5 minute read
Warga Tak Mendengar Suara Gemuruh
Belasan Warga Terpaksa Mengungsi Akibat Tanah Ambles dan Longsor
Advertisement
BANTUL, TRIBUN - Hujan dengan intensitas lebat yang terjadi belakangan ini memicu pergerakan tanah dan longsor di sejumlah kabupaten di DIY. Sejumlah warga pun harus mengungsi ke tempat lebih aman.
Di sepanjang Kalangan RT 02, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, tanah gerak sepanjang 40 meter dan mengancam 12 warga dekat lokasi, hingga memaksa mereka mengungsi sementara.
Seorang warga Kalangan, Tugiman (57), menceritakan, awalnya hujan deras mengguyur pada Selasa (14/2) malam, kemudian tanah di depan rumahnya ambles pada Rabu (15/2) sekitar pukul 07.00.
Sepulang dari pasar, Tugiman melihat badan jalan di depan rumahnya dalam keadaan miring dan pepohonan di sekitarnya bergerak. Padahal, saat itu tidak sedang turun hujan. “Setelah dicek, tanahnya bergerak, ada geseran. Satu jam kemudian, gerakan tanah semakin dalam. Saya tidak mendengar suara, hanya terasa greg, greg, greg seperti (tanah) geser-geser,” ujarnya, saat ditemui Kamis (16/2).
Menurutnya, kejadian serupa pernah terjadi di tahun 2022 kemarin, namun hanya retak 30 sentimeter. Meski retakan tanah kini hanya berjarak sekitar 3 meter dari rumahnya, Tugiman memutuskan tidak meng- ungsi. Ia beralasan, tanah di lokasi rumahnya berdiri cukup kuat. Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan lurah dan telah disetujui meski diimbau untuk tetap waspada. “Kalau yang bergerak itu kan tanah urukan, dan yang longsor pas tanah urukan itu,” katanya. Lurah Bangunjiwo, Parja, mengaku sudah mengecek bangunan rumah Tugiman dan disebutnya masih kokoh. Ia menjelaskan bahwa amblesnya tanah di Kalangan berlangsung secara bertahap mulai Selasa dan tanah ambles sedalam dua meter pada Rabu. Menurutnya, panjang tanah yang ambles bisa terus bertambah jika hujan masih terus turun dalam beberapa hari ke depan.
“Panjang tanah ambles ini sekitar 40 meter dengan lebar sekitar 20 meter. Selain hujan deras, penyebab ambles karena ini tanah urukan,” ujarnya. Parja mengungkapkan, tidak ada rumah yang rusak karena kejadian tersebut, namun sekitar 7 kepala keluarga (KK) dengan 15 orang turut terdampak. Sebanyak 12 orang di antaranya mengungsi ke rumah saudara di sekitarnya. Pihaknya sudah mendata KK terdampak untuk pendistribusian bantuan bahan pokok dari kalurahan.
10 titik
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana
Teras Tertimbun Longsoran
WARGA Padukuhan Losari 1, Wukirharjo, Kapanewon Prambanan, Sleman, bergotong royong membersihkan material dari kejadian tanah bergerak yang terjadi Rabu (15/3) kemarin. Peristiwa itu mengancam sejumlah rumah warga dan menutup akses jalan. “Warga gotong royong hanya untuk membuat akses jalan setapak. Kemarin, kan, sempat tertutup, sampai teras (rumah warga),” kata Jagabaya Wukirharjo, Nor Surahman Suroto, Kamis (16/2).
Selain membuat akses jalan setapak agar bisa dilewati, warga juga membuat parit untuk saluran jalan air di samping-samping rumah warga di lokasi. Gotong- royong juga rencananya akan dilanjutkan Jumat (17/2) dengan mengerahkan alat berat.
Bencana tanah bergerak ini terjadi pada Rabu (15/2) dini hari. Menurut Nor, tebing tanah bergerak tersebut memiliki tinggi 15 meter.
Saat kejadian, berdasarkan informasi dari warga, terdengar suara gemeretak dan material tanah dari atas tebing langsung ambles. Beruntung, tanah tidak langsung menimpa rumah dan hanya menimbun teras. “Kerusakannya di teras, tertutup, dan pondasi batunya ada yang lepas. Paling parah di rumah Pak Ngadimo,” kata Nor yang juga pengurus Kampung Siaga Bencana (KSB). Menurut dia, ada empat titik bencana tanah longsor di Wukirharjo akibat hujan deras pada Rabu kemarin. Pihaknya bersama masyarakat dan relawan sudah melakukan penanganan awal dengan menutup terpal di titik longsor untuk meminimalkan kemungkinan terjadi longsor susulan. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman, Bambang Kuntoro mengatakan kejadian tanah bergerak maupun longsor terjadi di beberapa titik di wilayah Prambanan. Pihaknya bersama tim teknis dari BPBD dan DPUPKP Sleman, mulai mengobservasi dengan tinjauan langsung ke titik terdampak bencana. Tim ini terdiri dari ahli geologi dan sudah berpengalaman menangani tanah longsor. Setelah tinjauan, mereka akan segera merumuskan penanganan seperti apa yang akan dilakukan. (rif)
Hujan dengan intensitas lebat yang terjadi belakangan ini memicu pergerakan tanah dan longsor di sejumlah kabupaten di DIY.
Pergerakan tanah memaksa 12 warga di Kasihan, Bantul, mengungsi ke tempat lebih aman.
Di Gedangsari, Gunungkidul, setidaknya ada 10 titik kejadian bencana.
Daerah (BPBD) Gunungkidul mencatat ada 29 titik kejadian akibat guyuran hujan sepanjang Rabu kemarin. Ada enam kapanewon terdampak, terbanyak di Gedangsari sejumlah 10 titik kejadian. Bukit di wilayah Padukuhan Tegalrejo, Kalurahan Tegalrejo, Gedangsari, longsor pada Rabu (16/2) siang sekitar pukul 12.40.
Sekretaris BPBD Gunungkidul, Subarno mengatakan bagian yang longsor setinggi sekitar 100 meter dan lebar 80 meter. Material longsoran langsung menimbun jalan kabupaten di bawahnya, yang jadi akses utama lima padukuhan di Tegalrejo, serta penghubung dengan kalurahan lain. Untuk mobilitas, warga harus memutar 5 kilometer lebih jauh melalui wilayah Trembono. Sejauh ini, dilaporkan belum ada korban dari kejadian ini.
Relawan Kalurahan Tegalrejo, Satiman mengatakan ada 4 KK harus diungsikan untuk mengantisipasi longsor susulan. Menurutnya, lokasi longsor jaraknya 300 meter dari Balai Kalurahan Tegalrejo. Saat kejadian, ia mengatakan cuaca sedang cerah alias tidak ada hujan dan ia sedang ada di balai kalurahan. Ketika longsor terjadi pun, ia mengaku tidak mendengar suara gemuruh. “Yang berikutnya, kami tahu ada longsor itu,” tutur Satiman.
Tanah ambles dan longsor juga terjadi di wilayah lain Gedangsari, yakni di Sengonkerep, Kalurahan Sampang, Rabu (15/2). Kapolsek Gedangsari, AKP Suryanto mengatakan, berdasarkan keterangan warga, amblesnya tanah mulai terlihat Rabu pagi sekitar pukul 06.30 WIB, dengan kedalaman sekitar 30 cm. Retakan kembali terjadi pada pukul 12.30 WIB di lokasi yang sama, dengan kedalaman 1 meter, lebar 0,5 meter, dan panjang sekitar 15 meter. Retakan tanah membuat jalan akses bagi 8 rumah di RT 02/04 Sengonkerep terdampak dan kini hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua. (nto/alx) usulan tersebut, ada tiga sapi yang administrasinya belum terakomodasi di pusat.
“Segera kami konfirmasi untuk penyelesaiannya,” kata Suparmono. Bupati Sleman, Kustini, yang hadir dalam penyaluran bantuan PMK tersebut mengingatkan kepada peternak agar menggunakan uang ganti rugi yang diterima untuk membeli lagi bibit ternak sapi atau kambing. Harapannya, agar dapat meningkatkan usaha peternakan dan menjaga populasi ternak di Sleman.
“Tadi saya sampaikan, (peternak) un- tuk dibelikan ternak lagi. Yang kemarin sapi atau kambingnya jadi korban, dibelikan sapi atau kambing lagi. Dirawat lagi dan semoga pertumbuhannya lebih bagus dari kemarin,” katanya. Kustini juga mengingatkan kepada peternak agar senantiasa menjaga kebersihan kandang dan memberikan pakan yang cukup pada ternak. Hal ini untuk menghindari resiko serangan penyakit. “Apalagi, PMK ini belum selesai, sekarang sudah menyebar lagi penyakit LSD. Intinya, perlu kewaspadaan bersama,” kata Kustini. (rif)
Pria Cabuli Anak Tiri Selama Empat Tahun
SLEMAN, TRIBUN - Kasus pencabulan atau persetubuhan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Kabupaten Sleman. Sorang pria berinisial HW (48), warga Gamping, ditangkap polisi karena telah mencabuli anak tirinya yang masih berusia 16 tahun selama bertahun-tahun.
Kaur Bin Ops (KBO) Reskrim Polresta Sleman, Iptu M Safiudin bercerita, tersangka HW melakukan perbuatan cabul di rumah ketika kondisi rumah sepi ditinggal istrinya bekerja. Kasus ini terungkap dari peristiwa yang terjadi pada Senin, 23 Januari 2023 lalu. Saat itu, ketika sang istri atau ibu kandung korban berangkat bekerja, tersangka menyelinap masuk ke dalam kamar tidur korban.
“Selanjutnya, ia membangunkan korban dengan menariknya paksa untuk pindah ke kamar sebelah. Di kamar itulah, kejadian pencabulan itu terjadi,” kata Safiudin saat merilis kasus tersebut kepada awak media, Kamis (16/2) di Mapolresta Sleman. Menurutnya, kondisi rumah sedang sepi ketika peristiwa itu terjadi, sehingga tidak ada saksi yang melihat. Dua adik korban juga masih kecil dan ketika itu sedang tertidur. Kasus ini terungkap ketika Ibu korban pulang bekerja. Ia mendapati di leher anaknya terdapat cupang atau warna merah bekas ciuman. Setelah sang ibu menanyakannya, barulah korban bercerita semuanya. Berdasarkan pengakuan korban, kata Safiudin, pelaku sudah sering mencabulinya, bahkan bisa tiga seminggu dan telah terjadi bertahuntahun. Korban merasa ketakutan dan trauma, sehingga memendam perasaannya sendiri. “Peristiwa ini sudah berlangsung lama, kurang lebih empat tahun. Terjadi sejak (korban) usia 12 tahun atau kelas 3 SD,” terangnya.
Tersangka HW sudah ditangkap dan ditahan di Polresta Sleman. Polisi turut menyita barang bukti seprai dan pakaian korban sebagai barang bukti. Pelaku dijerat Pasal 81 juncto Pasal 82 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan anak. Polresta Sleman bekerja sama dengan lembaga Rifka Annisa untuk pendampingan dan pemulihan psikologis korban. Plt Direktur Rifka Annisa, Indiah Wahyu Andari menceritakan, korban saat ini sudah diamankan di rumah aman jaringan Rifka Annisa. Kondisi korban awal mulanya bingung dan ketakutan karena peristiwa ini sudah terjadi lama. Tetapi, sekarang sudah cukup stabil dan lebih tenang. Selain mendapatkan pemulihan kondisi psikologis, korban juga mendapatkan informasiinformasi terkait hak-haknya, termasuk tentang proses hukumnya. (rif)