2 minute read
Empat Prajurit TNI Gugur di Papua
Mereka Tewas Dalam Upaya Penyelamatan Pilot Susi Air
JAKARTA, TRIBUN - TNI mengonfirmasi bahwa korban jiwa akibat penyerangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, menjadi empat prajurit, termasuk Pratu Miftahul Arifin. Empat prajurit ini gugur dalam tugasnya menyelamatkan pilot Susi Air yang diduga disandera KKB.
Advertisement
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel (Kav) Herman Taryaman dalam keterangannya mengatakan, empat jenazah itu ditemukan pada hari ini, Rabu (19/4). “Tim gabungan TNI-Polri berhasil menemukan empat prajurit TNI, termasuk di dalamnya Pratu Miftahul Arifin,” kata Herman saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu petang.
Selain Pratu Mifathul, jenazah tiga prajurit lain yang ditemukan antara lain Pratu
I, Pratu K, dan Prada S. Tiga tambahan jenazah itu merupakan prajurit yang hilang setelah kontak tembak antara Satgas Yonif Raider 321 dengan KKB di Mugi.
Selanjutnya, keempat jenazah yang gugur tersebut telah dievakuasi ke RSUD
Timika, Kabupaten Mimika.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI
Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan, penyerangan KKB itu terjadi saat Satgas Yonif Raider
Tim gabungan TNI-Polri berhasil menemukan empat prajurit TNI, termasuk di dalamnya Pratu Miftahul Arifin.
321/Galuh Taruna sedang mendekati posisi penyandera pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens (37), di Distrik Mugi, pada Sabtu (15/4).
“Dari Satgas (Yonif Raider 321) mencoba menyisir, mendekati posisi dari para penyandera (KKB). Kemudian, ada serangan dari mereka (KKB),” kata Julius saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (16/4).
Akibat penyerangan tersebut, Pratu Miftahul Arifin terjatuh ke jurang dengan kedalaman 15 meter. Setelah itu, Julius mengatakan, terjadi serangan lanjutan dari KKB terhadap Satgas Yonif Raider 321.
“Ketika (prajurit) mencoba untuk menolong (Pratu Miftahul), (mereka) mendapatkan serangan ulang,” ujar Julius.
Sebelumnya, dilaporkan ada 36 prajurit Satgas Yonif Raider 321 saat penyisiran tersebut, lima prajurit lukaluka dalam peristiwa itu, sedangkan empat lainnya masih dalam pencarian. Dengan demikian, satu prajurit masih dalam pencarian. Di sisi lain, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memastikan bahwa prajurit yang luka itu sehat seluruhnya. Hal itu diketahui setelah dirinya dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman menjenguk para prajurit itu di Timika, Mimika, Papua Tengah, Selasa (18/4). “Kondisi mereka sehat semua. Karena masih bisa lihat saya tuh tadi langsung bilang ‘selamat siang, Panglima’. Berarti masih sadar. Tadi saya jemput di sana dengan Pak KSAD,” kata Yudo dalam siaran pers Puspen TNI, Selasa. Bahkan, kata Yudo Margono, di antara mereka ada yang menyebut kata “komando”. “Juga malah ada yang bilang ‘Komando!’ Itu artinya mereka masih sadar, mudah-mudahan ini mereka bisa sehat kembali dan pulih dari luka,” ujar Yudo. Para prajurit itu, kata Yudo, tidak semuanya menderita luka tembak. Melainkan, ada juga yang luka karena jatuh terpeleset karena memang medannya miring. (kpc)
WNI Jadi Narapidana Terlama Huni Penjara Malaysia
KUALA LUMPUR - Seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Jamil Arshad tercatat menjadi napi terlama yang pernah menghuni penjara Malaysia. Diberitakan Kantor berita Malaysia, Bernama, Jamil Arshad telah mendekam 40 tahun di penjara “Negeri Jiran”. Hal itu membuat laki-laki berusia 63 tahun tersebut menjadi napi terlama di Malaysia. Kini Jamil telah dibebaskan. Pada 22 Maret dia menerima pengampunan kerajaan dari Sultan Johor, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Ibrahim Ibni Almarhum Sultan Iskandar. Sedianya, Jamil Arshad divonis penjara seumur hidup di Malaysia. Bernama melaporkan, setelah mendapat pengampunan, Jamil akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya di Kampung Guang, Keliwang, Sembawa di Indonesia -kemungkinan yang dimaksud adalah Taliwang, Sumbawa Barat- pada Selasa (18/4) pagi waktu setempat. “Ketika saya diberitahu bahwa saya akan mendapatkan grasi kerajaan dari Sultan Ibrahim, saya hampir tidak percaya karena saya telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Pada tahun 2012, ada amnesti massal di Johor di mana tahanan terlama saat itu adalah 37 tahun, sedangkan saya 29 tahun. Saya berkata dalam hati, saya tidak akan punya kesempatan,” ucap Jamil. Dirinya saat itu yakin akan mati di penjara. “Yang bisa saya pikirkan hanyalah apa yang akan saya bawa ke akhirat ketika saya mati, jadi saya fokus pada doa. Kemarin pagi, ketika direktur Penjara memberi tahu saya bahwa saya akan mendapatkan pengampunan, saya pun tidak menanggapinya,” jelas Jamil. Dia baru percaya akan mendapat pengampunan setelah direktur penjara menunjukkan foto saudara laki-laki Jamil. Jamil bersyukur diberi kesempatan untuk menghabiskan sisa hidupnya di desa asalnya. Namun, jauh di lubuk hati, dia mengaku berat untuk meninggalkan penjara yang telah membantunya untuk bertaubat dan menjadi anggota masyarakat yang berguna. (kpc)