Tabloid SUARA USU 108

Page 1

EDISI

108 XXI/OKTOBER 2016

Rp 3000 ISSN 1410-7384

SUARAUSU.CO

INAUGURASI

Lintas

GENERASI

Pasalnya budaya pengukuhan mahasiswa baru selalu diisi perpeloncoan. Lantas haruskah dilanjutkan, dihentikan, atau diubah?

LAPORAN KHUSUS anak (MASIH) JADI OBJEK KEKERASAN SEKSUAL

POTRET BUDAYA GENDANG GURO-GURO ARON, AJANG CARI JODOH PEMUDA KARO


2 suara kita lepas Redaksi Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU kini mengalami kekosongan kekuasaan, kawan-kawan. Pemira 2016 yang dinanti-nanti sejak tahun lalu tak juga melahirkan presiden mahasiswa (presma) baru. Komisi Pemilihan Umum (KPU) USU Periode 2015-2016 ‘gagal’ menggelar pesta demokrasi USU tahun ini. Usai kisruh pemira pada 19 Mei lalu KPU USU mendatangi Wakir Rektor I Prof Rosmayati di Biro Rektor. Kedatangan KPU ini tak juga mendapat respon positif. Ibarat sedang di ujung tanduk. Jika pemira dilanjutkan, KPU tak tahu bagaimana menangani konflik yang terjadi di beberapa fakultas. Jika sebaliknya, uang dari rektorat akan terbuang siasia karena tujuan utama pemira tak juga tercapai. Belum lahir jua presma baru kita. Sehari, dua minggu, tiga bulan, hingga akhirnya September tiba. Masa jabatan KPU pun berakhir. Namun KPU belum juga memper-

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

suara pembaca

Hasil Semu Pemira 2016 tanggungjawabkan kinerjanya. Tak ada berita acara terkait pemira lalu, tak ada draf LPJ KPU di Biro Rektor. Dana sebesar Rp 35 juta sudah ludes, tinggal sisasisa kotak suara yang berhasil ter‘selamat’kan. Uang pendaftaran calon presiden dan kelompok aspirasi mahasiswa (KAM) dikembalikan. Harapan akan lahirnya presma baru kandas sudah. Bahkan audiensi yang direncakan setelah pemira pun tak kunjung terlaksana. Alasan yang selalu jadi tameng KPU kita. Bukan tak boleh. Malah terkesan tak punya pendirian. Seharusnya KPU mengambil keputusan tanpa diintervensi pihak lain. Cukup berpedoman pada tata laksana ormawa (TLO) serta mematuhi petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis. Sekali lagi, keputusan KPU tak bisa diganggu gugat. Karena KPU badan yang seyogyanya independen. Jika ditelisik lagi, semuanya berawal dari masalah internal KPU. KPU mudah diintervensi. Mu-

lai dari kejadian saat rapat pleno setelah masa pendaftaran KAM tutup dua minggu sebelum pemira berlangsung. KPU membuka kesempatan dialog bersama KAM dan presma. Namun saat pendaftaran presma berakhir beberapa presma yang ingin ‘dialog’ lagi tak digubris KPU. Wajar terjadi kecemburuan di mata mahasiswa. Banyak yang tak rela pemira tetap berjalan dengan alasan status ‘semu’ KPU. Padahal kita sama-sama sudah tahu, duduk perkara mengapa akhirnya KPU dibentuk tahun lalu oleh Menteri Dalam Negeri bersama Pema Sekawasan. Belum lagi rangkaian pemira yang tak diramaikan kedua kandidat, hingga masalah internal KPU yang berlarutlarut. Bendahara sudah wisuda, Sekretaris Jenderal sedang pertukaran pelajar, Ketua tak tahu kabarnya hingga kini. Ya, siapa yang mau peduli kalau KPU sendiri

tak serius mengurusi pemira? Peserta pemira pun makin hari tak juga dewasa. Di situ gali lubang, di situ semuanya berkumpul. Sudah pemira baru berkoar-koar minta pemira dibatalkan. Dengan alasan yang klise—dan seharusnya bisa diantisipasi jauh-jauh hari sebelum pemira. Pemira kali ini batal karena memang seluruh elemen berkontribusi dalam menggagalkan pesta demokrasi kita. Waktunya Pema Sekawasan berembuk membahas pembentukan KPU ini. Jika memang ingin pemira terlaksana; tentu dengan KPU yang baru. Tentunya dengan sistem yang transparan dan demokratis dari awal pemilihannya. KPU juga harus mempertanggungjawabkan dana pemira yang ludes. Mau sampai kapan kita berlarut-larut tak punya presma? Kita tunggu langkah nyatanya, mahasiswa!!

suara redaksi Salam Jurnalistik! Setelah beberapa waktu yang lalu kami menyajikan produk Majalah SUARA USU Edisi 7, di penghujung Oktober ini beragam informasi seputar kampus dan kota Medan kembali kami hadirkan ke hadapan Anda. Dimulai dari polemik pelaksanaan inaugurasi di USU. Meliputi sejarah dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga kini USU punya peraturan baru tentang inaugurasi. Wakil Rektor I melarang keras kegiatan berbau inaugurasi meski diganti dengan nama yang berbeda. Namun, beberapa fakultas ternyata tetap melaksanakan inau-

gurasi karena dianggap penting. Sedangkan yang lainnya menurut pada peraturan. Baca laporan selengkapnya di rubrik Laporan Utama. Selanjutnya, di rubrik Laporan Khusus kami mengusut kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di bawah umur yang terjadi di Kota Medan. Diceritakan langsung oleh para korban untuk menjadi pelajaran bagi kita semua. Simak rubrik ini untuk mengetahui informasi selengkapnya. Tak hanya itu, ada yang menarik di rubrik Galeri Foto. Berisi beragam foto yang merangkum kegiatan latihan olahraga wushu. Kami abadikan langsung dari Yayasan Wushu Kusuma Indonesia yang ada di Jalan Plaju, Kecamatan Medan Area. Mampirlah ke halaman ru-

brik ini jika Anda belum kenal dekat dengan wushu! Berikutnya, kami ajak Anda jalanjalan ke daerah pengungsian korban Sinabung, Kawasan Relokasi Siosar. Dengan udara yang sejuk, dilengkapi pohon-pohon pinus, dan kuliner khasnya, daerah ini rencananya akan dijadikan daerah wisata. Event tahunan akan digelar demi menarik perhatian wisatawan. Untuk mengetahui cerita selengkapnya, silakan simak rubrik Podjok Sumut. Masih banyak informasi hangat dan menarik lainnya yang kami hadirkan dalam tabloid ini. Semoga kami dapat terus menyajikan dan memberikan yang terbaik untuk Anda. Selamat membaca! (Redaksi)

Pencurian Sepeda Motor Saya kehilangan sepeda motor di acara PIKM kemarin. Ketika melapor ke Satpam USU tidak ada usaha apa-apa dari pihak keamanan untuk membantu. Malah saya diminta melapor sendiri ke kantor polisi. Alasannya, karena saya parkir di samping pendopo dan itu bukan wilayah yang dijaga oleh satpam. Bagaimanapun, pendopo itu kan masih wilayah USU. Ajeng Hanifa Fakultas Hukum 2014

Corat-Coret di Dinding Mahasiswa FIB sering sekali mencoret-coret dinding. Padahal baru saja selesai dicat ulang beberapa waktu lalu. Saya mengerti mahasiswa banyak yang ingin menyampaikan aspirasi. Tapi caranya jangan dengan merusak aset USU. Uang pemeliharaannya juga berasal dari biaya kuliah mahasiswa. Abdul Hafiz Harahap Dosen Fakultas Ilmu Budaya

suara sumbang Dua Tahun Jokowi-Kalla menjabat Ingat janji-janjimu Lae! Korupsi di USU kemana pigi semua duit kita itu Bos?

ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU

konten

PERMAINAN | Anggota Pers Mahasiswa SUARA USU bermain permainan di Bumi Perkemahan Sibolangit, Minggu (16/10). Permainan ini merupakan salah satu rangkaian acara Refreshing dan Perayaan Ulang Tahun SUARA USU yang ke-21. TANTRY IKA ADRIATI | SUARA USU

suara kita laporan utama opini dialog ragam galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya riset resensi iklan momentum profil

2-3 4-7 8 9 10-11 12 13 14-15 16-17 18 19 20 21-22 23 24


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

kata kita

FOTO: Adinda Zahra Noviyanti DESAIN SAMPUL: Alfat Putra Ibrahim

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Wakil Rektor I Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Yulien Lovenny Ester Gultom Sekretaris Umum: Vanisof Kristin Manalu Bendahara Umum: Ika Putri Agustini Saragih Pemimpin Redaksi: Tantry Ika Adriati Sekretaris Redaksi: Retno Andriani Redaktur Pelaksana Arman Maulana Manurung Koordinator Online: Nurhanifah Redaktur Cetak: Nurmazaya Hardika Putri Redaktur Artistik: Alfat Putra Ibrahim Redaktur Online: Dewi Annisa Putri Reporter: Rahmad Alfiansyah Sinurat dan Rizka Ananda Aulia Fotografer: Adinda Zahra Noviyanti dan Maria Patricia Sidabutar Desainer Gra�is: M Rizky Afandy Pohan dan Retno Andriani Ilustrator: Alfat Putra Ibrahim dan Maria Patricia Sidabutar Pemimpin Perusahaan: Amelia Ramadhani Sekretaris Perusahaan: Muhammad Renu Fatahillah Manager Iklan dan Promosi: Suratman Desainer Gra�is Perusahaan: Ibrahim Husain Manager Sirkulasi dan Produksi Dina Mirdani Staf Perusahaan: Habibul Amin Kepala Litbang: Anggun Dwi Nursitha Koordinator Pengembangan SDM: Rizky Adrian Staf Pengembangan SDM: Desi Trisnasari Staf Kepustakaan: Naqya Assyifa Staf Ahli: Tikwan Raya Siregar, Firdha Yuni Gustia, Andika Bakti, Aulia Adam, Sriyanti, dan Ferdiansyah

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: www.suarausu.co Percetakan: Kevin’s Percetakan (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Momentum (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlangganan, Hubungi: 082388102715/082294181133 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 4000-7000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email suarausutabloid@ymail.com

J

Perlukah Kantong Parkir Induk? TEKS DAN FOTO: DINA MIRDANI

uni lalu USU membangun kantong parkir induk di depan Fakultas Hukum (FH). Kantong parkir induk ini dibangun untuk menampung kendaraan yang tidak tertampung di lahan parkir fakultas-fakultas yang muatannya tidak memadai. Juga diperuntukkan bagi fakultas-fakultas yang standar keamanan nya masih rendah, seperti FH, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), dan Fakultas Pertanian. Lahan di depan FH dipilih karena alasan estetika dan pemanfaatan lahan kosong. Apakah perlu dibuat kantong parkir induk? Berikut beberapa pendapat mahasiswa mengenai pembangunan kantong parkir induk di USU.

1.

suara kita 3

1.

ILUSTRASI: MARIA PATRICIA SIDABUTAR | SUARA USU

Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Kalau menurut saya jika penjagaannya bagus lahan parkir itu efektif karena lahan parkir di FISIP sendiri masih kurang memadai. Selain itu, kita bisa berkenalan dengan mahasiswa dari angkatan lain dan jurusan lain ketika sedang berada di kantong parkir induk. Tapi kurangnya kantong parkir induk ini jarak yang jauh dari FISIP. Sedangkan sekarang Bus Kampus sendiri konsistensinya masih kurang.

Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Nur Annisa — Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi 2013

Kalau menurut saya sih lebih baik lahan parkir induk dibangun di fakultas yang tidak memiliki lahan parkir memadai seperti Fakultas Pertanian (FP). Saya setuju dibangun lahan parkir induk jika rektorat menjamin keamanan setiap orang yang parkir di sana. Pembangunan lahan parkir induk juga bisa menjadi solusi masalah kekurangan SDM petugas keamanan di kampus kita.

1.

Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Bayu Sembiring — Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2014 Menurut saya sebenarnya kalau untuk FH dan FISIP perlu lahan parkir induk karena mahasiswa sering kemalingan. Selain itu lokasinya tidak terlalu jauh. Tetapi lahan parkir induk ini jaraknya terlalu jauh dari FP. Lebih baik di lapangan basket FP saja dibangun lahan parkir, karena jika ke FP mahasiswa terlalu jauh dari lahan parkir induk.

1.

Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Bening — Fakultas Farmasi 2015 Menurut saya kurang praktis dan lebih merepotkan mahasiswa karena jaraknya terlalu jauh. Kita harus berjalan berputar dulu ke pintu satu. Jika menggunakan fasilitas kampus seperti Bus Kampus nanti akan terlambat karena harus berdesakan dengan mahasiswa dari fakultas lain. Lebih baik diperketat saja keamanan masing-masing fakultas seperti penambahan penjaga keamanan.

1.

1.

Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Muntaqim Asbuch—Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi 2015 Menurut saya untuk FISIP dan FP perlu lahan parkir induk. Namun, FP itu lebih dekat ke jalan Tri Dharma jadi agak sulit aksesnya ke lahan parkir induk. Beberapa mahasiswa masuk kuliah pukul tujuh pagi seperti di FP, FF, dan FMIPA parkir di lahan parkir induk tidak memiliki akses ke kampus karena saat itu Bus Kampus belum beroperasi. Jika lahan parkir induk ini tetap dibangun sebaiknya sistem keamanannya ditingkatkan.

Yudishtira S Virdiawan – Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Ritonga Politik 2015 SaridanHabib – Fakultas Hukum 2016 Menurut saya FH memang kekurangan lahan parkir. Banyak mobil yang parkir di sepanjang jalan depan FH. Kalau dibuat untuk mahasiswa FISIP dan FP juga sangat tidak efisien. Mahasiswa FISIP yang nantinya parkir di sana akan jalan jauh ke fakultasnya. Meski ada Bus Kampus, pada beberapa waktu mahasiswa yang menanti Bus Kampus ramai dan banyak mahasiswa yang tidak kedapatan bus. Lebih baik perluas saja parkiran setiap fakultas yang kekurangan lahan parkir.


4 laporan utama Inaugurasi, Hidup Segan Mati Tak Mau SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

FOTO ILUSTRASI: ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

Koordinator Liputan: Muhammad Renu Fatahillah

Reporter : Amelia Ramadhani, Rizky Adrian, Adinda Zahra Noviyanti, dan Muhammad Renu Fatahillah

Inaugurasi,

Hidup Segan Mati Tak Mau Dahulu sebagai ajang kebersamaan, sekarang sebagai ajang balas dendam. Itulah inaugurasi. Muhammad Renu Fatahillah

M

alam itu kolam perpustakaan USU dipenuhi mahasiswa Program Studi Manajemen USU. Ratusan mahasiswa berbaris rapi tak berbaju. Mereka jongkok di pinggir kolam. Menanti giliran untuk dipanggil. “Buka mulut kau! Tutup mata! Kumasukkan cacing ini,” ujar salah satu panitia dengan lantang. Mereka merupakan mahasiswa baru di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)— dulu bernama Fakultas Ekonomi. Tahun 1978. Kala itu beberapa minggu usai pelaksanaan peneri-

maan mahasiswa baru (PMB). Raja Bongsu Hutagalung menjadi salah satu dari mahasiswa tersebut. Ia dipaksa menutup mata. Lalu diminta mengikuti instruksi panitia untuk memakan makanan yang disodorkan pada mulutnya. Bongsu tak takut. Tapi teman-temannya terlihat ketakutan. Bahkan ada yang menangis histeris karena enggan memakan ‘cacing’ tersebut. Padahal, itu bukan cacing sungguhan melainkan mie instan. Sementara di lain waktu, salah seorang teman perempuannya mendapat hukuman untuk membaca puisi. Bongsu memperagakan bagaimana teman satu angkatannya itu membaca puisi. “Bulan di atas kuburan.”

Mahasiswa diam sejenak, menanti kelanjutan lirik puisi teman Bongsu. “Udah, itu aja,” kata wanita sebaya Bongsu. Lantas semua mahasiswa tertawa menyaksikan kejadian itu. Bongsu pun ikut tertawa. “Iyalah, soalnya dalam keadaan gugup dan tak tahu apa-apa disuruh baca puisi,” tambahnya. Bongsu mengaku kejadian ini menjadi cerita lucu angkatannya ketika berkumpul setiap reuni. “Mana dia orang yang bulan di atas kuburan? Datang dia?” tambahnya sambil tertawa kembali. Dosen S1 Manajemen di FEB ini mengatakan bahwa kegiatan itu merupakan bentuk dari inaugurasi. Bongsu tak tahu pasti kapan inaugurasi ini mulai

ada di USU. Namun ketika ia masuk USU, inaugurasi telah menjadi kegiatan rutin setiap tahun ajaran baru. Menurut Bongsu inaugu-rasi dulu tidak banyak melibatkan kekerasan dan perbudakan. Kegiatannya hanya untuk melatih mental mahasiswa baru dan kekeluargaan antara senior dan junior. “Namanya dulu bukan inaugu-rasi, tapi pelonco,” sahutnya. Dosen yang sering mengenakan peci ini juga menjelaskan bahwa mahasiswa dulu tahan banting, karena rata-rata berasal dari desa. “Saya sendiri berasal dari kampong. Masuk ke sawah dan berendam di kolam itu sudah biasa, jadi saya nikmati saja,” tuturnya. Tidak ada keluhan selama inaugurasi, tujuannya hanya untuk menghibur. Hal ini karena panitia menerapkan sistem kekeluargaan yang begitu erat. Sehingga mahasiswa baru dulu tidak merasa terintimidasi. Kegiatan ini juga untuk meningkatkan solidaritas setiap angkatan. Ditambah lagi, saat itu

wakil dekan (WD) III tiap fakultas juga aktif terjun langsung ke mahasiswa. Seperti ikut serta dalam acara inaugurasi dan mengawasi setiap kegiatan mahasiswa. Sehingga jarang ada kegiatan mahasiswa yang melakukan tindakan semena-mena terhadap mahasiswa baru.

Namanya dulu bukan inaugurasi, tapi pelonco.

RIZKY ADRIAN I SUARA USU

Raja Bongsu Hutagalung Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Strategi ini berjalan mulus. Bongsu dan teman-temannya merasakan manfaat inaugurasi. Eufo-


Inaugurasi, Hidup Segan Mati Tak Mau laporan utama 5 SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016 ria yang ditawarkan oleh senior dan WD III saat itu berbuah manis. Mahasiswa antarangkatan menjadi dekat. Mahasiswa tak merasa dipaksa mengikuti kegiatan tersebut. Lagi pula, ada anggaran dari fakultas sehingga mahasiswa baru tak dipungut biaya sedikit pun. Mahasiswa baru juga dijamin terhindar dari kekerasan fisik. Seperti biasa, pelonco ini dilakukan selama seminggu di kampus USU. Firdayanti, Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) mengikuti inaugurasi yang dilaksanakan oleh fakultasnya tahun 2012 silam. Saat itu inaugurasi dilaksanakan selama tiga hari di Parapat. Selama di sana, banyak kegiatan aneh yang dilakukan seniornya. Waktu itu ia disuruh mencari foto hantu saat tengah malam. Mahasiswa dibariskan dan berjalan jongkok menuju posko panitia. Hal paling mengerikan bagi Firdayanti harus mencari foto tersebut di dalam sebuah lubang yang dibuat di antara satu posko dengan posko lainnya. “Hanya satu orang kemarin itu yang mendapatkan foto hantunya,” kenang Firda yanti yang akrab dipanggil Iin. Tidak hanya itu saja, mahasiswa kembali dibariskan untuk melakukan jurit malam. Panitia bercerita betapa angkernya lokasi inaugurasi mereka. Seluruh mahasiswa baru pun seakan terhipnotis dengan cerita tersebut. Akibatnya salah satu teman Iin kesurupan. Kegiatan jurit malam pun dihentikan selama bebe rapa jam. Setelah temannya sadar, jurit malam kembali dilanjutkan. Makian dan bentakan menjadi menu setiap hari. Banyak mahasiswa yang direndam ke dalam Danau Toba pada pagi buta. “Iya untuk menempah mental, tapi pakai cara yang bijak juga,” keluhnya. Sedangkan menurut Alda Tahir Parinduri, Mahasiswa Ilmu Sejarah 2011 mengatakan inaugurasi di fakultasnya dijadikan sebagai ajang balas dendam. Sikap ini sudah terjadi setiap tahunnya, yang membuat kekuatan senior dan alumni semakin besar. Hal ini membuat mahasiswa tak takut lagi kepada dosen melainkan takut kepada senior dan alumni. Pun, ia katakan mereka melakukan perpeloncoan karena pernah diperlakukan hal yg sama dan untuk kepuasan diri sendiri saja. Mereka juga merasa memiliki kesempatan untuk menunjukkan kesenioran-

nya, dengan cara memerintah mahasiswa baru dan harus tunduk kepada senior. “Tak ada alasan yang jelas mengapa hal ini terus dilakukan yang pasti hanya untuk kepuasan batin saja,” tegasnya. Hal ini membuat lingkaran balas den-

tuturnya. Pun, ia juga menentang kegiatan ini jika tetap dijadikan sebagai ajang balas dendam. Perlu mencari metode kreatif sebagai pengganti kegiatan inaugurasi dan harus ada kerja sama semua pihak. Menurutnya kegiatan

dam semakin membesar dan sulit untuk dihentikan. Banyak cara yang dilakukan pihak dekanat dan jurusan untuk menghentikan kegiatan ini, seperti memberikan sanksi kepada mahasiswa yang melakukan inaugurasi dan mengubah bentuk kegiatannya. Namun, tindakan ini terkendala karena kekuatan dari senior dan alumni sehingga mahasiswa dipaksa untuk menurutinya. Banyak mahasiswa senior yang merasa kegiatan ini penting dilakukan. “Tak

inaugurasi ini tidak ada manfaatnya, kecuali dapat berkenalan dengan teman seangkatan, senior dan alumni, juga momen-momen lucu saja. “Selebihnya kegiatan negatif,” tambahnya. Hal inilah yang menjadi momok buruk terkait inaugurasi di kalangan mahasiswa baru setiap tahunnya. Ketika Bongsu menjabat sebagai Pembantu Rektor III pada 2010, ia akhirnya memutuskan untuk melarang kegiatan pelonco di USU. Pada 2013 silam ia banyak menerima laporan dari beberapa fakultas, seperti terjadi pelecehan seksual yang dialami oleh salah satu mahasiswa baru yang menyebabkan trauma terhadap diri mahasiswa tersebut. Namun Bongsu tak begitu ingat ia berasal dari fakultas apa. “Banyaknya laporan, jadi saya lupa,” ungkapnya. Maka pada 2013 lalu Bongsu mengeluarkan surat edaran tentang larangan pengadaan inaugurasi. Surat edaran bernomor 6730/ UN5.1.R3/KMS/2013 ditujukan kepada Wakil Dekan (WD) III se-USU untuk meniadakan inaugurasi di tiap fakultas. Hal ini diharapkan dapat membuat mahasiswa

takut untuk melaksanakan kegiatan inaugurasi. Pihak universitas tidak akan bertanggung jawab jika masih ada yang melakukan inaugurasi. Menurut Bongsu saat ini inaugura-si dijadikan sebagai ajang pembalasan dendam

ILUSTRASI: ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU

Tak ada alasan yang jelas mengapa hal ini terus dilakukan, yang pasti hanya untuk kepuasan batin saja.

Alda Tahir Parinduri Mahasiswa Ilmu Sejarah 2011 tahu kapan kegiatan ini akan berhenti jika hanya satu pihak saja yang ingin mengehentikannya,” tegasnya. “Saya mengikuti ke giatan ini dan terus mengawasinya setiap tahun, jadi tahu perkembangannya,”

senior ke junior. Peristiwa ini seperti membentuk lingkaran sehingga akan terus berulang setiap tahunnya. Ketika menjadi mahasiswa baru Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) 2013 Handi Kusnaedi mengatakan surat edaran larangan inaugurasi sudah turun. Namun ia tetap mengikuti kegiatan yang diberi nama Family Gathering. Kegiatan tersebut berlangsung selama tiga hari dua malam, dimulai pada hari Jumat hingga Minggu. Se-sampainya di Samosir, semua mahasiswa baru dibentak dan diminta berjalan jongkok memasuki ruangan. Handi mengatakan pada saat itu ada tiga bagian yang dibentuk, pertama panitia yang diisi oleh mahasiswa angkatan 2011-2012, kedua Steering Committee (SC) diisi mahasiswa angkatan 2009-2010, dan ketiga Organizing Committee (OC). Ketika panitia memegang rundown acara, mahasiswa baru merasa aman. Tetapi saat rundown acara diambil alih oleh SC, mereka semua ketakutan karena bakal ada hukuman yang diberikan seperti keliling lapangan,

dibentak, jalan jongkok, atau push up. Sementara untuk mahasiswi diberi hukuman seperti lari keliling lapangan dan wajahnya dicoret-coret. Selama proses inaugurasi berlangsung, mahasiswa yang melawan akan dipaksa untuk memakan petai sebagai hukumannya. “Sebenarnya tupoksi SC adalah yang mengawasi, tapi malah melanggar rundown,” tuturnya. Ketika memasuki hari terakhir barulah seorang dosen beserta kepala jurusan turut hadir di dalam acara tersebut dan pada pukul dua pagi mereka membakar api unggun. Saat itu, para senior mengatakan semua rundown yang dijalankan sebenarnya adalah agenda setting mereka. Menurut Handi, saat keberangkatan tidak ada yang menduga bahwa kegiatan itu adalah inaugurasi karena nama kegiatan yang diubah menjadi Family Gathering. Meski sudah ada surat larangan dari rektorat, seniornya berani melaksanakan kegiatan ini karena ditanggungjawabi oleh kepala jurusan “Mahasiswa senior merasa tidak adil dan tetap melaksanakannya,” ujarnya. Saat ditemui di ruangannya pada Selasa 12 Oktober lalu, Bongsu mengaku meskipun surat edaran pelarangan inaugurasi sudah dikeluarkan, masih banyak WD III di beberapa fakultas seperti Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam dan FISIP yang menemuinya. Guna untuk berdiskusi terkait permintaan mahasiswa yang ingin tetap melakukan inaugurasi. Diskusi ini di-sambut baik oleh Bongsu. “Silakan laksanakan, asalkan ada perwakilan dosen atau WD III yang ikut serta dalam kegiatan dan bertanggung jawab,” jelasnya. Lagi pula, menurut Bongsu, sekarang ini masa-masa pembodohan itu sudah berlalu. inaugurasi dapat dilaksanakan dengan metode yang berbeda dan dilakukan dalam kampus. Surat edaran itu sudah bisa dievaluasi oleh semua WD tiap fakultas dan segera diganti yang baru. Sementara itu Handi setuju dengan diadakan inaugurasi jika kegiatannya hanya untuk melatih mental saja dan tidak ada kekerasan. Sedangkan Alda mengatakan inaugurasi harus diganti dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. “Kita sebagai mahasiswa harus memikirkan cara kreatif dan tidak melakukan pembodohan, apapun namanya,” tutupnya.


6

laporan utama

Inaugurasi: Budaya yang Dikekang SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

Inaugurasi: Budaya yang Dikekang

Adonda Zahra Novianti | SUARA USU

PENGHORMATAN | Mahasiswa baru sedang memberi penghormatan kepada senior dalam acara inaugurasi di Bumi Perkemahan Sibolangit, Sabtu (15/10). Dalam penghormatan mereka menyebut seniornya ratu dan raja di Kerajaan Teknik Industri. ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

Koordinator Liputan: Nurhanifah

Reporter : Rahmad Alfiansyah Sinurat, Rizka Ananda Aulia, Suratman, dan Nurhanifah Inaugurasi dilarang universitas karena takut menimbulkan perpeloncoan. namun masih didamba mahasiswa dengan alasan saling mengenal satu sama lain. Nurhanifah

H

ari Jumat, tepatnya 7 Oktober lalu, tiga bus pariwisata berwarna biru berbaris di belakang pendopo. Tepat di sebalah bus tampak mahasiswa perempuan dan laki-laki berkumpul sedang menandatangani daftar hadir. Usai tanda ta-ngan, mereka segera masuk menuju bus. Satu bus telah penuh, bus kedua terisi sebagian, dan bus ketiga masih kosong. Samosir tujuan mereka. Mereka bilang studi ilmiah. Terlihat janggal kepergian mereka. Terbukti, beberapa waktu kemudian, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Budi Agustino, didampingi Wakil Dekan (WD) II Heristina Dewi, dan WD III Ikhawanuddin Nasution memasuki ruang Wakil Rektor (WR) I dengan terburu-buru. Selang beberapa menit, Eko Yudhistira, Ketua Pengenalan Kehidupan

Bagi Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) USU 2016 menyusul masuk. Sekitar setengah jam mereka keluar. “Kita tadi rapat mengenai itu (inaugurasired), kita skors,” terang Rosmayati, WR I perihal skors mahasiswa Sejarah. Rosmayati berce-rita bahwa skors untuk mahasiswa FIB bukanlah skors yang pertama. Ada beberapa fakultas yang juga telah mendapatkan skors serupa. Seperti Fakultas Pertanian (FP), Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Perihal skors ini, Edi Sumarno, Kepala Program Studi (Prodi) Sejarah mengatakan tidak mengetahui perihal sanksi yang diberikan oleh WR I tersebut. Sebab, dekan FIB belum memberitahunya. “Pun, skors yang seperti apa nanti yang diberikan?” tanyanya. “Apakah diskors selama dua semester? Pasti ini akan berdampak bagi jurusan, apalagi akreditasi,” tegasnya. Edi menjelaskan, jika

memang rektorat mau membuat sanksi yang tegas, berikanlah sanksi yang mendidik. Bukan sanksi yang akan menggangu psikologi mahasiswa. “Kita ini berada di dunia pendidikan,” jelasnya. Selain itu, kegiatan yang dilakukan himpunan mahasiswa Sejarah (HIMIS) memang tanpa izin dari pihak jurusan. Edi pun sedikit kecewa. Lantaran, pihak jurusan sebelumnya telah memberikan solusi untuk hal ini. Dengan study tour sekitaran Medan. Tapi nampaknya solusi tersebut tidak diindahkan oleh HIMIS, pun akhirnya mereka melakukan kegiatan di Pulau Samosir. “Di Medan juga masih banyak tempat bersejarah, sebagai tempat belajar untuk mahasiswa Sejarah,” ungkapnya. Agung Simanjuntak, Mahasiswa Sejarah 2016 mengatakan kegiatan yang dilakukan oleh HIMIS adalah studi ilmiah. Kegiatannya sendiri disusun rapi mulai dari awal keberangkatan hingga tiba di Samosir. Kegiatannya meliputi; diskusi sejarah mahasiswa,

perkenalan sesama anggota HIMIS, permainan, dan kegiatan api unggun. “Itulah inti kegiatannya,” sebutnya. Bicara kegiatan yang bersifat fisik memang ada juga dalam kegiatan ini. Tapi kegiatan tersebut sekadar hukuman untuk peserta yang kalah dalam permainan. Pun, tidak lebih dari itu. “Yang kalah, jongkok sepuluh menit gitu,” jelasnya. Lain FIB lain halnya dengan FP. Rosmayati ceritakan perkara-sebabnya FP terkena skors. Kala itu, Mahasiswa FP mengadakan PKKMB lanjutan saat siang hari. Hal itu diketahui oleh Rosmayati. Ia langsung menuju FP. Perintahnya langsung untuk membubarkan seratus mahasiswa baru. Namun sayang, mahasiswa menolak. Maka sanksi langsung dikeluarkan. “Kita kasih kesempatan enggak mau, ya sudah,” terangnya dengan geram. Skors satu semester tepatnya. Masih dalam satu fakultas. Ada mahasiswa baru juga yang terlibat. Tapi, Rosmayati justru setuju. Persetujuannya juga bukan tanpa alasan.

Memang, beberapa minggu lalu, mahasiswa FP mengadakan kegiatan penanaman bibit pohon selama tiga hari dua malam tepatnya 2325 September. Di luar USU. Rosmayati mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari institusi. Pimpinan fakultas beserta dosen juga ada dalam acara ini. Sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak selayaknya, seperti; perpeloncoan dapat ditanggungjawabi langsung oleh pimpinan fakultas sebagai pemantau kegiatan mewakili universitas. Jadi, hal-hal negatif tidak mungkin diterima oleh mahasiswa baru. Kegiatan ini diamini oleh Wakil Dekan III FP Tavi Supriana. Penanaman bibit pohon dilakukan di Perkebunan Tambunan A, Kabupaten Langkat yang merupakan kebun plasma nuftah untuk tanaman karet. Tak hanya sekadar menanam, nantinya mahasiswa wajib memeriksa tanaman sebagai bahan penelitian. “Jadi kegiatannya


Inaugurasi: Budaya yang Dikekang SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

berkelanjutan,” terangnya. Namun, menurut Edi perizinan ini melanggar peraturan yang ditetapkan oleh universitas. Peraturan yang dimaksud adalah pelarangan pengadaan kegiatan yang melibatkan mahasiswa baru selama enam bulan terhitung setelah pelaksanaan PKKMB. Pun, dalam peraturan diterangkan bahwa pengadaan inaugurasi atau kegiatan dengan nama apa pun yang melibatkan mahasiswa baru tidak akan diizinkan. Bagi yang melaksanakan akan dikenakan sanksi akademik. Menurutnya kehadiran WR I dalam acara tersebut merupakan pemberian contoh yang tidak baik. “Mana eksistensi dari penegakan aturan itu?” tanyanya. Pada akhirnya jika ada mahasiswa-mahasiswa dari fakultas lain yang melaksanakan kegiatan melibatkan mahasiswa baru, menurutnya pihak universitas seharusnya tak perlu bertanya penyebabnya. Sebab, mahasiswa mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Mahasiswa FP. Terkhusus mahasiswa Prodi Sejarah, mereka merasa cemburu atas perizinan kegiatan tersebut. Konsep baru ‘Inaugurasi’ Peraturan rektor, Inaugurasi dilarang. Penyebabnya, semua himpunan mahasiswa departemen melakukan perubahan besar-besaran dalam konsep dan nama dalam kegiatan inaugurasi sebagai dalih perizinan kegiatan. Seperti halnya di Departemen Ilmu Komunikasi, mereka sebut Communication Gathering (Comgath). Fatma Wardi Lubis, Kepala Depertemen Ilmu Komunikasi mengatakan, kegiatan Comgaht ini tidaklah melanggar aturan rektor. Sebab, kegiatannya dilakukan di dalam kampus. “Tidak sama seperti tahun-tahun lalu,” terangnya. Nantinya, kegiatan ini didampingi Fatma sebagai kepala departemen dan juga dosen lainnya. “Jadi, pengawasan tetap terjaga,” terangnya dengan senyum. Rosmayati menuturkan bahwa peraturan mengenai pelarangan inaugurasi berlaku sampai saat ini. Namun, jika mahasiswa baru merasa kegiatan PKKMB dinilai masih kurang untuk memperkenalkan universitas dan fakultas maka universitas memberikan izin kegiatan dengan syarat diketahui pihak fakultas bersangkutan. Mahasiswa baru juga boleh

memilih kegiatan yang diadakan di USU atau di luar USU. Jika dilakukan di USU kegiatan harus dilakukan dari pagi hingga sore hari. Tidak diperbolehkan untuk menginap. Namun jika dilakukan di luar USU pimpinan fakultas, seperti dekan dan wakil dekan, kepala prodi, dan dosen diwajibkan untuk ikut dalam kegiatan tersebut. “Yang pen ting kegiatannya mendidik dan diawasi,” terangnya. Ikhwan katakan perizinan mengenai acara di luar dengan dampingan dekan dan dosen belum ada ia dengar. Pun, menurutnya perlu sosialisasi lebih lanjut dalam bentuk surat kepada setiap dekan fakultas. Sampai saat ini pihaknya terus menyosialisasikan bahwa acara yang melibatkan mahasiswa baru dilarang. Jika ketahuan akan dilaporkan ke pihak universitas. Jika mahasiswa sejarah

Yang penting kegiatannya mendidik dan diawasi.

VANISOF KRISTIN MANALU I SUARA USU

Rosmayati Wakil Rektor I pergi tanpa izin. Ikatan Mahasiswa Teknik Industri (IMTI) justru pergi dengan izin. Mereka adakan Outbond and Night Gathering yang melibatkan mahasiswa dan dosen. Ketua IMTI Iyel Syahputra Ginting berujar kegiatan ini diadakan selama tiga hari dua malam di Sibolangit. Sadar akan peraturan pelarangan acara yang melibatkan mahasiswa baru, ia adakan audiensi dengan beberapa dosen yang akan mendampingi kegiatan tersebut. Iyel sampaikan setelah pelaksanaan kegiatan ia sempat dihubungi mahasiswa dari Program Studi Biologi. Mereka mempertanyakan bagaimana IMTI bisa melaksanakan kegiatan tanpa mendapatkan sanksi skors. “Mereka

ditelepon Kepala Prodi diminta pulang dan sudah disiapkan surat skors pada Senin depannya,” ceritanya. Tak hanya itu, Prodi Teknologi Informasi juga sempat terdengar akan mendapatkan skors. Hanya saja hingga saat ini belum ada yang mengabari Iyel perihal skors. Ia jelaskan bahwa IMTI telah mendapatkan izin. “Kalau tidak izin kan jelas mereka yang salah,” terangnya. Pihaknya telah siapkan proposal terebih dahulu, lantas mempersentasikan kegiatan yang akan mereka adakan. Segala konsekuensinya pun siap mereka terima. Ada tujuan untuk menjadikan antar mahasiswa keluarga dan membuat mahasiswa baru berani menyuarakan kebenaran. Rahmi M Sari, Staf Pengajar Teknik Industri membenarkan itu. “Ketika bilang mereka sanggup, berarti mereka berani mempertaruhkan nyawa mahasiswanya,” terangnya. Namun kesanggupan itu tetaplah butuh pembuktian, untuk itulah Rahmi sebagai dosen pendamping hadir dalam acara tersebut. Gunanya jika terjadi kekerasan fisik terhadap mahasiswa baru, dosen bisa mengambil tindakan untuk langsung membubarkan acara. Pun, hingga acara selesai tak ada kekerasan fisik yang terjadi. Menurutnya apa yang diaudiensikan oleh panitia sesuai dengan kegiatan saat acara. Ovie Claudia Syadhi, Mahasiswa Teknik Industri mengungkapkan kegiatan seperti ini diperlukan untuk menyatukan mahasiswa, serta menimbulkan rasa kekeluargaan. Ia akui awalnya sempat khawatir, namun karena telah memiliki izin ketakutan itu luntur. Selama kegiatan me-reka diajak untuk melakukan kerja sama antarmahasiswa. Tak ada kekerasan yang ia alami, hanya bentakanbentakan dalam suatu kasus dalam sebuah permainan yang mereka rasakan. “Ini bertujuan agar kita (mahasiswa—red) dapat memberikan keputusan di bawah tekanan,” terangnya. Menurutnya kekerasan yang ditakutkan oleh universitas merupakan hal yang wajar. Jika ada pengawasan dari pihak fakultas tentu hal ini bukanlah masalah. Kegiatan seperti ini menurutnya diperlukan, sebab sebagai mahasiswa dibutuhkan mental yang kuat.

laporan utama 7 Inaugurasi di Mata Mahasiswa Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 384 mahasiswa, terdiri atas 41,7 persen laki-laki dan 58,3 persen perempuan. sampel diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proposionalitas di setiap fakultas dengan tingkat kepercayan 95 persen dan sampling error 5 persen. Jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU.

Apakah Anda pernah mengikuti inaugurasi?

Apakah inaugurasi penting bagi Anda?

Apa manfaat inaugurasi menurut Anda?

Apakah Anda setuju atau tidak setuju adanya inaugurasi di fakutas atau prodi Anda?


8 opini

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

Apa yang Harus Dibayar Mahasiswa?

Janter Ronaldo Purba Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2012 ILUSTRASI: MARIA PATRICIA SIDABUTAR | SUARA USU

M

embaca berbagai peraturan tentang pendidikan tinggi tentulah hal yang melelahkan bahkan membosankan. Banyak halamannya bukan main, coy. Tetapi keluhan teman-teman tentang banyaknya biaya yang harus mereka bayar selain uang kuliah tunggal (UKT)— alias pungutan liar (pungli)— mendorong saya melakukan hal ini. Nah, berbagai argumen di sini akan bersifat normatif atau sesuai dengan hukum yang tertulis. Supaya langsung berhubungan dengan judul di atas, mari langsung membahas Undang-Undang Pendidi-kan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012. Pasal 83 Ayat 1 menyatakan bahwa ‘Pemerintah menyediakan

MARIA PATRICIA SIDABUTAR | SUARA USU

standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi secara periodik dengan mempertimbangkan: a. capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi; b. jenis Program Studi; dan c. indeks kemahalan wilayah. Baca juga yang ini, Ayat 2; Standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk PTN. Ayat 3 berbunyi ‘Standar satuan biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar oleh PTN untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh Mahasiswa.’

dana Pendidikan Tinggi yang Dari pasal tersebut kita dialokasikan dalam APBN.’ mendapat kesimpulan kedua, yaitu Pasal 89 ayat 1 menyatakan mahasiswa ‘hanya’ berkewajiban ‘Dana Pendidikan Tinggi yang menanggung atau membayar bersumberJalan dariUniversitas APBN dan/atau biaya operasional. Artinya tidak No 32B, Kampus USU, APBD sebagaimana berkewajiban Padang Bulan,dimaksud Medan, Sumatera Utara menanggung biaya dalam Pasal 83 dialokasikan untuk: dosen, biaya tenaga kependidikan, a. PTN, sebagai biaya operasio-nal, biaya investasi, dan biaya @suarausu dosen dan tenaga kependidikan, pengembangan. suarausutabloid@ymail.com serta investasi dan pengembangan.’ Kita balik lagi ke Pasal 76 Ayat 3 suarausuonline@ymail.com Dari isi pasal di atas, tidak salah yang menyatakan ‘Perguruan Tinggi 081269813545 kan kalau kita berkesimpulan atau penyelenggara Perguruan bahwa biaya operasional itu Tinggi menerima pembayaran yang berbeda dari dosen,SUARA biaya USU ikut ditanggung oleh Mahasiswa Persbiaya Mahasiswa @SUARAUSU tenaga kependidikan, biaya untuk membiayai studinya sesuai investasi dan biaya pengembangan. dengan kemampuan Mahasiswa, Itu Redaksi kesimpulan orang tua Mahasiswa, atau menerima pertama. tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksi-pihak Kemudian kita balik Pasal 88foto dan yang membiayainya.’ mal 3500-7000 karakter. Tulisanke harus disertai identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. 1; Tulisan yang telah masuk menetapkan menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan imbalan. Ayat Pemerintah Sehingga dimendapat atas kertas,

SURAT DAN PENDAPAT

kesimpulan di atas cukup kiranya untuk menjawab judul sekaligus pertanyaan utama di artikel ini. Namun, bagaimanakah penerapannya di USU? Kita coba ulas secara singkat. Untuk PTN-PTN, pasal-pasal di atas kemudian diterjemahkan menjadi skema Uang Kuliah Tunggal. Sejak 2013, seluruh PTN di bawah Kemendikbud—sekarang Kemenristekdikti—mulai menerapkan sistem pembayaran UKT. UKT sendiri adalah bagian dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang ditanggung oleh mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Pada 30 Agustus lalu, Persatuan Orang tua Mahasiswa (POM) Fakultas Kedokteran (FK) USU mengadakan pertemuan yang intinya meminta ‘sumbangan’ tapi wajib dari masingmasing orang tua mahasiswa minimal empat juta per orang. ‘Sumbangan’ ini nantinya akan digunakan untuk membangun kantin, lapangan futsal, dan bantuan untuk kegiatan mahasiswa. Biaya untuk kantin dan lapangan futsal jelas merupakan biaya investasi seperti definisi pasalpasal di atas. Itu bukan bagian dari biaya operasional yang memang harus dibayar oleh mahasiswa atau pihak yang membiayainya. Tapi kenapa pihak FK USU memaksakan hal tersebut kepada mahasiswa? Jelas dong ini pelanggaran. Jelas dong ini pungli. Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) persoalan serupa

juga terjadi. Liburan semester pada Juli-September lalu dijadikan oleh kampus menjadi momentum pelaksanaan praktek kerja lapangan bagi mahasiswa Angkatan 2013 FISIP USU. Nah, yang menjadi masalah adalah kampus coba-coba mengutip lagi uang tambahan dari mahasiswa dengan berbagai kemasan. Ada istilah ‘biaya kebersihan gedung’, ‘uang insentif untuk dosen’, ‘uang makan dosen di seminar’ dan lainlain. Sekali lagi, itu jelas-jelas bukan biaya operasional mahasiswa. Kenapa mahasiswa harus membayar itu? Kenapa mahasiswa harus kena pungli? Di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, kita bahkan akan menemukan pola pungli yang berbeda. Walaupun sudah membayar UKT, mahasiswa D3 Metrologi Angkatan 2013 yang akan menempuh sidang dan wisuda tetap dimintai uang untuk membayar kegiatan tersebut. Tidak ada bedanya dengan Angkatan 2012 yang tidak membayar UKT! Nah, di mana letak punglinya? Dalam definisi BKT sudah jelas dinyatakan bahwa keseluruhan biaya operasional yang terkait langsung dengan mahasiswa. Pastilah biaya wisuda dan biaya sidang termasuk dalam hal itu. Jadi dengan mengutip biaya itu dari mahasiswa di luar skema UKT sama dengan menyuruh mahasiswa untuk membayar hal yang sama sebanyak dua kali dan sama dengan pungli. Masihkah kita mau mendiamkan ini?


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

dialog 9

Visit Barusjahe 2017 Gebrakan Pariwisata Lokal

DOKUMENTASI PRIBADI

Biodata: Nama: Wasit Ginting

Tempat dan Tanggal Lahir: Barusjahe, 28 Juni 1974

Pekerjaan: Dosen Koordinator Visit Barusjahe 2017

Pendidikan: SD Negeri Barusjahe 1996 SMP Negeri Tigajumpa 1989 STM Negeri Berastagi 1992 D3 Matematika UNIKA ST Thomas 1997 SI Teknik Informatika STMIK Sisingamangaraja XII 2000 S2 Magister Ilmu Komputer UGM 2007

M

elalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 49 tahun 2016 tentang peningkatan pariwisata, presiden telah menetapkan sepuluh destinasi wisata baru di Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lewat pariwisata. Di dalammnya termasuk membentuk Daerah Otonomi Danau Toba (DODT). Salah satunya termasuk kabupaten karo, Desa Barusjahe. Untuk kali pertama maka dibuatlah kegiatan Visit Barusjahe 2017. Simak wawancara reporter SUaRa USU Vanisof Kristin Manalu dengan koordinator Visit Barusjahe 2017 Wasit Ginting.

Apa itu Visit Barusjahe 2017? Visit Barusjahe adalah kegiatan yang dibentuk untuk mengajak para wisatawan domestik dan mancanegara berkunjung ke Desa Barusjahe di Kabupaten Karo. Merupakan salah satu potensi daya tarik yang langsung berdampak dengan masyarakat secara langsung lewat berbagai kegiatan yang akan dilakukan. Nantinya kegiatan ini juga menjadi wisata alternatif bagi wisatawan untuk mencari suasana baru dan berbeda dari rutinitas seharihari. Direncanakan acara ini akan buka mulai bulan Mei 2017.

Apa tujuan diadakannya Visit Barusjahe 2017? Tentunya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan potensi seni, budaya dan pertanian Desa Barusjahe. Saya berharap melalui kegiatan Visit Barusjahe ini diharapkan mampu meningkatkan apresiasi terhadap pengembangan Barusjahe dan menjadi salah satu contoh dan dapat memotivasi masyarakat di berbagai daerah lainnya untuk sama-sama mengembangkan pariwisatanya. Bagaimana sistem pengaplikasian acara ini?

Sistem pengaplikasiannya bisa dengan memberdayakan potensi seni, alam pun pertanian. Banyak potensi yang dapat dikembangkan oleh masyarakat setempat seperti memanfaatkan mata air Sumbul Batu Lige, Geleri Miniatur Barus Rumah Sigedang, Galeri Pahat, dan Ukir Barus Rumah Sigedang, Sungai Badi Gulan, Rumah Sibayak Barusjahe. Pun, ada hal yang menarik seperti akan membuat Lembah Seribu Bunga. Jadi semua jenis bunga akan ditemukan di desa ini nantinya.

Bagaimana proses sosialisasinya, baik untuk masyarakat setempat atau wisatawan? Untuk sosialisasi sendiri masyarakat belum banyak yang me ngetahui dan memahami apa itu DODT tersebut, jadi harus memberikan pemahaman dulu kepada masyarakat. Pun dengan Pemerintah Kabupaten yang kurang gencar menyosialisasikannya. Namun saya dari perkumpulan Aron Barusjahe Simalem sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat langsung ataupun lewat media sosial.

Bu-nga dan lainnya. Acara dimulai dari 25 Juni 2016 hingga acara puncaknya yaitu pada Mei 2017. Dalam acara puncak nanti juga menampilkan beragam pergelaran budaya dan kesenian dari berbagai kalangan.

Apa saja kendala yang dihadapi dalam mewujudkan acara tersebut?

Selain sosialisasi yang kurang, kendala lain yang ditemukan adalah bahwa masyarakat belum seiya sekata dalam memberdayakan potensi desanya. Masyarakat belum Kenapa Desa Barusjahe yang di- menyadari bahwa desanya memipilih untuk dijadikan sebagai liki banyak kelebihan baik dari sisi sejarah, seni maupun alam. tempat kunjungan wisatawan? Jiwa Aron atau komunias maDesa Barusjahe memiliki syarakat yang dibentuk secara segudang keistimewaan yang cu- sukarela untuk saling membantu kup menarik untuk dikunjungi. antar anggotanya sudah pada titik Barusjahe merupakan salah satu terendah. Salah satu contoh yang Sibayak dari lima Sibayak di Ka- bisa dilihat dari kurangnya kesadabupaten Karo. Dulu pada masa ran aron tersebut adalah rusaknya pemerintahan Belanda terdapat jalan menuju lahan pertanian selima Sibayak (kerajaan di Karo) hingga tidak dapat diakses oleh salah satunya Barusjahe. Selain kendaraan. itu PANDE (ahli—red) Barusjahe Padahal dulu jalan tersebut susudah dikenal sebagai penghasil dah bagus dibuat oleh pemerintah. produk kerajinan tangan seperti Sangat kurang kesadaran untuk pahat, ukir, miniatur dan Mbayu merawat. (anyaman—red). Apa harapan ke depannya setelah acara ini selesai? Apa saja rangkaian acaranya? Dalam kegiatan Visit Barusjahe akan dibuat rangkaian acara seperti pementasan Seni Sanggar Perlanjasira secara langsung dan Pameran Lukisan Geleri Barus Jambur Lige yang akan dilaksanakan pada Juni lalu di Rumah Sibayak Barusjahe dan Pembuatan Taman Bunga menggunakan media bambu sepanjang lima ratus meter di Lembah Seribu

Melalui acara ini masyarakat secara luas mau berkunjung ke Desa Barusjahe untuk melihat, belajar dan menggali potensi seni, budaya, sejarah, dan alam Desa Barusjahe. Dulunya Aron yang membangun rumah-rumah adat karo, membangun jalan, irigasi, jambur dan sebagainya. Dengan adanya kegiatan ini jiwa Aron mau dibangkitkan lagi lewat kegiatan Visit Barusjahe 2017. IKLAN


10 ragam

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

USU Batal Punya Presma 2016 Adinda Zahra Noviyanti

Pemilihan Umum Raya (Pemira) sudah terselenggara. Dana habis puluhan juta. KPU belum juga berhasil melahirkan Presiden Mahasiswa.

R

osmayati baru saja selesai makan siang. Ia memegang telepon genggam miliknya lalu menghubungi salah satu kontak di layar ponsel. “Itu anak-anak KPU (Komisi Pemilihan Umum—red) dihubungi enggak diangkat-angkat,” sahut Wakil Rektor I USU itu. Sudah dua bulan lebih ia menghubungi Ketua dan Bendahara KPU tapi keduanya tak merespon. Mendapat balasan dari anggota Hubungan Masyarakat KPU Irdha, Rosmayati meminta semua anggota KPU menjumpainya esok pagi pada Rabu, 5 Oktober lalu. Ia menyayangkan tak satu pun anggota KPU menjumpainya. “Kalau mereka tidak LPJ-an bisa saja dikenakan sanksi akademik,” ujarnya. Pun, LPJ KPU belum juga sampai ke WR I. Padahal Rosmayati telah meminta Hindun memberikan surat panggilan kepada semua anggota KPU untuk segera menjumpai Rosmayati. Ia ingin menanyakan dana pemira sebesar Rp 35 juta yang diberikan kepada KPU USU. “Saya mau ada pemira melanjutkan tahap pemungutan suara yang tertunda,“ tegasnya. Syahrul Rozi Panjaitan, Koordinator Logistik KPU membenarkan sulitnya menghubungi anggota KPU. Apalagi mempertemukan sebanyak 36 anggota KPU. Sebab badan pengurus harian (BPH) KPU tak pernah lagi terlihat di kampus. “Bendaharanya sudah wisuda, sekjennya lagi pertukaran mahasiswa ke Makassar, ketuanya sama sekali enggak tahu keberadaannya,” ungkapnya. Ia pun mengakui tidak tahu banyak

Korupsi

soal LPJ KPU USU, karena bagian logistik telah selesai sejak lama. Saat berkoordinasi dengan Bendahara KPU lewat Whats App Rozi bilang LPJ sedang dalam proses pengerjaan. Masih ada kekurangan di bagian laporan keuangan. Rozi pun tak dapat memastikan kapan Bendahara KPU akan menyerahkan LPJ tersebut. “Secepatnya akan diselesaikan,” ujar Rozi pada Rosmayati. Selain itu, Rozi menjelaskan tidak mungkin lagi pemira dengan sisa anggaran sekitar Rp 2 juta. Apalagi SK KPU sudah tak berlaku lagi sejak akhir September lalu. Menurutnya juga tuntutan WR I untuk meminta pemira ulang dengan sisa dana yang sedikit tidak rasional. Rozi khawatir malah akan terjadi kisruh lagi. “Terpaksa tahun depan lah baru ada pemira lagi, baru bisa ada anggarannya lagi kata Buk Ros,” jelasnya. Kerut wajah Rozi berubah saat ditanyai mengenai dana yang sudah habis. Menurutnya sangat mustahil jika anggota yang mengembalikan. Toh, kegagalan pemira pada 19 Mei lalu bukan seluruhnya salah KPU. “Kalau tidak rusuh pemira lalu sudah ada presma (presiden mahasiswa—red) kita,” katanya. Calon Presma dari Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) Bhineka Purnomo ingin KPU mengadakan lagi pemira. Itulah konsekuensi menjadi KPU. Apa pun yang terjadi pelaksanaan pemira merupakan tanggung jawab KPU. Purnomo menyayangkan lamanya KPU memberikan LPJ ke rektorat. Sebab sebenarnya pemira telah usai sejak empat bulan lalu. Menurutnya KPU harus segera membuat langkah bijak. Pengajuan proposal bisa dilakukan untuk menambah kekurangan dana sebelumnya. “Makanya jangan sepele,

Uang USU Raib Miliaran Rupiah Rizky Adrian dan Desi Trisnasari Korupsi USU membuat kerugian miliaran rupiah. AKHIR minggu kedua Oktober tepatnya pada 14 Maret Gedung Magister Manajemen terlihat sepi. Siang itu hanya ada seorang satuan pengamanan sedang duduk berjaga sambil meminum kopi. Prof Darwin Sitompul keluar dari salah satu ruangan gedung. Ia baru saja selesai mengajar. Kakinya bergerak cepat meninggalkan kelas. “Saya tidak mau berkomentar tentang hal ini,” katanya saat disinggung mengenai kasus korupsi pegawai Magister Manajemen beberapa waktu lalu. Menurut Prof Darwin, kasus ini sudah tidak etis lagi ditanggapi olehnya karena sudah sampai pada tahap sidang di pengadilan. Kepala Program Studi Magister Manajemen itu enggan berkomentar lebih banyak lagi.

“Saya tidak mau berkomentar tentang hal ini, kasus ini sudah dipersidangan, tidak etis jika saya berkomentar tentang hal ini lagi.” Perihal korupsi Magister Manajemen USU saat ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Saat ini sudah ada dua nama yang tersangkut kasus ini, Desi Nurul Fajar dan Binca Wardani Lubis. Dalam praktiknya mereka meminta mahasiswa melakukan pembayaran uang kuliah dan Dana Kelengkapan Akademik (DKA) secara langsung, dan memberikan bukti pembayaran berupa kwitansi sejak 2009-2011. Tapi jumlah uang yang disetor kepada USU tidak sesuai dengan kwitansi pembayaran. Setelah penyetoran uang kuliah dan DKA pada 2009-2014 jumlahnya tak mencapai 14 miliar. Negara rugi sebanyak 6 miliar. Kepala Subseksi Hubungan

minimal ajak diskusi, kasih bukti otentik berapa banyak dana habis,” paparnya. Purnomo masih ingat ketika ia mencalonkan diri pada pemira lalu. Dirinya dan KAM Bhineka telah mendaftar ke KPU tepat waktu. Berbeda dengan KAM lain yang batal ikuti pemira karena terlambat. Meski telah menjadi calon presma ia merasa KPU memang tidak legal. Akibat dari pengunduran diri Anhar Ismail sebagai Ketua KPU

Kalau tidak rusuh pemira lalu sudah ada presma (presiden mahasiswa—red) kita.

ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

Syahrul Rozi Panjaitan Koordinator Logistik KPU saat itu. “Tidak ada diatur juga di dalam Tata Laksana Ormawa atau Petunjuk Pelaksanaan,” tambahnya. Yusmar Alkholidi calon presma dari KAM Rabbani mengatakan pentingnya presma. Kalau tidak ada presma maka tidak ada alur koordinasi yang jelas. Gubenur sekawasan hanya bisa Masyarakat KEJATISU Yosgernold Tarigan memaparkan kasus ini sudah sampai di pengadilan dan sudah menjalani sidang perdana di ruang Cakra I Tipikor Medan pada Kamis, 14 Juli 2016 lalu. Kemudian sidang tuntutan dilaksanakan pada 12 Oktober 2016. Selanjutnya memasuki agenda pledoi (pembelaan) yang akan dihadiri oleh kedua tersangka dan sidang terakhir akan berlangsung pada Kamis 27 Oktober 2016 dengan agenda vonis. Yosgernold juga menjabarkan ada kasus korupsi lain yang membelit USU, yaitu kasus korupsi di Fakultas Farmasi (FF) dan Program Studi (Prodi) Etnomusikologi yang berlangsung pada 2010. Pun, kasus ini sudah memasuki vonis pada 29 Juli 2015. Ia paparkan awalnya FF dan Prodi Etnomusikologi mendapatkan dana sebesar 30 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2010 dan ditambah 15 miliar untuk proyek lanjutan. Sehingga total dana sebesar 45 miliar, dengan rincian FF 25 miliar dan Prodi Etnomusikologi 20 miliar Ketika pelaksanaan diterapkan, terdakwa tidak melakukan pengecekan

membuat kegiatan mahasiswa sendiri. “Siapa yang memimpin mahasiswa?” tanyanya. Kinerja KPU tak maksimal. Hal tersebut karena masalah internal dan eksternal KPU. Ketua KPU yang mengundurkan diri menjadi masalah internalnya. Juga mahasiswa yang protes kepada KPU menjadi tekanan besar bagi KPU. “Tapi mereka harus profesional dalam pelaksanaan pemira,” ujar Yusmar. KPU juga harus segera LPJ-an. Permasalahan di KPU dan penyebab kegagalan pemira pun harus segara dilaporkan ke WR I. Berbeda dengan Purnomo, Yusmar menyarankan dibentuk KPU yang baru. Gubernur sekawasan USU memnunjuk Koordinator Pema (Pemerintahan Mahasiswa—red) Sekawasan membentuk struktur KPU baru atau memperpanjang SK sesuai kesepakatan untuk menyelenggarakan pemira ulang. “Berarti harus ada kerja sama lagi dengan rektorat,” katanya. Rozi juga menjadi saksi kisruh pemira pada 19 Mei lalu. Saat itu banyak yang protes menanyakan legalitas KPU USU maupun KPU fakultas. Hampir di beberapa fakultas rusuh karena ada kelompok yang ingin menghentikan pemira. “Pemira USU batal,” ungkapnya. Menurut Rozi setelah KPU nanti menyerahkan LPJ sebaiknya dibentuk lagi KPU yang baru. Sangat mustahil apabila dilanjutkan tahap pemungutan suara yang gagal kemarin. Ditambah lagi dengan masa jabatan KPU USU yang sudah berakhir. “Malah akan mengulang kegagalan pemira lagi kalau dilanjutkan dengan KPU yang sama,” tutup Rozi.

harga dan memeriksa barang, sehingga menimbulkan kerugian kepada negara. Menurut laporan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan pada 13 Oktober 2014, ditemukan kerugian sebesar Rp. 10.462.944.777 dalam pengadaan pelaratan FF dan kerugian Rp. 3.226.814.413 pada pengadaan peralatan Prodi Etnomusikologi. Jika ditotalkan kerugian yang dialami negera sebesar Rp. 13.689.759.190 miliar. Pun, dalam kasus ini telah ditetapkan lima orang terdakwa yaitu, Prof Sumado Hadisahputra selaku Dekan FF, Hasrul Ketua Panitia Pengadaan Barang, Suranto selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan, Siti Ombun Purba dari PT. Hulbert Jaya, Elisnawaty Siagian Direktur PT. Marell Mandiri Prof Sumado divonis 2 tahun, denda 50 juta dan subsider 1 bulan kurungan. Kedua, Hasrul divonis 2 tahun 8 bulan, denda 50 juta, subsider kurungan satu bulan dan wajib membayar uang pengganti sebesar 50 juta subsider 2 bulan. Ketiga, Suranto divonis 2 tahun 8 bulan, denda 50 juta, subsider 1


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

ILUSTRASI: MARIA PATRICIA SIDABUTAR | SUARA USU

bulan kurungan dan wajib membayar uang pengganti sebesar 10 juta subsider 2 bulan. Keempat, Siti Ombun Purba dari PT. Hulbert Jaya divonis 2 tahun, denda 50 juta dan wajib membayar uang pengganti 60 juta subsider 2

bulan kurungan. Kelima, Elis tidak ditahan karena sedang menyusui, beliau hanya dikenakan tahanan kota 1 tahun 6 bulan, denda 50 juta subsider 1 bulan dan wajib membayar uang pengganti 60 juta dengan subsider 2 bulan. Jika dihitung total kerugian negara sejak tahun 2014 semenjak kasus dibawa ke ranah hukum sampai tahun 2016, angka kerugian keseluruhan berjumlah Rp19.689.759.190 miliar. Yosgernold ungkapkan untuk pencegahan dan meminimalisir terjadinya kasus korupsi sudah dibentuk Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) pada

Rumah Dosen

Tak Sesuai Fungsi Rahmad Al�iansyah Sinurat dan Suratman Penyalahgunaan rumah dosen lumrah terjadi. Rektorat tak gerak cepat menuntaskannya. Satu lagi benang kusut di kampus USU.

TERLIHAT sebagian rumah dosen tampak sederhana, sebagian juga tampak lebih mewah dari yang lainnya. Suasana sepi pun tak jarang membuat rumah dosen yang berada di lingkungan USU tampak tak berpenghuni. Tepat di Jalan Dr Sofyan Nomor 28, depan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), terlihat seorang mahasiswa keluar dari salah satu rumah dosen. Tampak dari luar rumah dosen sebuah plang yang bertuliskan ‘Menerima anak kos wanita muslim’ serta tertera juga nomor kontak pemiliknya. Tulisan tersebut ditujukan kepada mahasiswa yang ingin mencari rumah indekos terkhusus bagi mahasiswa baru. Sementara itu berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 76 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Rumah Negara di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional terdapat beberapa larangan bagi penghuni rumah negara. Di antaranya dijadikan sebagai tempat usaha. Jelas alih fungsirumahdinasdosenmenjadi tempat indekos telah melanggar

Pasal 6 ayat 6, disebutkan; dilarang menyewakan sebagian atau seluruh bagian rumah negara. Mungkin hal ini sudah terkesan lumrah terjadi. Pun, ini sudah terjadi di berbagai universitas di Indonesia. USU pun tak ketinggalan. Tak hanya masalah menyewakan rumah dosen saja, tetapi juga menyangkut perihal renovasi rumah dosen secara besarbesaran, dan juga peralihan hak tinggal secara sepihak. Nanda Rizka Syafriani Nasution, mahasiswa FISIP selaku mahasiswa yang indekos di rumah dosen bercerita awalnya tidak mengetahui jika rumah tersebut adalah rumah dosen. Pun, tidak mengetahui perihal ketentuan tentang pelarangan tersebut. Pasalnya, rumah tempat Nanda tinggal ialah pilihan orang tuanya. “Orang tua yang mencarikan saya kos di dekat kampus, jadi saya tinggal menempati saja” paparnya. Nanda menyatakan, tinggal di rumah dosen cukup membantu mahasiswa ke kampus. Apalagi hal ini memudahkan akses mahasiswa yang tidak memiliki kendaran untuk lebih cepat sampai. Selain itu, di rumah dosen sendiri sebenarnya cukup menghemat pengeluaran biaya, karena jarak antara rumah

ragam 11

2015. Tujuan dibentuk TP4D adalah untuk memantau instansi yang akan melakukan suatu pengadaan peralatan ataupun gedung. “Kalau sekarang ini di USU sedang melakukan pembangunan gedung, panitia bisa minta bantuan TP4D,” tawarnya. TP4D yang ditunjuk oleh Kejaksaan Tinggi akan turut serta dalam pengadaan peralatan, pembangunan gedung atau hal lainnya kepada instansi bersangkutan. Kejaksaan Tinggi nantinya akan memberikan Legal Opini (LO) kepada TP4D mengenai apa-apa saja yang akan dilakukan dan tidak melanggar hukum. Sehingga dapat meminimalisirkan terjadinya pelanggaran hukum, “Kalau udah dikasih LO melanggar ya diproses hukum lah, sesuai intruksi Nawa Cita Jokowi,” jelasnya. Prof Alvi ditemui dalam ruangan

Sekretaris Pascasarjana Hukum, ketika itu beliau baru saja selesai mengajar. Pada saat ditanyakan lebih lanjut mengenai kasus korupsi Magister Manajemen beliau tidak mau memberikan tanggapannya. Sebab saat ini posisinya bukan lagi sebagai Wakil Direktur II Pasca Sarjana USU sehingga tidak pantas lagi mengeluarkan komentarnya. “Nanti mereka pikir saya mau cari panggung, saya tidak mau,” ucapnya sambil tersenyum. Dalam hal ini Prof Alvi tidak banyak mengeluarkan pendapat dan enggan berbicara lebih banyak, namun beliau mengetahui kasus korupsi ini dan tahu alur cerita dari awal sampai saat ini. “Saya yang melaporkan kasus ini”, tutupnya.

dan kampus dapat terjangkau dengan berjalan kaki, tak perlu naik angkutan umum lagi. Sedangkan, dari sisi harga, rumah dosen memiliki perbedaan harga tersendiri, mulai dari satu bulan hingga satu tahun. Harga mulai dari tiga jutaan per tahun. “Tergantung fasilitasnya,” ungkap Nanda. Selain itu, tinggal di rumah dosen juga, kita (mahasiswa-red) dikenakan uang listrik sebesar seratus ribu rupiah tiap orang, serta uang kebersihan tiga ribu rupiah tiap orang. Luhut Sihombing, Wakil Rektor V menjelaskan bahwa tentang peraturan ini, pihak rektorat sudah mengimbau bahkan memberi peringatan kepada seluruh penghuni rumah dosen untuk tidak melakukan komersialisasi rumah negara, ada beberapa yang menuruti dan juga tidak. Sebab, “Hal ini sudah terlalu dibiarkan, sehingga sudah menjadi budaya,” terangnya. Haris, seorang pensiunan dosen dari Fakultas Pertanian. Salah seorang yang menempati rumah dosen mengatakan tidak salah jika ia menyewakan salah satu kamar kosong di rumahnya, “Apa itu salah,” ujarnya. Saat ia masuk ke rumah dosen, ia juga harus bayar uang ganti rugi dari pemilik sebelumnya. “Rumah sudah direnovasi, tidak mungkin mereka (penghuni lama-red) mau rugi,” paparnya. Untuk kisaran harga, Haris tidak menjelaskan berapa jumlah nominal untuk uang ganti ruginya. Sebab, setiap rumah bentuknya berbeda. Jadi tidak pasti harganya.

Perihal ini pun, banyak sudah penghuni rumah dosen yang sudah merenovasi bahkan secara besar-besaran. Jika ditelisik, di sepanjang Jalan Tri Darma Pintu empat, akan mudah menemukan kondisi bangunan rumah dosen yang telah berubah bentuk, bahkan sampai ada yang bertingkat.

Padahal, berdasarkan peraturan menteri, penghuni rumah negara/dinas dilarang; 1) Menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain; 2) Mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah: dan menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya. Hal tersebutterteradalamPeraturan MenteriPekerjaanUmumNomor 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara. Luhut menegaskan bahwa, jika masih ada penghuni rumah dosen yang minta ganti rugi kepada penghuni baru, rektorat tidak akan menerima hal itu lagi. Karena mereka tidak berhak. Walaupun mereka sudah merenovasi rumah tersebut. Luhut juga menambahkan, jika masih ada dosen yang sudah pensiun dan tidak mau pindah maka rektorat akan mengusirnya.Punhalnyadengan penghuni yang melakukan komersialisasi di rumah dosen akan mendapat sanksi yang sama “Jika tidak bisa diimbau, maka akan langsung diusir,” tegasnya.


12 galeri foto

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

Jurus-Jurus Wushu Pemanasan Sebelum Latihan

Melompat di Atas Udara ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

Gerakan dengan Elemem Air

Teks dan Foto: Maria Patricia Sidabutar dan Adinda Zahra Noviyanti

W

MARIA PATRICIA SIDABUTAR | SUARA USU

ushu merupakan pukul dan tangkis yang mengekspresikan perasaan, senang maupun tidak senang. Wushu sudah ada dari ribuan tahun yang lalu. Pada awalnya ada manusia yang berkelahi dengan binatang lalu mengekspresikan perasaannya melalui pukulan dan tendangan. Salah satu pelatih di Yayasan Kusuma Wushu Indonesia (YKWI) Yin Yun Zhu mengatakan tiap jurus wushu memiliki arti tersendiri. Para atlet didiajarkan jurus Taiji Quan. Jurus ini menunjukkan makna kelembutan namun tetap bertenaga. Kemudian ada jurus Nan Qua yang menunjukkan kekuatan sang atlet. Lalu jurus Cang Quan yang menunjukkan kecepatan. Senjata yang digunakan pun beragam, seperti bombak, golok, pedang, poya, dan sebagainya. Hingga saat ini wushu merupakan olahraga paling favorit di Cina. Hampir tiap provinsi di Cina memilikii perkumpulan wushu. Yayasan ini mengadakan latihan wushu setiap hari Minggu, Selasa, Rabu, dan Kamis. Di YKWI kelas pemula diisi oleh siswa-siswi sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Bagi kelas pemula latihan hanya diadakan setiap Minggu pukul 09.00 hingga 12.00 WIB.

Berlatih dengan Toya

Sentakan Jurus Golok ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

podjok sumut 13

Dari Kawasan Relokasi Menjadi Destinasi Pariwisata

| Deretan rumah-rumah di Kawasan Relokasi Siosar tampak dari jauh, Minggu (11/9).Tempat ini ditinggali warga dari Desa Simacem, Bakerah, dan Sukameriah. LUAS

Vanisof Kristin Manalu | SUARA USU

Amelia Ramadhani

Sajian tak biasa dari kawasan relokasi bencana; udara sejuk perbukitan yang bikin rileks, pagelaran pesta tahunan, dan kue ampam.

T

anjakan dari Gapura Relokasi Siosar akhirnya berujung pada ratusan rumahmasyarakat yang berjejer rapi. Rumah ini berukuran 6x6 meter. Istimewanya semua rumah dicat dengan warna hijau. Tak hanya dindingnya tapi juga atapnya. Hanya warna gereja, masjid, bangunan sekolah dasar, dan jambur saja yang berbeda. Fasilitas umum ini dipugar dengan warna krem dan atap warna merah. Tahun 2015 silam, Pemerintah Kabupaten Karo membangun kawasan ini untuk merelokasi tiga desa yang mati akibat erupsi Gunung Sinabung sejak 2010.Pemindahan warga dari lokasi pengungsian ke kawasan relokasi tidak dilakukan sekaligus namun bertahap. Desa Bakerah merupakan masyarakat yang pertama kali dipindahkan. Kemudian disusul dengan DesaSukameriah dan Simacem. Jadwal pemindahan ini berdasarkan nomor urut yang dipilih saat pengundian yang dilakukan awal 2014 silam oleh masing-masing kepala desa. Kawasan Relokasi Siosar sudah selesai dibangun seluruhnya. Setiap rumah penduduk yang rusak di tiga desa tersebut telah dibangun kembali. Lahan seluas 250 hektar dijadikan tempat permukiman dan dibangun sebanyak 370 rumah baru yang telah dihuni oleh masyarakat.

Sedangkan 416 hektar dijadikan sebagai lahan pertanian yang saat ini sedang ditanami kentang dan kol. Diceritakan oleh Agus Sitepu, Pejabat Kepala Desa Sukameriah, kondisi Kawasan Relokasi Siosar sudah cukup baik dibandingkan pertama kali ia datang untuk melihat lahan relokasi pada tahun 2014.Pada pertengahan 2015 lalu, kawasan ini masih berlumpur dan belum bisa dilewati oleh kendaraan apapun. Masyarakat yang pindah ke kawasan relokasi harus menaklukkan lumpur setinggi mata kaki bahkan sampai lutut. Banyak perubahan dirasakan oleh masyarakat, terutama di bidang perekonomian. Sekarang ini setiap satu kepala keluarga mendapat lahan sebesar lima ribu meter persegi. Sedangkan di desa mereka dulu, setiap orang bisa memiliki lahan seluas satu hektar bahkan ada yang lebih. “Perubahan pendapatan masyarakat sangat berbeda dibandingkan dahulu,” ujar Agus. Wacana Pemerintah Kabupaten Karo untuk menjadikan Kawasan Relokasi Siosar sebagai destinasi wisata baru disambut baik oleh masyarakat. Pasalnya, luas lahan yang dimiliki masyarakat hanya bisa digunakan untuk satu kali tanam saja. Setelah itu, masyarakat tidak ada pekerjaan sampai tanamannya bisa dipanen. Ingan Ginting, warga Desa Sukameriah (66 tahun) berharap nantinya masyarakat punya pedapatan lain selain di bidang pertanian. “Jadi tidak ada waktu terbuang sewaktu menunggu masa panen datang,” ujarnya. Awalnya tidak ada keinginan dari masyarakat ataupun pemerintah untuk fokuskan pariwisata di

Kawasan Relokasi Siosar. Namun ada saja masyarakat yang datang dari berbagai daerah untuk berlibur di akhir pekan. Hal yang mereka lakukanpun tidak jauh berbeda dengan tempat wisata lainnya, menikmati makanan khas dan berfoto-foto di kawasan relokasi. Ada beberapa spot yang biasa dijadikan tempat berfoto oleh pengunjung. Pertama, gapura Kawasan Relokasi Siosar yang menjadi tanda pengunjung telah memasuki wilayah ketiga desa tersebut. Kedua,monumen Gunung Sinabung. Monumen ini sengaja dibangun oleh warga Kawasan Relokasi Siosar untuk mengenang kembali Gunung Sinabung, baik sebelum erupsi maupun setelah erupsi seperti sekarang. Banyak hal yang ditawarkan oleh masyarakat Kawasan Relokasi Siosar untuk para pengunjung. Satu hal yang selalu dicari pengunjung jika berlibur ke Siosar adalah Ampam: sejenis kue tradisional Karo yang terbuat dari beras ketan hitam dan gula merah. Selain itu, pengunjung juga dikenalkan dengan kesenian Karo. “Anak-anak SD sudah kita latih tarian Karo,” tambah Agus. Rencananya, nantinya pengunjung juga bisa berkunjung ke Tongging melewati Siosar setelah dibangun jalan menuju Kecamatan Merek. J a ingin berwisata ke Kawasan Relokasi Siosar, saat ini ada dua bus yang beroperasi. Satu bus berangkat pukul 06.00 WIB dari Siosar menuju Desa Singa dan Kabanjahe, bus akan kembali pukul 14.00 WIB. Bus kedua berangkat pukul 09.00 WIB dan kembali pada pukul 17.00 WIB. Jika ingin datang di luar jam ini, pengunjung harus menggunakan kendaraan pribadi.

Masih banyak hutan pinus lebat di sekeliling pemukiman. Udaranya yang sejuk sarat dengan kenyamanan jika berkunjung dalam keadaan musim kemarau sekalipun. Namun ada beberapa faktor seperti sarana dan prasana, promosi pariwisata, dan juga pengetahuan masyarakat terkait pariwisata yang masih menjadi kendala. Diakui oleh Ingan, sampai saat ini belum ada datang tim dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo untuk langsung turun ke Siosar guna memberikan edukasi pariwisata. Menurut Ingan, masyarakat harus tahu cara untuk menarik perhatian pengunjung dan mempertahankannya sehingga pengunjung dapat dipastikan ada setiap harinya. “Selama ini kita hanya bertani, jadi mana tahu hal yang kayak begini,” imbuhnya. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo Dinasti Sitepu membenarkan adanya rencana untuk menjadikan Kawasan Relokasi Siosar sebagai salah satu kawasan wisata baru di Karo. Potensi ini dilihat dengan semakin banyaknya pengunjung yang datang ke Siosar walaupun belum dilakukan promosi pariwisata. “Berarti daerah ini berpotensi untuk dikembangkan,” ujar Dinasti. Perihal akses ke Siosar masih belum bisa dilakukan penambahan jumlah bus sebab dua bus yang diberikan oleh pemerintah masih dalam bentuk subsidi. Ia juga mengatakan edukasi pariwisata juga kompenen penting yang harus diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Namun sosialisasi ke desa masih belum dilaksanakan. “Kita usahan dalam beberapa waktu ke depan,” tutupnya.


14 laporan khusus

Anak (Masih) Jadi Objek Kekerasan Seksual SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

Anak (Masih) Jadi Objek Kekerasan Seksual Koordinator Liputan : Ika Putri Agustini Saragih Reporter : Tantry Ika Adriati, Dewi Annisa Putri, Maria Patricia Sidabutar, dan Ika Putri Agustini Saragih

kasus kekerasan seksual pada anak pernah marak awal tahun 2014. Dua tahun berlalu, kasus ini masih kerap terjadi di berbagai daerah termasuk Medan.

FOTO ILUSTRASI: ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

Ika Putri Agustini Saragih

S

ebelum mengangkat panggilan telepon dari adiknya, hati Sari–bukan nama sebe-narnya–sudah menduga. “Pasti ini,” katanya dalam hati. Nyatanya isi percakapan telepon memang membenarkan dugaannya. Sari lemas sejadi-jadinya. Ada perasaaan geram, sedih, dan sederet perasaan lain yang ia rasakan. Mimpinya tentang anak gadis satu-satunya di malam sebelumnya ternyata merupakan isyarat sesuatu tak beres tengah terjadi dengan putrinya, Amira (13)–bukan nama sebenarnya. Tahun lalu tepat tanggal

27 Juli, Amira mengantar baju abangnya yang robek ke kios jahit milik Alam (62) –bukan nama sebenarnya. Tetangga Sari, Zafar–bukan nama sebenarnya–melihat Amira sedang menyeberang jalan. Namun saat melihat ke kios, Zafar tidak menemukan Amira maupun Alam. Ia menyeberang sedikit ke depan, namun tak kunjung melihat mereka. Akhirnya Zafar memutuskan mencari tahu dengan masuk ke rumah sebelah kios itu dan mencoba melihat melalui sebuah lubang di dinding. Dari lubang dinding itu ia melihat Alam melakukan perbuatan tak senonoh kepada Amira. Ia lantas berinisiatif mengambil ponsel untuk

memfoto kejadian itu sebagai bukti. Bukti inilah yang kemudian ditunjukkannya kepada adik Sari yang kemudian sampai ke Sari. Sari selama ini sudah curiga karena Amira sering pergi ke kios jahit Alam. Ia sering menasihati anaknya yang kini duduk di bangku kelas enam sekolah dasar itu agar jangan terlalu sering pergi ke kios pelaku. “Uwak itu laki-laki, gak boleh sering-sering,” kata warga Kelurahan Sunggal ini. “Gak ngapa-ngapain kok, Mak,” begitu Amira sering kali menjawab nasihatnya. Sari memang tak berusaha mencari tahu aktivitas Amira saat bermain di kios pelaku. Sebab

pelaku sudah seperti keluarga bagi mereka. Alam sering berinteraksi dengan keluarga Sari yang membuka rumah makan persis di sebelah kios jahitnya. Terkadang Alam memberi bantuan saat keluarga Sari dilanda pailit. Ia juga kerap memberi Amira hadiah saat ulang tahun, uang jajan, dan makanan. “Betul tidak menyangkalah,” ujar Sari. Azmiati Zuliah, Ketua Yaya san Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) mengatakan beberapa kasus kekerasan seksual pelakunya merupakan keluarga. Semisal ayah kandung, saudara sepupu, paman, dan sebagainya. Sedangkan lainnya kebanyakan

pelakunya orang terdekat semisal pacar atau tetangga. Sebabnya, kata Emi, ada rasa kepercayaan terhadap para pelaku tersebut. Anggapan yang sering terjadi adalah karena orang tua sudah kenal dekat. Sayangnya, persoalan kedekatan ini yang dijadikan modus si pelaku. Apalagi jika kedua orang tua bekerja hingga tak bisa memantau sang anak. Karena itu Sari begitu tak menyangka melihat foto tersebut. Namun ia tak lantas tak lantas melaporkan kejadian itu ke kepolisian. Ia terlebih dulu mengajak Amira melakukan tes visum. Hasil visum menunjukkan ada kerusakan di organ


Anak (Masih) Jadi Objek Kekerasan Seksual SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

laporan khusus 15

KASUS CABUL |

Data pengaduan yang ditangani oleh komisi Perlindungan anak Indonesia Daerah (kPaID), (30/9) di Sekretariat kPaID. Salah satu kasus yang sering ditangani adalah kekerasan seksuar terhadap perempuan dan anak.

ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

intim Amira. Memang penca bulan yang dialami Amira berlangsung cukup lama, sejak ia kelas empat sampai lima SD. Sudah lebih dari sepuluh kali pelaku melakukan perbuatannya. Amira selama ini bungkam karena ia diancam untuk tidak melaporkan kejadian tersebut pada siapa pun. Hasil visum dan foto tersebut lantas dibawa Sari ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) agar membantunya menuntut si pelaku. Sa yangnya, kasus ini cukup lama ditangani KPAID karena waktu itu KPAID sedang ada masalah internal. Akhirnya Sari membawa kasus ini ke ranah hukum bersama dengan PKPA. Sari beruntung sebab kasus ini cukup cepat ditangani. Begitu berkas diajukan, seminggu kemudian mereka langsung dipanggil ke persidangan. Sidang selanjutnya tak dihadiri Sari mengingat kondisi psikis putrinya yang merasa takut saat melihat si pelaku. Akhirnya kurungan selama enam tahun enam bulan dijatuhkan kepada Alam. Emi mengungkapkan kekerasan seksual meliputi masuknya sesuatu ke dalam organ intim anak, rabaan, ciuman, dan remasan. Hal ini walaupun dilakukan atas dasar mau sama mau, tetap masuk kategori kekerasan seksual. Semisal dengan pacar. Namun jika anak dengan anak, keduanya merupakan korban. “Anak belum matang secara akal untuk memutuskan sesuatu. Jadi lingkungannya yang memengaruhi pola pikirnya,” katanya. Malangnya, kekerasan sek-

sual merupakan hal yang pa ling sering terjadi di antara kekerasan lain yang terjadi pada anak. Bahkan fenomenanya kini berkembang dari korban anak sampai ke pelaku anak. Meski demikian, pelaku dewasa masih yang terbanyak. Kasus kekerasan seksual pada anak juga mengalami peningkatan dari 19 kasus di 2014 menjadi 32 kasus tahun 2015 . Ada pun daerah di sekitaran Medan yang kasusnya paling banyak ditangani PKPA yakni Kecamatan Sunggal, Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Deli Tua, dan Kecamatan Tembung. Maka untuk meminimalisir ini, Emi bilang dibutuhkan pendidikan seks sejak dini. “Pendidikan seks sejak dini tak bisa dianggap tabu lagi,” katanya. Anak harus diberi pemahaman dampak seks untuk masa depan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Di antaranya penerangan dampak HIV, kesehatan reproduksi, serta halhal membahayakan lainnya. Selain itu, menurut Emi kini pemerintah baiknya juga mulai awas dengan menjamurnya warung internet (warnet) di berbagai tempat. Hal ini terkait kebebaasan anak untuk mengakses situs internet berbau pornografi. Kini Amira cenderung menarik diri dari teman-teman sebayanya. Ia lebih nyaman berinteraksi dengan mereka yang usianya lebih muda. Amira juga hanya tersenyum saat ditanya tentang kejadian yang menimpanya. Ibunya juga bilang ia lebih pendiam setelah

kasus itu terkuak. Amalia Meutia, psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi USU menjelaskan bermacam dampak yang di timbulkan dari kekerasan seksual. Seperti kecenderungan untuk mengingat kembali kejadian tersebut melalui mimpi buruk, atau teringat dengan benda-benda yang dilihat saat kejadian. Muncul gejala menghindar yang tak ingin melewati daerah dekat lokasi kejadian. Timbul gejala urung keluar dari rumah, bahkan tak ada keinginan bersosialisasi. Dampak lainnya, bisa berupa munculnya kecemasan yang berlebihan, dan juga hilangnya kepercayaan terhadap lawan jenis sehingga hanya akan berinteraksi dengan sesama jenis saja. “Ia akan mengarahkan orientasi seksualnya ke arah yang lain,” jelasnya. Apalagi trauma pada anak lebih parah dibandingkan pada remaja dan dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakpastian trauma tersebut, akan berhenti atau berkelanjutan hingga masa dewasa. Ia kemudian menguraikan faktor terbesar yang jadi penyebab munculnya banyak kasus kekerasan dan pelecehan seksual anak di Indonesia. Salah satunya adanya anak yang berpotensi menjadi korban kekerasan. Faktor keduanya, yaitu adanya anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku. Berpotensi menjadi pelaku dikarenakan mengonsumsi konten pornografi yang sekarang ini mudah sekali diakses melalui internet.

Lalu, yang ketiga adalah adanya peluang untuk kekerasan. Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak. Keempat adalah adanya ‘pencetus’ dari korban dan pelaku, anak yang menjadi ‘pencetus’ biasanya anak yang suka melakukan kontak fisik tanpa bisa menolak. Korban biasa nya menutupi kasus karena telah diancam. Ipda Perida Panjaitan baru lima bulan menjabat sebagai Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak di Kepolisian Reserse Kriminal Polresta Medan. Ipda ingat kasus pencabulan pada anak di bawah umur beberapa waktu lalu. Ini kasus unik yang pernah ditanganinya. Seorang anak berumur sembilan tahun mencabuli teman perempuan sepermainannya yang berusia delapan tahun. Ibu si anak perempuanlah yang melaporkan ke Polresta. Pihak kepolisian tak bisa menindaklanjuti kasus ini karena menurut peraturan di Indonesia anak di bawah umur tidak bisa menanggung sanksi pidana. Sehingga pihak kepolisian mengembalikan tersangka kepada orang tua. Namun, orang tua dan sang anak yang menjadi tersangka harus pindah dari lingkungan si korban. Orang tua korban juga meminta diadakan doa besar-besaran di rumahnya karena musibah yang tengah dialami. Begitulah salah satu cara kepolisian di Medan menangani pidana tindakan hukum kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Berbeda jika tersangka sudah

lebih dari 21 tahun maka akan dikenakan sanksi delapan tahun penjara, tergantung keputusan di pengadilan. Sementara pelaku kekerasan yang berasal dari anak di bawah umur kisaran 18-21 tahun dikenakan sanksi pidana 1/3 dari ancaman hukuman penjara. Ipda tak menampik bahwa kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan di Medan lumayan besar. “Kemungkinannya menurun, tapi kita belum bisa pastikan,” ujarnya. Berdasarkan pengalamannya beberapa tahun ini Ipda melihat sebenarnya keba nyakan kasus yang terjadi di Medan adalah kasus pencabulan. Kasus pencabulan ini sering terjadi pada anak-anak perempuan di bawah umur. “Mereka belum tahu apa-apa, jadi belum mengerti kalau tindakan itu tidak dibolehkan,” ujarnya. Sementara kasus lainnya yang paling banyak terjadi yaitu persetubuhan terhadap orang yang belum dewasa, terjadi pada anak-anak perempuan di usia 18-21 tahun. Pada kasus ini modusnya beragam, mulai dari dapat kenalan di media sosial, janjian untuk berjumpa hingga terjadilah persetubuhan.

ADINDA ZAHRA NOVIYANTI | SUARA USU

Pendidikan seks sejak dini tak bisa dianggap tabu lagi Azmiati Zuliah Ketua Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Banyak solusi yang diberikan kepolisian. Pertama pe ngawasan dari keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan terdekat anak. Kedua dari tetangga dan masyarakat. Ketiga dari sekolah khususnya guru. Ipda menyarankan sekarang diterapkan pendidikan seksual terhadap anak. Ipda pun sepakat jika salah satu sumber penyebab terjadinya kekerasan seksual adalah internet. “Sekarang kepolisian sering melakukan sidak ke warnet pada jam sekolah,” tutupnya.


16 mozaik

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

cerpen

NIRMANA ILUSTRASI : ALFAT PUTRA IBRAHIM | SUARA USU

Grace Kolin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2014

Adakah dunia setelah kematian?” batinku separuh melamun. Hari-hari semakin larut saja dan pikiranku semakin berantakan. Belum lagi suara rengekan bayi yang tak hentihentinya mengusik tidurku di dalam bus. Ibu si bayi pun kewalahan meyusuinya. Lagi, kondisi jalan yang berlubang-lubang semakin memperparah lengkingan tangis makhluk tak berdaya itu. Bus tujuan Jatiwangi yang kutumpangi ini terus melaju gesit, menyerocos gumpalan kabut yang kian tebal menghalangi jarak pandang. Meski tak ber-AC, udara dingin yang dibawa turun lereng Merapi sanggup membuatku menggigil. Aku menarik selimut dan memeluk diriku, erat-erat. Berharap cemas sambil menanti terminal pemberhentian berikutnya. Sudah hampir empat jam aku terkungkung lemas disini. Berkali-kali terperanjat dari tidur karena lubang-lubang jalan yang terus beradu kasar dengan ban bus yang kekurangan angin. Syukur-syukur, aku punya elastisitas kandung kemih yang luar biasa. Kalau tidak, bisa saja aku dihujat habis-habisan karena bau pesing yang tidak diharapkan. Aku mengurut dadaku sambil meratapi pemandangan yang hilir-mudik di sisi luar jendela. Mataku benar-benar lelah. Suntuk. Tetapi sialnya, tetap terjaga. Di persimpangan jalan, bus berhenti sejenak karena lampu merah. Para pengamen dan penjual jajanan pinggir jalan mulai naik dan menjajah seisi lorong bus. Seolah merekalah premannya. Tapi aku tetap tak peduli. Biarlah mereka meraup rezekinya masing-masing. Satu-persatu, mereka menjajakan tembang suara emas, sate telur puyuh, sate kerang, prekedel jagung, telur asin rebus, dan lainlain. Menu pasaran yang layaknya dibutuhkan penumpang bus yang sedang diserang rasa suntuk dan lapar. Aku merasa sedikit geli ketika seorang waria cantik yang juga merupakan seorang biduanita itu mengerling genit padaku. Dikiranya, aku sedang ingin bercinta. “Maaf, mungkin anda salah orang?” Lalu kupalingkan segera wajahku ke jendela. Menjelang lampu kuning, rombongan

tadi pun turun. Bus kembali henyak seperti sediakala. Aku pun kembali memejamkan mata untuk ke sekian kalinya. “Resti. Oh Resti. Kapan lagi aku bisa bertemu denganmu?” Bodoh. Resti kan sudah meninggal. Baru saja tadi pagi aku menabur kembang tujuh warna di atas pusaranya. Oh. Resti, kenapa rasanya baru semalam kau mengenakan cincin tunangan itu? Padahal bulan ini, aku baru saja menggenapi uang tabunganku untuk membeli kebaya putih yang serasi untukmu. Kau ingat? Besok kita akan menikah. Besok? Iya, besok. *** Kamu percaya mas Arya? kalau orang yang kamu cintai tidak akan benar-benar mati. Mereka akan senantiasa mengamatimu dari atas langit. Seperti kepercayaan suku Indian terhadap arwah pendahulu mereka yang telah pergi dan menjelma menjadi cahaya aurora di langit Kutub Utara. Aku disini juga turut melebur bersama bintang-bintang dan ikut menerangi jalanmu. Resti yang mas kenal selama ini tidak akan mungkin meninggalkan mas begitu saja. Terlebih, sejak prosesi pemakaman yang berlangsung begitu cepat kemarin. Aku disini, masih mendoakan masa depan mas dengan wanita yang lain. Calon ibu yang bakal menimang anak-anak dari benihmu. Percayalah. *** Bus kelas ekonomi ini semakin melesat jauh dalam kegelapan malam. Lampu-lampu jalan terakhir baru saja meninggalkan bus ini, jauh di belakang sana. Yang artinya, supir bus harus bekerja lebih ekstra hati-hati dalam menakar keselamatan penumpang. Klakson-klakson semakin sering dibunyikan mengingat cahaya lampu depan bus saja tidak cukup menghindarkan penumpang dari bahaya kecelakaan lalu lintas. Mungkin juga, sebagai tanda permisi bagi makhluk-makhluk mistis yang sengaja berpatroli di tengah jalan. Bapak paruh baya yang berseragam PNS di sampingku jatuh terlelap dengan sangat rapi di bahuku sambil mendengkur keras-keras. Dari situ, aku bisa mencium pekatnya harum rokok dan kopi yang menguar dari balik mulutnya.

Tanpa mengurangi rasa hormat dari bapak itu, aku membetulkan sedikit posisi kepalanya ke bantalan kursi. Aku melirik sebentar jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Ah. Ternyata Jatiwangi masih sangat jauh. Jauh dari pelupuk mata. Teringatnya, aku akan memboyongmu kesana, lusa. Kau ingat Resti, rumah kecil di kaki bukit itu? Kita akan menghabiskan hari tua disana. Bersama dengan secangkir kopi dan langit senjakala. Berdua. Hanya kamu dan aku. Dan kamu, dengan girangnya, akan mengulang kembali kisah-kisah perjuangan cinta kita yang lebih hebat dari roman Shakespear. Romeo and Juliet bahkan Macbeth juga tidak bakal ada tandingannya. Arman, milyuner ibu kota yang sombong itu juga bakal gigit jari karena gagal mempersunting bunga desa secantik dirimu. Kamu tahu, pada akhirnya hubungan kita direstui. Setelah bertahun-tahun, diriku ditentang, dipandang hina oleh orangtuamu. Tapi tahukah engkau, Resti? Kepergianmu yang begitu tiba-tiba meruntuhkan tiang kehidupanku. Bersama dengan seisi penghuni rumah di Kampung Mekarsari, dirimu hangus terbakar bersama agni. Hangus, hingga aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mencoba menguburkan abu jasadmu dengan layak. Bahkan di telapak tangku, masih tercium harum bunga seruni segar dari abu jasadmu. Oh, Resti, sedalam itukah cintamu pada bunga seruni? Tiba-tiba, bus yang kutumpangi mendadak bergejolak. Para penumpang panik tak karuan. Bersama mereka, diriku teraduk-aduk hebat. Sekarang bus ini lebih mirip dengan kapal pecah. Sesaat sebelum kejadian, terdengar suara ban pecah di belakang bus. Lalu, kami semua terguling ke bawah jurang dan jatuh terhempas menabrak tebing. Semenjak itu, aku tidak ingat apa-apa lagi. “Ah, hidup ini begitu fana. Benar kan Resti?” Resti menggenggam tanganku sambil tersenyum lirih. Ia tampak begitu anggun dengan kebaya putih yang dikenakannya.


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

sorot

puisi

Aron

Dibantu Balas Membantu Arman Maulana Manurung

ketika dibantu, jangan lupa balas membantu. atau lebih tepatnya bantu-membantu. Tolong-menolong. Ini gotong royong ala masyarakat karo.

T

eringatnya beberapa waktu lalu saya sempat melakukan praktek kerja lapangan di Tanah Karo. Tepatnya di Desa Barusjahe, Kecamatan Barusjahe. Pas sedap-sedapnya nyeruput kopi sambil bercakap-cakap di Kedai Kopi Pak Barus Jiwa, tibatiba beberapa warga datang menghampiri. Saya tak tahu persis maksud percakapan warga saat itu, berhubung seluruhnya memakai Bahasa Karo. “Oh, mau ngaron mereka itu,” ujar salah satu warga waktu saya tanya. Setelahnya saya sempatkan cari tahu ke penduduk lokal tentang apa itu ngaron. Aron adalah kata dasar dari ngaron, merupakan sebuah konsep kerja yang berorientasi gotong royong, tolong menolong dan pola kerja sama antarsesama masyarakat. Aron asli budaya Karo. Asal katanya sisaro-saron yang berarti saling membantu. Cara kerjanya begini, aron biasanya terdiri atas beberapa orang dalam satu kelompok. Ngaron dilakukan apabila salah satu anggota kelompok memiliki masalah seperti membangun rumah, memanen ladang, dan lainnya yang dalam hal ini membutuhkan banyak pekerja. Nah, saat itulah anggota kelompok Aron yang lain datang membantu. Begitu seterusnya secara bergantian kepada seluruh anggota. Tak perlu repot-repot mengeluarkan upah pekerja. Yup, tak semuanya soal uang. Kearifan lokal yang masih menjunjung nilai tolong-menolong. Budi luhur masyarakat asli Indonesia.

mozaik 17

Budaya gotong royong sepertinya memang sudah akrab di budaya masyarakat Indonesia, bahkan tak hanya di Karo. Lantas, sekarang ini apa kabarnya budaya luhur itu? Dapat kabar dari kawan-kawan asal Karo ternyata aktivitas ngaron ini telah berubah orientasinya. Kelompok-kelompok aron telah berubah menjadi kelompok pekerja yang berorientasi uang. Walau tak semuanya. Kelompok aron bertranformasi menjadi sekumpulan buruh yang mencari pekerjaan pada tuan tanah. Wajar saja sih, sekarang ini banyak masyarakat desa yang tak memiliki tanah untuk berladang barang sepetak pun. Padahal mereka mayoritas petani. Faktor bergesernya budaya ini bisa saya duga mungkin karena masalah kesejahteraan ekonomi masyarakat yang masih kurang. Belum lagi biaya hidup yang mahal dan tetek bengek lainnya. Sangat disayangkan sekali. Untuk ini saya sempat jumpa dengan salah satu tokoh desa masyarakat Desa Barusjahe sekaligus dosen Universitas Katolik Santo Thomas Medan, Wasit Ginting. Ia akui memang cukup disayangkan, tapi ia tak mau protes karena budaya ini telah bergeser oleh sebab-sebab di atas. “Namanya juga orang cari rezeki,” pikirnya. Hal menarik yang ia ungkapkan ialah bisa saja budaya aron ini cocok untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Karena aron sangat menekankan kerja sama yang apabila terbina dengan baik antar seluruh warga maka bisa menciptakan kemandirian desa. Interaksi antarsesama pengusaha meningkat secara otomatis dalam upaya promosi produk-produk mereka. Dan untuk petani tak perlu lagi mengupah pekerja untuk memanen atau menanam benih. Serta masih banyak lagi tempat untuk menerapkan aron. Konsep kerja yang untung sama untung, kan?

Pancasila di Mata Penguasa Muhammad Yasir Harahap Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2015 Pancasila di mata penguasa Sebuah cerita, yang pernah kurasa Duduk di antara para penguasa Yang bekerja layaknya pengusaha Semuanya bermuka dua Memberi janji yang tak kunjung jadi nyata Kubisikkan ke telinga mereka Sebuah ideologi bernama Pancasila Namun mereka meringkih menahan tawa Lalu bangkit dan berkata Tak ada lagi ‘ketuhanan maha esa’ Karena kami telah menuhankan harta benda Tak ada lagi ‘kemanusiaan’ bagi mereka Karena hati nurani tertutup oleh nafsu akan kuasa Tak ada lagi ‘persatuan Indonesia’ Karena kami hanya bersaudara dengan yang kaya Tak ada lagi ‘musyawarah’ bagi mereka Karena suara rakyat toh juga dapat dibeli mereka Tak ada lagi ‘keadilan bagi rakyat Indonesia’ Karena keadilan hanya untuk mereka yang mampu membayar pengacara Begitulah nasib Pancasila Yang tak lagi bermakna Untuk para penguasa Yang telah buta mata hatinya

si poken

Pungli di mana-mana ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU


potret budaya budaya 18 potret

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

Gendang Guro-Guro Aron Ajang Cari Jodoh Pemuda Karo Tantry Ika Adriati

Mulai dari ajang cari jodoh hingga untuk merayakan datangnya panen. Gendang Guro-Guro aron tetap eksis di tanah kelahirannya.

M

ereka berbaris saling berhadapan di atas panggung. Mengikuti alunan musik gendang. Melentikkan jari lalu meng-hentakkan kaki berbarengan. Seseorang di antara para lelaki bersarung melantunkan musik Batak. Dicky Candra Ginting, pemuda dari Desa Sukameriah salah satunya. Lagu Batak berlirik Karo pun didendangkan. “Enggo teridah nde biring, sembunikenndu kerina nandangi mama gintingnya.” Usai menyanyikan bait tersebut ia melanjutkan gerakannya dan bercakap-cakap dengan sang pasangan. Dicky dapat kenalan baru dari desa seberang. Namanya Vera Br Perangin-angin. Tak hanya Vera, ia juga dapat kenalan yang lain sebab sudah lebih dari tiga kali Dicky naik ke atas pentas

Banyak yang bilang Gendang Guro-Guro Aron tempat nyari jodoh

AMELIA RAMADHANI | SUARA USU

Dicky Candra Ginting Mahasiswa Manajemen Universitas Methodist Medan dan selalu berganti pasangan. Waktu yang padat selama kuliah di Universitas Methodist Medan membuat Dicky hanya bisa pulang sekali dalam sebulan sehingga ia tak sempat berbaur lebih sering. “Gendang Guro-Guro Aron,” sebut Dicky ketika gilirannya menari di panggung telah selesai.

ARON | Pemuda dari Desa Sukameriah saling berhadapan menarikan gerakan

Gendang Guro-Guro Aron, Minggu (16/10) di Jambur Sukameriah. Gendang GuroGuro Aron merupakan salah satu rangkaian acara dalam pesta tahunan Desa Sukameriah. TANTRY IKA ADRIATI | SUARA USU

Gendang artinya musik gendang, guro-guro artinya mainmain, dan aron artinya pemuda. “Main-mainnya anak muda Karo,” tambah Dicky. Gendang Guro-guro Aron merupakan salah satu tradisi Karo yang dibuat masyarakat untuk menghibur warga ketika acara kerja tahunan. Nimpa Bunga Benih namanya. Sebuah pesta tahunan yang diadakan menjelang masa panen di Kabupaten Karo. Biasanya diadakan pada hari kedua acara setelah selesai memotong lembu. “Kita (Desa Sukameriah-red) biasanya mengadakan pesta setiap bulan Oktober,” ungkap lelaki berusia 19 tahun itu. Namun ada juga beberapa desa yang melaksanakan pesta tahunan pada bulan Januari atau Maret, tergantung kesepakatan masyarakat setiap desa. Setiap kelompok dari Desa Sukameriah dan desa lainnya berganti-gantian tampil ke depan dari malam hingga pagi hari dan dari pagi hingga sore hari. “Banyak yang bilang Gendang Guro-Guro Aron tempat nyari jodoh,” ujar Dicky sambil tertawa. Di sinilah para lelaki dan wanita dari desa yang berbeda saling berkenalan satu sama lain. Sering juga disebut Rondong Sadawan atau pacar satu hari, sebab setelah acara usai kadang pasangan berpisah dan tidak menjalin hubungan lagi. Tapi tak jarang juga yang berlan-

jut hingga ke pelaminan. Begitu pun dirasakan Jhonni Ginting, Ketua Karang Taruna Desa Sukameriah. Pria berusia 49 tahun ini salah satu penggagas acara pesta tahunan di Desa Sukameriah. “Ratusan orang yang nonton acara kita,” katanya. Kegiatan ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sejak Agustus lalu. Untuk pertama kalinya Desa Sukameriah melaksanakan perayaan tahunan pascaerpusi gunung Sinabung tahun 2010. Namun Jhonni agak menyesalkan karena sebagian besar yang berpartisipasi dalam Gendang Guro-Guro Aron merupakan warga dari desa lain. Para penari wanita disewa saat acara berlangsung, karena tak banyak yang bisa menari Gendang Guro-Guro Aron di desanya. Musik gendang yang dilantunkan pun berasal dari alat musik organ tunggal. Padahal, biasanya musik yang dimainkan berasal dari gendang asli Karo. Juga penarinya merupakan pemuda asli Sukameriah. Penyebabnya karena anak-anak muda yang kebanyakan sekolah di luar. Lagi pula, jika ingin berpartisipasi harus latihan sebelum acara berlangsung. Sehingga kebanyakan yang berpartisipasi adalah laki-laki, karena tak butuh banyak persiapan.

Biasanya, saat Gendang Guro-Guro Aron digelar ada kelompok yang memainkan alat musik tradisional Karo seperti Pangenak, Serunai, dan Gong. Kini jika ingin menyewa pemain musik asli ini harus mengeluarkan dana yang besar, bisa sampai empat kali lipat harga sewa pemain organ tunggal. Karenanya Jhonni dan warga memutuskan hanya menggunakan musik modern. Meskipun begitu, menurut Dosen Sastra Daerah FIB Herlina Ginting Gendang GuroGuro Aron merupakan salah satu budaya yang tetap eksis hingga kini. Walaupun beberapa tahun belakangan banyak perubahan dalam pelaksanaannya, baik dari alat musik hingga si pemain sendiri. Dahulu bahkan masyarakat Karo tidak mengenakan pakaian tradisional. Semenjak Indonesia merdeka barulah warga mulai mengenakan pakaian tradisional. Lelaki memakai bulang-bulang (penutup kepala) dan penari wanita memakai tudung teger limpek dan bersalempang langelange. Kini saat pertunjukan hanya Nande Aron dan Bapa Aron yang memakai lengkap pakaian tradisional ini. Mereka disebut juga ketua lima marga di Karo, saat pertunjukan bertugas mengatur penampilan aron. Herlina paham berkembangnya zaman juga mengubah beberapa nilai dalam Gendang Guro-Guro Aron. Namun menurutnya, ada satu nilai penting yang tidak akan pernah hilang, yaitu makna dari Gendang Guro-Guro Aron sebagai wadah menjalin pertemanan bagi pemuda Karo. Juga sebagai salah satu pengikat kebersamaan warga. “Namanya saja guro-guro— main-main, tentu jadi ajang penghibur bagi yang merayakan,” tutupnya. Apalagi, Gendang Guro-Guro Aron ternyata juga dimanfaatkan para orang tua untuk mencari menantu untuk sang anak.


riset

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

k i m e d a k A n a m A a Zon USU Z

ona Aman Akademik merupakan sistem yang baru dicanangkan oleh Wakil Rektor V tentang pengamanan wilayah akademik kampus. Peningkatan penjagaan di sekeliling kampus merupakan tujuan utama dari Zona Aman Akademik. Namun, sejauh ini penerapan masih belum maksimal dan belum dirasakan oleh mahasiswa. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui apakah mahasiswa tahu tentang Zona Aman Akademik yang mulai diterapkan di USU sejak Maret tahun ini. Jajak pendapat ini melibatkan 384 mahasiswa USU dengan jumlah mahasiswa 165 orang dan mahasiswi berjumlah 219 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas pada setiap fakultas. Kuesioner disebar dalam rentang waktu 6-17 Oktober 2016 dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan sampling error lima persen. Jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU. (LITBANG)

1.

Bagaimana menurut Anda kondisi keamanan di USU saat ini?

Baik 13 %

Cukup Baik

35 %

Tidak Baik

14 %

19

Kurang Baik

38 %

3.

Apakah Anda setuju dengan diberlakukannya Zona Aman Akademik di USU?

2.

Apakah Anda tahu USU sedang membuat Zona Aman Akademik? 18% Tahu

4.

Setuju

Tidak Setuju

96%

82% Tidak Tahu

Menurut Anda, bagaimana dengan sistem yang sudah diberlakukan oleh rektorat?

Baik

17%

5.

Cukup Baik

46%

Menurut Anda, apakah Zona Aman Akademik ini akan efektif?

10% Kurang Baik

32%

Tidak Baik

5%

Ya

39%

Tidak

Tidak Tahu

51%

4%


20 resensi

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

Judul : Genius Sutradara : Michael Grandage Pemeran : • Colin Firth • Jude Law • Rachel McAdams • Nicole Kidman • Laura Linney • Guy Pearce • Dominic West Durasi : 104Menit Tahun rilis : 2016

FOTO: SUMBER ISTIMEWA

Genius Pencetak Para Genius Dewi Annisa Putri

Mungkin Hemingway maupun Wolfe tak akan jadi sefenomenal sekarang jika bukan karenanya. Butuh editor genius untuk menghasilkan penulis hebat.

N

ew York, 1929. Thomas Wolfe (Jude Law) berdiri di bawah rintik hujan di tengah lalu lalang kesibukan kota. Dengan kedua matanya yang cekung dan menghitam, ia memperhatikan gedung Charles Scribner’s Sons lekat-lekat. Di kantor penerbitan itu, Tom yakin ada seorang editor genius yang akan membantunya, Maxwell Perkins (Colin Firth). Kala itu, Tom kehabisan akal. Semua kantor penerbitan lain di kota telah menolak naskah novelnya. Max akhirnya bersedia menjadi editor untuk novel pertama Tom yang akhirnya diberi judul Look Homeward, Angel. Tak lama setelah itu, Tom kembali mengejutkan Max dengan kegilaannya. Ia datang dengan lima ribu lembar kertas ke kantor Max. Semuanya berisi naskah cerita fiksi yang ditulisnya. Max yang senang melihat semangat novelis muda ini pun akhirnya memutuskan untuk membantu Tom mewujudkan impiannya. Alur cerita yang awalnya membosankan pun mulai berubah warna. Pertengkaran alot antara sang novelis dan editornya ditampilkan. Keduanya mulai berkutat dengan ribuan lembar kertas karena Max menargetkan novel Tom akan selesai diedit dalam waktu sembilan bulan. Kapan saja dan di mana saja. Siang dan malam, di jalan, kantor, kafe, rumah maupun stasiun. Tom dan Max bekerja keras. Film bergenre drama biografi ini meng-

angkat kisah nyata William Maxwell Evarts Perkins, seorang editor genius yang punya peran besar dalam penerbitan novel-novel terkenal. Sebut saja novelis Ernest Hemingway, F Scott Fitzgerld, dan Thomas Wolfe, yang namanya menjadi besar berkat Max. Sang penulis naskah film ini, John Logan, sebelumnya dikenal dengan keberhasilannya di sejumlah film ternama seperti Star Trek: Nemesis (2002), The Last Samurai (2003), Aviator (2004), Skyfall (2012), dan Spectre (2015). Ini kali kedua John menulis naskah film bergenre drama biografi. Setelah sebelumnya ia berhasil menulis naskah Aviator yang akhirnya memenangkan 79 penghargaan dan masuk dalam 115 nominasi, termasuk di antaranya meraih lima piala Oscar. Sayangnya, sejauh ini John yang bekerja sama dengan Michael Grandage sebagai sutradara, belum berhasil mendapatkan penghargaan untuk film ini. Genius hingga kini hanya berhasil masuk dalam tiga nominasi yaitu Film and Literature Award di The Sea International Film Festival, serta nominasi Best First Feature Award dan Golden Bear di Berlin International Film Festival pada Februari lalu. Film ini merupakan adaptasi dari buku biografi Amerika yang berjudul Max Perkins: Editor of Genius karya A Scott Berg. Sempat fenomenal di tahun 1978 dan akhirnya menerima penghargaan National Book Award. Namun, prestasi tersebut juga tak dapat menjamin film ini meraih kesuksesan dalam waktu singkat. Mungkin hal ini dikarenakan alur cerita yang dibuat terlalu monoton. Sesekali alur maju dan mundur memang digunakan, namun tetap tak berhasil membuat penonton merasa penasaran atau deg-degan. Malah, alur maju dan mundur tersebut hanya membuat penonton bingung dan terheran-heran. Cukup mengganggu. Terlalu banyak penggunaan bahasa ‘sastrawi’ juga membuat penonton akan kebingungan. Alhasil, tak semua perdebatan yang terjadi dapat dipahami maknanya. Intinya, emosi penonton tak dimainkan sehingga memunculkan rasa bosan sepanjang film diputar. Hanya satu saja momen meng-

hanyutkan emosi penonton, yaitu di akhir film saat Max membaca surat dari Tom yang telah pergi untuk selamanya. Bagaimanapun, di balik hubungan profesional sebagai penulis dan editor, keduanya telah begitu dekat dan menjadi sahabat. Untungnya, Jude Law dan Colin Firth, kedua aktor asal Inggris ini bisa dibilang mampu menghidupkan masing-masing karakter yang diperankan. Keduanya sukses menggunakan aksen Amerika yang dilakonkan secara fasih. Meski ternyata keduanya mengaku belum pernah membaca novel karya Thomas Wolfe sebelum diminta memerankan film ini. Dari segi latar, yaitu 87 tahun lalu di kota New York, semua ditampilkan secara apik sesuai zamannya. Mulai dari suasana kota seperti transportasi, gedung, hingga penampilan setiap orang dari ujung rambut sampai kaki. Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, film ini berusaha mengajak penonton melihat kisah di balik layar bagaimana sebuah buku akhirnya terbit. Misalnya, diperlihatkan bagaimana Max berusaha mengajarkan Tom tentang kata per kata yang seharusnya diganti dan ditiadakan, ungkapan yang bisa disederhanakan, hingga memotong ribuan lembar cerita yang tak penting dan keluar dari konteks cerita. Bahkan tak jarang Tom akan marah besar karena setiap kata berharga baginya. Jika saja film ini dapat dikemas lebih menarik sehingga penonton terpaku pada layar, film ini akan sukses menyadarkan semua orang. Bahwa di balik sebuah buku yang bagus, biasanya ada seorang editor yang genius. Maka, pantas saja jika Tom pada akhirnya memutuskan mendedikasikan novel keduanya, Of Time and the River, untuk sahabatnya, Max Perkins.


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

iklan 21


22 iklan

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016


SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

momentum 23

29 Juni 2016

1 Agustus 2016

Bubur Gratis ala Masjid al-Mashun

Tim Basket USU Juara Satu di IMT-GT TIM Basket USU berhasil meraih juara satu dalam pertandingan basket Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Varsity Carnival kedelapan belas. Dalam babak final pada 30 Juli lalu, Tim Basket USU mengalahkan Tim Basket University Malaysia Perlis (Unimap). Hal ini disampaikan oleh Kapten Tim Basket USU Aldrian Raharja Lidian, Senin (1/8) di Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat USU. Hindun Pasaribu, Kepala Biro Kemahasiswaan dan Kealumnian, mengapresiasi kemenangan Tim Basket USU. “Sangat diapresiasi, karena mereka kan juga satu-satunya yang menang juara satu,” ujarnya. Atas kemenangannya, Tim Basket USU berhasil membawa pulang medali emas dan sertifikat pemenang medali emas kompetisi bola basket. (Dewi Annisa Putri)

15 September 2016

27 Agustus 2016

MWa Rekomendasikan Rektor Ganti Sk

MAJELIS Wali Amanat (MWA) rekomendasikan rektor mengganti Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 455/UN5.R/SK/SDM 2016 tentang Tata Cara Penjaringan Pengangkatan dan Pemberhentian Dekan dan Wakil Dekan di USU periode 2016-2021. Ini untuk memperbaiki peraturan tata cara penjaringan, pengangkatan dekan dan wakilnya dan menghindari keributan. Pasalnya, Juni lalu lima dekan periode lalu lakukan somasi kepada rektor sebab pemilihan dianggap cacat hukum. Demikian disampaikan Sekretaris MWA Fahmi Natigor Nasution. MWA berharap pergantian segera dilakukan. Rektor USU Prof Runtung Sitepu enggan memberikan komentar. (Yulien Lovenny Ester Gultom) 21 Agustus 2016

Mahasiswa Merasa Fasilitas USU Tak Sesuai nilai UkT MAHASISWA merasa fasilitas USU yang belum memadai di beberapa fakultas tak sesuai dengan nilai Uang Kuliah Tunggal (UKT). Padahal, dalam sistem UKT seluruh biaya kebutuhan mahasiswa selama menjalani kuliah telah diakumulasikan dan dibagi per semester. Demikian disampaikan Aifo Purba, Koordinator Lapangan dalam aksi damai yang dilakukan Solidaritas Mahasiswa USU Melawan (Somal), Kamis (15/9) di Pintu I USU. Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ruang kuliah masih kurang, sementara di Fakultas Ilmu Budaya ruang kuliah tidak layak pakai karena tidak ada kipas angin, proyektor, papan tulis dan kekurangan bangku. Selain itu, di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) tidak tersedia laboratorium yang memadai untuk praktik karena umumnya mengalami kerusakan dan kebocoran pipa gas. Dalam aksi damai tersebut mahasiswa tidak menuntut banyak hal. “Kami hanya menuntut kebijakan rektorat untuk menghapuskan nilai UKT,” tutupnya. (Rahmad Al�iansyah Sinurat) 26 September 2016

kunjungan Jokowi di Samosir

Ulang Tahun Teater O ke-25

DEWI ANNISA PUTRI | SUARA USU

PAKAIAN ADAT | Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo berjalan mengenakan pakaian adat Batak Toba di objek wisata Sigale-gale, Desa Tomok, Minggu (21/8). Sebelumnya Jokowi menyampaikan akan memberikan sejumlah bantuan untuk mengembangkan Pulau Samosir tahun ini. (Dewi Annisa Putri)

JALAN | Pawai dipimpin oleh penari dari Lembaga Kesenian USU di lapangan FIB, Senin (26/9). Perayaan turut dihadiri Gemapala, Resimen Mahasiswa, Pramuka, Ikatan Pelajar Tanah Rencong, Ikatan Mahasiswa Padang Sidemuan, dan Himpunan Mahasiswa Departemen se-FIB. (Adinda Zahra Noviyanti )


24 profil Nama: Suherman Tempat/Tanggal Lahir: Tebing Tinggi/2 Februari 1978

BIODATA Cambridge-UK (2011) Summer Academy bidang Mobile Communications, TU-Ilmenau, Jerman (2010) disponsori DAAD

Pendidikan Formal: S3: De Montfort Universiy, Leicester-UK (2010-2013) disponsori DIKTI S2: Royal Melbourne Institute of Technology, Melbourne-Australia (2008-2009) Disponsori Australia Development Scholarships S1: Teknik Elektro, USU (19962000) Pendidikan Non-formal: Short course bidang Bioinformatics, European Bioinformatics Institute,

Yulien Lovenny Ester Gultom kalau tidak sekolah, inilah yang akan dikerjakannya; menjadi buruh..

S

SUARA USU, EDISI 108, OKTOBER 2016

yahdan, anak laki-laki berusia lima belas tahun itu sama seperti anak SMP pada umumnya. Ia hobi bermain usai pulang sekolah. Teman sebayanya tak hanya bermain, bahkan sudah belajar mencari uang. Sepulang sekolah teman-temannya pasti akan melancong ke kebun sawit untuk bekerja. Hal ini lumrah dilakukan anak-anak seusianya di Tebing. Siang itu Suherman sudah tiba di rumah. Abang Suherman yang sehari-hari bekerja serabutan mengajaknya turut serta. Hari ini ia akan membantu abang untuk bekerja, memotong sawit, dan mengangkut buah sawit yang telah dipanen. Mula-mula Suherman senang sekali diajak untuk bekerja. Baru beberapa jam bekerja ia tidak kuat, panas membakar kulitnya, peluhnya berjatuhan. Tenaganya tak cukup kuat. Tak hanya bekerja di kebun kelapa sawit, kadang ia juga membantu abangnya bekerja sebagai tukang bangunan, tapi tetap saja hal serupa selalu dirasakannya. Lelah. “Ah, tak betul kalau bekerja sampai seperti ini,” pikirnya dalam hati. Tekadnya pun bulat, bahwa ia harus mengubah hidupnya. Tidak boleh lagi bermain-main untuk masa depannya. Ia iseng membuka lowongan pekerjaan di koran, dan ia heran kenapa lulusan sarjana mampu memiliki gaji yang tinggi, tidak seperti tukang bangunan atau pekerja di kebun. Suherman kini semakin yakin, sejak kelas dua SMA ia mulai fokus membuat target untuk hidupnya. “Habis dari SMA aku harus kemana?” pikirnya lagi. Satu mimpinya, ia harus ke perguruan tinggi. Ia meminjam buku SMA kelas satu yang tidak ia miliki dari salah seorang temannya. Dibukanya daftar isi, ditandai dan dipelajari bab mana yang belum ia kuasai. Pulang sekolah langsung belajar, usai makan ia langsung melanjutkan pelajarannya, begitu seterusnya. Suherman menjadi anak yang tertutup. Ia jarang mau bergaul,

Riwayat Penelitian: Hibah Bersaing (2014, 2015, 2016) Penelitian Fundamental (2015,2016) Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (2016) Penelitian BP-PTN (2016) Iptek bagi Masyarakat/IbM (2016) Pengabdian Masyarakat BP-PTN (2016) Publikasi: https://www.researchgate.net/ profile/Suherman_Suherman/ publications

tapi tak berarti ia pelit ilmu. Ia tetap mengajari kawan-kawan sekelasnya yang membutuhkan bantuan, tapi ia tak begitu aktif di kelas. Beasiswa pertama yang ia dapatkan bukan karena nilai tapi karena tak pernah ia absen. “Yang dekat sama guru, mereka dapat beasiswa, saya kan tidak,” ceritanya. Akhirnya ia memperoleh nilai terbaik dalam Ujian Nasional. Prestasi ini memantapkannya untuk lanjut ke perguruan tinggi. Hendak lanjut ke jenjang yang lebih tinggi ia sempat minder sebab ayahnya bekerja sebagai tukang becak dan ibunya hanya berjualan makanan di depan rumah. Rasanya tak mungkin sekolah terlalu tinggi sebab biaya tak ada. Suherman mencoba jalur Penerimaan Mahasiswa melalui Prestasi (PMP) sebab nilai ujian akhirnya cukup memuaskan. Ternyata benar saja, ia lulus di Teknik Elektro USU. Kecintaannya pada bidang fisika dan matematika mengantarkannya masuk ke USU. “Sejak kecil saya suka otak-atik barang elektronik,” paparnya. Masuk USU dengan jurusan Teknik Elektro tidak membuatnya senang. Pasalnya ia harus membayar biaya masuk USU sebesar delapan ratus ribu rupiah. Jumlah ini dirasa cukup besar. Beruntung saat itu abang Suherman memiliki rezeki untuk membiayai kuliahnya. Saat kuliah ia masih tetap serius dan fokus. Sadar jika ia bermain-main sedikit masa depannya terancam. Pulang kuliah ia selalu singgah ke perpustakaan kemudian ke indekos begitu seterusnya. Suherman mulai memanfaatkan ilmunya, ia pun mengajar privat SD. Menjadi guru membuat Suherman mampu membiayai hidupnya dan bertahan hingga lulus kuliah. Sebelum lulus kuliah, ia kembali berpikir akan kemana saya setelah ini? Masih merasa kurang, Suherman lalu mengambil les bahasa Inggris untuk menunjang masa depannya ketika masuk semester lima. “Saya masuk green class, isinya anak SD,” ujarnya sambil tertawa. Ia tak malu, bahkan ia semakin semangat untuk belajar. Kemampuannya kembali diasah setelah ia mendapat tawaran untuk mengajar Fisika dengan bahasa Inggris di salah satu kelas internasional. Dengan bahasa Inggris yang tidak begitu lancar, ia tetap fokus. “Baru kali itu saya stres mengajar,”

Suherman

Masa Depan Harus Diperjuangkan kenangnya lagi. Tamat kuliah, ia mulai mencari pekerjaan dan surat lamaran ke berbagai perusahaan semua dimasukkannya. Ada beberapa tawaran di luar pulau Sumatera, bahkan ia ditawarkan untuk berangkat ke Cina tapi ia menolak, masih masalah biaya. Perjalanan yang panjang menghantarkan Suherman bekerja sebagai dosen di USU, ia sebelumnya mengajar di Politeknik di daerah Riau, lalu pindah ke USU sebab ditawari untuk mengajar. Di USU, Suherman kembali me rencanakan masa depannya, ia mulai mencari beasiswa untuk melanjutkan jenjang pendidikannya ke S-2. Ada dua negara yang menjadi targetnya, Jerman dan Australia. Benar saja, dua beasiswa didapatnya Jerman dan Australia. Ia lebih memilih Australia karena tak perlu repot-repot belajar bahasa selain bahasa Inggris. University of Melbourne di bidang IT cita-cita selanjutnya. Baru berjalan dua semester, Suherman tidak merasa puas belajar. Di sana semuanya harus mencari sendiri dan tidak ada kelas-kelas pendahuluan untuk mengisi diri. Memang ia akui University of Melbourne sangat baik dalam hal riset. Ia bernegosiasi untuk pindah universitas. Upayanya berhasil. Royal Melbourne Institute of Techno logy University menjadi tempat Suherman menyelesaikan S-2. Sebelum usai menamatkan sekolah di RMIT, Suherman kembali menggaungkan pikiran yang sama, habis ini aku kemana? Suherman kembali membuat target, ia memutuskan untuk melanjutkan S-3. Kebetulan ada beasiswa pendidikan tinggi untuk melakukan penelitian. Dengan berbagai pertimbangan biaya dan waktu, Suherman memutuskan untuk melanjutkan S-3 di Inggris. Sebelum melanjut ke S-3 ia memutuskan untuk balik ke Indonesia mempersiapkan segala hal. Ia sempat diminta tidak pergi dan mengajar dahulu. Namun hal itu tak jadi penghalang. Suherman tetap berusaha dan berhasil meyakinkan dekan agar ia bisa berangkat. Izin diperolehnya. Ia akhirnya memboyong anak dan istrinya untuk tinggal di Inggris. Kesulitan masih tetap ia alami, masih kendala biaya. Di Inggris biaya hidupnya cukup tinggi, ia pun menyewa apartemen dengan biaya yang

murah, tak hanya itu ia coba bekerja sama dengan dosennya agar ia langsung mengambil riset untuk penelitian tanpa mengambil mata kuliah lagi. Ia berhasil, dosen mengizinkan dengan syarat ia harus mampu mempublikasikan sebanyak tiga hasil penelitiannya. Masih dengan tekad yang kuat Suherman berhasil menyelesaikan kuliahnya selama setahun. Barulah ia kembali ke Indonesia. Suherman kini terikat kontrak dengan USU, ia harus mengabdi tujuh tahun untuk USU. Kini, ia merupakan salah satu dosen yang mampu memotivasi siswanya untuk meneliti. Mahasiswa pun dekat dengannya. Salah satunya Junaidi Teguh Siregar, mahasiswa Teknik Elektro 2012 yang menjadi mahasiswa bimbingannya untuk skripsi. “Salut kalilah nengok Bapak itu,” ujarnya. Junaidi merasa sebagai dosen, Suherman mampu menjadi motivator untuk mahasiswa agar tetap semangat kuliah. Di kelas, Suherman bahkan tak pernah marah atau memaksa mahasiswa untuk kuliah. Ia hanya berpesan untuk bertanggung jawab pada orang tua yang telah menyekolahkan sebab ia sudah merasa sulitnya kuliah dengan biaya terbatas. Tak hanya itu, menurut Junaidi semua materi kuliah yang diberikan Suherman benar-benar mendalam, semua diberikan Suherman untuk mahasiswanya. Pribadinya pun dianggap asyik oleh mahasiswa, seperti anak muda, enak diajak bercanda tapi jika sedang serius Suherman benar-benar serius. “Walau dia dosen muda, dia yang paling disegani, disegani karena ilmunya,” papar Junaidi. Kini, dosen sekaligus Ketua Departemen Teknik Elektro ini masih gemar memotivasi mahasiswa untuk meneliti dan memberikan masukan untuk judul penelitian tak jarang ia juga memberi tips untuk berkuliah di luar negeri. Berbagai target dan impian sudah dicapainya. Hanya, ada satu penyesalan Suherman dalam hidupnya, ia terlalu serius menjalani kehidupan. Belajar tanpa henti, dan lupa untuk berorganisasi. Menurutnya ini penting, sebab dalam kehidupan tak bisa dilepaskan dari orang lain. Suherman berpesan agar mahasiswa harus berani ke luar melihat dunia, jangan cepat puas dan fokus pada tujuan karena masa depan perlu untuk diperjuangkan.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.