Lahir di Dabosingkep, Riau, 17 Juli 1943, seorang guru, seorang penyair, jurnali dan kini memegang kemudi sebuah grup media, surat kabar (di Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara) dan stasiun televisi di Riau Yayasan Sagang yang dikelolanya telah secara rutin setiap tahun memberikan penghargaan terhadap karya kesenian dan kepada seniman yang dinilai berprestrasi sejak 1997. menerbitkan Majalah Budaya “Sagang“ dan ini adalah salah satu wujud kepedulianya yang tinggi terhadap kesenian
B
ukanlah suatu kebetulan nama Hamzah Fansuri mengawali gerak perpuisian Indonesia karena penyair yang hidup di Aceh ini menulis Syair Perahu yang termasyhur itu. Seorang peneliti Perancis, Denys Lombard, pernah menulis dalam majalah kebudayaan Archipel No. 20/1980 sebuah tulisan yang berjudul “Le theme de la mer dans les litteratures et mentalites d’archipel insulindien” yaitu Tema Laut dalam Kesustraan dan Mentalitas Orang Kepulauan Nusantara yang antara lain menyatakan bahwa Hamzah Fansuri lebih dulu satu abad di depan sastrawan dan filsuf Perancis yang bernama Blaise Pascal dalam membuat tamsil tentang perahu tentang hidup manusia dalam karya sastra. Juga dalam tulisan itu digambarkan kebesaran Syair Perahu dengan terjemahannya dalam bahasa Perancis Garis mula dan akhir perpuisian Indonesia kalau ditarik secara tematis akan menjadi Hamzah Fansuri di titik awal dan semua penyair Indonesia yang menghasilkan karya bertema laut sebagai titik penyudah. Dalam garis di antara dua titik ini karya Rida K Liamsi Tempuling seyogianya diletakkan. Mengapa? Karena dalam kumpulan sajak ini penghayat sastra yang peka dapat mendengar debur dan oleng gelombang, dapat merasakan terpa angin, dan asin lautan di bibir. Tak lagi tersisa kata untuk menyatakan selain menghayati sendiri karya ini.