Halaman 8
Halaman 10
Halaman 11
Bukan hanya sebagai platform digital e-commerce berbasis android yang digunakan untuk mengatasi problematika dalam mendistribusikan hasil pertanian. Aplikasi ini juga menjadi sarana informasi dan konsultasi bersama para pakar di bidang pertanian.
Lagu “Ingatan” tersebut dibuat dengan tujuan agar masyarakat mempunyai jalan lain untuk dapat menikmati puisi, terlebih puisi yang dimiliki oleh para penyair di Lampung.
“Sejak kecil saya senang ngoprek (utak-atik) barang-barang elektronik, saya membuat pemancar radio saat duduk di bangku sekolah dasar,” Komarudin bercerita sambil kembali menyelami ingatan masa kecilnya.
Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung
Teknologi, Inovasi, Kreativitas, dan Aktivitas
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Tetap Berpikir Merdeka!
Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh
2
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Komitmen
R
Mengukur Diri
ektor Universitas Lampung (Unila) beberapa kali menunjukkan keseriusannya untuk menggenjot status Unila agar naik menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Ia menargetkan Unila sudah berganti wajah menjadi universitas berbadan hukum di akhir tahun 2022. Mau tak mau, Prof. Karomani dan Tim dipaksa harus bergerak cepat sebagai konsekuensi atas pernyataan mantapnya Unila untuk bertransformasi menjadi PTN-BH. Bukan perkara mudah, Unila harus penuhi persyaratan yang telah diatur dalam regulasi pemerintah. Seperti, mampu menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang bermutu, mengelola organisasi PTN berdasarkan prinsip tata kelola yang baik, memenuhi standar minimum kelayakan finansial, menjalankan tanggung jawab sosial dan berperan dalam pembangunan perekonomian. Sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020. Menilik kesiapan Unila, Prof. Suharso (Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) menuturkan Unila sudah masuki taraf 70%. Namun, masih ada yang mengganjal. Lantaran belum terpenuhinya syarat persentase minimal akreditasi unggul oleh Unila. Selain itu, Unila belum mampu menggalang pendapatan dari selain biaya pendidikan secara optimal melalui unit usaha yang dimilikinya. Rektor Unila, Prof. Karomani berjanji tak akan naikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa jika kelak menjadi PTN-BH. Jaminan ini masih dipertanyakan keberlakuannya jika ia lengser dari kursi kebesaran. Sebab dirinya tak dapat memastikan hal ini apabila nantinya terjadi pergantian Rektor. Di sinilah civitas academica perlu mengkritisi Unila dalam persiapannya melaju menjadi PTN-BH. Sebenarnya sah-sah saja jika Unila ingin naik kelas menjadi PTN-BH, tapi apakah dengan persyaratan yang belum sepenuhnya tuntas, tidak optimalnya pengelolaan unit usaha yang ada serta dengan status masih mengandalkan pendapatan dari jasa layanan pendidikan, Unila sudah layak naik kelas? Halaman 8
Halaman 10
Halaman 11
Bukan hanya sebagai platform digital e-commerce berbasis android yang digunakan untuk mengatasi problematika dalam mendistribusikan hasil pertanian. Aplikasi ini juga menjadi sarana informasi dan konsultasi bersama para pakar di bidang pertanian.
Lagu “Ingatan” tersebut dibuat dengan tujuan agar masyarakat mempunyai jalan lain untuk dapat menikmati puisi, terlebih puisi yang dimiliki oleh para penyair di Lampung.
“Sejak kecil saya senang ngoprek (utak-atik) barang-barang elektronik, saya membuat pemancar radio saat duduk di bangku sekolah dasar,” Komarudin bercerita sambil kembali menyelami ingatan masa kecilnya.
Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung
Teknologi, Inovasi, Kreativitas, dan Aktivitas
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Tetap Berpikir Merdeka!
Ilmiah Bisa, Populer Juga Boleh
Judul : Grasah-Grusuh Naik Kelas Ide dan Desain: Syendi Arjuna
Menghirup Udara Kampus Sehelai kain berwarna putih, hitam, hijau, biru, atau kadang juga motif bunga, menutupi ekspresi wajah para mahasiswa yang sedang berada di dalam ‘Tayo Unila’ itu. Total empat bus kampus sedang mengitari jalanan beraspal ke sudut-sudut fakultas. Mendekati tikungan dekat rektorat, tubuh mereka hampir terhempas ke kiri, untung saja semuanya berpegangan. Tak sedikit dari puluhan orang di dalam oto besar itu hanya bermaksud melepas rasa penasaran mereka akan bagaimana sensasi menaiki Tayo. Perkuliahan Tatap Muka Terbatas (PTM) telah dilaksanakan sejak 1 April 2022 . Hal ini membuat suasana kampus kembali ramai. B u s kampus sudah ke m b a l i
b e r o p e r asi, tempat parkir di berbagai fakultas sudah terisi penuh dengan jajaran si roda dua, begitu juga dengan ruang kelas yang sudah mulai ramai dengan orang-orang bermasker. Mahasiswa yang kali pertama merasakan kuliah tatap muka (Angkatan 2020 dan 2021), dengan suka cita menyambut udara ‘agak’ sejuk Kampus Hijau Universitas Lampung. Menghirup udara kampus bukan lagi hal yang istimewa bagi Kru Teknokra. Bagaimana tidak, hampir 24 jam di setiap harinya, sekretariat di pojok gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) itu tak pernah kosong. Menggoreskan tinta sudah menjadi rutinitas. Keliling Unila untuk hunting isu pun menjadi keharusan . Namun, belakangan ini
udara kampus rasanya sedikit membuat gerah. Bukan karena pepohonannya yang tak lagi begitu rindang, tetapi karena atmosfer kebijakan yang nampak terburu-buru dan tak pikir panjang membuat suasana sedikit pengap. Lewat Tabloid 164 ini, Teknokra mengguratkan tulisan dengan isu laporan utama mengenai Unila yang hendak merubah statusnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Harapannya tulisan-tulisan kami ini bisa membuka mata para pembuat kebijakan dan menciptakan udara kampus yang segar dan ramah bagi mahasiswa. Dari sini, dari pojok PKM, kami menyuarakan dan mengajak rekan-rekan semua untuk Tetap Berpikir Merdeka! =
PEMIMPIN UMUM Ihwana Haulan PEMIMPIN REDAKSI CETAK Silvia Agustina REDAKTUR BERITA Fajar Hendra Jaya, Rahel Azzahra (NonAktif) REPORTER CETAK Nadila Wulandari, Risa Amelia PEMIMPIN REDAKSI DARING Azhar Azkiya REDAKTUR DALAM JARINGAN Arif Sanjaya, Diah Prastiwi EDITOR Antuk Nugrahaning P. REDAKTUR ARTISTIK Syendi Arjuna STAF ARTISTIK Ega Literian Lisba, Shobbah Mubarok REDAKTUR FOTO Muhammad Rifqi Mundayin FOTOGRAFER Sepbrina Larasati REPORTER DARING Shaffa Riyadhul Jannah KAMERAWAN Afifah PODCASTER Sunia Dzakiyah F.P., M. Fauzan Al-Hazmi PEMIMPIN USAHA Sandra Puspita MANAGER USAHA Dwindy Monica MANAGER KEUANGAN Septa Yuvela U. STAF IKLAN DAN PEMASARAN_ PEMASARAN_ STAF KEUANGAN _KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Ridho Dwi Saputra STAF PUSLITBANG Farhan Al- Hafaf KEPALA KESEKRETARIATAN Pratiwi Dwi Lestari STAF KESEKRETARIATAN Amalia Sabilla M. MAGANG Rio Sanjaya , Pria Budi Tobing, Dinny K., Rossa Asyfah, Anolia R.T., Teresia Rosa, Revina Azzahra, Rara Maharani B.L., Rama K., M.Rafli, Neza P.T., Mazeza P.H., M. Hussein, Juhi Tamia, Afeby, Dheanilla Esa L., Eka Septiani H., Dewi C.K., Dede Maesin, Cucu Cahyati, Asri H., Afreza
Ilustrasi : Ega Literian Lisba
PELINDUNG Prof. Dr. Karomani, M.Si. PENASEHAT Prof. Dr.Yulianto M.S, Hero Satrian Arif, S.E., M.H. DEWAN PEMBINA Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. ANGGOTA DEWAN PEMBINA Dr. M. Thoha B. Sampurna Jaya, M.S., Prof. Dr. Yuswanto, S.H.,M.Hum., Dr. Maulana Mukhlis, S.Sos., M.IP., Asrian Hendi Caya, SE.,ME, Dr. Yoke Moelgini, M. Si., Irsan Dalimurte, SE., M. Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., Dr. H. Sulton Djasmi., M.Si.,TonyWijaya, S.Sos., MA.
No. 164 164 XXII XXII Bulanan Bulanan No. Edisi Mei Mei 2022 2022 Edisi
Kampus Ikam
Unila Belum Punya Satgas Kekerasan Seksual
33
Oleh : Sepbrina Larasati Unila-Tek: Pasca diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, Unila (Universitas Lampung) masih belum punya Satgas (Satuan Tugas) kekerasan seksual. Pembentukan Satgas ini masih dalam tahap perencanaan dan belum dipersiapkan secara mendalam. Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Yulianto menyebutkan bahwa sampai saat ini pihak kampus masih menunggu informasi dari Warek (Wakil Rektor) Bidang Kemahasiswaan dan Alumni se-Indonesia untuk memperoleh informasi mengenai model Satgas kekerasan seksual yang efektif untuk diterapkan di Unila. “Kita masih menunggu info dari sesama Warek 3 (Wakil Rektor) se Indonesia yang efektif itu seperti apa, karena ini berlakunya bukan untuk di kampus saja, bu-
kan persoalan dalam kampus saja, ini termasuk persoalan di luar kampus, jadi yang efektif itu seperti apa begitu kan,” ujarnya saat ditemui di ruangan Wakil Rektor 3, Lantai 2 Gedung Rektorat Universitas Lampung, Senin (28/3). Ia juga menuturkan jika Unila belum bekerja sama dengan lembaga atau instansi manapun terkait tuntutan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang mengharuskan perguruan tinggi untuk melakukan kerja sama dengan lembaga atau instansi terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. “Belum, kita masih melihat nanti lembaga-lembaga yang konsen terhadap kekerasan perempuan,” tuturnya. Pihak kampus-pun belum memiliki gambaran perihal kandidat yang akan mengisi Satgas kekerasan seksual nantinya. “Ya nanti lah kita umumkan siapa-siapa, tergantung siapa yang daftar nanti, yang daftar akan kita seleksi,” jelas Prof. Yulianto.
Menanggapi hal ini, Desy Putri Aldina (Ilmu Hukum’19) menyayangkan kelambatan rektorat dalam merespon Permendikbud PPKS. Menurutnya, pelecehan seksual tidak memandang usia, gender, dan posisi. Kekerasan seksual juga rentan terjadi di lingkungan perguruan tinggi sekalipun, sehingga Rektorat perlu bertindak tegas dan cepat. “Perlu adanya tindakan tegas dari pihak stakeholder (Rektorat) untuk mempercepat pembentukan satgas ini sebagai bentuk tanggap Universitas Lampung dalam mencegah kekerasan dan pelecehan seksual,” ujarnya. Senada dengan Desy, Dita Adinda (Pend. Bimbingan dan Konseling’19) berharap Unila segera membentuk Satgas Kekerasan Seksual agar ter-
bentuk lingkungan kampus yang ramah dan terlindung. “Satgas kekerasan seksual itu penting ya, karena seperti diketahui banyaknya kasus ataupun tindakan pelecehan seksual di perguruan tinggi yang tindakannya dilakukan secara sengaja oleh orangorang terdekat, ini membuat mahasiswi dituntut untuk selalu berhati-hati dalam hal apa pun dan kurang mendapatkan kebebasan dalam mengekspresikan dirinya,” jelasnya. Dita juga sangat menyayangkan hal tersebut. Ia khawatir jika hal ini mempengaruhi tingkat awareness (kesadaran) mahasiswa. Untuk itu, dengan adanya Satgas kekerasan seksual di kampus, Ia berharap para korban bisa mendapatkan perlindungan dan penanganan kasus yang
tepat. Hingga Satgas Kekerasan Seksual di Unila terbentuk, Prof.Yulianto menuturkan bahwa jika terjadi kekerasan seksual di Unila, civitas academica (korban) harus melapor ke fakultas masing-masing terlebih dahulu. Karena menurutnya, korban bukan (dalam konteks) mahasiswa Unila tetapi mahasiswa fakultas yang ada di Unila “Untuk saat ini kan, dia mahasiswa kan ada fakultas, ya pasti ke fakultas dulu, ya enggak langsung tiba-tiba ke kami (Rektorat). Karena dia (mahasiswa) bukan mahasiswa Unila, mahasiswa Fakultas A (perumpamaan) yang ada di Unila gitu kan, jadi jelasnya dia (korban) mahasiswa fakultas mana gitu”, pungkasnya=
Sengketa Belum Selesai Oleh : Arif Sanjaya
Unila-Tek: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Lampung periode 2022 masih belum mendapat pengakuan dari pihak rektorat. Terhitung sejak dilantik oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Abdirrohman (Ekonomi Pembangunan’17) pada 15 Desember lalu, BEM & DPM lumpuh total. Jika dilihat kembali, sengkarut antara Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) dengan Rektorat tersebut diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara penyelenggaraan Pemilihan Raya (Pemira) tahun 2021 dan Peraturan Rektor (Pertor) No.18 Tahun 2021 yang disahkan akhir Oktober 2021 lalu. Akibatnya, kini para pimpinan BEM & DPM tak resmi dilarang untuk mengatasnamakan diri sebagai bagian dari Unila untuk setiap kegiatan yang mereka lakukan. Hal tersebut diakui oleh Ketua BEM Unila periode 2022, Amiza Rezika (PPKN’18). Menurutnya, tak ada aktivitas yang dilakukan dengan mengatasnamakan lembaga kampus. “Atas nama kelembagaan tidak ada (Aktivitas),” ujarnya saat di-
hubungi melalui pesan teks Jum’at (8/4). Ia juga menjelaskan bahwa sejak beberapa bulan terakhir, belum ada komunikasi lanjutan antara pihaknya dengan rektorat untuk membahas jalan keluar dari polemik yang ada. “Terhitung sejak Februari, belum ada dialog lagi, Saya pribadi membuka diri seluas-luasnya kepada pihak kemahasiswaan agar bisa berdialog,” terangnya. Ia mengaku sudah beberapa kali mencoba untuk melakukan mediasi dengan pihak rektorat. Namun, sejauh ini upaya-upaya yang ia lakukan masih belum menghasilkan perubahan apapun. “Kami sudah beberapa kali meminta kesediaan untuk sama-sama duduk mencari jalan tengah dengan pihak kemahasiswaan, namun tidak ada tanggapan balik yang baik dari pihak kemahasiswaan,” tuturnya. Merespon pernyatan Amiza, Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila, Prof. Yulianto tak menyalahkan Amiza atas permasalahan yang ada. Menurutnya, Panitia Khusus (Pansus) Pemira 2021 yang justru merupakan ‘biang kerok’
Foto:Sepbrina Larasati
Mahasiswi Program Studi Teknik Kimia sedang bertanding bola di Lapangan Futsal Universitas Lampung, pada Sabtu (19/03/2022). Kegiatan ini dilakukan oleh Himpuan Mahasiswa Kimia (HIMATEMIA) sebagai wujud partisipasi untuk menyukseskan program kerja dari Program Studi Teknik Kimia. dari polemik yang ada. “Kalau terbuka, komunikasilah dia dengan Pansus yang dulu. Kamu tuh legal apa nggak? Gitu. Dia (Amiza) kan imbas daripada ‘permainan’ pelaksanaan proses yang dulu. Masa outputnya nggak benar kita akui?” ujarnya. Menurutnya, Panitia khusus dalam Penyelenggaraan Pemira seharusnya dibentuk oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bisa bersikap lebih netral dibandingkan Pansus bentukan BEM maupun DPM. “Kan kita udah berkali-kali (mengimbau) pada waktu itu, sebelum itu ditegaskan tolong pake peraturan dalam proses Pemira. Kok nggak diindahkan, sih? Bahwa pansusnya dulu tuh (seharusnya) adalah UKM. Masih aja bentukan BEM yang di
pansusnya,” tuturnya. Ia menegaskan bahwa dirinya menolak upaya mediasi dengan pihak BEM & DPM, ia beralasan bahwa kedua lembaga tersebut bukan merupakan lembaga resmi. Sehingga, ia pribadi enggan untuk membangun komunikasi dengan BEM. “Ya saya nggak mengakui, ngapain dialogan sama mereka? Orang mereka bukan pengurus yang resmi. Kami tuh organisasi yang resmi lho, mereka juga harus resmi dong. Resmi dalam arti harus sesuai dengan aturan. Dialog aja dengan tim kami, ada tuh tim kemahasiswaan,” timpalnya. Namun menurutnya, jalan keluar dari polemik yang ada adalah dengan merombak ulang BEM & DPM, yakni dengan melaksankan Pemira baru
yang disesuaikan dengan Pertor Ormawa. “Iya. Artinya daftar ulang, bentuk panitia ulang, Harusnya kan UKM-UKM dulu lah pansusnya. Itu titik persoalan krusialnya kan disitu,” terangnya. Meskipun rektorat mendapat tekanan publik yang tinggi atas permasalahan ini, Prof. Yulianto menganggap vakumnya BEM selama dua tahun terakhir merupakan pelajaran penting bagi Pansus. “Biar jadi pelajaran mereka. Bahwa mereka kalo main-main gitu lah. Jadi selama dua tahun ini biang keroknya pansus. Jadi harapan saya cobalah pansus itu bicara yang jujur kenapa bikin masalah seperti ini. Tanggung jawab lah, gitu. Gentle, baru saya salut,” pungkasnya=
4
Kampus Ikam
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Unila Jalin Kerja Sama dengan NSTU Rusia Oleh : Nadila Wulandari
Foto:M. Rifqi Mundayin
Mahasiswa melakukan aksi tabur bunga di Bundaran Universitas Lampung (Unila), Senin (11/4/2022). Aksi tersebut bertujuan untuk mengkritik sikap rektorat yang enggan mengakui keberadan Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Lampung.
Mahasiswa Keluhkan Digilib Unila yang Eror Oleh : Shaffa Riyadhul Jannah Unila-Tek: Mahasiswa Universitas Lampung (Unila) keluhkan perpustakaan digital milik Unila yang eror dan tak kunjung diperbaiki. Pasalnya, terhitung sejak Agustus tahun 2021 mahasiswa kesulitan mengakses Digital Library (Digilib) Unila. Sebagai pengguna Digilib, Feni Fadillah Rahmah (PG Paud’18) menuturkan server eror timbul saat dirinya mencoba untuk log masuk. Khairudin selaku Kepala Perpustakaan Unila menerangkan kendala ini disebabkan server down dan hilangnya banyak data dari jangka waktu tahun 2019-2021. “Kami kehilangan sekitar 24.000 dokumen sehingga pengguna Digilib kesulitan dalam mengaksesnya dan juga server mengalami down,” terangnya. Ia kembali mengungkapkan
salah satu komponen paling krusial dalam hal ini adalah perangkat keras. Eror yang terjadi beberapa bulan ini merupakan imbas atas server yang sudah lima tahun tak kunjung diganti. “Sebenarnya server yang selama ini dipakai itu sudah tua, sudah 5 tahun, oleh karena itu saya mengajukan pengadaan server baru dan sekarang sedang dalam proses perbaikan,” ungkapnya. Khairudin berharap bulan depan (April) akses Digilib sudah membaik. Saat ini, 24.000 dokumen yang hilang sedang dalam proses migrasi dan ungggah ulang. Namun, upaya ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Perihal keluhan, sampai saat ini belum ada keluhan dari mahasiswa secara langsung. Walaupun begitu, Ia menegaskan bahwa Perpustakaan Unila sangat terbuka akan kelu-
han-keluhan mahasiswa yang mengalami kendala. “Jika memang ada keluhan, kami sangat terbuka, silakan sampaikan secara langsung ke Perpustakaan Unila, beritahu kami, jangan diam-diam saja,” tegasnya. Natasya Dwintasari (Penyuluhan Pertanian’18) berharap Digilib Unila segera diperbaiki dan dapat kembali diakses. Sebab Digilib membantu mahasiswa memperoleh referensi secara online. “Semoga Digilib bisa diperbaiki. Karena di masa pandemi seperti ini mahasiswa kesulitan dalam mengakses perpustakaan secara offline, jalan mudahnya melalui Digilib. Apabila Digilib sulit diakses, maka mahasiswa Unila menjadi terbatas dalam mencari buku atau referensi untuk kepentingan kuliah,” pungkasnya=
Siap Kenalkan Kearifan Lokal di Kancah Internasional Unila Tek : Dita Fatimatuzzahra (Hubungan Internasional’19) siap kenalkan kearifan lokal tentang petani kopi dan petani lada wanita di Lampung dalam ajang Miss Intercontinental 2022 di Jerman pada November mendatang. Mahasiswa yang juga menyandang status sebagai Miss Grand Tourism Indonesia 2022 ini mengolaborasikan tema Empower Women dan Tourism dalam program yang ia angkat untuk perlombaan ini. Dalam programnya, ia membantu 100 petani wanita di daerah Provinsi Lampung. Menurutnya, Lampung yang mempunyai hasil bumi kopi dan lada yang melimpah ini tentu memiliki petani-petani hebat yang datangnya bukan hanya dari kaum Adam saja. “Karna masih banyak orang pasti di luaran sana yang sadarnya atau taunya, ih biasanya petani itu cowok loh, masa iya petani itu cewek, nggak kuatlah, nggak mungkinlah.
Oleh : Tiya Riyanti Padahal salah besar,” katanya. Hal yang disoroti Dita dalam programnya adalah digitalisasi. Baginya digitalisasi adalah hal yang harus dirasakan dan didapatkan oleh semua kalangan. Ia berusaha berbagi ke petani-petani khususnya wanita mengenai digitalisasi dan bagaimana penggunaan media sosial yang baik. “Kita juga harus pelajari bahwa mereka ibu-ibu di luar sana, ya temen-temen kita yang di Kabupaten belum memiliki kesempatan yang sama dengan kita untuk bagaimana menggunakan media sosial yang baik,” ujarnya. Berbekal kemampuan public speaking dan pengalaman menjalani program back to nature yang hampir serupa, Dita tak merasa kesulitan untuk melakukan pendekatan dengan para respondennya. Menurutnya, pembicaraan sederhana seperti bagaimana keseharian para petani wanita kopi dan lada, serta hambatan apa yang mere-
ka rasakan ketika berkebun, bisa membuat dirinya lebih akrab dengan ibu-ibu petani di sana. “Nanti pun ketika mereka merasa nyaman dengan kehadiran kita, pelan-pelan kita akan mencoba memberikan info-info terkini tentang pentingnya digitalitation gitu,” ucapnya. Dalam pelaksanaan program yang akan ia angkat di perlombaan internasional ini, Dita dibantu banyak pihak. Salah satunya pihak donatur yang memberikan handphone kepada para petani wanita. Dita menjelaskan perannya adalah sebagai fasilitator untuk berbagi dan mengajari bagaimana cara penggunaan telepon genggam, penggunaan aplikasi dan fitur-fitur yang ada di telepon seluler. “Harapannya ini juga program yang akan berkelanjutan tidak hanya setelah kompetisi saja tapi after kompetisi pun kita akan tetap menjalankan program ini dengan baik,” pungkasnya=
Universitas Lampung bekerja sama dengan Novosibirsk State Technical University (NSTU) Rusia dalam pengembangan teknologi akselerator. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan MoU secara daring antara Rektor NSTU Prof. Dr. Sc. Anatoly Bataev dari Rusia dengan Rektor Unila Prof. Dr. Karomani, M. Si, di Ruang Sidang Lantai 2 Rektorat Unila, pada Selasa (18/1). Dalam sambutannya secara daring, Rektor NSTU NETI, Prof. Dr. Sc. Anatoly Bataev mengatakan, NSTU dan Unila akan melakukan kerja sama di berbagai bidang terutama teknologi radiasi. “NSTU memiliki banyak kepakaran, terutama di bidang radiasi. Saya berharap dengan adanya kerja sama ini bisa untuk jangka panjang dan mampu membangun hubungan yang jauh lebih erat demi kepentingan dua negara,” ujarnya dalam bahasa Rusia yang diterjemahkan oleh Fedor Leonov. Rektor Unila Prof. Karomani menyambut baik kerja sama Unila dengan NSTU di berbagai bidang, terutama di bidang radiasi. “Kami sangat menyambut baik NSTU dengan rincian kerjasama yang ditawarkan di bidang radiasi,” ucapnya. The NSTU NETI Representative Fedor Leonov, Ph.D., menjelaskan kerja sama yang ditawarkan NSTU kepada Unila di bidang teknologi radiasi ini merupakan teknologi partikel akselerator yang dapat dimanfaatkan di berbagai bidang. Seperti bidang industri, pertanian, kedokteran, keamanan nasional, dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) modern. Selain itu, teknologi ini pun dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komersial. “Teknologi ini tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, tapi juga untuk komersial. Untuk itu, saya ingin nanti ada usahawan yang terlibat dalam kerja sama ini,” pungkasnya =
Unila Luncurkan Bisnis Air Minum Isi Ulang Oleh : Risa Amelia Universitas Lampung (Unila) meluncurkan inovasi bisnis air minum isi ulang bermerek “Aquanila” pada Jum’at (4/2) di Lapangan Parkir Terpadu Unila. Produk air minum milik Unila ini telah melalui proses uji oleh Sucofindo serta Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (LTSIT) dengan hasil kualitas air yang aman dan siap minum. Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Unila, Prof. Asep Sukohar juga menjelaskan instalasi air minum isi ulang Aquanila ini menggunakan metode proses tiga tahapan. “Aquanila ini telah melalui proses tiga tahapan, yaitu pertama melalui proses filtrasi dengan tiga kali proses penyaringan. Kedua, melalui Riverse Osmosis (RO) yaitu proses yang dapat menghilangkan 98% padatan terlarut sehingga air lebih sehat untuk diminum. Ketiga, melalui filter dengan lampu ultraviolet yang dapat membunuh kuman dengan efektif ”, jelasnya. Ia juga menambahkan proses pembangunan fasilitas instalasi air minum isi ulang ini sebenarnya telah rampung sejak akhir Desember 2021 dan baru bisa diresmikan tahun ini. Riyan Ramadhan (Manajemen’20) menyambut baik hadirnya Aquanila, menurutnya ini mempermudah mahasiswa untuk mendapatkan air bersih yang layak untuk dikonsumsi. “Bagus, apalagi dengan adanya ini mahasiswa menjadi lebih mudah untuk mendapatkan air bersih yang layak konsumsi. Terlebih lagi katanya sudah melalui uji lab dan uji kesehatan, jadi menurut saya lebih sehat daripada harus beli di luar terus”, pungkasnya =
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Kampus Ikam
Mangkraknya Gerbang Disinfektan Otomatis Unila
5
Oleh : Diah Prastiwi Unila-Tek: Universitas Lampung (Unila) melalui Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Penyebaran Virus Covid-19 pada tahun 2020 membuat ‘Gerbang Disinfektan Otomatis’ untuk mengurangi risiko penularan virus corona yang ditempatkan di area pintu masuk Gedung Rektorat. Melansir unila.ac.id , biaya produksi yang digunakan untuk pembuatan alat ini berasal dari dana Penelitian Penugasan yang bersumber dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unila. Namun, sangat disayangkan alat tersebut saat ini sudah tidak difungsikan lagi dan mangkrak di Belakang Gedung Rektorat. Lusmeilia Afriani selaku Ketua LPPM mengatakan alat tersebut sudah tidak difungsikan lagi sejak tahun 2020 atau sekitar dua minggu setelah diresmikan. “Alat tersebut sudah tidak difungsikan lagi sejak 2020, pokoknya baru sebentar kok dipakai sekitar satu bulan atau dua minggu,” katanya. Ketua LPPM ini mengatakan gerbang disinfektan tersebut sudah tidak difungsikan lagi dengan alasan sudah tidak efektif, karena disinfektan yang keluar dari alat tersebut berupa percikan air sehingga dapat membasahi pakaian
orang yang melewatinya, pun membasahi lantai Gedung Rektorat. Ada kemungkinan untuk alat tersebut digunakan lagi dengan peruntukan yang berbeda tambahnya, pada Selasa (12/4). . Ketua Satgas Covid Unila, Prof. Asep Sukohar mengatakan saat itu banyak peneliti yang berlombalomba menciptakan alat yang dapat menyemprot secara otomatis. Unila termasuk salah satu dari instansi yang lebih dulu menggagas alat tersebut. Namun, menurutnya alat tersebut kini sudah tidak relevan lagi dengan alasan semakin berkembangnya inovasiinovasi alat pencegahan Virus Corona. “Waktu itu orang berlomba-lomba membuat ruang kaca, yang masuk langsung disemprot, itu lebih dulu kita dan sekarang sudah tidak digunakan, itu bukan terbengkalai, menurut saya itu tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini,” jelasnya, pada Selasa(5/4). Kemudian ia juga menjelaskan alasan gerbang disinfektan tersebut dianggap sudah tidak relevan karena terbuat dari bahan alami sehingga memunculkan bau yang kurang sedap. “Itu ternyata tidak diterima oleh warga Unila, karena disinfektannya dari daun sirih sehingga bau,”
Foto:Sepbrina Larasati
Petugas kebersihan lingkungan Universitas Lampung menyirami tanaman bunga disekitaran Embung Rusunila pada, Selasa (22/03/2022). Hal ini dilakukan guna memperindah lingkungan Embung Rusunila yang sebelumnya kosong tanpa tanaman bunga. jelasnya. Sementara itu, tidak difungsikannya gerbang disinfektan ini juga mendapatkan tanggapan dari salah satu mahasiswa Unila, Ahyarudin (Agribisnis’18). Menurutnya, dengan tidak digunakannya alat tersebut karena memang sudah tidak berfungsi dan dapat digantikan dengan disinfektan biasa yang disemprotkan ke tangan secara langsung sehingga pihak penanggung jawab alat tersebut membiarkannya begitu saja. “Menurutku ya, kalo dari
Foto: M. Rifqi Mundayin
Mahasiswa Universitas Lampung (Unila) saling bergandengan erat dengan mahasiswa perguruan tinggi lain yang tergabung dalam Aliansi Lampung Memanggil, Kamis (22/4/2022). Barisan ini bergerak menuju pintu masuk Gedung DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Bandar Lampung untuk melakukan aksi unjuk rasa.
perspektif rektorat, mereka nggak gunain alat itu karena sudah nggak berfungsi dan sudah cukup sama disinfektan biasa yang semprot ke tangan itu aja, jadi kayak batas waktu fungsinya habis, jadi mereka biarin gitu aja,” ujarnya. Karena biaya yang digunakan untuk memproduksi alat tersebut tidak sedikit, sebaiknya keberadaanya dijaga, diurus dan diperbaiki agar tidak terkesan
mengabaikan hal yang dianggap kecil, tambahnya melalui pesan Whatsapp (13/4). “Apa yang udah kita dapatkan, itulah yang harusnya kita jaga, kita urus dan kita tindak lanjuti. karena kemungkinan dana yang digunain untuk buat gerbang itu kan tidak murah ya, jadi kalau dibiarkan gitu aja, kesannya terlalu cuek sama hal-hal yang dianggap kecil,” pungkasnya=
Usai Goal Loan ADB, Unila Lanjutkan Wacana Proyek Pembangunan Oleh : Dwindy Monica Unila-Tek: Universitas Lampung (Unila) targetkan pembaruan Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) dan pembangunan gedung IRC (Integrated Riset Center) lewat proyek High Education for Technology and Innovation (HETI) yang resmi diluncurkan pada Februari lalu. Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja sama, dan TIK Unila, Prof. Suharso mengungkapkan bahwa usai Goal Loan Asian Development Bank (ADB) sebesar 600 Miliar Rupiah, proyek yang telah lama diinisiasikan inipun dapat terlaksana. “Jadi inisiasi pembangunan itu kan sudah ada sejak lama. Untuk meneruskannya kami mencari pendanaan lain seperti pinjaman luar negeri. Kemudian di tahun ke-3 rektor saat ini (2022) anggaran itu turun dan bisa dipakai untuk melanjutkan proyek,” ungkapnya pada Senin (7/3). Prof. Suharso juga mengatakan proyek HETI tidak hanya berfokus pada pembaruan RSPTN dan pembangunan IRC saja, melainkan membahas kesiapan sarana prasarana dan tenaga ahlinya. “Kalau kita nyiapin rumah sakit kan bukan hanya sekedar rumah sakit. Agar rumah sakit bisa beroperasi itu kita perlu ada pelati-
han untuk dokter, perawat, tenaga administrasi, serta pembangunan sistem manajemen rumah sakit,” jelasnya. Berkaca dari banyaknya RSPTN yang rugi akibat beban operasional, proyek yang diketuai oleh Prof. Satria Bangsawan ini diharapkan bisa beroperasi dan membawa keuntungan. Beliau juga berharap Unila bisa menjadi model percontohan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan. “Selain bisa untung, juga bisa memperkaya khasanah keilmuan, bisa jadi contoh bagaimana mengelola rumah sakit, administrasi dan manajemen yang baik,” tegasnya. Menanggapi hal tersebut, Muhammad Muzhaffar Athallah (Farmasi’20) berpendapat bahwa keluaran yang diharapkan tergantung pada bagaimana pelaksanaan proyek ini kedepannya. “Jadi tetap harus diperjelas arahnya agar bisa mencapai titik akhir yang diharapkan,” ucapnya. Ia juga berharap agar proyek HETI ini bisa membawa perubahan yang baik. “Harapannya ya untuk kedepannya proyek ini bisa membawa ke arah yang lebih baik lagi,”pungkasnya=
6
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Laporan Utama
Oleh:Antuk Nugrahaning Pangeran dan Muhammad Rifqi Mundayin
Universitas Lampung mempercepat rencana pencanangan PTN-BH yang mulanya di awal tahun 2023 maju menjadi akhir tahun 2021. Percepatan ini tak diimbangi dengan kesiapan yang matang, sehingga terkesan grasah-grusuh.
M
asih hangat dalam ingatan , saat Rektor Universitas Lampung (Unila) menyatakan mantap mempercepat t a r g e t p e r u b a h a n status Unila dari Badan Layanan Umum (BLU) ke Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Melansir unila.ac.id, hal ini disampaikan Prof. Karomani saat memimpin Rapat Koordinasi Universitas Lampung menuju PTN-BH di Ruang Sidang Utama Lantai 2 Rektorat, Selasa(2/11/21). Berpijak pada kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), peningkatan jumlah Prodi (Program Studi) terakreditasi A, penambahan guru besar dan hasil pemeringkatan universitas. Rencana pencanangan PTN-BH Unila di awal tahun 2023 maju menjadi akhir tahun 2021. Kepercayaan diri ini timbul setelah timnya melakukan studi banding ke UNP (Universitas Negeri Padang) dan Unand (Universitas Andalas) yang terlebih dulu menyandang gelar badan hukum. Keinginan menghantarkan Unila menuju PTN-BH menjadi cita-cita Prof. Karomani sebelum jabatannya berakhir di November 2023. Ia menyebut PTN-BH memberi peluang bagi universitas untuk meningkatkan kesejahteraan civitas academica, kualitas akademik, dan perekonomian universitas. “Jadi berlomba-lomba masuk PTN-BH. Kalo Unila nggak masuk PTN-BH. Ya ketinggalan dong,” jelasnya. PTN-BH sebagai subjek hukum yang otonom memiliki keleluasaan di bidang akademik dalam hal pembukaan, penyelenggaraan, dan penutupan Program Studi (Prodi). Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi serta mengangkat dan memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kepen-
didikan. Berhak mengelola dana secara mandiri dengan ketentuan transparan dan akuntabel. Sebagaimana termaktub dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012. Persiapan PTN-BH Hampir 70 % Teknokra tidak mendapat tanggapan dari Habibullah Jimad, Ketua Tim PTN-BH ihwal persiapan Unila menuju PTN-BH. Saat dikunjungi jurnalis Teknokra, beliau malah mengarahkan ke Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi). Prof Suharso menuturkan Unila sudah siap berganti status menjadi PTN-BH. Hal ini lantaran Tim PTN-BH Unila telah dibentuk sejak awal tahun 2021. Tugasnya menyusun dokumen-dokumen yang dipersyaratkan untuk dievaluasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek). Seperti dokumen evaluasi diri, perencanaan strategis, statuta, dokumen peralihan BLU ke PTN-BH, dan struktur organisasi tata kelola. Perihal persentase kesiapan, sudah hampir mencapai 70 persen. “Ya mungkin sekitar 60 -70 persen kesiapan kita. Tinggal 30 persen itu kontrakin aja. Tapi dari yang sudah-sudah, dari yang sudah PTN-BH di perguruan tinggi juga nggak bagus-bagus amat dari Unila,” ujarnya.
dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) BLU. Besaran APBN ditentukan oleh Pemerintah Pusat/Kemdikbudristek. Sedangkan, PNBP BLU diperoleh dari penerimaan atas layanan akademik dan penunjang akademik serta penerimaan dari kerja sama. “Penerimaan layanan akademik berasal dari seleksi ujian masuk mahasiswa, Uang Kuliah Tunggal (UKT), Iuran Pengembangan Institusi (IPI), tarif layanan akademik semester pendek dan tarif wisuda,” tuturnya. Penerimaan dari sisi layanan penunjang akademik berasal dari tarif penggunaan lahan, ruangan gedung, rusunawa, wisma, laboratorium, sarana olahraga, tarif perpustakaan, tarif klinik kesehatan, tarif kursus bahasa dan tes EPT (English Proficiency Test) dan tarif wisuda. Teknokra berhasil memperoleh data mengenai persentase pemasukan Unila tahun 2019-2021. Data ini diperoleh dari BUK (Biro Umum dan Keuangan)
melalui Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Prof. Asep Sukohar. Data tersebut menunjukkan Unila masih andalkan pendapatan dari jasa layanan pendidikan. Pendapatan Unila Menggembung di Masa Covid Rektor Universitas Lampung (Unila) klaim bahwa pendapatan Unila meroket di masa pagebluk Covid-19. Menurut data jumlah PNBP dalam materi kaleidoskop Unila 2021, jumlah PNBP 2021 mencapai Rp.331,46 Miliar, ini meningkat jauh dibandingkan PNBP sebelum Covid-19 mewabah, misalnya di tahun 2018 yakni sebesar Rp.298,06 Miliar. “Sekarang di zaman Covid malah aneh, pendapatan Unila bisa naik (Sekitar) 25% lebih menjadi 340 sekian miliar kemarin, dan kita berharap tahun ini bisa 400 miliar,” ungkap Prof. Karomani. Mengonfirmasi keanehan tersebut, Prof. Asep Sukohar menyampaikan Unila mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan. “PNBP Unila mengalami
kenaikan signifikan di tahun 2021,” jelasnya. PNBP 2021 naik lantaran meningkatnya kontribusi yang berasal dari kebijakan Rektor terkait penambahan jumlah kuota mahasiswa baru sekitar 1.247 mahasiswa. Kebijakan baru dari pemerintah pusat terkait besaran jumlah Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa Bidikmisi/KIP Kuliah. Adanya peningkatan pendapatan d a r i ke r j a s a m a a n t a r a U n i l a d e n g a n p i h a k ke t i ga. Perihal penambahan kuota mahasiswa baru, Prof. Karomani menyangkal hal ini sebagai salah satu upaya peningkatan PNBP. Penambahan kuota mahasiswa baru merupakan upaya untuk meningkatkan APK (Angka Partisipasi Kasar) Pendidikan, khususnya di Lampung yang APK Pendidikannya masih rendah. “Kalo universitas menambah kuota mahasiswa mudah-mudahan bisa naik angka partisipan kasarnya. Itu bukan semata-mata untuk komersil, atau mendapatkan PNBP
KOMPOSISI PERSENTASE PENDAPATAN UNILA TAHUN 2019-2021
Masih Andalkan Pendapatan dari Jasa Layanan Pendidikan Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Prof. Asep Sukohar menuturkan Unila memiliki dua sumber pendapatan untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Pemasukan Unila berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara)
Sumber:Biro Umum dan Keuangan (BUK) Universitas Lampung
Pendapatan yang berasal dari jasa layanan pendidikan mendominasi dengan kontribusi lebih dari separuh atas total pendapatan. Meskipun berangsur naik, pendapatan yang berasal dari usaha dan kerja sama tak mampu menyumbang lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Laporan Utama
itu nomor sekian,” sangkalnya.
lebih baik lah kira-kira begitu,” ucapnya.
Pengelolaan U n i t U s a h a Unila Tidak Optimal
Janji Prof.Karomani
Badan Pengelola Usaha (BPU) Unila sempat miliki kebun agrowisata di tahun 20202021. Namun, saat ini mandek dan terbengkalai. Agrowisata ini dulunya menjadi salah satu unit usaha yang populer dengan target profit yang menggiurkan. Dodi Faedlulloh (Dosen A d m i n i s t r a s i B i s n i s ) menyayangkan hal tersebut. Kebun agrowisata ini telah dikenal oleh publik, dan kondisinya yang terbengkalai sekarang ini pun juga bisa dilihat jelas oleh publik. “Berarti di sana ada tata kelola yang bermasalah, itu juga jadi perhatian banget apalagi itu kan poinnya sangat bisa dilihat oleh publik gitu kan, ceremony-nya beberapa kali, terus juga cukup pernah masuk media beberapa kali. Tapi kemudian hari ini seperti yang kita lihat (terbengkalai),” ucapnya. Unila memiliki BPU yang membantu dalam penggalangan pendapatan di luar UKT Mahasiswa. Menurut penuturan Elida Purba (Direktur Bisnis BPU), beberapa unit usaha yang dimiliki BPU saat ini yaitu Kolam Renang, GSG (Gedung Serba Guna), Lapangan (Voli, Basket, dan Tenis), Wisma Unila dengan 16 Kamar dan Asrama Unila yang berkapasitas 616 orang. Unit-unit usaha BPU tersebut masuk kategori layak jual, tetapi juga memerlukan perbaikan yang masif. Seperti lapangan basket, voli, tenis, dan bola kaki yang belum sesuai standar. Beberapa unit usaha milik BPU sempat terguncang karena pandemi. Namun, saat ditanyai mengenai pendapatan riil BPU di tahun 2020 dan 2021, Direktur Bisnis BPU itu enggan menjawab. “Untuk kolam renang, kuliah daring (dalam jaringan) tidak berdampak karena layanan untuk umum. Asrama mahasiswa hanya 25% terisi karena masih daring . Untuk wisma dan lapangan sangat terdampak,” jelasnya. Mengesampingkan pandemi, Sumaryo (Dosen Agribisnis) selaku civitas academica Unila,menuturkan kondisi wisma Unila tidak bisa disandingkan dengan hotel-hotel yang ada di Bandarlampung. “Karena kan di Unila banyak tamu, tapi selama ini kadang-kadang tamu kita itu tidak menginap di Wisma Unila, karena kondisinya seperti itu. Mereka kan mencari hotel yang
Rektor Unila menegaskan tidak akan menaikkan UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan IPI (Iuran Pembangunan Institusi) jika kelak Unila berstatus PTNBH. Keputusan ini diambil lantaran tak ingin memberatkan orangtua dan mahasiswa. Namun, ia tidak bisa menjamin hal tersebut tetap berlaku saat dirinya tidak lagi menjabat. “Nggak bakal naik. Apa mau dinaikin? UKT yang jelas sepanjang saya jadi rektor tidak akan saya naikkan, kecuali nanti rektor lain saya tidak tahu,” ujar Prof. Karomani sambil tertawa. Mengenai isu
Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) PTN-BH yang akan berangsur menurun atau dipotong. Prof. Karomani mengatakan sebaliknya, BOPTN kemungkinan akan naik jika menjadi PTN-BH. Hal ini disampaikan dengan menilik perguruan tinggi negeri sejawat yang sudah lebih dulu m e n y a n d a n g gelar PTN-BH. “BOPTN itu bisa naik, malah BOPTN universitas yang sudah jadi PTN-BH itu jauh ketimbang kita, kita kan hanya (sekitar) 20 di bawah 30 Miliar, kalau mereka di atas 30 Miliar ” pungkasnya. Unila Belum Penuhi Persyaratan Akreditasi Pasca mengajukan berkas ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) akhir 2021, ternyata Unila belum memenuhi persyaratan jumlah persentase minimal (60%) Program Studi berakreditasi unggul. Sampai dengan
akhir tahun 2021, Unila (Universitas Lampung) mencatat bahwa baru 39 Prodi (Program Studi) yang menyandang akreditasi A (setara dengan akreditasi unggul) dari total 118 Prodi yang dimiliki. Prof Suharso, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) membenarkan bahwa saat ini Unila baru memiliki sekitar 35% (persen) program studi berakreditasi unggul. Hal ini kemungkinan bisa diakali dengan sistem kontrak. “Kalau saat harus mengajukan 60% kan sulit, waktunya terbatas. Bisa jadi kita kontrakin saja dengan Rektor bahwa diberi waktu kes-
tan dengan ber-PTN-BH. Ia menargetkan pendapatan sebanyak 450 Miliar ketika Unila sudah PTN-BH. “Ketika masuk PTN-BH mudah mudahan sudah 450an (Miliar Pendapatan). Nah itu sudah cukup kuat kita untuk mandiri. karena PTNBH itu harus mandiri, jangan sampai sudah PTN-BH tetapi kolaps karena kekurangan anggaran, kita siapkan,” katanya. Saat ditanyai perihal standar minimal finansial yang harus dimiliki Unila apabila nantinya menjadi PTN-BH, Prof. Karomani menegaskan bahwa Unila tidak mungkin kuat menjadi PTN-BH dengan PNBP saat ini (Jumlah PNBP 2021). Saat ini pihaknya tengah melakukan penguatan terhadap PNBP. Pimpinan universitas harus miliki inovasi baru dalam melakukan penguatan pendapatan. “Tidak mungkin PTNBH memiliki PNBP (sekitar) 300 (miliar) seperti saat ini, Unila kan sedang kita lakukan penguatan-penguatan PNBP. Jadi kalau (sudah) PTN-BH, itu punya dana abadi segala itu, orang lain bisa 1 Triliun dana abadinya. Kalo kita nggak punya dana abadi nggak kuat sisi keuangannya ya kolaps jadi PTN-BH,” jelasnya. Jangan Sampai Cita-cita PTN-BH Berdampak Negatif
emp a tan dalam 2-3 tahun Unila harus meningkatkan akreditasinya unggul,” jelasnya. Targetkan Pendapatan 450 Miliar Prof Suharso, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi), menuturkan perguruan tinggi dengan status PTNBH dituntut untuk mempunyai kemandirian dalam hal pendapatan di luar biaya pendidikan dan hal tersebutlah yang dibutuhkan. “Kemandirian pendapatan di luar UKT, kerja sama kemudian ditingkatkan. Itu yang dicari, perguruan tinggi dengan kinerja nya sehingga melalui kerja sama kemudian meningkatkan pendapatan melalui layanan yang ada di perguruan tinggi ini,” katanya. Rektor Unila menuturkan, saat ini Unila berniat melakukan lompatan dalam meningkatkan pendapa-
Dodi Faedlulloh, Dosen Administrasi Bisnis Unila turut mengkritisi kesiapan finansial Unila. Meski menurutnya PTN-BH adalah cita-cita yang baik, tetapi ia mewanti-wanti jangan sampai cita- cita ini berdampak negatif. Karena di kemudian hari PTN mempunyai otonomi untuk bisa mendapatkan pendapatan sendiri. Ia lantas mempertanyakan sejauh mana nilai bisnis di Unila bisa menghasilkan pendapatan yang berdampak dan signifikan ke Unila. “Nah sampai hari ini nih, pendapatan Unila itu dari mana saja?. Apakah jangan-jangan hanya dari mahasiswa saja, sedangkan kalo misalnya hanya dari mahasiswa saja kan tentu itu kedepan akan menjadi problem juga,” ungkapnya. Civitas academica Unila perlu mengawal isu PTN-BH, terutama janji terkait UKT yang tidak akan mengalami kenaikan. “UKT itu menjadi variabel yang akan dominan begitu. Karena memang toh PTN-BH
7
itu untuk bikin badan usaha yang untuk bisnis sih seluas-luasnya, bukan jalan untuk menaikkan UKT sebesar-besarnya. Begitu idealnya,” pungkasnya. Mahasiswa Pertanyakan Kesiapan PTN-BH Mahasiswa Universitas Lampung belum dapatkan sosialisasi terkait PTN-BH secara masif. Amiza Rezika (PPKN’18) merasa PTN-BH penting diketahui oleh civitas academica Unila, tak terkecuali mahasiswa. Hal ini penting karena secara tidak langsung mahasiswa akan terdampak dengan adanya status PTN-BH. “Kalau dari pandangan saya sampai hari ini memang belum ada sebuah sosialisasi yang disampaikan secara masif,” ujarnya. Menurutnya, kampus yang ingin ber PTN-BH harus memiliki standar kelayakan dari segi finansial, yang artinya Unila harus bisa dan mampu menggalang dana selain dari biaya pendidikan mahasiswa. “Nah ini akan dikembalikan lagi kepada Unila, sebetulnya kita melihat hari ini gitu, selain dari sumber keuangan yang berasal dari mahasiswa, Unila ini memiliki usaha-usaha lain di bidang apa?,” ujarnya. Meskipun menyambut baik rencana peralihan status ini, ia menilai Unila belum sepenuhnya siap menyambut status PTN-BH. Terlalu dipaksakan apabila melihat kondisi Unila saat ini belum memiliki usaha berkelanjutan yang mampu menjamin kemandirian kampus selain dari biaya pendidikan. Dikenakannya tarif penggunaan fasilitas kampus merupakan indikasi awal adanya komersialisasi. “Kalau seandainya kita belum siap untuk menjadi PTN-BH, harapan saya pada Pak Rektor jangan terlalu dipaksakan. Nanti khawatirnya itu lagi lagi akan berdampak kepada mahasiswa,” jelasnya. Zikri Saputra (Pend. Geografi’18) juga turut resah, menurutnya besar kemungkinan akan adanya peningkatan biaya kuliah yang mesti dibayarkan mahasiswa. “Hal tersebut seolah membuat PTN-BH cenderung kepada korporasi, tidak lagi kepada masyarakat golongan menengah ke bawah yang ingin menempuh pendidikan,” ujarnya Meskipun tujuannya untuk meningkatkan kualitas kampus, menurutnya Unila perlu membuat riset terlebih dahulu mengenai pendapat mahasiswa apabila nantinya akan a d a ke naikan UKT=
8
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Artikel Tema Pembatasan Masa Jabatan Oleh: Dr. Yusdiyanto, S.H., M.H. Ketua Jurusan HTN (Hukum Tata Negara) Fakultas Hukum Universitas Lampung
Ilustrasi:Ega Literian Lisba
Perpanjangan masa jabatan, telah tegas ditolak Presiden Jokowi, “Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama,”. Namun, pernyataan ini tidak menghentikan, justru sebaliknya kian menghangat dan terus menggelinding. Ketegasan Presiden Jokowi diharapkan dapat menduplikasi Presiden Amerika Serikat George Washington (1789-1797) mempelopori tradisi untuk menolak jabatan ketiga. Pasal 7 UUD 1945 menegaskan: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Pembatasan masa jabatan Presiden, merupakan salah satu dari karakter sistem pemerintahan Presiden yang dianut UUD 1945. Meminjam pendapat Bagir
Manan, menegaskan masa jabatan yang tetap (fixed term) sebagai jaminan bahwa Presiden dapat bertahan sampai akhir masa jabatannya. Jimly Assiddiqie mengatakan ada tiga keuntungan ditentukan masa jabatan Presiden yaitu: Pertama, stabilitas pemerintahan terpelihara. Presiden terlindungi dari pengaruh yang diakibatkan oleh perubahan politik di parlemen. Kedua, adanya stabilitas pemerintahan, perencanaan, dan jalannya pembangunan, minimalnya selama masa jabatan Presiden dapat berjalan secara konsisten, tanpa terganggu oleh perubahan politik. Ketiga, pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan tidak tergantung kepada suara anggota parlemen yang kadang-kadang bersifat paroksial dan berorientasi pada kepentingan golongan. Pasca amandemen, pem-
batasan masa jabatan Presiden telah diatur secara tegas yaitu satu periode masa jabatan adalah lima tahun dan hanya boleh dijabat seorang Presiden untuk dua kali masa jabatan. Argumentasi membatasi atau melarang perpanjangan masa jabatan Presiden sampai beberapa periode dikhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan karena memegang kendali pemerintahan terlalu lama. Penyalahgunaan kekuasaan puncaknya akan mengakibatkan tirani kekuasaan. Karena jika
waktu berkuasanya Presiden tidak dibatasi akan kembali kepada pola otoritarian. Presiden dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki dalam kekuasaanya. Akibatnya Presiden di era kepemimpinannya bertindak otoriter. Sebagaimana yang diungkapkan oleh James Madison: “Concentration of powers is tyranny.” Praktik Pasal 7 UUD 1945 sukses membatasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya untuk dua kali masa jabatan dan tidak mengikuti pemilihan berikutnya. Begitu pula yang diharapkan terhadap Presiden Joko Widodo, cukup dua periode jabatan saja, selebihnya tidak dapat dipilih ataupun diperpanjang kembali sebagaimana amanah Pasal 7 UUD 1945. Di sinilah Bagir Manan berulang kali menegaskan di setiap kesempatan, alasan utama pembatasan jabatan Presiden cukup sampai dua periode, agar secara explicit power dan inherent power, bahwa Presiden akan menyalahgunakan kekuasaan
terlebih bertindak diktator. Amandemen UUD 1945 telah berhasil melakukan reafirmasi sistem pemerintahan presidensil yang dilatarbelakangi oleh semangat membentuk pemerintahan yang lebih stabil, sekaligus sebagai semangat pembatasan kekuasaan Presiden beserta masa jabatannya. Konsentrasi Pemerintah yang sedang fokus penanggulangan Covid-19 serta pemulihan ekonomi akan terganggu bila isu presiden tiga periode terus berlangsung dan akan menjadi energi negatif bagi pemerintahan sendiri. Untuk itu, kehendak memperpanjang masa jabatan Presiden yang terus menerus dihembuskan oleh banyak kalangan, perlu diabaikan, ditolak dan diakhiri. Ketegasan dan komitmen Presiden terhadap konstitusi perlu dinanti, jika tidak akan berimplikasi pada banyak hal terutama pada sistem ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945=
Inovasi Pasarkan Produk Pertanian Lewat Aplikasi
P
Ilustrasi:Ega Literian Lisba
etani kerap kali merasa kesulitan untuk memasarkan produk pertaniannya, terlebih lagi saat panen raya yang memungkinkan harga produk pertanian menjadi jatuh. Namun, kecanggihan teknologi kini semakin membantu. Agroped, sebuah aplikasi jual beli khusus produk pertanian hasil kolaborasi dosen Universitas Lampung. Aplikasi ini tercetus sebagai solusi bagi para petani yang kesulitan membuka pasar baru bagi produknya. Tim penggagas aplikasi Agroped ini terdiri dari para dosen lintas bidang ilmu, yakni dari bidang Agronomi dan Ilmu Komputer. Tim dosen dari Jurusan Agronomi yaitu Dr. Paul Benyamin Timotiwu, Dr. Agustiansyah, Dr. Tumiar Katarina B Manik, dan Dr. Eko Pramono. Tim dosen dari Jurusan Ilmu Komputer yaitu Rico Andrian, S.Si., M.Kom dan Eki Tri Suenda, S.Kom. Ide ini bermula dari pengabdian para dosen di daerah Sekincau, Lampung Barat
Oleh : Sepbrina Larasati sekitar 2015 silam. Lambat laun, muncul persoalan dari petani yang mengaku kesulitan, salah satunya dalam hal memasarkan produk pertanian ke konsumen. Berangkat dari hal ini, mereka mulai menciptakan aplikasi yang bukan hanya digunakan dalam membantu mengkomersilkan produk pertanian, tetapi juga mempermudah masyarakat luas untuk menemukan produk pertanian langsung dari tangan para petani. Tidak hanya sebagai platform digital e-commerce berbasis android yang digunakan untuk mengatasi problematika dalam mendistribusikan hasil pertanian. Aplikasi ini juga menjadi sarana informasi dan konsultasi bersama para pakar di bidang pertanian. Tujuannya untuk mendukung petani menyelesaikan permasalahan yang kerap dijumpai dalam kegiatan pertanian. Agroped memiliki dua fi-
tur, yakni fitur penjual (Petani) yang berguna untuk menjual serta menawarkan produk hasil pertanian dan fitur pelanggan yang digunakan untuk membeli produk hasil pertani-
an. Aplikasi jual beli ini sudah dapat diunduh melalui Google Playstore. Salah satu dosen pencetus aplikasi ini, Dr. Agustiansyah menyampaikan, bahwa dirinya beserta tim akan terus mengembangkan aplikasi Agroped, karena menurutnya inovasi ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani . “Yang pasti kami dan tim akan terus mengembangkan aplikasi ini, karena aplikasi ini membantu banyak orang khususnya petani, agar nanti pasarnya akan banyak, tidak hanya menjual ke pedagang pengumpul, tetapi nanti bisa menjual langsung kepada ibu rumah tangga dan konsumen lain yang membutuhkan produk pertanian dan juga semua orang yang memiliki produk pertanian bisa menjualnya di aplikasi ini,” tuturnya. Dalam pembuatan aplikasi Agroped, tentu tak luput dari mahasiswa yang terjun langsung dalam pengelolaannya, yakni Siti Masroni
(Penyuluhan Pertanian’19). Ia menyampaikan bahwa terdapat petani yang masih mengalami kendala teknis dalam penggunaan aplikasi ini. “Kalau teknis, kendalanya biasanya petani yang mendaftar Agroped kadang tidak sesuai teknis, jadi harus dihubungi secara langsung,” tuturnya. Ia juga berharap Agroped dapat berkontribusi dalam peningkatan pendapatan sektor pertanian Indonesia dan menjawab tantangan SDGs (Sustainable Development Goals). Aplikasi Agroped ini telah diresmikan pada September 2021 lalu dan dibiayai penuh oleh Universitas Lampung. Rektor Unila, Prof.Karomani turut mendukung pengembangan aplikasi ini, beliau juga menyarankan agar nantinya Agroped dinaungi oleh Badan Pengelola Usaha (BPU) atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengembangan Karir dan Kewirausahaan Mahasiswa =
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Wansus
9
Ana Yunita Pratiwi (Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar) : Permendikbud PPKS Harusnya Direspon Cepat Oleh Perguruan Tinggi Oleh: Arif Sanjaya
Bagaimana pengalaman Damar selama melakukan advokasi di Provinsi Lampung, kesulitan apa yang dihadapi? Dalam konteks advokasi, kita menemukan bagaimana sulitnya korban perempuan memperoleh akses keadilan hukum dan pemulihan secara komprehensif yang dipenuhi dan dili n d u n g i , apalagi korban dengan disabilitas. Di tahun 2021 modus yang paling sering adalah kekerasan seksual berbasis online, jadi pelaku punya foto korban yang bernuansa seksual, ini digunakan untuk mengintimidasi korban dengan melakukan pemerasan secara ekonomi ataupun fisik. Kita bisa bilang pemenuhan hak perempuan di Lampung belum diakomodir, belum lagi kalau kita mendorong pendidikan seksual ke anak muda masih distigma mengajarkan seks bebas. Bagaimana progres dari advokasi perlindungan perempuan di Lampung? PR-nya masih panjang. Keadilan hukum & pemulihan psikologis aja nggak cukup, tapi jaminan reintegrasi sosial penting diberikan kepada korban. Dan ini belum dilakukan secara komprehensif. Contohnya di salah satu kasus, korban memperoleh keadilan secara hukum, tapi karena belum mendapat rasa aman akhirnya korban dan keluarga pindah dari Lampung. Budaya patriarki seperti apa yang masih mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia
dan masyarakat Lampung? Dalam konteks seksual, sosial budaya kita masih menganggap jokes seksis dan cat calling itu biasa aja. Itu hal yang melekat di bawah alam sadar kita, misalnya bercandaan yang bernuasa seksual dan mengobjektifikasi perempuan. Normalisasi semacam itu yang akhirnya membuat kita nggak masalah dengan pelecehan seksual. Selain itu, dari temuan kami, ada relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, misalnya antara dosen dan mahasiswa atau antara pria dewasa dan anak-anak. Kebijakan-kebijakan seperti apa yang menimbulkan diskriminasi gender? Dari pengalaman kami, ketika kita menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk memidanakan kekerasan online, yang menjadi syarat unsur pidana adalah ketika transaksi elektronik sudah terjadi, misalnya syaratnya foto itu harus sudah tersebar dan itu pun harus tersebar di media sosial yang bisa dilihat publik, jadi kalau hanya tersebar di WhatsApp itu nggak kuat untuk dijadikan bukti. Sedangkan pengalaman kami dari aduan korban, kejahatannya masih berupa ancaman sehingga akhirnya pelaku nggak bisa dilakukan upaya hukum. Selain itu, UU Pornografi rentan mengkriminalkan korban. Karna kalau di Undang-Undang Pornografi, korban malah dianggap membuat dokumenter bernuansa seksual dan dianggap sebagai pidana.
Bagaimana anda memandang pemangkasan RUUPKS menjadi RUU-TPKS, apakah ada poin yang hilang? Kami tergabung dalam jaringan masyarakat sipil dan forum pengadaan layanan nasional yang memang memperjuangkan hal ini, di tahun 2021 sempat kita suarakan karena ada beberapa pasal yang hilang dan nggak semua bentuk kekerasan seksual diakomodir, dari 9 jenis masukan hanya 4 yang diakomodir. Kemudian terkait hukum acara pidana yang kita lihat masih ada beberapa yang belum diakomodir apalagi dalam konteks peran masyarakat terutama lembaga layanan, karena pengalaman selama ini menunjukan bahwa peran-peran lembaga pengada layanan seperti Damar tidak diakomodir perlindungannya, misal ketika kami menerima ancaman. Kami sebenarnya rentan terhadap ancaman sebagai pendamping korban. Karena ada relasi kuasa, budaya yang terus melihat perempuan sebagai objek seksual, biasanya kekerasan itu terjadi karena ada relasi yang nggak setara, karena yang kita lihat kan biasanya antara dosen dan mahasiswa. Apakah Damar memiliki pengalaman dalam melakukan advokasi bagi korban kekerasan seksual di Unila? Sekitar tahun 2018 atau 2019, pernah ada kasus kekerasan seksual di Unila, korbannya adalah mahasiswa yang dilecehkan saat bimbingan. Kita melakukan advokasi dan pen-
dampingan dalam kasus itu. Sekarang mungkin pelakunya sudah keluar dari penjara karena saat itu kalau tidak salah putusan hakim hukumannya 1 tahun 8 bulan. Bagaimana cara Unila memandang dan menangani kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi? Di awal, tidak ada keberpihakan dari pihak kampus terhadap korban dan tak memercayai korban, malah justru ada lembaga bantuan hukum di Fakultas Hukum yang malah justru mendampingi pelaku, dan itu kita sempat menyurati rektorat untuk melindungi korban dan kita minta rektorat untuk tegas. Saat itu, banyak civitas academica di Unila yang lebih menstigma korban. Unila pernah mengeluarkan surat edaran yang sangat diskriminatif kepada perempuan yang secara spesifik mengatur bahwa perempuan memakai rok panjang saat bimbingan skripsi, itu kan seolah-olah yang memicu kekerasan seksual adalah perempuan, dan saat itu kami menyuarakan pendapat kami kepada Rektor Unila dan direspon baik dan kemudian diubah surat edaran itu. Kita kecewa juga sih sama Unila karena pusat studi wanita (sebelum munculnya Permendikbud) yang harusnya menjadi leading sector dalam isu-isu perempuan dan anak, dan itu tidak maksimal jalannya perannya oleh Unila. Bagaimana seharusnya Implementasi Permendikbud PPKS dilakukan di Unila dan di kampus lainnya agar optimal? Ini memang jadi diskusi
pasca dikeluarkanya peraturan kementerian itu, memang ada pro-kontra yang bergantung pada sudut pandang. Aku pernah diskusi dengan Universitas Bandar Lampung dan mereka setuju perlindungan itu penting tapi yang dipertentangkan adalah karena dianggap melegalkan perzinaan, ini yang belum clear antara pengambilan kebijakan di kampus dan narasi upaya perlindungan yang dibangun. Harus ada upaya dari pihak kampus minimal memberikan perlindungan dan memastikan keberlanjutan pendidikan korban. Terakhir Unila mengundang kita untuk mendiskusikan soal draf Peraturan Rektor untuk pencegahan kekerasan seksual, tapi saat ini kita belum tau perkembangan lebih lanjutnya. Harusnya ini direspon cepat oleh Perguruan Tinggi. Tugas seperti apa yang harusnya menjadi peran satgas kekerasan seksual di lingkungan kampus? Harapannya ketika satgas dibentuk, peran satgas harusnya menjadi ruang aman bagi korban tidak hanya mahasiswa tapi seluruh civitas academica di Unila. Selain itu, adalah bagaimana korban bisa bercerita dengan aman tanpa diskriminasi yang kemudian korban juga bisa memperoleh atau memperkuat keilmuannya di kampus dengan aman. Lalu siapa yang mengisi satgas ini? dari pengalaman kami, korban lebih banyak menerima victim blaming yang dilakukan oleh lembaga layanan. PR-nya apakah Satgas ini diisi orangorang yang punya perspektif yang baik kepada korban dan yang benar-benar progresif? Satgas itu sebenernya bisa melibatkan teman-teman mahasiswa, karena mahasiswa nggak akan mungkin curhat kepada dosennya, ini karena gap relasi. Jadi penting ada konselor muda =
Ilustrasi:Ega Literian Lisba
A
na Yunita Pratiwi, aktivis perempuan ini ter tarik menyelami isu gender sejak d i r i n y a menjadi relawan data kasus di Lembaga Advokasi Perempuan Damar (2013). Tugasnya kala itu adalah monitoring data kekerasan berbasis gender, di sit ulah Ana melihat bagaimana realita kasus kekerasan seksual terjadi. Keter tarikan nya akan isu gender semakin menggebu setelah Ana menyadari ter nyata dirinya juga per nah memiliki pengalaman-pengalaman ketidakadilan gender. Selain karena dirinya adalah seorang perempuan, perjalanan dan pengalaman hidupnya sebagai perempuanlah yang mendorong Ana konsisten dalam isu-isu perjuangan ini. Perempu a n ya ng la h i r d a n besa r d i t a na h La mpu ng i n i, k i n i menjabat sebagai Di rek t u r Ek se k ut if Lembaga Advok a si Perempu a n Da ma r per iode 2020 -2025. Lembaga ya ng A na pi mpi n i n i se belu m nya ha nya ber fok u s pa d a a dvok a si a nt i keker a sa n (20 0 0 -2010). Seja k t a hu n 20 09 h i ngga sek a r a ng, Da ma r lebi h fok u s terha d ap pemenu ha n ha k-ha k d a sa r perempu a n se per t i per masala ha n perempu a n pa d a kontek s pend id i k a n, hu k u m, kesehat a n, ekonom i d a n ke pem i mpi na n. Re por ter Tek nok ra, A r if Sa njaya berkesempat a n mela k u k a n wawa nca r a k hu su s pa d a K a m is,(10/2) d i K a ntor Da ma r . Ha r i it u ber te pat a n denga n ha r i ja d i Lembaga Advok a si Perempu a n Da ma r ke 22 t a hu n. Ber i k ut pet i k a n wawa nca r a nya:
10
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Zona Aktivis Jalan Lain Menikmati Syair Puisi
“Apa kita akan saling mengingat, apa kita cuma percuma? Kau hanya diam. Sepi menetas. Angin meruapkan bau apek jaketmu. Lalu punggungmu menjauh.” Bunyi potongan syair lagu bertajuk Ingatan. Lagu terbaru yang dirilis melalui kanal YouTube Orkes Bada Isya pada 14 Februari 2022. Lagu berdurasi 6.02 menit ini merupakan harmonisasi antara melodi dan puisi. Dengan nada dan aransemen yang apik, lagu “Ingatan” mampu meninggalkan sensasi rasa dan warna baru yang melekat di setiap hati para pendengarnya. “Ingatan” merupakan lagu aransemen puisi dari salah seorang penyair terkenal yang berasal dari Lampung. Beliau adalah Iswadi Pratama yang juga merupakan alumni dari UKMBS (Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni) Universitas Lampung. Luisi ini terinspirasi dari salah satu buku kumpulan puisi karya Iswadi yang berjudul “Haraka Haru” yang kemudian dijadikan sebuah lagu oleh Orkes Bada Isya.
Edythia Rio Wirawan selaku komposer dari lagu ingatan memaparkan alasan dirinya memilih puisi berjudul “Ingatan” untuk dibuat menjadi sebuah lagu. “Kami memilih puisi ‘Ingatan’ karena puisi ini memiliki makna dewasa tentang perpisahan. Di mana perpisahan itu juga bukan sesuatu yang berat untuk diratapi. Di dalam puisi itu jelas memiliki pertanyaan yang ditinggalkan. Apakah suatu perpisahan akan membekas atau hanya akan percuma?” jelasnya. Edythia mengungkapkan bahwa lagu ini termasuk ke dalam genre Pop Folk atau musik rakyat. Hal lain yang spesial dari lagu ini adalah teks isi puisi itu sendiri. Karena awalnya tujuan Orkes Bada Isya ialah mengenalkan juga menggaungkan kepada khalayak bahwa ada puisi yang amat bagus, khususnya dari penyair asal Lampung. Lagu “Ingatan” tersebut dibuat dengan tujuan agar masyarakat mempunyai jalan lain untuk dapat menikmati puisi terlebih puisi yang dimiliki oleh para penyair di Lampung. Selain itu, agar
bisa menarik khalayak luas, lagu tersebut dikemas secara elegan. Tentunya dalam proses pengubahan puisi menjadi sebuah lagu ini menemukan banyak kendala. Salah satunya adalah interpretasi teks yang ada dalam puisi. Sebuah puisi tidak bisa ditafsirkan secara asal. Agar tetap bisa dinikmati oleh para pendengar, isi puisi perlu ditafsirkan secara sederhana dan pesan nya tetap tersampaikan. Selain itu, tidak boleh asal memotong dan tidak bisa menghilangkan satu kata pun dari puisi, karena yang diaransemen adalah sebuah teks puisi. Sehingga diupayakan membawakan lagu ini secara utuh. Menurutnya, tantangan lainnya adalah saat dilemparkan kepada pendengar apakah teks itu tetap punya daya pikat yang sama saat ia menjadi puisi aslinya atau malah jadi hancur setelah dibuat menjadi lagu. Maka dari itu, perlu pandai dalam menciptakan nada sesuai dengan isi puisi tersebut, agar bisa tepat menjadi lagu yang indah dan enak didengar,
juga melakukan aransemen instrumen yang baik dan tidak dilakukan secara asal, untuk terciptanya harmonisasi nada secara apik. Edythia juga mempertegas bahwa mereka membedah teks puisi tetapi tidak dibagikan kepada publik. Lagu yang dihasilkan adalah murni dari teks puisi tanpa menghilangkan satu kata pun. “Kami telah membedah teks puisi tersebut tetapi tidak diberitahu kepada khalayak. Mengartikan bait puisi secara khusus akan mengecilkan makna puisi itu sendiri. Jika saya memperjelas maksud teks tersebut ke khalayak, maka semakin saya menganggap bodoh pendengar lagu saya. Sebenarnya kembali lagi kepada pendengar, bagaimana kesan dan citra apa yang muncul ketika mendengar lagu tersebut,” tegasnya. Febrian Malik Arrozaaq (Manajemen’18) selaku Ketua
Foto:Youtube Bada Isya
Oleh : Afifah
Umum UKMBS berharap lagu bertajuk ‘Ingatan’ ini dapat dinikmati dan mampu mengisi ruang kosong dalam diri para pendengarnya. “Semoga dengan lahirnya karya ini bisa dinikmati dan mengisi ruang-ruang kosong dalam diri kita. Sekecil apapun dampaknya, semoga juga dapat memberi warna baru dalam kesenian di Lampung, atau lebih besarnya Indonesia,” harapnya. Ia juga menyebut lagu ini tampak berbeda dari karyakarya sebelumnya. ‘Ingatan’ lebih mudah dicerna oleh masyarakat umum sebagai suatu keindahan dengan nada-nada dan liriknya yang mengarahkan pendengar untuk bernostalgia=
Resensi Saya Tetap Papua Oleh : Fajar Hendra Jaya
P
Judul Film: Mamapolitan Produser: Helena Kobogau
Ilustrasi:Ega Literian Lisba
Sutradara dan Editor: Indra Porhas Siagian Vidio Jurnalis: Adhito Harinugroho Rumah Produksi: Nii Go Papua Production Durasi: 16.52 Menit
erempuan adat itu berjalan menyusuri jalanan Ibukota Jakarta nan padat. Mengenakan baju khas Papua, Ia sangat bangga dan percaya diri mempertahankan identitasnya di tengah ingar bingar kota yang kian hari kian modern. Helena Kobogau, aktris dalam film ‘Mamapolitan’ sekaligus aktivis perempuan dari tanah Papua yang memperjuangkan hak dan keadilan masyarakat Papua di Ibu Kota Negara. Mamapolitan, sebuah film dokumenter besutan anak negeri yang diproduksi Nii Go Papua Production dan tayang di kanal Youtube Watchdoc Documentary. Film ini menceritakan tentang seorang Papua yang bernama Helena Kobogau. Ia terlahir dari orang tua yang memiliki dua suku berbeda, yakni Suku Moni dan Suku Wolani. Dirinya datang ke Jakarta di tahun 2014. Pengalaman tidak menyenangkan sudah menimpanya bahkan saat pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Tak jarang dirinya mendapat perlakuan rasis, seperti tata-
pan aneh orang-orang di sekitarnya yang seolah berbunyi; ini dia orang Papua, kulitnya hitam, dan rambut yang keriting. Orang-orang pun ramai menunjukkan ekspresi menutup hidung seolah-olah bahwa Ia membawa bau tak sedap. Dalam film pendek itu, Helena nampak berbelanja di pasar dengan menggunakan tas rajut sebagai wadah, sebuah budi untuk menjaga alam yang perlu diapresiasi. Ia juga menceritakan bagaimana sulitnya perempuan di kampungnya menjual hasil bumi dari ladang seperti sayur-mayur kepada insan yang berada di PT. Freeport Indonesia. Pasalnya, perusahaan lebih memilih berbelanja bahan pangan dari luar daerah Papua, seperti Makassar dan Pulau Jawa dengan dalih perbandingan harga. Hal ini tentu membuat mereka kecewa dan merasa mendapat ketidakadilan. Oleh karena itu, muncul perjuangan melawan ketidakadilan yang diterima para mama-mama Papua. Mereka berjuang menuntut
hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Semangat Helena selalu bertambah ketika mengingat perjuangan saudara-saudaranya di tanah Papua. Ia rutin melakukan orasi di tiap hari-hari penting. Tujuannya yaitu menyuarakan hak kehidupan layak diatas tanah mereka sendiri dan menuntut keadilan pada pemerintah pusat. Dirinya tak ingin pemerintah pusat hanya mampu memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi Papua tetapi melalaikan segala aspek kehidupan masyarakat seperti kesejahteraan, kesehatan, pembangunan, dan lain sebagainya. Perasaan miris juga tampil dalam diri Helena, Ia menyoroti adat dan budaya Papua yang sembarangan ditampilkan dalam festival-festival serta dimainkan di sembarang tempat. Sebagai puteri asli Papua, Ia merasa kebudayannnya dipermainkan ketika dirinya melihat orang-orang memakai baju adat dan memainkan alat musik khas daerahnya. Seolah orangorang tersebut merampas
hak-hak atas budaya orang Papua itu sendiri, karena hanya menunjukkan simbol kebudayaan Papua untuk kepentingan tertentu, bukan untuk kepentingan adat. Menurutnya, ada ketentuan dalam penggunaan busana maupun alat musik adat Papua, tidak sembarang digunakan dalam acara yang bukan merupakan acara adat yang sakral. Kelebihan film ini yakni menarik, mampu menceritakan secara ringkas tentang kebudayaan Papua, sehingga penikmat film memiliki pengetahuan baru. Selain itu, kesan mendalam juga tersampaikan lewat perpaduan mimik para pemain dalam pengemasan yang apik. Kekurangannya, yakni perpindahan adegan yang terlalu cepat dan tidak sesuai dubbing yang disajikan, sehingga membuat bingung penonton. Selain itu, durasi singkat film ini tidak digunakan untuk fokus dalam satu konflik sehingga kurang bisa mengupas lebih dalam terhadap apa yang disajikan=
11
No. 164 XXII Bulanan Edisi Mei 2022
Ekspresi Komarudin, Mengajar dengan Sepenuh Hati Oleh : Farhan Alhafaf knologi informasi. Mulanya hanya bereksperimen dengan menjajakan komputer ke mahasiswa di kampus. Namun, dirinya merasa ide bisnis ini sangat mudah ditiru. Kemudian tercetus inovasi untuk menawarkan komputer ke perusahaan-perusahaan UMKM (Usaha Kecil Mikro dan Menengah). Nihil, hampir semua jawaban yang diberikan oleh target customernya adalah, “Kami gak perlu komputer, dek,”. Komarudin tak ke h a b i s a n akal, disitulah
Foto:Sepbrina Larasati
“Sejak kecil saya senang ngoprek (utak-atik) barang-barang elektronik, saya membuat pemancar radio saat duduk di bangku sekolah dasar,” Komarudin bercerita sambil kembali menyelami ingatan masa kecilnya saat diwawancarai Jurnalis Teknokra sore itu (27/1). Kala itu cita-citanya ingin menjadi ilmuwan ataupun insinyur, menghasilkan sesuatu dari dalam ruangan bernama laboratorium. Sampai sekarang pun ambisinya masih sama, adalah ingin punya nilai kebermanfaatan untuk khalayak lewat karya. ‘Habibie’ dari Unila, begitu biasanya laki-laki menjelang usia 54 tahun itu disapa. Sapaan ini lekat sejak produk teknologi pesawat tanpa awak ciptaannya menjuarai ICT World di tahun 2008. Ia bersama tim menggeluti penelitian teknologi ini sebagai upaya akselerasi teknologi di kancah pendidikan tinggi Indonesia. Dua tahun setelah pencapaiannya itu, Komarudin diutus oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk menimba ilmu di Amerika bersama sembilan rekan pakar teknologi lainnya. Dirinya bersafari ke berbagai universitas yang dikenal sebagai cikal bakal atau tempat lahir entrepreneurs, khususnya di bidang teknologi dan informatika. Seperti Harvard University, MIT (Massachusetts Institute of Technology) dan Stanford University. Tak lupa juga Silicon Valley, lembah candradimukanya para entrepreneurs bidang komputer dan semikonduktor. Di sana Komarudin belajar bagaimana cara entrepreneurs mampu mendirikan perusahaan hingga sukses, contohnya perusahaan raksasa teknologi, Google. Hasil tak pernah menghianati usaha, begitulah bunyi ungkapan populer. Pencapaiannya ini tak lepas dari kegigihan Komarudin muda. Perangainya yang dapat diandalkan itu membuat Ia beberapa kali dipercaya menduduki posisi strategis dalam organisasi. Mulai dari menjadi ketua kelas, sekretaris Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UGM (Universitas Gadjah Mada) hingga mengetuai berbagai organisasi mahasiswa saat Ia menempuh pendidikan di luar negeri. Ko m a r u d i n j u g a t e rt a r i k di bidang wirausaha, hal ini diwujudkannya dengan memulai bisnis kecil-kecilan yang bergerak di bidang te-
peluang bisnis baginya. Ia mencari tahu sebenarnya produk apa yang para pelaku UMKM butuhkan. Bukan komputer, target customer Komarudin membutuhkan software akuntansi yang bisa melakukan stock opname. Bingung, akuntansi bukanlah bidang yang dia kuasai. Namun, gaya pikir Komarudinlah yang akhirnya menuntun Ia untuk menemukan 1001 cara supaya tetap bisa memenuhi kebutuhan customer. “ Kalo otak kita misalnya mengatakan bisa, maka otak kita bekerja mencari 1001 cara supaya itu bisa dilakukan. Sebaliknya, kalo misal kita mengatakan tidak bisa, maka otak kita juga bisa mencari 1001 cara atau alasan untuk itu tidak bisa dilakukan,” Komarudin menuturkan gaya pikirnya kala itu. Sebuah kolaborasi bersama mahasiswa akuntansi menjadi solusinya. Hingga penjualan produknya meningkat dan Komarudin bersama rekannya mampu mendirikan perusahaan sendiri. Sayangnya, perusahaan ini tak berumur panjang sebab manajemen yang kurang baik. Baginya kegagalan itu menyadarkan diri untuk bisa menentukan pilihan, apakah akan tetap terpuruk atau
memilih bangkit. “Kalau sepuluh kali gagal maka sebelas kali bangkit. Orang yang menang dalam pertarungan itu bukan orang yang paling kuat, tapi orang yang bertahan dalam semua kesulitan itu,” tutur Komarudin. Lagi-lagi pemikirannya yang membuatnya bertahan. baginya bertahan itu adalah suatu keharusan, paling tidak, harus berani mencoba. Setelah lulus dari bangku perkuliahan, Komarudin menjajal peruntungannya dengan bekerja di salah satu perusahaan minyak di negeri paman sam. Sebagai seorang engineer, kala itu upah kerjanya mencapai ribuan dollar AS (Amerika Serikat). Tak bertahan lama, dirinya memilih pulang kampung ke Bandarlampung untuk menjadi seorang tenaga pendidik. Alhusniduki Hamim, rektor Universitas Lampung (Unila) era 90-an itu menampilkan ekspresi heran. Begitulah cerita Komarudin saat dirinya melamar menjadi dosen di Unila dengan gaji yang jauh merosot ketimbang tempat kerjanya dulu. Hanya sekitar lima puluhan dollar AS (Amerika Serikat) per-bulannya. Bukan tanpa alasan, selain karena ingin dekat dengan sang ibunda, Ia juga merasa kehilangan dunianya saat bekerja di perusahaan minyak. “ Saat kuliah S1 di UGM (Universitas Gadjah Mada) sebenernya saya senang berdiskusi. Jadi Asdos (Asisten Dosen). Ketika bekerja (di perusahaan minyak), ada rasa kehilangan untuk bisa mengajar, berdiskusi dengan teman. Hal itu kemudian membuat saya pilih mengambil dunia yg menyenangkan (pendidikan). Akhirnya saya beranikan diri untuk resign,” ujarnya. Kepala Unit Pelaksana Teknis Teknologi, Informasi, dan Komputer (UPT TIK) Universitas Lampung itu mengaku senang setelah bergabung menjadi Dosen Teknik Elektro Unila. Ia pun sempat memimpin laboratorium robotik. Dirinya berhasil mencetak mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi dengan karya yang memiliki daya saing mumpuni. “Saya ingin di Unila ini tumbuh banyak entrepreneurs, yang kemudian mereka mampu membangun StartUp khususnya di dunia digital, kemudian dari itu mereka mampu menyerap tenaga kerja masyarakat dan bermanfaat bagi dirinya sendiri,” harapnya mengakhiri =
Ihwana Haulan Pemimpin Umum
Kampus dan Akal Sehat “Kampus didesain Untuk Menghasilkan Akal Sehat, karena hanya Akal Pikiran Sehat yang Memiliki Kritik Terhadap Kekuatan yang Dominan”. - Rocky Gerung Dalam setiap orasinya, seruan akal sehat selalu melekat pada Rocky Gerung. Ia rajin menghadiri acara dari satu kampus ke kampus lain untuk menyebarkan seruan akal sehat yang menjadi ciri khasnya dalam menyampaikan setiap gagasan. Berbicara soal gagasan, Rocky memiliki banyak pandangan yang terbilang out of the box. Salah satu yang manarik yaitu tentang gagasannya mengenai perdebatan politik. Filsuf sekaligus Akademisi Universitas Indonesia (UI) itu beranggapan bahwa politik justru harus dibicarakan di kampus, karena kampus sebagai tempat tersedianya pemikiran kritis, sehingga pemikiran dan gagasan para calon pemimpin dapat diuji di tempat di mana ada banyak pemikiran kritis. Bukan dalam bentuk kampanye, tapi dalam bentuk argumentasi. di Amerika Serikat misalnya, Joe Biden dan Kamala Harris menyampaikan visi dan misinya didepan civitas academica Harvard University. Disana civitas academica menguji bahasa pikiran dan juga bahasa tubuh mereka. Karena mereka sadar bahwa kejujuran mengevaluasi pikiran dengan objektif hanya ada pada kampus Menarik memang, karena baiknya sebuah pikiran haruslah diuji. Bahkan untuk mendapat gelar sanjana sekalipun, seorang mahasiswa harus melewati beberapa tahap pengujian sebelum akhirnya mendapatkan gelar. Maka tidak ada salahnya jika hal ini diberlakukan juga terhadap para pemangku kebijakan, karena di sana akan ada iklim diskusi yang sehat serta lontaran-lontaran pertanyaan tajam sebagai cerminan dari tempat bertumbuhnya kaum-kaum intlektual. Iklim diskusi dikampus haruslah hidup, tujuannya adalah untuk membangun peradaban akal sehat. Banyak cara bisa dilakukan untuk menghidupkan diskusi yang sehat dilingkungan kampus. Di dalam kelas misalnya, seorang mahasiswa tidak harus selalu menganggukan kepala ketika dosen menerangkan materi, kampus adalah tempat menggelengkan kepala. Mereka harusnya bisa bebas bermanuver dengan pemikirannya, untuk selanjutnya diutarakan, diadu, dan diuji. Pikiran kritis harus melekat didalam tradisi kampus, karena kampus adalah sumur pikiran yang diharapkan dapat membentuk Sumber Daya Manusia yang memiliki output lebih. Tidak berlebihan rasanya, mengingat ada harapan yang begitu besar dari masyarakat terhadap keberadaan kampus sebagai kumpulan kaum-kaum intelektual yang mampu menjalankan perannya sebagai agent of change. Runtuhnya kekuasaan Orde Baru mungkin bisa menjadi saksi, betapa besarnya pengaruh pergerakan mahasiswa saat itu. Bagaimana dengan kekuatan serta semangat yang besar untuk menyuarakan keresahan masyarakat, mahasiswa dengan segala pemikiran kritisnya mampu menggulingkan rezim yang sudah 32 tahun berkuasa pada saat itu. Jadilah bagian dari mahasiswa yang membawa perubahan tersebut. Karena eksistensi mahasiswa dikampus bukan hanya tentang IPK, tapi lebih daripada itu, ada banyak hal yang harus mahasiswa korbankan baik itu waktu, tenaga, dan pikirannya untuk sebesar-besarnya kemaslahatan masyarakat =