di palung mejadi hantu jembalang bersama kraken menghadang siang sedang malam adalah pelumat setiap arti hingga air tak lagi berkongsi dengan bening sampai vam dam dengan the flying duchman terkurung di samudera kedelapan tak tahu lagi jalan kembali apa susahnya pula kami acuhkan steam flood dengan beribu derjat celcius air menghugut mendidihkan kasih menjadi sisih yang begitu cepat beralih dalih sebab di atas mahapanas tak ada lagi hangat sehingga sebutan terpanggang jauh terlewat melebihi hangus dari hangus tinggal angguk-angguk yang begitu khusyuk menandai bagaimana kehidupan segala makhluk dipuruk kemaruk tamak tanpa suruk kepada hydrocracker usahlah sebut sebab tuju sudah luput dengan maksud tapi telah bertemu pisah dengan taut atom dan molekul-molekul terurai tanpa diri hingga bensin dan solar bagai anak haram adik kandungnya adalah greencock dengan sifat pembakar sebagai takaran menyulut setiap perasaan sejauh pesan mencecerkan perih di setiap jejak
187
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
lewat kesumat udara berupa asap awan yang terlungkup dengan mata terkatup ada pun minas sampai houston taxas kami layani dalam mimpi betapa petro dollar adalah bagian tersendiri yang tak mengenal rumus pembagi daulat pun telah hampir menjadi dongeng menghitung dirinya dalam bohong yang ulung hingga negara bisa saja membelakangi rakyat untuk kepentingan-kepentingan sesaat menempatkan pikat di mana sempat melarat telah menjadi kata sifat digenangi laku si empunya tabiat lalu adakah kami masih disebut kecundang di negeri sendiri nasib terbuang minyak ditampung tak sebat di tangan terasa-rasa ada tertampak tidak bagai gas yang tak dapat diraba tak tersentuh kulit tak tercapai tangan segera hilang di alam terbuka
188
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
TIHTIAN ASMORO
Kenang-kenangan dari Hal-hal yang Sebentar yang menggenang di dalam dadaku ternyata bukan rindu: hanyalah hal-hal sebentar nan ngilu dari masa lalu dan dandelion ialah labirin seribu musim gugur pada melupakan atas kepergianmu di kota ini orang-orang masih saja mengeja aksara-aksara tak bernyawa juga aku seperti yang tak pernah selesai memahami arti dari sebuah kepergian. Kota yang Sama, Detik yang Berbeda, 9 Oktober 2014.
189
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Perjudian Kecil Kelap-kelip tenang kunang-kunang berpijar-pijar terang Bertebaran dari sudut matamu yang sayu Lalu hinggap di kegelapan mataku : yang pekat oleh masa lalu Lalu apa? Nyatanya kau sudah ada yang punya Dan jangan katakan waktu yang tak tepat Atau menyalah keadaan yang sakat Dan kini, hal-hal yang sebentar Perlahan mulai meletupkan Dan mengisyaratkatkan Mengusung pada ranah kenangan: Sebuah pemakaman dengan keranda dan lahat yang paling dingin dan tajam menghujam deras menembus tulangbelulang kasih sayang. Dan menyampaikan kabar yang lebih buruk dari itu. Tapi biarlah, bukankah untuk sebuah kebahagiaan kita memang harus berjudi? Walau sekadar untuk mempertaruhkan hal-hal kecil dan sebentar dalam hidup ini; Yang biasa kita sebut dengan “cinta�. Himagron UIR, 6 September 2014.
190
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
YONA PRIMADESI
Kacamata Tak ada sesiapa hanya kaca dan mata sejoli yang saling jaga: lamur dan akurat. Dan aku si lamur yang uzur kadang pada jam aku mendengkur kata-kata merajuk ingin diterka seperti petak-umpet yang jenaka. Tentu aku suka permainan ini keseksamaan yang sarat naluri terlebih ketika nyaris pada premis atau ganjil yang terus menggubris. Dan si akurat yang kilat dengan kejernihan yang minus dari jauh maupun pendeknya radius segenap yang membayang pun jadi pantas. Selagi malam yang senyap kedap berdua perlahan mencerap meski sesekali tertegun atau seketika membuncah.
191
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Di antara celah-celah kalimat dan noktah yang menyekat jeda kerap mata dan kaca melenggang kepayang. Lalu ke mana lagi keingintahuan ini bersinambung, atau direhatkan? Depok, 2014
192
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Menulis Amsal Pada latar yang kosong aku tulis amsal cicak bunyi sekonyong malam semakin lorong. Ada seorang di celah tik tok duduk bergumul asap tatapannya yang bolong menetesi sedan sepotong. Aku menghimbau sekata ia menghela sejumlah gema aku perkecil sedikit sela ia bergeser angka berikutnya. Di ruang yang awang ku rangkum ihwal sebelum kucing sesekali mengeong cicak tinggal bangkai sekonyong. Tak ada duka selintas pun hanya untaian bekas seluruh malih rupa jadi kata lalu bahasa lalu makna. Padang, 2014.
193
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
194
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ZULMASRI
Avonturir mengukur-ukur jarak, kemanakah langkah kan berpijak? ini adalah pengembaraan kesekian kali, nyanyian yang menyekat kuat. menyusuri lorong asing suara-suara sederhana dan wajah tanpa dosa senantiasa meluruhkan gelisah dan penasaran di kepergian yang tak menyelesaikan mengukur-ukur jarak, melodi avonturir menyusup di hati jadi cerita purba. perjalanan melelahkan selalu saja mengubur masa lalu dituanya usia “masihkah akan menemukan mawar yang lain saat aromanya mengigilkan segenap kenangan?” ujar suara yang mendera menguku-ukur jarak, menghitung-hitung umur “masih jauhkah?” entah tanya siapa. avonturir memanggil, tubuh menggigil. keberangkatan berperang kesia-siaan “kita berangkat di kelamnya malam dan gulitanya perhentian?”
195
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Gemuruh dari Jauh suara itu, suara-suara yang kemarin mengiang di pusat saraf telingamu. mengendap dan berkerak di simpul batas sadar. adakah makna lain terdekap saat kuterlontar ke masa lalu? suaramu, suara pelipur rindu setiap waktu menggombali alir darah dan napas melunturkan setiap proto plasma adakah engkau masa lalu itu? suara itu, suaramu yang selalu kutunggu dalam gemuruh renjana masa lalu adakah mungkin kan sama setiap waktu? sementar aku tahu, lebar mulutmu tak lagi sama seperti saat menutup mulutku, dulu tapi mengapa gemuruh itu selalu kurindu?
196
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
TENTANG PENYAIR MUHAMMAD IRSYAD, Lahir di Minas, 24 April 1988. Alumnus Universitas Islam Riau. Buruh kata-kata yang mencintai fiksi dan sastra. Tinggal di Pekanbaru. Saat ini tengah aktif mengadakan acara “Malam Puisi� (membaca puisi dari kafe ke kafe) bersama teman-teman pencinta puisi lainnya di kota Pekanbaru. SELENDANG SULAIMAN, Lahir di Pajhagungan, Madura. Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Puisi-puisinya dimuat di berbagai media masa seperti Seputar Indonesia, Indopos, Suara karya, Minggu Pagi, Riau Pos, Merapi, Harian Jogja, Joglosemar, Waspada Medan, Padang Ekspres, Lampung Post, Majalah Sagang, Majalah Sarbi, dll. Beberapa antologi Puisi bersamanya; Mazhab Kutub (Pustaka Pujangga 2010), 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (MP 2011), Satu Kata Istimewa (Ombak 2012), Igau Danau (Sanggar Imaji, 2012), dan Ayat-ayat Selat Sakat (Sagang, 2013).
197
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
I SBEDY S TIAWAN ZS lahir dan besar di Tanjungkarang, Lampung. Karya-karya sastranya terhimpun dalam sejumlah buku tunggal dan bersama. Buku terbaru kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung, dan buku puisi Menuju Kota Lama yang memenangkan sayembara buku puisi Hari Puisi Indonesia 2014. MUHAMMAD ASQALANI ENESTE, kelahiran Paringgonan, 25 Mei 1988. Menulis puisi sejak 2006. Setelah buku 3 kumpulan puisi tunggalnya; Tangisan Kanal AnakAnak Nakal, Sajak Sembilu tetang Teh Ribuan Gelas, ABUSIA, kini ia sedang mempersiapkan buku ke empatnya bertajuk Anak Luka Susu. Pernah diundang ke beberapa pertemuan penyair, di antaranya pertemuan penyair Dari Negeri Poci 5. Belajar dan mengajar di Community Pena Terbang (COMPETER). E NY S UKRENI , adalah nama pena dari I Nengah Sukreni, lahir di Pemenang, Lombok Utara, 24 Agustus 1987. Menyelesaikan studi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni STKIP Hamzanwadi. Beberapa puisinya terbit di harian Indo Pos, Media Indonesia, Banjarmasin Post dan Suara NTB.
198
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
AFRIYANTI, bermukim di Pekanbaru, Riau. Beberapa karya, berupa puisi dan cerpen, pernah dimuat di sejumlah media massa dan buku antologi bersama. Kini bekerja di Riau Televisi dan bergiat di Komunitas Paragraf Pekanbaru. E SHA T EGAR P UTRA , kelahiran Solok, Sumatera Barat, 20 April 1985. Alumni Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas. Pernah diundang dalam Pertemu Penyair Muda Empat Kota (Yogyakarta, 2006), Ubud Writers and Readers Festival (Ubud, 2009), Korean-Asean Poetry Literary Festival (Pekanbaru, 2011), Bienal Sastra Salihara (Jakarta, 2011), dan beberapa pertemuan sastra lainnya. Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi bersama dan buku puisi tunggal Pinangan Orang Ladang (2009). Dan yang segera terbit Oslan dan Lagu Palinggam. SYAIFUL BAHRI. Seorang penikmat puisi. Alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Riau. Karyanya bisa ditemukan dalam buku, Tafsir Luka (Yayasan Sagang 2005), Jalan Pulang (Yayasan Sagang 2006), Komposisi Sunyi (Yayasan Sagang 2007) dan, Selat Melaka (UIR Press 2007). Tinggal dan menetap di Riau.
199
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
M ARSTEN L. T ARIGAN , lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 23 februari 1991. Sekarang tinggal di Bandung. Bergiat di Regu Kesenian Cengos dan Komunitas Kandang Singa. R ESKI K UANTAN , lahir di Teluk Kuantan, Riau. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di bebearapa media cetak dan online, juga pernah tergabung dalam beberapa buku kumpulan puisi. DADANG ARI MURTONO, lahir dan tinggal di Mojokerto. Sebagian tulisannya pernah terbit di beberapa surat kabar, majalah dan jurnal seperti Padang Ekspres, Jurnal Nasional, Solo Pos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Lampung Post, Kompas,Koran Tempo, Jawa Pos, Republika, Suara Pembaruan, Bali Post, Surabaya Post, Minggu Pagi, Sinar Harapan, dll. Sebagian yang lain menjadi bagian dari antologi bersama seperti Tentang Kami Para Penghuni Sorter, Medan Puisi, Pasar yang Terjadi pada Malam Hari (antologi penyair mutakhir Jawa Timur 2), Manifesto Illusionisme, dll. Buku ceritanya yang sudah terbit berjudul Wisata Buang Cinta (2013). Saat ini bekerja penuh waktu sebagai penulis dan terlibat dalam kelompok suka jalan.
200
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
R EKY A RFAL , lahir dan menetap di Pekanbaru. Mahasiswa UIN SUSKA, Jurusan Ilmu Hukum. Bergiat di Komunitas Paragraf, dan baru-baru ini dipilih menjadi ketua Komunitas Malam Puisi Pekanbaru. Beberapa puisinya diterbitkan di Riau Pos, dan termaktub dalam beberapa antologi, di antaranya, Gemuruh Ingatan, Bendera Putih untuk Tuhan, dan lain-lain. A HMAD I JAZI H, kelahiran Rengat, Riau, 25 Agustus 1988. Menyelesaikan S1 di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Di pengujung tahun 2013 puisinya “Kerinduan Anak Rantau� masuk 10 besar lomba menulis puisi nasional yang diselenggarakan oleh Tulis Nusantara berkerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Puisinya juga termaktub dalam antologi Qasidah Lintas Cahaya 2013, Kutukan Negeri Rantau 2011, Give Spirit for Indonesia 2011, Tiga Biru Segi 2010, Ayat-ayat Selat Sakat, dll. Saat ini mengajar di Ponpes Al-Uswah Pekanbaru. Bergiat di FLP Riau. EDDY PRANATA PNP, sekarang tinggal Cirebah pinggiran Banyumas, Jawa Tengah. Lahir 31 Agustus 1963 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Sehari-hari beraktivitas di Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap. Buku antologi puisi tunggalnya Improvisasi Sunyi (1997) dan Sajak-sajak Perih
201
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Berhamburan di Udara (2012). Puisinya juga terhimpun dalam sejumlah antologi: Rantak-8 (1991), Sahayun (1994), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Puisi Sumatera Barat (1999), Pinangan (2012), Akulah Musi (2012), Negeri Langit (2014), Bersepeda ke Bulan, dan lain-lain. Puisi-puisinya juga dipublikasikan di Horison, Indo Pos, Suara Merdeka, Padang Ekspres, Riau Pos, Lampung Pos, Singgalang, Haluan, dan lain-lain. H USNUL K HULUQI menyiarkan puisi dan cerpennya di berbagai media massa seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Horison, Jurnal Puisi, Pikiran Rakyat, Jurnal Nasional dan Sinar Harapan. Puisinya juga terangkum dalam antologi Trotoar, Antologi Puisi Indonesia 1997, Resonansi Indonesia, 142 Penyair Menuju Bulan, Bisikan Kata Teriakan Kota, Wajah Deportan, Tanah Pilih, Antologi Puisi Penyair Muda Malayusia 窶的ndonesia 2009, dll. Antologi puisi tunggalnya Romansa Pemintal Benang (2006). Mantan buruh pabrik benang ini sekarang tinggal di Banyumas, Jawa Tengah. C AHAYA B UAH H ATI , adalah alumnus jurusan Sastra Melayu, Universitas Lancang Kuning, anggota Komunitas Paragraf, dan guru SDN 65 Pekanbaru. Karyanya dimuat di berbagai media seperti Riau Pos, Sagang, Haluan Kepri, Batam Pos, Tabloid Visi Unilak, Tabloid Aklamasi UIR, Indopos, dll. Beberapa sajaknya
202
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
termaktub dalam antologi bersama seperti Ziarah Angin, Mengucap Sungai, Fragmen Sunyi, dan Ayat-ayat Selat Sakat. BOY RIZA UTAMA, lahir di Bukittinggi, 4 Mei 1993. Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Riau, Pekanbaru. Bergiat di Komunitas Paragraf dan koordinator di Gerakan Komunitas Sastra Riau (GKSR). PUTU GEDE PRADIPTA, lahir dan berkediaman di Denpasar, Bali. Menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Dwijendra Denpasar. Puisinya tergabung dalam antologi Munajat Sesayat Doa dan Bersepeda ke Bulan. Tahun 2011, puisinya lolos kurasi Temu Sastrawan Indonesia IV Ternate. A. W ARITS R OVI . Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media Nasional dan lokal antara lain: Horison, Seputar Indonesia, Indo Pos, Sinar Harapan, Padang Ekspres, Riau Pos, Radar Madura, Buletin Jejak dan beberapa media on line. Selain juga termuat dalam beberapa antologi komunal seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011), Epitaf Arau (Padang,
203
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
2012), Dialog Taneyan Lanjang (2012), dan Narasi Batang Rindu (2009). Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit Hilal Berkabut (Adab Press, 2013). Kini aktif di Komunitas SEMENJAK, pembina Sanggar 7 Kejora, mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda). KAZZAINI KS, Lahir di Penyalai, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, pada 9 Juli 1965. Menulis sajak, cerita pendek, esai, dan laporan jurnalistik. Tulisan-tulisannya dimuat di berbagai media massa dan di beberapa antologi di Indonesia dan Malaysia. Membacakan sajak-sajaknya di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Forum Puisi Indonesia 87, juga di beberapa iven di Indonesia, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan Korea Selatan. Pernah memimpin beberapa surat kabar sebagai pemimpin redaksi, antara lain, Padang Ekspres (tahun 2000 - 2002), Riau Pos (2002 – 2007), Pekanbaru Pos (2010 – 2011). Kini memimpin Yayasan Sagang, sebuah lembaga yang bergerak di bidang kebudayaan di Riau. Juga sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Riau (DKR). *** IIN FARLIANI, lahir di Mataram, Lombok, 4 Mei 1997. Belajar di Komunitas Akarpohon. Puisinya antara lain terbit di koran Indopos, Banjarmasin Post, Serambi Indonesia, dan Suara NTB. ALPHA HAMBALLY, lahir di Medan 26 Desember 1990. Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
204
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Pencinta kopi dan sastra. Kini ia tinggal dan berkarya di Pekanbaru. Bersama sejumlah kawan, aktif mengadakan event bulanan Malam Puisi Pekanbaru, dan bergiat di Komunitas Paragraf. CIKIE WAHAB, lahir dan tinggal di Pekanbaru. Bergiat di Komunitas Paragraf. Beberapa karyanya terbit di JawaPos, Riau Pos, Sumut Pos, Majalah Sagang, Story, Radar Banten, dan Indopos. Cerpen dan puisinya terangkum dalam antologi bersama seperti Fragmen Waktu, Robohkan Pagar Ini, Datuk, Bulan Majapahit Mojokerto, Kopi Hujan Pagi, dan Ayat-ayat Selat Sakat (2013). Cerpennya “Kesalahan Angin Selatan” terpilih sebagai cerpen terbaik lomba menulis “Kawabanua, Kalimantan Selatan dalam Cerita.” Buku kumpulan cerpen terbarunya adalah Gaun Sinar Bulan (2012). Lasinta Ari Nendra Wibawa, S.T., lahir di Sukoharjo, 28 Januari 1988. Menulis puisi, cerpen, geguritan, karya ilmiah, reportase, novel, dan esai. Karyanya pernah dimuat di 54 media massa, antara lain Kompas, Horison, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Jawa Pos, Sabana, Sabili, Annida, Indopos, Suara Muhammadiyah, National Geographic Indonesia, Jurnal Puitika, Aneka Yess, Medan Bisnis, Sriwijaya Post, Tanjungpinang Pos, Solopos, Suara Merdeka, Radar Bogor, Bali Pos, Pontianak Post, Banjarmasin Post, Kendari Pos, Jurnal Tanggomo, dan Cenderawasih Pos. Juga dimuat
205
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
dalam sejumlah antologi bersama: Terpenjara di Negeri Sendiri (2013), Diverse (2012), Flows into the Sink into the Gutter (2012), Karena Aku Tak Lahir dari Batu (2011). Pernah meraih juara 1 lomba menulis puisi Palestina (2013) dan mengenang Chairil Anwar (2010), Buku kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Alpha Centauri (Shell, 2012) menjadi referensi di Library of Congress, Cornell University, Michigan, USA. Alumnus mahasiswa Teknik Mesin UNS ini kini bekerja sebagai perekayasa (engineer) di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). RAUDAL TANJUNG BANUA, lahir di Lansano, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 19 Januari 1975. Sekarang menetap di Yogyakarta, mengelola Komunitas Rumahlebah dan Akar Indonesia. Buku puisi terbarunya, Api Bawah Tanah. RIKI UTOMI, alumnus FKIP Prodi. Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Riau. Menggerakkan Wadah Kreatif Cahayapena. Puisi-puisi terangkum dalam antologi Ayat-Ayat Selat Sakat, Munajat Sesayat Doa, Negeri Poci 5, Pertemuan Penyair Serumpun, dll. Sejumlah tulisan dimuat dalam Suara Merdeka, Lampung Post, Banjarmasin Post, Serambi Indonesia, Padang Ekspres, Inilah Koran, Berita Kota Kendari, Sabili, Sagang, Riau Pos, Batam Pos, Haluan Kepri, Koran Riau, Haluan Riau, dll. Tinggal di Selatpanjang.
206
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Fakhrunnas MA Jabbar, lahir di Airtiris, Riau, 18 Januari 1959. Menulis dan mempublikasikan tulisannya berupa puisi, cerpen, esai dan artikel di hampir 100 media yang terbit di Indonesia sejak 1975-sekarang. Telah menerbitkan 5 buku kumpulan puisi (antara lain Airmata Barzanji dan Tanah Airku Melayu), 3 kumpulan cerpen (Jazirah Layeela, Sebatang Ceri di Serambi, dan Ongkak), 2 biografi (Zaini Kunin, Sebutir Mutiara dari Lubuk Bendahara dan Soeman Hs, Bukan Pencuri Anak Perawan) serta 5 buku cerita anak. Buku cerpen Sebatang Ceri di Serambi meraih Buku Pilihan Anugerah Sagang, 2007 sekaligus menjadi nominator Khatulistiwa Literary Award tahun yang sama. Kini berkhidmat sebagai dosen di Universitas Islam Riau. KIKI S ULISTYO, lahir di Kota Ampenan, Lombok, 16 Januari 1978. Buku puisinya berjudul Hikayat Lintah (2014). Seharihari bergiat di Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat. SARTIKA SARI, mahasiswa program studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan. Lahir di Medan pada tanggal 1 Juni 1992. Sejumlah karyanya (Puisi, Cerpen, Artikel, Cerita Anak, Esai) terbit di sejumlah media cetak seperti Waspada, Medan Bisnis, Analisa, Jurnal Medan, Batak Pos, Mimbar Umum, Buletin Jejak, Suara Pembaruan, Riau Pos, Sinar Harapan, Horison dan surat kabar Borneo Kinabalu (Malaysia). Adapun beberapa
207
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
karya lainnya telah termaktub dalam sejumlah antologi. Saat ini bergiat di Komunitas Tanpa Nama, Komunitas Penulis Perempuan Indonesia dan Laboratorium Sastra Medan. DALASARI PERA, lahir di Belawa, Sulawesi Selatan, pada 28 Desember. Alumnus Universitas Negeri Makassar ini adalah salah seorang founder Komunitas Lego-Lego Makassar. Terpilih menjadi peserta undangan Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) VI Jambi 2012. Puisinya “Malam Sebelum Ijab� meraih Juara II pada Lomba Tulis Nusantara 2013. Dimuat di berbagai media massa seperti Jurnal Nasional, Suara Karya, Radar Surabaya, Riau Pos, Harian Fajar Makassar, Bali Post, Majalah Sabana. Termaktub dalam sejumlah antologi; Imazonation-Phantasy Poetica (2010), Kaki Waktu (2011), Sepuluh Kelok di Mouseland (2011), Munajat Sesayat Doa (Pemenang FTD Riau, 2011), Puisi Dwi Bahasa Poetry Diverse (2012), Sauk Seloko (2012), dan Bendera Putih untuk Tuhan (Sagang, 2014). NITA LESTARI, lahir di Bengkalis,16 juni 1998. Sejak masih di bangku SMP, ia telah menggeluti puisi. Nita, adalah salah satu di antara sejumlah penulis berbakat di usia remaja yang bersekolah di SMAN 3 Bengkalis, berkat bimbingan guru yang sastrawan, Musa Ismail. Puisi dan cerpen Nita pernah dimuat di halaman Xpresi Riau Pos dan Bengkalis Pos. Menjuarai lomba menulis puisi pada Helat Seni Bengkalis dan meraih juara I pada iven FLS2N se-kabupaten Bengkalis.
208
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
M. ANTON SULISTYO, lahir di Jember, Jawa Timur. Menulis puisi sejak tahun 1976 di beberapa majalah dan koran di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Beberapa puisinya masuk dalam beberapa antologi puisi bersama, selain dalam beberapa situs sastra on-line. Belum Dalam Lukamu! (2013) adalah kumpulan puisi pertama dan memperoleh Anugerah Buku Puisi Terbaik Festival Hari Puisi 2014 yang diselenggarakan oleh Yayasan Panggung Melayu bekerja sama dengan Harian Indopos dan Yayasan Sagang, di TIM Jakarta. TIHTIAN ASMORO, nama pena Septyan Adi Putra. Lahir pada 8 September 1989 di Semarang. Lulusan SMA Negeri 2 Singingi tahun 2008 ini tinggal di Pekanbaru untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Riau, program studi Agroteknologi. Selain menulis puisi, menonton film adalah kesenangannya sehari-hari. JEFRI AL MALAY, lahir di desa Sejangat, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, 16 Oktober 1979. Telah menerbitkan dua buah buku sajak: Kemana Nak Melenggang (2013) dan Timangtimang Nak Ditimang Sayang (Seligi Press, 2014) meraih buku pilihan Anugerah Sagang 2014. Pernah ditabalkan sebagai Johan Penyair Panggung Asia Tenggara 2011 pada helat Tarung Penyair
209
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Pangung di Tanjung Pinang. Saat ini tengah menyelesaikan studinya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning. RAMOUN APTA, lahir di Muaro Bungo, Jambi, 26 Oktober 1991. Bergiat dalam RKB (Ruang Kerja Budaya), kelompok apresiasi sastra, film dan budaya. Juga aktif dalam LPK (Labor Penulisan Kreatif). Studi di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas, Padang. SOBIRIN ZAINI, kini “ditakdirkan” menetap di kampung tercinta Telukpambang, Bengkalis, bersama Adrik Falah Nafsaka dan S.Q. A’yun. Mendirikan Rumah Buku Pintu Cakrawala (RBPC), sebuah komunitas rumah baca untuk anak-anak di kampungnya. Selain menjadi salah seorang pengurus LAM, kini ia juga aktif bersama kawan-kawan muda dan tetua seperti Tuk Sulahir, Tuk Zainuddin, Tuk Ma’at, Hang Hendika, Heri, Badrul, Roni, Indra, Riko dan lain-lain di kelompok seni musik tradisi “Kompang Melayu Senandung Kuala.” Buku puisinya Balada Orang-orang Senja meraih buku pilihan Anugerah Sagang 2009. ALEX R. NAINGGOLAN, lahir di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku terpublikasi di Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Kompas, Republika, Jurnal Nasional, Jurnal Sajak, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Seputar Indonesia, Berita Harian
210
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Minggu (Singapura), Sabili, Riau Pos, Suara Majalah Sagang Riau, dll. Beberapa karyanya juga termuat dalam sejumlah antologi seperti Elegi Gerimis Pagi (KSI, 2002), Grafitti Imaji (YMS, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (KOMPAS, 2003), La Runduma (CWI & Menpora RI, 2005), Sauk Seloko (PPN VI, Jambi 2012). Bukunya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu (kumpulan cerpen, 2012), Sajak yang Tak Selesai (kumpulan puisi, 2012), Kitab Kemungkinan (kumpulan cerpen, 2012). MAY MOON NASUTION, lahir di Singkuang, Mandailing Natal, Sumatra Utara, 2 Maret 1988. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Islam Riau, semester akhir dan bergiat di Komunitas Paragraf. Sejak di Pekanbaru, ia menulis puisi, esai, dan cerpen. Karya-karya dimuat di Kompas, Koran Tempo, Indopos, Jurnal Nasional, Suara Merdeka, Riau Pos, Waspada, Batam Pos, Medan Bisnis, Haluan Riau, AklamAsi UIR. Juga termaktub dalam antologi Ayat-ayat Selat Sakat (Sagang, 2013), Bendera Putih untuk Tuhan (Sagang, 2014). Dua kali berturut-turut (2013 dan 2014), meraih Juara I Lomba Puisi Tingkat Mahasiswa se-Sumatera yang ditaja oleh FKIP Prodi Bahasa Indonesia UIR. Meraih penghargaan AKLaMASI Award kategori Mahasiswa Penulis Aktif Terbaik 2013 se-UIR. Kini ia sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP IT Al-Ihsan Boarding School Riau. BENI SETIA, lahir di Bandung, 1954. Belajar sastra secara ototodidak. Menulis puisi, cerpen, esei sastra dan sosial-budaya, serta resensi buku. Bukunya yang telah terbit, Legiun Asing: Tiga Kumpulan Sajak (1987),
211
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Dinamika Gerak (1990), Harendong (1996), Babakan (kumpulan puisi, Kiblat, 2010) dan Cerita Singkat dan Tafsir Politik (kumpulan cerpen, FSS, 2010). MARIO F LAWI, lahir di Kupang, 18 Februari 1991. Ia meraih NTT Academia Award 2014 kategori Sastra. Kumpulan puisinya Memoria (2013) dipilih sebagai salah satu Buku Puisi Rekomendasi 2013 oleh Majalah Tempo. Kumpulan puisinya Ekaristi (2014) dinominasikan dalam 10 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2014 dan dipilih sebagai Buku Puisi Terbaik 2014 oleh Majalah Tempo. Ia bergiat di Komunitas Sastra Dusun Flobamora. KARTIKA AMELLIA, lahir di Sawahlunto, 30 April 1990. Tergabung dalam kelompok Teater Rumah Teduh, Unit Kegiatan Seni Universitas Andalas. Sekarang bekerja di Pekanbaru. S UNLIE T HOMAS A LEXANDER menulis cerpen, puisi, esai, kritik sastra, catatan sepakbola, dan ulasan seni rupa di berbagai media dan antologi komunal yang terbit di Indonesia, serta sesekali mengerjakan terjemahan. Ia telah menerbitkan dua buku cerpen, yakni Malam Buta Yin (Gama Media, 2009) dan Istri Muda Dewa Dapur (Ladang Pustaka & Terusan Tua, 2012), serta satu buku puisi dengan judul Sisik Ular Tangga (Halaman Indonesia, 2014). Saat ini ia mengelola penerbit indie, Ladang
212
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Pustaka di Yogyakarta sembari mengerjakan novel pertamanya, Kampung Halaman di Negeri Asing. NERMI ARYA SILABAN, lahir di Pematang Siantar, Medan 17 juli 1987. Menulis puisi dan cerpen. Puisinya pernah dimuat di Kabar Priangan, Pikiran Rakyat, Indopos Jakarta, Riau Pos, juga dalam Antologi bersama “Dari Sragen Memandang Indonesia� (2012) dan Bendera Putih untuk Tuhan (Yayasan Sagang, 2014). K EVIN K HANZA J AELANI , lahir di Ujungbatu, 24 Juni 1995. Seorang penikmat kopi dan musik. Mencintai seni, sastra, dan sepak bola. Sekarang sedang aktif dengan menulis dan bermusik. Kini tinggal di Pekanbaru dan bergiat mengadakan event bulanan Malam Puisi Pekanbaru bersama anak muda pencinta puisi lainnya di kota Pekanbaru. KAMIL DAYASAWA, lahir di Sumenep, 05 Juni 1991. Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya-UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Puisinya termaktub dalam antologi: Estafet (2010), Akar Jejak (2010), Memburu Matahari (2011), Sauk Seloko (2012), Ayat-Ayat Selat Sakat (2013), Bersepeda ke Bulan (2014) dan Bendera Putih untuk Tuhan (2014).
213
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
BUDI HATEES , lahir pada 3 Juni 1972, di Sipirok. Kitab sajaknya adalah Narasi Sunyi (1996). Pernah menjabat sebagai ketua komite sastra Dewan Kesenian Lampung. Kini tinggal di Kota Padangsidempuan, bertani sambil membuka toko souvenir. JULAIHA SEMBIRING, kelahiran Medan, 11 Juni 1993. Saat ini, masih tercatat sebagai Mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Medan. Selain dimuat dalam berbagai antologi puisi, karyanya pernah termuat di berbagai media massa lokal, nasional dan online. DIANA D. TIMORIA, lahir di Waingapu, 4 November 1991. Sejumlah cerpen, dan puisinya pernah di publikasikan di Harian Sinar Harapan, Jurnal Sastra Santarang, Surat Kabar Harian Pos Kupang. Tergabung dalam sejumlah antologi, seperti Kematian Sasando (kumpulan cerpen sastrawan NTT), Voices Breaking Silence (antologi puisi Melawan Kekerasan Seksual), Isis dan Musimmusim (antologi puisi Perempuan Indonesia Timur). A RKITAN D AHHAN , lahir 1992. Menulis puisi juga cerita di sejumlah media. Bermukim di Karang-Yogyakarta, dan tercatat sebagai Mahasiswa Psikologi UP. 45 Yogyakarta.
214
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
S ATYA W IRA W ICAKSANA , lahir di Pekanbaru, 14 November 1994. Seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Riau. Turut menggiatkan Malam Puisi Pekanbaru. Y ONA P RIMADESI , lahir di Padang, 26 Februari. Kini bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Negeri Padang. Menulis puisi, cerpen, dan artikel. Berdomisili di Padang, dan Depok, Jawa Barat. Puisinya terangkum dalam antologi Bendera Putih untuk Tuhan (Yayasan Sagang, 2014) J UMADI Z ANU R OIS , lahir di Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Selain menulis puisi, alumnus Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) jurusan Seni Teater ini, juga memainkan dan menyutradarai beberapa pertunjukan teater. Beberapa sajaknya telah tergabung dalam kumpulan puisi Ayat-ayat Selat Sakat (puisi pilihan Riau Pos, 2013). Kini tinggal di Pekanbaru. HAMDI ALFANSURI, adalah pelajar di SMA Negeri 1 Pekanbaru. Melalui hobinya menulis, ia sering meraih berbagai prestasi, di antaranya Juara 1 Karya Tulis Ilmiah Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum tk. Propinsi Riau (2014), Juara 3 Artikel Aksi Hemat Energi Enervation, Kompas Muda tingkat Nasional (2015), dan Juara 2 penulisan puisi, Bulan Bahasa XII SMAN Plus Riau se-Propinsi Riau. Ia adalah juga peserta Gerakan Indo-
215
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
nesia Menulis (2015) yang ditaja oleh Balai Bahasa Provinsi Riau. BUDHI SETYAWAN, dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah, 9 Agustus 1969. Sehari-hari bekerja di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan di Jakarta. Puisinya dimuat berbagai media massa dan antologi bersama. Saat ini sebagai Ketua Forum Sastra Bekasi. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat. ALVI PUSPITA, lahir di desa Teratak-Kampar, 3 Maret 1988. Kini menjadi dosen di Universitas Lancang Kuning. Karyanya termuat di sejumlah media massa, dan termaktub dalam beberapa antologi bersama yang diterbitkan oleh Yayasan Sagang, seperti Tamsil Syair Api (2008), Ziarah Angin (2009), Riwayat Tanah (2011), dan Ayat-ayat Selat Sakat (2013). GUNAWAN TRI ATMODJO, lahir di Solo pada 1 Mei 1982. Alumnus Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS Surakarta program studi Sastra Indonesia. Puisi dan cerpennya dipublikasikan di Horison, Jawa Pos, Media Indonesia, Indopos, Riau Pos, Suara Merdeka, Femina, Solopos, Minggu Pagi, Cempaka, Majalah Sagang, Majalah Basis, Majalah Kartini, Bali Post, Suara NTB, Koran Merapi, dan sejumlah jurnal kebudayaan. ENDANG SUPRIADI, lahir di Bogo, 1 Agustus 1960. Menulis puisi dan cerpen secara otodidak sejak tahun 1983. karya-
216
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
karyanya dimuat di pelbagai media seperti Suara Karya, Republika, Merdeka, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Nova, Lampung Post, Anita Cemerlang, Singgalang, Kompas, Horison, Suara Pembaruan, Koran Tempo, Jurnal Nasional, Suara Merdeka. Buku puisi tunggalnya Tontonan Dalam Jam (1996), Lumpur di Mulutmu (2010), Meditasi (2013). SYAFRIZAL SAHRUN, lahir di Desa Percut, Deli Serdang, Sumatera Utara, 4 November 1986. Alumni UISU, kini tengah mengikuti PPs di UMN. Tulisannya berupa puisi, resensi, esai sastra pernah dimuat pada koran lokal dan nasional, serta di beberapa majalah, termasuk Horison, Pusat, Story, Basis dan Sagang. Puisinya juga di muat pada beberapa Antologi puisi bersama. Bergiat di komunitas Home Poetry dan Komunitas Insan Sastra Indonesia (Komisi). Bekerja sebagai guru di SMAN 1 Percut Sei Tuan. JASMAN B ANDUL , lahir di Bandul,10 Juni 1984. Beberapa puisi pernah terbit di media mass seperti Riau Pos, Pekanbaru Pos, koran kampus Universitas Riau. Puisinya pernah mendapat juara tanpa peringkat pada sayembara menulis puisi DKR Tahun 2013. Saat ini bertugas sebagai tenaga pengajar di SMAN 2 Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Aktif mengelola Komunitas Gemar Menulis, di kecamatan Tasik Putripuyu.
217
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
DIAN HARTATI, lahir di Bandung pada 13 Desember 1983. Mengelola blog sudutbumi.wordpress.com. Nyalindung merupakan kumpulan puisi stensilannya yang pernah dicetak terbatas dan kini dapat diakses melalui aplikasi wattpad. Selain itu telah menerbitkan Kalender Lunar dan Upacara Bakar Rambut. KINANTHI ANGGRAINI, lahir di Magetan, 17 Januari 1990. Puisinya pernah dimuat di beberapa media massa, dan antologi Bendera Putih untuk Tuhan (Puisi Pilihan Riau Pos, 2014). Juara 1 lomba puisi Gerbang Sastra, Bali (2014). Buku puisi tunggalnya berjudul Mata Elang Biru (2014). Alumnus Pascasarjana Pendidikan Sains UNS ini pernah menjadi model Hijab Moshaict tahun 2011 dan meraih Juara II pada Lomba Tutorial Hijab yang diadakan oleh Koran Bogor 2015. Aktif di Komunitas Bait Petir, Garut, Jawa Barat. KUNNI MASROHANTI, lahir di Bandar Sungai, Siak Sri Indrapura. Selain menulis puisi, ia juga aktif berteater. Setelah sebelumnya aktif berproses di Sanggar Latah Tuah, kini ia menggerakkan komunitas Rumah Sunting. Puisi-puisinya termuat di sejumlah media dan antologi bersama. Buku puisinya yang pertama berjudul Sunting, terpilih sebagai buku terbaik Anugerah Sagang 2011. Kini ia bekerja sebagai jurnalis.
218
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
IMAM BUDIMAN, lahir di Samarinda, Kalimantan Timur. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media lokal dan nasional. Buku kumpulan puisinya; Teriakan Bisu (2012), Perjalanan Seribu Warna (2014). Kini berdomisili di Ciputat, Tangerang Selatan. TUAN G URU H. S YAFRUDDIN S ALEH S AI GERGAJI, kelahiran Sai Gergaji, Inderagiri Selatan, 10 April 1957. Tulisan pertamanya dimuat pada 1973. Sejak 1979 aktif pula berda’wah. Hingga sekarang tetap menulis dan menjadi da’i. Karya sastranya (esai, puisi, dan cerpen) serta tulisan keislaman telah pernah dimuat di berbagai surat kabar dan majalah terbitan Pekanbaru, Padang, Medan, Bandung, dan Jakarta. Antologi puisi tunggalnya Rumah Renta (Yayasan Puisi Nusantara, 1981). Bermastautin di Pekanbaru sejak 1966. AFRYANTHO KEYN, lahir 28 Oktober 1991. Karya cerpen dan puisinya pernah dipublikasikan di koran Timor Express, Jurnal Sastra Santarang, dan Majalah Warta Flobamora. Kini tinggal di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. D ODDI A HMAD F AUJI , dulu menulis namanya dengan Doddi Achmad Fawdzy. Menulis karya sastra (puisi, prosa, esai) sejak 1990-an. Mendirikan Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) di UPI Bandung,
219
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
kini bergiat di Sekolah Kewajaran Bersikap (SKB) di Kota Bandung. Membukukan puisi-puisinya secara partikelir: Poeima (1997), Yth. Nona Yumar (1997), Bukan Ken Arok (1997), dan Aku Cinta Pada-mu, Memor, dan Traktat (2006). A NDESTA H ERLI , lahir dan besar di nagari Tapan, Pesisir Selatan, 1994. Tercatat sebagai mahasiswa tahun kedua di jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas, Padang. Aktif dalam bidang sastra dan teater. Tulisannya berupa cerpen dan puisi, beberapa kali dimuat di media massa koran daerah, seperti Haluan, Singgalang dan Padang Ekspres. NADIA OCTAVIALNI ALI, lahir 15 Oktober 1992. Mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pernah bergiat di komunitas-komunitas sastra di Bandung, dan aktif menulis puisi, cerpen dan ulasan travel, kuliner, sesekali menerjamahkan puisi juga cerpen dan lain-lainnya di berbagai media seperti blog, beberapa buletin dan majalah kampus. H ASMIRUDDIN L AHATIN A ISYAH , lahir di Kampung Koto Simpang Tiga, Talukkuantan, 9 September1948. Puisi-puisinya pernah dimuat antara lain di Harian Suara Karya, Harian Semangat, Haluan, Riau Pos, Riau Mandiri, Majalah
220
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Budaya Sagang, dan Majalah Sastra Menyimak. Sekitar tahun 1969-1974 aktif menyelenggarakan siaran sastra di RRI Pekanbaru. Laut Tanjung Jati adalah kumpulan puisinya yang dalam persiapan terbit. Pensiun dari PNS (Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau) tahun 2004, kini mengelola majalah Puan, kerjasama dengan Humas Setdaprov Riau. F. R IZAL A LIEF , lahir di Gapura Timur, Sumenep. Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep ini menulis puisi dan cerpen serta beberap novel sejak jadi perantau di Yogyakarta. Kumpulan puisi tunggalnya Alief Bandungan (2014). Novelnya yang sudah terbit Gaik Bintang (2015) dan Purnama di Langit Pangabasen (2015). Saat ini tinggal di Madura. TAUFIK IKRAM JAMIL, bermastautin di Pekanbaru, menulis dalam semua genre sastra. Buku puisinya tersebab haku melayu (1995) dan tersebab aku melayu (2005). Segera diluncurkan buku puisinya terbaru tersebab daku melayu dan puisi dalam bahasa asing What Remains and Other Poems (2015). MUGYA SYAHREZA SANTOSA , lahir 3 Mei 1987. Menjabat sebagai Sekertaris Komite Sastra di Dewan Kesenian Cianjur. Menulis puisi sejak duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Buku puisinya yang pertama Hikayat Pemanen Kentang (2011) mendapat penghargaan CSH Poetry Award. Puisinya tersebar surat kabar daerah maupun nasional juga majalah.
221
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
Merampungkan kuliahnya di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI-Bandung). Pernah mengikuti UBUD Writers & Readers Festival di Bali, Majelis Sastera Asian Tenggara (MASTERA) untuk bidang puisi di Anyer Banten pada tahun 2012. Terakhir mengikuti Festival Bienal Sastra Salihara, di Jakarta 2013. RAPINA SEMESTA, lahir di Kebun Tinggi, 5 mei 1993. Mahasiswi Pendidikan Matematika Universita Islam Negeri Suska Pekanbaru ini, selain menulis puisi juga hobi traveling dan mencoba hal-hal Baru. Pernah mendapat Juara 1 lomba menulis cerpen Tingkat SMA. Karyanya pernah dimuat di Xpresi Riau Pos dan Detakpekanbaru.com. Bergiat di COMPETER, Session ke 3. K URNIA H IDAYATI , lahir di Batang, Jawa Tengah, 1 Juni 1992. Pengajar di SMA N 1 Batang ini, tulisannya pernah dimuat di Media Indonesia, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Indopos, Riau Pos, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Banjarmasin Pos, Pos Bali, Bandung Ekspress, Majalah Sastra Kalimas, Minggu Pagi, Haluan Padang, Radar Surabaya, Suara NTB, Solopos, Harian Cakrawala Makassar, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya adalah Senandika Pemantik Api (2015).
222
Kumpulan Puisi Pilihan Riau Pos 2015
ZULMASRI, lahir di Padangpanjang, 11 Januari 1971. Menamatkan S1 Sastra Indonesia di Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang. Saat ini mengajar di SMP 1 Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah. Menulis sajak sejak kuliah hingga sekarang. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media seperti Riau Pos, Singgalang, Haluan, Taruna Baru, dan Suara Merdeka, Dimuat dalam beberapa antologi, seperti Taraju ’93 (1993), Sahayun (1994), Poeitika (1995), Antologi Puisi Indonesia 1997 dan Diverse (Antologi Puisi Dwi-bahasa 120 Penyair Indonesia, dicetak di Indonesia, Amerika Serikat, dan Inggris, 2012)
223