Tabloid SKM Amanat Edisi 131

Page 1

AMANAT

Surat Kabar Mahasiswa Untuk Mahasiswa dengan Penalaran dan Takwa

Lobi Gelap Dema Fakultas Di beberapa fakultas, mahasiswa baru (maba) diancam dan dipunggut biaya demi suksesnya Pra PBAK.

Edisi 131/Oktober 2018 ISSN: 0853-497X


TERAS

SURAT KABAR MAHASISWA

AMANAT

Untuk Mahasiswa dengan Penalaran dan Taqwa

Penerbit:

Unit Kegiatan Mahasiswa Surat Kabar Mahasiswa (SKM) AMANAT UIN Walisongo Semarang Izin Terbit: SK Rektor UIN Walisongo Semarang No. 026 Tahun 1984 International Standart Serial Number (ISSN): 0853-487X

SALAM

REDAKSI

Menjaga Kepercayaan Mahasiswa Dunia kampus kerap menghadapkan mahasiswa dengan berbagai pilihan, dalam wadah penunjang soft skill, mengasah pikiran dan sensitivitas terhadap lingkungan. Banyak pilihan, menjadi mahasiswa fokus akademik, mahasiswa aktivis, atau sebatas mahasiswa kuliah pulang (kupu-kupu). Semua kembali kepada pilihan mereka. Namun dari berbagai pilihan, bukan seberapa banyak kegiatan yang diikuti, melainkan seberapa tangguh mahasiswa dalam menjaga tanggung jawab dan kepercayaan. Dalam hal ini, akan banyak kepercayaan yang dibebankan di pundak aktivis mahasiswa. Perlu diketahui, membuat orang percaya dengan ucapan kita itu mudah. Namun tidak sedikit, mahasiswa ketika sudah diberi kepercayaan lantas lupa. Bukannya mengedepankan kepentingan mahasiswa yang lain, mereka (para penggawa organisasi mahasiswa) malah lebih mengutamakan urusan pribadi/ golongan, atau sebatas mencari sensasi semata. Hal itu dapat terjadi di organisasi manapun, baik internal kampus (HMJ, UKM, SEMA, DEMA), atau pun organisasi eksternal kampus. Kepercayaan kerap menjadi tolak ukur integritas mahasiswa. Eksistensi itu yang terus oleh SKM Amanat coba jaga. Dalam berbagai zaman, kami mencoba terus memotret perkembangan UIN Walisongo. Berbagai isu kami sajikan, baik lingkup universitas, regional maupun nasional. SKM Amanat terus berusaha mengampanyekan paradigma kritis. Kritis juga dapat diartikan tajam dalam menganalisa. Kampus kita sekarang cukup memprihatinkan. Banyak terjadi pengibulan-pengibu-

2

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

lan di badan organisasi mahasiswa. Mereka (para Maba) yang baru pertama menjejaki dunia kampus, harus menghadapai pilihan tunggal, ikut tapi terpaksa. Mengatasnamakan Pra PBAK, semua Maba diwajibkan ikut dengan dalih masa pengenalan fakultas. Tanpa ada regulasi yang jelas, di beberapa fakultas pungutan diberlakukan. Dalam Tabloid Edisi 131 yang sedang Anda genggam, kami mencoba mengungkap motif di balik pemberlakuan pungutan Pra PBAK. Di reportase ini, kami menyajikan data dari berbagai narasumber yang terlibat. Pembaca perlu membuka pikiran, melihat realita yang ada sebagai gejala problematika di kampus ini. Bukan untuk memperdebatkan, melainkan menganalisa bersama agar ditemukan solusi agar praktik ini tidak terulang. Mengutip ungkapan Wiji Thukul, bila rakyat (dapat diterapkan mahasiswa) tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah kebeneran pasti terancam. Selain itu, kami turut menyajikan reportase tentang batasan organisasi ekstra di tengah kegiatan kampus. Ada regulasi perihal batasan organisasi, namun dalam realitanya, kerap ada bendera atau promosi-promsi organisasi ekstra menumpangi kegiatan organisasi internal (Dema, Sema, HMJ, atau UKM). Tentu masih banyak lagi reportase dan kajian yang Anda dapat nikmati dalam tabloid ini. Mahasiswa harus bersuara dan menyampaikan aspirasinya di publik. Selamat Membaca!

Sentilan Bang Aman Selamat datang maba Yang kuat ya.....

Enak banget yaa jadi penjaga tiket kampus. Kenapa? Meskipun gak tampan, tapi antreannya panjang...

UIN sekarang mahal yaa...

PELINDUNG Rektor UIN Walisongo Semarang PENANGGUNG JAWAB Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama PEMBINA Kabag. Akademik dan Kemahasiswaan PEMIMPIN UMUM Fajar Bahruddin Achmad SEKRETARIS UMUM Fika Eliza BENDAHARA Khalimatus Sa’diyah, Khanif Magfiroh PEMIMPIN REDAKSI Sigit Aulia Firdaus MANAJER AMANAT.ID M. Syafi’un Najib SEKRETARIS REDAKSI Rima Dian Pramesti, Iin Endang W. REDAKTUR PELAKSANA M. Ulul Albab, Moh. Hasan DESK BERITA Noor Rohmah Nailin Najjah DESK ARTIKEL Atika Ishmatul U. DESK SASTRA BUDAYA Nur Zaidi DESK TEKNOLOGI INFORMASI Badrus Salam LAYOUTER Mufazi Raziqi ILLUSTRATOR Ahmad Shodiq, Elok Nur Azizah KOORDINATOR REPORTER Riduwan KOORDINATOR MEDIA SOSIAL Febbi Ferkhitilawati REPORTER Nur Isti Uswatun Khasanah, Eka Nurul WH. HUMAN RESOURCES DEPARTMENT Inayah, M. Iqbal Shukri, Wiwid Saktia N. MANAGER PERUSAHAAN Umi Nur Mughitsah SIRKULASI & PERIKLANAN Fahmi H, Alfita Salsabila EVENT ORGANIZER Ari Yuwono S, Arina Firha H. PUSAT DOKUMENTASI Millati Azka, Rustiana STAF AHLI Joko Tri Haryanto, Amin Fauzi, Musyafak, Khoirul Muzaki, Miftahul Arifin, Abdul Arif, Ahmad Muhlisin, Arief Khoiruddin, Ahmad Baihaqi Arsyad.

Parki aja bayar

Pengen keluar negeri? Makanya ikut KKL kita-kita....

Agama jadi sasara politk Dasar.....’cebong-kampret!’!!

Sema..... antara ada dan tiada......ho ho ho

UIN bangun terus Cie.... untung banyak ya...

Yaa Allah semoga istiqomah “Amin”

Bang Aman yang kadang pakewuh

Redaksi

Ilustrasi: Ahmad Shodiq


LAPORAN UTAMA

PRA PBAK

Melenggang Tanpa Aturan

(Dok. Dema FEBI)

Penyelenggaraan acara pra Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang diwajibkan bagi mahasiswa baru (maba), ternyata tidak punya landasan regulasi.

Seminar Ekonomi oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Salah satu Kegaiatan dalam Pra PBAK.

J

auh hari sebelum Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) digelar, UIN Walisongo sudah ramai dengan lalulalang mahasiswa baru (maba). Mere­ ka datang ke kampus lebih awal, untuk mengikuti rangkaian kegiatan dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas. Dari penelusuran Amanat di delapan fakultas, Dema mengadakan acara yang dinamai Pra PBAK. Sebanyak lima fakultas diketahui melangsungkan kegiatan itu pada waktu bersamaan deng­ an tema beragam, Jumat-Sabtu (24-25/8). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegu­ ruan (FITK) mengadakan Tecnical Meeting (TM) dan Materi pengenalan kampus. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) memilih menyelenggarakan Meet and Great, seminar ekonomi, dan pengenalan antropologi kampus. Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) mengadakan Workshop Hukum. Sedangkan Fakultas Psikologi dan Kese­ hatan (FPK) mengadakan Meet and Great, TM, dan Pelatihan Makalah, Jurnal, serta Cara Presentasi yang Baik. Sementara Fakultas Dakwah dan Komu­ nikasi (FDK) mengadakan Seminar Kepemudaan dan acara FDK Friendship. Adapun, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum) mengadakan Gathering and Sharing. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menyelenggarakan temu sedulur FISIP 2018, jalan-jalan akademik, dan temu kakak demokrasi, Sabtu (25/08). Sedangkan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) terhitung paling lama mengadakan Pra PBAK, (17-25/8).

Kesepakatan seluruh Dema Ketua panitia PBAK (mahasiswa) tingkat universitas Muslihin menceritakan, Ide penyelenggaraan Pra PBAK bermula dari usul Ketua Dema UIN Walisongo Syarifuddin Fahmi dalam rapat internal bersama setiap ketua Dema Fakultas. Dalam rapat tersebut, pria yang pernah menjabat sebagai ketua Dema FSH itu mengusulkan untuk diadakan Pra PBAK serentak. Ini berangkat dari pengalaman penye­ lenggaraan tahun sebelumnya yang dinilai tidak merata. Lihin, sapaan akrabnya menga­ takan, pihaknya sebenarnya sudah menyiapkan acara open house untuk maba jika Dema Fakultas tidak mengadakan Pra PBAK. “Kalau mau mengadakan ya monggo, tidak ya nggak apaapa,” jelas Lihin yang juga hadir dalam rapat tersebut, Jumat (07/09). Usul Fahmi itu, lanjut Lihin, tak pelak disambut antusias seluruh ketua Dema fakultas. Mereka lalu berkoordinasi dengan panitia PBAKnya untuk mengkonsep acara. Tak ketinggalan, pria yang juga menjabat di Devisi Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Dema UIN Walisongo ini berpesan, supaya setiap Dema Fakultas berkoordinasi dengan birokrasi fakultasnya untuk kelancaran kegiatan. Pada tahap ini, pria berkacamata itu mengaku sudah tidak ikut campur mengenai konten acara yang ada di masing-masing fakultas. Sementara Pra PBAK universitas diadakan pada, Minggu (26/08), dengan agenda geladi bersih MOB dan pengenalan prodi. Untuk memastikan partisipasi mahasiswa dalam acara itu, panitia mengatakan geladi bersih hari itu termasuk agenda hari pertama PBAK.

“Makanya, kemarin pas geladi bersih maba memakai pakaian formal,” ucap mahasiswa prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu. Strategi serupa juga diterapkan oleh semua Dema fakultas. Mereka mengatakan bahwa rangkaian acara Pra PBAK fakultas wajib diikuti oleh semua maba. Ilegal Penyelenggaraan kegiatan Pra PBAK ternyata tak memiliki landasan regulasi. Dalam kalender akademik, jadwal mahasiswa baru setelah melakukan registrasi adalah mengikuti PBAK, Senin-Rabu (27-29/8), lalu Kuliah Umum, Senin (3/9). Setelah itu, maba dijadwalkan sudah masuk perkuliahan sesuai dalam Kartu Studi Tetap (KST). Kegiatan Pra PBAK sama sekali tidak tercantum dalam kalender akademik. Hal itu didukung Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Islam Nomor 4962 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum PBAK. Keputusan itu menyebut, instrumen pertama yang diselenggarakan oleh PTKI dalam rangka membantu proses sosialisasi mahasiswa baru ke dalam budaya akademik dan sistem yang berlaku di PTKI adalah PBAK. Lalu, dalam hal larangan, panitia tidak boleh melakukan kegiatan tambahan di luar agenda atau jadwal yang telah ditentukan. Peraturan tersebut ternyata tidak diketahui oleh ketua panitia PBAK (birokrat) tingkat universitas Moh. Masrur. Oleh sebab itu, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan (WD) bidang Kemahasiswaan Fuhum itu tidak bisa menjawab boleh tidaknya mengadakan acara sebelum PBAK.

“Kalau dalam rapat-rapat yang kami selenggarakan atas kepanitiaan PBAK, tidak ada yang namanya agenda itu (Pra PBAK, red). Seluruh rapat itu melibatkan panitia dari Dema Universitas dan Fakultas, Sema, maupun tenaga pendidik,” jelas Masrur, saat ditemui di kantornya, Rabu (19/9). Di lain sisi, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan UIN Wali­ songo Muh. Kharis menafsiri berbeda peraturan tersebut. Menurutnya, tidak masalah Dema mengadakan kegiatan sebelum PBAK dimulai, jika tujuannya untuk kesuksesan PBAK. “Peraturan tersebut tidak mungkin dijalankan secara letterlek,” dalih pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Perundang-Undangan UIN Walisongo itu, Rabu (19/09). Soal penyelenggaraan Pra PBAK fakultas, Kharis menegaskan, itu menjadi domain birokrasi masing-masing Fakultas. Ia tidak ikut campur. Kharis mengaku untuk kegiatan Pra PBAK Universitas, pihak Dema telah mengkomunikasikan dengan pihaknya. Mereka mengatakan acara akan diisi dengan geladi bersih dan pengenalan prodi. Ia kala itu mengizinkan namun dengan syarat pelaksanaan Pra PBAK tidak boleh melebihi jam yang telah ditentukan. Sebab, kampus hanya dapat membantu konsumsi snack. Ia juga menegaskan panitia dilarang menarik iuran kepada maba. “Sepanjang tidak menarik biaya. Tidak apa-apa,” katanya.n Khalimatus Sa’diyah

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

3


LAPORAN UTAMA

PRA PBAK

Lobi Gelap Dema Fakultas Di beberapa fakultas, mahasiswa baru (maba) diancam dan dipunggut biaya demi suksesnya Pra PBAK.

P

enyelenggaraan kegiatan Pra PBAK oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas banyak dikeluhkan mahasiswa. Selain tidak tercatat dalam kalender akademik yang dikeluarkan birokrasi, acara itu dipersoalkan lantaran terkesan memaksa maba untuk ikut dan membiayainya. “Sertifikat PBAK akan ditahan jika tidak mengikuti,” beber Ibah (bukan nama sebenarnya) yang gentar deng­ an ancaman itu. Mau tak mau, mahasiswa prodi Psikologi dan Kesehatan (FPK) ini lantas berpartisipasi dalam acara yang sebenarnya tak ingin dia ikuti. Hal sama juga dialami Fuzna (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa baru Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu, sebetulnya, enggan mengikuti Workshop Hukum yang diadakan Dema FSH. Apalagi, dalam waktu yang sama ia sudah sah menjadi san­ triwati Ma’had Jami’ UIN Walisongo, sehingga terbelit aturan administrasi. Informasi di grup WhatsApp mahasiswa baru FSH yang menyebut acara itu wajib membuatnya berubah pikiran. Namun, setelah memastikan diri akan berpartisipasi, Fuzna harus keluar modal Rp 50 ribu untuk registrasi. “Kabar-kabar yang beredar, sertifikat workshop hukum akan digunakan sebagai syarat pengam­bilan sertifikat PBAK,” ungkapnya masygul. Iuran beragam Dari penelusuran Amanat di sejumlah fakultas, peserta ditarik iuran penyelenggaraan Pra PBAK dengan nominal beragam. Di FST, maba ha­ rus membayar Rp 35 ribu untuk mengikuti Workshop Saintek. Sementara di FSH, peserta membayar Rp 50 ribu untuk mengikuti Workshop Hukum. Di FEBI, pembebanan Rp 10 ribu digunakan untuk mengikuti Workshop Ekonomi. Sedangkan di FDK untuk seminar dan pelatihan di FPK, masing-masing mematok Rp 20 ribu. Hanya di tiga fakultas, yaitu FITK, FISIP, dan Fuhum Pra PBAK bebas biaya. Penarikan iuran ini diakui oleh Ketua Dema FST Khusnul Fitroh. Pihaknya malakukannya lantaran tidak ada anggaran. Birokrasi Fakultas, kata Khusnul, hanya membantu snack dan air minum. Dengan dalih tak ingin memberatkan fakultas, Dema FST tidak mengambil tawaran itu dan memilih membebankan biaya pada maba. “Tidak ada anggaran untuk Pra PBAK. Sehingga kemarin saat workshop saintek kami pasang htm Rp 35 ribu untuk menyukupi kegiatan yang berlangsung dalam Pra PBAK. Bagaimana pun kami tidak ingin memberatkan fakultas,” jelas mahasiswa prodi Fisika Murni itu, Sabtu (1/9). Pengakuan sama dilontarkan Ketua Dema FSH Akhmad Nur Fadhullah. Pihaknya membebankan pembiayaan Pra PBAK berupa Workshop Hukum di Pondok Pesantren Al Asro, Gunung Pati, Semarang kepada peserta. Fadhol, sapaan akrapnya, mengakui kegi­

4

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

Falyer yang diunggah oleh Dema Fakultas di akun sosial medianya.

atan itu memang diwajibkan, Meskipun, dari 622 maba, yang mengikuti kegiatan sekitar 500 orang. “Kita mengadakan semacam Workshop Hukum, kemarin sudah dilaksanakan sebelum PBAK dimulai. Kegiatan ini sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Memang baru tahun ini kegiatan semacam pengenalan fakultas dan jurusan dilakukan oleh semua Dema fakultas,” katanya, Selasa (28/08). Adanya pungutan ini ternyata bertentangan dengan sistem pembia­ yaan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi Mahasiswa Baru pada Perguruan Tinggi Agama Negeri Di Lingkungan Kementerian Agama. Peraturan tersebut menyebut, UKT merupakan keseluruhan biaya Pendidikan per semester yang ditanggung oleh mahasiswa. Artinya semua kewa­jiaban akademik yang mengeluarkan biaya sudah terkalkulasi dalam sistem UKT. Ketika ditanya terkait ancaman yang dilakukan pada maba, Ketua Dema FDK, FSH, dan FPK enggan

berkomentar. Sedangkan Ketua Dema FST dan Ketua Dema FEBI membantah tuduhan itu. Khusnul berkilah apa yang dilakukan pihaknya hanya berupa himbauan. Pengambilan sertifikat PBAK, di fakultasnya disyaratkan memenuhi tiga absensi kegiatan, yaitu PBAK, Orsenik, dan Pra PBAK. “Tapi pada akhirnya, yang tidak ikut Pra PBAK pun dibagikan sertifikat PBAK-nya,” sanggahnya. Birokrasi tak mengetahui Wakil Dekan (WD) bidang Kemahasiswaan FSH Mohammad Arifin, memang merestui penyelenggaraan Workshop Hukum ketika pihak Dema menemuinya. Namun ternyata, Arifin tidak tahu jika kegiatan tersebut diwajibkan dan berbayar. “Mahasiswa diberikan hak untuk memilih (mengikuti Pra PBAK atau tidak, red),” katanya, Jumat (28/9). Hal yang sama juga terjadi di FST. Dekan FST Ruswan seperti kecolongan jika dalam rangkaian acara Pra PBAK ada pungutan dari panitia. Saat Dema dan Sema FST berau­ diensi deng­an pihaknya, pria yang pernah menjabat sebagai WR I UIN Wali­ songo ini menceritakan, pembasaan waktu itu hanya berkutat soal tujuan

pelaksanaan Pra PBAK, sama sekali tidak menyinggung penarikan iuran dari maba. ”Tidak ada laporan bahwa dia (panitia Pra PBAK FST) menarik iuran,” tuturnya, Kamis (11/10). Ia menambahkan, lantaran kegiatan Pra PBAK bukan bagian dari agenda resmi universitas maupun fakultas, Dema tidak mempunyai kewa­ jiban menyerahkan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kepada birokrasi. “Laporan keuanggan tidak ada. Semua kembali pada kejujuran Dema dan panitia,” ucapnya. Di FDK, pihak Dema dan Sema juga sempat meminta izin pada birokrasi fakultas untuk mengadakan acara sebelum PBAK. Namun kala itu, sikap Kepala Bagian Tata Usaha M. Yasin cukup tegas. Ia langsung menolak rencana kegiatan itu lantaran mengetahui akan ada tarikan iuran pada maba. Jika pihak Dema dan Sema memaksa melaksanakannya, Yasin menegaskan, acara harus mendapatkan persetujuan tertulis dari WD III FDK Fachrur Rozi yang pada saat itu sedang menunaikan ibadah haji. Itu pun, kata dia, dengan catatan, semua fakultas lain juga melakukan hal sama. Bukan hanya Kabag Tata Usaha yang tegas menolak. WD II yang saat itu menggantikan posisi WD III pun ternyata berpendirian sama. Yasin berpandangan, penarikan iuran pada maba merupakan tindakan ilegal. “Yang menggantikan posisi WD III adalah WD II. Waktu itu WD II juga tidak menyetujui. Tapi yang paling menolak keras memang saya. Apa­ pun tarikan yang ada pada mahasiswa baru akan menjadi masalah besar ke depannya,” kata Yasin yang juga menjabat sebagai Sekretaris PBAK FDK tingkat birokrasi, ketika ditemui di kantornya, Kamis (27/09). Meski tidak mendapat persetujuan dari birokrasi fakultas, Dema FDK rupanya tetap nekat menyelenggarakan kegiatan Pra PBAK berupa Seminar Kepemudaan dengan tema Potret Nusantara, Pemuda Perintis Perubahan, di Audit I kampus I dengan tarikan Rp 20 ribu, Jumat (24/8), tanpa sepengetahuan Yasin. “Itu kalau ada masalah yang tanggung jawab ya Dema sama Sema, birokrasi fakultas tidak tanggung jawab,” tuturnya. Ketidaktahuan sejumlah birokrasi, tentu aneh. Usut punya usut, ihwal penarikan iuran kepada mahasiswa baru itu ternyata tidak diberitahukan ke birokrasi. Dema hanya meminta izin, tanpa embel-embel berbayar. Pengakuan ini datang dari Ketua Dema FEBI Mohammad Kurniawan. Seminar Ekonomi yang mereka selenggarakan di Audit II Kampus III, Jumat (24/8), memang mendapat dukung­ an dari birokrasi Fakultas. Namun, ia mengakui, pihaknya tidak memberi tahu birokrasi bahwa acara tidak gratis. “Tidak kami obrolkan,” bebernya.n Sigit Aulia Firdaus


WAWANCARA KHUSUS n

Prof. Dr. H. Suparman Syukur, M.Ag

Tidak Ada Tarikan Selain UKT

(Dok. Amanat)

Sebelum PBAK dimulai, ada kegiatan Pra-PBAK yang diselengggrakan oleh Dema Universitas dan Fakultas. Apakah anda mengetahuinya ?

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama

Ya, tentu. Hal itu tidak masalah karena kegiatan-kegiatan tersebut untuk menyongsong PBAK. Kalau dilakukan di waktu PBAK, waktunya tidak cukup karena kemarin hanya 3 hari dan itu saja sudah banyak kerumitan untuk membuat schedulenya. Pra-PBAK seperti halnya Pra-Olimpiade dan hal itu tidak apa ketika terkontrol dan dengan aturan yang jelas. Pra-PBAK tidak wajib dilakukan dan itu sifatnya fleksibel menyesuaikan dengan PBAK. Karena sekali lagi kalau dimasukkan ke acara PBAK nanti waktunya tidak cukup Jadi, anda juga sudah tahu jika di beberapa fakultas, pra-PBAK diisi dengan workshop dan seminar ? Iya. Itu kegiatan Sema dengan Dema Fakutas. Ya silahkan karena itu sudah domain mahasiswa sepanjang kegiatan tersebut logis, kalau tidak logis dan tidak terarah tentunya akan dilarang. Tapi kalaupun saya melarang, hal itu tidak sampai pada akal karena waktu PBAK kurang sedangkan yang ingin mereka sampaikan juga banyak. Bagaimana dengan Dema Fakultas yang mewajibkan mahasiswa baru agar mengikuti kegiatan PraPBAK?

Hal itu logis-logis saja dan jelas jika mahasiswa baru diwajibkan. Jika Dema Fakultas mewajibkan,ya itu sudah sesuai dengan jalurnya. Kalaupun acara Pra-PBAK sifatnya tidak wajib tapi opsional boleh memilih ikut atau tidak, maka saya pun akan memilih untuk tidak ikut. Pra-PBAK untuk mendidik, mengenalkan kepada mahasiswa baru. Beberapa Dema Fakultas memberi ancaman jika tidak mengikuti kegiatan Pra-PBAK maka sertifkat PBAK akan ditahan. Bagaimana pendapat anda? Ya, itu wajarlah. Karena memang mahasiswa baru harus ikut. Kecuali ada beberapa udzur syar’i. Hal itu sangat wajar. Lalu, bagaimana dengan adanya Dema Fakultas yang menarik iuran untuk acara Pra-PBAK, seperti seminar dan workshop. Apakah hal itu diperkenankan? Ya, satu sisi ya kita harus teliti dalam arti memang penarikan ini dan itu selain UKT tidak diperbolehkan. Tapi hal ini bisa digambarkan saat mau pergi ke Lombok tapi tidak ada uang untuk biaya makan. Maka kita akan iuran untuk membayar makan. Hal ini bisa dipahami, karena memang dana PBAK tidak diperuntukkan untuk itu. Sebenarnya kalau bisa dipahami secara bersama, kejadian itu tidak masalah. Tapi kalau kemudian menarik ini dan itu tapi tidak untuk

acara pra PBAK maka bisa menjadi pertanyaan. Untuk apa dan kemana? Dalam Pra PBAK sendirinya semestinya ada snack, ada minum, mungkin juga ada modul. Dan semua itu tidak bisa tercover dengan dana PBAK secara formal. Karena dana yang secara formal dari RM maupun DIPA digelontorkan sesuai dengan aturan negara. Kalau tidak diperuntukkan sesuai dengan aturan negara tentu tidak diperbolehkan. Yang jelas tidak ada tarikan selain UKT. Kemudian jika terbukti, ada penyelewangan uang iuran tersebut, sanksi apa yang akan mereka dapatkan? Karena kita belum mempunyai norma aturan untuk memberi sanksi seperti itu. Sebab hal itu di luar aturan yang formal. Kita akan melakukan pemanggilan serta hak untuk tanya jawab. Seperti halnya orsenik, ini murni mahasiswa yang melakukan dan menjadi panitianya. Dosen tidak campur tangan soal itu. Untuk itu, kita belum mempunyai aturan formal untuk memutuskan sanksi seperti skorsing, drop out dan lain sebagainya.n Khalimatus Sa’diyah

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

5


L APORAN P ENDUKUNG

SENAT MAHASISWA

Janji Terakhir Amin

(Dok. Amanat)

Enam bulan sejak menggantikan posisi Dyzal Astaqif sebagai ketua Senat Mahasiswa (Sema) Universitas, Muhammad Aminudin tak mampu membawa perubahan.

J

ika melihat secara struktural, Se­ nat Mahasiswa (Sema) mempunyai posisi penting dalam bagan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) UIN Walisongo. Ia memegang fungsi kontrol terhadap pelaksanaan Garis Besar Haluan Program (GBHP) lembaga kemahasiswaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Kedudukannya pun setara dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema). Bahkan, dalam Keputusan Rektor UIN Walisongo Nomor 196 Pasal 11 Tahun 2016 salah satu tugas yang diemban Sema tidak main-main, yaitu menyerap dan memperjuangkan aspirasi seluruh mahasiswa. Tidak heran jika, kursi Sema selalu menjadi rebutan banyak pihak pada Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) yang diadakan setiap tahun. Namun dalam kenyataannya, Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Sema kontra-produktif dengan yang diharapakan. Pada awal periode, kepengurusan lembaga ini sudah dilanda pelbagai prahara. Dyzal Astaqif mahasiswa Prodi D3 Perbankan Syariah angkatan 2014 yang dipercaya sebagai ketua Sema Universitas (Sema U) hanya dapat menjalankan masa jabatannya sampai Februari 2018. Kelalaiannya, telat melakukan registrasi pada semester genap tahun akademik 2017-2018, berujung pada keputusan untuk pindah dari UIN Walisongo dan melepas jabatannya. Secara otomatis, Farid Lutfi seba­ gai wakilnya naik ke pucuk pimpinan. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. “Senat ingin ketua baru. Akhirnya diadakan sidang istimewa,” tuturnya, Rabu (17/10). Sidang yang digelar pada akhir Maret 2018 itu, menetapkan Muhammad Aminuddin sebagai ketua Sema U yang baru. Sayang, pergantian ini diduga cacat administratif. Amin, sapaan akrabnya, yang kala itu menjabat sebagai

6

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

Pelantikan pengurus Organisasi pengurus Dema dapat terpilih sebagai ketua Sema. Dalam Keputusan RekMahasiswa (Ormawa) Tingkat Unitor UIN Walisongo Nomor 196 tahun versitas oleh Wakil Rektor bidang 2016, pemilihan syarat ketua Sema Kemahasiswaan dan Kerjasama memang tidak diatur secara detail. Suparman Syukur, Namun, jika melihat aturan yang Rabu (24/1). lebih tinggi, yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), menyebutkan ketua Sema dipilih dari dan oleh anggota Sema. Ketika mengiyakan permintaan pirasi dari seluruh mahasiswa, Sema untuk menjabat sebagai ketua Sema, U sudah terbantu dengan adanya Amin memang tak bepikir panjang. Sema Fakultas (Sema F). Untuk meMahasiswa Fakultas Ekonomi dan nampung aspirasi mahasiswa Sema U Bisnis Islam (FEBI) angkatan 2014 perlu membangun komunikasi yang ini hanya berniat untuk membenahi baik. Namun, nyatanya hal itu masih ki­nerja Sema yang ia pandang dari jauh panggang dari api. tahun ke tahun tidak berjalan seba­ Ketua Sema FEBI Ahmad Thofiq gaimana mustinya. Maulana mengatakan selama ini koSejak SK kepengurusan Sema terbit munikasi antara Sema Febi dan Sema pada awal April 2018 lalu, mahasiswa U tidak berjalan sebagaimana sehaasal Jepara ini bersama pengu­ rusnya . rusnya sebenarnya sudah “Komunikasi dan Koormelakukan pembaharuan dinasi dengan Sema U program kerja (prodapat dianalogikan ker) yang ditinggalkan seperti teman atau koDyzal. Tercatat lebih lega, bukan seperti dari 16 proker telah pacar. Kedekatannya diperbarui. kurang,” katanya, SeSayang, setelah lasa (25/9). itu, Amin menghilang Thofiq menengabeberapa bulan. Baru rai masalah ini terjadi menjelang perhelatan lantaran proses pemiliPBAK lalu, ia muncul dan han ketua Sema yang tidak coba menebus kesalahandisaring dengan serius. Tidak nya. Amin mengakui pasca ter- (Dok. Instagram) mempertimbangkan intregitas pilih, dirinya kebingungan untuk calon-calonnya. menjalankan Tupoksinya. Sehingga, “Mungkin masih kaget dengan sampai Oktober 2018 hanya lima pro- pergantian posisi secara mendadak. ker yang terealisasi. Amin tidak dibekali dengan pengeta“Jelas bingung ya , apa yang harus huan perihal kinerja Sema. Langsung saya lakukan apa yang harus saya ker- ditarik begitu saja. Tapi, kalau sudah jakan, ya bingung. Langkah awal me- menyanggupi ya harus berani bermang bingung dan jujur agak berat tanggung jawab,” ujarnya. karena beralih fungsi dari eksekutif ke Hal senada diungkapkan Ketua legislatif kan beda,” ungkapnya, Senin Sema Fakultas Dakwah dan Komu(8/10). nikasi (FDK) M. Yusuf Kaharudin. Menurutnya, kinerja Sema U selama Koordinasi buruk Sebenarnya, untuk menyerap as- ini belum bisa dikatakan baik.

“Sema U seharusnya bisa bergerak aktif sesuai dengan Tupoksinya. Jangan menunggu Sema F, karena tugas kami hanya menghimpun data untuk dikoordinasikan bersama,” jelas Yusuf. Sorotan birokrasi Ditemui di kantornya, Senin (24/9), Staff Kasubag Administrasi Kemahasiswaan Endah Eko Suprapti mengatakan, selama ini Sema U belum pernah mengajukan SPJ dari awal kepenggurusan. Endah juga mengaku tidak mengenal satu pun pengurusnya. “Kepengurusan mereka sudah di ujung tanduk. Tapi sama sekali belum ke sini. Sampai detik ini,” beber Endah. Amin tak menampik hal itu. Ia berdalih pihaknya belum pernah melakukan SPJ lantaran pengurusnya masih sibuk. “Sudah saya sampaikan ke bendahara saya soal SPJ. Tapi, ia sedang mengurusi hal lain,” kata Amin. Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Muhammad Kharis selama ini mengaku sering menegur kinerja Sema U. Ia mengingatkan supaya lembaga ini dapat berjalan sebagaiman Tupoksinya dan segera menjalankan proker yang telah disusun. “Kalau ketemu pun saya sering menanyakan, bagaimana mas kok program kerjanya belum jalan. Kami juga selalu memantau jika Sema belum melakukan kegiatan. Sebenarnya itu tinggal bagaimana komunikasi ketua Sema dengan komisi-komisinya,” kata Kharis. Proker yang dibuat oleh Sema, lanjut Kharis, dinilai sudah baik. kotak saran sebagai salah satu prokernya jika dapat terealisasi, kata Kharis, itu dapat menampung aspirasi mahasiswa. “Sema sebagai lembaga legislatif dapat menjalankan fungsinya dengan pelan tapi pasti. Misalnya, Dema mengadakan acara Orsenik, itu harus dibedah dulu aturan-aturan dan tata tertibnya bagaimana. Jadi harus punya pegangan. Tidak asal-asalan. Sebenarnya, aturan itu kan power. Kala itu berjalan saya kira asik,” pungkasnya. Janji Amin Enam bulan sejak SK turun, Amin menyadari kinerjanya belum terlalu terlihat dan menampakkan perbaikan. Pria yang selalu terlihat berpakaian rapi itu, mengaku jika selama ini mengalami kesulitan membangun komunikasi. Diakhir kepengurusannya, Ia berjanji, akan memperbaiki semua itu. “Kita baru membangun komunikasi dan kordinasi. Mungkin yang dulunya masih awut-awutan kita sedikit perbaiki. Untuk perbaikan-perbaikannya masih disusun, jadi mungkin hampir di akhir periode baru bisa diperlihatkan. Saya juga memaklumi kesibukan teman-teman dari Sema. Tapi tetap saya kejar bagimana kinerja dan fungsi Sema bisa jalan,” pungkasnya.n Fika Eliza


KKL LUAR NEGERI

LAPORAN KHUSUS

(Dok. Istimewa)

Trendi KKL Luar Negeri M

KKL luar negeri demi akreditasi. Ada kesepakatan yang tak berpihak pada yang lemah.

uhammad Balya Kafabih mahasiswa semester tujuh prodi Psikologi tak habis pikir ketika menerima pengumumkan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang akan diselenggarakan di Malaysia, (16-20/9), membutuhkan biaya tambahan Rp 1.425.000. Anggota Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) ini bercerita, pada enambulan sebelum pemberangkatan, fakultasnya mengadakan voting terbuka seluruh mahasiswa prodi Psikologi angkatan 2015. Hasilnya, suara mayoritas memilih ke luar negeri dengan kese­ pakatan tambahan biaya maksimal Rp 1 juta dan paspor menjadi urusan masing-masing mahasiswa. Febi, sapaan akrapnya, yang kala itu tidak hadir awalnya menerima. Namun, melihat lonjakan biaya yang tidak sesuai kesepakatan awal, mahasiswa asal Blitar ini mengelus dada. Ditambah Selisih waktu pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), persiapan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tidak terpaut jauh dari waktu KKL. Febi dan beberapa temannya sempat menemui Kepala Prodi (Kaprodi) Psikologi untuk mengutarakan keberatannya. Mereka juga mengusulkan, supaya KKL dibagi dua. Sebagian mahasiswa di luar negeri dan sebagian yang lain di dalam. Nahas, usul itu ditolak, lantaran dinilai sudah sang­at terlambat. “Banyak yang merasa keberatan jika uang tambahannya naik. Mereka tidak berani bicara langsung dengan dosen. Hanya bisa diam di depan dan gerundel di belakang. Pengumuman ini juga cukup mendadak ke mahasiswa,” katanya masygul, Senin (1/10). Hal senada juga diungkapkan Ani­ ra Baeti mahasiswa semester tujuh prodi Psikologi. Lonjakan biaya yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal membuatnya resah. Padahal, ia sudah terlanjur bilang bahwa biaya tambahan KKL luar negeri hanya Rp 1 juta. “Pemberitaan naiknya juga cukup

mendadak, saya tidak berani bilang orang tua, jadi tambahannya tidak pakai uang orang tua, saya hanya minta uang untuk saku saja,” katanya. Kepentingan akreditasi KKL luar negeri prodi Psikologi diikuti oleh 67 mahasiswa dan enam dosen. Pemberangkatan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berangkat pada, (16-19/9). Lalu, yang kedua berangkat pada, (17-20/9), dengan tujuan utama yaitu di Universitas Teknologi MARA Cawangan Melaka (UiTM) Malaysia dan Chocolate Factory Malaysia. Kaprodi Psikologi Wening Wihartati menjelaskan, KKL memang dikonsep berbeda. Jika kegiatan hanya kunjungan ke pabrik, rumah sakit, perusahaan, atau sekolah, kata Wening, kurang memberi kontribusi bagi kampus. “KKL ini ada nilai plusnya, yaitu seminar internasional yang nantinya akan meningkatkan akreditasi prodi,” jelas Wening ketika ditemui di kantornya, Selasa (25/9). Menurutnya, status prodi yang diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT), membuatnya lebih susah dari dari pada prodi lain yang di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). “FPK lebih umum jadi saingannya bertemu dengan UGM, Undip, Unair, Unnes dan lain-lain. Maka dari itu kami berusaha semaksimal mungkin agar prodi lebih baik tiap tahunnya,” tuturnya. Lonjakan biaya Wening tak menampik jika pengu­ muman tambahan biaya terkesan mendadak. Pihaknya, selama ini menunggu surat perizinan dari rektorat ke Jakarta, turun. Alhasil prodi baru bisa memberi kepastian satu setengah bulan sebelum keberangkatan KKL. “Jika enam bulan sebelumnya sudah fix bayar, bisa saja tiket itu ditekan harganya dan mungkin tidak sampai Rp 1,5 juta,” sesal Wening.

Seminar Internasional: di UniBiaya KKL luar negeri diambil dari UKT setiap mahasiswa sekitar Rp 2 versitas Teknologi MARA Cawanjuta dan biaya swadaya mahasiswa gan Melaka (UiTM) Malaysia. Rp 1.425.000. rinciannya, untuk tiket pesawat Rp 1,5 juta, uang saku Rp 500 ribu. Lalu yang terakhir, Rp 1.425.000 untuk makan 4 hari, hotel, transportasi, biaya tour giude, biaya masuk, Bagi mahasiswa yang memilih KKL di asuransi, dan plakat. “Itu kita sudah mencari harga pro- dalam negeri, mereka tidak dibeban­ mo, kalau kita cari di pusat pengem- kan biaya tambahan. Ditemui di kantornya, Kaprodi S1 bangan bisnis itu harga tiket malah Pbs Nur Huda menjelaskan, pelaksasampai Rp 2.100.000,“ dalihnya. Magister lulusan Universitas Ga- naan KKL prodinya mempertimbangjah Mada (UGM) itu, telah memberi kan rencana strategis (renstra) UIN Walisongo. Pada alternatif. Bagi tahun 2014-2019 mahasiswa yang renstra masih di tidak mampu didalam negeri. Naberi keringanan mun pada 2019untuk membayar 2023 sudah ke luar usai pelaksanaan negeri. Oleh sebab kegiatan. FPK lebih umum jadi sain- itu, setiap prodi Wakil Dekan I harus memperBidang Akademik gannya bertemu dengan siapkan diri untuk FPK, Baidi Bukhori menambahkan, UGM, Undip, Unair, Unnes memperlaus jaringan dan menghaprodi telah berusaha menekan dan lain-lain. Maka dari itu dapi Masyarakat Asean harga. Bahkan, kami berusaha semaksimal Ekonomi (MEA). kata Baidi, banyak “Setiap kebidosen yang menmungkin agar prodi lebih jakan melahirjadi relawan untuk baik tiap tahunnya,” kan dua hal. Ada menalangi dana. yang setuju dan “Saya yakin ada yang tidak. kekurangan pasti Maka dari itu, kita ada karena ini Wening Wihartati, S.Psi, M.Si. berikan pilihan merupakan penKepala prodi Psikologi Fakultas siapa yang mau di galaman pertama. Psikologi dan Kesehatan (FPK) dalam dan siapa Masing masing yang mau di luar. program ada kelebihan dan ada kekurangan, saya akui,” Tidak ada kriteria, bebas,” ungkapnya. Lebih lanjut, Huda mengakatan, ungkapnya saat ditemui di kantornya, pihaknya akan mengusahakan supaya Selasa (25/9). KKL negeri prodinya tidak menambah Mahasiswa diberi pilihan Prodi S1 Perbankan Syariah (Pbs) biaya. “Kita 2019 sudah harus Go- Insebenarnya telah lebih dulu melaku- ternasional. Nah, untuk mewujudkan kan program KKL luar negeri. Pada ta- cita-cita UIN 2019 kita harus menjalin hun ini, kegiatan itu dilaksanakan di hubungan internasional itu sendiri,” dua negara, yaitu Singapore dan Ma- pungkasnya.n laysia. Meski begitu, biaya tambahan Rima Dian Pramesti hanya Rp 500 ribu. Di prodi ini juga, mahasiswa diberi pilihan untuk KKL di luar negeri atau di dalam negeri.

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

7


SKETSA

Angin Segar Organisasi Ekstra Aturan organisasi ekstra memasuki tahap baru. Dari yang sebelumnya dilarang, sekarang bebas melenggang.

Logo beberapa organisasi ekstra kampus yang eksis di UIN Walisongo.

S

ebelumnya Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Khusnul Fitroh tidak pernah menyangka, foto sambutannya dalam acara Workshop Saintek, Selasa (21/8), bakal memicu keramaian. Foto yang diunggah lewat akun Instragramnya memperlihatkan dirinya bersanding dengan bendera organisasi ekstra Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ini kali kedua pada dua tahun terakhir di lingkup sivitas akademik UIN Walisongo ada geger soal organisasi ekstra. Sebelumnya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Koordinator Komisariat (Korkom) Walisongo juga sempat membuat gaduh kala mengadakan Seminar Pendidikan Pemula Untuk Pemilihan Umum Gubernur Jawa Tengah di Laboratorium Dakwah pada akhir tahun lalu, (22/11/2017). Pada saat itu, seminar hampir dibubarkan dengan dalih pihak HMI tak mengantongi izin dari Dema dan Sema Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Namun, akhirnya, acara itu tetap berjalan dengan beberapa kesepakatan yang harus dipenuhi. Dalam press release yang dikeluarkan Dema FST, Jumat (31/08), menjelaskan kegiatan yang berlangsung di Audit II kampus III itu, murni dilaksanakan oleh Dema dan seluruh Himpuan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang bekerjamasama dengan PMII Rayon FST. Disebutkan pula, bentuk kerjasama yang mereka lakukan hanya di kepanitiaan. “Pemasangan berdera PMII, merupakan hal yang wajar karena kami bekerjasama dalam menyukseskan acara,” kata Khusnul, Sabtu (1/9). Merespon hal tersebut, Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Walisongo Muhammad Ilyasi, tak membenarkan alasan itu. Ilyas, sapaan akrabnya, bahkan ragu dengan pemahaman Khusnul mengenai regulasi yang ada.

8

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

“ Jangan sampai sekelas Dema berbicara tanpa dasar,” jelas mahasiswa asal Madura itu, Rabu (3/9). Hal senada juga diungkapkan Ketua HMI Korkom Walisongo Muhammad Ismail Lutfi. Kejadian itu, ia anggap menciderai regulasi. Dugaan Ismael berkembang. “Yang jelas masuknya bendera bisa jadi masuknya pula misi - misi tersembunyi, seperti promosi, pencarian anggota dan bentuk eksistensi lainnya,” ungkapnya, Rabu (3/9). Aturan lama Dulu, ketika Wakil Rektor III masih Darori Amin (Alm) dan Wakil Rektor I Ruswan, keduanya pernah menelurkan aturan, bahwa semua organisasi ekstra dapat mendompleng acara yang ada di organisasi intra. Namun, aturan itu kini tidak berlaku lagi. Jika masih ada kejadian yang demikian secara aturan termasuk ilegal. “Selama ini, ditingkat WR III dan WD III belum pernah membuat aturan organisasi ekstra bisa ikut memanfaatkan momen-momen yang ada lembaga intra. Belum pernah ada semacam aturan tertulis,” kata Moh. Masrur Wakil Dekan (WD) bidang Kemahasiswaan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum), Rabu (19/09). Dalam Keputusan Rektor Nomor: 108 Tahun 2016 tentang Tata Tertib Mahasiswa UIN Walisongo pada Pasal 12 Ayat 3 menyebutkan, organisasi intra kampus dilarang bekerjasama dengan organisasi ekstra kampus dan atau partai politik manapun yang tidak ada kaitannya dengan suasana akademik. Semua organisasi selain intra kampus adalah organisasi ekstra. Jika merujuk pada aturan di atas, maka organisasi intra tidak boleh bekerjasama dengan organisasi ekstra manapun, lantaran tak ada kaitannya dengan dunia akademik kampus. Pun begitu, Wakil Rektor (WR) bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Suparman Syukur mengatakan

Dalam Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, Pasal I berbunyi, perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan pembinaan ideologi bangsa, NKRI, UUD, dan Bhineka Tunggal Ika dalam kulikuler, intrakulikuler, dan ekstrakulikuler.

Mohammad Nasir

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Republik Indonesia (RI).

penekanan organisasi ekstra merujuk pada PMII, HMI, IMM, KAMMI, atau organisasi lain yang semangatnya gerakan ideologis. Pihak kampus, kata Suparman, masih mentolelir jika organisasi atau komunitas selain yang ia maksud. Dosen Fuhum itu membolehkan jika ada oraganisasi ekstra yang menggunakan fasilitas kampus sebagai penyewa. “Kalo Aula itukan diperuntukan bagi semua. Jangan kan HMI, PMII, orang luar juga boleh. Asalkan kegiatan berizin dan membayar. Kalo mahasiswa biasa kan bisa jadi nggak bayar,” tutur Suparman.

Namun, dari beberapa kasus yang terjadi Kepala Sub Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Muh. Kharis mengatakan, jika salah satu organisasi ekstra akan menyewa fasilitas kampus, pihaknya akan meminta bagian rumah tangga untuk berkoordinasi terlebih dahulu. “Bagian rumah tangga akan mempertimbangkan dengan bagian akademik dan kemahasiswaan. Janganlah nanti membuat kericuan,” ucapnya. Revisi kebijakan Pada, Senin (29/10), Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengesahkan Peraturan Menteri Nomor 55 Tahun 2018, tentang Pembinaan Ideologi Bangsa. Termaktub dalam aturan tersebut, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) antara lain PMII, HMI, GMNI, hingga KAMMI diperbolehkan masuk kampus. Rencananya, produk hukum ini berupa legalitas berwujud Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pembinaan Ideologi Bangsa oleh kelompok organisasi ekstra. “Dalam Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, Pasal 1 berbunyi, perguruan tinggi bertanggungjawab melakukan pembinaan ideologi bangsa, NKRI, UUD dan Bhineka Tunggal Ika dalam kurikuler, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler,” kata Nasir, dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, sebagaimana dikutip dari Jurnas.com. Sebelumnya, dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor 26/DIKTI/ KEP/2002, pemerintah melarang segala bentuk organisasi ekstra kampus di perguruan tinggi, sebagai kelanjutan dari normalisasi kehidupan kampus (NKK).n M. Iqbal Shukri, Mufazi Raziki


AMANAT D OELOE

Luka Lama Ekstra-Intra

K

asus masuknya Orgainasi ekstra kampus lewat organisasi intra di Fakultas Sains dan Teknologi (FST) menimbulkan debat yang berkelanjutan. Hingga turun Peraturan Menteri Nomor 55 Tahun 2018 yang melegalkan eksistensi organisasi ekstra di dalam kampus. Tentu atas dasar aturan ini, organisasi ekstra seperti mendapatkan angin segar kebebasan. Cerita sembunyisembunyi membawa misi ekstra di intra mendapatkan legitimasi. Sebenarnya, sejarah hubungan organisasi ekstra-intra mempunyai tak memulu baik. Pertikaian, juga sering terjadi lantaran pertarungan kepenting­an anatar lembaga. Dua puluh tahun lalu, pernah terjadi ribut-ribut tentang masuknya kepentingan organisasi ekstra dalam acara intra kampus. Nahas, pihak yang mempersoalkan kasus itu malah mendapatkan vonis dari birokrasi, seperti diulas SKM Amanat edisi LXXV November 1998 dalam artikel berjudul “Skorsing yang Ditentang”. Kronologinya, pada Ospek hari terakhir Teater Asa menggelar acara Happening Art yang diikuti seluruh mahasiswa baru Fakultas Syariah (FS). Di tengah berlangsungnya acara, beberapa panitia Ospek menyebarkan undangan berlabel organisasi ekstra. Panitia Happening Art yang bertanggung jawab dalam acara menganggap kejadian itu ‘menodahi Ospek dengan pertarungan kepentingan’. Awalnya, mereka telah mengupayakan audiensi dengan SC Ospek, tetapi tidak mene­ mui penyelesaian. Akhirnya, pada

tengah malam beberapa orang yang kecewa melakukan aksi coret-coret di kantor SMF (sekarang Dema Fakultas) dan memporak porandakan arsip yang ada. Tak berselang lama, dibentuk Tim Pe n c a r i F a k t a ( T P F ) yang beranggotakan 10 orang. Sepekan setelah TPF melakukan investigasi, Fatah cs ditetapkan sebagai tersangka dan diminta menghadap dekan. Pada waktu itu, dekan menjanji­ kan akan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan tidak akan memberikan sanksi akademis. Namun, tekanan muncul. Massa yang mengatasnamakan Solidaritas Mahasiswa Anti An- arkisme menuntut pelaku diberi sanksi tegas. Aksi tandingan juga digelar oleh Serikat Mahasiswa Peduli Almamater yang menuntut supaya SMF dibubarkan lantaran tidak bisa menciptakan solidaritas antar-aktivis. Dengan kejadian itu, Dekan fakultas akhirnya menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa yang terlibat beru-

Surat Kepada Redaksi Anda dipersilahkan mengirim surat pembaca, atau komentar mengenai kebijakan/layanan kampus, konten tulisan yang ada di Tabloid Amanat. Surat pembaca atau komentar dikirim ke redaksi.skmamanat@gmail.com atau ke kantor redaksi SKM Amanat di PKM kampus 3 UIN Walisongo. Surat harus dilengkapi identitas diri (KTM, KTP, SIM).

Menjadikan Kampus Eksklusif Lewat Parkir Berbayar Baru-baru ini, UIN Walisongo memberlakukan kebijakan parkir berbayar. Kebijakan ini menyasar pada orang luar yang memasuki area kampus dan civitas akademik yang tidak membawa kartu parkir yang disediakan Universitas. Rp 1000 untuk kendaraan roda dua dan Rp 3000 untuk kendaran roda empat. Disadari atau tidak, kebijakan ini membuat UIN Walisongo semakin eksklusif. Bagi orang luar, ia ha­rus berfikir dua kali untuk ‘bermain’ di dalam kampus, jika tidak ada kepentingan yang benar-benar urgen. Padahal, jaringan mahasiswa UIN Walisongo tidak hanya berkutat di dalam kampus saja. Ia melibatkan banyak orang luar yang kegiatannya hampir selalu kita jumpai di area GSG, Audit, dan taman. Ambil contoh organisasi daerah KMJS Walisongo yang jaringan

menyebar di kampus-kampus wilayah Semarang. Atau, KMPP, IMPARA, KMBS, IMT dan lain sebagainya. Belum lagi, komunitas alumni sekolah atau pondok pesantren mahasiswa UIN Walisongo yang anggotanya menyebar se-Semarang. Selain itu, organisasi intra kampus juga mempunyai banyak relasi di luar. Kegiatan saling kunjung-mengunjungi kantor dan studi banding telah menjadi sebuah tradisi lama yang hingga sekarang masih dijaga. Proses ini baik untuk aktivis organisasi intra. Karena dalam praktiknya, jalinan hubungan baik dan saling tukar pikiran terjadi dalam momen ini. Jika setiap kali, meraka memasuki area kampus harus membayar parkir, tentu intensitas kunjuangan ke kantor organisasi intra di UIN Walisongo bakal dikurangi. Ini akan berdampak pada kedekatan antara lembaga yang sudah terbangun sejak lama.

pa skorsing satu semester, membayar ganti rugi peng­ r usakan, dan meminta maaf secara tertulis lewat LPM Justisia. Sanksi itu termaktub dalam SK No. IN/12F.2/ P P. 0 0 . 9 / 1 1 1 2 / 1 9 9 8 . Mahasiswa yang terkena sanksi adalah Fatah Sholahuddin, Masduki, Anang Fitrian, dan Ahmad Zaki Iqbal. Fatah dan keempat temannya menggatakan vonis tersebut sangat tidak adil. Mereka mempertanyakan janji dekan yang mengatakan m a salah ini akan diselesaikan secara kekeluargaan. Fatah menganggap ada beberapa pihak tertentu yang mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh Dekan FS. Sehingga, mereka tegas tidak akan meminta maaf atas tindakan yang dilakukan. Anang, salah satu mahasiswa yang divonis, dengan tegas mengatakan, lebiha baik mengundurkn diri sebagai mahasiswa dari pada meminta maaf. Menanggapi kekecewaan itu, Pembantu Dekan III Mundiri pada waktu itu mengatakan, vonis tersebut sudah

Dampak terburutnya, setiap kali organisasi intra kampus mengadakan kegiatan seminar publik, diskusi, sarasehan antar lembaga, mahasiswa dari universitas lain akan enggan untuk mengikuti. Semua kegiatan itu telah menjadi denyut nadi mahasiswa UIN Walisongo. Apakah birokrasi menutup mata dengan realitas di kalangan mahasiswanya sendiri? Tentu, seharusnya tidak. Saya sendiri sepakat dengan sistem barrier gates yang diterapkan di kampus ini. Terbukti sejak diberlakukannya barrier gates tidak ada kasus pencurian motor yang menimpa civitas akademik kampus. Namun, jika sistem ini berbayar, terus terang saya tidak sepakat. Seharusnya, birokrasi bisa mencari solusi lain untuk menutup pengeluaran anggaran demi keamanan kampus. Anggaran bisa diambilkan dari penghasilan Badan Layanan Umum (BLU) yang dikelola oleh kampus. Itu lebih baik jika dibanding dengan menarik uang parkir pada orang luar yang masuk area UIN walisongo. Cukup mall saja yang menggunakan sistem barrier gate berbayar. Kampus jangan sampai meniru itu dengan alasana apapun. Zainul Muttaqin Mahasiswa prodi Ilmu Alquran dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum)

dinilai paling bijaksana bagi semua pihak dengan mempertimbangkan semua usul yang masuk. Keputusan ini pun bersifat final, tidak bisa diganggu gugat. Menurut Mundiri, yang dimaksud dengan istilah kekeluargaan bukan berarti pelaku tidak akan mendapatkan sanksi, tetapi tidak akan meneruskan kasus ini sampai ke kepolisian. Jika pun, Fatah Cs tidak menerima keputusan ini, pihak birokrasi fakultas siap jika keputusan ini digugat ke proses hukum yang lebih tinggi. Sontak demontrasi pecah kembali. Solidaritas Mahasiswa Peduli Almamater menggelar aksi menuntut pencabutan SK Dekan. Forum Sarjana IAIN pada saat yang sama juga mendukung aksi tersebut. Sementara, pihak yang melakukan penyebaran undangan salah satu organisasi ekstra, dalam SK tersebut hanya diperinggatkan. Pihak SMF diminta melakukan konsolidasi ke dalam dan melaksanakan mekanisme organisasi secara demokratis. Selain SMF, beberapa panitia Ospek yang terlibat penyebaran, yaitu Abdullah Ibnu Tholhah, Abdul Aziz, Agus Jamaluddin, dan Ida Nur laili, hanya mendapatkan teguran.n Febbi Ferkhitilawati

Tendik Tak Sesuai Keahlian

Tenaga pendidik (tendik) dalam sebuah proses pembelajaran mempunyai posisi yang istimewa. Ia menentukan pemahaman mahasiswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KMB). Makanya, sebuah Perguruan Tinggi (PT) tidak boleh sembarangan menempatkan tendik. Dalam artian, menempatkan tendik tidak dalam disiplin ilmu yang ia geluti. Kejadian ini beberapa kali sempat terjadi. Tendik yang tidak menguasai materi dalam perkuliahan. Sehingga menyebabkan mahasiswa bingung menangkap penjelasan yang disampaikan. Sebagai contoh, mata kuliah matematika astronomi diampu oleh tendik yang disiplin keilmuannya matematika murni. Padahal dua mata kuliah tersebut berbeda. Jadi, kampus harus terus mengupayakan perbaikan secara akademik, termasuk dalam bidang penempatan tendik yng sesuai keahliannya. Jika problem ini dibiarkan begitu saja, maka yang terjadi pemahaman mahasiswa tidak akan terpenuhi dalam kegiatan belajar mengajar. Hariono Mahasiswa prodi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

9


Artikel

Agama dalam Pilpres 2019 Oleh: Aji Sofanudin*

W

acana agama dalam pemilu bukan barang baru. Dulu pada zaman Orba, ketika partai hanya tiga, PPP, Golkar dan PDI, semua partai kerap menjadikan agama sebagai bahan kampanye. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) secara tegas menjadikan ka’bah yg merupakan kiblat umat Islam seba­ gai lambang partai. Dengan ini, PPP secara tegas memposisikan diri sebagai partai Islam. Demikian juga Golkar mengklaim diri sebagai partai tengah sesuai ajaran Islam. Keluarlah hadits “khairul umur ausatuha” sebaik-baik urusan adalah yang di tengah-tengah. Golkar bukanlah partai yang ekstrim. Secara tidak langsung Golkar “menyindir” PPP seba­ gai partai ekstrim kanan dan PDI sebagai ekstrim kiri. PPP mengeluarkan jurus ayat, yakni QS Ala’raf: 19 untuk “menyerang” Golkar “wala taqroba hadzihis syajarata fatakunu minadzolomin”. Dan janganlah kamu mendekati pohon itu (untuk menyindir pohon beringin yg merupakan lambang Golkar). Karena termasuk golongan yang zalim. Tak mau kalah, PDI pun mengklaim sebagai partai Islam. Hanya PDI yang ada dalam Alquran. PDI lambangnya banteng, dan di dalam AlQuran ada surat yang artinya banteng yakni surat Albaqaroh. Sapi betina dan banteng, agak mirip, kira-kira begitulah argumentasinya. Wacana agama dalam politik Wacana Pilgub DKI diyakini sebagai pilkada yang banyak menggunakan wacana agama. Wacana agama lebih masif lagi pada duel Anies vs Ahok di putaran kedua. Apalagi setelah blunder dilakukan Ahok ketika menyebut QS Almaidah: 51 dalam suatu pidato di pulau seribu. Polemik berkepanjangan dengan mengaduk-aduk emosi umat melalui demo yang berjilid-jilid. Demo berjilid-jilid dengan tema tangkap dan adili penista agama. Demo besar terjadi 4 November 2016 yg terkenal dengan demo 411 (dibaca Allah) dan sangat besar adalah pada tanggal 2 Desember 2016 yang terkenal dengan sebutan 212. Ahok yang didukung partai-partai besar tumbang. Salah satunya karena wacana keagamaan yang begitu masif. Tentu, karakter Ahok juga sangat andil atas kekalahannya. Nasib Ahok begitu miris; kalah di Pilgub, masuk penjara karena menista agama dan belakangan dikabarkan cerai dengan istrinya, Veronica. Mafhum bahwa pilkada menyisakan banyak cerita. Tak terkecuali cerita tentang penggunaan simbol agama dalam memobilisasi massa. Sebagai contoh di Kab. Te-

10

Oktober 2018

gal, pasangan dalang Kondang Yang jelek adalah pemilih Enthus Susmono ketika maju karena adanya money politik. Bersama Umi Azizah dalam Dia mau memilih kalau diPilbup 2013 mengusung ta- beri uang saku. Paradigma yg gline eNU, yang merupakan dikembangkan ada fulus “cobkepanjangan Enthus-Umi. Pa- losan mulus; laisal fulus mamsangan ini dianggap paling ab- pus.” sah merepresentasikan pasa­ Penggunaan wacana agangan Nahdatul Ulama. ma dalam konteks Pilpres 2019 Pilkada 2018, Enthus-Umi pun sangat nampak. Agama kembali mencalonkan lagi masih menjadi faktor deteruntuk periode kedua. Namun, minan dalam penentuan calon ajal menjemput Sang Dalang. wakil presiden. Akhirnya Umi Azizah dimaKubu Prabowo digadangjukan menjadi Calon Bupati gadang akan mengusung pendan menggandeng Ardi, anak dakwah yang lagi naik daun, muda putra anggota DPR RI, Ustadz Abdul Somad (UAS). yg sebenarnya nyaris tak ter- Atau Ustadz Salim Segaf Aldengar kiprahnya di Tegal. Djufri, Ketua Dewan Syura Dengan soliditas NU dan PKS. Meskipun di keputusan Muhammadiyah yang tere- final, akhirnya memilih Sandifleksi pada partai pengusung aga Salahuddin Uno. dan pendukung, pasangan ini Di kubu Jokowi, setelah menang total mengalahkan melalui drama yang seru kaum nasionalis. Suara kaum akhirnya memilih KH Ma’ruf nasionalis jeblok di tempat Amin. Mahfudz MD yang suyang disebut-sebut sebagai dah diminta ketemu Sekneg, kandang banteng. bahkan sdh menjahit baju, Sementamengisi CV, ra dalam kondan menungteks Pilgub gu di tempat Jateng 2018, yg ditentukan ini mereflekbatal menjadi sikan pilwacana yang berkem- wapres. gub dengan B a i k bang adanya pertamenjaga keMa’ruf Amin rungan antara maseimbangan. a t a u p u n Kaum nasiosyarakat NU melawan Mahfudz MD nalis berusasimWahabi, HTI, dan ke- adalah ha mengganbol kelomlompok radikal, pada pok agama. deng kaum religius. Kubu Jokowi Pilpres 2019 adalah Ganjar malah tidak tidak tepat dan cend- memilih JenPranowo, gubernur deral Moelerung ngawur. petahana doko sebagai mengganden representasi Taj Yasin yang merupakan keamanan/militer ataupun Sri putra Kyai Kharismatik KH Mulyani yang merupakan repMaimoen Zuber. Demikian resentasi ekonomi. Di kalanjuga, Sudirman Said, sang gan Ketum Partai juga banyak penantang berpasangan den- nama yang beredar. gan Ida Fauziyah yang meruDalam hal ini, pilihan jatuh pakan Ketua Fatayat NU. kepada kelompok agama. Le­ Kedua pasangan ini se- bih spesifik lagi ormas Nahdabenarnya sama-sama berebut tul Ulama. ceruk suara yang sama, yakni Dalam pilpres 2019, siakelompok agamis. Hal ini wa- papun presidennya yang “kejar, karena secara matematik tiban berkah” tetaplah NU. KH pemilih primordial lebih ban- Ma’ruf Amin jelas NU 24 karat, yak daripada pemilih rasional. sementara Prabowo-Sandi Pemilih primordial adalah juga punya KartaNU. pemilih yang menentukan pilKontestasi Pilpres 2019 ihan pada perhelatan pemilu agak mirip dengan Pilgub lebih karena ikatan agama, Jateng 2018, semua berebut kesamaan ormas, dan atau ceruk suara NU. Meskipun asal kedaerahan. Dalam kon- tentu, medan pertarungannya teks ini, ikatan agama men- berbeda. jadi penentu yang besar dalam Oleh karena itu, wacana meraup suara. yang berkembang adanya perSementara pemilih rasion- tarungan antara masyarakat al adalah pemilih yang men- NU melawan Wahabi HTI dan jatuhkan pilihannya setelah kelompok radikal, pada piltahu ada visi, misi, dan pro- pres 2019 adalah tidak tepat gram kerja dari masing-ma- dan cenderung ngawur. sing calon. Mereka memilah Pilpres 2019 adalah memildan kemudian memilih pas- ih satu pasangan, diantara dua angan calon yang terbaik ber- pasangan yang tersedia. Yakni dasarkan visi, misi, dan pro- memilih Jokowi-Ma’ruf Amin gram kerjanya. atau Prabowo-Sandi, itu saja. Sementaan pemilih finan- Wallahu’alam.n sial memilih berdasarkan pertimbangan untung rugi. Para pebisnis biasanya berada pada Dr. H. Aji Sofanudin kelompok ini. Kelompok ini Peneliti di Balali Penelitian biasanya sangat tentatif, mudan Pengembangan Agama dah pindah ke pasangan lain Semarang tergantung situasi.

AMANAT Edisi 131

TAJUK n

Lahan Basah Maba Alih status dari siswa menjadi mahasiswa, merupakan momen sakral bagi setiap orang yang baru menginjakkan kaki di perguruan tinggi. Rata-rata, mereka belum memahami seperti apa kampus itu. Oleh sebabnya, setiap tahun di semua perguruan tinggi ada yang namanya Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek), atau kalau di UIN Walisongo namanya Pengenalan Budaya Akdemik dan Kemahasiswaan (PBAK). Kegiatan itu merupakan cara setiap kampus memperkenalkan dirinya pada mahasiswa baru (maba) yang telah menjadi bagian masyarakat akademis di dalamnya. Pola pikir dan orientasi mahasiswa ditentukan lewat momen tersebut. Ada yang berbeda dari PBAK UIN Walisongo tahun ini jika dibanding dengan penyelenggaraan di tahun lalu. Sebelum PBAK, semua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas kompak mewajibkan maba untuk mengikuti rangkaian acara yang mereka namai, Pra PBAK. Secara umum, materi yang diberikan sama, pengenalan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan antropologi kampus. Walaupun, di sejumlah fakultas penjaringan bakat dan minat untuk persiapan atlet Orientasi Olahraga, Seni, Ilmiah, dan Ketrampilan (Orsenik) juga dilakukan. Acara ini diadakan lantaran, waktu tiga hari PBAK dianggap tidak cukup bagi maba mengenal lebih dalam dunia kampus. Apa yang menjadi anggapan Dema memang seolah logis. Namun, jika dilesik lebih jauh akan ada pelbagai kontradiksi. Semisal, apa yang akan menjadi pedoman panitia dalam penyelenggaraan acara? Lalu, apakah proses maba memahami dunia kampus hanya akan berhenti di PBAK? Pertama, dari segi regulasi sebenarnya acara Pra PBAK termasuk kegiatan ilegal. Acara itu tidak tercantum dalam kalender akademik kampus, bahkan tidak mempunyai landasan regulasi. Wajar bila dalam sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT), Pra PBAK tidak masuk dalam kalkulasi. Mentok yang bisa dibantu birokrasi hanya berupa snack dan minuman. Di tiga fakultas, yakni Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (fisip), dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) kegiatan ini berjalan ala kadarnya. Seadanya. Namun di lima fakultas sisanya, Dema seolah memaksakan diri dengan kemampuan yang ada. Yang terjadi selanjutnya adalah, panitia menarik iuran dari maba demi jalannya acara. Tentu apa yang dilakukan ke lima Dema tersebut dapat diperdebatkan lebih lanjut jika dibenturkan dengan sistem UKT. Keseluruhan biaya Pendidikan per semester yang ditanggung oleh mahasiswa sudah terkalkulasi dalam sistem UKT. Lantaran tak ada aturan maka tidak ada juga tata tertib yang menjadi pedoman panitia. Berbeda dengan kegiatan resmi PBAK yang regulasinya jelas ada. Jika Birokrasi merestui kegiatan ini, seharusnya mereka juga membuatkan aturan yang menjadi koridor pelaksanaan. Karena, jika dibiarkan begitu saja, panitia akan bertindak semaunya. Kasus di Pra PBAK Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ketia panitia menggandenga salah satu organisasi ekstra dalam penyelenggaraan acara menjadi bukti nyata. Kedua, pe-wajib-an yang dilakukan oleh Dema Fakultas untuk maba mengikuti acara tentu tidak dibenarkan. Apalagi jika sampai ada ancaman penahanan sertifikat PBAK. Jika ini terjadi, maba hanya didesain menjadi ‘kambing congek’ yang bisanya nurut kata senior. Indikator besar: gagalnya sistem pendidikan kita. Maba tidak mengetahui itu. Mereka masih ‘polos’. Bukan jadi barang baru, ke-polos-annya dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk kepentingan tertentu. Sebagai pihak yang diberi akses komunikasi secara kelembagaan, seharusnya Dema dan panitia dapat menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya. Bukan memanfaat posisinya, untuk ‘membodohi’ maba, yang notabene masih buta aturan dan sistem yang berlaku. Proses maba mengenali dunia akademik memang tidak cukup hanya di PBAK. Namun, Pra PBAK sebetulnya juga bukan solusi final. Maba akan mengenali dunianya yang baru lewat proses panjang yang akan dilalui sendirisendiri. Sikap Dema yang asal main ‘ancam' menunjukkan ketidak dewasaan mereka dalam berorganisasi.n

Redaksi


Wacana Feodalisme Mahasiswa

n KOLOM

Akal Sehat

Oleh: M. Iqbal Sukhri*

M. Syafiun Najib*

Saya punya tetangga, sebut saja Mbak Tin. Saat saya masih kecil, Mbak Tin seperti selayaknya perempuan remaja pada umumnya. Mbak Tin itu orang baik. Saya masih ingat saat Mbak Tin mengupaskan tebu untuk dimakan ramai-ramai dengan teman-teman saya. Karena usianya sudah dewasa, Mbak Tin akhirnya merantau ke Jakarta. Singkat cerita, Mbak Tin pulang deng­an kondisi sakit jiwa. Omongannya melantur, berbicara tidak jelas dengan sorot mata yang menyala. Kabar yang beredar, Mbak Tin mengalami gangguan jiwa karena mendapatkan tekanan dari teman-teman kerjanya. Ada yang bilang juga, ia dirasuki jin. Apes sekali, bukannya pulang membawa uang, malah membawa jin. Mbak Tin yang diharapkan keluarganya menjadi sosok perempuan yang dapat membanggakan justru harus mengi­dap gangguan jiwa. Ironis! Kesehatan akal penting untuk mencerna segala permasalahan yang dihadapi seseorang. Jika memiliki akal sehat, permasalahan yang datang bisa diselesaikan dengan solusi terbaik. Anugerah memiliki akal ini, hanya diberikan Tuhan kepada manusia. Sudah selayaknya manusia memelihara akal itu dengan sebaik mungkin. Tentu, seyogjanya antar manusia saling menjaga akal sehat yang ia miliki bukan melukai, atau sengaja menghina akal sehat orang lain. Tentang hina-menghinan, belakangan ini, atau mungkin sudah lama terjadi di negeri ini, banyak kejadian yang seolah menghina akal sehat manusia. Apakah bisa akal yang sehat ini dihina? Ya bisa. Bahkan tak perlu orang banyak untuk sekedar menghina akal sehat ratusan juta rakyat Indonesia. Cukup beberapa orang saja yang mengambil keputusan. Membuat kita tambah pekerjaan baru, mengelus dada setiap hari. Pada medio September 2018 lalu, Mahkamah Agung memperbolehkan eks narapidana koruptor nyaleg. Setelah para mantan napi koruptor menggugat PKPU yang mela­ rang mantan napi mencalonkan diri sebagai legislatif. Masalahnya, orang yang memiliki rekam jejak kriminal saja tidak bisa mendaftar CPNS. Ini malah orang yang jelas-jelas mencuri uang rakyat milyaran rupiah diperbolehkan mencalonkan diri kembali menjadi ‘wakil rakyat’. Duh dek. Jangankan mendaftar CPNS, mendaftar office boy saja harus punya SKCK. Itu artinya punya catatan kriminl sekecil apapun, kesempatan melamar kerja ya hilang. Boleh lah saya menghibur diri dengan berfikir, oh pa­ ling nanti mantan koruptor juga tidak akan terpilih. Masyarakat kan sudah cerdas. Iya, boleh berpikir demikian, tapi saat pemilihan Bupati Tulungagung pada pemilu serentak 2018 lalu, petahana yang sudah ditetapkan seba­ gai tersangka kasus korupsi juga masih menang. Kejadian ini tentu akan menambah motivasi 38 caleg eks napi korupsi agar memenangi pemilu 2019. Kasus lain, akhir Juli lalu, akal sehat kita juga terganggu dengan tayangan Mata Najwa episode Pura-pura Penjara. Acara Mata Najwa memutar rekaman saat Najwa Shihab berkunjung ke Lapas Sukamiskin menemui beberapa napi koruptor. Di antaranya adalah Nazaruddin dan mantan ketua DPR RI Setiya Novanto. Tim Mata Najwa berhasil membuktikan bahwa sel yang ditempati Nazaruddin dan Setnov, sapaan akrabnya, adalah palsu. Dan, sudah terkonfirmasi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat siaran langsung. Nazaruddin dan Setnov sebenarnya meng­ huni sel asli yang mewah. Keahlian ekting Setnov ternyata tidak hanya ditampilkan saat di luar penjara, namun juga diasah di dalam penjara. Kejadian tersebut cukup mengguncang akal sehat masya­rakat. Penjara nampaknya bukan hal yang menakutkan bagi koruptor. Efek jera yang diharapkan menjadi nihil. Entah harus dihukum dengan cara apalagi para koruptor itu. Mahasiswa UIN yang menonton tayangan tersebut pada bergumam, “Kok penjaranya enak ya, malah lebih horor kamar kosku.” Saya hanya berharap saja, hal-hal di atas yang menghina akal sehat tak bertambah lagi. Akal sehat yang dimiliki masyarakat terlalu berharga untuk dihina, diguncang, dan disakiti. Biarkan akal sehat yang kita miliki ini tetap sehat. Mbak Tin saja ingin akalnya sehat kembali kok dalam kegilaannya.n

Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat 2017

F

eodalisme pada dasarnya merupakan istilah yang biasanya ditujukan bagi seseorang yang sikap, tingkah laku, dan pemikirannya terlalu merujuk pada era-perang dunia I dan II. Hal ini, terutama dititik beratkan pada masa penjajahan Belanda, yang pada masa itu dikenal dengan istilah zaman feodal. Sikap feodal biasanya dicirikan dengan perilaku yang selalu taat disertai dengan rasa takut pada atasannya. Dalam Jawa dikenal dengan sikap “sendiko dawuh”. Sehingga, apapun yang diperintah oleh atasan, ia hanya mampu menjawab “siap laksanakan”. Walaupun di hatinya sesungguhnya menolak atau berontak. Jika seseorang telah jatuh pada sikap ini, tak ada lagi kebebasan dalam hidupnya. Tindakan apapun yang akan ia lakukan akan menyesuaikan dengan mau orang yang lebih tinggi darinya. Bukan atas dasar kemauannya. Diakui atau tidak, sikap ini telah melanda sebagian besar mahasiswa Indonesia. Pada tingkat terparah, feodalisme telah membudaya di kalangan mahasiswa. Tak heran jika, Semakin ke sini, gelar mahasiswa semakin tak mempunyai pemaknaan perjuang. Ia tak lebih dari jenjang lanjutan, dari SLTA menuju perguruan tinggi. Yang terjadi selanjutnya adalah pergualatan intelektual maupun gerakan, mandek—kalau tidak boleh dikatakan mati. Bahkan, jika kita menilik bargaining position mahasiswa hari ini, ia tidak lebih sebuah ormas yang mempunyai basis massa banyak di perguruan tinggi. Gejala ini memang tidak terjadi begitu saja. Ia melewati sebuah proses panjang yang disebut sebagai evolusi sejarah. Cerita Lama Dulu—entah sekarang— ketika seseorang menginjakkan kaki di perguruan tinggi, bisa disamakan dengan memasuki dunia baru. Sama sekali berbeda dengan masa ketika duduk di bangku sekolah. Baik dari segi kurikulum pembelajaran, pergaulan, organisasi, dan wawasan yang didapat. Pada tahap ini, cara berfikir mahasiswa mulai berubah. Ia

mulai mengenalkan kebebesan berfikir dan luasnya pandangan tentang hidup. Proses ini didapat dari seberapa luas mahasiswa bergaul dan mengenal pelbagai pemikiran baru. Baik lewat organisasi, diskusi, maupun bacaan yang ia lahap sehari-hari. Untuk selanjutnya, ia dapat menentukan orientasi dirinya sendiri. Dikotomi keilmuan yang diciptakan oleh perguruan tinggi tidak berlaku. Mereka mampu menembus batasbatas itu dengan ijtihad menguasai sesuatu. Dia seperti perpustakan. Diajak ajak ngomong apapun, nyambung. Sesutu yang jarang kita temui hari ini. Keputusan yang diambil di masa ini biasanya lebih berarti dari pada keputusan yang dia buat semasa

Ilustrasi: Ahmad Shodiq

sekolah. Makanya, tak jarang kita melihat mahasiswa yang menggeluti sebuah skill tertentu yang tidak ada kaitan dengan disiplin ilmu yang dia ambil di kampusnya. Bisa saja seseorang mengambil prodi Pendidikan Agama Islam, namun karir selanjutnya di dunia politik lantaran semasa kuliah, ia aktif di organisasi gerakan mahasiswa. Atau, contoh lain ada seseorang yang mengambil prodi Ilmu Hukum tapi karir selanjutnya malah di dunia jurnalistik, lantaran semasa kuliah ia lebih aktif di Lembaga Pers Mahasiswa. hal seperti ini lumrah terjadi. Pem-Feodalisme-an Perubahan zaman akan mempengaruhi perubahan nilai kebudayaan. Hal itu juga berbanding lurus dengan cara sebuah generasi memandang sesuatu. Perubahan budaya di lingkungan mahasiswa paling terlihat, terjadi pasca munculnya kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan kebijakan tentang batas maksimal kuliah yang hanya sepuluh semester. Walaupun, kebijakan terakhir yang disebutkan itu di-

hapuskan di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, namun, pengaruhnya masih terasa hingga kini. Sama saja bohong jika pemerintah mengembalikan masa kuliah sarjana menjadi tujuh tahun, jika saudara kembarnya yaitu, kebijakan UKT masih diberlakukan. Sistem UKT memperhitungan biaya kuliah mahasiswa untuk delapan semester. Jika seorang mahasiswa lulus melebihi perhitungan yang telah ditentukan, maka ia akan membayar biaya yang sama. Padahal kebutuhan di semester akhir semakin sedikit. Secara tidak langsung, mahasiswa membayar lebih banyak biaya, yang sampai sekarang, kita tidak tahu alokasi anggaran itu larinya kemana? Ditambah lagi kenaikan UKT terus terjadi. Di UIN Walisongo, golongan tertinggi telah menyentuh angka angka Rp 7 juta. Siapa pula yang akan berfikiran menunda kelulusannya dengan biaya kuliah per semester sebanyak itu? Padahal saat kebiajakan UKT belum d i b e r l a ku k a n di kampus ini, mahasiswa hanya perlu membayar biaya SPP per semester Rp 600 ribu. Yang terjadi selanjutnya adalah, mahasiswa hanya bisa pasrah dengan paket-paket kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah, sembari mengeluh di tongkrongan bahwa kuliah semakin mahal. Tentu, bukan seperti ini seharusnya. Namun, beginilah wajah mahasiswa Indonesia hari ini. Tidak lagi terdengar gaung penolakan, tuntukan revisi atau pembatalan kebijakan. Bukan hanya di UIN Walisongo, namun rata di seluruh kampus negeri di Indonesia. Bukan suatu yang mengagetkan jika, hampir semua organisasi mahasiswa, baik intra kampus atau ekstra kampus, lesu. Tubuhnya ada, namun jiwanya entah kemana. Angota yang ada di dalamnya, praktis hanya partisipan belaka. Otakotak dari oraganisasi mahasiswa semakin ke sini, semakin punah. Diakui atau tidak.n Human Resouce Departemen (HRD) SKM Amanat 2018

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

11


REHAT

KUIS ASAH OTAK 131 37. Pantas; layak 38. Permainan 43. Persekutuan 45. Pawai barisan pada upacara atau perayaan 46. Tanda penghargaan dari logam 47. Saudara misan 49. Syair kepahlawanan 50. Bepergian ke luar rumah 51. Nama lain 55. Longgar 57. Nama kini ASRI

Ketentuan Menebak

Mendatar 5. Hampir tidak berantara; dekat sekali 8. Ikat kepala 9. Serbuan 14. Alat untuk membuat lubang 15. Alas kepala 16. Kepandaian Berbicara 17. Karcis 18. Cara dan gaya menyusun kata 20. Abdi Negara 23. Pemisah lapangan bulu tangkis 24. Curah; tumpah 25. Perasaan tidak suka 26. Tingkatan untuk olahraga karate 27. Bulu kucing 31. Kendaraan Massal 34. Sikap pembelaan

n

12

Komik

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

36. Sangat tua 39. Perumpamaan 40. Suara yang besar dan dalam 41. Suka berhias diri 42. Teka-Teki 44. Mendidik diri sendiri 48. Hilangnya kemampuan membaca 52. Berlebih-lebihan 53. Menciduk dengan tangan 54. Kertas penggosok 56. Sambutan yang hangat 58. Perasaan yang merasuki pikiran

Menurun

1. Edaran 2. Pesan gaib 3. Komputer macet 4. Stagnan

6. Kata hubung untuk memilih 7. Bangunan kecil di tengah taman 10. Ajaran tentang kepercayaan 11. Tali sepatu 12. Adu 13. Pelaksanaan putusan hakim 18. Menyimpan data 19. Keterlibatan 21. Berilmu 22. Rombongan olahragawan 24. Penyakit menular 28. Tidak diharapkan 29. Cepat menyebar seperti virus 30. Tafsiran lebih dari satu 32. Penghasutan melalui orasi 33. Berita palsu 35. Tim yang membentuk suatu oraganisasi

1. Tulis jawaban, cantumkan nama, alamat, dan nomor HP yang bisa dihubungi 2. Foto hasil isian KAO 3. Kirim jawaban ke surel redaks. skmamanat@gmail.com 4. Pengiriman jawaban paling lambat 20 Desember 2018 5. Pemenang akan diumumkan di Tabloid Amanat edisi selanjutnya 6. Diambil dua pemenang, masingmasing mendapatkan satu buku menarik. Pemenang KAO Edisi Tabloid 130

1. Muhammad Muhtam Ama2.

lana, mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Arab, Dwi Novita Sari, mahasiswa prodi Pendidikan Fisika

Hadiah bisa diambil di Kantor Redaksi SKM Amanat.


OPINI MAHASISWA Kemana Arah Gerakan Mahasiswa

Membaca Arah Gerakan Mahasiswa Berbicara soal gerakan Jangan pesimis dulu, ada mahasiswa kita hampir selalu perlunya kita mendiskusikan tidak pernah lepas dari aksiapakah gerakan mahasiswa aksi heroik masa lampau di yang diidentikkan dengan mana para aktivis mahasiswa aksi turun jalan menyoal berjuang untuk membela kebijakan atau menggugat rakyat tertindas. Kita tentu rezim itu masih relevan? masih ingat atau barangJangan-jangan yang demikikali diingatkan bahwa dulu an ini tidak melulu menjadi Umi Ma’rufah pernah ada gerakan matolok ukur gerakan mahaKetua Kelompok Studi hasiswa yang begitu besar siswa? Atau bahkan gerakan Mahasiswa (KSMW) periode 2017. di negeri ini mampu berkonmahasiswa hari ini sudah bertribusi untuk melengserkan beda jauh caranya lantaran zaseorang penguasa diktator dengan za- man yang juga semakin berubah? man kekuasaannya yang disebut Orde Pertama, aksi massa menjadi alat Baru. Tetapi, bagaimanakah dampak perjuangan mahasiswa karena dinidari sisa ingatan itu pada gerakan maha- lai cukup efektif untuk menyampaisiswa hari ini? kan aspirasi kepada penguasa. Mereka Ya, bagi Anda yang baru memasuki bisa langsung menyerbu kantor-kantor kampus tahun ini tentu diperkenalkan kekuasaan untuk menekan agar pemeroleh kakak-kakak PBAK dengan jargon- intah mendengar apa yang menjadi jargon ‘Hidup Mahasiswa!’ atau ‘Sump- kegelisahan mahasiswa. Untuk hal ini, ah Mahasiswa!’. Setiap tahun ketika ma- apakah ada cara yang lebih efektif selain hasiswa baru mulai masuk, keramaian itu? jargon-jargon itu menggaung dari ujung Kedua, masyarakat kita yang tertinkampus timur sampai ujung kampus das dan yang dilemahkan pada umumbarat. Tidak ketinggalan lagu-lagu per- nya memiliki keinginan untuk menyamjuangan yang biasa mengiringi maha- paikan aspirasinya kepada penguasa, siswa ketika sedang aksi. Para maha- tapi dengan apa? Jelas ketika audiensi siswa lama seolah hendak memperke- tidak mencapai kesepakatan yang bisa nalkan ini lho mahasiswa, the agent of mereka lakukan adalah aksi demonstrasocial change yang berani bersuara lan- si. Apakah mahasiswa akan diam saja tang untuk memperjuangkan keadilan. melihat rakyatnya berjuang? SeharusKemudian teriakan itu redam be- nya tidak. Jadi, apakah aksi turun jalan gitu PBAK dan Orsenik usai. Mahasiswa sudah tidak relevan? disibukkan kembali dengan rutinitas Memang betul mahasiswa berjuang menghadiri ruang kuliah, pulang kos, tidak harus selalu dengan cara yang mengerjakan tugas, terkadang pacaran sama. Ada yang biasa dengan aksi, dan yang pasti berselancar di dunia berdiskusi, menulis, advokasi, atau maya. Atau yang mengikuti organisasi, kampanye media melalui seni video juga sibuk dengan organisasinya, baik dan grafis. Penulis mengamini semua itu yang di UKM maupun di dalam or- cara itu patut dilakukan. Tetapi, berapa ganisasi ekstra-intra. Sedikit sekali yang banyak mahasiswa hari ini yang mau ingat untuk turun ke jalan mengamal- melakukan minimal dua dari semua kan apa yang kita sebut ‘Sumpah Ma- cara itu? Tak banyak, dan itulah mengahasiswa’. Ini adalah sedikit fenomena pa gerakan mahasiswa kita hari ini mayang terjadi di kampus kita. Dari sini kita sih terbata-bata membaca isu, terlebih mungkin sudah bisa membaca, kemana menanggapi.n arah gerakan mahasiswa hari ini?

Reformasi Gerakan Mahasiswa “Sejarah dunia adalah rang sulit menemukannya. sejarah orang muda, apaOrganisasi gerakan mabila angkatan muda mati hasiswa seperti PMII, HMI, rasa, maka matilah sejarah KAMMI, IMM, GMNI, yang sebuah bangsa.” seharusnya menjadi gerakan pelopor perubahan (Pramoedya Ananta Toer) bagi bangsa ini. Realitanya Dua puluh tahun kita malah kontra produktif. telah menjajaki era refor- Muhammad Waliyuddin Hanya ada seteru satu masi, namun, semakin ke sama lain antar kelemsini, mahasiswa seakan Mahasiswa Fakultas bagaan dan ideologis. telah kehilangan julu- Syariah dan Hukum Prodi Ditambah dengan dengan Hukum Pidana Islam kannya sebagai agent of permasalah internal mereka change. masing-masing, yang belum Sekarang mahasiswa lebih bangga juga terselesaikan. Ini yang perlu kita menjadi artis status dengan menubenahi bersama. Melihat realita gerlis kata romantis di media sosialnya, akan mereka condong kepada politik atau duduk manis di tempat tongkpraktis ketimbang pro terhadap rakyrong dengan suasana yang jauh dari at. penderitaan rakyat. Apakah seperti Sikap diibaratkan tubuh dan ide ini wajah mahasiswa hari ini? adalah ruh. Keduanya tidak terEra reformasi gerakan mahasiswa pisahkan. Kesadaran intelektual hatentu mempunyai akar yang dalam rus dapat mewujudkan gerakan yang dari masa sebelumya, entah dari tatakritis, independen dan sosial dalam ran ide maupun format gerakan. Napengertian mau membela dan memun seakan mereka tak lagi mampu mihak kaum tertindas dan lemah. mepresentasikannnya. Reformasi Membangun intelektual sebenarnya dua piluh tahun yang lalu, terjadi buseorang pemuda mampu mewujudkanlah tanpa celah sebab. Ada jeritan kannya, namun pemuda/mahasiswa penderitaan rakyat yang pada waktu dalam pandangan gramsci dalam itu didengar dan direspon dalam sebukunya “prison notebook” semua buah bentuk gerakan sosial. manusia sebenarnya bisa menjadi inKini, mahasiswa rata-rata cara telektual, namun tidak semua orang berfikir yang pragmatis dan sikap adalah intelektual dalam fungsi sosyang apatis. Sehingga, banyak nilai ial. lama yang hari ini sulit ditemukan Yang perlu kita benahi sebagai madalam diri mahasiswa. hasiswa adalah bagaimana ide kita Mereka lupa sejarah perjuangan bisa dimanfaatkan oleh banyak orang, pemuda kala Bung Tomo mendirikan serta gerakan kita dapat dirasakan sekolah budi utomonya. Soekarno dan mereka terutama bagi kaum yang terkawan – kawannya dari Technische tindas. Jangan sampai lupa dengan Hoogeschool te Bandoeng (ITB) di harkat dan martabat kita sebagai maBandung berinisiatif untuk mendirihasiswa yang dijuluki sebagai agent kan Kelompok Studi Umum (Algeperubahan. Wujudkan perubahan meene Studi Club). Semua itu bertuitu dengan bersinergi dengan tujuan juan membentuk idealisme pemuda membangun bangsa ini.n pada masanya. Para calon intelektual organik yang oleh kata antonia gramsci seorang filsuf italia memang seka-

TEMA MENDATANG

Gerakan Mahasiswa Milenial Kirim opini anda melalui surel: redaksi.skmamanat@gmail.com. Naskah tidak lebih dari 2500 karakter. Sertakan biodata, foto terbaru, dan nomor HP yang bisa dihubungi. Pengiriman naskah paling lambat 30 November 2018. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan bingkisan dan piagam penghargaan.

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

13


SKETSA Tata Cara Banding UKT

(Amanat/ Agus)

Kemacetan di gerbang keluar kampus dua

Hari kedua penetapan parkir berbayar di UIN Walisongo. Kebijakan ini berlaku bagi sivitas akademik yang tidak membawa kartu parkir dan masyarakat luar. Kamacetan menjalar hingga 350 meter atau sampai Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum), Selasa (9/10).

n PENTAS TEATER

Wong Ndeso Senang Geger

(Dok. Istimewa)

Ada-ada saja kehidupan orang desa. Terkadang sikap konservatif membuat mereka kesusahan sendiri. Dan akhirnya yang didapat penyesalan.

Aksi panggung: Kelompok Pekerja Teater (KPT) Beta mementaskan Naskah Pinangan karya Anton Chekov asal Rusia, Jumat (6/10).

“Soalnya begini Den Mas Cokro. Soalnya, aku datang kemari untuk, untuk melamar putri Den Mas Cokro, Nyimas Rara Ayu Larasati yang cantik!” Pinta Den Bagus, sosok lelaki muda berpenampilan rapih dan beram­but klimis. Ia menatap ragu wajah Den Mas Cokro, sembari kedua tangannya saling mengelus mencoba menahan malu. Sesekali mereka saling menatap, namun Den

14

Oktober 2018

Bagus dengan cepat melempar tatapannya ke arah lain. Berkali-kali rasa gugup itu tidak bisa disembunyikan. Mungkin itu karakter lakon Den Bagus yang ingin ditonjolkan oleh Sutradara Fandi Bosok. Dalam pentas produksi Kelompok Pekerja Teater (KPT) Beta ke-78 dengan naskah Pinangan karya Anton Chekov (seniman berkebangsaan Rusia), Jumat (6/10) malam, di

AMANAT Edisi 131

Auditorium I Kampus I UIN Walisongo Semarang. Di awal pementasan, keharmonisan di antara tiga lakon Den Bagus (Muhamad Tohir), Den Mas Cokro (Danang Diska Atmaja), dan Nyimas Rara Ayu Larasati (Arum Mispi Layli), terlihat begitu harmonis tanpa ada permasalahan. Den Bagus datang ke rumah Den Mas Cokro, untuk meminang putrinya Nyimas Rara Ayu. Dalam menyambut tamunya, wajah ala wong ndeso kentara diperlihatkan oleh pemeran lakon Den Mas Cokro. Wong ndeso yang ekspresif dan tampil pekik-pekuk. Dialog khas orang desa terjalin, penuh dengan pujian yang saling menyanjung. Iringan bunyi pianika yang dipadu dengan musik keroncong turut membawa penonton larut dalam irama pementasan ala teater komedi satire. Keserasian nada dengan gerak para aktor pun menarik emosi para penonton. Sesekali penonton dibuat tertawa geli, dan saling bersiul ramai. Sutradara Fandi Abdi mengungkapkan, naskah pinangan merupakan naskah komedi. Dalam performa ini KPT Beta hanya ingin mengajak penonton tertawa dan menertawakan diri. Bukan pentas serius, hanya komedi hiburan era 70-an dengan latar masyarakat Jawa. “Kami menampilkan kehidupan orang desa. Orangorang yang memiliki gengsi tinggi,” tutur Fandi dalam diskusi seusai pementasan. Konflik orang desa Dalam pementasan KPT Beta, pinangan menjadi performa teater dengan gaya satire. Secara umum, drama komedi bertujuan untuk meng-

1. Mengajukan permohonan penyesuaian UKT dengan mengisi data dan persyaratan melalui laman http://uktbkt.walisongo. ac.id, dengan langkah sebagai berikut: a. Mengakses laman http:// uktbkt.walisongo.ac.id, membaca petunjuk yang tersedia dan melakukan login, b. Mengisi dan atau memperbarui data diri sesuai form yang tersedia, c. Mengupload file scan dokumen yang mendukung sebagai berikut: 1) Fotocopi kartu keluarga, 2) Fotocopi rekening listrik 3 bulan terakhir bagi pelanggan PLN pasca bayar atau pernyataan oleh pihak keluarga, 3) Slip gaji untuk orang tua pemohon PNS/pekerja formal atau surat keterangan penghasilan per bulan yang diketahui oleh Lurah/Kepala Desa untuk orang tua pemohon non PNS/pekerja non formal. d. Melakukan finalisasi pengisian data, mencetak dan mengesahkan dokumen berikut (diunduh dari http://uktbkt.walisongo. ac.id) hibur dan mengkritik dengan mengolok-olok menyiat. Moliere Le Contemplateur, menjadi seniman Prancis pencetus drama komedi pertama yang menyindir problematika sosial. Dia pernah mementaskan naskah Les Precieuses Ridicules (1959), drama komedi yang mengkritik snobisme kaum wanita borjuis. Maksud itu tersirat pula dalam pementasan yang digelar para pegiat KPT Beta. Dari naskah pinangan karya Anton Chekov, ada kritik perihal watak yang melekat dalam kehidupan orang desa. Untuk meminang tetangganya saja, Den Bagus harus berdebat dahulu dengan Nyimas Rara Ayu. Padahal percecokan mereka adalah perdebatan lama warisan dari kakek-neneknya. Besar gengsi, itu interpretasi jelas untuk dicerna para penonton. Di awal cerita, Den Bagus datang untuk menyampaikan pinangannya kepada Nyimas Rara Ayu. Karena sikap gugupnya, Den Bagus memilih mengobrol basa-basi terlebih dahulu. Dia bercerita tentang tanah keluarganya Rawa Betis, yang secara cuma-cuma ditanduri orang lain. Bukannya mendapat respon baik, Nyimas Rara Ayu justru membantah perkataan Den Bagus. Menurutnya rawa betis itu bukan milik keluarga Den Bagus, melainkan miliknya keluarga Den Mas Cokro. Perdebatan berlanjut panjang tanpa jeda. Keduanya saling mengolok-olok dan ngotot. Hingga penyakit asmanya kambuh, Den Bagus pun memilih pergi. Nyimas Rara Ayu awalnya senang, namun setelah mengetahui tujuan Den Bagus untuk meminang, Rara menye-

1) Daftar isian data pokok penyesuaian UKT ditandatangani orang tua, 2) Surat permohonan penyesuaian UKT ditandatangani orang tua dan disahkan Dekan/Wakil Dekan Bagian Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, 3) Surat pernyataan bermaterai (Rp. 6000,-) e. Menyerahkan dokumen yang telah ditandatangani disahkan tersebut pada Bagian Akademik dan Kemahasiswaan. Adapun batas pengajuan secara online, pengesahan pimpinan dan penyerahan dokumen sah ke Bagian Akademik dan Kemahasiswan mulai tanggal 1 sampai 10 Nopember 2018. Seperti tahun sebelumnya, UIN Walisongo menyiapkan tim verifikasi dokumen dan belum membentuk tim khusus survey guna akurasi data. Untuk mengetahui lolos atau tidaknya pengajuan penyesuaian UKT, pengumuman hasil akan dipublis tanggal 19 Desember secara online pada laman http://uktbkt. walisongo.ac.id.

sal. Sembari terisak-isak, Rara Ayu meminta Den Mas Cokro memanggil Den Bagus kembali. Namun obroloan kembali seperti semula, berdebat dan saling ngotot tanpa mengalah. Itu disebabkan karena perbincangan anjing paling bagus di desa mereka. Bagi Den Bagus anjingnya si Belang, sedang bagi Nyimas Rara Ayu anjingnya si Kliwon. Hingga tiba-tiba Den Bagus tak sadarkan diri tanpa nafas, Den Mas Cokro dan Nyimas Rara Ayu gugup bukan main. Tiiba-tiba hidup kembali, obrolan itu pun dilupakan. Den Mas Cokro lalu berkata “Aduh, dia menerima lamaranmu. Kuberikan restuku untuk kalian berdua, kuberikan”. Fandi mengatakan, seperti inilah konflik dalam kehidupan. Ini gambaran kecilnya, meminang saja harus melalui banyak perdebatan. Dalam pementasan ini, Fandi mengaku tidak menyisipkan kepentingan apapun selain realita sosial di masyarakat pedesaan. “Karena ini naskah komedi, kesan dan pesannya kami kembalikan lagi pada penonton,” jelasnya. Dalam pentas ini ada tiga hal yang dapat dijadikan pelajaran. Pertama, kebiasan besar gengsi unjungnya hanya mengakibatkan penyesalan. Kedua, terkadang mengalah itu perlu sebab akan cepat menyelesaikan konflik. Dan ketiga, bahwa tidak selamanya obrolan basa-basi itu dapat diterima semua orang.n Naili Istiqomah, Zulfiyana Dwi Hidayanti


MIMBAR

NORMALITAS BARU

Universitas dan Tantangan ‘Normalitas’ Baru

(Dok. Pribadi)

H

Oleh: Rusmadi*

Teknologi tidak hanya telah menggantikan peran-peran teknis manusia, tetapi juga melalui kecerdasan buatan (artificial intelligence) teknologi mampu menggantikan peran-peran analitik manusia. Persis, manusia hanya sebagai operator, semua analisis dilakukan oleh mesin. Oleh karenanya, sudah saatnya universitas tidak lagi dikungkung dengan kecerdasan-kecerdasan teknis yang bersifat hardskill semata, melainkan juga perlu mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang bersifat softskill.

ampir tak terbantahkan, sains dan teknologi sebagai salah satu kebu­ dayaan manusia telah berkembang dan berjalan hingga ke titik terjauh dalam mata rantai sejarah ilmu pengetahuan. Apa yang dibayangkan oleh Auguste Comte tentang perkembangan suatu masyarakat menuju masyarakat positivis seperti menemukan pembuktian sahihnya. Bahwa sejarah pemikiran manusia telah menuju fase baru di mana orang tidak lagi mendasarkan kebenaran pada mitos-mitos, melainkan pada penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Sejarah mencatat, penelitian dan pengembangan telah memberikan kema­juan yang signifikan, baik pada ranah teoritis maupun pada rana praksis. Semua fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan secara presisi, yang kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu. Tentang perkembangan sains dan teknologi ini, kita mendapatkan pers­ pektif yang cukup baru soal “sejarah masa depan” dari seorang futuris, Prof. Yuval Noah Harari. Andri Syah telah menuliskan pandangan Harari itu dengan sangat apik dalam kolom di Qureta (12 September 2016). Harari berbicara tentang sejarah, tetapi bukan ke sejarah masa lalu, melainkan sejarah masa depan. Ia mengingatkan komunitas global, bahwa manusia sedang menghadapi perubahan radikal sebagai akibat dari kemajuan sains dan teknologi. Manusia mengalami transisi besar-besaran: dari wujud organik (human), dan akan berevolusi menjadi wujud non-organik (post-human). Kita mungkin memba­ yangkan apa yang dipikirkan Harari ini layaknya cerita fiksi ilmiah di film-film Hollywood kenamaan Amerika, tentang manusia-manusia mesin. Andri Syah juga menyajikan pandangan serupa dari Direktur Teknologi Google, Ray Kurzweil yang berbicara tentang teori singularitas: suatu masa di mana kemajuan sains dan teknologi telah membawa peradaban manusia ke arah yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebagai seorang pakar teknologi, ia bercerita dengan gamblang tentang peta jalan evolusi manusia dilihat dari sisi kemajuan teknologi. Dalam tulisannya, The Singularity is Near, Kurzweil berpendapat bahwa manusia sekarang menghadapi epos ke lima. Epos di mana manusia dan mesin akan menjadi satu. Menurutnya, hal ini akan terjadi sebagai akibat dari kemajuan di tiga bidang: Genetika, Nano­ teknologi, dan Robotika. Ketiganya adalah bidang yang menjadikan segala hal yang sebelumnya dianggap tidak mungkin menjadi mungkin. Namun, tulis Andry Syah, kedua futuris ini sepakat akan satu hal: transisi itu bukan tanpa risiko. Akan ada banyak bahaya yang mengintai. Dari sisi teknologi, ia dapat menghadirkan keterasingan baru dari peran-peran produktif dan sosial. Ambil contoh misalnya kecerdasan buatan (artificial intelligence), para ahli memprediksi bahwa kecerdasan buatan dalam waktu dekat akan menimbulkan keterasingan manusia baru bagi manusia modern. Menurut Harari, manusia hanya memiliki dua jenis modal: tenaga dan pikiran (kognitif ). Setelah Revolusi Industri, mesin mampu menggantikan tenaga manual manusia. Oleh karenanya, ketika pekerjaan manual mulai berkurang manusia dengan mudah hijrah pada pekerjaan yang sifatnya kognitif. Di sini-

lah fase keterasingan manusia dimulai. Pada fase berikutnya, manusia semakin terasing karena mesin telah mulai mampu mengimbangi kemampuan kognitif manusia. Ini mengancam satu-satunya modal terakhir manusia, yakni pikiran (kognisi). “Apa yang akan dilakukan ketika mesin telah menggantikan pelayan toko, dokter, sopir bahkan pengacara? Apa yang akan dilakukan dengan jutaan tenaga manusia yang tidak berguna?” Tanya Harari. Normalitas Baru Terlepas dari absurditas yang melingkupi perkembangan sains dan teknologi, ada satu hal yang sulit terbantahkan. Eksistensi teknologi telah menjadi mata rantai kehidupan yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia. Bahkan, ia mengangkangi eksistensi manusia itu sendiri. Bagaimana tidak, eksistensi tekno­ logi terkadang menyebabkan seseorang justru tidak tahu apa-apa dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ya, sistem serba otomatis itu telah menyebabkan manusia lupa akan kemampuannya sendiri. Jika dilihat dari sudut pandang kebu­dayaan, perkembangan sains dan teknologi yang sedemikian atraktif tersebut sesungguhnya adalah normalitas baru. Meskipun pada awalnya banyak yang terkejut, kebudayaan baru akibat evolusi sains dan teknologi itu pada akhirnya dipahami sebagai sesuatu yang normal, dan harus berjalan, karena segala sesuatu memanglah demikian, kemudian diterima sebagai hal yang biasa, menjadi normal. The new normal merupakan terminologi yang dipakai pada tahun 2009 oleh Philadelphia City Paper saat mengutip Paul Glover dalam menjelaskan kondisi yang semula dinilai tidak umum menjadi sesuatu yang kemudian dianggap biasa, wajar, dan akhirnya diterima secara luas (Ridwan Sanjaya, 2018). Tantangan bagi Universitas Sebagai institusi budaya, maka universitas juga menghadapi normalitas baru. Universitas, dengan demikian tidak lagi cukup hanya berjalan pada normalitas lama. Universitas harus mampu merespon perkembangan dunia baru sebagai bagian dari titik “normalitas baru” tersebut. Penyangkalan dan menutup diri terhadap normalitas baru ini adalah bagian dari gejala revivalisme. Pada konteks ini, umumnya terdapat dua pilihan yang bisa diambil oleh warga universitas. Pertama, kita cukup mengambil langkah-langkah penyesuaian agar bisa hidup berdampingan dengan normalitas baru itu. Kedua, menciptakan inovasi-inovasi baru yang tidak dimaksudkan untuk menyesuaikan diri dengan normalitas baru itu, melainkan kita membuat inovasi-inovasi baru yang justru bisa menjadi normalitas-norma­ litas baru lain. Semua pilihan sebenar­ nya sama-sama memiliki konsekuensi, dan bentuk konsekuensinya juga sama, yakni harus mampu berinovasi. Saat ini, kita pun sadar, bahwa perguruan tinggi sedang menghadapi peru­ bahan global yang sangat mendasar atau “the deep shift” terkait dengan modelmodel pembelajaran baru. Saat ini, banyak muncul kuliah-kuliah alternatif melalui program Massive Open Online Courses (MOOC) yang dibuka oleh universitas-universitas ternama dunia dengan biaya murah, bahkan banyak yang menawarkan kursus-kursus secara gratis. Program perkuliahan dan kursus alternatif model MOOC juga melibat-

kan universitas ternama seperti Harvard University dan Massaschusetts Intitute of Technology (MIT). Kita bisa melihat bagaimana Coursera, Udacity, edx Course, dan juga IndonesiaX yang telah membuka program MOOC ini. Melalui MOOC, para mahasiswa dapat mengakses materi perkuliahan dari profesor terbaik dari berbagai belahan dunia. Kuliah-kuliah alternatif itu mengeluarkan sertifikat yang diakui oleh peru­ sahaan-perusahaan raksasa dunia, karena perusahaan besar sudah mulai tidak bertanya ijazah, melainkan portofolio dan kompetensi. Lihatlah bagaimana perusahaan ternama dunia seperti Google, IBM, Amazon, Ernst & Young, dan lain sebagainya, telah mengakui lulusan dari program MOOC. Itulah sebabnya, kuliah atau kursus daring semakin digemari. Memilih jalan kedua, yakni menciptakan inovasi-inovasi baru yang justru berharap akan menjadi normalitas baru lain membutuhkan inovasi yang tidak biasa. Universitas tidak hanya cukup mengandalkan literasi lama (membaca, menulis, dan matematika), melainkan membutuhkan literasi baru agar warga kampus menjadi kompetitif menghadapi normalitas-normalitas baru yang akan datang. Literasi baru dibangun atas kemampuan membaca dan mengana­ lisis informasi. Teknologi tidak hanya telah menggantikan peran-peran teknis manusia, tetapi juga melalui kecerdasan buatan (artificial intelligence) teknologi mampu menggantikan peran-peran analitik manusia. Persis, manusia hanya seba­ gai operator, semua analisis dilakukan oleh mesin. Oleh karenanya, sudah saat­ nya universitas tidak lagi dikungkung dengan kecerdasan-kecerdasan teknis yang bersifat hardskill semata, melainkan juga perlu mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang bersifat softskill. Melalui kesadaran akan adanya normalitas baru ini, maka warga universitas sebagai bagian dari masyarakat global, harus meyakini bahwa saat ini bekerja dengan baik saja tidak cukup. Normalitas baru menuntut warga universitas (termasuk mahasiswa) untuk bekerja memiliki kemampuan analitik yang baik, pandai melihat peluang-peluang baru, dan mampu beradaptasi dengan normalitas-normalitas baru yang terus hadir. Pada konteks ini, maka setiap warga universitas mesti membekali diri dengan kemampuan analitis kritis. Mela­lui kemampuan tersebutlah, warga universitas akan mampu menghadapi normalitas-normalitas baru yang dihadapi. Kita tidak perlu melakukan penyang­ kalan-penyangkalan atas normalitas-normalitas baru ini, karena penyangkalan justru bisa menjebak diri pada gerakan revivalisme baru dan disrupsi. ‘Ala kulli hal, kita perlu memelihara tradisi lama yang baik, dan terus memproduksi tradisi baru yang lebih baik.n *Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

15


MELIPIR

PASAR KARETAN

Destinasi Wisata Digital di Pasar Karetan Apa jadinya, jika konsep pasar tempo dulu, wisata, dan alam dipadukan menjadi satu? Kita akan menemukan jawaban itu dengan melihat Pasar Karetan.

P

agi itu, Minggu (16/9), alunan musik tradisi­ onal menyambut langkah kami di pintu utama Pasar Karetan. Sesuai nama­ nya, pasar ini terletak di tengah perkebukan pohon karet yang rindang di Dusun Segrumung, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Untuk sampai ke lokasi, pengunjung harus melewati jalan setapak sejauh satu kilometer. Namun, tak perlu khawatir, pengelola sudah menyi­ apkan odong-odong sebagai alat transportasi secara gratis. Tak seperti kondisi pasar pada umumnya, di tempat ini suasananya asri. Jauh dari kata kumuh yang biasanya melekat pada pasar. Seperti kembali ke masa lalu, pedagang yang berjualan kompak berpakaian batik serta caping lengkap deng­ an ikat kepalanya. Beragam jajanan tradisonal dari pelbagai daerah disediakan di sini. Transaksi jual beli di pasar ini juga unik. Alat pembayaran yang digunakan bukan uang, melainkan girik (koin yang terbuat dari kayu). Sistemnya, pembeli menukarkan terlebih dahulu uang ke kasir. Untuk koin yang disediakan ada tiga nilai nominal yaitu koin deng­ an angka 2,5 setara dengan Rp2.500, koin berangka 5 setara dengan Rp 5.000, dan koin berangka 10 setara dengan Rp 10 ribu. Dengan uang koin tersebut para pengunjung bisa membeli makanan tradisional yang diperjualbelikan, seperti gendar pecel, cengkleng, ketan

Melayani Pembeli: Pedagang Pasar Karetan membungkus jajanan tradisional untuk pembelinya (atas. Pengunjung asik berfoto dan menikmati permainan tradisional (bawah), Minggu (16/9).

16

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

( Amanat/ Iqbal)

durian, bubur klepon, kimpol (kripik buah talas), es ijo (es daun cao) dll. Bahkan selain bisa menikmati makanan tradisioanl, para pengunjung juga disuguhkan dengan beberapa pementasan, seperti tari, pelatihan melukis, pertunjukan motor antik, dan lain sebagainya. Pasar Karetan memang bukan pasar biasa. Ia diproyeksikan oleh Kementrian Pariwisata (Kemenpar), lewat Komunitas Generasi Pesona Indonesia (Genpi) sebagai salah satu gerakan destinasi wisata digital. Gerakan ini dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia. Agustina Dwijayanti Penge­ lola Pasar Karetan mengungkapkan, Gerakan Destinasi Wisata Digital merupakan upaya yang dilakukan oleh Genpi dengan arahan Kemenpar, untuk memperkenalkan destinasi wisata yang belum dikenal publik, dengan cara mempublikasikannya lewat media sosial seperti instagram, facebook dll. Genpi merupakan Generasi Milenialnya Kemenpar. Ia difokuskan untuk bergerak dalam destinasi wisata digital yang sudah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Anggota Genpi bersifat relawan. Dengan latar belakang anggota Genpi sebagai pengelola, yang bersifat relawan, Pasar Karetan hanya dibuka pada hari Minggu pukul 06.00-12.00 siang saja. Meskipun begitu, Tina mengatakan, antusiasme pengunjung sangat tinggi, baik dari Semarang ataupun luar kota. “Ada pengunjung dari Kali­ mantan, Sumatera, Jakarta yang datang ke sini. Kita akan terus mempublikasikan tem-

pat ini lewat media sosial, supaya lebih dikenal,” tuturnya. Di Jawa Tengah sendiri, ada dua wisata pasar dengan konsep tradisional yang di kelola Genpi Jateng, yaitu Pasar Karetan dan Pasar Semarangan Tinjomoyo, Banyumanik. Meskipun kedua pasar ini dikelola Genpi, ada perbedaan spesifik. Dalam hal pembayaran, jika di Pasar Karetan menggunakan Girik, di Pasar Semarangan Tinjomoyo menggunakan Top Cash. “Untuk konsep masih sama, yaitu tradisional. Cuma beda di alat transaksinya saja,” tuturnya. Meningkatkan perekonomian Di samping sebagai gera­kan destinasi wisata digital, tujuan dari didirikannya Pasar Karetan juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Syarat untuk menjadi peda­ gang di Pasar Karetan cukup mudah. Setiap keuntungan yang didapat pedagang nantinya akan dipotong 15 persen. “Untuk lapak sudah kami sediakan. Ada 30 lapak sementara ini. 26 di antaranya sudah dipakai,”kata Agustina. Andrika (22), salah satu pedagang di sana mengaku terbantunya sejak bergabung sebagai pedagang di Pasar Karetan. Rata-rata keuntungan yang didapat setiap ia berdagang mencapai Rp 700 ribu. Dengan kalkulasi keuntungan bersih sekitar Rp 500 ribu. “Untuk pajak 15 persen saya tidak merasa keberatan, malah merasa terbantu deng­ an adanya Pasar Karetan ini,” katanya. Wisata Kuliner Alam Pasar Karetan memang lebih cocok disebut sebagai tem-

pat wisata kuliner alam. Karena di tempat ini hanya ditemui pedagang makanan dan minuman. Ana Luthfiatul Maliha (22) perempuan alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo ini berkunjung ke Pasar Karetan lantaran penasaran dengan adanya pasar berkonsep tradisional yang pembayarannya menggunakan koin. Menurutnya, suasana tempatnya bagus dan nyaman. “Kami ini iuran lo, untuk membeli makanan tradisional yang ada di sini,” jelasnya. Pasar Karetan juga digunakan sebagi destinasi berlibur akhir pekan bersama keluarga. Saban (38) dan Siti Azizah (38) beserta kedua putra-putri kecilnya sedang duduk santai menikmati makanan tradisi­ onal. Saban mengatakan alasan berkunjung ke tempat ini untuk berwisata dengan keluarga, serta upaya edukasi mengenalkan makanan tradisional kepada anaknya. Menurutnya untuk melestarikan makanan tradisional supaya tidak hilang seiring berjalannya waktu, dengan ikut berpartisipasi membeli makanan yang dijual, agar tetap terus berlanjut. “Rencananya sudah kemarin-kemarin, namun terealisasinya baru hari ini,” katanya. Namun, saat berkunjung di pasar ini, Saban sedikit menyayangkan mengenai kurangnya wahana bermain untuk anak-anak, serta parkirnya cukup jauh dan belum ada parkir yang khusus.n M. Iqbal Shukri


CERMIN

SUNAN KALIJAGA

Tapak Tilas Sunan Kalijaga di Jati Ombo

(Amanat/ Aulia’)

Lokasi ini erat kaitannya dengan alur sejarah yang selanjutnya memberikan nama bagi Jatingaleh, Desa Sadeng, Goa Kreo, dan daerah Jati Kalangan di sekitar terminal Cangkiran.

Petilasan Jati Ombo: musim kemarau membuat kolam mengering dan dipenuhi semak belukar.

S

uasana sunyi terasa saat kami tiba di jalan setapak kecil menuju Petilasan Jati Ombo, Minggu (9/9) siang. Tak nampak lalu lalang warga di sekitar petilasan. Hanya ada sajadah dan bekas pembakaran dupa yang ditinggalkan oleh peziarah. Petilasan yang terletak di Dukuh Sodong, Kelurahan Purwosari, Keca­ matan Mijen, Kota Semarang itu, merupakan bukti sejarah perjalanan syiar Islam Raden Mas Sahid atau Sunan Kalijaga. Konon di tempat itu, Sunan Kalijaga menebang pohon Jati yang digunakan sebagai saka guru Masjid Agung Demak. Lokasi ini sangat erat kaitannya dengan alur sejarah yang selanjutnya memberikan nama bagi beberapa daerah di Semarang, antara lain Jatingaleh, Desa Sadeng, Goa Kreo, dan daerah Jati Kalangan di sekitar terminal Cangkiran. Petilasan Jati Ombo menjadi lokasi sejarah yang jarang diketahui oleh masyarakat. Tempat itu merupakan bangunan pendopo yang berada di tengah kolam seluas 8 x 4 meter. Di dalam kolam terdapat potongan pohon jati setinggi satu meter yang diceritakan menjadi dasar penamaan petilasan tersebut. Sumartoyo (50) ketua RW 02 Dukuh Sodong menjelaskan, nama Jati Ombo tidak dimaksudkan menggambarkan pohon jati yang lebar atau ombo ( dalam bahasa Jawa). Diameter pohon jati itu, kata Sumartoyo, hanya selebar 20 sentimeter. Namun, ukuran pohon yang tak terlalu lebar itu konon mampu menjadi penopang duduk hingga sepuluh orang.

“Bahkan orang dulu bilang tong- ini, biasanya orang dari luar kota,” gaknya bisa muat lima ratus orang,” kata Sumartoyo. katanya saat ditemui di kediamanNamun, saat ini air tersebut tidak nya. mengalir lagi, disebabkan penggunSekitar 30 menit melakukan per- dulan lahan yang masif dilakukan. jalanan dari UIN Walisongo, kami Berkurangnya daerah resapan air di tiba di petilasan. Sayang, lokasinya sekitar petilasan, akhirnya membuat yang tak terlalu jauh dari perguru- sumber air di sana mengering. an tinggi Islam, tak menjamin keberadaannya bakal terawat. Hanya Ritual nyadran terlihat bangunan tua dengan din­ Setahun sekali, masyarakat ding yang mulai retak dan sekitar petilasan melakukolam kering yang dikan ritual nyadran, penuhi rumput liar. sebagai ungkapan Musala 2 x 1 merasa syukur keter yang berada Sumartoyo pada tuhan atas di tempat itu Ketua RW 2 Dusun Sodong keberhasilan lantainya pun mencapai berdebu. suatu tujuan. Tak jauh Ada juga yang percaya, kalau Tak ada prakdari ko­ t i k-p r a k t i k mandi di sana bisa cepat menlam yang pemujaan mengelatau semadatangkan jodoh. Yang memperilingi penc a m n y a . dopo, terN y a d r a n cayai ini, biasanya orang dari dapat kolam merupakan luar kota. Masyarakat sekilain yang tertradisi turunletak di jalan temurun yang tar, tidak. utama menuju dilakukan untuk petilasan. Menurut menjaga sejarah. cerita, di tempat itu Dartono (64) sesterdapat mata air yang tiepuh Dukuh Sodong mendak berhenti mengalir, walaupun di gungkapkan, petilasan Jati Ombo musim kemarau. Dulu, sumber air merupakan tempat bersejarah. Temyang melimpah itu dimanfaatkan pat itu, kata Dartono, harus dirawat penduduk sekitar untuk kebutuhan dan dibersihkan sebagai amanah sehari-hari dan irigasi pertanian. dari Sunan Kalijaga. Mata air yang keluar dari kolam itu “Nyadran itu cara menjaga amajuga dipercayai mampu menyem- nah dari leluhur kita,” ujarnya. buhkan penyakit dan membuat sesMasyarakat Dukuh Sodong rutin eorang awet muda. melaksanakan ritual itu pada Selasa “Ada juga yang percaya kalau Kliwon atau Jumat Kliwon bulan mandi di sana bisa cepat men- Ruwah atau satu bulan sebelum Radatangkan jodoh. Yang mempercaya madhan.

Sebelum ritual nyadran, masyarakat bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar petilasan Jati Ombo. Nyadran dimulai dengan pemotongan kambing di petilasan Jati Ombo. Uniknya, proses pemotongan sampai ke pengolahan kambing hanya dilakukan oleh lakilaki. Perempuan tidak boleh dilibatkan dalam memasak. Hal ini, kata Dartono, merupakan duplikasi sejarah pasukan perang yang semuanya merupakan laki-laki. Mereka memohon kepada Tuhan, di petilasan tersebut, agar dapat menghentikan peperangan. Ritual potong kambing dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas terkabulnya doa itu. “Sampai saat ini kalau ada acara nyadran, laki-laki yang mengurusi mulai dari pemotongan hingga pengolahan daging kambing,” jelasnya. Usai makan bersama, acara selanjutnya diadakan arak-arakan yang diikuti oleh masyarakat dengan membawa tumpeng menuju petilasan. Masyarakat juga memeriahkan ritual nyadran dengan mengenakan pakaian adat saat arak-arakan berlangsung. Dartono menambahkan, ritual nyadran saat ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat Dukuh Sodong saja, melainkan masyarakat luar Dukuh Sodong hingga luar kota.n Atika Ishmatul Ummah

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

17


RESENSI

F

ilm Hujan Bulan Juni memang sudah rilis tahun lalu di bioskop tanah air. Namun, keberadaanya sebagai karya seni akan abadi, berbeda dengan penciptanya. Cikal bakal film ini sebenarnya berawal dari kemunculan sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, sekitar tahun 1989 di sebuah koran. Kurun waktu beberapa tahun berubah wujudnya menjadi lagu, komik, serta buku yang disusun oleh seniman lain. Puisi Hujan Bulan Juni juga beralih wahana dalam bentuk musikalisasi puisi. Kemudian pada tahun 2015 terbit novel Hujan Bulan Juni yang juga ditulis oleh sang maestro Sapardi. Keindahan sajak Hujan Bulan Juni karya sapardi memang cukup populer di tanah air dan mancanegara. Mungkin, bermula dari situlah yang mengilhami produser Avesina Soebli dan Chand Parwez Servia serta sutradara Hestu Saputra (Perfect Dream, Air Mata Surga) dan tim produksinya untuk mengangkat novel Hujan Bulan Juni ke layar lebar. Dalam film ini, kita tidak disuguhi konflik percintaan ala remaja pada umumnya yang cenderung kekanakkanakan. Ia nampak lebih dewasa dengan pemaknaan hubungan dua sejoli yang saling mencintai, terutama jika melihat cara Sarwono (Adipati Dolken) dan Pingkan (Velove Vexia) memaknai hubungan mereka berdua. Alur filmnya cukup ringan. Tokoh Sarwono seorang dosen Antropologi digambarkan sebagai pria kuno, berkulit sawo matang dengan logat Jawa yang kental. Ia gemar menulis puisi untuk gadis yang dicintainya. Sementara Pingkan adalah dosen muda Sastra Jepang. Pingkan sendiri digambarkan sebagai perempuan ceria dengan senyum manis yang mampu memikat Sarwono serta banyak pria lain. Mereka berdua mengajar di Universitas Indonesia (UI).

Perkawinan Sajak dan Film

Layar Tangkap: Teaser Filim Hujan Bulan Juni. Judul : Hujan Bulan Juni Kegelisahan Sargan mereka. Semua Sutradara : Reni Nurcahyo wono mulai muntentang perbedaan Hestu Saputra cul ketika Pingkan yang di mata kePenulis Skenario :Titien Wattimena mendapat kesemluarga Pingkan Rumah Produksi : Sinema patan belajar ke cukup jauh; SarImaji dan Starvision Jepang selama dua wono yang identik Pemain : Adipati Dolken (Sebagai Sarwono) Velove tahun. Selama ini Jawa-Islam menVexia (sebagai Pingkan) Pingkan hampir tak jadi bahan pembiRilis : 2017 pernah jauh-jauh caraan tersendiri Resentator: Nur Zaidi dari sampingnya. bagi keluarga besar Akan tetapi, SarwoPingkan yang ketuno sendiri justru mendukung kepergian runan Minahasa-Kristen. Bukanya merPingkan meskipun ia tahu, di Jepang eka berdua tidak menyadari semua itu, Pingkan akan ditemani Katsuo, mantan tapi mereka terlanjur nyaman menetap Pingkan. bertahun-tahun di ruangan kedap suara Ketika, Sarwono mendapat tugas dari bernama kasih sayang. Kaprodinya untuk menjalin kerjasama Kemunculan tokoh Ben yang diperke Universitas Sam Ratulangi Manado, Ia ankan oleh Baim Wong menjadi warna memboyong Pingkan sebagai guide-nya tersendiri dalam film Hujan Bulan Juni. selama di Manado. Pada kesempatan ini, Film ini juga dibintangi oleh aktor asal Pingkan bertemu dengan keluarga besar Jepang dan beberapa aktor dan aktris almarhum ayahnya di sana. terkenal tanah air, tidak ketinggalan pula Kedatangan Pingkan bersama Sar- penampilan khusus Sapardi Joko Damowono membuatnya dipojokkan dengan no walau hanya mendapat sedikit porsi. pertanyaan-pertanyaan seputar hubunKelebihan dari fim Hujan Bulan Juni,

Mitologi Jawa dalam Aroma Karsa Judul : Aroma Karsa Pengarang: Dee Lestari Penerbit: PT Bentang Pustak Terbit: 2018 Tebal: xiv + 710 Halaman Resentator: Rima Dian Pramesti

L

ontar kuno peninggalan eyang putrinya, menjadi petunjuk yang digunakan Raras Prayagung untuk menemukan puspa karsa. Di lontar itu dijelaskan, puspa karsa adalah bunga sakti yang memiliki kehendak dan dapat mengendalikan kehendak manusia. Bunga ini sebagai penginggat bahwa bumi bisa dikuasai dengan aroma. Bukan hanya dengan senjata. Raras mempunyai pengalaman pahit ketika 26 tahun silam melakukan ekpedisi pencarian. Ketika itu usianya masih muda. Beberapa anggota tim ekspedisinya gugur dalam pencarian. Sebagian lagi gila. Hanya Raras yang selamat, meskipun harus melewati sisa hidupnya di kursi roda. Pengalaman itu, tak membuat Raras surut niat. Tekatnya semakin kuat. Butuh waktu puluhan tahun baginya menyiapkan tim ekspedisi yang baru, untuk

18

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

menemukan puspa karsa di Gunung Lawu. Tim itu terdiri dari, Jati Wesi si hidung tikus, Tanaya Suma anak angkat Raras, Iwan si ahli botani, dan Jindra mantan tantara elite. Mereka memulai pendakian lewat jalur tengah, jalur terlarang bagi pendaki. Dalam novel ini, Dee Lestari mengajak menuju peradaban mistik Jawa, yang sukar dipercaya namun juga sulit untuk disangkal. Dee mencoba mengkaitkan cerita pada masa kerajaan Majapahit dengan kehidupan modern. Pada lembar demi lembar selanjutnya, penulis akan menceritan obsesi Raras menemukan bunga sakti tersebut yang berujung pada kematiannya sendiri. Kebohongan Terungkap Baru satu hari tim ekspedisi melakukan pendakian, namun, Jati sudah terpisah dari rombongan. Pada bagian ini tampak sekali dunia fiksi yang penulis bangun. Tiba-tiba tokoh Jati berada di

suatu desa tak kasat mata yang dinamai Dwarapala. Daun, pohon, Harimau, batu, dan semua yang ada di sana, ukurannya dua kali lipat dari ukuran aslinya. Jati bertemu dengan Empu Smarakandi pemimpin desa Dwarapala. Di bagian ini pula identitas Jati dan Suma mulai diungkapkan oleh sang Empu. Keduanya adalah bayi yang dicuri Raras 26 tahun silam, untuk kepentingan ekspedisi. Sayang, Jati pada perjalanannya diambil oleh preman Bantar Gebong, sehingga lepas dari pengawasan Raras. Penggal demi penggal cerita mengalir. Apa yang Jati saksikan dalam benaknya mampu membawanya lari dari rasa sakit. Ia dibawa pergi ke sebuah zaman, menyaksikan rangkaian peristiwa panjang tentang kisah cinta Raja Majapahit Mahesa Guning, dengan perempuan tercantik seantero negeri, Sanghyang Batari Karsa. Mahesa Guning membuat kesalahan. Atas tindakannya tersebut ia harus membunuh dan mengeringkan darah kekasihnya, Sebagai bagian abadi dari Alas Kalingga. Sanghyang Batari Karsa tidak bisa dimusnahkan. Akhirnya, istrinya itu dikurung dalam bentuk tanaman. Mahesa Guning hanya ingin agar istrinya tetap memiliki mata untuk melihat dunia. Ketika Jati menemukan Puspa Karsa, ketegangan terjadi. Leher Jati dan Suma terbelit Puspa Karsa, darah mengaliri leher, tangan, dan membasahi baju mereka. Merangkak dengan tersengal-sengal Jati mengambil biji-biji dewandaru perbekelanny. Ia melahapnya dan memberikan semua yang tersisa ke mulut Suma. Mereka berhasil terbebas dari jerat puspa karsa. Setelah pamit kepada Empu Smarakandi dan desa Dwarapala, Suma dan Jati berpencar untuk mencari tim ekpedisi yang lain. Hal tak terduga terjadi. Di ujung

adalah keberhasilannya menyuguhkan cerita dari novel Hujan Bulan Juni dalam bentuk audio visual. Orang hany memerlukan kurun waktu kurang lebih 93 Menit, dibandingkan membaca novelnya mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama mengingat jumlah ketebalan mencapai 135 halaman. Dalam film ini mata kita juga akan dimanjakan dengan berbagai panorama indah dari Manado hingga Jepang. Adapun kekurangan film Hujan Bulan Juni, penonton hanya diberi sedikit waktu untuk mencerna puisi-puisi indah Sapardi yang serat makna. Di sisi lain kalo kita cermati ada beberapa kejanggalan yang mungkin luput dari perhatian sutradara. Yakni, ketika Sarwono dan pingkan melakukan komunikasi melalui video call pingkan menggunakan laptop MacBook warna silver, namun terlihat dari depan warna hitam, entah itu memang ada atau penulis yang kudate. Selain itu, tata letak artistik gelas cangkir dan snack di meja Pingkan nampak tidak kontinu apabila kita lihat dari dua sudut frame yang berbeda dari belakang laptop dan depan laptop, letak cangkir berubah padahal Pingkan tidak menyentuhnya. Film Hujan Bulan Juni memang masih layak untuk kita tonton kembali, karena dalam penyajianya banyak keunikan yang jarang ditemukan pada film-film lain. Dimana dua medium berbeda yang sebenarnya sama-sama keras kepalanya dipadukan menjadi satu. sastra “sajak� sebuah seni tertulis; film yang identik dengan audio visual dengan menarasikan ceritanya secara tersurat, tetapi dibeberapa scene menampilkan teks puisi Sapardi di layar (sebagian dengan latar belakang gambar di-blur) yang memaksa posisi kita sebagai penonton dan pembaca (berimajinasi).n

cerita,Suma yang berhasil menemukan ibunya, malah dibunuh sendiri dengan racun. Tidak ada yang tahu peristiwa itu. Suma tak bisa menerima kenyataan, bahwa Raras Prayagung membuat kebohongan demi sebuah ambisi ngawur. Karakter tokoh Raras di sini digambarkan sebagai pekerja keras seperti Srikandi modern, tapi dia mati karena obsesinya sendiri. Ia memberikan semuanya kepada Suma kecuali sebuah kejujuran. Pemilihan kata yang dipakai Dee Lestari sangat indah. Gaya penulisannya akan membuat pembaca merasa sedang didongengi dunia fiksi yang dibangun oleh Dee lestari. Membutuhkan waktu lama bagi penulis melakukan riset sebelum, menulis novel ini. Ia harus kursus parfum, menengok keadaan TPA Bantar Gebang hingga naik ke Gunung Lawu. Pada akhir cerita juga akhirnya Jati dan Suma menikah, namun bagi sebagian pembaca, mungkin membutuhkn sekuel lanjutan setelah Empu Smarakandi tiba-tiba datang di dunia modern dan memperingatkan Jati untuk berhati-hati, karena di darah Suma masih ada titisan Puspa Karsa, bahkan si Empu bertanya pada Jati, apa ia tidak curiga mengapa Raras mati mendadak di Basecamp, bagian akhir ini membuat Suma seolah menjadi tokoh Antagonis yang berbahaya, karena titisan Puspa Karsa. Diakhir cerita tidak dijelaskan apakah pada akhirnya Jati akan membunuh Suma dengan Ritual Girah Rudira. Tidak ada yang tahu. Yang jelas novel yang diadaptasi dari Platform Digital Cerbung atau Cerita Bersambung milik Dee Lestari ini berhasil membuat pembaca sangat mencintai buku ini dengan kisah mitologi jawa yang kental.n


HUMANIORA

ROB DI TAMBAKHARJO

Berjuang di Tanah

(Amanat/ Iqbal)

Tenggelam

Daratan semakin hilang di Semarang Utara. Kemanusiaan tenggelam. Orang miskin tak mempunyai pilihan selain bertahan.

H

akikatnya, hidup adalah perjuangan. Namun , bagi Dwi Idawati (52) yang tinggal di RT 1 RW 6, Desa Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, perjuangan itu harus dilalui ekstra keras. Sudah setahun lebih aktivitas ibu dua anak ini tak pernah lepas dari sisa rob yang menggenangi rumahnya. Ida tak mempunyai pilihan selain bertahan. Baginya, pindah bukan sekedar mengalihkan raga. Ada jiwa yang tak mudah dipindah, budaya yang sudah berurat berakar, dan keluarga yang harus dijaga sekuat tenaga. Namun, semangat hidup perempuan yang sedari lahir tinggal di sana itu, terus diuji. Separuh rumahnya tak bisa ditempati lagi, lantaran air laut setinggi sekitar satu meter tak kunjung surut. Bagi warga di sana yang memiliki uang lebih mungkin mampu membeli tanah, meninggikan rumah. Namun, tidak bagi Ida. Penghasilan suaminya yang bekerja sebagai pemulung hanya cukup untuk perut. Alhasil, ketika rumah di sekitar dan jalan semakin ditinggikan, kediaman Ida lah yang semakin tenggelam. Ia pun tak pernah tenang, kala musim hujan datang. 2017 menjadi tahun yang selalu diingkat ketika banjir tiba-tiba menerjang dan menghayutkan barang-barang kepunyaannya. Sisa pakaian dan perabot, membusuk dan berkarat. Banjir itu juga merusak mesin cuci, yang digunakan sebagai mata pencarian. “Semua baju busuk, barang seperti kipas angin dan mesin cuci juga berkarat,” ungkapnya masygul, Selasa (18/9). Nasib serupa juga menimpa Sabar (62). Bapak dua anak ini mengaku telah meninggikan rumahnya dua kali untuk menyesuaikan dengan pening-

gihan jalan lima tahun sekali yang dilakukan di Kawasan tersebut. Namun, kondisi itu tak membuatnya lebih baik. Rumah yang dulunya setinggi empat meter kini hanya tersisa dua meter. “Warga yang ekonomi menengah ke bawah, harus merelakan keadaan rumahnya yang hampir setara dengan tinggi jalan,” katana pria yang seharihari berprofesi sebagai kuli bangunan ini, Selasa (18/9). Ida dan Sabar adalah gambaran kehidupan warga di kampung Tambakrejo yang harus terus memutar otak untuk sekedar tidur nyenyak. Peninggian jalan yang sering dilakukan, menjadikan warga harus pintar-pintar mengatur pengeluaran. Kondisi terparah terjadi di RT 5/ RW 6. Sepanjang mata memandang, begitu jarang keadaan halaman rumah warga yang lebih tinggi dari jalan. Bahkan tampak pula rumah yang sudah tidak ditinggali lantaran air rob yang terus meninggi. Minim perhatian Ketua Paguyuban RT 5 RW 6 Kampung Tambakrejo Edi Johar mengaku, selama ini perhatian dari pemerintah begitu kurang. Biasanya warga harus merogoh kocek pribadi masing-masing untuk meninggikan jalan desa. Pihak yang selama ini rutin memberi bantuan untuk meninggikan jalan, kata Edi, malah pabrik sekitar kampung, sedangkan pemerintah tidak. “Pemerintah seolah-olah kurang peduli dan menutup mata terhadap masyarakat yang sering mengadu keadaannya,” kata Edi. Ditemui di kantornya, Senin (15/10), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang Miftahul Huda menjelaskan, Banjir di kawasan Semarang Utara termasuk Tambakrejo, terjadi lantaran

sistem drainase yang rusak. Kerusakan tersebut disebabkan, proses sedimentasi, sampah, bangunan liar, dan rob. Selain itu meningkatnya beban drainase akibat alih fungsi lahan yang tidak diikuti dengan pengembalian fungsi resapan dan tampungan juga menjadi masalah utama. Penanganan Pemerintah Kota Semarang (Pemkot) selama ini adalah normalisasi Kali Tenggang, Kali Sringin dan Banjir Kanal Timur (BKT). “Rencana fisiknya dari tahun 20172018. Harapannya apabila itu clear, banjir dan rob akan tertangani,” katanya. Disinggung mengenai rumah tidak layak huni masyarakat Tambakrejo, Miftahul Huda mengungkapkan, terdapat persyaratan admistratif yang harus dipenuhi warga. “Status jelas, tergolong warga miskin, berada di wilayah kumuh. itu persyaratannya,” kata Huda. Kota tangguh bencana? Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah Abdul Ghofar menjelaskan, wilayah Semarang Utara termasuk daerah yang mengalami penurunan tanah secara signifikan. Kondisi ini diperparah dengan normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT) yang tidak membangun tanggul di daerah tersebut. Sehingga lumpur sungai mengarah ke pemukiman warga tanpa ada yang menahan. “Ketika terjadi hujan lebat justru mengakibatkan banjir lumpur di masyarakat. Jadi menurut kami belum memihak mereka yang notabennya miskin dan hidupnya kurang layak,” ungkapnya, Rabu (17/10). Sebagai organisasi yang mempunyai perhatian terhadap lingkungan, Walhi menganggap jika selama ini Pemkot semarang terlalu mempergunakan anggaran untuk proyek-proyek

Seminar Internasional: di Universitas Teknologi MARA Cawangan Melaka (UiTM) Malaysia.

besar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan. Di sisi lain, anggaran untuk masalah lingkungan sangat kecil, “Harus ada alokasi anggaran untuk itu, karena selama ini anggaran untuk masalah lingkungan sangat kecil,” tegas mahasiswa UIN Walisongo tersebut. Sebagai kota dengan gelar Resilient City (kota tangguh bencana), Semarang diharapkan dapat menjadi percontohan dalam mengatasi permasalahan rob dan banjir, terutama di wilayah Semarang Utara. Langkah seperti penyediaan akses sampah yang memadai diperkirakan dapat mengurangi semakin parahnya kondisi lingkungan akibat kurang sadarnya masyarakat yang tinggal di pemukiman padat penduduk. “Tapi sulit jika tidak ada faktor penunjang seperti truk sampah dan sanitasi. Salah satu indikator pembangunan yaitu tersedianya air bersih kepada masyarakat dan yang kedua yaitu sanitasi,” jelasnya.n Khanif Magfiroh

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

19


CERITA PENDEK

Senja Terakhir di Pinggir Kota Mendung di matamu belum juga pergi. Tentang masa lalu yang kau tangisi dalam sepi. Sampai kapan kau akan duduk di ruang itu? Ruang yang hanya mempertemukan kau dengan kegelapan. Tapi, siapa juga lelaki yang akan menjemputmu pergi dari sana? Aku yang kau panggil dengan titih tangismu merasa terlalu suci, menuntunmu ke ruang berbeda. Oleh: Sigit A.F Selasa, 6 Juni, sekitar pukul 2 siang, kau hubungi aku untuk sebuah pertemuan. Dirimu tak memberiku pilihan selain meng-iya-kan apa yang kau minta. Dengan pesan singkat bertulis; “Yafie, kekasihku, aku ingin bertemu sore ini. Aku membutuhkan kehadiranmu lebih dari siapapun.” Yang terpikirkan dalam kepalaku waktu itu adalah, kau sedang dalam kerinduan yang akut. Memang, jarak di antara kita yang kini tak sedekat dulu memaksa rindu selalu hadir sebagai tamu di hatiku. Pasti juga di hatimu. Aku senang membenarkan pikiranku sendiri. Dan, ku iyakan pertemuan sore itu. Belum genap dua bulan usia hubungan kita. Meskipun rasaku telah tumbuh dan mengakar lewat dua tahun pertemanan kita. Yaaa, kau lah Anna, kekasihku. Wanita yang begitu fanatik dengan buku Sarinah karya Soekarno. Kau pernah menga­takan padaku, dulu. Dulu sekali, ketika kita belum lama mengenal, “Aku ingin menjadi wanita yang diidealkan oleh Soekarno,” katamu mantap. Oleh sebab itu, ketika memasuki perguruan tinggi, kau memilih aktif di organisasi gerakan mahasiswa kiri. Namun, di pertengahan proses kau memilih keluar. Kau bilang, sistemnya tidak sesuai dengan pikiranmu. Akan tetapi aku mengira ada hal lain yang kau sembunyikan. Tempat kita membuat janji adalah saksi cintaku padamu. Kami sangat menyukai tempat itu. Taman di pinggir kota. Ada danau, ada pohon-pohon, dan senja yang selalu indah. *** Tak perlu waktu lama bagi mataku untuk menemukan dirimu. Tapi ada apa? Di tengah keramaian taman, tawa anakanak yang pecah berkejaran, muda-mudi yang sibuk dengan gawai dan selfie; kau terduduk kaku seperti batu. Bercakap dengan danau dalam bisu. “Beruntung sekali danau ini, mendapatkan perhatian dari matamu,” sambutku, memecahkan lamunan. “Sudah lama menunggu Ann?” Kau menyeka pipimu. Wajahmu pucat sayu. Sekilas kupandang, matamu kehilangan cahayanya. Aku mungkin salah, kau tak memandang apa-apa di tempat ini. Matamu melihat sesuatu yang lebih jauh. Mungkin masa depan atau mungkin juga masa lalu. Risau di hati dan pikiran

20

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

mulai datang. “Aku hanya membayangkan, seandainya bisa hidup di kedalaman air itu, mungkin sangat menenangkan,” katamu, setelah menoleh ke arahku. “Itu hanya pikiranmu saja. Ikan yang hidup di sana juga tidak tenang. Setiap hari, hidupnya terancam dengan jebakanjebakan kematian.” “Aku ingin mati saja Yaf,” katamu tertitih. Tangis pecah. Air mata yang berjatuhan itu, semakin memperbesar tanda tanya di kepalaku. Akhir-akhir ini memang, di Facebook, WhatsApp, dan Instagram, semua statusmu bernada sendu. Tapi, ketika ku komentari, kau selalu mengelak dan menjawab; hanya sedang latihan nyastra. Aku meragukan. Tapi, waktu itu, aku tak mau memaksamu bercerita.

du; tak mendapat darimu, dia meminta dari wanita lain. “Dia brengsek!” kau mengerang. “Rahasia, ancaman, dosa, Apa maksud semua itu Ann? Air mata tiada henti mengiringi suaramu. Aku tak tega memintamu untuk terus bercerita. Darahmu seperti keluar lewat tangisan yang aku tak tahu sudah berapa lama itu berlangsung. Apakah seperti ini caramu menangis yang tak pernah ku tahu? “Sudah Ann, jangan lanjutkan ceritamu, jika itu semakin membuatmu tersiksa.” “Tidak Yaf, kamu harus tahu ini.” Kata-kata yang mau kau keluarkan tertahan sesak di dadamu. “Aku sudah tidak perawan.” Deg...... ku lemparkan pandanganku ke

Ilustrator: Ibnu Abdillah

“Kamu kenapa Ann. Jangan pendam masalahmu sendiri. Jika rindu saja kita pertukarkan, kenapa tidak dengan kesedihan?” kataku menyakinkan. Dengan seduh sedan tangis yang tersisa, kau bercerita tentang masa lalumu dengan David, mantanmu saat masih aktif di salah satu organisasi daerah di kota semarang. Ku tahan panas di dada. Lelaki mana yang tak cemburu, mendengar kekasihnya berbicara soal lelaki lain. Apalagi mantannya. Kau katakan, David meminta balikan. Dia ingin menebus dosanya dan bertangungjawab atas dirimu. Lantaran kau menolak, akhirnya, ia mengancam akan membeberkan rahasia yang tidak seorang pun tahu kecuali kalian. Kau terdiam sejenak; mengatur emosi yang tak teratur di dalam dirimu. Sembari menahan kesedihan yang terus mengalir dari kelopak matamu. Setelah kejadian itu, David menenangkan kekhawatiranmu, dengan janji-janji semu. Dengan janji itu pula, dia bermaksud membeli lagi, harga dirimu sebagai seorang wanita. Kau menolaknya. Tapi, sebagaimana sejarah seorang pecan-

angkasa. Menyusuri jejak matahari yang menjatuhkan senja. Jingga awan petang itu bagai kobaran api, yang membakar semua khayal yang pernah kuciptakan. Tentang hari depan bersamamu, yang entah akan bagaiamana? Taman yang semula dipenuhi lalulalang anak-anak mulai memudar. Hanya ada beberapa pengamen jalanan yang menghitung penghasilannya hari itu di pojok taman, dan aku, dan kebisuan, dan Anna dengan tangisan. Adzan berkumandang. *** Handphone berdering di saku. Sebauh pesan masuk dari Abdul. Ia minta untuk ditemani ngopi malam ini. kebetulan. Aku sedang butuh teman berbicara. Beban di pikiranku belum juga mau pergi. Sudah tiga pekan ku diamkan Anna. Beberapa kali ia mengirimi pesan, tapi tak satu pun ku baca. Terkadang langsung kuhapus tanpa membukannya. Meskipun usia Abdul, dua tahun lebih tua dariku, Ia sudah seperti sahabat. Bagiku dia unik. Produk tulen pondok salaf, dapat membaca kitab kuning, akan tetapi tak mau salat. Pemandangan

seperti itu memang biasa di kampusku. Mereka seperti mempunyai kosepsi kesalehan yang berbeda dari umumnya umat beragama. Kata orang-orang, filsafat yang merusak pikirannya. Tapi, sudah begitu lama kuamati cara berfikrnya runut, logis, tajam, dan kritisnya menantang. Usai berbicara ke sana ke mari, tiba waktunya untuk aku bercerita masalah ku . Mungkin dia dapat mendamaikan pertentangan hati dan pikiranku selama ini. Jujur aku memang berada di persimpangan dilema. Aku dibesarkan dan didik di lembaga berbasis pesantren. Tak pernah berhubungan dengan wanita lain di luar pusaran keluarga. Hanya saat meninjakkan kaki di perguruan tinggi aku mulai berteman dengan wanita. Dan Anna, adalah pacar pertamaku. Namun, harapan yang ku lepas di samudra masa depan itu, kini seperti dihantam gelombang besar. Hantaman dari masa lalu Anna yang hatiku diombang-ambing. Aku tak sanggup terus membayangkan kekasihku; wanita yang kuharapakan menjadi madrasah pertama bagi anakku kelak, pernah ditelanjangi oleh lelaki lain. Aku tidak sanggung membayangkan liarnya pikiranku. Tidak sanggup! Abdul yang mendengarkan ceritaku, terdiam sejenak. Memandang dalamdalam bumi tempatnya berpijak. Ia lalu dongakkan kepalanya. Tatap matanya tajam, menembus kepalaku. Lalu berucap; “Apakah cinta hanya soal ia perawan atau tidak? Ada kemanusiaan yang merintih untuk kau selamatkan.” Deg.......Aku terdiam lama merenungi apa yang baru saja dikatakan sahabatku. Agama tidak bisa menjadi suatu alasan untuk menbenci seseorang. Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Tapi apakah aku salah jika tak mau menerima dia atas dosa yang diperbuat? Tidak, tidak, Tidak! Seharusnya aku tidak berpikiran seperti itu. Itu soal lain. Aku egois. Pengecut. Membiarkan wanita yang mengiba rasa welas asih sendiri. Dia sedang dalam genggaman tangan setan. Aku harus membantunya. Tidak sebagai kekasih pun aku harus melakukannya. Segera ku buka pesan-pesan yang masuk darinya. Pesan terakhir yang masuk dua hari lalu, masih tersimpan. pesan itu bertulis; “Yaf, aku pamit. Maaf jika aku tak pernah jujur sejak awal. Maaf juga jika aku bukan wanita suci yang ada dalam pikiranmu. Aku pindah kampus ke...., ah tak perlu juga lah kau tahu. Apa pentingnya bagimu. Semoga kau lekas mendapatkan wanita suci seperti yang ada dalam pikiranmu.” Tak pernah ku kira, senja yang menjadi saksi atas kesedihan dan keberanianmu mengungkapkan aibmu, adalah senja terakhir yang dapat kita nikmati berdua. “Maafkan aku Ann, sesal ini akan abadi,” batinku.n *Warga Kampung Sastra Soeket Teki SKM Amanat.


OMAH DONGENG MARWAH

SASTRA ASTRA B UDAYA UDAYA

n Sajak- Sajak Khalimatus Sa’diyah

Kematian “ketika angin menerpa dan menggugurkan daun kuning yang kesekian, di manakah air mata itu?”

(Dok. Internet)

letusan gunung, getaran gempa adalah jiwaku yang lain. (September, 2018)

Berekspresi dengan Dongeng

T

iap pukul 16.00 WIB, terke­ cuali Jumat dan Ahad, rumah bergaya joglo dipenuhi seni ukir Jepara selalu ramai dipadati anak-anak. Mereka terbiasa mendongeng dalam ruang imajinasi milik Omah Dongeng Marwah (ODM), di Jalan Plumbungan No. 9 Kecamatan Ngasinan, Kabupa­ten Kudus. Sesekali anak-anak itu bertingkah lucu, saling berebut giliran mendongeng sebelum kegia­ tan belajar dimulai. Sebanyak delapan puluh anak, dibimbing agar terbiasa mengekspresikan diri dengan dongeng. Imajinasi mereka dilatih untuk bebas dalam mendongeng, bercerita seputar kesehariannya, pengalaman pribadi, atau sekedar fantasi semata. Suasana kelas pun selalu asyik, apalagi jika sebagian anak mulai bermain gitar untuk mengi­ ringi dongengnya. Hasan Aoni Azis, pemilik ODM mengatakan, tempat ini memiliki peran mengantarkan anak-anak dalam mengembangkan imajinasinya melalui dongeng. Munculnya ide dan gagasan yang menghasilkan karya-karya berkualitas, karena anak diberi ruang imajinasi. Dalam hal ini, mendongeng menjadi salah satu metode untuk menghasilkan output yang luar biasa. Dengan begitu budaya akan ditarik bukan pada seni, melainkan peradaban. “Dongeng mengajak untuk berani berbicara dengan mengembangkan imajinasi. Berawal dari menceritakan, kemudian berekspresi sesuai dengan cerita yang disampaikan,” tutur Hasan saat ditemui Amanat di kediamannya, Sabtu (8/9). Hasan bercerita, di ODM ratusan karya sastra dilahirkan dari tangan mungil para anak didiknya. Ada ratusan puisi, prosa, cerita pendek, lagu dan film. Di masa lalu, orang-orang Indonesia terbiasa mendengarkan cerita sebelum tidur. Secara turun temurun tiap orang tua akan mendongengkan pada anak-anaknya. Namun lambat-laun, semua itu luntur oleh pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Kemudian itu menjadi awal sekumpulan aktivis di Purworejo, Kudus, berdiskusi dan berbincang mencari solusi untuk menyelamatkan dunia anak-anak. Ide-ide bermunculan, kemudian disepakati untuk kembali menghidupkan tradisi mendongeng. “Meski tradisi ini menjadi metode pengembangan sosial budaya. Namun lebih tepat jika ditempatkan sebagai konteks perada­ ban,” jelas Hasan, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri).

Melatih mental Omah dongeng merupakan Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang membiasakan anak untuk mendongeng dan mendengar dongeng dalam setiap pembelajarannya. Marwah berasal dari kepanjangan Masyarakat Reksa Warisan Berharga. Kata reksa bersumber dari tembung bahasa Jawa yang memiliki arti merawat. Itu sebabnya ODM berusaha merawat warisan berharga dari nenek moyang, yakni mendongeng. Dalam kegiatan rutinan, ODM memiliki sembilan program yang dikembangkan sesuai bakat dan minat anak-anak. Mendongeng menjadi program utama, selain itu ada menulis, menggambar, mewarnai, bermusik, membuat film, menjaga lingkungan, bercocok tanam, hingga berkreasi dalam mainan anak. Menurut Hasan, dari mendong­ eng anak-anak akan bisa menggambar. Sebab, dalam mendongeng anak-anak akan membayangk­an tokoh dalam cerita mereka. Sehingga mereka bisa menorehkannya dalam bentuk coret-coret. Dalam hal lain, menu­ lis pun suatu karya yang dapat dibentuk dari kebiasaan bercerita. Sesuai visinya yang sederhana, ODM ingin mengawal anak-anak untuk menciptakan karya sederhana namun tidak lepas dari pro­ ses usaha dalam pengolahannya. “Singkatannya noto Bersama; sederhana, mencipta, berbagi, santun dan mendiri. Ada satu anak yang berhasil membuat film, dia menyutradarai, menulis naskah, dan menciptakan soundtrack lagunya sendiri,” jelas Hasan. Dwi Yuli Astuti salah seorang relawan menceritakan pengalamannya saat bergabung di ODM. Menurutnya, anak-anak itu perlu diberi kepercayaan dan kesempatan. Di sini para relawan turut mengambil kesempatan, untuk mendorong dan berusaha meningkatkan rasa kepercayaan si anak. Dengan seperti itu, anak akan merasa dipercaya dan merasa pantas untuk bercerita. “Awalnya banyak anak yang pendiam dan tidak mau bercerita, namun akhirnya dia percaya diri dan berani maju untuk bercerita,” jelasnya Dwi dengan raut wajah yang antusias. Dwi mengatakan, biasanya dalam satu bulan sekali anak-anak diajak jalan menelusuri sudutsudut taman di Kudus. Mereka mendongeng sembari menikmati suasana taman yang tentu berbeda dengan di basecamp. Kegiatan ini menjadi hal baru sekaligus tantatangan. Tentu menguji keberani-

Di era pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, banyak konten negatif yang semestinya tidak layak dikonsumsi anak-anak. Melalui mendongeng anakanak ada didunianya, menjadi media anak-anak untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri.

an mereka mendongeng di taman yang ramai. “Kegiatan ini biasa disebut dengan dongeng keliling. Dan menjadi latihan mental bagi anakanak ODM,” katanya. Mengembangkan prestasi Meskipun terbilang baru, sebab mulai berdiri akhir Januari di tahun 2014. Namun ODM memiliki pengaruh cukup kuat untuk menga­ jak generasi sekarang berantusias dalam mengembalikan tradisi mendongeng. Dalam perkembangannya, ODM juga menjadi salah satu lembaga yang menginspirasi 11 lembaga yang ditetapkan oleh Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Menurut Hasan, cerita memiliki kekuatannya sendiri dalam mengembalikan imajinasi anak. Mereka tidak akan pernah merasa lelah. Mereka akan terus mencari, berangan, dan berimajinasi sebebasnya. Adanya ODM untuk memberikan ruang mereka mengembangkan imajinasi. Dengan begitu, hal yang telihat sepele ternyata bisa menjadi menakjubkan. “Bayangkan saja, anak SD kelas 4 sudah bisa membuat lagu utuh. Dari mulai menciptakan hingga memproduksi lagu itu sendiri. Lalu, film itu diapresiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud),” tutur hasan. Hasan berharap, ODM bisa menjadi salah satu lembaga yang memberikan pendidikan yang tepat untuk anak-anak di era kini. “Jika ada udang di balik batu, pasti ada cerita di balik udang itu. Semua itu harus diketahui cerita­ nya. Proses pencaritahuan itu untuk melatih pola pikir dan imajinasi anak. Sebab story itu punya kekuatan, jika tidak ada tentu tidak akan tahu bagaimana benda itu terbentuk dan dapat terjadi,” jelasnya. n

Rindu Ini Ingin Pulang rindu ini menyelinap di saat sepi, menjelma cahaya pertama yang menembus tirai jendela kamarmu “kasih, maukah kau menerima ia sebagai mimpi dan kenyataan di dalam tidurmu yang sebentar?” tak ada yang dapat dijelaskan selain hatiku yang meronta mencari-cari nadimu demikianlah adanya sebab tak dapat kutemukan suaramu di desau angin aku menunggu engkau pulang membawa rindu yang telah kita kawinkan dalam jarak: tempat semua risau bangkit lalu lenyap setelah mengecup keningmu. (September, 2018)

Gerimis saat musim membasahi tanah kesedihan siapa yang dikirimkan dari langit? memgucur mata air: menumbuhkan cinta dan bunga-bunga. (Oktober, 2018)

Tenggelam dalam Amarahmu di sebuah taman, aku menemuimu Keluar dari kesendirian dan keterasinganku di samping air yang memancur Aku sembunyikan mataku matamu sebuah pintu yang lain, kasih kulihat api menari-nari *** kekasih, kubawa cinta yang tak dapat kusederhanakan padamu tetapi kutulis sebagai sajak pagi ini bahasa rindu yang tahu ke mana Ia hendak pulang sungguh, tak dapat kusederhanakan cinta ini padamu karena hati telah jatuh ke palung paling dasar (Oktober, 2018)

Noor Rohmah Nailin Najjah

Khalimatus Sa’diyah, Lahir di Rembang pada 12 Agustus 1998. Warga Kampung Sastra Soeket Teki SKM Amanat. AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

21


HIBURAN

(Dok. Istimewa)

Anugerah Terindah dari Duta

Personel grup band Sheila on 7 sejak album pertamanya (1999) hingga sekarang masih dengan style yang sama. Selalu tampil apa adanya, lugu dan sederhana.

P

etikan gitar dengan efek overdrive milik Eross Candra, memikat perhatian penonton. Diiringi entakan drum Brian Kresna Putro, dan cabikan bas Adam Muhammad Subarkah melengkapi komposisi irama musik pop klasik grup band Sheila on 7. Lagu pertama Pejantan Tangguh, yang dibawakan Akhdiyat Duta Modjo, seketika membawa lebih dari delapan ribu penonton histeris. Konser bertema “It Inerarium 2018 Uincredible” di Lapangan Kampus III sukse menjadi konser termegah pertama di UIN Walisongo, Jumat (12/10). Konser yang diselenggaran oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas ini, turut mendatangkan Nufi Wardahana yang tampil sebelum Sheila on 7. Di atas panggung, Duta dan personel Sheila on 7 tidak menyia-nyiakan waktu. Duta dalam performanya hanya sedikit berbicara, lebih banyak mengajak Sheilagank menyanyikan lagu-lagu andalan yang biasa didengarkan di semua momen, ketika jatuh cinta, patah hati, putus asa, atau bahkan ketika susah move-on. Sebanyak 13 lagu, Duta nyanyikan untuk para penonton. Setelah menyanyikan lagu ketiganya “Sephia”, Duta menyapa dan mengabsen para fansnya. Beberapa disebutkan, Sheilaganks Semarang, Tegal, Pati, Salatiga, Jogja dan sebagainya. Mimik wa-

22

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

jah ramah penuh senyum Duta begitu kentara, terlihat sopan-santun khas orang Jawa-nya. Dia menyampaikan, rasa terimakasih karena Sheila on 7 bisa bertemu dengan teman-teman di Semarang, dan sekitarnya. “Suatu kehormatan buat saya dan Sheila on 7. Sekk.. ojo nganti salah, di acara It Inerarium Uincredible UIN Walisongo Semarang. Tepuk tangan dulu,” ungkap Duta dengan logat Jogjanya yang kental. Ciri khas dari Sheila on 7, juga melekat di tiap lirik lagu-lagunya yang mudah diingat. Musik mereka selalu layak untuk dikonsumsi antar generasi. Seakan menjadi musik kenangan setiap orang, yang akan selalu diputar dan didengarkan. Eksis karena karya Band yang sudah berkarya selama 22 tahun tersebut, merupakan band bergenre musik pop klasik. Lagu-lagu ciptaan Eross, mampu membawa karya mereka tetap dikenang dan dilantun­ kan oleh para penikmat musik pop-indie di Indonesia. Perjalanan karier Sheila on 7, pun tidak melulu dikatakan mulus. Beberapa kali mereka merombak formasi personilnya. Awal tahun 1996, Duta sebagai vokal, Eross dan Saktia Ari Seni sebagai gitaris, Adam sebagai bas, sedang drum dipegang Anton Widi Astanto (sekarang drummer Setia Band). Pada Oktober

Aksi panggung Sheila on 7 pada acara It Inerarium 2018 UINcredible di Lapangan Sepakbola Kampus III UIN Walisongo Semarang, Jumat (12/10) (atas). Hasil gambar suasana konser dari udara (bawah).

2014, Brian masuk menggantikan Anton yang dikeluarkan karena dianggap tidak disiplin. Kemudian Maret 2016, Sakti memundurkan diri sebab ingin melanjutkan studinya di Pakistan. Dalam pentas It Inerarium Uincre­ dible, Duta dkk membuktikan penca-

paian karier mereka di dunia industri musik. Mereka menunjukkan bahwa pada akhirnya karyalah yang berbicara. Selagi dapat terus menghasilkan karya berkualitas, pasar akan terus memperhitungkan keberadaanmu. Meskipun Sheila on 7 kini ada di puncak pencapaian, mereka tetap anak muda Jogja yang lugu dan tidak tampil neko-neko. Rambut tetap hitam, pakaian manggung juga tetap santai dengan kaos dan jeans. Menurut Zimam Farid Hadi Jaza Sheilagank asal Semarang, aksi pangung Duta dan personil Sheila on 7 sangat memukau. Kebanyakan lagulagu yang dinyanyikan merupakan lagu yang populer di masanya. Dan itu sangat familiar di kalangan Sheilagank. “Setiap konser Sheila on 7 pasti selalu ramai, karena karya-karya me­ reka tak membosankan. Ditambah lagi, karya mereka selalu mengiringi langkah kehidupan anak 90-an,” katanya. Duta dkk tidak hanya membawakan lagu-lagu lama, mereka juga menyanyikan lagu terbarunya “Film Favorite” yang baru saja dirilis pada Januari 2018. Dengan lagu itu, Sheila on 7 berhasil meraih penghargaan dalam Anugerah Planet Muzik (APM) 2018, yang diselenggarakan di MES Theatere Mediacorp, Singapura, Jumat (29/9). Dalam AMP tersebut, Sheila on 7 mendapat penghargaan katagori Best Band atau Band Terbaik. Di pentas, Duta sempat bertanya kepada para penonton. Ada yang baru pertama kali nonton Sheila on 7? Menurut Duta, setidaknya dalam hidup satu kali kalian pernah nonton, kenapa? Karena, hidup terlalu singkat untuk kamu lewatkan tanpa menonton Sheila on 7. Setelah menyanyikan lagu terakhir “Itu Aku”, Duta memohon pamit kepada para penonton, khusunya Sheilagank.n Rima Dian Pramesti


SPESIAL HARI SANTRI

Santri dan Patriotisme Oleh Fajar Bahruddin Achmad* “Dalam keadaan negara yang sangat genting, Soekarno melalui utusannya bertanya kepada Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, seorang kiai terkemuka di Jawa Timur sekaligus Rais Akbar Organisasi NU. “Apakah hukumnya membela tanah air, bukan membela Allah, membela Islam atau membela Al-Qur’an. Sekali lagi membela tanah air?” (El Guyanie,2010:71).

S

emua bermula pada Agustus 1945. Bulan itu menjadi titik awal kemerdekaan Indonesia. Pada 6 Agustus 1945, Sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima. Tiga hari kemudian pada 9 Agustus 1945, bom atom juga dijatuhkan di Nagasaki. Jepang yang saat itu masih menjajah Indonesia, pada 14 Agustus menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Sehari kemudian Indonesia berada dalam vacuum of power (kosong kekuasaan), artinya tidak ada satu pun pemerintah yang berkuasa. Melihat adanya peluang, Soekarno dan pejuang yang lain tidak menyianyiakan kesempatan itu. Pukul 02.00 dini hari pada 17 Agustus 1945, Soekarno memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda untuk merumuskan teks proklamasi. Lalu di kediamannya Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, pukul 10.00 Wib, Soekarno didampingi Moh. Hatta membacakan teks proklamasi. Namun Indonesia Ketika itu belum bisa berbahagia. Kemerdekaan yang telah dideklarasi oleh Soekarno dan Moh. Hatta ternyata belum bisa menjadi euforia bagi rakyat. Sekutu di bawah komando Asia Tenggara (South East Asia Command atau SEAC), pimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten mendapat limpahan kekuasaan dari Jepang. Emosi rakyat seketika meletup, berbagai pertempuran terjadi di beberapa wilayah. Melalui pertempuran pada 10 Oktober 1945, Belanda dan Sekutu berhasil menduduki Medan, Padang, Palembang dan Bandung. Lalu pada 19 Oktober 1945, Semarang turut di kuasai mereka. Sedangkan wilayah Indonesia bagian timur, menjadi jatah tentara Australia. Ketika itu keadaan ricuh, bentrok fisik terjadi di manamana, dengan sisi Nippon, Belanda maupun Sekutu. Bahkan September 1945, saat Belanda mulai mendarat di Surabaya, arek-arek Surabaya langsung menyambut mereka dengan bentrok fisik. Situasi tersebut akhirnya menekan Soekarno di Jakarta, untuk mengutus orang menghadap Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari di Jawa Timur. Merespon keadaan yang membaha­ yakan kedaulatan tanah air, PBNU kemudian membuat undangan kepada konsul NU di seluruh Jawa dan Madura. Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari langsung memanggil Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syamsuri, Kiai Abbas Buntet, Kiai Satori Arjawinangun, Kiai Amin Babagan Ciwarin-

Ilustrasi: Rima Dian Pramesti

gin, Kiai Suja’i Indramayu, dan para kiai lain se-Jawa dan Madura. Saat itu rapat baru dimulai pada 21 Oktober 1945. Dengan tegas Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 23 Oktober, mendeklarasikan seruan Jihad Fi’sabilillah, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Resolusi Jihad. Momentum ini menjadi awal gerakan santri menanamkan nilai-nilai patriotisme. Dan memupuk emosionalisme dalam membela tanah air. Dalam teks resolusi jihad tersebut, salah satu isinya menyerukan “Umat Islam, terutama warga NU, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia”. Laskar santri hizbullah Santri –murid di pesantren- memiliki peran dalam sejarah perjuangan dan pembentukan karakter bangsa. Mereka disebut pelajar tradisionalis yang mendapatkan berbagai rumpun ilmu, meliputi ilmu agama, etika, karakter dan pengetahuan umum. Utamanya mereka mendapat ilmu agama dari kitab kuning, mengenai ibadah, tasawuf, akhlak dan muamalah. Dalam kehidupan sehariharinya, mereka diajarkan untuk taat kepada kiai dan mencintai tanah air. Namun dalam perkembangan sejarah, peran santri banyak tidak diketahui oleh masyarakat. Termasuk sumbangsih santri dalam memperjuangkan kemerdekaan, sedikit sekali yang mencatatnya. Padahal kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran golongan pesantren. Dulu para kiai membentuk barisan tentara yang bernama “Tentara Allah” (Hizbullah),

kelompok beranggotakan para santri. Dan membentuk tentara bernama “Jalan Allah” (Sabilillah), kelompok beranggotakan para kiai. Kedua laskar itu didirikan menjelang akhir peme­ rintahan Jepang, dan mendapat latihan kemiliteran di Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Menurut Gugun El- Guyanie dalam bukunya Resolusi Jihad Paling Syar’i, bahwa sejarah negeri ini ternyata tidak pernah berkata jujur tentang peran laskar santri yang terhimpun dalam Hizbullah, maupun laskar kiai dalam kelompok Sabilillah, dalam berpe­ rang melawan penjajah. Begitupun sejarah yang diajarkan kepada anakanak di sekolah, tidak mengenalkan peran resolusi jihad yang dikomandoi KH. Hasyim Asy’ari. Tentang fatwa yang mewajibkan setiap muslim untuk mempertahankan kemerdekaan. Kemudian apabila melihat sejarah, pada masa dua bulan pergolakan pasca proklmasi, akan ditemukan Indonesia yang belum mempunyai tentara. Dalam posisi seperti ini, pemuda –di antaranya santri- turut ambil bagian. Mengisi kekosongan dengan membentuk organisasi-organisasi yang nantinya dikenal dengan nama laskar. Hal itu dapat dibuktikan juga dengan ditemukannya tiga kelompok gerakan rakyat; Pesindo (Pemuda Sosiolis Indonesia) dibentuk oleh Amir Syarifuddin; Barisan Banteng dan Barisan Pelopor yang memiliki kedekatan Partai Nasionalis Indonesia (PNI), dan; Hizbullah dan Sabilillah yang mempunyai kedekatan dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia). Saat itu peran santri terbaca jelas,

mereka ikut serta dalam membebaskan rakyat dari penindasaan kolonialisme yang berkepanjangan. Keberadaan santri sebagai kelompok terpelajar tradisionalis, membuat mereka hidup berdampingan dan dekat dengan masyarakat kecil. Kedekatan mereka dengan kiai menjadi pengajaran asah asih asuh dalam mengembangkan jiwa kemanusian. Tantangan era kini Berkat perjuangan laskar Hizbullah dan Sabilillah, setiap 22 Oktober selalu diperingati Hari Santri Nasional. Peringatan itu sepatutnya menjadi refleksi bersama, dalam meneladani para pahlawan dari kalangan pesantren –kiai dan santri-. Namun peran santri belum selesai. Masih banyak persoalan di ne­ geri ini yang perlu dicarikan solusinya. Dahulu para santri berjuang untuk melawan dan mengusir penjajah. Sekarang tidak, musuh santri merupakan dampak negatif dari pesatnya kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi. Ada sangkut paut antara berjuang melawan penjajah, dan berjuang menangkal propaganda di dunia maya. Sebab, di dunia maya banyak berita hoaxs, ujaran kebencian dan mencuatnya isu SARA. Strategi itu mengerucut pada satu tujuan, memecah belah kesatuan bangsa. Peringatan Hari Santri Nasional (22 Oktober) memiliki relevansi dengan Hari Sumpah Pemuda (28 Oktober), dan Hari Pahlawan (10 November). Baik pada masa penjajahan kolonialisme, maupun pesatnya digitalisasi. Pemuda dan santri tetap harus berjuang, untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa. Serta menjadi refleksi, agar terus memupuk jiwa nasionalisme. Bukan malah mencari masalah untuk saling menebar kebencian. Menurut Musthofa Al Ghallayini, hanya orang salah asuh dan cacat pikir yang menghalangi orang dari jiwa nasionalisme. Hal itu terdapat dalam kitabnya Idhotun Nasyiin, bahwa cinta tanah air adalah salah satu watak naluriah yang tidak dapat diingkari kecuali oleh para pendusta atau orang-orang linglung. Kalau ada yang menghalangi orang dari rasa cinta ini, pastilah itu salah asuh atau cacat pikir. Menapak jejak perkembangan pendidikan pesantren. Santri dari dulu hingga sekarang tetap santri. Seorang pelajar religius dan tradi­ sionalis, yang mengedepankan aspek keilmuannya kepada etika. Mereka belajar, berkembang dan membaur di tengah masyarakat desa. Dengan begitu, dalam pesatnya digitalisasi santri perlu memberikan sikap edukatif bagi masyarakat umum. Berjuang menangkal dan memerangi ujaran kebencian di dunia maya.n *Penulis adalah murid alm. KH. Masruri Abdul Mughni, Pemimpin Umum Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat

AMANAT Edisi 131

Oktober 2018

23


SOSOK

(Dok. Pribadi)

Metode Komtal yang Me- Nasional

S

ebuah metodologi sangat penting dalam proses pembelajaran. Guru harus mempunyai itu. Apalagi, jika murid yang diasuh berkebutuhan khusus. Tentu, cara mengajarnya tak sama dengan murid pada umumnya. Hal itulah yang dihadapi oleh Umar (36). Sebagai seorang Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang, ia mempunyai tanggung jawab untuk mencerdaskan anak-anak yang bernasib tak semujur kebanyakan. Pun begitu, Pria lulusan UIN Walisongo tahun 2005 ini berkeinginan supaya anak tunarungu juga dapat membaca Alquran dengan baik dan benar. Barawal dari keinginannya tersebut, ia lalu mengikuti pelbagai pelatihan Pendidikan Luar Biasa (PLB) bagi guru non-PLB. Dari situ, Umar mencetuskan

24

Oktober 2018

AMANAT Edisi 131

metode “Komtal”, yang berarti komunikasi total. Komunikasi total merupakan sebuah pendekatan dengan memanfaat segala komunikasi dalam pengajaran untuk anak tunarungu. Di samping menggunakan media yang sudah lazim, yakni berbicara, membaca ujaran, menulis, dan memanfaatkan sisa kemampuan pendengaran anak, pendekatan ini juga menggukan isyarat alamiah, abjad jari, dan isyarat yang dibakukan. Sebenarnya, istilah komunikasi total mulai popular di Amerika Serikat pada tahun 70-an, dengan ditandainya konferensi eksklusif untuk sekolah-sekolah anak tunarungu di sana. Di Indonesia, baru dikembangan mulai 1978 hingga sekarang. Akan tetapi belum ada yang menggunakan metode ini sebagai sebuah cara untuk membaca Alquran. Umar mengawali hal itu. Metode ini diaplikasiakan dengan mengenalkan isyarat huruf hijaiyah. Setelah murid dapat membedakan, maka tahap selanjutnya akan diajari cara membaca katakata Arab. “Karena ke depanya agak sulit ketika sudah sampai huruf sambung, maka saya kembangkan ke metode membaca Alquran dengan model artikulasi atau oral. Masih pengembangan terus,” katanya saat ditemui di SLBN Semarang, Senin (1/10). Berkat metodenya tersebut, Umar berhasil meraih penghargaan Guru PAI Berprestasi Tingkat nasional yang diadakan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia tahun 2015. Tak berselang lama, ia juga mendapatkan penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam (API) dari Kementerian Agama RI di tahun yang sama. Umar menuturkan, prestasi itu tidak didapatkan dengan mudah. Ia mengikuti seleksi yang ketat. Tahapan seleksi dilalui

dari tingkat kota, provinsi dan terakhir pusat. Selain itu, peserta yang berpartisipasi bukan hanya guru sekolah berkebutuhan khusus, namun guru Sekolah Dasar (SD) secara umum. “Tentunya kita melalui seleksi dulu, dari kota lalu provinsi, kita kan dari SLB dan ‘musuh-musuh’ kita dari umum, dari sekolah tingkat dasar tapi umum. Kalo saya kan dari SLB nya,” katanya. Penulis berjiwa santri. Selain berprofesi sebagai guru, kehidupan Umar juga tidak terpisahkan dari dunia tulis menulis. Ia mengaku, kebiasan menulis sudah terbangun sejak dirinya memasuki pondok pesantren. Jenis tulisan seperti puisi dan cerpen menjadi kegemarannya kala itu. Ketika memasuki perguruan tinggi kemampuan menulisnya di pertajam dengan mengikuti organisasi Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat UIN Walisongo. “Saya suka menulis sejak dari pesantren, bahkan saya masih semua catatan saya di pesantren,” ungkapnya. Tercatat, tujuh buku tercipta dari tangannya dan sudah diterbitkan. Di antaranya Kapur dan Papan; Kumpulan Kisah

Inspiratif Guru yang terbit sampai tiga edisi. Lalu, Agama Kami Berbeda (Kumpulan Puisi Anak), Kisah Pengalaman Lucu Guru, dan masih banyak yang lainnya. Profesi sebagai guru, mengilhami hampir seluruh karya yang dia buat. Hingga kini, jiwa santri dalam diri Umar masih melekat kuat. Dalam keseharianya, ia aktif mengajar ngaji di rumahnya, Jalan Mangunharjo RT 04 RW 01 Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tembalang dan di pondok pesantren AlIshlah Semarang. Tidak hanya itu, Umar kini sedang berusaha mewujudkan Pesantren Inklusif. Sebuah pesantren yang rencananya didedikasikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini berangkat dari banyaknya permintaan dari wali murid yang ingin anak berkebutuhan khusus bisa membaca Alquran. “Insyaallah nanti kita berencana, mohon doanya, ingin membuat sebuah pesantren inklusif, anak-anaku kan ada yang berkebutuhan khusus, malah kemaren masukan dari wali murid anakanak untuk diajarin ngaji,” pungkasnya.n Mufazi Raziki

Curriculum Vitae Nama: Umar S. HI Jabatan: Guru Pendidikan Agama Islam SLB Negeri Semarang. Pendidikan: S1 Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo (2005), Akta IV Tarbiyah Setia WS (2006), Program Pascasarjana Universitas Wahid Hasyim (sekarang). Karya: Kapur dan Papan “Kumpulan kisah inspiratif guru 2” (Lingkar Antarnusa; 2016), Kapur dan Papan “Kumpulan kisah inspiratif guru 3 (Penerbit Lingkar Antarnusa; 2016), Agama Kami Berbeda, Kumpulan Puisi Anak (Lingkar Antarnusa; 2016), Kisah Pengalaman Lucu Guru (Lingkar Antarnusa; 2017), Penghargaan: Juara I guru PAI berprestasi Tk.Nasional Kemenag RI tahun 2015, Penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam Kemenag RI tahun 2015.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.