Snt07102015

Page 1

HARIAN UNTUK UMUM TERBIT SEJAK 1 MARET 2004 LANGGANAN LOMBOK Rp.75.000 SUMBAWA Rp.80.000 ECERAN Rp 4.500

SUARA NTB

16 HALAMAN NOMOR 176 TAHUN KE 11

Online :http://www.suarantb.co.id E-mail: hariansuarantb@gmail.com

Pengemban Pengamal Pancasila

RABU, 7 OKTOBER 2015

TELEPON: Iklan/Redaksi/Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257

Kasus PLN Berlanjut

Kejati NTB Klarifikasi Pertamina Pusat

Mataram (Suara NTB) Di tengah keluhan masyarakat soal ‘’penyakit’’ kelistrikan yang berdampak pada pemadaman bergilir, publik juga perlu ingat dengan laporan dugaan penyimpangan di PLN yang dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Februari 2015 silam. Sempat tak terpantau, kasus ini penanganannya ternyata berlanjut. Terakhir, tim penyelidik Kejati NTB sudah mengklarifikasi PT. Pertamina (Persero) Pusat terkait dugaan penyimpangan tersebut. (10/6), berdasarkan informasi dari Seksi Intelijen yang mengawali pengumpulan data (Puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) atas kasus ini.

Klarifikasi ke Pertamina Pusat dilakukan, untuk mengetahui alur distribusi solar, bahan bakar utama yang dipakai PLN untuk mengoperasikan dua unit mesin di Kota Bima

dalam bidang pemeriksaan, pengawasan, pengujian, dan pengkajian. ‘’Perusahaan ini juga yang menguji dan mengkaji kadar, jumlah solar yang dikirim ke dua mesin PLN itu,’’ sebutnya. Perusahaan yang home base-nya di Jakarta itu diklarifikasi terkait bagaimana pengujian kadar dan jumlah solar yang dikirim untuk operasional mesin PLN di Kelurahan Ni’u, Kota Bima dan Labuan Badas, Bersambung ke hal 15

(Suara NTB/bul)

‘’Posisi terakhir laporan masyarakat ini, sudah sampai ke klarifikasi Pertamina di Jakarta,’’ kata juru bicara Kejati NTB, Made Sutapa, SH kepada Suara NTB, Selasa

dan Sumbawa, sesuai isi laporan pelapor sebelumnya. Dijelaskan, Pertamina Pusat yang berwenang mengatur kebutuhan bahan bakar solar untuk PLN, yang juga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). ‘’Berapa yang didistribusikan, per minggu, per bulan berapa, itu semua tercatat,’’ bebernya. Selain pihak Pertamina, diklarifikasi juga PT Superintending Company of Indonesia (Persero), atau Sucofindo. Sebuah BUMN yang bergerak

BERSIHKAN IKAN Salbiah sedang membersihkan ikan. Salbiah, salah satu dari sekian istri nelayan di Ampenan yang mengeluhkan makin mahalnya harga beras.

TO K O H

Harga Beras Melejit, Dewan Desak Pemerintah Segera Realisasikan Nelayan Menjerit NTB Defisit Listrik

Bulog Belum Maksimal GUBERNUR NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi mengatakan, pemerintah daerah tak bisa menghambat perdagangan beras antar kota yang dilakukan pedagang kecuali jika Badan Urusan Logistik (Bulog) mau membeli gabah petani dengan harga yang sama atau lebih tinggi. Bersambung ke hal 15

Mataram (Suara NTB) Sistem kelistrikan Pulau Lombok saat ini mengalami defisit daya sekitar 7 MW. Daya mampu yang dihasilkan mesin pembangkit sebesar 183 MW, sementara beban puncak sudah mencapai 190 MW. Akibatnya, terjadi pemadaman bergilir sampai November mendatang. Menyikapi persoalan ini, kalangan DPRD NTB meminta pemerintah segera merealisasikan pembangunan pembangkit listrik kapasitas 500 MW yang telah direncanakan PLN. “Kalau listrik dalam kondisi defisit, memang harus ada langkah terobosan yang cepat dari pemerintah pusat yang menangani dan mengelola, Bersambung ke hal 15

(Suara NTB/nas)

KO M E N TTAA R

Bidik Tersangka Baru

H. Abdul Hadi

MASYARAKAT benar-benar tak menikmati status NTB sebagai lumbung beras. Melejitnya harga beras di pasaran menjadi momok menakutkan bagi masyarakat daerah ini. Melejitnya harga beras telah membuat masyarakat, khususnya masyarakat miskin menjerit. Seperti diungkapkan sejumlah istri nelayan di Kampung Bugis, Ampenan, Kota Mataram. Mereka mengeluhkan naiknya harga beras yang sedemikian tinggi hingga menemubus harga Rp 11 ribu per Kg di tengah makin minimnya pendapatan nelayan. Beras bantuan yang diberikan pemerintah dalam bentuk raskin, kata Salbiah, hanya diterima sebanyak 3 Kg, dari 15 Kg yang diamanahkan oleh pemerintah. Dengan tiga anaknya, sangat tidak mungkin akan mencukupi kebutuhan makan keluarga. Sebab

dalam sehari, minimal ia harus memasak 1,5 Kg, untuk konsumsi di rumah dan bekal melaut suaminya. Beras makin mempersulit kehidupan para nelayan. Apalagi masyarakat pesisir pekerjaan lain, selain mencari ikan. Mereka tak memiliki lahan pertanian untuk digarap, sehingga mampu menghasilkan tambahan. Praktis yang diandalkan adalah hasil melaut untuk membeli beras. “Raskin tidak mungkin menutupi kebutuhan keluarga kami. Hanya 3 kilo dapatnya sebulan. Kita tidak bisa mengurangi beras untuk konsumsi harian. Sedangkan ikannya, kita tidak beli karena sebagian hasil tangkapan dimakan,’’ ujar Salbiah. Ditemui di tengah kesibukannya membersihkan hasil tangkapan di Kampung Bugis, Bersambung ke hal 15

Potret Pengelolaan APBD di NTB

Made Sutapa

(Suara NTB/dok)

TIGA tersangka dipastikan bukan menjadi akhir penyidikan kasus dugaan penyimpangan proyek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Batu Putih, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Kasus ini berpeluang ada tersangka baru. Namun penyidik akan melengkapi dulu bukti berdasarkan fakta persidangan. Bersambung ke hal 15

(Suara NTB/dok)

TGH. M. Zainul Majdi

Pembangunan Pembangkit 500 MW

Masih Sama, Besar Pasak daripada Tiang Uang milik rakyat NTB lebih banyak dikeluarkan untuk membiayai aparatur pelaksana pekerjaan ketimbang pekerjaan itu sendiri. Fenomena besar pasak daripada tiang ini membuat sejumlah daerah berada dalam status miskin dari sisi anggaran. DANA reses DPRD NTB yang naik dari Rp 7,94 miliar pada APBD Murni 2015 menjadi Rp 11,61 miliar pada APBD Perubahan 2015 hanya satu dari sekian banyak item kegiatan aparatur yang mengalami peningkatan. Selain reses, item anggaran kunjungan kerja dalam daerah untuk pimpinan dan anggota DPRD NTB, juga mengalami

kenaikan dari Rp 4 miliar menjadi Rp 7,5 miliar di APBD Perubahan. Kenaikan sebesar 88,84 persen ini dinilai sangat tidak elok dan belum sepadan dengan kinerja yang diperlihatkan para anggota DPRD NTB. Tak hanya legislatif, pejabat eksekutif juga seolah tak ingin ketinggalan. Sebelumnya kita juga mendengar sejumlah pejabat eksekutif yang jalan-

jalan ke luar negeri dengan dana puluhan juta per orang. Perlombaan menghabiskan uang rakyat ini membuat rakyat sebagai pemilik dana seolah berada pada posisi kesekian dalam daftar urutan prioritas belanja daerah. Fenomena ini juga diungkap oleh FITRA dalam pengantar Booklet Analisis Makro APBD Pemerintah Daerah di NTB yang diterbitkannya. “Sebagian besar uang negara justru terserap untuk belanja aparatur. Masyarakat hanya mendapatkan ‘remah’ saja,” ujar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Ervyn Kaffah mewakili tim

penyusun Booklet tersebut, Selasa (6/10) kemarin. Ervyn menilai, kondisi ini sangatlah mengkhawatirkan. Padahal, di satu sisi, angka kemiskinan masih cukup tinggi. Pengangguran, angka putus sekolah, kondisi infrastruktur yang buruk masih menjadi pemandangan umum saban tahun. Kecilnya porsi belanja untuk kepentingan publik terjadi karena belanja APBD lebih banyak dihabiskan untuk belanja pegawai. FITRA menemukan bahwa rata-rata alokasi belanja pegawai di NTB tahun 2015 mencapai 56 persen dari total dana publik yang dikelola pemerintah daerah. Bahkan, ada lima kabu-

paten/kota mengalokasikan belanja pegawai di atas 60 persen dari total belanja daerah. Daerah seperti inilah yang sering disebut sebagai daerah gagal atau bangkrut. Sebab kue dana pembangunan yang diterima publik hanya sebagian kecil saja dari total belanja APBD. Buruknya tata kelola keuangan pemerintah daerah di NTB juga terlihat dari analisis yang dilakukan FITRA terhadap ruang fiskal kabupaten/kota di NTB. Di tahun 2015 ini, rata-rata ruang fiskal kabupaten/kota di NTB hanya sebesar 18,1 persen dari total pendapatan daerah. Bersambung ke hal 15


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.