LANGGANAN LOMBOK SUMBAWA ECERAN Rp 3.000
Rp. 50.000 Rp. 55.000
SUARA NTB Pengemban Pengamal Pancasila
JUMAT, 11 JULI 2014
Tuntutan JPU KPK Seret Nama Lain DUGAAN keterlibatan pihak – pihak lain dalam kasus suap mantan Kajari Praya, Subri, SH, MH terungkap dalam pembacaan tuntutan oleh Jaksa KPK, dalam sidang Kamis (10/7) kemarin. Sinyal para pegiat antikorupsi, bahwa kasus ini tidak akan berhenti sampai tersangka Subri dan Lusita Anie Razak, mulai menguat. Dugaan keterlibatan pihak lain itu khususnya berkenaan dengan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang dijeratkan kepada Subri, sebagai delik penyertaan atas perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dalam dakwaan primair ke satu misalnya, disebutkan Lusita Anie Razak bersama – sama Bambang W. Soeharto memberi janji atau hadiah berupa uang Rp 100 juta rupiah. ‘’Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan terdakwa agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada jabatannya,’’ demikian sebut JPU KPK Asrul Alimina. Sejumlah nama lain yang disebut juga dalam tuntutan JPU, baik yang keterkaitan dengan dugaan pemberian uang dan komunikasi dalam rangka mengatur perkara Along. Dalam materi tuntutan itu, KPK juga mengungkap ada catatan pengeluaran dari Lusita Anie Razak untuk ke beberapa orang, berdasarkan barang bukti nomor 37. Diantaranya dugaan pemberian kepada terdakwa Subri sebesar Rp 45 juta. Kemudian dugaan pemberian kepada Kapolres Lombok Tengah AKBP Supriadi Rp 25 juta. Dugaan pemberian dana kepada Kasatreskrim Iptu Deni Septiawan Rp 10 juta dan Kasi Pidsus Kejari Praya Aprianto Kurniawan Rp 10 juta. Dalam hal komunikasi yang diduga tujuannya untuk mengatur perkara Along, KPK juga mencatat orang yang hampir sama. Nama lain yang disebut beberapa kali dalam materi tuntutan, Kapolsek Praya Barat Kompol Ridwan Marzuki. Bersambung ke hal 5
TO K O H
(Suara NTB/dok) (Suara NTB/dok)
Tak Deteksi Kecurangan
05:00
05:10
12:23
Mataram (Suara NTB) Mantan Kajari Praya Subri, SH,MH dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa KPK, pada sidang dengan agenda tuntutan Kamis (10/7). Dia disebut terbukti bersalah menerima suap dari Direktur PT. Pantai Aan, Lusita Anie Razak. Atas tuntutan itu Subri mengaku keberatan dan akan menjawab lewat pledoi pekan depan. Dua JPU KPK Asrul Alimina, SH dan Ali Fikri, SH yang membacakan bergilir materi tuntutan Subri, mengatakan, tuntutan hukuman tersebut didasari sejumlah pertimbangan. Salah satunya, Subri adalah pejabat Kejaksaan yang akibat perbuatannya telah meruntuhkan wibawa institusi Kejaksaan secara keseluruhan. Hal-hal yang memberatkan lainnya karena perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi, posisi
Subri sebagai pejabat negara yang seharusnya tidak menerima hadiah. “Memohon kepada majelis hakim agar menyatakan terdakwa bersalah dan dituntut 12 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara,” kata JPU KPK Ali Fikri dalam poin tuntutannya. Jaksa menjerat terdakwa Subri dengan pasal berlapis dakwaan primair. Bersambung ke hal 5
EKSPRESI Ekspresi Subri saat mendengarkan tuntutan JPU yang menuntutnya 12 tahun penjara dalam kasus suap dan Subri ditenangkan istrinya (atas).
Demikian disampaikan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sumbawa, Sugeng Hariadi, S.H M.H, Kamis (10/7) kemarin. Ekspose ini dilakukan menurut Kajari Sumbawa, setelah kejaksaan melayangkan su-
KO M E N TTAA R BAWASLU NTB tak mendapati adanya praktik – praktik kecurangan di Pilpres semisal praktik politik uang ataupun praktik – praktik kecurangan lainnya. Temuan yang diperoleh Bawaslu lebih mengarah pada aspek – aspek teknis penyelenggaraan seperti adanya kekurangan logistik dan persoalan daftar pemilih. Ketua Bawaslu NTB, Khuwailid, S.Ag, M.Si, yang dikonfirmasi Suara NTB, Kamis (10/7) kemarin menerangkan bahwa berdasarkan pengamatan yang mereka lakukan sejak Selasa (8/7) lalu, Bersambung ke hal 5
TELEPON: Iklan/Redaksi/Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257
Sumbawa Besar (Suara NTB) Penyelidikan dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terus berlanjut. Setelah melakukan sejumlah klarifikasi untuk pendalaman kasus dan konsultasi ke sejumlah pihak terkait, kini Kejaksaan Negeri Sumbawa akan menggelar ekspose ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB di Mataram.
H. Usman
Online :http://www.suarantb.com E-mail: hariansuarantb@gmail.com
Kejari Sumbawa Ekspose Kasus DAK KSB ke BPK
Terancam Batal Berangkat RATUSAN Jemaah Calon Haji (JCH) NTB terancam batal berangkat tahun ini karena belum melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Jumlah kuota JCH NTB tahun 2014 sebanyak 3.572 orang. Data dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTB sampai dengan tanggal 8 Juli 2014, sekitar 300 orang lebih JCH yang belum melunasi BPIH. Batas penyetoran BPIH tahap pertama adalah 10 Juli 2014. Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB, Drs. H. Usman mengatakan, Bersambung ke hal 5
16 HALAMAN NOMOR 105 TAHUN KE 10
(Suara NTB/ars)
HARIAN UNTUK UMUM TERBIT SEJAK 1 MARET 2004
Sugeng Hariadi
rat permintaan audit investigasi oleh BPK. Dalam surat yang dilayangkan itu, pihaknya akan melakukan ekspose terkait kasus dimaksud. Lalu muncul jawaban dari BPK yang meminta Kejaksaan melakukan ekspose, Jumat (11/7) hari ini. ‘’Ekspose ini tindak lan-
‘’Ekspose ini tindak lanjut dari surat permohonan audit yang sebelumnya sudah dilayangkan ke BPK’’
jut dari surat permohonan audit yang sebelumnya sudah dilayangkan ke BPK,’’jelasnya. Untuk ekspose tersebut, semua Kasi di Kejaksaan Negeri Sumbawa akan dilibatkan. Setelah ekspose nantinya, belum diketahui apa langkah BPK selanjutnya. Tetapi, biasanya BPK akan meminta data terkait kasus yang diajukan untuk diaudit. Barulah kemudian tim turun ke lapangan. ‘’Audit ini juga dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya kerugian negara dalam kasus ini,’’cetus Sugeng. Makanya, Kejaksaan belum bisa memastikan apakah ada indikasi kerugian negara dalam kasus ini. Dalam hal ini, pihaknya masih terus menggali agar kasus ini menjadi terang benderang. Bersambung ke hal 5
Khuwailid
15:43
18:12
19:27
(Suara NTB/aan)
Banyak Hotel di KLU Disinyalir Belum Berizin Tanjung (Suara NTB) Pemda Kabupaten Lombok Utara (KLU) mensinyalir tak sedikit hotel di kawasan pariwisata, beroperasi namun tak mengantongi izin. Kepala Bagian Pembangunan, Setda KLU, H. Zulfadli, kepada wartawan, Kamis (10/7), mengakui hotelhotel dimaksud menjadi fokus pekerjaan setelah Pilpres 2014. ‘’Tak bisa kami sebutkan jumlahnya, tapi hotel-hotel yang disinyalir banyak belum berizin, tidak memberi kontribusi ke KLU,’’ kata Zulfadli. Ia menyebutkan, hotel-hotel itu lebih dulu dibangun tanpa berkoordinasi dengan Pemda KLU, atau ke Pemda Lobar sebelum KLU definitif.
Ragam izin yang belum dikantongi, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Amdal, izin beroperasi dan lainnya. Mengacu ke wilayah tiga gili yang ada di KLU, Zulfadli meyakini, penertiban di kawasan wisata itu tidak hanya mengarah pada konstruksi bangunan yang melanggar ketentuan (roi) pantai semata. Namun lebih jauh, belum adanya komitmen dari perusahaan perhotelan yang ada di tiga gili untuk melaporkan diri, dan meminta persetujuan ke pemda setempat sebelum menjalankan konstruksi dan usaha. ‘’Tapi bagaimanapun bentuk pelanggarannya, kondusivitas yang kita utamakan. Penertiban
sendiri memang terhambat dengan pesta demokrasi, mulai dari Pilgub, Pilpres, puasa. Bersambung ke hal 5 MAGNET - Kawasan wisata tiga gili, menjadi magnet wisatawan mancanegara yang berkunjung ke NTB khususnya KLU. Seiring dengan berkembangnya sektor pariwisata, hotel-hotel pun di kawasan itu tumbuh subur. Namun ironis, diduga masih banyak hotel yang dibangun diduga tak dilengkapi izin. Tampak wisatawan berjemur memadati pinggir Pantai Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Tanjung, KLU. (ant/Bali Post)