"Spasi"

Page 1

[spasi] karya fotografi oleh Aziziah Diah Aprilya



[spasi] karya fotografi oleh Aziziah Diah Aprilya


Katalog SPASI Karya fotografi oleh Aziziah Diah Aprilya

Diterbitkan oleh Tanahindie Press Kampung Buku, Jalan Abdullah Daeng Sirua 192 E, Makassar, Indonesia 90231 Produksi, Maret 2019 Periksa Aksara Fauzan Al Ayyuby Grafika / Tataletak Katalog Ade Awaluddin Firman Foto Sampul Aziziah Diah Aprilya

Kurator Anwar Jimpe Rachman Manajemen Produksi Artistik & Pameran Ade Awaluddin Firman

Acara Peluncuran Buku & Dialog Wilda Yanti Salam, Rahmawati, Fakhiha Anugerah Prastica Publikasi Rafsanjani

Perlengkapan Acara & Ruangan Pameran Achmad Teguh Saputro, Rusli

Kamera dan Video Editor “Anak Muda Kota / Youth and City� Suleman M. Nur, Wildan Maulana

Bendahara Produksi Fauzan Al Ayyuby

Dokumentasi Tanahindie



[Mengisi Spasi] Ketika Nadiem Makarim mendirikan Gojek pada tahun 2010 lalu, guncangan hebat kedua melanda pengusaha angkutan di Indonesia. Di Makassar, angkutan kota yang lazim disebut pete-pete segera makin sepi penumpang. Bangku-bangku penumpang angkot berwarna biru ini sudah sepi sejak hantaman pertama datang dari jasa pembiayaan kendaraan, ketika warga diberi kemudahan akses memiliki kendaraan pribadi. Hingga Oktober 2018, jumlahnya mencapai 1.563.608 unit (celebesmedia.id). Dengan merataratakannya dengan jumlah penduduk Makassar 1.671.001 jiwa (rakyatku.com), berarti nyaris setiap jiwa penghuni Makassar memiliki kendaraan. Bagaimana keadaan sebenarnya di dalam pete-pete? Adakah yang berubah setelah dihantam dua gelombang besar tersebut? Bila pun keadaan sudah bersalin rupa, bagaimana situasi yang sebenarnya? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang berupaya dijawab oleh Aziziah Diah Aprilya dalam karya yang ditampilkannya dalam pameran “Spasi�. Deretan pertanyaan sederhana tersebut juga yang menjadi tuntutan utama bagi Zizi, panggilan akrabnya ketika mengikuti residensi intens di Tanahindie dalam proyek penelitian dan penulisan “Anak Muda dan Kota� 2018 lalu. Karyakarya visual ini kemudian terbit dalam Kota Diperam dalam Lontang/City Soaked in Drinking Stall (Tanahindie Press, 2018), buku dwibahasa kumpulan tulisan hasil penelitian dan penulisan sekelompok anak muda terkait studi urban.


Namun penting dicatat bahwa proyek penelitian itu sejatinya adalah bagian dan bentuk upaya Tanahindie membuka ruang bagi seniman-seniman muda untuk berdialog dengan khalayak yang lebih luas. Saya selalu yakin, pengalaman masa yang lebih dini akan mematangkan dan menguatkan fondasi sang seniman di hari-hari yang kelak. Zizi juga telah berhasil mengisi spasi pameran fotografi yang demikian lebar di Makassar. Pameran ini pun melipur satu jeda cukup panjang inisiatif-inisiatif terkait fotografi. Pameran paling intens di Makassar, bahkan menjadi seperti agenda tahunan, adalah pameran yang digagas Galeri Foto Jurnalistik Antara. Spasi ini sudah diketuk—sambil merawat spasi lainnya yang kelak. Anwar Jimpe Rachman Kurator


[8]


[9]


[Spasi: Sebuah Jeda antara Pergi dan Sampai] Ketika tahun lalu memulai penelitian di pete-pete sebenarnya saya bahkan tidak tahu mau meneliti pete-pete dari bagian mananya. Tapi yang saya tahu adalah bahwa saya ingin menceritakan sesuatu tentang transportasi umum yang namanya khas itu. Alasannya? Mungkin karena saat sekolah dulu saya tidak pernah melewatkan satu hari tanpa naik pete-pete. Dan itu adalah pengalaman yang saya sadari belakangan ternyata mengesankan, sebab pete-pete seperti representasi kecil dari masyakarat kelas menengah ke bawah di Kota Makassar. Ada-ada saja manusia yang bisa kita temui di dalamnya. Mulai dari pekerja, anak sekolah, mahasiswa, ibu rumah tangga, bahkan penghipnotis. Kita tidak bisa memilih siapa, semua betul-betul acak. Namun di situlah bagian serunya.

_ Ketika tiga tahun belakangan ini saya sudah mulai berhenti berkendara dengan pete-pete, saya sadar ada ritme yang berubah di kehidupan saya. Pengaruh berpindahnya alat transportasi untuk kemana-mana ternyata cukup berdampak besar. Kalau dulu saya harus memikirkan waktu sekian untuk jarak segini, melihat rute, dan menghitung uang ketika berkendara dengan petepete, kini saya tidak begitu perlu. Bagi orang-orang itu mungkin hal yang lebih baik, saya sepakat sebenarnya. Tapi karena bisa menempuh jalanan

[ 10 ]


dengan kecepatan yang diinginkan, pelan-pelan makna waku itu juga berubah. Kecepatan menjadi sebuah hal yang pasti dan segalanya tiba-tiba terasa begitu memburu. Kalau dulu saya bisa menikmati perpindahan tempat dengan membaca buku, mendengarkan lagu, atau bahkan tidur, sekarang yang ada di pikiran saya adalah jalur apa yang harus dilalui agar tidak terkena macet. Saat di pete-pete kita tidak bisa menentukan jalur seenaknya karena dia punya jalurnya masing-masing, jadi kalau macet, yah, pasrah saja. Kalau tidak ingin macet, yah, berangkat subuh. Ada sesuatu yang harus kau terima ketika berada di sesuatu yang sudah pasti. _ Sebenarnya yang saya sadari belakangan adalah jeda yang tersedia ketika menaiki transportasi umum. Saya suka menatap jendela besar dan orang-orang di jalan sambil memangku tangan, saya suka punya waktu untuk membaca sisa halaman pada akhir bab di satu buku yang belum saya selesaikan malamnya, saya suka menghitung jarak tempuh dengan berapa lagu yang bisa saya habiskan untuk sampai di tujuan, dan saya suka melihat berbagai orang asing yang bisa ditemui di dalam satu tempat yang kecil itu. Bagi saya angkot atau pete-pete menjadi begitu berbeda karena tiba-tiba

[ 11 ]


kau bisa berjarak begitu dekat dengan orang yang bahkan berbeda jauh latar belakang dengan dirimu. Dan di beberapa waktu ada orang-orang yang menjadi akrab begitu saja hanya karena menanyakan “nanti turun dimana?�. Salah satu hal untuk menyatakan bahwa di kota ini sebenarnya tidak begitu sulit menemukan seorang teman. Sisa-sisa pengalaman dan rasa yang baru disadari itulah yang menemani saya untuk meneliti tentang pete-pete dengan memakai fotografi. Bukan sesuatu yang luar biasa sepertinya karena saya hanya seperti menulis buku harian dan menaruhnya bersama foto-foto. Ini hanya kegiatan bernostalgia sekaligus mencari jawaban apakah ruang yang saya namakan spasi itu boleh saya dapatkan di tempat lain juga?

_ Kadang saya sepakat bahwa kita mampu melihat nilai dari sesuatu ketika sesuatu itu tidak lagi berada di kehidupan kita. Membiarkannya berjarak bisa membuat kita melihat sesuatu itu secara lebih luas lagi. Mungkin. Ketika saya mencoba melihat kembali pengalaman-pengalaman itu, saya sadar bahwa hari-hari itu saya punya jeda yang cukup untuk memikirkan hal-hal sederhana yang mungkin memiliki banyak makna di kehidupan saya. Saat dunia begitu cepat berlari, menyediakan waktu untuk diri sendiri sepertinya penting. Tapi apakah saya bisa tetap mengalaminya kembali walaupun sudah tidak berada di sana? Aziziah Diah Aprilya Makassar, 2019

[ 12 ]


[ 13 ]


[ 14 ]


[ 15 ]


[ 16 ]


[ 17 ]


[ 18 ]


[ 19 ]


[ 20 ]


[ 21 ]


[ 22 ]


[ 23 ]


[ 24 ]


[ 25 ]


[ 26 ]


[ 27 ]


[ 28 ]


[ 29 ]


[ 30 ]


[ 31 ]


[ 32 ]


[ 33 ]


[ 34 ]


[ 35 ]


[ 36 ]


[ 37 ]


[ 38 ]


[ 39 ]


[ 40 ]


[ 41 ]


[Layout]

[ 42 ]


[ 43 ]


[ 44 ]


[ 45 ]


[Proses]

[ 46 ]


[ 47 ]


[ 48 ]


[Ucapan Terima Kasih Seniman] Kepada Achmad Teguh Saputro, Ade Awaluddin Firman, Alfiah Ummah S., Andi Thezar Resandy, Anwar Jimpe Rachman, Ari Helya Puspitasari, Arisan Tenggara, Bachry Ilman, Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Belinda Erunallo D., Dinas Perhubungan Kota Makassar, Fakhiha Anugerah Prastica, Fatmawati Bafadal, Fauzan Al Ayyuby, Fitriani A. Dalay, Hajir Muis, Hayao Miyazaki, Huda Furqana, Husnul Annisa, Ibe M Palogai, Ihlasul Amal, Jasmine Isobel H. B, Kampung Buku, Kedai Geraderi, KIFO KOSMIK, KOSMIK UH, Krack! Studio, Makassar Nol Kilometer, Megita Anastasia, Muh. Alfhy, Muh. Amin Nurdin, Muhammad Farid Wajdi, Nadya Adnadila, Nurul Izzah, Nurul Mutia Amin, Prabowo Arya Pradana, Rachmat Hidayat, Radiman Ashari. Rafsanjani, Rahmawati, Rusli, Sance, Sofyan Syamsul, Tanahindie, Wilda Yanti Salam, dan Wildan Maulana.

[ 49 ]


email: tanahindie@gmail.com twitter: @tanahindie instgaram: @tanahindie facebook: Tanahindie

www.tanahindie.org [ 50 ]


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.