KUMPULAN BAHAN RENUNGAN KHOTBAH AGAMA BUDDHA
KUMPULAN BAHAN RENUNGAN KHOTBAH AGAMA BUDDHA DUKUNGAN KERJASAMA POLDA PAPUA DAN PARA TOKOH AGAMA DI PAPUA
ii
SAMBUTAN KEPALA KEPOLISIAN DAERAH PAPUA
Assalamu ‘ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera bagi kita sekalian.
Pertama-tama,
ijinkan
saya
mengawali
sambutan ini dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas berkat dan pelindungan- Nya bagi kita sekalian sehingga buku Panduan Renungan Kotbah
dari perspektif Islam,
Protestant, Katholik, Hindu dan Budha ini dapat tersusun dengan baik. Sebagai Kapolda di Provinsi Papua tercinta ini, saya menyampaikan bahwa saya sangat menyambut baik penyusunan Buku Panduan Renungan Khutbah yang menitikberakan pada persoalan-
persoalan
sosial
kemasyarakatan, ketertiban
dan
keamanan masyarakat di Tanah Papua, sehingga kewenangan dan tanggung jawab Kepolisian Republik Indonesia khususnya di wilayah POLDA Papua ini dapat tersosialisasikan secara luas di kalangan
iii
Masyarakat Papua baik melalui mimbar-mimbar keagamaan seperti Gereja, Mesjid, Pura, dan Vihara maupun di dalam pelayanan rutin harian lainnya.
Selain
mensosialisasikan
kewenangan
dan
tanggung
jawab
Kepolisian, Kotbah-kotbah keagamaan juga merupakan wadah yang dapat
digunakan
dalam
rangka
menyampaikan
pesan-pesan
Kamtibmas kepada seluruh Masyarakat Tanah Papua dalam rangka menggugah kesadaran bahwa menciptakan dan memelihara Kamtibmas bukan semata-mata merupakan tugas Polri tapi juga merupakan tugas masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Karena itu, Buku Kumpulan Bahan Renungan Kotbah dan Renungan ini juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengisi kehidupan ini dengan melaksanakan pesan- pesan perdamaian secara universal di mana pun kita berada agar kehidupan ini bermanfaat bagi Bangsa, Negara, Agama dan Masyarakat Papua tercinta ini.
Saya juga sangat mengharapkan agar buku ini benar-benar dapat membantu para Bhabinkamtibmas yang akan menyampaikan khutbah serta renungan-renungannya terutama yang berkaitan atau bermuatan agama maupun kewenangan dan tugas- tugas kepolisian. Sebelum mengakhiri sambutan ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya Buku
iv
Kumpulan Bahan Kotbah dan Renungan kotbah
ini, khususnya
kepada IOM (International Organization for Migration) dengan pendanaan Pemerintah Kerajaan Belanda yang telah mendukung sepenuhnya penyusunan Buku ini, semoga buku ini bermanfaat untuk mendekatkan hubungan antara Polisi, pemerintah daerah dan masyarakat Papua sebagai Pilar Utama Pemolisian Masyarakat (Polmas) di Provinsi Papua tercinta ini.
Semoga buku ini bermanfaat untuk mendekatkan hubungan antara Polisi, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Papua sebagai Pilar Utama Pemolisian Masyarakat (POLMAS) di Provinsi Papua tercinta ini. Sekian dan Terima kasih.
Wassalamu ‘ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera bagi kita sekalian.
Jayapura, 10 Oktober 2016 KEPALA KEPOLISIAN DAERAH PAPUA
Drs. PAULUS WATERPAUW Inspketur Jenderal Polisi
v
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) PROVINSI PAPUA Jl. Kabupaten I No 05 A P O Kota Madya Jayapura Provinsi Papua
Phone : +62 967-536-265 Fax : +62 967-536-265 E-mail: ompung_bonar@yahoo.co.id
SAMBUTAN KETUA FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) PROVINSI PAPUA Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sumber kehidupan dan berkat, patut kita sampaikan sembah, hormat atas kasih dan rahmatnya bagi rakyat dan bangsa Indonesia yang telah memperoleh kemerdekaan. Seluruh elemen masyarakat bersama Pemerintah, TNI dan POLRI berkomitmen untuk mengisi kemerdekaan dengan menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai pijakan untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia yang aman dan damai.
Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua menyambut baik serta memberikan apresiasi kepada anggota Pilar Pemolisian Masyarakat
(POLMAS) tingkat provinsi yang telah menerbitkan
booklet bahan khotbah / dakwah bagi personel Bhabinkamtibmas dalam menjalankan tugasnya di kampung / desa yang menjadi sasaran binaannya, baik secara individu maupun kelompok dalam
vi
rangka
membina, memelihara, menjaga, mewujudkan keamanan
dan ketertiban masyarakat. Besar harapan kami semoga buku panduan ini dapat bermanfaat, sehingga dapat meningkatkan situasi kamtibmas yang aman dan tentram.
Kami menyampaikan terima kasih kepada tim penyusun buku panduan khotbah bagi personel Bhabinkamtibmas dan Tim Direktorat Pembinaan Masyarakat Polda Papua bersama IOM (International Organization for Migration) yang telah berkontribusi menghasilkan buku panduan ini.
Kiranya buku panduan bahan renungan khotbah dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya sehingga bermanfaat bagi masyarakat di lingkungan
tugasnya.
Kiranya
Tuhan
menyempurnakan upaya bersama kita. Amin.
Salam Kerukunan .... ! Ketua
Pdt. Lipius Biniluk, M.Th.
vii
menolong
dan
DAFTAR ISI
i
|
Halaman Judul
ii
|
Sambutan Kapolda Papua
vi
|
Sambutan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua
viii |
Daftar Isi
1
|
Inti Ajaran Buddha
7
|
Mengatasi Radikalisme yang Mengatasnamakan Agama
12
|
Pandangan Agama Buddha Tentang Narkoba dan Minuman Keras
17
|
20 |
Tanggapan Ajaran Buddha Terhadap Bencana Alam Pandangan
Buddhis
Mengenai
Kekerasan
Pembunuhan Makhluk Hidup 25 |
Pencurian Dalam Pandangan Buddha
28 |
Keadilan Sosial di Dalam Agama Buddha
viii
Fisik
dan
37 |
Pengertian dan Akibat Penipuan Menurut Agama Buddha
40 |
Kewajiban Perumah Tangga Menurut Agama Buddha
ix
x
INTI AJARAN BUDHA I. Paritta Pancasila Buddhis ; 1. Pānātipātā veramaṇi sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Aku Bertekad Melatih Diri Menghindari Pembunuhan Makhluk Hidup. 2. Adinnādānā veramaṇi sikkhāpadaṁ samādiyāmi. Aku Bertekad Melatih Diri Menghindari Pengambilan Barang Yang Tidak Diberikan. 3. Kāmesu miccāhcārā veramaṇi sikkhāpadaṁ sāmādiyami. Aku Bertekad Melatih Diri Menghindari Perbuatan Asusila. 4. Musāvādā veramaṇi sikkhāpadaṁ sāmādiyami. Aku Bertekad Melatih Diri Menghindari Ucapan Bohong. 5. Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā
veramaṇi
sikkhāpadaṁ
sāmādiyami. Aku bertekad melatih diri menghindari minuman memabukan hasil penyulingan atau peragian yang menyebabkan lemahnya kewaspadaan.
II. Aliran Sesat / Organisasi Radikal 1. Culaviyuha
Sutta
(khotbah
kecil
tentang
penyebab
perselisihan) - Penyebabnya adalah perbedaan pandangan
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 1
2. Mahaviyuha Sutta (Khotbah utama tentang penyebab kekerasan dan perselisihan ) - Penyebabnya adalah perbedaan pandangan 3. Piagam (Tugu Prasasti) Raja Asoka dari India “Piyadassi” artinya
“Yang
Penuh
Prikemanusiaan”,
isinya
;“Dalam
memberikan penghormatan kepada agamanya sendiri, janganlah sekali-kali mencemoohkan atau menghina agama-agama lainnya dengan berbuat demikian selain membuat agamanya sendiri berkembang, dan di samping itu telah pula memberikan bantuan kepada agama-agama lainnya. Jika berbuat kebalikannya, maka berarti menggali lubang kubur untuk agamanya sendiri, di samping itu pula mencelakakan agama lainnya. Barang siapa menghormati agamanya sendiri, tetapi menghina kepada agama lainnya dengan berpikir bahwa berbuat demikian adalah telah melakukan sesuatu yang baik sebagai pemeluk agama yang taat ini malah akan berakibat sebaliknya, yaitu akan memukul agamanya sendiri”
III. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sigalovada Sutta dijelaskan oleh Sang Buddha tentang kewajiban suami kepada istri dan kewajiban istri kepada suami. Dalam lima cara seorang istri harus diperlakukan sebagai arah barat oleh suaminya: 1.
Dengan perhatian
2 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
2.
Dengan keramah-tamahan
3.
Dengan kesetiaan
4.
Dengan menyerahkan kekuasaan kepadanya atau kewajiban
5.
Dengan memberikan barang-barang perhiasan kepadanya
Dalam lima cara ini seorang istri yang diperlakukan oleh suaminya sebagai arah barat: 1.
Kewajiban-kewajibannya dilakukan dengan sebaik-baiknya
2.
Berlaku ramah-tamah kepada sanak keluarga dari kedua belah pihak
3.
Dengan kesetiaan
4.
Membawa barang-barang yang dibawanya
5.
Pandai dan rajin mengurus segala pekerjaan
IV. Bencana Alam Menurut ajaran Buddha, yang mengatur semua fenomena di seluruh alam semesta ini ada 5 (lima hukum), yaitu: 1. Utu NiyÄ ma : Hukum fisika, mencakup semua fenomena anorganik. 2. Bija NiyÄ ma : Hukum biologis, mencakup semua fenomena organik. 3. Kamma NiyÄ ma : Hukum sebab-akibat, ciri semua fenomena tindakan yang dilakukan yaitu perbuatan yang baik akan berakibat baik dan perbuatan yang buruk akan mendatangkan akibat yang buruk.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 3
4. Citta NiyÄ ma : Hukum psikologis, mencakup semua proses kerja pikiran. 5. Dhamma NiyÄ ma : Hukum kebenaran, ciri semua fenomena yang terjadi yaitu bahwa semua fenomena saling keterkaitan dan termasuk semua proses yang bukan merupakan cakupan empat hukum di atas, seperti kebenaran konsep matematika dalam menggambarkan realitas.
V. KEADILAN SOSIAL DI DALAM AGAMA BUDDHA Sepuluh kewajiban seorang raja" (dasa-raja-dhamma) ; 1. Dana (suka menolong orang, tidak kikir dan ramah tamah) Seorang raja tidak boleh terlalu terikat kepada harta kekayaannya, tetapi
pada
waktu
diperlukan
ia
harus
berani/bersedia mengorbankannya demi kepentingan rakyat. 2. Sila (moralitas yang tinggi) Ia seharusnya jangan membinasakan makhluk hidup, menipu, mencuri, korupsi, melakukan perbuatan asusila, berbicara tidak benar dan minum-minuman keras. 3. Pariccaga (mengorbankan segala sesuatu demi kepentingan rakyat) Ia
harus
bersedia
pribadi, nama dan
mengorbankan
semua
kesenangan
keagungan, sampaipun nyawa demi
kepentingan rakyat. 4. Ajjava (jujur dan bersih)
4 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
Ia harus jujur, bebas dari rasa takut dan tidak boleh mempunyai kepentingan
pribadi
sewaktu
menjalankan
tugas, bersih tujuannya dan jangan sekali-kali menipu rakyat. 5. Maddava (ramah tamah dan sopan santun) Ia harus mempunyai watak yang simpatik dan selalu ramah tamah terhadap siapapun. 6. Tapa (sederhana dalam penghidupan) Ia harus membiasakan diri untuk hidup sederhana dan menjauhkan diri dari penghidupan yang berlebih-lebihan. 7. Akkodha (bebas dari kebencian, keinginan jahat dan sikap bermusuhan). Ia seharusnya tidak mempunyai rasa dendam terhadap siapapun juga. 8. Avihimsa (tanpa kekerasan). Ini bukan saja berarti bahwa ia tidak boleh menyakiti orang lain, tetapi ia harus pula memelihara perdamaian dengan mengelakkan peperangan dan semua hal yang mengandung unsur kekerasan dan penghancuran hidup. 9. Khanti (sabar, rendah hati, dapat memaafkan kesalahan orang lain) Ia harus dapat menghadapi halangan, kesulitan-kesulitan dan ejekan- ejekan dengan hati yang sabar, penuh pengertian dan memaafkan perbuatan orang lain yang menyakiti hatinya. 10. Avirodha (tidak menentang, tidak menghalang-halangi)
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 5
Ini berarti ia tidak boleh menentang kemauan rakyat, tidak boleh menghalang-halangi
usaha
untuk
memperbaiki
kesejahteraan rakyat. Dengan perkataan lain. Ia harus hidup bersatu dengan rakyat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat.
Berikutnya kita dapat melihat prinsip keadilan sosial tersebut di dalam peraturan kebhikkhuan yang mana seluruh bhikkhu tidak memandang kastanya mengenakan jubah dan melaksakan aturan (vinaya) yang sama.
6 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
MENGATASI RADIKALISME YANG MENGATASNAMAKAN AGAMA Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
( 3x )
Indonesia merupakan negara multikultur, multi etnis, multi agama dimana disitu terdapat banyak perbedaan. Sehingga memungkinkan banyaknya
persinggungan-persinggungan
yang
kadang
bisa
menimbulkan masalah yang besar. Salah satunya adalah radikalisme yang mengatasnamakan agama. Ini adalah masalah akhir- akhir ini sering kita ketahui beritanya diberbagai media massa. Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam hal ini perubahan atau pembaharuan dengan landasan agama atau kepercayaan yang dianut seseorang. Radikalisme biasanya berujung kekerasan, seperti contoh yang dilakukan banyak organisasi masyarakat pada bulan tertentu. Mereka
menertibkan
warung-warung,
diskotik
dengan
jalan
kekerasan dengan alasan warung-warung atau diskotik tersebut melakukan aktifitas yang tidak sesuai ajaran agama. Kemudian kasus di monumen nasional ketika forum kebebasan beragama melakukan deklarasi kebebasan memeluk agama diserang oleh orang dari sebuah organisasi masyarakat.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 7
Penganut radikalisme beranggapan bahwa orang yang menentang hal tersebut akan mengalami kesukaran baik dimasa sekarang maupun masa mendatang. Hal ini kemudian menjadi dogma yang kemudian
didoktrinkan
kepada
orang
lain
untuk
menjadi
pengikutnya. Dalam agama buddha, radikalisme akan menghambat kemajuan batin seseorang. Karena radikalisme merupakan salah satu ditthiupadana (kemelekatan terhadap pandangan salah dan jahat). Jelas bahwa orang yang memiliki paham radikalisme adalah orang yang memiliki moral buruk. Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha tentang cinta kasih terhadap semua makhluk. Secara umum radikalisme disebabkan oleh beberapa hal, yaitu; 1. Timbulnya pandangan salah terhadap ajaran agama yang di anutnya seperti kesalahpahaman dalam menafsirkan isi kitab suci. 2. Kurangnya kesejahteraan Paham ini mudah didoktrinkan kepada orang-orang terutama orang yang kesejahteraannya kurang. Dengan janji akan diberi harta atau dengan mengikuti paham ini orang tersebut akan menjadi kaya. 3. Balas dendam Ketika salah satu individu atau dari kelompok atau organisasi masyarakat mempunyai masalah dengan organisasi masyarakat
8 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
lain apalagi yang agamanya berbeda. Hal ini akan menimbulkan balas dendam dengan motif agama. 4. Ketidak sependapat terhadap kebijakan politik terutama yang merugikan agamanya. Jelas itu akan memicu kelompok- kelompok atau organisasi masyarakat tertentu untuk melakukan tindak kekerasan apabila kebijakan itu tidak dicabut atau dibenahi. Karena sekarang ini jarang sekali kelompok- kelompok atau organisasi masyarakat di Indonesia yang mau bernegosiasi. Walaupun ada yang mau tetapi jika pada akhirnya tidak ada kesepakatan bukan tidak mungkin nantinya juga akan berujung kekerasan. Karena merasa tidak mau mengalah.
Sang buddha dalam Culaviyuha Sutta ( khotbah kecil tentang penyebab perselisihan) dan Mahaviyuha Sutta ( Khotbah utama tentang penyebab kekerasan dan perselisihan) bagian dari Kitab Suci Tripitaka Sutta Pitaka menjelaskan penyebab utama kekerasan adalah perbedaan pandangan. Di tambah lagi sekarang dengan nafsu kemelekatan. Kemudian munculnya ego dalam diri seseorang merasa bahwa apa yang pandang atau yang menjadi paham itu paling benar. Adannya persinggungan-persinggungan dengan pihak lain itu akan membuat seseorang untuk mempertahankan apa yang diyakininya dengan cara apapun termasuk dengan kekerasan. Dalam Upali Sutta Majjhima Nikaya, Upali merupakan pengikut ajaran dari Nigantha Nataputta yang diutus oleh gurunya untuk
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 9
mengalahkan Sang Buddha dalam perdebatan. Tetapi akhirnya, Upali mengakui Buddha bukan hanya ajaran beliau saja, namun juga menghormati ajaran lain. Disini Upali tidak memiliki rasa dendam karena telah dikalahkan Sang Buddha namun justru memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap ajaran Sang Buddha dan ajaran lain. Kita hendaknya meniru apa yang dilakukan Upali bahwa kita harus senantiasa sadar bahwa pertikaian itu hanya akan menghambat kemajuan diri kita dan menambah karma buruk. Hal yang sangat penting juga adalah pluralisme agama, kita ketahui bahwa Indonesia ini banyak agama, banyak juga aliran-alirannya. Pluralisme agama dalah suatu konsep pandangan dunia bahwa sebuah agama yang di anut seseorang bukanlah bukanlah satu sumber kebenaran tetapi dalam agama orang lain pun dapat ditemukan nilai- nilai yang setidaknya bermakna baik. Ketika semua penganut agama di negeri ini sadar akan pluralisme bukan tidak mungkin akan terciptanya kenyaman beribadah. Kekerasan yang mengatasnamakan agama pun akan hilang. Karena kebebasan beragama juga merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Kita contoh Sang Buddha, beliau tidak mencapai penerangan
sempurna
dengan
kekerasan
tetapi
dengan
memancarkan cinta kasih terhadap semua makhluk. Raja Asoka, dalam
piagam-piagamnya
yang
salah
satunya
diberi
nama
“Piyadassi� artinya “Yang Penuh Prikemanusiaan�, yang berisikan
10 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
anjuran kepada rakyatnya agar hidup sesuai menurut Buddha Dharma yang diajarkan Buddha Gotama, yaitu saling kasih mengasihi, saling hormat menghormati dan penuh toleransi terhadap semua paham serta aliran. Isi detailnya yaitu; “Dalam memberikan penghormatan kepada agamanya sendiri, janganlah sekali-kali mencemoohkan atau menghina agama-agama lainnya dengan berbuat demikian selain membuat agamanya sendiri berkembang, dan di samping itu telah pula memberikan bantuan kepada agama-agama lainnya. Jika berbuat kebalikannya, maka berarti menggali lubang kubur untuk agamanya sendiri, di samping itu pula mencelakakan agama lainnya. Barang siapa menghormati agamanya sendiri, tetapi menghina kepada agama lainnya dengan berpikir bahwa berbuat demikian adalah telah melakukan sesuatu yang baik sebagai pemeluk agama yang taat ini malah akan berakibat sebaliknya, yaitu akan memukul agamanya sendiri� Jadi, marilah kita ciptakan diri yang penuh pemaaf dan penuh kasih terhadap orang lain. Kita jaga kerukunan beragama agar tercipta suasana yang kondusif. Supaya kita dalam beribadah merasa nyaman dan tentram tidak ada pihak-pihak yang mengusik. Kita tunjukkan bahwa agama Buddha bukan agama yang keras, radikalis. Sabbe satta bhavantu sukhitatta (semoga semua makhluk hidup berbahagia) Sadhu sadhu sadhu.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 11
PANDANGAN AGAMA BUDDHA TENTANG NARKOBA DAN MINUMAN KERAS I. Minuman Keras Dalam kehidupan sekarang ini kita sering melihat gaya hidup anak-anak muda yang senang berhura-hura, salah satunya adalah suka minum minuman keras. Memang meminum minuman keras ini bagi anak muda merupakan suatu hal yang sering dilakukan, karena menurut pandangan mereka, dengan berpesta minuman keras mereka dapat menunjukkan jati diri mereka, mereka merasa bangga, senang, hebat, kuat, dan jantan. Bagi seorang laki-laki yang tidak melakukan ini dikatakan sebagai banci, pengecut, dan tidak memiliki keberanian.
Biasanya minuman keras sering menjadi pesta kawula muda pada hari-hari raya untuk menyambut akhir tahun. Mereka merasa puas kalau sudah meminum minuman keras, yang penting bagi mereka bisa senang dan gembira. Sifat anak muda kalau ia belum merasakan sesuatu yang berbahaya, mula-mula ingin melihat, lalu ingin tahu. Setelah tahu ingin coba-coba, setelah coba-coba ketagihan.
Jadi
kalau
sudah
ketagihan
begini,
ia
akan
ketergantungan terhadap minuman keras. Akibatnya bukan menyelesaikan masalah malah membawa banyak masalah. Kalau
12 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
sudah begini siapa yang dirugikan? Tentunya ia sendiri yang menderita kerugian dan juga orang lain.
Di Indonesia ada berbagai macam merk minuman keras yang beredar bebas di pasaran, baik supermarket besar maupun di warung-warung kecil. Sebenarnya, akibat minuman keras pada kesehatan sudah banyak diketahui orang. Tetapi tetap saja ada konsumen yang mencari-cari minuman memabukkan yang satu itu.
II. Narkoba Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat-obatan berbahaya.Narkoba
mengacu pada
sekelompok
zat
yang
umumnya mempunyai risiko kecanduan bagi penggunanya. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian. Menurut agama Buddha sendiri, ada banyak referensi yang cukup menunjukkan
bagaimana
seharusnya
para
umat
Buddha
menyikapi narkoba dan minuman keras. Diantaranya dalam Pancasila Buddhis Sila Ke - 5 yaitu;
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 13
Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā
veramaṇi
sikkhāpadaṁ
sāmādiyami. Yang artinya “Aku bertekad melatih diri menghindari minuman memabukan hasil penyulingan atau peragian yang menyebabkan lemahnya kewaspadaan”. Yang secara khususnya terdiri dari 5 kosa kata yaitu : 1. Surā artinya Sesuatu yang membuat nekat, mengacu pada minuman keras yang mengandung alkohol. 2. Meraya artinya Sesuatu yang membuat mabuk/kurangnya kewaspadaan seperti minuman keras yang memabukkan. 3. Majja artinya Sesuatu yang membuat tidak sadarkan diri, seperti ganja Narkoba. 4. Pamādaṭṭhānā
artinya
yang
menjadi
dasar
kelengahan/kecerobohan. 5. Veramaṇi Sikkhāpadaṁ Sāmādiyami artinya aku bertekad akan melatih diri menghidari. Sumber Ajaran Sang Buddha yang lainnya yaitu; “Appado amatapadam, padamo Maccunopadam, appamatta na niyanti, Ye pamatta Yatha mata“. Artinya : “Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan, kelengahan adalah jalan menuju kamatian. Orang yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati”. (Dhammapada, 21).
14 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
Selain itu, dalam Parabhava Sutta (Sutta tentang sebab-sebab kemerosotan), Sang Buddha Bersabda; “Manusia yang ketagihan kepada wanita, minuman keras, perbuatan jahat, menghamburhamburkan segala sesuatu yang dimiliki, itulah sebab kemerosotan seseorang”. Di dalam Manggala Sutta (sutta tentang Berkah Utama), Sang Buddha ditanya bagaimanakah
berkah termulia itu? Sang
Buddha menjawab, ” … menghindari dan menjauhi perbuatan jahat, menjauhkan diri dari minuman keras, dan tekun dalam menjalankan kebajikan, itulah berkah utama.” Sang Buddha, seperti dalam Sigalovada Sutta, menasihati Sigala bahwa ada 6 saluran pemborosan untuk menghamburkan kekayaan, yang mana oleh seorang umat Buddha harus dihindari, mereka adalah: 1. Kegemaran akan minuman keras 2. Berkeliaran di jalan tanpa kenal waktu 3. Sering berpelesir (bertamasya untuk hal yang berlebihan dan memanjakan diri ) 4. Gemar berjudi 5. Bergaul dengan orang jahat 6. Ketagihan akan kemalasan (malas bekerja) Dalam hal pertama, Sang Buddha bersabda, “O, Sigala, ada 6 akibat buruk dari kegemaran akan minuman keras, yang mana disebabkan oleh ketagihan dan ketidaktahuan, yakni;
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 15
1. Harta bendanya segera habis 2. Menimbulkan pertengkaran 3. Mudah diserang penyakit 4. Mendapat reputasi buruk 5. Mendapat rasa malu 6. Kecerdasan menurun Dalam Sigalaka Sutta, yakni Sutta ke-31 dalam kumpulan Digha Nikaya, Sang Buddha bersabda bahwa; “Hawa nafsu keinginan rendah dan kebencian, kekhawatiran beserta kebodohan, Ia yang melanggar hukum atau melakukan kejahatan karena hal-hal tersebut. Kehilangan seluruh nama baiknya Laksana rembulan saat mengecil tampilannya”. Disini kita bisa mencermati bahwa minum-minuman keras dan narkoba apalagi kalau sampai kecanduan, ini termasuk dalam “Hawa nafsu keinginan rendah …” yang dikatakan Sang Buddha. Dan juga, ia yang mengkonsumsi narkoba dan minuman keras termasuk dalam “Ia yang melanggar hukum …”. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Buddhisme menganjurkan dengan tegas untuk tidak mengonsumsi narkoba dan minuman keras. Jadi secara tidak langsung lewat nasihat-nasihat tersebut,
Sang
Buddha
melarang
para
mengkonsumsi narkoba dan minuman keras.
16 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
muridnya
untuk
TANGGAPAN AJARAN BUDDHA TERHADAP BENCANA ALAM Bencana alam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bencana yang disebabkan oleh alam (seperti gempa bumi, angin besar, dan banjir). Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang bencana alam yang sering terjadi, khususnya di Indonesia dari sudut pandang agama Buddha. Menurut ajaran Buddha, yang mengatur semua fenomena di seluruh alam semesta ini ada 5 (lima hukum), yaitu: 1. Utu Niyāma : Hukum fisika, mencakup semua fenomena anorganik. 2. Bija Niyāma : Hukum biologis, mencakup semua fenomena organik. 3. Kamma Niyāma : Hukum sebab-akibat, ciri semua fenomena tindakan yang dilakukan yaitu perbuatan yang baik akan berakibat baik dan perbuatan yang buruk akan mendatangkan akibat yang buruk 4. Citta Niyāma : Hukum psikologis, mencakup semua proses kerja pikiran. 5. Dhamma Niyāma : Hukum kebenaran, ciri semua fenomena yang terjadi yaitu bahwa semua fenomena saling keterkaitan dan Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 17
termasuk semua proses yang bukan merupakan cakupan empat hukum di atas, seperti kebenaran konsep matematika dalam menggambarkan realitas. 5 (Lima) hukum di atas yang mengatur semua fenomena yang terjadi di alam semesta ini, termasuk bencana alam. Ajaran Buddha menjelaskan bahwa bencana alam disebabkan oleh hukum fisika (dalam hal ini geologi), dan bisa juga karena kesalahan manusia. Inti ajaran Buddha adalah bahwa semua fenomena yang terjadi adalah saling terkait. Hukum fisika mengatur kerja alam yaitu siklus hujan, namun karena manusia banyak menebang pohon sembarang, membuang sampah sembarang sehingga berakibat banjir. Contoh lainnya adalah musim yang kacau yang disebabkan oleh pemanasan global yang juga diakibatkan oleh manusia. Ciri alam adalah selalu seimbang, sehingga ketika alam tidak seimbang lagi (rusak) disebabkab manusia, maka terjadilah fenomena alam yang tidak biasa sehingga mungkin menjadi bencana bagi manusia. Lainnya halnya dengan gempa bumi, letusan gunung berapi dan bencana alam geologis lainnya. Hingga saat ini belum terlihat dengan jelas apakah ada kaitan langsung atau tidak langsung antara bencana alam geologis dan tindakan manusia. Gempa bumi, letusan gunung berapi, dan bencana alam geologis lainnya lebih banyak disebabkan oleh
hukum
fisika
(geologi).
Namun,
musim
kemarau
berkepanjangan, cuaca yang tidak menentu, banjir, longsor, 18 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
kebakaran hutan yang terjadi sampai saat ini sebagian besar adalah ulah manusia secara langsung maupun tidak langsung. Ajaran Buddha mengajarkan kepada manusia terutama untuk berkaca melihat diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Satu tindakan kecil membuang sampah sembarangan yang dilakukan oleh seorang individu bisa saja menyebabkan bencana besar bagi manusia lainnya.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 19
PANDANGAN BUDDHIS MENGENAI KEKERASAN FISIK DAN PEMBUNUHAN MAKHLUK HIDUP Sang Buddha mengajarkan bila pihak lain melakukan kejahatan dan kekerasan fisik kepada kita, maka tidak pada tempatnya kita balas melakukan kejahatan kepadanya. Bila kita membalas, maka pihak “sana” akan membalas kembali dan berkembanglah kejahatan itu makin luas. Membalas kejahatan juga akan berakibat dikenai kejahatan, jadi bila kita tidak membalas kejahatan yang dia lakukan, dia pasti akan menerima kejahatan sesuai dengan Hukum Karma, karena Hukum Karma berlaku bagi semua orang. Masalah orang itu mengerti, mengakui apa tidak dia tetap “kena” Hukum Karma. Tidak membalas kejahatan ini diteladani juga oleh Sang Buddha. Saudara sepupu beliau, bernama Devadatta adalah orang yang iri hati akan kemampuan dan karismatik Sang Buddha. Berkali-kali Devadatta melakukan perbuatan jahat, setiap kali pula Sang Buddha tidak membalasnya. Kekuatan metta (cinta kasih) Sang Buddha sudah dapat menghentikan rencana jahat Devadatta. Ketika Sang Buddha menceriterakan kisah Pangeran Dirghayu yang ayahnya Raja Dirgheti dibunuh oleh Raja Brahmadatta, Sang Buddha menjelaskan bahwa sesaat sebelum wafat Raja Dirgheti minta agar 20 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
putranya tidak membalas pembunuh ayahnya dengan cara yang sama.
“Kebencian tidak akan berakhir bila dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian akan berakhir kalau dibalas dengan welah asih”. (Majjima Nikaya 128)
Menghargai kehidupan dengan tidak membunuh dan melindungi kehidupan, merupakan melatih welas asih dengan melindungi dan menguntungkan semua kehidupan. Menyadari penderitaan yang disebabkan
oleh
penghacuran
kehidupan,
akan
berusaha
mengembangkan welas asih dan melindungi kehidupan manusia, hewan, dan tanaman (melindungi alam semesta). Sang Buddha telah menjelaskan aturan tentang pembunuhan pada Pancasila Buddhis Sila Ke–I yang berbunyin; Pānātipātā veramaṇi sikkhāpadaṁ samādiyāmi yang artinya
aku bertekad melatih diri menghindari
pembunuhan makhluk hidup. Pānātipātā terdiri dari kata Pānā dan ātipātā. Kosakata Pānā secara harfiah berarti ‘makhluk’ atau ‘kehidupan’ dan ātipātā berarti ‘lepas dengan cepat’. Gabungan kedua kosakata itu mempunyai makna ‘membuat suatu makhluk mengalami kematian’, atau ‘kehidupan mati’ , atau ‘meninggal sebelum waktunya’. Jadi, Pānātipātā dapat disepadankan dengan kata ‘pembunuhan’. Sedangkan veramaṇi
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 21
sikkhÄ padaáš samÄ diyÄ mi artinya aku bertekad melatih diri menghindari. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor : 1) Ada makhluk hidup 2) Mengetahui bahwa makhluk itu masih hidup 3) Berniat untuk membunuh 4) Melakukan usaha untuk membunuh 5) Makhluk itu mati melalui usaha itu. Perbuatan buruk lain yang termaksuk dalam pelanggaran sila pertama ini adalah : 1) Membunuh manusia dan hewan 2) Menyiksa manusia dan binatang 3) Menyakiti manusia dan hewan Akibat buruk dari pembunuhan adalah : 1) Pendek umur 2) Banyak penyakit 3) Senantiasa sedih 4) Selalu dalam ketakutan Maksud dari sila ini adalah melatih rasa simpati, cinta kasih (maitri dan kasih sayang (karuna). Bila rasa simpati berkembang pada tingkatan tertinggi, ia akan menjadi mitri dan karuna. Kita harus melatih maitri karuna melalui latihan sila jangan membunuh. Dari
22 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
jangan membunuh manusia, kita harus mengembangkannya pada semua makhluk termasuk semua makhluk yang kecil. Kita berusaha agar pikiran membunuh tidak muncul. Kebencian adalah penyebab utama pembunuhan. Sila jangan membunuh menolong kita mengakhiri keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Jika kita dapat memahami prinsip di balik sila ini, kita akan menyadari bahwa cukup mudah untuk menaati sila jangan membunuh. Banyak orang memiliki masalah untuk menjadi vegetarian. Menjadi vegetarian adalah hal yang baik, tetapi kita harus memahami tujuan sebenarnya. Tujuan menjadi vegetarian adalah untuk berlatih maĂŽtre dan karuna. Kita harus belajar mencintai dan merawat binatang kecil dan juga manusia. Kita harus memperhatikan orang lain, merasa simpati terhadap kebodohan orang lain dan menolong mereka. Dengan menjadi vegetarian, maka telah melatih diri untuk tidak membunuh. Dalam hal ini menolong kita mengembangkan maĂŽtre dan karuna. Hal yang penting disini juga adalah memahami bahwa tujuan tidak membunuh adalah untuk melatih perasaan simpati, cinta kasih dan kasih sayang. Jika muncul suatu dendam terhadap siapa pun, maka orang seharusnya mengembangkan cinta kasih (metta) terhadapnya atau kasih sayang (karuna) atau ketenang-seimbangan (upekkha). Dengan cara itu orang dapat menghilangkan dendam terhadap orang itu. Atau orang seharusnya tidak memperhatikan dan tidak
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 23
memikirkan dia. Dengan cara itu orang dapat menghilangkan dendamnya. Atau orang dapat menerapkan 'fakta kepemilikan kamma' terhadap orang itu: "Orang terhormat ini adalah pemilik perbuatan-perbuatannya,
pewaris
perbuatan-perbuatannya;
perbuatan-perbuatannya adalah kandungan (dan dari situ dia telah muncul), keluarganya dan pelindungnya. Apa pun perbuatan yang dia lakukan-baik atau buruk-dialah yang akan menjadi pewarisnya." Inilah lima cara untuk bebas dari dendam, yang dengannya seorang bhikkhu dapat menghilangkan semua dendam yang telah muncul di dalam dirinya. (Anguttara Nikaya V, 161).
24 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
PENCURIAN DALAM PANDANGAN BUDDHA
Pencurian atau pengambilan barang yang tidak di berikan telah dijelaskan secara detail oleh Sang Buddha dalam Pancasila Buddhis Sila ke–2 yang berbunyi; Adinnādānā veramaṇi sikkhāpadaṁ samādiyāmi yang artinya aku bertekad akan melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan. Mengahargai milik orang lain dengan tidak mencuri maka telah melatih kemurahan hati dengan berbagi dan memberikan kekayaan materi spiritual milikku. Menyadari
penderitaan
ketidakadilan,
pencurian,
yang
disebabkan
penindasan,
akan
oleh
eksploitasi,
berusaha
untuk
mengembangkan cinta kasih untuk kehidupan yang lebih baik bagi manusia dan hewan. Aku akan berlatih bersikap sopan dan murah hati dengan berbagi kekayaan, waktu, energy, simpati, memberikan semangat dan sumber-sumber lain, khususnya kebenaran, bagi yang membutuhkannya. Aku berusaha untuk tidak mencuri sesuatu (termaksuk
waktu,
misalnya
dengan
terlambat
atau
tidak
bertanggung jawab saat bekerja) milik orang lain. Aku akan menghargai milik orang lain dan milik umum, dan mencegah orang lain mendapatkan keuntungan di atas penderitaan makhluk lain. Adinnādānā berasal dari kata a, dinnā dan dānā. Kata a merupakan sebuah kata sangkalan dan dinna berarti ‘barang yang diberikan oleh
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 25
pemiliknya’, maka adinna berarti ‘barang yang tidak deberikan oleh pemiliknya’. Kata adana berarti ‘mengambil barang atau merampas’. Gabungan ketiga kosa kata itu menjadi ‘ mengambil barang yang tidak
diberikan
oleh
pemiliknya’.
Jadi,
adinnadana
dapat
disepadankan dengan kata ‘pencurian’. Suatu perbuatan disebut mencuri bila memenuhi lima faktor : 1) Ada barang milik orang lain 2) Mengetahui bahwa barang tersebut ada pemiliknya 3) Berniat untuk mencurinya 4) Melakukan usaha untuk mengambilnya 5) Berhasil mengambilk melalui usaha itu
Perbuatan yang termaksuk dalam pelanggaran sila kedua ini, yang harus kita hindari adalah: 1) Mencuri, mencopet, menjambret, merampok dan sejenisnya 2) Korupsi, kolusi, nepotisme, manipulasi, penggelapan barang atau uang dan sejenisnya 3) Berjudi, taruhan, mengikuti undian dan sejenisnya.
Akibat buruk dari perbuatan mencuri adalah : 1) Lahir dalam keadaan miskin 2) Sering dinista dan dihina 3) Dirangsang oleh keinginan yang senantiasa tidak tercapai 4) Hidupnya selalu bergantung pada orang lain.
26 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
Sila jangan mencuri secara tidak langsung membantu kita menaati sila jangan membunuh. Tubuh kita adalah sebuah kehidupan. Agar kehidupan bertahan diperlukan makanan dan pendukung. Hidup manusia adalah kehidupan intern. Sila jangan membunuh adalah sebuah aturan untuk tidak membunuh kehidupan intern. Sila ini adalah sebuah aturan untuk kehidupanekstern. Mencuri kepunyaan orang lain daoat mengakibatkan orang lain berada dalam kesulitan dalam mempertahankan gaya hidup sehingga mengancam hidup.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 27
KEADILAN SOSIAL DI DALAM AGAMA BUDDHA
Bagian ini akan menjelaskan mengenai prinsip-prinsip keadilan sosial menurut Agama Buddha. Di dalam membicarakan mengenai keadilan sosial maka prinsip yang terkait erat adalah mengenai penyelenggaraan pemerintahan. Yang mana pemerintah bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyatnya.
Di dalam berbagai Sutta dan Sutra Sang Buddha banyak membahas mengenai hal ini. Di dalam Kutadanta Sutta yang merupakan Sutta ke 5 dari Digha Nikaya dikatakan demikian: "Brahmana yang baik, dengar dan perhatikanlah apa yang akan Saya katakan." "Baik," jawab Brahmana Kutadanta.
"Dahulu kala ada seorang raja bernama Mahavijito yang memiliki harta dan kekayaan yang besar sekali; memiliki gudang-gudang emas dan perak serta hal-hal yang menyenangkan, barang-barang serta panen yang baik; lumbung dan penyimpanan harta yang penuh. Pada suatu hari ia sedang duduk sendiri, merenung dan berpikir: "Saya memiliki segala sesuatu yang dapat dinikmati oleh manusia. Seluruh dunia menjadi milikku karena saya taklukkan. Suatu hal yang baik jika saya melakukan upacara korban yang besar guna memantapkan
28 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
kesejahteraan
dan
kejayaanku
saya
untuk
kemudian
hari.
"Raja memanggil brahmana penasehat spiritualnya dan mengatakan apa yang telah dipikirkannya dengan berkata: "Saya akan senang sekali melakukan
upacara
pengorbanan
yang
besar
demi
kejayaan dan kesejahteraanku untuk masa yang lama. Katakan padaku bagaimana caranya? "Penasehat raja menjawab: "Kerajaan sedang dalam kekacauan. Ada perampok yang merajalela di desa-desa dan kota-kota dan mengakibatkan jalan-jalan tidak aman. Bilamana hal itu masih seperti itu, lalu raja akan menarik pajak, maka raja akan bertindak salah. Namun bilamana raja berpendapat, akan segera menghentikan perampok-perampok itu dengan cara penangkapan, mendenda, mengikat dan menghukum mati. Tetapi kejahatan itu tidak akan lenyap dengan seperti itu. Karena penjahat yang tak tertangkap akan tetap melakukan kejahatan. Ada sebuah cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan kekacauan ini. Siapa saja dalam kerajaan yang hidup sebagai peternak dan petani, Raja berikan makanan dan bibit kepada mereka.Siapa saja dalam kerajaan yang hidup sebagai pedagang, raja berikan modal kepada mereka.Siapa saja dalam kerajaan yang hidupnya sebagai pegawai negara, Raja berikan gaji dan makanan kepada mereka. Orang-orang itu melaksanakan pekerjaan mereka masing-masing, maka pendapatan negara akan meningkat, kerajaan
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 29
akan aman dan damai, rakyat akan senang dan bahagia, mereka akan menari dengan anak-anak mereka dan mereka hidup dengan rumah yang aman.Raja Mahavijita menerima dan melaksanakan seperti apa yang disampaikan oleh penasehat kepadanya. Demikianlah, rakyat hidup melaksanakan tugas mereka masingmasing, akibatnya
kejahatan
lenyap.
Perbendaharaan
raja
bertambah. Kerajaan menjadi aman dan damai. Rakyat menjadi senang dan bahagia, mereka menari dengan anak-anak mereka dan mereka hidup dengan rumah yang aman." Membaca kutipan di atas kita akan langsung mengetahui bahwa pemimpin yang
baik
adalah
rakyatnya. Pemerintahan kemakmuran
yang
yang
baik
bagi rakyatnya dengan
memikirkan
kesejahteraan
seyogyanya menyediakan
mewujudkan kebutuhan
mereka, seperti misalnya dalam bidang sosial konomi. Sesuatu
dengan
sabda
Sang
Buddha
di
atas maka dengan
meningkatkan kemakmuran, hal tersebut dapat mengurangi angka kriminalitas. Nasehat Sang Buddha tersebut sungguh tepat dan jitu, hanya saja dibutuhkan seorang pemimpin yang berkualitas dan berhati nurani untuk melaksanakannya. Di dalam Cakkavati Sihanada Sutta atau Sutta ke 26 dari Digha Nikaya kita dapat menemukan contoh lain mengenai pemimpin yang baik: "Para bhikkhu, pada zaman dahulu ada seorang maharaja
30 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
dunia (cakkavatti) yang
bernama
Dalhanemi
yang
jujur,
memerintah berdasarkan kebenaran, raja dari empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya, pemilik tujuh macam permata. " Di
sini
ditekankan
fungsi
pemimpin
sebagai
pelindung
rakyatnya. Yang dimaksud pelindung adalah pelindung bagi segenap rakyatnya dan bukan hanya pelindung bagi golongan tertentu saja.Pada bagian berikutnya dari Sutta tersebut Sang Buddha menegaskan kembali sebagai berikut: "Para
bhikkhu,
demikianlah
diberikan kepada orang meluas. Karena
yang
karena miskin
dana-dana maka
kemelaratan bertambah
tidak
kemelaratan
maka
pencuri
bertambah. Karena pencuri bertambah maka kekerasan berkembang dengan cepat. Disebabkan adanya kekerasan yang meluas maka pembunuhan menjadi biasa." Demikianlah dari sabda Sang Buddha di atas kita jadi memahami bahwa untuk
menekan
angka
kriminalitas
adalah
dengan
mewujudkan keadilan sosial di dalam masyarakat. Salah satunya adalah dengan memberikan bantuan bagi kaum miskin. Namun bantuan atau dana tersebut tidak harus berupa uang. Ada pepatah mengatakan bahwa lebih baik kita memberikan pancing daripada memberikan ikannya. Ikan dapat habis setelah dimakan, tetapi dengan pancing kita dapat mencari ikan sendiri, yang mana hal tersebut dapat menghidupi sepanjang hidup kita.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 31
Kunci
dari
masalah
ini
adalah
pemberdayaan
masyarakat
miskin, industri kecillah yang seharusnya disokong dan dibantu dan bukannya perusahaan konglomerat. Jika pemerintah terlalu berpihak pada kaum kaya maka keadilan sosial tidak akan terwujud. Pada Suvarnabhasottama Sutra bab 12 (Petunjuk mengenai raja yang baik) Sang Buddha memberikan perbandingan antara pemimpin yang bajik dan tidak bajik: "Seorang raja adalah orang tua bagi mereka yang melakukan tindakan bajik." "Jika seorang raja membiarkan kejahatan di negerinya, serta tidak menghukum kejahatan
mereka
akan bertambah
yang
melakukan
banyak, serta
kejahatan, maka
pertengkaran
dan
keributan akan terjadi dimana-mana, juga bencana-bencana alam, seperti panen yang gagal, hujan yang tidak dikehendaki, serta kelaparan. Raja itu juga akan terpisah dari yang dicintai dan kehilangan kekuasaannya." "Sebaliknya
ada
raja
yang
menegakkan
Dharma
di
negerinya. Ia melakukan keadilan dan menindak tegas mereka yang melakukan kejahatan, bahkan demi keadilan, ia rela mengorbankan hidupnya sendiri. Maka para raja-raja dewata akan melindungi. Hujan akan
tepat
waktu
dan
raja
itu
sendiri
32 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
akan
menjadi
termashyur." "Sang raja harus melindungi rakyatnya sesuai dengan Dharma." "Sang raja harus mengajarkan Dharma serta membimbing para makhluk melaksanakan kebajikan." Demikianlah pada Sutra di atas telah dibabarkan mengenai dasardasar kepemimpinan. Seorang
pemimpin
yang
membiarkan
kejahatan dan bahkan terlibat dalam kejahatan tersebut akan kehilangan
kekuasaannya,
namun sebaliknya
pemimpin
yang
mengajarkan dan melaksanakan kebenaran makanegerinya akan aman dan makmur, dan bahkan namanya sendiri akan harum. Lebih
jauh
lagi
di
dalam kitab
Jataka dapat
dibaca
cara
untuk mendapatkan pemerintahan yang jujur dan bersih diterangkan dalam ajaran-Nya tentang "Sepuluh kewajiban seorang raja" (dasaraja-dhamma). Tentu saja istilah raja sekarang dapat diganti dengan istilah pimpinan secara umum. Sepuluh kewajiban dari seorang raja adalah sebagai berikut : 1. Dana (suka menolong orang, tidak kikir dan ramah tamah) Seorang
raja
tidak
kekayaannya, tetapi
boleh pada
terlalu waktu
terikat
kepada
diperlukan
ia
harta harus
berani/bersedia mengorbankannya demi kepentingan rakyat. 2. Sila (moralitas yang tinggi)
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 33
Ia seharusnya jangan membinasakan makhluk hidup, menipu, mencuri, korupsi, melakukan perbuatan asusila, berbicara tidak benar dan minum-minuman keras. 3. Pariccaga (mengorbankan segala sesuatu demi kepentingan rakyat) Ia
harus
bersedia
pribadi, nama
mengorbankan
dan keagungan,
semua
sampaipun
kesenangan nyawa
demi
takut dan
tidak
boleh
sewaktu
menjalankan
kepentingan rakyat. 4. Ajjava (jujur dan bersih) Ia
harus
jujur,
bebas
dari
mempunyai kepentingan
rasa
pribadi
tugas, bersih tujuannya dan jangan sekali-kali menipu rakyat. 5. Maddava (ramah tamah dan sopan santun) Ia harus mempunyai watak yang simpatik dan selalu ramah tamah terhadap siapapun. 6. Tapa (sederhana dalam penghidupan) Ia
harus
membiasakan
diri
untuk
hidup
sederhana dan
menjauhkan diri dari penghidupan yang berlebih-lebihan. 7. Akkodha (bebas dari kebencian, keinginan jahat dan sikap bermusuhan). Ia seharusnya tidak mempunyai rasa dendam terhadap siapapun juga. 8. Avihimsa (tanpa kekerasan).
34 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
Ini bukan saja berarti bahwa ia tidak boleh menyakiti orang lain, tetapi ia harus pula memelihara perdamaian dengan mengelakkan peperangan dan semua hal yang mengandung unsur kekerasan danpenghancuran hidup. 9. Khanti (sabar, rendah hati, dapat memaafkan kesalahan orang lain) Ia harus dapat menghadapi halangan, kesulitan-kesulitan dan ejekan- ejekan dengan hati yang sabar, penuh pengertian dan memaafkan perbuatan orang lain yang menyakiti hatinya. 10. Avirodha (tidak menentang, tidak menghalang-halangi) Ini berarti ia tidak boleh menentang kemauan rakyat, tidak boleh menghalang-halangi
usaha
untuk
memperbaiki
kesejahteraan rakyat. Dengan perkataan lain. Ia harus hidup bersatu dengan rakyat sesuaidengan tuntutan hati nurani rakyat. Berikutnya kita dapat melihat prinsip keadilan sosial tersebut di dalam peraturan kebhikkhuan yang mana seluruh bhikkhu tidak memandang kastanya mengenakan jubah dan melaksakan aturan (vinaya) yang sama.
KESIMPULAN: 1) Agama Buddha telah mengajarkan mengenai keadilan sosial di dalam masyarakat. 2) Pemimpin yang baik mempunyai kewajiban untuk mewujudkan keadilan sosial.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 35
3) Dengan meningkatnya keadilan sosial maka kejahatan akan berkurang dan negeri akan menjadi aman dan makmur. 4) Pemimpin yang baik haruslah adil dan tidak hanya berpihak pada yang kaya atau yang kuat. 5) Agama Buddha telah mengajarkan prinsip-prinsip kemimpinan yang baik.
36 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
PENGERTIAN DAN AKIBAT PENIPUAN MENURUT AGAMA BUDDHA Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
( 3x )
Penipuan atau pengucapan kata-kata yang tidak benar telah dijelaskan secara detail oleh Sang Buddha dalam Pancasila Buddhis Sila ke–4 yang berbunyi; “Musāvādā veramaṇi sikkhāpadaṁ sāmādiyami “ yang artinya aku bertekad akan melatih diri untuk tidak mengucapkan ucapan yang tidak benar. Menghargai kebenaran dengan tidak berbohong maka telah melatih untuk berkomunikasi secara positif. Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh ucapan yang tidak berguna dan ketidakmampuan mendengarkan orang lain, akan berusaha mengembangkan ucapan yang penuh cinta kasih, serta berusaha mendengarkan orang lain agar membawa kegembiraan dan kebahagiaan bagi mereka dan membebaskan mereka dari penderitaan mereka. Aku kan berusaha jujur dengan perkataan yang menimbulkan kepercayaan diri, kegembiraan, dan harapan. Aku berusaha untuk tidak menyebarkan berita, mengkritik atau mengutuk sesuatu yang tidak kuketahui dengan pasti. Aku akan menahan
diri
tidak
mengucapkan
perkataan
yang
dapat
menyebabkan perpecahan atau perselisihan dalam keluarga atau masyarakat. Aku akan berusaha mendamaikan dari memecahkan masalah besar ataupun kecil. Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 37
Musāvādā terdiri dari dua kata yaitu Musā dan vādā. Kata Musā berarti ‘sesuatu yang tidak benar’ dan vādā berarti ‘ucapan’. Gabungan kedua kosa kata itu mengandung makna ‘mengucapkan sesuatu yang tidak benar’. Istilah musavada dapat disepadankan dengan kata ‘berbohong’. Musāvādā (berbohong) telah terjadi bila terdapat empat faktor : 1) Sesuatu hal yang tidak benar 2) Mempunyai niat untuk menyesatkan 3) Berusaha untuk menyesatkan 4) Orang lain jadi tersesat. Akibat buruk dari berbohong adalah : 1) Menjadi sasaran pembicaraan yang tidak baik 2) Menjadi sasaran penghinaan 3) Tidak dipercaya oleh masyarakat Musavada tergolong perbuatan buruk dan dapat dibedakan menurut akibatnya pada alam kelahiran. Suatu kebohongan tidak akan menyeretnya kea lam kelahiran yang rendah misalnya alam neraka, setan, asura atau binatang. Apabila tidak menimbulkan kerugian yang berarti kepada yang dibohongi. Misalnya seorang dokter yang berbohong tentang penyakit pasiennya dengan tujuan agar orang yang sakit itu tidak cemas atau mengalami goncangan batin yang dapat membuat penyakitnya lebih parah lagi. Demikian pula jika seseorang menolak memberi pinjaman uang karena alasan
38 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
peminjaman tidak masuk akal atau untuk hal yang tidak berguna dengan berkata ‘tidak punya uang’. Kebohongan ini tidak akan menyeretnya ke alam kelahiran yang rendah. Akan tetapi, jika merugikan orang lain akan berakibat buruk baginya, misalnya memberikan kesaksian palsu dalam pengadilan sehingga orang lain dihukum penjara. Musavada dalam pengertian yang lebih luas mencakup
memfitnah, berkata kasar,
dan
bergunjing
atau
pembicaraan yang tidak berguna. Selain untuk makan, mulut kita digunakan untuk berbicara. Bila berbicara, seseorang segan mengatakan hal-hal yang baik. Tetapi jika gossip mengenai orang lain, seseorang dapat berbicara selama tiga bulan atah bahkan tiga tahun tanpa berhenti, ini adalah akar kekotoran batin dan penderitaan. Mereka yang suka bergosip akan kehilangan kepercayaan orang lain. Apa pun yang dikatakan akan tidak dipercaya dan reputasi seseorang akan hancur. Kita harus menggunakan mulut kita pada tempat dan saat yang benar. Menganjurkan dan memuji orang lain akan menolong orang lain untuk memperbaiki diri. Sabbe satta bhavantu sukhitatta (semoga semua makhluk hidup berbahagia) Sadhu sadhu sadhu.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 39
KEWAJIBAN PERUMAH TANGGA MENURUT AGAMA BUDDHA
Umat
menurut
agama
Buddha
ada
dua
kelompok
yaitu gharavasa atau perumah tangga dan pabbajita atau orang yang meninggalkan kehidupan rumah tangga. Perumah tangga atau gharavasa dalam bahasa pali yang berarti avasa “tinggal” dan gharva “berumah tangga”, jadi perumah tangga adalah seseorang yang bertempat tinggal, melakukan aktivitas seperti bekerja, mempunyai istri dan anak yang dikenal dengan umat awam dan pabbajita seorang yang melepas, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi anggota Sangha kehidupannya diatur
dalam Vinaya dan
tidak
mencari
nafkah
atau
bekerja. Vinaya adalah kitab suci dalam agama Buddha yang berisi aturan moral baik perumah tangga maupun Bhikkhu yang digunakan sebagai pedoman dalam agama Buddha.
Sebagai umat Buddha maka agar kita bisa membentuk keluarga bahagia, kita harus mengikuti ajaran Sang Buddha tentang praktik kehidupan yang benar. Sang Buddha telah menunjukkan dasar-dasar perkawinan yang harmonis, yang
40 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
serasi, selaras dan seimbang, dalam hal ini Sang Buddha pernah bersabda
:
“Inilah,
O
perumah
tangga,
empat
jenis
pernikahan.�
Apabila sepasang suami isteri ingin selalu bersama-sama (berjodoh) dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan yang datang maka ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu keduanya harus
setara dalam keyakinan(saddha), setara
dalam sila (moral), setara dalam kemurahan hati (caga) dan setara dalam kebijaksanaan/ pengertian (panna). (Anguttara Nikaya II, 62)
Dengan memiliki 4 (empat) faktor yang merupakan pandangan yang sama tersebut diatas, maka suami–istri akan dengan mudah untuk mengemudikan bahtera rumah tangga dengan suasana kehidupan yang penuh harmoni.
Dalam kenyataannya terdapat banyak sekali pasangan suami – istri yang memiliki pandangan hidup yang sama, tidak memiliki sifat atau perangai yang sama. Dengan kata lain kita sangat sedikit menjumpai pasangan suami istri yang harmoni seperti yang dicita-citakan oleh semua orang.
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 41
Dalam sistim sosial masyarakat Buddhis tidak ada diskriminasi, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah dan semua sama karena sama-sama memiliki tugas, dalam kehidupan perumah tangga suami tidak dianggap yang paling tinggi dan istri tidak dianggap rendah. Dalam sigalovada sutta dijelaskan kewajiban suami kepada istri dan kewajiban istri kepada suami. Dalam lima cara seorang istri harus diperlakukan sebagai arah barat oleh suaminya: 1. Dengan perhatian 2. Dengan keramah-tamahan 3. Dengan kesetiaan 4. Dengan menyerahkan kekuasaan kepadanya atau kewajiban 5. Dengan memberikan barang-barang perhiasan kepadanya Dalam lima cara ini seorang istri yang diperlakukan oleh suaminya sebagai arah barat: 1. Kewajiban-kewajibannya dilakukan dengan sebaik-baiknya 2. Berlaku ramah-tamah kepada sanak keluarga dari kedua belah pihak 3. Dengan kesetiaan 4. Membawa barang-barang yang dibawanya 5. Pandai dan rajin mengurus segala pekerjaan 42 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha
Dalam sigalovada
sutta baik
suami
maupun
istri
saling
menghargai, melindungi, setia pada pasangan, cinta kasih pada keluarga, perhatian pada keluarga. Jika kewajiban ini dapat diterapkan dalam kehidupan rumah tangga kekerasan dalam rumah
tangga
dapat
dikendalikan,
keharmonisan
dan
ketentraman dalam keluarga akan tercipta dan terjaga dengan baik karena memiliki tugas dan tanggung jawab.
Dalam agama Buddha kekerasan terhadap perempuan timbul karena adanya pandangan tentang perempuan dari sisi fisik. Perempuan mempunyai fisik yang lemah dibanding laki-laki. Akan tetapi, pandangan agama Buddha Mahayana melihat pada keagungan jiwa, bukan pada kekuatan fisik. Apabila konsep keagungan jiwa disadari oleh semua orang, maka kasus-kasus
kekerasan,
seperti
pelecehan
seksual,
penganiayaan, penyiksaan, dan bentuk-bentuk lain, baik di dalam rumah tangga maupun di tempat kerja atau lingkungan masyarakat tidak akan terjadi. Untuk mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga menurut ajaran Buddha, manusia harus meneladani sifat Dewi Welas Asih yang merupakan perwujudan sempurna kesetaraan kaum
Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha | 43
perempuan dengan lelaki. Karenanya amat pantas, Dewi Guan Yin ini menjadi teladan bagi segenap kaum perempuan dalam mewujudkan welas asihnya dan menolong sesama manusia yang diliputi kabut penderitaan. Begitu pula bagi kaum lelaki yang mau bebas dari kemelekatannya terhadap streotipe egoisme kelelakiannya, dapat belajar banyak dari sifat-sifat welas asih, kelembutan, dan tanpa kekerasan.
44 | Kumpulan Bahan Renungan Khotbah Agama Buddha