HARIAN UNTUK UMUM TERBIT SEJAK 1 MARET 2004 LANGGANAN LOMBOK SUMBAWA ECERAN Rp 4.500
Rp. 75.000 Rp. 80.000
SUARA NTB Pengemban Pengamal Pancasila
SENIN, 2 MARET 2015
20 HALAMAN NOMOR 1 TAHUN KE 11 Online :http://www.suarantb.com E-mail: hariansuarantb@gmail.com
TELEPON: Iklan/Redaksi/Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257
Harga Beras Melambung di Lumbung Pangan Masyarakat, ibu rumah tangga khususnya, kini menjerit. Baru kali ini mereka benar-benar merasakan dampak harga beras yang “menggila”. Harga beras menembus harga Rp 13.000 per kilogram. Instansi teknis yang bertanggung jawab sedang disorot. Operasi Pasar (OP) yang dihajatkan untuk menekan harga justru tak efektif. OP Bulog ternyata kurang diminati, konon karena kualitas berasnya tak bagus. Meski ini terjadi secara nasional, tapi banyak pihak menyesalkan mengapa harga beras melambung justru terjadi di daerah lumbung pangan. Apakah ulah spekulan? MENGHERANKAN memang. Status Provinsi NTB sebagai daerah swasembada pangan dan penyangga pangan nasional, menjadi kontradiktif dengan tak terkendalinya harga beras belakangan ini. Daerah penghasil beras yang selalu surplus, sehingga NTB menjadi salah satu daerah pemasok beras ke daerah lain, justru merasakan dampak mahalnya salah satu kebutuhan pokok ini. Pemprov NTB diminta mencari letak persoalan yang menyebabkan harga beras yang meroket. Pasalnya, jika melihat status NTB yang menjadi lumbung pangan (beras) nasional seharusnya harga bers yang melambung tinggi tak terjadi. ‘’Beginilah fakta yang kita
dapatkan hari ini. Betapa kita sebagai lumbung pangan tetapi harga beras ini begitu tinggi,” kata Sekretaris Komisi II Bidang Perekonomian DPRD NTB, Yek Agil. Dia menemukan ada dua informasi yang kontras. Diperoleh kabar dari Badan Urusan Logistik (Bulog) NTB, ketersediaan beras masih mencukupi. Sementara informasi dari para pedagang di pasar, tingginya harga beras karena pada saat ini petani belum panen. ‘’Di sisi lain k e b u t u h a n masyarakat sangat besar. Itulah sebabnya kami sudah koordinasikan dengan pihak Bulog untuk mereka segera turun meminimalisir melambungnya harga beras ini,’’ terangnya. Bersambung ke hal 19
Pemerintah Resah, Polri akan Bertindak
TO K O H Berantas Mafia Beras MELAMBUNGNYA harga beras, kini bukan hanya jadi masalah masyarakat dan pemerintah. Aparat berwajib sedang mempelajari modus mafia beras, bahkan pihak TNI akan terlibat memberantas, jika ditemukan penjahat di balik mahalnya beras. TNI ambil bagian mengatasi persoalan beras ini, karena dalam instruksi Presiden RI, Bersambung ke hal 19
(Suara NTB/ist)
Torry Djohar Banguntoro
KO M E N TTAA R
MELAMBUNGNYA harga beras saat ini, diduga ada yang memanfaatkan situasi secara nasional, termasuk kemungkinan di NTB. “Masalah perberasan ini tak murni masalah produksi dan ekonomi. Tapi ndak tahu dimensi-dimensi lainnya. Katakanlah seperti pemberitaan di media, adanya mafia beras,” kata Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB, Drs. H.L. Gita Ariadi, M.Si. Gita mengatakan, dalam situasi seperti ini dengan harga beras yang menembus angka Rp 12.000-13.000 per kilogram, kemungkinan ada pihak-pihak yang memaksa pemerintah untuk melakukan impor beras. “Pemda khawatir jika ada yang bermain seperti itu,” cetus Gita. ‘’Kalau mafia beras seperti itu, memanfaatkan situasi, menimbulkan kepanikan kepada masyarakat. Itulah yang bersama SKPD kita kampanyekan kondisi beras kita aman,” sambungnya. Ditanya mengenai beras
Program PLIK Dihentikan KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah meminta pemda kabupaten/kota di seluruh Indonesia termmasuk NTB untuk membuat usulan terkait dengan program internet kecamatan. Kemenkominfo telah menghentikan program Pusat Layanan Internet Kecaamaatan (PLIK) dan Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) Bersambung ke hal 19
NTB yang dikirim keluar daerah, Gita tak memungkiri. Pasalnya, banyak sekali pintu-pintu masuk ke daerah baik yang legal maupun jalur tikus. Untuk itu, pihaknya melalui dinas terkait terus melakukan pemantauan arus keluar masuk barang dari NTB. Pihaknya meminta kepada aparat jika ada oknumoknum yang melakukan penimbunan beras untuk ditindak sesuai ketentuan yang berlaku. ‘’Kalau ada yang melakukan itu ada tindakan hukum. Sekarang apa iya, orang berusaha terus seenaknya berusaha melakukan penimbunan,” katanya. Polisi Pelajari Modus Dugaan ada permainan mafia beras di balik mahalnya harga bahan pokok ini, sedang dipelajari Kepolisian. Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda NTB sedang mengkaji melalui alur distribusi dan modus para mafia. Bersambung ke hal 19
(Suara NTB/bul)
MELIMPAH - Produksi padi yang melimpah menjadikan NTB sebagai salah satu lumbung pangan nasional. Namun, sebagai lumbung pangan, harga beras melambung dan tak terkendali.
Berkas Alkes Lotim Dilimpahkan
Kejati NTB Bantah Menghambat Mataram (Suara NTB) Setelah cukup lama terkatung-katung, kasus dugaan penyimpangan pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) RS. Dr.Sudjono Selong, Lombok Timur memasuki babak baru. Kamis (26/2) lalu, Kejak-
saan Tinggi NTB menerima pelimpahan berkas dari Direktorat Reskrimsus Polda NTB. Saat ini berkas masih diperiksa jaksa peneliti, sekaligus ini sebagai bantahan anggapan Kejaksaan menghambat proses hukum kasus yang sudah meng-
gantung enam tahun itu. Kajati NTB Fadil Zumhanna, SH, MH memastikan sudah menerima berkas dari kepolisian. ‘’Sudah. Berkasnya sudah masuk. Sedang diteliti jaksa,” kata Kajati. Bersambung ke hal 19
Suhaili akan Mudah Dapat Dukungan Golkar Mataram (Suara NTB) – Ketua DPD Golkar Lombok Tengah, H. M. Suhaili FT, SH, diperkirakan akan mudah memperoleh dukungan dari Partai Golkar menyusul perkembangan terakhir di DPP Partai Golkar. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Departemen Pemerintahan dan Otonomi Daerah DPP Partai Golkar (versi Agung Laksono), Chris Parangan, SE, yang dikonfirmasi Suara NTB, Minggu (1/3) kemarin. Chris menegaskan bahwa pihaknya baru saja menggelar pertemuan internal di DPP Partai Golkar untuk mengevaluasi perkembangan di NTB jelang Pilkada tujuh kabupaten/ kota. Hasilnya, menurut Chris, salah satu figur kader Golkar yang diperkirakan akan den-
gan mudah memperoleh tiket dukungan dari Golkar adalah Suhaili. “Dari tujuh itu, untuk kekuatan calon pemegang tiket besok, enam daerah itu (peluangnya) terbuka merata. Semua calon masingmasing kader merata. Khusus untuk di Lombok Tengah itu ada yang di atas rata-rata, yaitu Suhaili,” sebutnya. Ia menegaskan, peluang diberikannya dukungan kepada Suhaili menguat setelah mempertimbangkan sejumlah aspek. Mulai dari kepemimpinan di Golkar Lombok Tengah, kepemimpinan sebagai Bupati Lombok Tengah, juga relasi Suhaili dengan sejumlah tokoh berpengaruh di NTB. Bersambung ke hal 19
Harga Beras Melambung
Tengkulak Untung, Petani Tetap Buntung Melambungnya harga beras yang menembus angka Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram juga dikeluhkan oleh petani di daerah ini. Petani merasa tidak diuntungkan oleh kondisi ini. Sementara operasi pasar (OP) yang dilakukan pemerintah di pasar-pasar tak dinikmati masyarakat.
(Suara NTB/dok)
Agung Hartono
M. Firmansyah (Suara NTB/dok)
“SUSAH kane, aji beras mahal (Susah sekarang harga beras sangat mahal),” kata Inaq Her, salah seorang petani di Desa Bengkaung Kecamatan Masbagik ditemui Suara NTB di pinggir pematang sawah, Minggu (1/4) sore kemarin. Inaq Her merupakan satu dari sekian banyak petani yang sangat merasakan dampak kenaikan
harga beras yang cukup tinggi saat ini. Meskipun ia seorang petani dengan luas lahan terbatas. Meskipun harga beras melambung tinggi, namun ia tetap berusaha mencari pekerjaan sampingan sebagai buruh untuk membuat bata di desanya. Menurutnya, penghasilan yang didapat petani dari hasil produksi beras selama ini tak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Ia mencontohkan, ketika musim panen padi tiba, harga gabah petani paling tinggi Rp 350 ribu per kuintal. Jika dihitunghitung, yang untung hanya para tengkulak (pembeli).
“Ndeq man biaya ngaro, nanem , beli raboq (belum biaya mengolah lahan, biaya menanam padi dan membeli pupuk),”ujarnya. Ia menyebutkan dalam setengah hektar lahan tanaman padi, biaya pengolahan lahan, biaya penanaman padi bisa mencapai stu juta lebih. Belum lagi biaya untuk membeli pupuk yang bisa menghabiskan satu kuintal. Bersambung ke hal 19
Inaq Her (Suara NTB/nas)