![](https://assets.isu.pub/document-structure/230131115438-960247d50b248239a5c688a768f7bf1f/v1/d71e39dfc8c2ca9cf25db463d9e3e5aa.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
4 minute read
Penghasilan Rp60 Juta Kena Pajak 5 Persen
Wait and See Saham Sektor Teknologi
JAKARTA, TRIBUN - Saham sektor teknologi diperkirakan masih belum seksi di 2023. Sentimen suku bunga menjadi faktor utama tertekannya saham sektor teknologi.
Advertisement
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan, sampai semester I 2023 saham sektor teknologi diproyeksi masih akan mengalami tekanan.
Ini seiring dengan sentimen hawkish dari bank sentral yang masih akan menaikkan suku bunga acuannya dan belum akan menurunkannya sampai akhir tahun.
Namun, setelah semester I diperkirakan sahamsaham teknologi ada sedikit perbaikan, seiring perlambatan ekonomi global yang akan memaksa bank sentral untuk bersikap dovish.
“Namun itu juga tergantung spesifik emitennya, apakah masih mampu meningkatkan kinerja dan bertahan di saat kondisi ekonomi global sedang tidak kondusif,” ujarnya.
Deputy Head of Research Sucor Sekuritas Paulus Jimmy juga memperkirakan saham sektor teknologi masih akan tertekan. Terlebih belum ada tanda-tanda penurunan suku bunga, bahkan masih akan naik di awal tahun.
“Untuk semester I 2023 menurut kami akan cukup volatile,” katanya.
Oleh sebab itu, Paulus menyarankan investor untuk wait and see terlebih dahulu dengan saham sektor teknologi sembari menunggu perkembangan sentimen yang ada. “Untuk sekarang kita masih neutral terhadap sektor teknologi,” ujarnya.
Sementara Fajar menyarankan dengan kondisi saat ini sebaiknya investor mengurangi portofolio saham teknologi. Namun, untuk investor yang ingin masuk ke sektor teknologi bisa melirik saham-saham teknologi di Amerika Serikat.
Sebab, Fajar melihat saat ini memiliki valuasi yang cukup menarik dan masih mencatatkan kinerja yang sangat baik di tengah tren kenaikan suku bunga.
“Tetap perhatikan sentimen-sentimen dengan memanfaatkan momentum yang tepat, disamping tetap memperhatikan fundamental emiten terkait,” paparnya.
Untuk saham teknologi di Indonesia, Infovesta Kapital Advisori berpandangan ,saham EMTK dan MLPL masih menarik diamati. Sebab, memiliki valuasi yang cukup menarik, seiring dengan kinerja yang juga masih tumbuh sepanjang tahun 2022 ini. (Kontan)
Aturan Baru Penghasilan Kena Pajak
JAKARTA, TRIBUN - Pemerintah dan DPR mengubah batas penghasilan kena pajak (PKP) bagi masyarakat Indonesia. Perubahan ini tertuang di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Aturan ini kemudian diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh. Dengan regulasi baru, ada pelebaran untuk lapisan penghasilan paling bawah dan penambahan lapisan dengan tarif baru bagi mereka dengan penghasilan tinggi.
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun,” tulis PP Nomor 55 Tahun 2022 tersebut. Semula, pemerintah mengenakan tarif pajak penghasilan (PPh) 5 persen untuk wajib pajak dengan penghasilan kena pajak sampai Rp 50 juta. Namun kini, batas penghasilan kena pajak dinaikkan menjadi Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulannya. Aturan persentase pengenaan pajak PPh Pasal 21 sebesar 5 persen sendiri sebenarnya masih sama dengan regulasi sebelumnya. Yang berbeda hanya pada pada batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Di mana sebelumnya, penghasilan karyawan yang tidak terkena pajak atau PTKP adalah per bulan minimal Rp4,5 juta, sementara di aturan terbaru dinaikkan menjadi Rp5 juta per bulan. Sederhananya, dalam aturan terbaru ini, seorang pekerja atau karyawan baru terkena pajak penghasilan jika gajinya dalam sebulan paling sedikit Rp5 juta dalam sebulan. Pengenaan pajak PPh ini bersifat progresif. Begitu juga dengan tarif PPh 15 persen yang semula dikenakan untuk wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp50 juta sampai Rp250 juta, kini diubah menjadi untuk penghasilan di atas Rp60 juta sampai Rp250 juta.
“Perubahan lapisan tarif PPh untuk melindungi masyarakat berpenghasilan menengah bawah. Banyak masyarakat di kelompok menengah bawah justru beban pajaknya lebih turun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip dari Kompas TV, Sabtu (31/12/2022). Untuk pekerja dengan gaji Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun dibebaskan dari PPh atau menjadi PTKP.
Ini penghasilan Rp60 juta per tahun dikurangi Rp54 juta yaitu Rp6 juta dan dikalikan 5 persen. Ini cuma Rp300.000 setahun bayar pajaknya.
Sri Mulyani mencontohkan, pekerja dengan penghasilan Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta per tahun, maka penghasilan yang dikenai pajak setelah dikurangi PTKP yakni Rp6 juta per tahun. Sehingga dikenakan tarif 5 persen sehingga pajak yang harus dibayar per tahun hanya Rp 300.000.
“Ini penghasilan Rp60 juta per tahun dikurangi Rp 54 juta yaitu Rp6 juta dan dikalikan 5 persen. Ini cuma Rp300.000 setahun bayar pajaknya. Kalau anda menikah ada tunjangan negara untuk istri dan kalau ada anak ada tambahan lagi,” jelas Sri Mulyani. Rincian pajak
Rincian aturan main itu yakni, penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta dikenakan tarif PPh sebesar 5 persen.
Kemudian penghasilan kena pajak lebih dari Rp 60 juta hingga Rp250 juta dikenakan pajak 15 persen. Penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif PPh yang dikenakan 25 persen. Lalu penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp5 miliar sebesar 30 persen. Dan penghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan PPh sebesar 35 persen. (kpc)
KOMPAS.COM
![](https://assets.isu.pub/document-structure/230131115438-960247d50b248239a5c688a768f7bf1f/v1/2c3754b2c62432b5e79ae574faa683e5.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
Emas Bakal Bersinar Pada Tahun Ini
JAKARTA, TRIBUN - Prospek komoditas logam mulia termasuk emas diramal cerah di tahun 2023. Kekhawatiran atas resesi global akan menyetir harga jenis komoditas satu ini. Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mencermati harga emas sepanjang tahun 2022 telah tertekan kuatnya tren dolar Amerika Serikat, sejak
The Fed menaikkan suku bunga. Namun, prospek harga emas mulai menarik saat Bank Sentral AS mengurangi sikap Hawkish. Harga emas baru mengalami rebound atau berbalik menguat setelah ancaman inflasi mereda dan The Fed menegaskan wacana untuk mengurangi agresivitas dengan menaikkan tingkat suku bunga hanya sebesar 50 basis poin (bps).
Secara teknikal, Wahyu menilai, kenaikan harga emas pada November dan Desember adalah sinyal bullish yang bisa berlanjut hingga 2023.
Leong juga memprediksi logam mulia seperti emas bakal berkilau di tahun ini. Ketika ekonomi dalam resesi, investor cenderung beralih ke asset safe haven atau aset lindung nilai seperti emas.
Terlebih jika China sebagai konsumen terbesar emas dunia perekonomiannya bisa segera pulih, maka hal tersebut akan mendorong permintaan dan harga emas.
ANTAM VIA KOMPAS.COM
![](https://assets.isu.pub/document-structure/230131115438-960247d50b248239a5c688a768f7bf1f/v1/22e84ae94f3ba10a978d0a284d9c5ea4.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
INVESTASI - Pada tahun 2023 ini, investasi emas diprediksi akan menguntungkan.
![](https://assets.isu.pub/document-structure/230131115438-960247d50b248239a5c688a768f7bf1f/v1/88d3524810c41ca1adc9643383c4b423.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
“Ancaman resesi 2023 dan peluang pelonggaran moneter The Fed bisa memicu kenaikan harga komoditas emas,” katanya pada akhir Desember kemarin.
Analis DCFX Futures Lukman
Lukman tak memungkiri bahwa tentunya kinerja ekonomi global dan ekspektasi suku bunga Federal Reserve masih akan membayangi. Tetapi, kondisi suramnya ekonomi juga menjadi peluang emas bisa kembali dilirik sebagai aset safe haven.
“Emas memiliki kesempatan bersinar ketika ketidakpastian dan kekuatiran resesi,” kata Lukman. (Kontan)
IST PATAHPagar pengaman jembatan patah akibat diterjang longsor dari tebing di samping jembatan.