Tabloid Teknokra Edisi 133

Page 1

Halaman 4

Di atas lahan ini, Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unila rencananya akan didirikan. Namun, 足kondisi lahan ini tampaknya lebih mirip kebun 足pisang.

Halaman 11

Rokok masih menjadi dilema di Indonesia. Kehadirannya dianggap menjadi penyelamat devisa negara. Namun, lebih banyak menimbulkan dampak negatif.

Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

www.teknokra.com FB: Teknokra Unila @TeknokraUnila

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Teknologi, Inovasi, Kreativitas dan Aktivitas

Halaman 12

Tak pernah terbesit dalam benak Ajeng menjadi seorang terapis anak Autis. Minat dan kesukaannya pada anak-anak autis membuatnya setia pada rutinitas mengajar.

Tetap Berpikir Merdeka!

Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh


2 Comment

Salam Kami

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Berbagai tawaran dan kebaikan yang mampir menjelang Pemilu patut diwaspadai. Musim Pemilu yang sedang melanda Indonesia sering menampilkan wajah-wajah baru. Wajah yang sebelumnya bahkan tak pernah kelihatan. Ma­ sing-masing punya strategi dan cara sendiri. Kalau sudah begitu, masyarakat ditempatkan seolah sebagai raja. Ramai-ramai acara digelar demi menyenangkan masyarakat. Berbagai kegiatan ‘bagi-bagi’ juga bertaburan sepanjang musim ini. Universitas Lampung yang dihuni lebih dari 25 ribu mahasiswa juga nampaknya menjadi lahan basah. Seluruh warga kampus umumnya sudah memasuki usia diatas 17 tahun. Ini artinya pegawai, staf, hingga mahasiswa sudah memiliki hak suara. Perlahan tapi pasti, Unila turut merasakan musim politik tahun ini, terjebak dalam atmosfer mobilisasi politik. Unila pernah dengan bangga menyambut kedatangan tamu dari seberang selat sunda. Alih-alih memberikan seminar mengenai sosialisasi empat pilar kebangsaan dan menghindari golput demi membangun negara, sang tokoh justru lebih banyak memperkenalkan diri. Padahal, sosialisasi empat pilar lazimnya sudah diberikan oleh MPR RI. Tak cukup hanya perkenalan, ia juga membawa rombongan partai untuk hadir dalam acara itu. Tokoh yang digandeng pun bukan tokoh sembarangan, melainkan salah satu calon legislatif dari Provinsi Lampung. Bahkan, salah satu calon gubernur juga diajak dan diberikan kesempatan sambutan. Lucu kan? Tak hanya itu, acara ini juga sengaja mendatangkan masa sekitar 5000 mahasiswa. Kehadiran mereka disinyalir terkait permintaan rektor. Disela-sela acara seminar, aroma kampanye terselubung tokoh pengisi seminar dan partainya masih terasa. Lambang partai yang dibawa sang tokoh sempat tampil di layar dan membuat mata peserta terbelalak. Kegiatan ini bagai sampul yang mengemas satu tujuan terselubung. Namun, mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila menangkap maksud itu. Mereka menggelar aksi protes saat acara berlangsung. Kedatangan 1000 kotak nasi bergambar calon gubernur yang hadir saat acara itu menambah riuh suasana. Tak ada ucapan selamat menikmati, yang ada hanya nama dan pengenalan tokoh sebagai calon pemimpin Lampung. Tak ketinggalan, kotak nasi itu juga menulis slogan pasangan. Meski tak sempat dibagikan saat acara seminar, namun nasi kotak ini tetap beredar di kalangan mahasiswa selepas acara. Anehnya, Unila sebagai tuan rumah merasa tak mengetahui perihal keganjilan dalam acara itu. Sebagian mahasiswa bidik misi yang dilibatkan sebagai panitia mengaku tak tahu menahu soal nasi kotak. Pimpinan kampus tak satu pendapat, ada yang merasa dikelabui dan ada berpendapat enggeh-enggeh wae. Peraturan Dikti nomor 26/DIKTI/KEP/2002 harusnya dapat menjadi ramburambu bagi Unila. Sebagai tuan rumah, sudah sepantasnya Unila lebih cermat dalam memilah tamu. Sudah tahu musim politik, mengapa membiarkan satu tokoh dari partai tertentu memberikan seminar? Pimpinan harusnya bertanya mengapa tawaran ini hanya hadir saat musim kampanye? Tamu memang Raja, tapi Unila harusnya tegas saat raja itu mulai nakal. Mahasiswa juga dituntut kritis menyikapi musim politik ini. Memang selalu ada dua pilihan menyikapi sesuatu. Namun, sebagai kaum intelek harusnya mahasiswa dapat melakukan penolakan saat berbagai indikasi kepentingan politik mulai masuk ke dalam kampus. Apalagi jika kepentingan itu berbalut acara seminar pendidikan. Mobilisasi partai memang berkembang pesat di negeri ini. Manufer yang dilakukan oleh pihak yang berkepentingan bisa saja lebih cerdik untuk dapat merambah dunia mahasiswa. Saat itulah, peran mahasiswa diuji coba= TABLOID TRI MINGGUAN diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) TEKNOKRA Universitas Lampung ALAMAT Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Telp .(0721) 788717 EMAIL ukpmteknokraunila@yahoo.co.id, redaksi.teknokra@gmail.com WEBSITE www.teknokra.com

Pelindung: Prof.Dr.Ir.H.Sugeng P.Harianto,M.S Penasihat: Prof.Dr.Sunarto,SH,MH Dewan Pembina: Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo,M.Sc. ­Anggota Dewan Pembina: Prof. Dr. , Asep unik SE.ME., Drs.M.Toha B Sampurna Jaya.MS., Ir.Anshori Djausal,MT., M.A., Dr.Yuswanto.SH.,MH., Dr.Eddi Rifai SH.MH., Maulana Mukhlis, S.Sos., MIP., Asrian Hendi Caya,SE.,ME., Dr. Yoke Moelgini M.Sc, Irsan Dalimunte,SE.M.Si,MA., Dr.Dedy Hermawan S.Sos,M.Si., Dr. Nanang Trenggono M.Si., Dr.H.Sulton Djasmi, M.Si., Syafarrudin, S. Sos. MA., Toni Wijaya S.Sos.MA, Rudiyansyah, Rikawati, S,Sos., Rukuan Sujuda, S.Pd. Pemimpin Umum: Muhamad Burhan Pemimpin Redaksi: Vina Oktavia Pemimpin Usaha: Yurike Pratiwi Kepala Pusat Penelitian dan ­Pengembangan: Novalinda Silviana Cover Kepala Kesekretarian: Fitri Wahyuningsih Redaktur Pelaksana: Aprohan Saputra, Fitri Wahyuningsih Redaktur Berita: Yovi Lusiana, Reporter : Khorik Istiana, Ayu Yuni Antika, Lia Vivi Farida Redaktur Foto: Kurnia Mahardika Fotografer: Fitria Wulandari Redaktur Artistik: Imam Gunawan Staf Artistik: Retno Wulandari Kameramen: Kurnia Mahardika Webmaster: Faris Yursanto Manajer Keuangan: Faris Yursanto Manajer Usaha : Hayatun Nisa Staf Keuangan: Ayu Yuni Antika Staf Periklanan: Sindy Nurul Mugniati Staf Pemasaran: Fahmi Bastiar Staf Kesekretariatan: Fitria W, Staf Pusat Penelitian dan Pengembangan: Hayatun Nisa Magang: Cherli Medika, Ramon M S, Suci Tri Kumalasari, Harianto Agusman, Anzanis M, Fajar Nurrohmah, Indra Bangsawan, Mita Wijayanti, Prayoga DP, Rika A,Siti Sufia, Sri Ide : Aprohan Saputra Lestari, Wawan Taryanto, Wulan Sumiar, Yasrifa F A, Yola Savitri, Yola Desain : Retno Wulandari Septika.

Episode Kedua

L

ibur akhir semester biasanya menjadi ajang berkumpul dengan keluarga, kerabat, atau kawan lama. Tak kurang satu bulan mahasiswa Unila menghabiskan waktu di luar kampus Unila dan bebas dari tugas kuliah. Kesibukkan yang berbeda mengisi hari libur ini terkadang dapat melupakan aktivitas belajar yang biasa dilakukan di kampus. Bagi kami, liburan ini tak sepenuhnya menjadi ajang melepas penat. Aktivitas mencari berita seputar Unila tetap berjalan seperti biasa. Sebagai lembaga pers mahasiswa, kami masih harus menyiapkan tabloid Teknokra. Tabloid yang sekaligus menjadi episode kedua di tahun ini. Mahasiswa yang juga kaum intelek digadang sebagai penerus estafet kepemimpinan Indonesia. Mahasiswa yang disebut-sebut sebagai agen perubahan (agent of change) dituntut untuk memiliki kelebihan, serba bisa, dan digosipkan memiliki idealisme yang tinggi. Kata ‘digosipkan’ dipilih karena nyata­ nya saat ini idealisme mahasiswa hampir hanya menjadi gosip. Tanpa libur panjang pun, idealisme di dalam kampus agak tertidur. Tak jarang kami mendapatkan penolakan dari narasumber. Namun, semua itu kami terima sebagai hasil kerja keras mempertahankan idealisme. Tapi kami tak ingin merasa jera menerima penolakan, tak ingin membiarkan idealisme tidur dalam diri kami. Sebagai pers mahasiswa yang masih yang melaksanakan fungsi sebagai

media kontrol sosial, sudah selayaknya kami memberitakan fakta yang memang harus difaktakan, bukan disembunyikan. Hal ini semata-mata untuk mengajak pembaca tetap berpikir kritis menghadapi krisis idelisme dunia kampus. Tetapi kembali lagi pada kondisi idealisme mahasiswa sendiri. Tak jarang idealisme ini tertidur bahkan didalam keramaian kampus yang kontroversial. Teknokra tak ingin idealisme ini terlalu lelap dalam benak mahasiswa. Selama libur semester ini kru Teknokra pun tetap beraktivitas, mencoba berperan secara maksimal, menyajikan berita yang aktual dan menjadi sumber berita yang terpercaya. Dalam edisi ini, Teknokra mengangkat isu politisasi kampus yang sempat tercium diawal libur semester lalu. Dikumpulkannya mahasiswa Kuliah Kerja Nyata, Bidikmisi, dan mahasiswa 2013 dalam bungkusan kegiatan yang apik menyamarkan aroma politik yang secara tak langsung masuk ke dalam lingkungan kampus. Macam-macam pendapat yang muncul dari kalangan akademika. Pembaca dapat menyimak berita lengkapnya dalam laporan utama. Berita lainnya seputar kampus juga kami sajikan sebagai bacaan di awal perkuliahan ini. Semoga episode kedua ini lebih baik dari episode sebelumnya. Dan tentu, episode kedua ini belum menjadi akhir. Inilah persembahan kedua kami. Selamat membaca. Tetap Berpikir Merdeka! =

Foto Novalinda S

Waspada


Kampus Ikam 3

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Dibilang Anak Kandung, Tapi ya Begini...

Oleh Lia Vivi Farida

FKIP-Tek: Menyambangi kampus Unila pada Kamis (27/2) yang berada di Jalan Panglima Polim, Ratulangi memperlihatkan suasana berbeda. Kampus lokal bagi mahasiswa Pendidikan Seni Tari dan PAUD ini memang terpisah dari kampus pusat. Memasuki gerbang uta­m a, bangunan-bangunan tua­ kampus tak lebih bagus dibandingkan SMPN 10 ­Bandarlampung yang ada disebelahnya. Cat dinding terlihat sudah kusam. Beberapa bagian tembok juga tampak mengelupas. Dari de­retan bangunan, hanya satu ba­ngunan yang kelihatan baru. Tidak hanya soal bangunan, proses belajar juga kurang mak­simal karena belum tersedia jaringan internet yang da­

pat diakses oleh mahasiswa. Luphita Tiontinov (Pendidikan Seni Tari ’13) mengaku selalu menyempatkan diri ke warnet atau menggunakan modem pri­badi jika ingin mengerjakan tugas atau mencari data untuk bahan kuliah. “Bagaimana kuliah bisa lancar ya, mbak? Internetan aja nggak bisa. Padahal kita ini udah UKT-nya tinggi. Ia berharap agar kampusnya segera mendapat jaringan internet untuk mempermudah proses belajar. Eva Aoktrina yang bekerja sebagai Staff kampus A membenarkan tak adanya jaringan internet. Menurutnya, hal ­ini sangat mengganggu proses belajar mengajar. Selain itu, untuk membahas jurnal ­dengan mahasiswa juga harus meng-

Jurusan Matemika FMIPA ­Rayakan Dies Natalis XV Oleh Yola Savitri

FMIPA-Tek : Jurusan Matematika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) akan mengadakan Dinamika (Dies Natalis) XV dengan tema mathematic is the beginning of technological advancement. Acara ini terdiri dari enam rangkaian kegiatan daerah dan nasional yang akan dilaksanakan pada 8-16 Maret mendatang. Selain pembukaan, acara dilanjutkan dengan lomba mewarnai tingkat TK dan SD, lomba olimpiade tingkat SD, SMP, dan SMA, serta lomba cerdas cermat tingkat SMA se-Lampung. Selain lomba, panitia juga menggelar bazar. Sebagai puncak acara, pada 16 Maret akan diadakan seminar nasional bertema “Untuk Indonesia Bebas Korupsi” di gedung Ernawan Khua Jukhai, Pahoman. Acara ini mengundang wakil ketua KPK Muhammad Busyro Muqqodas, Mustofa Usman dan Wapres 2 dari Indonesian Mathematical Society, Prof. Zulkardi sebagai pembicara. Ahmad Antoni, ketua umum Himatika berharap kegiatan ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang matematika dan implementasinya dalam kehidupan.=

Mahasiswa Unila Peduli Bencana Oleh Fajar Nurrohmah

Unila-Tek: Badan Eksekutif Mahasiswa Unila (BEM-U) dan Korp Suka Rela Unila (KSR Unila) mengadakan penggala­ ngan dana untuk korban bencana erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur. Penggalangan dana ini dilaksanakan selama 12 hari dan berakhir sejak (28/02). Penggalangan yang dilakukan BEM-U ditempatkan pada beberapa titik lampu merah, di antaranya lampu merah Unila, Pramuka, dan Teknokrat. Dari kegiatan ini terkumpul dana sebesar Rp. 4.150.000,-. Sementara itu, bantuan yang dikumpulkan oleh KSR Unila dilakukan melalui posko bantuan yang bertempatkan di depan Graha Kemahasiswaan Unila. Posko ini dijaga oleh anggota KSR secara bergantian. Setelah dua minggu penggala­ ngan dana, KSR Unila mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 5.554.000,- dan pakaian. Anggun Permatasari, anggota KSR Unila mengatakan KSR Unila menerima semua bentuk bantuan seperti dana, pa­kaian dan lain-lain kecuali makanan basah. Bantuan yang terkumpul langsung disalurkan oleh anggota KSR Unila kepada korban bencana di sekitar Gunung Kelud. Anggun juga berharap agar mahasiswa dapat mempercayai mereka sebagai pe­nyalur bantuan.=

gunakan modem pribadi. “Dibilang anak tiri juga bukan, dibilang anak kandung tapi ya begini,” ujarnya. Ia juga ­menambahkan, Laboratorium Se­ni Tari belum mempunyai kunci ruangan. Padahal, didalamnya terdapat peralatan kesenian. Eva menambahkan, mushola yang menjadi tempat ibadah beralih fungsi menjadi Laboraturium PAUD. Kepala Program Studi (Kaprodi) Seni, Fitri Daryanti, S.Sn, M.Sn mengatakan pihaknya telah banyak mengajukan usulan pemasangan jaringan internet. Namun, menurutnya pi­­­­­hak rektorat belum menanggapi. Awal Februari lalu, baru dilakukan pemasa­ngan hotspot di ruang Kaprodi. Namun, menurut Fitri

belum dapat digunakan karena belum ada akses jaringan dari Pusat Komputer (Puskom). Jaringan internet yang tak kunjung sampai ke mahasiswa pendidikan Seni Tari membuat mereka melakukan aksi. Fitri mengatakan pihak prodi telah melakukan protes dengan menyelenggarakan pementasan se­ni akhir Desember lalu. Aksi teatrikal itu menyinggung tak adanya fasilitas interrnet sejak kampus lokal terbentuk. Acara tersebut sempat dihadiri oleh Dekan FKIP, Bujang Rahman. Drs. Arwin Ahmad, M.si. selaku Pembantu Dekan (PD) II FKIP menjelaskan pihak Dekanat tak mengetahui perihal pemasangan jaringan internet di Kampus Panglima Polim. Namun, pihak dekanat telah beru-

saha mencari solusi masalah tersebut dalam rapat dengan pihak rektorat. Menurutnya, uang untuk pengelolaan jaringan in­ternet langsung masuk ke rektorat. “Biaya untuk pengaksesan internet 100% langsung dengan pihak Puskom. Jadi tidak melalui pihak dekanat,” tegasnya. Kepala Puskom Unila, M. Komarudin menjelaskan pihak Puskom telah memasang hotspot dan jaringan internet yang dapat diakses di satu komputer. Ia mengatakan, kendala pemasangan jaringan internet dikarenakan jarak yang lumayan jauh dari kampus pusat. Ia menambahakan, satu tahun terakhir ini akan ada pemasangan jaringan internet di tiga titik, yaitu di Prodi Seni Tari, Prodi PAUD, dan halaman kampus. =

tidak harus pulang ke kampung atau memilih golput karena tak punya cukup waktu untuk pulang. Ia menambahkan, BEM-U hanya menjadi fasilitator untuk proses pendaftaran. Saat akan mencoblos, mahasiswa dapat men­datangi TPS terdekat de­ ngan membawa surat pengantar yang diberikan panitia. “Di dalam kampus tidak diperbolehkan ada TPS,” ujar Julian. Mahasiswa yang juga Menteri Kesejahteraan Masyarakat BEM-U ini berharap semua ma­­­­­­ hasiswa yang telah memiliki hak pilih dapat menggunakannya dengan bijak. Menurutnya, memilih saat pemilu hanya membutuhkan waktu lima menit untuk menentukan nasib Indonesia lima tahun mendatang. Selain membuka posko di ­Gedung Ghra Kemahasiswaan

laintai 1, BEM-U juga telah me­ ngadakan berbagai sosialisasi. Berbagai cara seperti pemasangan banner dan publikasi melalui twitter, facebook dan BBM gencar dilakukan. Pendaftaran telah dibuka sejak 5 Maret lalu. Rencananya, panitia masih membuka pelayanan sampai 19 Maret yang beroperasi mulai pukul 09.00-15.00 WIB. BEM U juga menyediakan call center di 0721-9077111 untuk informasi lebih lanjut. Menurut Julian, telah ada 26 mahasiswa yang mendaftar dihari pertama. Salah seorang pendaftar, Eka Setiawati (Agroteknologi ’12) merasa terbantu dengan ­adanya program ini. “Pindah TPS ini bantu banget, daripada harus pulang ke rumah yang jauh ha­ nya dengan libur satu hari aja,” katanya.=

Mencoblos Tak Perlu Pulang Kampung Oleh Fajar Nurrohmah

Unila-Tek: Mahasiswa yang berasal dari luar kota Bandar Lampung tak perlu repot pulang untuk menggunakan hak pilihnya. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung berinisiatif membantu pemindahan Tempat Pemungutan Suara (TPS) bagi mahasiswa. BEM juga telah bekerja sama dengan KPU kota Bandarlampung. Dengan mendaftar di posko, mahasiswa dapat menggunakan hak pilihnya di TPS terdekat. Mahasiswa hanya perlu membawa KTP dan mengisi formulir yang telah disediakan. Julian (Manajemen ’10) me­ ngatakan program ini bertujuan untuk mengurangi tingkat Golput. Dengan adanya pemindahan TPS, BEM berharap mahasiswa yang berasal dari luar kota

Foto Fitria Wulandari

Gedung Baru. Gedung Pasca Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unila (FKIP) Universitas Lampung mulai ditempati. Namun, ruang kelasnya ini belum digunakan karena pembangunannya belum usai. Foto dibidik Selasa (4/3).


4 Kampus Ikam

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Pembangunan RSP (Masih) Terhenti Oleh Yola Septika

Unila-Tek: Memasuki tugu Universitas Lampung, di sebelah kiri jalan terlihat lahan yang ditutupi pagar besi. Di atas lahan ini, Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unila rencananya akan didirikan. Namun, kondisi lahan ini tampaknya lebih mirip kebun pisang. Dari balik tiang besi, pepohonan yang menumbuhi lahan itu masih dapat terlihat. Pohon pisang terlihat banyak tumbuh di atas lahan itu. Tiang pancang yang sudah berdiri juga tak lagi kelihatan rupanya. Pepohonan yang menumbuhi lahan itu lebih tinggi ketimbang tiang-tiang yang sempat didirikan. Padahal, pem­bangunan tahap pertama RSP ini menelan dana lebih dari 50 miliar. Awalnya, Unila menargetkan pembangunan RSP ini selesai pada 2014 (Teknokra edisi 125/2012). Namun, hingga kini pembangunan RSP masih terhenti. Berhentinya pemba­ngunan ini tentu juga menghentikan harapan mahasiswa fakultas kedokteran untuk dapat segera praktek di RSP. Salah seorang mahasiswa kedokteran, Leon menyayangkan terhentinya proses pembangunan RSP ini. Mahasiswa angkatan 2012 itu menilai kehadiran

RSP teramat penting untuk menunjang studi mahasiswa. Ia berharap, pembangunan RSP dilanjutkan sehingga Unila segera mempunyai RSP. “Kalau punya sendiri kita ­nggak perlu lagi harus ke Metro,” ujarnya. Mahasiswa Kedokteran ­la­innya, Mahendra Effendi (Ke­dok­teran ’11) menuturkan bah­­wa mahasiswa pernah melakukan pertemuan de­ngan pihak rektorat. “Kami dari mahasiswa kedokteran juga sudah sempat bikin petisi dan lobi ke rektorat,” ungkapnya. Mahasiswa yang juga ketua BEM FK ini berharap a­gar RS PTN bisa segera terealisasi setidaknya tahun 2020. Saat ditemui di ruang kerja­ nya, Dekan Fakultas Kedokteran, Sutyarso menuturkan bahwa setiap tahun Biro Perencanaan Universitas Lampung mengajukan permohonan da­na berupa proposal ke Dikti. Proposal yang diusulkan itu selanjutnya akan disampaikan ke Kemendikbud. Ia menambahkan, kelolosan proposal dipegang pada dewan. “Kalau sampai sa­at ini pembangunan terhenti, ya mungkin karena tak ada dana yang diberikan pada kampus,” terangnya. Menurut Sutyarso, ­d i­r i­nya memang pernah di­a jak ber­ koordinasi mengenai pem­­­ba­

ngunan RSP. Sutyarso ­enggan berkomentar saat di­tanyai perihal pendanaan RSP. ­Sutyarso juga menjelaskan bahwa pembangunan RSP akan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah pembangunan gedung yang dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap berikutnya adalah pengisian alat-alat rumah sakit dilanjutkan dengan pemenuhan sumber daya manusia. Sutyarso berharap Unila memberikan perhatian lebih untuk kelanjutan pembangunan RSP ini. Ia sen­diri mengaku pesimis RSP akan segera berdiri. Senada dengan Dekan FK, Rektor Unila, Prof. Sugeng P. Haryanto menjelaskan bahwa pembangunan RSP terkendala urusan dana. Sugeng mengaku Unila belum mendapatkan dana untuk pembangunan tahap dua dari Kemendikbud. Sugeng menambahkan, ia sudah melakukan berbagai usaha untuk kelolosan proposal tahap dua ini, namun tak ikunjung disetujui. Koordinasi de­­ngan pihak Kemendikbud juga pernah ia lakukan. “Kami pernah mengajukan dana 200 milyar, tapi disuruh merevisi ulang proposal dan diturunkan menjadi 70 milyar. Kami revisi tapi ternyata tak cair juga,” ­ungkapnya.=

Jurusan Manajemen diminati peserta SNMPTN Oleh Yola Septika

Unila-Tek: Sejak dibuka pada 17 februari 2014 lalu, jumlah pendaftar Seleksi Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) Universitas Lampung sudah mencapai 7469 pendaftar pada (6/3). Jumlah pendaftar terbanyak berasal dari Provinsi Lampung yang mencapai 990 orang. Urutan selanjutnya disusul oleh Sumatera Selatan dan Jawa Barat yang masing-masing sebanyak 261 dan 29 pendaftar. Kepala Pusat Komputer (Puskom) Universitas Lampung, Muhamad Komarudin, mengatakan belum bisa dipastikan adanya peningkatan pendaftar dari tahun kemarin karena pendaftaran belum berakhir. “Jumlah pendaftar bisa dilihat ketika pendaftaran telah ditutup” ujarnya. Tahun ini, Unila menyediakan 1915 kursi untuk mahasiswa yang lolos melalui jalur SNMPTN. Jumlah tersebut dialokasikan untuk 43 jurusan. Sebanyak 22 jurusan untuk bidang IPA dan 21 jurusan lainnya untuk bidang IPS. Sementara itu, sampai saat ini jurusan yang paling diminati pendaftar adalah jurusan manejemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ia juga menjelaskan bahwa syarat, ketentuan, dan tata cara mengikuti SNMPTN tahun ini tidak berbeda jauh dengan tahun lalu. Siswa yang sudah mendapat data dari pihak sekolah yang telah terverifikasi dapat langsung mendaftar di laman resmi www.snmptn.ac.id Pendaftaran sendiri akan ditutup pada 31 maret 2014.=

Unila Bentuk Forum Tanggap Bencana Oleh Kurnia Mahardika

Unila-Tek: Universitas Lampung menjadi salah satu dari empat perguruan tinggi yang terpilih untuk membentuk forum tanggap bencana. Forum tanggap bencana unit Unila ini dibentuk sebagai tindak lanjut dari seminar dan lokakarya yang bertema “ Mendorong Peran Strategis Mahasiswa dalam Sistem Penanggulangan Bencana di Indonesia” yang diadakan di Jakarta (16-17/04) tahun 2013. Dalam kegiatan tersebut, Unila mengirim Nuraini Indriyani (Bimbi­ngan Konseling ’09) sebagai perwakilan. Forum tanggap bencana ini diikuti oleh enam Unit Kegiatan Mahasiwa Universitas (UKM-U) sebagai pe­ngurus inti. Keenam UKM-U ini adalah UKM-U Menwa, UKM-U Pramuka, UKM-U Mapala, UKM-U KSR PMI, UKM-U Rakanila, dan UKPM Teknokra. Pemilihan keenam UKM ini menurut koordinator forum, Abdul Arifin (Hukum’11) didasarkan pada kemampuan dasar UKM. Ia juga mengatakan dalam forum ini dibagi menjadi empat divisi, yaitu divisi pendidikan pelatihan, rescue, divisi sosial, serta divisi publikasi. Surya Rahman M. selaku project manager humanitarian forum Indonesia berharap mahasiswa dapat membantu saat terjadi bencana. “Bukan lagi menjadi objek ketika terjadi bencana alam, tetapi mampu berperan aktif untuk menangani bencana alam,” ujarnya. Pembantu Rektor (PR III) Unila, Prof. Sunarto juga mendukung tim ini. “Bagus, harus tetap dilanjutkan,” ujarnya saat dihubungi reporter ­Teknokra.=

Begawi untuk Negeri Oleh Fajar Nurrohmah

Foto Kurnia Mahardika

Penuh. Mushola pertanian tak mampu lagi menampung jamaah. Akibatnya, jamaah harus sholat dzuhur di teras mushola. Foto dibidik Rabu (5/3).

Unila-Tek : Program Studi (Prodi) Pendidikan Geografi Universitas Lampung (Unila) dan beberapa universitas di Sumatera bekerja sama mengadakan Geografi Begawi 2014. Acara yang diikuti oleh 11 Universitas se-Indonesia ini dilaksanakan pada tanggal 3-4 Maret 2014. Kegiatan ini diisi dengan seminar dan lomba-lomba. Seminar ini mengangkat tema “Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Pengambilan Kebijakan dan Keputusan untuk Perencanaan Pembangunan Wilayah”. Dalam kegiatan ini hadir sebagai pembicara, Yudianto, ST., MPP (Kepala sub Direktorat Data dan Informasi kewilayahan kementrian PPN/ BAPPENAS), Tonny Ol Tobing, SE., MSP (Kepala BAPPEDA Provinsi Lampung) dan Dr. Hj. Trisnaningsih, M.Si (Dosen Prodi Geograatfi FKIP Unila). Ketua pelaksana kegiatan Arif Suryatama, Pend. Geografi’11 berharap setelah diadakannya kegiatan ini, para peserta menjadi lebih kreatif dan sportif. =


No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Waspada SMS dan Telepon Penipuan

Kampus Ikam 5

Oleh Retno Wulandari

Unila-Tek: Mahasiswa Unila harus waspada saat menerima pesan singkat (SMS) atau telepon dari nomor asing. Apalagi jika mengaku sebagai pimpinan kampus dan memerintahkan hal yang ganjil. Ave S. Fauziar (Pendidikan Biologi ’11) mengaku pernah mendapatkan SMS dari seseorang yang mengaku sebagai Pembantu Dekan (PD) I FKIP, M. Thoha B. Dalam SMS itu, mahasiswa yang juga disapa Oji itu diminta menghubungi nomor tertentu yang diakui pelaku sebagai nomor rektor. Tak hanya pesan singkat, Oji pun sempat mendapatkan telepon yang mengaku sebagai rektor Unila. Pelaku mengatakan bahwa Oji terpi­ lih mendampingi rektor pada seminar pendidikan di Jakarta. Dalam pembicaraan tersebut, penelpon mengatakan bahwa Oji akan diberi cek transportasi senilai delapan juta rupiah. Oji diminta memberikan nomor rekening. Anehnya, pelaku mensyaratkan adanya sisa sal­ do dalam rekening minimal satu koma lima juta rupiah. Ia

yang sudah menaruh curiga dari awal tidak memberikan nomor rekening dan langsung mengakhiri pembicaraan. Oji menilai, adanya SMS atau telepon penipuan ini cukup meresahkan mahasiswa. “Bahaya ya. Saya minta jangan mudah percaya sebelum check dan recheck,” ujarnya. ­Menurutnya, pimpinan kampus harus ber­ tindak cepat mencari dan me­ nangkap pelaku. Oji menuturkan bahwa bebe­ rapa temannya juga mendapatkan pesan singkat atau telepon dari nomor yang sama. Ani Sulistiyani (Pendidikan Biologi ‘11) juga mengaku hampir tertipu. Saat diminta nomor rekening, Ani sempat mencari buku tabungan untuk melihat nomor rekeningnya. Nasib baik masih berpihak pa­­­­­­d­­­anya, buku tabungan itu tak kunjung ketemu. Ia pun mengaku pelaku tak menelepon untuk kedua kalinya. Ani yang curigapun bertanya kepada Oji. Sejak saat itu, ia tahu bahwa nomor yang mengaku rektor itu ternyata palsu. Dari pe­

ngakuan Ave dan Ani, pelaku menggunakan beberapa nomor, yaitu +6281212312299 dan 08129667633. Sebagai pihak yang namanya disalahgunakan, Rektor Unila, Prof. Sugeng P. Harianto merasa tidak perlu menanggapi hal tersebut. “Biarkan saja, karena itu mengejar kucing dalam karung, kita nggak tahu, merabaraba,” ujarnya. Ia juga merasa tak perlu mengklarifikasi kepada mahasiswa. “Pembela sa­­ya Allah Maha Besar, Maha Kuasa,” ungkap Sugeng. Sugeng menghimbau agar ma­hasiswa tak perlu terlalu menghiraukan hal tersebut. Se­­­­­lama ini Sugeng tak ­pernah langsung menghubungi maha­ siswa, kecuali mahasiswa bim­­­­­ bingannya. Ia hanya ber­ko­ ordinasi dengan dekan ­atau­ pembantu rektor. “Rektor pas­­­ti menghubungi PR III dulu dan yang berurusan de­ngan mahasiswa pasti PR III,” ujarnya. “Jangan hiraukan sms se­perti itu, Bapak tidak pernah melakukan itu,” tegasnya ­meng­­akhiri perbincangan.=

Terharu Mendengar Pidato SBY Oleh Siti Sufia

Unila-Tek: Riuh tepuk tangan memenuhi Auditorium Hotel Bidakara saat presiden Susilo Bambang Yudhoyono masuk. Ia melambaikan tangan ke arah mahasiswa saat­hadir pada acara pertemuan mahasiswa bidik misi ­se-Indonesia. Dalam acara itu, presi­den mem­­berikan sambutan sekali­gus amanah. Saat hadir, ­presi­­den ditemani ibu negara Ani ­Yudhoyono. Dirjen Dikti yang dijabat Joko Santoso dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M.Nuh juga turut hadir. Saat menyampaikan sambutan, presiden SBY sempat menitikkan air mata. Presiden RI sejak tahun 2004 ini telihat berusaha menelan ludah saat bercerita kerasnya kehidupan yang pernah ia alami. Teks pidato yang sudah dipersiapkan tak sedikitpun ia baca. Hari itu, presiden SBY memberi amanah langsung dari hati. Mahasiswa yang hadir pun ikut mengeluarkan air mata. Dalam pidatonya, presiden ju­ga menyampaikan bahwa mahasiswa harus meneruskan pembangunan ekonomi di masa depan. Selain

itu, ia meyakinkan mahasiswa bahwa merekalah yang dipercaya menjadi pengganti dirinya sebagai pemimpin. Suasana haru juga muncul ketika pemutaran testimoni Birul Qodriyah, salah seorang mahasiswa bidik misi dari Universitas Gajah Mada. Mahasiswa jurusan keperawatan ini adalah anak dari seorang buruh tani. Penghasilan orang tuanya hanya lima ribu rupiah per hari. Berkat program bidikmisi, Birul dapat melanjutkan kuliah dan menjadi duta internasional. Acara dilanjutkan pemutaran film bidikmisi yang merangkum prestasi yang diraih mahasiswa. Acara ini bertujuan untuk membangun jejaring komuni­ kasi dan koordinasi mahasis­ wa, memupuk kebersamaan an­­tar penerima bidikmisi, juga bentuk apresiasi keberhasilan mahasiswa berprestasi. Selain bertemu presiden, mahasiswa juga mengikuti seminar pendidikan dan kewirausahaan. Aca­ra bertemakan kebangkitan kaum dhuafa ini juga ­rencananya akan dituliskan menjadi sebuah

buku yang be­risi profil dan testimoni mahasiswa. Sekitar 1.100 mahasiswa penerima program bidikmisi yang berasal dari 98 PTN dan 39 PTS hadir dalam acara itu. Mereka adalah mahasiswa yang berhasil mendapatkan predikat cumloude dan lolos seleksi nasional melalui ­internet. Sebanyak dua mahasiswa affirmasi Papua dan 15 mahasiswa bidikmisi Unila ikut serta dalam acara yang berlangsung selama dua hari itu. Pertemuan itu juga sekaligus menjadi acara peluncuran beasiswa presidential scholarship. Program beasiswa tersebut merupakan beasiswa untuk mendapatkan gelar master dan doktor yang dibiayai pemerintah Indonesia. Dana program ini berasal dari dana pengembangan pendidikan nasional (DPPN) yang dikelola oleh lembaga pengelola dana pendidikan (LPDP). Beasiswa ini diperuntukkan bagi warga negara Indonesia yang berkemampuan akademik dan kepemimpinan yang tinggi.=

Oleh Kurnia Mahardika

Tidak Terurus. Seekor rusa terlihat kurus dan terdapat luka di bebe­ rapa bagian tubuhnya. Bulu-bulunya juga rontok dan dipenuhi kutu. Foto dibidik Jumat (7/3).

Pramuka Kembali Adakan LKA

Oleh Fahmi Bastiar

Unila-Tek: Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka (UKM-U Pramuka) kembali adakan Lokabina Karana Adhiguna (LKA). Pada agenda rutin tahunan ini UKM-U Pramuka mengadakan LKA bertaraf nasional. Acara yang akan dilaksanakan pada sabtu dan ­minggu (1516/3) ini dibagi dalam tiga kategori yakni Siaga, Penggalang dan Penegak. Mete Ibrahim mengatakan, lomba yang diadakan pada LKA kali ini lebih

bervariatif. Diantaranya adalah lomba solo song, pidato dua bahasa yakni inggris dan lampung serta stand up comedy. Iqbal tanjung peserta LKA yang berasal dari SMA 2 Kota Bumi berharap mendapatkan hasil yang optimal dalam lomba ini. “Semoga kegiatan serupa akan terus dilaksanakan terutama di kawasan Pulau Sumatera karena kegiatan seperti ini sangat jarang sekali,” tandasnya.=

Kenalkan Integritas dengan Bina Desa Oleh Sindy Nurul Mugniati

Unila-Tek: UKM Komunitas Integritas (Koin) mengadakan bina desa pada (27-1/3). Dusun Sidorejo, Kelurahan Kerawangsari, Kecamatan Natar menjadi desa yang dikunjungi karena dinilai jarang tersentuh pemerintah. Bina Desa yang di ketuai oleh Chandra Anwar (Hubungan Internasional ’13) ini mengambil tema “Satu hati satu tujuan dalam membangun desa di ranah integritas”. Panitia lainnya, Bakti Saputra mengatakan tema ini diambil karena ingin menyatukan hati serta membangkitkan jiwa gotong royong panitia dan masyarakat. Dalam acara itu, mereka menggelar kegiatan nonton film bersama demi mengenalkan arti integritas. Ada tiga judul film yang diputar dalam acara ini. Film pertama ­berjudul

Sahabat Pemberani yang merupakan film persembahan KPK yang kemudian ditonton oleh kelompok anak-anak sekolah dan anak-anak putus sekolah. Kedua film lainnya, yaitu K versus K dan Tanah Surga Katanya juga diputar. Ketiga film itu dinilai mempunyai nilai integritas dan human interest. Perwakilan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) hadir sebagai narasumber. Acara tersebut disambut baik oleh warga. “Antusias warga sangat tinggi, sangat terbuka, kita juga kaget de­ngan respon masyarakat,” ujar Bakti, ketua bidang pengabdian masyarakat dan kampanye informasi Koin. Bakti berharap masyarakat mendapatkan hasil dari ­kegiatan ini. =


6

Reportase Khusus

Menakar Indikasi Politisasi Kampus

AWAS,

Kampanye Terselubung! Oleh Ayu Yuni Antika

Geliat musim politik 2014 ini membuat beberapa tokoh partai politik gencar memperkenalkan diri melalui berbagai acara. Universitas Lampung sebagai institusi pendidikan juga dikunjungi tokoh partai. Seminar pendidikan untuk mahasiswa terindikasi kemasukan kepentingan politik.

P

agi itu (18/1), meski kegiatan perkuliahan di semester ganjil hampir usai, Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung masih ramai. Kendaraan bermotor sudah mulai parkir di pelataran GSG sejak pukul 07.00 WIB. Beberapa mobil juga kelihatan parkir. Hari itu Unila kedatangan tamu dari Jakarta. Pramono Edhie Wibowo sengaja datang ke Unila untuk memberikan sosialisasi empat pilar dan motivasi peran generasi muda menghindari golput dalam rangka bela negara. Di dalam gedung, hampir semua kursi terisi penuh oleh sekitar lima ribu mahasiswa. Acara itu dibuka langsung oleh Rektor Unila, Prof. Sugeng P. Hariyanto. Sugeng juga seka­ ligus melepas mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Saat Pramono masuk ke dalam gedung, mahasiswa se­ rempak berdiri dan melambaikan bendera merah putih yang dibagikan panitia. Pramono yang hadir sebagai mantan Kepala Staf Angkatan darat rupanya tak datang sendirian. Kedatangannya didampingi Ruhut Sitompul, Irfan Fadila, dan Ridho Ficardo. Ketiga tokoh ini dikenal dekat dengan partai Demokrat. Ruhut Sitompul merupakan anggota DPR RI sekaligus tokoh kenamaan Partai Demokrat. Sementara Ifan Fadilla merupakan Caleg DPR RI Lampung dan Ridho Ficardo juga menjadi salah satu Calon Gubernur (Cagub) Lampung dari Partai Demokrat. Peserta yang mengikuti aca­ra sosialisasi itu mayoritas adalah mahasiswa bidik misi, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan mahasiswa angkatan 2013. Mahasiswa da­r i Darmajaya, IAIN dan Politeknik Negeri Lampung (Polinela) juga turut hadir. Salah seorang peserta seminar, Siti Meisita mengaku ­sudah pernah mendapatkan ma­teri mengenai empat pilar kebang-

saan. Menurutnya, pengetahuan mengenai empat pilar ini sudah pernah diberikan kepada mahasiswa Bidik Misi angkatan 2013 saat menerima kuliah umum pada bulan Desember lalu dengan pembicara Ayi Ahadiat, dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis . Awalnya, ia menerima pesan singkat atau ‘jarkom’ dari Forum Komunikasi (Forkom) Bidik Misi yang berisi pemberitahuan untuk datang menghadiri seminar tersebut. Saat itu, ia juga sempat bi­ ngung mengapa Unila kembali menyelenggarakan kegiatan se­­rupa. “Kita orang sempat ta­ nya, kok ada empat pilar lagi, emang ada apaan. Tapi kami ikut-ikut aja karena wajib,” ujar mahasiswa Biologi ’13 ini. Mahasiswi penerima beasiswa Bidik Misi ini juga menilai bahwa isi seminar tersebut berbeda dengan seminar empat pilar yang pernah ia terima. Menurutnya, Pramono lebih banyak menceritakan pengalaman kemili­terannya se­ jak berpangkat rendah. “Kalau yang du­l u, pertama-tama pake slide, satu-satu dijabarin, UUD gini-gini, detail ­b anget po­­koknya,” terangnya.­­Mahasiswa Bidik Mi­si ini juga sempat ­mengatakan bahwa disela menyampaikan materinya Pramono pernah berkata, “Seandainya saya menjadi ­presiden, saya akan membeli helikopter yang terbaru dan tercanggih,” ujar Siti menirukan. Dari kegiatan itu, Siti me­ ngaku lebih banyak me­ngetahui latar be­­­­­lakang Pramono ke­ timbang empat pilar kebangsaan. Pramono juga bercerita bahwa setelah pensiun pada Mei 2013, ia memilih terjun ke dunia politik bersama partai Demokrat. Ia adalah dewan pembina partai Demokrat dan salah satu kandidat peserta konvensi calon presiden. Peserta lainnya, Riki Misgiantoro (Agribisnis ‘12) me­ ngatakan saat menyampaikan materi, ia melihat lambang partai Demokrat muncul dalam

slide yang diputar. “Menurutku wajar aja kalo mereka menunjukkan itu sebagai identitas mereka, tapi waktunya mungkin yang kurang tepat karena sekarang kan lagi banyak kampanye politik untuk Pemilu,” ujarnya. Ia menambahkan, Ri­ dho juga sempat memberikan sambutan tentang tanggungjawab generasi muda. Indikasi masuknya kepenti­ ngan politik dalam acara ­so­sialisasi empat pilar kebangsaan itu juga terlihat dari nasi kotak bergambar pasangan Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri. Meskipun KPU Lampung belum menetapkan secara res­ mi pasangan calon, namun na­ si kotak yang hendak dibagikan ke peserta itu menuliskan ­Ri­dho dan Bactiar sebagai ca­ lon gubernur dan wakil gubernur Lampung. Kedatangan 1000 nasi kotak itu membuat peserta seminar sempat heran dan kaget. Anisa Riska Amalia misalnya (Fisika ’12) amat menyayangkan adanya nasi kotak tersebut. “Aneh aja gitu. Kalau emang mau ngasih, jangan yang ada gambarnya. Kalo kayak gitu ngetarain banget pingin dipilih,” ujar Anisa menanggapi. Peserta seminar lain, Deva Aziz N.M (Agroteknologi ’12) yang juga panitia kegiatan me­ ngatakan nasi kotak bergambar itu datang saat acara hampir selesai. Menurut Deva, ia kaget ketika melihat nasi kotak bergambar pasangan Cagub dan Cawagub tersebut. “Syok juga lah, ini kan akademik kenapa dimasukin ranah politik, kita belajar politik di sini, tapi bukan politik secara langsung seperti itu,” ujarnya. Nasi kotak yang jumlahnya sekitar 1000 buah itu tak jadi diberikan karena salah seorang panitia melarang pembagian nasi kotak. Karena takut mubazir, nasi kotak tersebut dibawa ke Rusunawa dan dibagikan pada mahasiswa. selepas acara. Na­ si kotak itu juga dibagikan ke beberapa pedagang di sekitar GSG.

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014 Salah seorang panitia teknis, Muhammad Akbar (Pend. Biologi ‘10) mengaku ­bahwa Forkom Bidik Misi pernah men­ dapat dua surat dari pihak rektorat. Su­rat pertama be­risi undangan mengikuti acara dan surat kedua meminta mahasiswa Bidik Misi membantu sebagai panitia teknis. Menurutnya, kedua surat tersebut ditanda­tangani langsung oleh rektor Unila. Akhirnya, tak ku­rang dari 120 ma­hasiswa ­Bidik Misi menjadi pa­nitia. Mereka ber­tugas ­mengurusi presensi peserta, pembagian snack, dan ­menga­tur tempat duduk. Perihal kotak nasi, Akbar mem­benarkan adanya hal ter­ sebut. Namun, menurutnya ke­ datangan nasi kotak itu diluar sepengetahuan panitia. Ia menambahkan, panitia juga sudah melarang keras pembagian nasi kotak tersebut. Selain kotak nasi yang menimbulkan banyak komentar, Akbar mengaku bahwa dirinya sempat mendapat pertanyaan dari beberapa teman mengenai slide yang menyebutkan Pramono sebagai salah satu calon presiden peserta konvensi partai Demokrat. Ia mengaku saat rapat kepanitiaan, slide yang disediakan tidak menampilkan karir politik. “Pagi itu memang yang saya dengar tim Pramono meyiapkan slide dari Jakarta, mereka ingin ditampilkan. Ka­ mi dan panitia dosen pun tidak tahu isinya,” ujarnya. Ia berpendapat adanya pemikiran bahwa acara tersebut termasuk agenda kampanye terlalu berlebihan. “Kalau ada yang menganggap itu politisasi kam­ pus, berarti mahasiswa pintar dan akan memilih se­suai hati nurani mereka nantinya,” terangnya. Keganjilan yang terjadi da­ lam acara itu membuat ma-

hasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila menggelar aksi. Mereka memprotes kegiatan yang dinilai salah sa­ tu bentuk politisasi kampus. Spanduk betuliskan “jangan jual kampus kami” mewarnai aksi yang dilakukan di depan GSG itu saat acara berlangsung. Presiden Mahasiswa, Nanda Satria (Pend. Geografi ’09) mengatakan bahwa sebe­nar­ nya politik tak dilarang masuk kampus. Namun, sesuai keputusan Dirjen Dikti nomor : 26/ DIKTI/KEP/2002, aktivitas p­o­­­ litik praktis jelas dilarang. Ia berpendapat bahwa seminar tersebut merupakan murni po­­litik praktis, karena hanya ada satu tokoh di satu jenjang pencalonan baik Capres, Caleg, atau Cagub dari satu partai. “Dibilang praktis karena dalam satu waktu dia mendapat suara yang masif. Banyak dari ribuan mahasiswa yang hadir tanpa pada saat itu mahasiswa diberikan kesempatan untuk membandingkan dengan yang lain,” ujarnya. Meski sedikit di­ tutup-tutupi, menurutnya hal tersebut sama sekali tidak men­ cerdaskan mahasiswa, ta­pi ma­ lah membodohi mahasiswa. “Ar­tinya kan ada brain washing bahwa sayalah yang pantas,” tutur Nanda. Awalnya, pihak BEM Unila tidak mempermasalahkan ke­ giatan itu. Namun, menurutnya ada dua pertanyaan yang menyeruak. Banyak yang mempertanyakan kewajiban Pramono menyampaikan materi empat pilar yang seharusnya diberikan oleh MPR RI. Kedua, ikut hadirnya beberapa tokoh partai Demokrat. Hal tersebut amat disayangkan meski saat itu Ridho berbicara sebagai Ketua Ikatan Alumni Lembaga (Bersambung ke halaman 8)


Wansus

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014 nomor ­26/DIKTI/KEP/2002? Kampus bebas dari kepen­ tingan. Dimana di dalam kampus terdapat ilmu-ilmu yang bisa dibuktikan dan di dalam politik terdapat kepentingan. Menjelang musim pemilu banyak partai yang melakukan kampanye. Bagaimana pendapat Ibu jika kampanye tersebut masuk kampus? Pertama kampus itu bebas dari politik. Jadi, tidak boleh ada politik praktis didalam kampus. Keputusan dirjen dikti nomor 26/DIKTI/KEP/2002 melarang aktivitas politik masuk kampus. Aktivitas apa saja yang dimaksud? Ya kampanye. Mengundang orang ke dalam kampus dimana dia adalah Capres atau Caleg. Mungkin saja ia melakukan seminar, tapi diujung-ujungnya ia melakukan kampanye. Itu yang tidak boleh. Beberapa minggu lalu, di perguruan tinggi di Indonesia telah diadakan bebe­ rapa seminar, termasuk di Universitas Lampung. Saat acara, terdapat ­dialog-dialog yang bersifat kampanye. Ba­ gaimana pendapat Ibu terkait hal tersebut? Dia pastinya membawakan partainya. Ya itu yang tidak ­boleh. Kalau memang salah. Apa sanksi yang akan diberikan Dikti?

Dr.Ir. Illah Sailah M.S

Pimpinan Kampus Harus Bisa Menolak dengan Tegas Oleh Siti Sufia

Tidak ada sanksi-sanksi untuk itu. Hal tersebut sudah dilarang dari Dikti. Oleh karena itu tugas kampuslah untuk mewaspadai hal tersebut. Dengan cara memberikan penjelasan dan penegasan. Jika memang ingin melakukan seminar di kampus anda, berikanlah se­minar yang ilmiah dan tidak ada unsur kampanye didalamnya. Selain itu, untuk apa diberikan sanksi. Padahal hal tersebut sudah dipesankan oleh dikti. Selanjutnya bagaimana kampus itu membentengi dirinya sehingga kampus tidak kecolongan. Apakah Dikti mengetahui rencana kedatangan Pramono Edhie ke beberapa perguruan tinggi? Tidak pernah Dikti ikut campur dalam kegiatan perguruan tinggi. Kampus tidak pernah memberitahu bahwa akan melakukan seminar atau semacamnya, karena memang

kampus mempunyai otoritas sendiri. Tidak semua kegiatan kampus diurusi Dikti. Karena dikti hanya sebagai rambu-rambu dan kampus sebagai insan dewasa yang menjalan­kannya. Lalu bagaimana seharusnya cara kampus menyikapi tawaran seperti itu ? Pimpinan kampus harus bisa menolak dengan tegas, bahwasannya kampus punya aturan dan lindungan hukum tentang kampanye di dalam kampus. Dengan banyaknya praktik praktek seperti itu, apa tindakan Dikti selanjutnya? Dengan adanya laporan yang jelas dan berbukti. Dikti akan menindaklanjuti masalah tersebut. Namun, sepanjang ini hanya sebatas lontaran, maka Dikti tidak dapat menindak lanjuti kasus tersebut. Siapa saja yang bisa me­ laporkan ketika ada indikasi politisasi masuk kampus? Seluruh elemen kampus atau-

pun masyarakat umum yang mengetahui hal tersebut. Apa solusi yang Ibu tawarkan dengan banyaknya fenomena tersebut? Ketika sudah ada aturan. Tunduki aturan. Apa harapan Ibu kepada mahasiswa dalam menyikapi Pemilu? Pertama mahasiswa harus bisa menyosialisasikan tentang Pemilu yang baik. Kami berharap mahasiswa bisa men­jadi promotor dalam pemilu. Jangan sampai pemuda melakukan golput sehingga dapat menentukan pilihannya seperti apa. Jadilah mahasiswa yang gentle, punya pendirian, dan analisa tentang para calon pemimpinnya. Jangan melakukan tindakan tidak mau tahu atau apatis.=

jadi alasannya memanfaatkan algae. Pemanfaatan algae sebagai bahan penyerap logam berat dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah pertama adalah me­ ngumpulkan algae yang yang telah diambil dari dasar laut. Selanjutnya, algae tersebut dinet­ralkan dengan cara dikeringkan. Setelah kering algae diolah menjadi menjadi bio massa. Un­tuk memaksimalkan cara kerjanya, dilakukan beberapa modifikasi. Setelah melalui semua proses tersebut, hasil modifikasi biomassa algae diletakkan di dalam suatu kolom penyaringan pembua­ ngan ­limbah industri.

Agar lebih efektif sebagai zat penyerap, algae dicampurkan dengan silika. Silika berperan sebagai matriks pendukung, sementara biomassa algae sebagai adsorben logam. Penggunaan teknik adsorbsi dalam mengurangi kadar logam dipilih karena prosesnya yang ­sederhana dan biaya yang relatif murah. Menurutnya, secara mikroskopis biomassa algae­ ­me­ngandung beberapa gugus aktif yang dapat berperan sebagai ligan untuk mengikat ion logam. Gugus aktif inilah yang akan mengikat logam berat di perairan sehingga kadar logam berat yang mencemari air menjadi berkurang.=

Melirik Potensi Algae

Dok.

K

eputusan Dirjen Dikti nomor : 26/DIKTI/ KEP/2002 tentang pelarangan aktivitas politik praktis di kampus mestinya menjadi rambu-rambu bagi perguruan tinggi. Berbagai tawaran kegiatan kuliah umum yang menghadirkan tokoh partai politik sebagai pembicara bisa jadi mengarah pada kampanye ter­selubung. Pramono Edhie Wibowo sempat hadir sebagai pembicara ­dalam sosialisasi empat pilar kebangsaan di Universitas Lampung pada (18/01). Kedatangannya yang didampingi tiga tokoh partai Demokrat, yaitu Ruhut Sitompul, Ivan Fadila, dan Ridho Ficardo sempat menjadi pertanyaan. Dalam menyampaikan materi, ia juga lebih banyak bercerita mengenai karier politiknya. Lambang partai Demokrat juga sempat muncul pada slide di depan layar. Tak hanya itu, nasi kotak bergambar pasangan calon gubernur dan wakilnya dari partai demokrat juga telah dipesan meski tak sempat dibagikan. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dr. Ir. Illah Sailah, M.S. memberikan tanggapannya mengenai hal tersebut. Berikut petikan wawancara reporter Teknokra, Siti Sufia saat mendapatkan ke­ sempatan berbincang di Hotel Bidakara (27/02). Apa yang melatar belaka­ ngi adanya undang-undang

7

inovasi

Oleh Mita Wijayanti

K

etertarikannya meneliti tanaman algae muncul saat melihat kondisi air. Prof. Buhani khawatir dengan air di daerah Lampung yang telah tercemar bahan-bahan ki­ mia. Menurutnya, bahan-bahan kimia terutama ­logam berat sangat berbahaya. Bila dikonsumsi, logam berat tersebut dapat mempengaruhi sistem kerja organ tubuh. Keberadaan logam berat jelas tidak dapat dibiarkan begitu saja karena dampaknya akan sa­ ngat berbahaya bagi kehidupan. Tak hanya beracun, zat ini juga dapat merusak ekosistem alam. Do­sen Fakultas ­Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam Universitas Lampung ini menilai jika pencemaran ini dibiarkan akan mengancam generasi yang akan datang. Ia menam­ bahkan, pencemaran air harus segera ditangani agar masya­ ra­kat tidak kesulitan air bersih. “­Jaman dahulu, orang-orang kita bisa memanfaatkan air sungai atau air sumur se­bagai sumber air bersih. Namun,

saat ini sangat sulit kita temukan air sungai yang jernih dan dapat dikonsumsi oleh manusia,” ujarnya. Dari situ, ia menawarkan solusi untuk meng­hilang­kan logam berat yang mencemari air menggunakan biomassa al­gae. Biomassa algae adalah zat menyerap logam berat yang bahan dasarnya adalah ­tanaman algae. Di Indonesia, tanaman algae sering disebut dengan nama ganggang. Tanaman ini ba­ nyak tumbuh di daerah yang lembab. Saking suburnya, da­ lam jumlah yang sangat ba­ nyak, algae seringkali dianggap sebagai tanaman yang mengotori perairan. Warna hijau atau merah yang dimiliki tanaman algae memberi kesan danau atau sungai yang menjadi ­tem­pat tumbuh tanaman ini tak bersih. Namun, Buhani mampu melihat potensi tanaman algae dari sisi yang berbeda. Sejak tahun 2000, ia telah meneliti tanaman yang belum memi-

liki daun, batang, dan akar secara jelas ini. Dikatakan tak jelas karena perbedaan fungsi organ-organ tanaman tersebut tak terlalu terlihat. Dalam ilmu taksonomi, tanaman algae masuk ke dalam kelas thalophyta (talus). Dari penelitian secara berkala itu, Buhani sudah menerbitkan 32 jurnal dan pernah dijadikan topik seminar sebanyak 16 kali. Dalam proses penelitian, ia juga melibatkan mahasiswanya. Menurut Buhani, biomassa algae merupakan salah satu material alam yang memiliki potensi sebagai penyerap ­logam berat. Algae juga merupakan bio indikator yang baik untuk meneliti tingkat pencemaran air laut. Selain itu, algae merupakan material yang bisa terurai kembali secara ala­ mi tanpa menimbulkan su­atu dam­pak yang negatif. Belum lagi karena algae adalah sumberdaya yang dapat diperba­ harui dan dilestarikan oleh manusia. Hal itulah yang men-

Ilustrasi Fajar Nurrohmah

Tanaman algae ternyata dapat menjadi solusi untuk mengurangi kadar limbah akibat aktivitas industri. Tanaman ini terbukti efektif menyerap logam berat.


8 Regional

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Menanti Kabar Penggusuran Oleh Sindy Nurul Mugniati

Ibu Sutihat bersama suaminya M. Yasin sehari-hari berjualan pecel di pinggiran jalur rel kereta api Kampung baru. Mereka sadar bahwa bangunan tempatnya berjualan masuk dalam lahan Ruang Manfaat Jalur (Rumaja). Menurut pasal 43 butir 3 Peraturan Peme­ rintah RI No. 56 Tahun 2009 tentang Perkeretaapian, lahan Rumaja harus bebas dari bangunan. Itu artinya, warung pecel yang ditempati Sutihat terancam dibongkar. Sutihat mengetahui ihwal pembongkaran bangunan miliknya sejak awal Januari. Ia menerima Surat pemberitahuan dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) mengenai Pembongkaran Bangunan di daerah Rumaja Kereta Api melalui lurah setempat. Menanggapi pembongkaran itu, Sutihat tak bisa menolak. Ia sadar tanah tempat warung pecelnya itu milik PT. KAI. “Terima-terima saja, karena ini bukan tanah milik saya,” ujarnya. Untunglah, Sutihat mendapat informasi bahwa lahan yang akan digusur hanya enam meter dari rel. Ia menaksir hanya bagian dapurnya yang tergusur. Jika pembongkaran tetap dilakukan, ia terpaksa mengangkut masakannya dari rumah. Sutihat masih berharap

(Sambungan dari halaman 6) ­ ertahanan Nasional ­(Lemhanas). “Kalau yang diunP dang mengisi seminar empat pilar Pramono saja itu gak masalah, tapi kenapa harus bawa-bawa rombongan,” ujar Nanda. Mengenai nasi kotak, Nanda berpendapat bahwa sepertinya hal itu memang sudah direncanakan sejak awal. Tetapi, karena mendapat protes, nasi kotak gagal dibagikan. Ia juga mengatakan bahwa acara itu terkesan dadakan tanpa persiapan yang matang. “Saya pikir ini merupakan tawaran, karena Pramono memang sedang field trip ke kampus-kampus,” tambah­nya. Ketidaksiapan itu juga terlihat dari pe­ ngakuan komandan satpam Unila Safe’I yang diminta oleh PD III FISIP selaku ketua panitia untuk menjaga ­keama­nan kendaraan di sekitar GSG selang satu hari sebelum seminar berlangsung. Menanggapi kejadian itu, Pembantu Rektor III , Prof. Sunarto yang juga penanggung jawab acara, ­mengatakan pihaknya hanya menjalankan perintah. “Kita di bawah pemerintahan RI. Penguasanya siapa, selaku PR III hanya menjalankan perintah. Yang pen­ ting jangan ada simbol-simbol partai. Jangan ngomong pilih saya atau coblos saya,” ujarnya. Sunarto mengatakan tujuan seminar ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih tentang empat pilar dan sebagai sarana pendidikan politik bagi mahasiswa. Sunarto juga mengatakan seminar tersebut merupakan permintaan langsung dari Jakarta melalui Rektor. Ia menambahkan, sebenarnya tidak direncanakan bahkan tidak disepakati adanya rombongan dari Partai Demokrat yang turut hadir. Perihal nasi kotak, Sunarto mengaku pihaknya tidak mengetahui hal tersebut. “Kalau tau, saya usir langsung. Orang mobil atribut aja tidak boleh masuk apalagi bagi-bagi kotak seperti itu,” tegasnya. Ia juga menjelaskan kejadian tersebut diluar kendalinya. Menurutnya, Rektor dan pihak Satpam juga tidak me­ ngetahui hal itu karena tiba-tiba ada mobil yang hendak membagikan nasi kotak. Merasa dikelabui, Sunarto mengaku langsung memberikan teguran secara lisan kepada Event Organizer (EO). Menurutnya, pihak EO hanya meminta maaf dan menjelaskan bahwa pihaknya tidak tahu karena pihak yang bersangkutan (partai, red) tiba-tiba ingin berbagi. Meski kecewa dengan adanya kejadian tersebut, Sunarto membantah bahwa dirinya terlibat bahkan dibayar untuk kegiatan tersebut. Ia mengaku bahwa dirinya benar-benar murni menjalankan tugas tanpa bayaran.

PT. KAI sudi memberikan ganti rugi untuk renovasi bangunan yang tergusur. Ketua RT 01/LK 01 Kelurahan Kampung Baru, Su­ geng Haryanto mengaku masih bingung dengan kabar penggusuran tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa penggusuran dilakukan karena bangunan warga menghalangi pandangan masinis kereta api. Sementara, informasi lebar lahan yang akan digusur masih belum jelas. “Beritanya simpang siur ada yang bilang 25 meter, 75 meter,” ujarnya. Di RT yang ia pimpin, akan ada 63 KK yang akan terkena penggusuran. Ia juga me­ ngatakan bahwa PT. KAI sempat datang ke rumahnya untuk memberikan informasi. Rencana pembongkaran bangunan liar ini dibenarkan oleh Sakirman selaku Lurah Kampung Baru, Kecamatan Labuhan Ratu. Sakirman mengaku mendapat surat dari PT. KAI yang disertai lampiran data ba­ ngunan liar di sekitar rel Kampung Baru. Menurut Sukirman, data itu memuat 583 bangunan yang akan terkena gusur. Fasilitas milik pemerintahan seperti puskesmas dan kelurahan lama juga terdaftar. Dalam surat juga diterangkan bahwa warga perlu

Ditemui usai menghadiri pengukuhan guru besar di GSG, Rabu (26/2), Rektor Unila, Prof. Sugeng membenarkan bahwa seminar tersebut merupakan permintaan pribadi pihak terkait (Pramono, red) kepadanya melalui surat tertulis. Namun, saat ditanyai lebih lanjut mengenai surat resmi tersebut, ia menolak berkomentar. Ia mengatakan bahwa pihaknya mengizinkan siapa saja yang ingin berbicara tentang empat pilar, kecuali orang-orang yang sudah ditetapkan KPU sebagai Cagub dan Cawagub, Caleg, atau Capres. Menurut Sugeng, pemahaman mahasiswa terhadap empat pilar makin pudar dan ia pun menyetujui permintaan itu. “Dari sisi keilmuan Pramono se­bagai mantan Kasat Angkatan Darat. Dia pasti kenal bagaimana harus mengamalkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Kalau dia tidak punya keahlian dan kemampuan, ya saya pikir-pikir dulu,” ujar rektor. Berbeda dengan PR III tentang nasi kotak, Su­geng tegas menyatakan hal itu bukan pelanggaran. Ia ­menganggap itu sah-sah saja. Ia mengaku tidak memberikan teguran secara lisan maupun tertulis kepada pihak yang bersangkutan. “Saat itu kan belum ditetapkan menjadi Cagub, kalau sekarang baru tidak boleh. Unila memang tidak boleh berpolitik, tapi pendidikan politik wajib hukumnya,” tambahnya. Ia mengaku tidak mempermasalahkan kedatangan rombongan partai. “Oh nggak masalah, silahkan saja kalau mau ikut, asal jangan bawa atribut partai,” ujarnya. Ditemui di ruangannya (7/3), dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, Arizka Warganegara mengatakan kampus menjadi lahan ‘seksi’ karena memiliki potensial voters yang lumayan banyak. Menanggapi acara seminar tersebut, Arizka mengatakan jika dilihat dari sisi substansi, acara itu tak menjadi masalah. Tetapi, menurutnya jika sudah masuk dalam aksentuasi ada simbol partai dan bagi-bagi nasi kotak, dapat diduga sebagai bagian dari mobilisasi politik. Terkait pernyataan PR III dan rektor, ia mengaku tidak bisa menyalahkan kampus, karena terkadang kampus harus terbuka pada semua tamu. Tetapi yang terpenting menurutnya adalah kejujuran dari tamu yang datang. Lebih jelasnya, Arizka mengatakan bahwa tamu harus memiliki kesadaran bahwa kalau mereka ingin ke kampus, adalah wajib hukumnya bagi mereka meninggalkan atribut-atribut kepartaian. Ia berharap mahasiswa lebih cerdas menggunakan rasionalitasnya dalam berpolitik. “Lucu juga kalau mahasiswa yang belajar politik di kampus dan yang aktif berorganisasi masih bisa dimobilisir,” terangnya.

melakukan pembongkaran bangunan secara sukarela sampai akhir bulan maret 2014. Namun, sampai saat ini Sakirman belum mendapati warga yang sudah melakukan pembongkaran. Tanah yang berada enam meter di sekitar rel kereta api Kelurahan Kampung Baru tersebut diakui Sakirman sebagai tanah PT. KAI. “Masyarakat tidak merasa keberatan untuk pembongkaran bangunan sepanjang enam meter tersebut,” ujarnya. Ia mengatakan tak dapat menyalahkan siapa pun karena PT. KAI juga mempunyai aturan. Mengenai ganti rugi, Sakirman mengaku belum mendengar adanya ganti rugi kepada warga. Sakirman hanya mengetahui jika ganti rugi hanya akan diberikan pada bangunan yang memiliki kontrak de­ ngan PT KAI. “Untuk ganti rugi itu urusannya PT. KAI dengan DPR dan Walikota,” ujarnya. Namun, ia masih berharap semua warga tetap mendapat ganti rugi. Sakirman belum mengetahui kapan PT. KAI mulai melakukan pembongkaran. “PT. KAI tidak memberi tahu, hanya memberi batas waktu untuk membongkar,” terangnya. Sakirman sebenarnya menyayangkan mengapa PT. KAI baru menggusur setelah banyak ba­ ngunan yang berdiri. Menurutnya, PT. KAI juga telah membiarkan bangunan tumbuh liar. Sementara itu, Kepala Humas PT. KAI Tanjung Karang, Muhaimin mengaku belum bisa memberikan komentar apa-apa. Menurutnya, PT. KAI akan menunggu keputusan pusat mengenai rencana penggusuran ini. “Pihak PT. KAI masih menunggu keputusan dari pusat,” ujar Muhaimin. =

Mengenai pendapat Rektor, menurutnya memang tidak masalah karena Cagub yang bersangkutan belum resmi diputuskan oleh KPU. Tetapi yang perlu dihindari adalah adanya mobilisir suara. “Kalaupun ada mobilisir, seharusnya mahasiswa cerdas, mahasiswa bisa melakukan penolakan-penolakan,” jelasnya. Arizka juga mengatakan pihak kampus dan mahasiswa harus lebih cerdas dari pada politisi. “Intinya sebagai tamu mereka harus sadar diri bahwa kampus sudah di covering oleh peraturan menteri yang mengatakan kampus harus bebas dari aksentuasi politik dan se­ bagai tuan rumah kita harus jeli mana yang termasuk pendidikan politik dan mana yang mobilisasi politik,” ujarnya mengakhiri pembicaraan. Sementara itu, ketua pelaksana kegiatan yang juga PD III FISIP, Pairul Syah menolak memberikan tanggapannya. Meskipun telah ditemui beberapa kali, ia tidak bersedia memberikan keterangan. Ditemui diruangannya (4/03), Fajrun Najah Ahmad selaku sekertaris DPD Partai Demokrat menceritakan kronologis kedatangan Pramono dan rombongan ke Unila. Fajrun mengaku bahwa pihaknya hanya menjemput Pramono di Bandara dan mengantarnya sampai Gedung Rektorat Unila tanpa ikut ke GSG. Menurutnya, kedatangannya ke Unila bukan sebagai sekretaris DPD, namun sebagai undangan. Fajrun menambahkan pihaknya tidak ikut mempersiapkan kedatangan Pramono ke Unila. Ia juga mengaku sudah sangat berhati-hati. “Saat menjemput di Bandara kami memang memakai jaket partai, tapi saat sudah masuk Unila kami semua melepaskan semua atribut di mobil,” terangnya. Fajrun juga mengatakan tidak mengetahui urusan nasi kotak. Bahkan, ia mengaku baru tahu kabar itu dari reporter Teknokra. Menurutnya, kedatangan Ridho karena diminta menjadi pembicara. Ia menambahkan, tidak ada informasi bahkan teguran dari Unila perihal kejadian itu. Fajrun mengaku pihaknya sangat mengetahui, mentaati, dan menghargai kebersihan kampus dari praktek politik praktis. Ditemui saat berkunjung kantor Lampung Post (4/03), Ridho Ficardo membenarkan bahwa dirinya sempat mengisi materi karena diundang pihak panitia untuk hadir dan memberikan sedikit materi sebagai alumni Lemhanas. Saat disinggung perihal nasi kotak yang bergambar wajahnya, ia mengaku tidak mengetahui hal tersebut. Ia juga mengatakan tidak tahu harus menanggapi apa. “Saya tidak mengetahuinya,” ­ungkap Ridho sambil terburu-buru memasuki mobil. =


Apresiasi

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Gie, Sosok Mahasiswa yang dirindukan

S

oe Hok Gie, pemuda ­keturunan Cina, sosok yang haus akan ilmu dan mencintai perubahan besar coba ditampilkan. Sutradara film, Riri Riza memilih Nicolas Saputra sebagai aktor utama. Nicolas adalah Gie yang ­setia kawan, teguh pendirian, dan me­miliki semangat juang. Ni­colas berhasil menjadi tokoh utama yang peduli pada tanah airnya. Ia benar-benar ­menjadi sosok Soe Hok Gie yang berani menyuarakan pendapat dan ketidakpuasannya pada pemerintahan orde lama. Gie ditampilkan sebagai ma­ hasiswa yang tak sekadar pandai bicara atau protes. Namun, ia juga pemuda pandai, gemar membaca, dan berdiskusi. ­Bu­ku­-buku di perpustakaan mengenai filsafat dan sastra seringkali Gie baca. itu pula yang ikut membentuk Gie menjadi pribadi yang kritis dan lebih sering bersuara lewat tulisantulisannya. Gie menjadi mahasiswa fakultas satra di Universitas Indonesia. Pemuda ini sangat mencintai alam Indonesia. Ia bersama teman-temannya seringkali mengisi waktu dengan mendaki gunung. Film ini mengambil latar saat tragedi G30SPKI memanas di Indonesia. Gie, ikut serta dalam setiap aksi protes terhadap pemerintah yang ia dianggap ditunggangi kelompok tertentu. Adegan-adegan ­demonstrasi dan aksi protes sering dimunculkan oleh Riri. Suatu adegan dalam film itu menggambarkan kegamangan Gie saat menyaksikan kepemim­ pinan di kampusnya ­ditunggangi

Judul : Gie Tahun : 2005 Durasi : 147 menit Sutradara : Riri Riza Produksi : Miles Production kelompok tertentu. Saat itu, para calon ­ketua senat dan aktivis kampus ­sedang mengadakan diskusi. Seorang teman dari sebuah organisasi berbicara membela organisasi yang ia pimpin. Gie lantas protes, menjelaskan bahwa senat bukanlah milik golongan tertentu. Pendapatnya menyulut emosi orang-orang yang tak sependapat. Namun, Gie tetap bicara. Adegan ditutup dengan aksi ­be­be­rapa mahasiswa yang hendak memukul Gie. Demi mengawal kepemimpinan kampusnya, ia tergerak untuk ikut dalam senat dan mengajukan Herman Latang sebagai calon ketua. Baginya, Herman tak membawa kepen­ tingan golongan dan agama manapun. Ia ingin, pemimpin yang terpilih kelak adalah pemimpin yang netral sehingga kebijakan yang dikeluarkan tak memihak golongan tertentu. Revolusi memanas, banyak organisasi bermunculan de­ ngan kepentingan golongan dan agama yang beragam. Begitu juga di lingkungan universitas Indonesia. Pemikiran Gie yang kritis dan keberaniannya untuk menyuarakan pendapat memancing banyak organisasi membujuk Gie untuk masuk dalam organisasi mereka. Namun Gie menolak. Akhirnya Gie bergabung dengan suatu gerakan yang memiliki pemikiran yang sejalan dengannya. mereka menyebarkan pamflet yang berisikan kritik terhadap pemerintahan dan politik masa itu, ditulis oleh Gie. Kejadian demi ke­jadian terjadi, Gie terus mengkritisi pe­­ merintahan Indonesia lewat

Ngekhibas

Unila menggelar sosialisasi empat pilar kebangsaan Kok Caleg dan Cagub ikutan hadir ya? Kampus lokal Unila belum punya Wifi

Padahal sudah ada biaya pengembangan IT Rektor SMS mahasiswa Hati-hati penipuan!

Pembangunan RSP masih terhenti Wah, targetnya meleset dong!

Repro

Oleh Retno Wulandari

Resah

t­ ulisan-tulisannya di media. Hingga disuatu titik ia merasa lelah, di­tambah banyaknya tekanan dari pihak-pihak yang merasa terusik oleh tulisan-tulisannya. Sosok kri­­tis­ itu meninggal di usia 27 tahun dalam sebuah pendakian ke Gunung Semeru. Film ini membuka mata para penonton mengenai perjuangan mahasiswa saat itu. Sa­ngat cocok ditonton pada masa seperti sekarang, saat mahasiswa mulai apatis dan malas untuk menyuarakan pendapatnya. Mereka lebih sibuk dengan gadget masing-masing dan tak peduli dengan lingkungannya. Film ini juga mengandung banyak pesan dalam setiap kalimat yang dituturkan oleh Gie. Salah satunya kalimatnya yang bermakna ialah, “lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan”. Kalimat ini tentu menjadi perlawanan jiwa­nya saat melihat orang-orang tenggelam dalam kemunafikan demi sebuah kenyamanan. Gie memiliki harapan tentang pemerintahan Indonesia yang bersih dari korupsi dan kehidupan politik yang tidak berpihak de­ ngan golongan, ras, atau agama. Namun hingga akhir hayatnya, bahkan hingga sekarang harapan itu belum juga terwujud.=

9

Aku ingin bercerita Tentang sebuah rasa Tentang sebuah asa. Aku ingin bercerita. Tentang sebuah kebimbangan. Tentang sebuah keraguan. Aku ingin bercerita . Kepada ombak yang terus menggulungkan pasir. kepada pohon yang tetap dengan kebisuannya. kepada batu yang tak jua kudapati iramanya. Kepada angin yang mendesirkan dedaunan. Kepada rembulan yang masih dengan sinar bahagianya. Kepada bukit, gunung, pasir Dan siapa saja yang bisa kutanya. Tapi kosong.. hampa . tanpa irama Tanpa bualan. Tanpa senyuman tanpa kepastian dan tanpa makna. Hanya sekedar kebingungan yang bersarang. Tidak ada yang bisa kucuri Walaupun tanpa arti.

Pupus Aku merintih dalam resah Berharap pada cinta yang takku mengerti Aku merintih dalam tangis Berharap pada rasa yang telah hilang Kadang mulut tak bisa lagi melebarkan senyum Terbungkam dengan asa Asa yang telah pergi Jauh…jauh….jauh dan sangat jauh sekali Sampai kehilangan bayangan moksa Dan aku tetap terpaku Menunggu dan terus menunggu Walaupun patah, walaupun rasa tak dapat lagi menyatu Biar kupendam laraku tanpa nama mu

Novandra Yudha Satria FISIP Ilmu Pemerintahan ‘10

Suara Mahasiswa

Sampaikan Keluhanmu lewat SMS Mahasiswa,dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 08981735868/ 089699271495 Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila

Dayu rinaldi (sosiologi ‘09) 081272956xxx Tolong lebih follow up lagi tentang ki­nerja dosen, tampung juga pendapat dosen dan bagaimana tanggapan dari dekanat. Yesi yunita (tehnik geofisika ‘13), 08986488xxx Kepada pak rektor mohon untuk menurunkan UKT untuk golongan 4dan 5 . karena di univer-

sitas lain yang jauh lebih bagus dari unila. UKT yang besar harusnya diimbangi dengan fasilitas yang bagus juga. Edi Triyanto (D3 tehnik sipil ‘12), 08982284xxx Kepada bapak rektor dan bagian keuangan rektorat unila, kenapa biaya semester enam di jurusan saya tidak sama dengan biaya semester enam kakak tingkat

saya? Biaya semester saya 1,8 juta, kaka tingkat saya hanya enam ratus ribu. Kalo mau beda tidak apa-apa, tapi jangan terlalu jauh selisihnya. Saya ini bukan orang kaya. Amran (d3 akuntansi ‘13) 085709532xxx Ass, pak rektor tolong info beasiswa di update di tabloid Teknokra biar mahasiswa lebih tahu.


10 Artikel Tema Anak Indonesia dalam Kepungan Erotisme

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Oleh : Saddam Cahyo*

M

asyarakat dengan segala kemajemukan dan kompleksitas kehidupannya barangkali memang tempat ideal bagi lahirnya berbagai anomali. Namun, jika penyimpangan selalu tidak diacuhkan dan diluruskan maka akan semakin mewabah, lama kelamaan bisa kita amini sebagai kewajaran meski sudah begitu jelas keburukannya. Setiap hari­ nya selalu mudah ditemukan berita penyimpangan perilaku seksual yang sangat memprihatinkan kita karena melibatkan anak-anak sebagai korban atau bahkan pelakunya.

Ilustrasi Retno Wulandari

Buah Kuasa Pasar Sekarang ini, logika sistem hidup kapitalisme memang kian menggerogoti peradaban kita, semua benteng nilai ajaran agama dan etika sudah runtuh dijebol nafsu picik duniawi. Theodore W. Adorno, teorikus kritis mazhab Frankfurt menyebut fenomena ini sebagai commodity society, dimana kita sedang hidup dalam dunia yang tak lagi berproduksi memenuhi kebutuhan dan kepuasan dasar manusia, tetapi menciptakan kebutuhan dan konsumsi yang tak berbatas demi pelipatgandaan profit material bagi

segelintir pihak. Dalam hal ini, seluruh aspek kehidupan dipandang sebagai komoditas atau barang jualan, meski ia menyangkut hal-hal sensitif dan privasi termasuk aktivitas seksual dan tanpa mempedulikan dampak sosialnya. Seperti dalam fenomena siswa SD tadi, Goyang Caesar memang sedang begitu populer menjadi salah satu produk hiburan yang paling digemari masyarakat segala usia. Penampilan komedian Caesar yang ko­ nyol dan energik memang terasa sangat menghibur di tengah kepenantan rutinitas kerja dan tekanan kebutuhan hidup yang kian menghimpit. Tapi sayang kita nyaris melupakan substansinya bahwa dibalik semua sensasi yang nampak di permukaan, hiburan ini se­ sungguhnya diiringi oleh lagu Buka Dikit Jos yang berlirik erotis. Menjadi paradoks rasanya, ketika kita beramai-ramai berjoget riang di muka publik ternyata sambil melantunkan nyanyian yang tak senonoh, terlebih lagi semua ini bisa dengan mudah dikonsumsi anak-anak dan remaja yang sangat labil dalam mencerna informasi. Mirisnya lagi ini hanyalah contoh kecil, sebut saja lagu-lagu berjudul Hamil Tiga Bulan, Kucing Garong, Satu Jam Saja, Mari Bercinta, Belah Duren, Paling Suka 69, dan banyak sekali lagu berlirik erotis lain, belum lagi tontonan, bacaan, dan akses internet bernuansa cabul yang dengan leluasa bisa diakses siapapun. Semua perangkat informasi seperti ini secara simultan sangatlah efektif merusak nalar sebagian masyarakat, tak hanya bocah bahkan akal sehat manusia dewasa pun bisa semakin tidak tahu batasan etik dari naluri seksual yang dimiliki. Perselingkuhan, seks bebas, pemerkosaan, bahkan terhadap balita dan hewan terus menggenapi fenomena anomalis yang fatal di negeri ini. Sementara pemerintah melalui kuasa kebijakannya pun seakan lupa dan setengah hati menganggapnya sebagai tanggung jawab. Kecaman sensor dari Komisi Penyiaran di beberapa daerah saja

tidaklah cukup, sanksi tegas dan penegakkan hukum di bidang inilah yang kita butuhkan.

Kembalikan Hak Anak Barangkali kita semua memang tahu persis betapa anak semestinya dipandang sebagai aset berharga yang harus dididik sebaik mungkin demi terwujudnya masa depan yang lebih baik bagi bangsa maupun pe­radaban manusia itu sendiri. Namun, sayangnya pengetahuan kita ini sebatas kesadaran etik yang tak mampu diejawantahkan dalam kehidupan nyata. Sistem hidup yang kita lakoni sekarang sama sekali tak ramah dan adil kepada anak, segala fasilitas yang baik bagi pertumbuhan fisik dan psikisnya terus dipelintir menjadi komoditas eksklusif yang tak terjangkau. Anak se­a­kan tidak punya pilihan selain turut menelan hiburan orang dewasa sebagai bahan imajinasi saat bermain dan belajar. Tengok saja hilangnya lagu dan program TV anak yang kontennya sesuai de­ ngan perkembangan usia mereka, belum lagi fasilitas publik untuk bermain pun terus tergusur. Kalaupun ada acara hiburan yang dikemas untuk anak, isi kontennya tetap saja memakai perkataan atau lagu popu­ ler orang dewasa. Cukup sudah menganggap perilaku anak yang berpotensi menyimpang sebagai hal sepele, wajar, atau malah kelucuan belaka, sebagai orang dewasa kita semua turut bertanggung jawab atas perkemba­ ngan kepribadian mereka. Sudah saatnya kita bertindak untuk mengembalikan hak anak-anak dengan melin­dungi dan mengayomi kehidupannya sewajar mungkin. Kita juga harus menyudahi tuduhan mi­ring sebagai bangsa permisif, yang mudah memaafkan menerima keadaan sekalipun pahit, seperti melumrahkan perilaku menyimpang para public figure (selebritis dan tokoh politik) yang mau tak mau dijadikan panutan. Negeri ini memang bukan didirikan di atas fondasi agamis dan konservatifisme, namun sejak merdeka, membangun bangsa yang berkarakter dan berkepribadian merupakan salah satu cita-cita utama yang wajib diperjuangkan.= ______________ *) Sekretaris Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Wilayah Lampung Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila.

Redaksi menerima kritikan dan saran serta kiriman berupa : Artikel atau opini, surat pembaca, dan informasi seputar Unila (diketik font cambria, ukuran 12 pt). Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi dan edaksi berhak menyunting naskah sepanjang tidak me­ngubah makna tulisan. Iklan


No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014

Life Style

Pembunuh itu Bernama Rokok Oleh Khorik Istiana

Rokok masih menjadi dilema di Indonesia. Kehadirannya dianggap menjadi menyelamat devisa ­negara. Namun, lebih banyak menimbulkan dampak negatif.

Ilustrasi Retno Wulandari

P

eringatan bahaya merokok dari baliho yang terpampang di jalanan terkesan lebih tegas. Pilihan kata “Rokok Membunuhmu!” menjadi peringatan keras bagi perokok. Namun, peminat ­rokok di Indonesia tak kunjung menurun. Ade Agung Darmawan (Agribisnis 2012) mengaku sudah merokok sejak kelas dua SMA. Menurutnya, pengaruh lingkungan membuatnya menjadi seorang perokok. Agung sebenarnya sadar bahwa rokok tak baik. Namun, saat berkumpul dengan teman-temannya, ia sulit menolak tawaran merokok. “Kalo kumpul, harus mengimbangi,” ujarnya. Sebagai perokok, Agung ­cukup selektif. Ia tak sembarangan mengonsumsi rokok. Agung hanya memilih rokok yang berfilter. Menurutnya, rokok yang berfilter lebih aman karena mempunyai penyari­ ngan asap rokok. Sampai saat ini, ia mengaku belum merasakan dampak akibat ­rokok. Agung pernah mencoba menghentikan kebiasaannya. Namun, baru tiga minggu berjalan, ia kembali mengonsumsi rokok. Ia merasa kesulitan karena tak ada yang melarangnya secara tegas. Mahasiswa lainnya, Ariyanto mengaku bahwa dirinya me­ ngenal rokok sejak SD. Hal ini terjadi akibat sering ­bergaul dengan orang yang usianya jauh diatasnya. Mahasiswa D3 Akuntansi 2011 merasa ketagihan dan memutuskan unIklan

tuk melanjutkan dengan ­sembunyi-sembunyi. Namun, suatu hari ibunya pernah mendapati Ari merokok di dalam kamar. Orang tuanya tak tinggal diam dan ­me­nghukumnya. Sejak itu, ia jera dan berhenti merokok. Tak jarang, ia jua ditawari rokok oleh teman-temannya. Namun, tawaran itu selalu Ari tolak dengan sopan. “ Kalo buat diri kita udah enggak baik, ngapain diikutin,” ujarnya. Kebiasaan merokok juga memberikan kerugian bagi perokok pasif. Meski tak mengkonsumsi rokok, ­Henny Indah (FMIPA Biologi ‘12) merasa dirugikan oleh ­perokok. Henny yang tidak ­terbiasa ­dengan asap ­rokok mengaku sulit bernafas ketika ada asap r o kok yang m e n g e bul mengenai ­dirinya.” Kadang kesal, kalau negor tapi enggak diindahkan, ya lebih baik geser aja deh” ujar Henny. Salah seorang dosen di Fakultas Kedokteran Unila, dr. Susianti mengatakan semua orang sebenarnya sudah ta­hu bahaya merokok. ­Berba­gai gangguan kesehatan ­s­­­e­­­­­­­pe­rti batuk, gangguan pada ­paru­­­­­­­­­-­­­­­­pa­ru, jantung, stroke bahkan kanker pun dapat ­menghinggapi perokok. Menurutnya, kandungan yang terdapat dalam rokok adalah bahan yang berbahaya bagi tu-

buh, seperti karbon monoksida, nikotin dll. Ia sepakat bahwa perokok pasif seringkali dirugikan. Ia sering menjumpai kasus suami yang merokok, namun istrinya yang terkena kanker paru-paru. Ia tak menampik bahwa rokok memang mempunyai manfaat untuk meningkatkan ­gairah. Namun, ketergan­tungan terhadap rokok dapat menyebabkan ­seseorang ­g­e­­­­­­­lisah terusmenerus saat tak menghisapnya. Ia menambahkan, kebiasa­an merokok ­biasanya muncul karena coba-coba. Kandungan nikotin yang menyebabkan seseorang merasa terstimu­lasi dan lebih bergairah membuat aksi coba-coba itu berlanjut. Menurutnya, iklan rokok yang ada di Indonesia sangat mempengaruhi masyarakat. Perokok sering digambarkan sebagai laki-laki gagah. Iklan tersebut memberikan kesan rokok seolah menjadi simbol kegagahan. Akibatnya, peringatan bahaya merokok seringkali tak ­digubris. Lebih lanjut ia menanggapi, jika perokok ingin berhenti merokok harus diawali dari diri sendiri. “Tidak ada terapi khusus bagi perokok untuk berhenti dari kecanduan, ha­­­­­­­­­­­­­nya kemauan dan tekat yang kuat untuk dapat lepas dari jeratan rokok,” ujarnya. Diakhir wawancara, dr. Susi menyarankan agar orang sebaiknya tidak merokok, karena rokok bisa membahayakan nyawa.=

Pojok PKM

11

Gie dan Kita Vina Oktavia Pemimpin Redaksi

Sosok Soe Hok Gie menggoda saya untuk membaca pemikirannya mengenai perubahan. Aktivis yang berpengaruh di zamannya ini mempunyai banyak pikiran liar soal itu. Bahkan, demi memaknainya, ia memilih keluar dari zona nyaman. Dalam sebuah catatan miliknya, ia pernah menulis “Kehidupan benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras, diusap oleh angin dingin seperti pisau atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil. Orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.” Catatan itu sungguh menggambarkan pilihan hidup seseorang yang mungkin terasa ganjil. Di saat orang lain berebut tempat dan kehidupan yang serba nyaman dan aman, Gie berani memilih cara lain memikmati kehidupannya. Pilihan itu rasanya lahir dari pemaknaan lingkungannya. Gie masih melihat ada orang yang mengeruk makan di tong sampah saat pemerintah berani mengumandangkan kata merdeka. Ia masih merasakan bau amis korupsi dari pemerintahan yang bobrok, jalanan yang rusak, dan kemiskinan yang merajela. Gie percaya, perubahan yang ada dibenaknya hanya dapat terwujud dengan menjadi gila. Gila baginya hanyalah gelar yang diberikan orang-orang yang menganggap dirinya waras kepada orang-orang yang dianggapnya tak waras. Namun, Gie dengan semua kegilaannya dapat mengukir sejarah tentang pergerakan. Bagi sebagian orang, Gie dianggap terlalu berani. Ia banyak menulis protes dan kritik mengenai pemerintahan orde lama dan baru kala itu. Ia mencurahkan setiap jengkal fakta yang ia lihat di jalanan. Demi itu, Gie merasa tak perlu takut pada siapa pun. Baginya, pemerintah bukanlah orang yang mampu menghentikan pikiran liarnya soal perubahan. Gie tetap menulis. Meski cita-citanya untuk mewujudkan negeri yang bebas KKN belum terwujud, namun setidaknya ia sudah mampu mewariskan pemikirannya lewat tulisan. Pemikiran itu akan selalu menjadi pengingat saat bangsa ini mulai lupa. Tulisan Gie menjadi ruh bagi mahasiswa yang punya kerinduan yang sama akan perubahan. Lelaki keturunan Tionghoa ini membuat saya merindukan sosok mahasiswa tempo dulu. Gelar bagi pemuda yang ketika saya sekolah dasar selalu ingin saya diraih. Kini, saat mendapatkannya, saya merasa tak ada yang istimewa. Keeleganan seorang mahasiswa rasanya hilang ditelan zaman. Mahasiswa sekarang memang tak hidup di zaman Gie. Namun, rasanya kita masih punya musuh yang sama. Kita sebagai mahasiswa juga harusnya berjuang mewujudkan cita-cita Gie. Sayangnya, kita belum punya keberanian seperti Gie. Sayangnya pula, kita terlalu apatis dengan lingkungan sendiri. Dan parahnya, kita enggan sekali menulis.=


12

Ekspresi

Kanti Setyo Willujeng,

Jatuh Hati pada Anak Autis

Oleh Rika Andriani

Tak pernah terbesit dalam benak Adjeng menjadi seorang terapis anak Autis. Minat dan kesukaannya pada anak-anak autis membuatnya setia pada rutinitas mengajar.

Y

ayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI) Lampung pertama kali ia kenal dari Susi Novianti. Susi yang yang juga kakak tingkatnya itu merupakan koordinator klinik terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Ajakan Susi untuk bergabung dengan YCHI coba Adjeng terima. Perlahan, mahasiswi Bimbingan Konseling ‘07 ini mulai jatuh cinta pada aktivitas mengajarnya. Ketertarikannya itu ia perlihatkan dengan rajin mengikuti pelatihan kete­ rapisan.

Iklan

Rutinitas mengajar itu ia lakoni sejak semester tiga hingga sekarang. Setiap usai kuliah, Adjeng mengunjungi kantor YCHI yang berada di jalan Pelita Ujung no.3 Labuan Ratu, Bandarlampung. Meski kerap dibenturkan dengan rutinitas kuliah, Ajeng tak merasa kesulitan membagi waktu. Disana, ia dibantu sembilan volunteer lainnya. Ajeng mendapat jadwal setiap hari Senin sampai Jum’at mulai pukul 14.00-16.00 WIB. Anak-anak autis yang belajar bersama Adjeng tergolong dari kalangan kurang mampu di Lampung. Sebagian anak-anak itu ia kumpulkan bersama teman-teman lainnya di YHCI dari lingkungan sekitar. Sisanya merupakan anak yang sengaja didaftarkan oleh orang tuanya. Selama ini, yayasan tempat Adjeng bernaung telah melakukan sosialisasi ke sekolah dan masyarakat. Berbeda dengan klinik terapi provit, di YCHI para pasien tidak dipungut biaya apapun. Namun, adakalanya orang tua pasien secara membawakan makanan untuk para terapis se­ bagai tanda terima kasih. Usia anak-anak yang Adjeng tangani bermacam-macam, mulai dari lima hingga sembilan belas tahun. Saat ini, terdapat dua belas anak yang masih belajar. Beberapa anak telah lulus dan dapat bersekolah di sekolah biasa, namun ada juga yang memilih bersekolah di SLB. Selama ini, Adjeng menargetkan enam bulan agar anak

No 133 Tahun XIV Trimingguan Edisi Maret 2014 didiknya dapat lulus tahap terapi. Me­reka dikatakan lulus jika sudah mampu duduk tenang, berdiri tegak, menulis, mewarnai, dan aktivitas belajar lainnya. Meski demikian, tak jarang ada anak didik yang butuh waktu lebih lama. Daya tahan tubuh anak yang sering drop membuat tahapan terapi menjadi terhambat. “Pernah ada pasien yang berumur 14 tahun kami off karena dia terlalu aktif dan kami pun tidak sanggup menangganinya,” jelas Adjeng. Menurutnya, mengajak anakanak autis untuk belajar ­butuh ke­ sabaran dan kerja keras. ­Ko­n­­­­disi mental mereka yang tak stabil menjadi penyebabnya. Tak jarang, ketika belajar anak-anak didikan Adjeng mengalami tan­­ trum (ngamuk, red). Kalau sudah begitu, anak-anak biasanya akan menangis atau memukulmukul meja. Bahkan, ada juga yang memukul terapisnya. “Saya per­nah didorong,” ujar Adjeng men­ceritakan ­pengalamannya. Na­mun, ia menganggap hal ter­ sebut sebagai respon yang wajar. Menurutnya, penyebab tantrum karena anak ingin mencari perhatian. “Namun, ada juga yang me­­ng­amuk karena merasa tak nyaman dengan suasana ­belajar, udara, atau makanan,” tambahnya. Untuk menanganinya, ­Adjeng akan mencoba memegang le­ngan anak, mengelus, atau memeluknya agar merasa nyaman. Namun, saat tak dapat dikendalikan, ia terpaksa harus mengikat mereka dengan bantuan teman pengajar lain. Dalam proses belajar, metode yang diterapkan bermacam-macam, seperti gross mottors, font mottor, sensor integrasi dan latihan berbicara. Semua metode tersebut dirancang untuk mengembangkan cara berpikir dan berinteraksi anak-anak. Kepeduliannya pada anak-anak autis coba ia tularkan untuk orang lain, Adjeng sering kali mengajak orang-orang untuk ikut menjadi

relawan melalui media sosial. Mahasiswa yang berusia 21 tahun ini aktif berkampanye melalui twitter, facebook, dan blog. Dari situ, ia sering mendapatkan yang tertarik membantunya mengajar beberapa pertemuan. “Sering, kalo saya nge-tweet ­banyak volunteer ba­ yangan yang ikut,” jelasnya. Kegitan mengajar yang ia lakoni pernah membuatnya kelelahan. Beban pikiran yang tidak stabil membuat penyakit tipusnya kambuh. Meskipun begitu, ia enggan mengurangi aktivitas mengajarnya. Orangtua Adjeng juga sempat khawatir aktivitas mengajarnya akan menganggu perkulihan. Namun, ia dapat menepis kekhawatiran itu dengan memperoleh nilai IPK 3,79. Hal ini membuat orangtua Adjeng mendukung pekerjaan sosial yang ia geluti. Adjeng mengaku anak-anak membuatnya nyaman untuk terus mengajar. Meskipun hanya diberikan uang transport sebesar dua puluh lima ribu rupiah setiap hari, ia mengaku tetap semangat. Adjeng mengaku tak pernah merasa jenuh. “Disini saya anggep sebagai main-main biasa bukan sebagai pekerjaan, karena banyak anak-anak yang mengasikkan,” terangnya. Sebenarnya, ia pernah bekerja di klinik terapi yang memberinya gaji. Namun, ia merasa tak sepakat degan manajemen ditempatnya bekerja. Baru satu hari bekerja, ia memutuskan untuk resign. Menurutnya, pihak perusahaan menganggap anak-anak sebagai aset untuk memperoleh keuntungan. Selain menjadi terapis, anak ke tiga dari empat bersaudara ini bergabung dalam komunitas Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin). Disana, ia menjadi interpreter atau penerjemah yang membantu penderita tunarungu berkomunisasi dengan orang normal. “Organisasi ini sudah lama ada, tapi sempet vacum karena tidak adanya interpeter,” jelasnya.

Mahasiswi yang memiliki hobi baca novel ini belajar bahasa isyarat secara langsung de­ngan seorang tunarungu. Ia mulai belajar sejak Mei tahun lalu. “Saya seminggu berkomunikasi dengan tunarungu. Saya ajak ke kampus, ajak makan,” akunya. Panggilan jiwa membuatnya tetap bertahan belajar bahasa isyarat dan menjadi interpreter. Sebagai hasil kerja keras dan keikhlasannya, beberapa pekan lalu Adjeng menghadiri penganugerahan sebagai Young Change Makers Asoka Indonesia di Jakarta. Penghargaan ini ia peroleh setelah lolos seleksi sebagai pemuda yang memiliki dedikasi di bidang sosial. Program kerja Toys Charity for Autism yang ia jalankan sejak april 2013 membawanya mendapatkan penghargaan itu. Program itu ia gulirkan dengan cara menggalang dana untuk anak-anak autis. Dana tersebut digunakan untuk menjalankan program terapi dan pembelajaran bagi mereka. Tak hanya itu, ia juga pernah menghadiri acara ­Internatio­nal Youth Conference For Peace Union. Acara yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah ini dihadiri oleh 50 orang dari 30 negara. Saat itu, Ajeng menjadi satu dari lima perwakilan untuk Indonesia. Ia mengaku akan terus bekerja dibidang sosial ini. “Saya nggak tahu sampai kapan, mungkin setelah lulus saya masih menggeluti profesi ini. Hanya saja mungkin di kantor pusatnya yang di Jakarta,” ucapnya. Gadis ini juga berharap lebih banyak orangorang yang memperhatikan anakanak berkebutuhan khusus ini. Menurutnya, mereka memiliki hak mendapat kebahagiaan seperti anak normal lainnya. Baginya, minat dan kesukaannya pada anak-anak autis membuatnya bertahan. “You don’t choose your pasion, but your pasion choose you,” ujarnya.=


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.