LAYANG PRB Eling lan waspada ngadepi bebaya Urun Rembug PEMERINTAH PROVINSI DIY SAMBUT BAIK IMDFF-DR
Halaman 2
Info Magelang PASIR UNTUK PENGHIDUPAN MASYARAKAT
Halaman 4
Edisi Mei-Juni 2012 Profil KEUNIKAN BAKPIA TELO “JOGLO” DARI MERAPI
Halaman 7
“KAMI HARAP HUNTAP LEKAS BERDIRI...”
Proses pembangunan hunian tetap di Dusun Batur, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, DIY, sudah sampai pada tahap penyelesaian akhir, Rabu (18/4). Diharapkan dalam waktu dekat, kompleks hunian tersebut sudah dapat ditempati penyintas yang saat ini masih tinggal di hunian sementara.
BAHU-MEMBAHU PULIHKAN MERAPI YOGYAKARTA – Erupsi Gunung Merapi 2010, diikuti awan panas dan terjangan lahar dingin, telah meluluhlantakkan lahan di sekitar Sleman, Magelang, Klaten, dan Boyolali. Tetumbuhan tidak lagi bersisa dan hunian warga rata dengan tanah. Kekhawatiran sekaligus harapan besar kemudian mengemuka, akankah Merapi pulih kembali? Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total kerusakan dan kerugian akibat erupsi Gunung Merapi mencapai Rp3,628 triliun. Kebutuhan dana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Provinsi DIY dan Jawa Tengah diperkirakan tidak kurang dari Rp1,35 triliun. Namun jika dibandingkan dengan kehilangan sosial yang dialami
Eling lan waspada ngadepi bebaya
oleh warga terdampak, angka-angka ini seolah tidak berarti. Pemerintah kemudian menyusun Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi Gunung Merapi selama tiga tahun (2011-2013). Lima bidang menjadi prioritas, yakni perumahan dan prasarana lingkungan, prasarana publik, sektor sosial serta relokasi permukiman, sektor ekonomi produktif, dan lintas sektor yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Salah satu program pemulihan yang tengah digiatkan ialah pendirian hunian tetap (huntap). Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman
Hari beranjak senja ketika Ny. Karsinah membuka pintu dan melihat-lihat lingkungan sekitarnya. Perempuan berusia separuh abad itu lalu duduk di kursi bambu sembari menyisiri rambutnya yang setengah basah. “Saya baru saja selesai mandi. Kalau sudah mandi sore, biasanya saya duduk dan mengobrol dengan tetangga,” ujar Ny. Karsinah, akhir Maret lalu. Tidak seberapa lama, datanglah Ny. Pademoro (88) yang tinggal sekitar 20 meter dari kediamannya. Mereka duduk bersama dan larut dalam perbincangan hangat. Salah satu topik pembicaraan dua penghuni lokasi hunian sementara (huntara) Gondang 2, Cangkringan, Sleman, ini adalah tentang hunian tetap (huntap). Beberapa bulan lagi, keduanya segera pindah ke huntap di Wukirsari yang tidak jauh dari lokasi tinggal saat ini. Tinggal di huntara maupun huntap sejatinya bukan keinginan Ny. Karsinah dan Ny. Pademoro. Jika boleh memilih, mereka rindu kembali tempat tinggal asli di Manggong. Namun apa mau dikata, dusun asri yang berada tepat di kaki Gunung Merapi itu telah musnah diterjang awan panas. Warga Manggong setidaknya telah dua kali mengungsi. Pertama kali ke (bersambung ke hlm. 8)
B e r b a s i s K o m u n i t a s ( R E KO M PA K ) . Pemerintah mengganti 2.856 rumah rusak akibat terdampak langsung erupsi Merapi di DIY dan Jawa Tengah. Kini, sejumlah lokasi huntap sedang dalam proses pembangunan, seperti di K arangkendal dan Batur, Sleman. Pemerintah daerah menaksir 70 persen huntap telah selesai dibangun. Selain kedua lokasi itu, terdapat sembilan lokasi lain yang tengah disiapkan, dengan luas lahan mencapai 50 hektare. Terpisah dari itu, proses relokasi penyintas di Desa Jumoyo dan Sirahan, Magelang, Jawa Tengah, justru terkendala ketersediaan lahan dan aturan tata ruang wilayah daerah. Sementara itu, di Desa Pekerja mengerjakan dinding hunian tetap di Dusun B a l e r a n t e , (bersambung ke hlm. 8) Batur, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Rabu (18/4)
LAYANG PRB
URUN REMBUG
Edisi Mei-Juni 2012
2
Tim IMDFF-DR menggelar pertemuan bersama Sekretaris Daerah Provinsi DIY Drs. Ichsanuri dan Kepala Pelaksana Harian BPBD Provinsi DIY Ir. Budi Antono, M.Si. di Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (18/4)
PEMERINTAH PROVINSI DIY SAMBUT BAIK IMDFF-DR I M D F F - D R m e r u p a ka n wujud nyata solidaritas dunia untuk Indonesia YO G YA K A R TA – T i m p r o g r a m pemulihan mata pencaharian pascaerupsi Gunung Merapi, yang didukung Indonesian Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery (IMDFF-DR), Rabu (18/4), bertemu Sekretaris Daerah Provinsi DI Yogyak ar ta, Drs. Ichsanuri. Dalam pertemuan tersebut, Ichsanuri menyambut baik keberadaan tim yang akan bekerja selama satu tahun ke depan ini. Tim IMDFF-DR diwakili beberapa staf UNDP dan IOM. Sementara wakil FAO kebetulan berhalangan hadir. Pertemuan di ruang kerja Sekretaris Daerah, Kepatihan, ini juga dihadiri Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY, Ir. Budi Antono, M.Si. Program Merapi Volcanic Eruption Livelihoods Recovery Programme
merupakan kerja bersama tiga lembaga internasional, yakni UNDP, FAO, dan IOM. UNDP akan fokus dalam penguatan kapasitas dan peran pemerintah daerah, FAO akan bergerak di bidang pemulihan mata pencaharian berbasis pertanian dan peternakan, sementara IOM akan berupaya meningkatkan ketahanan masyarakat melalui usaha perekonomian alternatif dan pengurangan risiko bencana. Kegiatan ketiga lembaga tersebut sepenuhnya didukung oleh IMDFF-DR dengan dana dari Pemerintah Selandia Baru. Bantuan dana pemulihan senilai total 4 juta dolar NZ itu akan dipergunakan untuk pemulihan pascabencana erupsi Merapi di Provinsi DIY dan Jawa Tengah, serta gempa Mentawai di Provinsi Sumatera Barat. Tim IMDFF-DR berkoordinasi erat dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan mengikuti rencana aksi rehabilitasi dan
TAJUK Salam semangat! Mulai 27 April 2012, Layang Pengurangan Risiko Bencana (Layang PRB) hadir kembali bagi masyarakat terdampak erupsi Gunung Merapi. Sebelumnya, media komunikasi berkonsep newsletter ini pernah terbit enam edisi, mulai November 2010 hingga April 2011. Ketika itu, Layang PRB adalah hasil kerja sama antara Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DIY dan Jawa Tengah bersama dengan International Organization for Migration (IOM) Yogyakarta melalui dukungan lembaga multidonor Java Reconstruction Fund (JRF) dan the Humanitarian Aid and Civil Protection Departement of the European Commission (ECHO). Karena keterbatasan pendanaan, Layang PRB pun berhenti terbit.
Eling lan waspada ngadepi bebaya
rekonstruksi dari masing-masing daerah. Khusus untuk pemulihan pascaerupsi Gunung Merapi, sasaran program tim IMDFF-DR adalah penyintas yang akan pindah ke hunian tetap. Untuk itu, selama d u a b u l a n te ra k h i r i n i , t i m a k a n menyelesaikan penilaian lapangan untuk menentukan calon-calon penerima manfaat sekaligus menentukan jenis program yang cocok diterapkan di masyarakat. Intervensi pemulihan dapat dilakukan melalui penguatan mata pencaharian yang sudah ada, ataupun membentuk mata pencaharian alternatif baru. Dari hasil pengamatan di lapangan, telah ada beberapa kelompok usaha warga di desadesa terdampak Merapi di Sleman maupun Magelang, dengan produk berupa makanan olahan dan kerajinan. Lebih lanjut, tim IMDFF-DR juga menjelaskan mengenai penerapan metode Value Chain Analysis bagi kelompok usaha dampingan. Metode ini menilai dan
meningkatkan daya saing produk di pasar. Dengan begitu, diharapkan produkproduk dari kelompok masyarak at penerima manfaat dapat dipasarkan dengan baik demi menjaga kelangsungan usaha di masa depan. Dalam kesempatan tersebut, Budi Antono juga menyarankan tim IMDFF-DR untuk segera bertemu dan berkoordinasi dengan jajaran pemerintah terkait di Provinsi DIY sehingga program yang direncanakan bisa selaras. Di penghujung pertemuan, Ichsanuri berterima kasih atas partisipasi tim IMDFFDR untuk meringankan beban masyarakat terdampak bencana erupsi Merapi. Menurutnya, pemulihan di sektor fisik dan ekonomi adalah yang paling penting untuk dilakukan. Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan pembangunan hunian tetap bagi warga, sehingga intervensi tim IMDFF-DR akan memberi kontribusi signifikan bagi percepatan pemulihan tersebut.
LAYANG PRB HADIR KEMBALI Namun kini, dengan dukungan Indonesia Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery (IMDFF-DR), di mana IOM, FAO dan UNDP bergabung untuk melaksanakan program bersama ini, Layang PRB kembali dipandang penting untuk diterbitkan lagi sebagai sarana peningkatan kewaspadaan publik terhadap isu pemulihan mata pencaharian dan tanggap darurat bencana. Dalam edisi-edisi berikutnya diharapkan peran aktif para pegiat program pengurangan resiko bencana di DIY dan Jawa Tengah beserta Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DIY dan Jawa Tengah untuk dapat berkontribusi untuk meningkatkan kualitas informasi kebencanaan yang disajikan di Layang PRB.
Dengan tetap mempertahankan konsep keberimbangan pemberitaan, Layang PRB berusaha menjembatani alur komunikasi dua arah antara pemerintah, warga terdampak, serta pihak-pihak lain yang mendukung upaya pemulihan Gunung Merapi. Layang PRB akan terbit berkala setiap bulan dan didistribusikan di seluruh wilayah terdampak bencana erupsi Merapi. Redaksi Layang PRB juga terbuka akan segala bentuk masukan, saran, dan informasi dari masyarakat luas. Bagi siapa pun yang memiliki informasi penting mengenai kondisi terkini penanganan bencana erupsi Merapi, dapat menghubungi redaksi. Semoga kehadiran Layang PRB bisa bermanfaat.
LAYANG PRB
INFO JOGJA
Edisi Mei-Juni 2012
3
MINAT WARGA TERHADAP HUNTAP TETAP TINGGI SLEMAN – Pembangunan hunian tetap (huntap) pascabencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, DIY, memang belum rampung seluruhnya. Namun demikian, minat warga terdampak bencana untuk dapat tinggal di rumah-rumah permanen bantuan pemerintah ini tidak surut, bahkan cenderung naik. Berdasarkan hasil laporan Rehabilitasi Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak), medio Maret 2012, pembangunan huntap fase I di Desa Kepuharjo dan Wukirsasi selesai 146 unit. Sementara itu, untuk huntap fase II relokasi kolektif dan mandiri yang mencapai 426 unit, kini tinggal pemasangan atap dan sedikit penyelesaian akhir. Huntap fase II diperkirakan rampung beberapa pekan mendatang. Sejumlah warga tampak tidak sabar ingin segera menempati huntap. Seperti tampak di Dusun Batur, Desa Kepuharjo, mereka mulai mencicil penempatan barangbarang atau perabot rumah tangga. Setiap pagi atau sore hari, mereka selalu menyempatkan diri menengok kemajuan pembangunan huntap. “Bahkan kalau malam, kadang sudah ada (warga) yang tidur di rumah ini juga,” kata Haryo (55), salah satu warga. Terus meningkatnya keinginan warga untuk tinggal di huntap juga terlihat di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan. Menurut Kepala Desa Argomulyo, Sutrisno Hadi, awal Maret lalu, dari 297 kepala keluarga (KK) menjadi 565 KK. Menurut hemat Sutrisno, peningkatan ini
merupakan antusiasme warga yang sudah semakin sadar akan tingginya risiko dan bahaya erupsi Merapi. “Hanya saja, kami selaku perangkat desa menjadi kesulitan karena tidak mungkin kami dapat mengakomodasi seluruh keinginan warga. Karena itu, kami minta pemerintah segera menetapkan kriteria bagi warga terdampak yang dapat direlokasi,” ujar Sutrisno di ruang kerjanya. Huntap bagi penyintas asal Desa Argomulyo nantinya akan ditempatkan di Dusun Kuwang dan Randusari. Saat ini di Kuwang masih berdiri bangunan hunian sementara (huntara). Beberapa warga penghuni Di Kabupaten Sleman, dari target 3.023 KK yang hendak direlokasi, sekitar 2.487 KK di antaranya telah setuju. Sementara itu, sisanya masih bertahan di lokasi asal, kendati masuk ke wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi yang terlarang sebagai kawasan hunian. Namun demikian, pemerintah daerah tetap terus berusaha mengajak warga yang resisten ini untuk mau pindah ke lokasi hunian baru yang lebih aman. Salah satu cara yang akan ditempuh, seperti pernah dipaparkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi DIY, Ir. Rani Sjamsinarsi, MT, adalah pendekatan kultural dan dialogis. Menurut Rani, hal ini terbukti efektif untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya bencana alam. Di sisi lain, pemerintah juga tidak boleh sekadar obral janji atau
Sejumlah Perangkat Desa Argomulyo sedang membahas penambahan jumlah calon penghuni hunian tetap di balai desa, awal April lalu.
melakukan intimidasi. Guna membangun kepercayaan antara masyarakat dengan pemerintah, komitmen dan konsisten menjadi kunci utama. Terdapat sekitar 18 lokasi huntap yang tersebar di tujuh desa di Sleman. Sebagian besar dari lokasi tersebut adalah bekas huntara. Oleh karenanya, pemerintah akan melaksanakan mekanisme relokasi setahap demi setahap, menurut pembagian blok huntara. Dengan begitu, warga yang masih menghuni huntara tidak tergusur, melainkan hanya berpindah ke rumah tetangganya yang sudah terlebih dulu menghuni huntap.
LANSIA PERLU KEGIATAN
Dua warga lanjut usia yang tinggal di hunian sementara Gondang 2, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, DIY, menghabiskan hari tanpa kegiatan.
Produksi Layang PRB ini didukung oleh :
MERAPI VOLCANIC ERUPTION LIVELIHOODS RECOVERY PROGRAMME Funded by Indonesia Multi-Donor Fund Facility for Disaster Recovery (IMDFF-DR)
SLEMAN – Minimnya kegiatan yang dapat dilakukan oleh warga lanjut usia di hunian sementara membuat mereka cepat merasa bosan. Padahal, kelompok lansia ini masih ingin aktif membantu perekonomian keluarga, bukan malah menjadi beban bagi anak dan cucu mereka. Di lokasi hunian sementara (huntara) Kuwang dan Gondang, misalnya, cukup banyak terlihat warga lansia yang hanya menghabiskan hari dengan duduk, tidur, atau mengobrol. Terkadang mereka juga mengerjakan pekerjaan rumah atau mengasuh cucu. Namun, rutinitas yang berulang setiap hari selama lebih dari satu tahun terakhir ini semakin menjemukan. “Kalau dulu, sewaktu masih tinggal di kampung, saya tidak pernah berdiam diri di rumah seperti ini. Pagi dan siang saya biasanya pergi ke hutan mencari rumput atau kayu bakar,” ujar Wiyono (75), warga Huntara Kuwang, saat
LAYANG PRB
ditemui awal Maret lalu. Tulus, Sekretaris Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, juga membenarkan hal ini. Menurutnya, belum ada pihak yang memberi perhatian khusus bagi lansia. Pelatihan-pelatihan ekonomi kreatif yang selama ini diberikan dari lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi sosial lebih mengarah kepada kelompok ibu dan perempuan. Beberapa kegiatan yang dirasa bermanfaat adalah pelatihan peternakan unggas lokal, pemilahan sampah, budidaya tanaman obat, dan lainnya yang tidak membutuhkan energi banyak namun tetap bermanfaat. Terlebih saat berada di huntap, beberapa lansia mungkin perlu mendapatkan pendampingan khusus untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
PENANGGUNG JAWAB PRODUKSI : Diana Setiawati (IOM), Danang Samsurizal (Koordinator Forum PRB DIY). PENYUNTING : Diana Setiawati, Yoga Putra (IOM ), Aris Sustiyono (Forum PRB DIY), Mariana Pardede (Forum PRB DIY). REPORTER : Yoga Putra. LAYOUT : Sampur Ariyanto (IOM). PHOTOGRAFER : Sampur Ariyanto, Yoga Putra, Fachrul Rizky (IOM). KONTRIBUTOR : Eko Teguh Paripurno. Alamat Redaksi : Gedung KESBANGLINMAS DIY Lt 2, Jl Sudirman No 5, Yogyakarta
IOM • OIM
Eling lan waspada ngadepi bebaya
Redaksi Layang PRB menerima tulisan opini sepanjang 5000 karakter (termasuk spasi) dilengkapi biodata singkat penulis. Bagi tulisan yang dimuat, redaksi akan memberikan honor sepantasnya
LAYANG PRB
INFO JATENG
Edisi Mei-Juni 2012
Info Klaten
PELATIHAN PRB BAGI PETERNAK KLATEN – Organisasi Arbeiter-Samariter-Bund Deutschland e.V (ASB) bersama Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengadakan pelatihan pengurangan risiko bencana bagi peternak. Pelatihan bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan menghindari kerugian akibat kematian ternak saat erupsi Gunung Merapi. Pelatihan pengurangan risiko bencana (PRB) itu berlangsung di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, sejak Februari lalu hingga Juni mendatang. Seperti disampaikan oleh Arya Bagus, Business Development Officer ASB, awal April, program ini diikuti oleh 10 orang peternak perwakilan lima dusun di Balerante. Balerante dipilih karena penduduk desa ini dominan bermata pencaharian sebagai peternak sapi perah. Rata-rata kepemilikan sapi mencapai lima ekor per kepala keluarga. Pada erupsi Gunung Merapi Oktober 2010 lalu, desa ini pun terdampak langsung. Banyak ternak yang akhirnya tidak sempat diungsikan dan mati terkena awan panas. “Sebenarnya program ini tidak hanya dilaksanakan di Balerante, tetapi juga di Desa Kepuharjo, Glagaharjo, dan Wukirsari, Kabupaten Sleman,” ungkap Arya saat ditemui di Yogyakarta. Saat ini, pelatihan tersebut telah sampai tahap
perkenalan kepada LEGS (Livestock Emergency Guidelines and Standards). Dalam waktu dekat ASB akan menggelar lokakarya dengan melibatkan perangkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Hasil akhir yang diharapkan adalah Rencana Kontinjensi PRB di Desa Balerante. Ditambahkan Basuki, Sekretaris Desa Balerante, pelatihan PRB bagi para peternak amat bermanfaat. Bagi warga Balerante, ternak adalah harta yang berharga di samping juga sebagai cadangan sumber bahan pangan. Ia pun berharap pelatihan tidak semata terfokus pada upaya penyelamatan ternak saja, tetapi juga manajemen penanganan ternak di pengungsian. Hal ini karena pada peristiwa erupsi Merapi 2010, banyak ternak yang terlantar di barakbarak pengungsian dan kekurangan pakan. Menurut Arya, hal-hal semacam ini telah dipikirkan dan segera akan diimplementasikan. Selain evakuasi yang cepat dan aman, ternak juga amat memerlukan kandang nyaman dan jaminan ketersediaan pakan serta air guna menopang kelangsungan hidupnya. “ Pe m e r i n t a h K a b u p a t e n K l a t e n s u d a h merencanakan pembuatan lokasi evakuasi ternak yang layak di daerah Kebondalem Lor,” ujarnya.
4
WASPADAI GUGURAN MATERIAL MERAPI YOGYAKARTA – Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat yang hendak melakukan aktivitas pendakian maupun pertambangan di sekitar lereng Gunung Merapi untuk waspada. Hujan di musim pancaroba kali ini berpotensi menyebabkan banjir lahar dingin tibatiba atau memicu guguran material lepas yang dapat membahayakan. Berdasarkan Laporan Aktivitas Gunung Merapi tanggal 7-13 April 2012, BPPTK mendeskripsikan cuaca di sekitar Merapi umumnya cerah di pagi dan siang hari, tetapi dapat berubah mendung di sore dan malam hari. Sementara itu, intensitas hujan tertinggi adalah sebesar 38 mm/jam yang berlangsung selama 50 menit di Pos Kaliurang, Sleman. BMKG juga memperkirakan hujan masih berpotensi turun hingga awal musim kemarau yang jatuh pada dasarian (sepuluh hari) pertama Juni 2012, khususnya di wilayah Sleman bagian utara. Namun, curah hujan tidak dapat diprediksi mengingat hujan dapat turun kapan saja di musim pancaroba dan bersifat amat lokal. Ancaman hujan mendadak dengan intensitas lebat akan membahayakan warga yang bekerja sebagai penambang pasir. Tidak hanya terseret arus banjir lahar dingin, para penambang juga dapat terkena runtuhan dinding lereng sungai yang rapuh. Tahun lalu, peristiwa ini sampai menelan korban jiwa. Oleh karena itu, BMKG mengimbau penambang untuk segera menghentikan aktivitasnya apabila cuaca mendung.
Info Magelang PASIR UNTUK PENGHIDUPAN MASYARAKAT MAGELANG – Melimpahnya materi tambang galian C berupa pasir dan batu di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah, diharapkan dapat menjadi sumber penghidupan baru di masa depan. Masyarakat pun didorong mampu mengolah dan memanfaatkan material tersebut dengan baik. Batu dan pasir berasal dari Gunung Merapi yang terbawa aliran lahar dingin di Sungai Putih saat musim hujan 2011 lalu. Ribuan kubik material ini sempat menerjang permukiman warga, merusak sawah dan lahan pertanian, hingga memutuskan akses transportasi. Dalam kunjungan ke Desa Jumoyo, awal April, tampak aktivitas penambangan pasir marak, baik yang dikelola warga secara tradisional atau perusahaan dengan alat berat. Harga pasir dibanderol rata-rata Rp150 ribu per truk. Kepala Desa Jumoyo, Sungkono, mengatakan pasir dan batu Merapi sebenarnya menjanjikan sumber pendapatan baru apabila dapat dimanfaatkan. “Pasir dan batu sangat laku dijual. Selama pembangunan terus berjalan,
Eling lan waspada ngadepi bebaya
Sejumlah warga Desa Jumoyo, Salam, Magelang, Jawa Tengah, tengah menambang pasir Kali Putih hasil endapan banjir lahar dingin, Rabu (18/4).
permintaan material tidak akan pernah habis,” paparnya. Jumoyo, lanjut Sungkono, amat potensial sebagai sentra penghasil pasir dan batu di kawasan DIY dan Jawa Tengah. Terlebih, desa ini berada persis di tepi Jalan Raya Magelang sehingga amat strategis dari segi pemasaran. Dari kegiatan ini, penambang pasir mendapatkan upah minimal Rp25 ribu per hari. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama tinggal di hunian sementara (huntara). “Daripada tidak ada pekerjaan, lebih
baik menambang,” kata Hari (40), warga huntara Jumoyo. Pemerintah Desa Jumoyo sebenarnya telah memberikan pelatihan pengolahan pasir menjadi batako, buis, atau pilar untuk keperluan pembangunan rumah. Bahkan, alat-alat pengolahan pasir telah dibeli dari hasil pengumpulan sumbangan donatur, tetapi hasilnya belum maksimal. Kendala pengembangan usaha ini, ungkap Sungkono, karena mayoritas warga menginginkan usaha yang langsung menghasilkan uang.
LAYANG PRB
INFO FORUM PRB
Edisi Mei-Juni 2012
5
BPBD DIY AKAN BENTUK LIMA DESA TANGGUH YOGYAKARTA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat anggota Forum Pengurangan Bencana DIY, Jumat (13/4), membahas pembentukan Desa Tangguh di Provinsi DIY. Diharapkan, warga Desa Tangguh akan memiliki ketahanan dan kapasitas menghadapi segala macam potensi bencana yang terjadi di sekitar mereka. Ada lima desa yang diusulkan menjadi Desa Tangguh di DIY tahun 2012 ini, yakni dua di Kabupaten Kulon Progo sebagai Desa Tangguh Bencana Tsunami, sementara tiga lainnya berada di Gunung Kidul sebagai Desa Tangguh Bencana Tanah Longsor. Program Desa Tangguh berlangsung mulai Mei hingga Juli 2012.
Setidaknya terdapat sembilan indikator yang harus dipenuhi dalam proses pembentukan Desa Tangguh, sesuai Petunjuk Teknis BNPB. Kesembilan indikator itu adalah sebagai berikut, yakni memiliki peta ancaman bencana, memiliki peta dan analisis kerentanan, mampi melakukan pemetaan dan analisis kapasitas dan sumber daya, memiliki rancangan perencanaan manajemen bencana, memiliki rancangan perencanaan aksi komunitas dalam pengurangan risiko bencana (PRB), memiliki sukarelawan manajemen bencana termasuk keberadaan forum PRB, memiliki sistem pemberitahuan dini berbasis masyarakat, memiliki rencana kontinjensi termasuk rencana evaluasi, dan memiliki ketahanan sumber mata pencaharian.
YOGYAKARTA SEGERA MENJADI TUAN RUMAH TH THE 5 AMCDRR Penguatan Kapasitas Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana
Eling lan waspada ngadepi bebaya
Forum PRB DIY bersama BPBD DIY, BPBD Kulon Progo, dan BPBD Gunung Kidul membahas rencana pembentukan desa tangguh di PUSDALOPS DIY, Jumat (13/4).
YOGYAKARTA – Kota Yogyakarta terpilih menjadi tuan rumah pelaksanaan the 5th Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (AMCDRR) yang akan berlangsung tanggal 22-25 Oktober 2012. Yogyakarta dinilai sebagai daerah yang memiliki masyarakat tangguh bencana. Terbukti pada gempa bumi 2006 dan erupsi Gunung Merapi 2010, sektor penghidupan dapat pulih dalam waktu yang relatif singkat. AMCDRR sendiri merupakan konferensi dua tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah tingkat AsiaPasifik. Konferensi telah berlangsung di Beijing, China (2005), New Delhi, India (2007), Kuala Lumpur, Malaysia (2009), dan di Incheon, Korea Selatan (2010). Untuk pelaksanaan kelima di Indonesia, tema yang diusung adalah “Penguatan Kapasitas Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana”. MCDRR akan diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), bersama sejumlah mitra kerja lokal.
Koordinator Umum Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) DIY, Danang Samsurizal, mengatakan pelaksanaan AMCDRR pada Oktober nanti adalah tepat karena sesuai dengan peringatan Hari PRB Sedunia setiap Rabu kedua Oktober. Sementara itu, secara nasional, BNPB telah mencanangk an “Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional” selama Oktober. Dalam acara yang akan dihadiri pejabat setingkat menteri se-Asia Pasifik ini, akan terbentuk forum pertukaran pengalaman tentang keberhasilan dan pendekatan inovatif dalam pelaksanaan Kerangka Kerja Aksi Hyogo (HFA) di setiap negara. Para menteri juga akan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap pelaksanaan HFA. Selain itu, AMCDRR juga akan dimeriahkan Festival Film Dokumenter yang mengusung tema PRB. Diperkirakan terdapat sekitar 30 film dari berbagai belahan dunia akan ditayangkan selama konferensi berlangsung.
LAYANG PRB
OPINI
Edisi Mei-Juni 2012
6
PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL 1 DALAM PEMULIHAN PASCABENCANA MERAPI 2010 oleh Eko Teguh Paripurno Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan dan akan membuatnya kian rentan. Berkenaan dengan hal tersebut, Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 memandatkan perlunya upaya pemulihan setelah terjadi bencana sampai pada kondisi masyarakat yang lebih baik. Pemulihan dimaknai sebagai serangkaian kegiatan yang sistematis untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana melalui upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai di wilayah pascabencana dengan sasaran utama normalisasi semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Rekonstruksi
Eling lan waspada ngadepi bebaya
merupakan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama rekonstruksi adalah tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta warga dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. “Kondisi masyarakat” yang dimaksud undang-undang tersebut adalah aset penghidupan yang melekat pada setiap individu, keluarga, kelompok, atau unit sosial yang lebih tinggi. Menurut konsep penghidupan berkelanjutan, ada enam aset penghidupan yang melekat di masyarakat dalam pengembangan kehidupannya, yaitu aset manusia, aset fisik/infrastruktur, aset ekonomi/ finansial, aset sosial, aset alam/lingkungan, dan aset politik. Sumber daya manusia merupakan kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang. Aset sosial merupakan kekayaan sosial yang dimiliki komunitas. Aset sumber daya alam adalah kemampuan alam dalam melayani/mencukupi kebutuhan kehidupan. Aset fisik merupakan sumber daya produktif buatan yang dimiliki individu, komunitas, maupun pemerintah. Aset finansial adalah sumber ekonomi yang digunakan komunitas untuk mencapai tujuan kehidupannya. Proses pemulihan, bila dilihat dengan perspektif pengembangan aset, dapat dilakukan dalam bentuk usaha mendorong proses pemulihan berupa penguasaan aset, penganekaragaman aset, maupun kemampuan transformasi nilai aset. Penguasaan aset merupakan kemampuan masyarakat mengakses atau mengontrol sumber daya yang diperlukan guna mengembangkan kehidupan. Penganekaragaman aset merupakan kemampuan masyarakat dalam melipatgandakan/memperbanyak jenis aset yang dapat diakses dan dikontrol. Transformasi nilai aset merupak an kemampuan masyarakat dalam meningkatkan nilai aset melalui proses pertukaran aset yang berada dalam ruang akses dan kontrolnya. Penguatan penguasaan dan penganekaragaman aset ekonomi masyarakat adalah pilihan favorit Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Pascabencana erupsi Merapi 2010, sebagian besar OMS telah melakukan pemulihan penguasaan aset ekonomi secara langsung melalui pemberian bantuan berupa bibit cepat panen, ternak,
modal dagang, pupuk organik, dan mesin produksi makanan. Pilihan ini biasanya didukung dengan beberapa usaha pemulihan penguasaan dan penganekaragaman aset fisik/infrastruktur yang akan berdampak pada pulihnya aset lain, misalnya perbaikan sarana pertanian, perbaikan sarana air bersih, perbaikan saluran irigasi. Mendorong proses pemulihan melalui usaha peningkatan kemampuan sumber daya manusia menjadi pilihan OMS lainnya. Usaha tersebut merupakan penguatan transformasi yang akan mengarah pada penguatan penguasaan aset ekonomi. Hal ini dapat kita lihat pada pilihan pelatihan-pelatihan yang diadakan OMS. Misalnya, pelatihan pertanian jamur kuping, perikanan, produksi pakan konsentrat, membuat pakan ternak alternatif, pembenihan, pemasaran produk makanan, dan pembuatan pupuk organik. Sesungguhnya kegiatankegiatan ini bukan barang baru bagi masyarakat Merapi. Di sisi lain, ada pula OMS yang mendorong pemulihan penganekaragaman aset secara tidak langsung melalui pelatihan-pelatihan pembuatan suvenir dari pasir dan produksi makanan olahan yang merupakan sektor pencaharian baru bagi warga Gunung Merapi. Peran penguatan penguasaan, penganekaragaman, transformasi dan mobilisasi aset fisik/infrastruktur rupanya bukan pilihan menarik bagi OMS. Peran ini tampaknya telah dipasrahkan pada pemerintah yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga donor. OMS juga tidak banyak berperan dalam pemulihan penguasaan dan penganekaragaman aset sosial, pendidikan, politik, dan lingkungan alam. Kalaupun ada OMS yang turun tangan, singgungan itu hanya dilakukan lewat kegiatan-kegiatan pendek yang cenderung “setor lantas ngeloyor” dengan contoh kegiatan penanaman pohon. Inilah bukti OMS belum melalui proses pemberdayaan yang sistematis. Pada ruang-ruang peran yang relatif kosong itu seharusnya OMS mengisi. Kita perlu melakukan usaha-usaha penguatan penguasaan dan penganekaragaman aset dengan tidak melupakan upaya transformasi dan mobilisasi aset. Pada akhirnya, rasanya kita perlu menegaskan ulang mandat kita semua untuk melakukan pemulihan yang lebih baik. Masalah sekaligus kerentanan besar kita di Indonesia saat ini adalah korupsi. Oleh karenanya, kita perlu menjaga agar proses pemulihan yang sedang berjalan ini benar-benar sebuah Community Based Disaster Recovery (CBDR) yang sesungguhnya, bukan justru menjadi Corruption Based Disaster Recovery. 1
Disampaikan ulang pada Konferensi Nasional PRBBK VII dari bahan pengantar diskusi Peran Masyarakat Sipil dalam Pemulihan pada Seminar Internasional Memperingati Setahun Erupsi Merapi yang diselenggarakan oleh Badan Geologi di Yogyakarta
PROFIL
LAYANG PRB Edisi Mei-Juni 2012
7
KEUNIKAN BAKPIA TELO “JOGLO” DARI MERAPI
Proses pembuatan Bakpia Telo Joglo yang berlangsung di lokasi Lava Tour, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DIY, Kamis (19/4). Bakpia Telo Joglo memiliki keunikan karena berisi ubi ungu, bukan kacang hijau.
Berkunjung ke Yogyakarta terasa lebih lengkap jika pulang membawa oleh-oleh bakpia. Begitu juga jika berwisata ke Gunung Merapi, sempatkanlah membeli bakpia unik yang tidak ada duanya. Bakpia Telo Joglo, namanya. Ada banyak keunikan yang terasa saat menggigit bakpia berkulit renyah ini. Salah satunya adalah kumbu (bumbu isi) yang bukan dibuat dari kacang hijau seperti bakpia umumnya, tetapi dari telo (ubi dalam bahasa Jawa). Saat ditemui di dapur pembuatannya di Dusun Ngrangkah, kawasan lava tour, Desa Umbulharjo, Sleman, salah satu pembuat Bakpia Telo Joglo, Tri Rahayu (38), menjelaskan cara pembuatan makanan itu. Untuk kulit bakpia, bahan yang digunakan adalah tepung terigu, mentega, minyak goreng, gula, dan garam. Seluruh bahan diuleni hingga kalis dan digiling. Sementara untuk kumbu, bahannya adalah ubi ungu tua yang dikupas, dicuci bersih, lalu dikukus hingga lunak. Adonan diaduk selama 2-3 jam di atas api kecil hingga benar-benar liat dan matang. “Jika tidak dimasak lama, bakpia bisa cepat basi. Usia bakpia kualitas baik seharusnya bisa mencapai satu minggu,” kata Tri, Senin (9/4). Kumbu yang telah masak segera dibungkus adonan kulit dan dipanggang di dalam oven hingga matang. Setelah itu, bakpia kemudian diangin-anginkan hingga dingin dengan sendirinya. Tidak jarang, sebelum sempat masuk toko, bakpia telah keburu dipesan
Eling lan waspada ngadepi bebaya
oleh pembeli yang datang langsung ke dapur. Ditambahkan Yeni (26), pembuat Bakpia Telo Joglo asal Dusun Panguk, dalam sehari produksi bakpia mencapai 25 kotak isi 10 buah. Harga satu kotak Rp10.000,00. Baru-baru ini jumlah pesanan Bakpia Telo Joglo terus bertambah. Akhir Maret lalu, seorang pembeli dari Jakarta memesan 300 kotak. Tingginya minat konsumen terhadap Bakpia Telo Joglo juga tak lepas dari keunikan promosi. Dalam leaflet dan promosi internet, Bakpia Telo Joglo yang kini berada di bawah manajemen Koperasi Syariah Kaliadem Sejahtera menekankan bahwa pembuat bakpia merupakan warga terdampak erupsi Gunung Merapi. Menurut Dalimin, pengurus Koperasi Syariah Kaliadem Sejahtera, upaya ini bukan untuk menarik simpati, melainkan memperlihatkan kreativitas dan inisiatif warga untuk bangkit pascabencana. Para pembuat bakpia memulai segalanya dari nol. Bermula dari pengungsian di Sariharjo, November 2010, warga mendapat dampingan dari Yayasan Sayap Ibu berupa pembuatan makanan olahan, salah satunya bakpia. Semakin lama, kegiatan ini terus berkembang dan mendapat dukungan modal dari donatur. Kelompok pun mampu memiliki oven dan segala peralatan pembuatan bakpia. Tekad kuat mengembangkan usaha mendorong Bakpia Telo Joglo ikut dalam “Sosro Joy Tea Green Tea Youth Business Competition 2011”. Tidak disangka Bakpia Telo Joglo keluar sebagai pemenang kategori Best of the Best. Kebanggaan lain adalah kunjungan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X ke lokasi huntara Gondang 2, beberapa waktu lalu. Ketika itu, Sultan berkesempatan mencicipi langsung produk bakpia telo ini. Sultan juga memberi apresiasi kepada bakpia yang dinilai inovatif. Jika penasaran ingin melihat dan mencicipi langsung Bakpia Telo Joglo, dapat langsung datang ke lokasi Lava To u r y a n g b e r a d a d i D e s a Umbulharjo, Cangk ringan, Sleman, DIY. Cukup mudah menemukan kios Bakpia Telo Joglo karena bersanding dengan sebuah menara pandang dan memasang poster usaha yang cukup besar dan menarik perhatian. Selamat menikmati sensasi rasa unik di setiap gigitannya.
LAYANG PRB
INFO PETA
Edisi Mei-Juni 2012
8
Kami harap... (sambungan hlm. 1) Balai Desa Wukirsari dan berikutnya ke Stadion Maguwoharjo. Setelah beberapa bulan tinggal di pengungsian, mereka mendapat jatah huntara di Gondang 2. “Tinggal di sini memang enak, tapi rumah sementara tidak tahan lama. Ini dinding gedhek dan terpal mulai jebol. Atap juga sudah bocor. Kami harap huntap lekas berdiri agar bisa hidup layak,” papar Ny. Pademoro. Guna mengusir penat, sebagian warga di huntara Gondang 2 menyibukkan diri dengan usaha-usaha kecil, seperti budidaya jamur dan pengolahan abon lele. Mereka juga mengumpulkan batang-batang kayu dari hutan untuk dibuat kusen pintu dan jendela atau perabot rumah tangga guna mengisi huntap kelak. Saat ini, pemerintah melalui REKOMPAK tengah menyosialisasikan tahapan pembangunan huntap kepada masyarakat. Pemerintah akan memberikan tanah seluas 100 m2 untuk hunian dan 50 m2 untuk fasilitas umum, serta subsidi sebesar Rp30 juta per rumah. Luas huntap yang akan dibangun adalah 36 m2 dengan dua kamar, satu ruang keluarga, satu dapur, dan satu kamar mandi. Berbeda dengan warga di DIY, para penyintas di Desa Jumoyo dan Sirahan, Magelang, Jawa Tengah belum mendapat kepastian apa pun mengenai relokasi ke huntap. Pemerintah belum menentukan lokasi huntap karena menyesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Magelang. Karena tidak kunjung ada kepastian, beberapa warga yang rumahnya masih utuh kembali pulang. Mereka mengaku tidak nyaman lama-lama tinggal di huntara. “Lebih baik kami perbaiki rumah lama dan kembali tinggal di sana,” kata Feri (35), penghuni huntara di
Desa Sirahan. Pemerintah kedua desa itu sebenarnya telah menyiapkan beberapa tanah kas, tetapi letaknya dekat dengan tepi sungai. Padahal lokasi ini juga telah ditetapkan sebagai area terdampak langsung bencana lahar dingin sehingga tidak direkomendasikan untuk dijadikan hunian. Di sisi lain, relokasi ke huntap juga berpotensi memicu konflik masyarakat, seperti yang pernah terjadi di Desa Balerante, Klaten. Warga bersikukuh tetap tinggal di lokasi asal mereka. Musyawarah terus diintensifkan demi meraih mufakat. Huntap menjadi dilematis tersendiri baik bagi warga maupun pemerintah. Pendekatan dialogis amat diperlukan untuk menjawab tantangan ini,.
Seorang warga Dusun Manggong, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, sedang melihat tanah kavling miliknya di lokasi hunian tetap di Dusun Pager Jurang, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Kamis (19/4).
Bahu Membahu... (sambungan hlm. 1) Klaten, penyintas menolak relokasi dengan alasan lokasi huntap berjauhan dengan lahan pertanian. Usaha mengembalikan kondisi Merapi seperti semula juga dilakukan warga. Sembari menanti huntap selesai dibangun, para penyintas yang sudah satu tahun lebih tinggal di hunian sementara (huntara) ini pun berinisiatif mencari nafkah. Penyintas di lokasi huntara Gondang dan Kuwang, misalnya, kini bekerja sebagai penambang pasir di Sungai Gendol. Kaum ibu menyibukkan diri dengan membuat makanan olahan atau kerajinan tangan. Sektor lain yang menjanjikan sumber penghidupan adalah pariwisata. Di Desa Umbulharjo, Cangkringan, warga menggarap serius wisata “Lava Tour”. Pemasukan yang diperoleh kemudian digunakan sebagai kas bersama. Dengan demikian, warga berhenti menggantungkan hidup dari pemberian bantuan. Pemulihan Merapi juga menarik perhatian donor asing. Untuk memfasilitasi bantuan dana pemulihan bencana, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Indonesia Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery (IMDFF-DR). Dana IMDFF-DR dimanfaatkan sebagai alternatif mengisi kesenjangan pembiayaan dan meningkatkan manfaat program pemerintah tahun anggaran 2011–2013. Oleh UNDP, FAO, dan IOM, kegiatan IMDFF-DR ini diimplementasikan dalam program Merapi Volcanic Eruption Livelihood Programme. Fokus program ini adalah penguatan kapasitas pemerintah daerah, pemulihan sektor pertanian dan peternakan, serta penguatan kapasitas masyarakat melalui perekonomian kreatif dan pelatihan tanggap bencana. Masa depan Merapi kian jelas. Melalui kerja sama segala pihak, pemulihan Merapi diharapkan berlangsung lebih cepat sehingga nadi kehidupan warga berdenyut kembali.
Eling lan waspada ngadepi bebaya