4 minute read
RESTORING OUR BLUE PLANET
Bersama organisasi Mission Blue milik Dr. Sylvia Earle, Rolex menyingkap hasil proteksi Kepulauan Galápagos terhadap ekosistem kelautan selama 25 tahun, serta kemunculan Hope Spots terbaru
Darren Ho
Awal abad ke-20 menandai kemunculan berbagai penemuan dan petualangan. Para petualang lintas benua berbondong-bondong melakukan penjelajahan menuju iklim dan habitat paling ekstrem untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang planet kita. Acapkali, para petualang tersebut mengenakan Rolex sebagai instrumen waktu dalam misi penjelajahan mereka. Momen ini pun seraya dimanfaatkan sang brand untuk menguji ketangguhan sejumlah jam tangan tersebut.
Namun, mengutip ahli biologi kelautan dan salah satu Rolex Testimonee Dr. Sylvia Earle, “Lautan adalah jantung (berwarna) biru dari planet ini.” Alhasil ketika para penjelajah menyingkap berbagai temuan baru mengenai planet Bumi, publik pun perlahan tersadar bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi ekosistem alami di daratan, udara, dan perairan.
Dr. Sylvia telah menjadi advokat global perlindungan laut selama lebih dari empat dekade. Semasa karirnya, ia pernah bekerja sama dengan National Geographic, Ocean Elders, Google Earth, dan berbagai instansi pemerintahan lintas benua untuk mengedukasi tentang pentingnya pelestarian ekosistem laut.
Mission Blue
Pada tahun 2009, Dr. Slyvia menemukan Mission Blue, sebuah organisasi yang bekerja dengan komunitas lokal dan instansi pemerintahan untuk mengembangkan kawasan lindung laut atau ‘Hope Spots’. Kawasan ini berjasa melindungi biota laut dari aktivitas domestik manusia dan memungkinkan untuk terjadinya regenerasi. Terdapat lebih dari 145 Hope Spots yang tersebar dalam setiap benua di seluruh dunia. Menariknya lagi, kepulihan ekosistem laut meningkat pesat ketika mereka dibiarkan sendiri tanpa kehadiran manusia.
Mission Blue bertujuan melindungi 30 persen dari perairan dunia pada tahun 2030 dan 50 persen pada tahun 2050. Kedua persentase tersebut ditetapkan berdasarkan target IUCN (International Union for Conservation of Nature) untuk menjaga kesehatan laut. “Melindungi 30 persen dari laut adalah awal yang baik untuk mendemonstrasikan kepedulian terhadap laut seolah kita bergantung hidup padanya, dan begitulah faktanya.” ujar Dr. Sylvia.
Kolaborasi Rolex dengan Mission Blue berawal pada tahun 2014. Di tahun 2019, organisasi ini memperkenalkan inisiatif bernama Perpetual Planet untuk memberi pemahaman ilmiah bagi para individu dan organisasi mengenai gangguan pada ekosistem dan solusi untuk mengembalikan keseimbangannya. Kerja sama antara keduanya berlandaskan suatu pilar dalam inisiatif tersebut. Bersama dengan Dr. Slyvia selaku Testimonee, Rolex turut mendukung dua jawara Hope Spots lainnya: Sandra Bessudo (untuk pulau Malpelo) di tahun 2020 dan Vreni Häussermann (untuk Chilean Fjords) di tahun 2021.
“INI ADALAH MOMEN KRITIS DI MANA KITA SUDAH CUKUP PAHAM DAN PEDULI BAHWA KITA DAPAT MENYELAMATKAN DIRI DENGAN
MELESTARIKAN ALAM DAN LAUTAN BEBAS.”
— DR. SYLVIA EARLE
Journey To Gal Pagos
Kepulauan Galápagos adalah salah satu Hope Spots pertama yang diciptakan oleh Mission Blue pada tahun 2010. Kepulauan tersebut telah menjadi cagar laut sejak 1998—ditetapkan oleh Ekuador—dan menaungi 133.000 km² perairan di sekelilingnya. Meski begitu, ekosistem margasatwa pada pulau dan sekitar Galápagos masih membutuhkan perhatian lebih kendati padatnya pengunjung dan warga yang berlalu-lalang di area tersebut.
Bersamaan dengan momentum hari jadi ke-25 Cagar Alam Galápagos, Dr. Sylvia dan tim ilmuwan dari berbagai institusi berbeda menjalani ekspedisi mengelilingi Hope Spot tersebut. Mereka bertujuan untuk meninjau ekosistem laut di dalam kawasan lindung, serta mengidentifikasi solusi sebagai upaya konservasi dan menjawab tantangan yang ada.
Salah satu aspek penting dalam ekspedisi ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman biota laut yang tersembunyi di perairan Galápagos. Untuk mendapatkan informasi terkait biota yang belum banyak dipelajari— seperti kuda laut dan lobster kipas—tim ini menggunakan DNA lingkungan (eDNA), serta sistem video bawah air untuk menyingkap jejak kedua fauna tersebut di kolom air. Temuan mereka merupakan pengembangbiakan kehidupan dengan urutan DNA yang belum pernah teridentifikasi, menjadikannya sebuah penemuan ilmiah unik di Galápagos.
Sebelum ekspedisi ini, Dr. Sylvia dan Salome Buglass dari Charles Darwin Foundation berhasil menemukan spesies rumput laut baru di bawah permukaan laut. Dalam ekspedisi tahun 2022, keduanya menaiki kapal selam “DeepSee” untuk memperluas penjelajahan mereka dan berhasil menemukan hutan rumput laut nan rimbun. Terdapat beberapa teori—masih bersifat tentatif—bahwa hutan rumput laut ini berperan besar dalam pelestarian biodiversitas di wilayah tersebut.
Tim ekspedisi ini terus melanjutkan riset ekstensif mereka, kali ini terhadap pergerakan lintas samudera biota laut. Riset ini dilakukan dengan menandai lokasi yang direkam berdasarkan migrasi hiu-hiu sejauh Teluk Meksiko dan pesisir Kosta Rika. Penemuan ini pun menjadi basis argumen yang kuat untuk melibatkan kooperasi internasional dalam perlindungan terhadap dunia maritim.
Next Steps
Dua figur penting dalam ekspedisi ini adalah Alex Hearn, professor biologi kelautan di Universitas San Fransisco de Quito, dan konservasionis Manuel Yepez. Keduanya berbagi gelar juara dalam Galápagos Hope Spot. Alex, dari Pusat Sains Galápagos, adalah peneliti utama dari ekspedisi di bawah kepemimpinan Dr. Sylvia. Di samping itu, ia juga memandu kongres antara ilmuwan-ilmuwan internasional yang terlibat dalam ekspedisi tersebut. “Jika kami berhasil melakukannya dengan baik (di Kepulauan Galápagos), misi ini dapat menjadi pedoman untuk diterapkan di seantero planet,” ucap Alex.
Kehidupan laut tidak mengenal batas negara. Maka dari itu, seluruh negara perlu bekerja sama untuk perlindungan laut yang efektif. Menurut Dr. Sylvia, ini adalah salah satu keuntungan dari pendirian Hope Spots. Kendati biota laut dapat berkembang biak di zona terproteksi tersebut, hal ini pun akan berdampak baik pada industri dan ekonomi dari negara-negara yang terlibat untuk jangka panjang.
Menurutnya, konservasionis perlu “berpikir seperti laut”, serta menyadari bahwa ekosistem kelautan saling terkoneksi dan tak terbatas. Untuk memastikan biota laut dapat berkembang biak, seluruh negara perlu mengembangkan lintasan air terproteksi seperti Perairan Samudra Pasifik Tropis Timur, di mana para penyu, ikan hiu, ikan pari, dan ikan paus dapat bergerak dengan leluasa tanpa terancam bahaya kapal perikanan.
Mulai dari Laut Sargasso hingga Kepulauan Azores, inisiatif Hope Spots milik Mission Blue menyingkap begitu terkoneksinya perairan di seluruh dunia. Upaya pelestarian keanekaragaman laut pun dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas maritim komersil jika dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu, inisiatif Perpetual Planet berperan sebagai pengingat bahwa dunia yang kita huni sekarang tak memiliki batas. Kita pun perlu bertindak untuk memastikan bahwa ini dapat dihuni selamanya. Dalam konteks lautan, patut diingat bahwa siklus air dan siklus hidup adalah suatu kesatuan.
Anjing laut bulu berukuran besar tengah mengarungi perairan suatu kawasan Hope Spot di Kepulauan Galápagos
Seekor penyu hijau dikelilingi oleh ikan-ikan di perairan Pulau Wolf, bagian dari Cagar Laut Galápagos yang diperluas