SUARA TUNAS; EDISI OCTOBER 2017

Page 1

EDISI OKTOBER 2017

DIALEKTIS & PROGRESIF

I SEE HUMANS BUT NOT HUMANITY

tunas.redaksi@gmail.com

TUNAS Online

tunas online


COLLECTION PHOTO

Foto/ Gettyimages

Ta Ba PATANI

Foto/ Gettyimages

Foto/mymfb.com

Foto/ Gettyimages

th

13

TAKBAI in

warning of

tragedy

PATANI

25 OCTOBER 2012 TAK BAI A soldier in the Royal Thai Army armed with MINI (machinegun) in front of a Muslim convenience store in Tak Bai,

Foto/ JACK KURTZ


SALAM REDAKSI Assalammualaikum warahmatullaahi wabarakatuh Salam Pecinta Damai! Salam Kemanusian! Salam perkenalan dari kami untuk Edisi majalah ketiga ‘SUARA TUNAS’. Kami segenap redaksi majalah ' SUARA TUNAS'. Alhamdulillah! tiada kata lain yang layak kami ucapkan hanya puji syukur kepada Allah Swt atas hidayat dan limpahan kurniaannya mengizinkan kami sehingga dapat menerbitkan majalah untuk saudara-saudari yang ingin mengenal Bangsa Patani yang sudah lama dalam pergolakan krisis kemanusiaan dan penindasan. ‘SUARA TUNAS' akhirnya menerbitkan sebuah edisi Oktober 2017. Edisi ini membicarakan tema besar ialah HUMAN? I see humans, but not humanity. Meskipun, banyak hambatan, yang menghalangi penerbitan, tetapi kami tetap optimis akan berusaha untuk menyebarkan isu yang sedang terjadi di Patani (Thailand selatan) sehingga mendapat tempat di hati para pecinta majalah dengan tagline Magazine SUARA TUNAS, DIALEKTIS & PROGRESIF. Why Magazine SUARA TUNAS? Karena Suara Tunas akan menjadi majalah yang lengkap mewartakan semua hal yang sedang terjadinya konflik di Patani, bagian selatan Thailand. Sehingga pembaca dapat memahami dengan sebenarnya terhadap apa yang sedang terjadi dengan saudara muslim di Patani. Di Edisi ketiga ini , kami berharap agar pembaca senang dan mudah difahami saat membaca rubrik-rubrik dalam majalah Suara Tunas. Kami berharap agar bisa memenuhi kebutuhan pembaca.

TUNAS DAFTAR ISI Salam Redaksi Laporan Utama Opini Seputar Desa Patani Sosok Historia Khazanah Sastra Infographic

1 2-5 6-10 11 12-13 14-15 16 17-19 20

Target kami, akan menjadikan majalah ini sebagai satu-satunya majalah yang mengupas soal kriminal dan HAM sehingga dapat menjadi referensi terpercaya buat para peneliti konflik yang sedang membara di Patani, dan pembaca seumumnya. Demikian, pembaca yang budiman, harapan kami, pada edisi ini tampilan kami akan lebih baik lagi dibanding edisi sebelumnya. Di mana konsistensi penerbitan majalah ini setiap bulannya tetap terjaga. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak terkait yang membantu terbitnya edisi ketiga dari majalah Suara Tunas. kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca terhadap majalah ini sebagai upaya perbaikan di edisi-edisi berikutnya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun dari Anda sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan majalah ini pada edisi mendatang.

Sekian, Wassalamu’alaikum Wr.Wb Redaksi

TIM TUNAS Pelaksanaan

SUARA

Diterbitkan Oleh: Tunas Pers Media Kantor Redaksi: Patani Students Center, Email: tunas.redaksi@gmail.com//Fanpage: TUNAS Online //Twittter: tunas online //Telp: 08983082974 (M.Usman)

Penanggungjawab:Faisal Maman Pimpinan Umum: Hissam Pimpinan Redaksi: Marwan Ahmad Wakil Redaksi: Muhammad Usman Sekretaris: Saifudin Bendahara: Nurhayatee Hj. Abdullah Redaktor Pelaksanaan: Husasan Reporter: Abu Lamiddin, AM Faton Hamsyari, Amran, Harun,Usman, Mahroso, Saifudin, Zakariya, Hissam, Hakim Editor: AM Faton, Abu Lamiddin Layouter: Hamsyari Habib Saifudin Photografer: Saifudin. Hamsyari SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

1


LAPORAN UTAMA

Oleh: Julio Castor Achmadi

Foto/ Insouth Patani

Foto/ Berani News

Sejarah Kelam Thailand dan Perjuangan Masyarakat Patani hailand merupakan Negara Kerajaan di Asia Tenggara yang memiliki populasi sekitar 65 juta orang. Thailand baru dikenal pada tahun 1939 yang ratusan tahun sebelumnya dikenal dengan Negara Siam. Thailand memiliki sejarah atas kekerasan dan pemberontakan, hal ini mulai terjadi ketika Thailand (Siam pada masa itu) menganeksasi Kesultanan Patani (catatan: “Patani” adalah Kesultanan Thailand Selatan, sedangkan “Pattani” adalah salah satu provinsi di Thailand Selatan) pada tahun 1902 yang kemudian melahirkan gerakan-gerakan separatis. Separatisme dilakukan karena pada kala penganeksasian, terdapat kebijakan asimilasi dari segi linguistik dan kebudayaan. Asimilasi ini merupakan kegagalan Negara karena menimbulkan diskriminasi kepada penduduk Patani yang mayoritas Melayu Muslim yang dihadapkan dengan budaya Thailand yaitu Thai Buddhist. Larangan menggunakan bahasa Melayu, larangan mengajar ajaran Islam di sekolah-sekolah dan tindakan represif aparat Negara terhadap protes masyarakat Melayu Muslim seperti pelanggaran hak asasi mereka, pembunuhan di luar prosedur hukum dan penghilangan paksa. Beberapa hal yang disebutkan ini adalah bentuk-bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh Negara Thailand. Semenjak asimilasi, konflik di Thailand merupakan suatu hal yang lumrah. Sekitar tahun 1960, gerakan separatis memuncak akibat diskriminasi kepada masyarakat Melayu Muslim tidak kunjung usai. Konflik mulai meredam ketika memasuki tahun 1980, para ketua gerakan separatis mulai menyerah. Hasilnya, tahun 1990 merupakan saat dimana Thailand berada dalam kondisi stabil dalam hal konflik, meskipun masih terdapat 233 kematian yang terjadi karena konflik politik yang menyebar di Pattani, Yala dan Narathiwat, terhitung sejak 1979 – 2003. Namun, ternyata keadaan stabil tidak berlangsung lama. 28 April 2004, lebih dari 100 orang kelompok oposisi dari Pemerintah Thailand melangsungkan serangan di 10 pos polisi yang tersebar di provinsi Pattani, Yala dan Songkhla. Serangan dilangsungkan karena konflik berbasis agama antara Pemerintah Thailand dengan kelompok oposisi yang mayoritas beretnis Melayu dan beragama Islam yang sudah berlangsung lama di daerah Selatan Thailand.

2

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

Salah satu lokasi konflik pada saat itu adalah di Ban Krue Se yang terletak tujuh kilometer dari kota Pattani. Konflik bersenjata antara Pemerintah Thailand dengan kelompok oposisi kala itu menyebabkan 32 orang kelompok oposisi berlindung dalam Masjid Krue Se, sebuah Masjid berumur 425 tahun yang dianggap sebagai Masjid paling bersejarah di Pattani. Baku senjata berlangsung selama kurang lebih sembilan jam hingga tentara militer Thailand yang dikomandani oleh Jendral Panlop Pinmanee mengamankan Masjid Krue Se dengan membunuh 32 orang kelompok oposisi yang berada di dalamnya dengan senjata api kelas berat dan granat. Terdapat dua orang anak berumur 17 dan 18 tahun di antara 32 orang tersebut.

Tindakan Jendral Panlop Pinmanee dianggap merupakan tindakan yang berlebihan,

Tindakan Jendral Panlop Pinmanee dianggap merupakan tindakan yang berlebihan, mengingat Menteri Pertahanan Thailand, Chavalit Yongchaiyudh telah menginstruksikan Jendral Panlop untuk mengupayakan segala cara damai agar kelompok oposisi menyerah tanpa pertumpahan darah berapapun lamanya waktu yang dibutuhkan. Hal tersebut gagal dipenuhi oleh Jendral Panlop. Ia juga dianggap tidak proporsional dalam perintahnya untuk mengamankan Masjid Krue Se dikarenakan penggunaan senjata api kelas berat melawan kelompok oposisi yang dilaporkan hanya bersenjatakan golok dan satu senjata api. Pelanggaran lain yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand dalam peristiwa Krue Se adalah bahwa hingga sekarang, hanya dibentuk satu komisi untuk menginvestigasi peristiwa Krue Se di Pattani, mengingat serangan 28 April 2004 dilancarkan di 10 Provinsi. Tidak ada inisasi dari Pemerintah untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakat di sekitar lokasi kejadian serangan yang menciptakan trauma bagi masyarakat. Tidak ada kejelasan akan sanksi bagi pelaku pembantaian Masjid Krue Se. Tidak ada tindak lanjut penanganan 32 tubuh korban secara medis seperti otopsi yang seharusnya merupakan salah satu prosedur hukum agar jelas dan terang sebab kematiannya.


Tidak belajar dari pengalaman, Pemerintah Thailand kembali melakukan tindakan represif dan tidak proporsional kepada demonstran yang merupakan Muslim dalam aksi damai menuntut pembebasan kawan-kawannya yang juga seorang Muslim dan ditahan dengan tuduhan menyelundupkan senjata milik negara untuk kelompok oposisi, padahal mereka secara sukarela menjadi satuan pertahanan desa di Selatan Thailand. Demonstrasi dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2004 di depan lahan seberang pos polisi yang terletak di Tak Bai, Narathiwat dengan jumlah massa aksi sekitar 2.000 orang, dengan tuntutan membebaskan kawan-kawan yang dituduh menyelundupkan senjata. Aksi demonstrasi yang berlangsung damai menjadi peristiwa berdarah ketika ada batu yang dilempar kepada kepolisian tanpa diketahui siapa yang melempar. Seketika itu juga, polisi menganggap para demonstran akan melakukan suatu gerakan perlawanan dan segera membalas dengan menyemprotkan gas air mata dan penembakan senjata api. Penembakan senjata api kepada massa demonstran menyebabkan 7 orang meninggal dunia. Sesaat setelah penembakan tersebut, polisi kemudian mengepung aksi massa dan kemudian memerintahkan aksi masa untuk menempelkan badan ke tanah dan meletakkan tangan di belakang badan. Para aksi massa juga dibiarkan setengah telanjang dengan melucuti baju mereka. Setelah ribuan orang aksi massa berada dalam posisi tersungkur di lantai, mereka mulai dipindahkan kedalam truk untuk dibawa ke tempat detensi. Komandan Deputi Sinchai Nujsathit mengakui bahwa lebih dari 1.300 orang ditangkap dan dimasukkan ke dalam truk dan bergegas ke Provinsi Pattani yang memakan waktu lima jam dengan jarak tempuh 150 kilometer (9,32 mil). Para demonstran yang ditangkap dimasukkan ke dalam truk tanpa memikirkan keadaan masing-masing demonstran dan kapasitas truk serta perjalanan yang cukup lama. Hal-hal tersebut menyumbang lebih banyak kematian selain yang diakibatkan dari tembakan senjata api sebelumnya. Total terdapat 78 orang yang meninggal akibat sesak napas dan stress selama perjalanan. Kejadian tersebut kemudian dinamakan sebagai Peristiwa Tak Bai. Pelanggaran hak asasi manusia telah dilakukan oleh Pemerintah Thailand, bahwa tindakan represif dari Militer Thailand tidak proporsional dengan aksi damai yang dilakukan massa aksi. Peristiwa Tak Bai terjadi enam bulan setelah peristiwa Krue Se yang notabenenya mengulang hal yang sama. Masyarakat juga seringkali mendapat pandangan bahwa Pemerintah Thailand tidak beritikad baik untuk mengusung peristiwa Krue Se dengan memberikan sanksi bagi para pelaku pembunuhan massal 32 orang dalam Masjid Krue Se, justru mereka selalu mengatakan bahwa mengingat masa lalu tidak akan berbuah apapun, terlebih kasus Krue Se sudah dianggap selesai.

Tindakan Pemerintah dalam penanganan konik di Selatan Thailand selalu memiliki pola yang sama, di antaranya adalah Militer dan Kepolisian Thailand selalu dilengkapi oleh senjata kelas berat, Militer dan Polisi selalu bersifat represif kepada massa yang merupakan Muslim, tidak adanya kejelasan sanksi bagi pelaku yang melakukan pembunuhan massal baik di peristiwa Krue Se maupun Tak Bai, tindakan diskriminatif kepada masyarakat Muslim. Sejak Tahun 2004 hingga saat ini kekerasan telah menelan korban lebih dari 6500 orang mati terbunuh dan 11.500 orang luka-luka. Selain itu pemberlakukan Darurat Militer dan instrumen hukum keamanan lainnya di Selatan Thailand juga mengakibatkan sering terjadinya penangkapan sewenang-wenang, Polisi seringkali menangkap seseorang secara sewenang-wenang hanya didasarkan pada fakta bahwa orang tersebut bersekolah di sekolah tertentu atau hanya didasarkan karena sanak saudaranya pernah terlibat dalam tindak kekerasan pada masa lalu. Akan tetapi, perlakuan seperti ini hanya dilakukan Pemerintah Thailand kepada masyarakat Selatan Thailand yang mayoritas Muslim.

Tanggal 10 hingga 12 Oktober 2016 tercatat 44 orang (8 perempuan dan 36 laki-laki) ditangkap di Bangkok, Thailand. Penangkapan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kepolisian Thailand

Merupakan suatu kewajiban Negara untuk memenuhi, melindungi dan menghargai hak asasi manusia meskipun mereka memiliki pandangan yang berbeda dari pandangan mayoritas, begitu pula jika seseorang memiliki pandangan yang berbeda dengan Negara. Kejadian di Selatan Thailand mempertontonkan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand kepada warganya sendiri. Lebih buruknya lagi, terdapat unsur diskriminasi dalam pelanggaran tersebut yang berbasis etnis dan agama. Pemerintah Thailand seakan tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan konik di Selatan Thailand, dapat dilihat dari dua peristiwa berdarah yang telah dijabarkan di atas. Tanpa adanya penegakan sistem hukum yang berkeadilan oleh negara maka peristiwa berdarah lain hanya akan disusul oleh peristiwa berdarah lainnya. Menjelang peringatan 12 Tahun peristiwa Takbai, tindakan represif dan non legal dari Kepolisian dan Militer Thailand kembali dilakukan kepada masyarakat Melayu Muslim baik di Patani maupun di luar Patani.

LAPORAN UTAMA

Tanggal 10 hingga 12 Oktober 2016 lalu, tercatat 44 orang (8 perempuan dan 36 laki-laki) ditangkap di Bangkok, Thailand. Penangkapan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kepolisian Thailand dengan alasan untuk mencegah meningkatkan tindak terorisme mengingat akan ada peringatan Peristiwa Tak Bai pada 25 Oktober 2016[1]. Tindakan Kepolisian tersebut juga merupakan tindakan diskriminatif terhadap masyarakat Patani, bahwa Kepolisian telah menstigma buruk peringatan Peristiwa Tak Bai tanpa didasari alasan yang jelas. Hingga tanggal 15 Oktober 2016, terdapat total 48 mahasiswa Muslim ditangkap secara sewenang-wenang oleh Kepolisian Bangkok didasari informasi dugaan plot bom yang muncul pada awal bulan Oktober lalu. Dari 48 pemuda yang ditangkap, 25 di antaranya dibebaskan tanpa tuduhan dan sisanya ditahan di penjara atau di fasilitas militer[2]. Hak Asasi Manusia tidak pernah terlepas dari tanggung jawab Negara, Melindungi (Protect), Menghormati (Respect), dan Memenuhi (FulďŹ ll) adalah keharusan. Kenyataannya di Patani, Pelanggaran Hak Asasi Manusia terus berlangsung dengan maraknya pembunuhan dengan cara-cara diluar prosedur hukum, impunitas terhadap aparat militer dan kepolisian yang melakukan pelanggaran ham, penghilangan paksa, hingga pembungkaman hak berpolitik masyarakat. Negara Thailand memiliki kewajiban dalam hal pemenuhan hak asasi masyarakatnya, hal tersebut mencakup tindakan pencegahan, perlindungan dalam hal terjadinya pelanggaran, rehabilitasi korban dan masyarakat akibat pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi, hingga pemberian kompensasi kepada korban dan keluarga korban. Perlindungan hak asasi masyarakat Patani juga merupakan kewajiban Negara dan bahkan kewajiban utama Negara untuk menjamin hak-hak warganya. Tanpa pandang bulu dan tanpa terkecuali..

Sumber/ https://www.bantuanhukum.or.id/web/sejarah-kelam-thailand-dan-perjuangan-masyarakat-patani

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

3


LAPORAN UTAMA

Foto/Tunas/Saifuddin

Momentum Sumpah Pemuda;

Aksi Solidaritas Mahasiswa Indonesia Peringati 13th Tragedi Takbai Oleh Hamsyari

13

Demikian, pada moment yang sama, Ikatan Pemuda Patani se-Indonesia (IPPI) Yogyakarta melakukan aksi damai memperingati 13 tahun teragedi Takbai, di kawasan nol KM, tepat depan benteng Vredeeburg, Kota Yogyakarta, Sabtu (28/10). Aksi tersebut dimulai dengan kempenye dan roadshow membagi buletin kepada warga masyarakat yang lalu lintas di simpang empat Nol-Kilometer. Selain itu, IPPI berkesempatan mengikuti rangkaian aksi damai yang digelar oleh HMI dalam rangka Hari Sumpah Pemuda, yang dimulai pukul 10.00 sampai 13.00 WIB. Menurut Syukri, keordinatur IPPI mengatakan bahwa Kampenye para mahasiswa Patani di depan gedung kantor Pos Indonesia, Kota Yogyakarta. dijalani dengan lancar, Kebiasaan tanggal 25 Oktober adalah hari meperingati peristiwa Takbai tersebut, namun tanggal 28 Oktober menjadi momentum yang lebih tepat untuk mengadakan kegiatan, dikarenakan hari Sumpah Pemuda bagi bangsa Indonesia. Di titik nol KM sebagai tempat strategis untuk beraksi, sehingga aspirasi penderitaan rakyat Patani tersampaikan para aktivis dan mahasiswa dan masyarakat Indonesia.

tahun pasca tindakan kekerasan di Tak Bai, Thailand Selatan, tragedy pembantaian yang brutal, akar dari kasus tangkapan enam warga sipil atas tuduhan pemberontak, sehingga menjadi punca api demonstrasi ribuan warga Patani di depan Kantor Polisi Takbai, 25/10/2004. Tragisnya, kejadian tersebut menewaskan warga Patani sebanyak 86 dan ratusan orang yang hilang tidak tahu nasibnya, dampak dari pembubaran demonstrasi oleh aparat Thailand. Tragedi tersebut mengobarkan konflik antara warga Patani dengan pemerintah Thailand semakin membara dan tak usai berhenti. Menurut Human Rigth wacth melaporkan bahwa konfilk Patani tersebut sudah mengorbankan nyawa warga sipil 6,800 orang sejak tahun 2004-2016. Peneliti Wahid Institute, Ahmad Suaedy menjelaskan akar kekerasan di Patani terjadi karena konsep nasionalisme yang belum selesai. Pemerintah Thailand belum bisa menerima keberagaman di Thailand Selatan yang berbasis muslim. “Ketika identitas dan Bahasa Melayu tak diakui, orang-orang Patani selalu kalah berkompetisi dengan masyarakat Thailand,” jelas Suaedi dalam diskusi Peringatan 13 Tahun Tragedi Tak Bai: Memahami Konflik Di Balik Tragedi Kemanusiaan di Patani (Thailand Selatan) pada Senin (30/10/2017), di Jakarta. Seperti dikutip oleh aa.com.tr

4

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

N e v e r

F o r g e t

2 5

O c t o b e r


LAPORAN UTAMA “Upaya yang akan kita lakukan pada hari memperingati peristiwa Takbai adalah dengan memberikan buletin kepada warga yang lalu lintas di lampu merah nol KM, namun kita memilih hari sumpah pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 2017 sebagai hari pelaksanaan, yang dimana menjadi momentum yang lebih tepat, apalagi pada hari tersebut berbagai organisasi mahasiswa akan mengadakan aksi salah satunya HMI cabang Yogyakarta, harapan semoga kita dapat bersolidaritas dengan mereka”. Tegas Syukri, disela-sela acara, Sabtu, (10/28) Semenatara itu, Menurut Arifin, Keordinatur HMI cabang Yogyakarta menyatakan sekilas hari sumpah pemuda. Kata arifin, sejarah kepemudaan pada masa itu memang dibangun oleh banyaknya golongan daerah yg hadir, mulai dari Jong Java, Jong Sumatera Jong Maluku, Jong Cilebes dan lain-lain. Penanaman sikap nasionalisme, pada waktu itu, dibentuk atas dasar pemahaman keberagamaan. “Nah, melalui Aksi Hari Sumpah Pemuda inilah sebagai nilai dari perjuangan-perjuangan yang dilakukan pemuda dulu,” ujarnya, seperti dikutip Serikatnew. “Saya sangat bangga bisa melakukan aksi bersama kader-kader HMI Cabang Yogyakarta. Dengan aksi ini, kita juga ikut andil dan memberikan sumbangsih yang berarti kepada Indonesia secara umum, yang sadar akan peran dan fungsinya sebagai tulang punggung sekaligus asset Bangsa Indonesia,” sebut Alfin. Pada hari yang sama, keordinatur IPPI bertemu dengan Kordinator Lapangan HMI, Muazzim, mulai berdialog oleh IPPI dengan menceritakan terkait dengan peristiwa Takbai sehingga mengadakan aksi tersebut, disambut dengan baik oleh perwakilan HMI sehingga pada sesi terakhir aksi diminta perwakilan IPPI untuk berorasi.

Menurut Muh. Usman, perwakilan IPPI saat menyampaikan orasi menegaskan bahwa meskipun Berbeda organisasi, tanah air dan bangsa, namun antara dua golongan aksi pada hari tersebut mempunyai tujuan yang sama mengembalikan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Ia menegaskan bahwa tragedi takbai merupakan peristiwa yang tidak pernah dilupakan oleh masyarakat Patani, dimana kemanusaian warganya dirobek dengan sebrutal-brutal, lantasnya perjuangan kemanusiaan dan kebebasan di Patani (Thailand Selatan) harus didukung dan solidaritas Internasional seperti Isu Palestina, “Pada 25 Oktober 2004 peristiwa yang berlaku di luar peri kemanusiaan, peristiwa yang boleh dikatakan sebagai cetusan api konflik berdarah sampai hari ini belum lagi selesai. Kami berharap suara kami dapat didengankan oleh masyarakat Internasional, seperti orang Indonesia mengenal Palestina, kami berani mengatakan bahwa Patani adalah Gaza Asia tenggara. Kami juga berharap kita dapat bersolidaritas bersilaturrahmi sampai kapan pun”. Selain itu, Aksi tersebut diakhiri dengan penyanyian lagu mars mahasiswa Patani “Ayuhai Pemuda” sehingga dapat membangun semangat spirit perjuangan, dan tantangan-tantangan yang terjadi sekarang bisa terus diupayakan melalui generasi-generasi yang produktif dan dinamis, oleh karena itu, Momentum hari Sumpah Pemuda Indonesia berhak menjadi roda perjuangan pemuda Patani untuk membela haknya.

Sumber: https://www.kiblat.net/03/11/2017/aksi-solidaritas-mahasiswa-indonesia-peringati1-3tahun-tragedi-takbai/

K A R E G R AYO BE

I N A T A P i Dem

I N A T A P i # rsamaKita

ahbe nolakLupa #All e M # tu a rs e iB h #Beran

ra PantangMenye

# antangMundur #MajuTerus #P

Foto/Tunas/Hamsyari

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

5


OPINI

Foto/Patani(SouthThailand)-Street-Art-Insurgency-Pattani-Saiburi-Street-Xhibit-February-28-2017/AFP/Madree Tohlala

Dari Catalonia sampai ke Patani Oleh: Abu Lamiddin

27

Oktober 2017 adalah hari bersejarah bagi warga Catalonia. setelah mayoritas anggota parlemen Catalonia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Spanyol pada Jumat (27/10/2017) lalu. Pertarungan warga Catalan untuk memisahkan diri dari negara Spanyol. Dan mendirikan republik merdeka menjadikan isu global yang menguncang di media Internasional. Tampaknya Spanyol sedang berseteru besar dengan Catalonia (Catalunya). Penyebabnya, dari awal Catalonia telah melakukan referendum pada 1 Oktober 2017. Dan hujung akhirnya dideklasikan kemerdekaan pada 27 October yang lalu, sementara tindak pandangan cemar Pemerintah Spanyol selalu tidak diterima dan menganggapnya ilegal karena tidak sesuai konstitusi. Secara historis, Perjuangan di Catalonia telah berlangsung sejak 1714, saat Raja Spanyol Philip V mencaplok Barcelona. Sejak itu, nasionalis Catalan secara konsisten berjuang meraih otonomi dari Spanyol. Pada 1932, pemimpin Catalonia telah mendeklarasikan Republik Catalan. Saat itu, pemerintah Spanyol pun menyetujui undang-undang otonomi tersebut. Kendati demikian, Catalonia merupakan daerah kaya dan menjadi pusat bisnis, keuangan, olah raga, dan seni. Warganya merasa berbeda kulturnya dengan Spanyol

6

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

dan ingin mengelola daerah mereka sendiri. Pendapatan pajak cukup besar disetorkan kepada pemerintah pusat di Madrid, ibu kota Spanyol. Namun, efeknya dirasa kurang bagi kesejahteraan warga Catalonia.

dampaknya dari perjanjian antara British dan Siam(Thailand sekarang red.) pada 1909. Patani ini juga tidak berbeda Catalonia yang mengalami nasib yang hampir sama, yang tak bisa menentukan nasib sendiri sebagai negara.

Nasib Catalonia semakin krisis sejak Perdana Menteri Francisco Franco berkuasa, otonomi itu ditarik dari warga Catalan. Franco secara sistematis menekan semua upaya dan gerakan nasionalisme Catalan.

Demikian, Thailand sendiri memiliki kediktatoran semacam Spanyol langsung dari kekuatan militer Thailand. sejak konstitusi 1935 di bawah pengaruh Perdana Menteri ‘Pridi Banomyong’ tidak ada pasal undang-undang tersebut, Pridi adalah PM Thailand dari politis sipil yang pertama mendukung otonomi Patani. Namun sekarang konstitusi Thailand ditarik kembali pasal "Thailand tidak dapat dibagi."

Di bawah kediktatorannya, sejumlah media saat itu bahkan menilai "pemerintah Spanyol berupaya membasmi seluruh institusi, bahasa, hingga mengeksekusi ribuan warga Catalan sebagai bentuk pemusnahan." Dalih pemerintah Partai Konservatif Spanyol adalah Konstitusi ditulis di bawah pemerintah Franco ini, Ada tertulis bahwa “Spanyol tidak dapat dibagi.� Justru Patani yang terkenal negara independent Kesultanan Melayu (1456) dulu, terletak dekat perbatasan Malaysia Utara dan sekarang dibawah Kerajaan Thailand bagian selatan sejak 1785 dan dipaksa bergabung sebagai bagian wilayah di bawah Kerajaan Thailand ulah Kolonialisme British

Sementara di Catalonia, Setelah kematian Franco, perjuangan kemerdekaan Catalonia muncul kembali. Pada 2006 lalu, Spanyol memberikan wilayah itu status negara bagian dan kewenangan mengatur pajak sendiri. Namun, tidak lama Mahkamah Konstitusi mencabut keputusan ini pada 2010, dengan alasan, selama Catalan termasuk "warga negara" Spanyol, Catalonia tak bisa disebut sebagai bangsa atau negara. Hal demikian itu, pertempuran dari Catalania Ada beberapa isu yang mungkin memberi wawasan bagi warga Patani untuk menentukan masa depan mereka.


OPINI

Adakah Patani Statsiun Selanjutnya? Masalah Identitas dan Nasional Melayu patani dikemukan oleh Sartono Kartodirdjo dan Manuel Castells. Menurut keduanya tampaknya terjadi pada kasus Muslim minoritas Patani di Thailand Selatan. Sejak diproklamirkannya kemerdekaan negara independen itu, masyarakat Muslim Patani yang merasa berbeda agama, etnis, dan klaim historis atas tanah menganggap bahwa pemerintah pusat tersebut adalah “Kolonialism-Imprialism” yang sedang menawarkan perubahan atau modernisasi dengan identitas tunggal, yaitu identitas nasional Thailand (Siamisasi) sejak dibawah kerajaannya, yang berbeda dan menggerus identitas kultural yang mereka miliki, seperti dikutip Hidayatulloh Selain itu, kronologi sampai titik kekerasan sejak 2004 cetusan manifesto politik pada era revolusi di Patani dengan secara gerilya, dalam situasi dan kondisi konflik lebih kurang satu dekade dengan tanpa titik temu untuk berahkir. Meskipun proses dialog perdamaian antara pemerintah Thailand dengan BRN (Barisan Revolusi Nasional Melayu Patani) pada 2013, dan juga dengan Mara Patani perwakilan Militan gerakan pembebasan 2016 sampai sekarang. Imbasnya hanya wacana yang dapat tidak ketemu penghujungnya malah resolusi yang paling terbaik dalam menyelesai masalah konflik semakin kabur. Adapun identitas Catalonia hampir gejala sama, warga Catalonia yang merasa bukan bagian dari Spanyol. Bahasa, tradisi, hingga budaya yang telah terpatri di sana dan bangsa

Catalonia ingin mengembalikannya seperti di tahun 1930-an. Namun, karena pengaruh kekuasaan Franco selama hampir 40 tahun, Catalonia harus menyatu dengan Spanyol dan karenanya membuat bahasa dan Catalonia “hilang” Menurut Prof. Giles Ji Ungpakorn, akademisi pengamat politik Thailand dan dosen prodi ilmu Pemerintah, Universitas Chulalongkorn, Bangkok. Ia mengakatan bahwa Masalah Catalonia dan Patani seakan serupa kronologi, dimana pemerintah pusat keduanya yakni Spanyol dan Thailand menggunakan kekuatan dan kekerasan untuk mengkonsolidasikan negara tersebut. “Dalam pengesahan Konstitusi untuk melegitimasi penyatuan negara. Patani dan Catalonia hampir nasib yang sama. Imbasnya,Tanpa penghormatan hak masyarakat adat dan bangsa. Kendati demikian, terjadi penindasan bahasa dan budaya bangsa keduanya.” Katanya, dikutip TURNLEFTTHAI. Ia menegaskan bahwa kemerdekaan negara harus dijalani dan didukung buat negara yang terjajah sekarang,

“Kita harus mendukung kebebasan umat Islam di Patani untuk menentukan masa depan mereka. Termasuk juga kebebasan negara. Pada saat bersamaan, setiap warga di Patani. Tidak masalah ras atau agama apa. Harus dilibatkan dalam menentukan keadaan apa yang akan dijalani di masa depan.”katanya. Demikian itu, apa yang terjadi di Catalonia bisa menjadi contoh kongkret bagi Patani. Dalam kasus Catalonia, bagaimana kekuatan rakyat signifikan dalam gerakan kemerdekaan bisa mengungkapkan di publik umum tanpa kecemasan. Termasuk juga perlawanan, alih-alih berfokus pada angkatan bersenjata. Kendati penggunaan kekuatan massa itu terlihatnya Catalonia sangat menonjol. Justru mengembalikan rasa nasionalisme kadang perlu digelorakan untuk membangkitkan masyarakat yang terpengaruh identitasnya oleh infiltrasi dari pihak luar, mahupun diakui oleh dunia Internasioal. Namun seringkali, rasa ingin membangkitkan nasionalisme biasanya disusupi dengan pandagan negatif,ditempel separatis atau pemberontak. Penghujung Nasib Patani seakan Catalonia atau tidak? Itu tergantung rakyat mereka sendiri yang siap merdeka atau tidak? /ed;Abu Lamiddin

Sumber:CNN, BBC, -John, Patani dan ‘National Identity’ Thailand Selatan; Hidayatullah. https://www.hidayatullah.com/berita/internasio nal/read/2017/06/22/118991/patani-dan-national-identi ty-thailand-selatan.html -Turnlefthailand;

Secara historis, Perjuangan di Catalonia telah berlangsung sejak 1714, saat Raja Spanyol Philip V mencaplok Barcelona. Sejak itu, nasionalis Catalan secara konsisten berjuang meraih otonomi dari Spanyol. Pada 1932, pemimpin Catalonia telah mendeklarasikanRepublik Catalan. Saat itu, pemerintah Spanyol pun menyetujui undang-undang otonomi tersebut.

Foto/telegraph

Foto/Fiveprime

Justru Patani yang terkenal negara independent Kesultanan Melayu (1456) dulu, terletak dekat perbatasan Malaysia Utara dan sekarang dibawah Kerajaan Thailand bagian selatan sejak 1785 dan dipaksa bergabung sebagai bagian wilayah di bawah Kerajaan Thailand ulah Kolonialisme British dampaknya dari perjanjian antara British dan Siam(Thailand sekarang red.) pada 1909. Patani ini juga tidak berbeda Catalonia yang mengalami nasib yang hampir sama, yang tak bisa menentukan nasib sendiri sebagai negara. SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

7


OPINI

KONFLIK

PATANI

Foto/Aktivitas muslim Patani di Thailand. (Marcus Brogden - Anadolu Agency)

Saat identitas melayu tak diakui di

THAILAND

Akar dari konflik yang berlarut-larut hingga 13 tahun ini, kata peneliti, adalah karena konsep nasionalisme yang tak selesai di bagian selatan Negeri Gajah Putih Oleh: Pizaro Gozali

T

iga belas tahun pasca tindakan kekerasan di Tak Bai, Thailand Selatan, konflik antara warga Patani dengan pemerintah masih terus berlangsung. Peneliti Wahid Institute Ahmad Suaedy menjelas kan akar kekerasan di Patani terjadi karena konsep nasionalisme yang belum selesai. Pemerintah Thailand belum bisa menerima keberagaman di Thailand Selatan yang berbasis muslim. “Ketika identitas dan Bahasa Melayu tak diakui, orang-orang Patani selalu kalah berkompetisi dengan masyarakat Thailand,” jelas Suaedi dalam diskusi Peringatan 13 Tahun Tragedi Tak Bai: Memahami Konflik Di Balik Tragedi Kemanusiaan di Patani (Thailand Selatan) pada Senin di Jakarta. Suaedy, yang pernah melakukan penelitian selama tiga bulan di Patani, menilai perlakukan serupa tak terjadi pada penganut Budha. Di Thailand, kelompok biksu dan raja berada dalam posisi sejajar dan saling melindungi.“Biksu mendapatkan perlakuan khusus seperti tak membayar pajak,” kata dia. Tapi, kata Suaedi, konflik di Patani tak selalu dipicu masalah agama. Dia menilai ada versi yang menyebut konflik di Tak Bai terjadi karena faktor politis. Saat itu, Perdana Menteri Thaksin Shinawatra mengalihkan tanggung jawab Thailand Selatan dari tentara ke polisi. “Tentara tak terima, mereka dinilai berada di balik desain peristiwa Tak Bai,” ujar Suaedi. Suedy menilai wilayah Thailand Selatan di bawah kekuasaan Thaksin berada dalam kondisi lebih baik. Pembangunan juga banyak dilakukan Taksin untuk memajukan Patani. “Pesantren dan madrasah juga diberikan beasiswa,” ujar dia.

8

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

SITUASI MASIH TEGANG INDONESIA PERLU TERLIBAT Mahasiswa Patani di Indonesia, Adam, mengatakan situasi Patani kini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian pergerakan tentara masih terlihat dan konflik skala kecil masih terjadi. “Ketegangan terjadi antara pemerintah dengan Barisan Revolusi Nasional (BRN),” ujar dia kepada Anadolu Agency. Dia mengharapkan proses perdamaian di Patani bisa terwujud dengan jalan dialog. Pihak internasional diharapkan mau menjadi mediator perdamaian, tidak sekedar fasilitator. “Kemarin Malaysia terlibat tapi hanya jadi fasilitator. Itu tidak cukup, harus ada peran lebih besar,” kata mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung ini. Dia pun menyesalkan kekerasan masih terus terjadi hingga memakan korban antara pemerintah dan warga sipil. “Tentara yang tewas pun banyak dari golongan rendah,” jelas Adam.

Untuk menyelesaikan konflik di Patani, Direktur Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global sekaligus akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Badru Soleh mendorong peran aktif Indonesia untuk meinginisiasi rekonsiliasi konflik. “Indonesia belum secara sistematis melakukan proses rekonsiliasi, baik dari kalangan pemerintah maupun civil society,” jelas Badru yang aktif meneliti konflik Patani. Badru menilai salah satu problem besar di Patani adalah minimnya lapangan pekerjaan. Dia mengapresiasi banyaknya mahasiswa Patani di Indonesia, namun sayangnya saat mereka pulang belum tentu mendapatkan pekerjaan. “Ekonomi Thailand Selatan perlu ditumbuhkan,” ujar dia. Peran ini, harap dia, tidak melulu harus dilakukan pemerintah. Namun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga memiliki punya tanggung jawab menciptakan perdamaian di Thailand Selatan. Peristiwa Tak Bai terjadi 13 tahun lalu. Saat itu, sejumlah warga Patani mendatangi kantor polisi untuk membebaskan 6 (enam) orang sukarelawan yang ditahan tanpa bukti oleh pemerintahan Thailand. Keenam orang itu ditangkap karena dituding merampas senjata aparat Thailand. Aksi protes damai masyarakat Patani itu dibalas dengan tindakan represif aparat hingga menewaskan puluhan warga sipil dan ribuan lainnya di penjara.

Sumber: http://aa.com.tr/id/headline-hari/konflik-patani-saat-identitas-melayu-tak-diakui-di-thailand/951538


13

OPINI

T����

TAKBAI Dinamika

dan

Masa Depan

PATANI

O��� : S���� L����m� K��i�� M�ha�i�w� D�� P��ud� An�� K���ras�� (K��p��)

T

epat 25 Oktober 2017 kemarin, saya mencoba untuk mendaur kembali alam pikiran kita atas sebuah peristiwa berdarah sepanjang peradaban umat manusia, peristiwa itu kita kenal dengan nama “Tak Bai Berdarah”. Tak Bai berdarah yang jatuh pada 25 Oktober 2004 silam sangat dogmatis dan bertalenta dalam merusak tatanan hidup sosial dan demokatis atas Bangsa Melayu Patani di Thailand Selatan. Tak begitu banyak kelas akar rumput mengetahui dan menyadari akan peristiwa tersebut, sehingga kemudian di tahun yang ke13- ini, sengaja tulisan ini dipublis agar masyarakat Indonesia melek atas peristiwa itu. Tak Bai berdarah adalah satu dari sekian banyak peristiwa kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Cryme) yang terjadi pada belahan dunia ketiga.

Fot�/Ka��n� Pat���

Hamburan senjata berat oleh aparat pemerintahan Thailand terhadap umat Muslim Patani sangat membuat resah dan trauma masyarakat. Sebagian pegiat Hak Asasi Manusia (HAM ) mendesak agar pemerintahan Thailand bertanggung jawab atas peristiwa itu.

sehingga penangkapan sewenang-wenang terus merongrong masyarakat setempat. Namun anehnya, penangkapan yang dilakukan atas tuduhan separatisme atau pemberontakan tidak cukup bukti yang kuat. Sedangkan petugas yang belum memiliki bukti atau fakta menangkap dan menahan dalam tahanan militer kemudian menghembuskan nafas Sengketa kerusuhan tengah berlangsung terakhir di Kamp Pusat Operasi Militer Wilayah selama 13 tahun ini, konflik antara pemerintah Selatan (POMWIS). terhadap masyarakat Melayu Patani yang mendiami wilayah Sempadan Selatan (perbatasan Lalu bagaimana dengan masa depan bangsa Malaysia) ini kembali semakin hebat. Kasus Patani? Berdasarkan data dari sejumlah penulis, pelanggaran bermula pada tahun 2004, dimana bahwa semenjak tahun 2004 hingga saat ini kekerasan sebanyak 84 jiwa masyarakat Patani kehilangan berlangsung telah menelan korban lebih dari 6.500 nyawa akibat dibunuh aparat bersenjata berat orang mati terbunuh dan 11.500 orang luka-luka. Thailand. Ketika itu, lebih dari 2,000 masyarakat Selain itu, pemberlakukan darurat militer dan melakukan aksi massa menuntut kepolisian di instrumen hukum keamanan lainnya di Thailand daerah Tak Bai, Provinsi Narathiwat atas kasus selatan juga mengakibatkan sering terjadinya penangkapan terhadap warga yang dituduh penangkapan sewenang-wenang. merampas senjata aparat yang menjaga keamanan di daerah setempat. Selain menuntut hak rasa aman dan kesejahteraan Tidak hanya itu, kasus-kasus pelanggaran yang sebagai warga negara Thailand. Pelanggaran HAM menjadi popular di sebagian mata dunia belum terhadap masyarakat Patani tidak saja berlaku di begitu penuh dalam melihat kondisi pasca konflik wilayah selatan namun kejadiannya bisa berlaku di hingga keberlansungan konflik dan masa mana-mana dengan orang Patani. Baru-baru ini sekarang. Kejadiannya hampir setiap hari kejadian pada Oktober kemarin, kasus penahanan masyarakat ditangkap oleh militer ketika terhadap warga kian bertambah. masyarakat dicurigai ingin melakukan perlawanan, SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

9


OPINI Ada begitu banyak rangkaian pelanggaran HAM yang bisa dianalisis, mulai dari ruang bereskpersi yang dibungkam, intimidasi, penangkapan, pemukulan dan penembakan terus terjadi, ketika ada sekumpulan perlawanan yang digarap oleh masyarakat Patani. Apa yang dirasakan warga Patani sama halnya dengan Indonesia ketika masa Orde Baru. Bahwa Soeharto dengan watak otoritarianismenya mampu mengkokohkan kekuasaannya selama 32 tahun.Tapi lagi-lagi kekuasaan itu ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan rakyat Indonesia. Hal yang sama seperti pada saat Orde Baru kali ini tengah dialami masyarakat Patani. Kini sebagian warga Patani yang mengenyam pendidikan di negara-negara tetangga seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi terus diwanti-wanti oleh mata-mata pemerintah Thailand. sehingga kebebasan berekspresi yang dilakukan untuk menyuarakan dan menggalang solidaritas antar negara dalam merespon kasus pelanggaran HAM di Patani tidak begitu leluasa berjalan. Ya, mungkin kumpulan mahasiswa atau pemuda Patani yang berada di luar Thailand tidak begitu menjadi sasaran tangkap, walaupun ada beberapa orang yang sudah ditangkap, tapi teror dan tindak kekerasan akan didapat oleh keluarga dan orang tua dari anak yang menyuarakan kasus Patani di negara yang sekarang ia tempati.

10

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

Kondisi seperti ini sangat tidak memberikan keleluasaan bergerak bagi warga Patani di luar Patani, sehingga mereka butuh perhatian publik dalam menyuarakan hak-hak mereka sebagai warga Patani dan agar hak atas politik, ekonomi sosial dan budaya bisa mereka nikmati lagi. Entah perhatian itu oleh kelompok gerakan mahasiswa ataupun lembaga-lembaga terkait yang memiliki fokus untuk menyelesaikan konflik dan perampasan hak berkepangjangan ini. Bahkan, Dewan HAM Asean tidak mampu memberikan kontribusi penuh atas keberlansungan pelanggaran HAM yang terjadi di Patani, hanya rekomendasi dan evalusi yang terlaksana. itu pun kalau, pihak pemerintahan Thailand mau membuka informasi yang sedetil-detilnya, tapi kalau tidak, yasudah! Dinamisasi kehidupan warga Patani selalu dipertanyakan, dikarenakan ruang ekspresi yang begitu sulit, pengakuan atas warga muslim melayu yang masih disentuh dengan cara kekerasan oleh aparat bersenjata Thailand, dan tentu pertanyaan-pertanyaan atas rasa aman dan kesejateraan sosial disana. Walaupun akan seperti itu hasilnya, namun semangat solidaritas tidak kiranya harus berkurang tapi terus bertambah untuk melakukan perlawanan. Karena dalam pandangan HAM, kemanusiaan itu tidak berbatas teritori tapi universal. Dimana ada kekerasan disitu pula ada orang yang menyuarakan HAM. Sumber: https://www.bantuanhukum.or.id/web/ -13tahun-takbai-dan- dinamika-masa-depan-patani/

Fot�/Ka��n� Pat���


SEPUTAR DESA PATANI

Foto/ AFP/Madaree Tohlala

PATANI

Residents of Khoksator village in (southern Thailand )

watch the police investigate a deadly shooting on 2 March 2017.

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

11


SOSOK

Haji Murad (-1790an1852-)

Kukira kau tidak pernah takut dengan apapun. “Setelahnya tidak pernah. Sejak itu, aku selalu mengingat rasa malu itu dan, ketika mengingatnya, aku tidak takut apa-apa lagi.“ 12

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017


SOSOK

Di Balik Kisah Haji Murad (-1790an1852-);

Pahlawan Pembebasan Checnya Oleh: Abu Lamiddin

H

aji Murad (2013). Novel ini mengisahkan kepahlawanan Muslim Kaukasus, Chechnya kisah nyata (1852-1790) seorang pahlawan pejuangan dengan nama Haji Murad sebagai tokohnya melawan penjajahan Rusia yang ketika itu masih dibawah pemerintahan monarki Tsar Nicholas. Bercerita tentang militansi pejuang Muslim, faksi-faksi dalam gerakan perjuangan, sampai intrik politik pada pihak Rusia. Sosok historis dan kontroversial yang disengar Leo Tolstoy (1910-1828), ketika bertugas sebagai tentara di Kaukasus itulah, yang membuat Tolstoy menggarap kisahnya sebagai penghormatan atas kepahlawanan dan perjuangan yang gagah foto /Tokopedia berani. Leo Tolstoy sendiri, yang dikenal sebagai salah satu sastrawan Rusia; seorang pemikir sosial dan moral pada masanya; serta dikenal karya-karya bercorak realis, bernuansa religious sarat dengan perenungan moral dan flisafat itu, telah ia buktikan semua lewat novel ini—tanpa melupakan novel-novel lainnya, seperti Childhood (1852), Boyhood (1854), Youth (1856), ataupun War and Peace (1863) dan Anna Karenina (1873). Dalam novel ini, Sosok Haji Murad yang berperan sebagai wakil Imam pasukan Muslim Kaukasus dengan karakter religius, pemberani, dan penyayang keluarga jelas bertolak belakang dengan sifat Tsar Nicholas yang disinggung oleh novel ini. Shamil, Seorang imam dan pemimpin militer-religius ketiga di Dagestan dan Checnya, sekaligus atasannya Haji Murad; lalu pangeran Semyon Mikhaliovich Voronstsov (komandan dan ajudan kerajaan di Rusia) dan istrinya, putri Marya Vassilevna Trubetskoy; dan Mikhail Tarielovich Loris Melikov, seorang negarawan dan menteri dalam negeri Rusia pada masa itu, merupakan sebagian tokoh yang menjadi lawan dan kawan, turut menghormati sosok Haji Murad. Bagaimana awalnya Haji Murad yang dilahirkan dan dibesarkan di keluarga ningrat suku Kaukasus, dimana hidupnya diisi dengan kenyamanan dan kesenangan berubah menjadi kehidupan yang keras dan sulit demi melawan Rusia yang menjajah negerinya. Dan bagaimana pula ketika nyawa Ibu, Istri dan keenam anaknya terancam bahaya dia harus “berdamai” dengan prinsipnya, semua dikisahkan dengan mendebarkan di novel ini. Ingatan yang juga menautkan pembaca pada novel ini bahwa di balik kisah hidup Haji Murad yang dipenuhi peperangan, selain pembaca menemui rumah-rumah penduduk yang hancur, atap runtuh, orang-orang membunuh dan dibunuh, dan pembakaran ladang gandum, pembaca juga akan menyadari sekaligus membayangkan bagaimana kehidupan orang-orang gunung istimewa, penuh semangat, dan puitis lagi. Lalu, pembaca juga akan menemui kisah kehidupan keluarga petani—kisah yang tak luput dan selalu disajikan oleh Leo Tolstoy dalam pelbagai karya-karya yang setiap memiliki anak putera,

maka harus wajib militer dan mengabdikan pada negara atau kerajaannya. Dan, di saat putera-puteranya harus berperang demi kepentingan negara dengan resiko besar, yakni kematian, di saat itulah orang tua semakin sadar bahwa menjadi tentara sama saja dengan menyambut kematian. Seorang tentara bagaikan tubuh yang menunggu ajal dan mengenang selamanya sebagai pahlawan abadi. Inilah, pelbagai kisah di balik novel Haji Murad dimana, ia sendiri mati di hadapan para tentara Rusia dengan gagah berani dan tanpa menyerah, karena setiap peluru yang menghantam ke tubuhnya berkali-kali tak membuat rubuh seketika, ia masih bisa berdiri, melawan dan membunuh lawannya. Sebuah kematian yang juga disodorkan dan disadarkan oleh serpihan Bunga Widuri pada Leo Tolstoy yang melihatnya di tengah lading, dengan kondisi bunganya telah tercabuti, patah dan tergilas oleh roda zaman, akan tetapi tetap bisa berdiri. Yang jelas, perjuangan Haji Murad ini dianggap layak untuk ditulis oleh Leo Tolstoy yang notabene adalah orang Rusia dan pernah ikut serta dalam dinas kemiliteran di Kaukasus. Dan mungkin juga, kisah ini adalah salah satu sebab yang menginspirasi para pejuang Chechnya dan Dagestan, sampai saat ini untuk terus menggelorakan perjuangan kemerdekaan dari Rusia, menjadi Checnya yang Merdeka. Petikan “Mata air mereka telah dikotori, tentu saja dengan disengaja, sehingga tidak mungkin mengambil air dari dalamnya. Masjid pun dikotori,” Perasaan yang dialami oleh semua warga Chechnya, besar dan kecil, lebih dahsyat daripada sekedar kebencian. Bukanlah kebencian, tetapi penolakan mengakui anjing-anjing Rusia ini sebagai manusia, rasa benci, jijik, dan bingung atas kekejaman tidak masuk akal makhluk ini, tentang keinginan menyingkirkan mereka sama alaminya dengan naluri mempertahankan diri.

Sumber:-Leo Tolsyoy, Haji Murad, Serambi Ilmu Semesta; Cetakan I (2013), Jakarta. -Di Balik Haji Murad; Budiawan Dwi Santoso;bukuonlinestore

“Mata air mereka telah dikotori, tentu saja dengan disengaja, sehingga tidak mungkin mengambil air dari dalamnya. Masjid pun dikotori,” SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

13


HISTORIA

RAMADHAN DI TAKBAI:

TRAGEDI KEMANUSIAN 11 Ramadhan 1438-1425 Hijriah. T Narathiwat

ak Bai merupakan sebuah distrik di provinsi bagian selatan Thailand. Jalan menuju Tak Bai hanya satu dan berakhir pula di sini, di sisi Sungai Nara, sungai yang penting bagi lalu lintas perahu motor yang menghubungkan Tak Bai dengan Negara bagian Kelantan di Malaysia. Sebagian dari sekitar 10.000 penduduk Tak Bai yang mayoritas muslim memburuh di Malaysia. Sebagian lagi bekerja sebagai nelayan, petani, pengojek, dan membuka warung. Denyut kehidupan ekonomi di sini jauh dari gemuruh sektor modern di Bangkok. Semenjak kajatuhan Patani ketangan Kerajaan Siam (Thailand), orang-orang Melayu Patani di Thailand Selatan menaruh dendam kesumat berkenaan dengan apa yang mereka anggap sebagai penggabungan secara paksa tanah air mereka dengan negara Thailand yang Buddhis dan berbahasa Thai. Bahwa orang-orang Melayu itu telah memberi reaction dengan berbagai cara, mulai dari protes sampai kepada perjuangan bersenjata (Surin Pitsuwan, 170 ,1989) Faktor dan Peristiwa 11 Ramadhan 1425 bersama 25 Oktober 2004 Patani letaknya Thailand Selatan sangat strategis dari sisi geopolitics. Berbatasan dengan Malaysia dan di mulut Selat Malaka. Dari perairan Thailand Selatan dapat dimonitor kapal-kapal yang berlayar dari Laut China Selatan menuju Selat Malaka. Tak Bai, kota district di Provinsi Narathiwat, yang terletak sekitar 1.300 kilometer selatan Bangkok, tiba-tiba menjadi perhatian dunia internasional setelah terjadi pembantaian pengunjuk rasa pada 25 Oktober 2004 bersamaan dalam bulan puasa pada tanggal 11 Ramadhan 1425 H. Ketidakadilan yang dirasakan warga muslim inilah yang kerap memicu pertikaian dengan tentara pemerintah. Dan tindak kekerasan yang terjadi di Thailand Selatan, menjadi tantangan bagi unsur politik dan sosial sebuah negara yang hendak menjaga kerukunan etnik warganya. Muncul peristiwa Tak Bai sangat menjadi perhatian masyarakat internasional karena cara pembantaian yang dilakukan militer sangat mengerikan. Kebrutalan tentara Thailand menghadapi para demonstran Muslim bukan suatu yang salah prosedur, tetapi lebih merupakan simtom atau suatu perubahan dengan keadaan khusus kondisi masyarakat yang menunjukkan tanda-tanda adanya suatu penyakit dari sebuah bawah sadar bahwa kelompok Muslim Patani adalah musuh yang harus dibasmi. Demonstrasi hanya sekedar picu, bukan sebab utamanya, karena itu tanpa ada demonstrasi, pasukan Thailand akan berbuat kekarasan dengan alasan apapun. Bahkan demonstrasi terjadi juga karena adanya kekerasan yang mereka derita selama bertahun-tahun.

14

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

Foto/Youtube

Bahwa peristiwa di desa kecil ini (Tak Bai) bermula ketika 6 anggota Pertahanan Sipil (HANSIP) diantaranya termasuk empat orang ustaz dengan tuduhan menyerahkan senjata kepada kelompok pejuang Patani. Masyarakat yang tahu duduk perkaranya menuntut pembebasan ke enam warga. Mereka mengatakan senjata anggota HANSIP itu memang benar-benar hilang dicuri orang. Aparat keamanan membantah keterangan masyarakat tersebut. Menurut catatan setidaknya 10 senapan pemerintah dicuri dari para HANSIP dan penjaga keamanan di Patani. Sebuah serangan lain yang dilancarkan ke sebuah markas militer awal Januari 2004 yang mengakibatkan tewasnya empat tentara dan dirampoknya 414 pucuk senjata (Kompas,13 November 2004). Serangan-serangan itu bisa dipandang serius dari segi keamanan pada umumnya di wilayah Thailand Selatan yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Luasnya pembakaran sekolah serta dalam serangan-serangan terhadap gudang militer memberi kesan bahwa hal itu dilakukan oleh kelompok terorganisir. Di samping itu, juga terdapat sejumlah bukti adanya latihan militer dalam aksi-aksi itu. Apabila mengamati insiden yang terjadi dalam tahun-tahun belakangan, maka gelombang serangan terakhir ini bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. Dari sisi itu, maka serangan terakhir ini tidaklah baru. Belum ada serangan besar lainnya di Asia Tenggara. Sejumlah kalangan mencoba menginternasionalisasikan masalah ini tanpa adanya bukti yang kuat. Memang serangan-serangan itu memiliki dimensi lokal dan internasional. Bentrokan dalam demontrasi terjadi pada 11Ramadhan 1425 H bersama 25 Oktober 2004, sekitar 3.000-2.000 Muslim di Tak Bai melakukan aksi demonstrasi di depan kantor polisi setempat. Demontrasi tersebut munculnya akibat penangkapan enam warga Muslim yang dituduh menyuplai persenjataan kepada para gerilyawan di wilayah selatan Thailand yang penduduknya mayoritas Muslim. Pada awal, petugas keamanan yang terdiri atas polisi dan tentara mencoba membubarkan para demonstran yang terus berteriak-teriak. Namun, mereka bukannya membubarkan diri. Malah, jumlah para demonstran bertambah banyak. Aparat pun kehilangan kesabaran dan mulai menembaki para demonstran dengan gas air mata, senjata api, dan senjata air. Militer Thailand juga menangkapi para demonstran dan memasukkannya ke dalam enam truk yang sudah disiapkan untuk dibawa ke kamp militer.


HISTORIA Peristiwa Tak Bai secara jelas menunjukkan aparat militer dan polisi menghajar pengunjuk rasa dengan popor senjata, pukulan, dan tendangan. Kemudian para pengunjuk rasa dipaksa merangkak di jalan asphalt dengan bercelana kolor, mereka dipaksa berkumpul dengan merangkak tanpa baju, di atas tanah berlumpur dengan kawalan ketat tentara. Darah mengucur di mana-mana, tetapi tidak mengurangi kebengisan aparat keamanan. Mereka juga menganiaya ibu-ibu dan anak-anak yang ditangkap dan dikumpulkan di kantor polisi Tak Bai. Dalam kondisi terikat dan berpuasa, tubuh-tubuh mereka dilemparkan ke atas truk militer, usai demonstrasi yang digagalkan aparat. Lelah dan siksa mengantarkan merekamenjemput maut. Saksi mata mengatakan puluhan orang tewas di tempat setelah aparat keamanan mulai menembaki pengunjuk rasa, dan hingga sekarang lebih dari 60 warga belum kembali ke rumah. Mereka lenyap dalam peristiwa tersebut. Sementara itu, di Teluk Nangka, warga mengatakan 22 jasad pengunjuk rasa dikubur aparat militer di desa itu dan 38 warga yang cedera dilempar ke Sungai Nara (Maruli Tobing , Kompas,20 Desember 2004). Pada awalnya, angka korban dilaporkan hanya 6 orang, kemudian meningkat dengan mendadak kepada 84orang. Menurut penduduk tempatan jumlah korban sebenar melebihi daripada 100 orang. Statistik yang diberikan oleh seorang pemerhatian bebas menjelaskan bahwa 6 orang mati sertamerta terkena tembakan, 78 orang mati di hospital, 35 mayat ditemui terapung di dalam sungai dan 1298 orang mengalami kecederaan. Tentara dan polisi juga menembakan dan menyemprotkan air serta melemparkan granat-granat gas air mata ke arah pengunjuk rasa (Pikiran Rakyat, 27 Oktober 2004). Kebanyakan para korban mati lemas dan beberapa di antaranya mengalami patah tulang leher (Pikiran Rakyat, 28Oktober 2004). Sekitar 1.300 para aksi diangkut dengan enam truk dengan tangan terikat ke belakang. Para tawanan itu bertindihan hingga lima lapis. Tidak cukup hanya itu, truk ditutup lagi dengan terpal selama perjalanan 5,5 jam menuju Markas Komando Militer IV Wilayah Selatan (Maruli Tobing ,Op.Cit). Pembataian di Tak Bai hanyalah salah satu peristiwa yang dialami masyarakat Muslim. Sebelumnya, 28 April 2004 telah 113 pemuda dan remaja muslim tewas dibantai aparat militer dan polisi karena mencoba menyerang pos -pos keamanan dengan menggunakan senjata tajam. Munurut wartwan Kompas Maruli Tobing, dari Narthiwat, Thailand Selatan menginvestigasikan bahwa: Dalam peristiwa tersebut, sebanyak 34 remaja dan pemuda yang berlindung di Masjid Kre Sek, Patani, ikut terbunuh. Dalam kekerasan ini pasukan Thailand juga diperkirakan telah bertindak berlebihan terhadap 113 pemuda Muslim yang tewas. Sekelompok anak muda bersenjatakan parang dihadapi dengan persenjataan berat karena diduga akan menyerang kantor polisi (Maruli Tobing,Op.Cit.).

Masjid tertua peninggalan abad ke17- ini hancur karena aparat keamanan menembakinya sejak pukul 05.00 pagi hingga 14.10 petang. Ny Sema dan warga lain mengaku menyaksikan helikopter meraung-raung sambil melepaskan tembakan di atas masjid seluas 20 x 25 meter itu. Sementara kendaraan lapis baja menutup rapat jalan masuk dan keluar. Lebih dari 100 anggota militer dan polisi ikut menembaki masjid bersejarah itu. Peristiwa di Masjid Kre Sek dan Tak Bai merupakan cermin bahwa hukum telah mati suri di wilayah selatan. Tetapi ini bukanlah fenomena baru. sejak lama Thailand Selatan mirip daerah tidak bertuan. Di sini yang berlaku hanyalah hukum rimba. Seperti dikemukakan seorang warga Jerman yang ditemui Kompas di Narathiwat, keadaannya hampir sama seperti 35 tahun silam´. Warga Jerman ini pernah menjadi pekerja sosial di bidang konstruksi di Thailand selatan tahun -1970an. Peristiwa Tak Bai bisa dikatakan sebagai puncak kekerasan yang ditempuh pemerintahan Thailand dan sekaligus menjadi titik balik bagi perjalanan sejarah umat Islam di Thailand Selatan. Rentetan kekerasan sebelumnya juga sudah menewaskan puluhan warga Muslim. Yang terbesar adalah penyerangan ke Masjid Kre Sek, April tahun 2004, yang menewaskan 113 orang Melayu Muslim. Wali Kota Pattani Panya Kittikul, mengungkapkan, para relawan anggota regu pengamanan desa dan Pertahanan Sipil HANSIP di provinsi itu sudah mulai menyerahkan kembali senjata inventory yang sebelumnya dibagikan pemerintah ke pada mereka. Alasan pengembalian adalah untuk menjaga agar senjata-senjataitu tidak sampai jatuh ke tangan kaum geriliyawan. Demi keselamatan mereka sendiri, mereka menyatakan ingin menyimpan saja senjata itu di kantor distrik (Kompas,13 November 2004). Alasannya yang lain, pengembalian senjata itu membuat mereka lebih merasa aman bagi dirinya baik dari perompakan sejata dari geriliya maupun tuduhan pemerintahan terhadap mereka dengan mengatakan mereka bersekongkol sama geriliyawan dengan menyerahkan senjata kepada Pejuang Patani. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri Thailand mendistribusikan lebih dari 4.000 pucuk rifle dan amunisi dalam jumlah besar kepada para relawan pertahanan sipil, kepala desa, dan para penjaga keamanan di provinsi-provinsi selatan yang dekatdengan Malaysia. Namun, banyak di antara senjata-senjata itu yang dicuri oleh para gerilyawan Patani. Disusun oleh: Ben (Sekedar Pemerhati konflik di Thailand Selatan) Sumber: PATANI FAKTA DAN OPINI Baca lanjut;https://www.scribd.com/…/Darah-Tidak-Hagus-Ingatan-Kami-T ra…

Foto/dangerofpatani

Memang serangan-serangan itu memiliki dimensi lokal dan internasional. Bentrokan dalam demontrasi terjadi pada 11Ramadhan 1425 H bersama 25 Oktober 2004,

sekitar 2.000-3.000 Muslim di Tak Bai SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

15


KHAZANAH

MANAQIB IMAM AHMAD: KISAH TUKANG ROTI PENDAWAM ISTIGHFAR Oleh: Royani

16

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

D

inukil dari Kitab Manakib Imam Ahmad, Kisah Inspiratif ini dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hambal Rah (murid Imam Sya fi’i) dikenal juga sebagai Imam Hambali. Dimasa akhir hidup beliau bercerita “Satu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tahu kenapa ingin sekali menuju satu kota di Irak”. Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat.” Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah. Beliau bercerita, “Begitu tiba disana waktu Isya’, saya ikut shalat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat,” Begitu selesai shalat dan jamaah dibubar, Imam Ahmad ingin istirahat sejenak di masjid, tiba-tiba Marbot masjid datang menemui Imam Ahmad sambil bertanya, “Kamu mau ngapain disini, syaikh.” kata “syaikh” bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena marbot taunya sebagai orang tua). Marbot tidak tau kalau beliau adalah Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa Imam Ahmad, Lantaran beliau adalah seorang ulama besar dan ahli hadits, sejuta hadits dihafalnya, sangat shalih dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tau wajahnya, cuma namanya sudah terkenal. Imam Ahmad menjawab “Saya ingin istirahat, saya musafir.” Kata marbot, “Tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid !“. Imam Ahmad bercerita “Saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, dikunci pintu masjid. Lalu saya ingin tidur di teras masjid.” Ketika sudah berbaring di teras masjid Marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. “Mau ngapain lagi syaikh?” Kata marbot. “Mau tidur, saya musafir,” kata imam Ahmad. Lalu marbot berkata, “Di dalam masjid gak boleh, di teras masjid juga gak boleh.” Imam Ahmad diusir. Imam Ahmad bercerita, “Saya didorong-dorong sampai jalanan”. Disamping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi. Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh, “Mari syaikh, anda boleh nginap ditempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil”. Kata Imam Ahmad “Baik” Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tetap tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir). Penjual roti ini punya perilaku khas, kalau imam Ahmad ngajak bicara dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, “Astaghfirullah“. Saat memberi garam, astaghfirullah, menecah telur astaghfirullah, mencampur gandum astaghfirullah. Dia senantiasa mendawamkan istighfar. Sebuah kebiasaan mulia. Imam Ahmad memperhatikan terus. Lalu Imam Ahmad bertanya “Sudah berapa lama kamu lakukan ini?” Orang itu menjawab, “Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan.” Imam Ahmad bertanya “Maa tsamarotu fi’lik?”, “Apa hasil dari perbuatanmu ini?” Orang itu menjawab “(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta,kecuali pasti dikabulkan Allah. semua yang saya minta ya Allah….,langsung diwujudkan.” Nabi SAW pernah bersabda “Siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”. Lalu orang itu melanjutkan “Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah beri,” Imam Ahmad penasaran lantas bertanya “Apa itu, “ Kata orang itu “Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad”. Seketika itu juga Imam Ahmad bertakbir “Allahu Akbar..! Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan, ternyata karena istighfarmu. ” Penjual roti itu terperanjat, memuji Allah, ternyata yang didepannya adalah Imam Ahmad. Ia pun langsung memeluk dan mencium tangan Imam Ahmad…


SASTRA

About the Patani young poet MAHROSO DOLOH

M

ahroso Doloh atau Muhammad Rasul bin Kosim, mahasiswa alumni Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Purwoketo Indonesia yang berasal dari Negeri Patani (Selatan Thailand). Sekarang Mahroso sedang melanjutkan pendidikannya di tingkat magister (S.2) dalam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta atau Yogyakarta State University. Mahroso pernah mengajar menulis puisi di Jamiah Islam Syekh Daud Al-Fathoni (JISDA) Yala (Selatan Thailand).

HASIL KARYA Bukunya yang telah terbit: Cakap Berbahasa Indonesia-Thailand (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014). Buku kumpulan sajaknya Kiblat Cinta: Kumpulan Sajak Suara Bunga Patani (Jakarta: EsMe, 2014). Sementara itu, beberapa puisinya juga pernah bergabung di Lentera Sastra II: Antologi Puisi Lima Negara (Cilegon, 2014), Tifa Nusantara II (Tangerang, 2015), Ije Jela Tifa Nusantara III Marabahan (Mabahan, 2016) dan karya pantunnya bergabung juga dalam Antalogi Pantun dari Penyair 5 Negeri; Senandung Tanah Merah (Jakarta, 2016), Bunga Rampai Pantun Senandung Warisan Patani (Yogyakarta: 2016). ProďŹ l prestasinya sudah dimuat di beberapa media surat kabar dan majalah. Mahroso juga pernah mendapatkan penghargaan pembaca puisi terbaik dalam kegiatan pementasan musikalisasi puisi di “Panggung untuk Puisiâ€? yang diselenggarakan oleh panitia Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pernah mendapatkan penghargaan juara III dalam perlombaan baca puisi yang diselenggarakan oleh penitia GEMA PBSI Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2015. Selain itu, Mahroso juga sebagai aktivis baca puisi dari panggung ke panggung. Di antaranya ia pernah menjadi perwakilan dari Patani (Selatan Thai) untuk baca puisi di acara Temu Penyair Asia Tenggara di Cilegon Indonesia, acara Tifa Nusantara 2 di Tangerang Indonesia dan acara Pertemuan Penyair Serumpun di Singapore. Ia pernah menjadi pembicara (narasumber) dalam acara seminar sastra, seminar budaya dan juga pada acara bedah buku sastra tingkat nasional maupun Internasional. Sekarang buku puisi barunya yang diberi judul Pelabuhan Malam sudah diterbitkan oleh penerbit ITBM (Malaysia). Sumber: http://mahrosopatani.blogspot.co.id/

Foto/Hous Studio

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

17


SASTRA

Malam:

Pelabuhan

Suara Pencarian Seorang Hamba akan Kasih Tuhan Oleh: Prof. Dr. Lim Swee Tin

Pengenalan Benarlah, insan bernama penyair itu berkata-kata lewat bahasa. Bahasa di tangan penyair mampu menyatakan apa-apa sahaja. ia menghantar makna, makna yang kemudian dikunyah khalayak lalu memahaminya. Penyair itu penghantar rasa. Melalui karya penyair bukan setakat mengirim inti pemikiran lebih daripada untuk memancarkan suara sukma atau kalbunya sehingga ia dirasai juga. Jalannya bukan mudah, hanya penyair yang berjiwa bisa melakukannya. Dengan itu tatkala saya dihadapkan seberkas puisi ciptaan Mahroso Doloh saya bukan melihat lapis pemikirannya sahaja, akan tetapi cuba sama menjejak rasa yang disuguhkannya. Berulang kali membaca, suara lapisan bawah Mohroso perlahan-lahan timbul di permukaan, dan saya melihat karya anak muda dengan serba kekuatan. Demikian, ‘Pelabuhan Malam’, yang dinamai sebuah Kumpulan Sajak: Seorang Anak Merindukan Pantai Ini, dengan memuatkan dua Episod 1 dan 2, masing-masing mengisikan 59 dan 7 karya, menjadikannya semua 66 puisi yang segar dan menuntut penghayatan. Episod 1 Lautan Mahabbah Bahagian ini sebagaimana disebut, mengisikan sejumlah 59 kuntum puisi yang seluruhnya mengajak khalayak mendekatinya seawal puisi berjudul ‘Pelabuhan Malam.’ ‘Pelabuhan Malam’ menjadi puisi pertama menghiasi episod ini, yang menggarap kepatuhan seorang hamba-Nya, dengan penyair sering di ‘pelabuhan malam,’ yang di sini dia mencari Sang Pencipta, Kekasihnya, untuk menuai embun keinsafan dalam menghadapi badai kehidupan. Puisi pertama ini sebetulnya membuka jendela apresiasi kita kepada karya-karya keagamaan yang mewarnai seluruh pengisiannya. Bagi penyair, pelabuhan malam adalah pengakuan atau indikasinya dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Penyair menggunakan waktu untuk mendekatkan diri dengan Allah yang mencipta segala; langit dan bumi Negeri dirinya negeri kemarau. Lalu, dia mendambakan turunnya hujan untuk menghijaukan ladang ketaqwaan sebagai persediaan di negeri esok yang subur. Penyair seringkali merisaukan dosa-dosa yang dilakukannya: ‘membasah noda hitam di padang jiwa’, katanya. Kelihatannya, dalam puisi ini, malam, hujan, padang menjadi sangat erat di jiwanya, bagi memperlambangkannnya dengan diri dan pencariannya. Peyair juga tak henti-hentinya memohon keampunan Allah (‘melontar doa’) kerana baginya ‘pintu-Mu masih terbuka’ buat dia menutup segala derita disebabkan kealpaan silamnya. .

18

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

Dia ingin meleraikan segala penanggungan dosa-dosanya. Demikian, dalam ‘Hidayatul Taubah’ (hlm. 31), penyair menjadikan dzikirnya untuk ‘menuntaskan hutang-hutangku kepada-Mu’. Bahkan, melalui ‘Taubat’ (hlm. 61), penyair berkata: ku ingin menata hidup silam/ ku ingin bersihkan hutan rimba/ yang dulu kau- aku terlena. Daripada pengakuan, ternyata penyair ‘mendaratkan Foto/ ITBM penyesalan’ dan berjanji ‘tak kan hanyut lagi.’ Kalbu seorang penyair yang penuh kerinduan mencari kau-aku dalam suluhan Cahaya kasih sayang-Mu. Penyair juga tidak lekang menyebut kematian. Ungkapan ‘kembali kepada bumi’ menjadi penanda indah akan kembalinya manusia ke alam abadi, sementelah nafas ini hanyalah pinjaman, katanya. Rumah, Cahaya, Tertinggi, Rumah Ini merupakan perlambangan ampuh yang indentik dengan penyair sepanjang menggauli 59 kuntum karyanya ini. Manakala, ‘deraian embun’, ‘biji-biji embun’ sebagai doa amat terikat pada jiwa penyair. Penyair juga menggunakan kata ‘belayar’ sebagai ikhtiarnya mencari Cahaya, yakni Tuhan Yang Esa. Penyair juga menggunakan kerapkali imej ‘hujan’, ungkapan ‘hujan di tengah malam’ , ‘embun’, serta ungkapan ‘juraian embun’, ‘lautan embun’ sebagai detik terbening dalam solat dan dzikirnya tatkala mendekatkan diri kepada Yang Esa. Penyair juga memilih imej ‘gerimis’ (dalam ‘Seuntai Mawar’). Dalam doa, dalam dzikirnya, ia tak henti-henti memohon Tuhan membukakan pintu-pintu-Nya kepada dia (‘Jatuh Cinta Kepada-Mu’, hlm. 32). ‘Senyum’ juga menjadi elemen yang banyak disebut penyair. Demikian ‘air’, ‘setumpuk air’ dan lain-lain digunakan secara tekal dalam karya untuk mengasosiakannya dengan nilai hidup yang penuh bererti. Dalam puisi berjudul ‘Pimpinlah Aku Kembali’, penyair menggunakan ungkapan ‘air keampunan-Mu’, dan ‘air keinsafan’ apabila membicarakan tentang pohon kehidupannya, serta doa untuk melihat pohon itu subur kembali setelah kemarau yang lama. Selain itu, ‘lautan’, ‘di lautan senja’ (hlm. 48) ‘sungai tak henti-hentinya’ (hlm. 45) digunakan penyair, juga digunakan ungkapan ‘sungai terindah’ , ‘sungai terpanjang’, ‘anak-anak sungai’ (hlm. 45) yang menghamburkan pengertian akan pencariannya mengentalkan keimanan. Melalui puisi berjudul ‘Pesan Bonda’ (hlm.51), antara lain, rangkap keduanya bahkan digarap dengan menarik sekali, sebegini: lalu, kilauan mutiara itu tak sedikitpun berharga sebelum hujan di mataku mengalamatkan sebuah cinta dengan melukis purnama di tengah malam hingga titik buram di waktu silam hanyut dan mengalir ke sungai-sungai terpanjang dalam kudus cintamu. Pencarian penyair bagai tiada pernah redanya. Selain menggunakan hujan, sungai, embun dan lautan, penyair banyak menyuguhkan pembaca dengan metaforaeperti ‘pantai dada’, ‘lubuk kalbu’, ‘cawan cahaya’, ‘daun-daun harapan’, yang diselang-seli bahasa yang cantik sekali. Misalnya – mutiara mengalir lewat bibirmu. Benar bahawa ‘mutiara’ sama sekali tidak mengalir, akan tetapi di tangan penyair ini ‘mutiara’ menjelma berbeda. Semuanya untuk mendukung kekuatan makna tatkala penyair membicarakan sikap dan erti pencariannya yang terdalam itu di jiwanya. Melalui beberapa puisi lain, antaranya ‘Ayat yang Tak Sempat Dibaca’ (hlm. 56), rasa kekhilafan dalam diri kesungguhnya besar juga; besar apabila sekian ayat-ayat Tuhan diabaikannya. Dalam ‘Mata-Mu Menulis Beribu baris Puisi,’ – suara indah firman Allah SWT kepada umat manusia bagai kurang dikenalinya termasuk didalaminya. Pesan puisi-Nya mememunuhi ladang batin penyair. Di sini tumbuh beribu mawar, maka kau-aku saling berpelukan.


Selain itu, dalam ‘Tarian Senyum’ (hlm. 37), penyair mengagungkan senyum ‘dalam menggapai mahligai mahabbah-Mu.’ Senyum meinggalkan impak besar kepada dirinya, malahan mengisi setiap doanya demi ‘terbening dalam senyum-Mu’ pula. Penyair menggunakan ‘dedaun’ untuk menggantikan ‘daun-daun’, ‘wewangi’ untuk gandaan ‘wangi-wangian’, ‘dedebu’ bagi mengharmoniskan pengucapan, sesuai ia bertemakan sedemikian. Dalam karya yang lain, ‘Lautan Sajadah’ umpamanya , penyair mengingat kematian, yakni hari panggilan untuk kehidupan yang penuh keabadian. Penyair menyifatkan kematian ini sebagai ‘musim baru’, lihat sahaja bagaimana dia membayangkan musim yang baru itu; kehidupan di antara baik atau penyesalan hampa menyendiri di sana sepi dan kepedihan menggugah jiwa (hlm. 16) Pengucapan di atas sesungguhnya halus dan lembut untuk satu penyataan yang sedemikian besar; kematian dan kehidupan di alam abadi. Ia diperjelas pula dalam ‘Hujan di Kelopak Mata’, apabila penyair bahkan dengan jelas menyebut, ‘jika Kau memanggilku untuk kembali’ (hlm. 17) terbukti kukuh ia merujuk kepada kematian yang dirindui. Membiacarakan pencarian di pelayaran malamnya, penyair juga tiada henti-henti menyebut tentang CINTA TUHAN – yang menjadi kembang bunga, memberi segala warna, memperkatakan KEIMANAN DAN KETAQWAAN – dengan meletak dan menganggap dirinya sentiasa dalam pelukan Tuhan. Penyair tiada henti-hentinya berDOA – yang tidak pernah lekang dari setiap hembus nafasnya ( ‘Senja’, hlm. 19). Kepada penyair, KEBESARAN ALLAH dilihat terlalu indah – penyair melihat kebesaran Allah itu di mana-mana. Malahan, dari terbang merpati pun penyair membaca ‘kalam Ilahi’ (‘Pesan Merpati kepada Angin Cinta’, hlm. 59) Secara tuntas, ‘pelayaran’ penyair sesungguhnya jauh, melewati pelbagai ruang malam, singgah di merata kesempatan, meredah hujan, mengusap juraian embun, di sungai dan di lautan, mengutip pula mutiara, kembali melihat sayap merpati, dalam mencari kasih Ilahi, mendambakan keredhaan-Nya juga, dan pada puisi terakhir Episod 1, ‘Sempurnalah Segala Cinta’, penyair bagai menyimpulkan; Di butiran tasbih-Mu dan malam itulah Kau sempurnakan segala cinta kau-aku. (hlm. 78) Rangkap ini terasakan cantik sekali. Penyair bagai telah beroleh kelegaan setelah menempuh tahun-tahun silam yang serba mengalpakan, terlupa sekian banyaknya ayat Tuhan, yang sesungguhnya menerawang di mana-mana untuk dia mengenali Kebesaran-Nya. ‘Sapaan manis’ kini menyelubungi setiap helaan nafasnya – seorang hamba beriman dan bertaqwa. Episod 2 Di Pantai Ini: Patani yang Penuh Peristiwa Bahagian ini mengandungi tujuh buah karya. Kesemuanya berkisar pada tanah Pantai Ini, yakni Patani. Masing-masing puisi ‘Tangisan Maryam’, ‘Kerana Cinta di Pantai Ini’, ‘Patani Sedang Menangis’, ‘Biarkan Ku Hidup Jutaan Tahun Lagi’, ‘Di Hari Nanti’, ‘Air Mataku Air Mata Bumi Pertiwi’, dan ‘ Hujan dan Darah’. Keseluruhan karya berkisar tentang bumi Patani, peristiwa luka dukanya, dan darah perjuangan yang menyala-nyala.

SASTRA Patani, tanah indah yang digelar Serambi Mekah. Patani tanah air penyair, yang sering dirindunya. Namun, kecewa apabila banyak yang mengambil sikap membisu melihat kejahatan berlaku atau mereka menutup mata kalbu. Patani warisan bersejarah, dan ia sentiasa hadir dalam ingatan penyair. Lebih parah, kepada penyair, kecintaan kepada Patani adalah besar dan mendalam. Di sini, menurutnya, berbaur segala: air mata, tragedi, kehilangan kasih dan kesengsaraan. Namun, di pihak lain, mereka yang menjadi mangsa pula dipersalahkan. Sebagai akibatnya, keadilan tidak dapat ditegakkan, banyak yang terpenjara, pembunuhan dan kematian silih berganti, pembohongan dan fitnah ditabur merata-rata, sedang kemiskinan terus menggila, dan kesengsaraan bagai tiada akhirnya. Makanya, bagi penyair, tiada pilihan lain selain mengharapkan kemerdekaan. Kemerdekaan adalah pembebasan mutlak untuk bumi Patani. Bumi yang sesungguhnya menjadi pusaka bangsa, sebuah bumi bertuah, warisan dengan rezeki melimpah ruah. Patani yang terkenal tanah perdagangan, pusat peradaban asalnya berselimut damai, malahan terkenal namanya di seluruh alam Nusantara. Lalu, pada penyair, seruannya jelas dan nyata: memimpikan sebuah tanah air, Patani yang merdeka! Namun, ia hanya terlaksana seandainya Anak Melayu segera bangun; bangun dalam kesatuan besar, bangun melihat ‘harapan yang masih bias dipertahankan’, tetapi bagaimana, menurut penyair: Kita hapuskan kebodohan yang setiap hari melanda Kita tuliskan nasib kita sendiri dengan sejuta harapan Kita tentukan arah tuju menebus kemerdekaan Kita tancapkan bendera kemerdekaan dalam hati terdalam (hm. 88) Inilah jeritan yang mencengkam, sesungguhnya. Anak pertiwi yang mendambakan kemerdekaan abadi untuk tanah air kecintaannya, Patani. Tetapi, jalan perjuangan itu kelihatannya tidak mudah. Ia menuntut kesedaran dan keberanian untuk berubah, memahami sejarah, melihat ke dalam diri dan bangkit kembali: demi Patani. Kesimpulan dan Penutup Demikian, suara dahaga seorang Allah, Tuhan Tertinggi, Penciptanya. Dia telah puisi indah, yang mengalpakan kecuali puisi mendekatkan dirinya kepada Cahaya, untuk Kasih sejati, dalam perjalanan ke negeri abadi. menjulang tinggi tanah kelahranya, tanah air matanya: Patani. Membaca puisi-puisi Mahroso sebetulnya juga mula merasakan adanya sosok persis puisi pujangga Amir Hamzah yang dengan ‘Nyanyi Sunyi’ –nya, terutama pada ‘Episod 1 lautan Mahabbah’. Penyair kelihatannya dengan segenap kreativiti yang ada padanya mengungkapkan pemikiraan keagamaan yang being lagi mengesankan, dilentur leeat bahasa yang mengalir dengan dingin di kalbunya, dan berbisik halus namun nyaring ke segenap indera kita. Dengan kata-kata sedemikian, kita selanjutnya menantikan kemunculan puisi-puisi Mahroso di tahun-tahun mendatang.

penyair akan kasih meninggalkan cinta yang memperoleh Penyair juga a i r Doloh, saya semangat terbilang

Dr. Lim Swee Tin Penerima S. E. A. Write Award, Tanggal: 22 September 2015. Foto/Tunas/Hamsyari

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

19


INFOGRAPHIC THAILAND Bangkok

Patani

A BRIEF HISTORY 2004

2005

2006

2007

In 13 years The revolution of the people of Patani start triggered on January 4, 2004. The fight was done by the people of Patani to regain their independence since occupired by the Siamese at 1785. In this war of each party suffered signifieant losses, in lives and treasure

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

13,450 13,674 14,207 17,526 22,988 27,547 16,507 19,102 16,277 21,124 25,921 25,744.3 30,886.6 Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht Million Baht *https://www.isranews.org/content-page/-67south-slide/-53044thirteen53044-.html

6.850

TOTAL COST OF THE CONFLICT

277,645

PEOPLE DIED

MILLION BAHT

OPEN CONFLICT 8.355

shooters

>70

Arson

3.353 3.412 Bombing

15.547 INJURED PEOPLE

20

SUARA TUNAS | OKTOBER 2017

political sabotage

2.810

972

336

>140

Civilians

Combatant

Siam Army

Teachers

ONE PEOPLE DIE EVERY

16,5 HOURS

COPIRIGH@TUNAS ONLINE 2017; Source : www.deepsouthwatch.org, https://www.isranews.org/content-page/-67south-slide/-53044thirteen53044-.html


Separatist graffiti is seen on a road near Pattani that reads

“Hey Siamese – bring back our rights” Picture taken June 2014 ,6.

Photo: Reuters/Andrew RC Marshall


BANGKITKAN JIWAMU TIDAK PANTAS JIKA KITA SELAKU ORANG BERIMAN LANTAS BELUM MEMBERIKAN PDENGAN E R H A T I A N AKAOS P A - A P AMERDEKA T E R H A D A P BUNG KONDISI UMAT ISLAM DI PATANI

S

A

V

E

PRAY FOR PATANI

#PATANI_IS_BURNING


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.