BAGIAN
I Tabrani Rab
Tempias 2004-2006
Amok Melayu
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
i
ii
Tabrani Rab
Tabrani Rab
Tempias 2004-2006
AMOK
MELAYU Tempias 2004-2006: Amok Melayu
iii
iv
Tabrani Rab
Tabrani Rab
Tempias 2004-2006
Amok Melayu
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
v
TEMPIAS 2004-2006: AMOK MELAYU @Tabrani Rab Penulis: Tabrani Rab Pelaksana Penerbitan: Armawi KH Desain Sampul: Tugas Suprianto Visualisasi Isi: Andi SP Ilustrasi Karikatur: Furqon LW (Telah Dimuat di Harian Riau Pos) Gambar Sampul: www.pekanbaru.co.id ISBN 978-602-9137-48-4 Penerbit Yayasan Sagang Komplek Riau Pos Group Jalan HR. Soebrantas, KM 10,5 Pekanbaru, Riau Sanksi pelanggaran pasal 44 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyebarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelaggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
vi
Tabrani Rab
Pengantar Penerbit
T
EMPIAS. Inilah rubrik yang menjadi trade mark Prof. dr. Tabrani Rab pada harian Riau Pos yang terbit pada tiap edisi minggunya. Ingat Tempias pembaca langsung ingat tokoh Riau yang nyentrik ini, walaupun dia menulis dalam berbagai ragam tulisan, mulai dari tulisan ilmiah, opini, ulasan seni, sampai pada menulis puisi. Umur tulisan Tempias ini pun sudah cukup lama, beriringan dengan tahun-tahun awal Harian Riau Pos hingga kini (2013, Red.). Tulisan yang terbit setiap minggu ini sudah terhimpun dalam beberapa buku —yang diterbitkan oleh Riau Institute Culture— yang langsung oleh dikelola Tabrani Rab. Topik yang dibahas din dalam Tempias beragam masalah, dan selalu saja menyangkut hal-hal yang up to date. Mulai masalah sosial dan problem masyarakat kecil, sampai masalah politik, ekonomi, lingkungan hidup dan lain sebagainya. Semua masalah diamatinya dengan cermat, diserapnya, lalu dia tumpah-luahkannya kembali ke dalam Tempias; menjadi sebuah tulisan yang menarik; tajam dan menukik. Mulai dari caranya mendedahkan, mengurai dan mengorak masalah sampai memaparkan dan membentangkan berbagai alternatif solusi yang bisa ditempuh. Banyak hal yang menjadi daya tarik tulisan Tabrani Rab. Utama sekali Tempias. Antaranya, selain memaparkan persoalan langsung dari akar-akarnya sampai pada pemaparan dengan menggunakan bahasa yang menggelitik dan menggelegak. Sangat khas Melayu. Pelik, berat, tajam, malah menggeram. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
vii
Namun apa pun persoalannya selalu diungkainya dengan untaiuntaian kalimat demi kalimat yang berkelakar. Menohok tetapi bercampur mencuil hati pembaca. Hanya saja sudah semakin lanjut usia, Tabrani semakin agak meredup pula daya selorohnya. Namun begitu, semangat menulisnya dalam mengritisi berbagai persoalan dalam msyarakat, tidak pernah luntur. Sempena Anugerah Sastra Sagang 2013, Yayasan Sagang, Pekanbaru, menaja menerbitkan “setimbun” Tempias Trabrani Rab, yang sudah diterbitkan Harian Riau Pos pada edisi minggunya, yaitu yang mulai terbit tahun 2007 sampai 2012. Penerbitan ini berseri, yaitu dibagi dalam tiga jilid. Jilid 1 Tempias berjudul Amok Melayu yang diterbitkan 2004-2006; Jilid 2 berjudul Menuai Hujan adalah Tempias yang diterbitkan tahun 2007-2009; dan jilid 3 berjudul Menepuk Air di Dulang merupakan Tempias yang diterbitkan 2010-2012. Penerbitan tiga judul bersiri buku Tabrani Rab ini diharapkan, paling kurang menjadi bahan dokumentasi, sehingga suatu ketika diperlukan, buah pikiran serta data-data yang terdokumentasi dalam buku-buku ini dapat “diselak” lagi atau menjadi bahan rujukan. Namun begitu, lebih daripada itu, harapan kami, segala buah pikiran yang bernas, pandangan yang berpihak kepada kepentingan orang banyak, serta sikap dan tekad dari Tabrani yang kuat dalam membela daerah dan negerinya dapat menjadi suluh, semangat, teraju dan pedoman bagi pembaca, utama sekali generasi Riau kini dan ke depan. Oleh karena itu, kita sangat berharap, bukubuku ini tersebar luas ke tengah-tengah pembaca, mulai dari orang awam, pelajar-mahasiswa, sampai kepada pejabat atau pengambil kebijakan, serta “orang luar” yang sedang atau akan mulai beraktivitas di Riau dengan berbagai usaha mereka. Sebagaimana dimaklumi, hanya segelintir tokoh-tokoh Riau, yang dari dulu hingga kini yang “lantang bersorak” jauh sampai ke pusat dan ke langit-langit global untuk membela hak-hak orang Riau. Lebih dari itu, Tabrani bukan sekadar bersorak, dia
viii
Tabrani Rab
juga mendedahkan fakta, data, serta segala dampak yang diterima Riau. Mulai dari sumber daya alamnya yang terkuras, kulit bumi yang terkelopak dengan pengeksploitasian hutan rimba. Rakyat dan pribumi yang dimiskinkan terus menerus secara tersistematis sementara “pemburu� —entah itu investor atau oknum-oknum pejabat tangan-tangan kotor, semakin melesat kaya raya. Demikian, sekadar pengantar dari kami. Semoga bermanfaat. Pekanbaru, November 2013
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
ix
x
Tabrani Rab
Daftar Isi Pengantar Penerbit
iii
TEMPIAS 2010 •
Two Men Show
3
•
Apam Riau… Apam Riau… Siape Nak Beli…
7
•
Monyettt... Tolonglah Kami...
12
•
Kelapa di Guntung
16
•
Labbaikalla Humma Labaik
21
•
Perut Gembung, Rakyat Melolong
25
•
Baronti lah Cu
29
•
Abihhh
38
•
Jailangkung
42
•
Pemilu ohh Pemilu
46
•
Belepotan
51
•
Selambeee..
55
•
Bila Kau Seorang Diri
60
•
Mimpi Jadi Caleg...
65
•
Mati Nyali
70
•
Beselemak
75
•
Tempayan Bocooo….
79
•
Menjual Kubur Moyang
83
•
Tersepit Tak Sedap
88
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
xi
•
Tupai
92
•
Pak Ngah Balik
96
•
Terbakar atau Dibakar
101
•
Buku Lintang Pukang
106
•
Pangkat Kopral, Gaji Jenderal
111
•
Bingkai atau Bangkai…
115
•
Pendatang Haram
120
•
Unggg... Ko..rupsi
125
TEMPIAS 2005 •
Tsunami Melantak Riau
133
•
Kutil ...
138
•
Numpang Bengkak di Kampung Halaman
142
•
Banjir, Malaria, Demam Berdarah, Jelebu, he..he…
146
•
Seandainya Saya Jadi Anggota DPRD
151
•
Kau Yang Mulai, Kau Yang Mengakhiri,
156
•
Ohhh..Asap…
156
•
Menyungar
161
•
KORUAK; Korupsi dan Buruak
165
•
Jelebu Oh Jelebu
169
•
Antara CEDEWE dan HC
173
•
Pak Kapolda Tak Usahlah Berjanji
177
•
Kalau Profesi Dokter Sudah Menjadi Mafia
182
•
Dari Termiskin Sampai Terkorup
186
•
Riau Bangkit
190
•
Al Fulus
194
•
Wajah Cabup dan Cakot
198
•
Mansur binti Maskur
202
•
Diundang ke Las Vegas
206
xii
Tabrani Rab
•
Pening
211
•
Patgulipat
216
•
Menampilkan Kebebalan
221
•
Ada Apa Denganmu?
225
•
Mimpi Pilkada
229
•
Katiga I
233
•
Mafioso
237
•
Aljamiatul Korupsiah Siti Rahmah
241
•
Pekanbaru Kota Berkuah
247
•
Kaha dan Laba…
252
•
Penyamun Kayu di Sarang Sakai
256
•
Amok Melayu
260
•
Atan Joloh
264
•
Raja Indragiri dan Tengku Siak
268
•
Masyaallah, Mantan Kapolri Ijazah Palsu
272
•
PT Akal-Akalan
276
•
Orkestra Bandar Duit
281
•
Lempuk Durian
285
•
NyaNyah-NyaNyah Menanglah Dikau
289
•
Nyanyah, Nyanyok, dan Sasau
293
•
Abihhh.....
297
•
Besememeh
301
•
Besungut
305
•
Dari Bekalaha ke Baleho
309
•
Minal Aidin Walfaizin
313
•
Menolak Tuah
318
•
Koang Ngah
323
•
Mak Ngah Munah
327
•
Kemaroookkk.....
332
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
xiii
•
Selenyak-Lenyak Tido
337
•
Muke Bacin
343
•
Pesan untuk Pak Kapolda Baru
348
TEMPIAS 2006 •
Menjemput 2006
355
•
Riau 2020, “Entah Iye Entah Tidak”
360
•
Liau Airline
365
•
Cilog atau Ilog
370
•
Bupati Abi Besok
375
•
Lesap
380
•
Santun? 50 Juta
385
•
Nasib Kampe
389
•
Enggg…..alah, Tudung Periuk
393
•
Mabuukkk…
397
•
Permentu
401
•
Pil Kadal
407
•
Wajah Partai Politik Kita
412
•
Pusat Gatal
416
•
Biar Sakit Gigi, Ohhh….
421
•
Ala Mak Telepon Tak Tebayo
425
•
Batam yang Makin Kelam
429
•
Naik Kereta Api, Tut…tut…tuttt…
433
•
Mala yang Ria
438
•
Kabag atau Kopak
442
•
Ganja di Penjara
447
•
Hak Paten Masakan Bagan
451
•
Kapal Nabi Nuh
456
•
Laksamana Mati di Darat
461
xiv
Tabrani Rab
•
Sudah Kajut Baru Nak Long Sut
466
•
Suscatin
471
•
Angguk-angguk, Geleng-geleng
476
•
Bauk... Bauk...
480
•
Yayasan Ancoa
484
•
Jaksa Mandul
488
•
Penyamun di Sarang Perawan
492
•
Ayam Berbulu Musang
496
•
Hutan Gundul
501
•
Bingungjolog
505
•
Membagi puun… Tak Telap
510
•
Kimteng
515
•
Betul-Betul Bedebah!
520
•
Pengungsi Lapindo
525
•
Pencuri di UNRI
529
•
Ajjamiatul Assapiah
533
•
Kuli Sawit
538
•
Lembaga Kajian atau Lembaga Calo
543
•
Teka-Teki Makin Miskin atau Makin Kaya
547
•
Kadis atau Kudis
551
•
Antri Minyak
555
•
Minyak dan Beras Naik
560
•
Ayam Berbulu Musang
565
•
Lengkung Lengkang
569
•
Sampan Nabi Nuh
573
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
xv
xvi
Tabrani Rab
Tempias 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
1
2
Tabrani Rab
Two Men Show
S
ekali waktu saya pun bertamulah ke kediaman Gubernur. Masya Allah…. bejibun orang yang menunggu. Keesokan harinya saya pun dibawa oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta bertemu Gubernur di tempat yang sama. Orang yang ingin menghadap gubernur dua kali banyaknya dari hari sebelumnya. Saya menggeleng kepala, masya Allah seperti balai lelang. Padahal Gubernur dalam waktu yang sama ada acara lain di ruang hijau. Berbagai berita di Riau Pos saya ikuti yang gubernurnya ke Batam kemudian ke Tembilahan, ke Pasir. Begitu pula wakil gubernur berterbangan ke Batam, Siak. Dan dari berita Riau Pos dinyatakan pula untuk ziarah ke makam keluarga. Lalu setumpuk orang yang menunggu untuk berurusan dengan gubernur berjubel dan betambun. Dalam hati saya dulu waktu Arifin Ahmad menjadi gubernur diapun bertanya kepada saya “Masih ada tamu Tab?”. Belum lagi waktu Soebrantas habis sembahyang subuh saya lebih duluan datang baru datang Lubis sebagai sekwilda. Adalah tamu satu – dua tapi itu ke itu juga. Setahu saya, selama saya tinggal di Riau ini, sejak tahun 1967, baru kali ini pasangan gubernur dan wakil gubernur sibuk seperti “Ongya” atau “Dung Dung Chai”. Bukannya Pak Gubernurnya tidak pandai. Caranya memecahkan suatu masalah sistematis dan tampak menguasai masalah, yang tak tampak dari jabatan yang begitu sibuk masalah
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
3
pembagian kerja. Yang tampak kunjungan ke sini ke sana luntang-lantung bahkan belum lagi jadi gubernur sudah ke Kepri, Bengkalis dan entah kemana lagi. Dan tentu saja pagi petang ke Jakarta. Apa betul yang disibukkan sayapun tak ngerti. Tapi yang tampak bagi saya wakil gubernur dengan stelan baju Melayu hitam didampingi Bupati dan payung serta manggar ditambah dengan tanjak mengingatkan saya pada buku “The Colonialisation of Civilization� alias penjajahan kultural. Orang tak lagi langsung kepada apa yang ingin dikerjakan akan tetapi terikat kepada simbul budaya. Ini bukan perkara kecil. Apalagi kacamatanya hitam, seperti pengantin baru diarak disepanjang jalan di Siak. Kalau beginilah cara gubernur bekerja dan wakilnya mengingatkan kita kembali kepada kejatuhan Malaka pada tahun 1511. Apa kata Ryan dalam Sejarah Semenanjong Tanah Melayu yang diterbitkan oleh Oxford University Press 1962?. “Oleh kerana itu, serangan yang terakhir, apabila serangan itu berlaku pada tanggal 24 Agustus, sangat-lah chepat berjaya-nya, kerana semangat orang-orang yang bertahan telah terbuang bagitu saja. Menjelang petang itu juga kota Melaka sudah ditawan Portugis dan dibiarkan dirampas sachara terator oleh orang-orang d’Albuquerque. Pendudok-pendudok asing diMelaka segera menchapai persetujuan dengan Portugis sabagai balasan izin untok dapat terus berdagang. Orang-orang yang beragama Hindu dari Jawa dan India-lah di-antara orang yang mula-mula menchapai persetujuan itu, kerana sejak mula lagi mereka bukan-lah penyokong pemerintah Melaka yang sunggoh-sunggoh. Sa-benar-nya perlawanan dalam bandar sendiri tidak-lah banyak apabila di-ketahui bahwa Sultan telah melarikan diri ka-selatan dengan pengikut-pengikutnya yang rapat dengan-nya. Portugis mengambil waktu kirakira sa-bulan saja untok menawan Melaka; pertemporan itu 4
Tabrani Rab
menjadi lama dan berlarut-larut kerana kechil-nya angkatan Portugis kalau di-bandingkan dengan besar-nya kota Melaka itu. Penyerang-penyerang itu akhir-nya berjaya kerana dalam sa-panjang perjuangan itu mereka terus-menerus berinisiatip sedangkan pemerintah Melaka hanya bertahan”. Ya… penat. Padahal Portugis telah menyiapkan 16 kapal untuk menyerang Malaka penuh dengan prajurit. Artinya silat Laskar Melayu yang turun dari Seremban tak cukup kuat untuk menahan serangan d’Albuquerque. Sebab yang dihadapi itu organisasi perang Portugis sementara yang bertahan ini silat-menyilat lidah. Akhirnya Sultan Malaka lari ke Johor dan meninggal di Kampar. Ya.. karena tak ada organisasi itu jugalah. Kalau gubernur berangkat maka kantor gubernur sepi, kediaman gubernur pun tak ada orang. Apa kejadian 500 tahun yang lalu masih berulang juga, dimana kita memimpin seperti “one man show”. Yaa… belepuklah. Inilah yang tak nampak pada pemimpin-pemimpin di Riau ini bahkan Indonesia ini. Bagaimana dia mendistribusikan kekuasaan kepada bawahan sehingga pegawai tak lagi membaca koran dan hanya sekedar menunggu perintah Pak gubernur. Sementara gubernur dan wakilnya terbang entah kemana, yang paling banyak tentulah ke Jakarta dan kalau datang macam semut menunggu. Manalah bisa daerah ini maju dengan one man show begini. Pemerintahan zaman kini memang memerlukan pembagian tugas yang jelas, mana tugas gubernur, mana tugas staf, mana tugas wakil gubernur. Ini paling ditengok sebentar ke Kuansing, sebentar ke Siak, sebentar ke Jakarta, yang paling banyak tentulah di Batam. Kita garis bawahi ketika Amerika baru merdeka hanya terdiri dari 13 propinsi dan inilah kali pertama dan kali terakhir gubernur- gubernur di Amerika berkumpul di Washington. Itupun hadir cuma 6 gubernur. Sebab sistem jelas yang mana tugas gubernur, yang mana tugas presiden, yang mana tugas Tempias 2004-2006: Amok Melayu
5
bupati. Ini tidak, sebulan 30 hari pertemuan gubernur nya di Jakarta 60 kali sebulan. Yaa‌. Inilah kenyataannya. Akhirnya macam pisang busuk ketika tentara Malaka ditembak oleh Portugis sebab yang dihadapi adalah organisasi perang. Yang kita harapkan tentulah dari gubernur yang energik dan wawasan yang luas adalah Riau bangkit seperti apam bangkit jugalah. Tapi apa yang dapat diharapkan, hari ini muncul gambar gubernur di Kuansing, besok muncul gambar wakil gubernur di Siak, yaa.. apalagi kalau bukan istilahnya road show. Memang propinsi itu seperti Kremlin juga hanya terdiri dari kantor gubernur, rumah kediaman alias gubernuran dan gedung DPRD akan tetapi anggaran untuk Riau ini hampir 2 triliun. Satu jumlah yang tidak kecil di era otonomi ini. Hanya saja kalau dikelola dengan road show kapan Riau ini bangkit? Yang jelas apam yang bangkit. Selamatlah berkompang dan bergendang serta misi-misi muhibah. Hanya saja onam bulan nya lamanya honey moon antara masyarakat dengan pemimpin yang baru. Sisanya mulailah kritiik-kritik timbul termasuk kritik MUI berangkat ke Beijing sekian puluh orang dan binibini DPRD dengan dipimpin entah oleh nyonya Wagub, akan berpergian ke Australia ditambah dengan uang tolak entah apa pasal 250 juta per kepala maka orangpun mulai muntah. Semoga muntah ini lama-lama lah datangnya sikit. Weeekkkkk...
Riau Pos, 4 Januari 2004
6
Tabrani Rab
Apam Riau… Apam Riau… Siape Nak Beli…
W
aktu saya kecil, saya tinggal dengan kakak dan nenek saya. Kalau sore hari saya menjual kue yu cake “yuuu cake eee… celiap cekak bolui bocaak” (kue yu cake satu 10 sen, tak ada ya mati lah ang), kalau malam berjual tikar pandan anyaman nenek. Kadang-kadang laku, kadang-kadang tidak. Tapi kalau pagi giliran saya dan kakak saya jual kue apam sebelum masuk sekolah. “Apammm… apam…. siape nak belii…” Kadang–kadang supaya lakunya banyak pantun sedikit “Apamm… apam… apam dari dedap, rasenye sedapppp. Apam.. apamm…pakai kelape merah, harganya murahhh…”. Setoran jual apam ini langsung ke nenek. Masih ada lagi tugas lain, jual kacang tojin dan sagunsagun di sekolah. Sama juga “Sagunn… kacang… kacang…, megunn… megun.. dapat uangg..”. Tak juga mau kaya walaupun sudah beragam dijual, menderita juga. Kenapa? Karena orang mau membeli es aseng ketimbang kacang saya di sekolah, dan orang lebih mau membeli nagasari ketimbang apam saya. Kenapa tetap miskin padahal semua dah dijual? Karena yu cake punya Asiong sementara apam dan kacang tojin punya Bu Narmi. Pokoknya berjual sajalah kerja saya, yang kaya orang. Tak disangka, tak dinyana sayapun baliklah ke Riau tahun 1967. Riau ini masih hijau, monyet-monyet dan siamang-siamang sepanjang sungai Siak seperti dulu juga. Pada tahun 1970 jual apam saya ini ditingkatkan lagi oleh gubernur Riau “Hutann
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
7
Riau.. Hutan Riauu..� tentu saja gubernurnya kebagian juga. Mula-mula nama hutannya Arifin Ahmad kemudian bertukar dengan Arara Abadi. Anehnya Arara Abadi ini seperti es aseng juga, naik sementara rekan saya Arifin Ahmad menurunlah dagangnya. Begitu pula sagu Selat Panjang. Apa tidak pasal melalui BPD dilakukan cukai 10 rupiah per kilo. Tentu saja sang toke menekan buruh sehingga buruh yang ketika itu penduduk lokal anak-anaknya mati mencret. Sayapun membuat foto mengenai akibat mengentam 10 rupiah diatas kuda ini. Saya pikir saya dapat pujian, rupanya dapat dampratan karena konon kait mengait dengan asisten II yang kala itu dipegang rekan saya Parlaungan dan KKN lah. Masuk ke hutan Riau, pada tahun 1970 saja hutannya berjumlah 9,6 juta hektar ini telah berganti pemilik menjadi akong-akong oleh karena sepak terjang enkong-engkong yang dikucurkan dana oleh BI dalam bentuk Bantuan Likuilitas Bank Indonesia (BLBI). Tentu saja antara PT. Indah Kiat dan ujung tombaknya PT. Arara Abadi yang merampok tanah ulayat yang dikenal dengan persitiwa Delik, peristiwa dengan masyarakat Perawang, peristiwa Mandiangin dan PT. RAPP dengan peristiwa Kuantan Singingi dengan simbolnya Rasyid mati ditimpa exavator bersama belasan honda. Berapa hutan Riau yang dicaplok oleh berbagai perkebunan dan pabrik kertas ini? 6,6 juta hektar. Rakyatpun terpinggirkan, habislah hutan yang dituai oleh rakyat hanyalah banjir kala hujan dan asap kala panas. Secara periodik ikanpun mati di sungai Siak sehingga lebih dari 3 ribu nelayan tepongking begitu pula di sungaisungai lain di Riau. Seharusnya kalau mau jadi pemimpin di Riau bukan bebas dari penyakit jiwa, tapi bebas dari IPK alias Izin Pemanfaatan Kayu atau Izin Pengapakan Kayu. Sebab ini lebih dahsyat dari 30 S. Dihitung-hitung kini 87,2 persen tanah di Riau tak lagi dimiliki orang Riau tapi orang Jakarta. Sehingga Edi Ruslanpun membuat saja “Akan Berpisah Jua Kita Jakarta�. 8
Tabrani Rab
Azam, 7-13 Desember 1999
Belum lagi habis hutan maka orang-orang Jakarta pun melirik kepada pasir. “Satu setengah juta nyo kami diberi sebulan Ngah, ikan tak dapat lagi, dari mana kami dapat hidup, anak empat, belum lagi mertua tinggal di rumahâ€?. Di Singapura dulu waktu tahun 1967 saya datang dengan Tengku Muhammad, Rivai Rahman, dan Parlauangan, menginaplah kami di Hotel Victoria satu-satunya hotel di Singapura disamping hotel Raes. Rasa-rasanya begitu keluar hotel Victoria ketemulah laut tapi 10 tahun kemudian sayapun menulis pada buku saya Fenomena Melayu “Kalau kita menyayi lagu Indonesia Raya di Singapura maka lebih baiklah menyanyi Indonesia tanah tanah ku sebab semua tanah penimbunan ini dari Indonesia. Sebaliknya kalau kita menyanyi Indonesia Raya di Pulau Nipah, pulau yang sudah tenggelam itu karena dikeruk lebih baik bernyanyi Indonesia air air ku sebab tanahnya sudah habis menimbun Tempias 2004-2006: Amok Melayu
9
Singapura”. Alhasil bilal husal Singapura bertambah 20 persen dari daratannya tentulah Riau kehilangan pula 20 persen dari wilayahnya. Lalu sayapun diwawancara oleh koran Singapura The New Paper (17/1/01). Berapa jumlah tanah air yang dijual? “Sand storm. Professor Tabrani Rab alleged that these places have received illegal sand: Jurong Island, up to 213 million cubic metres, Western Island, 900 million cubic metres, Tuas, 42 million cubic metres, North Eastern Island, 200 million cubic metres, Punggol, 10 million cubic metres, Southern Sentosa, 15 million cubic metres, Pasir Panjang, 150 cubic metres”. Sekali waktu pula izin pasir ini dicabut. Huzrinpun mengajak saya ke Lobam. Nampaklah pasir ini sedang dikeruk, padahal Huzrin menjadi Ketua DPRD. Kamipun berdialog “Siapa punya nih..”. “Equatorial Pak”. “Kan sudah dilarang”, kata Huzrin. “Kami tak tahu do Pak, kami cuma pelaksana saja”, katanya acuh. Dalam perjalanan ini singgah pula kami kepada kelompok masyarakat yang tanahnya diambil untuk pembangunan komplek pariwisata Liem Sie Liong. Penduduk setempatpun menunjukkan kepada saya dan Huzrin sisa-sisa selonsong peluru. Terbayanglah oleh saya ketika saya dengan beberapa mahasiswa UNRI ke Lobam dan melihat pembebasan tanah ini 50 ruupiah per meter yang dipimpin oleh Johan Syarufudin yang sempat juga didatangi oleh Rivai Rahman dengan Helikopter. Rivai mengacungkan kelima jarinya. Kata rakyat setempat gantinya 5 ribu tetapi kata sang pembantu gubernur Johan Syarifudin 5 puluh rupiah per meter. Tak dapatlah saya bayangkan betapa penderitaan rakyat. Nah, kini apam Riau ini akan dijual pula entah dalam bentuk obligasi, entah dalam bentuk pasir, sebab hutan sudah habis yang tinggal hanyalah pasir Kepri. Tak ada ujung tak ada pangkal, air sungai Kamparpun telah di MOU kan di Singapura untuk menakut-nakuti Malaysia supaya tak menaikkan 10
Tabrani Rab
harga air nya. Pokoknya kalau obligasi tak terbayar alamat anggaran Riau mencungkam ke bawah membayar obligasi. Memang maksud besar tenaga kurang. Dulu dikira dengan meninggikan pendidikan kemiskinan ini dapat teratasi. Sudah itu infrastruktur pula untuk menaikkan kehidupan rakyat dengan menjual obligasi. Apa lagi nak dijual? Pulau-pulau kecil. Saya anjurkan pulau Rupat, ahhh kan besar tuhhh. Ah keciklahhhh bila dibandingkan dengan pulau dunie niiiii ….. Seperti apam Riau juga, yang punya yaa… pemimpinlah, rakyatnya begitubegitu juga. “Pak pung Pak Mustafa Pak Dulah di rumahnya, ada tepung ada kelapa ada gula ditengahnya”. Apammm… apam…. Riau…. Riau … siape nak beli….Semakin dijual semakin miskinlahhh rakyat… enggg alah Cik Wah… Hebatlah mike…. Nak bejual Riau. Selamattt para pemimpinnnn… rakyatnya hidup melampin…pin…pin…
Riau Pos, 11 Januari 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
11
Monyettt... Tolonglah Kami...
P
enegakan hukum di Republik tercinta ini penatlah sudah saya. Kalau saya mengadu ke Poltabes yaa menguaplah. Kalau mengadu ke Polda paling sampai tingkat akan diperhatikan. Kalau mengadu ke Kapolri ketika hak-hak saya sebagai anggota DPOD dicomot dan dicopot oleh Menteri Dalam Negeri RI, “Ooooo…. Kita akan cari pasalnya nanti, lebih baik Bapak mengadu ke PTUN, lebih tepat”. Sayapun menghubungi kantor pengacara di Jakarta untuk mengadu ke PTUN. Belum lagi perkara ini digelar sudah dimintanya 30 juta. Itu belum menang karena pemekaran itu berada di DPOD. Ditambah dengan Fatwa Mahkamah Agung, lengkaplah hakhak hukum di Indonesia remuk macam kerupuk. Saya ini suka jugalah berdemonstrasi waktu menumbangkan Soeharto dulu. Macam kiamat nak menegakkan supremasi hukum. Yang nak ditegakkan ini makin bengkok. Hak-hak buruh tak lagi dipandang, yang dipandang hanyalah siapa yang mengasih duit. Pokoknya betul-betul KUHP, Kasih Uang Habis Perkara. Adalah pegawai Industri Pesawat Terbang Nusantara nak diganti rugi sebulan gaji. Tentu tak mungkin. Sementara itu ratusan pegawai-pegawai ini dari Bandung berkemahlah di Ragunan Jakarta berhari-hari. Karena tak tahan lagi merekapun berdemonstrasi bersama monyet di Ragunan. “Monyeett…. Tolonglah kami”. “Hungggg..hunggg, errrr errr”, kata monyet 12
Tabrani Rab
menunjukkan tangannya seolah-olah ingin membantu. Tentulah ini delapan keajaiban dunia. Sebab tujuh dah jelas dah. Yang kedelapan mengadu kepada monyet. Mungkin lebih berhasil ketimbang mengadu kepada polisi. Bagaimana pula di Riau? Di zaman konon republik ini berdasarkan hukum, bukan main payah menegakkan hukum. Selama tahun 2003 tak ada perkara korupsi dooo yang digelar walaupun tumbuh seperti cendawan busuk. Pokoknya baik-baik sajalah antara Pimpro, kontraktor, polisi dan jaksa selesailah sudah semuanya. Tentu saja semua basah. Ambillah misalnya “Lahan warga diserobot berbekal surat sakti” dan bukan sekali dua kali dibakar oleh Sianipar. Dulu ketika saya di Danrem mengadukan masalah ini Pangdam langsung memerintahkan Danrem untuk segera berangkat menangkap Sianipar. Bukannya sekali Sianipar ini membakar lahan warga Dusun Ampaian Rotan seluas 624 hektar milik masyarakat. Dalam penerbangan ke Bagan Sinembah kamipun dielu-elukan oleh masyarakat, ada Danrem, Ketua DPRD Chaidir, dari hak azasi manusia muncul pula Purba, pokoknya lengkaplah sudah. Pulangnya digelarlah rapat Muspida di Gubernuran dipimpin oleh Gubernur Saleh Djasit. Isi rapat tersebut membagi tiga. Pertama, tugas Polda membuat kemah dan memberi perlindungan kepada rakyat, kedua tugas Bupati Rohil dan Gubernur menyiapkan logistik untuk bantuan sementara sementara tugas saya menghubungi Bupati Rokan Hilir untuk mengusahakan sertifikat warga setempat. Saya pikir berakhirlah penderitaan rakyat ini sesudah membakar 20 rumah dan apinya masih nampak ketika kami datang. Satu kali petugas BPN Bagan inipun datang kepada saya “Ngah, lima nya sertifikat prona ini bisa dibikin”. “Apa pasal”, tanya saya. “Bukan disitu lokasi sengketanya Ngah”. Padahal jelas pembakaran yang dilakukan Sianipar ditempat itu. Tak mengertilah saya sementara jumlah KK penduduk paling sedikit 200 KK. Acam mana 5 sertifikat tu yang bisa dibikin. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
13
Yang celakanya lagi yang bernama Rusli Madjid, rumahnya dibangunkan oleh Pemkab Rokan Hilir sesudah rumahnya dibakar pada pembakaran pertama oleh Sianipar. Sayapun membawanya ke Chaidir di gedung Golkar. “Kami benar-benar dizalimi tanpa bisa melawan karena kekuatan oknum aparat dan preman menjadi backing mereka”. Jelas-jelas sudah pakai beking preman, aparat, surat sakti lagi dari Polri, entah iya sakti entah tidak. Yang anehnya mengapa Polri mengeluarkan surat yang begini kalau tidak ada hepeng dibelakangnya. Kemanalah rakyat ini nak mengadu, ke rumput yang bergoyang, taka da tu dooo, ke kambing paling mbekkkk… Lebih baik diitiru pegawa IPTN ke monyet. Mudah-mudahan tahun monyet ini kena kutuk semua aparat yang membeking perampok-perampok tanah rakyat ini. Selang beberapa bulan kemudian warga Ampaian Rotan ini datang pula lagi ke DPRD dengan gedungnya yang baru tampak warga ini didampingi oleh pengacara kondang Kapitra Ampera, pakar hak azasi manusia AB Purba dan saya membawa seorang yang rumahnya dibakar ini kepada Ketua DPRD Riau. Warga yang bernama Nurhaini inipun mengadu “Berbulan-bulan kami merawat tanaman kami dan ketika giliran panen datanglah mereka. Dengan senjata terkokang dan surat dari Mabes itu mereka mengatakan kami pencuri karena kebun sawit itu ada dalam tanah mereka”. Lalu Sianipar inipun digiring ke Polda Riau, kan hebat tu. Diproses, eeee…. Dituntut hanya karena perbuatan tak menyenangkan, bebaslah dia. Anehnya sesudah bebas Sianipar ini balik ke Mabes Polri, dapatlah surat sakti yang bunyinya “Minta Polda Riau dan Polres Rohil diminta menyidik kasus itu”. Tiba-tiba Sianiparpun merampok panen kepala sawit rakyat dan membakar lagi lima rumah. Dalam hati sayapun lebih baiklah mengadu kepada monyet daripada ke DPRD, atau ke polisi sebab nasibnya begini-begini juga meniru karyawan IPTN. 14
Tabrani Rab
Kalau dulu anak yang terbakar langsung mendapat duit dari Saleh Djasit, tampaknya ketika Kapitra Mengadu kepada Gubernur di ruangan Hijau tampaknya Gubernur biasa saja. Sayapun membawa seorang korban ke Ketua DPRD Riau tampaknya tak juga dapat penyelesaian. Hanya nak mencari monyet bukan main susahnya. Bagaimana penyelesaiannya? Tampaknya lagu lama masih dimainkan Masdar sang anggota DPRD dari partai Golkar ini. “Tak usahkan Tim, calung pun dibentuk tak ada gunanya. Sebab hukum dinegara ini bukannya tegak tapi waw dan mungkin juga nun. Ya.. beginilah nasib rakyat. Di negara yang tercinta ini hak-hak rakyat tak lagi diakui. Kalau Walikota hanya punya duit untuk membebaskan tanah rakyat 350 ribu per meter, yaa segitulah adanya. Padahal hidup orang ini sudah 7 keturunan disini, nak Siak III kah, nak Siak VII kah, yang penting kalau ada duit bebaskan tanah rakyat, kalau tak ada duit tunda proyek, kan pembangunan untuk rakyat juga. Di negara dimana hukum memang tak ada maka duitpun menggantikan Allahtaala. Habislah kita ni Pak... Pak...
Riau Pos, 18 Januari 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
15
Kelapa di Guntung
B
aru-baru ini saya ke Guntung diundang oleh masyarakat setempat. Walaupun waktu saya pendek dapat jugalah saya melihat bagaimana kapal keruk membawa pasir ke Singapura seperti kapal armada Amerika. “Pasir disini Ngah memang cantik karena itu walaupun pemerintah melarang ekspor pasir tak ada yang mampu menahannya do Ngah”. “Bisa ndak kita membikin foto lebih dekat ke arah kapal itu”, kata saya. “Kita kena bedal Ngah. Tak telap do Ngah… Muncung meriam tu tuuuu disudut Tanjung tu, terpelanting kita Ngah”. Entah iya entah tidak sayapun tak tahu. Yang jelas konon oknum pelindung memberikan beking pada pasir yang berwarna hitam ini. Pikiran sayapun terbang ketika kunjungan menteri untuk meresmikan kantor Dinas Perikanan di Pekanbaru. Apa tak pasal tiba-tiba sang Menteri buka bicara “Ekspor pasir laut Riau tergantung pada Riau”, kata Menteri lantang. Seperti disambar petir tengah hari apalah Menteri becakap begini. Yang diresmikan ini ikan-mengikan. Tentu kalau tak ada berada masakan tempua bersarang rendah. Lambungan bola inipun mendapat sambutan dari Gubernur dicelah-celah demo mahasiswa “Kita harus rasional dan proporsional”. Sebetulnya kata-kata gubernur ini kurang banyak nal nya. Sebaiknya ditambah duitinal, cukonginal, sponsorsional, ya… segala nal
16
Tabrani Rab
nal yang lain lah. Beberapa hari berselang sayapun mendapat telepon dari hotel Pangeran dari seorang raja ekspor pasir “Pak Tabrani, dimana kita makan siang?”. Tentu saja saya menampik, ini bukan Jakarta, ini negeri Melayu, sayapun menjawab “Kalau nak datang ke rumah silahkan, saya nak datang saya tak ada waktu”. Seperti main bola voley, bola ini dilambung oleh Menteri, ditangkap, disemes ehhhhh yang tekangkang rakyat juga. Memang di zaman ekonomi global ini diperlukan hubungan antara pemerintah dengan perusahaan seperti Singapura misalnya tak ada perusahaan negara yang rugi karena dijalankan oleh pedagang-pedagang profesional dan ada kesadaran disamping gaji pengusaha pemerintah alias toke-toke ini yang tinggi. Hukum juga berlaku sehingga tak heran ketika Menteri Pembangunan Singapura yang bernama Teh Cheang Wan melakukan tindakan korupsi bersama Badan Anti Korupsi. Pada tanggal 15 Desember 1986 Teh membunuh diri dan meninggalkan sebuah surat yang terkenal yang ditujukan untuk Lee “I feel responsible for the occurrence of this unfortunate incident and I feel I should accept full responsibility” (Saya kira saya bertanggungjawab terhadap korupsi ini). Dan Lee tak main-main bertindak kepada orang yang ditugaskan untuk memberantas korupsi yakni Direktur Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), badan inipun lumpuh karena terbukti juga terlibat korupsi. Masing-masing menerima 400 ribu dolar harus menerima hukuman yang sama, mati. Nah, bagaimana dengan kita? Di Guntung Pak Haji Nardi bercerita dengan saya “Dulu kami waktu zaman Habibie, harga kelapa naik luar biasa sehingga saya naik haji dua kali, bikin lagi rumah, anak-anakpun sekolah. Ini selama ada perusahaan Mr. T di Guntung rakyat tidak lagi punya pilihan apalagi dia punya orang datang ke kebun kelapa boleh hutang dulu uang bayar nanti dengan kelapa tapi harga ditekan habis-habisan. Ada kami buka koperasi untuk jual kelapa ke Johor harga lebih Tempias 2004-2006: Amok Melayu
17
tinggi dari Mr. T tetapi ini tidak dapat jalan yang baik Bapak karena dihambat oleh orang-orang tertentu sehingga akhirnya kita terpaksa jual sama itu perusahaan PT. Pulau Sambu�. Dan anehnya Mr. T pun tidak pernah kesini, tinggal di Singapura saja�. Dalam hati saya terbayang hutang Mr. T kepada pemerintah lewat BPPN yang ujung-ujungnya nanti diputihkan juga seperti utang BLBI lainnya, rakyat jugalaahhh yang membayar. Di zaman yang serba modern ini memang pengusaha dan penguasa haruslah sekata. Bahasa ilmiah untuk ini government coorporation. Ambillah misalnya Jepang untuk dapat bersaing dengan Amerika Serikat dan menghasilkan surplus lebih dari 2 miliar US hanya dengan kerjasama antara pemilik modal raksasa, pemerintah Jepang yang diwakili oleh Menteri Perdagangan alias MITI dan peneliti dari Universitas Tokyo yang mengkoordinir lebih dari 200 universitas di Jepang. Hasilnya? Barang yang sekecil mungkin, secanggih mungkin dan semurah mungkin yang menyebabkan Eropa dan Amerika Serikat kelabakan dalam mengatasi defisit perdagangan. Kerjasama antara pemerintah, pihak swasta yang diwakili oleh Jetro alias Japan Trade Organization yang merupakan kombinasi perusahaan-perusahaan raksasa di Jepang seperti Sumitomo, Hitachi, Sanyo, Aiwa, dan entah apa lagi pokoknya dikenal 7 perusahaan raksasa. Bermain dengan penemuanpenemuan baru universitas dalam bersaing dengan luar negeri dengan tema “Ekspor atau Mati�. Nah, bagaimana kita disini? Duit diambil konglomerat dari Bank Indonesia yang disebut dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Berapa besarnya? 136 triliun. Atas duit 136 triliun ini dibabatlah segala kekayaan negeri ini termasuk kelapa di Guntung. Untunglah sio nya sio kantau alias untung terus. Nah, siapa yang rugi? Rahayat. Sebab perdagangannya cendrung monopoli. Ambillah misalnya di Tembilahan, dulu harga kelapa 1.000 sebutir. Ketika Habibie menjadi 1.500. 18
Tabrani Rab
Riau Mandiri, 14 Maret 2002
“Banyaklah kami yang naik haji Pak”, kata Haji Syamsudin dari kampung Benteng. “Tapi selama monopoli ini suap pun tak sampai ke mulut sebab harga bungkil hanya sampai kesiku”. Kampung Benteng yang dikenal dengan Pahlawan Tengku Sulung dulu kaya raya dan melawan Belanda dengan meriam lagi sekarang batang kelapa pun bengkok. “Kami harus pindah Pak dari sini, tak bisa lagi hidup dengan kelapa”. Sebagian mereka ada yang pindah ke tepi sungai. Sehingga ketika saya ketemu dengan beberapa teman dari Reteh saya tunjukkan di Pasir Panjang Singapura 3 gunung kayu bakau yang diangkut dari Indragiri Hilir. “Kerja kami ya menjual kayu lah”. Sambil mengerling bahwa tepi sungai Indragiri penuh dengan enceng gondok ke hulu dan ke hilir yang menandakan polusi di sungai ini memang tak dapat lagi ditoleransi. Jumat yang lalu pelantikan Bupati Indragiri Hilir. “Habis Jumat Pak”, kata telepon dari sana. Rasanya di Indragiri Hilir Tempias 2004-2006: Amok Melayu
19
nafas kemiskinan terasa dimana saja. Konsensi hutan entah hulu entah hilir sama saja makin dikuasai asing. Yang tinggal pemiskinan rakyat. “Kemanalah Pak kami nak mengadu, pasang tak lagi naik air ke hulu, kelapa kamipun sudah tuatua, air laut sudah masuk ke akar-akar kelapa, orang Pekanbaru lebih suka kelapa orang Padang ketimbang kelapa Tembilahan sebab isinya memang lisutâ€?. Betullah program propinsi ini untuk mengatasi kemiskinan entah melalui pendidikan, entah melalui infrastruktur, yang jelas kampung Benteng yang menjadi simbul kegagahan Tengku Sulung kini penduduknya pindah dan loyo ke pinggiran sungai menebang kayu bakau untuk diangkut ke Singapura. Kemiskinan makin menimpanimpa sementara pidato mengatasi kemiskinan baru sampai di bibir engggg .. alaah Pak, apalah buktinya‌. Mengadulah kami pada monyet di tahun monyet Gong Xi Fat Chai.
Riau Pos, 25 Januari 2004
20
Tabrani Rab
Labbaikalla Humma Labaik
E
ntah bayangan Mak, nenek, dan famili yang naik haji bersama saya. Malam itu sayapun tertidur. Entah bagaimana mimpilah saya menjadi khatib. “Barakallahulakum filkuranulkarim� lalu sayapun melanjutkan kutbah ; Sesungguhnya manusia itu hanyalah debu, dan Allah yang maha besar tidaklah memerlukan sesuatu dari manusia. Dengan berpegang pada tali Allah manusiapun selamat pada jalan Tuhan. Nabi bersabda; Dalam hal-hal yang paling penting dalam hidup itu, janganlah berbohong, sebab bohong itu betullah yang membawa malapetaka bagi manusia. Bahwa manusia telah menjalankan sumpah tidak akan menerima hadiah apapun, dari siapapun yang dianggap berhubungan dengan jabatan. Dan sumpah ini diucapkan dengan nama Allah. Nah, muksara dan muslimin yang saya muliakan. Bagaimanalah jadinya orang yang ingin mencalonkan dirinya sebagai wakil rakyat ternyata ijazahnya palsu. Bahkan tak sedikit pula yang sudah menjalankan roda pengawasan terhadap pemerintah berijazah palsu. Di dunia dimana penegakan hukum loyo dan Pak penegak hukum sibuk dengan berhitunghitung duit pengamanan pemilu, entah macam mana cara hitung-menghitungnya namun tak ada juga kasus dari ijazah palsu ini ke pengadilan. Apalah artinya sebuah sumpah dan akibatnya kalau Tuhan menurunkan balanya kepada suatu
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
21
bangsa maka yang baik-baikpun tak luput. Terjadilah penjualan apam di Batam, penjualan pasir yang tak tanggung-tanggung, studi tak layaknyapun dibuat oleh lembaga yang bernama universitas Riau. Di zaman dimana universitas ini berubah menjadi pemangsa alias predator maka bagian Sospol pun membuka jurusan pariwisata sehingga matilah dan innalillah Engku Putri Hamidah. Kenapalah ya Allah engkau perpanjang umur sang rektor yang jelas-jelas membunuh sektor swasta yang tidak sedikit sahamnya untuk kemajuan bangsa ini. Baru pula yayasan saya mendapat izin untuk membuka Akademi Farmasi maka universitas negeri inipun sebagai predator membuka pula akademi farmasi dan sekolah tinggi farmasi padahal kedua lembaga ini bukannya kepunyaan universitas negeri tapi punya yayasan Universitas Riau yang notabene mengisi kantong oknum-oknum di UNRI juga. Bagaimanalah dwi fungsi ini dapat didirikan sementara sektor pendidikan swasta mati. Bukankah ini namanya lamak waang surang saja. Apalah yang terjadi pada negeri Riau ini mulai dari ekspor pasir diatur oleh universitas sampai dewan zakar ehhh salah dewan pakar. Mengapalah mahasiswa UNRI ini telah mati suri sementara sang pemimpinnya menzalimi sektor-sektor swasta dan merancang menjual tanah air. Dulu sang dekan Fakultas Ekonomi diberhentikan atas tuduhan berbini dua padahal yang berbini dua ini setambun lahak di DPRD Riau. Bahkan petinggi DPRD Riau ada pula memperbinikan orang yang belum bercerai dengan lakinya. Sebab lembaga perceraian diakui di negara ini hanyalah melalui Pengadilan Agama dan bukanlah surat sekeping sementara perkawinan yang disahkan adalah melalui Kantor Urusan Agama dan bukan pula dibawah paha ehhh salah dibawah tangan. Sayapun melanjutkan kutbah lagi. Muksara dan muslimin, janganlah kita menjadi golongan yang dikutuk Tuhan sebab tak bisa membedakan antara keluarga dan hak-hak sebagaimana 22
Tabrani Rab
yang kau ajarkan dalam kisah Nabi Nuh yang tak dapat menyelamatkan istri dan anaknya, kisah Ibrahim Bapak nabinabi yang tak dapat menyelamatkan ayahnya, nabi Muhammad yang tak bisa memimpin pamannya Abu Lahab bahwa Allah tidak suka KKN tapi Allah menghendaki pembelaan terhadap orang yang lemah. Seruan Allah ini disadari betul oleh anggotaanggota DPRD yang lalu hanya saja rumahnya sebesar lapangan bola di Tangkerang sana, ada pula yang mencantumkan nama bininya didepan rumah, yaa Allah kutuklah orang-orang yang begini sementara banjir memasuki hidung rakyatnya dan dikorupsinya pula dana mobil pemadam kebakaran. Sesuai dengan janjimu ya Allah bahwa mereka ini para munafikun dan sebagaimana akhir dari kehidupan adalah kematian maka di lubang kubur yang menganga, azablah mereka ini sesuai dengan janjimu. Ada pula anggota DPRD yang bininya sampai lima. Kalau ditanyakan kepada anggota Fraksinya “Ooo itu urusan pribadinya, kami tak ikut�, padahal engkau menyerukan pada manusia untuk saling menasehati. Pada ujung-ujung ini ada pula tingkah laku bursa mafia yang mencari-cari kesalahan-kesalahan orang. Lalu diminta balas jasa supaya perkaranya dapat didamaikan. Padahal engkau ya Allah menggariskan Alfurqan pembeda antara yang hak dan batil dan keduanya tak dapat didamaikan. Telah engkau ajarkan kepada kami tidak boleh KKN sebagaimana istri nabi Nuh yang engkau sesatkan dan sebagaimana istri Firaun Asiah yang engkau janjikan surga. Akan tetapi setelah engkau berikan kami rezeki di era otonomi ini maka kami lupa kepada rakyat yang menderita dan kami tambah bini kami dengan kesenangan kami, kami perbesar rumah kami sebesar lapangan bola sementara yang tinggal hanya berdua dengan menggeletekgeletek dalam ketuaan. Kami menyadari sedikit lagi, 1 kali 2 meter menunggu kami dan kami akan ditanya kemana uang rakyat kami belanjakan. Maka selamatkanlah kami ya Tuhan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
23
dari kutukanMu sebab engkau telah mengirimkan flu burung dari langit dan madecow alias sapi gila dan mungkin sikit lagi kamipun menjadi orang-orang yang gila, mabuk oleh karena harta yang seharusnya menjadi hak rakyat tapi kami angkut ke dapur-dapur rumah kami. Hilanglah perasaan malu kami untuk mencantumkan bahwa rumah ini milik saya dan istri saya yang sesungguhnya saya dapatkan dari hasil korupsi saya. Labbaikalla humma labaik, la syarika laka labaik, kami datang memenuhi undanganMu ya Allah dan mungkin juga dengan uang korupsi dan kolusi. Namun satu hal yang tak dapat kami pungkiri la syarika laka labaik, kami telah menserikatkan Engkau ya Tuhan dengan duit sehingga duit ini seolah-olah menjadikan Tuhan kami di dunia. Sesungguhnya Engkau maha adil dan tidak akan mengampuni dosa-dosa korupsi dan kolusi kami sekalipun kami gunakan untuk sumbangan mesjid dan naik haji. Allahu akbar Allahuakbar walillahilham. Semoga jemaah haji yang menunaikan haji menjadi haji yang mabrur dan ingatkanlah kami selalu pada pintu kubur, supaya antara hak dan batil tidak berbaur‌burr..burr‌ Tiba-tiba saya terbangun dari mimpi, astagfirulahalazim, betapa geramnya saya dengan koruptor-koruptor dan mata masyarakat tak bisa dibohongi bahwa ada bini yang tak sah di rumah dinas yang dibeli dengan uang rakyat.
Riau Pos, 2 Februari 2004
24
Tabrani Rab
Perut Gembung, Rakyat Melolong
M
asih dalam suasana Idul Adha ini sayapun diminta mahasiswa UNRI mendamping Nurhidayat, Presiden PKS mengenai banyaknya politisi busuk. Sayapun selaku mantan Presiden Riau Merdeka membentangkan ceramah disam-ping Presiden PKS. Maka bertanyalah mahasiswa kepada saya, “Apa pasal banyak politikus busuk sekarang ni Pak?”. Karena Partai Keadilan Sejahtera ini saya ikut mendeklarasikan dan kerja saya sekarang ini mengaji saja karena takut mati maka ingatlah saya kepada Firman Allah “Sesungguhnya sudah menjadi sifat bagi manusia dizaman kesempitan mereka memohon kepada Allah, dizaman kelapangan diberikan karunia oleh Allah maka merekapun membelakangi Allah”. Ingatlah kisah Samiri sesudah Bani Israel ditolong oleh Allah menyeberangi laut merah dari kejaran Firaun sebentar saja Musa meninggalkan Harun dan Bani Israel maka mereka balik menyembah sang anak lembu emas. Jadi jelaslah dizaman ada kelapangan orang lupa mengingat Allah. Dan contoh inipun diberikan Rasulullah, ketika dalam perang Badar kaum muslimin jauh lebih kecil untuk mengalahkan kaum musrik. Nabipun bersabda “Masih ada perang yang lebih besar yang kita hadapi, yakni perang menghadapi hawa nafsu”. Maka kritik sayapun saya sampaikan pada partai PKS ketika partai ini dipegang oleh Nurmahmudi dan melantunkan keIslaman yang tebal, sayapun
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
25
menjadi pemilih partai ini, akan tetapi ketika menjadi Menteri Kehutanan tersandung oleh skandal HPH maka figur partai inipun merosot ke bawah. Pak Nur Hidayat selaku Presiden Partai Keadilan Sejahtera saat ini yang pernah pula menjadi imam sembahyang Jumat di Jakarta hanya menganggukkan kepala. Tidak dapat dinafikan bahwa harta yang diberikan oleh Allah ketika manusia keluar dari kesempitan merubah tingkah laku manusia itu sendiri menjadi congak dan congkak. Lalu sang mahasiswapun balik bertanya kepada saya “Kalau gitu apa guna kita Pemilihan Umum ini Ngah kalau memang keadaan yang serba basah menyebabkan orang baik-baik menjadi busuk macam nangka busuk�. Sayapun menerangkan bahwa memang didalam aliran ilmu jiwapun terdapat dua aliran yang sangat bertentangan. Yang pertama yang menyatakan bahwa sifat politikus busuk ini memang dari sono-sononya dah busuk melantung bau belacan Bagan. Teori ini disebut juga dengan teori Freud yang menyebabkan timbulnya rasis di Eropa yang menyatakan kulit putih lebih hebat dari kulit berwarna dan kulit hitam. Artinya kulit hitam ini busuknya melantung entah beberapa puluh keturunan. Tentu saja teori ini bolehboleh saja. Lalu timbul pula seorang ahli fisiolog yang lain yang namanya Pavlov. Apa katanya? Sebetulnya wakil rakyat ini sebelum menjabat seperti kertas putih, cantik-cantik semua dan meng-aminkanyapun kuat-kuat. Tapi ketika proyek bermilyarmilyar tercurah maka mulailah dia menjadi penyembah Samiri dan menjadi syirik karena Tuhannya berubah dari Allah SAW kepada fulus. Sedangkan Harun ditinggalkan Musa sebentar pengikutnya sudah menjadi penyembah Samiri apalagi bertahun-tahun menjadi wakil rakyat dengan segala duit kancing baju dan celana kolorpun dibayar oleh uang rakyat maka tentu sajalah fulus dan Samiri ini menjadi sembahnya. Yang tadinya rendah hati, sesudah mendapat gaji tinggi ditambah dengan fasilitas hantu-belau menjadi engkek. Memalsukan ijazahpun jadi juga pokoknya dengan segala cara. Belum lagi panen kecil 26
Tabrani Rab
berupa LPJ dan panen besar berupa pemilihan kepala daerah. Pokoknya segala bentuk hantu belau dimasukkan kedalam anggaran dan pasang lagi kuda-kuda dengan kontaktor, begitu proyek dapat banjir duit. Bagaimana pula tak menjadi politisi busuk. Sayapun menerangkan dengan mahasiswa ini ketika saya berkunjung ke laboratrium Pavlov di Moscow nampaklah saya sederetan percobaan yang dilakukan Pavlov. Pertama diberinya anjing makanan lalu diukurnya getah lambung melalui pipa yang dipasang ke lambung. Sesudah itu dibunyikannya pula lonceng tiap mengasih makan. Apa yang terjadi? Si anjing ini tak bisa lagi membedakan yang mana makanan. Artinya getah lambung ini sebanyak itu juga. Diganti pula oleh Pavlov lonceng ini dengan lampu berwarna merah eee… hasilnya sama juga. Apa kesimpulan Pavlov? Calon wakil rakyat ini seperti kertas putih, tak berdosa dooo. Tetapi sesudah nampak duit tiga sumpit maka hilanglah kontrol nak duit haram, nak duit halal, nak lampu merah nak hijau, nak lonceng, sah-sah saja untuk melantung duit sebanyak-banyaknya. Artinya segala cara dan usaha dicari yang penting pitih masuak. Nah, bagaimana kalau duit sudah banyak? Maka bandulpun berhembus dari Pavlov ke Freud. Dalam bukunya On Sexuality yang ditulis oleh Freud “Tujuan manusia itu tidak berbeda dengan hewan yakni mempertahankan hidup dengan makan tetapi yang selanjutnya mempertahankan spesiesnya”. Teori iniupun diperkuat oleh Darwin dengan bukunya Survival of the Fittes atau hanya jenis yang dapat mempertahankan terhadap alamlah yang terus dapat hidup. Kebetulan pula letak barang ini sejengkal diatas pusat yang disebut lambung dan sejengkal dibawah pusat yang disebut kelempong…pong… pong… Bahkan Freud berani menyatakan baik wakil rakyat ataupun tidak dorongan yang ada dari dalam hanya libido alias dorongan seksual. Tujuannya untuk mempertahankan keturunan. Hanya saja kebetulan dalam libido ini terkandung pula lomak. Lalu siapa yang mengawasi? Apakah pemenuhan nafsu ini tidak Tempias 2004-2006: Amok Melayu
27
terbatas? Balik Freud ini bilang “Ooooo ada yaitu masyarakat yang disebutnya dengan LSM dan mahasiswa, ehh salah super ego”. Didalam super ego inilah masih menurut Freud harusnya terdapat unsur agama sebagaimana dikatakan Nabi “Musuh yang paling besar adalah nafsu lawamah alias nafsu pemuasan seksual dan rumah sebesar lapangan bola”. Saya masih meneruskan ceramah saya dengan mahasiswa. Nah, saudara-saudara seorang pendiri sosiolog, Isodore Auguste Marie Francois Xavier Comte yang hidup antara tahun 1798 – 1857. Apa katanya? Apabila hukum agama dijadikan hukum positif maka hasilnya adalah fiktif dan begitu pula nasib hukum adat bila dijadikan hukum positif hasilnya adalah abstrak. Artinya doa dan upah-upah nasi kunyit tak bisa memberantas korupsi bahkan dapat membenarkan korupsi. Jadi artinya baik agama maupun adat istiadat tidaklah banyak menolong dalam mencegah membusuknya para politisi ini. Yang dapat mencegah hanyalah ditakik kepalanya kalau dia korupsi. Tapi di negara yang tercinta ini tak usahkan untuk menakik kepala politisi busuk, untuk memanggilnya saja harus melalui izin dari malaikat maut sehingga apa yang disebut dengan kesamaan dalam hukum menjadi keistimewaan hukum bagi wakil-wakil rakyat yang busuk ini. Sayapun menutup ceramah saya ini dengan ucapan selamat menempuh Pemilu, selamatlah diperiksa di rumah sakit jiwa, siapapun yang anda pilih lebih baik anda cium dulu kalau anda belum pernah menciumnya maka nyanyikanlah lagu “The First Time, I Kiss your Lips” dan kalau perlu “The First Time, I rogoh kantong you”. Mula-mula dilantik kantong bolong sebab habis membayar rumah sakit jiwa dan memeriksa kesehatan dan sesudah jadi wakil rakyat perut gembung dan rakyatpun melolong, tolooongggggg… Riau Pos, 8 Februari 2004
28
Tabrani Rab
Baronti lah Cu
"
H
et lola la kutang barendo, tampuruang sayak babulu, kadang-kadang hatiden ibo, takonang maso dahulu, kok dodak katokan dodak, ndak deyen tatampi-tampi, kok tak codak katokan tak codak, copek-copeklah baronti bupati”. Ibarat salah lelang, dilelang-lelang tapiliah lah bupati maka Kamparpun kiamatlah. Waktu dulu ada mahasiswa namanya Abu Nazar, bukan Abu Nawas. Mahasiswa ini menghadap bupati sedangkan bupati sedang menerima tamu petinggi-petinggi dari pusat, katanya beraudiensi. Abu Nazar memberikan secarik koran kepada bupati. “Colik ko, banyak rakyat Kampar ko masih miskin aaa”. Tak disangka tak dinyana didepan tamu ini bupati tibatiba berdiri seperti preman memegang krah baju Abu Nazar dan mengangkatnya lalu menghardik “Bagaimana seandainya ayah waang didemo, jan demo lai, kalau ayah waang tak suko didemo, jan mandemo”. Rupanya penghinaan terhadap Abu Nazar ini tak berhenti setakat itu saja. IAIN pun mulai bergolak dan demopun terjadi di Bangkinang, gambar bupati sebesar gambar Mou Ce Thung hilang. Ketika saya dari Padang menuju ke Pekanbaru maka dari jauh tampaklah Perang Bangkin alias perang Bangkinang. “Pasukan disiapkan, tembaaakkkk”. Treng... ten... teng...
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
29
teng teng... Pasukan mariner Ocu deyen inipun lewat danau PLTA Koto Panjang mulai mendarat. Jembatan Rantau Berangin yang sudah diledakkan tidak mengurangi mariner Ocu deyen Koto Panjang untuk masuk ke Rantau Berangin, terus ke Kuoookkk. Dipinggir jalan tampaknya Brigade 132 tercengang-cengang dan tercelongeh-celongeh saja. Pasukan ini dipimpin oleh tokoh kharisma mahasiswa IAIN, Mizar dan dibelakangnya tampak HM. Amin HS tokoh kharismatik, teman saya dulu di PPP waktu orde baru memihak Golkar sebagai penambur perang. “Treng... teng... teng... treng teng..” Di Bangkinang pasukan lawan tidak pula ketinggalan. Pasukan jihad bertahan menggunakan ikat kepala dengan dua kalimat syahadat sepanjang jalan Bangkinang, dan terkonsentrasi di Pramuka diseputar kantor Bupati. Maklumlah perang antara 200 ribu penduduk Kampar melawan 300 ribu pasukan jihad Jefri Noer sebentar lagi akan bersimbah darah dengan 200 ribu pasukan dibawah tokoh kharismatik HM Amin HS. Dari kejauhan tampak Jefri Noer yang sudah berpengalaman bergerilya di hutan dengan kayu menunggang kuda putih. Disebelah kanannya peniup terompet dan tampak pula bendera laskar jihad Bangkin alias Bangkinang. “Tet tet.. tre tet...tet tret tre... teett...”, bunyi terompetnya. “Pasukan disiapkan grakkk”. Tapi karena laskar jihad ini pakai kain sarung, maka kain sarung inipun sebagian terburai, tampaklah senjata waw menambah serunya perang yang sebentar lagi terjadi antara 200 ribu pasukan Amin lawan 300 ribu pasukan Jefri. Masing-masing membawa dua senjata, senjata masing-masing (tau la tu) dan perang lading. Yang lebih hebatnya lagi dari perang Napoleon, didepan terdapat beratus pasukan becak dengan 5 kg beras. “Majuuuuu, treng..teng... treng...teng”, bunyi lonceng becak ditambah dengan knalpot “kraung...kraungg”. Ketidaksukaan masyarakat Bangkinang terhadap bupati ini masih berulang. Kebetulan Raya Idul Fitri saya di Bangkinang. 30
Tabrani Rab
Sembahyanglah saya di mesjid Al-Ikhsan. Kebetulan yang menjadi khatib bupati Jefri Noer. “Barakallahullakum alquranulkarim” kata sang khatib ketika naik mimbar. Apa yang terjadi? Sekalipun khutbah itu termasuk kedalam rukun Ied yang mendengar khutbah ini mulai meninggalkan mesjid sehingga kosong melompong kecuali kepala dinas yang konon diangkat melalui sembahyang Istiqarah. Padahal orang Kampar ini tahu betul di hari baik bulan baik ini saling memaafkan dan saling memakan lomang. Tapi bagaimanalah muak susah sampai ke perut. Peristiwa tacokiak Nazar berulang pula kembali ketika Bupati mengumpulkan guru-guru se Kampar. Adalah seorang guru namanya Abdul Latif. Abdul Latif ini kepala sekolah SMU 1 Air Tiris. Tiba-tiba diusir oleh Jefri karena tak mendengarkan dia sedang pidato. “Bukannya saya mengusir tapi menyuruh keluar”, bagaimanalah kalimatnya ini, yo pesong bana ko. Lalu ditambahkannya lagi “Jabatan bupati Kampar ini merupakan titipan dari Allah SWT, jadi semuanya kita serahkan saja pada Yang Maha Kuasa. Sebab dari dialah semuanya jabatan itu saya dapat”. Jadi artinya kalau mau memberhentikan Bupati ini disuruhlah dulu dia menghadap Allah SWT. Tentu saja melalui malaikat Jibril sang bupati ini berkeinginan untuk melakukan Mi’raj untuk menanyakan “Lai buliah ambo jadi bupati lai”. Akibatnya terjadilah demonstrasi besar-besaran. Diperkirakan antara 30 ribu siswa dan 5 ribu guru se-kabupaten Kampar dan DPRDnyapun tak tanggung-tanggung untuk menggunakan hak interplasi. Apa kata koran Media Indonesia? “Terhitung esok (Jumat) bupati Kampar Jefri Noer dipanggil untuk mempertanggungjawabkan tuduhan tersebut”. Demonstrasi ini tak berhenti disitu saja. “Pada hari Kamis pukul 09.00, sekitar 100.000 orang melakukan long march di jalan Ahmad Yani menuju gedung DPRD. Tetapi baru menempuh Tempias 2004-2006: Amok Melayu
31
separuh jalan, para pengunjuk rasa dihadang oleh blokade aparat dari Polres Kampar dan Brimob Polda Riau. Bentrokan tidak terhindarkan ketika seorang pemuda melemparkan batu ke arah petugas. Sedikitnya 14 orang pengunjuk rasa, 10 diantaranya siswa cedera, akibat gas air mata, serta hantaman popor senjata petugas. Para korban sebagian besar menderita luka pada bagian bibir, dada dan punggung. Sedangkan sepuluh guru dan siswa ditahan untuk menjalani pemeriksaan di Polres Kampar. Mereka dituduh sebagai penggerak unjuk rasa tersebut”. Baapo kok kojam bona pak polisi, kan budakbudak ketek ko nyo. Apa yang sebetulnya terjadi di Kampar? Ya, yang seperti dinyayikan orang Kamparlah “Salah pilioh… salah pilioh. Lah tapilioh ughang …”. Sayapun menelepon DPRD Kampar. “Ayo salah lelang Pak, talelang awak bangkaruang”. Sebenarnya berhenti tidaknya Bupati bukan lagi tergantung pada undang-undang atau pada peraturan pemerintah. Tapi mau tidak Mendagri yang mengatasnamakan Presiden memberhentikan bupati yang sudah terkelepok ini. Sekalipun sudah dipecat oleh DPRD, kalau Menteri Dalam Negeri tak mau meneken, sementara polisi menganggap ijazahnya di SP3 kan saja, biarpun puluhan pelajar terkelepai kena pelasah apa yang nak dibuat. Ya berulanglah lagu “Het lola la kutang barendo, tampuruang sayak babulu, kadang-kadang hatiden ibo, takonang maso dahulu, kok dodak katokan dodak, ndak deyen tatampi-tampi, kok tak codak katokan tak codak, copekcopeklah baronti bupati”. Ndak dapek jo manajemen qalbu dooo.. nan jaleh hati rakyat lah kobu, engggg … alah.
Riau Pos, 15 Februari 2004
32
Tabrani Rab
Pulau Nipah (Dah Tenggelam Baru Ditinjau)
D
ah habis tenggelam dah Buluh Nipah tu, kalau pasang dah tak nampak. Baru ditinjau oleh Megawati. Bahkan nak direklamasi lagi alias ditimbun. Berapa biayanya? 100 milyar. Lalu konon akan dibangun pariwisata disini. Lah habis pulau ini dijual baru nak ditimbun. Kalau bisa tentu saja dari tanah yang dulu dijual ke Singapura sebab Singapura sudah bertambah luasnya 20 persen dipelantak oleh kontraktor-kontraktor pasir, ini baru namanya dagang ala Indonesia. Asal jangan dibangun saja judi di Pulau Nipah tu, aman. Nah, darimana biaya sebesar ini? Konon dari APBN dan APBD. Puluhan pulau-pulau yang mesti diselamatkan lagi. Sampai ke pulau Sekatung di Ranai, berapa pula biayanya? Apa kata BG Lee? Singapura memahami perasaan Indonesia akan tetapi Singapura terus juga membeli pasir dari kontraktor Korea dan Belanda. Kemana lagi mereka mengambil tanah kalau bukan di Kepulauan Riau. Bila anda memasuki Johor jangan heran melihat bukit-bukit pasir yang diangkut dari Kepulauan Riau, padahal Malaysia dah malu menjual pasir. Tak ketinggalan lapangan terbang Cangi di Singapura diperluas dengan pasir dari Indonesia ini. Bukannya Singapura tak punya pulau untuk dikeruk tanahnya seperti pulau Busing, pulau Ular, pulau Bukom, pulau Hantu, pulau Sakeng, pulau Semakau, pulau Sebarok. Tapi tanah Indonesia juga dipelantaknya. Pada saat ini 86 persen dari penduduk Tempias 2004-2006: Amok Melayu
33
Singapura tinggal di flat dan hanya 9 – 10 persen yang tinggal di rumah sendiri dibandingkan dengan tahun 60-an hanya 9 persen. Darimana tanah seluas ini diambilnya? Jawabnya yaaaa... Seperti Pulau Nipah itulah. Tenggelam. Pada tahun 1996 – 2000 saja Housing and Development Board (HDB) telah membangun 145 ribu flat dan tahun 1998 saja flat diatas tanah timbun ini sebanyak 36.609. Darimana duit sebanyak ini? Jawabnya dari tabungan hari tua CPF (Central Provident Fund). Pada tahun 1998 pemerintah Singapura lebih meluaskan penggunaan flat ini bukan saja bagi para pensiun tapi umur 34 tahun. Sehingga orang-orang bujangpun tak perlu lagi kawin untuk mengambil flat, cukup berumur 34 tahun dan cukup dengan harga 15 ribu – 30 ribu dolar Singapura. Pada tahun 1994 rumah yang dibangun sebanyak 25.987 unit dan yang terjual 23.770 unit, pada tahun 1995 rumah yang dibangun 27.776 unit dan permintaan meningkat yakni 26.185 unit, pada tahun 1996 rumah yang dibangun 27.484 unit dan yang terjual 26.532 unit, pada tahun 1997 rumah yang dibangun 31.312 dan yang terjual 28.220, dan pada tahun 1998 rumah yang dibangun 36.609 dan permintaan meningkat mencapai 36.966 unit. Belum lagi habis hutan maka orang-orang Jakarta pun melirik kepada pasir. “Satu setengah juta nyo kami diberi sebulan Ngah, ikan tak dapat lagi, dari mana kami dapat hidup, anak empat, belum lagi mertua tinggal di rumah”. Di Singapura dulu waktu tahun 1967 saya datang dengan Tengku Muhammad, Rivai Rahman, dan Parlauangan, menginaplah kami di Hotel Victoria satu-satunya hotel di Singapura disamping hotel Raffles. Rasa-rasanya begitu keluar hotel Victoria ketemulah laut tapi 10 tahun kemudian sayapun menulis pada buku saya Fenomena Melayu “Kalau kita menyayi lagu Indonesia Raya di Singapura maka lebih baiklah menyanyi Indonesia tanah tanah ku sebab semua tanah penimbunan ini dari Indonesia. Sebaliknya kalau kita menyanyi Indonesia Raya di Pulau 34
Tabrani Rab
Nipah, pulau yang sudah tenggelam itu karena dikeruk lebih baik bernyanyi Indonesia air air ku sebab tanahnya sudah habis menimbun Singapura”. Alhasil bilal husal Singapura bertambah 20 persen dari daratannya tentulah Riau kehilangan pula 20 persen dari wilayahnya. Lalu sayapun diwawancara oleh koran Singapura The New Paper (17/1/01). Berapa jumlah tanah air yang dijual? “Sand storm. Professor Tabrani Rab alleged that these places have received illegal sand: Jurong Island, up to 213 million cubic metres, Western Island, 900 million cubic metres, Tuas, 42 million cubic metres, North Eastern Island, 200 million cubic metres, Punggol, 10 million cubic metres, Southern Sentosa, 15 million cubic metres, Pasir Panjang, 150 cubic metres”. Sebetulnya bukan di Pulau Nipah saja. Baru-baru ini saya diundang oleh masyarakat Guntung. Walaupun waktu saya pendek dapat jugalah saya melihat bagaimana kapal keruk membawa pasir ke Singapura seperti kapal armada Amerika. “Pasir disini Ngah memang cantik karena itu walaupun pemerintah melarang ekspor pasir tak ada yang mampu menahannya do Ngah”. “Bisa ndak kita membikin foto lebih dekat ke arah kapal itu”, kata saya. “Kita kena bedal Ngah. Tak telap do Ngah… Muncung meriam tu tuuuu disudut Tanjung tu, terpelanting kita Ngah”. Entah iya entah tidak sayapun tak tahu. Yang jelas konon oknum pelindung memberikan beking pada pasir yang berwarna hitam ini. Sekelompok pelajar Lingga datang pula kepada saya menunjukkan foto-foto lubang-lubang yang ternganga diseputar Daik Lingga. Kayunya dihajar habis oleh sinso sehingga gunung Daik tak lagi bercabang dua tapi bercabang satu dan dilihat dari Singapura hutan ini telah gundul. Pokoknya lubang-lubang di Lingga kalau tidak karena dikeruk oleh PT. Timah yang kini tinggal lubang-lubang menganga maka hampir seluruh Tempias 2004-2006: Amok Melayu
35
Kepulauan Riau pemandangannya sama yaitu berlubanglubang. Pemerintah Singapura tak tanggung-tanggung membuat konsep jangka panjang untuk membangun Singapura sampai abad 21, jadi lebih dari 2020 ketika penduduk Singapura mencapai 4 juta jiwa. Semuanya untuk menaikkan kualitas hidup yang meliputi perumahan, tempat rekreasi, lingkungan, transportasi, dan fasilitas komunikasi dan bisnis yang difokuskan di Teluk Marina yang akan dijadikan pusat perdagangan internasional disamping itu pada tahun 2000 telah pula selesai jalan kereta api bawah tanah sehingga Menteri Lingkungan Hidup menawarkan kepada Riau untuk mengambil hasil galian berupa batu bata dan mendapat sorotan dari LSM jangan-jangan mengandung polusi yang berbahaya. Apa kata anggota parlemen Singapura, Simon SC Tay? “The prime minister’s speech, which also dealt with Malaysian ties, set the tone. Singapore would continue to help where is could, to prosper its neighbours. More, there was a firm but calm Singaporean voice that responded to the often harsh words of its neighbours” (Pemerintah Singapura berbicara dengan nada rendah dalam ikatannya dengan Malaysia yang ingin membantu kesejahteraan tetangganya akan tetapi yang terjadi justru bentakan dari sang tetangga). Begitu lunaknya suara dari pemerintah Singapura maka UNRI pun terbabit untuk membuat studi kelayakan ekspor pasir dan cukungcukong pasir ini telah berkeliaran di Hotel AryaDuta dan Hotel Pangeran untuk mengeruk pasir Riau. Nah, apa yang tidak kita punyai? Perencanaan dan kemampuan. Dan itu betullah yang dipunyai oleh Singapura. Habislah dikauuuu... Karena Tanjung Katung letaknya di Singapura maka untung menyenangkan hati “Tanjung Katong airnya biru, tempat anak mencuci muka, lagi sekampong hatiku rindu, konon pula jauh dimata”. Maka sayapun melihat disebelah kanan cahaya gemerlapan dan disebelah kiri gelap gulita, kata 36
Tabrani Rab
Pak Gubri ketika bertamasya dengan Cruise dari Singapura – Kuala Lumpur. Jangan takut Pak Gubri, sebentar lagi ada Pulau Nipah yang sudah tenggelam dan konon akan dijadikan pusat pariwisata sekalipun dalam mimpi... Riau Pos, 22 Februari 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
37
Abihhh
B
ialah bialah deyen pai jauh, sabalun sanak saudara bonci kasodo, bia di rantau dicubo bausaho, di kampuang ijazah SMA ndak baguno, nak kuliah condo urang ayah lah tuo, harto nan diharok pun indak ado. Salamo ko deyen sikolah bantiang tulang amak jo ayah, arok kek deyen membangun desa masuk kantor lah kolu kantor tapi KKN bajalan juo, reformasi olun samporono, arok batukau jo aia mato, arang abih lah bosi binaso (Alm. Rio Astar). Kalau bahasa Bagan, habis itu sama dengan abiiih. Lagu ini karangan Rio Astar yang lama mengembara di Jakarta selang minggu-minggu terakhir dari kehidupan sang penyair dan pengubah lagu Bangkinang ini. Saya membawa seniman Finlandia ke SMA 2 Air Tiris agar grup Batobo yang dipimpin oleh Rio Astar dapat menampilkan kebolehannya untuk diseleksi dalam penampilan kebudayaan Timur oleh negara-negara Scandinavia. Rombongan Finlandia ini antara lain dipimpin oleh Ninna Otto Vonmitten, alangkah kagetnya saya mendengar kabar seniman yang begitu kekar dan tinggi ini berpulang ke rahmatullah di Rumah Sakit Bukittinggi setelah dilarikan dari serangan jantung dalam usia yang masih muda. Lagu inilah yang pas untuk membaca keadaan Bangkinang sekarang ini. Pokok kisah sesudah diberhentikan oleh DPRD Kampar untuk kedua kalinya, didukung pula oelh DPRD 38
Tabrani Rab
Propinsi namun Jefry tetap bertahan untuk menjadi Bupati Kampar. Apa kata orang hukum? Azas legitimasi dimana masyarakat Kampar tak lagi percaya pada Jefry berhadapan dengan azas legalitas dimana yang dapat memberhentikan Bupati adalah Presiden dan bukan DPRD. Apa kata Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000? Bupati hanya dapat diberhentikan atas tindakan kriminal termasuklah ijazah palsu dan diluar itu kata PP 108 tahun 2000 pasal 10 ayat 2 “Apabila laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Bupati/Walikota ditolak untuk kedua kalinya, DPRD mengusulkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur”. Itupun tidak berhenti begitu saja, harus lagi melalui Gubernur membentuk Komisi Penyidik Independen untuk Kabupaten/Kota. Alun jo salosai lai, apa kata pasal 14? “Apabila Komisi menilai keputusan DPRD atas penolakan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Bupati/Walikota telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, usul pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk disahkan”. Lalu kita bertanya, apa ini final di tangan Menteri Dalam Negeri? Oooo… tidak. Sebab Menteri adalah pembantu presiden karena itu segala sesuatunya ditangan Presiden. Babolik bolik Angku. Dulu ketika saya bekerjasama dengan Stifftung sebuah Yayasan di Jerman untuk pemberhentian Bupati cukup dari DPRD saja bahkan saya menganjurkan pula agar bupati dipegang oleh partai mayoritas atau aliansi partai mayoritas sementara partai-partai minoritas bertindak sebagai oposisi dan dapat menjatuhkan bupati yang dari partai mayoritas juga bila terdapat pelanggaran pitih alias duit. Tetapi usul saya ini ditolak mentah oleh Emil Salim karena dapat menganggu stabilitas daerah. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
39
Nah, bagaimana dengan Bupati Bangkinang? Dulu ketika impeach alias penjatuhan pertama anggota DPRD pun mengundang saya ke Hotel Pangeran. Sayapun menyatakan bahwa saya baru saja diundang Menteri Dalam Negeri untuk mengatasi pemecatan walikota Surabaya. Begitu pemecatan berakhir maka dipanggil pengadilan tinggi untuk melantik walikota yang baru. Padahal walikota yang lamanya sakit liver di Australia alias sakit hati. Menteripun ikut pula berketetapan hati untuk mengesahkan yang diangkat DPRD alias walikota seri dua ini. Begitu SK Mendagri ketak-ketuk sudah diketik eee… DPRDnya memilih pula walikota seri dua dan memecat walikota seri satu. Nah, apa akibatnya? Rapat lagi, duitt lagi. Belajar dari sini sayapun mengajar DPRD Bangkinang, bikin saja ala Surabaya. Panggil pengadilan tinggi, lantik, angkek Ocu Deyen dua. Maka lama-lama menteri dalam negeri pun mau juga menagngkat Ocu Deyen seri dua ini. Tapi pusat mikir sepuluh kali sebab ada 11 bupati yang mau dicampakkan yang persoalannya kalau dibenarkan cara DPRD ini belum lagi bupati diangkat dah diusulkan pula bupati baru. Karena di Indonesia terdapat 426 daerah tingkat II maka kerja Menteri Dalam Negeri tentulah mencak-mencak asik meneken SK. Sama halnya ketika saya sudah membuat studi kelayakan untuk mengambil alih Rokan Blok Pak Menteri Pertambanganpun bilang “Wong 40 ribu barel saja orak beres alias Pete Besepai apa lagiii yang 100 ribu barel”. Kepala sayapun pening memikirkan bagaimanalah supaya ornag Bagan, Kubu serta Balam dapat jatah yang lebih besar dari minyak mereka yang 100 ribu barel per hari ini. Apa pula kata Jefry Noer? Saya masih tetap bupati. Dan ketika tim independen yang dalam PP 108 tahun 2000 pasal 11 yang seharusnya dibentuk oleh gubernur eee… sekarang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri. Sayapun menjadi gelenggeleng kepala ketika memberhentikan Walikota Payakumbuh yang seharusnya diangkat tentu Sekda nya akan tetapi gubernur menunjuk asisten nya. Kata pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No. 40
Tabrani Rab
22 Tahun 1999 yang lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah menyatakan “Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain”. Kan poniang Cu. Apa pula kata Jefry mengenai tim yang dibentuk Mendagri ini padahal seharusnya dibentuk Gubernur kata undangundang? Tim tu sudah terlambat. Lalu Riau Pos (27/2) memuat pendapat Oentarto selaku Dirjen Depdagri “Kalau aparat sudah menetapkan Jefry sebagai tersangka atau malah terdakwa, proses penonaktifannya akan lebih memiliki dasar hukum yang kuat. Polri diminta periksa Jefry sebab Jefry dinilai telah melakukan tindak pidana dengan cara mengusir Kepala SMU Negeri 2 Air Tiris, Abdul Latif Hasyim dalam suatu pertemuan yang berlangsung di kantor Bupati Kampar”. Sayapun jumpa Kapolda. Apa kata Kapolda? “Saya sudah anjurkan kepada Latif untuk mengadukan tindakan yang tidak menyenangkan ini tapi Latif mau bicara dulu dengan pengacaranya. Padahal ini jelas delik aduan. Ndak tontu kini ko do Cu, ambo lah lamo ngecek jo masyarakat Bangkinang, ba apo amuah nyo Pusat nyo Ongku. Itu bona yang ndak amuah Hasan Tiro. Apa katanya? Kalau nanti otonom peraturan tu bisa dirubah-rubah apa mau pusat. Maka Jefry pun dicomotlah kekuasaan-kekuasaan strategis seperti memindahkan aset, memindahkan pegawai. Jadilah Bupati yang tak berbulu, kata orang Melayu “Tak belauk sembolih ayam tugil. Tak berimam panggil imam Kholil”. Yang paling bagus tentulah Jefry pidato baik-baik “Hai orang Kampar, saya mengerti anda tak suka lagi dengan saya, dengan segala kerendahan hati saya mengundurkan diri sebab saya akan memusatkan diri pada pesantren saya di Palasi. Bialah bialah deyen pai jauh, sabalun sanak saudara bonci kasodo”. He...he...he... Riau Pos, 29 Februari 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
41
Jailangkung
B
ermula dari permainan Jailangkung. Ya.. main biasa-biasa saja. Tiba-tiba bertumbangan anak-anak sambil berteriakteriak dan menggeletar-geletar serta matanya melotot. Penyakit begini secara kedokteran disebut dengan histeri dan bukan penyakit baru. Hampir 200 tahun ilmu kedokteran meneliti kepribadian ganda yang tiba-tiba masuk kepada seseorang disebut juga dengan gangguan disosiasi. “Jailangkunggg… Jailangkanggg.. tolong aku ..katakan siapa yang datang”. Maka bakul dengan pakaian baju dan kopiah itupun bergerak-gerak dan diujungnya ada pensil.. “He..he.. aku dari Blitar, namaku Prabu Sontoloyo”. “Jailangkunggg… Jailangkanggg.. saya nak nanye… saya ni jadi apa besok”. “Jadi doktol…”. Rupanya ujung pensil ini salah tulis seharusnya doktor. Itu 50 tahun yang lalu. Nah, permainan ini dilanjutkan oleh anak-anak SMU Handayani. Lalu anak-anak inipun kesurupan. Anehnya 50 tahun yang lalu pemain yang begini biasa-biasa saja, tak ada kesurupan dooo.. Nah, bagaimana seandainya saya main jailangkung sekarang. “Jailangkunggg... Jailangkanggg... bagaimana kelanjutan pembangunan pabrik bio diesel”. Maka Jailangkung menjawab. “Proyek ini mengubah limbah sawit menjadi minyak solar”. Permainan masih diteruskan “Berapa nilai proyek ini 42
Tabrani Rab
Jailangkung”. “5,8 milyar”. “Dimana lokasinya Jailangkung”. “He… he… di kecamatan Tapung dan pindah ke Desa Kualu Kecamatan Siak Hulu di depan Pesantren Teknologi”, kata Jailangkung. “Berapa sudah diambil duitnya Jailangkung”. Maka Jailangkungpun menulis “Dana pembangunan proyeknya sudah dicairkan 100 persen, kondisi pabrik masih nol persen”. “Tapi Jailangkung, kan melibatkan Badan Penelitian dan Pembangunan Propinsi Riau dengan BPPT alias Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi di Jakarta”. “Yaa… proyek ini dikorupsi, belum ada sebiji sekruppun dari mesin biodiesel ini”, kata Jailangkung. “Apa Jaksa sudah turun tangan Jailangkung”. “Ada, tapi Jaksanya cincai-cincai”. Inilah contoh bagaimana mencari data korupsi versi Jailangkung. Eee… taunya betul juga. Proyek yang tadinya mau di mark-up entah dari mana idenya tiba-tiba muncul dikepala Balitbang alias pembelit dan bekubang timbul ide korupsi agenda kedua. Ya.. beginilah. Tentu saja boleh percaya, boleh tidak kepada Jailangkung ditambah dengan keterangan anggota MUI, H. Sofyan Siraj yang katanya “Makhluk gaib ini cukup banyak yang jika diperlihatkan oleh Tuhan mengganggu kerja kita. Dan lebih seram lagi pada bulan Syura merupakan bulan pensucian ilmu dan masa plesiran makhluk gaib. Entah mana hadistnya, entah mana ayatnya kitapun tak tahu. Maka televisi-televisi sedunia memuat gambar murid-murid SMU Handayani. Bagaimana pula tinjauan ilmu jiwa? Menyatakan adanya gangguan kepribadian majemuk yang lebih dikenal dengan MPD. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak dan 3 hingga 9 kali lebih banyak pada wanita dibanding pria. Ada ndak obatnya? Tak ada doo.. paling doktor memberikan penenang. Cuma saja kadang-kadang obat ini menimbulkan mimpi alias halusinasi. Kalaupun dibawa ke dukun, diikatnya ibu jari tu sampai kita bedengking..kinggg.. lalu ibu jari kaki tu diberinya merica sambil sang dukun komat-kamit. Dulu Tempias 2004-2006: Amok Melayu
43
ada sekolah yang dikira ada kuburan PKI, ee.. murid-muridnya jadi menjelengos…. Pak Ngah, tolong kami. Tentu saja saya menyanyikan lagu “Pak Ngah balikkk hari dah siang, treng.. teng…teng..teng”. Pokoknya seperti main wayang juga. Badannya satu, yang masuk macam-macam pribadi, boleh dua atau banyak sebentar masuk Sidahaman sehingga diapun menjadi sengah sebentar masuk pula kepribadian lain, ya seperti wayang golek lah. “Trek..trekk..tek.. opo koe wes mangan”. “Oo…weee”, bunyi kucing. Bagaimana kalau permainan Jailangkung ini diteruskan? Rasanya memang lah tak perlu lagi. Pihak Kejaksaan dan pihak kepolisian mencari-cari bukti korupsi misalnya, apalagi kalau UUD alias Ujung-Ujungnya Duit. Cukup dengan Jailangkung kasih songkok, kasih baju, bakar kemenyan terus ucapkanlah Jailangkung.. Jailangkang… siapa saja yang korupsi, yang proyeknya tak selesai-selesai. Ada atau tidak main antara penyusun proyek Pemda dengan DPRD seperti proyek membeli mobil pemadam kebakaran yang konon dimark-up menjadi dua kali. Pasti Jailangkung bilang “Ada, DPRD Komisi sekian, namanya anu, dia bermain dengan penilap mobil kebakaran ini sehingga harga sebetulnya sekian tetapi dimark-up menjadi sekian. Sebab orang ini berpikir tak lagi jadi DPRD sesudah Pemilu nanti, he…he..”. Belum lagi kalau diJelangkungi proyek-proyek fiktif ala Balitbang. Maka niscaya kopiah Jailangkung terangguk-angguk menuliskan besarnya proyek yang dimanipulatif, hanya saja supaya kita tak kesurupan tentu mesti baca ayat kursi. Penatlah saya mencari-cari Fatwa MUI yang menyatakan bulan Syura ini jin bergentayangan, yang setahu saya dua bulan yang akan datang barulah proyek berdatangan. Maka kalau dua bulan lagi jin ini bergentayangan maka pastilah dia terpecah dua, yang satu ke proyek dan bilang dengan Pimpronya “Ha..ha. markup saja jangan takut-takut, kapan lagi duit sebanyak ini dapat”. 44
Tabrani Rab
Ada juga malaikat Katibin dihati kecilnya “Jangan korupsi sebab nanti akan dibalas oleh Tuhan dengan Jahannam”. Maka pastilah sang jin ini menang sebab buktinya kita makin terperosok dengan korupsi. Yang kasihan anak-anak SD, entah SMP sebab gedung-gedung pada beruntuhan bukan karena jin tapi karena perbuatan tangan manusia yang mencampur semen dengan tanah maka bangunan kelas belajar inipun menjadi tumbuh genjer ditengahnya. Hitung punya hitung kita ini memang negara semuanya “terrr”, korupsinya terbesar, utangnya terbesar, dekadensi moralnya tertinggi, abihhh demam berdarah bergentayangan, jinpun tak mau ketinggalan ditambah dengan Fatwa MUI jin lebih banyak bergentayangan bulan Syura, entah iya entah tidak pokoknya yang jelas siswa Handayani bertumbangan diikuti oleh SMU 2 Siak Hulu dan SMU 6 bergulingan juga maka tinggallah kita mengisi angka Guinness Book menjadi Jailangkung yang tertinggi di dunia, konon jin dari Irak terbang ke Pekanbaru karena Karbala di Irak lebih dari 200 orang menggelepai dan tak tahu bagaimana jin ini sampai ke Pekanbaru rupanya ada 1001 Saddam di Pekanbaru. Sehingga jin Irak inipun lewat Jailangkung masuk SMU-SMU dicarinya cewek-cewek cantik, anehnya siswa jantan-jantan pun ketularan. Apalahhhh …. jadinya kite ni, orang lah pakai komputer dan perang bintang, kita masih juga kesurupan di era tekhnologi yang canggih ini. Jailangkung… Jailangkung.. datang tak dijemput.. pegi tak dianto. Maka datanglah jin-jin ini bertruk-truk. Dan anak-anakpun menggelepai. Engggg… alah cik wah.. nasib dikau lah. Puaahhhhh…….. King kata anjing, sah kata dukun maka jin itupun bermasukanlah ketubuhtubuh siswi.
Riau Pos, 7 Maret 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
45
Pemilu ohh Pemilu
“
N
gah…ngah.., semua partai bagus programnya. Yang mana nak dipilih”. Maka sayapun teringat ketika pemilu 20 tahun yang lalu. Saya justru masuk partai sesudah pemilu. “Yang pimpinan partaipun jadi aneh, kenapa didaftar sesudah pemilu?”, tanya sang pimpinan partai. Maka sayapun bilang baru dapat memahami aspirasi partai. Sebab kalau tidak yaaa… sebatas pidato caleg lah dan jurkam. Semua bagus-bagus. Dan tak tanggung-tanggung saya masuk hampir semua partai. Sebab semua bagus. Mana ada kecap nomor dua. Begitu juga pemilu kini, bedanya hanya ada DPD yang dipilih langsung. Jadi kita tiga kali pemilu langsung, dua kali untuk memilih presiden dan sekali untuk memilih DPD sisanya yaa… kita memilih partai lagi. Bedanya dulu hanya sekali pemilu saja. Pekanbarupun sebentar kuning, sebentar merah, sebentar hijau dan bendera partaipun bergantungan. Begitu pula calon DPD ada yang berkumis, ada yang licin, ada yang tiap hari masuk RTV, bendera partaipun pun bergayut-gayut ada yang merah, ada yang hijau, ada yang kuning, ada pula yang bergaris-garis dan ada pula yang bergambar presiden pada bendera partainya. Sayapun menyetel televisi, Inul masuk ke mana ya. Alasan Inul mudah saja, dia akan memilih tapi dia tidak akan masuk partai, takut kehilangan pendukungnya ala Roma Irama dahulu. 46
Tabrani Rab
Yang lucunya ditembok rumah saya hari ini gambar si anu, besok gambar partai lagi, keluar lagi gambar orang berkumis. Cucu sayapun bilang “Aki..ki… kenapa tak ada yang berjanggut”. “Oooo… cu .. tak ada partai Osama bin Laden doooo”. Sedang janggut orang Afganistan saja sudah dicukur, apa pula kita nak berjanggut disini. Sayapun ke kantor Gubernur dan berjumpalah dengan serombongan wartawan. “Ngah……ngah nak milih hijaukeh, kuningkeh, atau merah”. Saya langsung bilang “Saya selalu pakai baju putih, tak berganti-ganti dooo. Artinya bukannya saya Golongan Putih tapi partai apa nak saya pilih, pandai sayalah tu. Kan bebas rahasia”. Di Amerika Serikat pemilihan entah kepala jurusan, entah kepala desa alias Sherrif, entah kepala polisi banyaknya disetiap negara bagian 385 kali. Termasuk pemilihan presiden langsung sekali. Tapi karena Amerika sistem distrik, ya mudah-mudah saja. Katakanlah pemilihan presiden yang lalu George Bush menang lebih dari setengah daerah pemilihan sementara Al Gore menang lebih dari 500 ribu suara. Sedang di Amerika saja mandeg dengar dulu pendapat Mahkamah Agungnya. Siapa yang menang? Al Gore atau Bush. Dengan suara lantang Jefri Noer ehh.. salah…. Al Gore menyatakan mundur dari pencalonan presiden. Ini kan gentleman. Tak macam Kampar do. Lah joleh urang secara legitimasi indak suko do jo Bupati, eee.e… Bupatinya masih menahan legalitas. Ambo ko Bupati jo. Kemana muka tu mau dibawa kalau sudah tak lagi menjadi Bupati. Ini contoh-contoh ringan saja artinya pemilihan-pemilihan itu biasa-biasa saja, tidak ada yang anehaneh dooo. Yang membingungkan pemimpin yang kharisma tu yang tak ada. Taroklah misalnya Mandela, diakan pasti terpilih lagi pada tiap pemilihan presiden di Afrika Selatan, siapa yang tak kenal dengan Mandela. Bahkan kemanapun sudut Afrika Selatan lagu “Mandelaaa.. Mandelaaa…we love you so much, long life Mandela” sambil goyang-goyang di semua Tempias 2004-2006: Amok Melayu
47
sudut. Kenapa? Karena Mandela menggantikan kulit hitam yang mayoritas dari kekuasaan apartheid dengan damai tanpa berdarah-darah dengan apa yang disebut Destino Columbia. Kampanye yang terkenal “Just we change weapon with pen, just we change the field to the roomâ€? (Mari kita gantikan senjata dengan pena, mari kita ganti perang di lapangan dengan dialog sampai kita menemukan formula yang disukai oleh semua orang) inilah hakekat demokrasi. Damai dan bukan bentrokan di lapangan yang menjadikan kita bagian dari kekerasan yang tak pernah mempunyai batas ibarat gelombang sekali kita mulai dengan hempasan maka berakhir dengan hempasan pula dilautan tanpa batas. Pemilihan umum adalah riak-riak demokrasi angin lemah lunglai dan bukan putting beliung yang menghancurluluhkan rumah-rumah kita, anak-anak kita, masa depan bangsa, dan tak ada yang dapat dicapai dengan kekerasan kecuali ketakutan dan balasan kekerasan tanpa batas kemanusiaan. Sayangnya pemimpin ala Mandela, ala Bung Karno ketika masa pemulaan masa kemerdekaan, ala Nehru, ala Tito, ala Naser yang dicintai rakyatnya sekalipun jasatnya sudah punah-ranah. Bentuk kepemimpinan beginilah yang tak ada dikita. Hampir semua kepala negara kita dijatuhkan kalau tidak dengan kekerasan yaa‌ dengan pemecatan alias impeach. Soekarno dalam keheningan Wisma Yasa mendekam dalam kemandirian dan untuk mengawinkan anakpun harus mendapat izin dari Soeharto, Soeharto hanya tinggal beberapa ratus meter dari Cendana, Forum Kota dari mahasiswa ingin menumbangkannya, Habibie harus di impeach karena kedekatannya dengan Soeharto, Megawati sebagai pimpinan bangsa harusnya dicintai namun ditinggalkan oleh tangan kanan. Balik ke cerita lama karena dalam arena politik ada sajak Chairil Anwar “Dengan cerminpun aku tak mau berbagiâ€?. 48
Tabrani Rab
Riau Mandiri, 23 Desember 2000
Alangkah cantiknya menjadi pemimpin yang dicintainya rakyatnya yang dari kejauhan “Mandelaaa.. Mandelaaa…we love you so much, long life Mandela”. Pemilu kali ini memang pilu. Sebab negara ini tak ada sistem yang mapan. Sebagaimana dikatakan Megawati “Belum ada sistem kenegaraan yang pas untuk republik ini”. Pernyataan ini bukanlah berarti. Untuk menjadi dicintai memang susah paling tidak sebagaimana Firman Tuhan “Jangan engkau hina orang lain, belum tentu engkau lebih baik dari orang yang kau hina”. Paling tidak inilah modal yang pertama menjadi politikus yang selalu memuji. Soekarno ketika mudanya harus mendekam di penjara Sukamiskin dan itu bukti sejarah, ada rumah tempat buangannya di Flores, ada sepeda buruknya yang masih dikeramatkan oleh orang Bengkulu. Namun akhir hidupnya dengan segala titel yang diberikan Chairul Saleh selaku Ketua MPR RI, pemimpin besar Revolusi, Presiden seumur hidup, penyambung lidah rakyat dan entah gelar apa Tempias 2004-2006: Amok Melayu
49
lagi. Sehingga berlaku pameo “Presiden mengangkat Menteri, Menteri mengangkat Rektor, Rektor mengangkat mahasiswa dan mahasiswa menjatuhkan Presiden”. Adakah siklus ini akan terus berlanjut? Bergantung kepada tingkah laku pemimpin. Prinsipnya lebih baik menjadi bekas orang jahat yang pasti kini menjadi baik ketimbang bekas orang baik yang pasti kini menjadi penjahat. Karena itu kampanyelah dalam puji-pujian dan hindari menghina orang, pasti anda akan menjadi caleg yang dicintai. “Mandelaaa.. Mandelaaa…we love you so much, long life Mandela”. Mulailah kampanye dengan love, cinta, mahabbah, libedih, ngo ai ni…..hayyyaaa…
Riau Pos, 14 Maret 2004
50
Tabrani Rab
Belepotan
T
iap saya lewat, umbul-umbul partai ada yang terkelepok, ada yang sudah dicabut, ada yang tumbang, ada yang baru dipasang sehingga orangpun bertanya-tanya “ada ndak hubungan antara banyaknya bendera partai ini dengan kontestan pemilu yang memilih partai ini”. Sayapun menjawab “boleh ada, boleh tidak”. Tapi yang saya lihat sesudah kelilingkeliling jumlah yang ikut kampanye ikut partai ini makin sedikit dibandingkan dengan tahun lalu. Ditambah lagi dengan berita “Gawat”, kata Mendagri dan “Pemilu darurat akan diadakan”. Kalau KPU tak dapat melaksanakan makin menciutkan nyali, jadi ndak jadi DPRD. Apalagi yang mengeluh kepala daerah, ada surat suara belum sampai, kotak suara entah dimana, pokoknya kali ini lintang pukang. Bayangkan oleh anda, Pemilu tinggal 2 minggu lagi. Kotak suara yang dibagi-bagi baru 64 persen, bilik suara 70 persen, kartu pemilih 75 persen. Walaupun entah APBN, entah APBD sudah membeking benda-benda ini tapi orang masih juga bertanya bagaimana cara memilihnya. Entah badan apa saja namanya, entah pemerintah, entah badan pemantau pemilu yang jelas benda-benda ini belum terbagibagi, bagaimana nak pemilu? Karena saya ini rajin menengok-nengok partai yang berkampanye. Eeee…. Yang ikut berkampanye adalah ratusan, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
51
bukan ribuan doooo… Yang banyak oplet bergambar dan fuso yang berseliweran sementara massanya tak ada. Kurang juga lagi, banyak partai yang mengganti gambarnya besar-besar sampai 6 triplek, tapi yang hadir begitu-begitu juga, entah berjoget, entah menyanyi. Konon Megawati minta yang hadir sepuluh ribu, yang hadir cuma beberapa ratus. Saya mengira apalah sebabnya pemilu kali ini sudahlah pelaksanaannya amburadul, kontestannya tak banyak, yang banyak hanya plakat-plakat dan bendera partai, apalah nasib pemilu 2004 ini. Sekali saya ke Meranti Pandak “Partai apa yang nak dipilih besok Pak”. “Nak tontu ambo do. Suok ajo masuak mulut dah cukuik tu”. Dan partai-partaipun makin agresif juga. Bahkan ada yang mengasih duit ke rumah. “Pak kami dikasih ada 20 ribu, ada 25 ribu tiap kunjungan ke rumah. Tapi kami tolak”. Seperti ikan mati darah. Begitu pula kampanye DPD, sunyi sepi sendiri. Sekali dua kali saya ikut juga kampanye partai. Sayapun dapat telepon dari Panwaslu “Kenapa ikut partai?”. Saya jadi terheran-heran. “Memangnya tak boleh. Sedangkan mahasiswa UI saja membakar bendera partai boleh-boleh saja. Tak pakai tangkap tangkap dooo bahkan Bintang Sri Pamungkas demonstrasi golput ala Budiman tahun 70-an, tak ditangkaptangkap do. Apa pula dikau tanya aku”, kata saya pada Ahmad Jamaan dari Panwaslu. Apa kata Nurdin? “Dulu suka saya pilih partai Pak. Sekarang ndak Pak sebab nasib saya begini juga”. Belum lagi cerminan anggota DPRD yang asik studi banding ke luar negeri ditambah dengan memboyong anak bini entah ke Australi, entah ke Amerika, entah ke Cina, lengkaplah sudah pengikut kontestan kampanye memilukan. Belum lagi ditambah dengan cara pemilu sekarang tiga kali memilih langsung, sudah memilih partai, pilih pula orang, bertambah runyam. 52
Tabrani Rab
Sebetulnya kalau Inul ikut ramai jugalah kota Pekanbaru ini. Ini artis lokal, siapa pula nak nonton. Sudah itu disamping gambar parati politik, nampak pula gambar muka dia, bukanlah orang kenal dengan dia, hayyaaaa ancu aaaa. Yang enaknya lagi kampanye televisi “Kalau nak berubah nasib, pilihlah nomor sekian�. Entah bagaimana dia nak merubah bangsa ini dengan lembaga tanpa hak legislasi ibarat mentimun bungkuk ini. Karena tak cukup massa maka bergantilah kampanye ini menjadi kampanye tertutup alias kampanye dialogis. Ada pula kampanye partai di Bagan sana disedekahkan mesjidmesjid, padahal APBD. Tidak setingkat itu saja, partai-partai pun berkampanye menyerahkan bantuan bagi pengurus kecamatan. Tak ada lagi yang nak dikampanyekan. Maka ada pula partai yang berkampanye “jadilah antek orde baru�. Yang enaknya ada kampanye yang mencarter pesawat, yang menyebarkan brosur via udara, ada pula kampanye yang akan menghilangkan korupsi. Sementara kepada rakyat disugukan pula piring terbang diantara legislatif maka lengkaplah sudah. Bagaimana pemilu di Malaysia? Tenang-tenang saja, bendera sih ada tapi tinggi-tinggi dan besar-besar. Malaysia baru dua minggu yang lalu Badawi mengumumkan perlunya dukungan politik rakyat terhadap kepemimpinannya. Lalu tanggal 21 yang akan datang, hari minggu ini sudah memilih. Tak ada kampanye belepotan dan serepot kita dooo. Pokoknya berlaku undang-undang begitu selama-lamanya 60 hari sesudah diumumkan pemilu harus dilaksanakan. Dan tak ada kotakkotak suara dooo, semua online system. Begitu juga di Thailand, saya melihat gambar Thaksin hanya belangsung selama 30 hari sesudah dilaksanakan pemilu. Begitu pula Philipina, begitu sang presiden Aroyo menyatakan pengunduran diri langsung dilaksanakan pemilu.
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
53
Dulu di Indonesia tahun 1955 begitu juga, dirancang oleh Ali Sastroamijoyo, dilanjutkan oleh Wilopo yang kedua-duanya dari partai Nasional Indonesia akan tetapi dilaksanakan oleh Burhanudin Harahap kurang dari tiga bulan sebelum pemilu. Anehnya pemilu ini bersih, tak ada KPU-KPU dooo dan tak ada Panwaslu- Panwaslu dooo tapi pemilihan ini berjalan lancar dengan PNI sebagai pemenang pertama, Masyumi yang kedua, dan NU yang ketiga, serta PKI yang keempat. Kalau seandainya Masyumi dan NU bergabung pastilah menang partai Islam. Nah, kita ini maju atau mudur? Pemilu sudah diumumkan 2 tahun yang lalu, KPU dilantik tahun lalu, di Riau entah berapa kali apel pengamanan pemilu ditingkat propinsi dan kabupaten, macam nak berperang, Panwaslunyapun sebeban besar, begitu pula KPU mulai dari pusat sampai ke bawah pusat eee… sampai kini hasilnya ya... itulah kotak suara yang dibagi-bagi baru 64 persen, bilik suara 70 persen, kartu pemilih 75 persen. Di abad yang begini modern masih saja KPU mau bikin kotak suara di Cina yang tulisannya Pan i lu, alias paniang luuu. Ya… nasib bangsa inilah, nak mencari pemimpin saja pening, belum lagi mencari pasangan karena tak ada partai mayoritas, bagaimana nak mencari pasangan. Kejab ade, kejab tak ade, kejab PDI P – Golkar, kejab PKB – SBY, entah ape-ape. Semogalah. Dulu bunyi lagu pemilunya “Pemilihan umum kesana beramai”, itu tahun 1955. Lalu ketika Seoharto berganti dengan “Pemilihan umum telah memanggil kita. Seluruh rakyat menyambut gembira”. Sekarang sebaiknya lagu Basofi “Tidak semua laki-lakiiiiiii… jadi caleg, kini padusiiiiiii... sapatigo laki... Pilih lah aku kecap nomor satu, kalau sudah jadi leleg aku lupa padamu...”, he... he...
Riau Pos, 21 Maret 2004
54
Tabrani Rab
Selambeee..
H
and phone saya mendengking-dengking dari Bangkinang. “Tolong……tolong Ngah indak tolok lai dooooo………” Sesaat kemudian datang lagi laporan “Tolong lah Ngah kasi tau sama pak Kapolda sampai ke dalam Mesjid kami dikejarnya”.Dalam pada itu demo yang dari Dusun Ampaian Rotan menelepon saya pula. “Ongah kami tak bisa masuk ke Polda Riau sebab pintu kena tutup dan kami mungkin ke rumah Kapolda”. Tak ada jalan lain saya dengan BMW Kapitra langsung ke rumah Kapolda untuk menghalau demonstran itu sebab rumah Pak Kapolda bukan rumah Instansi karna itu salah kalau demo menuju ke rumahnya. Nyiiiiiiit……. BMW Kapitra persis berhenti di depan rumah Kapolda. Saya lihat banyak sepatu, haknya tinggi-tinggi lagi. Begitu saya buka pintu rumah Pak Kapolda maka terdengarlah nyanyi yaaa…. boleh jugalah “Send me the pillow your dream on ……..So darling I dream it to”. Selangkah masuk ke rumah Pak Kapolda sayapun berjumpa dengan Ibu-ibu Bhayangkari di ruangan tenggah. Saya dipersilahkan ke ruangan makan. Tapi karena saya pengidap kencing manis ya saya makanlah sayuran. Selang beberapa waktu sayapun melapor kapada Pak Kapolda. “Pak Kapolda suasana Kampar kacau balau Pak. Saya menerima laporan ada yang tertembak peluru karet, ada yang kena gas air mata”. Pak Kapolda langsung mengangkat jarinya
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
55
“Anak buah saya dua yang dilempari batu giginya patah”.”Laaa.. yang rakyatnya gimana pak Kan mesti bapak lindungi?”.”Ya anak buah saya sendiri begitu bagaimana?”. Saya bertemu pula dengan Kapolres Rokan Hilir.” Pak Kapolres bagai mana itu kok sampai 90 orang tinggal di rumah saya sampai kejalan-jalan”. Sayapun melihat ada Perwira Polisi entah menelpon kemana. “Tidak ada pembakaran rumah rakyat yang ada hanya traktor Timbang Sianipar yang sedang meratakan jalan”. Lalu saya tanya dengan Perwira polisi ini “ Lha itu diatas tanah siapa?” Tampaknya Polisi entah karena surat Mabes Polri yang menyebabkan Timbang Sianipar membakar lima rumah rakyat, Polisi adem ayem saja. Apa kata Kadit Serse yang baru balek haji “Ambo baru balek haji, Ambo kecekan jo urang membawa Siannipar “Jangan Bapak berpihak kepada orang yang ini, orang ini tak betol berpihak kerakyat lah”, kata Kadit Sarse Polda Riau kapada saya. Kalau begitu tidak seperti di skenario Arefa bahwa tanah itu milik Timbang Sianipar. Perdebatan hangatpun terjadi di ruangan yang sumpek itu. Sesaat saya keluar serombongan anggota Bhayangkari dari Bandung disalami Pak Kapolda. Sementara itu lantunan lagu “Siapa bilang sayang…..” Walaupun suaranya rada-rada parau tapi jadi juga lah. Tentu saja gambaran di rumah Pak Kapolda dengan nyanyian-nyanyian asmara sementara suasana yang makin rusuh di Bangkinang mengingatkan saya kepada Revolusi Perancis dimana Maria Antonite sibuk di ruangan dansa sementara rakya telah menghancurkan Penjara Bastiler. Sehari setelah itu saya sebagai Ketua Tim Independen Legal Audit tanah Ampaian Rotan berbincang dengan Waka Polda Riau. Suasana sangat terasa bersahabat. “Kok kita ini Polisi disuruh menyelesaikan tanah Ampaian Rotan, tentu saja ini bukan bidang kita tapi bidang Agraria. Lalu saya pun menyeletuk “Memang betul Pak. Hanya saja Mabes Polri ikut56
Tabrani Rab
ikut menyatakan tanah Timbang Sianipar. Kita ini kan tim dari Gubernur yang mencari fakta dan data, saya lah yang akan merekomondasikan. Bukanya kerja Mabes Polri itu tak banyak Pak. Sayapun menulis buku “Kok kerja Kapolri itu begitu sibuk masih sempat menyebut tanah itu tanah Timbang Sianipar. Kalau tak ada berada gimana Mabes Polri mengurus yang begini-beginian sementara rentetan bom Marriot belum juga dapat di bongkar. Ada puluhan kasus-kasus besar yang mengendap begitu saja termasuk kasus korupsi. Kasus Timbang Sianipar diurus juga. Dalam hati saya boleh saja Pak Waka Polda bilang “Wong ini bukan urusan saya”. Tapi anehlah kenapa jadi urusam Mabes Polri yang begitu anggun. Pak Waka Polda pun bilang “Sekarang ini kok terbalik, Polisi yang mengayomi masyarakat kok masyarakat musuhin Polisi.” Lama saya termenung dan terbayang oleh saya ketika puluhan polisi tumbang dihantam demo Trafalgar Square ketika polisi bentrok dengan rakyat mengenai kebijakan pemerintah yang berlawanan dengan kehendak rakyat. Sayapun terkejut ketika perayaan Natal sekitar tahun 70-an di Inggris bepuluh-puluh kado disampaikan masyarakat kepada polisi dan gambaran polisi diciumi oleh kakek-kakek dan nenek-nenek tanda kecintaan mereka merupakan gambaran sehari-hari. Sekali waktu saya lupa jalan pulang ke Hidden Street di London. Sang Polisi mengantarkan saya pulang dan ketika saya naik taxi dan membayar 5 pound sang polisi menolaknya.”The is my responsibility “(Ini tanggung jawab saya). Bagaimana Polisi Inggris tidak disayangi bukan saja oleh rakyat Inggris tetapi juga oleh siapapun yang lama tinggal di Inggris, karena antara mengatasi kesulitan dan polisi terasa bersimpati. Keesokan harinya sayapun mendapat telepon dari pihak Human Right Watch. “What happen Dr. Rab about riot in Bangkinang, I clik from Kompas and show in the Police shot Tempias 2004-2006: Amok Melayu
57
with revolver” (Apa yang terjadi diBangkinang Dr. Rab saya melihat Polisi menembak dengan Pistol telanjang dari harian Kompas. Tahulah saya dunia ini akan kiamat dikocok-kocok oleh badan hak azasi internasional. Saya yang diminta oleh sekelompok mahasiswa mendampingi guru-guru ke Jakarta dan telah pula melapor ke Gubernur supaya biasa ditampung di mes Pemda di Slipi tiba-tiba saya batalkan karena mendapat telpon pemberhentian Jufrii telah diambil alih oleh Presiden. Oentarto sang sekertari DPOD merangkap Dirjen ragu menjawab pertanyaan saya “Jefri diberhentikan atau tidak?”. Barulah jam 10 paginya saya mendapat telpon bahwa SK penonaktifan telah keluar. Tapi jawaban yang pasti Kampar dari clik Kompas gambar polisi yang mengacungkan revolver memang merupakan the best picture dari kebrutalan oknum Polisi. (sebab kalau polisi tidak boleh disebut kesatuan kalau partai politik boleeeeeeh. Sayapun di telpon Kapitra Ampera kenapa mahasiswa yang demo ini dari rumah saya.Dirumah saya memang berbaur entah mana Ampaian Rotan yang tak dapat balik karena rumahnya sudah di buldozer Sianipar sementara mereka mulai tahun 1988 – 1999 telah menghuni tanah mereka ini dan telah mendapat pengakuan dari Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkalis, Bupati Bengkalis, dua Gubernur Riau Soeripto dan Saleh Djasit. Tapi tiba-tiba saja muncul surat Mabes Polri yang di teken oleh Drs. Soekamto. SH , dan hanya atas keputusan Pengadilan Negri Dumai yang tidak melibatkan rakyat setempat dan hanya melibatkan pergajul Timbang Sianipar dan Santoso. Kalau saya telpon polisi “ Oo….itu udah keputusan Pengadilan”. Entah apa yang diadili. Untuk menjadi polisi yang dicintai masyarakat berpulanglah kepada polisi yang mengabdi kepada rakyat dan bukan kepada duit. Selagi polisi berpihak kepada duit ya dibelakangi oleh 58
Tabrani Rab
rakyat. Polisi tidak juga mau belajar pada puncak-puncak kemuakan rakyat dengan terbakarnya Polres Tembilahan, Polsek Selat Panjang, Polsek Mahato. Masa ini orang cendrung menghindar dari hukum karena yang dicuri ayam tapi yang rugi kambing. Ketika saya mengundang Roesman Hadi sang Kapolri ke Sakai sayapun berbincang panjang lebar bagaimana cara merubah wajah kepolisian menjadi dicintai oleh Masyarakat. Dan Kapolri Da’i Bachtiar berkunjung ke Pekanbaru sayapun memberikan surat dengan amplop tertutup. Malamnya Pak Kapolda menelepon saya “Menjelak-jelekin saya ya?” “Oo…tidak pak”. “Lalu isinya apa?”. Dalam hati saya, sayapun bernyanyi “Ketipak ketipak ketipung suara gendang bertalu-talu. Purapura bingung hati didalam siapa yang tau”. Ketika saya dapat telpon dari Kampar bahwa mereka menanyakan pada Polres pengejaran sampai kedalam mesjid. Sayapun menjawab “Oo… tak perlu”. Dan ketika Kapitra Ampera menyatakan bahwa Kapolda Riau ingin berdialog dengan Masyarakat Ampaian Rotan. Sayapun menyanyi “ terlambat sudah terlambat sudah akibat dari selambe”. Sayapun sebenarnya pengen menyumbang lagu dirumah Kapolda ketika Kampar bergolak dan masyarakat Ampaian Rotan tidak dapat masuk Mapolda karna disekat oleh Arefa. Tentulah nyanyi saya “ Het lola kutang barendo. Tempuruang sayok babulu, bilo pak Polisi mengado-ngado hati rakyat menjadi kobu. Kok ndak membela Jefri jo Sianipar Rakyat makin terlantar.”
Riau Pos, 28 Maret 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
59
Bila Kau Seorang Diri
P
ulang dari Bangkinang untuk sembahyang Istiqasah sayapun tertidur di kursi panjang. Entah bagaimana mimpipun datang. Dalam mimpi itu saya sebagai guru besar ilmu ruparupa bukan ilmu paru-paru diminta oleh Mendagri untuk memimpin sekolah bupati. Dalam mimpi itu pula sekretaris DPOD Oentarto datang kepada saya. “Pak Tabrani karena Bapak sudah empat tahun di Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, ada tugas baru yang diberikan oleh pemerintah kepada Bapak. Saya tahu segala undang-undang tentu sudah didalam kepala Bapak begitu pula peraturan pemerintah yang berubah dua puluh kali sekejab. Sebab saya lihat rambut Bapak sudah putih dan keningpun mengkerut jadi mohon maaf saya Pak Tabrani tak cocok dengan selebriti”. Sayapun tergaruk kepala, lalu dengan kendaraan kijang saya dibawa ke sekolah Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Saya tengok kelas itu kosong melompong. Sayapun bertanya balik kepada Oentarto “Lha.. muridnya mana?”. “Sebentar lagi ada tujuh murid yang masuk. Materi pelajaran sesuka hati Bapak sajalah, sebab kan Bapak sudah profesor”. Tunggu punya tunggu ee.e.. ternyata yang datang hanya satu murid. Dalam mimpi saya itu rasanya murid ini saya kenal bahkan Bapaknya pun saya kenal, kalau tak salah saya dulu di panglung papan dekat sungai Siak sana. Karena tak ada kurikulum yang pasti
60
Tabrani Rab
yang diajarpun sudah mengerti betul dengan masalah-masalah akhirat terpaksalah saya buat silabus sendiri sebab muridpun sendiri juga. “Sekarang duduk. Nyanyikan : satu lipat tangan, dua tegak berdiri, tiga beri hormat, keempat copot kembali. Coba ulang nyanyinya. Atu ipat angan, lua tegak belili, tiga beli holmat, aampat opot ali. Horee…”. “Sesudah ini kita nyanyikan nyanyi kedua: Het lola la kutang barendo, tampuruang sayak babulu, kadang-kadang hatiden ibo, bupati baronti cu, kok dodak katokan dodak, ndak deyen tatampi-tampi, kok indak katokan indak, kok baronti katokan baronti”. Tiba-tiba murid ini marah, menempeleng muka saya “Puuukkk.. pakkkk” duniapun berputar-putar dan kuping saya berbunyi “nyiiingggg..”. Tentu saja saya mengadu kepada Persatuan Profesor Indonesia dan besoknya profesor-profesor ini berdemonstrasi ke Istana Negara. Sebuah spanduk besar berbunyi “Kami profesor sedunia akan berhenti mengajar bila diperlakukan seperti Prof. Tabrani”. Memang tak ada murid yang mogok sebab muridnya kan satu walaupun dijanjikan tujuh bupati lagi. Sayapun mengadu ke polisi bahwa saya ditempeleng oleh murid. Rasanya dalam mimpi itu orang tua murid itu datang kepada saya langsung bilang “Olah la Pak, minta maaf lah kami anak kami manopuk Apak. Dan Apak dah pulo ka polisi”. Rasanya dalam mimpi itu saya dikasih nasi kunyit dan upah-upah serta keranda supaya ingat mati. Walaupun kami sudah beramai minggu depannya saya dipanggil polisi juga “Pak, Bapak diminta keterangan karena Bapak sudah ditempeleng murid”. “Lha kami kan sudah damai dan keadaan kan sudah kondusif”. “Sebagai guru filsafat hukum tentu Bapak tahu bahwa damai Bapak itu tidaklah cincai dalam hukum. Hukum itu mesti juga ditegakkan. Kan Bapak ingat Socrates 2000 tahun yang lalu sudah bilang hukum itu terbagi rata dan harus mampu mengoreksi”. Ingatlah saya Tempias 2004-2006: Amok Melayu
61
kata-kata Pak Polisi ini bahwa cincai dengan murid tidaklah berarti mematahkan distributive justice dan corrective justice. Bahkan saya ingat pula kata-kata Hegel “Satu orang saja dengan hukum itulah mayoritas walaupun yang lainnya membelakangi hukum”. Bahasa Bagannya “One man in law is majority, there is no man above law”. Jadi cincai itu yaaa cerita lainlah dan hukumpun cerita lainlah. Tak kene mengena, kata orang Malaysia. Karena saya ditugaskan juga untuk terus mengajar murid ini sementara kurikulumnya entah dimana maka sayapun menggantinya dengan lagu “Becakkk.. becak, tolong bawa saya, saya pergi sendiri dengan berhati-hati, melihat demontrasi……”. Lagu ini memang tak pas lagi untuk murid saya yang satu ini sebab becak sudah tak ada lagi. Lalu saya merubahnya dengan lagu taman kanak-kanak tahun 50-an: satu lipat tangan, dua tegak berdiri, tiga beri hormat, keempat copot kembali. Lalu karena saya tak mengerti juga apa yang mesti saya ajarkan sayapun menelepon Oentarto “Pak Oentarto, murid saya ini sebetulnya siapa? Setahu saya murid saya ini diberhentikan oleh Mendagri, tapi kemudian disekolahkan. Sebentar lagi disebut dinonaktifkan sementara, entah apo-apo, besoknya dibantah lagi dengan SK No. 131.24-329. Indak baronti do tapi ¾ berhenti dan memasukkan ke sekolah khusus untuk Bupati untuk mengikuti pendidikan manajemen pemerintahan yang dikhususkan bagi pejabat dilingkungan Depdagri. Tapi kenapa murid saya cuma seorang. Tahunya saya tu undang-undang dan peraturan pemerintah, tapi karena murid satu ini seperti privat les. Kalaupun ditambah dengan enam bupati lain tentulah nama sekolah Sekolah Tujuh Bupati yang mempelajari Tujuh Lapis Langit dan Tujuh Lapis Bumi dan dijelaskan pula bahwa alam ini dijadikan Tuhan pada hari ketujuh. Saya membaca pula di koran murid saya satu ini sudah diberhentikan oleh DPRD 62
Tabrani Rab
tapi kata Mendagri nonaktif. Letihlah saya mencari kamus dan ensiklopedi, apa bendanya ini. Lalu untuk menyenangkan hati sayapun balik menyanyikan kutang barendo dan murid saya ini tercengang-cengang melihat saya kok iyo kecekkan indak, kok indak kecekkan iyo. Lebih celaka lagi entah dari mana dapat ide disuruhlah oleh Oentarto agar DPRD mengadukan kepada Kapolda Riau mengenai murid yang menempeleng saya ini. Saya makin bingung lagi sebab ini termasuk delik aduan sementara yang kena tempeleng saya apa pula DPRD mengadu, tak kene mengene. Memang tampaknya Departemen Dalam Negeri salah kiprah. Secara legalitas yaa tak adalah cara memberhentikan tapi secara legitimasi masyarakat memang dah tak suke. Lalu sayapun meneruskan mimpi saya dalam tidur ronde kedua. Rasanya ada belasan orang dari Bangkinang menemui saya “Ngah kalau dapat pejabat bupatinya sianu sajalahâ€?. Sayapun menerangkan inikan hak gubernur menunjuk, bahasa Bagannya preogratif. Dulu tuan-tuan pidato asal bukan Jefri orang Papua pun boleh. Bagaimana kalau Gubernur menunjuk orang Papua benaran yang pakai koteka, he‌he‌ Siapa nak ditunjuknya terserah dialah. Kalau usul saya tentu lebih bagus saya ditunjuk. Apa pasal? Karena saya ini mantan Presiden Riau Merdeka, mantan calon Presiden RI dari partai Golkar, anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sudah empat kali sambung tentu hafal undang-undang apalagi sudah tuatua begini tentulah saya bijaksana tak akan menempeleng guru do, mengerti dengan adat Kampar, anak angkat Pak Amin karena Pak Amin kawan ayah saya di Masyumi apalagi dengan ninik mamak Padang Mutung tempat saya selalu betandang. Pokoknya banyaklah sudah air sungai Kampar ini saya minum, tentu yang memenuhi syarat adalah saya. Tapi masalahnya kepada siapa saya bertanggungjawab seandainya terjadi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
63
saya ini korupsi walaupun sudah sakratul saya masih juga menyelewengkan anggaran 6,5 milyar dari BPR Ujung Batu Bangkinang. Sayapun balik ke kelas menengok murid saya seorang. Sayapun menegurnya “Surang ang angku”. Lalu saya mengajarkan nyanyi kepada murid saya ini “Bila kau seorang diri, jangan kau bersedih, bila kau seorang diri tanya pada qalbu muu, masih ada disana sekuntum mawar merah yang akan bercerita tentang dunia”, sodiahhh ambo ngku.
Riau Pos, 4 April 2004
64
Tabrani Rab
Mimpi Jadi Caleg...
“
P
ak…Pak… apa beda caleg dengan calog?”. Pertanyaan ini diajukan kepada saya ketika saya akan menusuk. Karena saya malas menjawab sayapun memberi komentar “Kalau Caleg menjadi Leg (alias Legislatif) maka nanti lama-lama menjadi Calog juga”. Sampai di rumah sayapun lama memikirkan pertanyaan ini. Betul juga sekarang caleg lama-lama jadi calog juga. “Cobalah Bapak pikir ditempat kami diujung Harapan Raya itu datang sekelompok orang. Entah caleg entah calog sayapun tak tahu”, kata sopir saya. Ditambahkannya lagi “Sudah jadi pasaran Pak. Kalau nak ikut kampanye 20 ribu, ada juga yang 50 ribu, itu bergantunglah Pak kepada partainya. Kalau untuk menusuk sudah ada kaki-kakinya Pak, untuk partai ANU 50 ribu, untuk partai INI 20 ribu, tapi yang tak sedapnya ada yang membawa sembako lagi sambil bilang “jangan lupa pilih partai ANU”. Ya…. negara ini telah kehabisan pemimpin. Kalaupun ada pemimpin karena takut kalah bersaing apalagi kantong kempes yaa…. tak berani majulah. Menjadi wakil rakyat sekarang ini memang perlu duit, nak menggeser nama dari nomor tak jadi menjadi nomor jadi. Seolah-olah institusi tinggi negara ini tak lagi mempunyai akar kepada rakyat. Yang dipidatokanpun itu ke itu juga. Ya… ada mengenai pendidikan alias sumber daya manusia, ada mengenai ekonomi kerakyatan, pokonya bagaimana baguslah.
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
65
Entah bagaimana cerita sayapun mimpi jadi caleg. Maka saya bentuklah bukannya Tim Suksesi tapi Calung Suksesi. Ada juga di kampung-kampung saya bentuk drum suksesi. Habislah duit saya memasang iklan. Belum lagi bicara di televisi. Sayapun menyewa berpuluh-puluh pick-up dan truk untuk mengangkut masa. Tim baju kaos melaporkan kepada saya “Pak.. perlu dana 10 juta Pak untuk baju kaos�. Saya sengaja tidak mau mendaftar menjadi DPD sebab tak tahu juntrungnya yang boleh hanya hak usul. Apa pula lembaga ini. Sebab saya pikir dulu betulbetul Bikameral ala Amerika. Artinya ada wakil daerah dan ada pula wakil rakyat. Hanya wakil daerah di Amerika yang disebut dengan Senator tidaklah sama dengan DPD sebab senatorsenator ini punya kemungkinan untuk menjadi presiden ketimbang anggota DPR. Bahkan begitu kuatnya hak-hak senator walaupun Algor terpilih dengan suara lebih dari 500 ribu. Akan tetapi karena distrik lebih banyak memilih Bush maka tentu saja Algor mesti kalah walaupun ada kesempatan intervensi dari Mahkamah Agung terhadap keputusan mayoritas namun Algor lebih mempunyai jalan jantan untuk mundur dari kursi kepresidenan. Lain lagi dengan cerita Clinton, dia sudah diberhentikan alias empeach oleh DPR kaan tetapi kekuasaan senat lebih tinggi menyebabkan pemecatan terhadap Clinton dibatalkan oleh Senat walaupun ceweknya Lewensky masem-masem mendengar Clinton tak jadi dipecat. Oleh karena itu saya tak berbakat untuk duduk di DPD, lebih berbakat untuk wakil partai. Maka saya perintahkanlah untuk memasang bendera partai besarrr besarrr dan tinggiii tinggiii di semua pokok kelapa yang paling tinggi, di semua tiang antena yang paling tinggi, belum lagi tergantung di hotel-hotel dan disemua tiang listrik walaupun yang memasang bendera partai ini bermatian karena arus listrik akan tetapi saya akan bilang dengan Panwaslu bahwa duit saya untuk kampanye sudah habis sehingga bendera partai ini tetap berkibar. Kalau Panwaslu menegur “Turunkahlah de ang, ma tau wak�. 66
Tabrani Rab
Ketika hari kampanye untuk partai saya maka sebeban pula duit hilang yaa.. untuk band, untuk konsumsi. Eee… orang yang mendengar kampanye saya dapat dihitung dengan jari. Padahal nyanyi bersama untuk memanaskan suasana “Potong bebek angsa, masak di kuali, pilihlah saya untuk menjadi wali” sudah dikampanyekan. Karena tak ada juga orang memilih saya di kota ini maka sayapun kampanye di kampung saya. Celakanya di kampungpun orang dah tahu kelakuan wakil-wakil rakyat sebelum saya “Pak, lah tontu kami dah, apokan indak ajo do Pak”. Dalam mimpi ini sayapun memimpin kampanye di negeri Antah Berantah. “Kalau saya menjadi wakil saudara-saudara maka jalan ke desa saudara ini akan menjadi aspal mengkilat. Di ujung jalan sana saya akan bangun perpustakaan. Kalau perpustakaan propinsi mau dipindahkan ke tempat jin betendang padahal pustaka ini merupakan simbol perhatian pemerintah terhadap pendidikan maka saya akan membangun museum dan perpustakaan di depan kantor saya. Tidak setakat itu saja, saudara-saudara tahu bahwa Cina pada tahun 2020 kekurangan 40 juta bini karena penduduknya lebih dari 40 juga nanti pada tahun 2020 jantan-jantan Cina akan saya undang ke sini, bukan ke Batam dooo sebab Batam sudah tercemar mengimpor lendir dari sopir-sopir Singapura. Akan tetapi ini tidak, betul-betul orang yang tak punya bini saya impor. Kalau tuan-tuan tak ndak yang kulup-kulup maka saya sunat dua kali. Sudahkah tuan-tuan membaca Riau Pos (9/4) bahwa visi 2020 Riau sama betul dengan visi 2020 Cina dimana Cina akan kelebihan 40 juta jantan dan kekurangan 40 juta betina akibat dari pada satu keluarga hanya boleh punya satu anak. Riau Pos menulis pula di Desa Pingling di Cina banyak pria menjadi bujang lapuk, ada mancis tak ada rokok. Di sebuah desa lain seorang laki-laki tua Li Anggau menyatakan sial betul punya empat anak laki-laki, tak satupun menikah sebab susah mencari betina. Oleh karena visi dan misi Riau 2020 yang sudah Tempias 2004-2006: Amok Melayu
67
dicanangkan oleh DPRD Riau menjadi pusat perekonomian dan pusat kebudayaan tetapi yang harus diperhatikan adalah daerah regional sejengkal diatas pusat dan sejengkal dibawah pusat. Tuan-tuanpun tahu maksud saya? Karena pada visi Riau 2020 dinyatakan Riau sebagai pusat perekonomian dan pusat kebudayaan, maka saya akan bekerjasama dengan Cina yang juga mempunyai visi 2020 dimana titik berat pekerjaan saya pada yang sejengkal dibawah pusat dengan mengekspor kelebihan wanita di Riau dan mengimpor kelebihan jantan di Cina. Pokoknya jelas ekspor meningkat. Nah, bagaimana kalau sudah menjadi anggota legislatif betul? Inilah yang dibaca masyarakat. Hampir tak ada kontrol partai terhadap anggotanya di dewan. Apalagi kontrol masyarakat, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Mulailah proyek-proyek digali sementara diluar telah ada kontraktorkontraktor, pokoknya duit harus masuk lagi. Apa yang telah dijanjikan ketika kampanye dengan kemampuan untuk menaikkan harkat masyarakat, tak ado dooo‌ Sebab negara ini memang tak lagi punya mekanisme. Nak korupsi, nak tidak, lantaknyalah situ. Sekarang ini koruptor-koruptor lagi panen dimasa otonomi ini. Pokoknya asal dijaga DPRD aman dari kejatuhan. Tinggal kongkalikong sajalah. Oleh karena itu yang utama saya pikirkan adalah bagaimana pulang modal sebab kedudukan sudah ada, gaji besar, apa pula gunanya dipikir rakyat, kalau selagi kampanye boleh lah janji-janji muluk-muluk sebab kalau sudah terpilih tak ada mekanismenya. Kalau sudah naik keatas, tak ada mekanisme turun. Asal jangan bawa soalsoal menempeleng guru saja, aman lah tu, semua bisa diatur. Nak dikirim keranda, nak sholat subuh dengan semua dinas, nak managemen qolbu atau managemen kobu, ndak tak ada tu dooo ngku oiiii, pokoknya lomak duduk-duduk. Karena itu menjadi DPR lebih sedap terutama yang duduk di Panggar yang 68
Tabrani Rab
mestinya dipanggang. Walaupun mekanismenya sudah ada untuk menyusun anggaran yakni melalui Rakorbang, digodok oleh Bappeda, diajukan oleh Gubernur tapi toh kekuasaan Dewan bisa saja mencoret-coret sesuka hati sebab pokoknya kalau saya tak suka saya datang khusus untuk mencoret yang sudah diajukan Bappeda walaupun nilainya hampir terpangkas 125 milyar dari anggaran. Pokoknya kapan lagi balas dendam kalau tak sekarang. Tapi bukannya rakyat itu bodoh sebentar lagi tuailah demo nak teberakpun bini tak sempat, apalagi bini simpanan. Adapun program saya yang pertama kalau saya terpilih jadi caleg adalah nambah bini. Kalau caleg ini wanita tak bisa nambah laki, yaa nasib kau lah. Lalu program kedua membikin rumah besar sebab semua yang diajukan boleh-boleh saja fiktif sebab tak akan ada do yang namanya pengawasan melekat dan pengawasan malaikat, yang namanya Jaksa paling bisik-bisik ke telinga saya “Tunggulah Pak habis Pemilu, kasus 2 miliar di BSP ini akan saya angkat balik”, entah iya entah tidak. Entah bagaimana sayapun terbangun “Astagfirullah”. Rupanya saya mimpi jadi caleg dan membaca tingkah laku dewan yang aneh-aneh. Kalau nak menguber janji yaa waktu Pemilu lah, 5 tahun sekali apa salahnya pembengak lebih-lebih di bulan April ini, orang bule bilang Aprilmop. Prinsipnya dalam mimpi saya itu “iyo kan nan di urang, lalukan nan dek awak” apalagi dizaman hukum ini loyo, kapan lagi nak korupsi. Tak usahlah lagi menyanyikan Haryati ujung jarimu kucium mesra tadi malam. Dizaman sekarang yang segala pangkal boleh masuk tak usahlah ujung-ujung lagi, tak usahlah mimpi-mimpi lagi. Bantailahhhhh...
Riau Pos, 11 April 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
69
Mati Nyali
K
erja saya sekarang bertambah-tambahlah. Tiap malam saya menonton CNN bagaimana sebuah lembaga yang bertanggung jawab pada keamanan dalam negeri yang didirikan oleh Hover pada tahun 1932 sekarang dikocok-kocok oleh Senat Amerika karena mengapelah tak bertanggung jawab terhadap peristiwa dilantaknya Dusun Ampaian Rotan, ehh salah oleh Osama Bin Laden dengan pesawat Boeing gedung kembar megah yang menjulang World Trade Center pada 11 September 2001 yang lalu dan dilantaknya Pentagon sementara FBI gigitgigit jari saja. Yang ditanyapun tak kepalangtanggung bukan direktur saja, mantan kepala FBI, Freeh. Ketika mantan Jaksa Agung Jane Reno dihadapkan pada Senat Amerika lebih dari 3 jam. Apa kata Senat? “Kenapa anda diam-diam saja?” Langsung Reno angkat bicara “Saya sudah perintahkan CIA not capture but kill Timbang Sianipar, ehhh salah Osama Bin Laden” (Saya sudah minta kepada CIA bukan menangkap tapi membunuh Osama Bin Laden). Apa lagi kata Reno? “Saya juga sudah perintahkan FBI supaya membuat jaringan yang lebih apik untuk menghadapi Osama Bin Laden. Tapi pemerintah kehilangan sense of crisis alias mati nyali”. Maka Freeh pun membela FBI “Saya sudah minta duit dengan pemerintah tapi tak ado pitih karena duitnya habis untuk melantik Setia Amanah – Setia Amanah dan Datuk Muda Bandar Serai, he… 70
Tabrani Rab
he..”. “Berapa kali anda melantik Setia Amanah?” kata anggota Senat Amerika. “Ntahhh.. banyak Pak, pokoknya habislah duit entah 1 milyar, entah 900 juta konon kata fraksi Aryaduta 1 milyar kurang 900 juta”. Lalu tak sampai disitu saja Penasehat Keamanan Nasional Amerika Condoleezza Rice “FBI memang tak mampu, sudah bertahun-tahun ndak bapitih do, entah kemana-mana duit tu dilantaknya”. Sekarang pertanyaanpun langsung ditujukan pada George Wolker Bush dan Al Gore, presiden dan wakil presiden tak jadi. “Bukankah serangan terhadap WTC telah dimulai dengan melantak Kedutaan AS di Kenya, Tanzania, Yaman, Dusun Ampaian kenapa anda tak memasukkan dalam agenda nasional?”. Balik Freeh bilang “Duit sudah tak ada, kami dah minta supaya polisi ditambah 1200 agen khusus, ahli bahasa dan analis, eee… sayangnya pemerintah lebih suka buang duit dengan main golf sehingga tak ada lagi duit sekalipun sudah berjumpa Bush sebagai Datuk Setia Amanah dan Dick Cheney sebagai Datuk Bandar”. Tapi bagaimanalah duit habis dek melantik semua datuk. Lalu Freeh pun menggambarkan seolah-olah jam berputar kebelakang perlunya pemberian gelar kepada semua Datuk Setia Amanah sementara pendidikan dan puskesmas-puskesmas terlantar. Ketika Reno sebagai mantan Jaksa Agung ditanya oleh Komisi Senat “Apakah menurut anda perlu badan yang baru karena FBI dan CIA tak dapat bekerjasama?”. Dengan tegas Reno menjawab “Not at all (tidak sama sekali)”. Sebab FBI merupakan lembaga yang sudah terlatih hanya pemerintah yang memang tak berduit. “Kemana memo yang menyatakan Bin Laden Determined to Attack Inside US (Bin Laden akan menyerang Amerika)”. Maka Renopun menjawab “To President Bush”. Anehnya lagi serangan Bin Laden terhadap Amerika justru hilang. “Like a left hand do not know with right hand (seperti tangan kiri yang tak dapat berkomunikasi dengan tangan kanan)”. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
71
Begitu juga kita saat ini hampir mati suri. Dalam saya tergeletak di Rumah Sakit Elizabeth Singapore, SMS pun masuk “Ngah…Ngah… kite ni mundur atau maju. Cobalah Ongah bayangkan untuk semprot demam berdarah itu alat die ada empat, dua rusak, harga alat tu dua juta, sedangkan yang mati lebub lebab juge. Cobalah Ongah pikir Aryaduta tu ha dua lantai dibooking untuk tamu, terpakselah kawan saye pindah ke Hotel Mutiara”. Beberapa saat kemudian SMS pun masuk lagi dari Batam “Ngah…Ngah .. macam manelah empat Menko becakap mengenai kemiskinan di Indonesia dan HIV di Batam sementara mereka berdiskusi di Novotel. Manelah orang ni tahu miskinnya orang kalau dari hotel mengkilat. Sehingga Jusuf Kalla bilang rasanya kurang enak kita bicara kemiskinan dari hotel berbintang ini”. Pulang dari Singapura sayapun singgah ke sebuah hotel, konon sarang AIDS di Batam. Saya melihat karaoke yang buka di siang bolong. Tampaklah oleh saya ayam-ayam disko ini bertato-tato dan beriris-iris tangannya. Nyanyi Cicak Rowopun “Manu e manu e cicak rowo, cicak rowo rowo buntut te, kalau digoyang serrr serrrr…. aduh enak eeee”. Sebelum berangkat ke Singapura sayapun menyempatkan diri bertemu Gubernur Riau untuk melaporkan bahwa di Kubu ditemukan gerombolan orang Melayu yang berparang panjang konon akan ke Ampaian Rotan. Alamatkan Ampaian Rotan menjadi Sampit II. Lalu sayapun menyampaikan bahwa saya sudah berbicara dengan Kapolda, Danrem dan Danramil Bagan Sinembah bagaimana surat kaleng yang ditulis oleh Timbang Sianipar. Waktu Naiboho dulu menjadi Danramil kerusuhan terjadi di Kota Paret, setelah Danramil dipegang oleh Silalahi terjadi pembakaran rumah. Tentulah surat kaleng yang disebarkan Timbang Sianipar ini dapat membawa kerusuhan etnis ala Sampit. Sehari sebelumnya sayapun menerima surat kaleng dari Timbang Sianipar. Apa kata surat kaleng ini “Bahwa kedatangan Tabrani dan Tim Kapolda meresahkan 72
Tabrani Rab
masyarakat Ampaian Rotan”. Sayapun ketemu petingi-petinggi TNI di Aryaduta termasuk Syafi’i Syamsudin dan memberikan buku Timbang Sianipar Diduga Sang Drakula Tanah. Maka petinggi-petinggi TNI inipun bilang “Kita komit lho membela masyarakat”. Sayapun menyatakan pula kepada Gubernur “Terbuka kemungkinan peristiwa Binjai terulang di Dusun Ampaian Rotan karena jajaran TNI mendukung rakyatsementara pengaduan masyarakat dicuekin Kapolsek”. Pengaduan sayapun bertubi-tubi kepada Kapolda bahwa hasil panen masyarakat Ampaian Rotan dirampok oleh Timbang Sianipar. Begitu pula peninjauan di lapangan terpencit ciiitttt… di depan Direktur Serse, rakyat dirampok oleh preman suruhan Timbang Sianipar. Sayapun mendesak Gubernur supaya memerintahkan kepada Kanwil BPN sebab berdasarkan penelitian Tim Independen Legal Audit tanah itu milik masyarakat dan bukan milik Santoso apalagi milik Timbang Sianipar dan BPN tampaknya mulai ragu walaupun sudah didemo mahasiswa. Dalam sakit kepala yang bertubi-tubi dan saya harus ke dokter Pilai di Mt. Elizabeth Singapura saya sempatkan melapor. “Habis surat saya diabaikan saja oleh Polda padahal surat saya resmi”. Lama saya bermenung di rumah sakit Singapura agaknya kalau dusun Ampaian Rotan sudah menjadi Sampit II dimana etnis belantak ataupun menjadi Binjai II dimana TNI belantak dengan polisi barulah agaknya ada perhatian Kapolda. Sudah saya undang Direktur Serse nya ke rumah ini, tapi begitulah tak ada tindakan dari Kapolda. Padahal dengan tegas surat Gubernur menyatakan “Bahwa situasi dan kondisi yang tidak kondusif dalam masyarakat Dusun Ampaian Rotan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir disebabkan adanya intimidasi oleh oknum T. Sianipar yang dilakukan dengan berbagai cara sehingga menimbulkan keresahan masyarakat. Oleh karena itu oknum yang bersangkutan telah dilaporkan masyarakat kepada Kapolsek Kubu dan Dan Ramil Bagan Sinembah. Berdasarkan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
73
permasalahan diatas kami mengharapkan bantuan Saudara kiranya dapat menindaklanjuti pengaduan masyarakat tersebut dengan melakukan langkah-langkah hukum (penyidikan) terhadap oknum T. Sianipar”. Kalau Dusun Ampaian Rotan sudah jadi abu karena kelalaian penegak hukum maka penegak hukum inipun saya seret ke Komisi Senat Amerika untuk menjawab pertanyaan “Who want to be responsible about chaotic at Ampaian Rotan?”. (Siapa yang bertanggung jawab terhadap kerusuhan Dusun Ampaian Rotan). Yaaa…. Indak ambo dooo, si anu nyooo, indak FBI dooo… CIA nyooo, indak tantara do Pak, polisi nyo, terussss….terussss, lantaknyo lahhhh. Kok iyo kecekkan iyo, kok indak kecekkan indak. Het lola Ampaian Barendooo…….udah mati nyali alias Lost of Sense Crisis.
Riau Pos, 18 April 2004
74
Tabrani Rab
Beselemak
S
ekali saya jumpa Saleh Djasit sesudah tidak lagi menjabat Gubernur. Bertanyalah saya pada Saleh “Apa masalah yang paling mengganjal selama menjadi Gubernur?”. Diapun menjawab “Menghadapi demonstrasi”. Sekali waktu saya bertemu pula dengan Chaidir sang Ketua DPRD. Pertanyaannya sama. Jawabannya anehnya sama juga. Artinya energi yang terbesar dihadapi oleh Gubernur dan Ketua DPRD dimasa-masa reformasi ini adalah perubahan sosial yang cepat, yang susah dikaji juntrungnya dan kadang-kadang timbul cepat. Nah, kenapa tidak terpikir untuk membentuk lembaga independen yang tidak dibebankan kepada biaya daerah supaya masalahmasalah sosial ini dapat dikritisi, dianalisa dan tidak hanya sekedar menampung tapi mencari solusi yang tepat. Demonstrasi ini bukannya berhenti disitu saja. Satu kali saya ke kantor Gubernur. Tiba-tiba Hansip yang jaga “Ngah… ngah cepat masukkan mobil Ngah”. Saya pikir ada apa. Rupanya ada demonstrasi pro Jefri ke kantor Gubernur. Dilain waktu saya melihat pula demontrasi masyarakat Dusun Ampaian Rotan. Anehnya sebagian besar dari waktu yang dihabisi DPRD dan Gubernur adalah untuk menghadapi demontrasi yang juntrungnya tak jelas, penyelesaiannya tak berujung, paling usul ditampung, ya sampai disini sajalah. Dikali yang lain Tempias 2004-2006: Amok Melayu
75
saya ketemu pula dengan mahasiswa S2 dari Lancang Kuning. “Bagaimanalah Ngah, beasiswa dapat 2 tahun sementara pelajaran mesti diselesaikan 2,5 tahun, ya kepunanlah Ngah”. Dikali yang lain lagi anggota Panggar DPRD dan termasuk pula oknum Bappeda menelepon saya “Ngah, bagaimana nih anggaran sumber daya manusia dipotong oleh Panitia Anggaran 125 miliar sehingga tak ada lagi do beasiswa baru yang diberikan”. Kepada saya ditunjukkan pula kaset ada petinggi DPRD datangnya hanya untuk mencoret-coret anggaran yang sudah disusun oleh Pemda. Pokoknya habislah sudah. Disatu pihak spanduk dibawah lapangan terbang bertuliskan “Mari memerangi musuh kemiskinan dan keterbelakangan” dilain pihak anggaran ini disunat. Maka untunglah Helmi Mat seorang anggota DPRD menjelaskan kepada saya “Itu Ongah melihat pada layar kecil ada petinggi DPRD yang datang untuk mencoret anggaran SDM, pada layar lebarnya kami telah menyerahkan kepada Gubernur kebijaksanaan Gubernur”. Tentu saja saya semakin bingung apa pula gunanya DPRD. Pada prinsipnya ada yang tergapai oleh pemerintah dan DPRD, ada pula yang tidak tergapai. Sebutlah misalnya masalah beasiswa. Pada zaman Arifin Ahmad dibentuk suatu badan Independen, namanya Yayasan Dana Mahasiswa Riau atau dikenal dengan YDMR. Kantornya di kantor pensiunan sekarang di jalan Setia Budi. Kerjanya memberikan beasiswa dan ada 312 tercatat yang diberikan beasiswa. Dan bukan sekedar itu saja, badan ini memantau pula perkembangan tiap beasiswa yang diberikan. Toh berhasil baik dan Gubernur hanya memberikan fasilitas, bukan dana. Nah, ketika badan ini melibatkan Pemda tentu saja terjadi ada yang harus dia dapat, ada yang tidak ditambah dengan dana yang dicukur oleh Panggar maka terpangkahlah dana ini. Membaca APBD Riau tahun 2004 memang hal yang luar 76
Tabrani Rab
biasa. Ada bantuan Dharma Wanita sebesar 150 juta, ada bantuan BKOW 150 juta, ada bantuan organisasi bidang hukum 250 juta, ada organisasi profesi bidang ekonomi 75 juta. Yang lucunya bantuan untuk Komnas HAM 300 juta dan bantuan untuk Granat sebesar itu juga. Bantuan untuk anggota MPR utusan daerah 250 juta padahal MPRnya dah habis, apelahhh jadinya Pak Cik. Bantuan pengawas pemilu 1,5 miliar, bantuan pengaman pemilu 3 miliar padahal pemilunya tinggal setengah lagi. Ngeri deh gua bacanya. Membaca bantuan-bantuan ini tentu saja memusingkan kepala. Kantor saya yang lebih enak disebut kamar kecil mengurus HAM ini dari pagi sampai tengah malam. Ambillah misalnya seorang ayah mengadukan anaknya disandera oleh rumah bersalin dan harus bayar 5 juta, bayi pasangan Okto dan Eva ini sebagaimana dimuat di Pekanbaru Pos (24/4). “Pakk..Pak.. tolonglah saya ini Pak, saya tak bisa bayar 5 juta�. Sang ibunda juga bercucuran airmata mengisahkan sang anak yang telah terpisah. Anehnya walaupun diadukan ke Polsek Siak Hulu dan polisi menolak “Sebaiknya diadukan ke RT saja�. Padahal satu-satunya perisai tempat mengadu adalah polisi, begitu kata KUHAP. Tentu saja senjata saya adalah wartawan yang mempunyai hati yang sama dengan yang saya rasakan. Gambaran begini berpuluh ditempat kerja saya. Tentu saja saya bertanya apa yang dikerjakan Komnas HAM. Ada lagi bantuan pada JARKOM 250 juta, apa bendanya inipun tak jelas. Sayapun teringat majalah Time sepuluh tahun yang lalu. Ketika Indiragandhi ditembak oleh pengawalnya maka Nakasone sang teman Indira yang kebetulan menjadi Perdana Menteri Jepang tidak mempunyai anggaran untuk melihat pengabuan Indira kali terakhirnya. Tak ada alasan Nakasone dengan anggaran pemerintah ini maka diapun terpaksa mencekuh sakunya sendiri. Untungnya untuk pengamanan masih dibiayai pemerintah. Terpaksa Nakasone memakai kelas kambing ke New Delhi. Cerita bagaimana di negara maju orang Tempias 2004-2006: Amok Melayu
77
menghemat anggaran auzubillah. Sekali waktu saya berada di London. Inginlah saya mengikuti acara yang digelar oleh Universitas Leiden mengenai kebudayaan Melayu. Alangkah kagetnya saya ketika harus menerima telepon bahwa saya tak dapat hadir karena pemerintah Belanda sudah mengeluarkan anggaran hanya untuk sekian orang. Tentu saja cerita begini biasa-biasa saja didengar. Kalau kita diundang keberbagai pertemuan internasional sudahlah tiket tak diberi, hotel bayar sendiri kecuali presentasi dapatlah di Malaysia 100 dolar. Melihat beselemaknya anggaran sayapun jadi terheranheran. Bagaimana anggaran yang begitu besar dapat dikeluarkan pada pos-pos yang tak pernah menunjukkan peranannya. Taroklah Granat, itu dulu karena orangnya betul DPRD, tapi Komnas HAM apa yang dibuatnya begitu pula JARKOM. Banyak hal-hal yang aneh-aneh yang beselemak. Negara-negara maju pada umumnya hanya memberikan bantuan anggaran pada sektor pendidikan dan kesehatan. Itupun dengan pengawasan yang ketat. Apa kata kontraktor yang bergerak dibidang obat kepada saya? “Ngah, kalau Ongah bisa mengusahakan anggaran 1 milyar untuk tender obat ini maka saya bisa memberikan 400 jutaâ€?. Tentu saja hitung-hitung ini makin membingungkan. 400 juta dikeluarkan oleh kontraktor untuk obat tinggal sisanya 600 juta. Kalau 200 juta keuntungan kontraktor ini maka obat yang dapat diterima rakyat tinggallah 400 juta. Belum lagi mark-up harga obat. Sehingga yang diperas-peras akhirnya tinggal sebotol tablet. Dalam keadaan ini pula hukum mau diberlakukan. Manalah bisa. Tentunya yang selamat adalah yang beselemak. Yaaaa‌. Beginilah, selamat beselemakkkk...
Riau Pos, 25 April 2004
78
Tabrani Rab
Tempayan Bocooo….
S
atu kali sayapun makan siang dengan Saleh Djasit yang waktu itu Gubernur Riau. “Ngah...Ngah… sampai saat ini belum ada investor yang masuk ke Riau padahal saya sudah menjadi gubernur 4 tahun. Kalau investor ini masuk dapat jugalah menyerap tenaga kerja”. Sayapun membalik-balik laporan dari investor yang menanam modalnya ke dalam negeri. Masyaallah, terbalik. Lebih banyak yang menarik modal ke luar negeri terutama ke Vietnam ketimbang kedalam negeri. Soni misalnya, pabrik Jepang ini mempertinggi investasinya di Malaysia dan menutup pabriknya di Bekasi. Belum lagi sepatu Reebock menarik investasi dari Bekasi ke Vietnam juga. Maka kumpulan amat-amat alias pengamat-pengamat ekonomi menyatakan faktor keamanan menyebabkan larinya modal dalam negeri ke luar negeri. Pengamat lain berpendapat pula tak ada jaminan hukum. Sekalipun buruh Indonesia itu lebih murah dari buruh Vietnam tapi kalau disapu ketidakpastian hari ini undang-undang begini, besok begitu yaa kacau lah. Otonomipun ikut pula diserbasalahkan. Entah mana bagian pusat, entah mana bagian propinsi, entah mana bagian kabupaten yaa bingunglah. Sayapun membalik-balik buku H. Awang “Memperjuangkan Hak Rakyat Kalimantan Timur”. Buku ini makin membingungkan, sebab berapa bagian batu bara untuk Kalimantan Timur dan berapa untuk pusat,
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
79
membingungkan. Ketika bagian batu bara ini dibincangkan di DPOD maka Sutioso pun angkat bicara “di Jakarta juga banyak batu bara, hanya tak dapat dibagi”. Maksudnya tentulah marga batu bara. Begitu susahnya untuk mengembangkan investasi sehingga investasi ini bukan surplus tapi minus. Aneh juga ketika di Riau diadakan festival budaya melayu se dunia dan akhirat orang-orangpun menyatakan “Ini untuk menarik investasi luar negeri. Entah berapa puluh miliyar dikeluarkan sayapun tak jelas. Tapi saya tahu betul tamu-tamu dari Malaysia yaa paling sedikit hotelnya dibayar Pemda. Apa kaitan antara festival dunia dan akhirat Melayu? Yang jelas biayanya dibebankan kepada APBD. Apa kata Bupati Indragiri Hulu? “Kalau berharap dari APBD kapan kita membangun?”. Sedangkan rakyat miskin di Rokan Hulu itu 21,3 persen dari penduduknya 283.000. Berapa pula untuk PT. RAL? Dari data 2001 untuk ekonomi kerakyatan sebesar 70 milyar dengan melibatkan berbagai dinas-dinas yang disebut dengan Ekonomi Kerakyatan. Tahun 2002 dana ini melonjak menjadi 100 milyar dan adalah 2 milyar melalui BPR dan BMT. Namun tak dapat dipantau entah kemana perginya. Yang jelas nilai baliknya cuma sekitar 3,2 persen. Di Singapurapun sebetulnya usaha ini dilaksanakan pemerintah. Cuma terdapat undang-undang anti korupsi yang jelas dan gaji yang cukup maka tak heran Singapura untung sementara kita buntung. Berapa pula licin tandas untuk Riau Airlines. Perusahaan ini total rugi baik sebelum operasi maupun sesudah operasi 56 milyar, modal dari kabupaten pun terhisap sebanyak 16 milyar, dari propinsi 10 milyar, pokoknya berlepotan entah namanya PT. PER (Pemberdayaan Ekonomi Rakyat) alias BUMD entah namanya PT. PIR (Pengembangan Investasi Riau), entah namanya PT. RAL, entah namanya PD. Sarana Pembangunan Riau, entah namanya PT. Riau Petroleum hanya Bank Riau lah yang untung itupun karena duit pemerintah ditarok di Bank Riau. 80
Tabrani Rab
Orangpun ingat kata-kata Faisal sang mantan Sekretaris PAN “Haram hukumnya pemerintah daerah itu berdagang”. Pernyataan begini boleh-boleh saja cuma yang jadi masalah kenapa di Singapura untung dan disini buntung. Sayapun menoleh-noleh pula kepada proyek sayur. Keluar pula dana 24,5 milyar bukannya meringankan tapi makin memberatkan petani sayur. Ketika saya makan di Orchad Road sayapun bertemu wartawan Singapura “Tentu saja bukan urusan pemerintah membeli sayur Riau, sedang pasir saja dalam volume yang sangat besar dikontrakkan pada sektor swasta, supaya pemerintah bersih dan tidak terlibat dalam hal-hal yang spele”. Saya hanya manggut-manggut saja. “Tentu saja kita bolehboleh saja bilang birokrat tak pernah sukses dalam berbisnis”. Lalu kita menanyakan “Kenapa di Cina untung dan begitu pula di Singapura”. Jawabnya tentulah seperti sang kodok ehh sang kodok, karena pengawasan ketat dan hukum berjalan. Bahkan pemerintah Cina melaksanakan satu negara dengan dua sistem yakni sistem kapitalis dalam pertumbuhan ekonominya dan sistem komunis dalam birokrasinya. Kok untung?. Jawabnya tentulah pada pengawasan dan hukum yang berlaku, lebih dari 5 ribu dolar korupsi, ya tembak. Ketika pada tahun 2002 sebeban delegasi Riau ke Amerika sayapun melihat ada sertifikat dari Walikota San Fransisco untuk Gubernur Saleh Djasit maka dalam hati saya tentu saja pertanyaan pertama dalam benak investor ini adalah “Ada ndak untung?”, kalau tak untung tentu buntung. Kalau ini sudah terjadi manalah mau menanam modal bahkan sangat mungkin modal itu lari dari dalam negeri ke luar negeri. Sekali waktu saya duduk-duduk dipinggir pantai Copenhagen. Saya lihat cewek pakai kacamata hitam “Ahhh boleh juga nihh..”. Dalam bahasa Inggris yang lancar diapun menyatakan bahwa dia anggota Parlemen. Saya tahu bahwa beberapa waktu yang lalu saya juga ke kota yang sama bahwa mayoritas anggota Parlemen adalah Tempias 2004-2006: Amok Melayu
81
cewek. Begitu pula di negara Scandinavia lainnya “I have been to Indonesia before”. Sayapun mengerti masudnya bahwa dia telah ke Indonesia dalam rangka Danish Day yang membawa setumpuk buruk investor. Ketika saya jelaskan Sijori sang anggota Parlemenpun sangat tertarik. Begitu sampai di Jakarta saya hubungi Duta Besar Denmark. Dalam pertemuan yang pendek diputuskan Danish Day berikutnya di Sijori. Sayangnya ketika delegasi ini datang saya telah ke Bangkok. Walaupun demikian pertemuan ini mulus-mulus saja dan dirancang oleh proyek-proyek perikanan. Sayangnya investor dalam jumlah yang besar tak tertarik untuk menanam modal. Kalau tinjaumeninjau tentu boleh-boleh saja. Tapi kalau sudah sampai penanaman modal betul tentu mereka berhitung-hitung “Ada ndak untung, aman ndak menanamkan modal”. Ketika saya datang ke Badan Penanaman Investasi Propinsi Riau maka saya melihat kantornya sangat cantik, bahkan ada lagi kantor koordinasi antar kabupaten walaupun tak termasuk Kepri. Hanya saja yang menanamkan modal itu-itu juga, RAPP – Indah Kiat, perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dengan polusi dan kerusakan hutan. “Ada ndak investasi baru?”. “Tidak Ngah”. Sayapun teringat waktu Gubernur Soeripto dulu. Waktu itu organisasi wanita mengajukan untuk jual cendol. Eee… ketika saya coba mengedit rupanya yang terjual adalah keuntungan. Begitu juga kita sekarang ini entah namanya bazar STQ, entah namanya PKK, entah namanya misi perdagangan ke Hanoi yang jelas semuanya pitkel alias piti keluar sementara piti masuknya alias pitmas tak masuk-masuk. Yaa… seperti RAL jugalah, kalau dana terus disuntikkan, dana APBD lah. Kalau begini semua orang pandai. Sebab yang disebut duit itu bukan yang diangan-angan tapi yang ditangan. Pepatah Melayupun bilang “Mengharapkan hujan di langit, air ditempayan boco dicurahkan”. Ya.. akibatnya beginilah. Riau Pos, 2 Mei 2004
82
Tabrani Rab
Menjual Kubur Moyang
“
C
obalah Ongah tengok, kan ada kuburan moyang kami didalam tu tapi dikasih juga tanah itu kepada perkebunan asing”, kata Muhammad Ali dari Maredan Siak dengan terbatabata. “Kami sudah ke Bupati tapi tak selesai-selesai”. Sayapun teringat ketika Imam Munandar menjadi Gubernur supaya investasi di Riau itu tinggi dikasihlah izin perkebunan raksasa pada perusahaan-perusahaan Jakarta. “Berapa lama mengurus izin”. “Kurang dari seminggu”. Maka selesailah semua tanah ulayat di Riau dipelantak oleh perusahaan kalau tidak dari Medan ya dari Jakarta. Pokoknya pupus. Gubernur yang satu ini memang aneh tapi nyata. Ketika dia pidato “Pulau Kambing harus menghasilkan beras”. Maka sayapun berbisikbisik dengan orang sebelah “Dimana letak Pulau Kambing?”. Maksudnya pulau Kijang, enggg alahhh. Kalau diapun memimpin sembahyang menjadi dua Imam yakni Imam Munandar dan Imam sembahyang maka menconglah ayatnya entah kemana-mana. Tapi karena sembahyang di pekarangan kantor Gubernur sah-sah sajalah adanya. Yang celakanya MUI pun ikut membela. Apa kata MUI? “Saatnya untuk menyatukan ulil amri dan ulil albab”. Artinya menyatukan antara pemimpin pemerintah dengan pemimpin agama. Dikali yang lain sayapun dikuliahi walaupun sudah guru besar “Pak Tabrani, kan seharusnya tanah ulayat itu dipegang
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
83
oleh ninik mamak sebagai pemangku adat”. “Boleh-boleh saja”, kata saya. Tapi itu pun tak selamat, banyak pemangku adat yang juga menjual tanah adat dan menggadaikan kubur-kubur moyang mereka. Cobalah anda tengok di desa Padang Mutung, tanahnya dijual oleh ninik mamak. Bahkan pemangku adatnya dosen UNRI lagi, tokoh pendidikan di Bangkinang lagi, pemangku adat lagi, bahkan cendrung disebut kuda kepang adat, begitu hebatnya, kan sudah penuh kepalanya dengan hukum-hukum adat. Eeee… dia pula yang menjual tanah ini kepada PT. Tasma Puja. Ketika ninik mamak dan kemenakan di Siabu ingin membagi tanah ulayat kepada kemenakan, baru saja masuk ke gerbang dihalau dek polisi konon untuk mengamankan PT. Tasma Puja. Tentu licin tandas tanah ini dilantak dek orang Sumut. Bukan di Rokan saja dooo… di Kampar pun lah habiiihhh. Padahal tanah ini dari Kampar sampai ke Siabu Bangkinang, berapa hektar? Eee.. ribuan hektar. Apa akibatnya ketika tanah ini diambil oleh PT. Tasma Puja? Rasakanlah Bangkinang dikepung oleh kebun kelapa sawit. Begitu lewat Bangkinang menuju ke Kuok maka jalan inipun menjadi rindang oleh kebun kelapa sawit. Apa alasan sang dosen yang pemangku adat ini? “Indak ado do Ngah, 20 tahun abihlah tanah kami ko”, kato Ocu Deyen ketika saya berada diantara kelompok adat Bangkinang meratapi tanah yang telah terjual pada Pujasera ehh salah Tasma Puja ini. Apo nak dipuja lei, tanah lah lopeh. Kalau ada kuburan disini yaa… pemangku adatnya jual kuburan gara-gara pucuk adat. Sayangnya kata pucuk adat ini, batang dan akar adat ini bodohbodoh. Karena dihadang oleh Polres Bangkinang maka ninik mamaknya pun bilang kepada polisi “Kini kami ko kalah jadi kami pulang. Tapi besok kami datang lagi dengan cara kami”. Yaa… ketegangan lagi. Macam mana ini mau diselesaikan oleh Jefri Noer ehh salah…. sementara entah betul entah tidak ia jadi Bupati. Yang jelas sekarang Rusli Zainal pemangku Bupati 84
Tabrani Rab
Kampar tak mampu menyelesaikan persoalan ini. Sedangkan Ampaian Rotan saja tak selesai sehingga belasan keluarga dengan belas kasih tinggal di rumah saya. Sayapun menyanyi Semut Merah “Sungguh aneh tapi nyata, tak kan terlupa, masamasa paling indah, massa ninik mamak dipelasah”. Mempelajari struktur adat di Bangkinang memang menarik. Ada pucuk adat yang dipegang oleh satu orang dari satu suku. Jadi ada lima pucuk adat dari lima suku. Kebetulan tanah yang dibeli Pujasera ini ehh salah Tasma Puja ini di pegang oleh pucuk adat dari suku Pitopang. Dai Kampar ke Bangkinang 5 suku adat inilah yang punya yakni dari suku adat Kampai, Piliang, Melayu, Pitopang dan Domo. Didesa-desa ada pemangku adat. Kepemilikan tanah di Bangkinang diserahkan langsung kepada pemangku dan pucuk adat. Sayapun bertanya kepada 5 pucuk adat yang menjual tanah ini. “Apo ang jua tanah ko? Kan ang mesti barunding dulu jo anak kemenakan, ko ang pangkah surang jo pitih Tasma Puja”. Langsung dijawabnya “Indak ambo surang makam pitih tu Ngah, kami bagi balimo jo pucuk adat lainnyo. Itu belum lagi pitih yang kami kasih kepada anak kemenakan dan ninik mamak yang memberontak, kami kasih seratus ribu seorang. Kalau Ongah memberontak pula tentu ratusan juta kami kasih”. “Jadi berapa anda jual tanah beribu hektar ini kepada perusahaan ini?”. “Itu rahasia pucuk adat tu Ngah, nan tahu bank nan manyimpan pitih kami”. Maka riak kecil mulai terjadi di Kampar konon Serambi Mekah ini sikit lagi datang Timbang Sianipar membeli dari PT. Tasma Puja. Karena Bangkinang negeri kecintaan saya ini dibelah oleh sungai Kampar yang mayoritas penduduknya berada dalam kantong-kantong di pinggiran sungai Kampar dan mayoritas belum mempunyai wc, plunggg kedalam sungai, nanti anak keponakanpun mandi crekkk…crekkk airnya bercampur baur untunglah partai kuning Golkar menang jadi kuningnya tak nampak lagi buruk. Bagaimana nasib yang diseberang sebelah Tempias 2004-2006: Amok Melayu
85
selatan tanah ulayat? Eee.. nasibnya sama saja. Sepanjang seberang sungai Kampar ini sudah pula dijual ninik mamak pada PT. Rama-Rama Jaya. Dan tak tanggung-tanggung dari Bangkinang sampai ke Kandis. Ketika saya datang ke desa Tapung sebab ratusan orang termasuk transmigrasi dari penduduk setempat telah terjual kepada perusahaan ini. Sayapun pidato bahwa ini terjual akibat ninik mamak tuantuan, harus direbut kembali. Anehnya selang beberapa saat saya mendapat telepon dari seorang mantan Kapten Danrem. “Pak Tabrani, wah kalau begini kita berhadapan”. Sayapun menjawab “Tak usahkan berhadapan, berbelakangan pun saya tak takut”. Sepeninggal saya dari Tapung ini saya dengar Gani, kepala desa dan 5 orang lainnya pun ditangkap di Bangkinang dan diajukan ke Pengadilan Bangkinang dan sampai saat ini masih terbelenggu didalam. Ada 232 perkara dimana tanah dijual oleh pemangku adat bersama kepala desa dan penduduk lokal menjadi terpencit ala Ampaian Rotan. Sayapun memikirkan nasib rakyat Riau ini yang tak terpikir oleh Gubernurnya sayapun berpapasan dengan truk pengangkut beratus warga Kampar dari Pulau Tinggi, Pulau Rambai, Simpang Baru, Rumbio, Tibun yang bekerja sebagai pembersih lahan sawit Tasma Puja. Aneh tapi nyata ninik mamak yang punya tanah, anak keponakan bekerja membersihkan lasang Tasma Puja. Berapa gajinya sehari? Eee… 15 ribu. Itu generasi kedua, generasi ketiga nanti kita tengoklah penduduk Kampar bernyanyi dibawah lampu lalu lintas sambil menyanyikan “cemprenggg… cemprenggg… sungguh aneh tapi nyata, tak kan terlupa, masa-masa paling lomak, masa-masa ninik mamak, masa-masa dalam neraka tanah kami diambil Tasma Puja, kami dikerubungi lalat tanah kami dijual pemangku adat”. Matiiilahh Angku dari pemilik tanah menjadi hamba sahaya di kebun orang lain. Hai orang Bangkinang, lai tontu Ang di Palestin barobuik semeter tanah saja beratus orang 86
Tabrani Rab
mati. Ini tanah berpuluh ribu hektar anda jual entah kepada siapa. “Bagaimana nasib anak keponakan kami besok Pak?”, kata ninik mamak Kampar. Sayapun menjawab singkat “Dari utara masuk Tasma Puja, dari Selatan masuk Rama-Rama dan Arara Abadi, tinggal sekali buldozer saja aaaa…. terkaparlah orang Kampar ke dalam sungai Kampar…par..parrrr”. Paling jadi pengamen lagu Semut Merah, minta sedekah tak lai ka Mokah, abihhhh… Tanyalah pada Riau 2020 pusat ekonomi dan budaya hee….heee…. “Sadokah kami Pakk preng..preng… Semut… Semut… Merah. Tak lagi ke Mekah. Lah duo hari ndak makan…”.
Riau Pos, 9 Mei 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
87
Tersepit Tak Sedap
S
atu kali saya diceramahi oleh Kiyai “Pak Tabrani, tersepit itu ada dua macam yaitu tersepit tak sedap, misalnya tangan kita terjepit pintu mobil atau pintu rumah, tentu sakitnya 7 keliling, sisa-sisanya jari itupun melepuh. Ini disebut dengan tersepit tak enak. Bukan main lagi sakitnya. Yang lainnya ada juga tersepit enak. Yang ini tak usahlah saya uraikan lagi sebab saya kira Ongah lebih tahu dari saya. Hee…he…”, kata Pak Kiyai. Pusing juga kepala saya memikirkan teka-teki saya ini mengenai tersepit tak enak ini. Akhirnya sampai jugalah saya kepada pemandangan sehari-hari. Di jalan Sudirman ada namanya mesjid Ar-rahman. Mesjid ini mesjid nomor dua yang tertua sesudah mesjid Raya di pasar bawah. Dahulu kala kalau sembahyang di mesjid ini paling sembahyang Jumat, kalau sembahyang Tarawih alamat ditangkap harimau. Mesjid ini dulu kepunyaan teman saya Daru Bani Lahasi dan adiknya yang doktor di IAIN Samsul Alam. Waktu dahulu kala selalu lah saya membawa tas Pak Abdullah, keren Masyumi dan teman ayah saya. Dan saya merasa bangga mengangkat tas Pak Abdullah. Dan kantor Masyumipun dulu mentereng. Sekarang menjadi toko Kirana. Apa pasal? Karena Masyumi dibubarkan oleh Soekarno dan entah apa pasal sederetan rumah-rumah di jalan Ahmad Yani yang dulu namanya jalan Bangkinang pemilik deretan rumah ini adalah rekan ayah saya juga dan juga 88
Tabrani Rab
anggota Partai Masyumi. H. Amat Karib ini sangatlah terkenal karena selain dari agen minyak BPPM istrinyapun cantik dari Solo, kecillll..mungilllll…naik mobil yang kecillll pula. Kalau Amat Karib lewat orangpun bisik-bisik “Wahhh tu nan punyo Pekanbaru lewat”. Sebagai orang Pekanbaru asli dapat diterka asalnya dari Pangkalan Kota Baru yang kini masuk daerah Sumatera Barat. Pokoknya sepanjang jalan Ahmad Yani H. Amat Karib yang punya. Dan sayapun sehari-hari selalu berbual–bual panjang dengan H. Amat Karib. Entah bagaimana cerita lagi tanah yang dimiliki H. Amat Karib hanya karena tuduhan PRRI pindah tangan entah ketangan siapa. Soeman HS pun mempunyai pula sekolah namanya Setia Dharma. Dulu sekolah ini paling beken di Riau. Disebelah sekolah ini ada pula sekolah yang paling tua di Riau namanya Holland Indische School atau lebih sedap disebut dengan HIS. Yang punya tanah HIS ini adalah H. Mahmud. Satu kali datanglah anak H. Mahmud ke rumah saya “Ngah… Ngah… entah apa pasal yayasan yang memimpin sekolah orang tua tu rapat-rapat setelah itu putuslah tanah itu dijual. Padahal tanah itu tanah sekolah”. Tentu saja kepala saya tergaruk-garuk. Dikesempatan yang lain datang pula pemuda-pemuda idealis ke rumah saya. Ngah..Ngah sekolah kami yayasannya sudah rapat untuk menjual tanah sekolah ini karena tak cocok lagi tempatnya. Sayapun berpikir, apalah alasan begini kan banyak sekolah-sekolah lain yang tak cocok tempatnya. Sayapun terbayang zaman dahulu kala ada sekolah di pasar tengah dimuka kantor RRI yang lama entah tukar guling entah tukar tilam. Sekolah inipun diganti dengan kedai-kedai. Tentu saja ketika saya berlang-lang buana ke luar negeri kebanggaan setiap negeri adalah sekolah yang ditengah kota. Sekolah-sekolah begini sudahlah bangunannya monumental, arsitekturnya cantik kalau tidak More yaa Renaisance. Bukannya pemimpinpemimpin disini tak pernah ke Malaka. Lihatlah sekolah San Tempias 2004-2006: Amok Melayu
89
Yoseph begitu anggun terletak di tengah kota, direnovasi lagi, uuuhhh cantik sekali. Padahal sekolahnya sudah 250 tahun. Begitu pula di Kuala Lumpur bukannya stasiun kereta api itu berarti dibandingkan dengan Central Station sekarang yang dibangun sebagai muara dari semua jurusan kereta-kereta di Kuala Lumpur dan kereta-kereta antar negara. Kalau disini tentulah sudah ditukargulingkan atau ditukar kasurkan dengan toke-toke Akian dan Meilua, entah apa yang nak dituju, tak tahu dooo.. Pokoknya habislah kebanggaan-kebanggaan Pekanbaru dek mengejar ruko. Kotaku Kotako Kotake, Kota aku, Kota toke dan Kota ruko. Apa akibatnya? SD 001 nanti terjepit antara mall dengan kotake. Lama-lama tukar gulinggg lagi, habis dikau sekolah matiiii lah dikau. Sayapun membaca Pekanbaru City yang diterbitkan oleh Badan Turisme. Sekali-sekala kawan-kawan dari luar negeri datang kepada saya disini tentu saja saya berikan buku Pekanbaru City. Anehnya setiap objek yang saya tunjukkan “ooo.. it is nothingâ€? (Ndak ado apo-apo nyo dooo) jawabnya singkat. Dulu waktu Soebrantas sayapun mengajurkan letak saja batu besar ditempat-tempat bersejarah ini kelak ‌‌ pandailah Walikota membangun tugu-tugu peringatan. Yang terjadi justru sebaliknya. Dibelakang rumah Walikota terdapat tugu kemerdekaan, kini telah hilang. Ganti Walikota, ganti rumah baru, disitu-situ juga. Menangisi Pekanbaru, melihat SD 001 di Ahmad Yani yang sebentar lagi terkikis habis oleh pembangunan mall ditambah dengan mesjid Ar-rahman yang sikit lagi hilang. Habislah sejarah Pekanbaru. Lama saya bermenung. Dahulu kala ketika barisan walikota tua memimpin kota ini entah namanya Datuk Wan Abdurrahman, entah namanya Muhammad Yunus, entah namanya Tengku Bay terasalah Pekanbaru ini dalam kesepian namun tampak keinginan untuk mempertahankan sejarah kota 90
Tabrani Rab
ini sehingga mudah bagi orang untuk membacanya. Dulu saya pikir bahwa sulit bagi seseorang untuk merubah sifat dasarnya karena sifat dasar itu terlahir bersama idealis-idealis. Namun keyakinan begini perlulah kini dicampakkan jauh-jauh. Sebab kalau sudah bintang dibahu entah bagaimana cara hidungpun naik keatas. Ditambah dengan pidato yang terhormat, yang terhormat makin hilang jati diri. Benarlah yang dikatakan Pavlov bahwa jabatan mengganti sifat dari kepribadian dan dia akan menemukan kembali ketika masa kesunyian dalam ketuaan. Satre dengan kebanggaannya menyatakan “Janganlah menyerah sayang, dan jadilah diri anda sendiri. Bila anda ingin besar janganlah dalam jubah kekuasaan. Sebab jubah kekuasaan menyebabkan anda kehilangan jati diri”. It is not you again, itu bukan anda lagi, entah siapa sayapun tak tahu. Berkata pula Lenin “Hai pemimpin janganlah anda berjalan kencang didepan barisan sebab anda meninggalkan barisan, jangan pula anda berada dibelakang barisan sebab anda akan ditinggalkan barisan, berjalanlah ditengah-tengah barisan agar anda tetap jadi bagian dari barisan”. Inilah yang tak diketahui oleh pemimpin masa kini, sehingga pongahnya tak lagi kenal pada dirinya “Siapa angku ku, lah surang isuak tahulah angku”. Sakik angkuuuu...
Riau Pos, 16 Mei 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
91
Tupai
S
uatu kali cucu saya bertanya kepada saya, “Aki... Ki, apa binatang yang meloncat-loncat dan tak masuk ke tanah?” Sayapun menjawab “Katak”. “Bukan katak Ki, tupai”, kata cucu saya. Karena saya suka membela pendapat cucu saya walaupun salah maka, terpaksalah saya katakan “Iyee..lah cu”. Kata-kata cucu saya ini membuat saya teringat masa saya kuliah dulu. Sayajual celana di loak 200 rupiah bisa untuk empat kali nonton film di bioskop.
Giliran pertama saya bawa Tini. Biasalah dengan dukati luxor saya yang ketokkk... ketokkk... ketokk sambil berkayuh. Ini masih berlanjut kepertunjukan film pagi jam 10 di gedung bioskop Pelangi bawa lagi Lince jalan-jalan sampai jam 12 sambil makan bakso. Jam 2 sore nonton film di bioskop yang berbecla bawa pula Lina. Berkayuh-kayuh lagi. Pokoknya situ senang sini senang. Pertunjukan jam 7 malam baru bawa bintang dari segala bintang, Neng. Auzubillah cantiknya. Pokoknya hari Senin tinggal menghitung celana, yang semula lima menjadi empat. Minggu depan jual baju lagi, begitulah seterusnya sehingga akhirnya tinggal sepasang. Persis seperti kata cucu saya tupai. Kata istilah sekarang bajing yang melompat dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Harga yang mahal yang harus dibeli untuk semua cinta... he... he... saya pikir teka-teki cucu saya ini betul juga. Persis seperti katak yang melompat. 92
Tabrani Rab
Kalau ada orang gede di negeri ini bilang bajing maka saya ini bajing jugalah. Bagaimana sesudah saya dewasa waktu masuk Masyumi belum bubar saya simpatisan Masyumi karena dizalimi oleh Soekarno dan masuk Pemuda Islam Indonesia (PII) bersama Endang Syaifudin Isa Ansari. Ketika Kongres PII tahun 1966 di Bandung, wahhh delegasi dari Aceh saja 250-an, jumlah pesertanya ribuan. Karena Soekamo terus-menerus menekan partai Islam. Maka saya melompat lagi ke HMI dan ikut kongres HMI di Solo tahun 1967 bersama Adi Sasono dan terangkatlah Nurcolis Madjid sebagai ketua. Balik ke Pekanbaru dukung PPP. “Salam Ongah saja sudah cukup untuk modal kampanye kami di Bagan�, kata Wan Abu Bakar yang kini wakil Gubernur Riau, pentolan PPR. Memang suara PPP di Siak dari Bagan naik. Ayah saya dengan kain sarung ikut kampanye memenangkan PPP, partai Islam terbesar di kala itu. Lebih dari 20 tahun saya pendukung tetap PPP. Sayangnya kantor PPP pindah dari lokasi yang beken di Jalan Sudirman ke kedai bertingkat di Jalan Nangka. Tahulah saya bahwa PPP mulai menggemboskan diri sendiri tapi saya tetap saja berperan dalam acara-acara PPP di Pekanbaru maupun di Jakarta. Tahun 1989 saya bersama Suradi P dan Suratno ikut demo di kantor PDI bersama mahasiswa untuk membela PDI yang diinjak-injak oleh militer serta ikut mengundang Megawati ke Pekanbaru. Rapat PDI berganti ke rumah sakit saya di Tampan karena gedung di Sudirman telah diduduki. Hal tersebut hanya atas keyakinan bahwa PDI mampu menyelamatkan bangsa ini. Satu kali karena Riau ini terus-menerus dizalimi sayapun mengadukan Habibie yang ketika itu Presiden RI ke Pengadilan. Kalah di pengadilan masih ada jalan lain, Riau Merdeka. Negosiasi-negosiasi begini antara Tiro, Theys dan Tabrani akhimya menghasilkan juga otonomi dan CPP Blok pun menjadi milik Riau. Hanya kalau dah kebagian rezeki Tempias 2004-2006: Amok Melayu
93
berebut. Padahal triliunan yang didapat, angka kemiskinan begitubegitu juga. Apa pasal? Karena duit ini disentung sendin dan tak menetes, kepada rakyat. Ketika Akbar Tanjung ditangkap saya masuk ke Golkar sebab Golkar dizalimi oleh kekuasaan. Maka saya jadi bajing loncat lagi ikut konvensi calon Presiden RI dari partai Golkar ke seluruh pelosok tanah air. Tidak dapat dipungkiri hati saya untuk mendukung SBY maka sayapun ikut dalam Forum S BY. Rumah kediaman saya di Jalan Pattimura menjadi sekretariat Forum SBY. Had nurani saya memihak ke SBY lagi-lagi karena SBY dizalimi kekaasaan di samping figur SBY memang bersih. Teka-teki cucu saya tupai atau katak masih menjadi tanda tanya di otak saya. Sebab kalau katak memang ada lagunya “Sang kodok ee... ece. Sang kodok kenapa engkau panggil hujan, makenya aye panggil hujan karena hujan nggak mau turun. Sang hujan... sang hujan... kenapa engkau turun-turun aje makenye aye turun turan aje karena sang kodok panggil aye...”. Rasanya cucu saya ini memang lebih benar dari saya karena yang melompat-lompat dan tercecah-cecah itu memang tupai. Memang ada terecah sedap dan tercecah tidak sedap. Satu kali saya jumpa Nurdin Khalid, tokoh Melayu di Batam. “Ngah... Ngah menunggu itu adalah pekataan yang paling tak sedap walaupun ada menunggu yang sedap. Kalau Ongah tahu apa menunggu yang paling sedap?” Lama saya bermenung untuk menjawab pertanyaan teman ini sehingga akhirnya kami sampai ke Sekupang dan jawabannya belum juga saya dapatkan. “Mau tahu Ngah? Menunggu yang sedap itu, menunggu yang satu tu”. Itu kalau bicara politik dan pacar artinya P2 alias Pacar dan Politik. Apa beda tupai dengan katak? Katak masih juga membumi, tupai dari pokok ke pokok melompat. Tak ada yang dapat dipegang sekejab cakap begini sekejab lagi begitu alias 94
Tabrani Rab
banyak cakap. Padahal kalau banyak cakap dan janji persis kata-kata nenek saya. “Kakap senohong, gulama ikan duri, cakap pembohong lama-lama jadi pencuri”. Sekejab begini sekejab begitu tak nampak. “Wahhh saya bicarakan dulu dengan staf saja”, entah apa-apa. Lalu menguber janji lagi supaya menjadi ikan duri. Engg... alah... Ambillah misalnya pembangunan masa depan. Apa kata Hans Kalipke. Saya punya cucu di Trengganu dari kelas satu sampai kelas enam juara satu. Saya tanya berapa 9 kali 7 dia tidak bisa jawab, saya bilang 63. Saya ulang tanya berapa 7 kali 9, tidak tahu lagi. Saya jadi heran padahal sudah kelas enam. Saya tanya lagi apa ibukota Jerman, spontan dia jawab Berlin. Saya tanya ibukota Perancis, dijawab Paris. Apa ibukota Riau, dia bilang Padang. Saya jadi ketawa besar. Lalu saya tanya lagi apa ibukota Malaysia, dia tak tahu jawab. Saya jadi heran juga, kata Hans Kalipke di antara makan malam kami karena besoknya Hans akan berangkat balik ke Hamburg. Lama saya bermenung apakah kata Hans yang setengah hidupnya di Sakai ini menyebabkan anak anak didik seperti bajing loncat alias tupai. Tahu ibukota Perancis, tak tahu ibukota Riau. Di sela-sela tulisan ini sayapun mendengarkan kaset Hetty Koesendang “Bajing loncat.. bajing loncat ka istana anyar”. Artinya tupai melompat dari kuburan baru ke kuburan baru sampai akhirnya masuk lubang satu kali dua meter. Entah tupai entah katak, entah bajing kata orang Sunda semua kelakuan kita bentuk begitu, tak ada yang membumi, bantai dikaulahh... “Wahhh ini mudah diatasi, ahhhh...tungguuu... tungguu...” Sudah itu berkebil-kebil biji mata, apakan tidak aje... lantak dikau lahhh situ... hehehe ...
Riau Pos, 23 Mei 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
95
Pak Ngah Balik
S
ekali waktu entah dimana saya memimpin orkes Bandar Serai maka sayapun bukan menyanyi klasik tapi lagu Pak Ngah Balik, sedappp. “Pak Ngah balik, bulan mengambang, Pak Ngah balik hari dah siang. Pegi memancing si ikan todak, rupanya dapat ikan gulame, entah dilantik entah kan tidak sayang, kalau tak dilantik akulah gile” treng..teng…teng…teng.. teng. Dimainkan orkes Symponi Melayu Riau. “Mule..mule terkene rindu, setelah itu serang malaria, kalau tak sanggup menahan rindu, malapetake yang akan mendera”, treng..teng… teng… Saya lihat kepala keponakan saya terpuruk-puruk dibawah telepon. Sayapun bertanya “Ade ape?”. Diapun bilang “Pak Ngah, saye takut name saye besok tak masuk dalam daftar dinas yang akan dilantik. Saye memang semalam dari Pinang Ngah, sengaje kesini cepat-cepat takut tak kene lantik”. Barulah saya tahu rupanya keponakan saya ini dengan berdegup-degup dan berdegap-degap menunggu telepon dan undangan untuk pelantikan kabinet. Sayapun teringat dulu waktu pelantikan menteri-menteri Soeripto yang ketika itu Gubernur Riau pasang kuping di radio kalau-kalau diangkat jadi Menteri Transmigrasi. Maklumlah sejarah hidup sudah sangat baik, Komandan Kostrad, Ketua Fraksi ABRI di DPR RI, Gubernur Riau tentu berikutnya he..he… Menteri Transmigrasi. Pagi96
Tabrani Rab
pagi saya lihat mata Pak Gubernur merah dek menahan tidur. Lalu ketika saya membentuk suatu forum dari calon presiden, orangpun bertanya kepada saya “Ngah, nak jadi menteri keh?”. Saya langsung menjawab “Udah lama saya hidup dah, saya ini dokter, dulu mantri-mantri Amid dan mantri Amat semuanya bawahan saya. Untuk apa saya jadi menteri. Yang nanti ketika bajing loncat menteri tak diajak kan bengkak seperti martabak… kak..kak… Sedaplah lagi santai-santai begini. Pokoknya ingat pepatah orang tua ‘batang padi tecuat, telo tegantung, ape nak ati buat, badan menanggung’”. “Seandainya Pak Tabrani jadi menteri, apa program utama?”. “Saya akan membawa kroni-kroni saya, konco-konco saya, mesin duit saya, suku sakat saya, cekur gaharu saya, saudaremare saya, ipar duai saya, besan mayan saya dari kampung saya Bagansiapi-api ke Jakarta. Semuanya saya dudukkan ditempattempat strategis dan tempat-tempat yang basah, pokoknya semua SDM saya bawa dari kampung saya. Sesudah itu saya angkat pula penasehat saya entah Pak Cik saya, entah dari dulu duduk dipemerintah sayapun tak tahulah. Kemudian penasehatpenasehat ini saya ikuti nasehatnya, siapa nak didudukkannya lantaknyalah, berapa anggarannya bantainyalah situ, pokoknya keluarga dan kepentingan saya jangan diganggu. Kalau dia tak dapat sekaligus jadi dirjen atau kepala dinas saya angkat dulu jadi wadirjen. Sekali lepuk kan bisa jadi dirjen. Mana yang lawan saya tak mau mendudukkan saya jadi menteri saya tukar gulingkan menjadi kering. Misalnya duduk di dirjen perpustakaan, eeehh salah pokoknya kepala lahh. Pokoknya yang membantu-bantu menteri dulu saya campakkan ditempat kering-kering basah supaya dia menjadi gelisah dan geli-geli basah. Segala orang yang membantu memperlancar jalan saya jadi menteri saya angkat menjadi pembantu utama saya. Karena PP 10 tak lagi berlaku, yang dulu illegal sekarang saya legalkan”. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
97
Lalu untuk meringankan pikiran sayapun balik menyanyikan Pak Ngah Balik. “Pak Ngah balik, bulan mengambang, Pak Ngah balik hari dah siang. Pegi memancing si ikan todak, rupanya dapat ikan gulame, entah dilantik entah kan tidak sayang, kalau tak dilantik akulah gile”. Lalu lagu inipun saya tambah improvisasi “Seandainya tukang patri sayang, tukang patri membetul kaci, sendainya saya jadi menteri, akan saya bawa Pak Cik-Pak Cik, Pak Ngah balik, bulan mengambang, Pak Ngah balik hari dah siang. Alkisah keponakan saya yang kepalanya terserodok dibawah meja menunggu telepon tak juga berdering-dering, kalaupun berdering bukan dari BM 1 tapi dari BM 50. Tak lama kemudian sayapun menerima undangan untuk pelantikan eselon II. Keponakan saya ini belum juga menerima. Balik dia bertanya “Pak Ngah agaknye nak dilantik di kepala dinas?”. Sayapun menolak “Tak ndakkk… Banyak kerje lain lagi”. “Tapi jadi kepale dinas tu sedap Pak Ngah, kita tak payah cari duit, duit tu datang sendiri, anggaran beres”. Sesudah pelantikan tahulah saya kalau keponakan saya itu tak dilantik do padahal dulu nak jadi DPRD tak jadi, duit dah keluar banyak tak pula menang. Sayapun bicara “Awak ni untunglah, cube ade 14 kadis menjadi kudis alias tepongkeng. Sekalipun ada angin surga bahwa non job akan di-job-kan, he….he.. bahasa Inggris hantu-belau namun kemana nak ditenggekkan. Sekarang ini tak usahkan lembaga pemerintahan, sedangkan DPRD dan DPR pun dianggap menampung lapangan kerja. Misalnya saya mau jadi DPRD Bagan. Maka saya cantumkanlah nama saya pada salah satu partai. Untuk mencapai nomor satu, duittt lagi. Mau jadi caleg harus pula periksa kesehatan termasuk kesehatan jiwa, duitt lagi. Belum lagi waktu pemilu, pemerintah memang sudah mengeluarkan biaya untuk KPU lebih dari 3 triliun belum lagi termasuk biaya pemilihan presiden dan wakil presiden. Tapi kenyataannya untuk kampanye yaaa.. bayarlah sendiri, entah 98
Tabrani Rab
untuk gambar, kaos, sumbangan mesjid, sumbangan olah raga, habislah 300 juta sampai 2 miliar. Bagaimana tak stres kalau tak tepilih. Ada juga yang menggadai rumah warisan, menggadai kebun, kendaraan, jangan-jangan tegadai bini. Karenanya badan DPRD bukan lagi dianggap sebagai perwakilan rakyat akan tetapi lebih tepat sebagai investasi. Anggota DPRD yang terlibat money politic ini disebut investor. Nah, bagaimana kalau sudah jadi DPRD terutama kalau duduk di Panggar? Maka dicarilah koneksi kalau dana ini cair siapa yang melaksanakan? Ambillah misalnya mobil pemadam kebakaran. Sebelum disusun di Panggar dicari dulu harga satuan. Lalu kongkalingkong dengan perusahaan pengadaan untuk memark-up anggaran. Begitu dana keluar pokoknya kontraktornya dah tahu, tinggal menghitung-hitung berapa persen untuk kita. Sekali saya bertamu ke Panggar. Sayapun menyatakan “Kenapa Fakultas Kedokteran saya tak dapat padahal belum pernah saya minta sedekah dengan Pemda sejemput semen dan sebuah batu batapun, haraaammm�. Toh karena ada pembangunan fakultas kedokteran yang biasanya dengan dana APBN lalu sang rektor masih menSipenmarukan tentulah terketik anak-anak Riau terutama anak-anak Riau yang jauh. Tak usahkan guru bagus, sekolahpun tak becus. Bagaimana bersaing dengan anak-anak Jakarta dan anak-anak Medan. Lalu dimintalah saya untuk membangun kedokteran. Kan sama saja dengan pembentukan Tim Legal Audit. Sudah diputuskan untuk dibangun eehh tidak mendapat dukungan finansial padahal anggaran yang menyanyah-nyanyah dapat semua. Pembangunan Monumen Demokrasi Riau 1,2 miliar, Proyek Bandar Serai 3 miliar, pre feasibility studi hubungan/ jaringan transportasi laut Riau-Malaysia dalam rangka mendukung program kerjasama sub regional Asean 980 juta. Nah, bagaimana pula pada bidang pemerintahan? Kalau nak mengajukan anggaran yaa.. pandai-pandailah melobi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
99
DPRD, makin besar uang servis yaa.. makin cepat. Itupun kalau sudah keluar dalam buku lintang tidak otomatis didapat. Kalau didapat dalam bentuk proyek, habislah dikau. Kalau dijadikan proyek tak usahkan mesjid yang dilahap, patung Raja Haji Ali sajapun berserakan, kepala patung ini kosong-melompong tampaklah tipisnya. Patung ini terketik, sesudah patung ini jatuh barulah polisi mengadakan penyelidikan. Mulanya diselidik Jaksa tak jumpa-jumpa kesalahannya padahal kepala patung tu dah belubang. Dari Polisi ke Jaksa dari Jaksa ke polisi itulah kerja, akhirnya tak dapat-dapat juga. Dari pada pening kepala memikirkan belepotan entah korupsi di pemerintah, entah korupsi di DPRD yang jelas duit Riau itu banyak. Tentu korupsinya banyak pula. Ini yang menjadi akibat DPRD Sumbar. Satu kali saya ke Larantuka-NTT. PADnya adalah 50 juta sementara APBNnya dibawah 100 miliar. Tapi sungguh aneh tapi nyata SPPnya perai semua. Ayo dong Pak Jaksa, Pak Polis Diraje kita babat koruptor di Riau. “Pak Ngah balik, bulan mengambang, Pak Ngah balik hari dah siang. Pegi memancing si ikan todak, rupanya dapat ikan gulame, entah dilantik entah kan tidak sayang, kalau tak dilantik akulah gile” treng..teng…teng…teng..teng. “Mule..mule terkene rindu, setelah itu serang malaria, kalau tak sunggup menahan rindu, malapetake yang akan mendera” treng..teng… teng…teng..teng...
Riau Pos, 30 Mei 2004
100
Tabrani Rab
Terbakar atau Dibakar
S
atu kali datanglah wartawan kepada saya “Pak Ngah, menurut Pak Ngah pasar Cik Puan ini terbakar atau dibakar?”. Maka sayapun mengingatkan wartawan ini kepada riwayat Nabi Yusuf ketika para hakim menyatakan Yusuf ini salah atau tidak. Maka berkatalah anak dalam buayaian “Apabila baju Yusuf koyak dibelakang tandanya Zaleha yang salah. Sebaliknya kalau Yusuf ini bajunya koyak didepan maka Yusuflah yang salah”. Selang beberapa waktu kemudian saya membaca koran seorang perwira polisi berumur 54 tahun mati dihotel Mini sesudah mengajak konon kartu namanya seorang mahasiswi, maka pastilah bukan baju polisi yang didepan dan belakang sobek tapi retsleting celana yang terbuka, sebelah depan lagi, he.. he..he… Sebab Jumat kemudian sayapun mendengar khotbah Jumat “Janganlah engkau mati sebelum engkau menjadi orang yang sungguh-sungguh Islam”. Ini tentulah berita-berita biasa saja bagaimana kematian seorang Akong diatas perut yang terjadi di Hotel Karimun. Hanya bedanya Pak Polisi ini bagian Narkoba sementara Akong bagian baba alias merabaraba. Untuk menyedapkan berita disebutlah sang polisi sakit jantung. Hanya saja sudah sakit jantung kenapa jadi polisi juga. Ada pula pendapat pak polisi overdosis dengan viagra. Sayapun membalik-balik kepustakaan ‘tak ada mati karena viagra doo’. Apa kata buku “kalau banyak makan viagra, maka Tempias 2004-2006: Amok Melayu
101
mati karena nafas kuda”. Artinya yang besar dapat mati yang kecil hidup terus. Ini persis cerita Cik Pong ketika Sultan Johor mati, meriamnya terus hidup. Pokoknya kalah Mak Erot yang membesarkan semua yang kecil, dan mengecilkan semua yang besar, he…hee. Balik ke cerita nabi Yusuf tadi maka sayapun bilang kepada wartawan ini “Kalau pasar ini akan dikembalikan Walikota kepada pedagang Cik Puan maka tandanya pasar ini terbakar, tapi kalau pasar ini dibangun oleh Akong atau konglomerat seperti pasar Kodim juga maka pasar ini memang dibakar. Akhir-akhir ini saya makin tak mengerti. Pemerintah ini melindungi warganya atau berpihak kepada konglomerat. Pasar-pasar tradisional tidaklah kalah untuk menarik pariwisata. Pasar bawah misalnya terkenal dengan jual beli keramik. Pasar-pasar bazar di Iran menjadi pusat pasar sekaligus menjadi kekuatan politik untuk menumbangkan Shah Iran. Mana tahu pasar Kodim untuk menumbangkan, he…he… Di Marakes misalnya tiap orang yang ke Maroko tidak mengunjungi perbatasan dengan Al Jazaer ini belum ke Maroko namanya. Sebab di Marakes terdapat berbagai pasar tradisional yang dijaga kelestariannya. Ini tidak. Berkunjung saja kita sekali ke Malaka daahhh pikirannya pun nak merubuhkan semua pasar yang bersifat tradisional. Sekali waktu sayapun makan jagung dengan anak angkat saya Nathan yang sekarang menjadi doktor antropolog di Leiden. Makan jagung enak juga ditempat remang-remang yang dibuat oleh Pemda. Apa yang kami lihat? Bukannya makan jagung tapi memegang semua tangkai di gelap yang begini. Saya jadi heran juga dari mana idenya membangun kios jagung leighton ini sementara pedagangnya tetap saja bejual di kiri kanan sungai. Ini suatu gambaran tumbuhnya suatu pasar, tak dapat dirancang Wako dooo, dia tumbuh, bersemai dan terjadi transaksi 102
Tabrani Rab
antara pelanggan-pelanggan dan pembeli yang terus-menerus. Sehingga tumbuhnya pasar tidak dapat dikaji oleh kepala dooo.. dia lebih dapat dikaji oleh hati dan oleh kepercayaan antara pembeli dan penjual. Apa yang mengganggu suatu pasar? Kalau pemerintah memberikan kesempatan kepada modal kuat untuk membangun pasar ini. Maka hengkanglah pedagang-pedagang ini entah kemana. Apa selanjutnya? Pasarpasar yang direncanakan inipun tak mau tumbuh walaupun cantik Cik Wah. Sekali waktu saya ke pasar Sail, ketemu teman lama Ahong yang kepalanya sudah putih dan mukanya keriputkeriput. “Hong, kenapa lu tak ambil bagian atas depan, banyak kosong Hong”. “Hayy aaa gua tak ata lui lah lukun, sewa mahal barangpun tak laku juaaal”. Tampaknya sewa yang tinggi dan tak laku menyebabkan pedagang tersepiiittt. Belum lagi kering saya mengobat mahasiswa yang ginjalnya hampir punah karena tetap membela pedagang pasar Kodim. Demo ke DPRD, berteriak-teriak dan ada pula konon yang dipukul oleh polisi sehingga mukanya bengkak. Kata polisi dia tak ada mukul dooo sehingga yang berobat ke rumah sakit saya, sayapun menanya “Tek..tek.. lai tabuhan menggigik muko etek tadi”. Uni yang lainpun terkeseok-keseok ketika sendinya saya coba luruskan. Sekali datanglah utusan pasar Kodim ini ke rumah saya. “Apak, betul tanah tu Pemda yang punya Pak”. Sayapun menjelaskan “Setahu saya itu tanah Haji Karib. Dan yang dibangun toko sekarang itu tanah Haji Mahmud yang dulu dipinjam HIS untuk sekolahnya. Sebab saya yang paling lama tinggal di Pekanbaru ini, tahulah saya semua”. Tentu saja ketika pasar ini akan ditukar menjadi pasar modern maka lebih dari 2000 pedagang tercabut akar-akar hidup mereka. Belum lagi ini kering sudah terbakar habis pula pasar Cik Puan. Kalau pasar Kodim melibatkan hampir 2 ribu pedagangpedagang yang luluh lantak tempatnya berdagang maka pasar Tempias 2004-2006: Amok Melayu
103
Cik Puan sunyi sepi sendiri, habis dilalap api. Akibatnya 330 kios habis terpanggang dan 160 los hangus menjadi arang. Apa akibatnya? Setiap pedagang kecil pun harus pasrah, paling sedikit rugi 50 juta. Kerugian ditaksir yaaa 30 miliar. Saya yang datang ke pasar Cik Puan subuh itu harus mengurut dada karena mereka akan kehilangan tempat berjualannya yang berarti tersapu pula mereka dari akar-akar kehidupannya. Banyak sungguh pemandangan subuh itu. Seorang pedagang membawa anaknya digendongan, tak ada satupun yang dapat diselamatkan dari kiosnya yang terbakar. Pasar yang dibangun tahun 1973 ini mengikuti kakaknya pasar Kodim menghilangkan 490 bazar alias pedagang runcit. Bagaimanapun dijalan Durian, Pasar Simpang Baru, Pasar Lima Puluh dan Pasar Rumbai sebagai tempat penampungan tak akan sama tingkat laku penjualan. Nampaknya pedagang kaki lima habislah sudah riwayat mereka. Tentu saja antara pasar Kodim yang sedang dibangun dengan menyampakkan pedagang-pedagang kecil dari akar hidup mereka timbul kecurigaan, jangan-jangan pasar ini dibakar. Sebab gampang saja sesudah dibakar tak akan ada lagi dooo kesempatan pedagang itu untuk melanjutkan hidupnya di pasar Cik Puan. Dulupun dua tahun yang lalu pasar ini terbakar juga. Los ini diganti dengan yang lebih permanen. Manalah mungkin pasar jalan Durian mengganti tempat mereka ini. Cobalah bayangkan bukannya di jalan Rajawali apalagi dibuang ke Panam. Walaupun polisi duga pasar Cik Puan bukan dibakar tapi terbakar, ya sama saja. Luluh lantak pedagang. Yang menjadi soal dikembalikan tanah ini kepada pedagang-pedagang Cik Puan. Kalau api ini dianggap sebagai alasan mereka tercabut dari hak-haknya untuk berdagang maka dapatlah dijawab ‘pasar Cik Puan’ dibakar. Kalau ada maksud baik Pemko pasar ini dibalikkan kepada pedagang, memanglah terbakar. Karena 104
Tabrani Rab
hidupnya pasar-pasar ini dalam waktu yang lama, dapat menampung ribuan tenaga penganggur yang tak mungkin menjadi pegawai negeri, maka saya sarankan biarlah pasarpasar ini berkembang seperti pasar tradisional di Beijing, bazar di Iran, kios-kios di Marakes. Yang terpenting tugas pemerintah itu mengatur lalu lintas supaya konglomerat tak mencekik etek-etek. Dan biarkanlah mereka berkembang ditentukan oleh pasar dan bukan ditentukan oleh Wako alias jual jagung leighton, he‌he‌
Riau Pos, 6 Juni 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
105
Buku Lintang Pukang
S
atu kali saya jumpa dengan Instiawaty yang Panglimi dan Datini Laskar Hulu Balang Melayu ini. Diapun bilang “Ngah..Ngah… untuk Ongah ada di buku Lintang bantuan untuk DPOD mungkin 100 juta”. Karena duit saya memang sudah terpakai untuk bolak-balik ke Jakarta dan ke Jogya mendiskusikan mengenai Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 maka sayapun menghadap Gubernur. Apa yang saya ajukan dicelah-celah rapat Ampaian Rotan ini? “Pak Gubernur, saya mau menerbitkan buku “Mempertahankan Otonomi” tiga jilid lebih kurang 1000 halaman, hasil-hasil diskusi saya diberbagai universitas”. Gubernurpun membubuhkan “Bayar sesuai dengan APBD”. Besok paginya datanglah saya ke bagian keuangan. Sang kepala kaspun mencari-cari dimana dalam buku Lintang “Ngah, tak ade dalam buku Lintang do Ngah”. Rupanya bantuan saya ini dicoret oleh DPRD konon Zanzibar Nong khusus untuk mencoret ini. Sayapun dianjurkan ketemu Nazar. Karena budaya Melayu ini malu aku malu bukan pada semut merah tapi pada tradisi. Tiga hari saya mencari Nazar tak berjumpa-jumpa untuk mencairkan duit dua sen ini. Sayapun menulis di kolom pembaca Riau Pos “Tiga kali jumpa Malaikat Maut di Rumah Sakit saya, sekalipun Nazar tak nampak”. Sayapun jumpa lagi Gubernur. Apa kata Gubernur? “Kalau yang begini kan salah staf saya ni”. 106
Tabrani Rab
Sekali waktu yang lain lagi datang pula anak angkat saya Subarjo yang pegawai ini. “Ngah, ini ada bantuan untuk Rumah Sakit Ongah”. Pergi pula saya ke Bappeda “Tak ade dalam buku Lintang ini ni do”. Sayapun menanyakan kepada Bappeda “Buku Lintang ini berapa biji”. “Ada enam buku Ngah. Entah mana yang betul akupun tak tahu. Ada buku Lintang yang sudah disusun oleh Rakor Azan alias Rakorbang. Ini Ngah Rakorbang ini digudang. Tak dipakai do Ngah, dulu ya sekarang tidak”. Sayapun menyanyi di Bappeda tercengang-cengang wajahmu, tetapi jangan marah. Sekalipun Gubernur mengazankan SDM-SDM dan anggaran pendidikan 25 persen lebih tinggi dari pendidikan nasional tapi yang jelas anggaran pendidikan ini disunat hampir 123 miliar simsalabim dialihkan ke tempat lain. Entah perbaikan rumah Korem, entah perbaikan atap kantor Pengadilan Tinggi. Walaupun angka Dinas Pendidikan 377 miliar disunat oleh Panggar 33 miliar. Untung tak sunat kodong. Apa lagi yang ditambah Panggar yang ketika itu ketuanya sakit? Disunat lagi untuk Dinas Propinsi Riau, buku SD dari 8,5 miliar menjadi 2,4 miliar, buku SMP dari 6 miliar menjadi 1,2 miliar. Jalanjustru bertambah, entah siapa pimpronya he..he.. lah dari 15 miliar menjadi 71 miliar dan jangan lupa proyek Bandar Serai 3 miliar, Balitbang yang dulu nak membuat oli dari kelapa sawit dapatlah sikit sekarang 500 juta rupiah untuk fosil dan nyisil. Biasanya anggaran dibuat Rakorbang alias Rakor Azan, diazankan dulu. Maka keluarlah bermilyar-milyar bupati mengumpulkan camat, camat mengumpulkan pengulu. “Hai pengulu-pengulu kite ade duit, ape nak tuan buat”. Seluruh hulubalang pun mencatat apa nak dibuat pengulu. Inipun diangkat oleh Camat lalu Bupati pun azan “Haiii camat-camat kite ada duit, nak buat epe ke kite terutama yang tinggal di Meranti Bunting, Teluk Lecah, Sokup, Pedekik, Mandah, Kuala Tempias 2004-2006: Amok Melayu
107
Cinaku. Maka sesudah azan bupati kini giliran Gubernur pula. “Haiii bupati-bupati yang tinggal di Selengseng, Concong, Labuhan Tangga, Teluk Latak, Pambang, Kembung kite ade duit, ape nak kite buat”. Dari pertemuan mulai dari pengulu, camat, bupati, sampai gubernur maka terkumpullah anggaran setinggi bukit, duitnya setinggi gunung. Anggaran setinggi bukit ini disebut dengan Rakorbang alias Rapat Koordinasi Bang alias azan. Dulu anggaran Riau ini 250 miliar itupun tak habis, 50 miliar jadi sisa anggaran pembangunan daerah alias Siaprah. Tapi sekarang anggaran lebih dari 10 triliun sementara bupatibupati dan walikota-walikota telah menjadi adipati-adipati dan para wali-para wali. Artinya mereka bebas menggunakan uangnya sehingga uang propinsi yang jumlahnya 1,5 miliar dicocok-cocokkan dengan uang adipati-adipati dan wali-wali. Nah, nampaknya tahun ini lain dari yang lain. Rakor Azan alias Rakorbang tak lagi dipakai sebagai dasar penyusunan anggaran. Yang dipakai adalah kerawang dan bekasi-bekasi alias sajak Khairul Anwar cukup kepala biro uang dan kepala dinas bekumpul. “Tuan-tuan nak berapa?”, kata Karowang. Maka disusunlah anggaran sikit haram tak dipakai lagi Rakor Azan. Sesudah disesuaikan dengan keinginan DPRD kebetulan pula sang kepala Pangkah ehh salah kepala Panggar sakit maka digantilah dengan kepala-kepala pangkah lainnya dari semua fraksi-fraksi. Adapula wakil kepala memasuki ruangan “Tak… tak…. Aaaa.. ini dicoret sebab dia mengkritik saya”. Abissss lah akuuu… Apa kata pangkah-pangkah yang mewakili Panggar ini “Aaa.. biarlah dia putus pula jantung kawan tu nanti”, he..he… he… Tiba-tiba muncul pula dari Universitas Riau menghadap Kerawang alias Kepala Biro Uang. “Bagaimana kami FKIP tak dapat anggaran padahal kami sudah mengajukan”. Sesudah itu muncul pula pasukan Palang Merah Indonesia “Kami Ngah 108
Tabrani Rab
mengajukan cuma 500 juta tapi dapat 1 miliar. Apa pula nak kami ajukan lagi”. Sekali lagi pula palu DPRD terhentak “Tang.. tang….. tambah 5 miliar untuk pengadaan alat FKIP UNRI dan 500 juta lagi ditambah ke PMI”. Sungguh aneh tapi nyata dan tak terduga, entah apa kerja PMI, aku dulu ketua tak dapat duit doooo….Sekali lagi ketuk lagi di DPRD. Rupanya ada enam buku Lintang dan malang melintang lagi. Ada buku Lintang sesudah diketuk DPRD, ada buku Lintang direvisi tambahan PMI tambah UNRI sekali lagi ketukk…kutakk, ada lagi buku Lintang revisi sesudah direvisi dan direvisi lagi, alhasil bilal husal entah mana-mana buku malang melintang ini tak jumpa-jumpa. Hebatnya lagi Bappeda pun dengan suratnya kepada Gubernur tanggal 13 April 2004 baru mempelajari buku Lintang padahal Bappeda ini seharusnya menyusun. Apa kata surat Bappeda ini? Pak Gub, kami baru mempelajari, mempedomankan pada Renstra, sajak Khairil Anwar AKU alias Arah Kebijakan Umum dan SBY ehh salah SP alias Strategi Prioritas. Apa kata surat ini lagi? Khusus untuk bidang pendidikan kata Bappeda harus dengan Block Grand dan Imbal Swadaya untuk masing-masing satuan kegiatan sesuai dengan Surat Gubernur Riau No. 050/ Gubri/55.05 tanggal 7 April 2004. jadi artinya bantuan dalam bentuk duit tunai. Hebatnya lagi dalam surat itu tumpang tindih antara Panggar dengan usul eksekutif. Surat yang dicoret oleh Panggar diminta diaktifkan kembali mengenai bidang kesehatan. Nah, bagaimana kalau dibantu melalui proyek oleh Diknas? Terjadilah sunat menyunat dan mafiosomafioso kalau pemenang enam, lima mesti disogok supaya kita menang, ditambah lagi dengan PPN 15 persen, honor konsultan 7 persen, biaya personalia 2 persen, tim bimbingan 2 persen, panitia pengadaan barang 2 persen, fisik 2 persen, pimpro 2,3 persen, duit ralat entah berapa persen, pokoknya cincai-cincai habis 50 persen. Terjadilah cerita Prof. Zainal Zein “Bantuan untuk sekolah saya disetujui 1 milyar tapi akhirnya diluluskan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
109
250 juta lalu dibangunlah oleh Pimpro dan kontraktor, hasilnya kamar sebesar kakus dan sayapun mengganti engselnya yang 250 rupiah dengan engsel yang 120 ribu rupiah. Padahal 100 juta saya sudah dapat membangun 3 tingkat. Masa 250 juta sebesar kangkang kera. Belum lagi uang untuk penelitian diajukan 250 juta bidang Balitbangpun bilang kami hanya dapat menyerahkan dana ini 40 persen dan 60 persen yaaa untuk kami lah”. Sayapun bilang dengan rekan saya ini “Untung Bapak tak sakit jantung”. Memang nasib buku Lintanglah menjadi buku malangmelintang dek Gubernurnya entah kemana-mana ditambah lagi dengan jabatan Bupati Kampar dan Gubernur Kepri maka lengkaplah sudah anggaran Riau ini menjadi anggaran malang melintang, he…he..he… Kurang juga lagi Ncik.. bantai lagi…
Riau Pos, 13 Juni 2004
110
Tabrani Rab
Pangkat Kopral, Gaji Jenderal
K
alau ditimbang-timbang dan ditimang-timang siapa yang paling berat bebannya untuk kabinet Rusli Zainal yang baru dilantik? Jawabnya tentulah Ekmal Rusdi. Kenapa begitu? Cobalah anda bayangkan dalam pepatah Inggris yang lazim dipakai pada negara maju “Education for tomorrow and health for today� alias pendidikan akan membentuk manusia masa depan dan kesehatan adalah yang harus anda miliki kini, maka untuk pendidikan jauh panggang dari api. Bayangkan SPP bayar, duit buku bayar, sampai adinda saya Basrizal Koto menelepon saya “Ngah, bagaimana seandainya dengan pabrik kertas yang kita punyai buku-buku dibagi gratis diseluruh sekolah dan pendidikan kita peraikan SPP dengan seruan kepada semua bupati dan gubernur�. Tentu saja usul begini sudah menjadi kerinduan saya sejak dahulu. Basrizalpun mengisahkan bagaimana susahnya dia sekolah ketika kecil dan tak mampu membayar duit sekolah. Pokoknya pendidikan dan kesehatan inilah yang menjadi parameter dinegara maju suatu pemerintahan berhasil atau tidak. Nah, bagaimana dengan di Riau? Kebetulan ada pula yang merangkup kedua bidang ini dalam satu wadah yakni pendidikan kesehatan. Bayangkanlah oleh anda ada sekolah perawat dan bidan di jalan Harapan Raya. Sekolah inipun memasang spanduk sepanjang jalan. Lalu dinyatakannya izin Tempias 2004-2006: Amok Melayu
111
Depkes RI Nomor 165.02.1.5.2549A. padahal ini izin sekolah di Medan bukan sekolah di Riau ini. Kalau di Riau tentulah Kepala Dinas Kesehatannya tahu. Ini tidak, dicantumkan juga spanduk sepanjang jalan. Dikali yang lain pula saya ketemu dengan Kepala Pusat Pendidikan dan Kesehatan Nasional di Jakarta. Sayapun mendapat penjelasan kalau sekolah-sekolah bidan dan sekolah perawat itu mula-mula diterima hanya 50 orang. Selanjutnya diadakan akreditasi sesudah 2 tahun. Barulah dapat ditingkatkan bila kualifikasinya B. Tiba-tiba dijalan Harapan Raya dibukalah sekolah perawat dan bidan tak tanggung-tanggung, diterima 200 padahal sekolahnya ruko. Bepuluh-puluh drum air diatas sekolah ini. Sayapun menelepon Dinas Kesehatannya setelah sekolah ini dibuka beberapa bulan. Lalu dijawab “Kami tak tahu sekolah ini do Ngah, tak terdaftar disini do�. Celakanya ketika ada dari sekolah ini yang pindah. Langsung sekolah saya ditegur oleh Dinas Kesehatan. Lalu sayapun membuat surat resmi ke Danrem. Apa bentuk sekolah begini. Nampaknya Pak Danrem langsung memanggil Kasrem dan akan meneruskan surat saya tersebut ke rumah sakit Tentara. Namun sekolah ini tetap juga berdiri. Manalah bisa negara ini ditegakkan bukan dengan undangundang tapi dengan ketakutan terhadap baju hijau. Konon yang punya skeolah ini Kopral mentah yang menjual tanah Sakai lagi. Nah, kalau siswa-siswa ini tamat mau dipangapakan? Kegiatan ala preman Medan ini bukan saja pada bidang kesehatan dan pendidikan. Entah bagaimana dalam bidang tipu-menipupun polisi nampaknya tak banyak berkutik. Beberapa tahun yang lalu adalah perusahaan BMA di jalan Nangka. Perusahaan ini membuka MLM. Pinjamkan duit 10 juta dalam dua minggu jadi 20 juta. Duit ini ber bal-bal. Dan tak pakai hitung lagi. Sayapun tercengang-cengang sebab ternyata adik saya di Jakarta pun memasukkan duitnya ke sini. Sayapun menulis di surat kabar bahwa ini suatu penipuan dan bukan lagi bank gelap. Saya ke kantor Polda Riau supaya perusahaan 112
Tabrani Rab
penipu ini tertutup. Akan tetapi karena tak digubris barulah ditutup sesudah sekian ratus korban yang jatuh dan puluhan miliar hilang lenyap entah kemana. Tiba-tiba petugas intel mendatangi saya sesudah penduduk Pekanbaru ini dijarah oleh perusahaan dari Medan ini. Ditunjukkanlah sebuah foto. Apa nak dibuat lagi? Ditiupkan pula mungkin GAM menggunakan duit ini karena konon milik MLM ini orang Aceh. Selang beberapa waktu bukannya di jalan Nangka di buka. Tapi disebelah kantor Poltabes sekarang. Mereknya besar, nama perusahaan rente yang menjanjikan 50 persen dalam dua minggu. Berpuluh bahkan beratus nasabah yang kehilangan duit karena perusahaan penipu ini. Sekalipun berakhir di pengadilan, tinggallah kerak-kerak duit. Enggalahh matilaah dikau. Sepertinya masyarakat Riau ini tak terlindungi oleh kejahatankejahatan yang menular dari Medan ini. Tengah malam sayapun mendapat telepon “Ngah, duit saya amblas dek perusahaan yang berkantor di Gedung Surya Dumai yang megah ini. Berkali-kali mantan pegawai saya yang bekerja diperusahaan ini berkali-kali dia bertamu “Pak Ngah, belilah saham ini. Nanti kalau harga rupiah naik, Ngah jadi untung”. Sayapun menjelaskan berpuluh pertemuan luar negeri yang mengisahkan hubungan antara saham dan valuta asing telah bergumul dengan saya. Mulai dari pertemuan di Tokyo, Soul, Beijing, Hanoi, Singapura, dimana orang dapat mengira-ngira duit mana yang naik, mana yang turun. Bukannya saya tak tahu future trading yang serba berspekulasi. Bagaimanapun orang berhitung-hitung dimana politik rentan disitu mata uang jatuh. Alhasil bilal husal datanglah telepon malam itu. “Ngah, dah habis kami Ngah duit dek membeli future trading ini”. Paginya sayapun mendapat telepon dari Kapitra “Sudah disikat Kapoltabes 5 orang perusahaan yang berkantor di Gedung Surya Dumai ini”. Nampaknya main buaya Medan ini sekehendak hatinya saja di Riau. Masalah Ampaian Rotan tak selesai-selesai bahkan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
113
Timbang Sianipar dengan merek PT. Rama Salomo entah apa bentuknya yang jelas tanah Purba, Simarmata yang sudah berpuluh tahun disini sudah diakui 50 kepemilikannya oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Rokan Hilir bahwa ini milik mereka. R.P. Ginting yang ketika itu menjadi Kepala Dinas Perkebunan “Ini tanah masyarakat setempat Ngah, bukan Sianipar�. Cara preman Medan begini nampaknya sudah biasa-biasa saja ditoleransi disini. Entah namanya BMA, entah namanya JRS, entah namanya Timbang Sianipar, enak saja dia merampok kepunyaan rakyat disini sementara polisi cicing-cicing wae. Bahkan di televisi lagi sekolah yang begini. Nanti bepuluh bahkan beratus anak-anak Riau masuk, padahal izin sekolah ini di Medan. Riau ini betul-betul seperti tak bertuan dibuat oleh preman-preman Medan ini. Sekali waktu datanglah kepada saya yang mengaku dirinya sebagai perawat anak. Lalu ditunjukkannlah foto bersama Megawati waktu belum menjadi presiden. Diapun menceritakan ada empat orang anaknya dirumah yang masih kecil-kecil dan putus makanan dan susu. Karena begitu meyakinkan sayapun memberikan 300 ribu rupiah sambil memberikan surat agar diterima menjadi perawat di rumah sakit saya. Alangkah kagetnya saya alamat yang diberikannya keliru dan tak pernah muncul lagi. Kalau presiden Riau saja ditokoh apalagi rakyat Riau bah. Tolonglah Bapak-Bapak Polisi bantu Dr. Ekmal menegakkan wewenang pemerintah. Tolonglah Bapak-Bapak polisi melindungi masyarakat Riau dari premanisme Medan ala BMA dan JSR yang telah meluluhlantakkan ekonomi rakyat disini. Tolonglah Pak Polisi masyarakat Ampaian Rotan dimana Purba dan Simarmata sedang mengulurkan tangannya mendoa kepada Tuhan supaya bebas dari cekikan preman Sianipar. Tolonglah dan tolonglah.... Riau Pos, 20 Juni 2004
114
Tabrani Rab
Bingkai atau Bangkai…
"
A
pa pasal Ngah menyatakan Riau itu kiamat?”. Sayapun menjawab wartawan ini “Pertama, karena jelebu membantai hidung sementara listrik mati, yang kedua karena Ismeth diangkat menjadi gubernur Kepri. Kalau misalnya lingkungan dah habis, hak politik anak negeri dah dicabut, apeee lagi dipunyai anak negeri ini kecuali keinginan untuk merdeka”. Wartawan inipun meneruskan pertanyaannya “Ngah kan baru membuat buku Bingkai Riau Merdeka, apa komentar Ngah Ismeth dilantik menjadi Gubernur Kepri?”. Maka sayapun menjawab “Bukan Bingkai Riau Merdeka tapi bangkai Riau terjajah”. Sayapun teringat waktu di rumah kediaman Gubernur dua bulan lalu. Menghadaplah kepada Gubernur pemuka-pemuka masyarakat Kepri walaupun mereka tak cerita saya tahu juga, meminta Rusli menjadi care taker Gubernur Kepri. Sayapun bicara dengan Oentarto “Ruslilah yang tepat untuk care taker ini”. Tiba-tiba saya mendengar entah melalui tiupan siapa tiba-tiba Presiden Megawati menunjuk Ismeth. Kiamatlahhh dikau Kepri. Sebab mengulangi sejarah lama ketika gubernur pertama Mr SM Amin diangkat oleh Pusat ketika di Riau masih bergejolak PRRI. Katanya taka da putra Riau yang mister inderechten. Sebenarnya sudah ada yaitu Mr T Arief dari Rengat dan Mr Wan Chalidin dari Natuna yang memiliki bobot akademis yang sama dengan Mr SM Amin, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
115
namun Pusat mengeyampingkan mereka berdua ini. Peristiwa yang paling spektakuler adalah yang kedua, di mana ketika DPRD Riau memilih Ismail Suko sebagai Gubernur Riau pada tanggal 2 September 1985, namun Soeharto tetap menunjuk Imam Munandar sebagai gubernur, sementara Suko terpaksa mundur setelah diintimidasi. Peristiwa ketiga terjadi tatkala Gubernur Imam Munandar meninggal. Secara konstitusional, Wakil Gubernur Baharuddin Yusuf yang kebetulan putera daerah yang harus dilantik menjadi gubernur. Namun, Soeharto menggunakan caretaker yang tidak diatur secara undangundang akan tetapi secara kekuasaan. Kondisi demikian menzalimi anak negeri. Agar tidak lagi diatur Pusat dengan “seenaknya,” maka merdekalah jawabannya. Secara politis, dukungan kemerdekaan itu harus dapat diperoleh dari dunia internasional, karena Pusat akan mempertahankan negara kesatuan ini. Masalah Kepri apa pula Ismeth diangkat, bukan tak ada orang Riau yang mampu. Kalau payah-payah tunjuk saya. Pasti saya tunjuk Huzrin jadi wakil Gubernur. Sebab dia yang habis-habisan sampai ditahan lagi dan sakit lagi untuk memperjuangkan Propinsi Kepri. Karena saya ini bertugas menjadi Satpam alias Satuan Apam agar orang-orang Riau tetap menjadi bupati dan walikota di 16 kabupaten/kota tentu untuk Gubernur Kepri ini orang Riaulah yang paling tepat. Kita tahu semua Batam inikan sejuta Kempes dan Keppres kejab begini, kejab begitu hingga Nyat Kadir jadi terhenyak. Pokoknya Melayu. Si wartawanpun menanya “Ohhh kalau begitu Ongah meluncurkan buku itu karena Ismeth diangkat menjadi Gubernur Kepri”. “Iyee… lahh. Dulupun aku cakap dengan Imam Munandar seburuk-buruk Melayu lebih bagus dari orang lain untuk memerintah daerah ini, hari ini saya berkelahi dengan Gubernur eee.. besok baik lagi sambil Gubernur nya 116
Tabrani Rab
menanya kite ini masih igat atau dah kawan. Waktu saya kecil dulu kalau kawan kasih telunjuk, kalau igat kasih kelingking, kalau ayam kutak..kutakk alias bertelur kasih jari manis, kalau memaki orang kasih jari tengah, kalau kucing beol kelingking ditaupkan. Lalu sudah berkawan jempolpun ditunjukkan. He.. he…he… Mana pula ada Jakarta begini. Pagi-pagi sayapun baca iklan Riau Pos. ada ucapan selamat untuk Ismeth, itupun dari HMI lah, tentu duitnya dari Ismeth juga, he…he… Satu kali ditanya pegawai saya “Ngah… Ngah apa yang sedap kalau lampu gelap ini. Komputer tak bisa jalan, kulkas tak bisa sejuk”. Sayapun menjawab singkat “3B, Baaak akk….., Bapaluk dan Bapaluah”. “Kalau tak bebini bagaimana Ngah”. “Matilah ang, bapaluah”. Inilah nasib Riau. Kalau musim kemarau listrik menjadi biar pet karena hutan tak lagi mampu menahan air. Pokoknya seperti cerita sang kodok eehh sang kodok, kenapa debu muncul lagi, debu muncul lagi karena hutan terbakar. Ooo… hutan oh… hutan kenapa dikau terbakar, aku terbakar karena kering kerontang, akar aku habis. Begitulah seterusnya. Paru dibantai jelebu, batukpun datang sementara listrikpun biar peeetttt karena air tak lagi mensuplai PLTA dan Singkarak. Di Sumbar kejab longsor biar peeett terus juga. Di Riau jelebu, biar petnya ya sama saja. Beberapa wartawan menanya saya “Ngah, bagaimana komentar Ongah mengenai jelebu ini?”. Sayapun bilang “Kiamatlah Riau ini”. Seorang pegawai saya yang berasal dari Komering Sumatera Selatan “Pak, kami di Komering banyak yang pindah ke Riau karena hutan Sumatera Selatan memang sudah hancur lebur. Karena itu kami ke Riau”. Lalu angkaangka hutan inipun berserakan. Pada tahun 1970 hutan Riau ini diberikan kepada 69 unit HPH. Tinggal hutan Riau yang berjumlah 9.456.160 hektar. Pada tahun 1990 kiamat di Riaupun terjadi. Karena Jakarta memberikan izin pada 78 Tempias 2004-2006: Amok Melayu
117
perusahaan raksasa yang meliputi 115.994 tenaga kerja melalui proyek transmigrasi dan pendatangan buruh secara besarbesaran. Daerah Riau yang terdapat 4 sungai pada 30 tahun yang lalu merupakan daerah yang terlindung dari derap abad modern. Ketika perdangangan kayu pada tahun 1970 menaik mulai terjadi ekspor gelondongan balok dan dapat selamat kembali ketika pada tahun 1974 menurun. Akan tetapi pada dekade 1975 mulai diberikan perizinan pada tahun 1970 Riau memberikan luas hutan 6.293.500 bektar untuk 69 unit HPH dari luas hutan Riau 9.456.160 hektar. Terjadilah kerusakan hutan secara besar-besaran karena muara dari HPH adalah pada Sawmill. Pada dekade yang sama diberikan perizinan pada 78 perusahaan antara lain PT. Inti Indosawit dengan jutaan hektar kelapa sawit. Bagaimana pula jelebu tak menutup hidung? Kenapa pula kita marah kepada Singapura yang menyatakan Singapura terlalu reaktif? Sudah kita menodai udara orang, kita pula nak marah. Nah, nanti kalau hujan alamat banjirrr lagi, listrik mati juga. Ada beberapa perusahaan raksasa yang melantak hutan Riau ini yang diberikan Jakarta untuk melantak hutan Riau yakni PT. Indah Kiat, PT. RAPP, PT. Surya Dumai, PT. Siak Raya Timber, PT. Panca Eka Group, PT. Arjuna Plywood, PT. Kampariwood, PT. Taman Rose dan PT. Sarikatul Mas. Tak usahkan dibantai, hutan lindungpun licin tandas. Ada seorang tamu saya dari Finlandia Otto Mitten, apa katanya “Sudah habis hutan lindung�. Maka sayapun membaca potret udara. Apa yang didapat dari potret udara? Hutan Lindung Bukit Suligi hampir 500 hektar, Hutan Lindung Bukit Batabuh 67 persen mengalami kerusakan dari luas 25.000 hektar, sisanya menahan banjir tinggal 5.333 hektar, Hutan lindung di Rokan Hulu seluas 5.000 hektar dan sudah punah ranah 2.000 hektar, Hutan lindung Mahato yang memiliki luas 27.500 hektar tinggal 118
Tabrani Rab
10.000 hektar. Ada lagi yang lucu Bukit Batabuh lebih banyak pelacurnya daripada hutannya. Hutan konservasi licin tandas sementara hutan yang seharusnya bertindak sebagai Daerah Aliran Sungai licin tandas, abrasipun mulai terjadi. Dibaca-baca lebih jauh daya pikul hutan Riau itu hanya 1,1 juta meter kubik setahun sementara kehancuran hutan Riau itu 15,8 juta meter kubik sehingga terjadi kerusakan 14,7 juta meter kubik per tahun alias 12 lapangan bola kaki dibabat setiap hari. Pokoknya Riau sudah menjadi gurunisasi alias menjadi gurun. Sehingga belum lagi 2020 kita lebih baik meminjam sampan nabi Nuh bila musim hujan dan naik unta serta memakai serban bila musim panas dan angka cetak anak meninggi karena lampu mati, bapaluah angku. Kalau lingkungan kita ini dah abihhh, listrikpun biar pet, kejab ade kejab tak ade, hutan lah abihhh kena babat, air PLTA Kotopanjang kering kerontang, nak jadi Gubernurpun tak dapat-dapat, kebun Meridanpun kena ambik, Laskar Melayu pun menyanyikan lagu maju tak gentar membela yang bayar, polisi dan tentara takut dengan preman Timbang Sianipar di Ampaian Rotan, apalagi jawabannya kalau tak merdeka. Bagaimana sih orang Jakarta ini menganggap kita? Dari pada dipandang jadi bangkai lebih baik dalam bingkai merdeka… merdeka…. merdeka….he…he…he… Riau Pos, 27 Juni 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
119
Pendatang Haram
K
ota Pekanbaru ini memang tempat kota preman. Seperti tak ada tuan. Bahkan mirip-mirip dengan kota jenggo ala Amerika. Kenapa begitu? DPRDnya tak ada melindungi rakyat ini do. Nak buka JRS, nak buka BMA, lantaklahh. Toh DPRDnya tidur, polisinya memble, Jaksapun apa titak saja, cakap pandai. Cobalah anda bayangkan ada sekolah yang dibuka dijalan Harapan Raya. Tahun lalu saja menerima 300 siswa entah Akper, entah Akbid. Saya tanya dengan kepala dinasnya “Apa anda tak tahu peraturan, semua sekolah harus menerima paling banyak 40 – 50 siswa selokal. Ini tidak dipangkahnya menyewa ruko, aaa.. dibuatnya pula tangki-tangki plastik diatas ruko ini”. Apa kata kepala dinas dulu, Roesmawi kepada saya “Payah Ngah, sedang dulu saja di Medan saya dituntutnya di Medan”. “Apa pasal?”, tanya saya. “Tak dapat diatur nama sekolahnya Prima Husada. Disini dibukanya pula namanya Dharma Husada”. Semua sekolah kesehatan ini diumumkan oleh Pusat Pendidikan Nasional Kesehatan tanggal 6 Juli. Kemudian ditunda menjadi 8 Juli. Sementara gelombang kedua tanggal 3 Agustus dirubah menjadi 10 Agustus. Semua sekolah ini ujian penerimaannya sama. Cuma sekolah Dharma Husada saja yang sudah mengadakan tes. Berapa yang diterima? 400 mahasiswa yang sudah ikut tes. Bagaimana mendapatkan mahasiswa sebanyak ini? Ternyata sekolah ini melakukan 120
Tabrani Rab
operasi mafia. Untuk guru-guru yang dapat mengirim murid kesekolah ini diberikan 2 juta rupiah per mahasiswa. Padahal ujung-ujungnya siswa yang dikirim ini jadi jahanam. Tidak setakat itu saja, orang awam yang dapat memasukkan siswa kesekolah ini mendapat 750 ribu rupiah. Akibatnya banjir murid, tentu saja biaya ini harus dipikul oleh si mahasiswa. “Sungguh mati Ngah, tak ada kami ngasih izin doooo‌â€?, kata petinggi di kantor Dinas Kesehatan. Segala sekolah kesehatan disebuah propinsi harus assalamualaikum dulu kepada Dinas Kesehatan. Dibuatlah studi kelayakan. Itupun tugas dinas kesehatan sebatas rekomendasi. Lalu permohonan diteruskan ke pusat pendidikan nasional kesehatan di Jakarta yang lebih sering disebut dengan Pusdiknakes alias Pusat Pendidikan Nasional Kesehatan di jalan Hang Jebat Jakarta. Permohonan ini diteruskan lagi ke Inspektorat Jendral Kesehatan Depkes RI di Jakarta. Baru kemudian Depkes resmi membuat surat kepada Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta. Di Departemen Kesehatan surat ini diproses oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang lebih dikenal dengan Dikti. Direktorat Nasional Pendidikanpun tidak serta-merta mengeluarkan izin, harus pula diteruskan lagi ke Badan Akreditasi Nasional di Bandung, badan ini dikelola oleh pentolan-pentolan pendidikan ITB. Kepada badan inilah saya selaku anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sering meminta data akreditasi pendidikan di Indonesia dan berusaha untuk menaikkan mutu pendidikan di Indonesia. Badan inilah yang berhak memberikan rekomendasi kepada Dikti. Dikti inilah yang dulu meneruskan lagi ke Departemen Kesehatan tapi kini Dikti dapat memberikan izin sesudah mendapatkan rekomendasi dari badan akreditasi nasional. Adalah rumah sakit tentara di Pekanbaru. Aneh tapi nyata rumah sakit ini bukan rumah sakit pendidikan. Macam Tempias 2004-2006: Amok Melayu
121
mana pula dia bekerjasama dengan sekolah Dharma Husada. Sayapun menanyakan kepada APTISI alias Asosiasi Pendidikan Tinggi Swasta Indonesia. Apa barang nya Dharma Husada ini. Masuk tak pakai assalamualaikum. Menerima siswa pakai lantak. Persis seperti jenggo Medan dan Timbang Sianipar di Dusun Ampaian Rotan. Pakai rampok saja sementara sekolahsekolah kesehatan disini sedang menunggu izin dari Dikti. Ada yang namanya STIKES Maharatu alias Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maharatu, ada lagi namanya STIKES Sempena Riau, semua sekolah ini menunggu izin, baru boleh operasi. Ini tidak, tiba-tiba saja menenggek sekolah Dharma Husada. Pakai cap tentara lagi. Seperti orde baru kesiangan dimana orang takut dengan tentara. Ada lagi kerjasama dengan Rumah Sakit Tentara padahal saya bekerja di rumah sakit ini pada tahun 1968 walaupun gajinya seribu rupiah sehari sama dengan gaji dokter Marengka. Tak ada bau pendidikan di rumah sakit ini dooo‌ Lalu siapa dibelakang ini semua? Dr. Eko. Siapa Dr. Eko ini? No body know. Sia kooo, ndak tahu urang do. Apa pula kata direktur sekolah ini kepada RM (3/7). Sudah ditenggekkannya sekolah tak ada izin ini, diapun menyatakan “Kita sudah mengantongi izin SK yang direkomendasikan dari Irjen Yanmed Depkes RI, maka kita tidak perlu lagi minta izin kepada Diskes Riauâ€?. Padahal saya selaku Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tahu betul bahwa lembaga yang namanya Irjen Yanmed Depkes RI tidak ada wewenangnya untuk mengeluarkan izin. Karena dewan dimana saya bekerja adalah yang tertinggi otonomi yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden saya pasti akan mengusulkan kepada Presiden agar Irjen Yanmed Depkes RI dipecat. Tapi saya tak yakin pada Irjen Yanmed Depkes RI bukan orang tu bebal. Tak ada sekolah di Riau tanpa direkomendasi oleh Dinas Kesehatan Propinsi. Saya menelepon pula Kopertis Wilayah 122
Tabrani Rab
X di Padang. “Tolong Pak Tabrani bawa bukti-bukti sekolah kesehatan ini memang sudah beroperasi. Supaya saya dapat menulisi Kopertis di Medan, supaya izin Prima Husada dicabut karena membuka sekolah jarak jauhâ€?. Ini betul yang diharapkan Kopertis Wilayah X kepada saya. Sayapun menulis surat kepada Staf Angkatan Darat, Pangdam, kepada Tuhan saja yang tidak. Sebab saya tahu betul ijazah terakhir harus diteken oleh Kepala Pusdiknakes Jakarta disebelah kiri misalnya ijazah Pipit Maria Sita tamatan Poltekkes Pekanbaru, itu diteken oleh Suprijadi, SKM yang dulu menjadi Kepala Pusdiknakes RI sedangkan disebelah kanannya yaaa direktur sekolahnyalah. Kalau Herlinda tak tahu pergilah Herlinda ke kantor saya di Jakarta, biar saya kunyah-kunyah anda. Sudah itu ada lagi lampiran Surat Izin Bidan (SIB) misalnya pada Pipit Maria Sita nomor 447/Sarkes/SIB.382/I/2004 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Nah, nanti siapa yang meneken? Bapak-bapak Walikota dan Gubernur, Bapak-Bapak DPRD Propinsi dan Kota, Bapak-bapak Polisi, Polda dan Polres, Bapakbapak Pangdam, Korem dan Pangdam lindungilah rakyat ini dari lintah darat seperti JRS dan BMA. Lindungilah rakyat Riau ini dari pendidikan-pendidikan pendatang haram ini. Apalah yang dapat dikerjakan oleh bidan-bidan dan perawat-perawat ini hanya karena mencantumkan pada spanduk kerjasama dengan Rumah Sakit Tentara dan mencantumkan nomor izin yang tak ada tuu doooo‌ Tangkaplah mereka ini bapakbapak. Mau atau tidak melindungi rakyat. Surat saya kepada Kapolda, Danrem, hilang ditelan angin lalu. Bapak-bapak DPRD sibuk dengan duit tolak dan mobil-mobil yang akan dilelang. Sementara Gubernur sibuk entah karena apa dan Pak Wali sibuk dengan membangun ruko. Anak-anak yang masuk sekolah haram ini anak-anak tuan-tuan juga, anak famili tuan juga, entah dari Kampar, entah dari Bagan, entah dari Dumai, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
123
kenapalah tak dilindungi anak-anak yang begini. Dimana letak tugas tuan-tuan. Sekali lagi saya menyerukan tutup sekolah ini. Tak ada izin dari Yanmed do, sebaab itu bukan wewenangnya. Apalagi dari Kopertis yang menelepon saya berkali-kali. Berhambuslah tuan-tuan ke Medan, celake, kalau perlu tangkap Dr. Eko. Jangan membuat susah Riau ni juga lagi‌.Apalagi sekolah haram ini dibuka di Dumai, tendanglah dia dari Dumai. Menipu-nipu kite aje...
Riau Pos, 4 Juli 2004
124
Tabrani Rab
Unggg... Ko..rupsi
D
ulu di Riau waktu hutannya belum dijahanamkan adalah binatang namanya Ungko sebangsa beruk. Tiap pagi berbunyi koooo…ruuppp..siii …koooo…ruuppp..siii. Sesudah hutan Riau ini licin tandas maka Ungko inipun mati dan yang tinggal hanyalah koooo…ruuppp..siii …koooo…ruuppp..siii. Seperti ungko juga, kalau negara ini sudah tumpur korupsinya berbunyi juga. Korupsi ini istilah Riaunya dulu ayam. Istilah ayam ini memang macam-macam. Waktu dulu ada namanya masuk ayam. Biasanya kalau pegawai beacukai balik ke rumah, binipun bilang “ada masuk ayam bang”. Si laki bukannya bekukuk tapi mengangguk. Artinya adalah duit masuk ada. Sekarang pengertian ayam ini lain lagi. Ada ayam kampus, he..he…he…Ada ayam kampung. Kalau kita naik kapal “ade tu ayam kampung kalau tak ndak”. Ada lagi artinya ayam. Kalau kita sudah berumur 60 orangpun bertanya “ayamnya masih berkokok ndak”. Untunglah ada tablet namanya viagra sehingga yang tak berkokokpun jadi berkokok. Percobaan viagra ini bukannya di Amerika tapi di Singapura. Ada apek kongkong yang sudah berumur 99 tahun 9 bulan 9 hari yang sudah tak dapat lagi, eee… sesudah makan viagra masih mampu. Padahal kalau umur segini bukannya lagi waw tapi sudah nun, tinggal lam alif amzah ya kemudian wal yatallataf, barang inipun berubah menjadi pelengkap yang menderita, he..he..he.. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
125
Balik ke cerita masuk ayam, ya menarik juga nih. Masuk ayam ini sudah istilah duluuuuu kali. Saya masih ingat waktu saya masih SMP dan ayah saya jadi camat banyaklah akongakong yang mengantar limun kalau mau hari raya. Maka sayapun menguit-nguit adik “kita masuk ayam nih”. Tinggal lagi kalau lebaran sudah habis, limun ini masih tinggal yaaa masuk duitlah karena dijual di toko yang sama juga. Nah, masuk ayam ini disebut juga dengan bahasa kerennya dengan korupsi. Kenapa begitu? Manalah dia mau mengantar limun kalau tidak ada maksud si Akong. Padahal sumpah pegawai negeri sudah diucapkan “bahwa saya tidak akan menerima hadiah apapun yang diduga atau patut diduga yang mempunyai hubungan dengan jabatan saya”. Sang ustadpun meletakkan Quran di junjungan. Dalam pada itu nyanyipun didengarkan “Padamu negeri kami berjanji, padamu negeri kami berbakti, padamu negeri kami mengabdi, bagimu negeri jiwaraga kami”, itu kalau dilantik. Sesudah dilantik beralih cerita kepada masuk ayam. “Bapa tolong gua, guapun tolong bapa, bapa kasih la ployek ini, nanti gua pun tahu kasi bapa kuitun aaa…”. Itu yang kecil-kecil. Yang besar tentu ada juga. Misalnya dulu istilah pritttt jigo alias sekali peluit 5 ribu. Sekarang sudah berganti “prittt pak jigo” alias sekali peluit 150 ribu. Di pegawai manapun tak usahlah pembengak lagi tiap rantai birokrasi duit. Nak kartu penduduk cepat duit, nak passport cepat duit, nak memasukkan barang banyak-banyak duit, nak gula ilegal duit, nak jadi pegawai duit. Sampai ada istilah SUMUT, Semua Urusan Memakai Uang Tunai. Di dunia Melayupun ada namanya Alibaba. Artinya perusahaan Baba punya yang mengurus si Ali. Sebab si Ali lebih duluan menghadap ketimbang Baba. Begitu juga surat izin lebih mudah dapat Ali daripada Baba. Tapi ketika zaman telah menetapkan bahwa yang terpenting adalah hepeng alias perut maka terjadilah perubahan menjadi baba-baba. 126
Tabrani Rab
Perusahaan ini Baba yang punya dan Baba pula yang mengurus. Mengapa begitu? Karena kalau Ali datang maka ispem alias istri pembesarpun bilang “Oo.. Bapak sedang tidur”. Tapi kalau Baba datang “Ada…ada..ada! duduk Ke.. duduk Ke”. Sang laki yang sedang bersengkurpun dibangunkan “Bang…bang..bang.. tuuuu Toke datang, bangkitlah bang, dapat juge sikit nanti”. Begitu pula kalau sang toke bejumpa dijalan “Ke.. apa yang bisa saya tolong”. Pokoknya si Toke dapat betul dihati sang Bapak karena Toke membawa pitmas alias pitih masuk sementara si Ali kerjanya nak minjam duit saja alias pitkel atau pitih keluar. Tentu pintu tertutup. Nah, tiba-tiba saja angin segar berhembus di depan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara lagi dan KPK lagi. Apa bunyi kesepakatannya? “Bupati dan DPRD se Riau berikrar cegah KKN”. Apa kata surat kabar? “Dengan dihadiri Bupati, Walikota dan para Ketua DPRD se Riau. Tampak hadir Kapolda Riau, Kejati Riau, BPKP dan para kepala dinas/badan/kantor di lingkungan Pemprov Riau. Selain berikrar mereka juga menandatangani kesepakatan yang berisi butir-butir mengikat semua pihak untuk memegang teguh komitmen anti korupsi di pemerintahan daerah. Ikrar dan penandatanganan itu disaksikan langsung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) RI Feisal Tamin, Irjen Kementrian PAN, Gubri HM Rusli Zainal, SE, Ketua DPRD Riau Drh Chaidir, MM dan ketua BPKB Riau serta Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Jakarta”. Yaa.. boleh-boleh jugalah. Padahal kalau dipikir-pikir bagaimana pula tak ndak korupsi. Gaji saya saja sudah naik ee.. terima sejuta lima ratus pahadal pangkat IVE, profesor lagi. Lebih tinggi pula gaji pegawai saya lagi, listrik 3 kali lipat dari gaji. Kalau nak beli volvo harga nya dah 800 juta alias 800 juta dibagi sejuta setengah kira-kira 600 bulan alias 50 tahun, dah masuk kubur nak naik volvopun tak dapat. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
127
Yang anehnya lagi DPRD pun ikut pula meneken. Padahal korupsi ala DPRD itu ala tingkat tinggi. Kalau diluar negeri ada partai oposisi, disinilah korupsi disental, dilumatkan oleh peneliti partai oposisi. Disini ada pula kelompok konspirasi. Disinilah korupsi ini dikentalkan. Bagaimana di Cina? Tiap bank di kampung seperti BPR ada bantuan teknis entah pupuk, entah irigasi, kalau korupsi 5 ribu dolar saja ditembak didepan umum. Sayapun menceritakan pengalaman ini waktu saya mencalonkan diri menjadi presiden RI di Bali. “Saya akan menembak bupati-bupati, walikota dan DPRD yang korupsi seandainya saya terpilih jadi presiden”, ini di Bali Beach Hotel. Alhamdulillah tak ada satu suarapun dari anggota yang memilih saya. “Kenapa Pak”, tanya saya. Karena yang duduk itu DPRD, bupati-bupati dan walikota semuanya baju kuning. Apa kata ketua Panggar kepada saya? “Ongah, disini banyak mafia”, artinya tak dapat ditelusuri oleh hukum dooo bagaimana permainan DPRD dengan proyek. Yang sakitnya lagi lembaga yang harus menegakkan hukum terlibat pula korupsi persis seperti AIDS. Kalau camat diduga korupsi maka bupatinya harus menghadap. Walaupun sudah 22 saksi didengar toh lembaga kepolisian berubah menjadi lembaga kehakiman dan lembaga eksekusi lagi, he….he..he… Satu kali datang orangorang BOB kepada saya “Ngah..Ngah, yang ongah adukan dulu kepada Jaksa yang namanya Lombok (bukan cabe do) kini berganti Ngah, kami pula menghadap Kejati. Anehnya tiap kami diperiksa di Kejati Lomboknya disitu juga”. Padahal Lombok ini dulu ketika korupsi BSP sebeban buruk saya kasih bukti korupsi di BSP. Sekarang justru terbalik BOB yang menghadap Jaksa Tinggi disertai Lombok, enggg…alahhh…. Padahal dulu dimajalah Pondasi saya cekik BSP yang korupsi itu. Lain lagi cerita korupsi rumah sakit di Rokan Hulu. Seperti kantor Kajari Rokan Hulu tak ada gunanya. Toh yang memeriksa Kejati juga, apalagi kalau tak hepeng, he..he…he.. Bagaimana 128
Tabrani Rab
nak membersihkan lantai yang kotor dengan sapu yang kotor. Memang betul ada undang-undang pembentukan Komisi Anti Korupsi Nomor 30 Tahun 2004, entah undang-undang hantu belau apalagi dan entah surat apalagi, bagaimana pula mau diberantas korupsi kalau tubuh polisi dan jaksa penuh dengan korupsi. Sekali waktu saya datang ke kantor Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dengan mata kepala sendiri saya lihat sang hakim menyidang di ruang kerjanya. “Apa ceritanya nih”, kata saya. “Ohh.. Pak hakim mau pensiun minggu depan jadi terpaksa perkara ini dimaratonkan di ruang kerja Pak hakim sebab ruang perkara penuh”. Pokoknya antara pitih masuk dan pensiun saling kejar-mengejar. Belum lagi mahasiswa Rokan Hilir yang memberikan bahan setumpuk buruk mengenai jalan ke Bagan diusir oleh Jaksa Tinggi. Besoknya demo lagi. Tentu saja surat saya melayang kepada KPK dan entah kemana lagi. Tapi apalah tepuk tak berbunyi. Pokonya korupsi ini sudah membudaya kata Hatta, entah Umar Bakri pegawai negeri, entah polisi, entah jaksa, entah hakim, entah cecak kubin, entah bunglon, entah ungko tiap pagi berbunyi koooo…ruuppp..siii Bantai dikaulah, paling sikit adelah sedikit diteken untuk masuk surat kabar dan pakai gambar-gambar lagi, he..he…he…
Riau Pos, 11 Juli 2004
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
129
130
Tabrani Rab
Tempias 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
131
132
Tabrani Rab
Tsunami Melantak Riau
K
alau sudah miskin maka semuanya penjara. Nak membawa anak ke sekolah duit, bini sakit duit, nak hidup belanja dapur duit, ini betullah menjadi penjara miskin. Macammacam cara yang diusahakan oleh Pemerintah Daerah untuk mengentaskan kemiskinan ini. Tapi proyek ini tepelantingpelanting juga seolah-olah tak dapat masuk antara duit pemerintah yang setimbun ayak dengan kemiskinan yang membalut lebih dari 50 persen rakyat Riau ini. Lalu apa yang nak dibuat? Ternyata dengan anggaran yang besar ini air laut masuk ke kantong petinggi sementara gelombang tsunami telah membantai rakyat ini menjadi lebih papa kedana. Bagaimana jalan keluarnya? Hati kecil kitalah yang mesti menjawabnya, mau betul atau hanya sekedar munafik. Dulu adalah kawan saya sebut saja namanya Adam. Adam ini pegawai Caltex. Dapatlah dia duit tolak 100 juta. Pagi-pagi iapun datang kerumah. “Nak saya apakan duit ini Ngah, nak didepositokan bunganya rendah. Dikaji-kaji antara naiknya harga barang dengan bunga deposito lebih tinggi pula lagi naiknya harga barang alias inflasi�. Jadi artinya duit 100 juta si Adam ini dalam masa 10 tahun tinggal jadi sejuta. Sayapun teringat cerita almarhum Pak Soeman. Apa kata Pak Soeman? “Dulu pemerintah menganjurkan kepada rakyatnya supaya Tempias 2004-2006: Amok Melayu
133
menabung. Kebetulan pula saya ada seekor kerbau di Pasir Pangaraian. Saya juallah kerbau ini lalu saya masukkan ke tabungan Pos. sesudah 20 tahun saya menabung dengan modal menjual seekor kerbau ini sayapun mengambil tabungan saya balik. Alangkah terkejutnya saya karena saya hanya dapat membeli sekilo bawang. Tentu saja pemerintah tak pernah salah. Sayapun tidak juga keliru tapi ujung-ujungnya seekor kerbau gemuk ini sesudah 20 tahun dapatlah dibeli sekilo bawang. Apa pasal? Sekejab duit tu digunting sehingga harganya setengah, sekejab lagi seribu rupiah menjadi se rupiah, kita meletakkan juga duit kita di tabungan, yaaa.. ujung-ujungnya itulah dia sekilo bawang”. Balik ke cerita kawan yang di Caltex ini karena bingung dengan duit 100 juta akhirnya diapun membeli truk dua buah sebab 100 juta dulu besar. Truk inipun disewakan untuk mengangkut sawit. Bulan kesatu nampaklah hasilnya bagus. Bulan keenam mulailah macam-macam kalau tidak truk rusak, ya supirnya dapat daging sementara pemiliknya dapat tulang. Masuk tahun kedua diapun datang kepada saya “Ongah, truk saya ini dah tak bejalan lagi, dah rusak. Biasanya dapat jugalah duit”. Diapun ingin memimjam duit untuk memperbaiki. Sayapun menjelaskan memang saya punya duit tapi untuk meminjamkan yang begini namanya buluh kasap, untung tak ada modalpun lesap. Saya menganjurkan jual sajalah berapakan laku. Eee… terulang lagi cerita Pak Soeman, dua truk ini dijual dapat membeli honda. Mula-mula kawan saya ini berhonda rialah dia dengan anak-anaknya. Sayapun senang jugalah menengoknya. Enam bulan kemudian datang lagi “Ngah, yang sebiji dicuri oleh curanmor dan yang sebiji lagi rusak Ngah”. Karena memperbaiki honda itu murah, sayapun menyedekahkan duit. Tak usah lagi dibayar. Tiga bulan kemudian sayapun datang ke rumahnya lagi, nampak pulalah 134
Tabrani Rab
Riau Pos, 31 Mei 2006
saya dia berhonda duka sebab bukan dia lagi naik honda tapi honda itu sudah naik dia alias honda itu sudah dipikulnya. Inilah yang tak nampak oleh saya dalam iklan honda, yang ada hanya bebekk…..uuhhh…, seperti gempa Aceh. Ingat cerita kawan saya Adam dan ingat pula cerita Pak Soeman maka sayapun merenung-renung apa kaitan cerita Adam ini dengan program K2I alias Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur. Maka saya pelajarilah berpuluh-puluh buku lintang di Riau ini yang kebayakan lintang pukang. Maka seorang Bupatipun bertanya kepada saya “Ngah…Ngah.. ape bendenye ekonomi kerakyatan ni?”. Tentu saja bingung menjawabnya. Dulu ada duit 125 miliar, dipinjamkan pula oleh bank Bukopin sekian puluh miliar untuk menyalurkan dana ini kepada pedagang kecil dan menengah, ada pula lembaga yang namanya PINBUK. Duit inipun mengucur 125 miliar. Yang anehnya yang mengatur duit ini justru kepala-kepala Dinas dengan BPD dan dengan studi kelayakan tak jelas. Akibatnya dapat ditebak badai tsunami menghantam duit 125 Tempias 2004-2006: Amok Melayu
135
miliar ini lalu air lautpun menjadi kering karena sebagian duit ini masuk ke kepala dinas dan sebagian sedekahlah. Kitapun dapat mengerti dulu petinggi-petinggi ini tak beduit, tiba-tiba selama otonomi ini duitnya besepah, karena ada pidato untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan maka ditinjaulah entah Amerika, entah Cina, entah Kanada, cocok tak cocok dengan disini tak peduli. Pokoknya dengan duit ini beli dulu dum truk lama-lama hondapun naik ke bahu, artinya beban rakyat bukannya berkurang tapi bertambah, ya.. nasiblah. Banyaklah istilah-istilah yang saya dengar ada namanya HANURA alias Hati Nurani Rakyat, ada lagi istilah Ekonomi Kerakyatan, Usaha Kecil dan Menengah yang kios mereka disapu bersih oleh tsunami dan diganti dengan Villa Maria. Balik ke Ekonomi Kerakyatan dimanapun diatas dunia ini jalan yang ditempuh pertama, membersihkan dulu jalan-jalan yang betul-betul menuju kerakyatan artinya melantak korupsi sampai ke akar-akarnya. Tapi korupsi inipun tidaklah mudah bagi kita membacanya. Kalau menaikkan harga proyek itu namanya mark-up kata Soeharto. Kalau upih yang dibawa ke rumah petinggi itu namanya ayam alias ada budi ada talas, ada korupsi ada balas, kalau memberi anak kemenakan sampai Mak Uwo, Mak Cik, Pak Cik, Pak Ulung, ini namanya N alias nepotisme. Bingunglah saya menjawab pertanyaan Pak Bupati ini. Tapi yang saya tahu bagaimana menaikkan ekonomi kerakyatan itu menjadi ekonomi ala Singapura misalnya maka koruptor-koruptor ini harus dibersihkan dulu. Diatas jalan ini barulah dibangun ekonomi kerakyatan itu melalui pendidikan. Tapi kalau dana di Diknas saja untuk tahun 2020pun sudah ada nama-nama yang mendapatnya, bagaimana pula kita nak menaikkan martabat rakyat, yang bisa ya menurunkan martabak. Pemerintah pusat itu tak semuanya bodoh dooo.., ada caranya berapa gaji DPRD, berapa gaji bupati, berapa 136
Tabrani Rab
gaji gubernur, berapa gaji yaa‌ segala-galanyalah. Tapi kalau duit di Diknas itu ditsunamikan artinya disedot ke kantong sendiri lalu di PL riakan dan ada lagi tangan-tangan jahil yang lebih menentukan kemana duit ini mengalir, yaaa.. akibatnya tak semenggahlah. Cara melalui pendidikan ini disebut juga dengan cara-cara cepat yang ditempuh oleh Korea, Jepang, dan model negara-negara Eropa waktu Renaisance. Alokasi untuk pendidikan tidak ditentukan oleh besarnya persentase dana pada sektor pendidikan tapi bagaimana penggunaan dana itu sendiri. Melantak dana pendidikan ini samalah dengan menjahanamkan masa depan rakyat dan tak kalah dengan tsunami. Lalu ada lagi sistem yang lain dimana digunakannnya pajak progresif. Makin tinggi pendapatan, makin tinggi pula persentase pajak. Tapi di Cina dimana basis ekonomi itu adalah agraria maka sampai dengan tingkat agraris yakni pupuk, ini memang mendapat subsidi dan masih dikontrol oleh unit bank yang bernama agricultural bank. Pemberian kredit hanya sampai pada tingkat agrobisnis, itupun dengan bunga rendah, lebih kurang 4 persen. Yang terpenting bagi sebuah bank desa adalah bantuan penyuluhan yang mereka sebut dengan teknikal asisten. Diatas 5 ribu dolar saja korupsi sudah merupakan death finalty alias hukum tembak. Tampak betul bagi Cina kehati-hatian menggunakan duit dan bukan asal pakai saja. Disamping itu ribuan tentara rakyat kerjanya cuma mengatasi banjir, membuka jalan, sehingga penduduk-duduk mencintai mereka. Bukan pula dengan sistem TNI Manunggal artinya ada proyek. Pokoknya kalau nak disebut ekonomi kerakyatan, kalau tidak melalui pendidikan, ya melalui jalan agricultural bank. Konsep ini betul yang tak ada di Riau, yang nampak hanya mimpi petinggi-petingginya sehingga bayangbayang tak lagi setinggi badan alias janji-janji tinggal janji ‌. dalam mimpi... Riau Pos, 2 Januari 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
137
Kutil ...
"
N
gah…Ngah, karena ujian diperiksa oleh Pusat dan ada pula berita yang tak ikut tespun jadi lulus asal dapat diatur di Pusat, bagaimana pandangan Ongah?”. Saya mudah saja menjawabnya. Dari dulu Pusat memang tak pernah dengan hati ikhlas memberikan kuasa kepada daerah untuk memimpin daerahnya ini. Ambillah misalnya sektor pendidikan saja. Sektor ini jelas-jelas dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, ndak termasuk dooo bagian yang diatur oleh Pusat. Bahkan ditiupkan bahwa Daerah boleh memberikan corak muatan lokal berupa budaya daerah. Ini tak lama. Sebab hanya dua tahun kemudian keluar Undang-Undang Pendidikan Nasional yang sedikit haram tidak mencantumkan Undang-Undang Pokok Otonomi ini. Akibatnya untuk mengurus sekolah bolakbalik lagi ke Jakarta. Bukan itu saja bawa sebebanlahhh. Dulu memang ketika Mendiknas yang namanya Malik Fajar datang melantik Rektor UNRI mahasiswa berdemonstrasi. Mahasiswa inipun diberhentikan bukan oleh Menteri tapi oleh Rektor UNRI. Begitu hebatnya daerah mengangkat lampa pada Pusat. Dan ketika Menteri Malik Fajar ingin berkunjung ke Diknas sang Diknas dengan ringat bicara “tak ada waktu”, kan hebat tuuu. Sekarang terbalik, ketika Menteri Diknas Bambang Sudibyo akan ke Aceh maka Gubernur dengan Diknas datang menjemput Bambang Sudibyo sekalipun hanya
138
Tabrani Rab
beberapa saat di lapangan terbang. Opo ora hebat…Lain lagi ceritanya Rektor IAIN bolak-balik ke Jakarta dan tiap ditanya sama Pak Rektor “Masih di meja Presiden, tinggal meneken”. Padahal dengan mudah saja Jakarta memberi gelar UIN pada IAIN Yogyakarta bahkan ketika UIN ini diberikan kepada IAIN Solo justru terbaik, IAIN Solo yang menolak. Tiba-tiba saja sang Rektor Amir Lutfi menerima fax tak bertanggal dan tak bernomor mengatakan IAIN Pekanbaru telah disetujui Presiden menjadi UIN. Maka tampaklah gambar Rektor IAIN ehhh UIN tersenging. Besoknya keluar lagi berita di surat kabar yang sama, Riau Pos bahwa Rektor IAIN ehhh UIN ke Jakarta untuk minta konfirmasi entah iya entah tidak dengan fax ini. Tak ketinggalan pula saya tiba-tiba menerima telepon dari orang yang mengaku Dirjen SDM Depkes minta dikirim 20 juta lalu dikasihkan nomor BNI. Tentu saja saya mengkonfirmasikan dengan DIKTI dan dengan Pusdiknakes ya.. Rabbil alias Pusat Pendidikan Kesehatan Nasional “Tak ada saya menelepon Bapak, suara saya bedakan?”, kata sang Direktur sungguhan. Pokoknya kalau dulu ada “tipu Aceh” sekarang lebih terkenal lagi “tipu Jakarta” alias tipu Pusat. Bagaimana kabar IAIN ini selanjutnya allahualam bi sawab entah iya entah tidak. Bagaimana nasib Riau ini sesudah otonomi? Kejab ade, kejab tak ade. Ambillah misalnya tes untuk menjadi Pegawai Negeri di Riau tahun ini. Anak kandung saya si bungsu lagi telah dua tahun bekerja di Rumah Sakit Selasih Pelalawan kepunyaan pemerintah. Begitu juga menantu saya tiba-tiba yang keluar nama Hutagaul entah siapa orangnya tidak tahu dooo…. Dari langit mana datangnya doo… dihitung-hitung paling banyak 8 – 10 persen yang ikut tes dari daerah ini yang dapat diterima. Padahal untuk orang Melayu khususnya Riau ini tinggal sekutil yang dimiliki mereka yakni kalau tak Camat, Bupati kalau tidak ya Gubernur-lah. Aneh tapi nyata selama otonomi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
139
ini pula banyaklah pegawai-pegawai yang rumahnya bedelau sementara Melayu miskin sebanyak itu juga. Kepala Desa-pun naik pesawat terbang kelas satu. Ketika dikaji-kaji buku lintang pukang masyaallah.. manalah ada dana tu ke rakyat asyik menyanyi di karaoke Jakarta kalau tidak Melayu Berdendang di Jakarta. Yang dibuatnya macam-macam. Disadari betul daerah ini akan tenggelam oleh kerena hutannya telah ditebang habis dengan segala Akong, entah legal entah illegal, entah haram entah halal, yang jelas duit masuk. Mulai dari penebang, pengangkut, oknum, pengawas, entah hantu-belau apa lagi. Maka negeri inipun tenggelam sikit lagi kena tsunami ala Aceh. Kalau yang gembung perut koruptor-koruptor boleh jugalah tekangkang dibantai tsunami tapi ini yang kere-kere dan yang alim-alimpun disapu habis oleh gelombang laut ini. Nah, ketika di Riau ini tak ada lagi hutan untuk orang kampung, asyik dibagi kepada HGU, hutannyapun dibabat habis oleh orang-orang kampung yang kini berubah menjadi kuli lalu menjualnya kepada makelar toke lalu diangkut hingga licin tandas. Begitu hujan tiba yang kebagian untuk anak negerinya demam berdarah, malaria, ditambah dengan banjir maka tanamanpun habis lalu berganti minta sedekah dan menjadi kuli, apalah yang tersisa lagi untuk anak negeri ini. Kalau Bapak negeri diberi kekuasaan kerjanya asyik korupsi, disedotnya rakyat sampai ke sum-sum. Negeri yang disebut Riau ini memang tak dapat dikaji lagi. Kalau nak mengkaji negeri ini kajilah dari proyek-proyek Pemda yang diPL-kan alias dipenunjuk langsungkan sebab dibelakang ini semuanya keponakan, menantu, cucu, nenek moyang atau Akong dengan upetinya. Ada kesempatan diberi Tuhan untuk memperbaiki Riau ini digenjot pula oleh Pusat dengan menghisap segala-galanya dari bumi Riau. Ada pula otonomi diberi pusat kepada daerah 140
Tabrani Rab
untuk menambah rezeki dikorupsi pula dana ini sehingga angka kemiskinan begitu-begitu juga. Riau kini betul-betul sudah liau. Bila di Aceh disapu oleh tsunami penduduknya tekangkang, maka di Riau dengan kesempatan sekutil untuk bekerja di kantor Camat atau di kantor Gubernur, disapu oleh tsunami Pusat maka 5 tahun yang akan datang kita tak akan lagi melihat si Atan Kencong, Amat Petak, Ujang Lepo, tak lagi menjadi pegawai dek ulah Pusat. Ditahun-tahun yang akan datang “Dikau nak kemana Mat?”, kata Atan Kencong kepada Amat Petak. “Aku nak minta duit dengan Herkules si Basti”. “Siapa tu Mat?”. “Die lah sekarang Kepala Kantor Camat”. Engg….alah Melayu. Kutil sekutil itulah yang hilang...
Riau Pos,16 Januari 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
141
Numpang Bengkak di Kampung Halaman
K
ata orang di Riau ini sedap menjadi orang Melayu. Saya masuk ke Pekanbaru tahun 1967 dari Badan Tenaga Atom Nasional. Waktu itu Badan Tenaga Atom Nasional ini langsung dipimpin oleh Menteri Kesehatan Siwabessy. Gubernur Arifin Ahmadpun bilang “Tab, balik sajalah, bangun daerah”. Sayapun mengangguk walaupun waktu itu yaa… susahlah tinggal di Bandung tak beduit. Sampai disini sewalah rumah dalam gang. Kayuh sepeda. Berapa lama tuu? Setahun. Dimana ditempatkan? Tak tentu arah. Tapi lantaran menyanyi maju tak gentar membela yang tak mau bayar yaa diterima jugalah sepeda jantan yang pakai balak ditengahnya, kakipun tak nyampai. Sudah setahun baru keluar SK, masyaallah mengajar di Perikanan. Manalah saya tahu masalah ikan-mengikan. Sudah itu disamping UNRI itu ada klinik, pegang pulalah klinik UNRI. Menengok obat tak ada, pasien banyak, mantri yang memimpinnyapun meninggal. Karena saya takut pula meninggal maka sayapun berhenti. Sayapun merancang Fakultas Kedokteran bersama Soeman HS, itu tahun 1968. Apa kata ayah saya? “Kau ni Tab, dah sedap di Bandung, apalah balik tak usahkan jadi cucu jadi cicit aja pun kau tak mampu”. Apa pasal? Karena ayah saya Camat Revolusi lagi yang pertama di Sumatera Tengah maka anak camat itu pengulu, cucu camat itu RW, sementara cicitnya RT, ini jadi cicitpun tak pernah. 142
Tabrani Rab
Satu kali saya ditanya oleh seorang profesor teman sekelas dari UI. “Tab, bagaimana fakultas kedokteran UNRI?, tentu anda dekannya sebab anda guru besar dalam kimia dan fisiologi sementara anda telah bepuluh menulis buku ini?, Kan anda dulu mewakili Indonesia dalam Fisiologi di Budapest tahun 1975?”. Balik ke fakultas kedokteran UNRI “Apa haram saya tak tahu kecuali ada selentingan fakultas kedokteran ini setengah hati sebab UNAND minta 5 miliar dan rektornya main mata dengan UNSRI Palembang. Untuk menjadi dekan diusulkan dokter yang telah berpuluh tahun di RSUD untuk menjadi profesor lagi. Padahal sikit haram saya tak tahu kecuali dari APBD Riau menyerahkan entah 400 entah 500 juta sebagai sumbangan Pemda Riau untuk laboratorium UNAND sementara laboratorium UNRI macam kena sampu, tak dapat bergerak dek tak beduit”. Semua pembangunan fakultas kedokteran di Indonesia dibangun dari APBN, bukan dari APBD dooo, ini dimasukkan kedalam APBD sesudah memindahkan ratusan kuburan termasuk kuburan moyang saya. Pokoknya diujung-ujung usia pensiun ini tak pernahlah pemerintah daerah memberi tempat kepada saya. Itulah sebabnya saya membentuk Laskar Lanun yang merampok dilaut sebab didarat telah ada koruptor-koruptor perampok Riau ini. Nah, bagaimana saya mengajar ikan, sementara saya dokter ahli paru? Maka satu-satunya jalan mengajarkan ikan duyung yang punya paru-paru tapi yang dari pusat ke atas saja sementara pusat kebawah biarlah diajar dekan fakultas perikanan. Ketika saya mampir di Denmark barulah saya tahu bukan penulis buku anak-anak Anderson yang terkenal tapi patung sebesar kutil yang ditonton beratus orang di tepi laut. Yaa.. pokoknya kalau menunggu dari pemerintah sudah 40 tahun saya di Riau ini, tak ada kerja saya dooo… Saya panggil staf saya Munir “Berapa listrik bulan ini?”. “3 juta 4 ratus Pak”. Artinya gaji sekutil dari UNRI tak cukup membayar listrik profesor dooo. Bak kata Tempias 2004-2006: Amok Melayu
143
Pakih Gani orang keramat dari Bengkalis, “tak ada kerje nak cari kerja, hamput mak kerje”. Itulah nasib balik kampung. Jadi balik kampung tu belum tentu sedap. Bahkan lebih banyak tak sedapnya lagi dari pada sedap. Memang dunia mikahe ini tak perlu jabatan doo, sikit haram. Ambillah misalnya saya menerima undangan. Tak tanggung-tanggung dari Gubernur Riau diundang jam 8.30 dan diminta hadir 15 menit sebelumnya. Dengan berdasi dan pakai jas sebab maklumlah ini perusahaan-perusahaan asing yang menyedot kekayaan di Riau ini. Sayapun datang, sampai jam 11.30 tak juga Gubernur muncul. Maka sayapun membuat catatan di undangan itu mohon hadir 3 jam sesudah acara. Yaa.. balik, emangnya gue pikirin. Dikali waktu yang lain sayapun mengundang petinggipetinggi Jakarta yang terkenal korup itu dan petinggi-petinggi Malaysia untuk meresmikan Universitas Saya. Beberapa jam sebelum acara sedaappp saja protokol mengatakan Gubernur tak bisa hadir. Maka kerja saya menjamu tamu-tamu saya yang dari Kuala Lumpur dan Malaysia, mengantar balik, habissslah bejujai. Bukan itu saja, teballlah mukeee. Sekali waktu datanglah undangan bedalau dihari ulang tahun Bengkalis ke 492. Saya bertanya pada panitia “Dimana tuan-tuan tahu ke 492? Sementara Malaka saja jatuh ke Portugis Juni 1511”. “Kami dah nanye orang tue dan kuburankuburan tue Ngah”. Balik lagi saya bertanya “Sudah baca buku Neumensen sang Residen Bengkalis yang kemudian pindah ke Tanjung Pinang dan menulis sejarah Bengkalis panjang lebar, tersimpan rapi di Leiden University?”. “Tak tahu kami do Ngah”. Sayapun diantar ke Istana eehhh salah ke Wisma Sri Mahkota seperti rumah Saddam Husein, pakai bunker segala. Apa kata supir? “Pak Ongah tunggu sini”. Sayapun menunggu bepeluhpeluh. “Rupenya kite tak nginap sini do Ngah, tapi di Datuk Laksmana”. Sesudah saya diturunkan sayapun merebahkan dirilah sebab dah penat dan dah tue betul. Kamarpun kena ketuk “Ngah…Ngah bukan disini kita tinggal, kite mesti pindah 144
Tabrani Rab
ke hotel Panorama”. Angkut pula lagi barang ke hotel Panorama. Sambil membawa barang kesabaran sayapun habis. “Dikau kalau sekali lagi mindahkan aku, kalau tak kutumbuk, maki mak aku”. “Saye ni apelah Ngah, pegawai kecik”. Sembahyang magrib yang mula-mula mau dilaksanakan di Balai Adat tibatiba diumumkan panitia pindah ke mesjid Agung. Sekali lagi pula nak sembahyangpun kena pindah. Karena saya memang diundang Bupati waktu nak balik paginya sayapun mampirlah di Wisma Sri Mahkota. Jumpalah saya dengan Bupati sedang memukul golf. Lalu bersama Bupati, Tenas Efendi dan Zalik Haris yang memang menginap di Wisma Sri Mahkota, sayapun dipelawe makan pagi. Tak telap. Sesudah besalam sayapun pergi pelabuhan Sri Laksmana, untung masih ada duit di kantong, kalau tidak tentu ditangkap polisi penumpang haram. Jadi janganlah disebut jadi Melayu itu sedap. Yang sedap kalau Melayu dah berkuasa. Apa kata Fauzi Kadir kriteria pemimpin Melayu pertama harus korupsi, kedua harus mau menindas rakyat, ketiga mau menipu diantara mereka, keempat mau memperalat agama untuk status quo, kelima harus dipantunkan dalam bentuk puisi, keenam semua diatas harus diikuti dengan patuh dan taat. Kalau benarlah kriteria Fauzi ini yang dapat dibaca dalam hp saya karena di SMS oleh Fauzi maka tunggulah Tsunami datang supaya pemimpin begini tekangkang. Dalam sistem masyarakat beginilah saya mesti hidup. Padahal saya ini betul-betul orang Melayu, sampai ke sum-sum saya orang Melayu. Yang paling tak enak tentulah jabatan-jabatan petinggi numpang menenggek di negeri ini lalu bawa sampai 7 keturunan balik dengan menakut-nakutkan orang Melayu. Tak ada lagi usaha nak memeras maka dikampung saya Bagan sana bepuluh kali DPRD dipanggil hanya karena PP 110. Padahal PP ini sendiri sudah dibatalkan Mahkamah Agung. Inilah pekerjaan yang paling bahalull…luull…luull…. Enggg..alah nasibbb... Riau Pos, 16 Januari 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
145
Banjir, Malaria, Demam Berdarah, Jelebu, he..he…
K
etika pada tahun 1970 hutan Riau yang luasnya 9 juta hektar dibagi dibagi kepada 66 HPH seluas 6 juta hektar maka dalam hati sayapun bicara “Kiamatlah Riau”. Tidak sampai ke sini saja, pada tahun Imam Munandar memegang kekuasaan 500 perusahaan diberikan HGU hanya dalam waktu kurang dari seminggu, tinggallah hutan untuk penduduk Riau “sekuntil”. Ketika baru-baru ini saya melihat daerah-daerah banjir maka jantung sayapun terhenyuk. Sudahlah orang Melayu Riau itu terjepit karena dibuka pintu belakang, tampak kebun HGU, dibuka pintu depan tampak nasib Melayu yang berkibar di Malaysia. Maka hati kecil inipun makin menangis, hancurlah Riau. Daerah penzaliman ini bukan Riau saja. Jambi, Kalimantan Barat, hampir seluruh daerah tak bertuan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi sementara pemerintahnya mengakui 2 hak ulayat yakni Bali dan Minangkabau. Maka banyaklah orang Bangkinang dimana tanahnya akan dirampok oleh PLTA dan tak akan dibayar mengundang saya membaca kotbah hari raya Idul Adha, dan sesudahnya sumpah-serapah merekapun kepada Bupati yang waktu itu dipegang Saleh Djazit bergelinding, habislah kami Pak, hak ulayat kami tak diakui, lebih baik kami masuk Sumbar sajalah Pak. Ketika banjir diberbagai daerah maka sayapun datang ke Rokan Hilir, Kerinci, Kampar, Buluh Cina, tentulah Gubernur Rusli Zainal 146
Tabrani Rab
menyadari harus ada moratorium alias jangan lagi membabat hutan ini sebab rakyat memang sudah tak dapat bernafas. Ternyata prediksi saya terbalik. Pak Gubernur meneken dan mengajukan hutan yang boleh ditebang oleh dua pabrik kertas bukannya makin dipersempit tapi makin ditambah. Berapa yang diteken Gubernur? 505.960,3 hektar sementara Menteri Kehutanan orang Riau yang lahir di Karo menambah lagi 100 ribu hektar, yang akan datang menimpa Riau ini bulan lagi banjir tapi tsunami, maka bergelimpanganlah mayat dan berbuncitan-lah perut karena kebijaksanaan yang keliru ini. Kebetulan di kampus saya tahun ini digelar sholat Idul Adha. Imam, Ardion, S.Ag dan khatib, Drs. Marin Arif uraiannya teramat cantik sehingga tak seorangpun yang meninggalkan jemaah shalat sampai betul-betul khotbah habis. Khatibnya berkali-kali mengumandangkan ayat “bahwa kerusakan alam itu oleh tangan-tangan manusia juga�. Maka terbayanglah oleh saya tangan-tangan manusia yang merusak hutan Riau sehingga akibatnya banjir terjadi dimana-mana, termasuk di kampung saya di Rokan Hilir karena dipelantak oleh PT. Diamond, banjir Kampar oleh karena hutannya dipelantak oleh PT. Ramajaya Pramukti dan banjir di Jambi dan Indragiri Hilir karena hutannya dipelantak kalau tak oleh RAPP ya Indah Kiat. Sayapun teringat ketika diadakan seminar penyelamatan bumi di Einthoven Belanda digambarkanlah betapa hancur leburnya Riau akibat hutannya memang telah dipelantak oleh tangan-tangan jahil. Belum lagi kalau musim panas maka berterbanganlah jelebu kesegala hidung rakyatnya sehingga negara tetanggapun menyumpah serapah karena Riau mengekspor debu sampai ke Philipina termasuk Singapura dan Kuala Lumpur akibatnya penerbanganpun terganggu. Nah, siapa yang melantak hutan ini? Dulu disetiap sungai besar di Riau ini pemiliknya orang-orang Jakarta. Karena itu di Tempias 2004-2006: Amok Melayu
147
sungai Kampar ada namanya PT. RAPP, di sungai Siak namanya PT. Indah Kiat lalu di kampung saya Sungai Rokan, Tommy Soeharto ingin pula membuka pabrik kertas dan untunglah tak jadi. Nah, kenapa kontraktor-kontraktor menghancurkan hutan ini begitu berani? Karena dia memang telah diizinkan oleh petinggi daerah ini dan anehnya sesudah luluh lantaknya Riau banjir ketika hujan, jelebu ketika kering, jalan-jalan pada rusak, tanaman terendam, kelaparan muncul, demam berdarah turun dari langit, malaria menggelatar kedinginan, walaupun begitu hebat kerusakannya masih juga ditambah-tambah dengan izin baru ke Kuansing diganti hutan Riau ini dengan akasia dan nama sedapnya HTI dan beratus-ratus IPK dikeluarkan oleh Bupati. Belum juga lagi hancur lebur maka diberi pula izin baru oleh Bapak Gubernur yang mulia kepada PT. Sumatera Sinar seluas 291.985, 15 hektar, belum juga lagi cukup ditambah pula dengan PT. Perkasa seluas 38.762,15 hektar, kurang juga lagi, ditambah lagi PT. Citra Sardela seluas 10.293 hektar, PT. Dunia Karya Sejati seluas 5.800 hektar, PT. Megah Perkasa seluas 36.610 hektar dan PT. Bina Daya Bintara seluas 17.800 hektar, PT. Soegih Lestari seluas 59.710 hektar, PT. Parumartha Permai seluas 4.900 hektar ditambah dikampung saya direkomendasikan pula kepada PT. Essa Indah Timber seluas 45.000 hektar. Surat rekomendasi ini bergelimpangan nomor 021/SSPI-PB/ VII/2004 dan surat Dinas Kehutanan Riau nomor 522.1/PR4916. Belum juga lagi puas maka Gubernur Riau yang mulia meminta kepada Menteri Kehutanan RI, persetujuan prinsip pembangunan IUPHHK-HT kepada PT PSSPI terlebih dahulu merubah status kawasan dari non kawasan hutan atau Arahan Perkebunan (APKP) menjadi Hutan Produksi Tetap (HPT). Belum juga lagi puas Menteri orang Melayu asal Karo yang bernama Ka’ban memberikan pula kepada kedua perusahaan penghancur hutan Riau ini 100 148
Tabrani Rab
ribu hektar. Jadi total hutan yang mesti ditebang dan diganti dengan pokok yang tak mau menyerap air yakni akasia dan mematikan semua tanaman didekatnya sejumlah 505.960,3 hektar. Yang anehnya yang diberi kepada PT. Sumatera Sinar itu sudah pula diberikan izin lain dan dikuasai masyarakat. Untuk yang dikuasai masyarakat ini mudah saja, mintalah bantuan Brimob atau polisi untuk mengusir masyarakat. Maka sandiwarapun dimulailah. DPRD memanggil PT. RAPP dan bertanya “Siapeee PT. Sumatera Sinar Plywood ini?”. “Ya konco kamilah Pak”, kata RAPP. Dulu ketika saya memimpin demonstrasi kepada Soeripto dan sayapun bertanya “Berapa anda berikan kepada perusahaan-perusahaan kertas ini tanah di Riau ini?”. Maka Soeriptopun menjawab 700 ribu hektar, 350 ribu hektar untuk Indah Kiat dan 350 ribu hektar untuk RAPP. Sesudah itu PT. RAPP pun meluaskan lagi hutan industri nya ke Kuansing maka diadakanlah pertemuan di Gedung Batobo. Sayapun menguraikan sikit lagi Kuansing inipun kiamat. Tetapi ketika RAPP mengundang tokoh masyarakat maka Prof. Suwardi-pun buka bicara “Poning kami Pak, pisangpun tak amuah tumbuh dokek akasia ko do”, kata Suwardi. Di tahun yang akan datang karena perluasan hutan tanaman industri ini yang ditambah oleh yang mulia Bapak Gubernur maka diharapkan banjir tahun depan dua kali banjir sekarang, jelebunyapun menjadi dua kali lebih banyak dari sekarang, demam berdarahnyapun menjadi lima kali lebih banyak dari sekarang lalu malaria tropika yang menyebabkan orang berubah berpikir lima kali lebih banyak dari sekarang. Sehingga lagu hari raya Idul Fitri bertambah hebat “Selamat para pemimpin, rakyatnya hidup melampin dan lenjinnn”. Ditambah lagi dengan segala Ekonomi Kerakyatan entah namanya PT. PER, PT. RAL, PT. PEK, PT. Sarana Ventura, PT. Riau Petroleum yang rugi melulu. Maka akan dibangun pula Tempias 2004-2006: Amok Melayu
149
PT. Holding Company dibawah Rahman Akil, entah darimana pengalamannya. Kiamat baru lagi datang ketika kepada semua desa diberikan uang 500 juta rupiah, mak auang inipun menguap dan sistem ini tak dikenal dalam ekonomi dunia dan namanya ekonomi sedap-lah. Apa untungnya dengan akasia?. Sebenarnya perusahaan memang lebih mau hutan perawan tapi karena tak ada lagi hutan maka ditanamlah akasia. Yang menjadi simbol penanaman akasia ini adalah kampus UNRI. Bila anda lewat di jalan Arengka II dan di jalan lapangan terbang AURI serta di simpang Ronggowarsito maka akasia ini dapatlah anda lihat. Tak usahkan burung anda, burung betulpun tak mau hinggap. Ketika saya menghitung-hitung berapa satu hektar akasia bersama dengan WWF dan Alam Sumatera ternyata rakyat tu cuma kebagian 50 ribu sebulan sementara kalau dibiarkan virgin forest dapatlah mereka 350 ribu sebulan dari satu hektar tanah rain forest. Hutan akasia dan kelapa sawit tak mau menyerap air dooo, ya banjirlah jadinya. Beginilah nasib Riau. Seperti bidak-bidak catur, politik ini dipermainkan dan rakyat telentang lantaran tanah mereka satu-satunya tumpuan hidup digenangi air sementara nak membawa hasil panen lubang hidungpun tertutup, matiillahhh dikau...
Riau Pos, 23 Januari 2005
150
Tabrani Rab
Seandainya Saya Jadi Anggota DPRD
"
S
audara-saudara, saya akan menampilkan bahwa saya sebagai orang yang beriman bila saya terpilih jadi wakil rakyat maka saya akan hidup sederhana. Akan saya bawa tempat tidur saya ke ruang sidang dan tak lupa bantal saya penuh dengan peta air liur basi. Sehingga tak perlu di AC sebab bantal tu dah sejuk. Saya akan mengawasi Gubernur dan Walikota berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku di Republik ini, tak akan saya masukkan Hp Walikota kedalam anggaran sebab itu tidak ada dalam Peraturan Pemerintah. Walikota hanya akan saya gaji 2 juta sehari alias 7 ratus juta setahun. Sebab saya tahu jadi Walikota itu bukan senang. Dulu sebelum jadi Walikota jalannya lurus saja. Sekarang sesudah jadi Walikota semua orang harus mengangguk dan duit angguk itu akan saya beri pada setiap wakil rakyat 500 juta. Kalau dulu ada namanya kulup sekarang namanya kunlap alias kunjungan lapangan. Maka tiap datang ke lapangan saya akan mendapat duit 500 ribu. Kunlap ini paling banyak 8 kali alias 4 juta. Kalau lebih dari 12 kali, lebih dari 12 juta juga. Supaya dekat dengan rakyat saya akan selalu berada ditengah rakyat ditambah dengan duit 500 ribu untuk kantong saya. Apakan tak tentu arah. Apa yang saya periksa dengan kunlap alias kulup dan sedap? Maka saya akan meninjau satu-satunya kota yang teraneh didunia dimana tak ada pemukiman kecuali rukoooo melulu. Kotaku,
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
151
kotake, kotako. Kotaku, kota toke dan kota ruko. Sebetulnya tak usah payah-payah kemana akan kunlap tapi karena fungsi saya juga fungsi dinas, kalau perlu dinasnya saya lampin�. Inilah pidato nak jadi anggota DPR. Pidato inipun masih bersambung “Berapa sewa rumah saya? Dulu waktu partai saya entah partai kelapa sawit, entah partai kelapa bulat, entah partai kelapa pening, atau partai apa saja maka saya akan mendapat sewa rumah 85 juta setahun. Itu masih kecil dibandingkan dengan sewa rumah Suha di Paris yang 20 juta dolar setahun. Cobalah dengarkan cerita Prof. Zainal Zein yang sekarang berumur 75 tahun. Sesudah mengajar 40 tahun di UNRI, dapatlah duit Purnabakti 18 juta. Duit 18 juta itu bukannya duit rakyat tapi duit dipotong gaji. Coba dibandingkan dengan DPRD Pekanbaru mendapat duit 500 juta rupiah. Sebetulnya kecil, ketuanya dapatlah nengtiau alias 2 juta. Masa bakti kurang dari 1 tahun diberikan satu bulan uang representasi (Rp. 2,1 juta), masa bakti sampai 1 tahun diberikan satu bulan uang representasi, masa bakti 2 tahun diberikan dua bulan uang representasi, masa bakti 3 tahun diberikan tiga bulan uang representasi, maka masa bakti 4 tahun diberikan empat bulan uang representasi, dan masa bakti 5 tahun diberikan setinggi-tingginya enam bulan uang representasi. Inilah kalau saya sudah jadi anggota DPR, saya kibuli saja tuan-tuan, masa bodoh dengan Pengpar alias Pengawas Partai�. “Bagaimana dengan mobil saya? Mula-mula selaku Ketua DPRD tentulah saya tolak dengan keras. Pertama mobil dinas saya Corona hitam yang lama masih bagus dan masih bisa dipakai 5 tahun lagi apalagi masih mengkilat. Dulu sayapun menengok dengan mata kepala sendiri bagaimana Perdana Menteri India naik Moris tahun 1957 menyupir sendiri. Dan di India Moris ini masuk lux walaupun mobil ini lebih banyak 152
Tabrani Rab
mogoknya ketimbang jalannya. Tapi orang India bangga dengan mobil nasional yang bentuk ikan temakul dan selalu dicat putih. Sekarang karena Gubernur mengatakan sudah dimasukkan kedalam anggaran dan hanya Jibril saja yang bisa mencoretnya maka sayapun agak malu-malu kucing dan malu-malu keling berputar-putar diatas debu seperti kucing mandi debu, saya nyatakan dengan mahasiswa saya akan pakai mobil lama sebab Ketua MPR saja menolak mobil baru, pakai kijang buruk dan menolak pula tinggal di hotel Mulia kecuali anggota Dewan Perwakilan Daerah Riau yang dari Pekanbaru. Bawa ajudan lagi, kamarpun sendiri, yang lux lagi, oiii makkk bile lagii.. Sesudah saya timbang masak-masak mobil volvo ini saya terima jugalah dari Gubernur, sebab ini penghormatan rakyat yang busung lapar dan kena sampupedada sankinkan miskinnya. Dan wakil dari masyarakat yang dilantak banjir karena tanahnya telah dikasih kalau tak oleh pusat, oleh bupati, yang luasnya tak kepalang tanggung. Belum juga rakyat ni mati dek banjir dan karena K2I tak dibangun ditambah dengan malaria dan demam berdarah maka dengan segala kesadaran mereka memberikan kesenangan kepada sang ketua DPRD, mobil volvo model terbaru sebab memang sudah dianggarkan dari sononya, alias dari sirotalmuntaha. Mobil volvo ini menurut sang bakwan ehh salah sang Sekwan memang diperlukan untuk turun ke lapangan terutama ke daerah-daerah yang dilantak banjir dan berlumpur seperti Tembilahan dan Bagan. Untuk anggota Dewan yang mati dengan tiba-tiba akan mendapat dana kematian selain daripada doa semoga lapang di liang kubur, barulah diberikan dana tak terduga walaupun malaikat terlupa. Selaku anggota DPRD yang terhormat saya agak malumalu dan pura-pura gagah kepada masyarakat dan mahasiswa, dari 2,62 triliun dana APBD Propinsi maka 190 milyar akan diberikan kepada ormas-ormas dan partai-partai, pura-pura pula lagi tak mau menerima supaya tetap mendukung saya�. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
153
Selaku DPRD saya mempertanyakan kenapa Walikota dan Bupati mendapat dana komunikasi yang tak kepalangtanggung besarnya maka Bupati dan Walikotapun menerangkan bahwa ada 20 hp yang saya gantung sepanjang leher saya, yang tahu nomornya cuma bini dan kepala keuangan. Apalah salahnya anggaran becakap Walikota Pekanbaru 2,34 miliar sebab hp ini macam rantai di lehernya. Yang lucunya ada pula Panggar yang menanyakan anggaran Walikota 1 miliar untuk rumah tangga, itu kecillll kenapa sihhhh‌.. Dia tak tahu anggaran rumah Bupati Bengkalis entah berapa. Tak usahlah lagi pura-pura ada PP 109 dan PP 110 sebab kata Mahkamah Agung itu pembengak saja. Sementara kata Mendagri yang dulu yang suka senyum kuda, Hari Sabarno tetap berlaku mana tinggi Mendagri dari Mahkamah Agung, tentu yang tinggi Jibril. Lain lagi pandangan Haris Jumadi mengatakan Walikota mempunyai sense of crisis. Walaupun tidak dijelaskan entah model teleju, entah model meranti bunting, yang jelas Dispenda memerlukan obat perangsang‌ ehh salah duit perangsang 7 miliar. Kalau harga satu ekstasi 100 ribu, ini berarti 700 ribu biji. Kalau Viagra obat jantan itu harganya 150 ribu maka obat viagra untuk Dispenda 47 ribu biji, alamat pakai kain sarung teruss‌. Nah, bagaimana pula dengan RAPBD Riau yang untuk kolam renang Dumai ehhh terbengkalai. Padahal dari tahun 2002 sudah ada. Itulah sebabnya orang Dumai kalau datang tsunami mati semua, sebab tak pandai berenang. Apa lagi yang disentil dari Walikota? Anggaran komunikasi 365 juta, langganan telepon 150 juta. Wakil walikota 350 juta dan anggaran telepon 60 juta. Artinya kalau dibagi dengan waktu walikota dan wakilnya becakaplah tiap hari. Rumah mike tak siap-siap juge, kata wali. Pokoknya untuk becakap-cakap kedua orang ini habis 1 miliar. Anggaran 1 unit komputer 15 juta padahal pentium 4 cuma 6 juta tapi anggaran ini memang 15 154
Tabrani Rab
juta sebab yang ditonton disini cuma Inul melulu. Ada pula Panggar yang mengisahkan payung hukum, hukum tu tak ada apa pula nak dipayung. Ya.. begitulah. Dulu sebelum jadi anggota DPRD pidato saya banyak, minta dukungan, konon seluruh duitnya akan diserahkan kepada partai, dapatlah saya seupil. Sayalah yang mewakili generasi muda yang ingin menegakkan wibawa bangsa tapi kalau sudah tepilih, lupe kacang dengan kulit.. Selamatlah naik Volvo baru, berhentilah pembengak‌.. Kalau tak adalah sistem partai, tak akan duduk tuan-tuan disitu dooo, tahunyo rakyat belang tuan-tuan tuuu...
Riau Pos, 30 Januari 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
155
Kau Yang Mulai, Kau Yang Mengakhiri, Ohhh..Asap…
A
dalah “Maklumat”. Ape kate maklumat ni? Kate die begini “Gubernur Riau bersama dengan Kepala Kepolisian Daerah (KAPOLDA) Riau dan Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI) Riau mengeluarkan maklumat” Kalau dulu maklumat ini disertai dengan tetawak atau gong “Maklumat..maklumat, ada pesan dari raje, dang kungg…dang kung…..”. Apa isi maklumat itu “Saudara-saudara harus mencegah dan kalau hutan sudah terbako harus diatasi. Kalau terjadi kebakaran laporkanlah segera kepada SATLAKDALKARHUTLA”. Saya yang tegak disamping hulubalang yang membacakan maklumat ini ditanya oranglah “Ngah….ngah.. apa barangnya SATLAK DALKARHUTLA?”. Karena saya tak tahu sayapun mendugaduga “Mungkin Sesak Kesedak Karena Hantu Laut walaupun name lame die “Penunggu Tanjung Jati”. “Bukan Ngah…. ade lagi name die”. Sayapun becakap “Aku tak tahu deee….”. Sang hulubalang meneruskan lagi maklumat “Kepade siape-siape yang membakar hutan, kalian semua akan ditangkap dan akan dituntut dibawah akta nomor 23 tahun 1997. Tak cukup itu saje, tuan-tuan dan puan-puan akan dihadapkan lagi dengan undang-undang yang lebih kencang yang dapat melepaskan kepale dari leher dan kemudian dipasang balik”. Lama… saya bermenung tak pernah mendenga tetawak yang dibawa Datuk Bendahara Raje dan diteken pule oleh Gubernur Riau,
156
Tabrani Rab
Kepala Police Diraje dan Kepala Peguam. “Tongg….tongg….. maklumat…maklumat…… kalau tak ikut kena tangkap”. Karena saya ini pengikut aliran dialektis maka sayapun bertanya pada kawan-kawan saya yang mananya Alimin Siregar, Husnu Abadi, Fauzi Kadir sang raja-raja membaca buku ini, sayapun bertanya “Pak Alimin, sebetulnya siapa yang merusak hutan ini. Saya ni dah lama hidup, dulu tak ada do hutan-hutan ni terbakar apalagi demam berdarah, malaria memang ada”. Pak Aliminpun garuk kepala “Saya pikir Bang, yang merusak ni pemerintah juga. Sayapun menjelaskan “Ketika pada tahun 1970 hutan Riau yang luasnya 9 juta hektar dibagi dibagi kepada 66 HPH seluas 6 juta hektar kalau begini Kiamatlah Riau. Tidak sampai ke sini saja, pada tahun Imam Munandar memegang kekuasaan 500 perusahaan diberikan HGU hanya dalam waktu kurang dari seminggu, tinggallah hutan untuk penduduk Riau “sekuntil”. Ketika baru-baru ini saya melihat daerah-daerah banjir maka jantung sayapun terhenyuk. Sudahlah orang Melayu Riau itu terjepit karena dibuka pintu belakang, tampak kebun HGU, dibuka pintu depan tampak nasib Melayu yang berkibar di Malaysia. Maka hati kecil inipun makin menangis, hancurlah Riau. Daerah penzaliman ini bukan Riau saja. Jambi, Kalimantan Barat, hampir seluruh daerah tak bertuan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi sementara pemerintahnya mengakui 2 hak ulayat yakni Bali dan Minangkabau. Maka banyaklah orang Bangkinang dimana tanahnya akan dirampok oleh PLTA dan tak akan dibayar mengundang saya membaca kotbah hari raya Idul Adha, dan sesudahnya sumpah-serapah merekapun kepada Bupati yang waktu itu dipegang Saleh Djazit bergelinding, habislah kami Pak, hak ulayat kami tak diakui, lebih baik kami masuk Sumbar sajalah Pak. Ketika banjir diberbagai daerah maka sayapun datang ke Rokan Hilir, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
157
Kerinci, Kampar, Buluh Cina, tentulah Gubernur Rusli Zainal menyadari harus ada moratorium alias jangan lagi membabat hutan ini sebab rakyat memang sudah tak dapat bernafas”. Sudah itu Fauzi Kadir ikut nimbrung “Negeri ini tak tentu arah lagi do, yang menghancurkan hutan Riau ini ada namanya Arara Abadi dulu nama asalnya Arifin Ahmad yang kebetulan menjual Murini, ada perampok-perampok dari Utara terutama yang di Rokan, ada perampok-perampok yang disahkan oleh pusat namanya HGU misalnya PT. Meredan, dikasih 4500 hektar dipelantak sampai 10 ribu hektar. Kalau diadukan pada polisi oleh LSM, Usman dan Datuk Kayap maka tak usahkan polisi Laskar Melayupun melupuh mereka. Apa lagi masalahnya kalau bukan duit dari Martias”. Sayapun membayangkan Riau ini sedikit lagi Ketua DPRDnya Martias mengikuti DPRD Tanjung Pinang alias yang dulu membunuh bendahara PAN ditengah pasar lagi. Sedikit lagi Kho Peng Ho akan menjadi wakil rakyat, sebab apa? Sebab duitnya banyak. Kalau sekarang yaa… pakai perantara lah entah namanya TW. Pokok die sebab musabab gundulnya hutan adalah kerjasama Akong-Akong yang meminjam duit dari Bank Indonesia, sang pegawai tinggi di Jakarta dan pegawai rendah di Riau yang tersuruk-suruk kepalanya maaffflah patik, saye ni utusan dari raje malake keharibaan tuan Kho Peng Ho ehh salah Cheng Ho mempersembahkan duit BLBI yang 136 triliun ini kepade tuan Kho Peng Ho dan pandai-pandai tuan Kho Peng Ho lah untuk memberi rezeki ini sedikit kepada askar begune supaye tuan Kho Peng Ho aman dalam menjalankan pendirian Imperium Ming di Riau ini. Segale ini kami buat untuk mengingatkan kembali sejarah lame dalam rangke Gong Xi Fa Cai. Maka sang Kho Peng Ho pun baiklah hubungannya dengan segala upas-upas dan laskar-laskar memberikan dua tetes duit sambil mencampakkan orang Melayu dari kebun sialang. Dan dibabatlah hutan ini dibawah panji-panji IPK. 158
Tabrani Rab
Sang petinggipun dengan gayanya menyatakan sudah masenye kita mengganti tanaman tak begune ini dengan akasia dan kelapa sawit, kedue-duenye tak mau menyerap air dan tak pula disinggahi burung. Sedangkan antara burung dengan air ini dekat ‘kuturr…kuturrr… cutt…cutt…’. Balik ke maklumat tadi, “Siape yang salah yang menyebabkan kering - bejelebu, hujan-banjir, tanaman terendam, malaria menenggek, demam berdarah datang, kan pemerintah pemerintah juge Ngah, apapule Jakse, Gubernur, Polisi memaklumatkan. Apekan tidak saje tu Ngah, negara ini dah macam negara orang gile. Mestinya diajarlah Gubernur, Jaksa dan polisi itu menyanyi “Kau yang mulai, kau yang membanjiri, kau yang berjanji, kau yang mengingkari…”. Karena akibat yang begitu buruk di Riau sehingga Saleh Djasit mengutarakan Riau 2020 adalah pusat kebudayaan dan pusat ekonomi serta pusat jelebu di Asia Tenggara. Yang jelas sekarang menjadi pusat jelebu. Saya pikir karena keadaan yang begitu parah, Gubernur akan mengambil tindakan moratorium atau tunda dulu tebang kayu. Ini tidak. Cobalah tengok belum juga lagi hancur lebur maka diberi pula izin baru oleh Bapak Gubernur yang mulia kepada PT. Sumatera Sinar seluas 291.985, 15 hektar, belum juga lagi cukup ditambah pula dengan PT. Perkasa seluas 38.762,15 hektar, kurang juga lagi, ditambah lagi PT. Citra Sardela seluas 10.293 hektar, PT. Dunia Karya Sejati seluas 5.800 hektar, PT. Megah Perkasa seluas 36.610 hektar dan PT. Bina Daya Bintara seluas 17.800 hektar, PT. Soegih Lestari seluas 59.710 hektar, PT. Parumartha Permai seluas 4.900 hektar ditambah dikampung saya direkomendasikan pula kepada PT. Essa Indah Timber seluas 45.000 hektar. Surat rekomendasi ini bergelimpangan nomor 021/SSPI-PB/ VII/2004 dan surat Dinas Kehutanan Riau nomor 522.1/PR4916. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
159
Belum juga lagi puas maka Gubernur Riau yang mulia meminta kepada Menteri Kehutanan RI, persetujuan prinsip pembangunan IUPHHK-HT kepada PT PSSPI terlebih dahulu merubah status kawasan dari non kawasan hutan atau Arahan Perkebunan (APKP) menjadi Hutan Produksi Tetap (HPT). Belum juga lagi puas Menteri orang Melayu asal Karo yang bernama Ka’ban memberikan pula kepada kedua perusahaan penghancur hutan Riau ini 100 ribu hektar. Jadi total hutan yang mesti ditebang dan diganti dengan pokok yang tak mau menyerap air yakni akasia dan mematikan semua tanaman didekatnya sejumlah 505.960,3 hektar. Bantai dikauuulahh… Maklumat inipun saya tujukan kepada Gubernur, Jaksa Tinggi, Kepala Polisi dan Kepala Kehutanan, berhentilah mendedas hutan Riau agar kelapa sawit kita tak kena boikot, kalau tidak sayapun akan berpidato pada negara-negara pengimpor CPO “Jangan beli CPO Riau sebab dia telah menghancurkan sendisendi kehidupan rakyat”. Saya mengulangi pidato saya di Berlin. Akibatnya Inggris menolak membeli bubur kertas dari Riau. “Kite tak lagi bebal, pemimpin-pemimpin tak usah lagi bengak”. Ehhh ternyata yang ditangkap Gubernur, Polisi dan Jaksa Tinggi.
Riau Pos, 6 Februari 2005
160
Tabrani Rab
Menyungar
D
ulu waktu saya tinggal di kampung Borot di Selat Panjang adalah Mak saya membeli kursi. Kursi itu warnanya hijau. Yaa… cantik jugalah. Berhari-hari saya tengok Mak saya ini meletakkan kursi ini didepan, tak masuk ke ruangan. Lalulalang pula tamu-tamu antara lain Atan Bekong, Atan Kedol, Mak Andak, Ulung Kanem. Tiap tamu ini lewat merekapun berteriak dari jalan “Oooo… Cik Zainab, kursi bau (baru) tuu”. Mak sayapun cepat-cepatlah menjawab “Iyee…Inilah yang elok die”, kata Mak saya. “Enggglah Cik Zainab, kursi bauuu lah kite”. Lain kali ada pula anak angkat Mak saya dari Sokop, Mak sayapun meminjamkan kerabu, elok pulee.. nampak saye kerabu Lela ni. Lalu Lelapun buka bual bukannya diceritakannya Mak saya punya tapi diceritakannya kerabu ini dibelinya dari menjual kelape. Nah, dalam bahasa ini menunjuk-nunjuk kursi baru dan menunjuk-nunjukkan kerabu baru disebut “menyungar”, he..he… Rupanya penyakit menyungar ini tak saja pada Mak saya dan tak pula pada anak angkat Mak saya Lela, banyak pula orang Melayu kerjanya menyungar saja. Satu kali Atan Gensong dari Bagan membawa mobil King Road “Tan, banyak duit ang boli ko”, diapun bicara “Ikolah Ngah, selamo otonomi ko berezekilah sikit walaupun jalan macam kubang kerbau tapi karena harus Tempias 2004-2006: Amok Melayu
161
juga diberi Indonesia maka namanya Ngah Kubang Kerbau Indonesia (KKI) ada juga yang menggelarnya kebodohan, keterbelangan dan infrastruktur, lantaknyalah”. Kalau saya lewat Dang Merdu nampaklah saya merk yang paling besar “Terwujudnya Propinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin di Asia Tenggara Tahun 2020”. Dulu tumbang dua kali tapi sekarang tegak pula. Sayapun menelpon Dr. James di Singapura “Is it possible to me for record in guinness book, this is the bigest announcement in the world”. Sayapun direkomendasikan untuk meneruskan permohonan ini ke pusat Guinness book di London. Hanya saja nak mengukurnya ke atas saya tak dapat, maklumlah pendek, ditambah dengan takut tecampak dan nak mengukurnya ke samping begitu pula. Lalu sayapun bertanya dengan tukang disitu “Berapo godang ko Pak?”. “Tak tahu kami doo.. kami mambueknyo saja nyo”. Balehopun ganti berganti. Dulu saya ingat ada dengan gambar Megawati, sekarang depan Balai Dang Merdu bukan main besar, kalah didepan Hotel Indonesia. Hanya saja dulu ada huruf berjalan-jalan, sekarang tak ada lagi. Didepan kantor Gubernur saya melihat pula foto Gubernur dan foto Presiden. Foto presiden ada namanya tapi Gubernur tak ada namanya. Begitu pula foto SBY yang tadinya menutup mukanya mungkin karena popularitasnya sudah menurun, sekarang tangannya sudah membuka mukanya. Tentulah bertanda negara ini makin maju walaupun popularitas SBY meroyot dan merosot tinggal 22 persen dari 78 persen. Pada mulanya saya tidak setuju karena kalau pusat nak melaksanakan, pusatlah punya duit apa pula punya daerah ini 7 miliar, belum lagi dana-dana entah darimana entah dari Caltex yang suka angkat lampa ini, entah dari RAPP dan Indah 162
Tabrani Rab
Kiat, pokoknya tiga perusahaan besar perusak alam ini dapat diharapkan dana-dana diluar dari dana APBD. Yang menarik saya karpet merah yang dipijak Presiden waktu masuk dan waktu keluar. Sayapun bertanya dengan Levna, sang pegawai DPRD yang dulu aktif di FKPMR “Berape karpet merah yang dipijak Presiden ni?”. Maka Levna-pun bilang kejab 40 kejab 50 entah mana yang iya. Padahal palu belum diketuk. Terbayanglah saya perdebatan antara Wiranto dengan SBY yang sebetulnya untuk sang raja-raja. Sebab Cramblin dan Washington-pun sudah tak lagi menggunakan cara ini kecuali bicara didepan kongres sebagai penghormatan. Seorang wartawan dari Singapura bertanya dengan saya “Dr. Rab, what is the corelation between athlete and journalist (Ape beda olahragawan dengan atlit)”. Kata saya dalam bahasa Indonesia “wan”nya sama yaitu olahragawan dan wartawan cuma kalau mau mencari bibit olahragawan pada wartawan tentulah yang dipertandingkan kecepatan menulis, kecepatan mendengar dan kecepatan membuat berita sehingga acara PON nanti perlu jugalah ini dipertimbangkan. Sayapun bertemu pula dengan Ketua Tim Sumatera Barat “Pak Ongah, kami sampai saat ini baru dapat sebiji perak, sedangkan sepak bola kami ajukan protes karena masak namanya ditip-ex, lamak surang saja tu namanya”. Dari Riau-pun yang sebenarnya harus dipertandingkan patuk lele, engkek-engkek, galah panjang, tam-tambuku, renang sungai Siak, dan dari propinsi tetangga dipertandingkan pula randai Siti Baheram. Tapi tak nampak dalam pertandingan. Waktu saya di DPRD banyaklah wartawan yang memprotes tidak setuju, mungkin karena tidak PWI. Tapi nampak saya protes ini jauhhh.. cecakpun tak nampak. Pokoknya kali ini kita memang berhasil menyungar mesjid raya An-Nur, pagarnya dibuka sehingga nampak cantik, baleho SBY-JK didepan Balai Tempias 2004-2006: Amok Melayu
163
Dang Merdu dan didepan kantor Gubernurpun cukup cantik, wajah Pak Rusli-pun nampak wajak jannatusain alias penghuni surga. Waktu beberapa wartawan saya ajak ke plaza Pekanbaru untuk menengok show-show ada juga dua orang yang mau, tapi saya minta jangan menulis. Orang Ampaian Rotanpun berduyun-duyun datang karena janji SBY tak terpenuhi tapi sejak tengah malam intel sudah menunggu dimuka rumah saya. Ditambah lagi dengan proyek-proyek multiyears gedung DPRD yang terindah di Indonesia, mesjid An-Nur yang teragung, kantor gubernur yang baru direnovasi dengan segala kebanggaannya, stadion Rumbai yang aduhai, kelap-kelip lampu yang begitu indahnya, memang kita menyungar bahwa Perwanas memang perlu dilakukan di Pekanbaru. Hanya saja kita lupa banjir dan kemiskinan di Meranti Pandak. Banjir di Riau dari Tembilahan sampai ke Bagan, demam berdarah dan malaria yang hadir dimana-mana, asap dimana Pekanbaru merupakan center of smoke, pusat jelebu yang diekspor ke Singapura dan Kuala Lumpur. Biarlah 7 miliar untuk tamu-tamu kita Perwanas yang kita banggakan dan termasuk karpet merah 70 juta untuk SBY. Bagi rakyat yang dikampung-kampung, di desa-desa biarlah demam berdarah dan malaria bagian mereka. Biarlah mereka bergelut dengan kemiskinan dan kepapaan. Yang penting bagi pemimpin daerah ini menyungarrr...
Riau Pos, 13 Februari 2005
164
Tabrani Rab
KORUAK; Korupsi dan Buruak
T
iba-tiba pagi itu saya mendengar telepon berdering-dering dari Badan Eksekutif Mahasiswa. “Ngah..Ngah… dah baca Riau Pos?”. Karena kebiasaan saya pagi-pagi berolahraga maka Riau Pos saya baca sesudah makan siang. “Ngah, begini Ngah…coba Ongah tengok halaman satu Jakarta Terkorup, Pekanbaru Terburuk. Sesudah itu Ngah ada lagi Kota Terkorup versi Tranparency Internasional Indonesia (TII). Pekanbaru menempati nomor 6 Ngah dengan ranking 4,37. Sudah itu Ngah, ada gambar tikus kecik dan tikus besar disebelah kanan. Pokoknya Ngah, Indeks Persepsi Korupsi Pekanbaru tu hebatlah Ngah”. Sayapun terduduk di kursi panjang. Apalahhh nasib Pekanbaru ini begini. Dulu Pak Walikotanya bercerita dengan saya “Bang, waktu Abanglah jadi dokter Bapak saya membawa saya ke Arifin Ahmad agar saya dapat diterima di pegawai negeri”. Terbayanglah saya Abah saya ketika membawa saya sekolah dengan kaki ayam. Artinya baik Bapak Walikota yang mulia maupun saya yang sudah profoser ini sama nya kami penduduk Gobah alias golongan bawah. Hanya bedanya sesudah saya menjadi profesor pakaian saya putih- putih juga, sepatu sepasang, kendaraan Baleno buruk. Kalau masuk ruangan ya teduduklah. Lain dengan Walikota mobilnya plat merah hebat dan baru, pakaiannya aduhai, cuma yang khas Tempias 2004-2006: Amok Melayu
165
betul untuk Pak Walikota ini engkek nya. Aneh bin ajaib tamu saya lebih banyak dari Walikota. Ketika pasar Cik Puan terbakar rumah saya digedor “Tolonggg kami Ongah, tanah kami jangan diambil oleh Walikota, nanti dikasihnya lagi sama Maria seperti Pasar Kodim, matiilahh kami Ngah”. Dikali yang lain Pak Saleh, pedagang yang sudah 30 tahun datang dengan istrinya mengadu kepada saya “Kemanalah kami mau pergi Ngah, sebab pasar Kodim ini tempat kami hiduplah”. Lalu macam-macam cerita dan berbagai keluhan rakyat kecil terhadap kebijaksanaan kota yang memihak kepada Akong-Akong dan Cabo-Cabo. Kenapa Sih Pekanbaru yang selama ini dijuluki dengan Kotaku, Kotamu, Kota Kita, Kota Bertuah sementara korupsinya nomor 6 ditambah lagi kinerja kota Pekanbaru mendapat penilaian terburuk?. Saya kira semua orang merasakan bahwa kinerja kota ini memang paling buruk. Sebut saja kantorkantor Lurah, kantor Camat, bahkan sampai kantor Walikota rata-rata pegawainya lebih dulu balik dari pada masuk. Artinya masuk pukul 10 balik pukul 9. Sisanya di Kimteng. Kalaupun mau lihat kinerja pegawai kota Pekanbaru lihatlah sepanjang Pasar Kodim, asik belantak antara Polisi Pamong Praja alias PP dengan pedagang-pedagang yang mempertahankan hidup mereka. Bagaimana lagi mau melihat kinerja yang kedua? Saya membeli tanah dekat terminal AKAP maka ditawalah harganya sekitar 2,5 hektar 250 juta rupiah alias 10 ribu semeter. Jalan masuk adalah kira-kira 150 meter. Karena saya belum punya duit untuk itu saya tunggulah dua bulan. Ehhh.. tahu-tahu sudah laku dibeli oleh orang PU. Tiba-tiba saja jalan itu beraspal. Yang menjual tanah inipun cerita “Kini ndak dapaek 100 ribu se meter lei do Ngah, lah ado jalan godang disitu, aspal lei”. Padahal tak ada bangunan publik disitu do. Rupanya sang PU bukan menambal jalan yang berlubang sepanjang kota ini tapi meletakkan prioritas yang diberikan pemerintah agar tanahnya dapat laku dibangun ruko bagi dua sama Akong. Dikali yang lain saya punya kenalan mantan AURI, punya tanah 166
Tabrani Rab
yang letaknya disimpang antara jalan Arengka dengan jalan Pekanbaru-Bangkinang. “Tak dapat saya bangun Pak, satu ruko mesti setor 15 juta diluar uang resmi, manalah aku ada duit�, kata sang pensiun AURI ini dalam logat Bugisnya. Sekali waktu sayapun berjumpa dengan wakil Walikota, kenapa Pekanbaru ini dengan tak ada gambaran tata kota. Sang wakil Walikota ini seorang planolog tamatan ITB lagi. Tahulah ia bagaimana merancang kota. Apalagi Pekanbaru sedang tumbuh sesubur-suburnya. Kalah Padang dan kota-kota yang lain di Indonesia. Walaupun sang Wakil Walikota diam saja tapi yang dapat dibaca tak ada pembagian wewenang do antara Walikota dan Wakil Walikota. Walikota betul-betul one man show dan bawahan tinggal mengangkat-ngangkat lampah asal Walikota senang. Bagaiamana tata kerja dapat disusun kalau pembagian kerja alias job description memang tak jelas. Di kota-kota seperti di Singapura, Malaysia, Tokyo, dan sebut kota-kota besar lainnya ada yang disebut Senior Citizen. Sekali sebulan entah sekali dua bulan orang-orang beginipun diundang Walikota untuk membincangkan pembangunan kota ini bagaimana baiknya. Mau didengar boleh, tak didengar tak apa-apa. Tapi orang Melayu ini memang aneh kalau sudah menjabat entah Gubernur, entah Walikota, entah Bupati jadi engkek kalau bahasa Inggrisnya arogan dan celakanya lagi one man show. Karena Pekanbaru ini pertemuan antara ibukota propinsi dan ibukota kotamadya tentu bagaimana Walikotanya begitu pula Gubernurnya sama –sama engkek, nak becakap-pun tak dapat. Pokoknya antara bisnis dengan kongkalingkong bergaul terus di kota ini. Tentu saja jadi kota korupsi yang paling besar dan kota pelayanan terburuk. Ada pitih boleh. Kalau tak ada pitih ya mati. Jadi artinya ibukota propinsinya sama buruknya dengan ibukota madyanya yaitu merupakan ibukota yang terkorup dan terburuk. Nah, bagaimana pula hematnya kota ini? Satu kali saya membawa belasan orang-orang Ampaian Rotan dengan LSM Tempias 2004-2006: Amok Melayu
167
berdialog dengan Komisi III DPR RI dan Kapolri serta membawa mereka bolak-balik pakai bus antara Ampaian Rotan dan DPRD disamping itu berkali-kali pula ke Jakarta dimintai pendapat saya mengenai Pilkada sebagai anggota DPOD. Saya hitunghitung adalah 50 juta duit saya lesap dan tidak usah takut konon didalam perjanjian akan diganti oleh APBD, begitu kata ketentuan bahwa biaya sebagai DPOD dan Tim Independen Legal Audit dibebankan pada APBD. November, Desember saya datang “Duit habis”, kata bagian keuangan. Sesudah ketuk palu tentu duit mencurah apalagi duit tu sudah dipindah dari BPD ke kas daerah. Untuk dua jabatan tinggi ini berapa saya dikasih Sekda? Demi Tuhan cuma 7,5 juta rupiah diteken oleh Bambang Mit. Saya bilang dengan bagian keuangan “Sampaikanlah pada Gubernur kalau ini duit penghinaan”. Sudahlah letih bolakbalik Jakarta, rumahpun menjadi asrama Ampaian Rotan, tak pula diganti tu. Padahal anggaran Rp. 2,6 triliun. Jadi artinya untuk pos DPOD dan pos Ampaian Rotan hanya dibayar 0,003 persen. Inilah anggaran untuk Guru Besar, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, Ketua Tim Independen Legal Audit, Suami dari Selebriti yang sekali belanja 10 juta. Maka saya belanjalah di Sogo sepatu yang harganya 15 juta atas anjuran sang selebriti. Setengah sepatu ini saya simpan didalam lemari saya dan setengah lagi saya kirim ke kas daerah. Terimakasih Pak Gubernurr…….Ketika rombongan DPR RI dari PKS berkunjung saya pun bilang “Anda jangan melihat 170 milyar untuk organisasi yang tak tentu arah itu, lihat jugalah begitu hematnya Pemda yang hanya memberi 7,5 juta sumbangan untuk DPOD dan Tim Legal Audit untuk selama setahun”. Saya mengajak kepada semua BEM “Mari kita kumpulkan dana dari masyarakat dan kita pasang dengan air mancur Walikota untuk menyatakan Kotaku, Kotamu, Kotakita, Kota Terburuk dan Kota Terpuruk, Kota Korupsi, amin….. yarobbal alamin... Riau Pos, 20 Februari 2005
168
Tabrani Rab
Jelebu Oh Jelebu
S
ekali waktu saya menonton RTV. Tampaklah Gubernur akan memberikan hadiah kepada siapa saja yang membakar hutan. Tentu saja melihat pidato Pak Gubernur saya langsung teringat pada lagu “Sang kodok ehhh‌ sang kodokk.. kenapa dikau bising‌ aku bising karena hujan tak turun lagi, sang hujan oh.. sang hujan.. kenapa dikau tidak turun..turun‌. aku tidak turun karena air tak membuat awan, sang air oh.. sang air kenapa dikau tidak membuat awan, aku tak membuat awan karena tanah kering kerontang, sang tanah oohhh sang tanah kenapa dikau kering kerontang, aku kering kerontang karena hutan telah dibabat, sang hutan oh sang hutan, kenapa dikau kena babat, aku dibabat karena surat IPK, ipeka oh ipeka kenapa dikau dikeluarkan, aku dikeluarkan karena toke kayu, oh sang toke.. oh.. snag toke kenapa dikau hentam-hentam hutan, aku hentam hutan karena sudah ngasih duit, oh duit‌oh duit, kenapa dikau beri setambau, aku beri setambau karena untung lima puluh tambau. Alhasil bilal husal tak ada yang membakar hutan do, mintapun pada satelit dari Amerika sana paling dilihat asap atau titik api. Persoalannya kenapa? Sama saja dengan Eropa pada abad ke 17 ketika hutan dihantam habis maka jelebu dan banjir membantai Eropa. Dan sesudah itu mereka kapok. Tak Tempias 2004-2006: Amok Melayu
169
lagi boleh menebang hutan. Di Finlandia memang hutannya hutan industri tapi nyamuk di Helsinki bahkan dikomplek kedutaan lagi. Walaupun ada pabrik mobil dan handphone Nokia, macam mana memberikan Nokia ria tapi tetap saja nyamuk di Helsinki lebih banyak dari Sungai Apit. Lalu merekapun belajar bagaimana menjaga lingkungan hidup. Akibatnya pabrik kertas nomor 2 di dunia UPM Kymmene yang dulu membawahi RAPP harus memberi setengah untung untuk mempertahankan lingkungan hidup. Lain dengan disini, hutan pakai babat habis. Raja yang paling depan RAPP dan Indah Kiat. Walaupun sudah banjir, jelebu, jalan rusak, demam berdarah, dan dibantai asap sudah lebih dari 2 ribu orang tak juga tampak tanda-tanda sang kodok oh sang kodok. Bahkan ditambah pula lagi izin untuk RAPP sampai 500 ribu hektar. Mau diapakan sebetulnya Riau ini? Asap yang berada diatas menambah kamus musim kalau di Eropa ada musim dingin, summer, semi, dan gugur maka di Pekanbaru menjadi 7 musim yakni musim panas, musim jelebu, musim hujan, musim banjir, musim asap, musim demam berdarah, musim batuk bedengking. Nah, siapa yang salah? Tentu yang memberi izin IPK. Sebab sudah jelas tanah di Riau ini tanah gambut. Tak usahpun dibakar oleh karena panas matahari dia akan terbakar juga. Dan sekali terbakar bukannya mati berhenti sekejab. Tak usahlah lagi pakai undian seperti menjadi Azhari segala, pokok segala masalahnya IPK itulah dia. Ketika jelebu ini turun masuk ke hidung anak-anak 2 ribu tepongkeng. Sayangnya tak ada seminar jelebu, yang ada seminar Riau 2020 bukannya menjadi pusat perekonomian dan budaya Melayu tapi pusat jelebu. Selagi ada Indah Kiat dan RAPP sebagai imam diikuti pula dengan berpuluh-puluh sawmill belum lagi terdaftar Ali Jambi dan Abi Besok yang melantak 170
Tabrani Rab
illegal loging toh pihak kepolisian masih minta bukti. Padahal bukti itu sudah nampak disemua hidung. Berkali-kali dulu Megawati menjanjikan moratorium hutan Riau toh yang terjadi hutan itu makin dihancur-luluhkan sehingga sang matahari langsung membedal gambut dan sang gambut mengirimkan asap ditambah dengan kita mengekspor asap ini ke Singapura, Malaysia sampai Philipina dan Thailand. Cobalah tunjukkan tangan-tangan orang yang tidak terlibat IPK, hampir semua pemimpin mulai dari mantan DPRD sampai kepada semua mantan-mantan entah apa ditambah dengan orang Jakarta yang pertanahan sebenarnya urusan daerah. Satu kali saya pergi ke Meskom Bengkalis, masyallah dimana ada sungai yang dibuat untuk mengalirkan balok. Dikali yang lain pula ada LSM yang datang kepada saya dengan bangga menyatakan sungai yang digalinya disewa oleh RAPP dan kepada saya diberikan gambar bagaimana kayu-kayu ini diangkut. Sayapun melihat surat Keputusan Bupati Bengkalis Nomor 04, 07, 12, 14,17, 20, 109 dan 520 bahkan ada pula penyetoran ke nomor rekening bendahara Bupati. Macam mane tak telungkup haup duit begitu banyak dari pusat masih juga menjual hutan. Bagaimana pula peranan polisi? Sudah lumpuh dah negara ini. Polisi bukannya alat negara tetapi mengambil upah dengan toke kayu. Bahkan ketika saya ke Dumai ada polisi yang beteleging membawa senjata, saya pikir itu GAM. Satu kali kepala polisi menelepon saya karena anaknya memang terlibat illegal loging. Dia marah. “Apa pula Bapak marah�, kata saya sambil takut. Nabi saja berkata kalau Fatimah mencuri aku yang memotong tangannya. Untunglah di padang pasir tak ada kayu. Kalau membeking pencuri kayu itu azabnya 10 kali lebih banyak. Anehnya LSM-LSM yang saya telepon supaya ditunda dulu penebangan kayu Riau, hutan Riau, diapun bilang “Kan lebih Tempias 2004-2006: Amok Melayu
171
bagus kita Istiqasah”. Sayapun bilang nabi saja menyuruh ikat dulu unta baru berdoa. Ini tak tentu ujung pangkal mau Istiqasah supaya debu tak muncul ke atas. Samalah dengan sayembara Bapak-bapak, ibu-ibu, siapa yang menemukan pembakar hutan akan diberi hadiah. Bukannya hukum itu mudah, bagaimana membuktikannya dia yang membakar. Yang terpenting cuma satu sudah saatnya rakyat ini sadar bahwa apapun bencana yang terjadi di Riau karena tangan-tangan preman yang diperintahkan toke untuk menebang kayu sambil menyetor kepada Pak Polisi dan Pak Kehutanan. Apalah payahpayah. Kalau mengaji nomor satu, kalau khotbah apalagi, tapi lupa pada ayat “Bahwa kerusakan alam itu oleh tangan-tangan manusia juga”. Maka lagu sang kodokpun masih berlanjut “Sang jelebu oh sang jelebu kenapa dikau ke langit, aku datang ke langit karena gambut mengirim aku, sang gambut oh sang gambut kenapa dikau kirim jelebu, aku kirim jelebu karena dibakar matahari, matahari oh matahari kenapa dikau bakar gambut, aku bakar gambut karena hutan tak melindungi aku, sang hutan oh sang hutan kenapa dikau tak melindungi, aku tak melindungi karena aku dibabat toke, oh toke oh toke kenapa dikau babat hutan, aku membakar hutan karena duit sesampan. Oh duit oh duit kenapa dikau sesampan, aku sesampan karena aku beri duit setandan (setandan untuk sultan, setandan untuk orang hutan, setandan untuk komandan, he…he….)”. Akupun menang hadiah Gubernur. Mintalah duit sesampan.
Riau Pos, 27 Februari 2005
172
Tabrani Rab
Antara CEDEWE dan HC
C
edewe adalah kepanjangan dari Cendol Dharma Wanita. Kisahnya begini. Syahdan pada suatu hari sayapun dihubungi oleh pengurus Dharma Wanita agar menghubungi Pak Soeripto selaku Gubernur karena mereka tahu saya dekat dengan Soeripto. Datanglah pengurus Dharma Wanita ke rumah saya. “Ngah..Ngah, ni surat kami kepada Pak Gubernur minta duit tapi kami segan. Ibu Gubernurpun tak disini. Tolonglah Ongah ke Pak Soeripto kan dia segan dengan Ongah”. Sayapun akhirnya mau juga karena maklumlah yang minta ini Dharma Wanita, ada lagi namanya BKOW alias Badan Kerjasama Organisasi Wanita. Entah apa lagi namanya, pokoknya banyaklah tapi yang jelas pada 17 Agustus itu mintalah duit entah 2 juta entah 3 juta nak bedagang cendol. Jelas dalam surat itu minjam. Kenapa saya disuruh? Karena Ibu Gubernur Soeripto tak ada ditempat. Walaupun dengan berat hati saya menghadap juga Pak Gubernur “Pak, ada permintaan Pak dari Dharma Wanita untuk bejual cendol dalam rangka 17 Agustus”. Pak Ripto mengeluarkan duit 3 juta tak pakai kwitansi “Ya wes Tab, niki aku bantulah”. Habis acara 17 Agustus sayapun berjumpa lagi dengan Ibu Dharma Wanita. “Bu..Bu.. berapa untung”. “Alhamdulillah dapat jugalah 2,5 juta”. Sayapun ikut bangga jual cendol saja
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
173
untung 2,5 juta. Padahal sebagai dosen gaji saya sebulan 1,2 juta, profesor lagi. Artinya Dharma Wanita ini lebih pandai dari profesor dalam mencari duit. Sayapun minta duit 3 juta itu untuk dikembalikan pada Pak Soeripto sebab yang meminjamnya saya. Langsung si Ibu menjawab “Nga..Ngah.. yang 2,5 itu untung kami hasil jual cendol, cobalah Ongah bayangkan segelas cendol tu 2 ribu rupiah, kan artinya cendol tu laku 1.250 gelas, mencuci, menyampur, memasak, melakukan, belum lagi Bapak-Bapak Umar Bakri yang hutang”. Sekali lagi saya menung. Rupanya duit yang disebut untung itu duit masuk, modal yang 3 juta tak dihitung do. Sejak saat itu karena saya ditolak untuk menjadi calon Gubernur karena tak punya bini dan dianggap bukan PNS lengkap tapi PNS sumbing menjadi semakin mengerti definisi untung versi Dharma Wanita. Rupanya dagang yang begini yang 3 juta itu dianggap sumbangan, yang 2,5 juta itu itulah untung. Entah darimana ilmu ekonominya sayapun tak tahu. Memang di negara-negara sosialis atau di Singapura BUMDnya maju-maju begitu juga di Vietnam. Tapi dengan ketegasan hukum yang jelas. Tahun ini saja di Cina diadili 385.111 kasus korupsi. Sebab Cina melaksanakan sistem sosialis bahwa koruptor dianggap sama dengan membunuh orang lain. Disini Pak Ketua DPRD pakai Volvo sementara Tembilahan dan Bagan merupakan 2 daerah yang paling miskin di Riau. Sebenarnya ingin juga saya menyampaikan kepada Pak Rusli Zainal mengenai kesamaan Bagan dan Tembilahan, an..an…an.. Habis cerita cendol tadi sayapun ingin melihat pengalaman saya sendiri membangun rumah sakit dan sekolah. Sekali waktu sayapun ke Singapura untuk mengambil duit saya. Tak banyak do, untuk membeli atap sekolah. Apa kata kawan saya mengenai maksud saya ini? “Doctor Rab, even I know you are a good seed but if you try to plant in your country impossible 174
Tabrani Rab
it will be grove” (Ongah Katab, sekalipun saya tahu anda ini pandai mencari duit tapi kalau nak ditanam di kampung anda tak kan mau tumbuh dooo..). Menung saya dek kata kawan ini. Apalah salah tanah air saya. Dikali yang lain dia berkisah lagi “If you need money you must invest in rich country” (kalau nak menanam duit di negeri yang beduitlah). Alhasil bilal husal duit yang saya ambil ini punah-ranah walaupun jumlahnya tak banyaklah, he..he… tentu rahasia. Enam bulan kemudian tak usahkan duit di dapat, buritpun tidak. Orang Melayu pun bilang “dagang buluh kasap” untung tak ade, modal lesap. Sekali lagi anak saya datang “Bah…bah.. tolong lah lagi duit untuk membeli alat praktikum mahasiswa”. Tak juga kapok bak kata orang Jakarta pergiiilah ke Singapura lagi. Sekali lagi pula kawan ini bilang “I know it is your money, but until finish you never get profit”. (Saya tahu itu duit anda, tapi sampai pupus dan licin tandaspun duit tu tak akan untung-untung do). Sesudah itu saya kapok tak lagi mau mengambil duit saya yang saya tabung sejak 30 tahun yang lalu. Tentu saja harapan saya bukannya bunga bank tapi turunnya nilai rupiah dan naiknya nilai dolar Singapura. Entah apa cerita tiba-tiba terdengar keinginan untuk membentuk “apam bangkit” ehh salah Riau Bangkit. Yang hebatnya lagi tidak membebani APBD padahal bak kata orang Singapura ndak amuah yang ditanam tu tumbuh. Tak tanggung-tanggung Riau Holding Company alias RHC meliputi Bank Riau, PT. RAL, PT PER, PT PIR, PT Sarana Pembangunan Riau dan PT. Riau Petroleum. Hampir semua perusahaan ini termasuk perusahaan rugi. Kalau perusahaan ini diholdingkan alias digabung kitapun menjadi bayang-bayang tak lagi setinggi badan. Apalagi asal dari modal ini self funding alias kocek sendiri bisa juga obligasi. Sedangkan pemerintah saja tekangkang 200 juta tak dapat mengembalikan obligasi sekarang ini. Bahkan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
175
tak tanggung-tanggung dari pasar modal. Dulu RAPP di bursa saham New York laku 10 dolar per saham. Melihat tingkah laku perusahaan ini bahkan konon 2,5 triliun di write off dari bank Mandiri maka kini 10 sen pun orang tak mau beli. Holding Company ini persatuan perusahaan terkelepok, he..he…. Mimpi-mimpi sih boleh saja seperti fit and proper test untuk sang direktur. Ujung-ujungnya bangkrut juga. Biasanya Holding Company duitnya banyak dulu lalu di survei pasar. Tapi anehnya perusahaan CNN yang begitu besar bukannya menjadi holding tapi bergabung dengan majalah Time untuk memperkuat posisi Turner. Boleh-boleh saja kita optimis tapi sedang BUMD katakanlah Riau Airlines terkelepok, minta suntik dari Pemda. Karena itu tak usahlah kita main-main lagi dengan holding company segala. Secara lahiriyah ekonomi itu harusnya bebas. Tak bisa do bahkan diharamkan pemerintah membentuk perusahaan sebab pasti koneksi dibelakangnya berbuyutanlah KKN selain dari memperkecil bidang swasta. Mau tak mau APBD terseret juga. Berfikir menjadi holding company dari perusahaan-perusahaan yang bangkrut untuk mengangkat perusahaan-perusahaan ini pada hakekatnya adalah mimpi kesiangan. Yang cocok bukannya Holding Company tapi perusahaan Cedewe alias Cendol Dharma Wanita. Segala duit yang didapat dari pemerintah tak perlu dihitung…tung…tungg….Maka anjuran saya tak usahlah dibuka Holding Company lebih baik dibuka saja Cedewe saja alias Cendol Dharma Wanita, he..he…he...
Riau Pos, 6 Maret 2005
176
Tabrani Rab
Pak Kapolda Tak Usahlah Berjanji
S
atu kali saya menghadiri ulang tahun kepolisian yang tempatnya di lapangan Brimob. Tampak barisan siap rapi dan agak berbau militer apalagi tempatnya di Brimob. Sayapun mengajukan teka-teki dengan Konsul Singapura disebelah saya “What is the different between police here and Singapore?” (Apa beda polisi disini dan polisi Singapura). Diapun tak dapat menjawab. Lalu saya palingkan pula ke Konsul Malaysia untuk mendapatkan jawaban pertanyaan ini. Diapun tak dapat menjawab. Lalu sayalah menjawab. “Di Singapura tak ada polisi tapi undang-undang jalan, di Malaysia ada juga polisi tapi undang-undang jalan juga, di Indonesia polisi banyak dan undang-undang tak jalan”. Kamipun ketawa bertiga. Kenapa begitu? Coba anda bayangkan sedikit saja lampu merah kita lewati jeprett… fotopun bermain. Otomatis kesalahan tercetak. Mau ndak bayar denda kalau bagi warga Singapura ya dendalah, bagi warga negara asing yang tak beduit tentu saja hukum badan atau hukum rotan yang jelas nomor pasport anda sudah ada di Changi Airport. Jangan harap tak bayar, ditambah-tambah lagi dendanya. Di waktu yang lain saya membawa mobil sendiri di Kuala Lumpur. Sayapun salah jalan. Polisi langsung memanggil saya dan meminta SIM serta keterangan mobil. Sayapun Tempias 2004-2006: Amok Melayu
177
menerangkan saya ini orang Indonesia, baru dua hari ini ke Kuala Lumpur. Diapun menjawab spontan “Encik nak orang Indonesia ke, nak orang Brunai ke, nak orang Philipin ke itu tak soal saye but you break the law (anda melanggar undangundang). Harus didenda”. Crettt, suratpun dikeluarkan. SIM dan STNK tidak ditahan. Anehnya bayarnya boleh dengan credit card. Bukannya langsung dengan polisi tapi di Mahkamah alias Pengadilan. Disini, kalau ada orang lewat larangan jalan polisipun memanggil. Pak polisi menanya “Kenapa lewat jalan terlarang?”. Maka dijawab sang supirpun “Saya pikir Bapak tak disitu”. Artinya kalau tak ada polisi bebas lintang pukang dan tidak rahasia umum lagi, lebih baiklah jalan pendek saja alias kong kalingkong. Boleh juga nih Pak Kapolda. Apa kata dia? “Jabatan Kapoltabes beserta jajarannya terancam”. Padahal togel alias toto gelap kalau bahasa Melayu artinya mencarut ini berserakan. Mengenai togel ini banyaklah pengalaman saya. Pada satu kali kira-kira jam 3 sore Pak Kapolda yang dulu yang namanya saya lupa pidato di RRI “Sejak hari ini tidak ada lagi jual kupon sie jie”. Sehabis pidato Pak Kapolda sayapun membeli sie jie sebeban besar, ratusan ribu. Saya serahkan kepada Pak Kapolda yang pidato tadi. “Pak…Pak.. ini saya beli sesudah Bapak pidato”. Lalu Pak Kapoldanya balik bertanya kepada saya “Dimana pak Tabrani beli?”. “Di pasar Mambo Pak dan bukan disitu saja, diseluruh kedai kopi ada togel. Kalau mau Bapak besok dengan saya pergi. Taka da do Pak pidato tu”. Bahkan konon di Medan ketika saya lewat Binjai sesudah sembahyang Jumat sepanjang jalan ke Binjai itu ucapan selamat kepada organisasi entah apa namanya konon organisasi ini kerjanya yang togelmenogel-lah. Ketika saya ke Shanghai sayapun mendapat penjelasan bahwa dulupun di Shanghai banyak preman-preman yang dibelakangnya oknum bersenjata mendeking segala kejahatan. 3 bulan saja komunis berkuasa preman Shanghai 178
Tabrani Rab
ini pupus dilantak dek pemerintah. Sanggup ndak menindak kayak begini. Ada Pak Kapolda namanya Maman Supratman pidatonya juga tegas untuk memberantas Pekat alias Penyakit Masyarakat dan entah apa lagi. Saya dan Kapitra mengundang Bapak Kapolri, Rusmanhadi datang ke Sakai karena memang pergaulannya bagus dengan masyarakat Papua. Ehh‌ sesampai di Pekanbaru begitu pesawat Pak Kapolri take-off ke Batam maka mulailah bakar-membakar Pekat ini oleh mahasiswa. Akibatnya bioskop 88 yang dulu terkenal disco-nya sekarang menjadi supermarket. Di Dumai togel ini segunung, dikampung saya Bagansiapiapi dulu ada spesial bawa tas dari Medan katanya Yayasan Militer yang sekarang sedang sibuk membuka holding company sehingga sang Direktur tentulah jenderal. Padahal dalam disiplin kepolisian yang ditegakkan oleh Cromwel diharamkan yang namanya pengaman negara baik luar negeri yakni serdadu maupun dalam negeri yang namanya opas alias polisi berdagang. Judi inipun merambah ke seluruh Riau. Sudahlah judi merambah ke seluruh Riau polisi dengan segala Kopak mendirikan Primkopak. Tak juga puas diganti lagi Primkopol sampai berjual aquapun Primkopol. Padahal jabatan kepolisian yang ditegakkan abad ke 12 polisi didunia ini didirikan atas dasar Magna Carta tahun 1215 yang menyatakan polisi itu adalah sipil yang Kapoldanya membantu Gubernur ehh salahh‌. Sheriff, Kapolres membantu Bupati entah apanya dibantu kitapun tak tahu sementara Kapolsek bukannya kepala sek dan bukan juga polisi seksual walaupun ada juga polisi yang mati diatas perut di hotel mini pokoknya hebatlah polisi ini. Lain ladang tentu lain pula lalang. Sekalipun sekarang ini polisi berkepala dua satu ke Jakarta, dan satu konon bekerjasama dengan jajarannya tetapi dalam Undang-Undang Kepolisian No 2 Tahun 2002 tak jelas kalau Rusli Zainal Tempias 2004-2006: Amok Melayu
179
Metro Riau, 5 Agustus 2005
meminta pengamanan Dusun Ampaian Rotan dan status quo supaya Timbang Sianipar tak merampok rakyat, polisinya slambeeee‌. diapakan tidak saje surat tu. Kebetulan saya ikut pula diundang untuk membuat Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Negara RI. Tentu saja pikiran saya seharusnya polisi itu seperti di Amerika-lah. Ada polisi kepala alias FBI yang mempunyai sidik jari se Amerika dan belum lagi arsip kejahatan semua penjahat. Kalau FBI sudah masuk polisi lokal ya minggirlah. Ini di Amerika. Sehingga lembaga polisi terasa bebas dari pengaruh-pengaruh luar kecuali penegakan hukum. Ketika di Eropa pada tahun 1900 polisi dibawah lembaga politik maka gaji polisi ini rendah dan kerjanya asik bertogel ria (corruption and brutality were widespread) tetapi Theodore Roosevelt seperti SBY jugalah. Polisipun keluar dari zaman kegelapan dimana disiplin kepolisian ditegakkan dan untuk mencegah kejahatan, menjaga hak-hak setiap warga negara termasuk petani di Dusun Ampaian Rotan, mengawasi narkoba, judi, minuman keras terutama bagi yang nyupir, 180
Tabrani Rab
memperbaiki hubungan antara masyarakat dan pihak polisi dan mempertahankan grup minoritas. Yang lebih hebatnya lagi kepada polisi yang gemuk-gemuk diadakan latihan standar sekalipun dikampung-kampung kecil dan senjata polisi ini dari pentungan sampai ke pistol dan sampai pula ke gas air mata. Nah, bagaimana kalau polisi ini salah? Inilah yang direnungkan oleh berbagai filosof dengan judul Quis custodiet ipsos custodes. Nah, kalau polisi salah seperti di Bintan Timur dimana 18 nelayan tak dapat ke laut karena Pak Kapolseknya ingin tahu izin masuk mesin yang sudah 20 tahun maka akibatnya LSM-pun menghadaplah ke Komisi III. Bagaimana menjawab pertanyaan kalau polisi melanggar undang-undang? Datanglah lebih dari 30 LSM ke rumah saya untuk membuat suatu nota kesepakatan mengontrol jalannya hukum termasuk melaporkan Pak polisi yang menyeleweng dari tugas, Jaksa yang menerima duit dan Hakim yang mengubah hukum dagang menjadi dagang hukum. Entah apa pasal LSM inipun tak mau menandatangani nota kesepakatan. Akibatnya pertemuan yang dihadiri 30 LSM ini buyarrr. Tinggallah saya sendiri yang menekennya. Jadi Pak, tak usahlah bermimpi nak membasmi togel apalagi nak memindahkan Poltabes. Togel itu sudah menjadi bagian kebudayaan dah seperti korupsi juga. Jadi Pak tak usahlah lagi mimpi disiang bolong “Dua bulan tak tuntas berantas judi di Pekanbaru, Jabatan Kapoltabes beserta jajarannya terancam�. Saya usul Pak, termasuk KapolresKapolresnya dan Kapolsek-Kapolseknya dan kalau Bapak tidak keberatan termasuk Bapak jugalah, he...he...he...
Riau Pos, 13 Maret 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
181
Kalau Profesi Dokter Sudah Menjadi Mafia
D
ulu pada waktu zaman Belanda dokter-dokter tamatan Stovia alias UI sekarang betul-betul mengabdi. Taroklah misalnya dokter Pramono yang ditugaskan di Bagan. Apa kata mantri Dagang dengan saya? “Waktu itu belum ada bel, jadi kalau dokter ini di rumah sakit dipasanglah tali panjangpanjang ke ibu jarinya, begitu ada pasien dirawat ditariklah tali yang terikat pada ibu jari kaki sang dokter dan dokterpun terbangun dan segera menolong�. Saya masih ingat waktu saya terkena malaria di Bengkalis saya ditolong oleh dokter Wedinger seorang Austria dan ketika saya di Wina saya diberitahu oleh staf kedutaan Pak Lukman yang kebetulan orang Pelelawan. Dr. Wedinger masih hidup dan sekarang di Wina sudah pensiun. Dokter ini datang jam 3 malam ke rumah saya walaupun Mak saya pakai dukun juga. Belum lagi cerita Mak saya tentang suster Belanda yang namanya Anthoni yang datang ke rumah di tengah malam karena menolong kelahiran saya. Bila Dokter Wedinger ketemu lagi di Wina sayangnya suster Anthoni tak dapat saya cari ketika saya di Belanda. Dokter-dokter begini bisa dibayangkan, baru saja perang usai di Eropa pada tahun 1945 maka ribuan dokter dikirim dari Eropa termasuklah ke Bagansiapi-api atas rekomendasi pemerintahan Jerman walaupun pemerintahan Jerman baru kalah perang. Dasar kedatangan dokter ini tentulah untuk pengabdian. Ketika 182
Tabrani Rab
saya kuliah di kedokteranpun sumpah Hipokrates senantiasa membayang-bayangi tingkah laku dokter. Sebagaimana dinyatakan dalam sumpah Hipokrates bahwa saya akan mengabdikan pengetahuan saya untuk kemanusiaan. Saya masuk menjadi dokter di Pekanbaru 33 tahun yang lalu dan berhenti menjadi dokter sesudah 30 tahun praktek. Saya mengikuti terus perkembangan rumah sakit dan perkembangan tingkah laku dokter-dokter. Tentulah nampak bagi saya bahwa praktek dokter sekarang belangau alias payah mencari pasien walaupun dibuka satu kali 36 jam. Klinik-klinik 24 jam-pun bertumbuhan. Kalau dulu pasien sampai 100 orang se hari sekarang dapatlah 100 hari 2 – 3 orang. Tentu saja ada juga dokter yang laku keras. Yang menarik pada saat ini adalah fenomena sang dokter. Rupanya selain praktek ada pula namanya koperasi simpan pinjam. Sayapun bertanya apa artinya “Alkes�. Lalu dijelaskanlah artinya Alat Kesehatan. Nah, karena rumah sakit tentu ada saja salahnya membeli alat-alat yang tak pas maka Alkes inipun beredarlah dari satu tangan ke tangan yang lain. Kalau ini tentu normal-normal saja. Tapi kalau sampai orangorang kampung datang berobat kemudian operasi dan dokter bedahpun bermain dengan Alkes, ini namanya tentulah mafia masuk dunia kedokteran alias Madok alias Mafia Dokter. Yang celakanya lagi alat ini katakanlah panjang semeter sementara yang terpakai cuma 2 cm maka dibebankan juga pada pasien sepanjang semeter. Sewa Alkes ini tak tanggungtanggung, untuk satu operasi sampai 3,5 juta – 4,5 juta. Yang tak sedapnya lagi kalau pasien ini masuk ke rumah sakit umum karena tak beduit kalau akan operasi ya tunggulah dokter operasi, biasa malaikat maut duluan datang ketimbang tangan pertolongan dokter. Satu kali saya berbincanglah dengan dokter. “Bang, biaya yang dibayar oleh pasien untuk kami sangat rendah. Bayangkan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
183
oleh Abang di Jakarta saja bedah syaraf kalau tak 7 juta ya 10 juta lah�. Ini tentu saja tak salah. Sayapun teringat ketika saya membawa seorang mahasiswa perikanan yang menderita tumor otak. Untuk operasi harus membayar 45 juta termasuk biaya rumah sakit, itu 5 tahun yang lalu. Hanya standar hidup orang Singapura itu tinggi-tinggi. Seorang penjual roti saja bercerita dengan saya gajinya 3 ribu dolar alias 18 juta rupiah. Dan untungnya pemerintah untuk biaya-biaya publik seperti air, telepon, listrik paling bayar 200 dolar walaupun ac nya terus hidup. Saya harus membayar 5 juta sebulan walaupun gaji saya di UNRI 1,2 juta sebulan dan sebagai anggota terhormat di Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dapatlah 7,5 juta setahun. Nah, berapa gaji seorang dokter? Rata-rata mereka menerima 30 ribu dolar sebulan. Ini biasa-biasa saja untuk negara maju. Hanya saja untuk negara seperti kita ini gaji cukup untuk lima hari ditambah pula dengan Alkes alias sewa alat kesehatan tentu bertambah matilah rakyat. Dan bukan itu saja sewa alat ini lebih mahal daripada beli alat, kan mafia betul dokter ini. Sekali waktu saya memanggil agen alat-alat “Alat ini berapa harganya�, tanya saya. Si agen ini menyebutnya sekitar 1,25 juta. Setiap menyewa alat ini tukang bedah melantak 1 – 2 juta sebagai Alkes. Hanya karena rakyat ini masih bodoh dan tak tahu akan hak mereka ditambah dengan Lembaga Konsumen cerita saja, tindakan tak ada makin terperosoklah kehidupan rakyat ini yang sudah dilantak kenaikan BBM, kebutuhan bahan pokok, memang betul-betul menjepit kehidupan rakyat. Adalah alat untuk mengebor dibebankan kepada pasien 3,5 juta sebagai sewa alat. Padahal harga alat ini taklah begitu mahal antara 12 juta sampai 30 jutalah. Kalau tulang kaki sempat patah maka untuk menyambungnya lagi aneh tapi nyata sampai 5 juta untuk sewa alat. Sebetulnya gampang saja, beritahukan saja 184
Tabrani Rab
pada pasien berapa harga alat. Kan selesai tu persoalannya. Pasien pun tahulah berapa kira-kira harus dibayarnya. Tak sedikit pasien yang mati bukan karena takut pada malaikat tapi takut pada melarat. Selama ini saya pikir mafia-mafia ini bermain diseputar koruptor, illegal logging, main dagang hukum entah Polisi, entah Jaksa, entah Hakim, permainan ini cantik pula dilaksanakan oleh legislatif, yang tawar-menawar dengan Bupati atau Gubernur untuk menyetujui APBD yang disebut panen kecil sedangkan panen besar pada saat pemilihan akan tetapi rupanya bidang yang dianggap paling elitis, penuh dengan kemanusiaan dan rasa sayang serta dibalut oleh sumpah Hipokrates yang terkenal “I consider for the benefit of my patient, and abstain from whatever is deleterious and mischievous. I will give no deadly medicine to any one if asked nor suggest any such counsel, and in like manner I will not give to a woman a pressary to produce abortion. With purity and with holiness I will pass my life and practice my art. I will not cut persons laboring under the stone but will leave this to be done by men who are practitioners of this work” (Saya senantiasa meringankan beban dan tidak merugikan pasien saya. Dengan segala hati nurani saya tidak akan melakukan tindakan abortus). Rupanya sumpah Hipokrates ini telah berbunyi lain ketika mafia masuk dunia kedokteran “Bahwa saya akan membebani pasien saya untuk membayar 1 – 2 juta rupiah sebagai sewa alat yang saya pakai untuk menggemukkan kantong saya”. Makin matilahhh dikau rakyat.
Riau Pos, 20 Maret 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
185
Dari Termiskin Sampai Terkorup
D
ahulu orang bercerita penjara yang terbesar di dunia bukannya Al Qatras di San Fransisco tapi kemiskinan. Kalau kemiskinan sudah menimpa alamat kiamatlah. Paling tingal doa supaya masuk surga dan ketemu bidadari cantik. Apa pasal begitu? Nak membawa anak ke sekolah, duit. Nak berobat ke dokter, duit juga. Nak ke Puskesmas perlu surat miskin. Nak makan ayam ya sebulan sekalilah. Mau tak mau dilantak jugalah ikan asin dengan pucuk ubi. Sebab pizza dan hamburger tak mau singgah di kerongkongan karena kocek kempes. Inilah yang terjadi di Riau. Apalah salahnya Riau ini. Sudahlah disebut oleh KPK nomor 4 terkorup ditambah pula lagi dengan hasil sensus yang dilakukan Balitbang yang mengazankan alias mengabangkan kemiskinan di Riau. Yang paling top kampung Pak Gubernur, Tembilahan. Bagaimana gambarannya? Katanya begini. Di Indragiri Hilir dari 624.450 jiwa penduduk miskinnya 199.497 alias 31,95 persen. Di Indragiri Hulu dari 296.712 jiwa yang dikategorikan miskin 93.297 alias 31,44 persen. Di Kuantan Singingi tak pula jauh dari itu diantara 243.768 jiwa, penduduk miskinnya 66.920 jiwa atau sekitar 27,45 persen. Kalau nak kaya datanglah ke Pekanbaru sebab dari total penduduk 704.517 yang miskin hanya 10,19 persen. Dumai merupakan tempat 186
Tabrani Rab
miskin kedua dari penduduknya 215.783 yang miskin 38.515 alias 17,85 persen dan kabupaten lainnya berkisar antara 17–23 persen termasuklah kampung saya Bagan. Bagaimana pula pendidikannya? Yang termiskin itu tamat SD bahkan tak tamat lagi alias buta huruf. Patutlah Pak Gubernur membuat program K2I alias Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur. Yang anehnya lagi walaupun pendidikannya rendah terutama di Pekanbaru dan Dumai relatif banyak bekerja di bidang jasa misalnya sapu-menyapu sampah, korekmengorek selokan dan tentu saja sektor pertanian adalah sektor dimana rakyat termiskin yang banyak. Ini pulalah yang dikembangkan oleh SBY dalam tesisnya untuk mencapai gelar Doktor, hanya sayangnya tak dituangkannya dalam perbuatan misalnya subsidi pupuk. Akibatnya dapatlah diterka makin ke kampung makin miskin. Apa yang dipakai sebagai indikator miskin? Masyallah, makan dua kali sehari, ketemu ikan seminggu sekali, daging kalau ada hari raya haji. Diukur pula oleh Balitbang berapa pasang baju tapi yang menyedihkan luas lantai per kapita tak dapat beringsut alias 8 meter persegi dan jenis lantai tanah, air bersih tampung dan jamban tak ada. Nah, siapa saja yang miskin? Engg‌ alahhhh.. bukannya pendatang seperti jaksa, polisi, hakim tapi rakyat yang hidup ditempat itu yang sudah lebih dari 10 tahun. Siapa pula mau datang ketempat orang miskin ini. Dengan sendirinya angka orang yang datangpun kecillah. Resepnya ya boleh juga pemberdayaan ekonomi, kualitas manusia dan infrastruktur. Jadi hampir samalah dengan Pak Gub. Nah, bagaimana pula laporan KPK alias Komite Pemberantasan Korupsi yang memeriksa dan menangkap seseorang tak usah melalui pengadilan tapi cukup dengan membuat pengadilan Ad-Hoc maka KPK mengambil kesimpulan propinsi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
187
Riau menempati urutan keempat dalam tindak pidana korupsi di Indonesia. Ini merupakan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi yang disampaikan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) KPK. Bagaimana pula cerita koruptor ini? Katanya yang paling korupsi adalah Jakarta dan Jawa Timur. Yang kedua adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang ketiga Medan alias Sumut alias semua urusan mesti uang tunai dan yang keempat adalah propinsi Riau. Apa lagi keterangan KPK? Katanya jumlah korupsi yang sudah diadukan di KPK tahun 2004 sebanyak 432 kasus dan 304 kasus sudah ada di pihak kejaksaan, 91 kasus masih ada di kepolisian. Dan sisanya lagi masih ada dengan KPK. Berapa pula pengaduan masyarakat? 2500 kasus. Pada tahun 2005 saja sudah 2500 pengaduan. Sedangkan ketika saya ke KPK sayapun menanyakan dengan Junino, Kepala Investigasi KPK “Wahhh Pak Tabrani, sudah sampai 1932 kasus”. Bagaimana dengan di Riau? Masih kecillll. Pada 2002 – 2004 ada 15 kasus adalah 142 miliar. Padahal anggaran propinsi ditambah dengan 9 kabupaten diatas 11 triliun alias lebih dari 40 kali sebelum otonomi dilaksanakan yang anggaran propinsi Riau termasuk Kepri anggarannya tak lebih dari 250 miliar, itupun masih masuk sisa anggaran 50 miliar. Kalau diteliti lagi kasus-kasus di Riau, kecillll. Kasus kendaraan BOB yang kontraktornya tenang dari Bengkalis ini yang menyebabkan bolak-baliknya sang petinggi militer di Riau 16,1 miliar, DPRD Siak 2002 – 2004 sebesar 12 miliar, Inhu sebesar 40 miliar, bagi hasil hutan Bupati Bengkalis 2001 – 2002 sebesar 17 miliar, dugaan penyelewengan APBD Bengkalis ke BSP 2002 – 2003 sebesar 10 miliar, Panwaslu sebesar 800 juta, reboisasi Kuansing 8,9 miliar, Kampar 847 miliar. Nah, yang menjadi persoalan ada ndak kaitan antara korupsi baik pada bidang eksekutif, legislatif, dan apalagi yudikatif dengan sengsaranya rakyat Riau ini sehingga angka 188
Tabrani Rab
kemiskinan Tembilahan 199.497 alias 31,95 persen. Inilah nak dibedal oleh LSM-LSM dengan menerbitkan buku-buku gategate. Tapi semuanya sangatlah bergantung kepada tangan pusat. Kalau tangan pusat ini terkelepai saja dan kasusnya di Jakarta yang diujung hidungnyapun tak nampak alamatkan kasus ini akan menguap dan angka-angka dari Balitbang makin akan tinggi terbangnya. Memang sekarang sudah tak nampak lagi di belakang rumah Bupati yang rumahnya ada di Pekanbaru jejeran mobil-mobil Lexus, Pajero ataupun mobil-mobil Terano. Dulu saya hitung-hitung Terano disebelah rumah Kapolda 10 mobil. Lalu ketika Kapolri datang meresmikan Panwaslu Riau saya ulang pula menghitung Terano ada 21 mobil. Termasuk jasa-jasa Pak Mantan Kapolda Deddy S Komarudin membuat Mess Polda dan perluasan kantor Polda, sebelum itu sempat pula Pak Jonny membangun mushola disisi kiri kantor Polda. Pokoknya hebatlah Polda. Hanya kalau dipertanyakan dengan Cina yang tahun ini mengadili 384.112 koruptor dan sebagian akan dieksekusi mati karena korupsi maka kitapun perlu bertanya menjawab segitiga antara anggaran Riau yang 40 kali lebih tinggi rakyatnya terutama di Tembilahan 32 persen miskin ditambah dengan Terano yang berjejer-jejer maka tanyalah pada rumput yang bergoyang. Sayapun kembali teringat pada lelucon saya dengan Konsul Singapura. Di Singapura tak ada polisi tapi undang-undang jalan, disini banyak polisi dan Terano tapi undang-undang tak jalan.
Riau Pos, 27 Maret 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
189
Riau Bangkit
H
ampir seumur hidup saya, saya habiskan di Riau ini. Banyak pula saya mendengar usaha-usaha yang dilaksanakan pemerintah untuk memajukan Riau ini. Ambillah misalnya dulu ada perusahaan setengah pemerintah namanya CV. Selat Malaka di Bengkalis. Pekerjaannya memasukkan beras ke Riau. Beberapa tahun bertahan entah apa pasalnya tumbang CV. Selat Malaka inipun tenggelam di Selat Malaka. Kemudian sayapun mengikuti pula perusahaan-perusahaan kecil tapi kalau di Riau sudah raksasa seperti Selco alias Selatpanjang and Company, Saleh Abas Concern yang masih dapat dilihat sisa-sisa bioskopnya mula-mula namanya Lativa kemudian sesudah konfrontasi berganti nama dengan Lavita, entah Lativa entah Lavita tentu tak mampu bersaing dengan sekeping CD yang harganya 4 ribu rupiah dan melalak-lalak ditepi jalan dari pada jauh-jauh ke bioskop lebih baik nonton di kamar. Artinya Lavita inipun menjadi lamortal alias mati juga. Kemudian saya mendengar pula di zaman resesi yang berat pada tahun 1997 dikumpullah emas mulai dari Martias sang toke besar sampai ke Bupati Bengkalis Fadlah Sulaiman menyumbangkan gelang istrinya untuk mengangkat ekonomi yang terpuruk. Tapi ekonomi tak mau juga bangkit-bangkit bahkan jadi bantutbantut. Balik orang Melayu bilang “Arang habis besi binasa�. Artinya setumpuk emas kau pinang daku, hilang entah kemana
190
Tabrani Rab
sementara ekonomi menjadi makin menjadi bantut. Kitapun menengok foto yang tiap orang Indonesia muntah dimana Soeharto meneken pinjaman IMF dengan tangan Direktur IMF didadanya, manalah harga republik ini. Yang dikenal bangkit di Riau ini hanyalah apam bangkit. Lawan dari apam bantut. Untuk apam ini kalau tak bangkit ya bantut lah dia. Sudah itu ada pula peranan pemerintah pusat untuk memberikan kambing kepada Natuna bersama transmigrasi. Waktu Daeng mengundang saya ke Natuna sayapun bertanya “Pak Daeng, mana kambing Natuna ini?”. Daeng yang terkenal kocak ini “Tak mengembek lagi do Ngah”. Padahal kambing dan transmigrasi di pulau yang paling Utara ini dan berhadapan dengan pulaupulau Spratley yang diperebutkan oleh berbagai negara kecuali Indonesia karena di Indonesia justru pulau-pulau mereka diperebutkan oleh Malaysia. Tak ketinggalan pula Riau yang pulau Berhala sudah diambil oleh Jambi. Sudah lama saya mendengar akan dibentuk pula perusahaan raksasa “Riau Bangkit”. Sekalipun semput saya datang saya hadir juga karena memang sudah lama tak bersalam dengan Gubernur dan dapat jugalah saya bersalam dalam pertemuan yang pendek. Tapi sumpah mati tak ada salam tempel do. Harapan-harapan Gubernurpun meluncur pada Holding Company alias perusahaan raksasa, gabungan dari perusahaanperusahaan pada Riau Bangkit ini. Gubernurpun mengingatkan seluruh perusahaan daerah bahwa tidak selamanya mereka akan bisa menggantungkan diri pada subsidi pemerintah. Sebagai perusahaan, pengelolaannya harus dilaksanakan dengan visi komersil. Perusahaan daerah bukan lembaga sosial, karena itulah pengelolaan secara profesional akan dikedepankan sebagai salah satu penilaian kinerja. Sebab selama ini perusahaan daerah bukannya memberi duit pada daerah tapi mengutil pada APBD. Bahkan yang mana pemerintah dan yang mana swasta tak lagi nampak pada BUMD Bengkalis yang Tempias 2004-2006: Amok Melayu
191
dipimpin oleh Buchari mulai dari membangun mesin tumbuk padi yang nama kerennya Rice Milling baru sesudah mesin ini dibangun padinya ditanam. Jadi terjawablah teka-teki lebih dulu telur daripada ayam. Di kampung saya di Bagan dulu Ketua Lembaga Adatnya Marzuki ditunjuklah menjadi kepala BUMD tak juga bejalan diganti pula oleh Dahamir, pensiunan golongan IV dan dari Kantor Perdagangan. Artinya BUMD ini jadilah membangun pompa bensin sudah setahun tapi bensinnya tetap saja tak menetes. Jadi sesuailah dengan kata Pak Gubernur sudah pensiun menyusu juga lagi pada APBD. Sedangkan yang memberi susu sudah hampir kempes. Orang Bagan menyebutnya “jut jut tung kelampai mak nari, susu mak betung dua jengkal tiga jari. Sudahlah susu ini peyot dihisap juga oleh BUMD. Kitapun mengerti akan ide Gubernur untuk membangun satu holding company yang namanya Riau Bangkit sebab segala usaha sudah dijalankan tak juga bangkit-bangkit maka lebih banyak tekelepoknya. Nah, menyusu sampai tua inilah sementara air susu ini dah kering, bukannya setahun tapi sudah empat tahun terus juga menyusu pada APBD. Maka timbullah ide Riau Bangkit. Tentu boleh-boleh saja apalagi harapan supaya tidak menjadi Riau Bantut, seperti apam bantut juga. Yang menarik, peranan DPRD sekalipun mantan Ketua Panggar Nurbay Juss didepan Pak Ketua DPRD menanyakan kepada saya bagaimana pengalaman saya menggunakan Volvo dan bagaimana kalau Volvonya memakai minyak Pertamax maka sayapun tak menjawab sebab segan sama Pak Ketua. Tapi dibelakang Pak Ketua saya bisikkan saya akan menunjuk perusahaan daerah untuk menyuplai Volvo dengan minyak Pertamax ini. Dan waktu saya di Jakarta tibatiba saja seorang pegawai tinggi menelepon saya “Pak, Menteri tak lagi pakai Volvo tapi memakai kambing Republik Indonesia�. Apalah maksud kawan ini, lama saya termenung baru saya tahu, 192
Tabrani Rab
yang dimaksudnya dalah Camri sejenis mobil yang lebih murah dari Volvo sementara Pak Presiden dan Wakilnya dapat dua dan Menteri-Menteri dapat satu. Tapi karena anggota kabinet RI ini orangnya kaya-kaya seperti JK, Aburizal Bakrie, tentulah mobil ini kecilllll…, kecuali di Riau yang menunjukkan giginya menggunakan Volvo dengan minyak yang didatangkan dari Jakarta, mungkin juga pakai pipa panjang. Balik lagi ke DPRD yang selalu kesiangan, sudah dilantik Riau Bangkit oleh Gubernur baru nak mengadakan studi banding. Kemana? Ke Bank Indonesia di Jakarta dan mau meninjau Surabaya dan Makasar konon holding company dikedua daerah ini untung banyak. Tapi bukannya ke Sembawang Group yang sudah saya tulis 10 tahun yang lalu di Riau Pos bagaimana perusahaan raksasa ini mengembangkan sayapnya. Artinya DPRD baru akan membuat studi kelayakan dan Riau Pos pun lupa meletakkan sambungan hal ini sehingga mata saya yang rabun bertambah rabun. Pansus akan berangkat ke Jakarta untuk minta pendapat apakah Bank Riau boleh digabung kedalam holding company yang akan digait kedalam BUMD ini walaupun sesudah kas daerah ditarik adalah kira-kira 250 miliar dalam kantong Bank Riau ini. Di Surabaya dia akan belajar dengan Dahlan Iskan sang bos JPPN dan di Makasar dia akan belajar dari perusahaan Kalla Group dengan Bukaka. Untuk penyertaan saham pemerintah maka akan berangkat pula ke Batam untuk mempelajari penyertaan pemerintah di perusahaan milik Riau. Lebih hebat lagi akan diundang bupati dan walikota di Kepri, mudah-mudahan mereka datang. Orang Melayu bilang peranan DPRD yang demikian sudah hanyut baru berkayuh, he….he…. Doa kita semualah supaya perusahaan Holding Coy yang bernama Riau Bangkit tak akan menjadi Riau Bantut seperti apam jugalah, he…he... Riau Pos, 3 April 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
193
Al Fulus
R
iau ini memang aneh-anehlah. Dulu Pak Kapoldanya yang bernama Deddy S Komarudin, di ruangan kantornya bunyi burung dan lagu-lagu Sunda. Memang untuk lagu Sunda tidaklah asing bagi saya sebab saya tinggal di Bandung lebih dari 10 tahun. Hanya bunyi burung yang aneh. Sayapun bilang “Pak Deddy, lagu Sunda nya sih enak, cuma burungnya radarada nyentil saya. Sebab burung saya sudah lama tak berbunyi”. Pak Deddypun mengisahkan bagaimana sederhananya hidup keluarganya di Garut yang orang tuanya menjadi guru. Satu kali Pak Deddy menjemput saya ke rumah. Dan yang menyetir dia sendiri. Boleh juga nih, dalam hati saya. Tiba-tiba saya membaca Gatra (2/4) Pak Deddy tak tanggung-tanggung menyumbang kepada yayasan Tan Satrisna para lulusan Akpol tahun 1972 Rp. 1,5 miliar sementara Lebang kenalan saya yang pernah menjadi Wakapolda Riau menyumbang Rp. 100 juta dan Irjen Dadang menyumbang Rp. 150 juta. Dihitung-hitung gaji Kapolda itu yang jenderal bintang satu sampai tiga paling 7 juta sampai 15 juta. Kalau uangnya ini dari gaji Deddy tentulah lamanya menabung 1,5 miliar alias 1500 juta dibagi dengan 15 juta alhasil bilal husal sama dengan 100 bulan alias 9 tahun. Itupun tentulah tak makan dan tak minum, ala mak. Darimana uang ini? Maka Kapolri Jend. Da’i Bachtiar mencari asal-usul duit ini “Kalau perlu segera kita 194
Tabrani Rab
periksa”. Padahal Pak Deddy itu disini sekitar 3 tahun lebihlah. Lalu Deddypun mengatakan uang ini sumbangan dari Bupati dan Muspida Riau “Itu sumbangan kemanusiaan bukan upeti”. Padahal Muspidanya sudah disumpah “Saya tidak akan memberikan hadiah dalam bentuk apapun kepada siapapun selama saya menjabat sebagai Bupati”. Itu satu cerita. Cerita kedua begini. Datanglah seorang yang telah lama saya kenal. Ia pun bilang dengan saya “Pak, tolong saya duit 2 juta. Ini kesempatan bagi saya untuk menjadi koordinator dengan gaji 2 juta”. “Kerja apa?”, tanya saya. Diapun mengeluarkan iklan di Riau Pos tanggal 23 Maret 2005. Apa kata iklan ini? “Lembaga Pemberdayaan Pendidikan dan Keilmuan Fajarmasa membuka kesempatan kerja gelombang III kepada para insan terdiri dan peduli pendidikan dengan tiga strata peranan, koordinator, instruktur dan mediator”. Persyaratan sampai nomor 7 biasabiasa sajalah. Tapi pada nomor 8 “Rajin Sholat” walaupun tidak dibilang harus sholat nampaknya sholat itu dimasukkan dalam pengumuman ini kedalam fardu kifayah. Lalu orang inipun menjelaskan kepada saya. “Begini Pak, saya sudah menyetor 225 ribu untuk pelatihan di jalan SoekarnoHatta. Masuklah saya jam 7.45 sampai jam 5 sore. Diberikanlah kepada saya materi, snack, makan siang. Kurikulumnya sangat menyakinkan yang disebut dengan bimbingan studi qalam yang terdiri dari ilmu gaya, tafsir sempit, analitika, sistematika, sistematika iman, Al-quran satu ilmu, Al-quran satu bahasa, Al-quran satu subyek studi, pokok-pokok mencapai iman, pengertian iman, sejarah iman. Saya baca sangat sistematis. Bahkan cenderung kepada matematis dan biologis. Lalu karena saya ini kantong kempes juga, kalaupun nak mengasih dua juta tentulah saya tanya dulu jelas-jelas apa barang nya ini. Orang inipun langsung menjawab “Begini Ongah, yang 225 ribu itu sudah habis sebagai dana pelatihan. Nah, puaslah saya Tempias 2004-2006: Amok Melayu
195
rasanya dengan yang 225 ribu ini. Lalu karena itu saya minta sama Ongah tolonglah saya 2 juta sebab baru saya mendapat koordinator dan gaji saya menjadi 2 juta. Ini iklannya Ngah “untuk menjadi koordinator gaji 2 juta, instruktur gaji 1,5 juta dan mediator gaji 1 juta”. Mediator ini tugasnya mengarahkan siswa, instruktur mengajar siswa dan kalau koordinator mengawas kerja mediator dan instruktur. Ini maksudnya Ongah, agar kurikulum tidak menjadi beban bagi siswa akan tetapi menjadi suatu kebutuhan layaknya seperti orang berbuka puasa dimana kurikulum itu seperti makanan yang akan dilahap sewaktu berbuka oleh siswa. Dari segi agama supaya sikap dan prilaku siswa sesuai dengan ajaran alqur-an. Sayapun bilang pada orang ini “Okelah saya kasih anda 2 juta, muridnya darimana, mengajarnya dimana dan gaji sebanyak itu siapa yang bayar?”. Lalu orang ini menjawab “Penjelasannya diberikan pada tanggal 8-10 April sedangkan uang jaminan 2 juta harus dibayar paling lambat 7 April”. Rasanya saya sudah mengajar 50 tahun sejak SD lagi, tak dapat kali-kali begini do. Sekali lagi orang ini menjelaskan bayar dulu 2 juta ini Ongah, dapatlah saya penjelasan dimana saya mengajar, gaji saya 2 juta, murid saya siapa, apalagi fungsi saya sebagai koordinator. Yang menjadi tanda tanya dari mana yang membayar 2 juga begini, ada pula peraturannya dibayar dulu baru dijelaskan padahal yang mau dijelaskan ini ayat-ayat suci Al-quran. “Begini Ngah, saya ini akan masuk go international antara lain ke Sungai Apit”. Tambah bingung lagi saya sebab pemerintah saja tak beduit karena itu nak menjual obligasi 1 miliar dolar. Obligasi… obligasi… ehhhh.. tak laku-laku padahal pemerintah perlu duit ya untuk tsunami Aceh, bayar utang dalam dan luar negeri, bayar duit untuk daerah. Bagaimana pula lembaga begini online dapat duit untuk bayar koordinator 2 juta, instruktur 1,5 juta dan mediator 1 juta. Ingin saya menghubungi polisi yang sedang banyak duit sebab mantan kapolda saja menyumbang 196
Tabrani Rab
1,5 miliar bukannya untuk menangkap lembaga ini tapi untuk meminjamkan duit. Sayangnya Kapolda baru lainlah dengan Kapolda dulu yang selalu mengajak saya makan sambil bercengkrama. Nak dibilang dana ini dari Pemda sedangkan Pemdapun baru mau meluncurkan apam bangkit ehh salah Riau Bangkit. Soalnya payahlah sekarang ini. Kalau dulu pagipagi SBY bilang kita berantas korupsi sebab menurut Kwik Kian Gie yang dikorup setahunnya 300 triliun sementara APBN kita 350 triliun sehingga pemerintah lebih memilih naik BBM ketimbang memberantas korupsi. Sayapun teringat di Riau ini dulu ada MLM BMA, habis duit orang Riau ini bepuluh miliar termasuk duit adik saya. Saya menelepon ke Kapolres supaya JRS disebelah Kapoltabes itu ditutup sebab duit rakyat sudah banyak kena hisap. Polisinya tenang-tenang saja ditambah dengan ada lagi sekolah perawat yang sekarang mahasiswanya sudah mogok sebab statusnya tak ada tapi karena bekerjasama dengan rumah sakit tentara, polisi jadi takut padahal dibelakangnya si Apeng dari Medan. Nak dibawa kemana negara ini lantaknyalah. Dah penat aku dahhh becakap. Mestinya pemerintah alias DPRD melindungi rakyat dan begitu pula polisi. Ini tidak, yang dibincangkan di DPRD mobil volvo dan mobil dinas yang keren padahal menteri saja sudah pakai Camry alias Kambing Republik Indonesia. Nak mencari DPRD dan Pak Polisi yang melindungi rakyat ditunggu pula tablet kadal alias Pilkada yang keluar di surat kabar Tribune gambarnya itu ke itu juga. Dalam kebosanan begini sayapun merindukan goyang Inul sebab tiap hari masyarakat ini begoyang karena tak ada perlindungan dari wakil rakyat dan Pak Polisi. Tolonglahhh‌ Pak Polisi, lindungilah kamiii...
Riau Pos, 10 April 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
197
Wajah Cabup dan Cakot
T
ampaknya hobi saya bertambah satu menengok gambar yang bermacam gaya disuguhkan oleh berbagai koran untuk bertanding ditablet kadal alias Pilkada. Sekali waktu saya melihat muka Cabup dari Kabupaten Bengkalis memang hebat-hebat dan cantik-cantik. Kalau dia pakai kopiah aduh mak, ditambah dengan dasi tak akan menyesal do kalau foto ini nanti menghiasi rumah-rumah di Mongkoput. Tapi kalau dia pakai kopiah dan tak pakai dasi yang disuguhkan persis seperti kadi nak mengawinkan pengantin “aku kawinkan engkau Katab dengan mas kawin seperangkat alat sholat. Saya terima kawin anu binti ani dengan mas kawin seperangkat alat sholat�. Ada juga Cabup Bengkalis yang masih keponakan saya jugalah, alah mak sumpah mati lebih gagah dari George Bush. Itu belum lagi pidato. Tiba-tiba pula surat kabar memuat petinggi di kantor Gubernur yang nak jadi calon bupati, sudahlah matanya tak terbuka dek mendoa agaknya, kasihannn lah kawan ini, kalau saya di Kudap, Dedap, Bandul dan segala dap-dap pastilah calon ini saya gedap sebab saya kasihan menengok mukanya. Tiba-tiba dari belakang saya datang cucu saya Syuhada “Ki, dari enam gambar ini yang mana paling hebat dari calon Wakot dan Wawakot?�. Sayapun bilang dengan cucu saya seandainya gambar Wawakot dari Dumai yang meninggal di hotel, entah 198
Tabrani Rab
apa pasal dihotel pula meninggal maka saya dapat meramal bahwa Wawakot ini akan meninggal dan lebih baik mundur supaya tak jadi meninggal. “Yang ini Ki ya, sepertinya pengikut nabi Ki, ada janggutnya”. Tapi sayapun menerangkan pada cucu saya “Nabi tak pakai kumis do, yang pakai kumis tu ya cu ya namanya Clark Cable”. Kumis nya tipisss macam semut, tak macam ini tebalnya do. Ini namanya kumis Stalin dan sayangnya Stalin tak pakai janggut. Karena itulah dia membunuh 7 juta orang karena janggut yang membawakan kearifan tak ada pada Stalin cuma janggut saja yang melintang”. Untunglah gambar ini bejanggut jadi tentulah kalau dia memimpin Dumai nanti dia akan kampanye begini “Puan-puan dan tuan-tuan saya tak banyaklah pidato sebab saya orang bekerja baik pagi maupun malam hanya kalau pagi kerja saya lain dan malam kerja saya lain”. Lalu yang mendengarkan kampanyepun bertanya pada saya “Ape bendenye ni Ngah, kerjenye siang lain, malam lain”. “Ehh… dikau jangan berpikir macam-macam. Yang pagi kerjanya memang profesi dan yang malam memang hobi. Beda antara profesi dan hobi, dengan profesi duit masuk dan dengan hobi duit keluar”. Kalau pagi dengan petang duitnya masuk, aaa… perlulah dikau bertanya”. Belum juga lagi puas menengok Walkot dan Wawalkot Dumai ini beserta partai-partai pendukungnya saya berani sumpah foto-fotonya lebih hebat dari pimpinan UMNO di Malaysia. Walaupun pimpinan UMNO ini asalnya dari Kelantan dan kerjanya motong getah tapi pastilah Walkot dan Wawalkot Dumai ini hebat-hebat. Lalu kepada saya diberikan cucu saya pula pertanyaan “Bagaimana kalau gambar ini yang menjadi calon Ki (sambil menunjuk calon Bupati dan Wakil Bupati Inhu)?”. “Wahhh.. memang hebat, dua-duanya berkumis seperti Clark Cable dan dua lagi licin, janggutpun tak tumbuh”. Belum lagi Pemilu mulai surat kabarpun sudah memuat hasil Tempias 2004-2006: Amok Melayu
199
dukungan sementara pasangan calon Wakot dan Wawalkot Dumai serta Cabup dan Wacabup. Tak kepalang tanggung dukungan kepada mantan lama di Bengkalis cukup tinggi, konon katanya 24,8 persen. Belum lagi calon lama dari Wakot Dumai 34,6 persen. Yang paling ekstrim Inhu, ha‌ha‌ lupa saya buku Inhugate entah dimana tapi yang jelas 62,7 persen. Yang lucunya calon dari partai Golkar yang terbesar ditolak oleh KPU dan KPUpun diajukan ke PTUN walaupun perkara ini nanti dibanding dan dikasasi, sampai kapan inkrach alias keputusan pasti sesudah masa jabatan Bupati yang nak dipilih ini habis. Jangan-jangan keputusan Allah taala mendahului keputusan Mahkamah Agung, inna le wa inna le, kata orang Uttar Paradesh negara bagian di India yang malas menyebut innalillahi wainna ilaihi rojiun. Dan tak ketinggalan Pak Gubernurpun berang. Apa katanya? Pasti ada sabotase. Ah‌. bahaya ni, jangan-jangan ada teroris. Apa salahnya kalau kita membuat skenario 30 biji, 29,5 lepas tinggallah setengah yang tepongkeng. Kan boleh-boleh saja. Tapi mengajukan ke KPU pun bagus jugalah. Supaya terbuka Universitas Cianjur atas dasar apa ujian dibuat. Boleh-boleh saja. Detak-detik pemilihan inipun terus saya ikuti. Baru saja mendaftar sudah mengaku siap bertarung. Lalu diingatkan kepada Tim supaya jangan melakukan hal-hal diluar etika dan aturan yang ada. Tentu saja begini boleh-boleh saja asal diketahui kata pepatah lama, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Artinya Mulyana sang KPU Pusat dan terkenal dari LSM terjerat oleh KPK sebanyak sapaktiau alias 300 juta. Dan jadilah penghuni hotel Prodeo. Sekalipun sang ketusang alias sang ketua KPU tak mengaku sementara Mulyana menyatakan tak punya duit sebanyak itu dan berjanji membukakan seluruh proses kibul-mengibul di KPU apalagi di daerah. Mulyanapun mundur karena digertak sambal walaupun sudah berjanji. 200
Tabrani Rab
Apalah yang terjadi pada negara ini. Mau menyerahkan diri kepada BPK di hotel buruk lagi. Kalau mau serah-menyerahkan duit di hotel Mariot dong seperti bos besar yang lalu. Balik ke pangkal kaji, wajah-wajah yang mengelus dari sang calon Walkot dan calon Wabup ada juga yang tersengehsengeh kata orang Melayu. Entah apanya yang lucu. Lalu partai politikpun tak jera-jeranya bermain diatas angin. Semua orang tahu kalau PDI ditambah dengan Golkar dan tak ada pemilihan langsung maka SBY tak akan terpilih do. Sebab partai Demokrat cuma 7 persen. Cucu sayapun kembali menanyakan “Ki..Ki.. kenapa Aki tak masuk? Aki kan hebat juga”, kata cucu saya. “Ohh.. tidak, kata Ronggowarsito orak edan orak kedumen”. Jadi kalau tak gila tak kebagian do. Lalu didalam hati sayapun membuat skenario begini; Mula-mula saya dekati gabungan partai kecil-kecil tapi sudah 15 persen dari suara. Lalu karena saya ini sudah banyak dibaca orang sayapun kampanye. “Saudara-saudara kalau nak selamat Riau ini, pilihlah saya. Dulu memang saya menjadi Presiden Riau Merdeka tapi jadi temelang, lalu saya ingin pula jadi Presiden RI dengan dukungan selebriti. Hasilnya temelang juga. Maka saudara-saudara marilah kita bentuk partai yang baru, Partai Temelang Indonesia supaya negara ini yang sudah diguncang Inul, diguncang pula oleh tsunami, diguncang pula oleh gempa, diguncang pula oleh gunung-gunung yang sudah lama tidur, maka marilah kita mengkaji akhirat untuk menjadi Bupati yang didampingi oleh bidadari bagi laki-laki dan bidadara bagi wanita”.
Riau Pos, 17 April 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
201
Mansur binti Maskur
"
A
pe namenye ni Ngah Mansur binti Maskur”. Sayapun dapat istilah ini dari adik saya sebab setiap Jumat kami berkumpul adik beradik, bernostalgialah. Lalu salah seorang adik saya bilang “Ngah..ngah.. sudah masanya kita berhenti dari mansur dan maskur alias makan surang dan masih kurang”. Sebab kemana saja saya pergi petingi-petinggi Riau ini hebat betul, tak puas-puasnya dengan makan surang dan masih kurang. Sehingga Edyanus meluncurkan buku Raja Buncit Kedekut untuk kiasan pemimpin-pemimpin Riau ini tak juga puas dengan hartanya yang banyak sehingga terjadilah perut buncit dan kedekut. Saya ini memang raja diraja dan buncit lagi tapi ada jugalah kedekut sedikit. Satu kali saya dapat telepon dari Siak. “Ngah…Ngah.. listrik kami mati sudah berhari-hari dah. Padahal mesinnya mesin baru. Mungkin baru beli Ngah, tapi sumpah mesinnya mesin lama”. Dikali yang lain saya kedatangan pula rombongan Sakai. “Ngah..ngah.. kami ini dibohongi terus oleh Arara Abadi, 1.750 hektar kebun kami dilantak oleh Arara Abadi, konon Ngah mereka janji nak ganti kebun getah. Kebun getahnya tak jadi sementara tanah kami lah habis. Ngah ikut juga dalam hal ini sebab Ngah dulu hadir pembentukan organisasi yang namanya Keluarga Besar Melayu Riau”, kata Yatim sang tokoh Sakai kepada saya yang saya kirim ke Jambi karena ada pertemuan suku asli se nusantara. Saya 202
Tabrani Rab
ingat-ingat betul dulu saya hadir tapi tidaklah saya tahu 1.750 hektar hutan Sakai ini dipelantak oleh orang Melayu untuk kepentingan Arara Abadi. Apalagi Arara Abadi ini saya tahu betul sepak terjangnya di Riau. Sampai berani memerintahkan polisi untuk mencabut tanaman rakyat yang tidak menanam Hutan Tanaman Industri. Memang saya renung-renung betul jugalah istilah Edyanus Raja Buncit Kedekut. Masyarakat Riau ini tak tahu dia bahwa Arara Abdi ini mendapat penghargaan best of the best dari Gubernur Riau. Pagi hari Jumat itu saya mendapat telepon dari Pak Rizal, mantan guru saya. “Pak doktor, tahu ndak artinya Nader dalam bahasa Indonesia?”. Lalu saya menjawab “Kan itu nama Pak Rizal”. “Ohh.. salah”, kata Pak Rizal. “Coba awak tengok kamus Purwadarminta tahun 1958”. Sayapun membongkar-bongkar perpustakaan saya, betul saja ada 4 arti Nader dikamus Purwadarminta. Kesatu, artinya ganjil ditambah pula lagi luar biasa. Kedua, lawan dari zenit alias titik puncak. Ketiga, perahu diambil dari bahasa Melayu. Yang keempat, pengawas. Saya membalik-balik kamus, tak juga mengerti apa maksud guru saya ini. Kebetulan hari libur, koran tak diantar ke rumah. Saya jalan santailah pagi-pagi. Masyaallah, rupanya maksud guru saya itu Nader ditangkap Kejagung, ada gambar dia menutup muka lagi. Apa kata Riaupos (22/4) “Kasus yang mendera nader taher. 29 Agustus 2003; disaat mengajukan diri menjadi salah satu calon Gubernur Riau periode 2003-2008, Nader ditangkap di Roma oleh pihak kepolisian Roma karena dituduh melakukan pencucian uang. Saat itu Nader sebagai Direktur PT Melayu Riau Petroleum. 4 Februari 2004; setelah ditahan selama 3,5 bulan dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang, Nader mengaku telah dibebaskan secara murni dari tahanan di Roma. 21 April 2005; Nader Taher ditangkap Kejagung di Batam atas kasus kredit macet di Bank Mandiri”. Pokoknya serupalah seperti mansur binti maskur. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
203
Saya membalik arsip-arsip surat saya dan ketemulah surat Nader Taher yang ditujukan kepada DPRD Riau tanggal 15 September 2003 yang bunyinya antara lain pada nomor 6: Uang saya +/-US$ 3,000,000 di ABN Amro adalah uang perusahaan, uang pribadi dan uang pinjaman dari Bank Mandiri Corporate, sementara persangkaan Negara Belanda yang terlalu berlebihan menuduh uang dari teroris, drug abuse, uang haram apalagi nama saya berbau nama Arab (Thaher) dan usaha saya antara lain Crude Oil (minyak mentah/kontraktor Caltex, CPP Blok, Pertamina dll). Disamping itu ada sebagian pendapat di luar negeri, orang Indonesia dicurigai, orang Indonesia jika tak ada uang dibilang TKW haram, pendatang haram dan orang Indonesia yang banyak/ada uang dibilang money laundy”. Pada nomor 13 ditulis pula; “Peran saya ditengah-tengah masyarakat Melayu Riau antara lain sebagai Datuk Timbalan Panglima Besar, Laskar Melayu Riau Bersatu dengan anggota +/- 1,2 juta dan Ikatan Keluarga Besar Siak (Ika Pusari) menyetujui saya sebagai calon Gubernur, disamping itu saya selaku Ketua Tim Sukses Calon Presiden, Bapak Prof. Dr. H. Tabrani Rab, convensi Golkar”. Yang kesimpulannya nama: Datuk Timbalan Panglima Besar DR. Nader Taher, tempat tanggal lahir Pekanbaru, 25 Juli 1952 tetap ikut pemilihan Gubernur Riau periode 2003/2008. Item 16 menyatakan pula “mohon kiranya kepada teman-teman yang berada di DPRD Riau, masyarakat Riau jika memilih saya sebagai Gubernur Riau tentunya tidak akan salah, karena sudah waktunya Riau menjadi propinsi daerah yang maju dan kaya dalam arti yang sebenarnya. Untung tak tepilih. Kalau terpilih alamat tepilih mansur binti maskur. Pada pertengahan Oktober 2003 saya menerima telepon dari Nader untuk dapat membantu mengeluarkannya dari penjara di Roma dan berat badannya telah turun lebih dari 10 kilo. Lalu saya coba menemui Adnan Buyung Nasution dedengkot pengacara ini di Jakarta. Disamping itu saya meminta pula nasehatnasehat teman-teman pengacara. Semuanya menganjurkan 204
Tabrani Rab
sebaiknya saya kontak saja Freddy Numberi yang waktu itu menjadi Duta Besar di Roma dan kini menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI. Saya mendapat kesimpulan bahwa Kedutaan Indonesia telah menyiapkan pengacara untuk Nader Taher. Beberapa lama kemudian Nader sudah dipindahkan ke Belanda dimana kondisinya lebih baik dan akhirnya Nader menelepon saya bahwa dia telah dibebaskan dan segera akan ke Singapura terus pulang ke Indonesia. Sampai disini tentulah biasa-biasa saja. Tak disangka dan tak dinyana karena maskur alias masih kurang maka Nader mendaftarkan diri untuk menjadi Gubernur Kepri. Iyang-iyang telah mengiyang ini sudah lama saya dengar. Tak heran di Riau ini banyaklah orang berangan-angan nak jadi Gubernur-kah, nak jadi Bupati, sebab dibelakang kekuasaan itu ada duit. Ditambah lagi makan surang terus dan makin lama makin haus akan harta. Apalah namanya kalau bukan raja buncit kedekut. Apelah tak kenyang-kenyang sudah makan surang alias mansur, ditambah juga lagi maskur alias masih kurang, tak tahu alhamdulillah. Kalau kita bersyukur kepada Tuhan maka Tuhan akan menambah rezeki kita, tak usah korupsi lagi dooo‌.. Ini tidak, sudah Pak Ketua DPRD dapat volvo yang tak ada minyak dan terpaksa pula dipasang di Dang Merdu, Pertamax telah tersedia di Pekanbaru kini Pak Ketua DPRD dan tak ketinggalan harapan saya pada masa depan bahwa PKS dapat meluruskan DPRD ini, ee‌ setuju dengan Terano yang merupakan hobi kolektif dari Deddy sang mantan Kapolda. Banyaklah saya baca buku bagaimana Tuhan menjadikan fatamorgana sehingga pemimpin-pemimpin ini menimbun harta yang telah digambarkan jelas oleh Tuhan dengan Karun maka Karun kini berada dimana-mana dan istilah Melayunya mansur dan maskur alias makan surang dan masih kurang‌. batambuahhh sampai menjadi raja buncit kedekut. Riau Pos, 24 April 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
205
Diundang ke Las Vegas
S
eorang sahabat saya yang lama pulang dari Amerika ke Pekanbaru memberi komentarlah dia tentang Pekanbaru “Wahhh bukan main dahsyat perkembangannya”. Sayapun bilang dulu waktu tahun 1952 di Pekanbaru penduduknya barulah 7 ribu tapi sekarang sudah 700 ribu. Tentulah membuat kepala Pak Wali pusing 7 keliling dan pada tempatnya pula Pak Wali engkeklah sedikit, sebab ini bukan kota kecil lagi Bung, tapi kota besar, sikit lagi mungkin kalah Padang dan Medan. Teman ini berkomentar dengan saya “Apa perbedaan Pekanbaru dengan Medan”. Saya menjelaskan Walikota Pekanbaru ini sudah pernah ke Amerika bahkan pernah dicurigai lagi karena kebetulan Twin Tower dilantak dek teroris sementara nama Pak Walikota ini nama Arab. Dibandingkan dengan Medan, Pekanbaru memang hebat. Kalau jalan-jalan di Medan pastilah rumput setinggi lutut. Di Pekanbaru tak ado do yang begitu. Bagaimana pula dengan Padang? Sayapun menjelaskan di Padang memang ada plaza tapi dibawah plaza matahari ini banyak orang berjual kakilima. Saya menjelaskan pula tak ada rumah makan yang lebih hebat dari Pekanbaru do. Cobalah pergi ke Upik, soto Bude, Kota Buana, dimana makan tambah enak tambah sedap, nasi ciekkkk… tambuahhh ciek, semakin berpeluh-peluh kita makan. Dimana mau dicari 206
Tabrani Rab
makan mie keling jalan Tampan yang terkenal itu. Semuanya ini menyebabkan saya tak bisa lama-lama meninggalkan kota Pak Wali ini sebab kalau umur yang sudah tua ini yang menjadi masalah utama adalah sejengkal diatas pusat. Sedangkan waktu muda dulu cintaku terbagi dua dan sayangku terbagi dua yakni sejengkal diatas pusat dan sejengkal dibawah pusat. Sudah tua begini tak ada dunia ini menarik lagi do kecuali narkoba alias nasi ramas kota buana. Saya masih ingat teman saya dulu Dr. Bahren kalau saya akan ke Jakarta bukannya dia meminta macam-macam, minta dibawakan nasi bungkus Kota Buana 10 bungkus lengkap dengan dendeng dan ayam gulainya. Inilah kerja saya membawa bungkusan besar ke teman saya Dr. Bahren di Fakultas Kedokteran Yarsi Jakarta yang letaknya 1 jam lebih dari airport. Begitu hebatnya Kota Buana ini boleh jugalah sebagai promosi saya dikasih makan perai sekali dua kali sebab didepan tu ada lagi teman saya lama namanya Udin, yaaa sebagai fukahalah. Teman ini saya ajaklah keliling. Semua jalan sudah berubah nama. Nama pujangga ada juga Sariamin, tapi yang namanya jalan Soeman Hs tak juga nampak-nampak. Jalan Pelajar yang sekarang namanya K.H. Ahmad Dahlan dihitung-hitung ada 27 ruko tapi merek masing-masing ruko tak kalah dengan kantor pengulu. Di kantor Lurah paling sedikit ada 8 papan nama ada PKK, Dharma Wanita, LKMD, K7 Propinsi Riau, belum lagi nampak K2I. Saya masih ingat ketika Selo Sumarjan ke Pekanbaru “Lha ini papan nama Lurahnya mana?”. Dihitunghitung oleh kawan ini satu kedai alias ruko ada 4 merek. Di toko benen misalnya ada tulisan ganti oli, tempel ban, tuneup, balancing, entah apa lagi. Di kedai yang lain paling sedikit ada 9 merek padahal kedainya sebesar kangkang kera. Lalu teman inipun bertanya “Ini semua merek ini pakai pajak ndak?”. Saya menjawab “Tak terpajakkan do”. Itu baru sejengkal jalan K.H. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
207
Ahmad Dahlan yang mereknya lima kali toko banyaknya. Malam hari saya membawa kawan ini berkeliling Pekanbaru yang memang lebih cantik dari siang sebab sampah dan lobang di tepi jalan tak nampak. Lalu sayapun ke plaza ada Citra Plaza, Plaza Sukaramai, Suzuyu Plaza, Mall SKA, Mall Pekanbaru sikit lagi ada Mall Ciputra dekat sekolah saya. Pandangan malam lebih hebat lagi dari siang. Sepanjang jalan belakang MTQ para pasangan aduhai. Ada pula namanya Taman Labuai walaupun kiosnya belum dibangun tapi pintu gerbangnya yang cantik cocok betul untuk orang berbuai-buai. Perkembangan salonpun tak kalah dengan Pat Pong di Bangkok. Sepanjang jalan Riau, jalan Sutomo, jalan Tengku Umar, jalan Juanda, mall SKA sampai ke semua pelosok-pelosok tampak salon-salon. Hanya saja belum sedahsyat Vigaro di Paris yang memanggil tamu sampai ke jalan-jalan. Kalau esekesek sih ada juga. Satu kali saya diajak pula oleh teman ke Mall Pekanbaru yaa.. iseng-isenglah menengok macam-macam bentuk manusia tak kalah dengan Batam. Hanya karena umur saya sudah tua tak adalah lagi keinginan untuk macam-macam, kalau menengok-nengok sih boleh jugalah. Habis berkeliling teman ini saya ajak pula ke Arengka di sudut sekolah saya. Muka yang sanger dengan make-up yang berlebihan ini tentulah guys alias banci tapi boleh jugalah ditonton-tonton. Teman saya ini menceritakan dulu yang namanya tempat Kopan dimuka rumah saya Pattimura ada teleju alias lokasi. Sekarang lokasinya dimana? Susah saya menjawab. Nak membawa teman ini ke teleju takut saya ditangkap hansip dan besok pagi keluar muka saya di Riau Pos, maklumlah muka saya ini sekarang muka selebriti, jadi mulai dari hansip sampai presiden kenal muka saya ini. Kan bahaya tu..uu. Paginya teman ini saya beri surat kabar. Yang ini pasti lebih hebat dari Las Vegas sebab saya selalu menginap di 208
Tabrani Rab
Flaminggo Hotel karena dibawahnya langsung judi. Asik juga dia nampaknya membaca Mak Erot yang bunyi iklannya begini “Bagi anda yang ingin memuaskan diri dengan Seksual kami menyediakan alat bantu asisoris sex terlengkap dan terbaru. Vagina bulu, vagina denyut, penis mutiara, penis tempel, penis telunjuk jari, penis kupu-kupu, ring-ring penggeli wanita, konsom penggeli sungut lele, kondom cumi-cumi, kondum duri-duri, vacum alat pital pria, butox cream untuk memontokkan pantat, cairan untuk menaikkan gairah wanita, pemutih yang sangat bagus untuk badan”. Ada lagi “Luquan oil & caps. Ingin perkasa diatas ranjang? 1 menit langsung besar dan panjang + 6 cm, oil yang banyak dipakai oleh raja-raja Cina hingga mampu memuaskan istri tanpa loyo dan tahan berulang-ulang semalam suntuk dalam berhubungan. Dapat dibuktikan. Dijamin tidak kecewa untuk kedua kalinya”. Ada lagi “Kabar gembira gebyar pengobatan alat vital bagi masyarakat Pekanbaru dan sekitarnya. Hj. Mak Erot, Ibu Imas & Bapak Yanto yang paling heboh dan spektakuler di kota Pekanbaru. Dinas Kesehatan Pekanbaru/Terdaftar Dengan Nomor: 448/440/IV/2003/006 Terdaftar Dikejaksaan No:B-55/N.4.10/ Dep.5/ 03/2003. Hj. M.A. Erot berada di Kota Pekanbaru khusus membantu pasiennya yang mempunyai keluhan tentang organ vitalitas, oleh karena itu jangan sampai terlewatkan bagi warga kota Pekanbaru untuk hadir dan membuktikan kebolehan Hj. Mak Erot dan anak cucunya. Adapun biaya maharnya Rp. 600 ribu dijamin pasien puas, waktu pengobatan hanya memakai waktu 20 menit”. Teman ini menjadi tercengang-cengang lagi sebab ini tak ada di Las Vegas. Dan hebatnya lagi ada izin Dinas Kesehatan dan Kejaksaan. “Kok bisa izin begini ya?”. Ada lagi “Terapi kejantanan alat vital menjadi jumbo dan perkasa. Pengobatan H. Othim Sopiyandi dibantu oleh Subria & Judi Sugianto. Orang mengumbar janji saya memberi bukti, garansi panjang dan besar langsung ditempat, tidak ada hasil Tempias 2004-2006: Amok Melayu
209
jangan dibayar”. Teman ini makin tercengang-cengang sambil berdengus bilang “Achh… Pekanbaru memang lebih hebat dari Las Vegas”. “Kenapa tidak?”, kata saya. “Ngah, bagaimana kalau Mak Erot diundang ke Las Vegas?”. “Boleh-boleh saja asal saya menjadi promotor alias Don King-nya”...
Riau Pos, 1 Mei 2005
210
Tabrani Rab
Pening
N
egeri yang dicintai ini makin membingungkan saja. Dulu waktu saya kecil di Bengkalis ada polisi yang namanya Pak Itam, kalau kita kencing berdiri di sumur bor alamatkan tali pinggang Pak Itam naik ke pinggang kita. Jadi polisi ditakutilah. Waktu ayah saya jadi Camat di Selatpanjang terjadi perkelahian ras. Ayah saya sedap saja memerintahkan polisi “tangkap yang terlibat”, ya ditangkap polisilah tak peduli gedewak, tak peduli Melayu. Ketika saya sudah tua Gubernur memerintahkan Kapolda agar menghentikan panen Timbang Sianipar di Ampaian Rotan. Untunglah bagi saya yang sudah tua ini entah berhenti entah tidak tapi yang jelas Gubernurpun bilang tinggal 25 persen lagi yang belum diukur oleh Tim Kapolda. Saya menjadi berlapang dada karena kasus Ampaian Rotan ini susah betul untuk dituntaskan. Sebab Kapolda bukannya dibawah Gubernur tapi dibawah Kapolri sementara Kapolri dibawah Presiden. Acam mana pula caranya Gubernur nak memerintahkan Kapolda? Tiba-tiba saya mendapat telepon dari Dartam “Ngah, tanah kami belum juga diukur lagi Ngah”. Dulu saya memang rajin tapi sekarang ini lantaknyalah. Pada hari ini saya membaca pula Gubernur memberikan deadline 1 bulan kasus PT. Panca Surya Agrindo (PSA), anak dari perusahaan PT Surya Dumai Group yang sempat menelan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
211
tiga korban tak juga diusut-usut polisi. Walaupun Gubernur mengadakan peninjauan ke kabupaten Rokan Hulu selain menengok gajah pun sudah mengamuk ditambah dengan demo sampai ke dapur Gubernur untuk negeri Rohul negeri sumondo Pak Gubernur ini. Tak ketinggalan pula anggota DPR RI pun sang srikandi asal Riau, Azlaini Agus menyatakan Ini adalah kesalahpahaman dan yang belum ada justru kesepahaman yang lebih tak paham lagi tentulah ketika kita membaca sebab sang srikandi sendiri tak habis pikir adalah perilaku kesewenangan Pamswakarsa PT. PSA yang seolah kebal hukum. Jadi artinya sang ibu srikandi pun tak paham macam mana penduduk kampung yang sudah dibunuh sang pembunuh Pamswakarsa bahasa Melayunya apam sendiri ehhh salah satpam PSA boleh-boleh saja membunuh, tak ditangkap do. Artinya semua kita, pembaca tempias, dan termasuk penulis tempias sama masalahnya, tak mengerti, sudah matipun penduduk setempat tak juga ada yang diadili sementara Republik ini menamakan dirinya negara hukum, he…he… Kalau anda ingin tahu bagaimana mau membaca demokrasi di Singapura atau Malaysia, naik taksi saja berputar lamalama sampai cerita sang supir habis. Baru-baru ini saya ke Singapura. Sang supirpun bercerita “Yes, all of the power going on to prosperity of the leader only”. Pokoknya yang dikatakan supir ini sudah termasuk kedalam buku bagaimana kekuasaan itu bermuara pada menumpuk kekayaan. Sang supirpun cerita bagaimana petinggi-petinggi mempunyai perusahaan yang besar-besar. Lain lagi ketika saya ke Kuala Lumpur sang supirpun bercerita “Itu di tower tu sekarang lah berubah Cik jadi kantor petinggi negeri inilah”. Rupanya apa yang terjadi dikedua negeri ini tak juga jauh dari negeri kita. Apa yang telah digariskan oleh Muller dalam bukunya “Power and Accumulation of Capital” keinginan orang 212
Tabrani Rab
untuk menjadi sentral dari kekuatan politik yakni pitmas alias pitih masuak dan penumpukan modal walaupun pidatonya macam-macamlah untuk pengabdian terhadap bangsa dan negara untuk masyarakat Riau dan entah apa lagi. Pokoknya hebat-hebatlah. Saya pada tahun 60-an mencoba untuk menjadi RT di kampung saya tinggal, sudah saya belikan kerang dari Dumai, ikan belanak dari Bagan dimasak istimewa supaya tetangga yang diundang untuk memilih RT memilih saya, ternyata sesudah makan besar ini digelar yang memilih saya menjadi RT hanya satu suara yaitu suara saya sendiri. Apa pasal mereka tak memilih saya? Kata mereka “Payah nak mengurus surat dengan Pak Doktor jarang ditempat apalagi nak mengawinkan anak nak minta formulir N1 tak dapat. Itulah percobaan saya untuk menjadi pemimpin akar rumput, sisanya ya macam-macamlah ada nak jadi Presiden Riau Merdeka melalui pemberontakan, ada nak jadi Presiden RI lewat partai Golkar. Sebetulnya ada juga ide saya nak menggantikan Kofi Anan tapi karena tak dapat ya‌ jadi Kopi Kimteng sajalah. Dimasa Pilkada ini tentulah banyak pula pidato bagaimana untuk mensejahterakan rakyat atau ekonomi kerakyatan. Sayangnya duit yang begini besar tidaklah punya hubungan apapun, sedikit haram tak ada bagaimana ekonomi rakyat dapat terangkat. Banyaklah sudah teori ekonomi bagaimana nak menaikkan ekonomi rakyat ini. Sebut saja raksasa-raksasanya dan ajaran-ajarannya Teori Pasar Bebas Adam Smith, Ricardo, Keynes, Karl Marx, tak juga dapat menjembatani antara si kaya dan si miskin, bahkan antara negeri kaya dengan negeri miskin tak juga terjembatani sehingga negara kaya memakan 4/5 harta hasil dunia mikahe ini dan 4/5 dari penduduk dunia hanya memakan 1/5 dari produk dunia ini. Bukannya tak ada bank seperti Bank Dunia IMF dan ADB yang mencoba menjembatani tapi si miskin makin terpuruk oleh hutang terutam anegara Tempias 2004-2006: Amok Melayu
213
kita inilah. Sudahlah hutang selangit, duit bank mulai dari BLBI, BNI, Bank Mandiri lenyap diilantak oleh yang kaya-kaya termasuk bos-bos perusahaan perusak hutan Riau. Ini dunia. Nah, bagaimana di Riau? Sebut saja 2020, makin pening kepala membacanya walaupun lembaga pendidikan seperti UNRI mempopulerkan 2020 ini karena honor. Kini terbit pula lagi teori baru K2I yakni Kebodohan, Kemiskinan dan Infrastruktur yang mencoba menjembatani antara duit yang setumpuk yang namanya APBD dengan kemiskinan dipinggirpinggir sungai Siak, sungai Kampar, dan sungai Indragiri. Walaupun teori-teori begini tak ada dalam buku tapi supaya hubungan kita tidak menjadi buruk dengan petinggi-petinggi negeri ini terpaksa jugalah pidatonya diangguk-anggukkan dengan 2020 dan K2I walaupun dalam hati kecil teori ekonomi mana yang cocok untuk melaksanakan hal ini dan sudah dilaksanakan oleh dunia, duniapun menyerah kalah karena kemiskinan tak lagi dapat ditolong. Sementara itu hutan makin habis oleh karena perusahaan kayu menyumbang juga untuk olimpiade fisika agak segan jugalah membaca majalah Forum yang mengatakan Sebuah PT kayu hutangnya setimbun lahak dan lebih dari 2,6 triliun dicoret (write off) oleh Direktur Bank Mandiri. Dalam kepintaran yang begini orang-orang Riau yang pandai-pandai inipun tak mau ketinggalan menggerogoti Bank Mandiri sehingga rumah terjual di jalan Gajah Mada dan sempat pula tertahan dalam jail di Eropa. Genderang anti korupsi ini sih boleh juga. Tapi ketika saya bertemu dengan Jusuf Kalla di lapangan terbang sayapun mengulang kata-katanya diadukan dengan polisi, polisi kaya, diadukan dengan jaksa, jaksa menjadi kaya, dibawa ke pengadilan hakim pula menjadi kaya, dijatuhkan hukuman dalam penjara, dinding penjara pula berlobang ala Edi Tanzil. Sayapun nak menulis kejahatan illegal logging di daerah ini agak terkendala 214
Tabrani Rab
juga karena surat kabar takut memuatnya sementara organisasi LSM yang menerima jatah enggan untuk hadir. Kalau Pak Gubernur Rusli Zainal menyatakan “Secepatnya kita akan menuntaskan berbagai tuntutan masyarakat Rohul, ya kira-kira sebulan inilah tenggang waktu yang kami berikan ke Pemkab Rohul”. Lalu dinyatakan pula oleh Al-Azhar “Pemimpin jangan beternak masalah, Pemkab Rohul gagal lindungi rakyat”. Yang menjadi hukum pokok lebih sedap menerima duit dari menyelesaikan masalah yang menambah pening. Lalu tentu timbul pertanyaan “Acam mana Pemkab Rohul menyelesaikan masalahnya. Kalau masalahnya tak selesai dalam sebulan tentu Pemerintah Propinsi” dan tentulah propinsi mengambil alih. Nah, pertanyaanpun timbul pula “Bagaimana caranya pemerintah propinsi menyelesaikannya sementara kepolisian bukan dibawah Pemda”. Jawabnya tentulah mudah. Akan terjadi Timbang Sianipar yang kedua seperti di Rohil dan Mahato ke III di Rohul… Amin ya robbilalamin.
Riau Pos, 8 Mei 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
215
Patgulipat
D
i negeri lancang kuning ini kalau di kampung-kampung dia berpantun sambil menyanyikan anaknya begini “Patgulipat, cuci beras dalam bakul, lihat anak lihat, kepala Udin sudah gundul”. Ada juga pepatah nyanyian-nyanyian yang bunyinya “Jut-jut-tung kelampai Mak Nari, susu Mak Betung dua jengkal tiga jari”, bayangkan tu panjangnya. Kalau cerita kentut ada juga di kampung-kampung. Bunyinya begini “Pang pang put, keladi wo wok, siapa tekentut ditembak aji tuo”. Pantun yang terakhir ini biasanya kalau ada bau tak sedap tiba-tiba saja masuk ke hidung, siapa yang terkentut tak juga nampak. Maka kalau ada lima orang maka diantara lima orang ini merekapun bilang “Pang pang put, keladi wo wok, siapa tekentut ditembak aji tuo”. Pemandangan yang biasa dilihat zaman dahulu sebelum ada patgulipat kalau ada pasien berobat ke dokter atau ke rumah sakit maka si pasien inipun antrilah sampai nomor yang dapat dipanggil. Tetapi suatu kali dan di suatu tempat saya melihat ada antrian sampai nomor 35. Siapa yang antri? Masyaallah, yang antri ini ada rumah sakit, ada klinik, ada apotik, sejumlah besar dokter. Apa yang mereka tunggu? Duit mereka konon sebesar 3,4 miliar tak dibayar oleh Asuransi yang bernama PT. AJ Intan dan dibawah pengakuan utang ini diteken oleh Direktur PT. AJ Intan, Ir Suryadi Agus dan Ir. Maria Agil. Sesudah uang ini 216
Tabrani Rab
tak dapat dibayar maka Maria Agil inipun keluarlah dari PT. AJ Intan dan membuat suatu asuransi baru dengan nama Mergi Andalan. Mergi Andalanpun ikut tender dengan Askes tetapi tender ecek-eceklah. Maria Agil inipun dengan Mergi Andalan dimenangkan oleh RAPP dan dikantonginyalah pembayaran 6 bulan pertama sebesar 7 miliar untuk seluruh karyawan RAPP. Mergi Andalan inipun yang semula berniat untuk mencicil utang rumah sakit menjadi hilang dan akibatnya karyawan RAPP terlantar. Karena itu opas menangkap Direktur PT. AJ Intan. Tetapi dengan licinnya Maria bisa lolos sehingga rumah sakitpun ternganga mulutnya jadi korban. Lalu antrian doktor dan petugas rumah sakit datang ke Kapolda sambil menanya “Mana Pak Agus?”. Saya diberi tahu bahwa Agus ini mengambil duit ATMnyapun tak dapat. Tiba-tiba ketika pagi harinya datanglah serombongan Mabes untuk menjemput Agus dan Maria. Apa jadinya nasib doktor dan nasib rumah sakit serta apotik yang kehilangan duit 3,4 miliar ini? Ya.. gigit jarilah. “Patgulipat, cuci beras dalam bakul, lihat anak lihat, kepala Udin sudah gundul”, rupanya tak gundul sebab dijemput oleh Mabes. Baru-baru ini mulailah suasana yang bagus dimuka rumah saya ada jalan Murai. Kalau sore-sore saya duduk disimpang jalan Murai ini, berceritalah dengan penambal ban, tukang buah, lebih kurang seminggu. “Pak..Pak, dalam minggu ini kami tak dapat menjual togel”. Sebetulnya togel dalam bahasa Melayu artinya hubungan suami istri tapi dah berubah menjadi toto gelap. Sayapun ingatlah berkat ketegasan Pak Kapolda dalam bulan ini judi akan dituntaskan. Tak sampai seminggu togel ini muncul kembali. Bau busuk judi inipun menyebar. Tiba-tiba saja si Udin didepan saya bilang “Ngah..Ngah… jangan-jangan dah ade pulaaa dibelakang tu, da dapan du wau dapan it, duuu iittt”. Suuzon begini tentu tak boleh dalam Tempias 2004-2006: Amok Melayu
217
agama. Tapi karena dikali yang lain ratusan kontainer kayu tangkapan tiba-tiba hilang, jangan-jangan cerita ini benar juga. Riau Pospun (21/4/05) menurunkan berita “Ratusan kontainer kayu tangkapan raib”. Sekali lagi kami main Pangpangput keladi wo wo, siapa tekentut ditembak aji tuo. Hore….hore.. Nah, bagaimana pula cerita patgulipat? “Patgulipat, cuci beras dalam bakul, lihat anak lihat, kepala Udin sudah gundul”. Satu kali saya dirumah Pak Gubernur Saleh Djasit. Rupanya kedatangan saya itu salah waktu sebab Pak Saleh sedang mengundang bos RAPP makan siang Sukanto Tanoto. Maka mau tak mau saya terlibat jugalah dalam pembicaraan “Pak Tabrani, kirim saja tu anaknya ke Singapura untuk mengikuti latihan ketrampilan”. Sayapun mengangguk-ngangguk sambil senyum. Orangpun membilang saya dekat dengan Sukanto Tanoto. Tentu bangga juga hati tu. Tapi sulit bagi saya untuk menghilangkan trauma ketika saya sebagai anggota DPOD di Jakarta membaca laporan skandal Unibank pada tahun 1997 yang bunyinya begini “Pemerintah telah membuka wesel ekspor sebesar US$ 230 juta. Maka Sukanto Tanotopun terduduk dan menulis surat ke BI berjanji untuk melunasi wesel ekspor tersebut paling lambat pada tahun 2003. Bagaimana dengan nasib Unibank yang ditutup pemerintah? Sekali lagi Tanoto terduduk, mau sebagai penjamin dan beliau mau menambah tapi dimohonlah kepada BI terbatas artinya Tanoto sudah bangkrut karena pemerintah harus membayar uang nasabah Unibank Rp. 3,1 triliun”. Habis membaca laporan bank yang begitu panjang saya teringatlah pantun nenek saya “Patgulipat, cuci beras dalam bakul, lihat anak lihat, kepala Udin sudah gundul”. Apa kata laporan itu lagi? “Akibat dari ulah dari Sukanto Tanoto ini maka bukan saja Unibank terjadi rush akan tetapi juga terjadi pada Bank Internasional Indonesia sebesar Rp. 40 miliar, Bank Lippo sebesar Rp. 50 miliar dan Bank Prima Ekspress sebesar Rp. 26 miliar. Pemerintah tetap memburu 218
Tabrani Rab
aset pribadi Sukanto Tanoto. Kesalahan lain yang ditimpakan kepada Sukanto Tanoto karena penerbitan saham untuk menambah modal pada tahun 1999 tidak dilaporkan kepada Bapepam. Oleh karena itu Tanoto harus menyerahkan aset pribadi sebab pemerintah harus membayar Rp. 3,1 triliun untuk nasabah Unibank karena kekayaan Unibank paling hanya Rp. 1,1 triliun. Belum lagi 1.200 karyawan yang bakal menganggur dan Unibank hanya mampu membayar gaji sebulan. Darimana pemerintah mendapat uang sebanyak ini? Jawabnya tentulah dengan menerbitkan obligasi dan memasukkannya kedalam rekening 502 dan tinggal hitung saja berapa utang pemerintah yakni sebesar utang sertifikat Bank Indonesia. Tersangkutkah Sukanto Tanoto? Sampai dengan 56 nama yang diumumkan oleh Panja BLBI nama Sukanto Tanoto tak muncul akan tetapi tiba-tiba saja Unibank dibekukan pemerintah. Padahal sampai dengan 31 Maret 2001 tidak termasuk dalam daftar aset yang dialihkan saham kepada BPPN. Tiba-tiba saja Kompas (1/11) menurunkan tulisan “Sukanto Tanoto sebagai pemilik 100 persen saham PT. PUS harus tetap bertanggung jawab dan mau menyelesaikan permasalahan Unibank�. Apa pasal? Tanoto pemilik dari PT. Persada Upaya Sakti (PUS) walaupun hanya mempunyai 2,93 persen saham PT. PUS pada Unibank ternyata 51 persen dari dana Unibank digunakan untuk PT. PUS walaupun pengacaranya Alamsyah Hanafiah membantah�. Lalu sayapun membeli majalah Forum sebab tak lagi aktif di DPOD. Rupanya dapat juga dibaca dari Forum ini “Si raja utang Sukanto Tanoto kredit macet Raja Garuda Mas di Bank Mandiri Rp. 2,7 triliun belum diselidiki Kejaksaan Agung. Padahal Sukanto Tanoto bebas berbisnis di luar negeri. Kejagung harus menangkap Sukanto. Sebenarnya kredit macet di Bank Mandiri meliputi 24 kasus. Jumlahnya mencapai Rp. 21,53 triliun yang dikucurkan sejak 1990-an. Kredit macet itu sudah dihapusbukukan, sehingga tersisa sebesar Rp. 6,7 triliun. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
219
Dari jumlah itu PT. Raja Garuda Mas adalah pengemplang utang terbesar. Berdasarkan laporan keuangan Bank Mandiri per 31 Desember 2004, posisi kredit RGM Group sebesar US$ 559,64 juta. Dari total kredit itu sekitar US$ 294,2 juta atau Rp. 2,72 triliun atau 49,1 persen ternyata merupakan kredit macet. Sayangnya Kejaksaan Agung belum menyentuh pengemplang utang kelas kakap, seperti Sukanto Tanoto. Padahal Sukanto sendiri sudah berada di luar negeri dan dikabarkan menjadi warga negara Cina�. Nah, karena itulah dokter-dokter, apotikapotik, rumah sakit-rumah sakit menguaplah duit mereka 3,4 miliar karena tergulung oleh tsunami raksasa hutang Sukanto Tanoto 2,72 triliun. Orang Melayu menyebutkan rumah sakit di Pekanbaru ini dan deretan dokter-dokter dimana RAPP berhutang samalah namanya dengan menumpang bengkak hanya disana hilang 2,72 triliun dan disini kepunan 3,4 miliar, he..he‌. he.
Riau Pos, 15 Mei 2005
220
Tabrani Rab
Menampilkan Kebebalan
K
ata Al-Azhar Riau telah mempertontonkan kebebalannya. Bukannya bebal lagi mungkin sudah sampai idiot. Ada usaha yang ingin menyelamatkan sungai Siak dengan pembangunan jembatan Siak, tiba-tiba saja entah Walikota entah DPRD Kota menunjukkan kebebalannya dan pernyataan sudah masuk RUTR dan sudah terdaftar, ini dipakai alat ni agar jembatan Siak ditunda atau win-win atau ditambah tinggi. Tak tahu bahwa Riau ini hidupnya dari sampah dan limbah saja sementara semuanya dibawa ke pusat. Yang tinggal impian industri Tenayan sementara membangun tempat terminal bis tak siap-siap entah sudah berapa tahun. Kalaulah petinggi-petinggi Pekanbaru ini ini datang ke Cina maka tampaklah dia bahwa sungai-sungai di Cina sana tak ada lagi dilewati kapal do. Sedang itupun Menteri Lingkungan Hidup Cina menyatakan kerusakan ekosistem akibat pembangunan yang begitu hebat di Cina. Kalau Walkot pernah pula ke Danube dan melihat sungai ini bermenung sambil menikmati musik konser Mozart barulah dia tahu betapa orang Eropa sangat menjaga sungai-sungai mereka dari kerusakan industri. Tiba-tiba saja Walkot bicara “mimpi di Tenayan�. Entah apa barangnya lamalah saya tinggal di Pekanbaru ini daripada Walikota lagi, tak pernah saya dengar Tempias 2004-2006: Amok Melayu
221
Tenayan do. Begitu kecilnya, paling yang didengar Okura itupun sesudah penjajahan Jepang. Di Tokyo ada Okura Hotel dengan US$ 2 ribu semalam dan membanggakan George Bush pernah tinggal disini. Kalau Pak Walkot ini melihat Danube, sungai yang terpanjang di Eropa dan Rhein di Jerman tak ada lagi kapal masuk do. Pelabuhan mereka di Humberg di muara sungai. Tiba-tiba Walikota entah mimpi nak membangun Tenayan sebagai pusat industri. Dan ada seribu areal industri yang nak dikembangkan akhirnya terbirit-birit apakan tidak aje. Artinya Tenayan ini mimpi di siang bolong. Ambillah misalnya pengembangan daerah Natuna. Tak tanggung-tanggung rencana raja langit Jakarta di Natuna. Pada tanggal 13 Maret 1991 Solichin GP selaku Sesdalopbang lobang-melobang akan membangun Natuna dengan Gersantuh alias Gerbang Nusantara Utuh dan tak tanggung-tanggung koordinasi instansi terkait hampir meliputi seluruh departemen pemerintah termasuk Pertamina yang sarat dengan korupsi. Apa yang nak dibangun di Natuna? Tahap 1; Percepatan penambahan kapasitas STO (Stasiun Telepon Otomat) dan perluasan jangkauan Fastel (Fasilitas Telekomunikasi) di Ranai. Percepatan pembangunan STO dan perluasan jangkauan fastel di Sedanau (Bunguran Barat). Tahap 2; Pengembangan fasilitas telekomunikasi di Kawasan Pusat Utama yang dilengkapi gedung dan sarana penunjang lainnya, sentral host, transmisi penghubung, jaringan akses. Tahap 3; Pemenuhan kebutuhan sarana telekomunikasi di Kawasan Industri, Pelabuhan Industri, Bandara Sipil, Sub Pusat, Pelabuhan Penumpang dan daerah wisata. Ketika saya diundang ke Natuna dalam pelantikan Ketua DPRD Natuna sikit haram tak ada dibangun Gersantuh ini. Bukannya mudah untuk membangun mimpi Tenayan ini bahkan Batampun dengan 5 ribu hektar tanah yang disediakan harus puas 222
Tabrani Rab
dengan 135 perusahaan swasta hengkang ke Vietnam karena terlalu banyak atur. Walaupun tak jadi dibangun tapi kalau kita membaca Daerah Aliran Sungai (DAS) disebutkan untuk melakukan kajian potensi sumber di DAS Segeram, dilakukan pemasangan alat pencatat curah hujan di daerah hulu dan hilir Sungai Segeram untuk memonitor pola penyebaran hujan di DAS Segeram. Di samping itu dipasang Automatic Water Level Recorder (AWLR) untuk memantau permukaan air Sungai Segeram. Dengan data yang diperoleh dari alat-alat ukur tersebut dapat dianalisis potensi air yang tersedia di DAS Segeram. Nah, kalau Walikota menyatakan sudah masuk Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan sudah ditetapkan oleh Menteri Ekonomi mungkin 10 tahun yang lalu hal tersebut terganggu karena jembatan Siak, tentu saja kita tidak setuju. Nah, bagaimana dengan Gersantuh? Kepalanya Soeharto, ada ndak yang lebih tinggi waktu itu dari ku bilai kan. Bukannya lagi terdaftar Gersantuh itu tapi dalam proyeknya disebut KAPET Natuna dengan Keputusan Presiden No. 14 Tahun 1995 menetapkan dibentuknya Tim Pengembangan Proyek Natuna. Ditambah lagi dengan Keputusan Presiden No. 71 Tahun 1996 ditambah lagi dengan Amdal Natuna. Apa jadinya Gensantuh ini? Enggalahhhh… kambing yang dibawa untuk transmigrasi. Dan modal asing saja yang akan ditanam 1,5 triliun pada tahap pertama dengan penanaman modal dari Saipem Italia dengan nilai penawaran US$372 juta, ETPM Prancis US$382 juta, dan Nippon Steel Jepang dengan nilai US$415 juta. Dan akhirnya saya, Chaidir dan Saleh Djasit yang datang karena diundang Daeng sang Ketua DPRD Natuna bertanya pada Daeng “Mane Gersantuh tu Eng?”. “Tak adelah Ngahh.. kambingpun lah habis kena potong”. Apalah yang dibanggakan Walikota dengan sudah terdaftar, masuk RUTR sementara ada seribu proyek angan-angan seperti Tenayan ini apakan tidak aje. Siapa yang Tempias 2004-2006: Amok Melayu
223
duduk? Segala Menkeu-Menkeu, Menko-Menko, toh akhirnya apakan tidak aje. Jelas-jelas sungai Siak ini merupakan sungai yang terburuk didunia. Cobalah berhenti barang semenit-duamenit menengok sungai Siak ini. Dulu tak ada enceng gondok sekarang sama pula dengan sungai Indragiri, Kampar, dan Rokan. Padahal abrasi di sungai Siak ini sudah sangat payah. Seandainya saya jadi Bupati Siak jembatan Siak ini permukaannya saya buat sama dengan air pasang. Sebab tak ada lagi jalan penyelamatan sementara Arara Abadi sibuk merampok hutan rakyat bahkan memerintahkan polisi lagi untuk mencabut tanaman rakyat. Antara illegal dan legal logging batasnya tak ada do, disikat juga oleh Arara Abadi hutan perawan ini. Kalaupun akan ditangkap dibawa ke Perawang maka pagi ditangkap Opas, siangnya lepas. Tentulah karena duit. Apa kata Riau Pos(21/4)? “102 kontainer kayu olahan milik PT. Sapta Bintang Pekanbaru raibâ€?. Berhentilah menampilkan kebebalan ini dan impian Tenayan ini, tak ada tu dooo. Sudah terlalu banyak yang menjadi korban karena pembangunan kota ini. Rakyat masih juga bersabar. Tak usah lagi engkek, tahu nya orang siapa anda, he‌.he...
Riau Pos, 22 Mei 2005
224
Tabrani Rab
Ada Apa Denganmu?
P
ak Kapolda yang dulu Deddy S Komarudin paling suka menyanyikan lagu kelompok Peterpan. “Sudah maafkan aku, segala salahku dan bila kau tetap bisu ungkapkan salahmu, dan aku sifatku dan aku kilafku dan aku cintaku dan aku rinduku. Sudah lupakan semua segala berubah dan kita terlupa dan kita terluka dan aku sifatku dan aku kilafku dan aku cintaku dan aku rinduku. Kutanya malam dapatkah kau lihatnya perbedaan yang tak terungkapkan tapi mengapa kau tak berubah ada apa denganmu oooo‌ hanya malam dapat meleburkan segala rasa yang tak terungkapkan tapi mengapa kau tak berubah ada apa dengan mu‌..â€? Ditambah lagi musiknya ke utara dan lagunya ke selatan menambah gembiranya suasana. Maklumlah Pak Deddy polisi bukan penyanyi. Bagaimana sesudah Pak Deddy pindah? Tentu saja perkara yang bertumpuk-tumpuk yang tak juga dapat diselesaikan oleh polisi menyebabkan orang bertanya ada apa denganmu. Ambillah misalnya Ampaian Rotan. Ke Komisi III sudah, ke Kapolda sudah, ke SBY sudah, ke Tuhan saja lagi yang belum, toh tak selesai-selesai juga. Karena saya sebagai Tim yang resmi ditunjuk oleh Gubernur dan diusulkan oleh DPRD tentu yang ingin saya capai agar rakyat ini kembali dapat tanahnya. Yang jelas perampok itu Timbang Sianipar. Hanya ada apa denganmu Tempias 2004-2006: Amok Melayu
225
Pak Polisi sehingga Mabespun perlu melayani pengaduan Sianipar. Dikatakan pula sudah merupakan keputusan pengadilan. Saya langsung menulis surat kepada Mahkamah Agung bahwa Betty Aritonang sang Hakim ini menerima suap dan mengadili orang-orang yang tidak patut berperkara yakni Santoso dan Sianipar yang kedua buaya darat. Taroklah investigasi diambil oleh Kapolda, boleh-boleh saja yang penting rakyatnya dapat haknya kembali. Ini tidak, rakyatnya balik berkumpul di depan kantor Gubernur termasuk anak-anak yang meminta hak mereka. Ketika saya dihubungi wartawan saya mengatakan “Ya Pak Kapolda kan sudah mengambil inisiatif untuk menyelesaikan. Cuma tak selesai-selesai”. Tentu kita bertanya-tanya ada apa denganmu?”. Sayapun dihubungi orang Ampaian Rotan terutama Purba dan Dartam dan balik bertanya ada apa denganmu. Kalau hanya sekedar nasi bungkus saya sanggup menyumbang asal saja jangan disebut saya menghasut. Pokoknya kisah Ampaian Rotan ini ada apa denganmu. Sayapun dapat telepon dari Rengat lalu saya baca pula surat Kabar bahwa Kapolda memanggil KPU Inhu atas pengaduan Soegianto yang merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan. Setahu saya sudah lebih dari 30 tahun saya mengajar forensik bahwa dasar hukum itu dilaksanakan kepada manusia bukan kepada organisasi bahasa Belandanya Het namaken alias barang siapa, bukan barang itu do. Sudah dua kali dipanggil tak datang juga tentu panggilan ketiga dan sesudah itu dijemput. Hanya siapa yang dijemput sebab tak ada pidana yang menyebut het KPU alias barang KPU. Sayapun menelepon Makmur Hendrik, sang wakil ketua KPU Propinsi karena Ketuanya lebih banyak tutup mulut ketimbang buka nana “Kepada siapa KPU itu bertanggung jawab?”. “Bang, kepada undang-undang Bang”. “Lalu kalau Mulyana ditangkap?”, tanya 226
Tabrani Rab
saya. “Itu kan pidananya Bang. Tapi kalau prosedural ya kepada undang-undanglah Bang”. Ada semacam pemaksaan kepada KPU Inhu supaya dimasukkan juga nama Soegianto. Tentu jelas bahwa KPU sebagai organisasi tak bisa diadili. Kalaupun ada pengaduan pribadi tunggulah dulu sampai selesai. Karena dipaksakan juga masuk oleh opas tentunya kita bertanyatanya ada apa denganmu. Beberapa bulan lalu subuh-subuh saya mendapat telepon “Abang sudah membaca koran bahwa Kapolda akan menghabiskan judi di Riau dalam sebulan”. Karena saya tahu betul antara toke togel dengan oknum ada main konon kata orang perputarannya semilyar sehari belum lagi duit masuk ke kantong oknum entah berapa, pembohong tu nyo. Betul saja sampai sekarang judi ini bukannya berkurang malah bertambah, ada apa denganmu. Puncak dari segala-galanya tentulah ketika kita membaca pembunuh anak berkeliaran, ala mak, tak ada lagi rasa aman di Pekanbaru ni. Tengkorak murid SD yang antara 7 – 12 tahun buah hati ibu dan ayahnya Ibrahim dan Syaiful, murid SD 039 Komplek Pemda Kelurahan Delima Panam dan kata koran sudah 7 korban termasuk yang belum ditemukan yakni Irfan tentulah menambah kembang tengkuk kita. Rentetan kejadian ini bukannya baru, sudah lama dah. Karena publik sudah bertanya ada apa denganmu “Ini sudah isu nasional, kita sudah melihat televisi nasional, hampir semuanya memuat liputan ini. Polisi jangan tenang-tenang saja. Apa kita tunggu sampai ada korban lagi”, kata anggota DPRD. Lalu balik lagi kita bertanya tapi mengapa kau tak berubah ada apa dengan mu. Balik keperkara perampokan tanah yang dilakukan Martias sehingga 3 orang Mahati di Mahato dan di Meredan Laskar Melayu disuruh berkelahi dengan orang Melayu sementara di Kampar tanah yang jelas-jelas milik H. Rauzi Hamzah lalu perkara ini meluncur dengan licin karena ada pelicin. H. Rauzi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
227
Hamzah melalui pengacaranya mengadu karena tanahnya diambil Martias tapi tidak diproses. Kitapun bertanya kepada rumput yang bergoyang “ada apa dengan mu”. Sekali saya jumpa Kapolri di Gedung SPN. Lalu sayapun langsung memberikan bukti-bukti kematian 2 orang kampung saya Bagansiapi-api yang ditembak macam anjing padahal hari masih Magrib. Begitu saya sampai di Dumai dari Kuala Lumpur maka familinya pun melolong “Ohh..Ongah.. tolong kami Ongah, sudah mati si Kantan dah ditembak polisi dimuko mesjid”. Karena saya tahu tak ada gunanya mengadu maka sayapun mengadu pada Kapolri dan entah Alhamdulillah entah Masyaallah, entah Astagfirullah tapi yang jelas Innalillah. Ketika saya menemui Wan Syaiful yang mengadukan jalan dari kampung saya Labuhan Tangga rusak berat oleh illegal logging yang dibeking oleh oknum dan pemandangan biasa saja di kampung saya (kebetulan disebelah saya ada Wakil Kapolda dan Wakil Korem) maka saya ditanya “Bajunya pakai apa Pak Tabrani?”. “Tak pakai baju do Pak, cuma pakai senapang laras panjang membeking illegal logging”. Maka kamipun semua tertawa sebab yang jelas senjatanya, entah polisi, entah tentara “hanya malam dapat meleburkan segala rasa yang tak terungkapkan tapi mengapa kau tak berubah ada apa dengan mu...”
Riau Pos, 29 Mei 2005
228
Tabrani Rab
Mimpi Pilkada
D
alam umur senja ini sayapun bertanya pada Pak Ismail Suko. “Apa yang Pak Ismail rasakan sesudah usia lanjut ini?”. Dengan senyum khas Pak Ismail menjawab “Tidur, dimane telotak dimane tetidu”. Persis, saya juga begitu. Karena tidak ada lagi kerja selain dari membaca, itupun disentil juga oleh rekan saya Taufiq Ismail dengan keynote speakernya “Nol Buku”, maka sayapun membawakan makalah Nol Susu. Sebab Republika menggambarkan orang Indonesia itu minum susu 6 liter cuma setahun sementara di Thailand 40 liter, di Malaysia 60 liter dan di Singapura 80 liter. Sementara di Barat rata-rata 200-300 liter. Apa kata indikator Republika ini lagi? “Kapasitas produksi susu yang masih relatif rendah, serta kebiasaan minum susu yang belum menjadi budaya”. Walaupun dalam bahasa Indonesia ada disebut susu entah yang mana airnya susu juga, yang di dada susu juga. Pokoknya makalah saya mengenai Nol Susu. Padahal susu inilah dengan asam aminonya yang mempengaruhi kepintaran seseorang. Balik ke cerita pokok dari mengajar sayapun tertidur dikursi panjang disekolah saya. “Saudara-saudara tak ada do pilihan
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
229
yang paling tepat kecuali memilih saya untuk jadi Bupati entah di Bagan, entah di Ujung Tanjung sebab sayalah yang tahu bagaimana duit negara ini dapat mengalir ke kantong rakyat. Dulu saya pernah mengikuti konvensi partai Golkar, sekali bedayung dua tiga pulau terlampau dapat pula dikepit selebriti. Sehingga kampanyepun tertolonglah. Bagaimana caranya perekonomian rakyat dapat meningkat dengan APBD 850 milyar untuk Rohil ditambah lagi dengan sumbangan propinsi dan ditambah lagi dengan bagi-bagi minyak dengan Siak, tak usah lagi tuan-tuan takut saya akan kasih 2 milyar satu kampung, langsung pada pengulu termasuk pengulu desa kelahiran saya Labuhan Tangga saya tambah lagi satu milyar, maklumlah itukan kampung saya. Maka dari bawah massapun berteriak pilih Ongah…pilih Ongah…. Karena terbakar oleh kampanye ini saya langsung lagi bilang “Saya sudah pernah menjadi Presiden Riau Merdeka (walaupun tak merdekamerdeka) karena pusat mengambil duit kita sementara yang dia kasih ke kita limbah dan sampah. Saya akan bangun Riau ini seperti Abu Dhabi dengan lapangan terbangnya Ar-Rasyid yang aduhai dan akan saya bagi semua kota di Bagan maupun di Ujung Tanjung atas tembok pemisah. Yang satu daerah penduduk setempat yang tak pernah menengok paha putihputih dan yang lainnya untuk turis khusus untuk turis Nude persis seperti Abu Dhabi”. Maka hadirinpun menanya kepada saya “Ape nude tu Ngah?”. Saya menjawab pendek “Bugil”, Telbul alias telanjang bulat untuk meningkatkan devisa Rohil. Walaupun buku pariwisata Rohil alias bahasa Inggrisnya Profile Regency of Rokan Hilir Riau Province namun buku ini belum lengkap dan sampulnyapun gambar pabrik kayu yang sudah punah-ranah. Ada yang belum ditampilkan yang tak ada di Amerika yakni anak-anak berak di parit di titian alias tecangkung. Hutan yang digambarkan dalam buku petunjuk itu sudah punah ranah. Apalagi dalam turisme dari buku ini 230
Tabrani Rab
digambarkan becak dengan tulisan Bujang Panyilok sekarang telah menjadi Bujang Pancilok. Apalagi digambarkan di Bagan dengan Tourist Events dinyatakan Go Cek Cap Lak alias bulan purnama ke 16 dinyatakan orang berduyun-duyun datang ke Bagan. Belum lagi diceritakan dengan udang simpan beku yang pembengak-pembengak saja sebab dah tak banyak lagi do perempuan dan laki-laki mengupas kepala udang di Bagan, yang banyak udang pengupas kepala orang. Bila digambarkan Improvement of Transportation Infrastructures maka dalam buku Dinas pariwisata ini katanya jalan bedelau. Kata buku ini pada malam hari orang meramal bila kapal ikan menuju ke laut sebelum tenggelamnya perahu mayang alamat ikan banyak dilaut tapi bila perahu mayang ini ke darat alamat perdagangan akan menjadi lebih baik. Kembali kepada rapat Pilkada ini sayapun meneruskan lagi “Jangan takut tuan-tuan akan saya beri satu milyar kalau perlu dua milyar tiap desa sebab anggaran kita 850 milyar sementara hanya 300 pengulu. Kenapa tak dilebihkan. Saya pernah ke Kutai selain kantor bupatinya pakai lift seperti di Bengkalis, maka di Kutai 6 tingkat walaupun sebagian besar tingkat kosong-melompong. Saya akan promosikan baik Bono di Sungai Rokan maupun Pulau Jemur dan Danau Napangga adik dari Danau Napangkah di India akan saya promosikan sehingga pendapatan di Bagan akan menjadi tinggi lebih-lebih saya akan meningkatkan Imlek, Cap Go Meh, Ong Ya dan Go Cek Cap Lak. Hadirin makin ramai yang datang dan bertepuk tangan lagi. “Pak Cabup, apa kita akan bangun juga Al Zaituni Ath Thabrani di Pulau Lalang”. Sayapun menjawab “Kenapa tidak? Tinggal kita kasih ikan dan belacannya lagi”. Gambar sayapun mengalahi gambar Gubernur Riau, sepanjang jalan ke Bagan. Belum lagi senyum saya yang khas dan jenggot saya yang Tempias 2004-2006: Amok Melayu
231
panjang menambah keyakinan orang untuk memilih saya. Saya kirim pula kartu pos ke rumah-rumah dan gambar saya waktu kecil di Bagan ketika menangkap ikan sloncan..an..an.. Di akhir Pilkada suarapun dihitung. Ternyata yang memilih saya hanya saya seorang. Sayapun panggil KPU “Kenapa begini?”. “Tak salah kami do Pak, Bapak mungkin lama dah tak balik ke Bagan sebab disini dikenal istilah ayam bukan ayam kampus tapi ayam kantong”. Bingung saya, sudah duit habis menyetak gambar, tak pula terpilih, pidatopun sudah berapi-api tinggal program segala visi dan misi sudah dibentangkan ternyata yang satu tu saya lupa. Ya…. rupanya saya mesti pula mengasih entah jam dinding, entah amplop, sebab penyakit ini sudah menular dari pusat ke Pekanbaru dan langsung ke kampung saya di Bagan. “Kalau tak ada asok, macam mano pulo kami nak milih Ongah”. Karena tak dapat suara sayapun mencari keBaganan saya rupanya cencaluk dan tempoyak, inilah yang asli dan ini pulalah yang harus dimakan tiap hari supaya saya balik menjadi orang Bagan baru pada fase keduanya terjun ke Pilkada. Tiba-tiba saya terbangun, bagaimana mungkin saya mimpi jadi Bupati melalui Pilkada sedangkan kekuatan batin saja dah habis. Tahulah saya, saya ini macan ompong dengan gigi kertas, tak menggigit do. Kalau mereka tak mau milih saya ya sudah lah, sayapun tak menyesal do. Baliklah saya pada pekerjaan lama tulis menulis buku. Rupanya saya belum menyatakan Pelaksanaan Ikrar Bersama Pasangan Calon Kepala Daerah yang lain sementara saya lupa menunjuk calon Wakil Bupati. Bangkit tidur itu insyaallah saya datang ke Aryaduta untuk ikrar bersama supaya tak jadi Bupati. Riau Pos, 5 Juni 2005
232
Tabrani Rab
Katiga I
E
mpat puluh tahun yang lalu saya berusaha jalan darat menembus Kamboja terus ke Malaysia dan dari Malaka masuk Selat Panjang. Sesampainya di Selat Panjang sayapun membawa kodak menengok-nengok panglung sagu. Masyaallah, si Atan yang dulu bekerja disini dapat meminjam duit dengan toke sagu Akiong, sekarang tak dapat lagi. Apa pasal? Karena Gubernur Arifin Ahmad ketika itu dengan Parlaungan sebagai Asisten II-nya menggunakan cukai 7 rupiah per kilogram sagu, apa tak pasal. Pengulu Mahidinpun di Sialang Pasung membawa saya ke rumah Kasim. Apa kata Kasim? “Tak dapat kami hidup lagi do Ngah, makan dah sagu, muke dah bengkak, tak usahkan nasi, sagu dan ikan masinpun payah dapat”. Dan memang anak-anak Kasim ini bengkak-bengkak mukanya macam lempeng sagu. Sayapun bertanya kepada Pengulu “Apa pasal ni Pak Mahidin? Dulu kan elok orang ni?”. “Ahhh… inilah dia Katab (nama saya), apa tak pasal mesti pula disetor 7 rupiah ke bank BPD toke-toke ini kena lantak. Toke ini tentu tak tinggal diam, kami pula dipelantak die”. Kodak yang sudah jadi ini saya bawa ke Arifin Ahmad sebab Selat Panjang ini kampung dia walaupun lahirnya di Bagan. Sekarang kelakuan petinggipetinggi begini juga. Ditunjuk melobi satu orang, he..hee… bukan saya tak tahu, ahh…. nanti yang dapat kontrak sudah 5 tahun dah otonomi ini, akong-akong juga tuh. Bagaimana kita mau menilai bahwa pembangunan ini efisien. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
233
Sesudah Arifin Ahmad menerima kodak ini saya pikir dia mengasih amplop dengan saya tapi rupanya mengasih lepuk. “Apa pula awak campur soal-soal begini?”. Sayapun numpang bengkak. Beginilah bentuk birokrat kita sekarang ini. Dilelang barang-barang di RSUD, entah obat, entah apa yang dapat si Akong juga. “Tolonglah Ngah, kami ni tak makan lagi do”, kata beberapa entah kontraktor, entah tukang catut yang jelas tender RSUD itu jatuh ke tangan Akong tiap tahun. Itu ke itu juga. Bagaimanalah rakyat ini tak miskin. Dulu saya ke Pelalawan ada jugalah duit budak-budak sini karena ikut membantu illegal logging. Tapi sekarang kayu dah punah-ranah, sudah menyeberang dah ke Malaka sana, bahkan dapat beking lagi dari orang-orang bersenapang. “Tak kami hidp lagi do Ngah, habis Ngah… habiss…. Tolonglah untuk makan siang ni”. Sikit lagi busung lapar ini menggerayau di Pekanbaru. Ambillah misalnya di desa Meranti Pandak dengan mata kepala saya sendiri saya menengok seorang nenek dengan 4 orang cucu, maknya entah kemana konon ayahnya tenggelam di Sungai Siak sedang mencari ikan. Sayapun minta kepada anak saya untuk antarkan beras 10 kilo seminggu. Kalau diperiksa desa-desa begini pasti banyak busung lapar. Untunglah Walikota memerintahkan Kepala Dinas yang namanya ber Rab juga untuk mengamati busung lapar ini. Hanya saja kalau terjadi tak usah ditutup-tutup lagi seperti di Kupang – NTT wartawannya dihempak dek perawat karena Pemda tak mengakui busung lapar ini. Jangan pula jangan jadi Gubernur DKI “Wah… tidak ada busung lapar di DKI”. Padahal sudah ada 8500 anak-anak yang busung lapar, masuk tv lagi bersama Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah. Apa kata Menteri Sosial? “Dana untuk Departemen Sosial itu 2 triliunnya, bagaimana kami dapat menangani kasus busung lapar yang terjadi diseantero Indonesia ini”. Memang bala 234
Tabrani Rab
bertubi-tubi datang, belum lagi gempa di Nabire disambut pula oleh tsunami di Aceh maka sekarang Indonesia menampilkan wajah yang sesungguhnya, busung lapar. Lebih baiklah Pemda Riau menambah programnya dengan K3I alias Kebuluran, Kebodohan, Kemiskinan dan Infrastruktur. Begitu pula Pak Walikota tolonglah ubah K3 itu menjadi K4, Kebuluran, Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban. Sebab kalau Cik Puan dibangun oleh Maria seperti Pasar Kodim dimana 3.500 pedagang tunggang-langgang ditambah dengan Cik Puan untuk membangun gedung-gedung indah, maka lengkaplah sudah Pekanbaru ini dengan K4nya. Tak usah lagi dibuat orang menjadi miskin karena menyerahkan Cik Puan kepada Maria. Untuk apa keindahan kota kalau busung lapar menanti pada etek-etek dan inang-inang karena tempatnya bergantung hidup, aaa…. disingkirkan tu atas dasar ingin kota metropolitan. He….he…he…. kata orang Bagan citanlah. Sudah lama dah negara ini dinasehati PBB, sejak Soekarno, Soeharto dan presiden lainnya. Negara ini dah salah urus. Apa pendapat PBB mengenai negara ini? “Kesalahan urus ekonomi yang terjadi selama satu dekade di Indonesia, telah menyebabkan suatu tingkat kebangkrutan ekonomi yang jarang ada tandingannya dalam sejarah modern. Negara tersebut secara nyata sudah bangkrut, tidak mampu lagi melakukan pembayaran hutang luar negeri... Pendapatan ekspor telah turun drastis sehingga hanya cukup untuk membiayai separuh kebutuhan minimum negara tersebut, tanpa menghitung biaya-biaya hutang”. Apa kata Panglaykim yang anaknya sekarang Menteri Perdagangan? “Siapa pun yang menganggap bahwa masyarakat Indonesia mengalami situasi ekonomi yang menguntungkan, jelas tidak melakukan penelitian yang mendalam... Jika kami membayar seluruh hutang luar negeri kami, kami tidak akan memiliki devisa lagi untuk menutup pengeluaran rutin kami... Tempias 2004-2006: Amok Melayu
235
Pada tahun 1965 harga-harga meningkat lebih dari 500 persen... Pada dekade 1950an anggaran belanja negara mengalami defisit sebesar 10 hingga 30 persen dari pendapatannya dan pada dekade 1960an defisit tersebut membengkak menjadi lebih dari 100 persen. Bahkan pada tahun 1965 angkanya mencapai 300 persen”. Diperkuat lagi pendapat PBB pada tahun 1965 “Kondisi kehidupan sosial juga tidak lebih baik, sebagaimana yang disoroti dalam kutipan yang berasal dari seorang pengamat ahli Indonesia, pada pertengahan dekade 1960an: Meskipun terdapat slogan-slogan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, kesan yang ditangkap oleh banyak pengamat adalah bahwa berbarengan dengan pendapatan per kapita yang semakin turun, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin tajam. Tingkat upah riil sudah turun sangat jauh. Tetapi tingkat konsumsi barang mewah di Jakarta tampak semakin meningkat... peningkatan tajam jumlah kendaraan pribadi, pada saat angkutan umum mengalami kerusakan yang parah, menunjukkan adanya kesenjangan ini... setiap kali terdapat aturan ekspor-impor yang baru, berbagai langkah diambil untuk mencegah terjadinya impor barang mewah, tetapi entah bagaimana barang impor tersebut selalu berhasil masuk”. Macam mane nak bangkit. Udahlah, berhentilah kita mimpi di siang bolong ini dengan visi 2020, K2I, K3, hantu belau apa namanya, tak usahlah metropolitan-metrocitan lagi. Kita sudah terdedah kepada kelaparan. Membagi beras miskin saja tak telap, apa pula nak diK2I-kan, K3 dan 2020, hay…aaa… ancuaa…luuu. Lu dapat kontraklah, gua tak dapat. Berkongkalingkong sajalah sama si Akong maka Riaupun akan kene polong, tong kosong, tong…. tong... Riau Pos, 12 Juni 2005
236
Tabrani Rab
Mafioso
S
atu kali saya ke Shanghai. Maka pihak pemerintah lokal menceritakan “Dulu Shanghai ini diperintah oleh premanâ€?. Bukan tanggung-tanggung. Preman ini kalah mafia Amerika. Entah iya entah tidak sayapun tak tahulah. Namanya Acui. Bila di Amerika terdapat dua kelompok Mafia yakni Mafia Scilia yang disebut juga dengan Costra Nostra dipimpin oleh Luigi Barzini dan ditampilkan oleh Metro TV sebagai film Good Father. Apa pekerjaan Mafia ini? Mulai daripada menyeludupkan semua minuman keras, narkoba yang waktu itu dilarang di Amerika sampai dengan mengorganisir pelacuran dan tak ketinggalan pula meliputi semua aspek, ekonomi, politik, agama, sosial, pokoknya kelompok Mafia dan Costra Nostra-lah yang memegang. Lalu orang Amerikanya ketularan dan membentuk pula yang namanya American Mafia. Walaupun berhubungan dengan Mafia Sicilia tapi yang masuk bukan orang Itali. Walaupun baubau jahatnya sama dengan Itali. Nah, bagaimana pemerintah menghadapi 20-30 teroris yang bertembakan dijalan yang dipimpin oleh bos atau capo. Gampang saja, dibentuk FBI atau Federal Bereau Investigation. Begitu FBI dibentuk oleh Houver maka segala yang terlibat disapunya termasuk BIN, ehh‌ salah Mr. Bin. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
237
Nah, bagaimana di Riau? Rasanya preman lebih berkuasa dari polisi. Cobalah dibayangkan. Kalau sudah namanya kayu yang akan dibawa ke luar negeri secara gelap, dihadapkan pada pejabat-pejabat maka pejabatpun saling menuding. Ambillah misalnya ada ratusan kontainer kayu tangkapan raib di Perawang. 102 kontainer kayu olahan milik PT. Sapta Bintang Pekanbaru yang diangkut dalam tongkang Marta 3 pada awal bulan April lalu, raib di Pelabuhan Perawang. Pasalnya ratusan kontainer kayu olahan yang diduga ilegal, telah dilepas pihak terkait pada 13 April 2005 lalu. Namun ketika hal itu dikonfirmasikan ke Kapolsek Tualang AKP Efrizon melalui Kanitreskrim Iptu Arwin melalui telepon selularnya mengatakan tidak mengetahui adanya tangkapan ratusan kontainer. “Kalau dipihak Polsek Tualang tidak ada menangkap ratusan kontainer kayu olahan di pelabuhan Pelindo Perawang, entah Polairud atau petugas lainnya”. Ditempat terpisah ketika ditanyakan kepada Kepala Terminal Pelabuhan Pelindo Perawang, Kusworo melalui telepon selulernya mengatakan memang ada penumpukan 102 boks kontainer yang berisikan kayu olahan, setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim 9 beberapa waktu lalu namun ratusan boks kontainer tersebut pada tanggal 13 April 2005 lalu telah dilepas dan saat ini tidak lagi berada di pelabuhan Pelindo perawang. Bagaimana dengan komentar Kapolda? “Saya belum mengetahui persis apakah kayu yang numpuk itu yang ditanyakan atau yang mana”. Nah, kalau kita nak balik-balik, polisipun apakan tidak saja. Ambillah misalnya kejadian pada tanggal 13 Agustus 2002 “Polhut menangkap 3 truk kayu kulim”. Tak lama kemudian tangkap lagi tiga truk kayu kulim. Ketika ditangkap trailer bermuatan kayu tanpa dokumen tersebut tertutup dan dibungkus rapi dengan terpal. Trailer merek Scania dengan nomor polisi BM 9959 AU dan merk Volvo Nomor polisi B 9906 JH dan B 9661 EA. 238
Tabrani Rab
Truk yang ditangkap inipun diletakkanlah ditepi jalan. Tibatiba datanglah MH Simangunsong, diambilpaksanyalah truk itu balik, didepan polisi lagi. Apakan tidak aja. Hay..aa…. Nah, ketika wartawan menanya dengan polisi, polisi menyatakan diserahkan kepada Kejaksaan. Diharapkan kasus ini dapat menjadi contoh penegakan hukum terhadap tindakan serta praktek illegal loging. Wartawanpun menanyakan lagi kepada Kejaksaan apakah sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP)? Tak sampai SPDP ini ke pengadilan do. Artinya kayu menguap. Begitulah bunyi ceritacerita. Belum lagi kering dari cerita itu Badan Pertahanan Nasional mengHGUkan desa Buluh Nipis Kecamatan Siak Hulu. Akibatnya terpongkeng 500 KK karena Sutanto Tanoto yang melibas habis duit Mandiri tak ketinggalan pula melibas 500 warga Desa Buluh Cina (Pondasi 29/4-5/5/2002). Surat kabar inipun menambahkan HGU yang telah dikantongi RGMS itu dinilai berbau kolusi dengan BPN Riau. Bagaimana lagi cerita kayu? Famili saya yang jadi polisi hutan ditembak persis ditengah kepala. Siapa lagi yang pandai menembak? Tak ada lagi do. Cobalah dipikir “Sindikat Pencurian Kayu di Riau. Dibeking Aparat?” (Riau Mandiri, 7/9/02). Tak ada macam ini do. Kalau jadi FBI ya FBI jangan jadi Mafia. Kalau dibalik-balik tak ada mampu untuk illegal loging do. Apa kata Bupati Rohil? “Hutan porak-poranda, pemerintah kabupaten tak berdaya”. Bahkan Bank Dunia menyatakan “Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Dunia, maka dapat dikatakan bahwa kondisi hutan di tanah air telah mendekati titik kritis, dan memerlukan penanganan yang cepat, simultan dan menyeluruh”. Dulu ada yang namanya Inhutani, tukang babat kayu di Riau. Beribu hektar hutan Riau habis ditebang oleh Inhutani. Apapun juga namanya entah hutan Buluh Nipis yang harus Tempias 2004-2006: Amok Melayu
239
dilindungi 6.000 hektar hancur luluh. Siapa dibelakang? Toke Apong, ya tangkaplah Apong. Ini ndak yang ditangkap duit Apong. Berkali-kali kanjian mengenai hutan di Riau ini. Mau baca lagi kehancuran hutan Inhil? Ribuan hektar hutan di Inhil hancur. Berapa duitnya? Triliunan negara dirugikan. Siapa yang merusaknya? PT. Sambu Group. Tapi karena dibeking, Sambu Group ini tetaplah berkibar. Memang dituding oleh Lembaga Pengkajian Hutan Indonesia. Walaupun Bupati Rusli Zainal ketika itu mengatakan “129 ribu hektar HPH dimiliki oleh Sambu Group dan sudah licin tandas 100 ribu hektar, 29 ribu hektar rusak berat bahkan sampai kedalam kelambu. Tak juga dapat siapa perusak hutannya. Ya‌ nasiblah. Yang sisanya kalau ada namanya hutan lindung yang jelas ada pula namanya lindung Akong. Sebutlah Hutan Lindung Bukit Betabuh, sudah gundul. Bukan tak nampak bahwa hutan ini pada bagian Sumatera Barat cantik dan pada bagian Riau gundul. Sebut lagi Bukit Suligi yang terletak di Koto Kampar tak kurang dari 20 truk sehari melantak hutan ini. Ikut pula PTPN V yang membuka transportasi ditengah hutan seluas 30 ribu hektar, ya hancurlah. Habislah yang namanya hutan lindung entah Bukit Betabuh di Kuantan Singingi yang telah berganti menjadi barak-barak pelacuran, TNBT di Bukit Tiga Puluh di Kabupaten Indragiri Hulu dan hutan lindung Bukit Suliki di Kampar, sudah habispun tak dapat oleh polisi. Lalu aparat kehutananpun bukannya tak terlibat “Kehancuran hutan Riau sebagian besar terjadi karena kesalahan oknum aparat kehutanan, mulai dari pusat hingga tingkat terendah. Tampaknya upaya penyelamatan Hutan Riau hanya berpulang pada keseriusan dan niat baik pemerintah. Mungkinkah?â€?
Riau Pos, 19 Juni 2005
240
Tabrani Rab
Aljamiatul Korupsiah Siti Rahmah
S
atu kali saya mendapat surat dari famili saya yang ingin menunaikan ibadah haji. “Ongah, biaya tu ada sikit, tak cukuik do, oleh karena itu minta tambah dengan Ongah sikit”. Mengertilah saya famili saya ini lugas, miskin dan tak punya akses ke Bupati Rohil yang rajin menaikhajikan sahabat-sahabat dekat, bukan fakir miskin, dan telah 3 kali pula menaikhajikan Panglima Layar. Entah untuk apa. Kadang-kadang menengok kampung saya Bagan ini kepala saya berkerinyut. Ditempat lain katakanlah di Kuansing dan di Pangkalan Kerinci tanah disedekahkan oleh rakyat. Anggaran Bupati yang sekitar 200 miliarpun selesailah dengan kantor bupati, kantor DPRD dan rumah-rumah dinas. Ini tidak, anggaran selalu diatas 800 miliar. Kalau saya balik ke Bagan paling menengok sarang burung layang-layang 7 tingkat bahkan Ketua DPRDnya dan Panglima Layar mengikut pula mencari penghasilan dengan membangun rumah tinggi sarang burung layang-layang. Sudah lama saya mencium adanya aljamiatul korusiah dengan mentraktir alias mencia tokoh-tokoh tertentu untuk naik haji. Bahkan Abi Besokpun tokoh kayu ilegal loging di Riau menaikhajikan 10 – 15 orang setahun, padahal dari duit kayu ilegal loging. Saya dapat telepon dari Jakarta “Pak Tabrani, di Pekanbaru ada ndak tercium bau korupsi jamaah haji ini?”. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
241
Entah dari KPK, entah dari Kejaksaan Agung sayapun tak tahu, hanya saya menjawab “Setahu saya ada pegawai Kanwil Agama yang mengurus haji plus walaupun dia pegawai Kanwil dan nampaknya sibuk kalau musim haji. Kalau haji plus sama dialah urusan”. Siapakah dia? He...he...ee... Nak jadi Kanwil tak jadi. Begitulah susahnya orang naik haji, menjual rumah, menjual tanah, meninggalkan duit belanja, badan sudah tua, dipangkah pula lagi oleh Departemen Agama yang merupakan Central of Corruption. Begitu cantiknya Islam, tak perlu lumpur begini do melapisi mutiara Islam yang begitu bedelau. Sudah lama saya mendengar korupsi yang paling besar itu ada di dua departemen. Yang mengherankan saya paling top Departemen Agama, masyaallah. Dan yang keduanya Departemen Pendidikan, ya rabbii. Kalau orang Arab menengok perempuan Indonesia cantik-cantik, diapun bilang “aaa…. Siti Rahmah”. Maka karangan diataspun menulis Aljamiatul Korupsiah Siti Rahmah. Bagaimana tidak disebut korupsi, ongkos bus dari mesjid An-Nur ke bandara Simpang Tiga, aa… itu 80 ribu. Padahal jaraknya cuma sejengkal. Seandainya Sa’i itu bolak-balik antara Simpang Tiga – Pekanbaru 7 kali maka mungkin juga 80 ribu, ongkos ke Batam 500 ribu padahal biasa 250 ribu masak carter lebih mahal dari naik sendiri-sendiri. Sekali menasik bayar 80 ribu. Itu kejadian10 tahun yang lalu dan sampai sekarang ini keadaannya tak jauh berbeda. Sekali saya naik haji nampaklah satu gedung dicarter oleh petinggipetinggi Indonesia di Mekah. Waktu itu memang semua pegawai negeri mesti masuk Golkar. Mulut sayapun terbuka melihat alangkah kayanya Indonesia. Dikali yang lain dari Pekanbaru ke Medan dulu cuma 200 ribu tapi waktu haji bertambah menjadi 500 ribu. “Kami Ngah, nak naik bus dari Bagan Batu dilarang oleh Panitia Haji, mesti dari Pekanbaru”. Kemudian dipetinting jemaah ini dengan nilai yang auzubillah. Dulu 242
Tabrani Rab
Riau Mandiri, 10 November 2005
kalau saya mengkritik jemaah haji yang kena hisap ini, Kanwil Agamanya seperti buang muka. Aaahh‌ sekarang barulah terbongkar perkaranya. Korupsi Dana Abadi Umat (DAU) yang dimulai dari Tarmizi Thaher sebagai Menteri Agama sampai dengan Said Agil yang dulu bukan main hebat pidatonya di Pekanbaru sekarang meringkuk di tahanan Kejaksaan. Diapun berkutat “Kalau mau dibongkar semua, semua anggota DPR RI memakai duit Dana Abadi Umat. Tak ketinggalan mantan Presiden Megawati dan Taufik Kemas memakai duit Dana Abadi Umat iniâ€?. Kalau mau pula dibongkar di Bagan, belasan haji ini diberangkatkan dengan dana APBD, apa hubungannya, ciaaa... Ketika diwawancara di SCTV apa gunanya Dana Abadi Umat ini? Diapun bilang tujuannya sih bagus untuk mensubsidi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
243
sekolah-sekolah Islam, pesantren-pesantren Islam, sambil menyatakan berwudhu di pesantren itu airnya coklat. Padahal sudah jelas dana itu nonbudgeter tak ada dalam APBN do. Kalau orang nak ke Mekah dihisap oleh drakula kayak begitu kan neraka jahanam tu. Sejak dulu lagi orang banyak bilang korupsi yang paling banyak itu yang paling mengerti dengan Tuhan. Said Agil ini lebih dikenal yang dulu menggali harta karun dibelakang Istana Batu Tulis di Bogor. Lalu bagi jemaah haji tentu takut melawan sebab yang nak naik haji tu ramai. Waktu Said Agil 35 ribu jemaah haji plus dikibulnya katanya sudah dapat kuota tambahan. Kemana saja duit itu perginya? Dipakai untuk pemberangkatan 12 hakim Pengadilan Tinggi Agama untuk studi ke Mesir sebesar 854 juta untuk dapat duit dibuatnyalah ibadah haji itu diatas biaya rata-rata sehingga sebagian duit ini masuklah ke Dana Abadi Umat alias Dana Curi Kiamat. Sampai ke Dirjen dan Sekjen untuk membuat kontrakkontrak hotel ditambah mark-up, macam mana pula Menteri Agama tak terlibat. Tolak menolakpun terjadilah antara Sekjen Faisal Ismail, menolak pula kepada Taufik Kamil. Lalu Said Agil akan dituntut 4 tahun penjara hingga seumur hidup karena menyalahgunakan uang ini. Apa kata penuntut umum? “Untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan wewenang dan menimbulkan kerugian negaraâ€?, tinggal kita mengali-ngalikan. Karena Said Agil tak mau terkena sendiri maka dibawanyalah daftar-daftar pejabat yang terkena, di Metro TV pun berkali-kali memutar gambar Megawati dan suaminya ketika mencium hajarulaswat dan menghubungkan berita itu dengan berita Said Agil. Tak juga jemaah ini cukup maka dibawa-bawa pula Tarmizi Thaher teman saya yang ketika saya di Denmark berkunjung ke rumah duta besar Tolha Hasan, eee‌ masuk pula Malik Fajar sang calon Ketua Muhammadiyah dan Qurais Sihab yang selalu memberikan kuliah subuh di TV. 244
Tabrani Rab
Lha, bagaimana peranan Tarmizi Thaher sang doktor yang menjadi Menteri Agama 1993-1998? “Saya memang yang pertama kali mengadakan DAU tetapi bukan mengawali adanya penyimpangan”. Lalu katanya lagi belajar dari Malaysia. Memang Abdul Aziz sang mantan Wakil Rektor UM melaksanakan tabung haji. Tapi dari bertahun-tahun setoran barulah naik haji. Ini tidak, haji cashflow dikumpul. Ini namanya bukan tabung haji tapi calo haji. Tujuannya sih baik, untuk membantu penyelengaraan haji, pendidikan, pembangunan rumah ibadah dan memberantas kemiskinan. Ini tentulah diluar jangkauan orang yang menjual rumah dan tanah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima ini dipangkah pula duitnya lagi. Dalam AlQuranpun dinyatakan manistatoaillasabilla (bagi yang mampu fisik maupun ekonomi) dan bukan dicatut. Rupanya disamping Al-Quran ada pula lagi Keppres Nomor 35 tahun 1995 dan nomor 17 tahun 1999. Bagaimana pelaksanaannya? “Dana dibawah 10 juta dikeluarkan seorang Dirjen, sedang diatas 10 juta hingga 100 juta bahkan lebih dikeluarkan oleh Menteri atau minimal sepengetahuan Menteri”. Salahnya Menteri Agama itu bukan Malaikat dan bukan pula pengawasan melekat. Celakanya lagi tabungan 473 miliar dibungakan dan bunga ini disumbangkan pada Majelis Ulama Islam Indonesia termasuk di Bank Muamalat 10 miliar dan 10 miliar lagi bunganya untuk Departemen Agama, auzubillahiminzalik, MUI makan duit bunga padahal duit bunga ini haram. Karena saya ini orang Muhammadiyah tidaklah enak didengar Aljamiatul Korupsiah Siti Rahmah ini mempunyai Dewan Pengawas Dana Abadi Umat, Ketua Muhammadiyah, Ketua NU diwawancara pula dalam kasus ini. Apa kata Ketua Muhammadiyah? “Saya tak pernah diajak rapat do”. Sepandaipandainya tupai melompat nampak juga aliran rekening dari Dana Abadi Umat ke rekening pribadi Said Agil di BNI Tempias 2004-2006: Amok Melayu
245
oleh lembaga Rabithah Haji Indonesia dan Maslahat Haji Indonesia. Sayapun teringat ketika melaksanakan ibadah haji labaikalla humma labaik, labaik kala syarikala kalabaik, innalhamda wanikmata lakawalmulka lasyarikalaka (Ya Allah kami datang untuk memenuhi seruanMu, tidak ada sekutu bagiMu, mahasuci Engkau yang memberikan nikmat dan yang mempunyai kerajaan, tidak ada sekutu bagiMu). Begitu suci seruan haji tiba-tiba tangan-tangan Menteri Agama mengotorinya, masyaallah.
Riau Pos, 26 Juni 2005
246
Tabrani Rab
Pekanbaru Kota Berkuah
R
asanya baru pertama kali saya tak diundang dek Walikota untuk merayakan ulang tahun ke 221 ini. Sayapun menangis “Oouuu…..Mak…Oouu…Bah… aku tak diundang dek die”. Karena saya yang lebih dahulu datang ke dunia ini dan ke Pekanbaru ini daripada Walikota tentu sayalah yang lebih tahu bagaimana asal-usul Pekanbaru ini dan saya pulalah yang memberi istilah “Pekanbaru Kota Berkuah” karena tak hujanpun atau hujan renyai-renyai rumah saya dah banjir. Tapi tak apalah. Tampaknya yang mengundang saya bukan Walikota tapi MUI yang mengadakan seminar yang bertema “Pekanbaru menengok masa lalu, menatap masa depan (suatu refleksi terhadap visi kota Pekanbaru 2021)” dan saya diminta untuk mengajukan kertas kerja “Visi kota di era globalisasi”. Hanya saja sayangnya pada hari Selasa yang lalu itu saya dimintakan pula untuk memberikan pandangan terpuruknya pendidikan di Indonesia kepada Mendiknas, Komisi X dan Wapres. Karena tak diundang Walikota sehari sebelumnya saya berkeliling kampung. Nampaklah saya kantor-kantor pengulu memang ada umbul-umbul tapi dirumah-rumah masyarakat apakan tidak aja do. Tahupun tidak. Walaupun Adipura diarak berkeliling kota ditiap kecamatan. Jadilah, paling sikit tema Kotaku, Kotamu, Kota Kita sudah lama tak terdengar mungkin Tempias 2004-2006: Amok Melayu
247
juga sesudah saya menulis Kotako, Kotake, Kotawah alias Kota Toko, Kota Toke dan Kota Berkuah. Pagi ketika acara itu digelar di Balai Kota saya sudah menyetel-nyetel baju teluk belanga saya warna jingga yang tak dipakai orang lain karena konon Hang Lanun alias raja rampok dulu di Selat Malaka memakai baju yang begini. Saya mengikuti acara-acara ini melalui surat kabar Riau Pos. Terhenyuk juga hati ketika Pak Walikota dan Pak Gubernur sedang makan enak-enak dibelakang kantor DPRD, ada pula busung lapar di Tangkerang Barat dan Meranti Pandak. Apa yang ingin saya bentangkan seandainya saya membentangkan kertas kerja dalam pertemuan ini? Maka saya pertama-tama akan memuji Kaharudin Nasution sebagai arsitektur kota ini dan akan mengkritik Walikota karena membuat nama jalan sesuka hati sehingga jalan Hasan Basri yang menghabiskan usia mudanya dan atasan dari Arifin Ahmad jalannya kecilll‌.. tuu‌ dekat Kopan, itupun tak ada tulisan Arabnya. Sementara jalan lain ada tulisan Arabnya. Yang kedua tentu saja saya mempertanyakan jalan Soeman HS yang seumur hidupnya dibuang Belanda ke Pasir tapi mengubah Pasir pangaraian menjadi Pusat Pendidikan dan berjalan kaki 3 hari 3 malam dari Pasir ke Simpang Tiga hanya untuk menyambut Soekarno. Saya kira Soeman HS dan Sariamin Ismail yang telah membangun pilar bahasa Indonesia tidaklah pada tempatnya kita mengabaikan kedua tokoh ini. Kaharudin membangun kota ini karena dipindahkan dari Tanjung Pinang betul-betul dengan pola pemikiran metropolis. Beliau bangun mesjid dan gereja di sentral kota, lalu dia bangun pula lapangan Hang Tuah sebagai pusat Olympiade dan termasuk kolam renang, baru kemudian dia meletakkan kakinya pada pendidikan pada tahun 1962 dengan Universitas Riau, Universitas Islam Riau dan IAIN Susqa dan APDN yang memberikan kesempatan kepada 248
Tabrani Rab
putra daerah ini untuk mengisi lapangan birokrat. Tak pula ketinggalan dia membangun ditengah kota lapangan besar jalan Gajah Mada sekarang. Banyaklah orang yang berbisik ketika itu “Kaharudin sedang membangun tempat jin betendang ditengah kota�. Dengan tak pakai duit dan hanya mengharapkan dana Pelperada dia membangun lebih dari 200 perumahan pegawai negeri. Ketika menjadi Duta Besar di Korea sayapun menemui beliau sebagai pengkritik keinginan saya agar Gubernur Riau itu orang Riau dan beliau maklum. Nah, bagaimana gambaran kota ini sekarang? Lintang pukang. Walaupun Wakil Walikotanya seorang ahli tata kota yang disebut juga dengan planologi Pekanbaru telah berkembang menjadi sebuah kota besar tapi bukan kota metropolis. Balik kepada arsitektur saya menjadi terheranheran karena anjuran Pak Walikota agar rumah kita berasitektur Melayu sama buruknya dengan arsitektur Batak di Sumatera Utara. Rumah-rumah begini hanya untuk masa lalu. Kalaupun kita mau mengacu kepada arsitektur di dunia ini dia mengacu kepada arsitektur Babilonia 2000 tahun sebelum Masehi. Lalu pindah ke Akropolia di Yunani lebih kurang 500 tahun sebelum Masehi kemudian arsitektur ini diambil oleh Kristani menjadi Arsitektur Aya Sofia di Constatinopel yang kemudian dirubah menjadi mesjid dan sebaliknya Cordova yang menjadi pusat Islam di Spanyol juga mengambil arsitektur ini. Kuala Lumpur tak mau ketinggalan stasiun kereta api lama walaupun sudah tak dipakai tetap dipertahankan karena dimasukkan kedalam undang-undang warisan (heritage law). Jadi dengan demikian arsitektur metropolis ini menunjukkan dua ciri dalam dimensi waktu ditempuh sudah lebih dari 4000 tahun melalui zamanzaman Yunani, Kristani, Islam, Renaisance, dan bangunanbangunan Eropa yang kaya dengan arsitektur terutama di Moscow dan di Eropa Timur. Berbeda dengan arsitektur di Tempias 2004-2006: Amok Melayu
249
Amerika yang hanya berbentuk kotak-kotak sehingga orangpun menyebut fragmatisme Amerika tidak mempunyai seni kecuali seni kotak. Agaknya karena Walikota pernah diintrograsi di Amerika diapun membangun ruko beribu-ribu dan ruko tempat berjual sekarang ruko kosong beribu-ribu nak dijual. Teori baru Pak Walikota menjual kedai. Lalu apa usul saya kepada DPRD Kota melalui Walikota? Pertama, didepan kantor Gubernur yakni kantor Polda dipindahkan ke Kulim supaya polisi dapat menangkap pembunuh-pembunuh sodomi dan supaya Pak Kapolda bekerja dengan tenang dari demontrasi sementara hukum tak juga jalan. Sebab entah berapa puluh Kapolda sudah, hukum tak juga dapat ditegakkan. Maka lebih baiklah kantor Kapolda ini dipindahkan dan diganti dengan “Payung Sekaki Galery” seperti di Sidney atau British Museum didepan Buckingham Palace. Baru kota ini cantik. Ini Pak Walikotanya takut kepada Kapolda dan bilang dengan saya “Bang, tolonglah katakan pada Kapoldanya janganlah Balai Pers Polisi jangan dibangun seenaknya sebab ada aturan kota. Apalagi gedung Polda ada mesjid yang sembahyang sikit”. Pokoknya seperti Singapura saja buat, polisi tak ada hukum tetap jalan. Jangan polisi banyak, sikutannya juga banyak. Jadi namanya “Galery of Pekanbaru” yang mengundang pariwisata datang bukan untuk ditangkap tapi untuk melihat galery. Kedua, kantor Jaksa Tinggi ini mesti pindah ke daerah Tenayan, daerah industri dalam impian. Lalu dibangunlah disini Gedung Simponi yang mempermainkan Mozart dan telah dimodifikasi menjadi Pak Ngah Balik “Pak Ngah balik, bulan mengambang sayang, Pak Ngah balik hari dah petang”. Jadi tak ada lagi demo ke Kejati disamping Kejati dapat berfikir secara jernih di Tenayan…he….he…… Gedung Balai Dang Merdu yang dulu Saleh Djasit mengusulkan pula 20 tingkat di kanciang maang ehhh kaca mayang tapi tak jadi. Kota 250
Tabrani Rab
inipun saya tiru seperti Beijing, bangunan pasar Kodim yang sudah dibangun oleh Maria dirubuhkan kembali dan disuruh lagi masuk 3500 pedagang urang awak dan inang-inang bebas untuk kembali berdagang disini. Cik Puan akan saya ganti menjadi Cik Jantan, siapa saja yang berani membangunnya berhadapan dulu dengan aku. Sebab pembangunan bukanlah untuk keindahan tapi untuk manusianya sendiri. Karena Walikota tak dapat menyediakan lapangan kerja maka tiap rumah ada saja merek dagang ditambah lagi 5 untuk setiap rumah mulai dari panti pijat buta, panti pijit laki, panti pijit asoi, panti pijit HIV, dan panti pijit king of lion alias raja singa. Karena pidato saya ini sangat panjang sayapun memuji Walikota supaya dapat honor sedikit. Walikota ini memang Walikota yang terhebat sepanjang yang pernah saya tahu di Pekanbaru. Kota menjadi bersih dan jembatan-jembatan penyeberangan yang dibangun Caltex selesai 2 hari dan yang dibangun Walikota tak selesai 20 tahun. Selamat bekerja Pak Wali, bravo Walikota Herman Abdullah, semoga panjang umur dan pilihlah waktu Pilkada nanti, jangan lupa honor saya, he‌.. he...
Riau Pos, 3 Juli 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
251
Kaha dan Laba‌
S
iapalah yang tak sayang tanah kelahiran. Setahun sekali pergi jugalah ke kampung Labuhan Tangga paling tidak menengok kuburan nenek moyang. Baru-baru ini saya datang untuk meneruskan pesan ayah saya supaya tanah Abdurrab yang didekat kuburan diwakafkan saja untuk umum. Sekali saya ke Bagan tak juga nampak perubahan. Yang nampak cuma satu tempat sekolah nenek saya dulu SD dimukan kantor Bupati yang Datuk Harun menjadi gurunya ditambah dengan Mak saya sampai kelas 4 dan foto Mak saya masih cantik ditambah pula dengan saya bersekolah disitu. Maklumlah sekolah ini sekolah Belanda jadi buatannya kokoh, lain dengan kontrak-kontrak sekarang ini, belum siap dah rubuh. Menangis saya menengok sekolah ini sudah berganti macam tempat warung kalau di Jawa. Tiang-tiang kuat itu sudah habis padahal inilah dulu menjadi kebanggaan Guru Gunung. Belum lagi tempat saya bermain dimuka SD ini menangkap ikan seloncan dan kalau banjir menangkap ikan. Kalau disengatnya langsung buka celana dan kencing supaya hilang sakitnya. Tempat saya dengan Syarif Kanso dan Halim main judi sudah tak tampak lagi. Bukannya diganti dengan yang permanen tapi diganti dengan yang busuk-busuk lagi. 4 tahun sudah otonomi ini dimana Bagan selalu menerima 800 252
Tabrani Rab
miliar kantor Bupatinyapun tak nampak, yang nampak burung layang-layang sehingga bunyi Bagan cet‌cet‌. Dulu ketika banjir sayapun ke Bagan. Ada yang namanya PT. Diamon yang melantak tanah moyang saya dan membuat kereta api lagi meluluhlantakkan hutan Bagan ini dengan PT Panca Eka. Tinggallah lubang-lubang sehingga bulanpun tak nampak lagi dari sini dan bunyi burung-burung hilanglah sudah. Pagi itu biasalah saya sebagai orang Bagan menerima orang Kubu sebab ayah saya Camat Republik yang pertama dilantik oleh Soebrantas di Kubu sementara bedil Belanda masih terdengar. Alangkah kagetnya saya menengok bahwa sudahlah jalan buruk sebagaimana dimuat di surat kabar Kompas, banjir melantak pula ketika musim hujan, ini jelas perbuatan jahanam dari PT Diamon dan PT Panca Eka. Nah, sayapun melihat familifamili saya dibantai dek malaria di Labuhan Tangga dan bukan sebatas itu saja, banyak pula demam berdarah yang tak sempat diperiksa, matiiii‌.. Jadi jelaslah karena hutan ini dihancurkan maka kampung sayapun menjadi hancurlah padahal saya tak pernah merusak kampung moyang PT. Diamon dan PT Panca Eka. Alangkah kagetnya ketika saya berkunjung ke Menteri Kehutanan, kepada saya diberikan Keputusan Bupati Rokan Hilir nomor 360/ TP/2004 tentang Pemerian izin lokasi untuk usaha perkebunan, begitu pula Keputusan Bupati Rokan Hilir nomor358/TP/2004, nomor 359/TP/2004, nomor 361/TP/2004. Semua lokasi yang dikasih bupati ini letaknya di Kubu ditempat Datuk Mustafa sebagai ayah dari Aki saya dan tempat lahir nenek saya yang perempuan dari pihak Bapak. Saya mengajar di Kubu dipindahkan oleh ayah saya dari kelas dua mengajar kelas satu bersama Guru Rauf. Dulu Bupatinya pidato bahwa kampung saya Kubu ini akan diberikan 40 miliar untuk jalan. Tak saya lihat jalan tu do, yang jelas bergelimang. Persis seperti jalan Tempias 2004-2006: Amok Melayu
253
ke kampung saya Labuhan Tangga, hancur-luluh. Berapa yang dikasih Bupati untuk keempat SK ini? Saya hitrung-hitung 15 ribu hektar walaupun gambar petanya orang-orang diperbodoh sehingga seperti tumpang-tindih. Dengan Ka’ban selaku Menteri Kehutanan saya ceritakan seluruhnya sampai kepada kabar angin konon entah sejuta sehektar artinya masuklah duit ke kantong Bupati ini 15 miliar. Ayah saya mengajarkan kepada saya katakan yang benar kalau benar walaupun menyakitkan. Maka saya bilang dengan Ka’ban harus dicara usaha kampung saya ini sudah dikasih izin oleh Bupati kepada akong-akong seluas 15 ribu hektar yang pada prinsipnya dia membangun pula disini Ampaian Rotan II. Saya mengerti bupati tak akan mencalonkan diri lagi, artinya duit ini bukan lagi untuk kampanye tapi untuk simpananlah, hee….he…. Sayapun dengan Badar Ali yang Ketua NU pergilah ke Kubu. Sebab saya dulu sebagai muazin mesjid di Kubu dan berenang sehingga kepala saja yang timbul dalam lumpur Kubu dan bagaimanapun Kubu adalah kampung nenek saya, kampung dimana saya besar, kampung dimana saya mengajar. Datanglah penduduk Kubu ini mengadu kepada saya “Baapo nyo Ngah kami ko, dari Datuk Mustafa dulu lai ko tanah kami, sikik lai tunggu polisi datang sebab kaompek toke ko banyak duitnya dan bisa pula membayar polisi. Kemano kami nak lari lagi Ngah”. Karena bahan ini saya dapatkan dari staf Menteri Kehutanan tentu saja saya mengadu ke Menteri Kehutanan karena kebetulan saya mendeklarasikan Partai Bulan Bintang di Riau ini. Di Utara Kubu tanah sudah dirampok oleh Timbang Sianipar, di sekeliling Kubu dapat dicakap tak adalah pembangunan, apakan tidak saja. Dikemanakan duit 850 miliar anggaran sebesar begini yang merupakan anggaran kedua dari Bengkalis? Tak ada jalan keluar bagi saya p e r a n g….. Bagaimanapun ini kampung nenek moyang saya, kuburan Datuk Mustafa masih dianggap orang sebagai kuburan keramat dan dari sinilah mereka pecah ke Labuhan Tangga sehingga 254
Tabrani Rab
Datuk Menthol menjadi kakek saya. Tanah kelahiran ini betul yang sekarang diberi Bupati kepada Akong-akong dari Medan. Entah untuk apa sayapun tak mengerti, yang jelas kutuk orang Kubu tak selamat kita lagi do. Kubu akan berubah jadi kelapa sawit Akong sementara penduduknya terpinggirkan. Sudah banyak orang Kubu ini yang pandai-pandai, kecuali saya, ada namanya Mat Wafa yang menjadi Anggota DPR RI Komisi II, ada yang namanya Badar Ali, pokoknya orang Kubu ini hebathebatlah disamping untut dan burutnya yang besar yang menunjukkan memang mereka ini kaha. Di Kubu ada dua kata yang lazim dipakai kaha dan laba. Kaha artinya jagoan dan laba artinya pancung. Sudah banyak masyarakat yang mengeluh kepada saya bahwa parit-parit sudah digali oleh Akong, sekali dua kali muncul pula polisi membeking. “Apa nak kita buat Ngah�?. Maka sayapun menjawab kaha dan laba. Jangan kita mau ditokoh lagi oleh koruptor-koruptor. Kepada Andreas dan Herman Sanipun sudah saya bilang, masanya anda mesti bangkit menyelamatkan Bagan. Kita tak bisa membiarkan Bupati yang mulai hari Kamis sampai Selasa hilang. Kita tak bisa lagi membiarkan dengan mobil plat merahnya petinggipetinggi Bagan membanjiri Pekanbaru menganggap itu mobil nenek moyangnya. Kita tak bisa lagi membiarkan sudah 5 tahun otonomi sebiji haram sekolah kejuruan tak ada, yang ada hanya perang, la dan kaha. Kita tak mau lagi berdamai dengan koruptor-koruptor. Maka Bupati yang akan datang harus Bupati yang anti korupsi dan Panglima Laskarnya Hang Temong, harus siap tempur menyampakkan koruptor-koruptor yang selama ini cuma tahunya mengumpulkan duit saja. Sekali lagi kaha dan labaaaa...
Riau Pos, 10 Juli 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
255
Penyamun Kayu di Sarang Sakai
C
obalahbayangkansudahlahhutanRiau inidihancurluluhkan dengan dukungan oknum aparat. Sekarang perusahaan kayu mempunyai angkatan sendiri seperti zaman PKI dengan Angkatan Kelimanya menumpurleburkan dan merampok hak rakyat. Yang paling tidak mengenakkan lagi membaca berita mantan mahasiswa saya “Gusur rumah warga, Riaupulp akan dilapor ke Komnas HAM”. Sang mantan murid saya Fachrunnas membenarkan cara yang ditempuh oleh RAPP. Kan sudah melampaui hati nurani tu. Manalah kan sampai ke DPRD Siak kalau memang rumah rakyat itu tak dichainsaw. Apa kata berita pers? “PT. Riaupulp (RAPP) dinilai melakukan pelanggaran HAM berat terhadap warga Desa Penyengat Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak. Pasalnya perusahaan melakukan penggusuran dengan cara men-chainsaw rumah warga diatas tanah sepanjang jalan pembangunan dermaga Riaupulp (Riau Mandiri,8/7)”. Kalau dikaji-kaji kapan pula Sutanto Tanoto membawa tanah dari negeri leluhurnya ke Siak, ancoa..lu..hayya..aa.a...Itu dibenarkan tu oleh orang yang namanya Fachrunnas. Berhenti sajalah daripada anda dikejar-kejar rasa berdosa. Sebab bos lu itu utang lebih dari 2 triliun dimana seharusnya dibabat oleh negara. Lucunya Fachrunnas menyatakan “Karena ada surat dari Bupati bahwa tanah yang berada dalam radius 500 meter kiri dan kanan jalan harus dikosongkan untuk dibangun taman,
256
Tabrani Rab
maka kita harus mengosongkan lahan itu dari rumah-rumah liar. Sepekan sebelum penggusuran kita sudah memberitahu kepada warga agar mengemasi barang-barang mereka, tapi dead-line yang kita buat tidak dipatuhi, sehingga kita harus melakukan penggusuran bangunan yang ada di lahan itu”. Sejak kapan lu jadi budak Bupati. Kan seharusnya Bupati memerintah aparatnya bukan kepada anda. Kalau ada anjing dengan Brimob yang membeking itu memang lagu lama lah tu, sebab dulu dalam peristiwa Delik (1998), sudah jelas-jelas kaki rakyat ditembak Brimob dan sampai ke Hak Azasi Manusia di Helsinki sudah nampak peluru tu tak juga mau mengaku. Yang paling banyak mengacau hutan Riau ini Arara Abadi. Akibat pembabatan hutan dan perampokan hutan oleh Arara Abadi di negara yang tak ada hukum ini terjadilah kalau panas dilantak dek asap, kalau hujan dibantai dek banjir plus, kalau tak kolera, demam berdarah, kalau tidak malaria, dan busung laparpun menampilkan dirinya di negeri bertuah lancang kuning ini. Arara Abadi ini saya tahu betul dari pangkalnya. Mula-mula Arifin Ahmad yang Gubernur Riau dapat HPH atas nama PT. Murini. Lama-lama HPH ini dijual untuk menghormati nama beliau selain nama jalan. Cobalah bayangkan waktu itu saya di Mandiangin, tiba-tiba anak saya Darus yang juga Kepala Dusun memekik “Ngah…. Ngah… menyuruk Ngah”. Apa yang terjadi? Ternyata 500 orang Pamswakarsa PT. Arara Abadi yang oknumnya juga termasuk Wakil Bupati terpilih Bengkalis yang namanya Normansyah menyerang penduduk Mandiangin kira-kira pukul 14.25 sesudah sholat Jumat melantak penduduk setempat sehingga akibatnya Seran bin Samar (20) luka di kepala, Ramli Dang (37) luka di kepala, Ahmad Jais (29) muka luka parah, Ujang Zakir (23) luka paha diperkirakan parah dan seorang lagi yang luka tetapi tak dikenal. Kelima orang ini saya angkut ke rumah sakit saya. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
257
Belum lagi dibentuk Keluarga Besar Melayu Riau yang sesudah merampok tanah Sakai 1.750 hektar yang juga dipimpin Wakil Bupati terpilih, Normansyah. Yatim-pun terisak-isak “Kami kona tipu Ngah, janjinya dulu kebun gotah, apo tidak do”. Memang sekarang ini diperlukan pemimpin yang pandaipandai bukan pandai termasuk pandai menipu. Apa pandainya pemerintah Soeripto waktu itu? Sudah dirampok hutan Sakai ini dinyatakan oleh Kanwil Dishutbun Riau sengketa antara PT Arara Abadi dengan Sakai menjadi status quo. Pokoknya kalau ada perampok sekarang ini merampok bini anda di rumah maka pastilah pemerintah dan polisi bilang status quo sebab binipun dibagi. Apa kata Darmanto sang Kanwil Kehutanan ini? Jadi saya meminta kepada kedua belah pihak baik PT Arara Abadi dan warga suku Sakai Mandiangin untuk menahan diri dan menunggu penyelesaian, tidak ada aktivitas apapun diatas lahan 2000 hektar tersebut. Ada juga memang sedap di hati “Kakanwil Kehutanan dan Perkebunan Riau, Darminto Soetono didemo warga Mandiangin karena menurut mereka keinginannya tidak ditanggapi secara serius. Sudah berkalikali warga minta lahan ulayat mereka yang diambil PT Arara Abadi dipulangkan kembali kepada warga, namun tidak ada realisasinya (Utusan, 24/2/2000)”. Pokoknya Arara Abadi ini merampok dulu tanah rakyat dan pemimpin daerah ini tak bisa ngomong apa-apa, sampai ke Kanwil Transmigrasipun bilang tak jelas status Arara Abadi ini. Tapi karena hukum ada ditangan polisi dan polisi ada ditangan duit, ya Arara Abadilah yang menang. Yang lucunya lagi Kanwil Kehutanannya lepas tangan “Oo.. itu bukan urusan saya, itu urusan Menhutbun”. Padahal Kanwil itu wakil Menhutbun, kalau begitu namanya Penciritbun. Walaupun statusnya status quo Arara Abadi persis seperti Kaisar Ming melantak lagi tanah rakyat, dipelupuhnya lagi 2000 hektar (Riau Pos, 22/11/2000). Saya meminta Ramlan 258
Tabrani Rab
Comel untuk membela hak Sakai ini. Apa kata Pengadilan? Arara Abadi mesti membayar pada warga 2 milyar. Tapi karena dia tak bisa baca dari kiri ke kanan, yang bisa cuma dari atas ke bawah, ancoa… Sekarang saya kasih senjata kapak melalui anak saya Darus untuk mengapak kepala Arara Abadi. Apa kata surat kabar? “Warga ancam usir PT. Arara Abadi” ditambah dengan demo. Apa kejadian seminggu sesudah itu? “Ratusan karyawan PT. Arara Abadi lengkap dengan senjata tajam berusaha menyerang puluhan karyawan CV Biwatsu Orienta Semesta (BOS) ketika sedang menebang lahan akasia yang terletak di Dusun Lokasi Panjang, Desa Pantai Cermin, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar” (26/2/01). Akibatnya 6 pekerja BOS punah-ranah. Kelakuan Arara Abadi persis anak aram jadah di Desa Pantai Cermin. Lalu dimana polisi? Sementara PT. Arara Abadi dilepaskan, apa pasal? Duit…duit…. Pemerintah Kabupaten Siakpun menulis surat kepada saya bahwa Pemerintah Kabupaten Siak tetap melestarikan hutan 2000 hektar milik ulayat Pebatinan Lima. Tapi tak peduli do, Arara Abadi ini tetap saja melantak hutan Riau. Dimana pemerintah? Tu… di langit ketujuh. Dimana polisi? Tu… diujung do…ku...
Riau Pos, 17 Juli 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
259
Amok Melayu
I
ni tanah ini tanah aku, tanah ini dulu tanah ayahku”. Kebetulan diatas tanah ini memang dibangun jalan. Sehingga tanah inipun terbagi dualah. Tanah ini memang tanah si Atan. Tiba-tiba saja orang yang baru datang ke kampung itu merebut tanah si Atan. Sekali dua kali sabar juga si Atan. Kali entah keberapa si Atan bertengkar lagi. Atan kehilangan control terhadap emosinya. Ditengoknya ada kayu bulat maka dikapaknya dengan kayu ini Timbang Sianipar… ehhh bukan… sehingga penyek bukan lagi seperti dendeng tapi seperti tepung. Perbuatan ini tak ada dalam istilah Inggris. Karena itu kamus bahasa Inggris menyebutnya Amok. Dan kalau sudah terjadi amok majalah Time dan Newsweek-pun memuat bagaimana kepala pendatang belasan tergayut-gayut oleh si Atan. Dan bukan itu saja sepanjang pagar rumah yang terdiri dari cerocok kayu penuh dengan kepala orang. Sekali waktu saya diundang oleh Walikota Singkawang. “Cobalah Ngah pikir, kami dah bepuluh turunan tinggal disini, sedappp saja dia menghentam tanah kami ni Ngah”. Memang di strata bawah orang Melayu ini terpinggirkan tapi bagaimanapun juga tidak dapat dinafikan bahwa pucuk-pucuk pimpinan orang Melayu adalah symbol keMelayuan. Dan kalau sampai pucuk-pucuk ini tergoyangkan alamat amok 260
Tabrani Rab
akan muncul dimana-mana. Lama saya merenung tindakan Bapak ini kurang betul, tapi ketika dia dispelekan sebagai orang Melayu maka entah kemana profesor saya terpelanting yang mucul justru keMelayuan. Bahasa-bahasa Melayu yang sudah standarpun berubah, menurut Taufik Ikram Jamil kalau berpangkal dengan vocal hotak, hanjing, ham…ehh… ahhh tu tersebutlah semua tu. Kalau dia perempuan diikuti pula action buka membuka kain. Yang pantang bagi orang Melayu itu satu terhinanya pemimpin mereka. Ini betul yang harus dijaga. Ketika di Kairo saya membuka internet Riau Pos dan terbaca ada fraksi yang walk out spontan sumpah serapah mahasiswa di wisma Indonesia tumpah kepada saya. “Ape gunenya Ngah lame-lame di Riau tu kalau kan pemimpin orang Melayu dibuat begitu, kalau nak numpang makan kemari tentu ngertilah kita, kalau nak berpolitik tentu dikampung masing-masing”. Bahkan ada mahasiswa yang menudingkan tangannya kepada saya “Apa gunanya orang Melayu ada disitu Ngah”, kata kelompok mahasiswa Melayu ini. Bagaimanapun dunia Melayu itu dunia yang jelas, dunia yang berasal dari feodalistik. Kebangkitan lascar-laskar Melayu bahkan tercurahnya rasa Melayu merdeka dari mulut saya karena memang rasa tidak puas bukan terhadap pusat saja tapi sikap ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok Melayu dikampung nenek moyang mereka. Bepuluh-puluh pengaduan datang kepada saya atas nasib mereka karena tanah mereka dirampok oleh perusahaan-perusahaan besar. Pemimpinpemimpin mereka terjepit oleh kekuasaan. Nah, kalau sedikit saja nista sebut saja namanya entah walk out tentu boleh-boleh saja kalau terjadi di Jakarta. Kalau terjadi di kampung orang Melayu sendiri ini dapat menimbulkan amok dan amok sendiri dapatlah kita lihat akibatnya yang terjadi di Singkawang, Pontianak, Pemangkat, Sambas, Tebas. Yang anehnya etnis lain dan ras lain dapat tu bersatu dengan Melayu. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
261
Dalam bahasa Inggris istilah amok ini tak ada. Karena itu Young menganggap suatu keadaan dimana orang-orang Melayu telah habis kesabarannya dan timbullah amok. Berbeda dengan histeris amok sifatnya lebih agitatif dan dapat membunuh diluar kesadaran. Bagi orang Melayu semuanya pernah mengalami amok. Yang anehnya luka yang ditimbulkan oleh amok terpendam dalam alam bawah sadar dan muncul kembali bila orang yang diamok ditemui. Ilmu jiwa sendiri sudah untuk mengkaji-kaji apa sebenarnya amok ini. Bukannya seperti perkelahian antara Hang Tuah dengan Hang Jebat yang memang dari pandangan hidup yang berbeda dari raja yang bias dikoreksi oleh Jebat dan tak tak dapat dikoreksi oleh Tuah. Dalam buku sejarah Melayu banyak sekali dikisahkan mengenai amok. Pada permulaan revolusi masyarakat feodalistik Melayu memang banyak menjadi korban. Namun tak lama kefeodalan ini muncul kembali maka bupati-bupati Siak, Indragiri, Kepri, dan Kampar kepemimpinan mereka terangkat kembali. Bahkan di Bengkalis sebagai sentral yang paling kental dalam Melayu nama-nama Datuk Ahmad, Datuk Adham, Datuk Idris, Datuk Sulaiman, Wan Ghalib tak tergoyangkan oleh revolusi. Dan mereka muncul kembali dalam wahana pembentukan propinsi Riau. Oleh karena itulah tak dapat dinafikan budaya Melayu itu budaya feodalistik. Ayah saya mengajarkan saya cukup lama untuk bagaimana caranya menghormati Sultan Siak yang ketika itu berada di Jakarta. Antara pemimpin Melayu dan orangorang Melayu seperti kuku dengan daging, tak terpisahkan. Dia tak dapat dikaji secara logika sebab Melayu memang termasuk kajian metafisika. Anehnya orang-orang Melayu tak suka berkonflik. Tapi ketika hidup mereka terancam mereka tak lagi santun. Berpuluh tahun saya mengkaji dari dalam diri saya sendiri dan dari reaksi yang timbul dari akibat luar yang menyebabkan 262
Tabrani Rab
marginalisasi Melayu saya berkesimpulan bahwa Melayu itu bukan etnis tapi kultur atau budaya. Inilah yang saya kaji kenapa konflik yang timbul antara Melayu dan Cina di Malaysia pada tahun 1969 menyadarkan kepada mereka akan hak-hak ekonomi mereka bahkan hak-hak tanah mereka. Oleh karena itulah banyak hal-hal yang berlaku secara nasional seperti walk out, kritik terhadap pemimpin-pemimpin Melayu terasa kalau kritik ini bersifat diantara orang Melayu yang muncul adalah komedi akan tetapi penghinaan terhadap pemimpin mereka terasa sebagai penghinaan terhadap mereka sendiri. Orang Melayu menyebut mudah mengalah, namun tidaklah mudah untuk dipijak. Saya memang mengkritik pemberian gelar dan sebagainya akan tetapi saya akan menjadi garang bila kritik ini ditujukan oleh bukan orang Melayu. Sungguh diperlukan sebuah pengertian bahwa Melayu ini tak dapat dinafikan suatu budaya yang feodalistik namun bagaimanapun politik di dunia Melayu sangat memerlukan pandai-pandai dan timbang-menimbang. Bila Max Weber menekankan pentingnya etika dalam berpolitik maka pandangan Max Weber itupun terhunjam didunia Melayu betapapun buruknya pemimpin-pemimpin Melayu namun mereka satu dalam keMelayuan. Karena itu pandai-pandailah. Jangan sampai menimbulkan istilah yang dianut hampir disemua negara yakni mencari makan boleh dimana saja, berpolitik di kampung masing-masinglah...
Riau Pos, 31 Juli 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
263
Atan Joloh
”
N
gah..Ngah.. nenek saya cerita ditepi pokok asam tu ada orang halus. Tepijaklah dia dek anak Munah. Sejak itu tak dapat dia bejalan lagi Ngah, pengkang”. Cerita itu saya dengar 60 tahun yang lalu. Diulang tahun hari kemerdekaan republik yang ke 60 ini saya balik lagi ke kampung. Ceritanya begini juga “Ngah..Ngah.... lidah si Atan tejulu sesudah meminjak kaki orang halus dekat rumah Mak Cik Anin”. Baru-baru ini saya pulang ke kampung memang lidah si Atan masih terjulur. Sehingga kalau dia menyebut belacan menjadi “helahan” sambil air liurnya terjurai-jurai keluar. Kasihan saya melihat si Atan. Pokoknya bukan bodoh lagi tapi Joloooh… Dan saya jumpa pula lagi dengan anak kecil diceritakanlah oleh Maknya Rahmah kepada saya “Ngah..Ngah…. lidah si Roni terjulur Ngah lantaran terpijak kuburan orang halus”. Oleh karena dalam rangka hari kemerdekaan RI ke 60 ini orang kampung saya masih juga berpikir terjulurnya lidah si Atan dan si Roni oleh karena terpijak orang halus. Maka karena dikampung saya tak ada lagi orang yang mau dekat dengan saya karena takut pada bupati dan gubernur yang kadang-kadang saya kritik akhirnya saya memperingati Hari Joloh Nasional dan tentu saja dalam rangka hari kemerdekaan kita semua. Ada pula namanya Misbah menyampaikan undangan 264
Tabrani Rab
kepada saya untuk menghadiri seminar Kenapa Kita Bodoh. Saya mengusulkan saja kepada Misbah sang mahasiswa yang dikeluarkan ini rubah saja menjadi Kenapa Kita Dibodohi. Sebab tak mau juga pandai-pandai. Karena lurah takut kepada bupati dan kepada gubernur maka terpaksalah Hari Joloh Nasional ini saya rayakan sendiri di kampung saya. Sebagai komandan upacara ya sayalah. Dan sebagai panitia upacara ya saya jugalah. Temanya tentu saja Joloh Nasional. “Pasukannn… Siap! Kembali ke tempat”. Karena tak mau juga pandai-pandai, satu kali saya bertamu dengan Konsul Singapura. Bagaimana sih sebetulnya pendidikan di Singapura? Pak Konsulpun menjelaskan kepada saya dari A sampai Z akhirnya sampai ke perbandingan antara National dan Nanyang University “Pokoknya pemerintah sangat hati-hati terhadap pendidikan sebab Singapura mengharapkan sumber daya manusia berupa jasa untuk kelanjutan hidup bangsa ini”. Dikali yang lain pula saya mendapat undangan tak tanggungtanggung dari Mendiknas dan Yusuf Kalla. Pertemuan ini berlangsung di Istana Wakil Presiden. Pokok bahasan bagaimana perguruan tinggi dapat dibuat Badan Hukum Pendidikan. Karena jelas dalam undangan yang dibincangkan adalah bagaimana membuat perguruan tinggi menjadi suatu badan hukum yang tidak lagi disubsidi pemerintah walaupun subsidi anggaran pendidikan hanya sekitar 2,8 persen saya mengatakan kalau di kampung saya dana yang sedikit inipun dicoret maka akan terjadilah kejolohan yang berkesinambungan atau peningkatan penjolohan. Dalam pidato singkatnya Wakil Presiden menjelaskan bahwa pendidikan untuk SMP dan SMA juga akan dibantu oleh biaya APBD. Karena didalam perpustakaan ada ada pula buku lintang pukang maka sayapun membalik-balik buku Tempias 2004-2006: Amok Melayu
265
lintang pukang ini terutama untuk Dinas Pendidikan. Dalam hati saya kalau buku ini bentuknya begini juga maka kejolohan dikampung saya perlulah dinyatakan sebagai kejolohan abadi atau peningkatan kejolohan. Apa pasal? Balik ke kisah di Singapura dimana Malaysia hampir 10 tahun dibelakang Singapura dan terpaksa merubah bahasa pengantar Melayu menjadi bahasa Inggris disamping melaksanakan pula integrated school alias sekolah yang terintegrasi dan pelajaranpun diberikan hanya dalam fak pokok yakni matematik, sains dan bahasa Inggris dan dua fak pilihan yakni olah raga dan musik. Disamping itu tentu juga terdapat hobi-hobi yang lain. Akan tetapi yang jelas tampak pada pendidikan di Singapura berapa anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk satu murid atau mahasiswa. Untuk SD saja pemerintah Singapura mengeluarkan biaya S$ 80 alias Rp. 480.000 satu siswa. Untuk sekolah SMP S$ 130 alias Rp. 780.000 sedangkan untuk SMA lanjutan (pre university) pemerintah mengeluarkan S$ 240 atau Rp. 1.440.000 untuk satu mahasiswa. Untuk sekolah yang tak pakai laboratorium pemerintah mengeluarkan uang kuliah sebesar S$ 19.350 alias Rp. 116.100.000, disamping itu untuk bimbingan belajar (tuition grant) pemerintah mengeluarkan 13.130 alias Rp. 78.780.000. Bagaimana kalau ada laboratorium? Ya.. pemerintah Singapura mengeluarkan S$ 21.350 dan mendapat mendapat bantuan bimbingan belajar S$ 62.980. Khusus untuk kedokteran gigi maupun kedokteran umum setahun pemerintah mengeluarkan S$ 80.800. Kalau kita melihat ke India pemerintah India telah melaksanakan konstitusinya pada tahun 1947 dimana prioritas pertama adalah pendidikan gratis. Sejak tahun 1976 pemerintah pusat telah menetapkan bertanggung jawab atas pembiayaan dan pengaturan standar pendidikan dasar sampai menengah, 266
Tabrani Rab
dan mengadakan koordinasi dengan program pendidikan tinggi. Nah, bagaimana dengan APBD Riau yang kita harapkan dapat mencegah manusia joloh ini? Sebab dari pusat yang 2,8 persenpun nak dihapus. Konon APBD Riau itu untuk sektor pendidikan saja besarnya 373 milyar lebih. Artinya bolehlah disebut lebih dari 20 persen anggaran. Mau mendengar apa yang dianggarkan? Bunyinya begini; aparatur daerah 15 milyar, administrasi umum 15 milyar, belanja pegawai 11 milyar, gaji dan tunjangan pegawai 6,5 milyar, biaya perawatan dan pengobatan 166 juta, honor 1,2 milyar. Yang hebatnya biaya bahan pakai habis kantor 2 milyar. Biaya wisata guru berprestasi 400 juta, pemeliharaan gedung 794 juta, pembangunan laboratorium IPA 5 milyar, pengadaan kamus bahasa Melayu Riau 550 juta, pengadaan balai teknologi 950 juta. Dalam diskusi terbuka mengenai pendidikan ini sayapun ditanya bagaimana anda menilai angka-angka tersebut dapat mengatasi kebodohan (how you to assess between the budget and improve of education?). Sayapun mengangkat bahu tinggitinggi sambil melengus Atan joloh. Nasib bangsa inilah 60 tahun yang lalu Atan joloh, sekarang Atan joloh juga. Tinggal menunggu masa depan dengan populasi yang meledak dan sumber daya alam yang habis terkikis, penduduk Riau menjadi penduduk sahara. Tak ada badan dunia yang dapat mengatasi kehancuran kecuali kepada malaikat pencabut nyawa, aminnn... Riau Pos, 7 Agustus 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
267
Raja Indragiri dan Tengku Siak
S
yahdan sahibul hikayat berperanglah antara Kaisar Cina Khubilaikan dari Mongol pada tahun 1292 dengan Raja Singosari. Raja Cina ini Khubilaikan mengirimkan kapal perang menuju ke Singosari yang dipimpin oleh Jenderal Shih Pi dan wakilnya Kuo Sing. Berkat bacaan raja Gatot Kaca ini maka kapal-kapal Khubilaikan terpelanting lintang pukang. Bukannya raja-raja Melayu bodoh walaupun banyak juga yang bodoh, he....he... Kesempatan ini dipakai oleh Raja Malaka untuk mendirikan kerajaan Indragiri dengan mencari tempat yang aman dari serangan Singosari yang telah sampai di Jambi. Tempat yang aman itu yakni Indragiri. Bahkan begitu hebatnya Indragiri apabila Malaka punah maka Raja Indragirilah yang menjadi raja di Malaka karena raja Indragiri keturunan raja Malaka juga. Tak tanggung-tanggung kerajaan Indragiri ini bertahan 665 tahun (1298-1942) sampai Sultan terakhir Sultan Mahmudsyah dikebumikan di mesjid Rengat 17 Maret 1963 dan diikuti pula oleh budayawan terkenal Idrus Tintin, teman dekat saya. Siapa rajanya yang pertama? Sekali lagi orang Melayu ini memang pandai begitu tahun 1511 Malaka diserang Portugis maka diangkatlah Raja Kecik Besar Malikul Muluk yang disebut pula oleh orang Portugis dan Spayol dengan Sultan Mahmud. Dari 268
Tabrani Rab
permaisurinya lahirlah Raja Kecik Mambang oleh karena rajaraja kerajaan Indragiri adalah keturunan dari Raja Malaka, maka dengan sendirinya gelar kebangsaan raja dipakai oleh raja-raja dan keturunannya di Indragiri. Darimana keturunan raja-raja Indragiri ini? Dari Sangnila Utama sang Raja Singapura. Sayangnya dalam hari kemerdekaan Singapura lupa mencantumkan bahwa Singapura dan Riau itu mempunyai hubungan yang teramat dekat. Istilah Raja di Rengat adalah sama dengan istilah Tengku di Siak. Pokoknya Indragiri lebih suka memakai istilah Raja malaupun Laskar Melayu memanggil saya Raja Diraja tapi tak adalah hubungan dengan cerita ni. Dalam buku Hikayat Siak halaman 408 ditulis begini: “Syahadan Yang Dipertuan Sultan Abd. Jalil Syah kepada malam itu baginda minta buatkan nasi rendam. Dan kepada itu malam baginda hendak beradu, lalu memanggil Cik Pong, anak Laksamana, disuruh memicit kaki baginda. Kepada masa itu bini peri itu sudah pergi. Diketahuinyalah akan baginda itu mangkat dan kepada waktu dinihari baginda datang berani. Maka terpancarlah mahnikam itu ke tikar dan baginda betitah, Hai Apong, jikalau engkau hendak berputera dengan kita telanlah olehmu dan kandunglah rahsiaku supaya adalah benih Raja Iskandar Zulkarnain di dalam Tanah Melayu ini, jangan putus nasabku... Dengan takdir Allah Taala berlaku pada hambanya, dengan seketika Cik Apong pun hamillah”. Anak Cik Pong ini dikenal dengan Raja Kecik yang menjadi Raja Siak yang pertama. Apa dampak cerita ini? Pertama, ketika saya kecil masih main guli maka nenek sayapun berkisah sambil menyisik kepala saya “tekencuik-kencuik” alias terjepit-jepit. Bagaimana bunyi ceritanya? Adalah kodok betina besar. Satu kali kodok betina ini meminum air kencing raja. Maka sang kodokpun hamillah. Sambil berjalan tersesak-sesak sang kodokpun merintih “eeh... Tempias 2004-2006: Amok Melayu
269
ehhh.. tekencuik-kencuik mano umah tuk deo ajo” (Ah, ah... terkencut-kencut, manalah rumah Datuk Dewa Raja) sebab sang kodok akan melahirkan anak karena meminum kencing raja. Sayapun tertidur mendengar cerita nenek dan tak tahu lagi apa yang terjadi sesudah sang kodok melahirkan di istana. Dampak kedua, kalau saya berjumpa dengan temanteman dari National University Singapura maka soal Cik Pong inipun menjadi menarik. Kenapa? Celakanya ketika saya sudah menjadi profesor tua bangka sayapun diundang teman-teman dari Pengajaran Melayu di National University untuk bersamasama makan siang. Bertanyalah Fong kepada saya “Dr. Rab, do you believe that Malay people still erection and ejaculation even after passed way” (Percayakah anda dari Hikayat Siak itu bahwa orang Melayu itu memang hebat-hebat sekalipun dia sudah mati itunya kenjo dan memancut juga). Sulit saya menjawab pertanyaan ini karena saya tidak pernah membuat statistik. Tapi yang jelas bagi saya sendiri yang orang melayu belum lagi saya mati si kecil tu dah lama mati. Karena saya dari Kairo maka sayapun meminjam istilah Arab “Tak pernah lagi alif do, bahkan waw pun payah bahkan nun, sudahlah bengkok bertitik pula”. “Really”, kata Fong. Rasanya hidup saya ini lebih banyak membujanglah. Cerita Raja Kecik ini bukannya sampai disini saja. Raja kecik ini disekolahkan oleh Raja Johor ke Pagaruyung. Maka terjadi pula polemik yang tak habis-habisnya, sebetulnya Raja Kecik ini Raja Pagaruyung, kata Rosihan Anwar. Orang Melayu pula menyatakan Raja Kecik ini memang keturunan Raja Johor. Kebetulan orang Minang berperang pula dengan Bugis di Kedah dan tertembaklah Daeng Parani. Nah, bagaimana dengan Raja Indragiri? Versi pertama menyatakan raja-raja dari Indragiri ini berasal dari Pagaruyung yang dapat dilihat pada situs sejarah. Akan tetapi versi Rakit 270
Tabrani Rab
Kulim menyebutkan keturunan Raja Malaka. Kerajaan ini tak tanggung-tanggung bertahan 665 tahun. Bahkan digariskan suatu undang-undang adat, antara lain bahwa dalam hal kemudian hari ternyata keturunan sultan Malaka pupus atau punah, maka garis keturunan Raja Kerajaan Indragiri yang berhak menaiki tahta kerajaan Melaka, mengingat Sultan Indragiri adalah tadinya putra mahkota kerajaan Malaka dari anak yang sulung atau anak yang tertua. Lha, kenapa cerita ini menjadi Tempias? Jawabnya karena banyaknya raja-raja dan ada jugalah tengku-tengku dalam kabinet sekarang ini.... Sayapun teringat kepada sahabat dekat saya Baharudin Yusuf yang ketika meninggalnya Imam Munandar saya mendorongnya untuk menjadi Gubernur. Dan ketika itu pula saya tak pernah merasa saya orang Bagan dan Baharudin Yusuf orang Tembilahan. Nah, yang dapat menyatukan ini semua bila kita merasa semua kita orang Riau dan kalau tak percaya tanyalah dengan sang kodok eeh...eh... tekencuik-kencuik, mana rumah tuk dewa raja...
Riau Pos, 14 Agustus 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
271
Masyaallah, Mantan Kapolri Ijazah Palsu
D
ulu waktu zaman Soekarno ada yang namanya Samikun, MA maka surat kabarpun bergendang tiap hari mulai dari Pedoman, Indonesia Raya dan polisi menindak, menangkap serta menghukum sang MA ini. Tiba-tiba saja bangun tidur saya membaca mantan Kapolri Da’i Bachtiar yang saya jumpa langsung beberapa kali. Nah, apa kata surat kabar Pekanbaru Pos? “Mantan Wapres diduga telah membali gelar doktor. Sedangkan mantan Kapolri dituding telah membeli gelar sarjana MSi (Magister Sains) palsu”. Negara kita ini bukan saja kena curi sumber daya alam segala. Ke Amerikapun Presiden mendapat sambutan dari George Bush. Tapi tak tanggung-tanggung dua universitas fiktif di Amerika yakni American World University (AWU) dan IMGI berafiliasi dengan North California Global University (NCGU) mengekspor 5.000 ijazah palsu. Tampaknya negeri ini memang sudah hancur-lebur betul. Bayangkan, mantan Kapolri yang tahu dengan undang-undang membeli tu Msi. Lalu siapa yang mesti menindak? Satu kali ketika itu saya mendapat SMS bahwa saya akan diberi gelar doktor asal membayar 7,5 juta. Karena nafsu ingin tahu sayapun ikut. Sehari sebelum acara saya difoto dari segala penjuru. Jepret...jepret.... jepret... “Mengenai administrasinya nanti saja Pak, sebab kita sudah kenal dengan Bapak”. Sayapun
272
Tabrani Rab
ikut prosesi, masyaallah..... persissss seperti universitas betul. Hanya karena saya tak mau membayar ya tak dapatlah ijazah. Untuk amannya sayapun pindah hotel. Dikali yang lain seorang kepala kebun di Dalu-Dalu menyampaikan undangan kepada saya untuk hadir di tempat yang tak tanggung-tanggung yakni di gedung sebuah hotel berbintang. Undangan dan tiket lengkap diberikan kepada saya, yang hadirpun ratusan. Ketika membacakan beberapa kutipan yang sifatnya ilmiah terasa ucapannya tak lurus. Sayapun bertanya-tanya dalam hati, ini doktor benaran atau tidak. Tapi karena sudah menerima undangan ya saya hadir jugalah sampai akhir acara. Tampaklah seorang bule konon dari North California Global University. Suasana yang begitu sahdu rusak oleh ucapan-ucapan sang doktor. Sayapun menulis Doktor Kucing. Saya menulis begini: “Meong.... meong.... meongg, dar..dar...tor...doctor...”, ini adegan film The Cat bila anda suka menonton HBO Indovision. Ini bukan cerita visi. Tapi cerita benaran. Satu kali saya dudukduduk di Hotel Aryaduta sambil menikmati musik senja. Masuklah dua orang yang pernah terkenal di daerah ini. Diapun langsung buka cerita “Saya sudah membuat makalah untuk mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Boston. Dan saya ditawarkan mengajar di Boston”, kata kawan ini. Yang lain lagi “Saya juga sudah mendapat doktor dari Tamasak University dan diuji lagi disana”. Memang kepala kawan yang kedua ini botak artinya adalah bentuk profesornya walaupun Atan Lebai di kampung saya rambutnya tinggal dua helai, tak usahkan jadi profesor, tamat SDpun tidak. Sambil makan ketan goreng teman ini semakin semangat bercerita. Insyaallah minggu depan saya akan ujian. Lalu sayapun bertanya “Di Boston ke...?”. “O... tak”, katanya singkat. “Di Jakarta”. Tiba-tiba saja Sinar Harapan menulis “Mabes Polri temukan 5.000 gelar Kesarjanaan Palsu”. Apa kata surat kabar ini lagi? Tempias 2004-2006: Amok Melayu
273
“Mabes Polri menemukan 5.000 gelar kesarjanaan palsu yang terdiri dari S1, S2, S3, beberapa hari lalu. Gelar itu diberikan oleh yayasan yang berkedok lembaga pendidikan formal bernama Institut Managemen Global Indonesia (IMGI). IMGI ini dijalankan oleh dua warga negara asing dan sejumlah orang Indonesia”. Walaupun telah saya tulis pada tahun 2002 di Riau Pos (19 Mei 2002) tapi tetap saja tidak ditindak. Sekali waktu saya terima pula dari East West Center di Hawai bahwa ada sarjana gadungan dari Leiden. Entah mengapa kepada saya ditulis sayapun tak mengerti. Dikali yang lain saya menerima surat dari LIPI bahwa ada doktor yang tak menyelesaikan studinya di Australia tapi dia tetap menggunakan doktor didepan namanya. Kenapa kepada saya teman dari LIPI ini mengadu sayapun tak jelas. Dalam surat ini dibilangnya kerjanya minum dan berjudi saja seperti Aborigin dapat duit santunan sosial. Kenapa Sinar Harapan memuat berita 5.000 gelar sarjana palsu ini? Sayapun tak mengerti. Dan anehnya lagi ketika ditanya kepada Dirjen Dikti yang ditemui di Jakarta Jumat (12/8) mengemukakan pihaknya tidak bisa mengajukan tuntutan langsung kepada para penyelenggara pendidikan yang memberikan gelar-gelar palsu. Rupanya palsu-memalsu ini sudah merupakan kebiasaan. Sehingga ada Bupati yang mendapat gelar doktor kucing, tapi ada pula bupati yang menakuti saya “Gelar profesor Ngah itu konon palsu”, kata sang Bupati karena buku saya. “Lantak dikaulah....”, kata saya. Betapapun besarnya sebuah kejahatan didepan mata kita namun masih juga memerlukan delik aduan. Pada hari berikutnya saya baca lagi surat kabar yang lain, konon mantan Ketua Partai dan menjabat Wakil Presiden lagi juga termasuk kedalam pengguna doktor palsu. Bagaimana polisi menemukan ijazah palsu ini? Mabes Polripun menerangkan sejak Rabu (10/8) Mabes Polri telah memeriksa delapan saksi terkait kasus itu. Mereka yang telah 274
Tabrani Rab
diperiksa itu yakni Lilik Purwadi, Sri Purnomosasi, Agus Suyanto, Kristio Ambar Purnomo, Udin Arshad dan Bahrum S Wajakeda. Bukannya orang Indonesia saja yang tertangkap dalam jaringan ijazah palsu ini tapi ditangkap pula Harris Robert, Phd warga negara Amerika Serikat di kantornya di Jakarta. Begitu pula barang-barang bukti ditangkap di gedung Centuri di Jakarta dan beberapa tempat lainnya di Jakarta. Yang celakanya lagi tak tanggung-tanggung meliputi pula Mantan Mendagri yang mendapat gelar MSc padahal ngomong saja tak lurus. Yang paling puncaknya petinggi-petinggi Mabes Polri yang berinisial Wnrt, Skmt, NU, TS dan Sprt. Ada juga seorang guru utama PTIK berinisial ETLT dengan gelar MSc. Selain itu sejumlah nama dari luar daerah yang memiliki gelar MSc palsu, yakni seorang perwira polisi di Bandung berinisial SS dan AP, dan petinggi Polres Klaten GHK. Juga terdapat nama salah seorang petinggi Polwil Madiun berinisial Sgr yang mendapat gelar MBA. Sementara itu, dari kalangan umum terdapat nama seorang da’i kondang berinisial Z dan seorang artis sinetron berinisial AF. Keduanya dituding membeli gelar doktor yang mereka sandang. Bagaimana di Riau? Dulu ada yang disebut dengan fraksi Aryaduta. Tiba-tiba beberapa anggota fraksi ini mendapat gelar doktor. Dan sayapun menerima SMS, ada juga yang gelar doktor dilingkungan kedokteran yang sedang diajukan untuk mendapatkan gelar profesor. Memang ada Undang-undang Pendidikan Nasional yang menyatakan doktor-doktor kucing ini dapat dihukum penjara selama 5 tahun dan denda setidaktidaknya 500 juta. Tapi di Indonesia boleh-boleh saja. Apa kata Dirjen Dikti? Lha, kan tak ada pengaduan. Kalaupun ada pengaduan mantan Wapres dan mantan Kapolri terlibat, siapa yang berani mengadu. Riau Pos, 21 Agustus 2005
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
275
PT Akal-Akalan
E
ntah bagaimana cerita Murini-pun memberikan HPH kepada Arifin Ahmad lebih kurang 30 tahun yang lalu. Entah karena tak lagi jadi Gubernur, dijuallah PT ini kepada kelompok penghutang terbesar di negara ini yakni Eka Cipta Wijaya. Berapa hutangnya? Rp. 13,3 triliun dan US$ 12,4 miliar pada kelompok bank Export Credit Agency (ECA) dan PT ini memperkerjakan pekerja asing secara besar-besaran. Satu kali datanglah orang yang bernama Hidayatullah kepada saya, dia ditangkap polisi karena meniru tanda tangan. Pak Hidayatullah ini yang istrinya sedang hamil tua dituduh oleh Arara Abadi membuat tanda tangan palsu yang ujungujungnya membuat PHK pegawai. Akibatnya Hidayatullah inipun ditahan di Polsek Perawang. Adapun pembelaan taklah punya arti banyak. Tapi PT. Akal-akalan alias Arara Abadi ini sungguh membuat kacau di Riau ini. Walaupun ada surat Bupati Pelalawan yang memberhentikan operasional PT. Arara Abadi dia potong kompas ketemu Gubernur dan dapat entah award apa lagi. PT. Arara Abadi ini memang PT premanlah. Digasaknya tanah rakyat hampir semua kabupaten. Kenapa tidak ditindak? Jawabanya tentulah duit. Cobalah dibayangkan Bupati yang melaporkan penculikan masyarakat oleh PT. Arara Abadi pada tanggal 2 Februari 2001 menyatakan “telah terjadi 276
Tabrani Rab
penyerangan, penyerbuan, penculikan dan penganiayaan terhadap masyarakat Desa Angkasa dan Desa Balam Merah Kec. Bunut oleh sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai Pam Swakarsa PT. Arara Abadi”. Walaupun tembusan surat Bupati yang ditujukan kepada Gubernur tertanggal 8 Februari 2001 dengan tembusan ditujukan kepada Kapolres Bangkinang tapi tidak ada tindakan. Apa kata surat Bupati itu? “Masyarakat disamping disandera dan dipukul, uang hasil kerja masyarakat pun diambil secara paksa oleh Pam Swakarsa PT. Arara Abadi sejumlah Rp. 34.500.000,- kepunyaan dari: Ibu Jakiah 11 juta, Bapak Salim Teso 2 juta, Bapak Sabri Rizal 4 juta, Bapak Sarul Syam 2 juta, Bapak Ralunan 2,7 juta, Bapak Sanir 8 ratus ribu, Bapak Muhammad 2 juta, Bapak Khairat 7 juta, Bapak Baharudin 3 juta”. Surat inipun tidak juga dipedulikan oleh polisi dan begitu cantiknya permainan dengan Polres Kampar, Polres Kampar membolehkan Tim Pam Swakarsa Arara Abadi dimana PT ini menyandra 58 orang, kurang juga lagi ditangkap pula lagi 6 orang. Artinya dengan kata lain Polres Kampar berada dibawah Pam Swakarsa Arara Abadi. Walaupun didalam KUHAP yang boleh menahan itu adalah polisi dalam hal ini atasan polisi adalah Pam Swakarsa Arara Abadi. Apa pasal undang-undang ini dibolak-balik? Sekali lagi penyebabnya KUHAP, Kasih Uang Habis perkara dan polisipun membenarkan penangkapan masyarakat oleh Pam Swakarsa asal saja ada duit. Tak ketinggalan Camat Pangkalan Kuras menulis pula surat kepada Bapak Kapolres Pangkalan Kuras dan menjelaskan “Kemudian daripada itu dapat kami sampaikan kepada Bapak, sehubungan dengan terjadinya penyerangan, penculikan dan penganiayaan berat terhadap masyarakat Desa Betung oleh Pam Swakarsa/karyawan PT. Arara Abadi, pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2001 yang lalu. Jasa mendapat pukulan beramaiTempias 2004-2006: Amok Melayu
277
ramai oleh Pam Swakarsa/karyawan PT Arara Abadi sampai tidak sadarkan diri sehingga mengalami kepala memar, muka sembab, mata bengkak dan punggung luka karena tusukan sangkur, disamping itu kendaraan honda yang dibawanya saat dipukuli dihancurkan dan sampai saat sekarang tidak tahu kemana kendaraannya tersebut bersama jam tangannya”. Begitu hebatnya PT. Akal-Akalan alias Arara Abadi karena duitnya duit rakyat juga yang dilantaknya dari dana BLBI maka untuk Pam Swakarsa yang memerangi rakyat di Kerinci ini tak tanggung-tanggung persis seperti perang Cina Ko Peng Ho. Pada 11 Februari 2001 rakyatpun berkumpul “Gong... gong... bekumpullah tuan-tuan, kita sudah dijajah oleh Arara Abadi, PT hantu belau ini yang dikirim kubilaikan dari Raja Langit Cina”. Maka berkumpullah rahayat Kerinci dan menamakan peristiwanya ini Prahara Abadi dan diterbitkan pula Buku Putih oleh Aliansi Peduli Pelalawan (APPEL) yang mengisahkan peristiwa penyerangan massal, penganiayaan sistematis, penculikan dan perampasan oleh karyawan Pam Swakarsa PT Arara Abadi di Desa Balam Merah dan Desa Angkasa Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Riau (2 Februari 2001) serta Desa Betung Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau (3 Februari 2001). “Saudara-saudara kami rakyat Pelalawan menujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Kehutanan RI, Gubernur Riau, Ketua DPRD Propinsi Riau, Kapolda Riau, Kajati Riau, Komandan Korem 031/WB dan Komandan Danpom TNI Pekanbaru. Substansi pernyataan sikap dan tuntutan ini mengutuk dan mengecam keras tindakan dan pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh Pam Swakarsa PT. Arara Abadi dan menuntut pengusutan terhadap semua pelaku, baik di lapangan maupun dibalik layar serta mendesak pembekuan operasional sementara sampai masalah selesai dan semua persyaratan dipenuhi”. Sesudah itu 278
Tabrani Rab
massapun bergerak ke DPRD, Kejati Riau, Danrem ke Tuhan saja yang tidak. Namun polisi cicing cicing wae atuh..... Yang hebatnya lagi ditahannya 52 orang oleh Polres Kampar hanya boleh dibebaskan atas perintah PT. Arara Abadi. Untuk kucingkucingan pada tanggal 21 Februari 2001 Kapolres Kampar akan mengirim ke Polsek Bunut tambahan untuk memproses perkara tapi tak seekorpun yang muncul. Akibatnya lagi pada tanggal 03 Maret 2001 pelaksanaan APPEL SIAGA (Aliansi Peduli Pelalawan untuk Melawan si Anarkhi dan Arogan) memperingati satu bulan “Tragedi Betung, Balammerah dan Angkasa� yang diikuti oleh 5.000 massa APPEL dan masyarakat Pelalawan di Lapangan Sepakbola Pangkalan Kerinci. Deklarasi Pelalawan dibacakan pada saat APPEL SIAGA oleh Koord. Umum Simpul APPEL. Aneh tapi nyata Republik ini sudah mempunyai unsurunsur yang jelas yakni pemerintah daerah yang mewakili pemerintah pusat, kepolisian negara, dengan Undang-Undang yang jelas, kepemilikan tanah rakyat yang telah dijamin oleh undang-undang, militer yang dapat mengatasi musuh dari luar. Aneh, PT. Akal-Akalan alias PT. Arara Abadi dapat mempunyai tentara Pam Swakarsa yang meluluhlantakkan tanah-tanah rakyat mulai dari Sakai di Mandiangin yang bermula dari tanah Arifin Ahmad 5 ribu hektar sehingga akhirnya Arara Abadi meluluhlantakkan hutan Riau menjadi 350 ribu hektar lalu dinaikkan lagi menjadi 500 ribu hektar melalui apa yang disebut dengan koperasi akal-akalan. Kenapa ini dapat terjadi? Ya... karena mulai dari Kepala Desa yang menjual tanahnya sampai organisasi Melayu yang disebut Keluarga Besar Melayu Riau, lalu datang oknum polisi yang menerima sebeban duit. Dengan mudahnya polisi yang seharusnya melindungi rakyat akhirnya menjadi alat Arara Abadi. Apa yang tinggal untuk Sakai? Janji kebun getah yang tak juga nampak. Makin tak Tempias 2004-2006: Amok Melayu
279
bertapak orang Melayu di bumi Lancang Kuning ini maka lebih baiklah sumpah Hang Tuah ini diganti “Melayu telah hilang di bumi, esa hilang duapun hilang, patah tumbuh hilang tak berganti�. Selamatlah dikau Riau...
Riau Pos, 28 Agustus 2005
280
Tabrani Rab
Orkestra Bandar Duit
E
ntah apa pasal tiba-tiba meledak gelombang di Kejati. Mantan Ketua Panggar DPRD tak luput dari pemeriksaan dan termasuk pula Sudarman Ade. Pada minggu yang sama yakni pada hari Sabtu dipanggil pula pegawai-pegawai piawai termasuk calon Bupati Bengkalis, Herlian Saleh yang tentu saja dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua Bappeda, begitu pula Ruskin Har. Sebetulnya masalah-masalah begini sudah lama tapi kok baru sekarang pecah. Telur temelang macam manapun pandai menyimpan busuknya, tercium juga. Unsur DPRD sebagai pengontrol tak dapat berbuat banyak bahkan terlibat. Tampaknya angin dari Sumatera Barat mulai berhembus ke Riau. Di Sumatera Barat begitu hebatnya angin bahorok berhembus mulai dari Gubernur, Walikota, DPRD dan entah siapa lagi, kena semua. Kenapa Riau diam-diam saja. Tersebutlah proyek multi years artinya proyek yang dapat diselesaikan bertahun-tahun anggaran. Entah kapan ditekennya, entah tiap tahun anggaran, entah melanggar PL yang konon harus dibawah 50 juta pokoknya entah dimana ditekennya, entah musik apa yang dimainkan seperti Orkestra Bandar Serai juga. Hanya yang satu ini bukan orkestra tapi bandar duit. Walaupun termasuk 10 besar korupsi namun Riau yang tenang-tenang saja bahkan bak kata Ketua DPRD perlu Tempias 2004-2006: Amok Melayu
281
keadaan yang tenang. Artinya yang tenang inipun bukannya tidak menghanyutkan dan tak ada buaya. Entah kapan anggarannya, entah kapan tendernya, entah siapa pemainnya, yang jelas muara dari semua permainan ini akong. Lalu orkestra ini mempermainkan entah bagaimana campurannya ada biola, ada piano, clarinet, hanya tak terdengar suara soprano, alto, tenor, baritone, bass, tak bernyanyi do. Tiba-tiba APBD telah berjalan sekian persen. Sambil menengok bayi yang terbakar dan dua anak telah meninggal dunia gara-gara proyek ikan teri. Yang kakapnya cukup bermain di Jakarta terutama yang multi years. Itu baru dilihat jumlahnya. Bila dilihat pula kualifikasinya maka payah kita memikirkan hubungan antara APBD ini dengan sumber daya manusia apalagi dengan K2I. Karena itulah tak mungkin Riau rasanya bersih dari korupsi. Apalagi semua orang merasakan dana yang begitu besar terutama dana bagi hasil yang begitu besar termasuk rumah Pak Bupati yang tiga kali Istana Sultan Siak. Untunglah harian Riau Mandiri dan harian Riau Tribune mengulas panggilan Jaksa Tinggi terhadap petinggi-petinggi Riau ini. Bila Orkestra Bandar Serai menyanyikan lagu ‘Pak Ngah balik hari dah petang’ yang dipimpin oleh dirigen maka dalam Orkes APBD inipun semuanya bermain mulai dari pada penyusunan anggaran, DPRD, ditambah lagi dengan Dinas-Dinas, ujungujungnya dapat ditebak sebagian besar dari proyek ini dananya menguap. Nah, kalau sampai disini maka saling tuduhpun bermunculan. Memang proyek multi years 2004 sejumlah 25,69 milyar hanya sebagai pembuka kunci maka menurut Riau Tribune diperiksalah Herlian Saleh, Ruskin Har, Ir. H. Lukman Abbas MT (Kadis Kimpraswil Riau), Tezzy D Dahlan (Kadishub Riau), H. Sudarman A Ade (mantan anggota Panggar DPRD Riau 1999-2004), Drs. H. Djuharman Arifin Apt MP, (Wakil 282
Tabrani Rab
Ketua DPRD Riau 1999-2004) dan H. Nurbay Jus (mantan Ketua Panggar DPRD Riau 1999-2004). Kalau sampai 6 jam Herlian diperiksa karena proyek tidak jelas maka dicecallah 35 pertanyaan. Letih rasanya. Dari Dumai bertiup pula angin “LSM Jaring Koruptor Amanah Rakyat (Jangkar) Kota Dumai akan menggugat Gubernur Riau dan Kejaksaan Negeri Dumai terkait macetnya pengungkapan kasus dugaan korupsi di DPRD Dumai periode 1999-2004. Dugaan korupsi itu melibatkan mantan pimpinan DPRD Dumai periode tersebut”. Ya... Riau ku sayang Riau ku malang. Yang tampak hanya gambaran buku George Orwell 1984 dimana dikatakannya kota-kota penuh dengan baleho-baleho untuk menunjukkan pembangunan memang sukses. Sebetulnya rakyatlah yang harus menilai tapi karena DPRD mandek bahkan mungkin terlibat konspirasi ini ada yang menyebut 400 milyar, ada yang menyebut 700 milyar, entah mana yang betul. Tapi yang jelas angin ini telah bertiup kencang. Hingga Presidenpun menyatakan dalam pidato Paripurna DPD RI “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, kendati reformasi sudah berjalan tujuh tahun, hingga saat ini masih banyak perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di kalangan pejabat daerah yang belum berubah. Sebagai aparat negara di instansi dan lembaga pemerintah, mestinya para pejabat tersebut melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat”. Sebenarnya tak payah untuk menyelidiki korupsi di Riau. Hanya kehendak daripada yudikatif memang terlalu lemah. Disamping itu kalau diajukan polisi sampai ke Jaksa, paling Jaksanya bilang “Buktinya masih belum jelas”. Padahal masyarakat yang mengadukan tahu betul korupsi itu. Yang jadi masalah Pak Polisi dan Pak Jaksa mau atau tidak bertindak atau sebatas pemberian amplop, lebih mudah dan lebih wah. Verifikasi sebagai metoda yang digunakan oleh BPKP Tempias 2004-2006: Amok Melayu
283
menyebabkan lembaga ini sendiri lumpuh. Sayapun teringat kata-kata Yusuf Kalla “Sulit untuk memberantas korupsi kalau sampai tingkat polisi ya polisinya kaya, kalau sampai tingkat Jaksa ya Jaksanya kaya, Jaksa Tinggi tentu lebih banyak dari Jaksa rendah. Kalau diadili hakimnya kaya, dimasukkan pun dia kedalam sel maka selnya akan berlubang, bayangkan tubuh Edi Tansil yang begitu besar dapat menjebol penjara Cipinang sehingga 1,3 triliun duit rakyat menguap�. Kita seperti bermain dengan korupsi. Padahal inilah yang menyebabkan lumpuhnya ekonomi Indonesia. Tak ada cara lain untuk menyelamatkan negara ini yang kehilangan hampir 600 triliun semasa orde baru. Pemerintah tak mampu untuk mendorong sang pejabat yang terlibat kedalam penjara. Di Korea 2 mantan presiden Kim Da Yung dan Kim Ilsung diajukan ke Pengadilan dan dijatuhi hukuman mati walaupun hanya formalitas tapi membuat orang takut untuk korupsi. Di Indonesia yang tak mau bangkit-bangkit sejak resesi hanya oleh karena satu faktor korupsi telah mengakar kedalam budaya bangsa itu sendiri. Semogalah korupsi di daerah yang menjadi prioritas SBY pada tahap sesudah KPU dibongkar maka dapat pula dibongkar korupsi di daerah. Tak ada lagi kesempatan orang bersembunyi dibelakang baleho-baleho dan dibelakang budaya untuk menyembunyikan korupsi. Semogalah uang yang dikucurkan daripusat dapat mengurangi kemiskinan di desa-desa dengan membersihkan Riau ini dari korupsi.
Riau Pos, 4 September 2005
284
Tabrani Rab
Lempuk Durian
K
alau tamu saya datang dari Jakarta maka sungguhan yang selalu dimintanya adalah buah durian di jalan Sudirman. Tamu ini makanlah buah durian ini bersama pulut dan kelapa made in Bangkinang, aduh mak lomaknyo. Saya tak berani lagi makan durian do, sesudah kencing manis mendarat didalam darah saya dan terpaksalah saya hanya menonton tamu. Sebab saya ingat betul ketika saya berbuka puasa dengan dua buah durian, dan sesudah itu sembahyang teraweh dua puluh rakaat, maka tiga rakaat untuk witir, saya tak lagi mendengarkan suara imam, bahkan kelihatan gelap dan bedegup jatuh. Saya pun dibawa ke rumah sakit, masya Allah gula sudah 420, sementara tekanan 240. Ketika saya di rumah sakit dan sudah sadar, sang dokter bilang “Pak Tab, masih untung, sebab kalau tekanan darah 420 dan gula 240 maka koedlah Bapak�. Sejak itu saya sumpahkan tak lagi makan durian. Durian ini ala Bengkalis dibuat lempuk, namanya lempuk durian. Expansinya tak kepalang tanggung sampai ke Jakarta dapat di beli lempuk durian made in Bengkalis dan bupati Bengkalis pun memasukannya kedalam APBD dan hampir tiap tahun yang dijumpai pembuatan lempuk durian. Konon katanya untuk mendukung industri ekonomi kerakyatan. Entah mana besar APBD dengan duit masuk, ya seperti cendol darma wanita lah. Modal tak pernah dihitung sebab dari pak gubernur. Sebentar untung pun lesap. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
285
Balek ke cerita durian, entah bagaimana satu kali besan saya dari Medan membawa saya makan durian. Maka dengan halus saya tolak. Lalu saya tinggal lah saya menonton besan saya makan durian sambil mengulas-ngulas tekak. Pokoknye tidak. Berape harga durian di Pekanbaru? Antara Rp10.000,- sampai Rp15.000,- nah berapa harga durian di Medan? Yang paling kunging dan besar dan yang paling manis, eee.. Rp4.200,- nah berapa pula harganya di Jakarta? Empat kali di Pekanbaru dan delapan kali di Medan. Besan saya pun becerita “Kemaren anakanak membawa durian lima biji ke Jakarta tapi sudah dibuka dan dimasukkan ke dalam plastik sehingga baunya tak lagi keluar. Tiba-tiba saja ada yang memborong durian ini 400 buah begitu kata berita tv. Tentu saja durian yang 400 ini tak dapat dihitung beratnya sebab ada yang besar dan ada yang kecil, ada yang 5 kg, ada yang 3 kg, bagaimana berat-berat durian ini tak pernah dihitung dalam kargo tapi yang jelas dimuatkan ke Mandala, pesawat naas dari Medan ke Jakarta. Tentu saja terjadilah berat berlebih alias overweight, entah berapa tak taulah. Nah ketika pesawat ini take o tak dapat, bukan karena durian itu saja, karena penumpang penuh. Maka tentu saja dapat ditebak kalau pesawat ini tak dapat menaik karena muatan berlebih ini tentu lah karena 400 durian ini. Akibatnya tentu dapat ditebak bahwa pilot tidak dapat menghentikan pesawat di ujung landasan walaupun telah di rem habis. Ditambah lagi dengan dipaksa juga untuk naik maka dapat ditebak durian yang 400 buah ini bertemu dengan rekannya dengan durian di Padang Bulan. Apa akibatnya yaaa... macam lempuk durian lah penumpang-penumpang. Dan sisanya lagi tinggal lah Mandala bela-membela pesawat ini masih layak terbang, tidak ada kerusakan pada mesin walaupun kata tv ada yang pernah mengoknye berasap. Yang jelas terjadilah musibah nasional ini semua tentulah akibat tindakan gegabah dari Mandala. Walau pun pesawat ini jatuh, saya masih di Singapura dari penerbangan Frankurt, tapi berita-berita seudah simpang siur, 286
Tabrani Rab
bahkan lebih pagi dari berita-berita nasional. Dalam perjalanan dari Singapura ke Jakarta yang tentu saja yang tidak naik Mandala tapi naik Singapore Airline. Calon penumpang yang akan ke Pekanbaru bisik-berbisik mengenai jatuhnya pesawat ini. Walaupun Garuda terlambat saya menyalami tangan Pilot juga “Mas kita masih ketakutan Mas.” Pak pilot yang bernama Bambang, “ya.... mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa, kita kan pakai 737-400”. Ya.. negeri ini memang ditimpa musibah. Mulai entah dari mana, gempa bumi di Nabire, pidah ke Aceh Tsunami yang menyapu habis lebih dari 200.000 manusia, busung lapar, demam berdarah, flu burung, nak naik travel asik longsor, tertimbun, mampus. Diam di rumah listrik mati, panas, awak dah terbiasa pakai AC. Nak masak minyak tanah, antri berjamjam tak dapat, nak pakai elpiji seperti orang Amerika, gaspun hilang. “Elpiji langka, minyak tanahpun sulit”. Kenaikan minyak dua setengah sen dollar harus disubsidi dan minyak ini diseludupkan pula oleh Pertamina. Negara ini seperti tidak ada hukum sementera pemerintah ragu untuk menjalan ketegasan hukum. Sampai ke Mahkamah Agung nya, kalau yang datang Buyung Nasution boleh Nur Mahmudi di PK untuk jadi Wali Kota Depok walaupun Ketua Mahkamah Agung nya sudah tertelan ludah bahwa perkara ini sudah final dan perkara ini tidak dapat ditinjau ulang. Bantai dikaulah.... Paling banyak didengar pidato Bupati “4 Kabupaten di Riau berpotensi untuk ternak sapi” tapi yang dibeli oleh Bupati Bengkalis mati melulu sementara rumput belum ditanam. Apa bagusnya Ngah”. “Sayapun menjelaskan kalau tak meratap, meraung, kalau nak diam bersedeh sajalah. Boleh juga kalau ada kecelakaan pesawat dibuat analisa shel, kata Riau Pos. Tapi yang lebih sedap tentulah analisa durian, sebab kalau terpanggang jadi lempuk durian. Nak jadi polisi begitu hebat dan banyaknya tugas, polisipun memeriksa sejumlah sekolah, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
287
entah apanya yang diperiksanya. Sudahlah listrik pada mati, rugi pula tu di Pekanbaru 3 milyar akibat kena curi. Kalaupun kita mati, kalau terkenal barulah jasa raharja mengumumkan 100 juta untuk ahli waris si anu. Yang tukang beca terlanggar tu tak dapat do. Nak jadi pemborong lebih susah lagi, rumah wakil walikota 3 tahun tak selesai-selesai dan tak kepalang tanggung 4 milyar. Nampaklah rumah Wako itu tak bentuk rumah do Ngah, tapi bentuk colosium alias bahasa Indonesianya color dicium tapi bahasa internasionalnya tempat orang bertanding dengan orang. Nak memasukkan anak ke sekolah di Tenayan saja 29.876 anak-anak tak dapat sekolah, susah mencari bapak angkat. Nak bangun rumahpun susah sebab harga bahan bangunan mulai menaik”. Ape pun yang tejadi negara ini, mau tidak mau kita harus menerima kenyataan. Pesawat Mandala jatuh. Penumpangnya hitam legam terbakar. Yang tidak dikenal ya terpaksa lah dikebumikan secara masal. Tanah ini memang aneh, sudah 60 tahun merdeka begini-begini juga dan terasa makin lama makin susah. Dulu habis-habisan kita mengatakan Soekarno, sesudah itu kita katain pula Soeharto, sudah itu Habibie yang arsitek yang melepaskan Timtim, Gusdur yang tak kalah kacau balaunye dilanjutkannye dengan Megawati dengan tema Partai Wong Cilik menjadi Wong Licik. Kini Presidennya sudah bagus wakilny apalagi tapi negara ini makin buruk juga. Ketika serombongan masyarakat Ngah...ngah ape nak baek dibuat di negara ini? Saya pun menyembut menyanyi. Nyanyi ape Ngah? “Aduh emak kawin kan aku.... dengan janda beranak satu.... eee alahhhhh”. Dulu pemimpin salah, sekarang rakyat semakin susah. Lalu dengan jawabnya hanya satu dengan istiqasah, kalau tidak ya tabligh akbar, lalu berderai-derailah air mata. Dari pada begini lebih baik menyanyi “Aduh emak kawin kan aku.... dengan janda beranak satu....eee alahhhhh.” Riau Pos, 11 September 2005
288
Tabrani Rab
NyaNyah-NyaNyah Menanglah Dikau
T
ak disangka dan tak dinyana NyaNyah menang pada Ahad malam di API 2 TPI. walaupun baru sampai ke tingkat 5 besar tapi surat kabar di Riau sudah menulis NyaNyah menang. Aaa... inikan namanya menyanyah, belum menang sudah disebut menang. Pada dizaman sms ini mulai dari gelandangan sampai ke Presiden menggunakan sms ria. Tak tanggungtanggung Gubernur pun mengirim sms “Harus selalu berjuang dan menampilkan yang terbaik pada setiap penampilan�. Sebetulnya kalaupun menang NyahNyah ini adalah simbol Riau. Sebab disini semua pekerjaan nyanyah. Di Pekanbaru misalnya rumah Wawako sudah 3 tahun tak selesai-selesai bentuk istana lapuk, itu kan menyanyah. Gedung olahraga dibangun sesudah lapangan sepak bola, kan itu namanya menyanyah. Belum lagi Kapolda, Deddy S Komarudin mengambil borongan untuk membangun lapangan tenis sambil menyumbang 1,2 milyar untuk alumni kepolisian, itu namanya kan menyanyah. Sudah rasia umum DPRD pun ikut menjadi kontraktor, itu kan menyanyah. Pokoknya betul-betul menyanyah di Riau itu nomor satu. Baru-baru ini Bupati Bengkalispun mengeluh tak ada investor yang mau menanamkan modal di Rupat Utara. Padahal 5.000 hektar tanah Rupat itu sudah disedekahkannya ditambah pula duit puluhan milyar pada Al-Zaituni waturisini, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
289
itu menyanyah betul tu. “Sikit lagi Ngah, dari sungai Leong ni sampai ke Moar tu 45 menit nyo Ngah”. Karena orang Riau daratan ini banyak yang menyeberang ke Malaka dengan pesawat Riau Airline ditambah lagi dengan Berjaya siapa pula yang ndak pergi pula ke sungai Leong “Mike nak kemane”, “kami nak berobat ke Malake melalui sungai Leong”. Siapalah yang nak pergi. Karena itu Bupatinya membangun “The best hospital in South East Asian” alias rumah sakit yang terbesar di Asia Tenggara, catnya hijau lagi, lebih cantik dari rumah sakit Elizabeth. Yang menjadi soal sekarang siapa yang nak berobat walaupun digaji doktor-doktor Singapura sementara dari Sungai Apit seperti angin sepoi-sepoi basah ada kasus kekurangan gizi. Nah, kalau nak beli nasi saja tak dapat siapalah yang telap berobat di hospital in South East Asian. Lain ladang lain pula belalang artinya nyanyah itu tidaklah sama di Bagan dengan di Tembilahan. Di Bagan sudahlah menjadi ratap-tangis ibukota saja selama 5 tahun tak dapat menentukan entah dinama. Tembilahan lain lagi ceritanya, memang ada pantai Solop yang sedap dalam lagu tapi di negeri yang dikenal dengan seribu parit ini masuknya air sehingga menyebabkan kelapa masin, tak ada usaha untuk mengatasinya. Artinya tambah penduduk tambah miskinlah, yang dimakan itu ke itu juga. “Kami ni Pak dari menjual gula enaulah hidup”, kata seorang petani dengan logat Banjar ketika saya berhenti sesaat ditepi jalan dalam menuju ke Tembilahan. Walaupun demikian Pak Bupatinya dapat pujian dengan berhasil mendirikan perpustakaan terapung. Tak usahkan perpustakaan terapung, puskesmas terapung pun tak ada lagi. Entah iya entah tidak sayapun tak menengoklah, ini kata orang Tembilahan. Rawa Sekip dibantai dek banjir dengan air pasang dari sungai. Haji Muhammad yang tinggal di Teluk Kiambang bercerita kepada saya “Ongah.. Ngah... 5 tahun yang lalu hebohlah tempat kami nak masuk listrik, kamipun dirumah-rumah dah masang instalasi semua. 290
Tabrani Rab
Apalagi tiang listrik dah bepancangan. Sekarang ni Ngah, tak usahkan listriknya, tiang dan kabelnyapun dicuri orang, sekali haram kami tak pernah menengok lampu di kampung ni Ngah. Memang menyanyah-nyanyah lah”, kata Haji Muhammad. Perpustakaan terapung yang dikisahkan didalam konfrensi kerja perpustakaan nasional ternyata dah setahun ini tak usahkan buku, perpustakaannyapun lenyap. Jadi memang betul-betul menyanyah. Karena itu dengan segala upaya dan daya kita harus mensukseskan NyaNyah ini sebagai simbol Riau di even Nasional kalau perlu even Internasional. Apalagi dengan lapangan terbang Tempuling yang sudah di MoU kan dengan Denmark, nampaknya lagu P. Ramli akan berkibar juga di Tembilahan “Puk..puk..puk ada mancis tak ada rokok”, artinya ada lapangan terbang pesawatnya tak ada lagi, RALnya kakinya tinggal sebelah dan rugi melulu. Rapat RAL ini 10 kali sekejab di Hotel Pangeran, kan ini namanya menyanyah. Dari Taluk Kuantan berhembus pula angin, bupatinya belum dipilih namun kantor KPUnya sudah dibakar. Ketika ada tamu dari Jakarta bertanya kepada saya “Apa menurut Pak Tabrani yang berkembang pesat di Pekanbaru?”. Saya langsung menjawab “Baleho besar-besar gambar petinggi daerah ini”. Membayangkan saya seperti buku George Orwell 1984. Apa kata nya? Salah satu kepuasan petinggi adalah kalau gambarnya stand-up atau dipajang. Gambaran begini memang pernah saya tengok di Cina waktu dibawah rezim Mou Tse Tung. Sekarang ini gambar Mou Tse Tung tinggallah sebiji di Forbiden City. Lainnya tak nampak do, gambar Deng Xiao Peng sebiji haram. Tapi memang dasar Melayu ni memang besar borak maka di Kuala Lumpurpun kita menengok gambar empat serangkai Tengku Abdurrahman, Tun Razak, Husin On dan Mahatir Muhammad. Lalu ada tulisan dibawahnya The Bigest Airport in South East Asia. Nak menengok gambar Lee Kuan Yew di Changi Tempias 2004-2006: Amok Melayu
291
Airport tak kan ada dee... apalagi gambar Go Cok Tong atau BG Lee. Changi dengan kehebatannya sedang membangun airport 3 untuk pesawat airbus yang baru yang dapat membawa 800 penumpang. Melayu ini sebetulnya menyanyahlah. Kalaupun ada seminar dan promosi pastilah kue Melayu mulai dari gobak, lempeng sagu sampi dengan bulu sihanok alias bolu komojo. Kalaupun ada seminar matematik se Indonesia serta APhO paling sampai tingkat seminar inilah. Itupun budak-budaknya dah pipil diambil oleh Singapura dikasih kewarganegaraan, disekolahkan lagi. Memang cukuplah kita puas dengan budaya kita, nak baca sajak kah, nak menari kah, nak bertanding zapin kah, nak berkompang kah, habislah duit sementara masuk sekolah bayar juga. Sementara di Sumbar duitnya secuil, anak-anak gratis di sekolah. Nyanyah tu kan. Pokoknya kita dukung kompetisi NyaNyah, mari kita bersms-ria banjirilah dengan sms sebab mulai dari Presiden sampai pemilihan AFI, Indonesian Idol, Konser Dangdut Indonesia, Kondang In bersama Rhoma Irama, itulah kerja kita menyanyah-nyanyah. Sementara listrik mati juga Senin Kamis. Air Pam tak mengalir juga, jalan berlubanglubang, sementara durian diangkat dengan Mandala, jadi lempuk semua orang dibuatnya. Memang kita ni hebat dalam menyanyah. Marilah kita sukseskan supaya nyanyahmenyanyah ini bukan lagi membumi tapi melangit alias Riau nomor satu. Selamat nyanyah-menyanyah, enceh-mengenceh, sungut-menyungut, sumpah-menyumpah dalam menuju Riau 2020 dan K2I .
Riau Pos, 18 September 2005
292
Tabrani Rab
Nyanyah, Nyanyok, dan Sasau
S
atu kali saya menerima SMS yang bunyinya begini: “Ngah, apa bedanya Nyanyah dengan Nyanyok?” Sayapun menerangkan kedua istilah ini tak ada dalam bahasa Indonesia do, yang ada dalam bahasa Melayu. Sayapun menjelaskan Nyanyah itu perbuatan yang tak masuk akal, misalnya kampanye makan telur waktu orang disapu wabah flu burung, aa.. itu namanya Nyanyah tu. Kemudian ada pula mendemonstrasikan kue-kue Melayu untuk menyambut visi Riau 2020 dan K2I dengan seminar mengenai kue Melayu, aa... itu namanya Nyanyah tu. Yang paling Nyanyah lagi kalau Kadisnak Kabupaten diintruksikan Siaga I antisipasi flu burung sementara Kepala Dinas Tingkat I nya demontrasi makan ayam. “Apa pula Nyanyah tu Ngah?”. Kalau Wakil Gubernur, Wan Abu Bakar, MSi menangkap supir truk kayu 12 tronton kayu gergajian. Dapat tu ditangkap oleh Wakil Gubernur sementara Dinas Kehutanan dan polisi entah apa kerjanya. Tentu ada pelaku intelektual. Orangpun tahu siapa pemilik kayu, kata surat kabar Tribune ‘aktor intelektual’. Tak ada tu do, tentu yang punya tu petinggi. Dilain kali ada pula SMS masuk “Apa artinya Sasau Ngah?”. Saya mengerti orang yang bekerja plintat-plintut dan asik bergerak-gerak saja kerjanya, inilah yang disebut Sasau. Contohnya tentulah tak saya sebutkan sebab saya takut. Kalau Nyanyok banyak, tapi dari perbuatanlah. Nah, kalau anda lihat Tempias 2004-2006: Amok Melayu
293
dalam kamus bahasa apapun istilah Nyanyok, Nyanyah dan Sasau ini payah padanannya dalam bahasa Indonesia. Tapi kalau nak melihat Sasau wuhh... banyak. Waktu saya kecil ingat betul saya dipanggil Mak saya sasau. Apa pasal? Baru saja datang dari Pekanbaru langsung bersama teman-teman main guli. Dan itu berjam-jam, belum sempat Mak saya lagi bertanya langsung meloncat dari tingkap. Itu tentulah waktu saya kanak-kanak. Kalau sudah tua ini baru saja sampai dari Jakarta melompat pula lagi ke Jakarta apa tak pasal, tentulah ini namanya sasau juga. Bukannya sasau itu tak berduit, sasau itu makin banyak duit habis. Sekali dihari Sabtu itu, saya tahu kantor tutup, padahal ketika saya ditanya oleh seorang petinggi “Di Amerika itu tutup tak kantor hari Sabtu”. Saya bilang “Ya.. tutup. Tapi kalau di Vietnam hari Minggu pun buka”. Kata petugas di kantor petinggi itu “Bapak ke Jakarta rapat urusan BBM”. Aaa... itu namanya Nyanyok disamping Sasau. “Dimana Bapak yang satu lagi?”, tanya saya. “Ooo.. Bapak ke Malaka main golf”. Ini namanya Sasau juga. Saya tanya lagi “Mana Bapak yang lain lagi?”. “Oo... ke Jogya istirahat”. Alhasil bilal husal kerja petinggi-petinggi ini kalau tidak Sasau, Nyanyok, kalau tidak Nyanyah. Hampir tiap hari nyanyok ini jugalah yang menjadi bahan bacaan kita yang utama. Ada foto di surat kabar yang berkisah kalau BBM naik yang dapat dana miskin alias dana kompensasi BBM itu haruslah orang kota dahulu, tak tanggung-tanggung Jakarta, itu namanya menyanyah tu... Sebab orang dusun lebih payah hidupnya dari orang kota. Dinaikkan harga BBM lalu diberikan sedekah pula pada orang miskin, itu namanya juga menyanyah. Bila pula duit tu disalurkan melalui birokrat tak tumpur-lebur. Entah jaringan apa sudah yang dibuat mulai dari jaringan pemantau sosial sampai kepada kredit candak kulak semuanya ini termasuk menyanyah. 294
Tabrani Rab
Sudah lama saya tinggal di Riau ini dah. Dulu sebelum otonomi tak beduit. Sekarang sudah otonomi banyak duit. Tapi duit ini entah kemana. Kalau disebut K2I masuk sekolah bayar juga. Sekolah-sekolah pemerintah yaa... dapatlah sedikit, sebagai Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta saya tak melihat anggaran bertriliun-triliun ini diturunkan ke sekolah swasta. Sekali waktu saya jumpa dengan Fahri, Direktur AKBAR “Pak Bahri, pernah tak dapat duit dari Pemda untuk mendidik anak yatim dan anak suku asli sebanyak ini?�. “Se sen pun tak ada do Pak�. Karena K ini alias kebodohan ini tak jelas bagaimana cara mengatasinya tau-tau meloncat saja ke 2020, lebih baiklah disebut menyanyah. Rasanya sudah bepuluh kali saya menulis supaya dana daerah ini dituangkan pada lembaga pendidikan tapi tak juga nampak, paling SMU Plus, sampai nyanyok saya becakap kalau mau memberantas kemiskinan kucurkan pada dana pendidikan, entah swasta entah pemerintah yang sama saja. Ini tidak, yang ada hanya pertandingan lagu Melayu, kompang, perlombaan zapin, songket Melayu, dibuat namanya 2020. Apa pula hubungan songket dengan Riau 2020, kalau sudah muak barulah dibuat Istiqasah, Tabliq Akbar, lalu airmatapun berlinang-linang. Entah apa yang dituju sayapun tak mengerti, pokoknya nyanyah saja yang nampak. Nah, bagaimana pula dengan K alias kemiskinan? Lebih tak tampak lagi. Entah yang namanya pusat, entah yang namanya daerah lebih kurang. Dibagi 100 ribu per kepala keluarga per penduduk miskin lalu di Riau dibagi pula 250 ribu per desa sehingga duit ini pastilah menjadi kuning. Tingkat ekonomi segitu juga. Tak ada negara diatas dunia ini do yang mengatasi kemiskinan dengan tidak melalui jalan pendidikan, kalau dikasih langsungpun pada yang miskin ni, habis duit tu habislah program. Saya sangat tertarik pada dialog Peter Gonta dengan Kwik Kian Gi mengenai bagaimana negara maju membuat negara Tempias 2004-2006: Amok Melayu
295
miskin diperangkap oleh hutang. Pokoknya kata Kwik Kian Gi hal ini semua diatur oleh CIA agar negara ini terperosok dalam hutang dan dia mengisahkan lebih lanjut buku Perkin sang agen CIA bagaimana memerangkap Indonesia sehingga terjerumus kedalam IMF dan Camdesu-pun berpalang tangan dihadapan Soeharto. Saya ingat pula ketika jumpa dengan Bupati Bengkalis di Hotel Indonesia langsung bercerita akan ke Kedutaan Besar Cina dan akan mengirimkan tim perbandingan pembangunan ekonomi Cina dengan ekonomi Teluk Latak. Hasilnya busung lapar muncul di Sungai Apit. Begitu pula jembatan Siak yang menghubungkan 5 rumah disebelah kiri dan 10 rumah disebelah kanan tersengkang disebelah tengah karena konon di Indonesia harus membuka sungai ini kepada jalur internasional. Sesudah hutan-hutan dibantai oleh Apek Kongkong dan mendapat bekingan dari oknum-oknum aparat serta rekomendasi dari Bupati-Bupati dan termasuklah Departemen Kehutanan sehingga tepi sungai ini gundul lalu diikuti dengan abrasi barulah dibentuk organisasi Persatuan Tepi Sungai. Apa lagi yang nak ditanam, ini namanya kan menyanyah. Maka dengan senang hati saya menulis filsafat Melayu ini yakni menyanyah, nyanyok dan sasau. Selamat bekerja petinggi-petinggi Melayu.
Riau Pos, 25 September 2005
296
Tabrani Rab
Abihhh.....
S
ekali waktu saya dan Pak Gubernur bersama Ketua NU, Badar Ali nak helikopter ke Bagansiapi-api. Sampai di kampung saya Labuhan Tangga, sayapun menunjukkan kepada Pak Gubernur bahwa hutan dikampung saya itu sudah dilantak oleh PT. Diamond, tak ada lagi yang tersisa, hancur luluh hutan-hutan ini. Sehingga kampung saya ini ketika musim hujan banjir menggenangi kuburan nenek moyang saya ditambah dengan demam berdarah dan malaria tropika. Saya menyatakan nasib Tembilahan dan Bagan sama merupakan daerah yang termiskin di Riau. Walaupun niat bupatinya untuk mengentaskan kemiskinan ini berapi-api. Dari mulut Pak Gubernur Rusli Zainal keluar kata-kata “Abih...abihh... abihhh...”. Diantara hingar-bingar suara helikopter. Sayapun teringat waktu saya kecil kepala saya bengkak terlanggar pintu. Maka saya mengadulah kepada Mak. Apa kata Mak saya? “Tukuk takal dibalik pintu, orang nakal memang begitu”. Sayapun tak jadi menangis. Sebab Mak saya bukannya sedih tapi gembira walaupun kepala saya bengkak. Membaca pernyataan Gubernur Riau dalam Riau Pos, (30/9) “Keperluan BBM akan ditambah 30 persen, keesokannya bertambah 50 persen dan besoknya lagi akan diloskan 24 jam”. Maka sayapun teringat pantun Mak saya “Elang keluit memakan lada, buah mempelam dimana-mana. Ada duit, BBM tak ada, BBM naik, duit tak ada”. Bak kata orang Malaysia “kejab ade, Tempias 2004-2006: Amok Melayu
297
kejab tak ade”. Dalam menghadiri sidang senat terbuka UNRI maka rektorpun pidato bahwa Universitas Riset akan dimulai 2020. Cuma dalam hati saya macam mana nak mulai 2020 sedangkan sekarang saja negara ini mau ambruk alias kolap. Tiba-tiba Kompas menunjukkan negara-negara yang sedang di tepi tebing kebangkrutan. Mengambil tulisan Jared Diamond menggambarkan negara-negara yang sedang dipinggir tebing kebangkrutan antara lain Afganistan, Irak, Mongolia, Philipina, Nepal dan Indonesia termasuk pula penduduk Melayu yang terbesar Madagaskar. Dulu saya masih ingat slogan yang paling sering diucapkan oleh SBY “Bersama Kita Bisa”. Ternyata sudah setahun pemerintahan “Semua Kita Tak Bisa”. Ada namanya TKI illegal yang tersingkir dari Malaysia, ada demam berdarah, ada flu burung, ada tsunami, gempa bumi, ada yang menjadi lempuk durian, dan terakhir ditutup dengan setahun kabinet SBY “dua kali kenaikan BBM” maka lengkaplah sudah. Artinya semuanya dah tak bisa. Dalam penerbangan dari Frankfurt ke New York maka ditayangkan pula wawancara BBC bahwa harga minyak dapat mencapai 150 dolar per barel. Sebab Amerika dan Cina main borong sementara Amerika tahu betul Petrodolar Arab yang begitu banyak toh akan masuk juga ke kantong Amerika. Sebab orang Arab tahu betul bagaimana menanam Petrodolar ini, kalau ditanam di negara yang akan bangkrut ini buahnya adalah sadaqah. Di Iskandariah saya bertemu dengan salah seorang toke minyak dan dia bilang “Menanam modal dinegara seperti Indonesia ujung-ujungnya adalah sadaqah sebab tak mampu bayar utang”. Yang anehnya 2020 tetap juga berkibar sementara kenyataankenyataan untuk bangkrut memang sudah ditepi mata. Apa tanda-tandanya negara bangkrut? Sebagaimana dikutip dari Kompas (30/9) digambarkan oleh penulis buku Jared Diamond “Bakrut”, katanya “Indonesia sudah berada dalam situasi “kolaps” menyusul robohnya peradaban seperti ditandai Jared Diamond dengan kerusakan lingkungan, perubahan iklim karena 298
Tabrani Rab
Riau Mandiri, 8 Februari 2002
pemanasan global, negara tetangga yang saling bermusuhan, lemahnya suatu masyarakat sehingga menguatkan suatu invasi, melemahnya hubungan antar kelompok yang selama ini sudah terjalin baik dan buruknya penyelesaian persoalan melalui institusi politik dan penduduknya bertambah seperti deret ukur”. Tanda-tanda Indonesia ini akan bangkrut ditambah juga lagi oleh Kompas “Hasil eksplorasi minyak, gas bumi dan mineral lebih banyak diangkut ke negeri orang, juga dikorupsi. Tidak ada dukungan untuk pengembangan energi alternatif, padahal Indonesia kaya batu bara. Perampokan sumber daya alam dan mineral, ditambah belitan utang, membuat negeri ini menjadi paria di dunia internasional”. Yang terjadi di Riau bukan itu saja rampok-merampok pulau, Singapura merampok Tekong dan menjadikannya sebagai basis militer sementara Malaysia mengambil dua pulau yang saya tulis 15 tahun yang lalu yakni pulau Sepadan dan Ligitan. Simbol Indonesia dilihat dari Singapura persis seperti nasib Pulau Nipah. Sehingga saya menyanyikan Indonesia Raya di pulau ini “Indonesia Air-Air ku”. Sebab tanahnya sudah diangkut ke Singapura. Tempias 2004-2006: Amok Melayu
299
Ditengah malam sayapun mengikuti dialog Peter Gonta, Kwik Kian Gi yang akan meninggalkan Indonesia menuju Belanda. Begitu hebatnya dialog sehingga tayangan iklan ditiadakan. Kwik-pun membahas kehancuran negeri yang dikarunia sumber daya alam dan mineral berlimpah ini mengingatkan pada paparan buku John Perkins dalam Confession of an Economic Hit Man (2004) tentang konspirasi internasional untuk menghancurkan negeri ini, meskipun kita juga tahu semua itu tidak akan terjadi tanpa bantuan para elite yang sedang berkuasa. Apa kata Kwik dalam kesimpulannya? Pertama dia tidak mengerti kenapa Soeharto dan presidenpresiden Indonesia berikutnya meminjam duit dari IMF sehingga negeri ini sudah tergadai dan yang kedua Kwik sama sekali tidak mengerti kenapa ada dana kompensasi. Padahal kalau kita mengadakan penyulingan sendiri minyak Indonesia ini yang datang dari Riau melimpah-ruah. Barulah Pertamina akan membuat penyulingan US$ 200 juta. Padahal isi perut Pertamina itu korupsi melulu. Sayangnya tak ada teori ekonomi yang memberikan santunan tunai 100 ribu per bulan untuk setiap keluarga miskin di Indonesia yang jumlahnya 15,5 juta keluarga padahal subsidi ditambah birokrasi dikurangi ketiadaan hukum adalah sama dengan korupsi. Kesinilah kini kita menghadap. Tak usahlan bermimpi untuk UNRI sebagai Universitas Riset 2020 (dulu tak ada 2020 nya do). Berapa lama dana kompensasi ini? Tak ada rumus ekonominya do... Saya setuju dengan Pak Rusli ketika lewat diatas kampung saya “Abiihhh....� alias bangkrut. Tak usahlah bermimpi lagi 2020. Dalam setiap laporan meningkat, yang tampak sekarang ini adalah celana yang menurun sebab harga sembilan bahan pokok menaik sementara pendapatan menurun, abiihhhh... abiihhhh.. abiihhhh.
Riau Pos, 2 Oktober 2005
300
Tabrani Rab
Tempias 2004-2006: Amok Melayu
301
Tempias adalah Tabrani Rab. Topik yang dibahas dalam Tempias beragam masalah, dan selalu saja menyangkut hal-hal yang up to date. Mulai masalah sosial dan problem masyarakat kecil, sampai masalah politik, ekonomi, lingkungan hidup dan lain sebagainya. Semua masalah diamatinya dengan cermat, diserapnya, lalu dia tumpah-luahkannya kembali ke dalam Tempias; menjadi sebuah tulisan yang menarik; tajam dan menukik. Mulai dari caranya mendedahkan, mengurai dan mengorak masalah sampai memaparkan dan membentangkan berbagai alternatif solusi yang bisa ditempuh. Melalui Tempias, Tabrani Rab memaparkan persoalan langsung dari akar-akarnya sampai pada pemaparan dengan menggunakan bahasa yang menggelitik dan menggelegak. Sangat khas Melayu. Pelik, berat, tajam, malah menggeram. Namun apa pun persoalannya selalu diungkainya dengan untai-untaian kalimat demi kalimat yang berkelakar. Menohok tetapi bercampur mencuil hati pembaca. Tabrani merupakan segelintir tokoh Riau, yang dari dulu hingga kini yang “lantang bersorak� jauh sampai ke pusat dan ke langit-langit global untuk membela hak-hak orang Riau. Lebih dari itu, Tabrani bukan sekadar bersorak, dia juga mendedahkan fakta, data, serta segala dampak yang diterima Riau. Mulai dari sumber daya alamnya yang terkuras, kulit bumi yang terkelopak dengan pengeksploitasian hutan rimba. Rakyat dan pribumi yang dimiskinkan terus menerus secara tersistematis sementara “pemburu� —entah itu investor atau oknum-oknum pejabat tangantangan kotor, semakin melesat kaya raya.
302
Tabrani Rab