4 minute read
Warga Tuntut Harga Layak dan Adil
Aksi Walkout Terulang Saat Musyawarah Ganti Rugi Lahan Terdampak Tol Yogya-Solo di Tlogoadi
SLEMAN, TRIBUN - Musyawarah kesepakatan ganti rugi lahan terdampak pembangunan jalan tol Yogya-Solo seksi II (Tirtoadi-Maguwoharjo) untuk masyarakat Padukuhan Karangbajang, Kalurahan Tlogoadi, Mlati, Sleman, Senin (16/1) diwarnai aksi walkout oleh warga. Aksi itu jadi yang kedua di wilayah itu, setelah sebelumnya terjadi saat musyawarah untuk warga Padukuhan Nglarang. Warga serentak meninggalkan ruang musyawarah karena menganggap nilai ganti rugi yang ditawarkan tim pengadaan tanah berdasarkan hasil appraisal (penaksiran nilai) terlalu rendah. Seorang warga Karangbajang, Anang Wiyadi, mengatakan, masyarakat memandang nilai ganti rugi itu belum layak dan adil sesuai Peraturan
Advertisement
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
“Sebagai gambaran saja, secara geografis, Tlogoadi dibandingkan Tirtoadi itu harga normal (tanah) saat ini pun tinggi Tlogoadi. Yang sudah terjadi, justru di Tirtoadi lebih tinggi dari Tlogoadi. Ini kenapa bisa terjadi? Ada yang salah dengan appraisal. Padahal timnya sama,” kata Anang seusai memutuskan keluar dari ruang musyawarah di Tlogoadi, Selasa (17/1).
Tanah milik Anang yang terdampak proyek jalan tol Yogya-Solo seluas 246 meter persegi dan tanah orang tuanya seluas 2.000 meter persegi. Lokasi tanah tersebut menurutnya strategis dan dekat jalan raya, namun hanya dihargai Rp2,8 juta/meter persegi. Sementara, tanah orang tuanya dihargai Rp2,6 juta/meter persegi. Adapun di Padukuhan simping-Rajek Kalurahan Tirtoadi, menurut-
TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDIN nya, rata-rata dihargai kisaran Rp3,8 juta-4,1 juta/meter persegi. Padahal, kata Anang, harga pasaran tanah di situ lebih rendah dari Tlogoadi.
LANGSUNG KELUAR - Warga Karangbajang ramai-ramai walkout meninggalkan ruang musyawarah terkait ganti rugi lahan terdampak pembangunan tol Yogya-Solo di Kalurahan Tlogoadi, Mlati, Sleman, Selasa (17/1).
Anang menilai ada diskriminasi harga. Nilai yang ditawarkan berdasarkan appraisal itu membuat warga Karangbajang terdampak jalan tol kesulitan mencari tanah pengganti. Menurut Anang, di Karangbajang seharusnya dihargai Rp4 juta/meter persegi. Jika tanah tersebut dekat atau mangku jalan Rp4,5 juta/meter persegi.
“Dengan harga tersebut, barulah warga bisa mencari tanah pengganti. Yang jelas, kami sangat mendukung program tol, tapi kami ingin harga yang adil,” kata dia.
Hal serupa juga disuarakan Supriyadi, warga Nglarang. Menurut dia, nilai hasil appraisal di Nglarang juga terlalu rendah. Ada dua bidang lahan miliknya yang terdampak proyek tol Yogya-Solo seluas hampir 3.000 meter persegi dan 262 meter persegi. Lahan tersebut dihargai Rp 2.900.000/meter persegi dan yang dekat jalan raya dihargai Rp3.300.000/meter persegi.
Menurutnya, harga tersebut jauh dari harga pasaran.
“Saya kira pikiran pihak appraisal itu harusnya bisa pakai hati nurani. Istilahnya, di situ itu istana kami, itu tempat rumah kami sejak dahulu di situ, sudah nyaman sekali. Tapi, penghargaan dia tidak ada,” katanya. Tanpa intervensi
Ketua Tim Pengadaan Tanah yang juga Kepala Kanwil BPN DIY Suwito menyampaikan, warga meninggalkan ruang musyawarah bukan berarti menolak. Warga dikatakan menolak jika sudah menandatangani berita acara penolakan. Warga yang meninggalkan ruang musyarawah hari ini artinya masih menunda keputusan. Pihaknya mengaku masih akan menunggu 14 hari.
“Setelah ini, kami mencoba komunikasi dengan lurah, kadus, tokoh-tokoh, nanti seperti apa. Kami tunggu rentang waktu yang tersedia,” kata dia.
Soal nilai, Suwito menjelaskan besar-kecilnya nilai ganti rugi menjadi hak prerogatif dari tim appraisal pihaknya tak bisa mengintervensi. Tanah pekarangan, tanah per-
Ada 295 Hektare Kawasan Kumuh di Bantul
BANTUL, TRIBUN - Forum Komunikasi Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Bantul yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat ada 295 hektare kawasan kumuh di Bantul. Kawasan kumuh tersebut tersebar di 14 kapanewon sesuai dengan SK Bupati Nomor 195 tahun 2021 tentang tanian, maupun tanah yang memiliki akses jalan besar dengan jalan kecil tentu nilainya akan berbeda.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Jalan
Tol Yogya-Solo, Dian Ardiansyah mengatakan, tim appraisal yang turun untuk melakukan penilaian aset warga tentu sudah memiliki kompetensi. Sehingga, siapapun yang menjadi tim appraisal akan mendasarkan nilai yang sudah ada sebelumnya dalam satu himpunan di lokasi tersebut. Artinya, antara tim appraisal, satu dengan lainnya sebenarnya sudah saling berkomunikasi.
“Kita tidak bisa melihat penilai A bisa jadi lebih tinggi, penilai si B bisa jadi lebih rendah, itu enggak seperti itu. Tim appraisal di Tlogoadi dan Tirtoadi tentunya sudah menilai berdasarkan data-data transaksi yang ada di sekitar itu. Kami PPK maupun P2T (panitia pengadaan tanah), sudah tidak melakukan upaya apapun untuk memengaruhi nilai tersebut, karena memang tidak boleh,” jelas dia. (rif)
TIDAK TERIMA z Aksi walkout oleh warga kembali terjadi saat musyawarah ganti rugi lahan terdampak pembangunan jalan tol Yogya-Solo seksi II (Tirtoadi-Maguwoharjo) di Sleman. z Warga Padukuhan Karangbajang, Kalurahan Tlogoadi, Mlati menganggap nilai ganti rugi yang ditawarkan tim pengadaan tanah sangat rendah. z Warga khawatir tak bisa membeli tanah lagi dengan nilai ganti rugi yang ditawarkan itu.
2.057 Balita di Kulon Progo
KULON PROGO, TRIBUN - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kulon Progo mencatat, sepanjang 2022, setidaknya ada 2.057 balita di wilayahnya yang berisiko mengalami stunting. Berbagai upaya disiapkan untuk mempercepat target penurunan angka stunting di tahun ini.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kulon Progo, Sri Budi Utami mengatakan, data ribuan balita yang berisiko gizi buruk itu didapatkan berdasarkan pemantauan oleh jawatannya. “Selama kurun waktu Januari hingga Desember 2022, ada 2.057 balita yang berisiko stunting,” katanya, Selasa (17/1). Selain itu, lanjut Sri Budi, terdapat sekitar 13,8 persen atau 575 ibu hamil yang terindikasi kekurangan energi kronik (KEK). Secara pasti, penyebab ibu hamil terindikasi KEK belum diketahui. Akan tetapi, ada be-
Daftar Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Bantul. Ketua Forum Komunikasi BKM Bantul, Putra Setiyarta mengatakan terdapat 12 indikator untuk menentukan kawasan kumuh, di antaranya persoalan pengelolaan sampah, saluran drainase, ketersediaan air bersih, jalur lingkungan, kemiskinan, kondisi bangunan atau gedung, persoalan limbah, dan proteksi kebakaran. “Dari 295 hektare kawasan kumuh di Bantul, terbanyak ada di Kapanewon Banguntapan, kemudian Sewon, Kasihan, Bantul, Kretek, dan Sedayu,” ungkapnya Selasa (17/1). Tiga kalurahan menjadi prioritas penanganan kawasan kumuh dari Kementerian PUPR tahun ini, yakni Panggungharjo (Sewon) seluas sekitar 29,6 hektare, kemudian Pendowoharjo (Sewon) sekitar 4 hektare, dan Bangunjiwo (Kasihan) sekitar 3 hektare. “Ketiga kalurahan ini yang akan ditangani oleh Kementerian PUPR melalui sisa anggaran 2023. Selebihnya akan ditangani pada 2024 mendatang karena membutuhkan ang- garan besar dengan asumsi per hektar minimal Rp1 miliar,” ujarnya.
Sejalan dengan SK Bupati tentang Kawasan Kumuh, BKM bersama pemerintah kalurahan tengah menyusun detail engineering design (DED). Ditargetkan, DED tersebut selesai di akhir Januari ini dan pembangunan fisik diharapkan dapat dilakukan pada Maret-April mendatang. Adapun sebagian besar kawasan kumuh yang ditangani tahun ini adalah bantaran sungai seperti bantaran sungai Winongo dan sungai Gajahwong. Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengakui kawasan kumuh di Bantul masih cukup tinggi, sehingga butuh peran serta semua pihak untuk menanganinya baik dari pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, termasuk corporate social responsibility (CSR) dari swasta. Ia menilai keberadaan BKM penting untuk membantu mengawasi kawasan kumuh dan mempercepat penanggulangan kawasan kumuh. Sementara dari Pemkab Bantul sendiri, Bupati menyatakan bahwa di tahun ini pihaknya berkomitmen menuntaskan program infrastruktur perkotaan maupun pedesaan seperti jalan, jembatan, bangket, talud, saluran drainase, irigasi, pengelolaan sarana air bersih, dan limbah. Dengan infrastruktur yang baik, roda perekonomian dapat bergeliat dan harapannya kesejahteraan warga Bantul akan meningkat. (nto)